• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembuatan Bihun Instan Dari Pati Empat Varietas Ubi Jalar Yang Dimodifikasi Dengan Heat Moisture Treatment (HMT)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pembuatan Bihun Instan Dari Pati Empat Varietas Ubi Jalar Yang Dimodifikasi Dengan Heat Moisture Treatment (HMT)"

Copied!
106
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBUATAN BIHUN INSTAN DARI PATI EMPAT VARIETAS

UBI JALAR YANG DIMODIFIKASI DENGAN

HEAT

MOISTURE TREATMENT

(HMT)

VERA APRYANA LASE 070305017

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

PEMBUATAN BIHUN INSTAN DARI PATI EMPAT VARIETAS

UBI JALAR YANG DIMODIFIKASI DENGAN

HEAT

MOISTURE TREATMENT

(HMT)

SKRIPSI

Oleh :

VERA APRYANA LASE 070305017

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

(3)

PEMBUATAN BIHUN INSTAN DARI PATI EMPAT VARIETAS

UBI JALAR YANG DIMODIFIKASI DENGAN

HEAT

MOISTURE TREATMENT

(HMT)

SKRIPSI

Oleh :

VERA APRYANA LASE

070305017/TEKNOLOGI HASILPERTANIAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

(4)

Judul Skripsi : Pembuatan Bihun Instan dari Pati Empat Varietas Ubi Jalar yang Dimodifikasi dengan Heat Moisture Treatment (HMT)

Nama : Vera Apryana Lase Nim : 070305017

Departemen : Teknologi Pertanian Program Studi : Teknologi Hasil Pertanian

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing,

Dr.Ir.Elisa Julianti, Msi Linda Masniary Lubis, STP, MSi Ketua Anggota

Mengetahui:

Dr. Ir. Herla Rusmarilin, MS. Ketua Departemen

(5)

Penelitian ini dibiayai oleh PT. Indofood Sukses Makmur, Tbk melalui Program Indofood Riset Nugraha 2011, sesuai dengan Perjanjian Kerjasama Penelitian

(6)

ABSTRAK

PEMBUATAN BIHUN INSTAN DARI PATI EMPAT VARIETAS UBI JALAR YANG DIMODIFIKASI DENGAN HEAT MOISTURE TREATMENT (HMT)

Dibimbing oleh Elisa Julianti dan Linda Masniary Lubis.

Pati ubi jalar berpotensi sebagai bahan pembuatan bihun instan. Tetapi pati alami memiliki kelemahan tidak tahan pada suhu panas, tidak tahan kondisi asam dan kelarutan pati alami terbatas di dalam air. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari jenis varietas ubi jalar terhadap karakteristik bihun instan yang dibuat dari pati ubi jalar yang dimodifikasi dengan heat moisture treatment (HMT).

Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap. Tahap pertama ekstraksi pati dan karakteristik fisikokimia pati alami. Tahap kedua modifikasi pati dengan heat moisture treatment (HMT) dan karakteristik fisikokimia dan fungsional pati termodifikasi. Tahap tiga pembuatan bihun instan dan karakterisitik bihun instan meliputi analisis proksimat, daya serap air (DSA), kehilangan padatan akibat pemasakan, warna, tekstur (persen elongasi), dan uji organoleptik (tekstur, warna dan rasa). Hasil penelitian menunjukkan bahwa modifikasi pati dengan heat moisture treatment (HMT) dapat meningkatkan viskositas puncak, viskositas setback, viskositas akhir, dan suhu gelatinisasi pati tetapi menurunkan nilai viskositas breakdown pati. Varietas ubi jalar memberikan pengaruh terhadap karakterisitik bihun instan yang dibuat dari pati yang dimodifikasi dengan heat moisture treatment (HMT). Bihun instan yang terbaik dari empat varietas ubi jalar tersebut adalah bihun instan dari pati ubi jalar putih termodifikasi karena memiliki kehilangan padatan akibat pemasakan yang rendah, kadar lemak yang rendah, tetapi memiliki warna/kecerahan yang tinggi dan disukai panelis yang tampak dari uji organoletik rasa dan teksturnya.

Kata Kunci : Ubi jalar, pati termodifikasi heat moisture treatment, bihun instan, varietas ABSTRACT

MANUFACTURE of INSTANT BIHON FROM FOUR VARIETIES of SWEET POTATO STARCH MODIFIED with HEAT MOISTURE TREATMENT (HMT)

Supervised by Elisa Julianti and Linda Masniary Lubis.

Sweet potato starch has a potential to be made into instant bihon. But the natural starch has some weaknesses as i.e could not stand hot temperature, couldn't stand acid condition and has limited natural starch solubility in water. This research was aimed to determine the influence of type of sweet potato varieties on the characteristics of instant bihon made from sweet potato starch modified with heat moisture treatment (HMT).

This research was done in three steps. The first step was starch extraction and the physicochemical characteristics of natural starch. The second step was modification of starch with heat moisture treatment (HMT) and the physicochemical characteristics and functional properties of the modified starch was determined. The third step was manufacturing of instant bihon and characteristics of the instant bihon through proximate analysis, the power of water absorption (DSA), cooking loss, solid losses colors, textures (percent elongation), and organoleptic test (texture, color and taste). The results showed that the modification of starch with heat moisture treatment (HMT) could increase the peak viscosity, setback viscosity, final viscosity and gelatinization temperature but lowering the value of the breakdown viscosity. Variety of sweet potatoes influenced the characteristics of instant bihon made from starch modified with heat moisture treatment (HMT). The best bihon of the four varieties of sweet potatoes was those made from white sweet potato starch because it has a low cooking losses, low fat, but have high color/brightness and preferred by panelist through organoleptic flavor and texture.

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 24 April 1990 dari Bapak Sam Lase dan Ibu R. Tafonao. Penulis merupakan anak ketiga dari lima bersaudara.

Tahun 2007 penulis lulus dari SMA Negeri 3 Gunungsitoli dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis memilih program studi Teknologi Hasil Pertanian, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Ikatan Mahasiswa Teknologi Hasil Pertanian (IMTHP), anggota Keluarga Kristen Ilmu dan Teknologi Pangan (KKITP) dan sebagai asisten Laboratorium di Laboratorium Analisa Kimia Bahan Pangan pada tahun 2010-2011. Selain itu juga, penulis aktif dalam organisasi ekstra yaitu sebagai anggota Unit Kegiatan Mahasiswa Kebaktian Mahasiswa Kristen Unit Pelayanan Fakultas Pertanian (UKM KMK UP FP) dan anggota Forum Mahasiswa Nias-USU (ForMaN-USU).

Penulis telah melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di Pabrik Teh

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Pembuatan Bihun Instan dari Pati Empat Varietas Ubi Jalar yang

Dimodifikasi dengan Heat Moisture Treatment (HMT).”

Pada kesempatan ini penulis menghaturkan pernyataan terima kasih sebesar-besarnya kepada kedua orangtua penulis yang telah membesarkan, memelihara, mendidik penulis selama ini, kepada abang saya Rahmat Yan Putra Lase dan Asbartanov Lase serta kedua adik kembar saya Krisjul Yohana &Krisjul Yohani Lase atas doa dan dukungannya. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Elisa Julianti, M.Si selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu Linda Masniary Lubis, STP, M.Si selaku anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan berharga kepada penulis dari mulai menetapkan judul, melakukan penelitian, sampai pada ujian akhir.

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada PT. Indofood Sukses Makmur, Tbk melalui Program Indofood Riset Nugraha 2011, sesuai dengan Perjanjian Kerjasama Penelitian No: SKE.074/S1/IRN-ISM/V/2011 tanggal 2 Mei 2011 yang telah mensponsori penuh dalam penelitian penulis.

(9)

Institut Pertanian Bogor, dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu di sini yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan skripsi ini semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Medan, April 2012

(10)
(11)

BAHAN DAN METODA Pengaruh Modifikasi Pati dengan Heat Moisture Treatment (HMT) terhadap Karakteristik Fisikokimia Pati Ubi Jalar... 41

Pengaruh Modifikasi Pati dengan Heat Moisture Treatment (HMT) terhadap Karakteristik Pasta Pati Ubi Jalar... 44

Pengaruh Modifikasi Pati dengan Heat Moisture Treatment (HMT) terhadap Karakteristik Fungsional Pati Ubi Jalar... 47

Karakterisitik Bihun Instan dari Pati Empat Varietas Ubi Jalar yang Dimodifikasi dengan Heat Moisture Treatment (HMT)... 50

Kadar serat (%bk) bihun instan... 51

(12)

Tekstur (% elongasi)... 54

Warna (L)... 55

Organoleptik warna (numerik)... 57

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 59

Saran ... 60

DAFTAR PUSTAKA ... 61

(13)

DAFTAR TABEL

No. Hal

1. Luas panen dan produksi ubi jalar di Sumatera Utara ... 2

2. Komposisi kimia ubi jalar dalam 100 gr bahan segar. ... 7

3. Kandungan gizi dari ubi jalar putih, kuning danungu ... 8

4. Kandungan pati pada beberapa bahan pangan ... 12

5. Sifat fisik pati ubi jalar ... 12

6. Sifat kimia pati ubi jalar ... 13

7. Sifat fungsional pati ubi jalar ... 13

8. Kandungan gizi bihun per 100 g bahan ... 18

9. Syarat mutu bihun instan berdasarkan SNI 01-3742-1995 ... 21

10. Skala hedonik untuk aroma, rasa dan tekstur ... 38

11. Pengaruh HMT terhadap karakteristik fisikokimia pati dari empat varietas ubi jalar ... 42

12. Pengaruh HMT terhadap karakteristik pasta pati dari empat varietas ubi jalar ... 44

13. Pengaruh HMT terhadap karakteristik fungsional pati dari empat varietas ubi jalar ... 48

14. Pengaruh HMT terhadap kadar abu, daya larut dalam air dingin, dextrose equivalent (DE) dan derajat polimerisasi (DP)pati dari empat varietas ubi jalar. ... 49

15. Karakteristik bihun instan dari pati empat varietas ubi jalar yang dimodifikasi dengan HMT ... 50

16. Uji LSR kadar serat (%bk) bihun instan ... 52

(14)
(15)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal

1. Struktur rantai linier dari molekul amilosa ... 10 2. Struktur molekul amilopektin ... 11 3. Skema ekstraksi pati ubi jalar ... 39 4. Skema modifikasi pati dengan

heat moisture treatment (HMT) ... 40 5. Skema pembuatan bihun instan ... 40 6. Bentuk granula pati alami dan termodifikasi dari

pati empat varietas ubi jalar dengan perbesaran 400kali ... 43 7. Karakteristik pasta pati alami ubi jalar putih dan

termodifikasi HMT ... 46 8. Karakteristik pasta pati alami ubi jalar kuningdan

termodifikasi HMT ... 47 9. Karakteristik pasta pati alami ubi jalar oranye dan

termodifikasi HMT ... 47 10. Karakteristik pasta pati alami ubi jalar ungu dan

termodifikasi HMT ... 47 11. Kadar serat (%bk) bihun instan dari

pati empat varietas ubi jalar termodifikasi ... 52

12. Kehilangan padatan akibat pemasakan(%bk) bihun instan dari

empat varietas ubi jalar ... 53

13. Tekstur (%E) bihun instan dari

pati empat varietas ubi jalar termodifikasi ... 55

14. Warna bihun instan dari pati empat varietas ubi jalar termodifikasi ... 56

15. Organoleptik warna (numerik) bihun instan dari

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal

1. Data uji t pengaruh modifikasi HMT terhadap karakterisitik

fisikokimia pati dari empat varietas ubi jalar ... 65

2. Data uji t pengaruh modifikasi HMT terhadap karakterisitik pasta pati dari empat varietas ubi jalar ... 66

3. Data pengamatan kadar abu (%bk) pati termodifikasi ... 67

4. Data pengamatan daya serap air (g/g) pati termodifikasi ... 68

5. Data pengamatan daya serap mnyak (g/g) pati termodifikasi ... 69

6. Data pengamatan daya larut dalam air dingin (%bk) pati termodifikasi ... 70

7. Data pengamatan kejernihan pasta (%T) pati termodifikasi ... 71

8. Data pengamatan dextrose equivalent (mikrogram/ml) pati termodifikasi ... 72

9. Data pengamatan derajat polimerisasi (mikrogram/ml) pati termodifikasi ... 73

10. Data pengamatan kadar abu (%bk) bihun instan ... 74

11. Data pengamatan kadar lemak (%bk) bihun instan ... 75

12. Data pengamatan kadar protein (%bk) bihun instan ... 76

13. Data pengamatan kadar serat kasar (%bk) bihun instan ... 77

14. Data pengamatan daya serap air (%bk) bihun instan ... 78

15. Data pengamatan kehilangan padatan akibat pemasakan (%bk) bihun instan ... 79

16. Data pengamatan tekstur (%E) bihun instan ... 80

17. Data pengamatan warna(L) bihun instan ... 81

(17)
(18)

ABSTRAK

PEMBUATAN BIHUN INSTAN DARI PATI EMPAT VARIETAS UBI JALAR YANG DIMODIFIKASI DENGAN HEAT MOISTURE TREATMENT (HMT)

Dibimbing oleh Elisa Julianti dan Linda Masniary Lubis.

Pati ubi jalar berpotensi sebagai bahan pembuatan bihun instan. Tetapi pati alami memiliki kelemahan tidak tahan pada suhu panas, tidak tahan kondisi asam dan kelarutan pati alami terbatas di dalam air. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari jenis varietas ubi jalar terhadap karakteristik bihun instan yang dibuat dari pati ubi jalar yang dimodifikasi dengan heat moisture treatment (HMT).

Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap. Tahap pertama ekstraksi pati dan karakteristik fisikokimia pati alami. Tahap kedua modifikasi pati dengan heat moisture treatment (HMT) dan karakteristik fisikokimia dan fungsional pati termodifikasi. Tahap tiga pembuatan bihun instan dan karakterisitik bihun instan meliputi analisis proksimat, daya serap air (DSA), kehilangan padatan akibat pemasakan, warna, tekstur (persen elongasi), dan uji organoleptik (tekstur, warna dan rasa). Hasil penelitian menunjukkan bahwa modifikasi pati dengan heat moisture treatment (HMT) dapat meningkatkan viskositas puncak, viskositas setback, viskositas akhir, dan suhu gelatinisasi pati tetapi menurunkan nilai viskositas breakdown pati. Varietas ubi jalar memberikan pengaruh terhadap karakterisitik bihun instan yang dibuat dari pati yang dimodifikasi dengan heat moisture treatment (HMT). Bihun instan yang terbaik dari empat varietas ubi jalar tersebut adalah bihun instan dari pati ubi jalar putih termodifikasi karena memiliki kehilangan padatan akibat pemasakan yang rendah, kadar lemak yang rendah, tetapi memiliki warna/kecerahan yang tinggi dan disukai panelis yang tampak dari uji organoletik rasa dan teksturnya.

Kata Kunci : Ubi jalar, pati termodifikasi heat moisture treatment, bihun instan, varietas ABSTRACT

MANUFACTURE of INSTANT BIHON FROM FOUR VARIETIES of SWEET POTATO STARCH MODIFIED with HEAT MOISTURE TREATMENT (HMT)

Supervised by Elisa Julianti and Linda Masniary Lubis.

Sweet potato starch has a potential to be made into instant bihon. But the natural starch has some weaknesses as i.e could not stand hot temperature, couldn't stand acid condition and has limited natural starch solubility in water. This research was aimed to determine the influence of type of sweet potato varieties on the characteristics of instant bihon made from sweet potato starch modified with heat moisture treatment (HMT).

This research was done in three steps. The first step was starch extraction and the physicochemical characteristics of natural starch. The second step was modification of starch with heat moisture treatment (HMT) and the physicochemical characteristics and functional properties of the modified starch was determined. The third step was manufacturing of instant bihon and characteristics of the instant bihon through proximate analysis, the power of water absorption (DSA), cooking loss, solid losses colors, textures (percent elongation), and organoleptic test (texture, color and taste). The results showed that the modification of starch with heat moisture treatment (HMT) could increase the peak viscosity, setback viscosity, final viscosity and gelatinization temperature but lowering the value of the breakdown viscosity. Variety of sweet potatoes influenced the characteristics of instant bihon made from starch modified with heat moisture treatment (HMT). The best bihon of the four varieties of sweet potatoes was those made from white sweet potato starch because it has a low cooking losses, low fat, but have high color/brightness and preferred by panelist through organoleptic flavor and texture.

(19)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Produksi pangan di negara-negara sedang berkembang terus meningkat. Namun demikian peningkatan ini tidak seimbang dengan pertambahan jumlah penduduk sehingga terjadi masalah hal ketersediaan pangan. Ketergantungan pada komoditas pangan pokok tertentu menjadi salah satu penyebab sulitnya mengatasi

masalah ketersediaan pangan tersebut.

Pangan pokok sumber karbohidrat yang bersifat lokal (indigenous) banyak

ditemukan pada beberapa daerah di Indonesia. Konsumsi pangan pokok lokal dan

pengolahannya secara tradisional sudah berlangsung turun temurun di berbagai daerah

di Indonesia. Kondisi yang demikian itu sangat potensial untuk usaha penelitian dan

pengembangan diversifikasi pangan berbasis pangan pokok lokal.

Ubi jalar merupakan tanaman pangan yang berpotensi sebagai pengganti beras dalam program diversifikasi pangan karena efisien dalam menghasilkan energi, vitamin, dan mineral, berdasarkan produktivitas per hektar per hari dibandingkan dengan tanaman pangan lainnya. Dari segi nutrisi, ubi jalar merupakan sumber energi yang baik, mengandung sedikit protein, vitamin, dan mineral berkualitas tinggi (Horton, et al., 1989).

(20)

Berdasarkan angka tetap (ATAP) produksi ubi jalar tahun 2007 dan 2008 serta angka ramalan (ARAM) II produksi ubi jalar tahun 2009, produktivitas ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.

Tabel 1. Luas panen dan produksi ubi jalar di Sumatera Utara

Uraian ATAP ATAP ARAM II

2007 2008 2009

Luas panen (Ha) 12,129 10,316 12,359

Produktivitas (ku/Ha) 96,99 110,69 113,39

Produksi (Ton) 117,641 114,186 140,138

Sumber: Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, (2009).

Secara umum pati yang terdapat di alam (selanjutnya disebut pati alami) memiliki kekurangan yang sering menghambat aplikasinya dalam proses pengolahan pangan. Kekurangannya yaitu kebanyakan pati alami tidak tahan pada pemanasan suhu tinggi. Dalam proses gelatinisasi pati, biasanya akan terjadi penurunan kekentalan suspensi pati dengan meningkatnya suhu pemanasan. Apabila dalam proses pengolahan digunakan suhu tinggi (misalnya pati alami digunakan sebagai pengental dalam produk pangan yang diproses sterelisasi) maka akan dihasilkan kekentalan produk yang tidak sesuai. Kelarutan pati alami terbatas di dalam air. Kemampuan pati untuk membentuk tekstur yang kental atau gel, akan menjadi masalah apabila dalam proses pengolahan diinginkan konsentrasi pati yang tinggi, namun tidak diinginkan kekentalan atau struktur gel yang tinggi.

(21)

itu, pati alami sering dimodifikasi untuk menghasilkan pati yang sesuai dengan kondisi proses pengolahan. Modifikasi pati dilakukan untuk mengatasi sifat-sifat dasar pati alami yang kurang menguntungkan seperti dijelaskan di atas sehingga dapat memperluas penggunaanya dalam proses pengolahan pangan serta menghasilkan karakteristik produk pangan yang diinginkan (Kusnandar, 2010).

Pati modifikasi adalah pati yang telah diubah sifat aslinya, yaitu sifat kimia dan/atau fisiknya sehingga mempunyai karakteristik sesuai dengan yang dikehendaki (Wurzburg, 1989). Modifikasi pati terbagi dua yaitu dengan perlakuan fisik, pemanasan pada kadar air tertentu (heat moisture treatment / HMT) dan dengan perlakuan kimia, ikatan silang (crosslink), hidrolisis asam, oksidasi, dekstrinasi dan konversi asam (Collado, et al., 2001).

Kemampuan daya serap air dari pati termodifikasi adalah lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak termodifikasi. Tingginya daya serap air ini dihubungkan dengan kemampuan produk untuk mempertahankan tingkat kadar air terhadap kelembaban lingkungan dan peranan gugus hidrofilik pada susunan molekulnya (Afrianti, 2004).

(22)

Perumusan Masalah

Bihun merupakan salah satu makanan yang paling populer di Asia terutama di Asia Timur dan Asia Tenggara. Sepertinya halnya dengan mie instan, bihun instan disukai karena penyajiannya yang cepat. Bihun biasanya terbuat dari tepung beras. Sehingga kebutuhan beras untuk pembuatan tepung diperlukan sangat banyak. Tetapi kondisinya sekarang ini, ketersediaan beras semakin sedikit dan semakin mahal. Karena itu dalam pembuatan bihun instan penggunaan tepung beras diganti dengan pati ubi jalar. Setiap jenis pati memiliki karakteristik dan sifat fungsional yang berbeda. Sifat fungsional pati yang terbatas menyebabkan terbatasnya pula aplikasi pati

tersebut untuk produk pangan. Karena itu untuk mengatasinya perlu peningkatan sifat

fungsional dan karakteristik pati yang dapat diperoleh melalui modifikasi pati. Pati modifikasi adalah pati yang telah diubah sifat aslinya, yaitu sifat kimia dan/atau fisiknya sehingga mempunyai karakteristik sesuai dengan yang dikehendaki. Modifikasi pati dapat dilakukan dengan perlakuan fisik, diantaranya dengan pemanasan

pada kadar air tertentu (hydrothermal atau heat moisture treatment).

Tujuan Penelitian

(23)

Kegunaan Penelitian

Sebagai sumber informasi ilmiah dan rekomendasi bagi pengusaha makanan dan pakar pangan dalam menentukan bahan baku pembuatan bihun instan serta sebagai sumber data dalam penyusunan skripsi di Departemen Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Hipotesa Penelitian

(24)

TINJAUAN PUSTAKA

Ubi Jalar (Ipomoea batatas L)

Tanaman ubi jalar (Ipomoea batatas L) diduga berasal dari benua Amerika, tetapi para ahli botani dan pertanian memperkirakan daerah asal tanaman ubi jalar adalah Selandia Baru, Polinesia dan Amerika bagian tengah. Ubi jalar mulai menyebar ke seluruh dunia, terutama ke negara-negara beriklim tropis pada abad ke-16. Orang-orang Spanyol menyebarkan ubi jalar ke kawasan Asia, terutama Filipina, Jepang dan Indonesia. Cina merupakan penghasil ubi jalar terbesar mencapai 90% (rata-rata 114,7 juta ton) dari yang dihasilkan dunia (FAO, 2004).

Bentuk olahan ubi jalar yang cukup potensial dalam kegiatan agroindustri sebagai upaya peningkatan nilai tambah adalah tepung dan pati yang merupakan produk antara untuk industri pangan seperti roti, cake, biskuit dan mie terutama sebagai substitusi dalam penggunaan terigu. Sebagai contoh, kue kering dapat diolah dari 100% tepung ubi jalar, sedangkan cake dibuat dari campuran 25-50% tepung ubi jalar dengan 50-75% terigu. Selain itu penggunaan tepung ubi jalar pada pembuatan cake dan kue dapat menghemat penggunaan gula sebesar 20% dibandingkan dengan cake dan kue yang dibuat dari 100% terigu, karena kandungan gula pada ubi jalar yang cukup tinggi. Mie dapat dibuat dari campuran 20% tepung ubi jalar dan 80% terigu (Antarlina, 1999).

(25)

kuning tidak semanis varietas yang berwarna putih tetapi memiliki bau dan rasa serta sifat-sifat yang baik untuk dimasak (Pantastico, 1986)

Menurut Juanda dan Cahyono (2004) ubi jalar dibedakan menjadi beberapa golongan yaitu ubi jalar putih yakni jenis ubi jalar yang memiliki daging umbi berwarna putih, ubi jalar kuning yakni jenis ubi jalar yang memiliki daging umbi berwarna kuning, kuning muda atau putih kekuning-kuningan, ubi jalar oranye yakni jenis ubi jalar yang memiliki daging umbi berwarna oranye, ubi jalar jingga yakni jenis ubi jalar yang memiliki daging umbi berwarna jingga hingga merah jingga, ubi jalar ungu yakni jenis ubi jalar yang memiliki daging umbi berwarna ungu muda hingga ungu.

Komposisi Kimia Ubi Jalar

Banyak varietas ubi jalar, seperti ubi jalar putih, kuning dan ungu. Komposisi kimia ubi jalar secara umum dapat dilihat pada Tabel 2 dan kandungan gizi dari ubi jalar putih, kuning dan ungu dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 2. Komposisi kimia ubi jalar dalam 100 gr bahan segar

Senyawa Komposisi

Kalsium (mg/100 gram) 29,0

Fosfor (mg/100 gram) 51,0

(26)

Tabel 3. Kandungan gizi dari ubi jalar putih, kuning dan ungu

Kandungan Ubi jalar putih Ubi jalar kuning Ubi jalar ungu

Zat pati (%) 28,79 24,47 12,64

Gula reduksi(%) 0,32 0,11 0,30

Lemak (%) 0,77 0,68 0,94

Protein (%) 0,89 0,49 0,77

Air (%) 62,24 68,78 70,46

Abu (%) 0,93 0,99 0,84

Serat (%) 25 2,79 3

Vitamin C (mg/100mg) 28,68 29,22 21,43 Antosianin (mg/100gr) 0,06 0,456 11,051

Sumber : Arixs (2006) dalam Winarti (2010)

(27)

Pati

Pati secara alami terdapat di dalam senyawa-senyawa organik di alam yang tersebar luas seperti di dalam biji-bijian, akar, batang yang disimpan sebagai energi selama dormansi dan perkecambahan. Ketika tanaman menghasilkan molekul-molekul pati, tanaman akan menyimpannya di dalam lapisan-lapisan di sekitar pusat hilum membentuk suatu granula yang kompak ( Smith, 1982).

Pati memegang peranan penting dalam ฀ristal฀ pengolahan pangan secara luas juga dipergunakan dalam ฀ristal฀ seperti kertas, lem, tekstil, lumpur pemboran, permen, glukosa, dekstrosa, sirup fruktosa, dan lain-lain. Dalam perdagangan dikenal dua macam pati yaitu pati yang belum dimodifikasi dan pati yang telah dimodifikasi. Pati yang belum dimodifikasi atau pati biasa adalah semua jenis pati yang dihasilkan dari pabrik pengolahan dasar misalnya tepung ฀ristal (Koswara, 2006).

Pati merupakan campuran dari amilosa dan amilopektin yang tersusun di dalam granula pati. Amilosa merupakan polimer linier yang mengandung 500-2000 unit glukosa yang terikat oleh ikatan α-(1,4) sedangkan amilopektin selain mengandung ikatan α-(1,4) juga mengandung ikatan α-(1,6) sebagai titik percabangannya. Molekul amilosa dan amilopektin dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2 ( Smith, 1982; Swinkels, 1985; Pomeranz, 1991).

(28)

O

Penggunaan sumber pati sebagai pembentuk gel atau pembentuk film, memerlukan jenis pati yang mengandung amilosa lebih tinggi. Amilosa berperan penting dalam pembentukan gel dan film karena kemudahan amilosa untuk membentuk ikatan hydrogen ฀rista sendiri pada saat pasta pati dihasilkan. Pati dengan kandungan sekitar 25-30% (misalnya pati beras dan jagung) umumnya dapat memberikan karakter gel pati yang kompak. Sebagai contoh, dalam pembuatan sohun, bihun, dan mie diperlukan tepung dengan kandungan amilosa yang cukup tinggi karena akan berpengaruh pada kekuatan tekstur gel dari untaian mie yang dihasilkan (Kusnandar, 2010).

Menurut Almatsier (2004) dalam butiran pati, rantai-rantai amilosa dan amilopektin tersusun dalam bentuk semi ฀ristal, yang meyebabkan tidak larut dalam air dan memperlambat proses pencernaannya oleh ฀ristal ฀ristal฀. Bila dipanaskan dengan air, struktur ฀ristal rusak dan rantai polisakarida akan mengambil posisi acak. Hal inilah yang menyebabkannya mengembang dan memadat (gelatinisasi). Cabang-cabang yang terletak pada bagian amilopektinlah yang terutama sebagai penyebab terbentuknya gel yang cukup stabil. Proses pemasakan pati di samping menyebabkan terbentuknya gel juga dapat melunakkan dan memecah sel, sehingga mempermudah proses pencernaan. Dalam proses pencernaan semua bentuk pati dihidrolisa menjadi glukosa

(29)

O

Gambar 2. Struktur molekul amilopektin (Swinkels 1985).

Menurut Swinkels (1985) jika granula pati dipanaskan dan akan tercapai pada suhu dimana pada saat itu akan terjadi hilangnya sifat polarisasi cahaya pada hilum, mengembangnya granula pati yang bersifat tidak dapat kembali disebut dengan gelatinisasi.

Menurut Olku and Rha (1978) di dalam Pomeranz (1991) gelatinisasi granula pati mencakup hal-hal sebagai berikut.

1. Hidrasi dan mengembangnya beberapa kali dari ukuran semula. 2. Hilangnya sifat birefringence.

3. Peningkatan kejernihan pasta.

4. Peningkatan konsistensi dan pencapaian puncak secara cepat dan jelas.

5. Ketidaklarutan molekul-molekul linier dan pendifusian dari granula yang pecah. 6. Retrogradasi dari campuran sampai membentuk gel

(30)

gandum 50-860C, tapioka 68-920C, Corn waxy 68-900C (Smith, 1982; Swinkels, 1985).

Komposisi Kimia Pati Ubi Jalar

Kandungan pati pada beberapa bahan pangan pati (%) dalam basis kering dapat dilihat pada Tabel 4. Sifat fisik, kimia dan fungsional pati ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 5, Tabel 6 dan Tabel 7.

Tabel 4. Kandungan pati pada beberapa bahan pangan

Bahan Pangan Pati (%) dalam basis kering

Biji gandum 67

Sumber : Iptek Net, (2005).

Tabel 5. Sifat fisik pati ubi jalar

Varietas (P) Warna Densitas kamba Sudut curah Bentuk

Tabel 6. Sifat kimia pati ubi jalar

(31)

Tabel 7. Sifat fungsional pati ubi jalar berdasarkan %bk

Varietas (P) Daya serap Daya serap Kejernihan Suhu gelatinisasi air (g/g) minyak(g/g) pasta(%T) pati (0C) Ubi jalar ungu muda 0,81 1,04 86,14 79,70

±0,03 ±0,01 ±0,14 ±2,8

Ubi jalar kuning 0,98 0,95 87,54 76,60

±0,10 ±0,02 ±0,52 ±2,17

Ubi jalar putih 0,98 1,11 89,28 64,87

±0,53 ±0,015 ±0,49 ±2,31

Ubi jalar ungu 0,96 1,10 88,10 71,33

±0,02 ±0,014 ±0,14 ±0,96

(Futri, 2008).

Modifikasi Pati

Setiap jenis pati memiliki karakteristik dan sifat fungsional yang berbeda. Sifat fungsional pati yang terbatas menyebabkan terbatasnya pula aplikasi pati tersebut untuk produk pangan. Peningkatan sifat fungsional dan karakteristik pati dapat diperoleh melalui modifikasi pati (Manuel, 1996). Pati modifikasi adalah pati yang telah diubah sifat aslinya, yaitu sifat kimia dan/atau fisiknya sehingga mempunyai karakteristik sesuai dengan yang dikehendaki (Wurzburg, 1989).

Pati termodifikasi adalah pati yang telah mengalami perlakuan fisik atau kimia secara terkendali sehingga mengubah satu atau lebih dari sifat asalnya, seperti suhu awal gelatinisasi, karakteristik selama proses gelatinisasi, ketahanan oleh pemanasan, pengasaman dan pengadukan, serta kecenderungan retrodegrasi (Kusnandar, 2010).

(32)

untuk modifikasi pati cenderung lebih aman dan alami dibandingkan perlakuan kimia (Collado, et al., 2001).

Kemampuan daya serap air dari pati termodifikasi adalah lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak termodifikasi. Tingginya daya serap air ini dihubungkan dengan kemampuan produk untuk mempertahankan tingkat kadar air terhadap kelembaban lingkungan dan peranan gugus hidrofilik pada susunan molekulnya (Afrianti, 2004).

Modifikasi Pati dengan Heat Moisture Treatment (HMT)

Heat moisture treatment (HMT) adalah proses pemanasan pati pada suhu tinggi di atas suhu gelatinisasi dalam kondisi semi kering, yaitu tingkat kadar air yang lebih rendah dari kondisi yang disyaratkan untuk terjadinya proses gelatinisasi. Kadar air yang disyaratkan untuk proses HMT adalah 18-30% dan suhu yang digunakan adalah 1000C (Lorenz dan Kulp, 1981).

Perubahan-perubahan yang terjadi pada parameter fisik pati disebabkan adanya hubungan antara faktor berikut, yaitu: (i) terjadinya perubahan struktur pada area berkristal (crystalline) dan area tak beraturan (amorphous) pada granula pati, serta (ii) terjadinya modifikasi fisik pada bagian permukaan granula pati selama proses HMT berlangsung (Manuel, 1996).

(33)

Jika pati mentah dimasukkan ke dalam air dingin, maka granula pati akan menyerap air dan mengembang. Namun jumlah air yang terserap dan pengembangannya terbatas. Air yang terserap tersebut hanya dapat mencapai kadar 30%. Peningkatan volume granula pati yang terjadi di dalam air pada suhu antara 550C sampai 650C merupakan pembengkakan yang sesungguhnya, dan setelah pembengkakan ini granula pati dapat kembali pada kondisi semula. Granula pati dapat dibuat membengkak luar biasa, tetapi bersifat tidak dapat kembali lagi pada kondisi semula. Perubahan tersebut disebut gelatinisasi. Pati yang telah mengalami gelatinisasi dapat dikeringkan. Bahan yang telah kering tersebut masih mampu menyerap air kembali dalam jumlah yang besar. Sifat inilah yang digunakan agar instant rice dan instant pudding dapat menyerap air kembali dengan mudah, yaitu dengan menggunakan pati yang telah mengalami gelatinisasi (Winarno, 1992).

(34)

Pati berdasarkan profil gelatinisasinya ada 4 jenis yaitu tipe A, B, C dan D. Profil tipe A menunjukkan pati yang memiliki kemampuan mengembang yang tinggi yang ditunjukkan dengan tingginya viskositas maksimum serta terjadi penurunan selama pemanasan (mengalami breakdown) contohnya pati kentang dan tapioka. Profil tipe B mirip pati tipe A tetapi dengan viskositas maksimum lebih rendah contohnya pati dari serealia. Profil tipe C adalah pati yang mengalami pengembangan yang terbatas, yang ditunjukkan dengan tidak adanya viskositas maksimum dan viskositas breakdown (menunjukkan ketahanan panas yang tinggi) contohnya pati kacang hijau dan pati yang dimodifikasi dengan ikatan silang dan heat moisture treatment (HMT). Profil tipe D adalah pati yang mengalami pengembangan terbatas yang ditunjukkan dengan rendahnya profil viskositas misalnya pati yang mengandung amilosa lebih dari 55% (Schoch dan Maywald, 1968 dalam Kusnandar, 2010).

Perilaku gelatinisasi dan profil pemastaan dari campuran tepung-air dan pati-air dapat dimonitor menggunakan Rapid Visco Analyzer (RVA) yang merupakan viskometer dengan pemanasan dan pendinginan sekaligus untuk mengukur resistansi sampel terhadap penanganan dengan pengadukan terkontrol. Prinsip pengukuran RVA sama dengan Brabender Amilograf hanya saja waktu pengukurannya lebih singkat (15-20 menit). RVA dapat memberikan simulasi proses pengolahan pangan dan digunakan untuk mengetahui pengaruh proses tersebut terhadap karakteristik fungsional struktural dari campuran tersebut (Copeland, et al., 2009).

Bihun Instan

(35)

awalnya berkembang di Cina bagian selatan yang terpengaruh pada kemunculan mi di Cina bagian utara. Bedanya, bila pertanian Cina bagian utara didominasi oleh gandum, bihun muncul di Cina Selatan yang pertaniannya lebih bertumpu pada beras (Wikipedia, 2011a).

Di pasaran dikenal dua jenis bihun, yaitu bihun kering dan bihun instan. Bihun kering merupakan suatu bahan makanan yang dibuat dari tepung beras dengan/tanpa bahan tambahan dan berbentuk benang-benang. Sedangkan bihun instan adalah produk makanan kering yang dibuat dari tepung beras dengan/tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan, berbentuk benang-benang dan matang setelah dimasak atau diseduh dengan air mendidih paling lama 3 menit (Koswara, 2006). Kandungan Gizi Bihun per 100 g bahan dapat dilihat pada Tabel 8.

Pada prinsipnya, tidak ada perbedaan antara produk bihun biasa dengan bihun instan. Perbedaan yang menyolok hanya menyangkut waktu pemasakan. Bihun instan akan matang dalam air panas sekitar 4 menit, sedangkan bihun biasa memerlukan waktu lebih lama. Keunggulan bihun instan tersebut dapat diperoleh melalui sedikit modifikasi pada proses pembuatannya. Modifikasi tersebut adalah penambahan air kansui, pemasakan tahap pertma lebih lama, ukuran cetakan bihun instan lebih kecil serta pemasakan tahap kedua yang lebih lama dari bihun biasa.

(36)

bihun instan waktunya menjadi lebih lama sekitar 1,5 jam (tergantung juga pada jumlah adonan yang dimasak).

Tabel 8. Kandungan gizi bihun per 100 g bahan

Sumber :Asean Food Compotition Tables (2000) di dalam Suyanti (2009)

Pencetakan bihun dengan ekstruder dilakukan dengan ukuran cetakan yang lebih kecil dibandingkan bihun biasa sehingga dihasilkan bihun yang lebih halus dan lembut. Ukuran yang lebih halus ini menyebabkan luas permukaan bihun menjadi bertambah sehingga lebih mudah menyerap air pada saat dimasak. Inilah yang menyebabkan bihun instan lebih cepat matang dibandingkan bihun biasa.

Setelah bihun dicetak, pemasakan tahap kedua juga dilakukan dengan waktu yang lebih lama agar 100% pati menjadi matang (pati tergelatinisasi sempurna). Pemasakan tahap kedua biasa dilakukan sampai 2 jam tergantung jumlah bahannya. Oleh karena pati bihun telah matang sempurna maka proses pemasakan bihun instan tentu saja menjadi lebih cepat dibandingkan bihun biasa (Astawan, 2008).

(37)

Bahan yang Ditambahkan

Air kansui

Air kansui disebut juga garam alkali. Masyarakat pada umumnya mengenalnya dengan sebutan air obat atau air abu. Tetapi ada juga yg menyebutnya air kie atau air khi.

Air kansui dipergunakan dalam pembuatan bihun instan. Air kansui merupakan campuran dari air dengan garam potassium karbonat, natrium karbonat, natrium tripolifosfat, serta natrium klorida dengan perbandingan tertentu. Berfungsi untuk mempercepat pengikatan gluten, meningkatkan elastisitas dan fleksibilitas, meningkatkan kehalusan tekstur, serta meningkatkan sifat kenyal (Astawan, 2008). Sodium tripolyphospate (STTP)

Sodium tripolyphosphate (STTP) merupakan senyawa polifosfat dari natrium dengan rumus Na5P3O10. STPP berbentuk bubuk atau granula berwarna putih dan

tidak berbau. STPP dapat pula bereaksi dengan pati. Ikatan antara pati dengan fosfat diester atau ikatan silang antar gugus hidroksil (OH), akan menyebabkan ikatan pati menjadi kuat, tahan terhadap pemanasan, dan asam sehingga dapat menurunkan derajat pembengkakan granula, dan meningkatkan stabilitas adonan. Menurut FDA (Food and Drug Administration) penggunaan alkali fosfat adalah 0,5 % pada produk. Penggunaan melebihi dosis 0,5% akan menurunkan penampilan produk, yaitu terlalu kenyal seperti karet dan terasa pahit (Wikipedia, 2011b).

CMC (Carboxy Methyl Cellulose)

(38)

pengemulsi dan dalam beberapa hal dapat meratakan penyebaran antibiotik (Winarno, 1992).

(39)

Syarat Mutu Bihun Instan

Syarat mutu bihun instan dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Syarat mutu bihun instan berdasarkan SNI 01-3742-1995

No. Uraian Satuan Persyaratan

1.

Uji kematangan (bihun:air 1:5) b/b

Air, % b/b

Abu tanpa garam, % b/b

Protein (N x 6,25) % b/b

Derajat asam, mg KOH/100g contoh

(40)

Studi Pendahuluan yang Telah Dilaksanakan

(41)

BAHAN DAN METODA

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2011 – Maret 2012 di Laboratorium Analisa Kimia Bahan Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Dalam penelitian ini alat-alat penelitian dan alat analisis sebagian ada di laboratorium tersebut, sedangkan pengujian dengan alat Chromameter, Kett whitenessmeter, Rapid Visco Analyzer (RVA), Rheoner RE-3305 dilakukan di Laboratorium Teknik Kimia dan PAU Pangan dan Gizi, IPB Bogor.

Bahan Penelitian

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah 4 varietas ubi jalar yaitu ubi jalar putih, kuning, oranye dan ungu. Dalam pembuatan bihun instan digunakan pati termodifikasi HMT dari empat varietas ubi jalar tersebut.

Bahan Kimia

Adapun bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah etanol, NaOH, hexan, aquadest, H2SO4, K-Na-Tartarat, Na-karbonat, glukosa standard, iod, phenol,

HCl, H2SO4 pekat, DNS. Bahan-bahan kimia yang digunakan adalah bahan-bahan

untuk analisa sifat fisikokimia dan fungsional pati dan bihun instan.

Alat Penelitian

(42)

digunakan untuk karakterisasi sifat fisika-kimia dan fungsional pati alami dan pati termodifikasi HMT adalah neraca analitik, cawan alamunium, cawan porselin, desikator, mikroskop polarisasi cahaya, hot plate, Chromameter, Kett whitenessmeter,

Rapid Visco Analyzer (RVA), Rheoner RE-3305, centrifuge, tanur, dan peralatan gelas lainnya. Peralatan yang digunakan untuk pembuatan bihun instan adalah alat pencetak bihun (ampia), beacker glass, panci pengukusan, loyang dan oven pengering. Peralatan yang digunakan untuk karakterisasi bihun instan adalah cawan alamunium, cawan porselin, Soxlet, hot plate, labu KjeIdahl dan Autoclave.

Metode Penelitian

Kegiatan yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari tiga tahap yaitu: a. Tahap 1 : Pembuatan pati alami. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak

Lengkap (RAL) dengan faktor tunggal, yaitu varietas ubi jalar (V) yang terdiri dari 4 taraf yaitu :

V1 = Ubi jalar putih V2 = Ubi jalar kuning V3 = Ubi jalar oranye V4 = Ubi jalar ungu

Semua perlakuan dibuat dalam 5 kali ulangan. Kemudian dilakukan pengujian karakteristik fisiko pati ubi jalar alami yang diamati meliputi kadar air, derajat asam, derajat putih, bentuk dan ukuran granula pati serta karakteristik pasta. b. Tahap 2 : Modifikasi pati dengan Heat Moisture Treatment (HMT). Penelitian

(43)

V1 = Pati alami dari ubi jalar putih V2 = Pati alami dari ubi jalar kuning V3 = Pati alami dari ubi jalar oranye V4 = Pati alami dari ubi jalar ungu

Semua perlakuan dibuat dalam 5 kali ulangan. Dilakukan pengujian karakteristik fisiko kimia pati ubi jalar termodifikasi HMT yang diamati meliputi kadar air, derajat asam, derajat putih, bentuk dan ukuran granula pati, karakteristik pasta, kadar abu, serta sifat fungsional meliputi kejernihan pasta, daya larut dalam air dingin, daya serap air, daya serap minyak, dextrose equivalent dan derajat polimerisasi.

c. Tahap 3 : Pembuatan bihun instan dari pati ubi jalar termodifikasi Heat Moisture Treatment (HMT). Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan faktor tunggal, yaitu pati termodifikasi dari ubi jalar (V) yang terdiri dari 4 taraf yaitu :

V1 = Pati termodifikasi dari ubi jalar putih V2 = Pati termodifikasi dari ubi jalar kuning V3 = Pati termodifikasi dari ubi jalar oranye V4 = Pati termodifikasi dari ubi jalar ungu

(44)

akibat pemasakan, warna (metode Hunter), tekstur (elongasi) dan uji organoleptik (tekstur, warna dan rasa). Dari hasil penelitian diharapkan diperoleh bihun instan dari pati ubi jalar termodifikasi HMT dengan mutu yang terbaik dan dapat diterima masyarakat.

Model Rancangan (Bangun, 1991)

Penelitian ini dilakukan dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan faktor tunggal dengan model :

Ŷij = µ + αi + εij

dimana:

Ŷij : Hasil Pengamatan dari Faktor V pada taraf ke-i dan ulangan ke–j

µ : Efek nilai tengah umum

αi : Efek dari Faktor V pada taraf ke–i

εij : Efek galat dari faktor V pada taraf ke–i dengan ulangan ke-j.

Apabila diperoleh hasil yang berbeda nyata dan sangat nyata maka uji dilanjutkan dengan uji beda rataan dengan menggunakan uji LSR (Least Significant Range).

Tetapi untuk karakteristik fisikokimia dan karakteristik pasta pada pati alami dan termodifikasi HMT dari empat varietas ubi jalar dilakukan uji t untuk membandingkan dua perlakuan tersebut yaitu dengan menggunakan uji t secara berpasangan (paired comparison).

Pelaksanaan Penelitian

1. Ekstraksi Pati Ubi Jalar

(45)

bubur bahan ditambah air (1 bagian bubur ditambah dengan 2 bagian air) dan diaduk-aduk agar pati lebih banyak keluar dari jaringan bahan. Kemudian bubur bahan disaring dengan kain saring sehingga pati lolos dari saringan sebagai suspensi pati dan serat tertinggal pada kain saring. Suspensi pati ini ditampung pada wadah pengendapan. Lalu suspensi pati dibiarkan mengendap di dalam wadah pengendapan selama 12 jam. Pati akan mengendap sebagai pasta. Cairan di atas endapan dibuang kemudian ditambahkan air lagi dan didiamkan selama 6-8 jam agar diperoleh pati yang bersih. Kemudian air cucian pasta dibuang dan pasta diletakkan di atas loyang dan dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 500C-600C selama 20 jam. Produk yang telah kering akan mengeluarkan bunyi gemerisik bila diremas-remas. Hasil pengeringan ini disebut dengan tepung kasar. Tepung kasar ini selanjutnya dihaluskan dengan menggunakan blender dan diayak dengan ayakan yang berukuran 80 mesh. Dihasilkan pati ubi jalar dan dikemas di dalam plastik dalam keadaan tertutup rapat. Dilakukan pengujian karakteristik fisikokimia pati ubi jalar alami. 2. Modifikasi Pati dengan Heat Moisture Treatment (HMT)

Prosedur teknik HMT mengacu pada Adebowale, et al. (2005) yang dimodifikasi. Pati ubi jalar dianalisis kadar airnya terlebih dahulu. Proses modifikasi pati ubi jalar dengan teknik HMT adalah sebagai berikut: sebanyak 200 gram pati diatur kadar airnya sampai 25% dengan cara menyemprotkan aquades. Jumlah aquades ditentukan berdasarkan perhitungan kesetimbangan massa. Contoh perhitungan kesetimbangan massa adalah sebagai berikut:

(46)

177 g = 75% x BP2 BP2 = 236

Jumlah aquades = BP2 - BP1 = 236 g - 200 g = 36 g Keterangan:

KA1= Kadar air pati kondisi awal KA2= Kadar air pati yang diinginkan BP1= Bobot pati pada kondisi awal BP2= Bobot pati setelah mencapai KA2

Pati ubi jalar yang telah mencapai kadar air 25% selanjutnya ditempatkan di dalam loyang tertutup. Kemudian disimpan pada suhu 60C di refrigerator selama 12 jam untuk menyeragamkan kadar air. Selanjutnya dipanaskan selama 3 jam pada suhu 1100C sambil diaduk tiap 1jam. Setelah itu pati dikeluarkan dan didinginkan pada suhu ruang. Kemudian dikeringkan pada suhu 500C selama 4 jam. Pati yang menggumpal dihaluskan dan diayak. Dihasilkan pati ubi jalar yag termodifikasi dan dikemas di dalam plastik dalam keadaan tertutup rapat. Dilakukan pengujian karakteristik fisikokimia dan fungsional pati ubi jalar termodifikasi HMT.

3. Pembuatan Bihun Instan

(47)

Dihasilkan bihun instan dan dikemas. Dilakukan pengujian karakterisitik bihun instan.

Pengamatan dan Pengukuran Data

Pengamatan dan pengukuran data dilakukan dengan cara analisa. Pada pati ubi jalar alami diamati karakteristik fisikokimia meliputi kadar air, derajat asam, derajat putih, bentuk dan ukuran granula pati serta karakteristik pasta,. Pada pati ubi jalar termodifikasi HMT diamati karakteristik fisiko kimia meliputi kadar air, derajat asam, kadar abu, serta sifat fungsional meliputi derajat putih, kejernihan pasta, daya larut dalam air dingin, daya serap air, daya serap minyak, dextrose equivalent, derajat polimerisasi, sifat amilografi, bentuk dan ukuran granula pati. Pada bihun instan dilakukan pengujian meliputi analisis proksimat yang terdiri dari kadar air, kadar abu, kadar serat kasar, kadar lemak, kadar protein, daya serap air, kehilangan padatan akibat pemasakan, warna (metode Hunter), tekstur (elongasi) dan uji organoleptik (aroma, rasa dan tekstur).

Kadarair (AOAC, 1995).

Sampel sebanyak 5 g dimasukkan ke dalam cawan alumunium yang telah dikeringkan selama satu jam pada suhu 1050C dan telah diketahui beratnya. Sampel tersebut dipanaskan pada suhu 1050C selama tiga jam, kemudian didinginkan dalam desikator sampai dingin kemudian ditimbang. Pemanasan dan pendinginan dilakukan berulang sampai diperoleh berat sampel konstan.

(48)

Kadar abu (SNI-01-3451-1994)

Sampel sejumlah 5 g dimasukkan ke dalam cawan porselin kering yang telah diketahui beratnya (yang terlebih dulu dibakar dalam tanur dan didinginkan dalam desikator). Kemudian sampel dimasukkan ke dalam tanur dengan suhu 1000C selama satu jam kemudian suhu dinaikkan menjadi 3000C selama dua jam dan dinaikkan lagi menjadi 5000C selama dua jam hingga terbentuk abu. Setelah itu cawan yang berisi abu didinginkan dalam desikator sampai mencapai suhu kamar dan selanjutnya ditimbang beratnya. Kadar abu dihitung dengan formula sebagai berikut.

Sampel sebanyak 2 g dimasukan ke dalam labu Erlenmeyer 300 ml kemudian ditambahkan 100 ml H2SO4 0,325 N. Hidrolisis dengan Autoclave selama

15 menit pada suhu 1050C. Setelah didinginkan sampel ditambahkan NaOH 1,25 N sebanyak 50 ml, kemudian dihidrolisis kembali selama 15 menit. Sampel disaring dengan kertas saring Whatman No. 41 yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya. Kertas saring tersebut dicuci berturut-turut dengan air panas lalu 25 ml H2SO4 0,325 N, kemudian dengan air panas dan terakhir dengan 25 ml etanol 95%.

(49)

Kadar lemak (AOAC 1995)

Analisa lemak dilakukan dengan metode Soxhlet. Sampel sebanyak 5 g dibungkus dengan kertas saring, kemudian diletakkan diletakan dalam alat ekstraksi Soxhlet. Alat kondensor dipasang diatasnya dan labu lemak di bawahnya. Pelarut lemak heksan dimasukkan ke dalam labu lemak, kemudian dilakukan reflux selama ± 6 jam sampai pelarut turun kembali ke labu lemak dan berwarna jernih. Pelarut yang ada dalam labu lemak didestilasi dan ditampung kembali. Kemudian labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 1050C hingga mencapai berat yang tetap, kemudian didinginkan dalam desikator. Labu beserta lemaknya ditimbang.

Kadar protein (metode kjeIdahl, AOAC, 1995)

Sampel sebanyak 0,1 g yang telah yang telah dihaluskan dimasukkan ke dalam labu kjedhal 30 ml selanjutnya ditambahkan dengan 2,5 ml H2SO4 pekat, satu

(50)

erlenmeyer lalu dititrasi dengan NaOH 0,02 N sampai terjadi perubahan warna hijau menjadi ungu. Penetapan blanko dilakukan dengan cara yang sama.

Kadar protein = 100%

A = ml NaOH untuk tittrasi blanko B = ml NaOH untuk titrasi sampel N = Normalitas NaOH

Derajat asam pati

Ditimbang 10g pati dituang ke beacker glass, kemudian ditambahkan 100 ml etanol 70% yang sudah dinetralkan dengan indikator pp. Dikocok selama 1 jam pada alat pengocok mekanis. Saring dengan cepat melalui kertas whatman no.1. Pipet 50ml, tuangkan kedalam erlenmeyer 500 ml dan titrasi dengan larutan NaOH 0.1N.

(g)

Kejernihan pasta (Luis et al., 1999)

Pasta sampel (1%) dibuat dengan cara mensuspensikan 50 mg sampel ke dalam 5ml akuades didalam tabung reaksi berulir. Pasta sampel tersebut direbus ke dalam air mendidih selama 30 menit sambil dikocok setiap 5 menit. Selanjutnya pasta sampel didinginkan hingga suhu kamar kemudian diukur %T pada λ 650 dengan akuades sebagai blanko.

Daya serap air dan minyak pati (Sathe and Salunkhe, 1981).

(51)

dihitung dengan asumsi berat jenis air 1 g/ml sedangkan minyak 0,8888 g/ml. Kemudian dihitung dengan rumus :

(g)

Daya larut dalam air dingin (SNI 06-1451-1989)

Ditimbang teliti 2 g sampel, lalu dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml, ditambahkan air suling sampai tanda tera. Dikocok selama 1 menit dan didiamkan selama 30 menit. Setelah itu disaring dengan menggunakan kertas saring, kemudian diambil 10 ml dan dituang ke dalam cawan porselin yang sudah ditimbang beratnya. Kemudian dimasukkan ke dalam oven dengan suhu pertama 800C untuk 1 jam pertama, lalu langsung dinaikkan suhunya menjadi 900C untuk 1 jam kedua dan dinaikkan lagi menjadi 1000C untuk 1 jam ketiga, kemudian dikeluarkan dari oven dan ditimbang. Sampel tersebut dimasukkan lagi ke dalam oven selama 30 menit, lalu diangkat dan ditimbang. Perlakuan ini diulangi sampai diperoleh berat yang konstan.

(52)

ditahan pada suhu tersebut selama 5 menit. Setelah itu, suhu sampel didinginkan kembali pada suhu awal 500C selama 7,5 menit dan ditahan selama 2 menit. Kecepatan rotasi diatur pada 160 rpm selama proses. Parameter yang dapat diukur antara lain viskositas puncak, viskositas pada akhir waktu ditahan 950C atau viskositas pasta panas (VPP), viskositas akhir (FV) pada akhir pendinginan, viskositas breakdown (BD=VP-VPP), setback (SB=FV-VPP) temperatur pasta dan suhu pada saat viskositas puncak.

Bentuk granula pati, metode mikroskop polarisasi

Bentuk granula dapat dilihat di bawah mikroskop yaitu, mikroskop polarisasi cahaya dan mikroskop cahaya (Olympus model BHB, Nippon Kogaku, Jepang) yang dilengkapi dengan kamera (Olympus model C-35A) dengan cara sebagai berikut :

Untuk pengamatan di bawah mikroskop polarisasi cahaya yaitu suspensi pati disiapkan dengan mencampur butir pati dengan air destilasi, kemudian ditambahkan larutan iod untuk menambah daya kontras. Suspensi ini diteteskan di atas gelas objek dan kemudian ditutup dengan gelas penutup. Objek diuji dengan meneruskan cahaya melalui alat polisator dan selama pengamatan, alat analisator diputar sehingga cahaya terpolarisasi sempurna yang ditunjukkan oleh butir-butir pati yang belum mengalami gelatinisasi dengan sifat birefringence. Bila pengamatan dilakukan tanpa menggunakan polarisator dan alat penganalisa (analisator), maka disebut mikroskop cahaya.

Derajat putih

(53)

derajat putih 100 % (110.8). Sejumlah contoh dimasukkan ke dalam wadah khusus, dipadatkan, ditutup, kemudian dimasukkan ke dalam tempat pengukuran lalu nilai derajat putih akan keluar pada layar (A).

%

A= Nilai yang terbaca pada alat

Total gula (metode fenol sulfat dalam Apriantono, et al., 1989)

Terlebih dahulu dilakukan persiapan sampel dengan cara ditimbang bahan 5g, tambahkan 20 ml alkohol 80% dan aduk 1 jam. Disaring dengan kertas saring dan dicuci dengan aquadest sampai volume filtrat 200 ml. Dipanaskan di waterbath hingga tidak berbau etanol lagi (volume air berkurang ±50 ml). Dimasukkan ke dalam labu ukur 250 ml dan ditambahkan aquades hingga tanda tera. Dilakukan pengenceran dengan mengambil 1 ml sampel dan ditambahkan 19 ml aquadest kemudian diaduk. Setelah persiapan sampel selesai, diukur total gula dengan cara diambil 1ml sampel, ditambahkan 1 ml larutan fenol 5%, kocok. Ditambahkan dengan cepat 5 ml larutan asam sulfat pekat dengan cara menuangkan secara tegak lurus ke permukaan lautan. Dibiarkan selama 10 menit, kocok. Diukur absorbansinya pada 490 nm. Dibuat kurva standart. Kemudian ditentukan total karbohidrat atau total gula sampel (dinyatakan sebagai % glukosa).

Pengukuran gula pereduksi (metode DNS, dalam Apriantono, et al., 1989)

(54)

jika kurang dari itu ditambahkan 2 g NaOH untuk setiap kekurangan 0,1 ml HCL 0,1 N. Ditambahkan larutan glukosa standart 0,2 – 5,0 mg/ml.

Setelah itu dilakukan persiapan sampel dengan cara ditimbang pati 20g, tambahkan 40ml alkohol 80% dan aduk 1 jam. disaring dengan kertas saring dan dicuci dengan aquadest sampai volume filtrat 100 ml. Dipanaskan di waterbath hingga tidak berbau etanol lagi (volume air berkurang ±50ml). Dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml dan ditambahkan aquades hingga tanda tera. Setelah persiapan sampel selesai diukur gula reduksi dengan cara diambil 1 ml sampel dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi bertutup, ditambahkan 3 ml pereaksi DNS. Ditempatkan dalam air mendidih selama 5 menit. Dibiarkan dingin sampai suhu ruang. Diencerkan sampel bila perlu sampai dapat terukur pada kisaran 20- 80% T pada panjang gelombang 550 nm. Gunakan air sebagai blanko. Dibuat kurva standart dengan menggunakan larutan glukosa standart dengan kisaran 0,05-0,25 mg/ml. Untuk sampel yang sedikit mengandung glukosa. 3 ml pereaksi DNS akan bereaksi dengan lebih kurang 10 mg glukosa.

Dextrose equivalent (DE) (Dokic, et al., 2004)

Dextrose Equivalent merupakan tingkat konversi dari hidrolisa pati yang diukur total penurunan dari seluruh gula yang dihasilkan pada hidrolisa terhadap reagen tembaga fehling. Nilai ini dapat diukur dengan membandingkan nilai gula pereduksi terhadap total gula yang dihasilkan pada hidrolisis.

Derajat polimerisasi (DP) (Wurzburg, 1989)

(55)

dekstrosa = 1, DP maltose = 2 dan DP glukosa = 100. Kemudian DP dihitung dengan menggunakan rumus :

DE 100 DP=

Kehilangan padatan akibat pemasakan (KPAP)

Penentuan KPAP dilakukan dengan cara merebus 5 gram bihun dalam 150ml air. Setelah mencapai waktu optimum, bihun ditiriskan dan disiram air kemudian ditiriskan kembali selama 5 menit. Bihun kemudian ditimbang dan dikeringkan pada suhu 1500C sampai tercapai berat konstan.Ditimbang kembali.

%

Daya serap air bihun (Raspel, 1980)

Sebanyak 5 g contoh yang telah diketahui kadar airnya dimasukkan ke dalam air mendidih selama 10 menit. Kemudian dituang ke atas saringan plastik untuk ditiriskan selama 10 menit. Segera setelah itu dipindahkan ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya dan ditimbang (A). Cawan beserta isinya dimasukkan ke dalam oven 1050C selama 3-5 jam atau sampai beratnya konstan. Setelah itu didinginkan dalam desikator dan ditimbang (B). Berdasarkan prinsip DSA merupakan selisih antara berat air setelah rehidrasi dan sebelum rehidrasi lalu dibagi dengan berat contoh.

(56)

Pengukuran menghasilkan nilai L, a, b, dan 0H.L menyatakan parameter kecerahan. Warna kromatik campuran merah hijau ditunjukkan oleh nilai a. Warna kromatik campuran biru kuning ditunjukkan oleh nilai b.

Tekstur (elongasi)

Gaya putus dan elongasi diukur dengan alat yang sama, yaitu Rheoner RE-3305. Probe yang digunakan merupakan probe yang dapat menjepit kedua ujung mie yang akan diukur elastisitasnya. Beban voltase yang digunakan 0.2volt, test speednya 1mm/s, chart speed 40mm/menit, dengan jarak peak tertinggi 2cm. Sampel yang telah direhidrasi diletakkan pada probe dan dijepit sedemikian rupa pada kedua ujungnya. Hasil pengukuran berupa kurva yang menunjukkan hubungan antara kekuatan (g) dan waktu (s). nilai kekuatan tarikan bihun ditunjukkan pada puncak kurva dengan satuan gf (gramforce), sedangkan elongasi dinyatakan dalam persen.

Gaya putus = t ruas garis x 5gf.

% 100 20 (%)

Elongasi =∆ρ x

Uji organoleptik rasa, warna dan tekstur (numerik) (Soekarto, 1982).

(57)

Tabel 10. Skala hedonik untuk rasa, warna dan tekstur

Skala hedonik Skala numerik

Sangat suka 5

Suka 4

Agak suka / netral 3

Tidak suka 2

Sangat tidak suka 1

Gambar 3. Skema ekstraksi pati ubi jalar

1. Ubi Jalar Putih 2. Ubi Jalar Kuning 3. Ubi Jalar Oranye 4. Ubi Jalar Ungu

Dikupas dan dicuci

Dibiarkan selama 12 jam dan pati akan mengendap sebagai pasta

Diletakkan pasta diatas loyang Ubi Jalar

Ditimbang beratnya

Diparut halus hingga menjadi bubur

Ditambah air dan diaduk

Disaring dengan kain saring

Dihaluskan dengan menggunakan blender Dikeringkan di oven dengan suhu 50oC selama 20 jam

Pati Ubi Jalar Diayak dengan menggunakan ayakan ukuran 80 mesh dan dikemas

Dibuang air sebelumnya dan ditambah air lagi

Dibiarkan selama 6-8 jam

(58)

Gambar 4. Skema modifikasi pati dengan heat moisture treatment (HMT)

Gambar 5. Skema pembuatan bihun instan

Dipanaskan hingga tergelatinisasi

Pati Termodifikasi HMT

20% Tepung beras ditambah air 1:3

1. Pati termodifikasi dari 4. Pati termodifikasi dari

Ubi Jalar Ungu

Ditambah CMC 0,5%

Dicampur dan diadon Analisa :

1. Kadar air Ditambah air kansui (air abu)1%, STTP 0,5%

Dicetak

Dikukus dengan suhu 90 oC selama 3 menit

Dikeringkan pada suhu 60oC selama 1jam dan dikemas

Bihun Instan Disimpan pada suhu 6oC di refrigerator selama 12 jam

Pati Ubi Jalar

Diatur kadar air menjadi 25% dan pH menjadi 7

Dipanaskan selama 3 jam pada suhu 110oC sambil diaduk

Dikeringkan pada suhu 50oC selama 4 jam dan dikemas

Pati termodifikasi

8. Daya larut dalam air dingin 9. Daya serap air

10. Daya serap minyak 11.. Dextrose equivalent 12. Derajat polimerisasi

(59)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembuatan bihun instan dilakukan 3 tahap yaitu :

1. Karakteristik pati alami dari ubi jalar meliputi analisa kadar air, derajat asam, derajat putih, bentuk dan ukuran granula pati, serta karakteristik pasta pati. 2. Karakteristik pati termodifikasi Heat Moisture Treatment (HMT) meliputi

analisa kadar air, derajat asam, derajat putih, bentuk dan ukuran granula pati, karakteristik pasta, kadar abu, daya serap air, daya serap minyak, daya larut larut dalam air dingin, kejernihan pasta, dextrose equivalent, dan derajat polimerisasi.

3. Pembuatan bihun instan meliputi analisa kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar serat kasar, daya serap air, kehilangan padatan akibat pemasakan (KPAP), warna, tekstur (persen elongasi), dan uji organoleptik bihun instan (rasa, warna dan tekstur).

Pengaruh Modifikasi Pati dengan Heat Moisture Treatment (HMT) Terhadap Karakteristik Fisikokimia Pati Ubi Jalar

Secara umum hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa modifikasi pati dengan heat moisture treatment (HMT) memberikan pengaruh terhadap kadar abu, derajat asam, derajat putih, bentuk dan ukuran granula pati yang dihasilkan seperti pada Tabel 11.

Tabel 11 menunjukkan bahwa derajat asam dan derajat putih pada pati alami berbeda nyata dengan pati yang dimodifikasi dengan HMT kecuali derajat putih pati ubi jalar putih.

(60)

Tabel 11. Pengaruh HMT terhadap karakteristik fisikokimia pati dari empat varietas

Granula pati Modifikasi Bulat Bulat Bulat Bulat Ukuran granula Alami 4-13 3-8 3-7 3-10

pati (µm) Modifikasi 3-12 3-9 3-9 3-11

Keterangan: - Angka yang diikuti huruf yang berbeda dalam satu baris untuk tiap varietas menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5%.

-Data terdiri dari 5 ulangan ± Standar deviasi

Nilai derajat asam pati yang dimodifikasi cenderung mengalami penurunan dibanding pati alaminya. Penurunan nilai derajat asam disebabkan adanya penambahan air selama proses HMT. Penurunan nilai derajat asam akan berpengaruh dan berbanding terbalik terhadap kelarutan pati dimana semakin rendah nilai derajat asam (semakin tinggi pH) maka nilai kelarutan pati akan semakin tinggi (Adebowale, et al., 2005).

Derajat putih merupakan salah satu penilaian mutu suatu bahan pangan berbentuk tepung khususnya yang berasal dari ekstrak pati. Derajat putih merupakan daya memantulkan cahaya yang mengenai permukaan benda tersebut dibandingkan dengan standar BaSO4. Nilai derajat putih dari pati ubi jalar yang dimodifikasi

(61)

Proses modifikasi pati tidak merubah bentuk granula pati tetapi ukuran granula pati bervariasi sesuai dengan varietas ubi jalar yang digunakan. Secara umum ukuran granula yang terkecil adalah 3µm dan yang terbesar adalah 13µm seperti tampak pada Gambar 6. Setelah modifikasi dengan HMT, granula pati sedikit mengalami pengembangan dan cenderung bergabung dibanding pati alami. Hasil yang sama juga diperoleh dari penelitian Singh, et al. (2005).

Pati alami ubi jalar putih Pati ubi jalar putih termodifikasi

Pati alami ubi jalar kuning Pati ubi jalar kuning termodifikasi

Pati alami ubi jalar oranye Pati ubi jalar oranye termodifikasi

Pati alami ubi jalar ungu Pati ubi jalar ungu termodifikasi

(62)

Pengaruh Modifikasi Pati dengan Heat Moisture Treatment (HMT) Terhadap Karakteristik Pasta Pati Ubi Jalar

Secara umum hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa modifikasi pati dengan heat moisture treatment (HMT) memberikan pengaruh terhadap viskositas puncak, viskositas breakdown, viskositas setback, viskositas akhir dan suhu gelatinisasi pati yang dihasilkan seperti pada Tabel 12.

Tabel 12. Pengaruh HMT terhadap karakteristik pasta pati dari empat varietas ubi jalar

Varietas Perlakuan Viskositas Viskositas Viskositas Viskositas Suhu Ubi Jalar Pati Puncak Breakdown Setback Akhir Gelatinisasi

(cP) (cP) (cP) (cP) (0C)

Putih Alami 7810,40 4950,40 1272,20 4132,60 72,47 ±67,79 a ±76,37 a ±33,84 a ±26,88 a ±0,03 a Modifikasi 4924,20 1342,20 1554,60 5136,60 75,71

±55,88 b ±7,36 b ±22,76 a ±72,38 b ±0,05 a Kuning Alami 7297,80 5247,60 1158,40 3208,60 70,05

±55,70 a ±64,16 a ±19,55 a ±9,50 a ±0,00 a Modifikasi 7325,80 4504,40 1363,40 4184,80 71,01

±213,70 a ±255,28 b ±135,71 a ±110,00 b ±0,22 a

Keterangan: - Angka yang diikuti huruf yang berbeda dalam satu kolom untuk tiap varietas menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5%.

-Data terdiri dari 5 ulangan ± Standar deviasi

(63)

gelatinisasi pati alami ubi jalar berbeda tidak nyata dengan pati termodifikasi HMT pada semua varietas ubi jalar.

Menurut Kusnandar (2010) modifikasi pati dengan HMT menyebabkan perubahan struktur kristal pati menjadi lebih resisten terhadap proses gelatinisasi, pati HMT mengembang secara terbatas memiliki suhu awal gelatinisasi yang lebih tinggi, viskositas maksimum (puncak) yang lebih rendah. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya, dimana proses modifikasi pati dengan HMT justru meningkatkan viskositas puncak dari pati kecuali pada pati ubi jalar putih. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa proses modifikasi pati dengan HMT akan menurunkan viskositas puncak dari pati (Singh, et al., 2005, Tsakama, 2005). Hal ini kemungkinan disebabkan karena jumlah air yang ditambahkan pada proses modifikasi tidak mencukupi untuk menyebabkan terjadinya pragelatinisasi. Collado dan Corke (1999) menyatakan bahwa perubahan viskositas puncak pati ubi jalar termodifikasi HMT dipengaruhi oleh waktu, pH dan kandungan amilosa pati. Semakin panjang waktu modifikasi HMT yang dilakukan maka viskositas puncak semakin rendah seperti pati sagu HMT (Herawati, 2009).

Break down viscosity adalah nilai penurunan viskositas yang terjadi dari viskositas maksimum menuju viskositas terendah ketika suspensi dipanaskan pada suhu 95 °C selama 10 menit. Viskositas balik (set back viscosity) menunjukkan kemampuan retrogradasi molekul pati pada proses pendinginan. Viskositas balik merupakan selisih antara viskositas akhir dan viskositas maksimum pasta. Semakin tinggi nilai viskositas balik maka semakin tinggi kemampuan pati untuk mengalami retrogradasi. Viskositas akhir adalah viskositas dari pasta setelah tahap akhir tahap

(64)

Tabel 12 menunjukkan nilai viskositas breakdown mengalami penurunan, sedangkan nilai viskositas setback dan viskositas akhir mengalami peningkatan, dan hasil ini sama dengan hasil penelitian sebelumnya terhadap pati sorghum (Adebowale, et al., 2005) dan pati ubi jalar (Singh, et al., 2005). Menurunnya nilai viskositas breakdown pada pati yang dimodifikasi menunjukkan bahwa granula pati menjadi lebih kuat dan resisten terhadap tekanan dan panas. Viskositas yang tinggi disertai breakdown yang rendah merupakan sifat yang diharapkan dari pati karena pasta pati mempunyai tekstur yang non kohesif sehingga cocok untuk kebanyakan produk pangan dan aplikasi industri (Singh et al., 2005).

Tabel 12 menunjukkan bahwa suhu gelatinisasi pada pati yang dimodifikasi lebih tinggi daripada suhu gelatinisasi pati alami. Hasil penelitian yang sama juga diperoleh pada pati sorghum (Adebowale et al., 2005, Singh et al., 2005). Peningkatan suhu gelatinisasi disebabkan karena transformasi dari amilosa dari bentuk amorf ke bentuk heliks dan meningkatnya interaksi antar rantai amilosa (Adebowale et al., 2005).

Karakteristik pasta pati alami dan pati termodifikasi HMT dari empat varietas ubi jalar berupa viskositas puncak, viskositas breakdown, viskositas setback, viskositas akhir, dan suhu gelatinisasi dapat dilihat pada Gambar 7, Gambar 8, Gambar 9 dan Gambar 10.

(65)

Pati alami ubi jalar kuning Pati ubi jalar kuning termodifikasi Gambar 8. Karakteristik pasta pati alami ubi jalar kuning dan termodifikasi HMT

Pati alami ubi jalar oranye Pati ubi jalar oranye termodifikasi Gambar 9. Karakteristik pasta pati alami ubi jalar oranye dan termodifikasi HMT

Gambar

Tabel 1. Luas panen dan produksi ubi jalar di Sumatera Utara
Tabel 2. Komposisi kimia ubi jalar dalam 100 gr bahan segar
Tabel 3. Kandungan gizi dari ubi jalar putih, kuning dan ungu
Gambar 1. Struktur rantai linier dari molekul amilosa
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bagi dunia pendidikan, keberadaan museum merupakan suatu yang sangat penting, karena keberadaannya mampu menjawab berbagai pertanyaan yang muncul dalam proses pembelajaran

Jangan takut untuk klik iklan Adsense,anda sebenarnya membantu merancak lagi perkembangan perniagaan di internet dengan klik Adsense tersebut.Ini adalah kerana lebih ramai

 Suatu m assa abnormal dalam peredaran darah yang berasal dari komponen darah, melekat pada dinding pembuluh darah, bila lepas dari dinding pembuluh darah

Penelitian yang dilakukan terhadap 109 orang responden menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki posisi kerja yang salah sebanyak 65 responden (59,6%) mengalami

Secara simultan apakah terdapat pengaruh experiential marketing dan lokasi terhadap customer satisfaction pada Old Home 67 Cafe Sungailiat. 1.3

Pos Indonesia (Persero) Banda Aceh yang akan dirancang untuk mempermudah dalam proses pengolahan data para karyawan terutama data karyawan, data bagian, data jabatan

Hasil kajian Adijaya dan Yasa (2014) mendapatkan pemupukan 7.500 liter bio urin sapi yang dilarutkan menjadi konsentrasi 20% pada tanaman jagung manis dapat

Hasil wawancara yang dilakukan dengan guru pengajar IPA di SD Negeri Ajibarang Kulon, diungkapkan ada beberapa permasalahan yang menyebabkan belum tercapainya