• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Good Dairy Farming Practices pada Peternakan Rakyat di Karangploso dan Jabung Kabupaten Malang Jawa Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi Good Dairy Farming Practices pada Peternakan Rakyat di Karangploso dan Jabung Kabupaten Malang Jawa Timur"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI

GOOD DAIRY FARMING PRACTICES

PADA PETERNAKAN

RAKYAT DI KARANGPLOSO DAN JABUNG

KABUPATEN MALANG JAWA TIMUR

MUHAMAD SAERONI

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Evaluasi Good Dairy Farming Practices pada Peternakan Rakyat di Karangploso dan Jabung Kabupaten Malang Jawa Timur adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2013

Muhamad Saeroni

(4)
(5)

ABSTRAK

MUHAMAD SAERONI. Evaluasi Good Dairy Farming Practices pada Peternakan Rakyat di Karangploso dan Jabung Kabupaten Malang Jawa Timur. Dibimbing oleh AFTON ATABANY dan ANDI MURFI.

Peternakan sapi perah merupakan salah satu sub sektor peternakan yang dapat membantu pembangunan ekonomi nasional dan berperan besar dalam memenuhi kebutuhan gizi masyarakat. Produksi susu untuk memenuhi kebutuhan susu nasional ternyata masih belum optimal. Perlu peningkatan produktivitas melalui perbaikan genetik, lingkungan, peningkatan populasi dan tatalaksana pemeliharaan. Penelitian dilakukan dengan metode survey di wilayah KUD Karangploso dan KAN Jabung, Kabupaten Malang, pada bulan Mei sampai Juni 2013. Tujuan penelitian adalah mempelajari aspek teknis pemeliharaan sapi perah. Materi yang digunakan adalah sebanyak 34 peternak di wilayah KUD Karangploso dan 38 peternak di wilayah KAN Jabung yang memiliki sapi perah <20 ekor, dengan menggunakan teknik multistage stratified random sampling dan analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata hasil kajian terhadap penerapan Good Dairy Farming Practices (GDFP) bahwa aspek pemeliharaan sapi perah di wilayah KUD Karangploso sebesar 2.81 atau termasuk dalam kategori cukup, sedangkan penerapan GDFP pada aspek pemeliharaan sapi perah di wilayah KAN Jabung sebesar 3.05 yang termasuk dalam kategori baik. Koperasi Jabung berperan besar dalam memberi penyuluhan secara rutin terkait aspek beternak sapi perah. Berdasarkan capaian hasil kaji GDFP dapat disimpulkan bahwa peternak di wilayah KUD Karangploso perlu peningkatan manajemen pemeliharaan yang lebih baik dari peternak di wilayah KAN Jabung. Kata kunci: GDFP, KAN Jabung, KUD Karangploso, sapi perah

ABSTRACT

MUHAMAD SAERONI. Evaluation of Good Dairy Farming Practices in Smallholder at Karangploso and Jabung Malang East Java. Supervised by AFTON ATABANY and ANDI MURFI.

(6)

Jabung at 3.05 which is included in good categories. Jabung which has contributed in providing information related to continue aspects of dairy farming. Based on the results of the review can be concluded that the GDFP at Karangploso’s members need improvement for better maintenance management than Jabung’s members.

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

pada

Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

EVALUASI

GOOD DAIRY FARMING PRACTICES

PADA PETERNAKAN

RAKYAT DI KARANGPLOSO DAN JABUNG

KABUPATEN MALANG JAWA TIMUR

MUHAMAD SAERONI

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Evaluasi Good Dairy Farming Practices pada Peternakan Rakyat di Karangploso dan Jabung Kabupaten Malang Jawa Timur Nama : Muhamad Saeroni

NIM : D14090100

Disetujui oleh

Dr Ir Afton Atabany, MSi Pembimbing I

Ir Andi Murfi, MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Muladno, MSA Ketua Departemen

(10)
(11)

PRAKATA

Bersyukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga dan sahabatnya atas perjuangan menyampaikan risalah Islam. Skripsi berjudul Evaluasi Good Dairy Farming Practices pada Peternakan Rakyat di Karangploso dan Jabung Kabupaten Malang Jawa Timur disusun berdasarkan penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei hingga Juni 2013 di Kabupaten Malang, Jawa Timur.

Penyusunan skripsi ini bertujuan untuk mempelajari aspek teknis pemeliharaan sapi perah. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi atau menjadi bahan pertimbangan dalam perbaikan tatalaksana pemeliharaan sapi perah sehingga terus terjadi peningkatan produksi susu.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Afton Atabany, MSi dan Bapak Ir Andi Murfi, MSi selaku pembimbing, serta Bapak Rahmat Yanuar, SP MSi yang telah banyak memberi saran dan motivasi dalam menyusun skripsi ini. Penghargaan penulis sampaikan kepada Beastudi Etos dan Karya Salemba Empat (KSE) atas pemberian dana beasiswa selama menempuh pendidikan. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada para peternak, enumerator dan pegawai koperasi yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih dan rasa bangga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, teman dan sahabat atas segala doa, motivasi dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Desember 2013

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL x

DAFTAR LAMPIRAN x

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

METODE 2

Waktu dan Tempat Penelitian 2

Bahan 2

Alat 3

Prosedur 3

Karakteristik Lokasi dan Koperasi Wilayah Studi 4

Karakteristik KUD Karangploso 4

Karakteristik KAN Jabung 4

Karakteristik Peternak 5

Umur Peternak 5

Tingkat Pendidikan Peternak 5

Manajemen Pemeliharaan Sapi Perah 7

Pembibitan dan Reproduksi 7

Manajemen Pakan dan Air Minum 9

Pengelolaan 11

Kandang dan Peralatan 12

Kesehatan Ternak 13

SIMPULAN DAN SARAN 14

DAFTAR PUSTAKA 15

LAMPIRAN 17

(13)

DAFTAR TABEL

1 Nilai konversi performa peternak 3

2 Perkembangan jumlah peternak, produksi, dan kualitas susu sapi perah

di wilayah KUD Karangploso dan KAN Jabung tahun 2010-2012 4 3 Perbandingan umur, pendidikan dan pengalaman beternak

peternak sapi perah di KUD Karangploso dan KAN Jabung 6 4 Perbandingan rekapitulasi nilai performa peternak sapi perah

hasil kajian GDFP di KUD Karangploso dan KAN Jabung 7 5 Perbandingan nilai performa peternak sapi perah hasil kajian GDFP

di KUD Karangploso dan KAN Jabung pada aspek bibit dan reproduksi 8 6 Perbandingan nilai performa peternak sapi perah hasil kajian GDFP

di KUD Karangploso dan KAN Jabung pada aspek pakan dan air minum 9 7 Perbandingan nilai performa peternak sapi perah hasil kajian GDFP

di KUD Karangploso dan KAN Jabung pada aspek pengelolaan 11 8 Perbandingan nilai performa peternak sapi perah hasil kajian GDFP di

KUD Karangploso dan KAN Jabung pada aspek kandang dan peralatan 13 9 Perbandingan nilai performa peternak sapi perah hasil kajian GDFP

di KUD Karangploso dan KAN Jabung pada aspek kesehatan ternak 14

DAFTAR LAMPIRAN

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tujuan pembangunan ekonomi nasional dibidang pertanian adalah untuk meningkatkan kesejahteraan petani. Sampai saat ini tingkat pendapatan petani masih belum mencapai kondisi yang diinginkan. Peternakan sapi perah merupakan salah satu sub sektor peternakan yang dapat membantu pembangunan ekonomi nasional. Peternakan sapi perah memiliki peran yang sangat besar dalam memenuhi kebutuhan gizi masyarakat.

Produk utama yang dihasilkan dari peternakan sapi perah adalah susu. Susu merupakan bahan pangan yang memiliki kandungan gizi lengkap dan seimbang sehingga mengkonsumsi susu sangat diperlukan untuk meningkatkan kesehatan, pertumbuhan dan kecerdasan berpikir. Produksi susu nasional untuk memenuhi kebutuhan konsumsi susu nasional ternyata masih jauh dari cukup. Indonesia masih mengimpor susu dari luar negeri. Tercatat dari Ditjennak (2012), produksi dalam negeri hanya dapat memasok sekitar 20%-25% atau sekitar 700 000-800 000 ton dari kebutuhan. Pada periode tahun 2011 jumlah produksi susu segar nasional adalah 974 694 ton/tahun, padahal tingkat konsumsi susu per kapita pada tahun yang sama adalah 6.72 kg/kapita/tahun (Ditjennak 2012). Melalui perhitungan jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2011 sebanyak 237 641 326 jiwa (BPS 2011), maka permintaan susu pada tahun tersebut adalah 1 596 949.71 ton/tahun, jauh di atas produksi susu segar nasional. Kondisi tersebut jika dibiarkan terus berlangsung tanpa upaya yang serius, maka ketergantungan dengan susu yang diimpor dapat menguras devisa negara.

(15)

2

nasional. Produktivitas peternakan sapi perah rakyat masih perlu ditingkatkan. Direktorat Jenderal Peternakan (1983) menyatakan bahwa teknis pemeliharaan sapi perah rakyat meliputi pengembangbiakan dan reproduksi, pengelolaan, manajemen pakan dan air minum, kandang dan peralatan, dan kesehatan ternak.

Tujuan

Penelitian dilakukan untuk mempelajari aspek teknis pemeliharaan sapi perah dengan menggunakan poin-poin penilaian. Diharapkan dapat memberikan informasi atau menjadi bahan pertimbangan dalam perbaikan tatalaksana pemeliharaan sapi perah sehingga terjadi peningkatan produksi dan kualitas susu di daerah tersebut.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian diawali dengan penyusunan kuesioner untuk menghimpun data yang meliputi karakteristik peternak dan keterampilan teknis peternak dalam mengelola usaha ternak sapi perah. Kemudian dilakukan observasi, pengukuran dan wawancara peternak menggunakan panduan kuesioner. Data penelitian yang diperoleh meliputi data primer dan data sekunder yang kemudian dilakukan analisis deskriptif dan statistik untuk menggambarkan masing-masing responden.

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juni 2013 di peternakan sapi perah rakyat anggota Koperasi Unit Desa (KUD) Karangploso dan Koperasi Agro Niaga (KAN) Jabung, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Pemilihan lokasi tersebut karena berada di dataran tinggi dengan ketinggian 440-1 500 m dpl. Sehingga berpotensi sebagai lokasi budidaya sapi perah dengan topografi bergelombang sampai berbukit.

Bahan

(16)

3 Alat

Peralatan yang digunakan meliputi alat tulis, kamera, meteran, timbangan, alat komunikasi, recorder, dan kendaraan mobilisasi.

Prosedur

Penelitian ini menggunakan metode survey, dengan cara wawancara langsung kepada peternak sapi perah melalui panduan kuesioner sebagai alat pengumpulan data primer. Isi kuesioner meliputi karakteristik peternak dan keterampilan aspek teknis peternak dalam mengelola usaha ternak sapi perah. Karakteristik peternak yang diamati adalah umur, pengalaman beternak, dan tingkat pendidikan peternak. Aspek teknis meliputi pengembangbiakan dan reproduksi, pengelolaan, manajemen pakan dan air minum, kandang dan peralatan dan kesehatan ternak. Faktor penentu yang ditinjau merupakan pedoman usaha sapi perah rakyat menurut Ditjennak (1983) yang telah dimodifikasi dalam poin-poin penilaian, besar poin-poin penilaian dan penilaian performa keseluruhan. Data sekunder diperoleh dari laporan peternak, instansi terkait, studi literatur dan hasil penelitian yang relevan dengan masalah penelitian.

(17)

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Lokasi dan Koperasi Wilayah Studi

Karakteristik KUD Karangploso

Kondisi geografis KUD Karangploso yang berada di Kecamatan Karangploso Kabupaten Malang berada di daerah dengan ketinggian rata-rata 440-667 m dpl dan temperatur sekitar 19-28 oC dengan kelembaban udara berkisar

44%-93% (BPS Malang 2013). Karakteristik KUD Karangploso dapat dilihat dari gambaran perkembangan jumlah peternak anggota, perkembangan jumlah ternak sapi perah yang dipelihara, serta produksi dan kualitas susu yang dihasilkan ternak anggota, disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Perkembangan jumlah peternak, produksi, dan kualitas susu sapi perah di wilayah KUD Karangploso dan KAN Jabung tahun 2010-2012

Berdasarkan produktivitas sapi laktasi dan kualitas susu yang dihasilkan, KUD Karangploso memiliki produktivitas cukup baik yaitu sebesar 71.07%. Namun dari produksi dan kualitas susu meliputi TS, SNF, Fat dan TPC mengindikasikan kurang optimal dalam penjagaan kualitas susu. Perlu adanya perbaikan manajemen pemeliharaan agar dicapai produksi dan kualitas susu yang optimal. KUD Karangploso memiliki 14 kelompok peternak dengan masing-masing kelompok terdiri dari rata-rata 20 anggota peternak.

Karakteristik KAN Jabung

(18)

5 Berdasarkan produktivitas sapi laktasi dan kualitas susu yang dihasilkan, KAN Jabung memiliki produktivitas cukup rendah yaitu sebesar 69.69%. Namun dari produksi dan kualitas susu meliputi TS dan TPC mengindikasikan adanya usaha penjagaan kualitas susu. Perlu adanya peningkatan manajemen pemeliharaan agar dicapai produksi dan kualitas susu yang bagus. Saat ini KAN Jabung memiliki 13 Tempat Pelayanan Koperasi (TPK) dan Tempat Penampungan Susu (TPS) yang dibuat untuk memudahkan dalam pengambilan susu segar dari peternak. Setiap TPK memiliki jumlah anggota rata-rata 118 peternak.

Karakteristik Peternak

Karakteristik peternak digunakan untuk mengetahui latar belakang peternak dalam mengelola usaha ternak sapi perah. Identitas peternak meliputi beberapa aspek yang dilihat yaitu umur peternak, tingkat pendidikan, dan pengalaman beternak. Uraian dari masing-masing karakteristik responden dapat dilihat pada Tabel 3.

Umur Peternak

Nilai GDFP tertinggi pada kedua koperasi umumnya berada pada kelompok umur 36-51 tahun atau sebanyak >50% responden dengan nilai 2.85 dan 3.07. Jika dikategorikan sebagai usia kerja produktif, sebagian besar peternak (90%) memiliki usia produktif (23-50 tahun) atau termasuk kategori cukup. Hal ini dikarenakan sebagian besar pengelola peternakan dilakukan oleh pegawai kandang atau putra dari pemilik.

Kondisi tersebut memberi harapan pada kedua koperasi agar semakin maju. Para pemilik ternak lebih memilih bekerja di kebun atau sekedar mencari hijauan, sementara peternak muda dipilih untuk menjadi pengelola peternakan mereka karena peternak muda masih memiliki tenaga dan kemampuan yang baik untuk memelihara ternak.

Tingkat Pendidikan Peternak

Tingkat pendidikan yang ditempuh seseorang akan mempengaruhi bagaimana cara peternak berpikir dan bertindak (Akilah 2008). Peternak lulusan SD memiliki nilai GDFP tertinggi di wilayah KUD Karangploso yaitu sebesar 2.83 yang termasuk kategori cukup. Tingginya nilai GDFP dipengaruhi adanya kebijakan dan penyuluhan (pendidikan informal) oleh koperasi. Keberadaan koperasi dapat dijadikan early adapter technology dan memberi contoh kepada peternak lainnya yang memiliki latar pendidikan lebih rendah namun berpengalaman dalam beternak.

(19)

6

Pengalaman Beternak

Pengalaman beternak merupakan lamanya waktu peternak menekuni usaha peternakan perah yang dinyatakan dalam tahun (Sembada 2012). Pengalaman beternak yang dilakukan seseorang akan mempengaruhi kemampuan kerja dalam pengelolaan usaha ternak. Berdasarkan Tabel 3, peternak pada kedua koperasi secara umum merupakan peternak yang sudah berpengalaman (rataan 81.5%). Peternak berpengalaman >15 tahun di wilayah KUD Karangploso memiliki nilai GDFP tertinggi yaitu sebesar 2.88. Banyaknya peternak yang sudah berpengalaman di lokasi ini karena sejak kecil para peternak diajarkan cara beternak oleh orang tua mereka dulu dan yakin akan cara beternak yang digunakan selama ini.

Nilai GDFP pada tingkat pengalaman peternak di wilayah KAN Jabung memiliki nilai yang seragam yaitu sebesar 3.01. Tingginya nilai GDFP pada peternak yang memiliki tingkat pengalaman rendah dipengaruhi oleh adanya

transfer knowledge dari para peternak lama, sehingga tingkat pengetahuan dan keterampilan dalam adopsi teknologi baru semakin baik. Secara umum peternak di kedua wilayah memiliki pengalaman >15 tahun yang termasuk dalam kategori cukup. Hal ini merupakan indikasi bahwa usaha peternakan sapi perah di kedua lokasi penelitian memiliki daya tarik tersendiri bagi masyarakat disana sebagai bidang usaha yang dianggap menguntungkan sehingga peternak dapat bertahan dalam usaha sejenis untuk jangka waktu yang lama. Hanya sekitar 20% peternak yang baru memulai usaha (1-8 tahun). Hal ini merupakan salah satu bentuk ketertarikan atas potensi peternakan sapi perah sehingga terus ada orang-orang baru yang mencoba memulai usaha peternakan sapi perah.

(20)

7 Manajemen Pemeliharaan Sapi Perah

Pencapaian keberhasilan peternakan sapi perah dapat dilihat dari pengetahuan dan keterampilan teknis beternak sapi perah dari para peternak. Pengetahuan terhadap aspek teknis beternak sapi perah meliputi lima aspek sesuai dengan standar penilaian yaitu pembibitan dan reproduksi, manajemen pakan dan air minum, pengelolaan, kandang dan peralatan, dan kesehatan ternak. Hasil pengamatan terkait pengetahuan dan keterampilan peternak untuk kelima aspek teknis di wilayah KUD Karangploso dan KAN Jabung ditampilkan pada Tabel 4.

Berdasarkan penyajian Tabel 4 hasil kajian terhadap penerapan GDFP, diketahui bahwa aspek pemeliharaan sapi perah di wilayah KUD Karangploso sebesar 2.81 atau termasuk dalam kategori cukup. Berbeda dengan penerapan GDFP pada aspek pemeliharaan sapi perah di wilayah KAN Jabung sebesar 3.05 yang termasuk dalam kategori baik. Peternak di wilayah KUD Karangploso memiliki nilai GDFP lebih tinggi jika dibandingkan di Kebun Pedes, Bogor yang mencapai 2.37 (Andriyadi 2012). Penerapan aspek pemeliharaan yang tertinggi dan terendah pada kedua koperasi adalah aspek reproduksi, aspek manajemen pakan dan aspek kandang. Aspek kesehatan dan pengelolaan yang memiliki urutan berbeda pada kedua koperasi. Capaian nilai aspek yang berbeda disebabkan besarnya peran koperasi disamping upaya yang dilakukan peternak. Untuk lebih jelasnya pada masing-masing aspek dijelaskan di bawah ini.

Pembibitan dan Reproduksi

(21)

8

Rataan aspek manajemen pembibitan dan reproduksi secara umum termasuk dalam kategori baik. Sub aspek cara kawin, pengetahuan birahi dan calving interval menjadi aspek terlemah. Cara kawin yang digunakan peternak pada kedua wilayah adalah inseminasi buatan. Inseminasi buatan dilakukan oleh pihak koperasi yang merupakan bentuk pelayanan koperasi untuk anggota. Cara inseminasi buatan dapat menekan biaya pemeliharaan sapi, menghindari penyakit yang disebabkan oleh kontak kelamin dan kemungkinan keberhasilan kebuntingan lebih tinggi (Sudono et al. 2003).

Peternak umumnya kurang memahami tentang gejala-gejala berahi sehingga sering terjadi keterlambatan pelaporan IB dan akhirnya peternak harus menunggu berahi berikutnya. Berdasarkan hasil wawancara, tanda-tanda berahi yang umumnya peternak ketahui berdasarkan pengalamannya dalam mengelola usaha peternakan yaitu keluarnya lendir dari vulva. Tanda-tanda lainnya masih kurang dipahami peternak yaitu meliputi gelisah, menunggangi sapi lain, pangkal ekor terangkat, vagina merah, dan tidak nafsu makan (Partodiharjo 1982). Perlu peningkatan pengetahuan peternak terhadap gejala berahi dan sebagainya melalui penyuluhan atau pendampingan usaha ternak sapi perah.

Sub aspek calving interval (jarak beranak) memiliki nilai paling rendah khususnya pada peternak di wilayah KUD Karangploso sebesar 1.79, karena sebagian besar peternak mengaku bahwa jarak lahir umumnya lebih dari 18 bulan atau 19-24 bulan. Hal ini tidak jauh berbeda dengan hasil laporan Diwyanto et al.

(22)

9 Manajemen Pakan dan Air Minum

Siregar (2001) menyatakan bahwa pemberian pakan berupa hijauan dan konsentrat akan meningkatkan konsumsi zat-zat gizi yang berdampak pada peningkatan kemampuan produksi susu apabila potensi genetiknya masih memungkinkan. Hal ini juga berkaitan dengan kebijakan yang diambil oleh kedua koperasi bahwa harga susu ditentukan salah satunya kandungan lemak susu. Kandungan lemak susu peternak KUD Karangploso berkisar antara 3.74-3.93 (KUD Karangploso 2013), sedangkan KAN Jabung berkisar antara 4.0-4.8 (KAN Jabung 2013).

Ternak sapi perah umumnya diberi hijauan dan konsentrat. Berdasarkan hasil kajian GDFP terhadap aspek makanan ternak pada Tabel 6, secara umum kedua koperasi termasuk dalam kategori baik. Capaian masing-masing sub aspek makanan ternak beberapa masih belum sesuai harapan. Sub aspek yang kurang penerapannya adalah jumlah dan frekuensi pemberian pakan hijauan dan konsentrat serta pemberian air minum.

(23)

10

Peternak di wilayah KAN Jabung memiliki nilai GDFP jumlah pemberian hijauan dalam kategori baik (3.32) yaitu sesuai kebutuhan, meski frekuensi pemberian masih dalam taraf cukup (2.79) atau 2-3 kali sehari. Rataan konsumsi hijauan sapi perah di KAN Jabung sebesar 35.28 kg/ekor/hari dengan rataan bobot badan antara 335-420 kg/ekor. Hal ini disebabkan pemberian hijauan disesuaikan dengan hijauan yang ada, dengan kata lain pemberian hijauan hanya dilakukan berdasarkan ketersediaan hijauan dan kebiasaan peternak dengan memperhatikan kebutuhan ternak. Menurut Sudono et al. (2003) sapi perah membutuhkan asupan hijauan segar sebesar ±10% dari bobot badan.

Konsentrat yang diberikan pada ternak umumnya berasal dari koperasi, KUD Karangploso maupun KAN Jabung masing-masing memproduksi konsentrat atau dari mitra koperasi dan dijual dengan harga bonus sesuai jumlah produksi susu yang dihasilkan per periode (10 hari) sebagai bentuk pelayanan kepada anggota peternak. Berdasarkan hasil kajian GDFP, peternak di wilayah KUD Karangploso memiliki nilai jumlah pemberian konsentrat dalam kategori kurang baik (1.47) atau kurang dari jumlah kebutuhan. Rataan konsentrat yang diberikan berdasarkan hasil penimbangan sebesar 3.5 kg/ekor/hari. Sudono et al. (2003) menyatakan bahwa pemberian konsentrat agar lebih praktis dianjurkan 50% dari produksi susu. Kurangnya konsumsi konsentrat pada peternakan sapi perah di KUD Karangploso karena peternak mengeluhkan mahalnya harga konsentrat. Peternak KAN Jabung memiliki nilai GDFP pemberian konsentrat dalam kategori cukup (3.00) yaitu dari hasil rataan penimbangan konsentrat yang diberikan 4.9 kg/ekor/hari. Manajemen pakan yang dilakukan KAN Jabung memberlakukan sistem bonus pakan bagi para peternak. Bonus yang diperoleh peternak dari produksi susu yang dihasilkan digunakan untuk mensubsidi biaya pakan sehingga dapat membantu menekan biaya pakan yang mahal.

Peternak pada kedua koperasi beranggapan bahwa jika hanya memberikan konsentrat dari koperasi tidak dapat menaikan produksi susu. Peternak biasanya menambahkan konsentrat dengan dedak padi dan ampas tahu sebagai makanan tambahan. Seluruh peternak memberikan konsentrat 2 kali sehari pada pagi dan sore hari sebelum dilakukan pemerahan. Peternak KUD Karangploso umumnya memberikan konsentrat dalam bentuk basah, yang diberikan 2-3 kali sehari. Beberapa peternak KAN Jabung memberikan konsentrat dalam bentuk kering. Pemberian konsentrat dalam bentuk basah dapat mengurangi debu dan banyaknya pakan yang terbuang. Menurut GKSI-CCD Denmark (1995) dalam Putra (2004), kebiasaan untuk memberikan konsentrat dalam keadaan basah juga akan mengurangi produksi air liur pada waktu sapi memakan konsentrat tersebut, akibatnya air liur yang berfungsi sebagai stabilisator keasaman rumen akan berkurang. Menurut Alim dan Hidaka (2002), jika konsentrat diberikan secara kering maka derajat keasaman (pH) di dalam rumen stabil sehingga berpengaruh positif terhadap jumlah dan kualitas susu yang diproduksi. Perbedaan jumlah produksi dan kualitas susu masing-masing koperasi ada pada Tabel 2.

(24)

11 konsentrat basah. Pembatasan penyediaan air minum akan menyebabkan gangguan pada produksi susu karena komponen utama susu adalah air.

Pengelolaan

Tabel 7 menampilkan sub aspek manajemen pengelolaan yang dilakukan dalam pemeliharaan sapi perah sehari-hari pada kedua koperasi. Capaian penerapan GDFP aspek pengelolaan secara umum termasuk dalam kategori cukup. Berdasarkan hasil kaji GDFP, sub aspek yang telah dinilai baik yaitu kegiatan membersihkan kandang, penanganan pasca panen dan pengeringan sapi laktasi. Peternak pada kedua koperasi sudah memperhatikan sanitasi untuk menjaga kualitas susu karena berhubungan dengan kualitas dan kuantitas susu yang dihasilkan. Penanganan pasca panen yang dilakukan oleh sebagian besar peternak di kedua koperasi sesuai hasil pengamatan adalah benar dan baik. Hal ini didorong oleh adanya motivasi dari koperasi yang menerapkan sistem ABC (Asli, Bersih, Cepat). Setelah dilakukan pemerahan, susu dimasukkan ke dalam milkcan, kemudian langsung disetor ke pos penampungan untuk dilakukan uji berat jenis, kadar air, dan kadar lemak guna menentukan harga susu. Susu selanjutnya dimasukkan ke dalam cooling unit untuk menghambat pertumbuhan mikroba.

(25)

12

Teknis pemeliharaan sapi pedet dan dara di kedua koperasi berbeda. Perbedaan ini sangat bergantung pada skala usaha, kebijakan koperasi dan tradisi turun-temurun. Skala usaha peternak rakyat masih kecil, yaitu pengelolaan yang dilakukan masih sederhana karena keterbatasan alat dan modal. GDFP pemeliharaan pedet dan dara pada peternak di KUD Karangploso bernilai 2.88 (cukup) yaitu pemeliharaan dilakukan dengan baik namun kurang benar. Peternak beranggapan bahwa pedet dan dara tidak menghasilkan keuntungan tetapi hanya mengeluarkan biaya tinggi untuk pemeliharaannya sehingga tidak semua peternak memelihara pedet dan dara. Peternak di KAN Jabung umumnya memelihara sapi pedet untuk dijadikan bibit atau menggantikan sapi yang sudah tua.

Pentingnya pencatatan usaha bertujuan agar usaha yang dijalankan dapat terkontrol, terevaluasi dan diketahui perkembangannya (Suhendar 2012). Pencatatan yang tertib dan teratur dapat membantu dalam menilai berhasil tidaknya usaha peternakan sapi perah. Peternak di KUD Karangploso dan KAN Jabung secara khusus tidak melakukan pencatatan usaha sapi perah. Hanya ada beberapa peternak yang mencatat terkait kelahiran yang dicatat di tembok atau bilik kandang. Catatan usaha seperti produksi dan kualitas susu serta pembelian konsentrat seluruhnya dilakukan koperasi. Peternak hanya menerima laporan dan pembayaran susu setiap bulannya dari koperasi. Beberapa hal yang menjadi penyebabnya, antara lain kurangnya kepedulian dan kesadaran peternak untuk mengembangkan usahanya atau tidak sempat karena sibuk mencari rumput. Peningkatan sub aspek ini harus dilakukan agar pengembangan peternakan sapi perah di kedua koperasi dapat terus dilakukan. Semakin baik pencatatan usaha yang dilakukan para peternak, akan semakin mudah pula dalam mengidentifikasi permasalahan pada peternakannya sehingga dapat menemukan solusi yang sesuai. Kandang dan Peralatan

Hasil kaji GDFP terhadap kandang dan peralatan dapat dilihat pada Tabel 8. Umumnya kedua koperasi memiliki capaian nilai rataan GDFP dalam kategori cukup. Sub aspek yang memiliki kategori sama antara kedua koperasi yaitu tata letak dan peralatan kandang termasuk ke dalam kategori cukup yaitu letak kandang tersendiri yang berjarak 0-4 m dari rumah serta peralatan kandang yang tidak lengkap namun memenuhi syarat.

(26)

13 pemanfataan kotoran masing-masing koperasi menyediakan layanan BiRu (Biogas Rumah) yang bekerja sama dengan mitra koperasi. Namun tidak semua anggota memiliki instalasi biogas karena biaya tinggi yang tidak seimbang dengan biaya pemeliharaan. Menurut Ensminger (1971), kesehatan sapi perah akan lebih mudah pemeliharaannya pada bangunan yang memiliki drainase yang baik.

Peralatan yang digunakan ketika melakukan kegiatan di kandang terbagi menjadi dua yaitu peralatan kandang dan peralatan pemerahan. Peternak menggunakaan alat sederhana seperti ember, sapu, dan cangkul atau skop untuk membersihkan kandang. Alat pemerahan seperti ember perah, kaleng susu,

saringan, pelicin (margarin) dan teat dipping (sirades). Peralatan pemerahan yang dimiliki sebagian besar peternak termasuk kategori tidak lengkap dan tidak memenuhi persyaratan. Ember yang digunakan pada umumnya terbuat dari bahan plastik dan penyaringan dilakukan dengan menggunakan saringan biasa sehingga masih ada kemungkinan cemaran bakteri. Peralatan yang kotor akan mencemari susu sehingga mempercepat proses pembusukan, dan susu menjadi asam atau rusak (Handayani dan Purwanti 2010).

Kesehatan Ternak

(27)

14

kecepatan mencari informasi dan hal-hal lainnya yang mendukung peningkatan usaha ternak sapi perah. Peternak hanya mengetahui penyakit mastitis, mencret, kembung dan kaki bengkak. Ciri-ciri ternak yang sakit menurut para peternak adalah tidak nafsu makan, kembung, dan tidak melakukan aktivitas seperti biasanya. Jika ternaknya sakit, maka peternak melaporkan kepada dokter hewan.

Pencegahan penyakit oleh peternak perlu ditingkatkan. Kesadaran peternak untuk melakukan upaya pencegahan penyakit seperti vaksinasi, menjaga kebersihan kandang, memberikan obat cacing secara berkala, dan pemberian vitamin tidak dilakukan dengan baik. Peternak hanya memanfaatkan layanan koperasi dalam usaha pencegahan penyakit. Menurut Siregar (1996) pencegahan penyakit pada sapi perah dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan sapi perah, kandang, peralatan yang digunakan, dan peternak.

Pengobatan terhadap penyakit sudah dilakukan dengan benar karena sebagian besar dilakukan oleh tenaga keswan (dokter hewan) dari kedua koperasi. Pengobatan dilakukan setelah peternak melaporkan kejadian penyakit. Sub aspek kesehatan ternak tidak menjadi masalah pada KAN Jabung karena tersedianya dokter hewan yang dapat dihubungi setiap saat. Dokter hewan dan inseminator pada umumnya tinggal di sekitar lokasi peternakan.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

(28)

15 Saran

Kedua koperasi perlu adakan perbaikan tata laksana pemeliharaan terutama pada aspek pengelolaan dan kesehatan ternak. KUD Karangploso diharapkan dapat lebih memperhatikan manajemen reproduksi untuk meningkatkan performa reproduksi ternaknya. Perlu dilakukan pencatatan usaha produksi agar usaha yang dijalankan dapat terkontrol, terevaluasi dan diketahui perkembangannya. Perlu adanya perbaikan kandang dan peralatan, khususnya peralatan susu dan tempat kotoran. Salah satu upaya nyata yang dapat dilakukan adalah penyuluhan dan pelatihan untuk menambah pengetahuan peternak mengenai manajemen peternakan yang baik dan benar dan menerapkannya dalam kehidupan nyata untuk meningkatkan produktivitas ternak.

DAFTAR PUSTAKA

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Badan Pusat Statistik Republik Indonesia.

Jakarta (ID).

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Malang dalam Angka. Malang (ID).

[Ditjennak] Direktorat Jenderal Peternakan. 1983. Laporan pertemuan pelaksanaan uji coba faktor-faktor penentu dan perencanaan tata penyuluhan subsektor peternakan. Jakarta (ID).

[Ditjennak] Direktorat Jenderal Peternakan. 2012. Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan. Jakarta (ID): Alnindra Dunia Perkasa.

[Ditjennak] Direktorat Jenderal Peternakan. 2013. Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan. Jakarta Selatan (ID).

[GKSI] Gabungan Koperasi Susu Indonesia. 2011. Data Koperasi Anggota GKSI Jawa Timur. Malang (ID).

[KAN] Koperasi Agro Niaga Jabung. 2013. Laporan Pertanggungjawaban Pengurus dan Pengawas Tahun 2012. Malang (ID): KAN Jabung.

[KUD] Koperasi Unit Desa Karangploso. 2013. Laporan Pertanggungjawaban Pengurus Tahun Kerja 2012. Malang (ID): KUD Karangploso.

[MDA] Malang Dalam Angka. 2013. Kabupaten Malang dalam Angka. Malang (ID).

Akilah F. 2008. Evaluasi teknis pemeliharaan sapi perah rakyat di Cilumber, KPSBU Lembang Bandung[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Akoso BT. 1996. Kesehatan Sapi. Yogyakarta (ID): Kanisius.

Alim FA, Hidaka T. 2002. Pakan dan Tata Laksana Sapi Perah. Dairy Technology Improvement Project in Indonesia, Bandung (ID).

Andriyadi A. 2012. Kajian penerapan good farming practices pada peternakan rakyat di Kelurahan Kebon Pedes Kecamatan Tanah Sereal Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Diwyanto K, Anggraeni A, Sugiarti T, Nurhasanah, Setyanto H, Praharani L. 2001. Pengkajian sistem budidaya sapi perah untuk meningkatkan produktivitas. Prosiding Proyek Rekayasa Teknologi Peternakan Armp-II;

Bogor, Indonesia. Bogor (ID).

(29)

16

Ernawati. 2000. Laporan hasil gelar teknologi manajemen usaha pemeliharaan sapi perah rakyat, BPTP Ungaran. Ungaran (ID), Jawa Timur.

GKSI-CCD Denmark. 1995. Petunjuk Praktis Beternak Sapi Perah. GKSI-CCD Denmark, Jawa Timur (ID).

Handayani KS, Purwanti M. 2010. Kesehatan ambing dan higiene pemerahan di peternakan sapi perah desa Pasir Buncir Kecamatan Caringin. J Pemb Petern. 5(1):47-54.

Nadjib H. 1985. Upaya meningkatkan produksi susu dengan perbaikan tatalaksana peternakan sapi perah. Prosiding Pertemuan Konsultasi Peternakan Sapi Perah Kabupaten Sukabumi Jawa Barat. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Partodihardjo S. 1982. Ilmu Reproduksi Hewan. Jakarta (ID): Mutiara.

Sembada P. 2012. Kondisi pemeliharaan sapi perah di peternakan rakyat Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Cibungbulang Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Siregar SB. 1996. Sapi Perah, Jenis Teknik Pemeliharaan, dan Analisa Usaha. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Siregar SB. 2001. Peningkatan kemampuan berproduksi susu sapi perah laktasi melalui perbaikan pakan dan frekuensi pemberiannya.JITV. 6(2):76-82. Siregar SB. 2007. Manajemen Agribisnis Sapi Perah yang Ekonomis dan Kiat

Melipatgandakan Keuntungan. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Sudono A, Rosdiana RF, Setiawan BS. 2003. Beternak Sapi Perah Secara Intensif.

Jakarta (ID): Agromedia Pustaka.

Sudono A. 1999. Ilmu Produksi Ternak Perah. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Suhendar D. 2012. Manajemen pemeliharaan dan efisiensi produksi susu sapi perah anggota koperasi peternak sapi perah Saluyu Cigugur Kabupaten Kuningan[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 12 Maret 1990 di Tangerang, Banten. Penulis adalah anak kedua dari dua bersaudara pasangan Bapak Sarman (alm) dan Ibu Kemisah. Penulis mengawali pendidikan dasar pada tahun 1997 di SDN Tegal Kunir Lor I, SMP Islam Daar El-Arqam dan SMAN 1 Mauk. Penulis diterima di Fakultas Peternakan IPB melalui jalur Ujian Talenta Mandiri IPB (UTMI) 2009.

(30)

17

Lampiran 1 Faktor penentu ternak sapi perah dari aspek kesehatan ternak

Pengetahuan penyakit Sangat baik 4

Baik 3

Cukup 2

Kurang baik 1

Tidak baik 0

Pencegahan penyakit Sangat teratur 4

Teratur 3

Cukup teratur 2

Kurang teratur 1

Tidak dilakukan 0

Pengobatan penyakit Dilakukan benar jasa keswan 4 Dilakukan benar sendiri 3

Dilakukan cukup benar 2

Dilakukan kurang benar 1

Tidak dilakukan 0

Faktor penentu Alternatif jawaban Nilai

(31)

18

Lampiran 2 Faktor penentu ternak sapi perah dari aspek pembibitan dan reproduksi

Bangsa sapi yang dipelihara FH murni impor 4 FH murni lokal 3

Lampiran 3 Faktor penentu ternak sapi perah dari aspek manajemen pakan dan air minum

Frekuensi pemberian 2x / hari tepat waktu 4 2x / hari tidak tepat waktu 3

Satu kali 2

Frekuensi pemberian 2x / hari tepat waktu 4 2x / hari tidak tepat waktu 3

(32)

19 Lampiran 4 Faktor penentu ternak sapi perah dari aspek

pengelolaan

Membersihkan sapi 2x / hari sebelum diperah 4 2x / hari setelah diperah 3

1x sehari 2

Jarang 1

Tidak dibersihkan 0

Cara membersihkan sapi Semua disiram & dibersihkan 4

Semua disiram saja 3

Bagian sekitar ambing saja 2

Bagian ambing saja 1

Tidak dibersihkan 0

Membersihkan kandang 2x / hari sebelum diperah 4 2x / hari setelah diperah 3

Penanganan pasca panen Benar dan baik 4

Benar namun kurang baik 3 Baik namun kurang benar 2 Kurang benar & kurang baik 1

Salah 0

Pemeliharaan pedet & dara Benar dan baik 4 Benar namun kurang baik 3 Baik namun kurang benar 2 Kurang benar & kurang baik 1

Salah 0

Pengeringan sapi laktasi 2 bulan sebelum beranak 4 1½ bulan sebelum beranak 3 1 bulan sebelum beranak 2 < 1 bulan sebelum beranak 1

Tidak dikeringkan 0

Pencatatan usaha Ada, baik dan lengkap 4

Ada, lengkap & kurang baik 3

Lampiran 5 Faktor penentu ternak sapi perah dari aspek kandang dan peralatan

Tata letak kandang Tersendiri > 10 m dari rumah 4 Tersendiri 5-9 m dari rumah 3 Drainase kandang Baik dan memenuhi syarat 4 Kurang baik, memenuhi syarat 3 Baik, kurang memenuhi syarat 2

Kurang keduanya 1

Gambar

Tabel 7 menampilkan sub aspek manajemen pengelolaan yang dilakukan

Referensi

Dokumen terkait