• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Aspek Legal Pengenaan PPH Final Pengalihan Hak Atas Tanah dan Bangunan Dan BPHTB Terhadap Transaksi Leasing Tanah Dan Bangunan”

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kajian Aspek Legal Pengenaan PPH Final Pengalihan Hak Atas Tanah dan Bangunan Dan BPHTB Terhadap Transaksi Leasing Tanah Dan Bangunan”"

Copied!
188
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Oleh

WASHINGTON

127011071/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

WASHINGTON

127011071/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum)

Pembimbing Pembimbing

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Dr. Bastari, MM)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)

(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum

Anggota : 1. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN

2. Dr. Bastari, MM

(5)

Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU

Judul Tesis : KAJIAN ASPEK LEGAL PENGENAAN PPH FINAL PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

DAN BPHTB TERHADAP TRANSAKSI LEASING

TANAH DAN BANGUNAN

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.

Medan,

Yang membuat Pernyataan

Nama : WASHINGTON

(6)

PPh Nomor 36 tahun 2008 dan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang tidak mengatur secara tegas BPHTB. Pembahasan mengenai transaksi leasing dikaitkan dengan kewajiban pembayaran PPh Final pengalihan hak atas tanah dan bangunan dan BPHTB menarik untuk diteliti dengan judul Kajian Aspek Legal Pengenaan PPh Final Pengalihan Hak Atas Tanah dan Bangunan dan BPHTB Terhadap TransaksiLeasingTanah dan Bangunan.

Meneliti masalah tersebut diatas, teori yang digunakan sebagi pisau analitis dalam penelitian ini sebagai teori utama adalah teori kepastian hukum dan didukung dengan teori daya pikul. Jenis Penelitian yang dipergunakan adalah dengan menggunakan pendekatan normatif yang bersifat deskriptif yaitu dengan menggambarkan keadaan yang berhubungan dengan permasalahan pengenaan PPh Final pengalihan hak atas tanah dan bangunan dan BPHTB terhadap taransaksi

Leasing.

(7)

yang mencantumkan pengalihan hak atas tanah dan bangunan dalam transaksileasing

sebagai objek pajak BPHTB pada saatlease menggunakan hak opsi untuk membeli tanah dan bangunan yang dileasingkan karena dalam pelaksanaanya padaleasing sale and lease back dan finance lease dengan hak opsi terjadi pengalihan hak atas tanah dan bangunan sehingga berpotensi penerimaan BPHTB. Diharapkan Notaris/PPAT ikut serta dalam pengawasan pembayaran pajak yaitu dengan tidak menandatangani akta pengalihan hak atas tanah dan bangunan bila pajaknya belum dibayar oleh para pihak. Seharusnya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 direvisi dengan memasukkan pengaturan tentang leasing tanah dan bangunan diatur sebagai objek terutang BPHTB sehingga tidak terjadi kekosongan hukum dalam pengaturan BPHTB.

Kata Kunci: PPH Final pengalihan hak atas tanah dan bangunan, BPHTB, Leasing

(8)

Regional Distribution which do not explicitly regulate BPHTB. Leasing transaction, related to the obligation to pay off Final PPh of land and building transfer and BPHTB was interested to be analyzed with the title, The Analysis of the Legal Aspect of Final PPh Assessment of Land and Building Transfer and BPHTB on Leasing Transaction of Land and Building.

The theory used in the research was carrying capacity, supported by Statement theory. The research used descriptive normative method which described the condition which was related to the problem of Final PPh assessment of Land and building and BPHTB on leasing transaction.

The conclusion of the research was that Final PPh assessment of land and building transfer and BPHTB for those who were involved in land and building leasing transaction, if it is related to Final PPh assessment of land and building transfer in contract by the time the lessee used his option right and lessee back, the lessor would owe 5% (five percent) in residual value, while in sale, the lessor would pay off the income tax 5% (five percent) of the highest value with NJOP of land and building. On the other hand, the levy on BPHTB, the transfer of land and building rights, in the leasing transaction of land and building is not regulated clearly by Law No. 28/2009 on State and Local Tax and Retribution. . The role of a Notary/PPAT (official empowered to draw up land deeds) in levying PPh and BPHTB in leasing transaction of land and building transfer is by requesting a regulation which can accelerate the validation of registration process in land rights transfer. A Notary/PPAT also has the obligation to appeal to tax payers to pay off their tax above NJPO so that the validation process can run smoothly, and there will be no obstacle in the validation process in Dispenda (Regional Revenue Agency).The obstacle from the legal aspect in levying Final PPh and BPHTB on leasing transaction in land and building transfer is that there is no synchronization of regulation between levying Final PPh in Law No. 7/1983 on Income Tax which was amended to Law No. 36/2008 and its implementation and levying BPHTB in Law No. 28/2009 on government and local taxes and regional retribution.

(9)
(10)

Aspek Legal Pengenaan PPH Final Pengalihan Hak Atas Tanah dan Bangunan

Dan BPHTB Terhadap Transaksi Leasing Tanah Dan Bangunan”

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan dalam bidang ilmu Kenotariatan pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Penulis ucapkan terima kasih yang Terhormat, Khususnya Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum selaku Ketua Komisi Pembimbing, dan Bapak

Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H., MS., CN., Bapak Dr. Bastari, MM, selaku Pembimbing serta Bapak Dr. Syahril Sofyan, S.H, MKn., dan Bapak Dr. Dedi Harianto S.H, M.Hum selaku penguji, atas kesediaannya membantu penulisan tesis ini.

Selanjutnya penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:

1. BapakProf. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.AK) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan fasiltas yang diberikan bagi kami untuk menyelesaikan pendidikan Program Magister Kenotariatan di Universitas Sumatera Utara.

(11)

5. Seluruh Dosen Universitas Sumatera Utara, khususnya Bapak dan Ibu Guru Besar dan Staff Pengajar Program Magister kenotariatan Universitas sumatera utara.

6. Seluruh Staff Kantor dan teman-teman seperjuangan di Magister Kenotariatan Fakulatas Hukum Universitas Sumatera Utara, Terima kasih atas segala bantuan, motivasi dan semangatnya dalam menyelesaikan studi ini.

Akhirnya Penulis memohon karunia hidayah dan taufik dari Tuhan Yang Maha Esa untuk kita semua dalam meniti hari depan.

Medan, Pebruari 2015 Penulis

(12)

Tempat/ Tgl Lahir : Pancur Batu / 27 April 1971

Status : Menikah

Alamat : Jl. Beringin Raya No 1 Medan

II. ORANG TUA

Nama Bapak : Alm. Rahman Ginting

Nama Ibu : Mariam Sitepu

III. PENDIDIKAN

(13)

KATA PENGANTAR... v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vii

DAFTAR ISI... viii

DAFTAR SINGKATAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 11

D. Manfaat Penelitian ... 11

E. Keaslian Penelitian... 12

F. Kerangka Teori dan Konsepsi... 15

1. Kerangka Teori ... 15

2. Konsepsi... 27

G. Metode Penelitian... 31

BAB II PENGENAAN PPH FINAL PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DAN BPHTB BAGI PARA PIHAK DALAM TRANSAKSI LEASING TANAH DAN BANGUNAN JIKA DIKAITKAN DENGAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN PAJAK... 37

A. PPh Final Pengalihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... 37

1. Prinsip Pemajakan Menurut Undang-Undang PPh ... 37

2. Penggolongan PPh Final ... 38

3. Dasar Hukum PPh Final Pengalihan Hak Atas Tanah dan Bangunan ... 39

(14)

1. Dasar Hukum BPHTB ... 46

2. Subjek BPHTB... 48

3. Objek BPHTB ... 49

4. Objek Pajak Yang Tidak Dikenakan BPHTB... 53

5. Saat Terutang BPHTB ... 55

6. Penghitungan BPHTB... 56

C. Pengenaan PPh Final Pengalihan Hak Atas Tanah dan Bangunan dan BPHTB Dalam Transaksileasing Tanah dan Bangunan. ... 65

1. Perlakuan Perpajakan Atas Transaksi Leasing Tanah dan Bangunan... 65

2. PPh Final Dalam Transaksi Leasing Tanah dan Bangunan ... 70

3. BPHTB Dalam TransaksiLeasingTanah dan Bangunan .. 76

BAB III PERANAN NOTARIS/PPAT (PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH) DALAM PEMBAYARAN PPH DAN BPHTB TERHADAP TRANSAKSI LEASING TANAH DAN BANGUNAN... 78

A. Tinjauan Umum tentangLeasing ... 78

1. PengertianLeasing... 78

2. Pihak-Pihak yang Terlibat dalamLeasing ... 82

3. Penggolongan PerusahaanLeasing... 84

4. Teknik-Teknik PembiayaanLeasing ... 86

B. Keabsahan KontrakleasingDalam KUHPerdata. ... 100

(15)

1. Kedudukan Para Pihak Dalam TransaksiLeasing ...109

2. Kewajiban Hukum Para Pihak Dalam Kontrak Leasing Kaitannya Dengan Pembayaran PPh dan BPHTB ... 113

3. Perlindungan Hukum Bagi Notaris Selaku Pejabat Umum Dalam Menjalankan Tugasnya. ... 121

BAB IV HAMBATAN-HAMBATAN YANG DIHADAPI DALAM PENGENAAN PPH DAN BPHTB TERHADAP TRANSAKSILEASINGTANAH DAN BANGUNAN ... 124

A. Kepastian Hukum Dalam Perpajakan ... 124

B. Pemungutan Pajak Berdasarkan Mekanisme Hukum ... 134

1. Dasar Hukum Pemungutan Pajak Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 ... 134

2. Dasar Hukum Pemungutan PPH Final PHTB Dalam TransaksiLeasing ...136

3. Dasar Hukum Pemungutan BPHTB Dalam Transaksi Leasing ... 138

C. SinkronisasiPeraturan Perungang-Undangan ... 141

1. Pengertian Sinkronisasi ... 141

2. Analisis Sinkronisasi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang BPHTB dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Reribusi Daerah... 146

D. Hambatan Aspek Legal Dalam Pengenaan PPH Final Pengalihan Hak Tanah Dan Bangunan dan BPHTB terhadap TransaksiLeasing ... 155

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 159

A. Kesimpulan ... 159

B. Saran... 160

(16)

BPHTB : Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan BUMD : Badan Usaha Milik Daerah

BUMN : Badan Usaha Milik Negara BW : Burgerlijk Wetboek

Dirjen : Direktur Jenderal DJP` : Direktorat Jendral Pajak Dispenda : Dinas Pendapatan Daerah DPP : Dasar Pendapatan Pajak

HIR : Herziene Inlandsch Reglement

Hlm : Halaman

JBNPHTB : Jumlah Bruto Nilai Pengalihan Hak atas Tanah dan Bangunan KMK : Keputusan Menteri Keuangan

HGB : Hak Guna Bangunan

HGU : Hak Guna Usaha

HMSRS : Hak Milik atas Satuan Rumah Susun HPL : Hak Pengelolaan

HT : Harga Transaksi

KTP : Kartu Tanda Penduduk

KUHD : Kitab Undang-Undang Hukum Dagang KUHPerdata : Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

No. : Nomor

NJOP : Nilai Jual Objek Pajak

(17)

PBB : Pajak Bumi dan Bangunan PMK : Peraturan Menteri Keuangan PN : Pengadilan Negeri

PNBP : Penerimaan Negara Bukan Pajak PP : Peraturan Pemerintah

PPh : Pajak Penghasilan

PPh PHTB : Pajak Penghasilan Pengalihan Hak Atas Tanah dan Bangunan

Ps. : Pasal

PT : Perseroan Terbatas

Rbg : Reglement Buitengewesten

RS : Rumah Sederhana

RSS : Rumah Sangat Sederhana RI : Republik Indonesia

Rp : Rupiah

RV : Reglemen op de Burgerlijke Rechtsvordering

SE : Surat Edaran

SK : Surat Keputusan

SKP : Surat Ketetapan Pajak

SKPD : Surat Ketetapan Pajak Daerah

SKPDKB : Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar

(18)

UUPA : Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

UU PDRD : Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1960 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

UUPPh : Undang-Undang Pajak Penghasilan

(19)

PPh Nomor 36 tahun 2008 dan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang tidak mengatur secara tegas BPHTB. Pembahasan mengenai transaksi leasing dikaitkan dengan kewajiban pembayaran PPh Final pengalihan hak atas tanah dan bangunan dan BPHTB menarik untuk diteliti dengan judul Kajian Aspek Legal Pengenaan PPh Final Pengalihan Hak Atas Tanah dan Bangunan dan BPHTB Terhadap TransaksiLeasingTanah dan Bangunan.

Meneliti masalah tersebut diatas, teori yang digunakan sebagi pisau analitis dalam penelitian ini sebagai teori utama adalah teori kepastian hukum dan didukung dengan teori daya pikul. Jenis Penelitian yang dipergunakan adalah dengan menggunakan pendekatan normatif yang bersifat deskriptif yaitu dengan menggambarkan keadaan yang berhubungan dengan permasalahan pengenaan PPh Final pengalihan hak atas tanah dan bangunan dan BPHTB terhadap taransaksi

Leasing.

(20)

yang mencantumkan pengalihan hak atas tanah dan bangunan dalam transaksileasing

sebagai objek pajak BPHTB pada saatlease menggunakan hak opsi untuk membeli tanah dan bangunan yang dileasingkan karena dalam pelaksanaanya padaleasing sale and lease back dan finance lease dengan hak opsi terjadi pengalihan hak atas tanah dan bangunan sehingga berpotensi penerimaan BPHTB. Diharapkan Notaris/PPAT ikut serta dalam pengawasan pembayaran pajak yaitu dengan tidak menandatangani akta pengalihan hak atas tanah dan bangunan bila pajaknya belum dibayar oleh para pihak. Seharusnya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 direvisi dengan memasukkan pengaturan tentang leasing tanah dan bangunan diatur sebagai objek terutang BPHTB sehingga tidak terjadi kekosongan hukum dalam pengaturan BPHTB.

Kata Kunci: PPH Final pengalihan hak atas tanah dan bangunan, BPHTB, Leasing

(21)

Regional Distribution which do not explicitly regulate BPHTB. Leasing transaction, related to the obligation to pay off Final PPh of land and building transfer and BPHTB was interested to be analyzed with the title, The Analysis of the Legal Aspect of Final PPh Assessment of Land and Building Transfer and BPHTB on Leasing Transaction of Land and Building.

The theory used in the research was carrying capacity, supported by Statement theory. The research used descriptive normative method which described the condition which was related to the problem of Final PPh assessment of Land and building and BPHTB on leasing transaction.

The conclusion of the research was that Final PPh assessment of land and building transfer and BPHTB for those who were involved in land and building leasing transaction, if it is related to Final PPh assessment of land and building transfer in contract by the time the lessee used his option right and lessee back, the lessor would owe 5% (five percent) in residual value, while in sale, the lessor would pay off the income tax 5% (five percent) of the highest value with NJOP of land and building. On the other hand, the levy on BPHTB, the transfer of land and building rights, in the leasing transaction of land and building is not regulated clearly by Law No. 28/2009 on State and Local Tax and Retribution. . The role of a Notary/PPAT (official empowered to draw up land deeds) in levying PPh and BPHTB in leasing transaction of land and building transfer is by requesting a regulation which can accelerate the validation of registration process in land rights transfer. A Notary/PPAT also has the obligation to appeal to tax payers to pay off their tax above NJPO so that the validation process can run smoothly, and there will be no obstacle in the validation process in Dispenda (Regional Revenue Agency).The obstacle from the legal aspect in levying Final PPh and BPHTB on leasing transaction in land and building transfer is that there is no synchronization of regulation between levying Final PPh in Law No. 7/1983 on Income Tax which was amended to Law No. 36/2008 and its implementation and levying BPHTB in Law No. 28/2009 on government and local taxes and regional retribution.

(22)
(23)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada masa sekarang ini, perekonomian semakin berkembang seiring dengan banyaknya jumlah permintaan barang dan/ atau jasa dari konsumen, dan kendala yang sering dihadapi oleh perusahaan adalah tingginya biaya yang harus dikeluarkan untuk memperoleh barang tersebut maka lembaga keuangan baik Bank maupun non bank memberikan solusi dari permasalahan diatas dengan cara pembiayaan yang disebut dengan sewa-guna-usaha atauLeasing.

Laeasing di Indonesia mulai muncul sejak tahun 1974, dan munculnya suatu lembaga leasing ini merupakan suatu alternatif yang menarik bagi para pengusaha karena pada saat ini sangat sulit diperoleh dana rupiah untuk jangka waktu menengah dan jangka waktu panjang, disamping itu para pengusaha juga memperoleh keuntungan dari adanya peraturan yang berlaku dimana untuk kepentingan pajak maka transaksi

leasing diperhitungkan sebagai operating lease sehingga lease rental

dianggap sebagai biaya yang bisa mengurang pendapatan kena pajak.

(24)

1169/KMK.01/1991 adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa-guna-usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala.

Menurut C.D Marpaung AK., perusahaan leasing adalah perusahaan yang memberikan jasa dalam bentuk penyewaan barang-barang modal atau alat-alat produksi dalam jangka waktu menengah atau jangka panjang dimana pihak penyewa (Lessee)harus membayar sejumlah uang secara berkala yang terdiri dari nilai penyusutan suatu obyek lease

ditambah denga bunga, biaya-biaya lain serta profit yang diharapkan oleh

Lessor.1Seperti halnya terhadap ransaksileasingyang objeknya tanah dan bangunan maka setiap pengalihan atas tanah dan bangunan yang terjadi dalam tanah dan bangunan maka dikenanakan pajak PPh Final pengalihan hak atas tanah dan bangunan dan pajak bea perolehan hak atas tanah dan bangunan

Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik

1 C.D Marpaung, Pemahaman Mendasar Atas Usaha Leasing, (Jakarta:

(25)

(kontra prestasi) yang langsung dapat ditujukan, dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.2

Menurut R. Santoso Brotodihardjo, “Pajak adalah iuran pada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum dengan tugas Negara untuk menyelenggrakan pemerintahan.3

Fungsi pajak ada dua yaitu, fungsi budgetair (sumber keuangan negara) dan fungsiregulerend(mengatur).

1. FungsiBudgetair(Sumber Keuangan Negara)

Pajak mempunyai fungsi budgetair artinya pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan, sebagai sumber keuangan negara. Upaya tersebut ditempuh dengan cara ekstensifikasi maupun intensifikasi pemungutan pajak melalui penyempurnaan peraturan berbagai jenis pajak seperti Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, dan

2. FungsiRegulerend(Mengatur)

Pajak mempunyai fungsi mengatur artinya pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, dan mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar bidang keuangan.4

Wajib pajak adalah subjek pajak yang dikenakan kewajiban

2Mardiasmo,Perpajakan(edisi revisi), Andi Offset, Yogyakarta, 2005, hal 1.

3 Santoso Brotodihardjo, R, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, (Bandung: PT

Eresco, 1982), hal 2

(26)

membayar pajak. Dalam transaksi leasing yang menjadi wajib pajak adalah pihakLessor dan pihaklessee. Karena yang menjadi subjek pajak adalah pihak yang memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan, yang menjadi wajib pajak tentulah pihak yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan sesuai dengan perolehan hak yang terjadi. Kewajiban pembayaran pajak ini harus dilakukan oleh wajib pajak pada saat terutangnya pajak sesuai ketentuan Undang-Undang. Bila kewajiban ini belum terpenuhi, perolehan hak akan tertunda. Dalam hal ini, pejabat yang berwenang tidak akan mengesahkan perolehan hak tersebut sebelum BPHTB terutang dibayar/dilunasi oleh wajib pajak.5

PPh yang diperoleh dari penjualan tanah dan/atau bangunan bagi penjual tersebut bersifat final, hal ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 1994, tertanggal 27 Desember 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan, yang mulai berlaku sejak 1 Januari 1995 (selanjutnya disingkat dengan PP No. 48 Tahun 1994).

Pada Pasal 1 Peraturan Pemerintah tersebut diatur:

1. Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan wajib dibayar pajak

5Marihot P. Siahaan, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, Raja

(27)

penghasilan.

2. Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah:

a. Penjualan, tukar menukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak, penyerahan hak, lelang, hibah, atau cara lain yang disepakati dengan pihak lain selain pemerintah.

b. Penjualan, tukar menukar, pelepasan hak, penyerahan hak atau cara lain yang disepakati dengan pemerintah guna pelaksanaan pembangunan, termasuk pembangunan untuk kepentingan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus.

c. Penjualan, tukar menukar, pelepasan hak, penyerahan hak atau cara lain kepada pemerintah guna pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus.6

Beberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 ini kemudian diubah berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1996, tertanggal 16 April 1996 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau bangunan, selanjutnya disingkat dengan PP:7

1. Besarnya pajak, dibedakan antara PPh yang berlaku bagi wajib pajak

developer yang menjual barang dagangannya sebesar 2 % (dua persen), dan wajib pajak lain dan developer yang menjual tanah

6

Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 Tentang Pembayaran Pajak Penghasilan dari Peralihan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan.

7 Pasal 4 Juncto Pasal 8Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1996 Tentang

(28)

dan/atau bangunan yang bukan merupakan barang dagangannya sebesar 5 % (lima persen).

2. Sifat final PPh tersebut diubah, bagi wajib pajak developer yang menjual barang dagangannya dapat dikompensasikan dengan pajak terutang pada tahun berjalan, sedangkan bagi wajib pajak lainnya dan developer yang menjual tanah dan/atau bangunan selain barang dagangannya bersifat final.

Pembayaran PPh dilakukan oleh Wajib Pajak/wakilnya/kuasanya ke Kas Negara dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (yang selanjutnya disingkat dengan SSP) melalui Bank Persepsi yang ditunjuk atau Kantor Pos, sebelum akta pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan ditandatangani oleh dan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (selanjutnya disingkat dengan PPAT). Besarnya PPh yang harus dibayar oleh penjual diatur dalam Pasal 4 Peraturan Pemerintah tersebut, yaitu sebesar 5 % (lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan5.

(29)

Perubahan atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan. Dalam Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan, dirumuskan sebagai berikut: “Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan, yang selanjutnya disebut pajak.”

BPHTB merupakan pajak yang terutang dan harus dibayar oleh pihak yang memperoleh suatu hak atas tanah dan bangunan agar akta risalah lelang, atau surat keputusan pemberian hak dapat dibuat dan ditandatangani oleh pejabat yang berwenang.

Timbulnya utang pajak dari Wajib Pajak BPHTB atas pengalihan hak atas tanah dan bangunan adalah pada saat dibuat dan ditandatanganinya akta dihadapan PPAT. Pembayaran dari Wajib Pajak tidak didasarkan pada Surat Keterangan Pajak, akan tetapi timbul dengan sendirinya karena pada saat yang ditentukan oleh Undang- Undang sekaligus syarat-syarat subyektif dan obyektif terpenuhi.

(30)

Setoran Bea Perolehan Atas Tanah dan Bangunan (selanjutnya disingkat dengan SSB) dan/atau melaporkannya tanpa mendasarkan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak.

BPHTB terutang dibayar ditempat pembayaran BPHTB di wilayah Kabupaten/Kota yang meliputi letak tanah dan/atau bangunan dengan menggunakan dan mengisi SSB, sebagai konsekuensi dari ketentuan tersebut, Pasal 9 ayat (2) UU BPHTB menentukan pajak yang terutang harus sudah dilunasi pada saat terjadinya perolehan hak sebagaimana telah disebutkan. Ketentuan mengenai waktu pembayaran pajak oleh pembeli ini dipertegas lagi dengan kewajiban bagi PPAT, dan Pejabat lelang Negara untuk menandatangani akta pemindahan hak atas tanah dan/atau bangunan dimaksud setelah wajib pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak yang menjadi kewajibannya (Pasal 24 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000) dan bagi PPAT dan pejabat lelang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dikenakan denda sebesar Rp. 7.500.000,- (tujuh juta lima ratus ribu rupiah) untuk setiap pelanggaran (Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000).

(31)

mempunyai hak opsi untuk membeli objek lease berdasarkan nilai sisa yang disepakati sedangkan leasing tanpa hak opsi adalah leasing dimana penyewa (lessee) pada akhir masa kontrak tidak mempunyai hak opsi untuk membeli objeklease

Ditinjau dari teknis pelaksanaanya transaksi leasing dapat dilakukan secara langsung (direct lease) maupun dengan cara penjualan dan penyewaan kembali(sale and lease back), dan penggolonganleasing

ini diatur didalam Pasal 2, 3, dan 4 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991 dan peaturan inilah yang mengkategorikan pemberlakuan pajak untuk tiap jenis tranaksiLeasingnya.

Perencanaan pajak dapat digunakan untuk tiap aktiva tetap yang baru akan dibeli maupun aktiva tetap yang telah dimiliki, untuk aktiva yang akan dibeli pertimbangannya adalah membeli secara langsung (tunai atau kredit) atau Leasing, sedangkan untuk aktiva tetap yang telah dimiliki pertimbangannya adalah mempertahankannya, melakukan revaluasi, atau dijual dan disewa guna usaha(sale and lese back).

(32)

kewajiban pembayaran PPh adalah dalam hal pemenuhan kewajiban pajak, di mana untuk melihat kesesuaian pembayaran pajak yang akan dilakukan oleh wajib pajak, dan juga membahas tentang kendala PPh Final dan BPHTB dalam transaksi Leasing. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk menulis tesis ini dengan judulKajian Aspek Legal Pengenaan PPh Final Pengalihan Hak Atas Tanah Dan

Bangunan dan BPHTB Terhadap Transaksi leasing Tanah Dan

Bangunan.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan pokok permasalahan yang akan diteliti dan dibahas secara lebih mendalam pada penelitian ini sebagai beriksut :

1. Bagaimana pengenaan PPH Final pengalihan hak atas tanah dan bangunan dan BPHTB bagi para pihak dalam transaksi leasing tanah dan bangunan jika dikaitkan dengan kewajiban pembayaran pajak? 2. Bagaimana peranan Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam

(33)

3. Bagiamana hambatan aspek legal dalam pengenaan PPh Final pengalihan hak atas tanah dan bangunan dan BPHTB Terhadap TransaksileasingTanah dan Bangunan?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian dalam penulisan tesis ini adalah :

1. Untuk mengetahui dan menganalisa pengenaan PPH Final pengalihan hak atas tanah dan bangunan dan BPHTB bagi para pihak dalam transaksileasing tanah dan bangunan jika dikaitkan dengan kewajiban pembayaran pajak.

2. Untuk mengetahui dan menganalisa peranan Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam pemungutan pajak PPH dan BPHTB dalam transaksi

leasingtanah dan bangunan.

3. Untuk mengetahui dan menganalisa hambatan aspek legal dalam pengenaan PPh Final pengalihan hak atas tanah dan bangunan dan BPHTB Terhadap TransaksileasingTanah dan Bangunan

D. Manfaat Penelitian

(34)

a. Manfaat Teoretis

Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut bagi para akademisi maupun masyarakat umum dan dapat memberi manfaat guna menambah khasanah ilmu dalam hukum pajak secara umum dan hukum perjanjian secara khusus yang diharapkan dapat memberikan masukan bagi penyempurnaan peraturan dalam masalah perpajakan khususnya mengenai Pengenaan PPh terhadap transaksiLeasing.

b. Manfaat Praktis

Pembahasan tesis ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para pihak dalam perjanjian transaksi leasingjalan keluar terhadap masalah yang akan diteliti dan pengembangan ilmu pengetahuan hukum dalam bidang hukum pajak

E. Keaslian Penelitian

(35)

dilakukan, penelitian yang pernah dilakukan di Fakultas Hukum Magister Kenotariatan sebelumnya adalah:

1. Tesis atas nama M. Syahrizal, Nim 057011052 dengan judul Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Pemtransaksi bayaran Pajak Penghasilan (PPh) dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) terhadap peralihan hak atas tanah dan atau bangunanan di kota Kisaran, Mahasiswa Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Tesis atas nama Irma Hasibuan transaksi, Nim: 047005030 dengan judul Perlindungan Konsumen dalam Perjanjian Financial leasing

Kendaraan Bermotor, Mahasiswa Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Tesis atas nama Memori Ulina Panggabean, Nim: 047011044 dengan judul Analisis Yuridis Terhadap Kontrak Sewa Guna (Leasing) Dengan Cara penyelesaian Sengketanya Sebagai Salah Satu Kontrak Innominaat di Indonesia, Mahasiswa Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(36)

(Leasing) atas Klaim dari Tertanggung (Studi pada Perusahaan pembiayaan PT. DIPO STAR finance Cabang Medan), Mahasiswa Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 5. Tesis atas nama Jansen Ricardo Sitanggang, Nim: 067011121, dengan

judul Penerapan Prinsip Kepastian Hukum dan Keadilan Dalam Pengenaan BPHTB Terhadap Subjek Pajak Pada Proses Perolehan Hak Atas Tanah Dan Atau Bangunan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 Junto Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997, Mahasiswa Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Tesis atas nama Seri Ulina S Kembaren, Nim: 087011121 dengan judul Implementasi Atas Hukum Perjanjian Dalam Perjanjian leasing

Yang Diperbuat Oleh Para Pihak Dan Perlindungan Hukumnya Bagi Para Pihak, Mahasiswa Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(37)

ini, telah dicantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Teori berasal dari kata “theoria” dalam bahasa latin berarti perenungan, yang pada gilirannya berasal dari kata “thea” dalam bahasa Yunani yang secara hakiki menyiratkan sesuatu yang disebut dengan realitas.8

Teori adalah seperangkat gagasan yang berkembang disamping mencoba secara maksimal untuk memenuhi kriteria tertentu, meski mungkin saja hanya memberikan kontribusi parsial bagi keseluruhan teori yang lebih umum.9 Atau menjelaskan gejala spesifik atau proses sesuatu terjadi dan teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidak benarannya.10

Menurut Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad, teori adalah suatu penjelasan yang berupaya untuk menyederhanakan pemahaman mengenai

8

Otje Salman dan Anthon F, Susanto,Teori Hukum, (Bandung: Refika Aditama,

2007) hal 21 9 Ibid

10 J.J.J. M. Wuisman,Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Asas-Asas, (Jakarta: FE UI,

(38)

suatu fenomena menjadi sebuah penjelasan yang sifatnya umum.11 Atau menjelaskan gejala spesifik atau proses sesuatu terjadi dan teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidak benarannya.12

Bagi suatu penelitian, teori dan kerangka teori mempunyai kegunaan. Kegunaan tersebut paling sedikit mencakup hal-hal sebagai berikut:13

a. Teori tersebut berguna untuk lebih mempertajam fakta; b. Teori sangat berguna di dalam klasifikasi fakta;

c. Teori merupakan ikhtiar dari hal-hal yang diuji kebenarannya

Fungsi teori dalam penelitian tesis ini adalah untuk memberikan arahan/petunjuk serta menjelaskan gejala yang diamati.13 Karena penelitian ini merupakan penelitian hukum maka kerangka teori diarahkan secara ilmu hukum dan mengarahkan diri kepada unsur hukum.

Kerangka teori adalah keraangka pemikiran atau butir-butir pendapat mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan perbandingan dan pegangan teoritis. Kerangka teori

11

Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad,Dualisme Penelitian Hukum,Normatif

dan Empiris

12 J.J.J. M. Wuisman,Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Asas-Asas, (Jakarta: FE UI,

1996), hal. 203.

(39)

merupakan susunan dari beberapa anggapan, pendapat, cara, aturan, asas, keterangan sebagai satu kesatuan yang logis menjadi landasan, acuan dan pedoman untuk mencapai tujuan,14 sedangkan teori adalah penjelasan mengenai gejala yang terdapat dalam dunia fisik tersebut tetapi merupakan suatu abstraksi intelektual dimana pendekatan secara rasional digabungkan dengan pengalaman empiris.15

Agar kerangka teori yang meyakinkan, maka harus memenuhi syarat-syarat16:

a. teori yang digunakan dalam membangun kerangka berpikir harus merupakan pilihan dari sejumlah teori yang dikuasai secara lengkap dengan mencakup perkembangan-perkembangan terbaru.

b. analisis filsafat dari teori-teori keilmuan dengan cara berpikir keilmuan yang mendasari pengetahuan tersebut dengan pembahasan secara ekspilist mengenai postulat, asumsi dan prinsip yang mendasarinya.

c. mampu mengidentifikasikan masalah yang timbul sekitar disiplin keilmuan tersebut, teori merupakan pijakan bagi peneliti untuk memamahi persoalan yang diteliti dengan benar dan sesuai dengan kerangka berfikir ilmiah.

Dalam Hukum pajak maka teori yang digunakan dalam pemungutan pajak adalah:

14

Abdulkadir Muhammad,Hukum dan Penelitian Hukum,(Bandung: PT. Citra

Adiyta Bakti, 2004), hal. 72-73

15 M. Solly Lubis,Filsafat Ilmu dan Penelitian,(Bandung: CV. Bandar Maju,

1994), hal. 27

16 Jujun S Sumantri,Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Popular,(Jakarta: Pustaka

(40)

a. Teori Asuransi

Dimana teori ini menjelaskan bahwa Negara melindungi keselamatan jiwa, harta benda, dan hak-hak rakyatnya. Oleh karena itu rakyat harus membayar pajak yang diibaratkan sebagai suatu premi asuransi karena memperoleh jaminan perlindungan tersebut.17

b. Teori Kepentingan

Teori ini mengukur besarnya pajak sesuai dengan besarnya kepentingan wajib pajak yang dilindungi. Semakin besar kepentingan yang harus dilindungi, maka pajak yang dibayarnyapun lebih besar. Teori asuransi dan Teori Kepentingan banyak ditinggalkan karena dianggap tidak sesuai dengan sifat hukum pajak itu sendiri, yaitu tidak ada imbalan yang langsung dapat ditunjuk.

c. Teori Daya Pikul

Menurut Rimsky K. Judisseno, teori daya pikul merupakan pembebanan pajak itu harus sama beratnya untuk setiap orang sesuai dengan daya pikulnya masing-masing.18

d. Teori Asas Daya Beli

17 Ibid,hal. 3.

18 Rimsky K. Judisseno, Pajak dan Strategi Bisnis (Suatu Tinjuan tentang

(41)

Bahwa pajak yang dipungut merupakan usaha untuk menarik daya beli dari rumah tangga masyarakat untuk rumah tangga negara, yang kemudian sebagai balasannya negara akan menyalurkannya kembali dalam bentuk pemeliharaan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian kepentingan seluruh masyarakat lebih diutamakan. “Menurut teori ini maka fungsi pemungutan pajak jika dipandang sebagai gejala dalam masyarakat, dapat disamakan dengan pompa, yaitu mengambil daya beli masyarakat untuk rumah tangga dalam masyarakat untuk rumah tangga negara, dan kemudian menyalurkannya kembali kepada masyarakat dengan maksud memelihara dan untuk membawanya kearah tertentu. Teori ini mengajarkan, bahwa penyelenggaraan kepentingan masyarakat inilah yang dianggap sebagai dasar keadilan pemungutan pajak, bukan kepentingan individu demikian pula bukan kepentingan negara, melainkan kepentingan masyarakat yang meliputi keduanya itu.19

e. Teori Bakti

Penekanan teori ini terletak pada negara yang mempunyai hak untuk memungut pajak dari warganya sebagai tindak lanjut teori kepentingan

19R. Santoso Brotodiharjo,Pengantar Ilmu Hukum Pajak,PT. Eresco Bandung,

(42)

dalam hal penyediaan fasilitas umum yang diselenggarakan oleh Negara, maka dengan pajak inilah masyarakat dapat menunjukkan salah satu baktinya kepada Negara.20

Teori yang digunakan sebagai pisau analitis dalam penelitian ini sebagai teori utama adalah teori kepastian hukum didukung dengan teori daya pikul.

Teori yang digunakan sebagai pisau analisis dalam penelitian ini adalah teori kepastian hukum oleh Roscoe Pound, yang mengatakan bahwa dengan adanya kepastian hukum memungkinkan adanya “Predictability”.21 Sedangkan Van Kant mengatakan bahwa hukum bertujuan menjaga kepentingan tiap-tiap manusia agar kepentingan-kepentingan itu tidak diganggu. Bahwa hukum mempunyai tugas untuk menjamin adanya kepastian hukum.22Dengan demikian kepastian hukum mengandung 2 (dua) pengertian, yang pertama adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan, dan kedua berupa keamanan bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan yang bersifat

20 Op.Cit, hal. 10.

21 Pieter Mahmud Marzuki (a),Pengantar Ilmu Hukum,(Jakarta: Kencana Prenada

Media group, 2009), hal. 158

22 C.S.T Kansil,Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta:

(43)

umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh Negara terhadap individu. Kepastian hukum hak atas tanah pada dasarnya dipengaruhi oleh berbagai faktor yang tercakup dalam pengenaan pajak atas adanya peralihan hak atas tanah objek Leasing tanah dan bangunan.23

a. Substansi hukum, yang terdiri dari tujuan, sistem dan tata laksana pendaftaran tanah;

b. Struktur hukum, yang terdiri dari aparat pertanahan dan lembaga penguji kepastian hukum, juga lembaga pemerintahan terkait; c. Kultur hukum, yang terdiri dari kesadaran hukum masyarakat dan

realitas sosial.

Pemungutan pajak harus diatur dalam Undang-Undang, tujuannya agar ada jaminan hukum untuk Negara dan wajib pajak dalam menyelenggarakan pemungutan pajak. Negara memiliki hak untuk memungut pajak, namun pelaksanaan hak tersebut tidak boleh mengabaikan teori-teori perpajakan yang ada.

Pada teori daya pikul setiap orang wajib membayar pajak sesuai dengan daya pikul masing-masing, daya pikul adalah kekuatan seseorang untuk memikul beban dari apa yang tersisa setelah dikurangi dengan pengurangan-pengeluaran untuk kehidupan sendiri dan keluarga (Pajak

23 Muchtar Wahid, Memakai Kepastian Hukum Hak Atas Tanah, Suatu Analisa

(44)

Penghasilan). Teori ini bukan teori pembenaran pemungutan pajak melainkan alasan untuk memungut pajak yang adil, Menurut Rimsky K. Judisseno, teori daya pikul merupakan pembebanan pajak itu harus sama beratnya untuk setiap orang sesuai dengan daya pikulnya masing-masing.24 Sedangkan dalam pelaksanaan perjanjian digunakan, Teori Pernyataan(uitingstheorie)yaitu kesepakatan terjadi pada saat pihak yang menerima penawaran itu menyatakan menerima penawaran itu.

Dalam pemungutan pajak ada dikenal beberapa sistem pemungutan pajak yaitu:

1.Officia l Assessment System

Official Assessment System adalah di mana wewenang pemungutan pajak ada pada fiskus. Fiskus berhak menentukan besarnya utang pajak orang pribadi maupun badan dengan mengeluarkan ketetapan pajak, yang merupakan bukti timbulnya suatu utang pajak. Jadi, dalam sistem ini para wajib pajak bersifat Pasif dan menunggu ketetapan fiskus mengenai utang pajaknya.

2. Semi Self Assessment System

Semi Self Assessment System adalah suatu sistem pemungutan pajak di mana wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang dari wajib pajak berada pada kedua belah pihak, yaitu wajib pajak dan fiskus.25 Mekanisme pelaksanaan dalam sistem ini berdasarkan suatu anggaran bahwa wajib pajak pada awal tahun menaksir sendiri besarnya utang pajak terutang yang sesungguhnya ditetapkan oleh fiskus.

Penerapan Semi Self Assessment System bersama-sama dengan

Withholding System, yang pada waktu itu dikenal dengan sebutan tata

24 Ibid, hal. 121

25 Rimsky K. Judisseno,Perpajakan,PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1996,

(45)

cara Menghitung Pajak sendiri (MPS) dan Menghitung Pajak Orang (MPO) dilaksanakan pada periode 1968-1983.

3. Withholding System

Withholding System adalah suatu sistem pemungutan pajak di mana pihak ketiga memungut dan menyetorkan pajak ke kas negara atas nama wajib pajak, kewenangan tersebut diatur dalam peraturan pajak. Sehingga pada prinsipnya

Withholding System telah diatur dalam Undang-Undang Perpajakan dengan tarif yang pasti besarnya dan pembayarannya dapat sebagai angsuran pajak atau bersifat final.

4.Self Assessment System26

Self Assessment System adalah suatu sistem pemungutan pajak di mana wajib pajak menghitung dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus disetorkan. Penekanannya adalah wajib pajak harus aktif menghitung dan melaporkan jumlah pajak terutangnya tanpa campur tangan fiskus.

Sistem ini diberlakukan untuk memberikan kepercayaan yang sebesar- besarnya bagi masyarakat guna meningkatkan kesadaran dan peran serta masyarakat dalam menyetorkan pajaknya. Dengan menyadari kelemahan-kelemahan yang ditimbulkan sistem tersebut diatas, maka pada umumnya menggunakanSelf Assessment System.

Pengertian PPh mengandung dua kata yang mempunyai pengertian disatukan satu sama lain. Yang pertama mengenai arti dari pajak adalah suatu kewajiban dari masyarakat untuk menyerahkan sebagian dana kepada negara dalam membiayai kepentingan umum serta keperluan negara lainnya, yang pelaksanaannya diatur oleh Undang-Undang. Kedua

(46)

mengenai arti penghasilan adalah jumlah uang yang diterima atas usaha yang dilakukan orang-perorangan, badan atau bentuk usaha lainnya yang dapat digunakan aktivitas ekonomi seperti mengkonsumsi dan/atau menimbun serta menambah kekayaan.27

Menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 pengertian dari objek PPh, seperti yang dinyatakan dalam Pasal 4 ayat (1) (d) yaitu: “Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dalam bentuk apapun, termasuk karena keuntungan, karena penjualan atau karena pengalihan harta.”

Jelas bahwa Undang-Undang ini menganut prinsip Perpajakan atas penghasilan dalam pengertian yang luas, yaitu pengenaan pajak atas setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak dari manapun asalnya yang dapat dipergunakan untuk konsumsi atau menambah kekayaan wajib pajak tersebut. Tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak merupakan ukuran

27 Rimsky K. Judisseno, Pajak dan Strategi Bisnis (Suatu Tinjauan tentang

(47)

terbaik mengenai kemampuan wajib pajak tersebut untuk ikut bersama-sama memikul biaya yang diperlukan pemerintah untuk membiayai kegiatan rutin, pembangunan dan kepentingan umum serta keperluan negara lainnya.

Istilah Perjanjian leasing berasal dari kata lease yang berarti sewa menyewa, Para ahli berbeda pandangan dalam defenisileasingnamun dari defenisi itu yang dimaksud deganleasingadalah:28

a. Leasingsama denga jual beli angsuran b. Leasingsama dengan sewa menyewa c. Leasingsama dengan jual beli.

Dalam Surat Menteri Keuangan dan Perindustrian dan Perdagangan Nomor KEP-122/MK/IV/2/1974 dan Nomor 30/KPB/1974 tentang Perizinan Usaha leasingmaka pengertianleasingdifokuskan pada

finance lease bahwa penyewa guna usaha pada masa akhir kontrak diberikan hak opsi untuk membeli objek atau memperpanjangnya. finance leasedapat dibedakan menjadi dua yaitu:29

a. Direct finance Lease

Transaksi ini terjadi jika lease sebelumnya belum pernah memiliki barang yang dijadikan obyek lease, secara sederhana bisa dikatakan

28Salim HS, Hukum Kontrak,Teori dan Penyusunan Kontrak, (Jakarta: Sinar

(48)

bahwa Lessor membeli suatu barang atas permintaan lessee karena

lessee memerlukan suatu barang untuk kepentingan proses produksi dalam usahanya.

b.Sale and lease Back

Dalam transaksi ini lessee menjual barang yang sudah dimilikinya kepada Lessor, atas barang yang sama ini kemudian dilakukan suatu transaksi leasing antara Lessor dan lessee, disini lessee memerlukan cash yang bisa dipergnakan untuk tambahan modal kerja atau untuk kepentingan lainnya,dalam hal ini memungkinkan Lessor memberikan dana untuk keperluan apa saja kepada clientnya, yang dibutuhkan adalah obyekleaseyang nilainya sesuai dengan dana yang diberikan.

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991 pada Pasal 2, 3, dan 4 leasing digolongkan sebagai finance lease apabila memenuhi syarat yaitu:

1. Jumlah pembayaran leasing selama masa leasing pertama ditambah ditambah dengan nilai sisa barang modal harus dapat menutup harga perolehan barang modal dan keuntunganLessor.

2. Masa leasing ditentukan sekurang-kurangnya 2 tahun untuk barang modal golongan I dan 3 tahun untuk barang modal golongan II, III dan 7 tahun untuk golongan bangunan.

3. Perjanjianleasingmemuat ketentuan mengenai opsi Bagilessee.

Sedangkan dalam Pasal 16 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991 mengatur mengenai ketentuan perpajakan bagilessee

yang melakukan transaksifinance leasesebagai berikut:

a. Lessee tidak boleh melakukan penyusutan atas barang modal yang

dileasingkansampai saatleaseemembeli barang tersebut.

b. Setelahlesee, menggunakan hak opsinya mem,beli barang modal yang

dileasingkanmaka maka lessee boleh melakukan penyusutan dengan dasar adalah harga opsi barang modal yang bersangkutan.

(49)

penghasilan brutolessee.

d. Dalam hal masa lease lebih pendek darimana yang ditentukan, Direktur Jendral Pajak melakukan koreksi atas pembebanan biaya

leasing tersebut dan memperlakukannya sebagai operating lease. Perubahan ini tidak dilakukan apabila terjadi karena force majeur, defaultmaupun pertimbangan ekonomi tanpa motif menghindari pajak dan tiak ada hubungan istimewa antaraLessordanlessee.

e. Lessee tidak memotong Pajak Penghasilan Pasal 23 atas pembayaran sewa-guna-usaha (Leasing).

Dari segala peraturan yang mengatur mengenai transaksi leasing

maka setiap pengalihan hak atas tanah dan bangunan harus dikenakan pajak, dan daam pengenaan pajak tersebut dibutuhkan kepastian dalam pengaturannya agar para wajib pajak mengetahui nilai pajak yang harus dibayarnya kepada Negara, oleh karenanya teori kepastian hukum dan teori daya pikul digunakan dalam penelitian ini.

2) Konsepsi.

Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori, peranan konsepsi dalam penelitian ini untuk menggabungkan teori dengan observasi, antara abstrak dengan kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut defenisi operasional.30

(50)

Dalam bahasa Latin, kata conceptus (di dalam bahasa Belanda:

begrip atau pengertian merupakan hal yang dimengerti. Pengertian bukanlah merupakan “defenisi” yang di dalam bahasa Latin adalah

idefinition. Defenisi tersebut berarti rumusan (di dalam bahasa Belanda:

onshrijving) yang pada hakikatnya merupakan suatu bentuk ungkapan pengertian disamping aneka bentuk lain yang dikenal di dalam

epistemologi atau teori ilmu pengetahuan.31Dalam konsepsi diungkapkan beberapa konsepsi atau pengertian yang akan dipergunakan sebagai dasar penelitian hukum.32

Konsepsional atau pengertian merupakan unsur pokok dari suatu penelitian, jika masalah dan kerangka teorinya telah jelas biasanya sudah diketahui pula fakta mengenai gejala-gejala yang menjadi pokok perhatian, dan suatu konsepsional sebenarnya adalah defenisi dari apa yang perlu diamati, konsepsional menentukan antara variabel-variabel yang ingin menentulan adanya hubungan empiris.33

Untuk dapat menjawab permasalahan dalam penelitian tesis perlu didefenisikan beberapa konsep dasar dalam rangka menyamakan persepsi

31

Soerjono Soekanto, Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta:

PT.Raja Grafindo, 2001), hal 6 32 Ibid,hal 7

33 Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Edisi Ketiga,

(51)

agar secara operasional dapat dibatasi ruang lingkup variabel dan dapat diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan penelitian yang telah ditentukan. Konsep itu adalah sebagai berikut:

a. Perjanjian adalah “suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal, maka timbullah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan.”34

b. Kajian Aspek Legal adalah mempelajari dan menganalisis dari sudut pandang hukum.

c. Pengenaan pajak adalah pembebanan kewajiban pembayaran pajak kepada wajib pajak.

d. Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggrakan pemerintahan.35

34 R.Subekti,Op.Cit., hal. 1

35 Sony Devano dan Siti Kurnia Rahayu, Perpajakan Konsep, teori dan Isu,

(52)

e. PPh adalah pemotongan pemungutan yang merupakan penerapan sistem perpajakan yang menggunakan with holding system dimana pajak yang dibayar seseorang atau badan, dipotong dan dipungut oleh pihak ketiga.36

f. BPHTB adalah pajak yang dikenakan atas perolehan ha katas tanah dan bangunan.37

g. Bangunan adalah konstruksi tehnik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan.38

h. Tanah adalah permukaan bumi.39

i. PPh Final Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan adalah pengenaan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari pengalihan ha katas tanah dan bangunan wajib dibayar Pajak penghasilan (PPh)

j. Leasing adalah setiap pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal digunakan oleh suatu perusahaan untuk suatu jangka waktu tertentu berdasarkan

pembayaran-36Agus Setiawan dan Basri Musri,Perpajakan Umum, (Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2006), hal 19 37

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2000 tentang BPHTB

38 Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi

dan Bangunan.

39 Pasal 1 ayat (3)joPasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960

(53)

pembayaran secara berkala disertai dengan hak pilih bagi perusahaan untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktuleasing berdasarkan nilai sisa yang telah disepakati bersama.40

k. Lessor adalah Perusahaan pembiayaan ataua perusahaan sewa guna usaha (Leasing) yang telah memperoleh izin usaha dan Menteri Keuangan dan melakukan kegiatan sewa guna usaha.

l. Lessee adalah Perusahaan atau perorangan yang menggunakan barang modal dengan pembiayaaan dariLessor.

m.Pembayaran Sewa-guna-usaha (Lease Payment) adalah jumlah uang yang harus dibayar secara berkala oleh lessee kepada selama jangka waktu yang telah disetujui bersama sebagai imbalan penggunaan barang modal berdasarkan perjanjian transaksiLeasing.

G. Metode Penelitian

Secara Etimologi metode diartikan sebagai jalan atau cara melakukan atau mengerjakan sesuatu, metode berasal dari bahasa yunani

“Methodos” yang artinya “Jalan Menuju”, bagi kepentingan ilmu

(54)

pengetahuan, metode merupakan titik awal menuju proposisi-proposisi akhir dalam bidang pengetahuan tertentu.41

Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya, disamping itu juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul didalam gejala yang bersangkutan,42maka dalam metode penelitian merupakan cara dan prosedur yang sistematis dan terorganisir untuk menyelidiki suatu masalah tertentu dengan maksud mendapatkan informasi untuk digunakan sebagai solusi atas masalah, oleh karena itu metode merupakan keseluruhan langkah ilmiah yang digunakan untuk menemukan solusi atas suatu masalah.43

Pemilihan suatu metodologi yang baik untuk suatu penelitian tergantung kepada sasaran penelitian, bahan yang tersedia, kondisi yang

41

Bahder Johan Nasution,Metode Penelitian Hukum, (Bandung: Mandar Maju,

2008), hal 13

42Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: UI Press, 2007),

hal 43

43 Ulber Silalahi, Metode Penelitian sosial, ( Bandung: PT. Refika Aditama,

(55)

meliputi kegiatan penelitian, dan terutama jenis informasi yang diperlukan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Jenis Penelitian dan Metode Pendekatan

Jenis Penelitian yang dipergunakan adalah dengan menggunakan pendekatan normatif. “Pendekatan normatif dipergunakan untuk mempelajari peraturan perundang-undangan”44yang berkaitan dengan PPh Final dan BPHTB dalam perjajian dalam transaksiLeasing,

Metode pendekatan dalam penelitian ini bersifat deskriptif yaitu dengan menggambarkan keadaan yang berhubungan dengan permasalahan pengenaan PPh Final dan BPHT terhadap taransaksi Leasing. Penelitian deskriptif ini dimulai dengan pengumpulan data yang berhubungan dengan pembahasan diatas, lalu menyusun, mengklasifikasikan dan menganalisisnya serta kemudian menginterprestasikan data, sehingga diperoleh gambaran yang jelas tentang fenomena yang diteliti.45 Dengan penelitian yang bersifat deskriptif dimaksudkan untuk melukiskan keadaan objek atau peristiwa.46

2. Sumber Data.

44Ibid. 45 Ibid, hal 10

(56)

Dalam penelitian ini jenis data yang diperlukan, yaitu data skunder, data skunder adalah data yang diperoleh dari dokumen publikasi, artinya data sudah dalam bentuk jadi,47yang terdiri dari:

a. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum berupa peraturan-peraturan mengenai PPh terhadap transaksi leasing yang mempunyai kekuatan mengikat berupa peraturan perundang-undangan:

1). Keppres Nomor 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan. 2). Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor

1251/KMK.013/1998 tentang Ketentuan dan Tata Cara pelaksanaan Lembaga Pembiayaan.

3). Keutusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 634/KMK.013/1990 tentang Pengadaan Barang Modal Berfasilitas melalui Perusahaan Sewa Guna Usaha (perusahaanLeasing) 4). Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor

1169/KMK.01/1991 tentang ketentuan sewa Guna Usaha (Leasing).

47 I Made Wirartha, Pedoman Penulisan Usulan Penelitian Skripsi dan Tesis,

(57)

b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan yang erat kaitannya dengan bahan hukum primer berupa buku-buku yang berhubungan dengan objek yang diteliti.

c. Bahan hukum tersier, yakni yang memberikan informasi lebih lanjut mengenai bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus hukum dan kamus besar hukum bahasa Indonesia.

3. Alat Pengumpulan Data

Adapun alat pengumpulan data dilakukan dengan cara:

a. Studi Dokumen yaitu yang terdiri dari bahan hukum yang berkaitan dengan hukum Pajak yang ditunjang dengan bahan hukum lainnya. b. Wawancara yaitu dengan melakukan Tanya jawab secara langsung

dengan membuat daftar pertanyaan yang sudah direncanakan dengan Pejabat Kantor Perpajakan dan PerusahaanLeasing.

4. Analisa Data

Analisis data terhadap data sekunder mengenai transaksi leasing

(58)
(59)

BAB II

PENGENAAN PPH FINAL PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DAN BPHTB BAGI PARA PIHAK DALAM

TRANSAKSILEASINGTANAH DAN BANGUNAN JIKA

DIKAITKAN DENGAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN PAJAK

A. PPh Final Pengalihan Hak Atas Tanah dan Bangunan.

1. Prinsip Pemajakan Menurut Undang-Undang PPh

Undang-Undang PPh menganut prinsip pemajakan atas pengalihan dalam pengertian yang luas yaitu bahwa pajak dikenakan atas setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh oleh wajib pajak dari manapun asalnya yang dapat dipergunakan untuk konsumsi atau menambah kekayaan wajib Pajak tersebut.48

Pengenaan PPh yang bersifat final berdasarkan teori disebut

scheduler taxation yang berdasarkan pertimbangan kesederhanaan, keadilan, pemerataan dalam pengenaan dan pemungutannya. System

scheduler taxation dengan tariff tersendiri diterapkan terhadap penghasilan tertentu yang dikenakan PPh berdasarkan ketentuan Undang-Undang PPh. Karakteristik PPh final adalah penghasilan yang dikenakan PPh Final tidak perlu digabungkan dengan penghasilan lain yang non final

48Gustian DJuanda dan Irwansyah Lubis,Pelaporan Pajak Penghasilan, edisi

(60)

dalam penghitungan PPh berdasarkan SPT tahunan PPh, jumlah PPh Final yang telah dibayar sendiri atau dipotong pihak lain tidak dapat dikreditkan, biaya-biaya yang dipergunakan untuk memperoleh penghasilan yang dikenakan PPh Final tidak dapat dikurangkan.49

2. Penggolongan PPh Final

Prinsip scheduler taxation dapat dilihat pada ketentuan Pasal 4 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (2) d, Pasal 19, pasal 21 dan Pasal 22 UU PPh dan aturan pelaksanaannya.

Objek pajak yang dikenakan PPh Final dengan sistem perpajakan

scheduler taxationdigolongkan kedalam 6 kelompok yaitu:50 a. PPh Pasal 15 terdapat 5 kategori

b. PPh Pasal 17 ayat (2) terdapat 1 kategori c. PPh Pasal 19 terdapat 1 kategori

d. PPh Pasal 21 terdapat 4 kategori e. PPh Pasal 22 terdapat 1 kategori

f. PPh Pasal 4 ayat (2) terdapat 11 kategori

49

Dina Arfina,Kajian Hukum Pengenaan Bea Perolehan Hak atasTanah dan

Bnagunan dan Pajak Penghasilan Final Penglihan Hak Atas Tanah dan Bangunan Dalam Transaksi BOT (Built Operate And Transfer), (Medan, Magister Kenotariatan USU, 2014), hal 50

(61)

Sedangkan untuk PPh atas transaksi Pengalihan Hak Atas Tanah dan Bangunan terdapat dalam kelompok pada Pasal 4 ayat (2).

3. Dasar Hukum PPh Final Pengalihan Hak Atas Tanah dan

bangunan.

Dasar hukum Pajak Penghasilan Final Pengalihan Ha katas Tanah dana Bangunan (PPh PHBTB) adalah:

a. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945

b. Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008

c. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1996 tentang perubahan pertama Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 tentang pembayaran PPh PHTB.

d. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 1999 tentang perubahan kedua Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 tentang pembayaran PPh PHTB.

(62)

f. Keputusan Mentri Keuangan Nomor 635/KMK.04/1994 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2008.

4. Subjek Pajak

Subjek pajak adalah orang pribadi, warisan atau badan termasuk bentu usaha tetap (BUT) baik yang berada didalam negri maupun yang berada di luar negri yang mempunyai atau memperoleh penghasilan dari Indonesia.51

Subjek Pajak penghasilan (PPh) Dalam Negeri yang dikenakan pajak berdasarkan penghasilan yang diterima selama satu tahun pajak adalah:52

a. Orang Pribadi

Adalah orang yang bertempat tinggal di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 bulan atau dalam satu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.

(63)

b. Badan

Adalah sekumpulan orang atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas, perseroan komaniditer, atau Badan Usaha Milik Negara atau daerah dalam bentuk apapun, Firma, Koperasi, dana pensiun, perkumpulan, persekutuan, yayasan, organisasi massa, organisasi social atau lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif .

c. Warian Yang Belum Terbagi

Adalah sebagai satu kesatuan yang merupakan subjek pajak pengganti dan adapun pihak yang digantikan adalah ahli waris yang berhak yang mana para ahli

Subjek Pajak penghasilan (PPh) luar negeri adalah subjek pajak orang pribadi bukan BUT, badan bukan BUT, BUT, yang bertempat tinggal atau berkedudukan diluar negri yang dapat menerima penghasilan dari Indonesia yang dikenakan PPh hanya atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Indonesia baik melalui BUT maupun tanpa BUT di Indonesia.53

(64)

Dalam pengenaan PPh Final Pengalihan Hak atas Tanah dan Bangunan Peraturan Pemerintah nomor 71 Tahun 2008 tentang perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan dari pengalihan Hak Atas Tanah dan Bangunan menegaskan bahwa yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi dan badan.

5. Objek Pajak

Objek pajak penghasilan adalah penghasilan yaitu setiap tambahan, kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak baik yang berasal dari dalam negeri maupun yang berasal dari luar negri.54

Objek pajak dalam negeri adalah penghasilan yang diperoleh subjek pajak dalam negeri termasuk BUT maupun subjek pajak luar negri yang berasal dari Indonesia sedangkan objek pajak luar negeri adalah penghasilan yang diterima subjek pajak dalam negeri termasuk BUT yang berasal dari luar Indonesia, Penghasilan yang berasal dari luar negeri yang sudah atau belum dipotong pajak di tempat penghasilan tersebut didapat tetap merupakan objek pajak penghasilan di Indonesia sedangkan bagi objek pajak luar negeri yang sudah dipotong pajak di luar negeri dapat

(65)

diperhitungkan sebagai kredit pajak di Indonesia sesuai dengan Ketentuan Pasal 24 Undang-Undang PPh.

Pengalihan hak atas tanah dan bangunan dibagi menjadi Pengalihan hak atas tanah yang dilakukan secara orang perorangan atau badan hukum swasta dengan orang perorangan atau badan hukum swasta (non pemerintah dengan non pemerintah), atau antaraorang perorangan atau badan hukum swasta dengan pemerintah (non pemerintah dengan pemerintah).

(66)

diperoleh nono pememrintah dikenakan PPh PHTB sedangkan terhadap pemerintah tidak dikenakan PPh PHTB55

Mengenai Pengalihan hak atas tanah dan bangunan dapat dilakukan dengan cara:56

a. Penjualan

b. Tukar menukar termasukruislag

c. Perjanjian pemindahan hak d. Pelepasan Hak

e. Penyerahan Hak f. Lelang

g. Hibah

h. Cara lain yang disepakati kedua belah pihak non pemerintah i. Cara lain yang disepakati dengan pemerintah guna pelaksanaan

pembangunan termasuk untuk kepentingan umum yang tidak memerlukan persyartan khusus.

j. Cara lain yang disepakati dengan pemerintah guna pelaksanaan pembangunan termasuk untuk kepentingan umum yang memerlukan persyartan khusus.

Terhadap pengalihan hak atas tanah dan bangunan dengan Cara lain yang disepakati, antara lain:

a. Warisan

b. Sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease)

c. Sale and lease back

d. Penyetoran modal saham dalam bentuk tanah dan bagunan

(inbreng, in-kind participation)

e. Pengalihan hak sehubungan denganBuilt Operate Ttransfer(BOT) atau bangunan guna serah

f. Pembubaran badan hukum (likuidasi)

g. Putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap

55Dina Arfina,Opcit, hal 64

56Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994Tentang Pembayaran Pajak

(67)

6. Penghitungan PPh Pengalihan Hak Atas Tanah dan Bangunan

Perhitungan Pajak Penghasilan Hak atas Tanah dan Bangunan (PPh PHTB) yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif PPh PHTB sebesar adalah sebesar 5% (lima persen) dari Jumlah Bruto Nilai Pengalihan Hak atas Tanah dan Bangunan (JBNPHTB), kecuali atas pengalihan hak atas Rumah Sederhana (RS) dan Rumah Susun Sederhana (RSS) yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan bangunan dikenai PPh sebesar 1% (satu persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan57

Secara ringkas penghitungan PPh PHBT dapat digambarkan sebagai berikut:

PPh PHBT = tarif x DPP PHTB

DPP PPh PHTB = JBNPHTB/ Nilai Risalah Lelang/ Nilai Keputusan Pejabat

JBNPHTB = Nilai tertinggi antara Nilai Transaksi dan NJOP PBB

PPh PHTB = 5% x DPP PHTB

Kecuali untuk RS dan RSS penghitungan PPh PHTB: PPh PHTB = 1% x DPP PPh PHTB.

(68)

Contoh:

NJOP TB = Rp.

347.000.000,00

Harga Transaksi/Jual = Rp.

500.000.000,00

PPh PHTB terutang 5% x Rp 500.000.000,00 =Rp. 25.000.000,00.

B. Bangunan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan

(BPHTB).

1. Dasar Hukum BPHTB

(69)

maka tanggal 15 September 2009 dikeluarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang bertujuan untuk memperbaiki kewenangan pemungutann, meningkatkanlocal taxing power, dan meningkatkan efektivitas pengawasan dan sistem pengelolaan.59

Berdasarkan Pasal 2 ayat (2) huruf k Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dinyatakan bahwa salah satu jenis pajak daerah kabupaten/kota adalah Bea Perolehan Hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) sehingga Bea Perolehan Hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) dahulu pajak pusat menjadi pajak daerah.

Dasar hukum BPHTB adalah Pasal 85 sampai dengan Pasal 93 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang memuat tentang ketentuan objek pajak, subjek pajak, wajib pajak, tarif pajak, dasar pengenaan pajak dan lain-lain.

58

Dwi Sartika Paramyta,Pengenaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan

Bangunan Terhadap Hibah Wasiat Pasca Pemberlakuan Undnag-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah, (Medan, Magister Kenotariatan USU, 2014), hal 93

Referensi

Dokumen terkait

ELECTRONICS SOLUTION/TELESINDO - LT.2 (MALL DEPOK)_HHP ELECTRONICS SOLUTION - LT.1 BLOK A (TERAS KOTA MALL)_HHP ELECTRONICS SOLUTION - LT. 2 B2 (GRAND GALAXY PARK)_HHP

SKRIPSI PEMAKNAAN KEKERASAN SEKSUAL DALAM KUMPULAN..... ADLN Perpustakaan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan metode peramalan yang tepat melalui metode fungsi transfer (ARIMAX) dan Neural Network (NN) yang dapat digunakan untuk

Penurunan jumlah kuman yang lebih besar juga terjadi pada kelompok perlakuan mencit yang diterapi kombinasi ekstrak timi, dan vankomisin (P2) bila

Berdasarkan hasil dari pelaksanaan program Tha Prink: Pengolahan limbah tusuk sate yang telah dilaksanakan di desa Bendungan kecamatan Kudu kabupaten Jombang, dapat

hook, rising action or crisis, climax, falling action and resolution or denouement.. Character, Characteristics

Tuliskan secara lengkap informasi yang ditanyakan pada kolom (2) s/d kolom (15) dari proyek-proyek konstruksi yang dikerjakan oleh perusahaan selama tahun 2006. Proyek yang

Power dalam cabang olahraga taekwondo berperanan untuk mendapatkan kekuatan dan kecepatan menendang agar mendapatkan poin sesuai sasaran yang ditargetkan. Power yang