• Tidak ada hasil yang ditemukan

Upaya meningkatkan hasil belajar matematika pokok bahasan bilangan pecahan melalui pembelajaran kontekstual pada siswa kelas III SD Al-Zahra Indonesia Pamulang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Upaya meningkatkan hasil belajar matematika pokok bahasan bilangan pecahan melalui pembelajaran kontekstual pada siswa kelas III SD Al-Zahra Indonesia Pamulang"

Copied!
152
0
0

Teks penuh

(1)

PADA SISWA KELAS III SD AL-ZAHRA INDONESIA PAMULANG

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Fitri Nurmala 1110018300016

PRODI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Untuk Memenuhi Salah Satu Syaat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

OIeh:

Fitri Nurmala

NIM. 1110018300016

JURUSAI\I PENDIDIKAITi GURU MAI}RASAH IBTIDAIYA}I FAKULTAS ILNTU TARBIYATI I}AI\[ KEGURUAI\T

UNIYTRSITAS ISLAM NSGOnI SYARIT HIDAYATULLAH

JAKARTA 2At5

Dibawah Bimbingan

t)

/tl

/l--L r

/

IVMW-/ ll

V
(3)

Siswa Kelas

III SD Al-Zahra

Indonesia Pamulang disusun oleh Fitri Nurmala,

NIM

1110018300016, diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK)

UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan LULUS dalam

Ujian Munaqosah pada tanggal 16 Januari 2015 dihadapan dewan penguji. Karena

itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana S1 (S.Pd.) dalam bidang Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI).

Jakarta, 16 Januari 2015

Panitia Ujian Munaqosah

Tanggal Tanda Tangan Ketua Panitia (Ketua Jurusan/Prodi)

Dr. Fauzan, MA

NrP. 19761t01 200101 1 103 Sekretaris (S ekretaris JurusarVProdi) Asep Edian a Latip, M.Pd.

NIP. 19810623 200912 t 003 Penguji I

Dra. Afidah Mas'ud

NIP. 19610926 198603 2 004 Penguji II

Dr. Tita Khalis Maryati, M.Kom. NrP. 19690924 t99903 2 003

Mengetahui,

*r/4

%rr

rtQQNI.

r7t

eors

Yzots

-}

.N

urlenaf.i fa' I, MA, Ph. D

(4)

Nama NIM Jurusan

Alamat

NIP

Jurusary'Prodi

MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA

Bahwa skripsi yang berjudul Upaya Meningkatkan

Hasil Belajar

Matematika

Pokok Bahasan

Bilangan Pecahan

Melalui

Pembelajaran

Kontekstual Pada Siswa Kelas

III

SD Al-Zahra Indonesia Pamulang adalah benar hasil karya sendiri di bawah bimbingan dosen:

Nama Pembimbing

:

Dr. Gelar Dwirahayu, M. Pd.

Fitri

1 1 10018300016

PGMI ,

Jl. Jagakarsa 1, RT 004107, Kelurahan Jagakarsa, Jakarta Selatan

:

19790601 2006042004

:

Pendidikan Matematika

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap menerima segala konsekuensi apabila terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil

karya sendiri.

Jakarta, Januari 2015

Yang Menyatakan

(5)

i (PTK di SD Al-Zahra Indonesia Pamulang)

Kata Kunci : Pembelajaran Kontekstual, Hasil Belajar

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas III SD Al-Zahra Indonesia Pamulang melalui penerapan pembelajaran kontekstual. Metode yang digunakan yaitu Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang terdiri dari dua siklus. Instrumen penelitian yang digunakan adalah tes hasil belajar pada setiap akhir siklus dan lembar observasi kegiatan belajar siswa.

(6)

ii Pamulang)

Keywords : Contextual Teaching and Learning, Learning Outcomes

This research aimed to improve of Mathematical Learning Outcomes in class III students Al-Zahra Elementary School Indonesia Pamulang through contextual teaching and learning application. The method used is Classroom Action Research design that consists two cycle. The research instrument used is the achievement test at the end of each cycle and observation sheet student learning activities.

(7)

iii

menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang senantiasa mengikuti ajarannya sampai hari kiamat kelak.

Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana pendidikan pada program studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI). Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kelemahan dalam penulisan skripsi ini. Hal ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penulis, namun berkat dorongan dan bantuan dari berbagai pihak maka dapat diselesaikan dengan baik.

Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan mori dan materil, sehingga skripsi ini dapat selesai. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Ibu Nurlena Rifa’i, MA, Ph.D, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. Fauzan, MA, Ketua Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Dr. Gelar Dwirahayu, M. Pd, Dosen pembimbing skripsi yang sangat sabar memberikan motivasi, meluangkan waktu dan tenaga, serta membimbing penulis dalam menyusun skripsi ini hingga selesai.

4. Segenap dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan ilmunya selama penulis menuntut ilmu.

(8)

iv

7. Dendi Zainal M., suami tercinta yang selalu siaga dalam menemani ananda dalam menyusun skripsi ini, serta memberikan dukungan moril dan materil serta doa sehingga dapat menyelesaikan kuliah ini.

8. Erien Damayanti dan Siti Nur Chayati, sahabat tersayang yang selalu ada saat suka maupun duka dalam masa kuliah hingga selesai.

9. Sahabat Genggers yang selalu berbagi cerita dan tawa selama kuliah, yang selalu kompak dalam hal apapun serta seluruh teman-teman seperjuangan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah angkatan 2010, khususnya PGMI A, sehingga semakin terasa rasa kekeluargaan yang terjalin, terima kasih atas dukungan dan doa selama ini.

Akhir kata, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan penulisan di masa yang akan dating. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya, serta kemanjuan dunia pendidikan di Indonesia.

Jakarta, Januari 2015

(9)

v

KATA PENGANTAR iii

DAFTAR ISI v

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN` ix

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Identifikasi Area dan Fokus Penelitian 5

C. Pembahasan Fokus Penelitian 5

D. Perumusan Masalah Penelitian 6

E. Tujuan Penelitian 6

F. Manfaat Penelitian 6

BAB II : KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KONSEPTUAL INTERVENSI TINDAKAN

A. Acuan Teori dan Fokus yang Diteliti 8

1. Pembelajaran Kontekstual 8

2. Komponen Pembelajaran Kontekstual 13

3. Hasil Belajar Matematika 16

4. Bilangan Pecahan 21

B. Hasil Penelitian yang Relevan 27

C. Kerangka Berpikir 27

D. Hipotesis Tindakan 29

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian 30

B. Metode Penelitian dan Rancangan Siklus Penelitian 30

C. Subjek Penelitian 32

(10)

vi

H. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data 36 I. Teknik Pemeriksaan Keterpercayaan 37 J. Analisis Data dan Interpretasi Hasil Data 42 K. Pengembangan Perencanaan Tindakan 43 BAB IV : DESKRIPSI, ANALISIS DATA, INTERPRETASI HASIL

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data Hasil Intervensi Tindakan 45 1. Pelaksanaan Penelitian Siklus I 45 2. Pelaksanaan Penelitian Siklus II 61

B. Analisis Data dan Pembahasan 74

C. Temuan Penelitian 77

D. Keterbatasan Penelitian 79

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan 80

B. Saran 81

DAFTAR PUSTAKA 82

(11)

vii

Tabel 4.2 Hasil Observasi Aktivitas Belajar Siswa pada Siklus I 56 Tabel 4.3 Hasil Belajar Matematika Siswa Pada Siklus II 68 Tabel 4.4 Hasil Observasi Aktivitas Belajar Siswa pada Siklus II 69 Tabel 4.5 Hasil Belajar Siswa Pada Siklus I dan Siklus II 74 Tabel 4.6 Rekapitulasi Persentase Aktivitas Belajar Siswa dengan Model

[image:11.595.108.528.148.583.2]
(12)
[image:12.595.110.530.202.593.2]

viii

Gambar 4.1 Aktivitas belajar saat menunjukkan bangun datar sederhana yang akan dipotong menjadi beberapa bagian sesuai bilangan pecahan 46 Gambar 4.2 Aktivitas Siswa Saat Menggunting Kertas Berbentuk Bangun Datar 48 Gambar 4.3 Aktivitas Belajar Saat Siswa Sedang Berkelompok 52

Gambar 4.4 Kegiatan Tes Akhir Siklus I 54

Gambar 4.5 Aktivitas Siswa Saat Diskusi Kelompok 63 Gambar 4.6 Aktivitas Siswa Saat Mencatat Hasil Temuannya Dalam Buku

Catatan 64

Gambar 4.7 Siswa Mencatat Hasil Kegiatan dalam Buku Catatannya 66

Gambar 4.8 Kegiatan Tes Akhir Siklus II 68

(13)

ix

Lampiran 3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus I 87 Lampiran 4 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus II 92

Lampiran 5 Lembar Kerja Siswa 96

Lampiran 6 Uji Validitas 100

Lampiran 7 Uji Reliabilitas 102

Lampiran 8 Uji Taraf Kesukaran 104

Lampiran 9 Uji Daya Beda 106

Lampiran 10 Kisi-kisi 108

Lampiran 11 Tes Akhir Siklus I 110

Lampiran 12 Tes Akhir Siklus II 113

Lampiran 13 Pedoman Penilaian Observasi Siswa 115

Lampiran 14 Lembar Observasi Siswa 118

(14)

1 BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan usaha manusia untuk menyiapkan diri dalam peranannya di masa akan datang. Pendidikan dilakukan tanpa ada batasan usia, ruang dan waktu yang tidak dimulai atau diakhiri di sekolah, tetapi diawali dalam keluarga dilanjutkan dalam lingkungan sekolah dan diperkaya oleh lingkungan masyarakat, yang hasilnya digunakan untuk membangun kehidupan pribadi agama, masyarakat, keluarga dan negara. Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam pembangunan, sehingga diperlukan perhatian khusus untuk pengembangannya. Peningkatan kualitas dan kuantitas pendidikan terus dilaksanakan, berbagai usaha diupayakan agar tercipta pendidikan yang benar-benar berkualitas tinggi dengan metode-metode tertentu sehingga memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan.

Dalam sistem pendidikan nasional, fungsi dan tujuan pendidikan telah ditentukan dalam UU RI Bab II pasal 3 dan 4 tahun 2003 sebagai berikut:

Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka upaya mewujudkan tujuan nasional. Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.1

Dalam menempuh proses pendidikan di sekolah, siswa wajib mengikuti beberapa mata pelajaran. Salah satu mata pelajaran yang wajib diikuti siswa adalah matematika, karena matematika adalah dasar dari beberapa mata pelajaran yang ada di sekolah baik dari dasar, menengah, atas maupun di

1

(15)

perguruan tinggi. Salah satu karakteristik matematika adalah mempunyai objek yang bersifat abstrak, sehingga menyebabkan banyak siswa mengalami kesulitan dalam belajar matematika. Hasil belajar matematika siswa, baik secara klasikal maupun individual belum menggembirakan. Dalam pembelajaran matematika belum bermakna di dalam benak siswa, sehingga pengertian siswa tentang konsep matematika sangat lemah.

Kemampuan belajar setiap siswa berbeda-beda baik dari pengetahuan kognitif, keterampilan motorik, kecakapan intelektual, informasi verbal dan sikap. Beberapa hal yang mempengaruhi antara lain metode pembelajaran, sarana belajar, lingkungan belajar, dan lain-lain. Hal ini mempunyai dampak terhadap hasil belajar siswa dan dalam kegiatan pembelajaran guru bertanggung jawab atas hasil belajar yang dicapai oleh siswa.

Berdasarkan observasi yang telah dilakukan peneliti pada penelitian pendahuluan, menunjukkan bahwa matematika menjadi salah satu mata pelajaran yang dianggap sulit oleh siswa. Siswa cenderung belajar pasif sehingga ketercapaian rata-rata hasil belajar siswa tidak sesuai dengan yang diharapkan. Kenyataan ini disebabkan sifat abstrak matematika dan siswa cenderung diajar untuk menghafal konsep dan prinsip matematika tanpa disertai pemahaman yang baik.

(16)

aspek matematika yang berkaitan dengan konsep dan operasi bilangan pecahan yang diperlukan dalam kehidupan nyata maupun dalam pendidikan formal, oleh sebab itu konsep materi bilangan pecahan penting untuk dikuasai siswa.

Khususnya pada bahasan bilangan pecahan siswa di kelas III B memperoleh nilai rata-rata terendah dibanding kelas lainnya. Hal ini disebabkan selain faktor dari diri siswa sendiri juga karena faktor guru dalam mengajar. Faktor penyebab rendahnya hasil belajar siswa disebabkan oleh guru kelas yang kurang kreatif dalam menggunakan media pembelajaran di kelas. Guru kelas tersebut hanya memberikan demonstrasi, langsung dengan menggunakan rumus penjumlahan pecahan pada soal-soal penjumlahan pecahan tanpa menggunakan benda nyata dan media yang menarik sebagai media pembelajaran, karena dengan benda nyata dianggap menyita banyak waktu dalam proses pembelajaran yang terjadi. Setelah memberikan demonstrasi, siswa langsung diberikan tugas sehingga siswa kurang dilibatkan dalam setiap pembelajaran yang berlangsung dan akhirnya siswa hanya diberikan rumus yang harus dihafal dan diuji cobakan pada soal-soal latihan. Sehingga siswa tidak memiliki kesempatan untuk mengembangkan pengetahuan yang dimilikinya untuk mengungkapkan kreativitasnya di dalam menemukan pengetahuan baru yang dialami.

(17)

Pembelajaran matematika yang berlangsung di SD Al-Zahra Indonesia ini menggunakan pengantar Bahasa Inggris. Hal ini merupakan salah satu kendala dalam penyampaian materi kepada siswa. Sehingga siswa merasa terbebani karena mereka tidak hanya dituntut untuk menguasai konsep materi pembelajaran matematika tetapi juga dituntut untuk memahami setiap kata petunjuk maupun soal yang terdapat dalam latihan matematika yang menggunakan konteks penulisan dalam Bahsa Inggris.

Proses pembelajaran yang dilakukan selama ini hanya sebatas pada akumulasi pengetahuan yang berupa seperangkat fakta-fakta, konsep, dan kaidah yang siap untuk ditransfer dari guru kepada siswa. Selain itu guru cenderung menggunakan pola pembelajaran yang masih bersifat tekstual. Siswa secara pasif menerima rumus-rumus dari hasil membaca, mendengar, mencatat, dan menghafal tanpa memberikan kontribusi berupa ide-ide atau gagasan sehingga proses pembelajaran cenderung terpaku pada guru dan materi pembelajaran. Hal ini mengakibatkan esensi dari materi yang dipelajari siswa itu sendiri menjadi kurang bermakna. Siswa kurang dapat mengaitkan antara materi yang dipelajari dengan situasi dunia nyata dan merasa kesulitan ketika menemukan dan menyelesaikan soal-soal yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari.

(18)

Bertitik tolak dari latar belakang masalah di atas peneliti ingin meningkatkan kemampuan siswa kelas III Sekolah Dasar dalam proses pembelajaran Matematika pada bahasan bilangan pecahan dan memilih judul penelitian “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Pokok Bahasan Bilangan Pecahan Melalui Pembelajaran Kontekstual Pada Siswa Kelas III SD

Al-Zahra Indonesia Pamulang”.

B.Identifikasi Area dan Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah maka dapat diidentifikasikan masalah-masalah yang relevan dalam penelitian ini yaitu:

1. Hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika yang masih belum mencapai rata-rata yang ditentukan.

2. Pembelajaran berpusat pada guru sehingga siswa hanya mengikuti penjelasan guru, cenderung pasif dan tidak dapat mengembangkan pengetahuan yang dimilikinya.

3. Guru kurang kreatif dan inovatif dalam penggunaan metode pembelajaran. 4. Pembelajaran matematika yang disajikan menggunakan Bahasa Inggris

menjadi faktor yang menyebabkan siswa kurang memahami konteks pembelajaran.

5. Tingkat pemahaman siswa yang masih rendah terhadap pembelajaran matematika pada bahasan bilangan pecahan.

C.Pembatasan Fokus Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah dan agar penelitian ini lebih fokus, maka peneliti akan membatasi pada masalah hasil belajar matematika siswa.

1. Penelitian yang dilakukan adalah untuk mengukur hasil belajar matematika siswa pada bahasan bilangan pecahan.

(19)

dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari serta mengembangkan pengetahuan yang dimilikinya.

D.Perumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, maka permasalahan yang hendak dikaji dapat dirumuskan:

1. Bagaimana peningkatan hasil belajar matematika siswa pada bahasan bilangan pecahan setelah diterapkan pembelajaran kontekstual?

2. Bagaimana penerapan pembelajaran kontekstual terhadap hasil belajar matematika pada bahasan bilangan pecahan pada siswa kelas III SD Al-Zahra Indonesia?

E.Tujuan Penelitian

Sesuai dengan masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini sebagai berikut.

1. Mengetahui peningkatan hasil belajar siswa pada pelajaran matematika pokok bahasan bilangan pecahan setelah diterapkan pembelajaran kontekstual. 2. Mengetahui penerapan pembelajaran kontekstual pada pelajaran matematika

pada bahasan bilangan pecahan.

F. Manfaat Penelitian

Dilakukannya penelitian tindakan di kelas III SD Al-Zahra Indonesia diharapkan dapat memberi manfaat yang cukup besar bagi siswa, guru, dan sekolah, yaitu:

1. Bagi siswa, agar dapat memberikan alternatif pembelajaran dalam memahami konsep matematika pada bahasan bilangan pecahan, membantu untuk mengembangkan daya fikir yang kreatif, inovatif, dan positif.

(20)
(21)

8 A. Acuan Teori dan Fokus yang Diteliti

Pada bab ini membahas tantang acuan teori dan fokus yang diteliti, yaitu mengenai beberapa penjelasan tentang pembelajaran kontekstual, hasil belajar matematika, serta penjelasan tentang materi bilangan pecahan yang disampaikan dengan pembelajaran kontekstual.

1. Pembelajaran Kontekstual

Salah satu hal yang mempengaruhi hasil belajar siswa adalah pendekatan pembelajaran. Pendekatan pembelajaran memiliki banyak definisi, diantaranya yaitu pendekatan pembelajaran merupakan strategi yang dapat memperjelas arah yang ditetapkan dan sering kali juga disebut kebijakan guru atau pengajar agar mencapai tujuan pembelajaran.1 Pendekatan pembelajaran (approach) merupakan titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran.2 Istilah pendekatan merujuk kepada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum. Oleh karenanya strategi dan metode pembelajaran yang digunakan dapat bersumber atau tergantung dari pendekatan tertentu. Dalam hal ini untuk dapat melaksanakan proses pembelajaran dengan baik guru harus dapat menentukan strategi atau pendekatan pembelajaran yang sesuai.

Contextual Teaching and Learning merupakan konsep belajar yang

membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.3

1

Ali Hamzah dan Muhlisrarini, Perencanaan dan Strategi Pembelajaran Matematika (PSPM), (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009), h. 231.

2

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan,

(Jakarta: Kencana, 2011), Cet. Ke-8, h. 127 3

(22)

Sebagaimana dikatakan oleh Howey R, Keneth “Contextual teaching is teaching that enables learning in wich student employ their academic

understanding and abilities in a variety of in-and out of school context to solve

simulated or real world problems, both alone and with others.”4 CTL adalah pembelajaran yang memungkinkan terjadinya proses belajar dimana siswa menggunakan pemahaman dan kemampuan akademiknya dalam berbagai konteks dalam dan luar sekolah untuk memecahkan masalah yang bersifat simulative ataupun nyata, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama.

Pembelajaran kontekstual merupakan konsep yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.5 Hal ini sejalan dengan pendapat Sanjaya yang mengatakan Contextual Teaching and Learning adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkan dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.6

Ada tiga hal yang harus dipahami dari konsep tersebut. Pertama, pembelajaran kontekstual menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi, artinya proses belajar diorientasikan pada proses pengalamn secara langsung. Kedua, pembelajaran kontekstual mendorong siswa agar dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Ketiga, pembelajaran kontekstual mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan.

Untuk memperkuat pengalaman belajar yang aplikatif bagi siswa, tentu saja diperlukan pembelajaran yang lebih banyak memberikan kesempatan kepada siswa

4

Rusman, Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012), Ce. 2, h. 190.

5

Agus Suprijono, Cooperative Learning Teori dan Aplikasi Paikem (Surabaya: Pustaka Pelajar, 2009), Cet. 1, h. 79.

6

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan,

(23)

untuk melakukan, mencoba, dan mengalami sendiri, bahkan sekedar menjadi pendengar yang pasif dalam memperoleh informasi dari guru. Pembelajaran kontekstual merupakan prosedur pendidikan yang bertujuan membantu peserta didik memahami makna bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan cara menghubungkannya dengan konteks kehidupan mereka sendiri dalam lingkungan sosial dan budaya masyarakat.

Berdasarkan Center for Occupational Research and Development (CORD) penerapan strategi pembelajaran kontekstual digambarkan sebagai berikut.7

a. Relating

Belajar dikaitkan dengan konteks pengalaman kehidupan nyata. Konteks merupakan kerangka kerja yang dirancang guru untuk membantu peserta didik agar yang dipelajari bermakna. Dalam proses pembelajaran, relating dimaksudkan dalam konteks agar siswa dapat menghubungkan pengetahuan baru yang diperolehnya dengan pengalaman hidup yang telah dan akan dia peroleh.8

b. Experiencing

Belajar adalah kegiatan “mengalami”, peserta didik berproses secara aktif dengan hal yang dipelajari dan berupaya melakukan eksplorasi terhadap hal yang dikaji, berusaha menemukan dan menciptakan hal baru dari apa yang dipelajarinya. Experiencing dipandang sebagai jantung pembelajaran kontekstual. Proses pembelajaran akan berlangsung cepat jika siswa diberi kesempatan untuk memanipulasi peralatan, memanfaatkan sumber belajar, dan melakukan bentuk-bentuk kegiatan penelitian yang lain secara aktif.9 Pengalaman diperoleh berkat interaksi antara individu dengan lingkungan. Pengalaman juga sebagai sumber pengetahuan dan keterampilan, bersifat pendidikan, yang merupakan satu kesatuan di sekitar tujuan murid, pengalaman pendidikan bersifat kontinu dan interaktif, membantu integrasi pribadi murid.

7

Agus Suprijono, Cooperative Learning Teori dan Aplikasi Paikem, (Surabaya: Pustaka Pelajar, 2009), Cet. 1, h. 84

8

Gelar Dwirahayu dkk, Pendekatan Baru dalam Pembelajaran Sains dan Matematika Dasar, (Jakarta: PIC UIN, 2007), Cet. 1, h. 125

9

(24)

c. Applying

Belajar menekankan pada proses mendemonstrasikan pengetahuan yang dimiliki dalam konteks dan pemanfaatannya. Applying merupakan belajar dalam konteks bagaimana pengetahuan atau informasi baru yang diperoleh siswa dapat digunakan dalam berbagai situasi yang dia hadapi, baik situasi yang mudah maupun yang sulit.10

d. Cooperating

Belajar merupakan proses kolaboratif dan kooperatif melalui belajar berkelompok, komunikasi interpersonal atau hubungan intersubjektif. Dalam proses pembelajaran pastinya setiap siswa akan mengahadapi persoalan yang berbeda. Untuk menyelesaikan masalah yang ada, khususnya masalah yang melibatkan situasi yang realistis yang tidak dapat diselesaikan secara individu sebaiknya siswa dapat bekerja sama dengan temannya secara berkelompok. e. Transferring

Belajar menekankan pada terwujudnya kemampuan memanfaatkan pengetahuan dalam situasi atau konteks baru. Transferring merupakan belajar menekankan pada terwujudnya kemampuan memanfaatkan pengetahuan dalam situasi atau konteks baru. Dengan kata lain pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki bukan sekedar untuk dihafal tetapi dapat digunakan atau dialihkan pada situasi dan konsisi lain.11

Dalam pembelajaran kontekstual, strategi ini mengarahkan agar siswa dalam belajar dapat menghubungkannya dengan konteks nyata sehingga siswa dapat mengalaminya sendiri. Siswa juga menjadi tidak bergantung hanya kepada penjelasan guru melainkan dapat menemukan sendiri solusi dalam memecahkan permasalahan yang berhubungan dengan pelajaran.

Pada bidang matematika kita mengenal keterampilan berpikir matematika yang erat kaitannya dengan daya matematika (mathematical power) yang mempunyai makna kemampuan atau kekuatan yang berkaitan dengan karakteristik

10

Gelar Dwirahayu dkk, Pendekatan Baru dalam Pembelajaran Sains dan Matematika Dasar, (Jakarta: PIC UIN, 2007), Cet. 1, h. 126

11

(25)

matematika. Berbicara tentang karakteristik matematika, masing-masing orang akan memberikan penafsiran yang berbeda-beda tergantung dari pengetahuan dan pengalaman masing-masing. Matematika dikenal sebagai ilmu deduktif yang berarti sifatnya yang menekankan pada proses deduktif yang memerlukan penalaran logis dan aksiomatik yang mungkin diawali dengan proses induktif meliputi penyusunan konjektur, model matematika, analogi, dan generalisasi, melalui pengamatan terhadap sejumlah data. Karakteristik berikutnya matematika dikenal sebagai ilmu yang terstruktur dan sistematis yang artinya konsep-konsep matematika tersusun secara hierarkis, terstruktur, logis dan sistematis, mulai dari konsep yang paling kompleks.12

Walaupun tidak ada definisi tunggal tentang pengertian matematika, akan tetapi ada karakteristik khusus yang terdapat pada pengertian matematika itu sendiri. Beberapa karakterisktik matematika adalah sebagai berikut.13

a. Memiliki objek kajian abstrak b. Bertumpu pada kesepakatan c. Berpola pikir dedukatif

d. Memiliki simbol yang kosong dari arti

e. Memerhatikan semesta pembicaraan (universal) f. Konsisten dalam sistemnya

Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang dalam pelaksanaannya lebih menekankan pada proses belajar dimana siswa mampu memahami konsep pembelajaran yang merupakan hasil temuannya sendiri serta mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Dalam konsep pembelajaran kontekstual ini guru dapat menghadirkan konsep yang berhubungan dengan dunia nyata. Dalam pembelajaran matematika pembelajaran kontekstual ini merupakan proses pembelajaran yang cocok dikarenakan matematika memiliki sifat yang abstrak.

12

Ali Hamzah dan Muhlisrarini, Perencanaan dan Strategi Pembelajaran Matematika (PSPM), (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009), h. 39

13

(26)

Siswa dapat mencari kebenarannya sendiri terkait materi pelajaran yang dipelajarinya serta menghubungkannya dengan kehidupan mereka sehari-hari.

2. Komponen Pembelajaran Kontekstual

Ada tujuh komponen pembelajaran kontekstual yaitu konstruktivisme, inkuiri, bertanya (questioning), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modelling), refleksi, dan penilaian autentik (authentic assesment).14

a. Konstruktivisme

Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif berdasarkan pengalaman.15 Pembelajaran kontekstual pada dasarnya mendorong agar siswa bisa mengkonstruksi pengetahuannya melalui proses pengamatan dan pengalaman. Dengan dasar itu pembelajaran

harus dikemas menjadi proses “mengkonstruksi” dan bukan “menerima”

pengetahuan. Pengetahuan dibangun melalui proses asimilasi dan akomodasi maupun dialektika berpikir Thesa-Antithesa-Sinthesa.16

b. Inkuiri

Inkuiri menekankan bahwa proses pembelajaran yang didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis.17 Belajar penemuan melibatkan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran untuk mendapatkan pengetahuan lama. Pengetahuan ini bukanlah sejumlah fakta dari hasil mengingat, akan tetapi hasil dari proses menemukan sendiri.

c. Masyarakat Belajar

Leo Semenovich Vygotsky, seorang psikolog Rusia, menyatakan bahwa pengetahuan dan pemahaman anak ditopang banyak oleh komunikasi dengan orang lain.18 Konsep masyarakat belajar menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari hasil kerja sama dengan orang lain. Hasil belajar itu diperoleh

14

Agus Suprijono, Cooperative Learning Teori dan Aplikasi Paikem (Surabaya: Pustaka Pelajar, 2009), Cet. 1, h. 85

15

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan,

(Jakarta: Kencana, 2011), Cet. Ke-8, h. 264 16

Agus Suprijono, Cooperative Learning Teori dan Aplikasi Paikem, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h. 85

17

Ibid, Wina Sanjaya, h. 265 18

(27)

dari sharring antar teman, antar kelompok, dan antar anggota masyarakat. Essensi masyarakat belajar adalah bahwa belajar itu dapat diperoleh melalui kerjasama dengan orang lain.

d. Bertanya

Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu bermula dari kegiatan bertanya. Dalam proses pembelajaran kontekstual, pendidik tidak menyampaikan informasi begitu saja akan tetapi memancing siswa agar dapat menemukan sendiri makna dari materi yang dipelajarinya dan kemudian menanyakannya jika tidak mengerti. Kegiatan bertanya sangat penting untuk menggali informasi, mengonfirmasikan apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan pada aspek yang belum diketahui. Dalam pembelajaran, bertanya dapat dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan memiliki kemampuan berpikir siswa.

Dalam sebuah pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya berguna untuk:19

1) Menggali informasi, baik administrasi maupun akademis 2) Mengecek pemahamn siswa

3) Membangkitkan respons kepada siswa

4) Mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa 5) Mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa

6) Memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru 7) Membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa

8) Menyegarkan kembali pengetahuan siswa e. Pemodelan

Pemodelan adalah kegiatan mendemonstrasikan suatu perbuatan agar siswa dapat mencontoh, belajar atau melakukan sesuatu sesuai dengan model yang diberikan. Dalam pembelajaran kontekstual pendidik bukanlah satu-satunya model. Model itu bisa berupa benda, cara/prosedur kerja atau yang lain yang bisa ditiru oleh siswa.

19

(28)

f. Refleksi

Refleksi adalah melihat atau merespon kembali suatu kejadian, kegiatan serta pengalaman yang bertujuan untuk mengidentifikasi hal-hal yang sudah diketahui dan hal-hal yang belum diketahui agar dapat dilakukan tindakan penyempurnaan.

g. Penilaian yang Sebenarnya

Authentic Assesment merupakan suatu prosedur penilaian yang menuntut siswa benar-benar menunjukkan kemampuannya. Penilaian dilakukan di sepanjang proses pembelajaran sehingga authentic assesment juga dapat memberikan gambaran perkembangan kemajuan belajar.

Prinsip dasar dalam pembelajaran kontekstual adalah agar siswa dapat mengembangkan cara belajarnya sendiri dan selalu mengaitkan dengan apa yang telah diketahui dan apa yang ada di masyarakat, yaitu aplikasi dan konsep yang dipelajari. Berkaitan dengan faktor kebutuhan individu siswa, untuk menerapkan pembelajaran kontekstual guru perlu memegang prinsip-prinsip pembelajaran sebagai berikut.20

a. Merencanakan pembelajaran sesuai dengan kewajaran perkembangan mental siswa.

b. Membentuk mental belajar yang saling tergantung (Independent Learning Groups).

c. Menyediakan lingkungan yang mendorong pembelajaran mandiri (self regulated leraning).

d. Mempertimbangkan keragaman siswa (diversity of students). e. Memerhatikan multi intelegensi (multiple intelegences) siswa.

f. Menggunakan teknik-teknik bertanya untuk meningkatkan pembelajaran siswa, perkembangan pemecahan masalah, dan keterampilan berpikir tingkat tinggi. g. Menerapkan penilaian autentik (authentic assessment).

20

(29)

3. Hasil Belajar Matematika

Belajar merupakan kewajiban setiap umat manusia. Belajar merupakan proses mencari tahu dari yang belum diketahui ataupun memahami dari yang belum dipahami. Setiap orang akan mengalami belajar baik secara sengaja maupun tidak sengaja, tanpa mengenal ruang dan waktu, juga tanpa mengenal batas usia.

Belajar bukan sekedar mengumpulkan pengetahuan, tetapi merupakan proses mental yang terjadi dalam diri seseorang, sehingga menyebabkan perubahan perilaku.21 Proses belajar pada prinsipnya bertumpu pada struktur kognitif, yakni penataan fakta, konsep serta prinsip-prinsip, sehingga membentuk satu kesatuan yang memiliki makna bagi subjek didik.22

Belajar selalu melibatkan tiga hal pokok, yaitu adanya perubahan tingkah laku, sifat perubahan relative permanen dan perubahan tersebut disebabkan oleh interaksi dengan lingkungan bukan oleh proses kedewasaan ataupun perubahan-perubahan kondisi fisik yang temporer sifatnya. Proses belajar tidak hanya terjadi karena adanya interaksi siswa dengan guru, hasil belajar yang maksimal dapat pula diperoleh lewat interaksi antara siswa dengan sumber-sumber belajar lainnya.23

Pada hakikatnya belajar merupakan kegiatan mental yang tidak dapat dilihat. Artinya proses perubahan yang terjadi dalam diri seseorang yang sedang belajar tidak dapat disaksikan dengan kasat mata. Kita hanya mungkin dapat menyaksikan sekedar adanya gejala-gejala perubahan perilaku yang tampak.24

Belajar dan mengajar merupakan konsep yang tidak bisa dipisahkan. Belajar merujuk pada apa yang harus dilakukan seseorang sebagai subyek dalam belajar. Sedangkan mengajar merujuk pada apa yang seharusnya dilakukan seseorang guru sebagai pengajar.

Dua konsep belajar mengajar yang dilakukan oleh siswa dan guru terpadu dalam satu kegiatan. Diantara keduanya terjadi interaksi dengan guru. Kemampuan

21

Yana Wardhana, Teori Belajar dan Mengajar, (Bandung: PT Pribumi Mekar, 2010), h. 3

22

Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011), h. 21

23

Kunandar, Guru Profesional Implementasi Kurikulum KTSP dan Sukses dalam Sertifikasi Guru, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), h. 320

24

(30)

yang dimiliki dari belajar mengajar harus bisa mendapatkan hasil bisa melalui kreatifitas seseorang itu. Oleh karena itu hasil belajar yang dimaksud adalah kemampuan-kemampuan ketrampilan, sikap yang diperoleh siswa setelah menerima perlakuan yang diberikan oleh guru sehingga dapat mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Banyak pemahaman para ahli tentang belajar ditinjau dari berbagai aspeknya. Dengan mengedepankan pada aspek mana pendidikan lebih mempengaruhi anak didik maka itulah yang melandasi atau pengklasifikasian faktor-faktor yang mempengaruhi belajar. Secara garis besar, faktor-faktor penyebab timbulnya kesulitan belajar terdiri atas dua macam, yaitu:25

a. Faktor Intern Siswa

Faktor intern siswa meliputi gangguan atau kekurangmampuan psiko-fisik siswa, yakni:

1) Yang bersifat kognitif (ranah cipta), antara lain seperti rendahnya kapasitas intelektual/intelegensi siswa.

2) Yang bersifat afektif (ranah rasa), antara lain seperti labilnya emosi dan sikap.

3) Yang bersifat psikomotor (ranah karsa), antara lain seperti terganggunya alat-alat indera penglihat dan pendengar (mata dan telinga).

b. Faktor Ekstern Siswa

Faktor ekstern siswa meliputi semua situasi dan kondisi lingkungan sekitar yang tidak mendukung aktivitas belajar siswa, yakni:

1) Lingkungan keluarga, contohnya: ketidakharmonisan hubungan antara ayah dengan ibu dan rendahnya kehidupan ekonomi keluarga.

2) Lingkungan masyarakat, contohnya: wilayah perkampungan kumuh, dan teman sepermainan.

3) Lingkungan sekolah, contohnya: kondisi dan letak gedung sekolah yang buruk seperti dekat pasar, kondisi guru dan alat-alat belajar yang berkualitas rendah.

25

(31)

Dengan demikian dapat diketahui bahwa hasil belajar siswa dipengaruhi dari berbagai hal. Hasil belajar siswa tidak hanya dipengaruhi oleh faktor dalam diri siswa melainkan juga dari luar diri siswa, bahkan faktor dari luarpun dapat berpengaruh secara nyata dalam hasil belajar siswa.

Hasil belajar atau achievement merupakan realisasi atau pemekaran dari kecakapan-kecakapan potensial atau kapasitas yang dimiliki seseorang, penguasaan hasil belajar seseorang dapat dilihat dari perilakunya baik perilaku dalam bentuk penguasaan pengetahuan, keterampilan berpikir maupun keterampilan motorik, hampi sebagian terbesar dari kegiatan atau perilaku yang diperlihatkan seseorang merupakan hasil belajar. Pengertian hasil adalah suatu istilah yang digunakan untuk menunjukkan suatu yang dicapai seseorang setelah melakukan sesuatu usaha.

Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Menurut Horwart Kingsley membagi tiga macam hasil belajar mengajar yaitu, ketrampilan dan kebiasaan, pengetahuan dan pengarahan, serta sikap dan cita-cita.26

Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor yakni dari diri siswa dan faktor dari luar siswa. Dari pendapat ini faktor yang dimaksud adalah faktor dalam diri siswa adalah perubahan kemampuan yang dimilikinya, seperti yang dikemukakan seorang ahli bahwa hasil belajar siswa di sekolah 70% dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30% dipengaruhi oleh lingkungan.

Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi, dan keterampilan. Merujuk pemikiran Gagne, hasil belajar berupa:27

a. Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis.

b. Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mepresentasikan konsep dan lambang.

26

Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), Cet. XI, h. 22

27

(32)

c. Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri.

d. Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani. e. Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian

terhadap objek tersebut.

Hasil pembelajaran dapat diklasifikasi menjadi tiga yaitu keefektifan, efisiensi, dan daya tarik. Keefektifan pembelajaran biasanya diukur dengan tingkat pencapaian belajar. Ada empat aspek penting yang dapat dipakai untuk mendeskripsikan keefektifan pembelajaran yaitu kecermatan penguasaan perilaku yang dipelajari atau sering disebut dengan tingkat kesalahan, kecepatan untuk kerja, tingkat alih belajar, dan tingkat retensi dari apa yang dipelajari. Efisiensi pembelajaran biasanya diukur dengan rasio antara keefektifan dan jumlah yang dipakai belajar. Daya tarik pembelajaran biasanya diukur dengan mengamati kecenderungan siswa untuk tetap belajar. Daya tarik pembelajaran erat sekali kaitannya dengan daya tarik bidang studi, dimana kualitas pembelajaran biasanya akan mempengaruhi keduanya, itulah sebabnya pengukuran kecenderungan siswa untuk terus atau tidak terus belajar dapat dikaitkan dengan proses pembelajaran itu sendiri atau dengan bidang studi.28

Menurut Bloom, hasil belajar mancakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Domain kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari knowledge (pengetahuan, ingatan), comprehension (pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh), application (menerapkan), analysis (menguraikan, menentukan hubungan), synthesis (mengoranisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru), dan evaluation (menilai). Domain afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari receiving (sikap menerima), responding (memberikan respons), valuing (nilai), organization (organisasi), dan characterization (karakterisasi). Domain psikomotorik yang berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak yang terdiri dari initiatory,

28

(33)

pre-routine, dan rountinized. Psikomotorik juga mencakup keterampialn produktif, teknik, fisik, social, menajerial, dan intelektual.29

Belajar adalah suatu perubahan perilaku, akibat interaksi dengan lingkungannya. Interaksi biasanya berlangsung secara sengaja, dengan demikian belajar dikatakan berhasil apabila terjadi perubahan dalam diri individu. Berikut merupakan karakteristik perubahan hasil belajar:30

a. Perubahan Intensional

Perubahan yang terjadi dalam proses belajar adalah berkat pengalaman atau praktek yang dilakukan dengan sengaja dan disadari, bukan kebetulan. Karakteristik ini mengandung konotasi bahwa siswaa menyadari akan adanya perubahan yang dialami atau sekurang-kurangnya ia merasakan adanya perubahan dalam dirinya.

b. Perubahan Positif Aktif

Perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat positif dan aktif. Positif baik, bermanfaat serta sesuai dengan harapan. Adapun perubahan aktif artinya tidak terjadi dengan sendirinya seperti karena proses kematangan.

c. Perubahan Efektif Fungsional

Perubahan yang timbul karena proses belajar bersifat efektif, yakni berhasil guna. Artinya perubahan tersebur membawa pengaruh, makna, dan manfaat tertentu bagi siswa. Selain itu proses belajar bersifat fungsional dalam arti bahwa ia relatif menetap dan setiap saat apabila dibutuhkan, perubahan tersebut dapat direproduksi dan dimanfaatkan.

Dari uraian tersebut maka hasil belajar merupakan sesuatu yang dicapai atau diperoleh siswa berkat adanya usaha atau fikiran yang mana hal tersebut dinyata2kan dalam bentuk pengusaan, pengetahuan dan kecakapan yang terdapat dalam berbagai aspek kehidupan, sehingga nampak perubahan pada diri individu. Hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotrik. Ketiga aspek tersebut berkaitan dengan tingkat akademik siswa, sikap serta motorik siswa

29

Agus Suprijono, Cooperative Learning Teori dan Aplikasi Paikem (Surabaya: Pustaka Pelajar, 2009), Cet. 1, h. 6-7

30

(34)

yang berubah setelah mengalami proses belajar. Diharapkan perubahan yang terjadi pada diri siswa merupakan perubahan positif yang sesuai dengan harapan.

4. Bilangan Pecahan

a. Pengertian Bilangan Pecahan

Bilangan pecahan merupakan bagian dari materi pada pembelajaran matematika. Bilangan pecahan sudah dikenalkan kepada anak saat mereka duduk di kelas III. Tingkat kesulitan pada bilangan pecahan juga disesuaikan dengan jenjang pendidikan anak.

Kata pecahan berarti bagian dari keseluruhan yang berukuran sama. Kata pecahan berasal dari bahasa latin fractio yang berarti memecah menjadi bagian-bagian yang lebih kecil. Sebuah pecahan mempunyai dua bagian yaitu pembilang dan penyebut, yang dalam penulisannya dipisahkan oleh garis lurus, misalnya ; ; dan seterusnya. Dalam lambang bilangan (dibaca satu per

tiga), angka “tiga” menunjukkan banyaknya bagian-bagian yang sama dari suatu keseluruhan atau utuh dan disebut sebagai penyebut, sedangkan angka

“satu” menunjukkan banyaknya bagian yang menjadi perhatian atau digunakan

atau diambil dari keseluruhan pada saat tertentu dan disebut sebagai pembilang.31

Pecahan dapat diartikan sebagai bagian dari sesuatu yang utuh. Dalam ilustrasi gambar, bagian yang dimaksud adalah bagian yang diperhatikan, yang biasanya ditandai dengan arsiran. Bagian inilah yang dinamakan pembilang. Adapun bagian yang utuh adalah bagian yang dianggap sebagai satuan dan dinamakan penyebut.32

Bilangan pecahan merupakan salah satu topik yang sulit untuk diajarkan. Kesulitan itu terlihat dari kurang bermaknanya kegiatan pembelajaran yang dilakukan, dan sulitnya pengadaan media pembelajaran.

31

Sukajati, Pembelajaran Operasi Penjumlahan Pecahan di SD Menggunakan Berbagai Media, (Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika, 2008), h. 6

32

(35)

Sehingga biasanya langsung diajarkan pengenalan angka, seperti , 1 disebut pembilang dan 2 disebut penyebut. Bilangan pecahan sangat erat hubungannya dengan satuan, maka metode mengajarkan bilangan pecahan ini perlu sekali bantuan visualisasi dengan satuan.

Berikut pedoman-pedoman yang harus dicamkan dalam mengembangkan strategi perhitungan untuk pecahan:33

1) Mulai dengan tugas kontekstual sederhana.

2) Hubungkan pengertian perhitungan pecahan dengan perhitungan bilangan asli.

3) Biarkan penaksiran dan metode informal memainkan peranan yang besar pada pengembangan strategi.

4) Eksplorasi setiap operasi dengan menggunakan model.

b. Bilangan Pecahan dengan Kontekstual

Dalam pelaksanaan pembelajaran diharapkan guru mengangkat permasalahan-permasalahan keseharian untuk menghilangkan kesan abstrak dari konsep. Guru dapat menyediakan benda-benda kongkrit seperti tali, kertas, pita, kertas berwarna, kue, serta benda yang ada di kelas baik meja, lantai, maupun papan tulis. Pada kelas III materi pembelajaran matematika bahasan pecahan terdiri dari penjumlahan pecahan, pengurangan pecahan, membandingkan pecahan, serta menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan pecahan.

Adapun untuk menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan bilangan pecahan dapat kita lakukan dengan menggunakan media pembelajaran yang menarik untuk dipraktikan oleh siswa. Untuk lebih memahami konsep mengenai bilangan pecahan, perhatikan ilustrasi berikut.

33

(36)

Pada gambar di atas terdapat gambar bagian satu donat utuh dan donat yang telah dipotong menjadi dua bagian sama besar. Ini menunjukkan bahwa

“satu” bagian donat (yang menunjukkan banyaknya bagian yang menjadi perhatian atau digunakan atau diambil) dipotong menjadi “dua” (menunjukkan

banyaknya bagian-bagian yang sama dari suatu keseluruhan atau utuh). Jika ditulis dalam lambang bilangan pecahan menjadi . Apabila diperhatikan makan donat yang dipotong menjadi dua bagian tersebut berbentuk menjadi setengah lingkaran.

(37)

digunakan atau diambil) dipotong menjadi “delapan” (menunjukkan banyaknya bagian-bagian yang sama dari suatu keseluruhan atau utuh). Jika ditulis dalam lambang bilangan pecahan menjadi (tiap satu bagian kue yang dipotong sama besar). Apabila satu bagian utuh kue tersebut dipotong menjadi delapan bagian kemudian kita ambil satu bagian kue yang dipotong, maka akan tersisa 7 potong bagian kue. Hal ini berarti satu bagian penuh kue sama artinya dengan delapan potong kue yang telah dipotong. Jika dilambangkan ke dalam lambang bilangan pecahan maka 1 bagian utuh kue sama dengan , dan jika di ambil satu bagian kue yang telah dipotong itu sama dengan . Jadi jika kue tersebut diambil satu bagian kue potong dapat ditulis – = .

[image:37.595.112.523.136.605.2]

Sebagai ilustrasi dari kue yang telah dipotong, gambar di bawah ini dapat dikenalkan kepada siswa untuk lebih memahami makna pecahan. Siswa diminta untuk memotong langsung gambar yang telah disediakan oleh guru, sehingga siswa akan lebih ingat dan memahami materi pecahan.

(38)

Dengan pembelajaran yang demikian konsep mengenai bilangan pecahan akan lebih mudah diingat oleh siswa. Pembelajaran akan lebih bermakna dengan media pembelajaran yang sesuai sehinggan dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

1) Penjumlahan Pecahan

Jika penyebutnya sama dapat langsung dijumlah pembilang-pembilangnya sedemikian sehingga + = . Namun jika penyebutnya berbeda maka terlebih dahulu penyebutnya disamakan. Di bawah ini contoh penyelesaian penjumlahan pecahan.

Contoh:

Jadi dapat kita simpulkan bahwa + =

Berikut ini merupakan contoh penjumlahan dengan penyebut yang berbeda, terlebih dahulu penyebutnya disamakan jika dalam perhitungan pecahan. Dapat diilustrasika sebagai berikut.

+ = + =

(39)
[image:39.595.111.516.213.703.2]

Dalam mengenal berbagai jenis bentuk pecahan, siswa juga dapat dikenalkan melalui bangun datar lainnya, misalnya persegi panjang. Di bawah ini merupakan contoh bentuk pecahan yang diambil dari persegi panjang dengan nilai yang sama tetapi menggunakan bentuk yang berbeda. Misal, nilai dapat dikenalkan dengan berbagai bentuk pecahan dalam gambar persegi panjang sebagai berikut.

=

=

=

(40)

2) Pengurangan Pecahan

Jika penyebutnya sama dapat langsung dikurang pembilang-pembilangnya sedemikian sehingga - = . Namun jika penyebutnya berbeda maka terlebih dahulu penyebutnya disamakan. Di bawah ini contoh penyelesaian pengurangan pecahan.

Contoh:

3) Membandingkan Pecahan

Membandingkan bilangan pecahan dapat dilakukan menggunakan gambar yang telah ditentukan untuk membandingkan besarnya suatu pecahan. Contoh:

Pada gambar di bawah ini terdapat dua buah pizza yang dipotong. Siswa diminta untuk menentukan bagian pizza mana yang lebih besar atau lebih kecil dari bagian yang telah dipotong tiap satu bagiannya.

Pizza pertama dipotong menjadi bagian dan pizza yang kedua dipotong menjadi bagian.

Lebih besar

(41)

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Hasil penelitian yang relevan dilakukan oleh Siti Aisyah (2010) yang berjudul “Pengaruh Pembelajaran Kontekstual Terhadap Kemampuan Komunikasi

Matematik Siswa”. Penelitian tersebut dilakukan pada siswa kelas 7 dan VIII-8 SMPN 16 Jakarta terkait materi pembelajaran matematika pada bahasan Relasi dan Fungsi. Pada kelas eksperimen hasil penelitian ini sebagian besar siswa sudah mampu mengekspresikan peristiwa sehari-hari ke dalam bentuk diagram, grafik dan pasangan berurutan. Siswa juga mampu mempresentasikan masalah sehari-hari ke dalam bentuk notasi/simbol matematika. Sedangkan pada kelas kontrol sebagian besar siswa lebih mampu menerjemahkan bahasa matematika ke dalam bentuk angka-angka. Secara umum kemamapuan komunikasi matematik siswa kelas eksperimen lebih tinggi dari kelas kontrol. Pada kelas eksperimen rata-rata kelas sebesar 61,24 sedangkan pada kelas control rata-rata kelas sebesar 54,08.

Selain itu juga terdapat penelitian Didin Junaedin (2012) yang berjudul

“Peningkatah Hasil Belajar Matematika Siswa MI Melalui Pembelajaran Model

CTL pada Pokok Bahasan Pecahan”. Penelitian tersebut dilakukan pada siswa kelas V MIS Miftahul Huda terkait pembelajaran kontekstual pada matematika pokok bahasan bilangan pecahan. Kemampuan siswa menyelesaikan soal bilangan pecahan pada kelompok eksperimen (yang dalam pembelajarannya menggunakan pembelajaran kontekstual) lebih tinggi dari rata-rata kemampuan menyelesaikan soal bilangan pecahan pada kelompok control (yang dalam pembelajaran menggunakan pembelajaran konvensional). Pada penelitian ini menyebutkan bahwa hasil belajar pada kelas eksperimen rata-rata kelas sebesar 12,952 dan pada kelas kontrol rata-rata kelas sebesar 10,095.

C. Kerangka Berpikir

(42)

bermakna. Kemampuan siswa dalam mengaitkan materi pelajaran dengan lingkungan yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari di luar konteks sekolah merupakan hal yang sangat penting dalam pembelajaran. Hal ini merupakan salah satu bentuk pola pembelajaran yang dapat mengeksplorasi kemampuan siswa dalam pembelajaran kontekstual.

Pembelajaran kontekstual merupakan konsep yang membantu guru dalam mengaitkan materi pelajaran dengan dunia nyata dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuannya dengan penerapan dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Pembelajaran seperti itu dapat mendorong siswa untuk dapat menginterpretasikan dan mengekspresikan berbagai fenomena yang terjadi di dunia luar ke dalam bentuk/model matematika sehingga dapat menghubungkan konsep pembelajaran matematika yang bersifat abstrak kepada yang konkret. Selain itu di dalam pembelajaran kontekstual siswa didorong untuk aktif bekerja sama dan melakukan diskusi serta menemukan dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan.

(43)
[image:43.595.92.560.109.588.2]

Gambar 2.1

Diagram Kerangka Berpikir

D. Hipotesis Penelitian Tindakan

Berdasarkan kajian teoritis dan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis penelitian yang diajukan adalah dengan menerapkan pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa pada pokok bahasan bilangan pecahan.

Konstruk-tivisme

Inkuiri Authentic

assessment

Masyarakat belajar

(44)

31

Penelitian dilaksanakan di SD Al-Zahra Indonesia beralamat di Komplek Vila Dago, Pamulang, Tangerang Selatan. Adapun waktu pelaksanaan penelitian adalah pada semester ganjil tahun ajaran 2014/2015 pada bulan September 2014.

B.Metode Penelitian dan Rancangan Siklus Penelitian

Metode penelitian yang penulis lakukan adalah Penelitian Tindakan Kelas. Penelitian tindakan kelas merupakan penelitian yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan menyelesaikan masalah pembelajaran, serta memberikan kesempatan bagi guru dalam mengambil tindakan yang tepat dalam rangka meningkatkan dan memperbaiki pembelajaran. Penelitian tindakan kelas ini dilakukan pada pembelajaran matematika untuk meningkatkan hasil belajar pada pokok bahasan bilangan pecahan dengan menerapkan pembelajaran kontekstual.

Penelitian ini lebih menekankan kepada proses tindakan penelitian, oleh sebab itu berhasil atau tidaknya suatu penelitian dapat dilihat dari proses tindakannya. Agar proses berjalan dengan lancar, peneliti harus mempersiapkan dengan matang segala sesuatu yang menjadi pendukung sebuah proses agar dapat dikatakan berhasil.

Adapun tahapan dalam penelitian tindakan kelas adalah perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Sedangkan rancangan dari setiap aspek pokok yang akan menjadi gambaran dari proses penelitian adalah sebagai berikut. 1. Perencanaan (Planning)

(45)

pengajaran disertai pula dengan penyusunan instrumen penelitian, soal akhir siklus I dan II.

2. Pelaksanaan (Acting)

Dalam pelaksanaan tindakan, peneliti melakukan kolaborasi dengan guru kelas. Peneliti sebagai pelaku tindakan yang perannya sebagai guru yang menjalankan pembelajaran dengan penerapan pembelajaran kontekstual, sedangkan guru sebagai observer yang berperan sebagai pengamat. Pengamatan yang dilakukan oleh observer adalah pengamatan terhadap keaktifan siswa dan pengamatan terhadap pembelajaran yang dilakukan oleh guru dengan penerapan pembelajaran kontekstual pada lembar observasi kegiatan belajar siswa yang telah disediakan peneliti. Pada tahap pelaksanaan ini rancangan strategi dan skenario yang sudah didiskusikan bersama diterapkan.

3. Observasi (Observing)

Pada tahap ini observer melakukan monitoring terhadap proses tindakan kelas, situasi kelas, dengan menggunakan pedoman observasi yang telah disiapkan oleh peneliti agar data yang diperoleh akurat untuk perbaikan pada siklus berikutnya. Dalam kegiatan ini peneliti mengadakan pengamatan terhadap proses pembelajaran, apakah siswa mengalami kesulitan atau tidak dalam mengikuti pembelajaran melalui penerapan pembelajaran kontekstual. 4. Refleksi

Data-data yang diperoleh saat observasi, dikumpulkan dan dianalisis secara menyeluruh kemudian dilakukan evaluasi guna menyempurnakan tindakan berikutnya. Jika terdapat masalah dari proses refleksi maka dilakukan pengkajian ulang melalui siklus berikutnya.

(46)
[image:46.595.112.531.178.603.2]

keberhasilan telah tercapai maka penelitian dihentikan. Tetapi apabila indikator keberhasilan belum tercapai, maka dilanjutkan pada penelitian siklus III dan hasil refleksi siklus II sebagai acuannya.

Gambar 3.1

Alur Penelitian Tindakan Kelas

C. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas III SD Al-Zahra Indonesia Pamulang tahun pelajaran 2014/2015, dengan jumlah siswa 22 orang yang terdiri dari 12 orang perempuan dan 10 orang laki-laki. Penelitian dilakukan di kelas III

Perencanaan Siklus I Pelaksanaan Pembelajaran Kontekstual Pengamatan Siklus I Refleksi Siklus I Perencanaan Siklus II Pengamatan Siklus II Refleksi Siklus II Pelaksanaan Pembelajaran Kontekstual Hasil Belajar Matematika Siswa Sudah Mencapai Keberhasilan Hasil Belajar Matematika Siswa Rendah Hasil Belajar Matematika Siswa Masih Rendah

Jika belum mencapai keberhasilan, maka dilanjutkan ke siklus

(47)

berdasarkan hasil pengamatan awal sebelum penelitian yang dirundingkan dengan guru kelas bahwa hasil belajar matematika siswa di kelas tersebut masih rendah.

D. Peran dan Posisi Peneliti dalam Penelitian

Posisi peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai pelaku tindakan penelitian, hingga penyusunan laporan penelitian tindakan kelas. Dalam melakukan tindakan penelitian, peneliti berkolaborasi dengan guru kelas yang posisinya sebagai observer untuk membantu peneliti dalam mengamati pelaksanaan kegiatan yang berkenaan dengan masalah hasil belajar matematika tentang bilangan pecahan pada pembelajaran matematika sebagai sumber data penelitian.

E. Tahapan Intervensi Tindakan

Tahapan intervensi tindakan ini berlangsung beberapa siklus dimana setiap siklus terdiri dari empat kegiatan, yaitu perencanaan, pelaksanaan, analisis, dan refleksi. Pada tahapan penelitian kegiatan pendahuluan dilakukan beberapa tindakan yaitu sebagai berikut.

1. Melakukan wawancara kepada guru matematika. 2. Observasi proses pembelajaran di kelas penelitian.

3. Mensosialisasikan pembelajaran siswa dengan menerapkan pembelajaran kontekstual pada pembelajaran matematika.

Pada saat yang bersamaan kegiatan ini juga disertai dengan kegiatan observasi serta diikuti dengan kegiatan refleksi. Tahap tindakan pada siklus I antara lain:

1. Pemberian informasi tentang rencana pembelajaran.

2. Siswa diminta untuk mengerjakan tugas sesuai dengan skenario. 3. Memberikan arahan dan tugas untuk kegiatan berikutnya.

(48)
[image:48.595.111.529.182.729.2]

Prosedur penelitian di atas bila digambarkan, seperti terlihat pada tabel berikut.

Tabel 3.1

Prosedur Kegiatan Prapenelitian Kegiatan Prapenelitian 1. Observasi masalah yang ada di SD Al-Zahra Indonesia 2. Membuat instrumen penelitian

3. Wawancara dengan guru kelas (yang bersangktan) 4. Menentukan kelas subjek penelitian

5. Observasi proses pembelajaran di kelas penelitian Prosedur Kegiatan pada Siklus I

Siklus

I

Perencanaan 1. Membuat rencana pengajaran

2. Mendiskusikan RPP dengan guru kolaborator

3. Menyiapkan materi ajar (mengenal bilangan pecahan) untuk setiap pertemuan

4. Menyiapkan lembar observasi kegiatan belajar siswa 5. Menyiapkan lembar kerja siswa pada setiap pertemuan 6. Menyiapkan soal akhir siklus

Pelaksanaan

1. Melaksanakan program pembelajaran sesuai dengan rencana tindakan 2. Melaksanakan pembelajaran kontekstual

3. Siswa mengerjakan LKS secara kelompok 4. Penilaian hasil tes siklus I

Observasi

Tahapan ini berlangsung bersamaan dengan tahap pelaksanaan yang terdiri dari observasi terhadap siswa, mencatat semua hal yang terjadi selama proses pembelajaran dan dibantu oleh observer (guru kelas).

(49)

Prosedur Kegiatan pada Siklus II

Siklus

II

Perencanaan 1. Membuat rencana pengajaran

2. Mendiskusikan RPP dengan guru kolaborator

3. Menyiapkan materi ajar (operasi bilangan pecahan) untuk setiap pertemuan

4. Menyiapkan lembar observasi kegiatan belajar siswa 5. Menyiapkan lembar kerja siswa pada setiap pertemuan 6. Menyiapkan soal akhir siklus

Pelaksanaan

1. Melaksanakan program pembelajaran sesuai dengan rencana tindakan 2. Melaksanakan pembelajaran kontekstual

3. Siswa mengerjakan LKS secara individu 4. Penilaian hasil tes siklus II

Observasi

Tahapan ini berlangsung bersamaan dengan tahap pelaksanaan yang terdiri dari observasi terhadap siswa, mencatat semua hal yang terjadi selama proses pembelajaran dan dibantu oleh observer (guru kelas).

Refleksi

Menentukan keberhasilan dan kekurangan pelaksanaan siklus II yang akan dijadikan dasar pelaksanaan siklus berikutnya.

F. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan

(50)

G. Data dan Sumber Data

Jenis data yang diperoleh dari penelitian ini adalah data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif berasal dari data hasil belajar siswa pada ranah kognitif tentang bilangan pecahan. Teknik pengumpulan data kuantitatif ini diperoleh dengan memberikan tes. Tes yang diberikan berupa soal essay yang diberikan pada setiap akhir siklus.

Sementara data kualitatif berasal dari data pengamatan tindakan aktivitas siswa selama proses pembelajaran. Teknik pengumpulan data kualitatif ini diperoleh dengan menggunakan lembar observasi kegiatan siswa dalam proses pembelajaran. Data pengamatan tindakan tersebut digunakan untuk mengontrol kesesuaian anatara perencanaan dengan pelaksanaan tindakan pembelajaran menggunakan model pembelajaran kontekstual.

H. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Observasi

Observasi dilaksanakan saat proses pembelajaran berlangsung. Observasi ini digunakan untuk mengetahui jalannya proses pembelajaran, data hasil observasi dalam penelitian ini adalah data hasil observasi proses pembelajaran siswa yang diisi oleh observer.

2. Teknik Tes

(51)

3. Dokumentasi

Kegiatan dokumentasi ini dilakukan dengan mengambil gambar atau foto-foto pada saat pembelajaran berlangsung.

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan beberapa instrumen antara lain:

1. Instrumen Tes

Instrumen tes yang digunakan adalah tes formatif, yaitu tes yang dilaksanakan pada setiap akhir siklus. Tes ini bertujuan untuk mengukur peningkatan hasil belajar matematika siswa yang berkaitan dengan bilangan pecahan. Adapun tes formatif ini berbentuk soal uraian yang terdiri dari enam butir soal pada setiap akhir siklus.

2. Instrumen Non Tes

Instrumen non tes yang digunakan adalah lembar observasi proses pembelajaran. Lembar observasi proses pembelajaran yaitu lembar observasi yang digunakan untuk mengetahui aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Lembar observasi juga digunakan untuk menganalisa dan merefleksi setiap siklus untuk memperbaiki pembelajaran pada siklus berikutnya.

I. Teknik Pemeriksaan Keterpercayaan

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah pengamatan dari setiap aktivitas siswa yang termasuk dalam indikator hasil belajar siswa dalam mengikuti pelajaran matematika saat pembelajaran kontekstual berlangsung. Hasil setiap pengamatan didiskusikan bersama observer untuk melakukan tindakan pada siklus selanjutnya. Selain itu peneliti juga mengumpulkan data dari hasil belajar siswa berupa lembar kerja siswa maupun tugas lain yang diberikan. Dengan demikian data yang diperoleh merupakan hasil observasi dan tes siswa.

1. Pengujian Validitas Instrumen

(52)

mampu atau tidaknya alat tersebut mencapai tujuan pengukuran yang dikehendaki dengan tepat.1

Untuk mengukur validitas suatu soal digunakan rumus sebagai berikut :

∑ ∑ ∑

√[ ∑ ∑ ][ ∑ ∑ ]

Keterangan:

: Koefisien kolerasi

n : Banyaknya subyek

∑ : Jumlah nilai setiap butir soal

∑ : Jumlah nilai total

∑ : Jumlah Hasil perkalian tiap –tiap skor asli dari x dan y

Uji validitas ini dilakukan dengan membandingkan hasil perhitungan rxy

dengan rtabel Product Moment pada taraf signifikansi 5% dengan terlebih dahulu

menetapkan degrees or fredomnya atau derajat kebebasannya yaitu db = n-2. Adapun kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut:

a. Jika rxy ≥ rtabel, maka soal tersebut dinyatakan valid. b. Jika rxy < rtabel, maka soal tersebut dinyatakan tidak valid.

Setelah diadakan uji validitas, instrumen siklus I yang telah diujicobakan dari

7 butir soal adalah 6 butir soal valid dan 1 butir soal tidak valid. Butir soal yang valid

adalah soal bernomor 1, 2, 3, 4, 5, dan 6, sedangkan butir soal yang tidak valid

bernomor 7. Pada siklus II hasil uji validitas instrumen dari 7 butir soal adalah 6 butir

soal valid dan 1 butir soal tidak valid. Butir soal yang valid adalah soal bernomor 1,

2, 3, 4, 5, dan 7, sedangkan butir soal yang tidak valid bernomor 6.

2. Uji Reliabilitas Instrumen

Reliabilitas adalah tingkat atau derajat konsistensi dari suatu instrument. Reliabilitas tes berkenaan dengan pertanyaan, apakah suatu tes teliti dan dapat dipercaya sesuai dengan criteria yang telah ditetapkan.2

1

Ahmad Sopyan, dkk., Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), h. 105.

2

(53)

Instrumen yang reliabel adalah instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur objek yang sama akan menghasilkan data yang sama.3 Adapun rumus yang digunakan untuk mengukur realiabilitas suatu tes dengan menggunakan rumus Alpha, yaitu:4





22

11

1

1

t i

n

n

r

Dengan Keterangan: 11

r : Koefisien reliabeilitas tes

n : Banyaknya butir pernyataan yang valid 1 : Bilangan konstanta

2

i

: Jumlah varians skor tiap-tiap item

2

t

: Varians total

Indeks reliabilitas diklasifikasikan sebagai berikut:5 0,81 – 1,00 = sangat tinggi

0,61 – 0,80 = tinggi 0,41 – 0,60 = cukup 0,21 – 0,40 = rendah

0,00 – 0,20 = sangat rendah

Berdasarkan hasil pengujian validitas diperoleh 6 soal yang valid, butir soal yang valid ini kemudian diuji relibilitasnya. Adapun hasil uji reliabilitas instrumen pada siklus I dari 6 butir soal diperoleh nilai r11=0,77 dengan

kriteria reliabilitas tinggi. Sedangkan hasil uji reliabilitas instrumen pada siklus II dari 6 butir soal diperoleh nilai r

Gambar

Tabel 3.1 Prosedur Kegiatan Penelitian
Gambar 4.1 Aktivitas belajar saat menunjukkan bangun datar sederhana yang
Gambar di atas merupakan ilustrasi kue yang dipotong menjadi berbagai
gambar persegi panjang sebagai berikut.
+7

Referensi

Dokumen terkait

NO NAMA PESERTA TGL... NO NAMA

Dia mengatakan bahwa tugas perkembangan adalah tugas yang muncul pada saat atau sekitar satu periode tertentu dari kehidupan individu dan jika berhasil akan menimbulkan fase

Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 70 tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan Hasil

2009, Alat Pendeteksi Warna Berdasarkan Warna Dasar Penyusun RGB Dengan Sensor TCS230 Colour Detector Device Based of Basic Composer RGB by TCS230 Censor.. Yogyakarta, 14

Saya jadi sering menunda-nunda tugas kuliah maupun yang paling terakhir ini tugas skrpsi saya terlambat karena saya lebih memilih bermain game online, saya sering tidur malam

Jenis penelitian yang digunakan berdasarkan tujuan penelitian adalah penelitian eksplanatori , yaitu untuk mengetahui pengaruh antar variabel baik parsial maupun simultan karena

Berdasarkan analisis pembahasan seperti yang telah dipaparkan pada bagian sebelumnya, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: (1) prestasi belajar

Izin mendirikan bangunan, yang selanjutnya disingkat IMB, adalah perizinan yang diberikan oleh pemerintah daerah kepada pemohon untuk membangun baru, rehabilitasi/renovasi,