• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektifitas metode bimbingan agama dalam membina akhlak remaja di Pondok Pesantren Nurul Hidayah Pusat Leuwisadeng Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efektifitas metode bimbingan agama dalam membina akhlak remaja di Pondok Pesantren Nurul Hidayah Pusat Leuwisadeng Bogor"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

MEMBINA AKHLAK REMAJA DI PONDOK PESANTREN

NURUL HIDAYAH PUSAT LEUWISADENG BOGOR

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh:

Fajriah Septiani

NIM: 1111052000022

JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)
(5)

i

Fajriah Septiani 1111052000022

Efektifitas Metode Bimbingan Agama dalam Membina Akhlak Remaja di Pondok Pesantren Nurul Hidayah Pusat Leuwisadeng Bogor. Di bawah Bimbingan Prof. Dr. H. Daud Effendi, AM.

Metode bimbingan agama adalah cara atau jalan yang tepat untuk digunakan dalam rangka pencapaian tujuan bimbingan agama yaitu membentuk individu yang mampu memahami diri dan lingkungannya. Salah satu dari metode bimbingan agama yaitu metode ceramah yang dapat digunakan dalam bimbingan agama, metode ceramah dilakukan secara berkelompok dan cara penyampaian informasinya secara langsung. Dengan metode ceramah indivu mampu memahami diri dan lingkungannya karna dilakukan secara berkelompok dan kemampuan untuk hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah sesuai dengan potensi dalam mencapai penyesuaian diri dengan lingkungannya, baik lingkungan keluarga maupun masyarakat, sehingga tercapainya kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Pada saat remaja mengikuti bimbingan Agama, kemudian memahami dan mengimplementasikannya maka, Akhlak yang dimiliki seseorang akan berbeda dengan sebelum mengikuti bimbingan Agama.

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis efektifitas metode bimbingan agama dalam membina akhlak remaja di pondok pesantren Nurul Hidayah Pusat, dengan rumusan masalah bagaimana metode bimbingan agama yang digunakan dalam membina akhlak remaja di pondok pesantren Nurul Hidayah pusat? Dan apakah efektif atau tidak metode bimbingan agama yang digunakan dalam membina akhlak remaja?

Pendekatan penelitian ini dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis penelitian survey. Pengambilan sampel sebanyak 83 orang dilakukan secara acak sederhana (simple random sampling) dari populasi remaja atau santri pondok pesantren Nurul Hidayah Pusat. Data diperoleh menggunakan kuesioner, metode analisis yang digunakan yaitu uji validitas, uji reliabilitas, uji normalitas, uji homogenitas dan uji t dengan menggunakan Software SPSS 18.0 for Windows.

Dari Dari hasil pengujian yang dilakukan dengan menggunakan Uji Statistik t-Test didapatkan hasil bahwa metode bimbingan agama dalam membina akhlak remaja efektif, hal ini dapat dilihat dari nilai > =-3.971 > 1.663. Artinya metode bimbingan agama efektif dalam membina akhlak remaja di pondok pesantren Nurul Hidayah pusat.

Jadi kesimpulan dalam penelitian ini adalah: metode bimbingan agama yang digunakan dalam bimbingan agama di pondok pesantren Nurul Hidayah pusat efektif.

(6)

ii

Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas segala kuasa dan limpahan rahmatNya, penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini yang berjudul “Efektifitas Metode Bimbingan Agama Dalam Membina Akhlak Remaja di Pondok Pesantren Nurul Hidayah Pusat Leuwisadeng

Bogor”. Selanjutnya Shalawat serta salam juga tiada hentinya kita panjatkan kepada pemimpin kita, Nabi Muhammad SAW, sebagai suri tauladan kita dalam menjalankan kehidupan ini. Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan Skripsi ini tidak luput dari kekurangan dan kesalahan, namun penulis tetap berharap Skripsi ini dapat bermanfaat untuk memberikan informasi maupun untuk berbagi ilmu pengetahuan bagi berbagai kalangan secara luas.

Ungkapan terimakasih yang tak terhingga kepada orang tua penulis, ayah Asmar dan ibu Siti Sulaimiah yang senantiasa mencurahkan cinta, kasih sayang serta doanya yang selalu mengiringi setiap langkah penulis dalam menjalankan aktifitas, sehingga skripsi inipun dapat penulis selesaikan untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar sarjana dibidang Bimbingan dan Penyuluhan Islam pada Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi.

Selanjutnya, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu baik secara materil maupun immateril yang berupa doa, dukungan, motivasi, semangat, pendampingan atau dengan caranya masing-masing. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada :

(7)

iii

Umum, dan Dr. Suhaimi selaku Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama.

2. Dra. Rini Laili Prihatini, M.Si dan Ir. Noor Bekti Negoro. SE, M.Si selaku Ketua dan sekretaris Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam. 3. Prof. Dr. H. Daud Effendi, MA. selaku dosen pembimbing akademik dan

sekaligus sebagai dosen pembimbing yang senantiasa meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan masukan dan arahan dalam penyusunan skripsi ini.

4. Ir. Noor Bekti Negoro. SE, M.Si yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing saya dalam bab Metodologi Penelitian dan Analisis Data.

5. Seluruh Dosen Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah mendidik dan memberikan ilmu yang bermanfaat kepada penulis selama menempuh pendidikan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Seluruh Pengurus Pondok pesantren Nurul Hidayah pusat Leuwisadeng Bogor, dari mulai KH. Khodamul Quddus, KH. Ridwanullah, KH. Fahmi Albanani, Hj. Lilis Malihah, ustadzah Nurlaela, Syafiqul Kholqi, Siti Masitoh, remaja (santri) putra dan putri, yang senantiasa membantu dan mempermudah penulis dalam penelitian di lapangan untuk menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih atas bantuan dan kerjasamanya.

(8)

iv

kepada penulis, terutama atas semua do’a, materi dan non materi, serta motivasi yang telah diberikan kepada penulis. Skripsi ini dipersembahkan untuk semuanya.

8. Untuk calon suamiku Muhammad Ridwan, yang selalu memberikan motivasi, dukungan, doa, serta sangat membantu dalam proses penyusunan skripsi ini. 9. Temen-teman Bimbingan dan Penyuluhan Islam angkatan 2011,

abang-abang, kakak-kakak, dan adik-adikku di BPI yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang senantiasa selalu berbagi rasa, baik sedih, suka dan duka.

10. Keluarga Besar Majlis Al-masih, yang telah memberikan semangat dan do’a sehingga penulis menemukan nilai kehidupan yang lain disini.

11. Dan untuk semua pihak yang telah membantu dalam penelitian skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu tanpa mengurangi rasa hormat, penulis ucapkan terimakasih.

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan Rahmat dan KaruniaNya kepada semua pihak yang telah memberikan segala bantuan dan dukungannya kepada penulis. Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, namun harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membaca pada umumnya, dan bagi segenap keluarga besar jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam.

Jakarta, Juli 2015

(9)

v

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 8

1. Pembatasan Masalah ... 8

2. Perumusan Masalah ... 8

C. Hipotesis Penelitian ... 8

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

1. Tujuan Penelitian ... 8

2. Manfaat Penelitian ... 9

E. Tinjauan Kepustakaan ... 9

F. Sistematika Penulisan ... 11

BAB II LANDASAN TEORI A. Efektifitas Metode Bimbingan Agama... 13

1. Pengertian Efektifitas ... 13

2. Pengertian Metode Bimbingan Agama ... 15

3. Pengertian Bimbingan Agama ... 17

4. Prinsip-Prinsip dan Asas-Asas Bimbingan Agama ... 24

a. Prinsip-prinsip Bimbingan Agama ... 24

b. Asas-asas Bimbingan Agama ... 26

5. Tujuan dan Fugsi Bimbingan Agama ... 27

a. Tujuan Bimbingan Agama ... 27

(10)

vi

B. Membina Akhlak ... 33

1. Pengertian Membina ... 34

2. Pengertian Akhlak ... 34

3. Ruang Lingkup Akhlak ... 37

4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Akhlak Anak ... 41

5. Macam-macam Akhlak ... 43

C. Remaja ... 44

1. Pengertian Remaja ... 44

2. Karakteristik Pada Remaja ... 47

3. Klasifikasi Remaja ... 47

4. Faktor yang Mempengaruhi Proses Perkembangan Remaja .. 50

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan dan Desain Penelitian ... 52

B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 52

C. Populasi dan Sampel ... 53

1. Populasi ... 53

2. Sampel ... 53

D. Variabel Penelitian ... 55

E. Definisi Oprasional dan Indikator Variabel ... 55

F. Teknik Pengumpulan Data ... 59

G. Uji Instrumen ... 60

1. Uji Validitas ... 60

2. Uji Reabilitas ... 60

H. Metode Analisis Data ... 61

1. Uji Normalitas ... 61

2. Uji Homogenitas ... 61

3. Uji t ... 62

BAB IV GAMBARAN UMUM DAN HASIL ANALISIS DATA A.Gambaran Pondok Pesantren Nurul Hidayah (PPNH) Pusat ... 63

(11)

vii

3. Sistem Pendidikan PPNH ... 65

4. Struktur Organisasi PPNH ... 66

5. Metode Bimbingan Agama di PPNH ... 68

B. Hasil dan Analisis Data ... 69

1. Gambaran Umum Responden ... 69

2. Metode Bimbingan Agama Dalam Membina Akhlak Remaja di PPNH ... 70

3. Analisis Data ... 71

a. Uji Validitas ... 71

b. Uji Reliabilitas ... 74

c. Uji Normalitas ... 77

d. Uji Homogenitas ... 79

C.Efektifitas Metode Bimbingan Agama Dalam Membina Akhlak Remaja di PPNH... 79

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 82

B.Saran ... 82

DAFTAR PUSTAKA ... 84

(12)
(13)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Agama adalah ketetapan ilahi yang diwahyukan kepada Nabi-Nya untuk menjadi pedoman hidup. Oleh karena itu dengan beragama, manusia dapat hidup dengan damai, tentram, aman dan bahagia. Di dalam buku membumikan al-Qur’an “M. Quraish Shihab menjelaskan agama dengan merujuk kepada al-Qur’an bahwa ia memulai berbahasa itu dengan pendekatan kebahasaan. Jadi agama adalah hubungan antara makhluk dengan Khaliqnya, hubungan tersebut diwujudkan dalam ibadah yang dilakukannya dan tercermin dalam sikap kesehariannya.”1

Dalam kamus sosiologi pengertian agama (religion) mencakup tiga hal yakni: Kepercayaan kepada hal-hal spiritual, perangkat kepercayaan dan praktek-praktek yang dianggap sebagai tujuan sendiri dan idiologi mengenai hal-hal supranatural.2

Islam merupakan agama universal dan mempunyai konsep tersendiri tentang manusia. Dalam pandangan Islam, setiap manusia yang lahir membawa fitrah Allah SWT. Manusia diciptakan Allah SWT disertai dengan naluri beragama yaitu agama tauhid. Jika ada segelintir orang yang tidak beragama, maka hal ini tidak pantas karena mereka hanyalah korban dari pengaruh lingkungan yang rusak dan tidak ada nuansa agama di lingkungan tersebut. Islam memerintahkan bahwa setiap orang mampu menjalankan

1

M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an, (Jakarta: Miza 1999), hal. 209.

2

(14)

perintah-perintah agama dan menjauhi larangan-Nya dengan penuh tanggung jawab. “Orang yang memiliki kesadaran beragama secara matang dan bertanggung jawab dengan keberagamaannya, akan mendapat kebahagiaan dan ketenangan yang bisa mematangkan kepribadian serta kemampuan untuk menganalisa keadaan.”3

Prinsip-prinsip keagamaan yang sudah diajarkan sejak kecil hingga remaja, dewasa dan pada akhirnya menutup mata, harusnya kita terapkan dalam kehidupan kita sehari-hari. Dalam kehidupan yang selalu berorientasi dan berhadapan dengan kemajuan dalam bidang material telah banyak menelantarkan nilai-nilai keislaman serta moral bangsa.

Melihat dunia di zaman sekarang yang serba modern ini, ditunjang dengan kemajuan teknologi yang merambah keseluruh penjuru dunia, bahkan hingga peloksok-peloksok desa, maka yang harus dihadapi adalah, sistem masyarakat yang lebih berpendidikan dan lebih canggih. Akan tetapi kalau dilihat dari keislaman yang dianut sebagian besar di mayarakat Indonesia, secara perlahan nilai-nilai keagamaan itu telah digeser oleh kemajuan zaman yang amat pesat, bahkan ada sebagian masyarakat yang melupakan nilai-nilai ajaran Islam yang agung. Sudah berlangsung lama nilai-nilai keagamaan dijunjung tinggi umat Islam dan diterapkan dalam kehidupan, akan tetapi lambat laun kemerosotan moral terjadi dikalangan masyarakat Islam sendiri khususnya remaja.

Generasi muda (remaja) merupakan generasi penerus yang akan melanjutkan perjuangan bangsa. Oleh karena itu, masa depan dan maju

3

(15)

mundurnya suatu bangsa tegantung pada remajanya. Dengan kata lain apabila generasi mudanya baik, maka suatu negara akan maju dan berkembang, begitu pula sebaliknya, jika generasi mudanya buruk, maka negarapun akan mundur bahkan bisa saja hancur.

Mengingat semakin pesatnya usaha pembangunan, modernisasi dan industrialisasi yang mengakibatkan semakin kompleksnya masyarakat, maka banyak pula kasus-kasus yang muncul dikalangan para remaja, banyaknya penyimpangan moral dikalangan remaja saat ini dengan berbagai faktor yang melatar belakanginya, diantaranya yaitu lingkungan masyarakat sekitar dan keluarga yang secara tidak langsung memberi peluang para remaja untuk berbuat hal-hal yang keluar dari batas-batas nilai moral dan juga mempunyai akhlak yang buruk, seperti tidak mempunyai rasa empati terhadap orang lain, kurangnya rasa hormat terhadap yang lebih tua, tidak mempunyai toleransi, kurang mengontrol diri, tidak baik hati dan tidak adil dalam suatu hal.

(16)

Masa remaja adalah masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa, dimana dalam dunia mereka sedang mengalami rasa ego yang amat tinggi yang amat membutuhkan arahan dan bimbingan. Remaja yang memiliki rasa ingin tahu tidak cukup hanya diberikan siraman rohani yang isinya sejumlah doktrin agama yang harus diterima begitu saja, melainkan doktrin-doktrin agama ini harus ditelaah lebih dalam sehingga generasi muda benar-benar telah mengetahui mengapa mereka harus memilih Islam sebagai pedoman hidupnya.

Menurut Zakiah Daradjat “remaja adalah masa pertumbuhan fisik cepat dan prosesnya terus berjalan ke depan sampai titik tertentu. Perubahan yang berlangsung cepat dan tiba-tiba, mengakibatkan terjadinya perubahan lain pada segi sosial dan kejiwaannya, remaja semakin peka dan sikapnya berubah-ubah, tidak stabil kelakuannya dan demikian pula kadang ia patut, ragu, cemas dan sering melontarkan kritikan kadang-kadang pada keluarga, masyarakat atau terhadap adat kebiasaan.”4

Pada saat sekarang ini banyak sekali remaja-remaja yang sikap keberagamaannya sangat memprihatinkan terutama dalam masalah akhlak atau tingkah laku, misalnya banyak remaja yang terlibat dalam tindakan kriminal, seperti tawuran, narkoba, pakaian seksi, dan kenakalan-kenakalan remaja lainnya. Berkaitan dengan hal tersebut maka seseorang harus memiliki ilmu tentang pendidikan agama Islam, khususnya tentang akhlak dan moral, sehingga dengan pengetahuan tersebut seseorang dapat berakhlak dengan baik dan mempunyai moralitas yang tinggi yang sesuai dengan norma-norma yang berlaku.

4

(17)

Oleh sebab itu, pentingnya remaja memperdalam ilmu agama agar dapat bertindak dan berprilaku sesuai dengan syari’at islam serta berakhlak baik. Untuk memahami dan memperdalam agama islam dan menjadikan remaja bersikap, berprilaku dan bermoral, diperlukan adanya upaya-upaya bimbingan agama yang sungguh-sungguh agar perilaku mereka lebih terarah dan bermoral serta berakhlak baik, kegiatan seperti itu dapat dilakukan di lingkungan keluarga, lembaga, maupun masyarakat. Sesuai firman Allah dalam al-Qur’an surat An-Nahl ayat 125:









Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang

mendapat petunjuk.” (Q.S. An-Nahl:125).

(18)

dalam diri seseorang dapat menyebabkan rusaknya akhlak dan menurunnya moral.

Maka dari itu, pendidikan agama dianggap sangat penting, karena dapat membentuk kepribadian yang lebih baik yang terwujud dalam sikap dan tingkahlaku dalam kehidupan kita sehari-hari. Menurut Zakiah Darajat

“pendidikan agama itu hendaknya dapat mewarnai kehidupan anak sehingga

agama ini benar-benar menjadi bagian dari pribadinya yang akan menjadi pengendali dalam kehidupan di kemudian hari.”5

Pondok pesantren adalah suatu lembaga pendidikan sekaligus pengkaderan tradisional yang khas dan unik, pesantren juga mempunyai subkultur yang berbeda dengan masyarakat pada umumnya, pengembangan pesantren biasanya ditandai oleh sejumlah perangkat yang terjalin dalam kehidupannya. Pondok pesantren juga terdapat yang modern yang dimana penekanan berbahasa Arab dan Inggris lebih besar, memiliki sekolah dibawah

kurikulum dan tidak lagi memakai sistem pengajian yang tradisional. “ Tetapi

setidaknya ada dua perangkat yang menjadi ciri umum lembaga ini yaitu kiyai yang berperan sebagai sumber penyerapan ilmu dan pembimbing dan kedua adalah santri sebagai penimba bimbingan.”6

Dalam mensyiarkan Islam pondok pesantren mengutamakan keimanan (keyakinan) kepada Allah SWT, dan pondok pesantren juga menanamkan akhlak yang mulia, karena akhlak tidak begitu saja mudah terbentuk dalam diri seseorang, tetapi harus diupayakan melalui proses pembentukan yang cukup lama dan usaha yang sungguh-sungguh. Dalam pembentukan akhlak

5

Zakiah Darajat, Ilmu Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1970), cet. Ke-14, hal. 107

6

(19)

generasi muda harus disertai dengan contoh dan suri tauladan yang baik, dengan pembiasaan yang dilakukan secara terus menerus dan melalui pendidikan baik secara formal, informal maupun non formal.

“Kehidupan pesantren dimana santri bersedia melakukan segenap

bimbingan dari kyai guna memperoleh barokah ilmunya akan memberi bekas yang mendalam pada jiwa santri yang sedang menuntut ilmu di pondok pesantren. Bekas ini pulalah yang pada gilirannya nanti akan membentuk sikapnya yang akan dibawa kedalam kehidupan dirinya dan masyarakat luas, sudah pasti merupakan pilihan ideal pada kondisi sarba tradisional ini.”7 Disinilah letak daya tarik yang besar dari pesantren, sehingga para orang tua masih cukup banyak yang bersedia mengirim putra-putrinya untuk belajar di pondok pesantren.

Efektifnya bimbingan agama apabila dilakukan dengan segala kegiatan yang akurat sehingga dapat berjalan dengan efisien dan bahkan menjadi pendorong bagi perubahan umat ke arah yang lebih baik bila dikemas dengan cara dan metode yang tepat dan sistematis. Oleh karena itu untuk melakukan kegiatan bimbingan agama maka diperlukan metode-metode yang representatif dengan menggunakan bahasa yang lugas, menarik, bijaksana sehingga komunikasi menjadi menarik.

Berdasarkan latar belakang di atas penulis tertarik untuk mengadakan penelitian di Pondok Pesantern Nurul Hidayah Pusat dengan judul

Efektifitas Metode Bimbingan Agama Dalam Membina Akhlak Remaja

Di Pondok Pesantren Nurul Hidayah Pusat Leuwisadeng Bogor”.

7

(20)

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Persoalan yang diteliti untuk skripsi ini dibatasi pada efektifitas metode bimbingan agama dalam membina akhlak remaja di pondok pesantren Nurul Hidayah pusat Leuwisadeng Bogor.

2. Perumusan masalah

Berdasarkan uraian dan paparan diatas, maka peneliti merumuskan masalahnya, yaitu:

1. Bagaimana metode bimbingan agama dalam membina akhlak remaja di Pondok Pesantren Nurul Hidayah Pusat?

2. Apakah efektif atau tidak metode bimbingan agama yang digunakan dalam membina akhlak remaja di Pondok Pesantren Nurul Hidayah Pusat?

C. Hipotesis Penelitian

Ho : Metode bimbingan agama tidak efektif dalam membina akhlak remaja di popes nurul hidayah pusat

: Metode bimbingan agama efektif dalam membina akhlak remaja di popes nurul hidayah pusat.

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui dan memahami metode bimbingan agama dalam membina akhlak remaja.

(21)

c. Untuk mengetahui efektif atau tidaknya metode bimbingan agama di Pondok Pesantren Nurul Hidayah Pusat dalam membina akhlak remaja.

2. Manfaat Penelitian

a. bisa memberikan sumbangan keilmuan dan pengetahuan yang meliputi Ilmu Bimbingan Penyuluhan Islam dan keagaamaan khususnya berkaitan dengan efektifitas metode bimbingan agama di pondok pesantren nurul hidayah pusat dalam membina akhlak remaja di pondok pesantren nurul hidayah pusat.

b. bisa memberikan kontribusi positif bagi pengembangan keilmuan dan kurikulum Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. c. Untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi salah satu syarat untuk

mendapatkan gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I) pada Prodi Bimbingan dan Penyuluhan Islam (BPI).

d. dapat dijadikan evaluasi bagi pengurus Pondok Pesantren Nurul Hidayah Pusat tentang efektifitas metode bimbingan agama dalam membina akhlak remaja di Pondok Pesantren Nurul Hidayah Pusat.

E. Tinjauan Kepustakaan

(22)

1. Abdullah, Program Studi Bimbingan Dan Penyuluhan Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Jakarta angkatan 2006 dengan

judul “Hubungan Bimbingan Agama Habib Hasan Bin Ja’far Assegaf

Dalam Pembinaan Akhlak Remaja Di Majlis Ta’lim Nurul Musthofa

Cigunjur Jakarta Selatan”. Skripsi ini berisi tentang kegiatan bimbingan

agama Habib Hasan Bin Ja’far Assegaf dalam Pembinaan Akhlak remaja

di Majlis Ta’lim Nurul Musthofa Cigunjur Jakarta Selatan. Akhlak remaja

yang dimaksud adalah gambaran jiwa yang muncul saat manusia akan mengerjakan suatu perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.

2. Wishnu Anugrahingwidi, program Studi Bimbingan Dan Penyuluhan Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Jakarta angkatan 2008 dengan judul “Metode Bimbingan Agama Dalam Meningkatkan Kecerdasan Spiritual Anak Warga Binaan Sosial (WBS) Di Panti Sosial

Bina Insan Bangun Daya 1 (PSBIBD) Kedoya Jakarta Barat”.Skripsi ini

berisi tentang metode yang digunakan oleh pembimbing agama di Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya1 Kedoya Jakarta Barat dalam meningkatkan kecerdasan spiritual anak WBS di PSBIBD 1 Kedoya Jakarta Barat.

(23)

tentang efektifnya penggunaan metode dakwah mauidzoh hasanah dalam membina akhlak santri di At-taqwa Putra Bekasi.

Dari ketiga hasil penelitian di atas, penulis menyatakan bahwa hasil penelitian penulis sangat berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya. Peneliti ini berfokus pada efektifitas metode bimbingan agama dalam memembina akhlak remaja dipondok pesantren nurul hidayah pusat.

F. Sistematika Penulisan

Dalam penelitian skripsi ini peneliti mengacu pada Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi) karya Hamid Nasuhi dkk yang diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality Development and Assurance) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Cetakan I, Januari 2007. Untuk memudahkan penlisan, maka penulis membagi pembahasan skripsi ini menjadi enam bab dengan sitematika pembahasan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini berisi latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, hipotesis penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan kepustakaan dan sistematika penulisan.

BAB II LANDASAN TEORI

(24)

macam-macam akhlak, serta pengertian remaja karakteristik remaja dan faktor yang mempengaruhi proses perkembangan remaja.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini memuat tentang pendekatan dan jenis penelitian, lokasi dan waktu penelitian, populasi dan sample, variabel dan indikator penelitian, definisi oprasional, teknik pengumpulan data, uji instrumen dan metode analisis data.

BAB IV GAMBARAN UMUM DAN ANALISIS DATA

Bab ini menguraikan tentang gambaran umum dan lokasi penelitian melalui sejarah, visi dan misi, struktur organisasi, Tujuan, sistem pendidikan dan metode bimbingan agama di Pondok Pesantren Nurul Hidayah Pusat. Bab ini juga menguraikan tentang data-data hasil penelitian, hasil angket, klasifikasi responden, deskripsi hasil penelitian dan hasil anilisis data.

BAB V PENUTUP

Pada bab ini berisi kesimpulan hasil penelitian dan saran-saran serta rekomendasi yang menjadi penutup dari pembahasan skripsi ini.

DAFTAR PUSTAKA

[image:24.595.110.519.150.586.2]
(25)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Efektifitas Metode Bimbingan Agama

1. Pengertian Efektifitas

Dalam kamus besar bahasa Indonesia “kata efektifitas mempunyai

beberapa arti, yang pertama adalah adanya efek, akibat, pengaruh dan kesannya, Arti kedua yaitu manjur atau mujarab, sedangkan yang ketiga berarti, dapat membawa hasil atau hasil guna. Kata efektif diambil dari

kata “efek” yang artinya akibat atau pengaruh. Sedangkan “efektif” berarti

adanya pengaruh atau akibat dari sesuatu.”8

efektifitas ialah berhasil atau berpengaruhnya setelah melakukan

sesuatu. Sedangkan menurut ensiklopedi umum, “efektifitas menunjukan

taraf tercapainya serta usaha dikatakan efektif apabila usaha itu mencapai tujuannya secara ideal keefektifannya yakni pencapaian prestasi dari

tujuan taraf efektifitas dinyatakan dengan ukuran yang pasti.”9

jadi efektifitas adalah terdapat pengaruh atau akibat terhadap sesuatu yang telah dilakukan, yang dimana kegiatan tersebut sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Terdapat beberapa tokoh yang menjelaskan tentang pengertian efektifitas, yaitu sebagai berikut :

8

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa (P3B), Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka Depdikbud, 1995), Cet. Ke-7, Edisi 3, h. 250.

9

(26)

1. Menurut John. M. Echols dalam kamus bahasa Inggris-Indonesia secara etimologi efektifitas berasal dari kata efektif yang artinya berhasil guna.10

2. Eric Buckley mengartikan “efektifitas sebagai The Quality of being effective. In various sebse. Efectivity the quality or state being effective

and power to be effective.”11 Secara sederhana dapat diartikan sebagai suatu kualitas yang menjadi efektif dalam berbagai hal atau bidang. Efektifitas ialah suatu status mutu menjadi efektif dan menggerakan untuk bisa efektif.

3. Dennis Mc Quail, efektifitas secara teori komunikasi berasal dari kata efektif yang artinya terjadinya suatu perubahan atau tindakan sebagai akibat diterimanya suatu pesan, dan perubahannya terjadi dalam segi hubungan antara keduanya, yakni pesan yang diterima dan tindakan tersebut.12

4. Peter. F. Drucker, menurutnya efektifitas itu dapat dan harus dipelajari secara sistematis, sebab ia bukanlah bentuk sebuah keahlian yang lahir secara ilmiah. Efektifitas kerja dapat diwujudkan melalui sebuah rangkaian kerja, latihan yang intens, terarah dan sistematis, bekerja dengan cepat sehingga menghasilkan kreatifitas.13

5. Gibson, James L, Wancevich, John M, dan Donelly bahwa pengertian efektifitas adalah penilaian yang dibuat sehubungan dengan prestasi

10

John. M. Echols, Kamus Inggris-Indonesi, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1990), Cet. Ke-8, h. 207.

11

Eric Buckley, The Oxford English Dictionar, (Oxford: The Clarendom Press, 1978), Vol. III, h.49.

12

Dennis Mc. Quail, Teori Komunikasi Suatu Pengantar, (Jakarta: Erlangga Pratama, 1992), h. 281.

13

(27)

individu, kelompok dan organisasi. Makin dekat prestasi mereka yang diharapkan atau prestasi yang standar, maka akan makin efektif dalam menilai mereka.14

Dalam kamus umum bahasa Indonesia “efektifitas merupakan

keterangan yang artinya ukuran hasil tugas atau keberhasilan dalam

pencapaian tujuan.”15

Usaha dikatakan efektif kalau usaha itu mencapai tujuannya. Secara ideal efektifitas dapat dinyatakan dengan ukuran-ukuran yang agak pasti, misalnya: usaha X, 60% dalam mencapai tujuan Y.”16

Dari pengertian-pengertian efektifitas di atas, dapat disimpulkan bahwa efektifitas yaitu keberhasilan atau terdapat pengaruh (efek) yang sesuai dengan tujuan, yang tujuan tersebut diusahakan dengan baik sehingga mendapat suatu manfaat yang diinginkan. Efektifitas tidak hanya sekedar memberi pengaruh atau kesan akan tetapi berkaitan dengan penetapan standar, profesionalitas, penetapan sasaran, keberadaan program, materi, berkaitan juga dengan metode atau cara sarana atau fasilitas dan juga dapat memberikan pengaruh.

2. Pengertian Metode Bimbingan Agama

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, metode yaitu suatu cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud dengan ilmu pengetahuan dan sebagainya.17 Dalam pengertian harfiah, metode adalah

14

F.X. Suwarto, Ensiklopedia Nasional Indonesia (Ces-Ham), (Jakarta: Ictiar Baru Van Hoeve, 1980), Jilid III, h. 134.

15

Suharto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Surabaya: Pt. Indah, 1995), Cet. Ke-1,h. 742.

16

F.X. Suwarto, Ensiklopedia Nasional Indonesia, (Jakarta: PT Cipta Adi Pustaka, 1989), Jilid V, h. 12.

17

(28)

jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan.18 Secara etimologi

metode berasal dari bahasa yunani yang terdiri dari penggalan kata “meta”

yang berarti melalui dan “hodos” berarti jalan. Bila digabungkan maka metode bisa diartikan jalan yang harus dilalui.19

Dalam pengertian yang lebih luas, metode bisa diartikan sebagai segala sesuatu atau cara yang digunakan untuk mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan. Apabila kita artikan secara bebas metode adalah cara yang telah diatur melalui proses pemikiran untuk mencapai suatu maksud.

Metode merupakan cara yang digunakan untuk mencapai tujuan, demikian halnya dalam bimbingan agama diperlukan metode yang tepat untuk digunakan dalam rangka pencapaian tujuan yaitu membentuk individu yang mampu memahami diri dan lingkungannya pentingnya metode ini terdapat dalam firman Allah surat al-Maidah ayat 35:













“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan

carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan” (Q.S Al-Maidah: 35).

18

H. M. Arifin, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan Dan Penyuluhan Agama, (Jakarta : PT Golden Terayon Press, 1998), Cet. Ke-6, h. 43.

19

(29)

Ayat tersebut menerangkan bahwa untuk mencapai tujuan serta keberuntungan harus mencari jalan, cara, metode, yang tepat sehingga apa yang diharapkan terkabul dan mendapat ridha Allah SWT.

3. Pengertian Bimbingan Agama

Secara etimologi, kata bimbingan merupakan terjemahan dari

bahasa inggris yaitu “guidance” yang berarti menunjukan, memberi jalan,

menuntun, membimbing, membantu, mengarahkan, pedoman dan

petunjuk. Kata dasar atau kata kerja dari “guidance” adalah “to guide”,

yang artinya menunjukan, menuntun, memberi pedoman, menjadi petunjuk jalan, dan mengemudikan.20 Dan arti dari bimbingan, yang paling umum digunakan adalah memberikan bimbingan, bantuan dan arahan.

Secara terminologi, bimbingan adalah suatu usaha membantu orang lain dengan mengungkapkan dan membangkitkan potensi yang dimilikinya sehingga dengan potensi itu seseorang akan memiliki kemampuan untuk mengembangkan dirinya secara wajar dan optimal, yakni dengan cara memahami dirinya maupun mengambil keputusan untuk hidupnya. Maka dengan itu ia akan dapat mewujudkan kehidupan yang baik, berguna dan bermanfaat untuk masa kini dan masa yang akan datang.21

Donald G. Mortensen dan Alan M. Schumuller mengemukakan tentang bimbingan yaitu: “guidance may be defined as that part of the total educational program that helps provide the personal opportunities and

specialized staff services by which each individual can developed to the

20

Prof. H. M. Arifin, M. Ed, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan Dan Penyuluhan Agama, (Jakarta: Golden Terayon Press, 1982), Cet. Ke-1, h.1.

21

(30)

fullest of his abilities and capacities in term of the democratic idea”.22

Dapat diartikan secara sederhana bahwa bimbingan dapat didefinisikan sebagai bagian dari program pendidikan keseluruhan yang membantu menyediakan kesempatan pribadi dan layanan staf khusus dimana setiap individu dapat dikembangkan secara maksimal kemampuan dan kapasitas dalam jangka gagasan demokrasi.

Adapun definisi bimbingan menurut para ahli yang berbeda-beda sesuai dengan pandangannya masing-masing yaitu:

a. Menurut Stoops, seperti yang dikutip oleh Djumhur dan M. Surya menyatakan bahwa bimbingan adalah suatu proses yang terus menerus dalam membantu perkembangan seorang individu untuk mencapai kemampuannya secara maksimal, yang mengarah kepada manfaat yang sebesar-besarnya baik bagi dirinya maupun masyarakatnya.23

b. Sedangkan dalam konsep Islam bimbingan adalah “Proses Pemberian bantuan terhadap individu agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah SWT, sehingga mencapai kebahagiaan hidup di

dunia dan di akhirat”.24

c. Crow and Crow mengungkapkan bahwa bimbingan adalah bantuan yang diberikan oleh seseorang yang memiliki kepribadian baik dan pendidikan yang memadai, kepada individu dari setiap usia, untuk

22

Dr. Syamsu Yusuf Dan Dr. A. Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan Dan Konseling, (Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia, PT Remaja Rosdakarya, 2006), Cet. Ke-2, h.6.

23

Jumhur M. Surya, Bimbingan Penyuluhan Di Sekolah (Cevidenci Dan Conseling), (Bandung : Cv. Ilmu, 1975), h. 25.

24

(31)

menolongnya mengemudikan kegiatan-kegiatan hidupnya sendiri dan memikul bebannya sendiri.25

d. Selanjutnya Prayitno mengemukakan bahwa “bimbingan adalah suatu bantuan yang diberikan kepada orang lain baik secara perorangan (individu) maupun kelompok, agar mereka dapat berkembang menjadi pribadi-pribadi yang mandiri.”26 Pribadi-pribadi yang mandiri tersebut seperti mengenal diri sendiri dan lingkungannya, menerima diri sendiri dan lingkungannya secara positif dan dinamis, mengambil keputusan diri sendiri, mengarahkan diri sendiri dan mewujudkan diri sendiri. e. Dan Rochman Natawidjaja, mengatakan bimbingan sebagai suatu

proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara berkesinambungan supaya individu tersebut dapat memahami dirinya sendiri, sehingga dia sanggup untuk mengarahkan dirinya dan dapat bertindak secara wajar, sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan keluarga dan masyrakat serta kehidupan pada umumnya.27 Dengan demikian dia akan dapat menikmati kebahagiaan hidupnya dan dapat memberikan sumbangan yang berarti kepada kehidupan masyarakat pada umumnya. Bimbingan juga membantu individu dalam mencapai perkembangan diri secara optimal sebagai makhluk sosial.

Dari pendapat di atas kita dapat memahami bahwa yang dimaksud bimbingan adalah bukan pemberian bantuan secara fisik ataupun finansial, melainkan lebih menitik beratkan kepada pemberian bantuan psikis atau

25

Drs. M. Lutfi, Ma, Dasar-Dasar Bimbingan Dan Penyuluhan (Konselin) Islam, (Jakarta:Lembaga Penelitian Uin Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 6.

26

Ibid, h.7.

27

(32)

kejiwaan terhadap seseorang atau kelompok untuk menggali segala potensi yang dimiliki seseorang atau kelompok tersebut untuk dapat memecahkan masalahnya sendiri dan orang lain.

Perkataan agama berasal dari bahasa Sansakerta yang erat hubungannya dengan agama Hindu dan Budha. Dapat dijumpai uraian tentang perkataan ini bahwa akar kata “agama adalah gam yang mendapat

awalan “a”, kadang mendapat awalan “I” dan kadang juga mendapat

awalan “u” yang semuanya berakhiran “a” sehingga menjadi a-gam-a, i-gam-a, dan u-gam-a. Dalam bahasa bali ketiganya mempunyai makna berikut yaitu, agama artinya peraturan, tata cara, upacara hubungan manusia dengan raja, igama artinya peraturan, tata cara, upacara dalam hubungan dengan dewa-dewa, sedangkan ugama artinya peraturan dan tata cara dalam berhubungan antara manusia. Dari ketiga kata itu kini dipakai oleh tiga bahasa yaitu, agama dalam bahasa Indonesia, igama dalam bahasa Jawa, dan ugama dalam Bahasa Melayu (Malaysia).”28

Bahasa Sansakerta yang menjadi asal perkataan agama, termasuk dalam rumpun bahasa Indo-Jerman, serumpun dengan bahasa Belanda dan Inggris. Dalam bahasa belanda kita temukan kata-kata “ga, gaan” dan

dalam bahasa inggris kata “go” yang artinya sama dengan “gam” yaitu

pergi. Namun setelah mendapat awalan dan akhiran “a” pengertiannya

berubah menjadi jalan.29

Jadi agama berasal dari beberapa bahasa yang dapat kita simpulkan dari beberapa bahasa diatas, bahwa agama adalah suatu jalan, tata cara, pedoman hidup bagi semua manusia yang telah mereka percayai dan

28

Prof. H. Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1998), h.35.

29

(33)

mereka pelajari sejak kecil. Sedangkan pengertian agama sebagai suatu istilah yang kita pakai sehari-hari sebenarnya bisa dilihat dari dua aspek yaitu:

1. Aspek subjektif (pribadi manusia). Agama mengandung pengertian tentang tingkah laku manusia yang dijiwai oleh nilai-nilai keagamaan yang berupa getaran batin yang dapat mengatur dan mengarahkan tingkah laku tersebut kepada pola hubungan antara manusia dengan tuhannya dan pola hubungan dengan masyarakat serta alam sekitarnya. Dari aspek inilah manusia dengan tingkah lakunya itu merupakan perwujudan (manifestasi) dari pola hidup yang telah membudaya dalam batinnya dimana nilai-nilai keagamaan telah membentuknya menjadi rujukan (referensi) dari sikap dan orientasi hidup sehari-hari.

2. Aspek objektif (doktrinair). Agama dalam pengertian ini mengandung nilai-nilai ajaran tuhan yang bersifat menuntun manusia kearah tujuan sesuai dengan kehendak ajaran tersebut. Agama dalam pengertian ini belum masuk kedalam batin manusia atau belum membudaya dalam tingkah laku manusia, karena masih berupa doktrin (ajaran) yang objektif berada diluar diri manusia. Oleh karena itu secara formal agama dilihat dari aspek objektif ini dapat diartikan sebagai peraturan yang bersifat ilahi (dari tuhan) yang menuntun orang-orang berakal budi menuju kearah ikhtiar untuk mencapai kesejahteraan hidup didunia dan memperoleh kebahagiaan di akhirat.30

30

(34)

Melihat pengertian diatas bahwa agama dilihat dalam dua kategori, pertama, agama sebagai keimanan, dimana seseorang percaya terhadap kehidupan kekal dikemudian hari, kemudian mengabdikan dirinya untuk kepercayaan tersebut. Kedua, agama sebagai yang mempengaruhi perilaku manusia, dengan demikian agama identik dengan kebudayaan.

Agama adalah wahyu yang diturunkan Tuhan untuk manusia. Fungsi dasar agama adalah memberikan orientasi, motivasi dan membantu manusia untuk mengenal dan menghayati sesuatu yang sakral.31

Agama dari segi bahasa dikenal dengan kata ad-Dien yang artinya menguasai, mendudukan, balasan, dan kebiasaan. Sedangkan didalam bahasa semit berarti undang-undang atau hukum.32

Menurut Zakiah Darajat, agama adalah kebutuhan jiwa atau psikis manusia yang akan mengatur dan mengendalikan sikap, pandangan hidup, kelakuan atau sikap dan cara menghadapi tiap-tiap masalah.33 Sedangkan Arif Budiman melihat agama dalam dua kategori yakni:

1. Agama sebagai keimanan (doktrin), dimana orang percaya terhadap kehidupan kekal dikemudian hari, lalu orang mengabdikan dirinya untuk kepercayaan tersebut.

2. Agama yang mempengaruhi perilaku manusia. Oleh karena itu agama identik dengan kebudayaan.34

31

Mastuhu, Metodologi Penelitian Agama, (Jakarta: PT Raja Grafindo Prasada, 2006), h. 1.

32

Abudin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011), h. 9.

33

Zakiah Darajat, Pendidikan Agama Dan Pembinaan Mental,(Jakarta: Bulan Bintang, 1982), Cet. Ke-3, h. 52.

34

(35)

Para ulama sebagai pewaris para Nabi (Waratsat Al-anbiya)

bertugas menjadi mu’allim (guru) dan muhazzdib (pendidik) atau sebagai

mubassyir dan nadhir (penghibur dan petunjuk jalan) sebagaimana halnya fungsi dan tujuan Nabi Muhammad SAW yang diutus menjadi Mu’allim (guru) dan pendidik akhlak al-karimah.35 sebagaimana sabda beliau :

ُقَاْخَاْا َمَراَكَم مِمُا ُتْثِعُب اَمِإ

Artinya : “Saya diutus untuk memyempurnakan akhlak yang mulia”.(H.R Bukhari).36

Jadi dapat kita ketahui bahwa bimbingan agama adalah usaha pemberian bantuan kepada seseorang yang mengalami kesulitan baik lahiriah maupun batiniah, yang menyangkut kehidupannya dimasa kini dan masa mendatang, bantuan tersebut berupa pertolongan bidang mental dan spiritual, agar orang yang bersangkutan mampu mengatasinya dengan kemampuan yang ada pada diri sendiri melalui dorongan dari kekuatan iman dan taqwanya kepada Tuhannya.

Bimbingan agama juga merupakan usaha memberikan bantuan kepada seseorang dengan menggunakan pendekatan ajaran agama yaitu ajaran agama islam, baik tujuan materi ataupun metode yang diterapkan. Bimbingan tersebut berupa pertolongan dibidang mental spiritual, yang bertujuan agar dapat mengembangkan potensi fitrah yang dibawa sejak lahir secara optimal dengan menginternalisasikan nilai-nilai yang

35

H. M Umar, Tartono, Bimbingan Dan Penyuluhan (Bandung: PT Pustaka Setia, 1998) Cet. Ke-1, h. 77.

36Muhammad Fu’ad Abdul Baqi,

(36)

terkandung dalam al-Qur’an dan hadits Rasulullah dalam dirinya, sehingga ia hidup dan bersikap atau bertindak (berakhlak) sesuai dengan apa yang dianjurkan Allah dan Rasulullah.

Oleh karenanya, Nabi Muhammad SAW menduduki fungsi sebagai counselor agung di tengah umatnya, yang di teladani oleh para sahabatnya dan para ulama sepanjang zaman. Dengan fenomena yang seperti inilah peran para ulama, kyai dan seseorang yang memahami agama Islam secara mendalam sangat dibutuhkan dan yang akan membimbing manusia ke jalan yang diridhoi Allah SWT.

4. Prinsip-Prinsip dan Asas-Asas Bimbingan Agama

a. Prinsip-prinsip Bimbingan Agama

prinsi-prinsip bimbingan agama menurut Bimo Walgito yaitu meliputi:

1. Bimbingan dimaksudkan untuk anak-anak dewasa.

2. Usaha-usaha bimbingan dalam prinsipnya harus menyeluruh ke semua orang karena semua orang tentu mempunyai masalah yang butuh pertolongan.

3. Agar bimbingan dapat berhasil baik, dibutuhkanlah pengertian yang mendalam mengenai orang yang dibimbing maka perlu diadakan evaluasi (penilaian) dan penyelidikan-penyelidikan individual.

(37)

hasilnya dapat berupa kemajuan dari keseluruhan pribadi orang yang bersangkutan.37

Sedangkan menurut Arifin prinsip-prinsip bimbingan agama meliputi:

1. Setiap individu adalah makhluk yang dinamis dengan kelalaian-kelalaian kepribadian yang bersikap individual serta masing-masing mempunyai kemungkinan untuk berkembang dan menyesuaikan diri dengan situasi sekitar.

2. Suatu kepribadian yang bersifat individual tersebut terbentuk dari dua faktor pengaruh, yaitu pengaruh dari dalam yang berupa bakat dan ciri-ciri keturunan baik jasmani maupun rohani, dan faktor pengaruh yang diperoleh dari lingkungan, baik lingkungan masyarakat sekarang maupun lampau.

3. Setiap individu adalah organisasi yang berkembang dan tumbuh dari dalam keadaan yang senantiasa berubah, perkembangannya dapat dibimbing ke arah hidupnya, menguntungkan bagi dirinya sediri dan masyarakat sekitar.

4. Setiap individu dapat memperoleh keuntungan, pemberian bantuan dengan melakukan pilihan-pilihan dalam hal yang memajukan kemampuan seperti menyesuaikan diri dan mengarahkan kedalam kehidupan yang sukses.

5. Setiap individu diberikan hak yang sama serta kesempatan yang sama dalam mengembangkan pribadinya masing-masing, tanpa

37

(38)

memandang perbedaan suku, bangsa, agama, idiologi dan sebagainya.38

Di samping itu Muhammad Hatta memberikan prinsip layanan bimbingan agama yang meliputi:

1. Bimbingan dilakukan secara sistematis dan berhubungan dengan perkembangan individu.

2. Bimbingan berorientasi kepada bentuk kerja sama, bukan bentuk paksaan.

3. Bimbingan didasarkan pada penghargaan atas harkat dan martabat dan nilai individu.

4. Setiap individu harus diberi hak dan kesempatan yang sama dalam mengembangkan pribadinya masing-masing tanpa membedakan suku, bangsa dan lainnya.

5. Dalam memberikan bantuan pembimbing mengusahakan agar dapat berdiri sendiri dan semakin mampu mengatasi masalah hidupnya. 6. Harus didasari bahwa setiap individu memiliki fitrah beragama yang

dapat berkembang dengan baik bila diberi kesempatan dengan bimbingan yang baik.39

b. Asas-asas Bimbingan Agama

Menurut Badan Wakaf UII, ada 3 asas dalm bimbingan agama yaitu sebagai berikut:

38

Prof. H. M. Arifin, M. Ed, Pokok-Pokok Pikiran Tentang Bimbingan Dan Penyuluhan Agama Di Sekolah Dan Luar Sekolah, (Jakarta: Bulan Bintang, 1997), Cet. Ke-5, h. 31-32

39

(39)

1. Asas fitrah, pada dasarnya manusia sejak lahir telah dilengkapi dengan segenap potensi, sehingga diupayakan pengembalian potensi tersebut. Selain itu fitrah juga manusia membawa naluri agama islam yang meng-Esakan Allah, sehingga bimbingan agama harus senantiasa mengajak kembali manusia memahami dan menghayatinya.

2. Asas kebahagiaan dunia dan akhirat, bimbingan agama membentuk individu dan memahami tujuan hidup manusia yaitu mengabdi kepada Allah SWT dalam rangka mencapai tujuan akhir sebagai manusia yaitu mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat.

3. Asas Mauidzah Hasanah, bimbingan agama dilakukan dengan sebaik-baiknya dengan menggunakan segala sumber pendukung secara efektif dan efisien, karena dengan hanya penyampaian hikmah yang baik sajalah hikmah itu akan tertanam pada individu yang dibimbing.40 5. Tujuan dan Fungsi Bimbingan Agama

a. Tujuan Bimbingan Agama

Setiap manusia pasti mengalami hambatan serta rintangan dikehidupannya dalam menggapai keinginannya menjadi kenyataan, sehingga sangat diperlukan bimbingan agama untuk selalu memperkokoh rasa keimanan dalam menghadapi berbagai rintangan tersebut. Dalam bukunya Ainu Rahim Faqih membagi tujuan bimbingan agama menjadi dua bagian yaitu sebagai berikut:

- Tujuan Umum

40

(40)

Membantu seseorang guna mewujudkan dirinya menjadi manusia seutuhnya agar mencapai kebahagiaan hidup didunia dan di akhirat kelak.

- Tujuan Khusus

1. Membantu individu agar tidak menghadapi masalah, maksudnya pembimbing berusaha membantu mencegah jangan sampai individu menghadapi atau menemui masalah. Dengan kata lain membantu individu mencegahnya timbul masalah bagi dirinya sendiri.

2. Membantu individu memelihara dan mengembangkan situasi dan kondisi.

3. Membantu individu memelihara dan mengembangkan situasi dan kondisi yang baik atau telah lebih bagik agar tetap baik atau menjadi lebih baik.41

b. Fungsi Bimbingan Agama

Memperhatikan tujuan umum dan khusus di atas, Ainur Rahim Faqih merumuskan fungsi dari bimbingan agama yaitu :

a. Fungsi Preventif, yaitu membantu individu menjaga atau mencegah timbulnya masalah bagi dirinya.

b. Fungsi Kuratif atau Korektif, yaitu membantu individu memecahkan masalah yang sedang dihadapi atau dialaminya.

41

(41)

c. Fungsi Preservatif, yaitu membantu individu agar situasi yang semula tidak baik menjadi lebih baik, dan kebaikan itu bertahan lama.

d. Fungsi Development atau pengembangan, yaitu membantu individu memelihara dan mengembangkan situasi dan kondisi yang baik, sehingga tidak memungkinkannya menjadi sebab masalah baginya.42

Fungsi pemeliharaan dan pengembangan yaitu fungsi ini berarti bahwa layanan bimbingan ini dapat membantu para individu dalam memelihara dan mengembangkan pribadinya secara menyeluruh, mantap, terarah dan berkelanjutan.

Untuk mencapai tujuan di atas dan sejalan dengan fungsi-fungsi bimbingan agama tersebut, maka “Ainur Rahim Faqih mengemukakan di dalam bukunya, melakukan bimbingan agama secara garis besar disebutkan sebagai berikut:

1. Membantu individu mengetahui, mengenal, dan memahami keadaan dirinya sesuai dengan hakekatnya atau memahami kembali keadaan dirinya, sebab dalam keadaan tertentu dapat terjadi individu tidak mengenal atau tidak menyadari keadaan dirinya yang sebenarnya. Secara singkat dikatakan bimbingan agama mengingatkan kembali individu akan fitrahnya.

2. Membantu individu menerima keadaan dirinya sebagaimana adanya, dari segi baik dan buruknya, kekuatan serta kelemahannya, sebagai sesuatu yang memang telah ditetapkan Allah (nasib atau takdir),

42

(42)

tetapi juga harus disadari bahwa manusia harus berikhtiar, kelemahan yang ada pada dirinya bukan terus menerus disesali. dapat dikatakan untuk membantu individu tawakal atau berserah diri kepada Allah.

3. Membantu individu memahami keadaan situasi dan kondisi yang dihadapi saat ini.

4. Membantu individu menemukan alternatif pemecahan masalah. Secara islami terapi umum untuk memecahkan masalah rohaniah individun dilakukan dengan cara yang dianjurkan oleh al-Qur’an dan al-Hadist sebagai berikut:

a. Berlaku sabar

b. Membaca dan memahami al-Qur’an c. Berzikir atau mengingat Allah.43

5. dapat memberikan petunjuk arah yang benar, dalam hal ini Allah berfirman dalam al-Qur’an surat Asy Syuura ayat 52





Artinya: “Dan Sesungguhnya kamu benar- benar memberi petunjuk

kepada jalan yang lurus”.44

6. Untuk pembinaan moral, mental, dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.45

43

Ainur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling Dalam Islam, (Yogyakarta: VII Press, 2002), h. 37.

44

Depag Ri, Terjemahan Al Quran, (Semarang: Toha Putra, 1989), h. 791

45

(43)

Dari beberapa pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa dengan bimbingan agama, dapat memberikan bantuan kepada masyarakat yaitu dengan memberikan pengertian, pengetahuan dan nasehat kepada orang dengan benar, agar masyarakat dapat melakukan perbuatan yang didasari dengan ajaran agama dan memecahkan masalah sesuai pedoman agama yakni al-Qur’an dan al-Hadist.

6. Metode Bimbingan Agama46

Ada beberapa metode yang digunakan dalam bimbingan agama, maka dalam upaya mengadakan bimbingan agama menurut pendapat Arifin. M. Ed, dapat menggunakan metode-metode sebagai berikut:

1. Metode Ceramah

Metode ceramah merupakan suatu teknik atau metode didalam bimbingan dengan cara penyajian atau penyampaian informasinya melalui penerangan dan penuturan secara lisan oleh pembimbing terhadap anak bimbing, pembimbing juga sering menggunakan alat-alat bantu seperti gambar, kitab, peta dan alat lainnya. Metode ini sering dipakai dalam bimbingan agama yang banyak diwarnai dengan ciri karakteristik bicara seorang pembimbing pada kegiatan bimbingan agama. Metode ini pembinaannya dilakukan secara kelompok dan pembimbing melakukan komunikasi secara langsung.

2. Metode Cerita (kisah)

Metode cerita adalah suatu cara penyampaian dalam bentuk cerita. Cerita merupakan media yang efektif untuk menanamkan nilai-nilai

46

(44)

akhlak yang baik, sekaligus karakter sesuai dengan nilai religi yang disampaikan dan pada akhirnya dapat membentuk sebuah kepribadian. Islam menyadari sifat alamiah manusia untuk menyenangi cerita yang pengaruhnya besar terhadap perasaan. Oleh karena itu metode cerita dijadikan sebagai salah satu pendidikan.

3. Metode Keteladanan

Metode keteladanan merupakan bagian dari sejumlah metode yang paling ampuh dan efektif dalam mempersiapkan dan membentuk individu secara moral, spiritual dan sosial. Sebab seorang pembimbing merupakan contoh ideal dalam pandangan seseorang yang tingkah laku dan sopan santunnya akan ditiru, yang disadari atau tidak, bahkan semua keteladanan itu akan melekat pada diri dan perasaannya dalam bentuk ucapan, perbuatan, hal yang bersifat material, indrawi maupun spiritual. Karenanya keteladanan merupakan faktor penentu baik buruknya seseorang yang dibimbing.

(45)

Metode wawancara merupakan salah satu cara memperoleh fakta-fakta kejiwaan yang dapat dijadikan bahan pemetaan tentang bagaimana sebenarnya hidup dan kejiwaan seseorang yang dibimbing pada saat tertentu yang memerlukan bimbingan. Wawancara dapat berjalan dengan baik apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. Pembimbing harus bersifat komunikatif kepada anak bimbing

b. Pembimbing harus dapat dipercaya sebagai pelindung oleh orang yang dibimbing.

c. Pembimbing harus bisa menciptakan situasi dan kondisi yang memberikan perasaan damai dan aman serta santai kepada seseorang yang dibimbing.

5. Metode pencerahan (metode edukatif)

Yaitu cara mengungkapkan tekanan perasaan yang menghambat perkembangan belajar dengan mengorek sampai tuntas perasaan atau sumber perasaan yang menebabkan hambatan atau ketegangan, dengan

cara “client centered”, yang diperdalam dengan permintaan atau

pertanyaan yang meyakinkan untuk mengingat-ingat serta mendorong agar berani mengungkapkan perasaan tertekan, sehingga pada akhirnya pembimbing memberikan petunjuk-petunjuk tentang usaha apa sajakah yang baik bagi yang dibimbing dengan cara yang tidak bernada imperatif (wajib), akan tetapi berupa anjuran-anjuran yang tidak mengikat.

B. Membina Akhlak

(46)

Menurut kamus bahasa Indonesia Membina adalah membangun, mendirikan atau mengusahakan supaya lebih baik atau lebih maju (sempurna).47

2. Pengertian Akhlak

Pengertian akhlak dari segi bahasa berasal dari bahasa Arab yang berarti perangai, tabiat, watak dasar kebiasaan, sopan dan santun agama. Secaralinguistik atau kebahasaan kata akhlak merupakan isim jamid atau isim ghairu mustaq, yaitu isim yang tidak mempunyai akar kata, melainkan kata tersebut memang begitu adanya. Kata akhlak adalah jama’ dari kata khuluqun atau khuluq yang artinya sama dengan arti akhlaq sebagaimana telah disebutkan di atas.48

Dari segi bahasa akhlak adalah bentuk jama’dari “khuluq” yang artinya tingkah laku, tabiat, watak, perangai, atau budi pekerti.49 Menurut I b n u Maskawaih, kata “akhlaqun” adalah suatu kondisi jiwa yang memberikan dorongan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak memerlukan pemikiran.50

Abdullah Salim mengemukakan bahwa akhlak adalah merupakan sifat yang tumbuh dan menyatu didalam diri seseorang. Dari sifat yang ada itulah terpancar sikap dan tingkahlaku atau perbuatan seseorang. Seperti

47

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), Edisi III, h. 152.

48

Moh. Ardani, Akhlak Tasawuf Nilai-Nilai Akhlak Atau Budipekerti Dalam Ibadah dan Tasawuf, (Jakarta: CV Karya Mulia, 2005), h. 25 -26.

49

Subarsono.EtikaIslamTentangKenakalanRemaja,(Jakarta:BinaAksara,1989),Cet. Ke-1,h.129.

50

(47)

sifat sabar, kasih sayang, atau sebaliknya pemarah, benci, dendam, iri, dan dengki sehingga memutuskan hubungan silaturahmi.51

Zakiah Daradjat mengatakan bahwa akhlak adalah kelakuan yang timbul dari hasil perpaduan antara hati nurani, pikiran, perasaan, bawaan, dan kebiasaan yang menyatu membentuk satu kesatuan tindakan akhlak yang ditaati dalam kenyataan hidup sehingga dapat membedakan mana yang baik dan yang buruk.52 Al-Mu’jam al-wasit menyebutkan definisi

akhlak sebagai berikut: “Akhlak ialah sifat yang tertanam dalam jiwa,

yang dengannya lahir macam-macam perbuatan baik dan buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan”.53

Akhlak dalam konsepsi Al-Ghazali, sebagaimana yang telah dikutip oleh Muhammad Ardani, bahwa akhlak tidak hanya terbatas pada apa yang dikenal dengan teori menengah dalam keutamaan, seperti yang disebut oleh Aristoteles, dan pada sejumlah sifat keutamaan yang bersifat pribadi, tapi juga menjangkau sejumlah sifat keutamaan akali dan amali, perorangan dan masyarakat. Semua sifat ini bekerja dalam suatu kerangka umum yang mengarah kepada suatu sasaran dan tujuan yang telah ditentukan.

Imam Al-Ghazaly juga mengatakan, bahwa akhlak adalah hasil dari pendidikan, latihan, pembinaan, serta perjuangan keras dan sungguh- sungguh, seandainya akhlak itu tidak bisa menerima perubahan, maka batalah fungsi wasiat, nasihat, dan pendidikan, dan tidak ada pula

51

Wahyudin,AkhlakTasawuf,(Jakarta:KalamMulia,1999),Cet.Ke-3,h.4.

52

ZakiahDaradjat,PendidikanIslam,KeluargadanSekolah,(Jakarta:CVRuhama,1995),Cet. Ke-2,h.5.

53

(48)

fungsinya hadits nabi yang mengatakan “perbaikilah akhlakkamu sekalian”.54

Sebagaimana yang telah dikutip Muhammad Ardani, Akhlak menurut Al-Ghazali, mempunyai tiga dimensi:

a. Dimensi diri, yakni orang dengan dirinya dan Tuhannnya, seperti ibadah dan shalat.

b. Dimensi sosial, yakni masyarakat, pemerintah dan pergaulannya dengan sesamanya.

c. Dimensi metafisis, yakni akidah dan pegangan dasarnya.55

Dalam konsep akhlak adalah suatu sikap mental (halun lin nafs) yang mendorong untuk berbuat tanpa berfikir dan pertimbangan. Keadaan atau sikap jiwa ini terbagi dua: ada yang berasal dari watak (tempramen) dan ada yang berasal dari kebiasaan dan latihan. Dengan kata lain tingkah laku manusia mengandung dua unsur-unsur watak naluri dan unsur usaha lewat kebiasaan dan latihan. Sedangkan menurut al-Farabi, sebagaimana yang telah dikutip oleh Muhamad Ardani, ia menjelaskan bahwa “akhlak adalah suatu tujuan untuk memperoleh kebahagian yang merupakan tujuan tertinggi yang dirindui dan diusahakan oleh setiap manusia.”56

Jadi, pada hakikatnya khuluk (budi pekerti) atau akhlak ialah suatu kondisi atau sifat yang telah meresap dalam jiwa dan menjadi kepribadian

54

Imam Al-Ghazaly, Ihya’ Ulum Al-Din, (Beirut: Dar Al-Fikr,T.T), Jilid III, h.54.

55

Moh. Ardani, Akhlak Tasawuf Nilai-Nilai Akhlak Atau Budi Pekerti Dalam Ibadah Dan Tasawuf, (Jakarta: CV Karya Mulia, 2005), h. 25.

56

(49)

hingga dari situ timbulah berbagai macam perbuatan dengan cara spontan dan mudah tanpa dibuat-buat dan tanpa memerlukan pemikiran.57

Dari pengertian diatas dapat diketahui bahwa akhlak ialah sifat-sifat yang dibawa manusia sejak lahir yang tertanam dalam jiwanya yang selalu ada padanya, sifat itu dapat terlahir berupa perbuatan baik disebut akhlak yang mulia atau perbuatan buruk yang disebut akhlak yang tercela sesuai dengan pembinaannya.

3. Ruang Lingkup Akhlak

Ruang lingkup akhlak mencakup hal-hal sebagai berikut:

a. Pola hubungan manusia dengan Allah, seperti mentauhidkan Allah, menghindari syirik, bertaqwa, berdo’a, memohon pertolongan dan lain-lain hanya kepada Allah.

b. Pola hubungan manusia dengan Rasullah, yaitu menegakkan sunah rasul, menziarahi makamnya di madinah dan membacakan shalawat. c. pola hubungan manusia dengan dirinya, seperti menjaga kesucian diri

dari sifat rakus dan mengumbar nafsu, mengembangkan keberanian dalam menyampaikan yang hak dan memberantas kedzaliman.

d. Pola hubungan dengan masyarakat, dalam konteks kepemimpinan, seperti menegakkan keadalian, berbuat ihsan, menjungjung tinggi.58

Selanjutnya lebih jelas bahwa ada 3 hal yang mencangkup tentang akhlak yaitu:

1. Akhlak Terhadap Allah.

57

Asmaran, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1994), Cet. Ke-2, h. 1.

58

(50)

Orang muslim berpendapat bahwa Allah Maha Kuasa atas dirinya dan memegang ubun-ubunnya. Ia tidak memepunyai tempat melarikan diri atau tempat menyelamatkan diri kecuali kepada-Nya, kemudian ia lari menghadap, menjatuhkan diri, menyerahkan seluruh persoalannya dan bertawakal kepada-Nya. Akhlak terhadap Allah (khaliq) antara lain adalah:

a. Mencintai Allah melebihi cinta kepada apa dan siapapun juga dengan mempergunakan firman-Nya dalam al-Qur’an sebagai pedoman hidup dan kehidupan, Melaksanakan perintah dan menjauhi larangan.59

b. Tunduk dan patuh kepada Allah, yaitu seperti firman Allah yang Artinya: “Taatlah kepada (perintah) Allah dan (perintah) Rasul

-Nya supaya kalian mendapat rahmat”.(QS. Ali „Imran: 132(.

c. Tawakkal, terdapat dalam firman Allah yang Artinya: “Yang

apabila terjadi terhadap mereka satu kesusahan, mereka berkata;

sesungguhnya kami ini milik Allah, dan sesungguhnya

kepada-Nyalah kami akan kembali”. (QS. Al-Baqarah: 15).

d. Bersyukur kepada Allah terdapat dalam firman Allah yang Artinya: “Dan (ingatlah), tatkala Tuhan kamu memberitahu; jika kamu

berterima kasih, niscaya Aku tambah nikmat bagi kamu, apabila

kamu tidak bersyukur, maka adzab-Ku itu sangat pedih”.(QS. Ibrahim: 6-7).

59

(51)

e. Penuh harap kepada Allah, terdapat dalam firman Allah yang Artinya: “Sesungguhnya umat yang beriman dan berhijrah serta

bekerja keras (berhijrah) di jalan Allah, mereka itu (umat yang)

berharap rahmat Allah; dan Allah itu maha pengampun

danpenyayang”. (Al-Baqarah : 218).

f. Ikhlas menerima keputusan Allah, terdapat dalam firman Allah yang Artinya: “Dan alangkah baik jika mereka ridha dengan apa

yang Allah dan Rasul-Nya berikan kepada mereka,sambil mereka

berkata: cukuplah Allah bagi kami, sesungguhnya Allah dan

Rasul-Nya akan memberi kepada kamu karunia-Rasul-Nya, sesungguhnya kami

mencintai Allah”.(QS. At-Taubah: 59).60

g. Tadlarru’ dan khusyu, terdapat dalam firman Allah yang Artinya: “Beruntunglah orang-orang yang beriman. Mereka yang khhusyu’

dalam shalatnya”. (QS. Al-Mukminun: 1-2). “Bermohonlah

kepada Tuhan kalian dengan rendah hati dan dengan rahasia

(suara hati). Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang

yang melanggar batas”.(QS. Az-Zumar: 53).

h. Husnudzhon, terdapat dalam firman Allah yang Artinya: “Janganlah mati salah seorang dari kalian, melainkan dalam

keadaan baik sangka kepada Allah”.(H.R. Muslim).

i. Taubat dan istighfar, Artinya: “Hai orang-orang beriman! Hendaklah kalian benar-benar taubat kepada Allah, agar segala

60

(52)

dosa kalian diampuni dan kalian dimasukkan ke dalam surga yang

di bawahnya mengalir sungai-sungai”.(QS. At-Tahrim: 8).61

2. Akhlak Terhadap Makhluk62

a. Akhlak terhadap Rasulullah, yaitu meliputi mencintai Rasulullah secara tulus dengan mengikuti semua sunnahnya, menjadikan Rasulullah sebagai idola dalam hidup dan kehidupan, menjalankan apa yang diperintah dan menjauhi larangannya.

b. Akhlak terhadap orang tua, yang meliputi mencintai mereka melebihi cinta kepada kerabat lainnya, merendahkan diri kepada keduanya diiringi rasa kasih sayang, berkomunikasi dengan orang tua dengan khidmat, pergunakan kata-kata lemah lembut, berbuat baik kepada keduanya dengan sebaik-baiknya dan mendoakan keselamatan dan keampunan bagi mereka ketika seorang atau kedua-duanya telah meninggal dunia.

c. Akhlak terhadap diri sendiri meliputi: memelihara kesucian diri, baik jasmaniah maupun rohaniah, memelihara kerapihan diri, Berlaku tenang, menambah ilmu pengetahuan, membina disiplin pribadi yang pemaaf dan memohon maaf, sikap sederhana dan jujur dan menghindari perbuatan tercela.

d. Akhlak terhadap keluarga dan karib kerabat, antara lain : saling membina rasa cinta dan kasih sayang

Gambar

GAMBARAN UMUM DAN ANALISIS DATA
Tabel 1  Definisi Operasional dan Indikator Variabel Penelitian
Tabel 2 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
Tabel 4 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu pondok pesantren yang mampu berkembang dengan pesat yaitu pondok pesantren At-Taufiqiyah Lembaga Pendidikan Islam (LPI) Nurul Hidayah Sumenep yang

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang manajemen pelatihan entrepreneurship santri di Pondok Pesantren Nurul Hidayah, Desa Bandung, Kecamatan

Dari tabel diatas tergambar jawaban responden tentang program dakwah dilingkungan pondok pesantren Nurul Islam terhadap pembinaan akhlak santri ,mendapat jawaban

Peranan Pondok Pesantren Darut Tawwabin melalui Kegiatan Kajian Kitab Kuning dalam Membina Akhlak Masyarakat Desa Menganti Kabupaten Gresik. Peran yang dilakukan

Sedangkan yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah: (1) Untuk mengetahui perencanaan yang dilakukan Pondok Pesantren Subulus Salam dalam Upaya membina akhlak

Ahmad Wasik Masykur, 2016 : Implementasi Kepembinaan KH. Itsbat Abdullah terhadap Akhlak Santri di Pondok Pesantren Nurul Imam Randuagung Sumberjambe Jember. Akhlak

Penyusunan tesis ini merupakan kajian tentang Peran Strategis Pondok Pesantren Alkhairaat Tilamuta dalam Konteks Pembinaan Akhlak Remaja Boalemo Gorontalo. Peneliti

Intensitas mengikuti Mujahadah Nihadlul Mustaghfirin di Pondok Pesantren Nurul Hidayah Sidayu Batang merupakan faktor yang dapat digunakan sebagai prediktor pada