Hubungan Kualitas Kehidupan Kerja dengan Komitmen Afektif
Perawat di RSUD Dr. Pirngadi Medan
SKRIPSI
oleh
Junjungan Dolorosa Dian Kristika Kudadiri 111101138
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul : Hubungan Kualitas Kehidupan Kerja terhadap Komitmen Afektif Perawat di RSUD Dr. Pirngadi Medan
Nama : Junjungan D.D.K.K
NIM : 111101138
Fakultas : Keperawatan
Tahun Akademik : 2014/2015
Abstrak
Kualitas kehidupan kerja adalah upaya yang sistematis dari organisasi untuk memberikan kesempatan yang lebih besar bagi para pegawai untuk mempengaruhi cara mereka melakukan pekerjaan mereka dan kontribusi untuk membuat efektifnya keseluruhan organisasi. Kualitas kehidupan kerja dipandang mampu meningkatkan peran serta dari anggota atau karyawan pada suatu organisasi. Keterlibatan karyawan inilah yang dimaksud dengan komitmen organisasi. Komitmen organisasi mempunyai tiga tipe yaitu: komitmen afektif, komitmen kontinuans, dan komitmen normatif. Komitmen afektifdikonseptualisasikansebagaiperasaan positif karyawanyang diidentifikasidengan,keterikatandan keterlibatan dalamorganisasikerja. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan kualitas kehidupan kerja dan komitmen afektif perawat dengan menggunakan desain penelitian korelasi. Sampel diambil dari perawat pelaksana yang honor di RSUD Dr. Pirngadi Medan. Sampel diambil dengan teknik accidental sampling. Data dianalisa secara univariat dan dengan uji statistik korelasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas kehidupan kerja dalam kategori baik 86,96% dan kategori kurang baik 13,04%. Untuk komitmen afektif menunjukkan kategori baik sebanyak 69,57% dan kategori kurang baik sebanyak 30,43%. Penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara kualitas kehidupan kerja dengan komitmen afektif perawat. Diharapkan kepada pihak rumah sakit agar dapat melakukan beberapa upaya dalam peningkatan kualitas kehidupan kerja dan komitmen afektif perawat. Beberapa hal yang dapat dilakukan adalah dengan mengadakan pertemuan untuk membahas masalah, ikut melibatkan para perawat dalam beberapa tugas, memberikan rasa aman dan nyaman kepada para perawat selama melakukan pekerjaannya.
Title of the Thesis : Correlation between Work Life Quality and Nurses’ Affective Commitment at RSUD dr. Pirngadi, Medan Name of Student : Junjungan D.D.K.K
Std. ID Number : 111101138
Faculty : Nursing
Academic Year : 2014-2015
ABSTRACT
Work life quality is an organization systematic effort in providing more opportunity for employees to influence their way in doing their job and contribute its effectiveness to the entire organization. Work life quality is considered to be
able to increase employees’ participation in the organization. Organizational;
commitment has three types: affective commitment, continuity commitment, and normative commitment. Affective commitment is conceptualized as employees’ positive feeling which is identified by their attachment to and participation in work organization. The objective of the research was to describe work life quality
and nurses’ affective commitment by using correlation research design. The samples were part-time nurse practitioners at RSUD dr. Pirngadi, Medan, taken by using accidental sampling technique. The data were analyzed by using univatriate analysis and correlation statistic test. The result of the research showed that 86.96% of the respondents were in good category in their work life quality and 13.04% of the respondents were in bad category; 69.57% of the respondents were in good category in their affective commitment, 30.43% of the correspondents were in bad category. The research indicated that there was no
correlation between work life quality and nurses’ affective commitment. It is
recommended that the hospital management increase the work life quality and
nurse’ affective commitment by providing meetings to discuss the problems, making nurses participate in several tasks, and providing peaceful condition for nurses during their working hours.
PRAKATA
Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasih dan karunia-Nya
skripsi yang berjudul : Hubungan Kualitas Kehidupan Kerja dengan Komitmen
Afektif Perawat di RSUD Dr. Pirngadi Medan.
Selama proses skripsi ini, penulis mendapatkan banyak
bantuan,bimbingan, dukungan dan doa dari berbagai pihak. Penulis menyadari
bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, baik mulai dari masa
perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, tentulah akan terasa sangat sulit
bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Erniyati, S.Kp., MNS selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Achmad Fathi, S.Kep., Ns., MNS. selaku pembimbing yang telah
meluangkan banyak waktu dan perhatiannya dengan penuh kesabaran dalam
memberikan masukan, arahan, dukungan serta bimbingan dalam proses
penyusunan skripsi ini.
4. Ibu Salbiah, SKp, M.Kep. dan Diah Arrum, S.Kep, Ns, M.Kep. selaku
dosen penguji I yang telah memberi masukan untuk memperbaiki skripsi ini.
5. Ibu Sri Eka Wahyuni, S.Kep, Ns, M.Kep. selaku dosen penguji II yang
6. Seluruh dosen dan staf Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara
yang telah membantu dalam proses penyusunan skripsi ini.
7. Kedua orang tua saya, yakni Bapak saya Ir. Kasim Kudadiri dan Alm. Ibu
saya Nurhayati Banjarnahor, S.Pd yang telah memberikan bantuan, dukungan
material, moral dan doa demi kemudahan dalam menyelesaikan pendidikan, serta
harapan yang tidak pernah padam untuk menjadikan saya orang yang berguna
kelak.
8. KTB Narwastu dan PKK saya yang tersayang Kak Natalisda Halawa,
anggota kelompok Narwastu yang saya kasihi Tabita, Lora, Grace dan Friska
yang juga telah mendukung dan mendoakan saya selalu serta opung saya tercinta
Kak Martha Siahaan serta untuk Kak Tantri.
9. Sahabat-sahabatterbaik saya Citra, Wanda, Desi, Juni, Renta, Ernawati,
Leliyana, Sri Agustika, Bertua serta semua teman-teman S1 2011 Fakultas
Keperawatan yang telah membantu dan memotivasi dalam penyusunan skripsi ini.
10. Serta semua pihak yang telah membantu penulis dalam menempuh
pendidikan dan penyusunan skripsi ini.
Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada pembacanya, dan
penulis juga menerima saran yang membangun dari semua pihak untuk hasil yang
lebih baik. Akhir kata penulis sampaikan terimakasih
Medan, Agustus 2015
Daftar Isi
3. Pertanyaan Penelitian... 5
4. Tujuan Penelitian... 6
5. Manfaat Penelitian... 6
Bab 2. Tinjauan Pustaka 1. Kualitas Kehidupan Kerja... 7
1.1 Definisi Kualitas Kehidupan Kerja... 7
1.1Komponen-komponen Kualitas Kehidupan Kerja... 9
2. Komitmen Organisasi... 14
2.1 Definisi Komitmen Organisasi... 14
2.2 Faktor yang membentuk Komitmen Organisasi... 17
2.3 Komponen Komitmen Organisasi... 20 3. Komimen Afektif...
3.2Faktor yang mempengaruhi Komitmen Afektif... 4. Hubungan Kualitas kehidupan Kerja dengan Komitmen Afektif...
23 24
Bab 3. Kerangka Penelitian
1. Kerangka Penelitian... 27 2. Definisi Operasional... 28 2.1Variabel Dependen... 28
2.2Variabel Independen...
Bab 4. Metodologi Penelitian
1. Desain Penelitian... 2. Populasi dan Sampel Penelitian... 3. Lokasi dan Waktu Penelitian... 4. Pertimbangan Etik... 5. Instrumen Penelitian... 6. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen... 7. Pengumpulan Data... 8. Analisis Data...
Bab 5. Hasil dan Pembahasan
1. Hasil Penelitian... 2. Pembahasan...
Bab 6. Kesimpulan dan Saran
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Penjelasan Tentang Penelitian
Lampiran 2 Lembar Persetujuan Responden
Lampiran 3 Instrumen Penelitian
Lampiran 4 Hasil Reliabilitas Kuesioner
Lampiran 5 Hasil Penelitian
Lampiran 6 Master Tabel
Lampiran 7 Jadwal Tentatif Penelitian
Lampiran 8 Taksasi Dana
Lampiran 9 Surat Validitas Kuesioner
Lampiran 10 Surat Etik Penelitian
Lampiran 11 Surat Uji Reliabilitas Kuesioner
Lampiran 12 Surat Balasan Uji Reliabilitas Kuesioner
Lampiran 13 Surat Permohonan Izin Penelitian
Lampiran 14 SuratIzin Penelitian
Lampiran 16 Surat Selesai Penelitian
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Defenisi operasional variabel penelitian ... 27
Tabel 4.1 Gambaran distribusi item kuesioner kualitas kehidupan kerja ... 32
Tabel 5.1 Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik demografi ... 42
Tabel 5.2 Distribusi frekuensi kualitas kehidupan kerja perawat RSUD Dr. Pirngadi ... 43
Tabel 5.3 Distribusifrekuensikomitmen afektif perawat di RSUD Dr. Pirngadi Medan ... 44
Tabel 5.4 Hubungankualitas kehidupan kerja terhadap komitmen afektif perawat...45
Tabel distribusi fekuensi dan persenrase jawaban kuesioner mengenai kualitas kehidupan kerja
DAFTAR SKEMA
Judul : Hubungan Kualitas Kehidupan Kerja terhadap Komitmen Afektif Perawat di RSUD Dr. Pirngadi Medan
Nama : Junjungan D.D.K.K
NIM : 111101138
Fakultas : Keperawatan
Tahun Akademik : 2014/2015
Abstrak
Kualitas kehidupan kerja adalah upaya yang sistematis dari organisasi untuk memberikan kesempatan yang lebih besar bagi para pegawai untuk mempengaruhi cara mereka melakukan pekerjaan mereka dan kontribusi untuk membuat efektifnya keseluruhan organisasi. Kualitas kehidupan kerja dipandang mampu meningkatkan peran serta dari anggota atau karyawan pada suatu organisasi. Keterlibatan karyawan inilah yang dimaksud dengan komitmen organisasi. Komitmen organisasi mempunyai tiga tipe yaitu: komitmen afektif, komitmen kontinuans, dan komitmen normatif. Komitmen afektifdikonseptualisasikansebagaiperasaan positif karyawanyang diidentifikasidengan,keterikatandan keterlibatan dalamorganisasikerja. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan kualitas kehidupan kerja dan komitmen afektif perawat dengan menggunakan desain penelitian korelasi. Sampel diambil dari perawat pelaksana yang honor di RSUD Dr. Pirngadi Medan. Sampel diambil dengan teknik accidental sampling. Data dianalisa secara univariat dan dengan uji statistik korelasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas kehidupan kerja dalam kategori baik 86,96% dan kategori kurang baik 13,04%. Untuk komitmen afektif menunjukkan kategori baik sebanyak 69,57% dan kategori kurang baik sebanyak 30,43%. Penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara kualitas kehidupan kerja dengan komitmen afektif perawat. Diharapkan kepada pihak rumah sakit agar dapat melakukan beberapa upaya dalam peningkatan kualitas kehidupan kerja dan komitmen afektif perawat. Beberapa hal yang dapat dilakukan adalah dengan mengadakan pertemuan untuk membahas masalah, ikut melibatkan para perawat dalam beberapa tugas, memberikan rasa aman dan nyaman kepada para perawat selama melakukan pekerjaannya.
Title of the Thesis : Correlation between Work Life Quality and Nurses’ Affective Commitment at RSUD dr. Pirngadi, Medan Name of Student : Junjungan D.D.K.K
Std. ID Number : 111101138
Faculty : Nursing
Academic Year : 2014-2015
ABSTRACT
Work life quality is an organization systematic effort in providing more opportunity for employees to influence their way in doing their job and contribute its effectiveness to the entire organization. Work life quality is considered to be
able to increase employees’ participation in the organization. Organizational;
commitment has three types: affective commitment, continuity commitment, and normative commitment. Affective commitment is conceptualized as employees’ positive feeling which is identified by their attachment to and participation in work organization. The objective of the research was to describe work life quality
and nurses’ affective commitment by using correlation research design. The samples were part-time nurse practitioners at RSUD dr. Pirngadi, Medan, taken by using accidental sampling technique. The data were analyzed by using univatriate analysis and correlation statistic test. The result of the research showed that 86.96% of the respondents were in good category in their work life quality and 13.04% of the respondents were in bad category; 69.57% of the respondents were in good category in their affective commitment, 30.43% of the correspondents were in bad category. The research indicated that there was no
correlation between work life quality and nurses’ affective commitment. It is
recommended that the hospital management increase the work life quality and
nurse’ affective commitment by providing meetings to discuss the problems, making nurses participate in several tasks, and providing peaceful condition for nurses during their working hours.
BAB 1
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Suatu institusi harus memiliki sumber daya manusia yang berkualitas demi
tercapainya tujuan dari institusi tersebut. Rumah sakit juga harus memiliki sumber
daya manusia yang berkualitas untuk mencapai kualitas pelayanan kesehatan.
Salah satu sumber daya manusia di rumah sakit adalah perawat. Peran perawat
sangat penting di rumah sakit karena perawat adalah pemberi layanan kesehatan
yang berlangsung secara konstan dan terus-menerus dalam menangani pasien
(Rahayu, 2013).
Peran perawat dalam melakukan pekerjaannya akan sangat mempengaruhi
peningkatan layanan kesehatan di rumah sakit tersebut. Perawat membutuhkan
lingkungan kerja yang kondusif agar dapat melaksanakan tugasnya secara baik
dan profesional. Oleh karena itu rumah sakit harus memperhatikan kondisi
lingkungan kerja perawat yang sangat berpengaruh terhadap kinerja perawat.
Kinerja perawat akan sangat berpengaruh terhadap kualitas kehidupan kerja
perawat tersebut (Nawawi, 2008).
Kualitas kehidupan kerja merupakan persepsi karyawan tentang kepuasan
dalam melakukan pekerjaan pada suatu organisasi (Jati, 2013). Arifin, (2012)
menyatakan bahwa kualitas kehidupan kerja atau Quality of Work Life (QWL)
umum dan sumber daya manusia secara khusus. Secara histroris, karyawan yang
mendapatkan kepuasan kerja akan melaksanakan pekerjaan dengan baik. Vroom
(1964) dalam Yaslis Ilyas (2002) kinerja sangatlah dipengaruhi oleh kepuasan,
karena kepuasan adalah salah satu komponen pendorong motivasi kerja. Kondisi
kepuasan dan ketidakpuasan kerja menjadi umpan balik yang akan mempengaruhi
prestasi kerja diwaktu yang akan datang. Menurut Strauss dan Sayles (1980 dalam
Handoko (2001) kepuasan kerja juga penting untuk aktualisasi dini. Karyawan
yang tidak memperoleh kepuasan kerja tidak akan pernah mencapai kematangan
psikologis dan pada gilirannya akan menjadi frustasi. Karyawan seperti ini akan
sering melamun, mempunyai semangat kerja rendah, cepat lelah dan bosan,
emosinya tidak stabil, sering absen dan tidak melakukan kesibukan yang tidak ada
hubungan dengan pekerjaan yang harus dilakukan. Dessler (1997) mengemukakan
karyawan yang mendapatkan kepuasan kerja biasanya mempunyai catatan
kehadiran dan peraturan yang lebih baik, tetapi kurang aktif dalam kegiatan
serikat karyawan dan kadang-kadang berprestasi lebih baik daripada karyawan
yang tidak memperoleh kepuasan kerja. Oleh karena itu, kepuasan kerja
mempunyai arti penting baik bagi karyawan maupun organisasi, terutama untuk
menciptakan keadaan positif di lingkungan kerja.Beberapa hasil penelitian
menunjukkan bahwa kualitas kehidupan kerja sangat mempengaruhi kepuasan dan
kinerja perawat dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
Menurut hasil survei dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI)
pada tahun 2006 sekitar 50,9 persen perawat yang bekerja di empat provinsi di
karena beban kerja terlalu tinggi dan menyita waktu, gaji rendah tanpa insentif
memadai.Kualitas kehidupan kerja dipandang mampu meningkatkan peran serta
dari anggota atau karyawan pada suatu organisasi (Jati, 2013).
Keterlibatan karyawan inilah yang dimaksud dengan komitmen organisasi
(Karambut & Noormijati, 2012). Komitmen organisasi mempunyai tiga tipe
yaitu: komitmen afektif (affective commitment), komitmen kontinuans
(continuance commitment), dan komitmen normatif (normative commitment)
(Allen & Meyer, 1990 dalam Kaptijn, 2009).
Penelitian yang dilakukan oleh Meyer, Allen dan Gellatly (1990)
menemukanbahwa ketiga komponen komitmen organisasi tersebut penting yaitu :
(a)komitmen afektif berhubungan dengan pengalaman kerja yang membuat
parapekerja untuk merasa kompeten, (b) komitmen normatif berhubungan
dengankewajiban untuk tetap dalam organisasi yakni keterikatan anggota
secarapsikologis dengan organisasi karena kewajiban moral untuk
memeliharahubungan dengan organisasi dan (c) komitmen kontinyu berhubungan
denganadanya keinginan pekerja untuk memperoleh tunjangan (insentif) dari
pekerjayang mereka lakukan.
Komitmen afektif dinilai lebih tinggi daripada komitmen yang lainnya
karena terbukti dari perilaku yang ditimbulkan dari masing-masing komitmen
yang berbeda. Pegawai dengan komitmen afektif memiliki keinginan yang kuat
untuk tetap menjadi pegawai di perusahaan bersangkutan sehingga melakukan
pekerjaannya dengan totalitas sedangkan pegawai dengan komitmen kontinuans
kerugian lainnya sehingga tidak melakukan dengan usaha yang optimal
(Kusumastuti & Nurtjahjanti, 2013).
Komitmen afektif meliputi keterikatan emosional, identifikasi dan
keterlibatan dalam suatu organisasi. Dalam komitmen ini, perasaan ikut memiliki
perusahaan pada diri karyawan, keinginan untuk tetap bertahan di suatu
perusahaan dan keinginan untuk mencapai tujuan perusahaan sangat tinggi (Han,
Nugroho, Kartika, Kaihatu, 2012).
Menurut Colquitt, LePine, Wesson (2009) mengatakan karyawan
dapatmeresponperistiwa negatif saat bekerja denganempat cara, yaitu: keluar
(exit), suara (voice),loyalitas (loyalty), dan penelantaran (neglect). Yangkeluar
(exit) dan mengabaikan (neglect) mewakilisisi lain darikomitmen organisasi yaitu:
perilakupenarikan (withdrawal behavior). Withdrawal behavior terbagi atas dua
bagian yaitu: psychological (neglect) dan physical (exit). Contoh psychological
termasuk daydreaming (melamun), sosializing (bersosialisasi diluar pekerjaan),
looking busy (tampak sibuk), moonlight (bekerja sambilan), dan cyberloafing
(menggunakan internet). Contoh physical termasuk tardiness (keterlambatan),
long breaks (istirhat panjang), missing meetings (tidak menghadiri pertemuan),
absenteeism (tidak hadir), dan quitting (keluar).
Rumah Sakit Umum Daerah dr.Pirngadi Medan (RSUPM) adalah rumah
sakit tipe B Pendidikan yang merupakan pusat pelayanan tingkat lanjutan (pusat
rujukan) untuk pelayanan di kota Medan khususnya, dan bahkan dari kabupaten
kota dan propinsi terdekat lainnya.Pelayanan Keperawatan RSU Dr. Pirngadi
menunjukkan 9% perawat yang berstatus PNS sering mangkir pada tahun 2008
menjadi 12% pada tahun 2009, rata-rata ketidakhadiran mencapai 2-5 hari/bulan
pada tahun 2008 meningkat menjadi 4-9 hari/bulan pada tahun 2009,
keterlambatan perawat 11-18 % pada tahun 2008 meningkat menjadi 15-20 %
pada tahun 2009 dari jumlah perawat yang bertugas (Satria, 2012). Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk meneliti pengaruh kualitas kehidupan kerja dengan komitmen afektif perawat di RSUD Dr. Pirngadi Medan.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah sebagai berikut
bagaimana hubungan kualitas kehidupan kerja terhadap komitmen afektif perawat
di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan
3. Pertanyaan Penelitian
3.1 Bagaimana kualitas kehidupan kerja perawat di RSUD Dr.
PirngadiMedan?
3.2 Bagaimana komitmen afektif perawat di RSUD Dr. Pirngadi
Medan?
3.3 Bagaimana hubungan kualitas kehidupan kerja dengan komitmen
4. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kualitas kehidupan
kerja terhadap komitmen afektif perawat di Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi
Medan.
5. Manfaat Penelitian
5.1 Pendidikan Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada
pengembangan ilmu manajemen khusunya manajemen sumber daya
manusia dalam keperawatan.
5.2 Pelayanan Keperawatan
Penelitian ini dapat menjadi bahan masukan bagi pihak manajemen
rumah sakit untuk meningkatkan kualitas kehidupan kerja dan komitmen
afektif.
5.3 Penelitian Keperawatan
Penelitian ini diharapkan menjadi referensi untuk penelitan lebih
lanjut tentang hubungan kualitas kehidupan kerja dengan komitmen afektif
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1 Kualitas Kehidupan Kerja
1.1 Definisi Kualitas Kehidupan Kerja
Tosi, Rizzo, Carroll (1986) mendefenisikan kualitas kehidupan kerja
(Quality of Work Life) sebagai kumpulan dari praktik organisasi yang
direncanakan , pertama, untuk meningkatkan kesejahteraan karyawan di tempat
kerja dengan tujuan mendorong pertumbuhan manusia secara objektif, kedua,
untuk memperbaiki keefektifan organisasi.
Kualitas kehidupan kerja dapat diartikan sebagai keadaan dimana para
pegawai dapat memenuhi kebutuhan mereka yang penting dengan bekerja dalam
organisasi (Desler, 1984). Nayeri, Deghhan, Tahmineh, Noghabi (2011)
mengartikan kualitas kehidupan kerja adalah sebuah sistem untuk menganalisa
bagaimana pengalaman kerja individu dan organisasi. Ini menunjukkan sikap dan
perasaan pegawai terhadap pekerjaan mereka.
Kualitas kehidupan kerja adalah upaya yang sistematis dari organisasi untuk
memberikan kesempatan yang lebih besar bagi para pegawai untuk
mempengaruhi cara mereka melakukan pekerjaan mereka dan kontribusi untuk
membuat efektifnya keseluruhan organisasi. Kualitas kehidupan kerja yang efektif
dapat melengkapi tindakan personil lainnya dan memberikan peningkatan
Kualitas kehidupan kerja adalah dinamika multidimensional yang meliputi
beberapa konsep seperti jaminan kerja, sistem penghargaan, pelatihan dan karier
peluang kemajuan, dan keikutsertaan di dalam pengambilan-keputusan (Nayeri, et
al,. 2011).
Berdasarkan penjabaran mengenai kualitas kehidupan kerja diatas maka
dapat disimpulkan secara umum bahwa kualitas kehidupan kerja adalah konsep
yang mengambarkan persepsi karyawan terhadap pemenuhan kebutuhan melalui
pengalaman kerja dalam organisasi.
Menutut Werther dan Davis (1996) mengatakan bahwa kualitas kehidupan
kerja memilki makna supervisi, kondisi pekerjaan, gaji dan insentif serta
pekerjaan yang baik. Cassio (2003 dalam Nugroho 2013) mengatakan kualitas
kehidupan kerja adalah persepsi karyawan dimana mereka menginginkan rasa
aman, kepuasan dan kesempatan untuk tumbuh dan berkembang sebagai layaknya
manusia. Menurut Riggio (2000), kualitas kehidupan kerja ditentukan oleh
kompensasi finansial yang diterima, desain pekerjaan, kesempatan untuk
berpartisipasi dalam organisasi, keamanan kerja, dan interaksi dengan anggota
yang lain dalam organisasi.
Vroom (1964) dalam Yaslis Ilyas (2002) kinerja sangatlah dipengaruhi oleh
kepuasan, karena kepuasan adalah salah satu komponen pendorong motivasi
kerja. Kondisi kepuasan dan ketidakpuasan kerja menjadi umpan balik yang akan
mempengaruhi prestasi kerja diwaktu yang akan datang. Menurut Strauss dan
aktualisasi dini. Karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja tidak akan
pernah mencapai kematangan psikologis dan pada gilirannya akan menjadi
frustasi. Karyawan seperti ini akan sering melamun, mempunyai semangat kerja
rendah, cepat lelah dan bosan, emosinya tidak stabil, sering absen dan tidak
melakukan kesibukan yang tidak ada hubungan dengan pekerjaan yang harus
dilakukan. Dessler (1997) mengemukakan karyawan yang mendapatkan kepuasan
kerja biasanya mempunyai catatan kehadiran dan peraturan yang lebih baik, tetapi
kurang aktif dalam kegiatan serikat karyawan dan kadang-kadang berprestasi
lebih baik daripada karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja.
1.2 Komponen-komponen Kualitas Kehidupan Kerja
Kualitas kehidupan kerja adalah tingkat dimana karyawan ingin memenuhi
kebutuhan mereka meliputi pentingnya kebutuhan personal (bertumbuh,
kesempatan, keselamatan) maupun penerimaan organisasi (meningkatnya
produktivitas, berkurangnya pergantian) melalui pengalaman kerja saat mencapai
tujuan organisasi. Nawawi, 2008 menjelaskan ada sembilan aspek yang perlu
dikembangkan perusahaan agar dapat memperbaiki kualitas kehidupan kerja para
karyawan, yaitu:
1.1.1Partisipasi Pekerja (Employee Participation)
Di lingkungan perusahaan, setiap karyawan perlu diikutsertakan dalam
proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan
posisi, kewenangan dan jabatan masing-masing. Untuk itu perusahaan dapat
pertemuan-pertemuan yang tidak sekedar dipergunakan untuk menyampaikan
perintah-perintah dan informasi-informasi, tetapi juga untuk memperoleh masukan
dan mendengarkan saran-saran atau pendapat para karyawan (Nawawi,
2008).
Partisipasi pekerja merupakan cara pandang dalam melihat sejauh
mana seorang karyawan diikutsertakan dalam menentukan keputusannya
sendiri atas pekerjaannya. Hal ini dilakukan untuk memberi kebebasan pada
karyawan untuk berperan aktif dalam menentukan keputusan pekerjaannya
sehingga organisasi tidak bersikap otoriter terhadap karyawan. Oleh sebab
itu, semakin tinggi tingkat partisipasi karyawan maka semakin tinggi rasa
tanggung jawab untuk menyeselesaikan tugas atau pekerjaannya (Siagian,
2004 dalam Samtica, 2011)
1.1.2 Pengembangan Karier
Setiap karyawan berhak mengembangkan karirnya masing-masing
untuk kesejahteraan masa depan. Itu dapat diperoleh melalui penawaran
untuk memangku suatu pekerjaan atau jabatan, kesempatan dalam
mengikuti pelatihan atau pendidikan di luar perusahaan. Di samping itu
dapat juga ditempuh melalui penilaian kinerja (pelaksanaan pekerjaan)
untuk mengatahui kelebihan dan kekurangan dalam bekerja yang dilakukan
secara obyektif. Dan pada giliran selanjutnya dapat ditempuh dengan
mempromosikan dalam memangku jabatan yang lebih tinggi di dalam
Manfaat pengembangan karir menurut Notoadmojo (2007 dalam
Samtica, 2011) diantaranya meningkatkan kesadaran akan pentingnya
klasifikasi pekerjaan, membantu karyawan untuk menyusun strategi
pengembangan, meningkatkan motivasi kerja karyawan, mempermudah
proses promosi karyawan, meningkatkan kepuasan kerja, mengurangi turn
over, dan meningkatkan loyalitas karyawan.
1.1.3Penyelesaian Konflik
Setiap karyawan sebaiknya dilibatkan dalam penyelesaian konflik baik
itu di lingkungan perusahaan maupun sesama karyawan, secara terbuka,
jujur dan adil. Ini sangat berpengaruh kepada loyalitas dan dedikasi serta
motivasi kerja karyawan. Untuk itu perusahaan perlu mengatur cara dalam
penyampaian keluhan atau keberatan serta saran secara terbuka. Di samping
itu dapat pula ditempuh dengan kesediaan mendengarkan masalah antar
karyawan yang mengalami konflik, atau melalui proses banding pada
pimpinan yang lebih tinggi dalam konflik dengan manajer atasannya
(Nawawi, 2008).
1.1.4Komunikasi
Di lingkungan semua perusahaan, pekerja atau karyawan memerlukan
komunikasi terbuka dalam batas-batas wewenang dan tanggung jawab
masing-masing. Dengan adanya komunikasi yang terbuka, pekerja atau
karyawan dapat memperoleh informasi-informasi penting pada tepat waktu,
menimbulkan rasa puas dan meningkatkan motivasi kerja yang positif.
pertemuan atau penyampaian sacara langsung pada setiap pekerja, dan dapat
disampaikan melalui sarana publikasi perusahaan, seperti: papan buletin,
majalah perusahaan, website perusahaan dan lain-lain (Nawawi, 2008).
1.1.5Kesehatan Kerja
Setiap karyawan memerlukan perhatian terhadap pemeliharaan
kesehatannya, agar dapat bekerja secara efektif, efesien dan produktif.
Untuk itu perusahaan dapat memberikan jaminan kesehatan atau
menyelenggarakan program pemeliharaan kesehatan, program rekreasi dan
juga program konseling atau penyuluhan bagi para pekerja atau karyawan
(Nawawi, 2008).
1.1.6Keselamatan Kerja
Di lingkungan suatu perusahaan, setiap karyawan memerlukan rasa
aman atau jaminan kelangsungan pekerjaannya. Untuk itu, perusahaan
perlu berusaha menghindari pemberhentian sementara para karyawan,
menjadikannya sebagai pekerja atau karyawan tetap dengan memilki
tugas-tugas reguler dan memilki program yang teratur dalam memberikan
kesempatan karyawan mengundurkan diri, terutama melalui pengaturan
pensiun (Nawawi, 2008).
Dalam Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
dan Keputusan Menteri Tenaga kerja No.150 Tahun 2000 menyatakan
adanya pemberian pesangon bagi karyawan yang berhenti bekerja karena
pemutusan hubungan kerja (PHK). Pada umumnya, pesangon diberikan
pengunduran diri atau pensiun. Perusahaan diwajibkan untuk membayar
sejumlah uang pesangon kepada karyawan yang telah diberhentikan atau
pensiun sebagai uang penggantian yang memang seharusnya diterima
karyawan. Undang- Undang yang mengatur pesangon ada dalam Pasal 156
UU No. 13 Tahun 2003 mengenai Ketenagakerjaan. Perhitungan uang
pesangon berdasarkan pencapaian masa kerja dan gaji atau upah. Dengan
demikian perusahaan harus menjelaskan tentang hak uang pesangon bila
pensiun atau mengundurkan diri.
1.1.7Keselamatan Lingkungan
Nawawi (2008) mengatakan lingkungan kerja memiliki pengaruh
terhadap produktivitas kerja. Jika lingkungan kerja tidak baik dan aman
maka akan menimbulkan beban tambahan bagi para karyawan. Untuk itu
perusahaan berkewajiban menciptakan dan mengembangkan serta memberi
jaminan lingkungan kerja yang aman. Sesuai dengan Undang-Undang No.
36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 156 ayat 1, pengelola tempat kerja
wajib melakukan segala bentuk upaya kesehatan melalui upaya pencegahan,
peningkatan, pengobatan dan pemulihan bagi tenaga kerja. Oleh sebab itu
dibutuhkan bagian atau unit kerja yang menangani keselamatan dan
kesehatan kerja (K3) untuk mencegah penyakit akibat kerja (PAK) dan
kecelakaan akibat kerja (KAK).
1.1.8Kompensasi yang Layak
Kompensasi sangat berhubungan dengan karyawan secara individu,
tersebut. Besar kecilnya kompensasi mempengaruhi prestasi kerja, motivasi
kerja dan kepuasan kerja karyawan. Kompensasi merupakan segala sesuatu
yang diterima oleh karyawan sebagai balas jasa atas kerjadan pengabdian
mereka (Samtica, 2011).
1.1.9Kebanggaan
Definisi kata bangga menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
perasaan besar hati yang dapat ditujukan dengan menghargai sesuatu. Rasa
bangga terhadap institusi bisa diciptakan oleh organisasi kepada
karyawannya dengan cara memberikan kesempatan untuk meningkatkan
citra positif bagi organisasi dalam rangka mencapai visi, misi dan tujuan
organisasi. Dalam bentuk yang sederhana dapat dilakukan melalui logo,
lambang, jaket perusahaan dan lain-lain. Di samping itu rasa bangga juga
dapat dikembangkan melalui partisipasi perusahaan terhadap kehidupan
berbangsa dan bernegara dengan mengikutsertakan karyawan dan
kepedulian terhadap masalah-masalah lingkungan sekitar (Nawawi, 2008).
2 Komitmen Organisasi
2.1 Definisi Komitmen Organisasi
Komitmen adalah suatu sikap kerja (job attitude) atau keyakinan
yangmerupakan cerminan kekuatan yang relatif dari keberpihakan dan
keterlibatanindividu pada suatu organisasi. Menurut Hornby ( Purba 2009 : 72 )
pengertiankomitmen adalah kerelaan untuk bekerja keras dan memberikan energi
mengungkapkan bahwa komitmen merupakan suatu keadaan di mana individu
telah mengikat tindakannya terhadap keyakinan yang sangat mendukung kegiatan
dan keterlibatannya sendiri. Berdasarkan pengertian ini, dapat dinyatakan
komitmen merupakan perwujudan dan kerelaan seseorang dalam bentuk
pengikatan dengandiri sendiri ( individu) atau dengan organisasi yang
digambarkan oleh besarnyausaha ( tenaga, waktu dan pikiran) untuk mencapai
tujuan pribadi dan visibersama. Purba 2009 : 73. Robert Stringer (2002 dalam
Wirawan 2008:133) mengemukakan komitmen merefleksikan perasaan bangga
anggota terhadap organisasinya dan derajat keloyalan terhadap pencapaian tujuan
organisasi. Pendapat di atas mengemukakan bahwa komitmen itu merupakan
suatu sikap yang ditunjukkan seseorang dalam tanggung jawabnya sebagai
anggota organisasi.
Komitmen organisasi didefinisikan sebagai ikatan psikologis individu ke
organisasi, termasuk rasa keterlibatan kerja, loyalitas dan kepercayaan dalam
nilai-nilai organisasi. Komitmen organisasi dari sudut pandang ini ditandai dengan
penerimaan karyawan tujuan organisasi dan kesediaan mereka untuk
mengerahkan usaha atas nama organisasi (Miller &Lee, 2001). Oleh karena itu
komitmen organisasi adalah, tingkat di mana seorang karyawan bersedia untuk
mempertahankan keanggotaan karena minat dan hubungan dengan tujuan dan
nilai-nilai organisasi.
Manetje & Martins (2009) menjelaskan komitmen organisasi yang ditandai
dengan sikap dan perilaku. Komitmen Organisasi sebagai suatu sikap
organisasi sebagai objek komitmen (Manetje & Martins, 2009). Komitmen
organisasi merupakan perasaan yang sangat kuat dan erat dariseseorang terhadap
tujuan dan nilai suatu organisasi yang berkaitan dengan peranserta mereka dalam
suatu upaya pencapaian tujuan dan nilai-nilai. Keterlibatanindividu dalam suatu
organisasi tentunya disebabkan oleh keyakinannya terhadaptujuan organisasi,
sehingga akan selalu berupaya dengan sekuat tenaga untukkepentingan organisasi
dan mempunyai hasrat untuk tetap bekerja keras bagikepentingan organisasi.
Adanya komitmen terhadap organisasi menyebabkanseseorang untuk tetap
mampu bertahan bekerja di dalam suatu organisasi denganhati yang tulus dan
senang hati. Ini tercermin dari keinginan pegawai untuk tetapmenjadi anggota
dalam organisasi, memiliki keyakinan yang kuat dalampenerimaan nilai dan
tujuan organisasi, serta berupaya sekuat tenaga dalambekerja untuk mencapai
tujuan organisasi.
Menurut Fink (1986), bahwa ciri-ciri komitmen organisasi dikelompokkan
menjadi sepuluh, yaitu: (1) selalu berupaya untuk mensukseskan organisasi, (2)
selalu mencari informasi tentang organisai, (3) selalu mencari keseimbangan
antara sasaran organisasi dengan sasaran pribadi, (4) selalu berupaya untuk
memaksimalkan kontribusi kerjanya sebagai bagian dari organisasi
secarakeseluruhan, (5) menaruh perhatian pada hubungan kerja antar unit
organisasi, (6)berpikir positif tehadap kritik dari teman sekerja, (7) menempatkan
prioritas organisasi di atas departemennya, (8) tidak melihat organisasi lain
sebagai unit yang lebih menarik, (9) memiliki keyakinan bahwa organisasi akan
Menurut Colquitt, LePine, Wesson (2009) mengatakan karyawan dapat
merespon peristiwa negatif saat bekerja dengan empat cara, yaitu: keluar (exit),
suara(voice), loyalitas (loyalty), dan penelantaran(neglect).Yang keluar(exit) dan
mengabaikan(neglect) mewakili sisi lain dari komitmen organisasi yaitu: perilaku
penarikan (withdrawal behavior). Withdrawal behavior terbagi atas dua bagian
yaitu: psychological (neglect) dan physical (exit). Contoh psychological termasuk
daydreaming (melamun), sosializing (bersosialisasi diluar pekerjaan), looking
busy (tampak sibuk), moonlight (bekerja sambilan), dan cyberloafing
(menggunakan internet). Contoh physical termasuk tardiness (keterlambatan),
long breaks (istirhat panjang), missing meetings (tidak menghadiri pertemuan),
absenteeism (tidak hadir), dan quitting (keluar).
2.2 Faktor yang Membentuk Komitmen Organisasi
Ada berbagai faktor yang membentuk komitmen organisasi. Faktor-faktor
tersebut meliputi: faktor yang berhubungan dengan pekerjaan; kesempatan kerja;
karakteristik pribadi; hubungan yang positif; struktur organisasi;dan gaya
manajemen.
2.2.1Karateristik pekerjaan
Komitmen organisasi adalah hasil pekerjaan yang berhubungan
penting pada tingkat individu, yang mungkin berdampak dengan hal lainnya
seperti turnover, kehadiran, usaha kerja, peran pekerjaan dan kinerja atau
komitmen terhadap organisasi dan peluang promosi(Manetje & Martins,
2009).
2.2.2Kesempatan Kerja
Adanyakesempatan kerjadapat mempengaruhi komitmen organisasi
(Manetje & Martins, 2009). Individu yang memiliki persepsi yang
kuatbahwa mereka memiliki kesempatan untuk menemukan pekerjaan
lainmungkin menjadi kurang berkomitmen untuk organisasi mereka akibat
memikirkan alternatif yang diinginkan tersebut.Akibatnya, keanggotaan
dalam organisasi didasarkan pada komitmen kontinyu, di mana karyawan
terus menghitung risiko yang tersisa dan meninggalkan organisasi tersebut
(Meyer &Allen, 1997 dalam Sersic, 1999).
2.2.3Karateristik Pribadi
Komitmen organisasi juga dapat dipengaruhi oleh karakteristik pribadi
karyawan seperti usia, masa kerja, danjenis kelamin(Meyer &Allen, 1997
dalam Manetje & Martins, 2009). Baron dan Greenberg(1990 dalam
Manetje & Martins, 2009) menyatakan bahwa"karyawan yang lebih tua,
orang-orang dengan kepemilikan atau senioritas, dan mereka yang puas
dengan tingkat kinerja mereka sendiri cenderung melaporkan bahwa tingkat
komitmen organisasi lebih tinggi daripada yang lain". Ini berarti
bahwaorang yang lebih tua dipandang lebih berkomitmen untuk organisasi
dari pada kelompok usia lainnya . Karakteristik pribadi lain yang dapat
mempengaruhi komitmen organisasi adalah yang berhubungan dengan jenis
sesuai dengan karakteristik kerja yang berbeda dan pengalaman yang terkait
dengan jenis kelamin(Meyer &Allen, 1997 dalam Manetje & Martins,
2009).
2.2.4 Lingkungan Pekerjaan
Lingkungan kerja juga diidentifikasi sebagai faktor lain yang
mempengaruhi komitmen organisasi. Salah satu kondisi lingkungan kerja
yang umum dapat mempengaruhi komitmen organisasi yang positif adalah
kepemilikan parsial dari suatu perusahaan. kepemilikan
memberikan karyawan akan rasa penting dan mereka merasa menjadi
bagian dari proses pengambilan keputusan. Faktor lain dalam lingkungan
kerja yang dapat mempengaruhi komitmen organisasi adalah praktek kerja
dalam kaitannya dengan rekrutmen dan seleksi, penilaian kinerja, promosi
dan gaya manajemen (Meyer & Allen, 1997 dalam Manetje & Martins,
2009).
2.2.5Gaya Manajemen
Sebuah gaya manajemen yang mendorong keterlibatan karyawan
dapat membantu untuk memenuhi keinginan karyawan untuk pemberdayaan
dan permintaan komitmen untuk tujuan organisasi. Gaertner(1999 dalam
Vezzali, Capozza, Mari, Hichy, 2007) berpendapat bahwa"gaya manajemen
yang fleksibel dan yang partisipatif kuat dan positif dapat meningkatkan
komitmen organisasi". Organisasi perlu memastikan bahwa strategi
manajemen mereka bertujuan untuk meningkatkan komitmen karyawan dari
2.2.6 Sifat-sifat dari imbalan yang diterima
Komitmen organisasi dapat ditingkatkan dengan menerapkan
perencanaan pembagian keuntungan (profit sharing plan), berupa insentif
atau bonus yang proporsional dan keuntungan organisasi yang
diadministrasikan secara jelas dan diterapkan secara adil (Greenberg &
Baron, 2008).
2.3 Komponen Komitmen Organisasi
Allen & Meyer (1997 dalam Sersic, 1999) mengemukakan bahwa ada tiga
komponen dalam komitmen organisasi, yaitu: komitmen afektif (affective
commitment), komitmen normatif (normative commitment), komitmen kontinuan
(continuance commitment). Komitmen afektif (affective commitment) adalah
bagian dari komitmen organisasi yang lebih menekankan pada pentingnya
kongruensi antara nilai dan tujuan karyawan dengan nilai dan tujuan organisasi.
Bila organisasi mampu menimbulkan keyakinan dalam diri karyawan atau
pegawai yang menjadi nilai dan tujuan pribadinya memiliki kesamaan dengan
nilai dan tujuan organisasi maka akan makin tinggi komitmen karyawan atau
pegawai pada organisasi di tempat ía bekerja. Ini menunjukkan bahwa komitmen
afektif merupakan sikap terhadap keyakinan yang kuat dan individu terhadap
organisasi, sehingga ia menerima tujuan-tujuan organisasi, dan dengan kerelaan
hati menggunakan upaya untuk kepentingan organisasi serta memiliki keinginan
komitmen afektif mengimplikasikan adanya ikatan yang kuat diantara sesama
individu atau karyawan dimana individu terikat secara psikologis terhadap
organisasi yang mempekerjakan mereka sehingga menimbulkan loyalitas, kasih
sayang dan rasa memiliki terhadap organisasi termasuk mendukung bagi tujuan
dan aktivitas organisasi. Komitmen kontinyu (continuance commitment) adalah
bagian dari komitmen organisasi dimana pekerja akan bertahan atau
meninggalkan organisasi karena melihat adanya pertimbangan rasional dari segi
untung dan ruginya. Ini menunjukkan bahwa komitmen kontinyu muncul karena
karyawan menghargai besarnya biaya yang dikorbankan seandainya ia
meninggalkan organisasi. Atau dapat dinyatakan, komitmen kontinyu merupakan
perasaan cinta terhadap organisasi karena investasi yang dirasakan pekerja baik
secara psikologis maupun ekonomis di tempat kerja menguntungkan, jika
dibandingkan dengan biaya yang dirasakan apabila keluar dan organisasi tersebut.
Oleh karena itu, komitmen kontinyu sangat penting untuk retensi modal
intelektualnya. Komitmen normatif (normative commitment) adalah salah satu
bagian dari komitmen organisasi dimana pekerja/kayawan bertahan dalam
organisasi karenaia merasakan adanya suatu kewajiban. Kewajiban ini melekat
dalam diri karyawan karena keberpihakannya pada nilai dan budaya organisasi.
Komitmen pada tahap normatif ini berhubungan dengan sumberdaya modal
intelektual seperti proses,sistem, kultur, nilai organisasi dan filosofi manajemen
sehingga muncul adanya rasa kewajiban dan tanggung jawab pekerja untuk
.mengindikasikan bahwa individuakan menunjukkan perilaku tertentu karena
mereka percaya hal ini merupakansuatu hak dan modal untuk dilakukan.
3 Komitmen Afektif
3.1 Definisi Komitmen Afektif
Komitmen afektif dikonseptualisasikan sebagai "perasaan positif karyawan
yang diidentifikasi dengan, keterikatan dan keterlibatan dalam organisasi kerja".
Komitmen afektif berkembang jika karyawan mampu memenuhi harapan mereka
dan memenuhi kebutuhan mereka dalam organisasi (karyawan ingin tinggaldalam
organisasi) (Meyer danAllen,1984 dalam Bagraim, 2010). Anggota organisasi
yang berkomitmen untuk sebuah organisasi secara afektif, terus bekerja untuk
organisasi karena mereka ingin (Meyer &Allen, 1991 dalam Manetje & Martins,
2009).
Pengembangan komitmen afektif melibatkan identifikasi dan internalisasi
(Beck &Wilson, 2000dalam Sersic, 1999). Pertama, keterikatan afektif individu
pada organisasi mereka pertama kali didasarkan pada identifikasi dengan
keinginan untuk membangun hubungan menguntungkan dengan organisasi.
Kedua, melalui internalisasi, ini mengacu pada selaras tujuan dan nilai-nilai yang
dimiliki oleh individu dan organisasi. Secara umum, komitmen organisasi afektif
berkaitan dengan sejauh mana seorang individu mengenali dengan organisasi
(Allen &Meyer, 1990 dalam Sersic, 1999).
Komitmen afektif dinilai lebih tinggi daripada komitmen yang lainnya
terbukti dari perilaku yang ditimbulkan dari masing-masing komitmen yang
tetap menjadi pegawai di perusahaan bersangkutan sehingga melakukan
pekerjaannya dengan totalitas sedangkan pegawai dengan komitmen kontinuans
dan normatif melakukannya hanya karena menghindari kerugian finansial dan
kerugian lainnya sehingga tidak melakukan dengan usaha yang optimal
(Kusumastuti & Nurtjahjanti, 2013).
Komitmen afektif mengungkapkan ikatan emosional dari karyawan.
Karyawan yang menunjukkan komitmen emosional yang tinggi merasa
diintegrasikan ke dalam organisasi dan mengidentifikasi diri mereka dengan itu
(Mowday, Steers&Porter, et al., 1976 dalam Kanning & Hill, 2012). Secara rinci,
ada tiga aspek yang sama membentuk komitmen afektif: a) keyakinan yang kuat
dalam tujuan dan nilai-nilai organisasi dan penerimaan karyawan ini, b) kesiapan
untuk memberikan dukungan seseorang untuk organisasi, dan c) kebutuhan yang
kuat dari karyawan untuk mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi
(Mowday, Porter&Steers, 1982 dalam Kanning & Hill, 2012).
3.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen afektif
Model komitmen organisasi dari Meyer dan Allen (1997 dalam Sersic,
1999) menunjukkan bahwa komitmen afektif dipengaruhi oleh faktor-faktor
seperti tantangan pekerjaan, kejelasan peran, kejelasan sasaran, dan kesulitan
tujuan, keterbukaan manajemen, kekompakan rekan, keadilan, kepentingan
4 Hubungan Kualitas Kehidupan Kerja dengan Komitmen Afektif
Suatu institusi harus memiliki sumber daya manusia yang berkualitas demi
tercapainya tujuan dari institusi tersebut.Demikian juga rumah sakit yang harus
memiliki sumber daya manusia yang berkualitas untuk mencapai kualitas
pelayanan kesehatan. Salah satu sumber daya manusia di rumah sakit adalah
perawat. Sebagai tenaga kesehatan yang paling sering berada di dekat pasien yaitu
24 jam maka peran perawat sangat mempengaruhi pelayanan kesehatan di rumah
sakit tersebut. Sehingga perlu untuk menjaga kualitas kehidupan kerja dari
perawat itu sendiri (Nawawi, 2008).
Kualitas kehidupan bekerja adalah tingkat dimana para anggota
sesuatuorganisasi mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan pribadi penting,
melaluipengalaman-pengalaman mereka di dalam organisasi di mana mereka
bekerja(Hackman dalam Winardi, 2001). Ada hal-hal yang perlu diperhatikan oleh
organisasi dalam mencapai kualitas kehidupan kerja yang baik, yaitu: kompensasi
yang layak, keselamatan kerja, rasa aman atas pekerjaan, pengembangan karir dan
lain-lain, yang dapat meningkatkan produktivitas organisasi . Hal ini pula yang
dapat menumbuhkan komitmen organisasi para karyawan (Nawawi, 2008).
Komitmen organisasi didefinisikan sebagai ikatan psikologis individu ke
organisasi, termasuk rasa keterlibatan kerja, loyalitas dan kepercayaan dalam
nilai-nilai organisasi. Komitmen organisasi dari sudut pandang ini ditandai dengan
penerimaan karyawan tujuan organisasi dan kesediaan mereka untukmengerahkan
Allen & Meyer (1997 dalam Sersic, 1999) mengemukakan bahwa ada tiga
komponen dalam komitmen organisasi, yaitu: komitmen afektif (affective
commitment), komitmen normatif (normative commitment), komitmen kontinuan
(continuance commitment).
Komitmen afektif berkaitan dengan keterikatan emosional karyawan,
identifikasi karyawan pada, dan keterlibatan karyawan pada organisasi. Dengan
demikian, karyawan yang memiliki komitmen afektif yang kuat akan terus bekerja
dalam organisasi karena mereka memang ingin (want to) melakukan hal tersebut (
Allen & Meyer, 1997 dalam Sersic, 1999).Inilah yang diharapkan oleh organisasi
yaitu setiap para karyawan merasa memilki (rasa kepemilikian) terhadap
organisasi dimana karyawan tersebut bekerja yang tercermin melalui keterlibatan
dan perasaan senang serta menikmati peranannya dalam organisasi. Boon, et all
(2006 dalam Kusumastuti&Nurtjahjanti, 2013) menambahkan bahwa komitmen
afektif dinilai lebih tinggi daripada komitmen normatif dan kontinuan, sedangkan
komitmen normatif dinilai lebih tinggi daripada komitmen kontinuan (komitmen
rasional).
Winardi (2001 dalam Siagian 2008) mengatakan bahwa kualitas kehidupan
bekerja seorang individu, telah dikaitkan dengan banyak macam perilaku di
tempat kerja. Perbaikan-perbaikan dalam kualitas kehidupan bekerja misalnya
dapat menimbulkan perasaan lebih positif terhadap diri sendiri (harga diri
meningkat), terhadap pekerjaan yang dilaksanakan (meningkatnya kepuasan kerja
dan keterlibatan) dan terhadap organisasi (komitmen lebih kuat terhadap
Peningkatan kepuasan kerja, efisiensi produktivitas pekerja, keterlibatan
dalam organisasi, dan komitmen merupakan hasil yang diperoleh dari pelaksanaan
kualitas kehidupan bekerja. Peningkatan dalam kualitas kehidupan bekerja
merupakan suatu hal yang penting disebabkan karena sumbangannya untuk
keberhasilan organisasi dan menurunkan tingkat perilaku negatif pekerja (Mullins,
BAB 3
KERANGKA PENELITIAN
1. Kerangka Konseptual
Berdasarkan penjelasan teori pada tinjauan pustaka maka peneliti ingin
melihat hubungan kualitas kehidupan kerja terhadap komitmen afektif perawat.
Ada sembilan aspek yang perlu diperhatikan untuk menciptakan kualitas
kehidupan kerja yang meliputi partisipasi pekerja, pengembangan karir,
penyelesaian konflik, komunikasi, kesehatan kerja, keselamatan kerja,
keselamatan lingkungan, kompensasi yang layak dan kebanggaan (Nawawi, 2008)
dan ini akan dihubungakan dengan komitmen afektif.
Dengan demikian kerangka konseptual dalam penelitian tentang hubungan
kualitas kehidupan kerja terhadap komitmen afektif, yakni:
3.1 Skema Kerangka Konsep Kualitas Kehidupan Kerja
1. Partisipasi kerja 2. Pengembangan karir 3. Penyelesaian konflik 4. Komunikasi
5. Kesehatan Kerja 6. Keselamatan Kerja 7. Keselamatan Lingkungan 8. Kompensasi yang Layak 9. Kebanggaan
Sumber: Nawawi, 2008
2. Definisi Operasional
Variabel Defenisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur
Kualitas Kehidupan Kerja
Persepsi perawat pelaksana
terhadap pemenuhan
kebutuhan melalui
pengalaman kerja di ruang rawat inap RSUD dr. Pirngadi Medan yang akan dilihat dari sembilan aspek yaitu: partisipasi kerja,
pengembangan karir,
penyelesaian konflik, komunikasi, kesehatan kerja,
keselamatan kerja,
Pengembangan karir 3 s/d 12
Tidak baik: 3 - 6 Cukup baik: 7 - 9 Baik: 10 - 12
Penyelesaian konflik 4 s/d 16
Kompensasi yang layak
5 s/d 20
Perawat pelaksana yang memilki perasaan yang positif di ruang rawat inap RSUD dr. Pirngadi Medan yang dilihat dari tiga aspek yaitu: keyakinan dan penerimaan yang kuat terhadap tujuan dan nilai-nilai organisasi, kesiaapan dalam memberikan dukungan seseorang untuk organisasi, dan kebutuhan yang kuat
Ha: Ada hubungan antara kualitas kehidupan kerja terhadap komitmen afektif perawat di RSUD Dr. Pirngadi Medan.
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
1. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi korelasi
dengan rancangan survei cross-sectional. Desain penelitian cross-sectional adalah
pengukuran variabel terikat dan variabel bebas dilaksanakan dalam satu waktu.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif untuk
membuktikan ada atau tidaknya hubungan antara kualitas kehidupan kerja dengan
komitmen afektif perawat di RSUD Dr. Pirngadi Medan.
2. Populasi dan Sampel
2.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat pelaksana yang
berstatus honor di ruang rawat inap di RSUD dr. Pirngadi Medan, yaitu
berjumlah 184 orang.
2.2 Sampel
Arikunto (2006) mengatakan bahwa penentuan jumlah sampel dapat
didasarkan pada persentase dari besarnya subjek penelitian. Bila subjeknya
kurang dari 100 sebaiknya diambil semua, tetapi bila jumlah subjek besar
dapat diambil antara 10-15% atau 20-25 % tergantung kemampuan peneliti
dilihat dari waktu, tenaga, dana serta luas wilayah pengamatan. Jumlah
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah nonprobability
sampling yaitu accidental sampling . Accidental sampling adalah teknik
penentuan sampel berdasarkan kebetulan saja, anggota populasi yang ditemui
peneliti dan bersedia menjadi responden untuk dijadikan sampel atau peneliti
memilih orang terdekat saja (Siregar, 2013).
3. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Pirngadi Medan,
Jl. Prof. H. M. Yamin, SH No. 17 . Penelitian ini dilakukan pada bulan
September 2014-Juli 2015. Pengambilan data akan dilakukan pada bulan Juni
2015.
4. Pertimbangan Etik
Pada saat melaksanakan penelitian keperawatan, etika dalam penelitian
merupakan hal yang sangat penting karena penelitian keperawatan cenderung
berhubungan langsung dengan manusia. Beberapa masalah etika penelitian yang
harus diperhatikan yaitu:
1. Informed consent berupa bentuk persetujuan antara peneliti dengan
responden. Informed consentini akan diberikan sebelum penelitian
dilakukan yakni dengan memberikan lembar persetujuan menjadi
responden. Tujuannya agar responden mendapatkan informasi dan
penjelasan yang lengkap serta mengerti tentang penelitian yang
akan dilakukan.
2. Anonimity berupa jaminan yang diberikan kepada responden
tetapi dapat berupa kode pada lembar pengumpulan data maupun
pada hasil penelitian.
3. Confidentiality merupakan pemberian jaminan kerahasiaan hasil
penelitian, baik informasi atau masalah lainnya.
5. Instrumen Penelitian
Pada penelitian ini instrumen yang digunakan adalah kuesioner. Kuesioner
yang dibuat dalam penelitian ini berdasarkan tinjauan kepustakaan. Kuesioner
yang digunakan terdiri dari 3 bagian yaitu kuesioner data demografi, kuesioner
kualitas kehidupan kerjadan kuesioner komitmen afektif.
1) Kuesioner Data Demografi Responden
Kuesioner ini berisi jenis kelamin, umur, pendidikan terakhir dan
lamabekerja. Data demografi digunakan hanya untuk menggambarkan
karakteristik responden.
2) Kuesioner Kualitas Kehidupan Kerja
Kuesioner yang dibuat dalam penelitian ini berdasarkan tinjauan
kepustakaan. Kuesioner ini berisi indikator atau aspek yang dapat
menggambarkan kualitas kehidupan kerja yaitu: partisipasi pekerja,
pengembangan karir, penyelesaian konflik, komunikasi, kesehatan kerja,
keselamatan kerja, keselamatan lingkungan, kompensasi yang layak dan
kebanggaan. Kuesioner ini terdiri dari 34 pernyataan tertulis dengan 4
pilihan jawaban yang menggunakan skala likert yaitu untuk pernyataan
positif sangat setuju diberi skor 4, setuju diberi skor 3, tidak setuju diberi
setuju diberi skor 1, setuju diberi skor 2, tidak setuju diberi skor 3 dan
sangat tidak setuju diberi skor 4.
Tabel 4.1 Gambaran Distribusi Item Kuesioner Kualitas Kerja
Dimensi Item
Positif Negatif
Partisipasi Kerja 1,2,3,4
Pengembangan Karir 5 6,7
Penyelesaian Konflik 9,10,11 8
Komunikasi 12,14 13,15
Kesehatan Kerja 17,18 16
Keselamatan Kerja 19,20 21
Keselamatan Lingkungan 22,23,24
Kompensasi yang Layak 25,26,28,29 27
Kebanggaan 30,31,32,34 33
Jumlah pertanyaan pada kuesioner kualitas kehidupan kerja ialah 34,
sehingga total nilai maksimum dan minimum dari kualitas kehidupan kerja
perawat ialah 34 - 136.
3) Kuesioner Komitmen Afektif
Kuesioner yang dibuat dalam penelitian ini berdasarkan tinjauan
kepustakaan. Kuesioner ini terdiri dari 20 pernyataan tertulis dengan 4
positif sangat setuju diberi skor 4, setuju diberi skor 3, tidak setuju diberi
skor 2 dan sangat tidak setuju diberi skor 1, untuk pernyataan negatif sangat
setuju diberi skor 1, setuju diberi skor 2, tidak setuju diberi skor 3 dan
sangat tidak setuju diberi skor 4.
Kuesioner ini berisi indikator komitmen afektif yaitu: keyakinan yang
kuat dalam tujuan dan nilai-nilai organisasi dan penerimaan karyawan ini,
kesiapan untuk memberikan dukungan seseorang untuk organisasi, dan
kebutuhan yang kuat dari karyawan untuk mempertahankan keanggotaannya
dalam organisasi.
Jumlah pertanyaan pada kuesioner komitmen afektif ialah 12,
sehingga total nilai minimum dan maksimum dari komitmen afektif
perawat ialah 20 - 80.
6. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Instrumen yang akan digunakan dalam penelitian, terlebih dahulu harus
diujicobakan agar dapat digunakan sebagai alat ukur penelitian. Uji coba
instrumen penelitian ini adalah uji validitas dan reliabilitas.
1) Uji Validitas
Validitas adalah menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur mampu
mengukur apa yang ingin diukur (Siregar, 2013). Uji validitas terbagi
empat yaitu validitas rupa (face validty), validitas isi (content validity),
validitas kriteria (criterion validity) dan validitas konstruksi (construct
validity). Kuesioner penelitian ini hanya dilakukan uji validitas isi (content
keperawatan tentang kesesuaian isi kuesioner dengan konsep dan budaya
organisasi di kota Medan. Beberapa pakar dari manajemen keperawatan
yang diminta untuk menelaah instrumen kuesioner kualitas kehidupan kerja
dan komitmen afektif adalah Diah Arruum, M.Kep sebagai pakar
manajemen keperawatan, Ns. Roslina, SKM, S.Kep, M.Kep sebagai kepala
bidang DIKLAT RSUD Dr. Pirngadi Medan, Ns. Hinsa P. Siburian, S.Kep,
M.Kep sebagai kepala ruang rawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan. Dari
37 kuesioner kualitas kehidupan kerja ada 3 pernyataan yang tidak valid dan
mesti dihapus. Diawal jumlah kuesioner komitmen afektif ada 12
pernyataan namun akhirnya ditambah 8 pernyataan sehinggan menjadi 20
pernyataan. Ini dibuat supaya tidak terjadi ketimpangan antara variabel
kualitas kehidupan kerja dengan komitmen afektif. Setelah dilakukan uji
validitas kepada 3 expert didapat nilai CVI untuk instrument kualitas
kehidupan kerja, yaitu: 1) nilai CVI intrumen dari expert pertama adalah
0,75, 2) nilai CVI instrumen dari expert kedua adalah 0,97, dan 3) nilai CVI
instrumen dari expert ketiga adalah 0,925. Nilai CVI untuk instrument
komitmen afektif, yaitu: 1) nilai CVI intrumen dari expert pertama adalah
0,75, 2) nilai CVI instrumen dari expert kedua adalah 0,96, dan 3) nilai CVI
instrumen dari expert ketiga adalah 0,94. Sehingga didapat rata-rata nilai
CVI kualitas kehidupan kerja dan komitmen afektif dalam studi ini adalah
2) Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah untuk mengetahui sejauh mana hasil pengukuran
tetap konsisten, apabila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap
gejala yang sama dengan menggunakan alat pengukur yang sama pula
(Siregar, 2013). Menurut Notoadmojo (2010) agar diperoleh hasil
pengukuran yang mendekati normal maka sebaiknya jumlah responden
untuk uji coba minimal 20 orang. Rumus yang digunakan adalah rumus
Cronbach Alpha dengan menggunakan sistem komputerisasi. Penyataan
dinyatakan reliabel bila Cronbach Alpha> 0,6 (Siregar, 2013). Didapatkan
nilai reliabelnya 0,813. Jadi kuesioner dinyatakan reliabel.
7. Pengumpulan Data
Pengumpulan data penelitian dilaksanakan setelah proposal penelitian
disetujui kemudian proposal diperiksa oleh Komisi Etik Penelitian Keperawatan
untuk mendapatkan ethical clearance. Setelah itu peneliti mengajukan surat
permohonan izin kepada pimpinan RSUD dr. Pirngadi Medan untuk melakukan
penelitian di rumah sakit tersebut. Peneliti selanjutnya meneruskan surat
persetujuan kepada bidang kepegawaian yang terkait.Peneliti kemudian merekrut
calon responden yang memenuhi kriteria penelitian. Untuk mengetahui kapan
peneliti akan menjumpai responden, peneliti pun meminta jadwal dinas dari
kepala ruangan di setiap setiap ruangan calon responden yang terpilih. Namun,
dilapangan akhirnya metodenya berubah dari sistematic random sampling menjadi
accidental sampling karena banyaknya perawat honor yang cuti. Solusinya,
inap. Selanjutnya peneliti menemui responden yang terpilih untuk menyatakan
maksud dan tujuan penelitian serta menjelaskan hal-hal penting yang terkait
dengan penelitian. Peneliti juga memberikan kesempatan bagi responden untuk
bertanya mengenai hal-hal yang kurang dipahami terkait penelitian. Jika
responden menyetujui, maka peneliti memberikan informed consent atau lembar
persetujuan kepada responden yang berisi pernyataan persetujuan dan kesediaan
untuk menjadi responden dalam penelitian. Namun, peneliti tidak ikut
mendampingi perawat dalam mengisi kuesioner karena kepala ruangan untuk
mengunggu diluar atau menyuruh datang besok hari untuk mengambil kuesioner
yang telah terisi dengan alasan pekerjaan perawat pada saat itu sangat banyak dan
repot.
`Pada calon responden yang tidak bersedia untuk menjadi responden, maka
peneliti tetap menghargai hak-hak responden untuk tidak terlibat dalam penelitian
dan peneliti tidak akan memaksakan. Peneliti memberikan jaminan atas
kerahasiaan data dan catatan responden dengan tidak mencantumkan identitas
responden dan mempergunakan data yang diperoleh hanya untuk penelitian. Pada
saat pengisian kuesioner, responden berada diruangan perawat namun peneliti
tidak dapat masuk untuk mendampingi responden dalam mengisi kuesioner.
Kuesioner yang telah diisi kemudian diserahkan kepada peneliti. Setelah
memperoleh seluruh data responden, maka data di proses dengan menggunakan
1) Editing
Editing adalah proses pengecekan atau memeriksa data yang telah
berhasil dikumpulkan dari lapangan, karena ada kemungkinan data yang
telah masuk tidak memenuhi syarat atau tidak dibutuhkan. Tujuan
dilakukannya editing adalah untuk memeriksa ketepatan, kelengkapan dan
mengoreksi kesalahan-kesalahan dan kekurangan data yang diperoleh pada
saat mengedit.
2) Coding
Peneliti memberikan kode secara manual, biasanya dalam bentuk
numerik sebelum diolah dengan komputer. Sangat penting bila pengolahan
dan analisis data menggunakan komputer.
3) Entry
Data yang sudah diedit dan diberi kode kemudian dimasukkan ke
dalam program komputer.
4) Cleaning data
Pemeriksaan yang dilakukan terhadap semua data yang telah
dimasukkan dalam komputer yang berguna untuk menghindari terjadi
kesalahan saat memasukkan data.
8. Analisa Data
Analisis data merupakan prose penyederhanaan data ke dalam bentuk yang
mudah dimengerti sehingga data tersebut mudah diinterpretasikan untuk mencari
makna dan hubungan yang lebih luas berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh.