SKRIPSI
KORELASI ANTARA PELATIHAN TEKNIS PERPAJAKAN, PENGALAMAN DAN MOTIVASI PEMERIKSA PAJAK DENGAN KINERJA PEMERIKSA
PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK DI JAKARTA BARAT
Oleh: Zamal Firdaus NIM: 204082002339
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
KORELASI ANTARA PELATIHAN TEKNIS PERPAJAKAN, PENGALAMAN DAN MOTIVASI PEMERIKSA PAJAK DENGAN KINERJA PEMERIKSA
PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK DI JAKARTA BARAT
Oleh:
Zamal Firdaus NIM: 204082002339
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
KORELASI ANTARA PELATIHAN TEKNIS PERPAJAKAN, PENGALAMAN DAN MOTIVASI PEMERIKSA PAJAK DENGAN KINERJA PEMERIKSA
PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK DI JAKARTA BARAT
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial
Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh
Zamal Firdaus NIM: 204082002339
Di Bawah Bimbingan
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1430 H/2009 M Pembimbing I
Dr. Yahya Hamja, MM NIP. 130 676 334
Pembimbing II
Hari ini Rabu Tanggal 29 Bulan April Tahun Dua Ribu Sembilan telah dilakukan
Ujian Komprehensif atas nama Zamal Firdaus NIM: 204082002339 dengan judul
Skripsi ”KORELASI ANTARA PELATIHAN TEKNIS PERPAJAKAN, PENGALAMAN, DAN MOTIVASI PEMERIKSA PAJAK DENGAN KINERJA PEMERIKSA PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK (KPP) DI JAKARTA BARAT”. Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan
Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 29 April 2009
Tim Penguji Ujian Komprehensif
Drs. Abdul Hamid Cebba Ak., MBA Ketua
Yessi Fitri, SE, Ak, M.Si Sekretaris
Hari ini Senin Tanggal 22 Bulan Juni Tahun Dua Ribu Sembilan telah dilakukan
Ujian Skripsi atas nama Zamal Firdaus NIM: 204082002339 dengan judul ”
KORELASI ANTARA PELATIHAN TEKNIS PERPAJAKAN,
PENGALAMAN, DAN MOTIVASI PEMERIKSA PAJAK DENGAN KINERJA PEMERIKSA PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK (KPP) DI JAKARTA BARAT”. Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan
Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 22 Juni 2009
Tim Penguji Ujian Skripsi
Dr. Yahya Hamja, MM Ketua
Rahmawati, SE, MM Sekretaris
ABSTRACT
Zamal Firdaus, Thesis Title "Correlation of Taxation Technical Training, Experiences, Motivation a Tax Auditor towards The works of Tax Auditor at Kantor Pelayanan Pajak (KPP) in West Jakarta. Undergraduate Program (S-1) Tax Accountancy Major, Faculty of Economy and Social Sciences of Syarif Hidayatullah Islamic State University Jakarta 2009.
The purpose of this research is to know how big Correlation of Taxation Technical Training (X1) , Experiences (X2), Motivation a Tax Auditor (X3) as an independent variable towards The works of Tax Auditor at Kantor Pelayanan Pajak (KPP) in West Jakarta (Y) as a dependent variable.
The research has been done by mean of filling out questionnaires by tax employee and to used to secondary data too. The responders are Tax Auditor at Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Jakarta Taman Sari Satu, Taman Sari Dua, Tambora, Kalideres, dan Cengkareng. The samples included are 50 responders. For analyzing the data researcher used SPSS version 12.0.
The result of this research shows that the Correlation of Taxation Technical Training, Experiences, Motivation a Tax Auditor towards The works of Tax Auditor at Kantor Pelayanan Pajak (KPP) in West Jakarta have a value coefficients correlation 0,550 this means coefficients correlation between the Correlation of Taxation Technical Training, Experiences, Motivation a Tax Auditor towards The works of Tax Auditor at Kantor Pelayanan Pajak (KPP) in West Jakarta is significantly positive.
ABSTRAK
Zamal Firdaus, Judul skripsi “Korelasi Antara Pelatihan Teknis Perpajakan, Pengalaman dan Motivasi Pemeriksa Pajak Dengan Kinerja Pemeriksa Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di Jakarta Barat". Strata satu (S-1) jurusan Akuntansi Perpajakan Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2009.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar korelasi Antara Pelatihan Teknis Perpajakan, Pengalaman dan Motivasi Pemeriksa Pajak Dengan Kinerja Pemeriksa Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di Jakarta Barat. Variabel yang menjadi fokus penelitian adalah pelatihan teknis perpajakan (X1), pengalaman (X2), dan motivasi (X3) sebagai variabel bebas dan kinerja Pemeriksa Pajak Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di Jakarta Barat (Y) sebagai variabel terikat.
Penelitian dilakukan melalui pengisian kuesioner oleh aparat pajak dan data sekunder yang dapat mendukung penelitian. Responden penelitian adalah para Pemeriksa Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Jakarta Taman Sari Satu, Taman Sari Dua, Tambora, Kalideres, dan Cengkareng. Sampel diambil sebanyak 50 responden. Untuk metode analisis dan uji hipotesis menggunakan korelasi, lalu perhitungannya menggunakan program SPSS versi 12.0.
Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa Korelasi Antara Pelatihan Teknis Perpajakan, Pengalaman dan Motivasi Pemeriksa Pajak Dengan Kinerja Pemeriksa Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di Jakarta Barat memiliki nilai koefisien sebesar 0,550 yang berarti koefisien Korelasi Antara Pelatihan Teknis Perpajakan, Pengalaman dan Motivasi Pemeriksa Pajak Dengan Kinerja Pemeriksa Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di Jakarta Barat adalah kuat.
Kata kunci : Pelatihan Teknis Perpajakan, Pengalaman, Motivasi, Kinerja Pemeriksa Pajak
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah menjadikan ilmu sebagai sifat
kesempurnaan yang paling tinggi. Aku bersaksi tiada tuhan yang pantas disembah
selain Allah Yang maha Esa, yang tiada sekutu bagi-Nya, yang telah memberi
keistimewaan kepada orang–orang yang dikehendaki dari para hamba-Nya dan
Aku bersaksi bahwa Muhammad SAW adalah hamba dan utusan-Nya yang telah
Allah istimewakan dengan seluruh kesempurnaan ubudiyyah. Semoga rahmat
Allah SWT senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad
SAW, yang hatinya telah dipenuhi oleh Allah ta’ala dengan keagungan-Nya jalla
wa’alaa yang Maha Tinggi dan kepribadiannya selalu diliputi dengan
keindahan-Nya yang Maha Mulia, Mudah-mudahan rahmat Allah SWT juga terlimpahkan
kepada keluarganya dan para sahabatnya serta orang-orang yang mengikuti
jalannya, sehingga mereka mendapat kebaikan yang banyak. Amma ba’du.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan Jazakumullah Khairan
Katsir yang sebesar-besarnya kepada:
1. Orang tua yang terkasihi dan tersayangi (Ibu dan Ayah), keluarga tercinta
yang tidak pernah berhenti berdoa dan memberikan semangat.
2. Murabbi atas bimbingan dan kesabarannya
3. Bpk Dr. Yahya Hamja, MM, selaku dosen pembimbing I yang amat sangat
baik dalam memberikan pengarahan selama penulisan.
4. Bpk Afif Sulfa, SE, Ak., M.Si, selaku dosen pembimbing II yang amat
sangat baik dalam memberikan pengarahan selama penulisan.
5. Bpk. Prof. Dr. Abdul Hamid. MS, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan
Ilmu Sosial.
6. Bpk. Prof. Dr. Rodoni, selaku Pembantu Dekan Bagian Akademik
Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial.
7. Bpk Herni Ali HT, SE, MM, selaku Pembantu Dekan Bagian
Kemahasiswaan Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial.
9. Ibu Yessi Fitri, SE, Ak, M.Si, selaku Sekretaris Jurusan Akuntansi
10.Bpk Suhendra, S.Ag, MM, selaku Ketua Program Studi Fakultas Ekonomi
dan Ilmu Sosial Non Reguler.
11.Ibu Rahmawati, SE, MM, selaku Sekretaris Program Studi FEIS Non
Reguler
12.Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial yang telah memberikan
ilmu yang bermanfaat bagi penulis.
13.Seluruh Karyawan Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial yang telah
membantu dalam hal-hal kebaikan (Pak Sandy, Mas Heri, Mas Aziz, Bu
Ani, Kak Isma, Kak Yuli, Pak Sukmadi, Alfred, dan lain-lain)
14.Sahabat-sahabat di Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) wa bil Khusus
Wajihah LDK, KAMMI, serta wasilah PIM yang telah memberikan
pelajaran bermanfaat. Semoga kita selalu terjalin Ukhuwah dan
silaturahim, bertemu dalam ketaatan, bersatu dalam perjuangan
menegakkan syari’at kehidupan sehingga dapat membangun Peradaban
Islam yang futuh. Keep Fight n’ Istiqomah on the way of Allah SWT.
15.Sahabat KKN/S, Akh Selamet, Heri P, Misbah, Ukhti Sumi from Fakultas
Dakwah dan Komunikasi (FDK), Mr.Robert, dkk. Sahabat Magang, Siti
Hawa K (Neng), Ellya R. Sahabat seperjuangan FEIS Non Reguler, Akh
Dadi, Nanda, Ukhti Fitriah Abdullah, Ukhti Febriyanti, Dika Mira Uncha
Sari, dan semuanya yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Tetap
Semangat n’ Sukses - Arigato Gozaimasu.
16.Sahabat-sahabat angkatan 2004, baik akuntansi n’ manajemen reguler dan
Non Reguler. Semoga Allah SWT memberikan yang terbaik untuk kita
semua.Amiin.
17.Kepala Kantor, Bpk Subandono Rachmadi sebagai Ka.Subag Umum
beserta staff dan Fungsional Pemeriksa KPP Pratama Jakarta Taman Sari
Satu.
18.Kepala Kantor, Bpk Iman Sutrijono sebagai Ka.Subag Umum beserta staff
19.Kepala Kantor, Bpk Johanes Setiarso sebagai Ka.Subag Umum beserta
staff, Bpk Subardiyo dan Fungsional Pemeriksa KPP Pratama Jakarta
Tambora.
20.Kepala Kantor, Ka.Subag Umum beserta staff dan Ibu Mora Aryani
Siregar beserta Fungsional Pemeriksa KPP Pratama Jakarta Kalideres.
21.Kepala Kantor, Ka.Subag Umum beserta staff dan Bpk A.Yoga Bintoro,
S.Sos beserta Fungsional Pemeriksa KPP Pratama Jakarta Cengkareng.
22.Pihak-pihak yang telah membantu proses penyusunan skripsi ini.
Penulis sangat menyadari kekurangan dalam penulisan skripsi ini sehingga
saran dan kritik demi penyempurnaan skripsi ini merupakan apresiasi bagi
penulis. Akhirnya dengan segala keterbatasan yang dimiliki, penulis ingin
mempersembahkan skripsi ini bagi semua pihak (siapa pun) yang menaruh
perhatian bagi perkembangan penelitian di Indonesia dengan harapan semoga
seuntai kata dan kalimat yang tersusun dalam skripsi ini bermanfaat. Amiin.
Jakarta, Juni 2009
Jumadil Akhir 1430 H
DAFTAR ISI
DAFTAR RIWAYAT HIDUP……….i
ABSTRACT………iii
ABSTRAK...iv
KATA PENGANTAR...v
DAFTAR ISI...viii
DAFTAR TABEL ...xii
DAFTAR GAMBAR...xiv
DAFTAR LAMPIRAN...xv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian...1
B. Perumusan Masalah...5
C. Tujuan dan Manfaat...6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pelatihan Teknis Perpajakan...8
1. Pengertian Pelatihan Teknis...8
2. Jenis Pelatihan Teknis Perpajakan...12
B. Pengalaman...15
C. Motivasi...16
1. Pengertian Kinerja...20
2. Standar Kinerja...22
3. Aspek-Aspek Kinerja ...24
E. Pengukuran Kinerja...27
1. Pengertian Pengukuran Kinerja...27
2. Maksud Pengukuran Kinerja...28
3. Manfaat Pengukuran Kinerja...28
4. Pengukuran Kinerja Organisasi Pemerintah...29
5. Ekonomi...32
6. Efisiensi...33
7. Efektifitas...36
F. Pemeriksaan Pajak...37
1. Dasar Hukum Pemeriksaan Pajak...37
2. Pengertian Pemeriksaan Pajak...38
3. Tujuan Pemeriksaan...39
4. Jenis Pemeriksaan Pajak...41
5. Ruang Lingkup dan Jangka Waktu Pemeriksaan...44
6. Norma dan Pedoman Pemeriksaan...45
7. Tahap Pemeriksaan Pajak...50
8. Teknik dan Metode Pemeriksaan Pajak...57
9. Prosedur Pemeriksaan Pajak...58
G. Penelitian Terdahulu...59
I. Hipotesis...62
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian...63
B. Metode Pemilihan Sampel...63
C. Metode Pengumpulan Data...64
1. Data Primer...64
2. Data Sekunder...65
D. Metode Analisis...65
1. Uji Kualitas Data...65
a. Uji Validitas Data...65
b. Uji Realibilitas...66
2. Uji Hipotesis...67
E. Definisi Operasional Variabel dan Pengukurannnya...69
1. Variabel Independen (X)...69
2. Variabel Dependen (Y)...71
BAB IV PENEMUAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian...74
1. Tempat dan waktu...74
2. Karakteristik Responden...74
B. Penemuan dan Pembahasan...76
1. Hasil Try Out...76
b. Validitas dan Reliabilitas...77
2. Hasil Penelitian...84
a. Identitas Responden...84
b. Validitas dan Realibilitas...85
c. Hasil Korelasi Pearson...92
d. Hasil Uji Korelasi Pearson...94
BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI A. Kesimpulan...96
B. Implikasi...96
C. Saran...99
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Kategori Penilaian Tinggi Rendahnya Reliabilitas Instrumen...67
Tabel 3.2 Pedoman tingkat keeratan korelasi...68
Tabel 3.3 Pengukuran Terhadap Pelatihan Perpajakan, Pengalaman, dan Motivasi...71
Tabel 3.4 Operasional Variabel Penelitian...72
Tabel 4.1 Data Sampel Penelitian………..76
Tabel 4.2 Data Identitas Responden Try Out………….………....77
Tabel 4.3 Hasil Try Out Validitas variable X1 (P_Teknis Perpajakan)…...78
Tabel 4.4 Hasil Try Out Reliabilitas variable X1 (P_Teknis Perpajakan)…..79
Tabel 4.5 Hasil Try Out Validitas variable X2 (Pengalaman)………79
Tabel 4.6 Hasil Try Out Reliabilitas variable X2 (Pengalaman)…...……….80
Tabel 4.7 Hasil Try Out Validitas variable X3 (Motivasi)……….80
Tabel 4.8 Hasil Try Out Reliabilitas variable X3 (Motivasi)……….81
Tabel 4.9 Try Out Validitas variable Y (Kinerja Pemeriksa Pajak)...82
Tabel 4.10 Try Out Reliabilitas variable Y (Kinerja Pemeriksa Pajak)...83
Tabel 4.11 Data Identitas Responden...84
Tabel 4.12 Hasil Uji Validitas variable X1 (P_Teknis Perpajakan)…...85
Tabel 4.13 Hasil Validitas variable X1 (P_Teknis Perpajakan)………...86
Tabel 4.14 Hasil Reliabilitas variable X1 (Pelatihan Teknis Perpajakan)...87
Tabel 4.15 Hasil Uji Validitas variable X2 (Pengalaman)...87
Tabel 4.17 Hasil Uji Validitas variable X3 (Motivasi)...89
Tabel 4.18 Hasil Reliabilitas variable X3 (Motivasi)...90
Tabel 4.19 Hasil Uji Validitas variable Y (Kinerja Pemeriksa Pajak)...90
Tabel 4.20 Hasil Reliabilitas variable Y (Kinerja Pemeriksa Pajak)...91
Tabel 4.21 Korelasi Antar Variabel Pelatihan Teknis, Pengalaman, dan Motivasi...92
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner...105
Lampiran 2 Tabulasi Jawaban Responden Try Out………112
Lampiran 3 Output Validitas SPSS Data Try Out………..……….121
Lampiran 4 Output Validitas SPSS Riset...125
Lampiran 5 Uji Korelasi Pearson...130
Lampiran 6 Komposisi Sumber Daya Manusia...131
Lampiran 7 Nilai r tabel...132
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Pemeriksaan pajak merupakan upaya Direktorat Jenderal Pajak untuk
menjalankan fungsi pengawasan yang telah diamanatkan oleh UU Perpajakan
(Gunadi, 2005). Menurut Arens dan Loebbecke dalam bukunya Auditing
Pendekatan Terpadu yang diadaptasi oleh Amir Abadi Jusuf, menjelaskan
bahwa yang dimaksud Auditor Pajak adalah Direktorat Jenderal Pajak yang
berada di bawah Departemen Keuangan Republik Indonesia, bertanggung
jawab atas penerimaan negara dari sektor perpajakan dan penegakan hukum
dalam pelaksanaan ketentuan perpajakan. Aparat pelaksanaan DJP di lapangan
adalah Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang mempunyai auditor-auditor
khusus dalam Fungsional Pajak. Tanggung jawab Fungsional Pajak adalah
melakukan audit terhadap para Wajib Pajak tertentu untuk menilai apakah
telah memenuhi ketentuan perundangan perpajakan.
Tujuan utama setiap institusi pemungut pajak adalah tercapainya
penerimaan pajak yang optimal, yakni berimbangnya tingkat penerimaan
pajak aktual (actual revenue) dengan penerimaan pajak potensial. Dengan kata
lain, tidak ada selisih antara penerimaan aktual dengan penerimaan potensial,
atau sering disebut tax gap. Menurut James (2003) dalam Gunadi (2005)
besarnya tax gap ini mencerminkan tingkat kepatuhan membayar pajak (tax
Menurut Simon James dkk (2003) dalam Gunadi (2005) pengertian
kepatuhan pajak (tax compliance) dalam hal ini diartikan bahwa Wajib Pajak
mempunyai kesediaan untuk mematuhi kewajiban pajaknya sesuai aturan yang
berlaku tanpa perlu diadakan pemeriksaan, investigasi seksama (obtrusive
investigation), peringatan, ataupun ancaman dan penerapan sangsi baik hukum
maupun administrasi, dengan demikian, secara hipotesis bila semua Wajib
Pajak mentaati dan patuh terhadap aturan-aturan perpajakan yang berlaku,
maka selisih antara penerimaan pajak potensial dengan penerimaan pajak
aktual menjadi 0. Oleh karena itu, dalam konsep yang sederhana,
meningkatnya tingkat kepatuhan pajak tercemin pada menyempitnya tax gap,
yakni selisih antara penerimaan pajak potensial dengan penerimaan pajak
aktual.
Kepatuhan pajak juga sering diasosiasikan dengan dua istilah baku
yang sudah populer dalam bidang-bidang perpajakan, yakni tax avoidance dan
tax evasion. Perbedaan dari kedua istilah ini secara konvensional terletak
pada aspek legalitasnya. Tax avoidance terkait dengan upaya-upaya Wajib
Pajak secara legal untuk mengurangi kewajiban pajaknya karena adanya
kelemahan-kelemahan sistem perpajakan atau tiadanya aturan yang mengatur
dalam ketentuan perpajakan (loop holes), sedangkan tax evasion terkait pada
upaya-upaya ilegal Wajib Pajak untuk menghindari kewajiban pajaknya
(Alm,(1999) dalam Gunadi (2005)).
Pemeriksaan pajak merupakan suatu mekanisme pengawasan dalam
meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak. Disamping itu, pemeriksaan pajak juga
merupakan sarana untuk meningkatkan penerimaan negara dan menciptakan
keadilan bagi Wajib Pajak (Maharani, 2006).
Adanya kepercayaan kepada Wajib Pajak melalui penerapan self
assessment system ini akan berhasil apabila kondisi kepatuhan sukarela
(voluntary compliance) pada masyarakat telah terbentuk. Kenyataan yang ada
di Indonesia menunjukkan tingkat kepatuhan Wajib Pajak masih rendah,
dimana hal ini terlihat pada belum optimalnya penerimaan pajak (tax gap) dan
tax ratio Indonesia masih terendah di Kawasan ASEAN yaitu sebesar 11,6
untuk tahun 2005. Salah satu langkah yang tepat dilakukan oleh Direktorat
Jendral Pajak (DJP) untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak adalah
dengan meningkatkan pengawasan melalui pemeriksaan yang dapat berhasil
sesuai tujuan karena adanya peran Pemeriksa Pajak diharapkan dapat
menentukan efektivitas pemeriksaan itu sendiri, sehingga nantinya berdampak
dalam peningkatan kepatuhan Wajib Pajak. Oleh karena itu, pemeriksa yang
profesional menjadi tuntutan dalam setiap pemeriksaan.
Sistem self assesment membutuhkan kepatuhan sukarela dari wajib
pajak yang diwujudkan jika terpenuhi unsur kesadaran perpajakan dan unsur
tindakan penegakan hukum. Melihat kenyataan tingkat kesadaran perpajakan
masyarakat Wajib Pajak masih relatif rendah maka diperlukan adanya
tindakan penegakan hukum yang memadai dengan dilaksanakan melalui
Untuk melaksanakan upaya penegakan hukum sebagai salah satu
melalui tindakan pemeriksaan pajak, maka mutlak diperlukan tenaga
Pemeriksa Pajak dalam kuantitas dan kualitas yang memadai di samping
diperlukan prosedur pemeriksaan, norma dan kaidah yang mengatur seseorang
Pemeriksa Pajak.
Sesuai dengan tugas dan tanggung jawab yang diemban oleh
Pemeriksa Pajak, serta melihat luasnya jangkauan tugas, sementara jumlah
petugas yang terbatas, maka efisiensi kerja adalah suatu kebutuhan utama.
Dengan efisiensi kerja yang tinggi maka pelaksanaan tugas Pemeriksa Pajak
akan meningkat, yang pada akhirnya akan memberikan sumbangan yang tidak
kecil terhadap tercapainya tujuan Direktorat Jendral Pajak, khususnya di
dalam meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak (Djazoeli Sadhani, 1999).
Pelaksanaan pemeriksaan diatur dalam serangkaian peraturan
mengenai kebijakan pemeriksaan yang bertujuan untuk menjaga kualitas
pemeriksaan dan memberikan kepastian hukum dan rasa keadilan bagi Wajib
Pajak (Maharani, 2006). Hal ini diungkap dalam Peraturan Menteri Keuangan
202/ PMK.03/ 2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak
Pidana di Bidang Perpajakan pasal 6 ayat 2a yang menjelaskan syarat
Pemeriksa Pajak yaitu telah mendapatkan pendidikan dan pelatihan teknis
yang cukup serta memiliki keterampilan sebagai pemeriksa bukti permulaan
dan menggunakan keterampilannya secara cermat dan seksama.
Dari gambaran di atas, semakin nyata bahwa Pemeriksa Pajak (fiskus)
serta terciptanya efisiensi dan efektifitas dalam Pemeriksa Pajak. Sehingga
penerimaan pajak mencapai target yang diinginkan.
Salah satu objek penelitian ini adalah beberapa Kantor Pelayanan
Pajak (KPP) di Jakarta, diharapkan dengan adanya penelitian ini berpengaruh
terhadap kinerja Pemeriksa Pajak, walaupun variabel pelatihan teknis
perpajakan, pengalaman, dan motivasi bukanlah satu-satunya faktor yang
mempengaruhi kinerja. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti
seberapa besar variabel pelatihan teknis perpajakan, pengalaman, dan motivasi
ini mempunyai korelasi dengan kinerja Pemeriksa Pajak di Kantor
Pelayananan Pajak (KPP) di Jakarta. Untuk itu penulis mencoba menelitinya
dalam bentuk skripsi yang berjudul: Korelasi Antara Pelatihan Teknis Perpajakan, Pengalaman dan Motivasi Pemeriksa Pajak Dengan Kinerja Pemeriksa Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di Jakarta Barat.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka masalah dalam
penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah ada korelasi positif dan signifikan antara pelatihan teknis
perpajakan dengan kinerja Pemeriksa Pajak?
2. Apakah ada korelasi positif dan signifikan antara pengalaman dengan
kinerja Pemeriksa Pajak?
3. Apakah ada korelasi positif dan signifikan antara motivasi dengan kinerja
4. Apakah secara bersama-sama ada korelasi positif dan signifikan antara
pelatihan teknis perpajakan, pengalaman, dan motivasi dengan kinerja
Pemeriksa Pajak?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Dari perumusan masalah yang telah disebutkan di atas, maka
tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui seberapa besar korelasi positif
dan signifikan antara pelatihan teknis perpajakan yang telah diikuti,
pengalaman, dan motivasi terhadap kinerja pemeriksa pajak pada Kantor
Pelayanan Pajak di Jakarta Barat.
2. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:
a. Ilmu Akuntansi
Untuk menambah referensi ilmiah mengenai masalah perpajakan
yang ada di Indonesia.
b. Peneliti
Memperoleh pengetahuan mengenai korelasi positif dan
signifikan antara pelatihan teknis perpajakan, pengalaman, dan
motivasi dengan kinerja Pemeriksa Pajak di Kantor Pelayanan Pajak
c. Pemeriksa Pajak (fiskus)
Sebagai sarana informasi bahwa pembinaan pendidikan pajak
dan pengalaman sangat penting bagi tumbuhnya pemahaman terhadap
perencanaan audit pajak dalam efisiensi pemeriksaan.
d. Kantor Pelayanan Pajak
Sebagai masukan dan evaluasi untuk perbaikan sistem pelayanan
pajak yang lebih baik.
e. Pihak Akademis
memberikan sumbangan fikiran dan dapat menambah
pengetahuan untuk pihak-pihak yang ingin memperdalam ilmu
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pelatihan Teknis Perpajakan 1. Pengertian Pelatihan Teknis
Pelatihan teknis perpajakan merupakan pelatihan yang ditujukan
kepada pegawai-pegawai Direktorat Jenderal Pajak dan bertujuan untuk
memberikan ataupun meningkatkan pengetahuan, pemahaman, serta
keterampilan khususnya mengenai masalah-masalah perpajakan. Pada
hakikatnya pengetahuan, pemahaman, serta keterampilan berkaitan dengan
kemampuan penalarannya.
Dengan kemampuan menalarnya, manusia mampu
mengembangkan ilmu pengetahuan yang kemudian menjadi kekuatan
manusia untuk tidak semata-mata tunduk kepada kodrat alam serta selalu
sadar dan aktif berupaya untuk menjadikan dirinya beradaptasi terhadap
sesuatu yang ada lingkungannya. Manusia adalah satu-satunya makhluk
yang mampu mengembangkan pengetahuan secara sistematis. Karena
pengetahuan manusia memikirkan hal-hal baru memanfaatkan sumber
daya, mengembangkan kebudayaan dan memberikan makna di dalam
kehidupannya. Dengan pengetahuan maka manusia mampu menguasai dan
mempengaruhi perilaku lain (Gordon, 1991:413 dalam Djazoeli Sadhani
(1999)).
Dikaitkan dengan pengembangan tujuan belajar, terdapat tiga ranah
dalam Djazoeli Sadhani (1999)). Sedangkan menurut Woolfok (1998:482)
dalam Djazoeli Sadhani (1999), ranah dapat dibagi ke dalam enam
kelompok yaitu: (1) pengetahuan, (2) pemahaman, (3) penerapan, (4)
analisis, (5) sintesis, dan (6) penilaian.
Sementara itu mengenai definisi pajak, Soemitro (1982:13) dalam
Djazoeli Sadhani (1999) mengemukakan bahwa pajak merupakan
peralihan dari sektor swasta ke sektor publik berdasarkan Undang-Undang
yang dapat dipaksakan dengan tidak mendapatkan imbalan
(tegenprestatie) yang secara langsung dapat ditunjukkan, yang digunakan
untuk membiayai pengeluaran umum dan yang digunakan sebagai alat
pendorong, penghambat, atau pencegah untuk mencapai tujuan yang ada
di luar bidang keuangan negara. Selanjutnya apabila dikaitkan dengan
kebijakan fiskal, dari segi mikro ekonomi pajak mengurangi income
individu, mengurangi daya beli, dan mengurangi kesejahteraan individu
serta mengubah pola hidup Wajib Pajak. Hasil pajak selanjutnya
digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum yang terdiri
dari pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan.
Lebih lanjutnya Soemitro mengemukakan bahwa pajak mempunyai
tujuan untuk memasukkan uang sebanyak-banyaknya ke kas negara,
dengan maksud agar mempunyai dana untuk membiayai pengeluaran
negara. Dalam hal ini pajak dikatakan mempunyai fungsi budgeter. Di
samping itu pajak mempunyai fungsi mengatur (regulerend) yang berarti
kas negara tetapi juga digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan.
Pajak juga mempunyai fungsi mengatur perekonomian negara termasuk
juga inflasi.
Ditinjau dari kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang,
pemungutan pajak di suatu negara dapat diklasifikasikan sebagai pajak
pusat yaitu pajak-pajak yang pemungutannya dilakukan oleh pemerintah
pusat dan pajak daerah yaitu pajak-pajak yang pemungutannya oleh
pemerintah daerah.
Pajak-pajak yang pemungutannya dilakukan oleh pemerintah pusat
meliputi : Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM), Bea Materai, Pajak
Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan (BPHTB). Pemungutan pajak-pajak tersebut dilakukan oleh
Direktorat Jenderal Pajak Departemen Keuangan sebagai pelaksana
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum
Perpajakan (KUP) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2007, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang
Pajak Penghasilan (PPh) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, Undang-Undang Nomor
8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM) sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang 18 Tahun 2000, Undang-Undang Nomor
diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994, Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai dan Undang-Undang Nomor
21 Tahun 1997 tentang Bea Perlolehan Hak atas Tanah dan Banguanan.
Di samping ketentuan peraturan perundang-undangan
sebagaimana disebutkan di atas, dalam pelaksanaan peraturan
perundang-undangan perpajakan sering terdapat utang pajak yang tidak dilunasi oleh
Wajib Pajak sebagaimana mestinya, sehingga memerlukan tindakan
penagihan yang mempunyai kekuatan hukum yang memaksa.
Pelaksanaannya berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun
1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa. Di sisi lain dengan
makin meningkatnya jumlah pembayar pajak dan pemahaman akan hak
dan kewajiban dalam melaksanakan kewajibannya maka dalam
pelaksanaan peraturan perundang-undangan perpajakan tidak dapat
dihindarkan timbulnya sengketa pajak yang memerlukan penyelesaian
yang adil dengan prosedur dan proses yang cepat, murah dan sederhana.
Pelaksanaanya didasarkan pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1997
tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak.
Sebagai pelaksana Undang-Undang, karyawan Direktorat Jenderal
Pajak khususnya Pemeriksa Pajak dituntut untuk memahami seluruh
Undang-Undang tersebut di atas beserta peraturan pelaksanaannya, juga
tentang Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak
dengan Surat Paksa dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1997 tentang
2. Jenis Pelatihan Teknis Perpajakan
Menurut Chairuddin Syah Nasution (2002:61) Berbagai Jenis
pelatihan teknis perpajakan yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal
Pajak untuk para pegawainya antara lain sebagai berikut:
a. Diklat Penyesuaian Tugas (DPT) Dasar II Perpajakan
Merupakan pelatihan yang ditujukan bagi pegawai dengan latar
belakang pendidikan paling tinggi Sekolah Menengah Atas (SMA),
yang telah memenuhi masa kerja tertentu atau telah memperoleh gelar
kesarjanaan pada saat bekerja, untuk diangkat dalam sebuah jabatan
struktural.
b. Diklat Penyesuaian Tugas (DPT) Dasar III Perpajakan
Merupakan pendidikan dan pelatihan perpajakan yang khusus
diberikan bagi pegawai lulusan strata 1 dan 2 yang baru diterima
bekerja pada Direktorat Jenderal Pajak melalui kebijakan penarikan
pegawai baru. Setelah mengikuti DPT dasar III ini, barulah
pegawai-pegawai tersebut ditempatkan pada unit-unit kerja lingkungan
Direktorat Jenderal Pajak. Sementara untuk pegawai lulusan Program
Diploma Perpajakan maupun Sekolah Tinggi Akuntansi Negara
(STAN) telah mendapatkan pendidikan dan pelatihan perpajakan pada
masa kuliah, sehingga saat lulus kuliah mereka dapat langsung
ditempatkan pada unit-unit kerja di lingkungan Direktorat Jenderal
c. Diklat Teknis Fungsional Pemeriksa Pajak
Merupakan pendidikan dan pelatihan perpajakan khusus yang
diberikan kepada pejabat-pejabat atau pegawai yang diangkat jabatan
fungsional pemeriksa pajak.
d. Diklat Teknis Substansi (DTS) I dan II Perpajakan
Merupakan pendidikan dan pelatihan teknis bagi pegawai
honorer (setinggi-tingginya lulusan SMA) untuk diangkat sebagai
pegawai tetap Direktorat Jenderal Pajak.
e. Diklat Teknis Pemeriksaan Lapangan
Merupakan pendidikan dan pelatihan teknis mengenai tata cara
melakukan pemeriksaan pajak atau pegawai struktural.
Dari berbagai pelatihan teknis perpajakan di atas, dapat dilihat
bahwa pelatihan tersebut diterapkan untuk seluruh pegawai dari seluruh
latar belakang pendidikan. Dengan demikian Direktorat Jenderal telah
mengusahakan semaksimal mungkin segala upaya untuk meningkatkan
pengetahuan serta keterampilan teknis perpajakan bagi pegawainya.
Selain itu ada hal yang perlu diperhatikan bagi pegawai pajak
terutama pemeriksa pajak adalah Kemampuan Numerik. Pada hakikatrnya
secara kemampuan (ability) manusia diciptakan tidak sama, ada yang
memiliki kemampuan tinggi ada yang memiliki kemampuan rendah.
Setiap manusia pasti mempunyai kekuatan dan kelemahan pada satu atau
berbagai bidang aktivitas tertentu. Sebagai makhluk yang mampu
pada masing-masing bidang dapat dioptimalisasikan dengan cara
menempatkan individu dengan kemampuan tertentu pada bidang kerja
yang tepat sesuai dengan kemampuannya itu.
Menurut Munandar (1992:17) dalam Djazoeli Sadhani (1999)
kemampuan merupakan suatu daya untuk melakukan suatu tindakan yang
merupakan hasil dari pembawaan atau latihan, karena itu kemampuan
berfungsi menunjukkan bahwa seseorang dapat atau tidak dapat
melakukan suatu aktivitas. Kemampuan bersama-sama dengan bakat
menentukan adalah faktor utama yang menentukan prestasi kerja
seseorang, sementara prestasi itu sendir antara lain ditentukan
intelejensinya.
Sementara itu kemampuan intelektual merupakan suatu daya yang
diperlukan untuk menjalankan kegiatan mental. Terdapat tujuh dimensi
yang menyusunnya yaitu (1) kemampuan numerik, (2) pemahaman verbal,
(3) kecepatan perseptual, (4) penalaran induktif, (5) penalaran deduktif, (6)
visualisasi ruang dan (7) memori (Robbins, 1990:86 dalam Djazoeli
Sadhani, 1999).
Dengan demikian pengertian pelatihan teknis perpajakan dalam
penelitian ini adalah upaya pengembangan SDM yang ditujukan bagi
pegawai Direktorat Jenderal Pajak, yang bertujuan untuk meningkatkan
pengetahuan, pemahaman, serta keterampilan teknis di bidang perpajakan,
B. Pengalaman
Pengalaman ialah pengetahuan dan keterampilan tentang sesuatu yang
diperoleh lewat keterlibatan atau berkaitan dengannya selama periode tertentu.
Secara umum, pengalaman menunjuk kepada mengetahui bagaimana atau
pengetahuan prosedural, daripada pengetahuan proposisional. Pengetahuan
yang berdasarkan pengalaman juga diketahui sebagai pengetahuan empirikal
atau pengetahuan posteriori. Seorang dengan cukup banyak pengalaman di
bidang tertentu dipanggil ahli (Wikipedia, 2007).
Pengalaman menunjukkan berapa lama seseorang telah berkarya dalam
menerapkan keahliannya di masyarakat. Disamping pendidikan dan pelatihan,
pengalamanlah yang memberikan gambaran nyata performance seseorang
dalam meniti karirnya. Pengalaman membentuk seseorang menjadi bijaksana
karena pengalaman yang diperolehnya baik pengalaman yang baik maupun
yang buruk, karena dia pernah merasakan bagaimana fatalnya melakukan
kesalahan, nikmatnya menemukan pemecahan masalah dan bagaimana
memenangkan argumentasi serta kebanggaan yang telah memperoleh rezeki
karena keahliannya tersebut (Bonner & Lewis, 1990; Farhan, 2004).
Oleh karena itu, Pemeriksa pajak yang mempunyai banyak
pengalaman dalam jabatannya lebih mudah memecahkan masalah yang
C. Motivasi
Salah satu faktor terpenting dalam Manajemen Sumber Daya Manusia
adalah bagaimana membangkitkan motivasi pegawai untuk dapat bekerja
semaksimal mungkin. Dengan demikian suatu organisasi harus mampu untuk
memberikan dorongan positif kepada pegawainya yang akan memacu
motivasi pegawai yang bersangkutan untuk lebih berdaya guna dan
memaksimalkan kinerjanya secara keseluruhan.
Banyak ahli yang mendefinisikan motivasi, salah satunya adalah
Watne F. Cascio (1995) dalam Chairuddin Syah Nasution (2002) yang
mendefinisikannya sebagai: "a force that result from an individual's a desire
to satisfy there need (e.g. hunger, thirst and social approval)"
T. Hani Handoko (1995) dalam Chairuddin Syah Nasution (2002)
mendefinisikan motivasi sebagai: "keadaaan pribadi seseorang yang
mendorong keinginan motivasi untuk melakukan kegiatan tertentu guna
mencapai tujuan organisasi".
Dari definisi tersebut dapat dilihat bahwa motivasi pada dasarnya
merupakan keinginan pribadi seseorang untuk melakukan suatu tindakan
berdasarkan suatu hal yang bersifat timbal balik. Maksudnya adalah seorang
akan termotivasi untuk melakukan suatu tindakan bila ada kebutuhan atau
kepuasan yang telah terpenuhi seluruhnya atau sebagian. Motivasi ini juga
sangat terkait dengan faktor internal yaitu faktor dari dalam diri seseorang itu
sendiri, dan faktor eksternal yaitu faktor yang berbeda di lingkungan
Membicarakan motivasi pegawai dalam suatu organisasi, tidak terlepas
dari keterkaitannya dengan masalah kepuasan kerja. Menurut Luthans (1995)
dalam Chairuddin Syah Nasution (2002) dalam "Organizational Behaviour"
ada lima hal yang mempengaruhi kepuasan kerja yaitu:
1. Pembayaran, seperti gaji dan upah
2. Pekerjaan itu sendiri
3. Promosi Pekerjaan
4. Kepenyeliaan
5. Rekan sekerja
Dengan demikian apabila salah satu faktor di atas tidak terpenuhi,
kemungkinan akan menimbulkan ketidakpuasan yang pada akhirnya akan
mengurangi motivasi pegawai yang bersangkutan.
Dari berbagai teori mengenai motivasi, Husein Umar (2001) dalam
Djazoeli Sadhani (1999) dalam "Sumber Daya Manusia Dalam Organisasi"
membagi teori Motivasi dalam dua kelompok besar yaitu Teori Kepuasan
(Content Theory) dan Teori Proses (Process Theory).
1. Teori Motivasi Kepuasan
Teori ini didasarkan kepada faktor-faktor kebutuhan dan kepuasan
individu sehingga mereka mau melakukan aktivitasnya. Teori ini mencoba
mencari tahu tentang kebutuhan apa yang dapat memuaskan dan dapat
mendorong semangat kerja seseorang. Semakin tinggi standar kebutuhan
dan kepuasan yang diinginkan, maka semakin giat seseorang untuk
a. Teori Motivasi Klasik dari Taylor
Menurut teori ini, motivasi pekerja hanya untuk dapat memenuhi
kebutuhan dan kepuasan biologis saja, yaitu untuk dapat
mempertahankan kelangsungan hidup.
b. Teori Hirarki Kebutuhan dari Abraham Maslow
Menurut teori ini kebutuhan dan kepuasan pekerja identik dengan
kebutuhan biologis dan psikologis, yaitu berupa materil maupun non
materil. Maslow kemudian membagi dalam lima kelompok kebutuhan
yaitu kebutuhan faali (fisiologikal), rasa aman, sosial, harga diri, dan
aktualisasi diri.
c. Teori Dua Faktor dari Frederick Herzberg
Pekerja dalam melaksanakan pekerjaannya dipengaruhi oleh dua faktor
utama yaitu faktor pemeliharaan (gaji, kepastian pekerjaan, dll).Teori
Dua Faktor ini disebut juga dengan konsep Higiene, yang
mencangkup:
1) Isi pekerjaan
- Prestasi
- Pengakuan
- Pekerjaan itu sendiri
- Tanggung Jawab
- Pembangunan potensi individu
2) Faktor Higiene
- Kondisi kerja
- Kebijakan dan administrasi organisasi
- Hubungan antara pribadi
- Kualitas supervisi
2. Teori Motivasi Proses
Teori ini berusaha agar setiap pegawai mau bekerja giat sesuai harapan.
Daya penggerak yang memotivasi semangat kerja terkandung dari harapan
yang akan diperolehnya. Jika harapan menjadi kenyataan, maka pegawai
cenderung akan meningkatkan kinerjanya. Yang termasuk dalam teori ini
antara lain:
a. Teori Harapan dari Victor H. Vroom
Teori ini mengemukakan bahwa seseorang bekerja untuk
merealisasikan harapan-harapannya dari pekerjaan tersebut.
b. Teori Keadilan
Teori ini mengemukakan bahwa keadilan merupakan daya penggerak
yang memotivasi semangat kerja seseorang. Dengan demikian atasan
harus bersikap adil terhadap semua bawahannya secara obyektif.
c. Teori Pengukuhan
Teori ini didasarkan atas hubungan sebab akibat dari perilaku dengan
pemberian kompensasi.
Dalam penelitian ini pengertian motivasi adalah suatu dorongan
atau rangsangan yang membuat seseorang melakukan pekerjaan karena
kebutuhan hidup dan sosialnya akan terpenuhi. Dorongan atau rangsangan
tersebut dapat berupa penghasilan yang memuaskan, penempatan kerja
yang sesuai dengan keahlian keterampilan, dan pendidikan, lingkungan
kerja dan sebagainya.
D. Kinerja
1. Pengertian Kinerja
Sasaran dan tujuan sebuah organisasi pada akhirnya adalah mencapai
hasil yang semaksimalnya mungkin dengan segala sumber daya yang ada.
Dengan demikian organisasi tersebut sedapat mungkin harus
meningkatkan kinerjanya terutama kinerja sumber daya manusia yang ada
guna mencapai sasaran dan tujuannya. Namun demikian keefektifan dan
keefisienan kinerja sumber daya manusia juga tergantung pada organisasi
itu sendiri, apakah menyerupai kejelasan misi, strategi dan tujuan. Bila
arah organisasi secara keseluruhan jelas maka akan dapat ditentukan
sejauh mana kinerja organisasi tersebut untuk mencapai tujuannya. Telah
disebutkan pula bahwa masalah kinerja ini juga sangat tergantung dari
masing-masing individu sumber daya manusia yang ada pada organisasi
tersebut.
Sedarmayani dalam "Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja"
(2001) dalam Chairuddin Syah Nasution (2002) mengemukakan pendapat
dari August W.Smith (1982) yang menyatakan bahwa kinerja atau
"...output drive processes, human or otherwise".
Kinerja mempunyai hubungan erat dengan produktivitas karena
merupakan indikator dalam menentukan bagaimana usaha untuk mencapai
tingkat produktivitas organisasi yang tinggi. Dengan demikian penilaian
atas kinerja merupakan hal yang sangat penting.
Dalam pengertian kinerja yang lain, menurut Ilyas (2002:7) dalam
Yulita Arfiana (2008:38) kinerja adalah hasil karya personil baik kuantitas
maupun kualitas dalam suatu organisasi. Kinerja dapat merupakan
penampilan individu maupun kelompok kerja personil. Penampilan hasil
karya tidak terbatas kepada personil yang mengaku jabatan fungsional
maupun struktural, tetapi juga kepada keseluruhan jajaran personil di
dalam organisasi.
Pendapat lain dikemukakan oleh Tiffin dan Mc Cormick (1979)
dalam Wicaksono (2002:25) bahwa individu yang berbeda akan
menghasilkan kinerja yang berbeda pula. Hal ini disebabkan kinerja
individu berhubungan dengan individual variable dan situational variable.
Individual variable adalah variabel yang berasal dari dalam diri individu
yang bersangkutan, misalnya: kemampuan, kepentingan, dan
kebutuhan-kebutuhan tertentu. Sedangkan situational variable adalah variabel yang
bersumber dari situasi pekerjaan yang lebih luas (lingkungan organisasi)
misalnya: pelaksanaan, supervisi, iklim organisasi, hubungan dengan
2. Standar Kinerja
Menurut Sedarmayani dengan mengutip pendapat dari L.R. Sayle
dan Strauss (1947) dalam Chairuddin Syah Nasution (2002) menyatakan
bahwa:
"Standar kinerja perlu dirumuskan guna dijadikan tolak ukur dalam mengadakan perbandingkan antara apa yang telah dilakukan dengan apa yang diharapkan, kaitannya dengan pekerjaan atau jabatan yang telah dipercayakan kepada seseorang. Standar tersebut dapat pula dijadikan sebagai ukuran dalam mengadakan pertanggungajawaban terhadap apa yang telah dilakukan".
Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa diperlukan suatu
standar kerja dalam organisasi yang dapat digunakan sebagai alat penilaian
terhadap kinerja pegawai.
M.T. Efendi Hariandja (2002) dalam Chairuddin Syah Nasution
(2002) dalam "Manajemen Sumber Daya Manusia" menyatakan bahwa
tujuan penilaian kinerja secara umum adalah:
"Untuk memberikan feedback kepada pegawai dalam upaya memperbaiki tampilan organisasi, dan secara khusus dilakukan dalam kaitannya dengan berbagai kebijakan terhadap pegawai seperti untuk tujuan promosi, kenaikan gaji, pendidikan dan latihan, dan lain-lain".
Menurut Suparihanto (1987) dikutip oleh Wicaksono (2002:26)
dalam Yulita Arfiana (2008:39), standar kinerja adalah suatu alat ukur
terhadap suatu perbandingan antara apa yang diharapkan atau ditargetkan
dengan apa yang telah dilakukan sesuai dengan pekerjaan atau jabatan
yang telah dipercayakan oleh seseorang. Standar kinerja dapat pula
dijadikan sebagai alat pertanggung jawaban terhadap apa yang telah
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 10
tahun 1979 tentang Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3)
Pegawai Negeri Sipil (PNS) seperti dikutip Suprihanto dalam Wicaksono
(2002:26) standar yang digunakan untuk mengukur kinerja seorang
Pegawai Negeri Sipil adalah:
a. Kesetiaan, yang meliputi unsur kesetiaan, ketaatan, dan pengabdian
kepada Pancasila. Undang-Undang Dasar 1945, Negara dan
Pemerintah.
b. Prestasi kerja, adalah hasil kerja yang dicapai oleh seorang Pegawai
Negeri Sipil dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya.
c. Tanggung jawab, adalah kesanggupan seorang Pegawai Negeri Sipil
menyelesaikan pekerjaan yang diserahkan kepadanya dengan
sebaik-baiknya dan tepat pada waktunya serta berani memikul resiko atas
keputusan yang diambilnya atau tindakan yang dilakukannya.
d. Ketaatan, adalah kesanggupan seorang Pegawai Negeri Sipil untuk
mentaati segala peraturan perundang-undangan dan peraturan
kedinasan yang berlaku, menaati perintah kedinasan yang diberikan
oleh atasan yang berwenang, serta kesanggupan tidak melanggar
larangan yang ditentukan.
e. Kejujuran, adalah ketulusan hati seorang Pegawai Negeri Sipil dalam
melaksanakan tugas dan kemampuan untuk tidak menyalahgunakan
f. Kerjasama, adalah kemampuan seorang Pegawai Negeri Sipil untuk
bekerja bersama-sama dengan orang lain dalam menyelesaikan sesuatu
tindakan yang diperlukan dalam melaksanakan tugas pokok tanpa
menunggu perintah dari atasan.
g. Kepemimpinan, adalah kemampuan seorang Pegawai Negeri Sipil
untuk meyakinkan orang lain sehingga dapat dikerahkan secara
maksimal untuk melaksanakan tugas pokok.
3. Aspek-Aspek Kinerja
Menurut Furtwengler (2002:86) dalam Yulita Arfiana (2008:40),
aspek-aspek yang terdapat dalam kinerja meliputi:
a. Kecepatan
Kecepatan terkait dengan unsur-unsur tindakan pegawai
mengindikasikan pemahaman mengenai pentingnya kecepatan dalam
lingkungan persaingan, kemampuan melakukan pekerjaan dengan
bagus, kemampuan menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan jadwal dan
kemampuan mencari cara untuk menyelesaikan pekerjaan rutin dengan
lebih cepat. Kecepatan sangat penting bagi keunggulan bersaing
perusahaan atau organisasi.
b. Kualitas
Kualitas tidak dapat dikorbankan dami kecepatan. Kualitas pekerjaan
pegawai dapat dilihat dari beberapa unsur seperti: pegawai bangga
benar sejak awal dan pegawai mencari cara-cara untuk memperbaiki
kualitas pekerjaannya.
c. Pelayanan
Aspek pelayanan dapat dilihat melalui hal-hal berikut: tindakan
pegawai mengindikasikan pemahaman mengenai pentingnya melayani
para pelanggan, pegawai menunjukkan keinginan untuk melayani
orang lain dengan baik, pegawai merespon pelanggan dengan tepat
waktu dan pegawai memberikan sesuatu lebih daripada yang diminta
oleh pelanggan.
d. Nilai
Pemahaman mengenai nilai sangat penting dalam keputusan
pembelian, penetapan sasaran, menyusun prioritas dan efektifitas kerja.
Paling tidak ada dua hal yang tercakup dalam aspek nilai, yaitu:
tindakan pegawai mengindikasikan pemahaman mengenai konsep nilai
dan nilai merupakan sesuatu yang dipertimbangkan oleh pegawai
dalam mengambil keputusan.
e. Keterampilan Interpersonal
Keterampilan interpersonal dapat ditinjau dari hal-hal, seperti:
pegawai menunjukkan perhatian kepada perasaan orang lain, pegawai
menggunakan bahasa yang memberi semangat kepada orang lain,
pegawai bersedia membantu orang lain dan pegawai merayakan
keberhasilan orang lain dengan tulus.
Hal ini mencangkup unsur-unsur antara lain: pegawai memiliki sikap
can do (yakin bahwa ia dapat melakukan apapun), pegawai mencari
cara untuk menambah pengetahuan-pengetahuannya, pegawai mencari
cara untuk memperbanyak pengalamannya dan pegawai realistis dalam
mengukur kemampuannya.
g. Terbuka untuk berubah
Kondisi ini terkait dengan hal-hal berikut: pegawai bersedia menerima
perubahan, pegawai mencari cara baru untuk menyelesaikan tugas
lama, tindakan pegawai mengindikasikan sifat ingin tahu dan pegawai
memandang peran yang dilakukan sebagai peran yang berarti.
h. Kreativitas
Kreativitas pegawai dapat dilihat dari beberapa hal, seperti: kreativitas
dalam pemecahan masalah, kemampuan melihat hubungan antara
masalah-masalah yang kelihatannya tidak berkaitan, kemampuan
untuk membuat konsep abstrak dan mengembangkannya menjadi
konsep yang dapat diterapkan dan kemampuan menerapkan
kreativitasnya dalam pekerjaan sehari-hari.
i. Keterampilan berkomunikasi
Ketarampilan berkomunikasi pegawai meliputi: penampilan gagasan
logis dalam bahasa yang mudah dipahami, kemampuan menyatakan
ketidaksetujuan tanpa menciptakan konflik, menulis dengan
menggunakan kata-kata yang jelas dan tepat penggunaan bahasa yang
j. Inisiatif
Inisiatif pegawai mencangkup hal-hal seperti: selalu bersedia
membantu orang lain jika pekerjaannya telah selesai, ingin selalu
terlibat dalam proyek baru, selalu berusaha mengembangkan
keterampilannya di luar tempat kerja dan menjadi sumber gagasan
untuk perbaikan kerja.
k. Perencanaan organisasi
Kemampuan perencanaan pegawai misalnya: selalu membuat jadwal
personal, bekerja berdasarkan jadwal tersebut dan selalu memutuskan
lebih dahulu pendekatan yang digunakan pada suatu tugas sebelum
memulainya.
E. Pengukuran Kinerja
1. Pengertian Pengukuran Kinerja
Definisi yang tertuang dalam modul sosialisasi sistem
akuntabilitas kinerja instansi Pemerintah LAN & BPKP (2000) dalam
Putra Adi Syani (2008:22) disebutkan bahwa pengukuran kinerja
merupakan suatu metode untuk menilai kemajuan yang telah dicapai
dibandingkan dengan tujuan yang telah ditetapkan. Pengukuran kinerja
berperan sebagai alat komunikasi dan alat manajemen untuk memperbaiki
kinerja organisasi.
Pengukuran kinerja merupakan hasil dari suatu penilaian yang
sistematik dan didasarkan pada kelompok indikator kinerja kegiatan yang
Penilaian tersebut tidak terlepas dari proses yang merupakan kegiatan
mengolah masukan menjadi keluaran atau penilaian dalam proses
penyusunan kebijakan/program/kegiatan yang dianggap penting dan
berpengaruh terhadap pencapaian sasaran dan tujuan (Bappeda Kabupaten
Sleman, 2003:155) dalam Putra Adi Syani (2008:22).
2. Maksud Pengukuran Kinerja
a. Membantu memperbaiki kinerja Pemerintah. Ukuran kinerja
dimaksudkan untuk dapat membantu pemerintah berfokus pada tujuan
dan sasaran program unit kerja. Hal ini pada akhirnya akan
meningkatkan efisiensi dan efektivitas organisasi sektor publik dalam
pemberian pelayanan publik.
b. Ukuran kinerja sektor publik digunakan untuk pengalokasian sumber
daya dan pembuatan keputusan.
c. Mewujudkan pertanggungjawaban publik dan memperbaiki
komunikasi kelembagaan (Mardiasmo, 2004:121)
3. Manfaat Pengukuran Kinerja
a. Memberikan pemahaman mengenai ukuran yang digunakan untuk
menilai kinerja manajemen
b. Memberikan arah untuk mencapai target kinerja yang telah ditetapkan
c. Untuk memonitor dan mengevaluasi pencapaian kinerja dan
membandingkannya dengan target kinerja serta melakukan tindakan
d. Sebagai dasar untuk memberikan penghargaan dan hukuman (reward
and punishment) secara objektif atas pencapaian prestasi yang diukur
sesuai dengan sistem pengukuran kinerja yang telah disepakati
e. Sebagai alat komunikasi antar bawahan dan pimpinan dalam rangka
memperbaiki kinerja organisasi
f. Membantu mengidentifikasikan apakah kepuasan pelanggan sudah
terpenuhi
g. Membantu memahami proses kegiatan instansi Pemerintah
h. Memastikan bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara objektif
(Mardiasmo, 2004:122)
4. Pengukuran Kinerja Organisasi Pemerintah
Menurut Putra Adi Syani (2008:24) Pengukuran kinerja digunakan
sebagai dasar untuk menilai keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan
kegiatan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam
rangka mewujudkan visi dan misi.
Pengukuran kinerja dilakukan dengan menggunakan indikator
kinerja kegiatan yang dilakukan dengan memanfaatkan data kinerja yang
diperoleh melalui data internal yang ditetapkan oleh instansi maupun data
eksternal yang berasal dari luar instansi.
Pengumpulan data kinerja dilakukan untuk memperoleh data yang
akurat, lengkap, tepat waktu, dan konsisten, yang berguna dalam
pengambilan keputusan. Pengumpulan data kinerja untuk indikator kinerja
dilakukan secara terencana dan sistematis setiap tahun untuk mengukur
kehematan, efektivitas, efisiensi, dan kualitas pencapaian sasaran.
Sedangkan pengumpulan data kinerja untuk indikator manfaat dan dampak
dapat diukur pada akhir periode selesainya suatu program atau dalam
rangka mengukur pencapaian tujuan-tujuan instansi Pemerintah.
Pengukuran kinerja mencangkup kinerja kegiatan yang merupakan
tingkat pencapaian target (rencana tingkat capaian) dari masing-masing
kelompok indikator kinerja kegiatan dan tingkat pencapaian sasaran
instansi pemerintah yang merupakan tingkat pencapaian target (rencana
tingkat capaian) dan masing-masing indikator sasaran yang telah
ditetapkan dalam dokumen rencana kerja. Pengukuran tingkat pencapaian
sasaran didasarkan pada data hasil pengukuran kinerja kegiatan.
Pengukuran kinerja tersebut dilakukan dengan menggunakan formulir
Pengukuran Kinerja Kegiatan (PKK) dan Formulir Pengukuran
Pencapaian Sasaran (PPS).
Berdasarkan hasil-hasil perhitungan pengukuran kinerja kegiatan,
dilakukan evaluasi terhadap pencapaian setiap indikator kinerja kegiatan
untuk memberikan penjelasan lebih lanjut tentang hal-hal yang
mendukung keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan suatu kegiatan.
Evaluasi bertujuan agar diketahui pencapaian realisasi, kemajuan dan
kendala yang dijumpai dalam rangka pencapaian misi, agar dapat dinilai
dan dipelajari guna perbaikan pelaksanaan program.kegiatan dimasa yang
Evaluasi kinerja dilakukan terhadap analisis efisiensi dengan cara
membandingkan antara output dengan input baik untuk rencana maupun
realisasinya. Evaluasi dilakukan pula pengukuran / penentuan tingkat
efektivitas yang menggambarkan tingkat kesesuaian antara tujuan dengan
hasil, manfaat, atau dampak. Evaluasi juga dilakukan terhadap setiap
perebedaan kinerja yang terjadi, baik terhadap penyebab terjadinya
kendala maupun strategis pemecahan masalah yang telah dan akan
dilaksanakan.
Dalam melakukan evaluasi kinerja, perlu juga digunakan
perbandingan-perbandingan antara lain:
a. Kinerja nyata dengan kinerja yang direncanakan.
b. Kinerja nyata dengan kinerja tahun-tahun sebelumnya.
c. Kinerja suatu instansi dengan kinerja instansi lain yang unggul di
bidangnya ataupun dengan kinerja sektor swasta.
d. Kinerja nyata dengan kinerja di negara-negara lain atau dengan standar
internasional (Bappeda Kabupaten Sleman, 2003:155) dalam Putra Adi
Syani (2008:26).
Kriteria pokok yang mendasari pelaksanaan manajemen publik
dewasa ini adalah ekonomi, efisiensi, efektivitas, transparansi dan
akuntabilitas publik. Tujuan yang dikehendaki oleh masyarakat
mencangkup pertanggungjawaban mengenai pelaksanaan value for money,
yaitu: ekonomis (hemat cermat), dalam pengadaan alokasi sumber daya,
penggunaanya diminimalkan dan hasilnya dimaksimalkan (maximizing
benefits and minimizing costs) serta efektif (berhasil guna) dalam arti
mencapai tujuan dan sasaran (Mardiasmo, 2004:130).
5. Ekonomi
Ekonomi adalah hubungan antara pasar dan masukan (cost of
input). Dengan kata lain, ekonomi adalah praktik pembelian barang dan
jasa input dengan tingkat kualitas tertentu pada harga terbaik yang
dimungkinkan (spending less). Pengertian ekonomi (hemat/tepat guna)
sering disebut kehematan yang mencangkup juga pengelolaan secara
hati-hati atau cermat (prudency) dan tidak ada pemborosan. Suatu kegiatan
operasional dikatakan ekonomis bila dapat menghilangkan atau
mengurangi biaya yang tidak perlu. Dengan demikian, pada hakekatnya
ada pengertian yang serupa antara efisiensi dengan ekonomis, karena
kedua-duanya mengehendaki penghapusan atau penurunan biaya (cost
reduction). Terjadinya peningkatan biaya mestinya terkait dengan
peningkatan manfaat yang lebih besar (Mardiasmo, 2004:131).
Pengukuran efektivitas hanya memperhatikan keluaran yang
didapat, sedangkan pengukuran ekonomi hanya mempertimbangkan
masukan yang dipergunakan. Ekonomi merupakan ukuran relatif.
Pertanyaan sehubungan dengan pengukuran ekonomi adalah:
a. Apakah biaya organisasi lebih besar dari yang telah dianggarkan oleh
b. Apakah biaya organisasi lebih besar daripada biya organisasi lain yang
sejenis yang dapat diperbandingkan?
c. Apakah organisasi telah menggunakan sumber daya finansialnya
secara optimal? (Mardiasmo, 2004:133).
6. Efisiensi
Pengertian efisiensi berhubungan erat dengan konsep
produktivitas. Pengukuran efisiensi dilakukan dengan menggunakan
perbandingan antara output yang dihasilkan terhadap input yang
digunakan (cost of output). Proses kegiatan operasional dapat dikatakan
efisien apabila suatu produk atau hasil kerja tertentu dapat dicapai dengan
penggunaan sumber daya dan dana yang serendah-rendahnya (spending
well).
Efisiensi menurut Djazoeli Sadhani (1999) diartikan bahwa
Efisiensi adalah suatu cara melakukan proses dan mendapatkan hasil yang
diinginkan dengan jumlah input yang paling minimum. Selain itu
pernyataan lain oleh Mondy dan Premeaux (1993:20) dalam Djazoeli
Sadhani (1999) menjelaskan bahwa efisiensi adalah suatu cara untuk
mendapatkan hasil yang lebih baik dari jumlah input yang paling
minimum, atau dengan kata lain, bagaimana memanfaatkan suatu
kapabilitas hasil produksi atau operasi yang diinginkan dengan
menggunakan energi, waktu, uang, material dan input lain yang minimum.
Terdapat beberapa konsep efisiensi kinerja diantaranya
Sadhani (1999)) yang menyatakan bahwa efisiensi adalah suatu cara untuk
mendapatkan hasil yang lebih baik dari jumlah input yang paling
minimum, atau dengan kata lain, bagaimana memanfaatkan suatu
kapabilitas hasil produksi atau operasi yang diinginkan dengan
menggunakan energi, waktu, uang, material, dan input lain yang
minimum. Sementara itu Stoner dkk (1955:9) dalam Djazoeli Sadhani
(1999) mengemukakan bahwa efisiensi merupakan suatu kemampuan
untuk melakukan sesuatu dengan benar sebagai suatu konsep input-output.
Dengan demikian seorang pengelola dikatakan efisiensi jika mampu
mencapai suatu prestasi berupa output atau hasil dengan memanfaatkan
biaya seminimum mungkin. Efisiensi dikatakan meningkat apabila dengan
menggunankan input yang sama diperoleh output yang lebih besar atau
apabila output yang sama tetapi dengan menggunakan input yang lebih
kecil (Robbins, 1997:45 dalam Djazoeli Sadhani (1999)).
Indikator efisiensi menggambarkan hubungan antara masukan
sumber daya oleh suatu unit organisasi (misalnya: staff, upah, biaya,
administratif) dan keluaran yang dihasilkan. Indikator tersebut
menghasilkan informasi tentang konversi masukan menjadi keluaran
(yaitu: efisiensi dari proses internal) (Mardiasmo, 2004:132).
Efisiensi diukur dengan rasio antara output dengan input semakin
besar output dibandingkan input, maka semakin tinggi tingkat efisiensi
suatu organisasi.
Penyebut atau input sekunder seringkali diukur dalam bentuk
satuan mata uang. Pembilang atau output dapat diukur baik dalam jumlah
uang ataupun satuan fisik. (catatan: efisiensi seringkali juga dinyatakan
dalam bentuk input/output, dengan interprestasi yang sama dengan bentuk
output/input, contoh: biaya per unit) (Mardiasmo, 2004:133).
Dikaitkan dengan organisasi maka efisiensi dapat digunakan
sebagai salah satu alat ukur keberhasilan organisasi setara dengan tingkat
keuntungan, keefektifan, kemampuan mengembangkan dan memuaskan
karyawan (Harvey, 1982:18 dalam Djazoeli Sadhani (1999)). Dari uraian
tersebut terkandung pengertian hubungan antara efisiensi dengan proses
manajemen karena manajemen melalui keempat fungsinya yaitu
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian, pada
dasarnya merupakan upaya untuk mencapai suatu tujuan tertentu melalui
kegiatan sumber daya manusia dengan selalu melibatkan alokasi dan
pengendalian input seperti sumber daya uang, fisik, dan manusia.
Pada organisasi pemerintah pembahasan efisiensi kinerja umumnya
dipusatkan pada efisiensi pemakaian sumber daya input yang dapat
ditingkatkan secara optimal sekiranya penyediaan sumber pendukung
dapat dipertahankan bersamaan dengan upaya untuk terus meningkatkan
output. Sumber daya dan dana pemerintah bukan tak terbatas, maka
hampir semua negara khususnya di negara-negara yang sedang
berkembang.
Secara khusus peningkatan efisiensi kinerja dalam sistem
pemerintahan mempunyai implikasi adanya pergeseran sikap dalam sikap
pandang yang semula mengacu pada kegiatan (activity oriented) menjadi
mengacu ke hasil (result oriented). Orientasi ke kegiatan ini berlaku
umum di kalangan pemerintahan sehingga mengakibatkan tidak begitu
dihiraukannya output, demikian pula tujuan serta komposisi output yang
dihasilkan menjadi samar-samar dan di luar garis pandang.
Pemeriksa Pajak dapat digolongkan sebagai white collar employee.
Menurut Lehrer (1983:2) dalam Djazoeli Sadhani (1999)) pekerja kerah
putih mempunyai peran yang besar di dalam organisasi, tetapi hanya
sedikit organisasi yang secara formal dan langsung melakukan
peningkatan efisiensi dan produktivitas mereka. Padahal memberikan
perhatian pada pekerja jenis ini akan berpengaruh pada efisiensi kinerja
dan produktivitas organisasi keseluruhan.
7. Efektivitas
Pengertian efektifitas pada dasarnya berhubungan dengan
pencapaian tujuan atau target kebijakan (hasil guna). Efektivitas
merupakan hubungan antara keluaran dengan tujuan atau sasaran yang
harus dicapai. Kegiatan operasional dikatakan efektif apabila proses
kegiatan mencapai tujuan dan sasaran akhir kebijakan (spending wisely).
(outcome) dari keluaran (output) program dalam mencapai tujuan
program. Semakin besar kontribusi output yang dihasilkan terhadap
pencapaian tujuan atau sasaran yang ditentukan, maka semakin efektif
proses kerja suatu organisasi (Mardiasmo, 2004:132).
Efektivitas adalah ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi
mencapai tujuannya. Apabila suatu organisasi berhasil mencapai tujuan,
maka organisasi tersebut dikatakan telah berjalan efektif. Hal terpenting
yang perlu dicatat adalah bahwa efektivitas tidak menyatakan tentang
berapa besar biaya yang telah dikeluarkan untuk mencapai tujuan tersebut.
Biaya boleh jadi melebihi apa yang telah dianggarkan, boleh jadi dua kali
lebih besar atau bahkan tiga kali lebih besar daripada yang telah
dianggarkan. Efektivitas hanya melihat apakah suatu program atau
kegiatan telah mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Mardiasmo,
2004:134).
F. Pemeriksaan Pajak
1. Dasar Hukum Pemeriksaan Pajak
Berdasarkan ketentuan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 6 Tahun
1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000, diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1986 tentang Tata