• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Protozoa Parasitik Pada Kulit, Insang dan Usus Ikan Mas (Cyprinus carpio) Dan Ikan Nila (Oreochromis sp) Di Pasar Empang, Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Identifikasi Protozoa Parasitik Pada Kulit, Insang dan Usus Ikan Mas (Cyprinus carpio) Dan Ikan Nila (Oreochromis sp) Di Pasar Empang, Bogor"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN HISTOMORFOLOGI GINJAL TIKUS PUTIH

PADA KONDISI HIPERGLIKEMIA

DAN PEMBERIAN VITAMIN E

RENY AGUSTIN KUSUMAJAYANTY

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRAK

RENY AGUSTIN KUSUMAJAYANTY. Gambaran Histomorfologi Ginjal Tikus Putih Pada Kondisi Hiperglikemia dan Pemberian Vitamin E. Dibimbing oleh ADI WINARTO dan EKOWATI HANDHARYANI.

Diabetes melitus merupakan penyakit yang banyak dijumpai di berbagai belahan dunia. Pengobatan yang dilakukan hanya bertujuan untuk mempertahankan kadar gula darah mendekati kisaran normal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran histomorfologis ginjal tikus putih (Rattus norvegicus) dalam kondisi hiperglikemia dan pengaruh pemberian vitamin E. Penelitian ini menggunakan 12 ekor tikus putih jantan galur Sprague Dawley (250 g) yang dibagi menjadi empat kelompok, yaitu kelompok ke-1 sebagai kontrol hanya diberi aquades, kelompok ke-2 diberi vitamin E 80 IU dengan dosis 0.2 ml/ekor, kelompok ke-3 diinduksi streptozotosin (STZ) dosis tunggal 50 mg/kgBB, dan kelompok ke-4 (perlakuan) diberi STZ dengan dosis tunggal dan vitamin E 80 IU selama 19 hari. Pengamatan histopatologi dilakukan dengan menghitung 25 glomerulus untuk setiap ginjal. Tubuli diamati secara deskriptif. Data yang didapat dianalisis dengan uji ANOVA dan dilanjutkan dengan uji

Duncan untuk mengetahui tingkat perbedaan (p<0.05). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian vitamin E dengan dosis 80 IU/ekor selama 19 hari dapat mengurangi lesio pada glomerulus berupa degenerasi hingga nekrosa serta pembentukan amiloid pada kelompok diabetik dan non diabetik. Jumlah lesio tertinggi yaitu 19.167±1.155 terdapat pada kelompok STZ sedangkan jumlah lesio terendah yaitu 2.833±1.258 pada kelompok vitamin E.

(3)

© Hak cipta milik Reny Agustin, tahun 2007 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari

(4)

GAMBARAN HISTOMORFOLOGI GINJAL TIKUS PUTIH

PADA KONDISI HIPERGLIKEMIA

DAN PEMBERIAN VITAMIN E

RENY AGUSTIN KUSUMAJAYANTY

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada

Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Judul Skripsi : Gambaran Histomorfologi Ginjal Tikus Putih Pada Kondisi Hiperglikemia dan Pemberian Vitamin E

Nama : Reny Agustin Kusumajayanty

NRP : B04103115

Disetujui

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Drh. Adi Winarto, PhD Drh. Ekowati Handharyani, MS. PhD NIP. 131 578 835 NIP. 131 578 831

Diketahui

Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor

Dr. Drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS. NIP. 131 129 090

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, karunia dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam penulis curahkan kepada Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya dan para sahabatnya.

Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah gambaran histomorfologi ginjal tikus pada kondisi hiperglikemia, dengan judul “Gambaran Histomorfologi Ginjal Tikus Putih Pada Kondisi Hiperglikemia dan Pemberian Vitamin E”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan jenjang pendidikan sarjana di Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis sadar bahwa karya tulis ini tidak akan terwujud bila tidak ada bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1) Kedua orang tua tercinta, ayahanda Rusdy Lyn dan ibunda Neri Rukmanah atas limpahan doa dan pengorbanan yang tiada henti-hentinya, kasih sayang, semangat, serta kebahagiaan selama hidup penulis.

2) Yth. Drh. Adi Winarto, PhD dan Drh. Ekowati Handharyani, MS. PhD selaku dosen pembimbing skripsi atas waktu, kesabaran, ilmu dan bimbingannya selama proses penulisan skripsi ini.

3) Yth. Drh. Hernomoadi H, MVS atas kesediaannya menjadi dosen penilai dan dosen penguji.

4) Yth. Drh. Dewi Ratih Agungpriyono, PhD selaku dosen pembimbing akademik atas segala perhatian dan motivasinya.

5) Pegawai laboratorium Patologi dan laboratorium Histologi. 6) Ytc. Bayu Aji Wibowo atas semangat dan kasih sayangnya.

7) Adik tersayang, Rendi dan Baginda atas semangat dan canda tawanya. 8) Sahabat tersayang (Ika, Eka, Au, Indah, Rikki) semoga persahabatan kita

abadi selamanya.

(7)

10)Teman Gymnolaemata ’40 atas kebersamaannya.

11) Serta kepada berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih terdapat banyak kekurangan dan kelemahan dalam berbagai hal. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis menerima masukan berupa kritik dan saran yang sifatnya membangun dari pembaca demi kesempurnaan skripsi ini. Pada akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya dan tidak hanya sebagai pelengkap perpustakaan.

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 18 Agustus 1985. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara, putri dari pasangan ayahanda Rusdy Lyn dan ibunda Neri Rukmanah.

Pendidikan penulis diawali pada tahun 1991 di SD Negeri Pengadilan II Bogor. Penulis melanjutkan pendidikan menengah di SLTP Negeri 5 Bogor dan lulus pada tahun 2000. Tahun 2003 penulis menyelesaikan pendidikan menengah umum di SMU Negeri 5 Bogor dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

(9)
(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Jumlah glomerulus yang mengalami lesio akibat

(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Potongan membujur ginjal 3

2 Nefron 6

3 Struktur streptozotosin 8

4 Struktur α-tokoferol 11

5 Struktur mikromorfologis glomerulus tikus pada kelompok diabetik 18

6 Struktur mikromorfologis glomerulus tikus pada kelompok nondiabetik 20

7 Jumlah lesio pada glomerulus 22

..………...………..……..

…...…..…...…..…..

…………...…………..…..………..………..

………...………..….………..

……….…….…...……..……..

……….…………...………..

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Analisa data secara statistik menggunakan uji ANOVA

dan dilanjutkan uji Duncan 29 2 Tahapan pewarnaan Haemotoxylin Eosin (HE) 30

……….……….………….…………..

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perubahan gaya hidup masyarakat seperti meningkatnya konsumsi makanan cepat saji (fast food) dengan tingginya kandungan lemak yang disertai dengan konsumsi minuman ringan (soft drink) dengan kadar gula yang tinggi dapat memacu peningkatan berat badan. Peningkatan yang disertai dengan kurangnya melakukan aktivitas fisik akan memacu timbulnya suatu penyakit. Individu yang memiliki kelebihan berat badan cenderung memiliki level antioksidan yang rendah, sedangkan produksi radikal bebas meningkat (Anonim 2004). Hal ini dapat menimbulkan resiko terjadinya Diabetes melitus.

Diabetes melitus yang lebih dikenal sebagai kencing manis merupakan suatu istilah kedokteran untuk penyakit gula. Diabetes melitus merupakan kondisi yang berhubungan dengan metabolisme yang kronis yang ditandai dengan gangguan umum pada metabolisme glukosa dan abnormalitas pada metabolisme lemak, protein, dan substansi lainnya (Anderson 1994). Penyakit ini menimbulkan berbagai komplikasi, baik akut, jangka pendek, maupun jangka panjang. Dari berbagai penelitian epidemiologis di Indonesia didapatkan angka prevalensi penyakit diabetes sebesar 1.5–2.3% pada penduduk dengan usia lebih dari 15 tahun (Pranadji 2002).

Penyakit Diabetes melitus tidak dapat disembuhkan sepenuhnya sehingga diagnosis secara dini merupakan satu-satunya cara untuk mengendalikan penyakit ini. Bila sudah terdiagnosis maka kemungkinan hanya perlu melakukan pengaturan makanan untuk menjaga keseimbangan konsumsi energi dan nutrien lain. Salah satu vitamin yang dapat digunakan untuk menurunkan kadar gula darah dan mencegah Diabetes melitus adalah vitamin E.

(14)

Montonen (2004) dalam jurnalnya menyatakan bahwa vitamin E dapat mengurangi perkembangan Diabetes melitus tipe 2. Penderita diabetes memiliki antioksidan dengan jumlah yang lebih rendah dari normal. Vitamin E dapat mengurangi resiko penyakit jantung dan komplikasi lain yang dapat muncul akibat diabetes. Penelitian menunjukkan bahwa vitamin E dapat menurunkan kadar kolesterol (pada diabetes tipe 2) serta melindungi dari retinopathy dan nephropathy (pada diabetes tipe 1) (Hart 2004).

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan secara mikroskopis organ ginjal tikus putih model Diabetes melitus (kondisi hiperglikemia) dengan dan tanpa pemberian vitamin E.

Hipotesa Penelitian

Penggunaan vitamin E pada kondisi hiperglikemia diharapkan dapat menurunkan atau mengurangi lesio pada organ ginjal.

H0 = Penggunaan vitamin E tidak berpengaruh terhadap perubahan mikroskopis

organ ginjal penderita Diabetes melitus.

H1 = Penggunaan vitamin E berpengaruh terhadap perubahan mikroskopis organ

ginjal penderita Diabetes melitus.

Manfaat Penelitian

(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Ginjal

Anatomi ginjal

Ginjal adalah organ yang menyaring plasma dan unsur-unsur plasma dari darah, dan kemudian secara selektif menyerap kembali air dan unsur-unsur berguna yang kembali dari filtrat, yang akhirnya mengeluarkan kelebihan dan produk buangan plasma (Frandson 1992). Ginjal berperan utama dalam memelihara keseimbangan cairan serta elektrolit dan mengatur tekanan darah (Dellman 1992).

Gambar 1 Potongan membujur ginjal [Sumber: www.wikipedia.com]

Gambar 1 Potongan membujur ginjal (Anonim 2007c)

Secara anatomis ginjal merupakan alat tubuh berpasangan, berwarna coklat, terletak dorsal di dalam rongga perut di sebelah kanan dan kiri tulang punggung (Nabib 1987). Hampir semua ginjal ternak memiliki bentuk seperti kacang, kecuali ginjal sapi dengan lobul-lobulnya, serta kuda dengan ginjal kanan yang menyerupai bentuk jantung (Frandson 1992). Pada manusia dewasa, ginjal memiliki panjang sekitar 11 cm dan tebal 5 cm dengan berat sekitar 150 gram (Wikipedia 2007a).

(16)

disebut pelvis renal. Bagian ini menerima urine dari tubulus penampung (collecting tubule).

Ginjal terdiri dari dua daerah, yaitu daerah perifer yang beraspek gelap disebut korteks, dan daerah yang agak cerah disebut medula, berbentuk piramid terbalik (Dellman 1992). Ginjal dibungkus oleh lapisan jaringan ikat longgar yang disebut kapsula. Suplai darah bagi ginjal sangatlah ekstensif bila dibandingkan dengan besarnya ginjal itu sendiri. Dua arteri renal mengalirkan darah sebanyak seperempat dari keseluruhan darah yang beredar. Arteri renal masuk ke hilus ginjal dan terbagi menjadi beberapa cabang yang ukurannya relatif besar, yaitu arteri-arteri interlobar yang kemudian menuju ke perifer di antara piramid hampir mendekati korteks serta membelok dan melengkung seperti busur (arteri arcuate) (Frandson 1992).

Histologi ginjal

Pada medula tampak bangunan berwarna pucat kelabu yang menyerupai piramida disebut pyramis renalis (Malphigi), dengan puncaknya papilla renalis, menonjol ke dalam calyx minor yang berbentuk corong. Pada ujung papilla tampak 10-25 lubang, yaitu muara ductus papillaris (Bellini). Piramida dibatasi oleh substansi korteks, yaitu columna renalis (Bertin). Dari dasar piramida tampak garis-garis menuju ke dalam korteks, yaitu processus lobuli corticalis renis atau disebut juga “medullary rays”, yang berisi cabang buluh penyalur dan buluh nefron (Himawan 1973).

Malphigi merupakan lokasi utama terjadinya filtrasi cairan dari darah, yaitu kira-kira sebanyak 100 kali jumlah cairan yang melintasi saringan ini yang pada akhirnya dikeluarkan sebagai urine. Tekanan darah di dalam kapiler harus tetap tinggi agar penyaringan dapat berjalan efektif. Arteriol kapiler yang masuk ke glomerulus dan arteriol eferen yang keluar dari glomerulus dilengkapi dengan otot polos sehingga jumlah darah yang masuk ke dalam glomerulus serta tekanan di dalam glomerulus dapat dikendalikan dengan kontriksi arteriol aferen maupun arteriol eferen (Frandson 1992).

(17)

juxtaglomerular. Sel ini memproduksi renin yang disekresikan ke dalam darah sebagai rangsangan pada saat volume darah menurun, saat konsentrasi Na dalam cairan tubular distal menurun, pada saat serabut saraf simpatetik yang menginervasi arteriol aferen dirangsang, atau pada saat terjadi renal ischaemia

(Underwood 1992). Di dalam darah renin tidak berdiri sendiri, ia bekerja pada suatu α-globulin yaitu angiotensinogen hingga dihasilkan angiotensin yang merupakan suatu vasokonstriktor untuk menaikkan tekanan darah.

Menurut Frandson (1992), nefron merupakan unit fungsional pada ginjal, berbentuk buluh atau tubuli, yang terdiri atas:

a. Glomerulus, membran glomerulus dapat dengan mudah melewatkan zat bermuatan netral.

b. Kapsula glomerulus (kapsul bowman), merupakan suatu pengembangan ujung buntu dari tubulus yang mengalami evaginasi di sekitar glomerulus.

c. Tubulus konvolusi proksimalis, dinding tubulus proksimal terdiri dari selapis sel yang saling berinterdigitasi dan membentuk tight junction di daerah apikal. Tepi sel yang menghadap ke lumen memiliki garis-garis

brush border dan mikrovili yang sangat banyak. Tubulus proksimal menyerap kembali sekitar 60-80% air, elektrolit-elektrolit natrium, klorida, dan bikarbonat. Dalam keadaan normal direabsorpsi juga semua glukosa dan asam amino.

d. Loop Henle, terbagi atas pars ascendens dan pars descendens. Terletak antara tubulus konvolusi proksimal dan tubulus konvolusi distal. Loop Henle bertanggung jawab meningkatkan tekanan osmotik dalam medula melalui suatu proses yang disebut sistem countercurrent. Dalam sistem ini mekanisme yang paling utama adalah transfer aktif sodium dari cairan tubular ke dalam interstitium.

(18)

Gambar 2 Nefron (Ivyrose 2003)

Fungsi ginjal

Beberapa faktor utama yang mempengaruhi kerja ginjal adalah komposisi darah, tekanan darah arterial, hormon, dan sistem saraf otonom. Komposisi darah berhubungan dengan konsentrasi relatif protein-protein plasma. Mengencernya protein plasma dapat menyebabkan diuresis (meningkatnya ekskresi urine), termasuk meningkatnya ekskresi air, natrium, klorida, dan bikarbonat. Tekanan arteriolar menentukan tekanan glomerulus. Tekanan ini merupakan faktor penentu kuantitas cairan yang tersaring dari dalam darah (Frandson 1992).

Fungsi ginjal secara umum adalah:

1) Membuang sisa metabolisme dengan cara menyaring plasma darah kemudian mengolahnya menjadi urine.

• Filtrat glomerular, merupakan cairan dan unsur-unsur cairan yang bergerak dari darah di dalam glomerulus melalui endotel kapiler glomerulus dan epitel squamosa sederhana membentuk lapisan viseral dari kapsul glomerulus ke dalam lumen. Air serta sebagian besar molekul yang ukurannya lebih kecil dari ukuran koloid dapat tersaring dari plasma darah membentuk filtrat glomerulus.

(19)

terjadi gangguan pada ginjal yang menurunkan fungsi nefron, clearance kreatinin menurun dan kandungannya dalam plasma meningkat.

• Reabsorpsi dan sekresi. Ginjal secara langsung mengatur volume dan komposisi cairan ekstraseluler di dalam tubuh dan secara tidak langsung mengotrol komposisi cairan intraseluler. Reabsorpsi merupakan proses dibawanya bahan-bahan dari lumen tubulus ke cairan interstisial, sedangan sekresi adalah proses dibawanya bahan-bahan tersebut ke lumen tubulus. 2) Mengatur kadar air, elektrolit tertentu (Na, K, Ca) serta bahan penting

lain pada darah.

• Keseimbangan kimia. Sel-sel tubulus renal memiliki kemampuan untuk membentuk amoniak (NH3) dari deaminasi

asam amino. Reabsorpsi bikarbonat dan ion-ion Na+ ke dalam plasma darah merupakan cara terpenting dalam mengontrol keseimbangan asam basa.

• Regulasi Na+ dan K+. Regulasi umumnya terjadi atas kerja hormon aldosteron yang disekresikan oleh korteks kelenjar adrenal ketika konsentrasi natrium plasma berkurang, konsentrasi kalium plasma bertambah, atau volume plasma (output jantung) menurun dan merangsang saraf simpatetik. 3) Unsur kelenjar endokrin yang mengatur tekanan darah serta

hemodinamika ginjal.

Sreptozotosin

Streptozotosin (streptozosin, STZ, Zanosar) merupakan hasil sintesis dari

(20)

menimbulkan efek samping diantaranya yaitu anorexia, nausea, vomit, pembengkakan pada kaki, dan alopesia.

Gambar 3 Struktur Streptozotosin (1-methyl-1-nitroso-3-[2,4,5-trihydroxy- 6-(hydroxymethyl) oxan-3-yl]-urea) (Wikipedia 2007b)

Efek diabetogenik STZ didapatkan dengan meningkatkan konsentrasi radikal bebas intraseluler atau dengan menurunkan kemampuan sel β untuk mempertahankan antioksidan. Pemberian STZ 50 mg/kg BB secara intra peritoneal pada tikus dapat meningkatkan kadar glukosa darah sampai sekitar 270 mg/dl setelah 2 minggu (Szkuldeski 2001). STZ bereaksi dengan glukoreseptor spesifik dalam transport glukosa dan/atau sekresi insulin.

Mekanisme kerja streptozotosin berlawanan dengan sintesa DNA sel kanker dan dapat mencegah perkembangan sel-sel tersebut. Penggunaan STZ dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal, hati, sel darah putih, keping-keping darah dan sel-sel penghasil insulin (Anonim 2006b).

Diabetes Melitus

Diabetes melitus merupakan kondisi yang berhubungan dengan metabolisme yang kronis yang ditandai dengan gangguan umum pada metabolisme glukosa dan abnormalitas pada metabolisme lemak, protein, dan substansi lainnya (Anderson 1994). Penyakit ini memiliki karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Beberapa kelainan yang menyebabkan diabetes adalah penurunan pemasukan glukosa ke dalam berbagai jaringan perifer dan peningkatan pembebasan glukosa ke dalam sirkulasi dari hati (peningkatan glukogenesis hati).

(21)

Tanpa insulin, pemasukan glukosa ke dalam jaringan otot rangka, otot jantung, dan otot polos serta jaringan lain menurun. Dalam keadaan normal, kira-kira 50% glukosa yang dikonsumsi mengalami metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air,

5% diubah menjadi glikogen dan kira-kira 30-40% diubah menjadi lemak (Ganiswarna 1995).

Menurut Anderson (1994), Diabetes melitus ada beberapa macam, diantaranya yaitu Insulin-dependent Diabetes Mellitus (IDDM atau tipe 1) dan

Non insulin-dependent Diabetes Mellitus (NIDDM atau tipe 2). Diabetes melitus tipe 1 (IDDM), disebabkan oleh defisiensi insulin yang ditimbulkan oleh destruksi autoimun sel-sel B di pankreas sedangkan sel A, D, dan F tetap utuh (Ganong 2002). Diabetes tipe ini biasanya timbul pada masa kanak-kanak dan berkembang setelah umur 20 tahun sehingga disebut juga Diabetes juvenilis. Penderita dengan penyakit ini tidak kegemukan serta ditandai dengan dehidrasi dan ketoasidosis yang disebabkan oleh hiperglikemia (Wikipedia 2006). Penderita harus diberikan suntikan insulin dari luar karena pankreas hampir sama sekali tidak ada atau sangat rendah dalam menghasilkan insulin.

Diabetes melitus tipe 2 (NIDDM) ditandai oleh resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Kegemukan merupakan penyebab umum resistensi insulin. Pada individu yang mengalami kegemukan, kandungan glukosa dalam darah tinggi. Hal ini diimbangi dengan peningkatan produksi insulin. Insulin yang diproduksi terus menerus akan mengakibatkan sel-sel tidak sensitif lagi dan pada akhirnya akan menyebabkan resistensi insulin. Pada penderita diabetes tipe ini sekresi insulin dapat ditingkatkan dengan penurunan berat badan, diet, dan melakukan aktivitas fisik. Sebagian besar penderita diabetes termasuk ke dalam tipe ini. Diabetes tipe ini biasa berkembang setelah umur 30 tahun. Diabetes tipe ini dapat diatasi dengan pengobatan oral, insulin dibutuhkan hanya bila obat tidak efektif.

(22)

Komplikasi dari penyakit Diabetes melitus dapat dibedakan menjadi komplikasi akut, komplikasi jangka pendek, dan komplikasi jangka panjang. Komplikasi akut meliputi ketoasidosis diabetika (DKA), koma hiperglikemia, dan hipoglikemia; komplikasi jangka pendek meliputi disfungsi saraf dan lensa mata, atherosklerosis, dan perubahan pada dinding pembuluh darah; sedangkan komplikasi jangka panjang adalah retinopathy, nephropathy, dan neuropathy (Anderson 1994).

Tujuan utama dari pengobatan diabetes adalah mempertahankan kadar gula darah dalam kisaran normal. Obat yang sering digunakan dalam menangani penyakit Diabetes melitus adalah:

1) Insulin

Insulin merupakan suatu polipeptida yang terdiri dari 51 asam amino dan disintesis oleh sel β pulau Langerhans (Ganiswarna 1995). Insulin sering digunakan oleh penderita diabetes tipe 1, sedangkan pada penderita diabetes tipe 2 digunakan apabila pemberian obat sudah tidak efektif.

2) Obat hipoglikemik oral, yang terdiri dari:

• Derivat sulfonilurea. Obat ini dapat menurunkan kadar gula darah dengan cara merangsang sekresi insulin di pankreas dan meningkatkan efektivitasnya. Derivat sulfonilurea efektif untuk penderita diabetes tipe 2. Contohnya adalah glibenklamida, glikasida, glikuidon, dan klorpromida (Sustrani 2006).

• Derivat biguanid. Efek utama obat golongan ini adalah mengurangi produksi glukosa pada hati serta memperbaiki ambilan glukosa perifer. Obat yang termasuk golongan ini adalah fenformin, buformin, dan metformin (Ganiswarna 1995).

Vitamin E

(23)

yang terdapat pada tanaman. Bentuk yang paling aktif dan paling banyak dalam bahan makanan adalah α-tokoferol. Aktivitas vitamin E ditunjukkan pada beberapa rantai isomer dan analog metil tokoferol dan tokotrienol.

Gambar 4 Struktur α-tokoferol (Anonim 2007d)

Vitamin E yang terdapat dalam bahan makanan berhubungan erat dengan minyak tanaman yang terkandung yang bersifat polyunsaturated. Vitamin E dapat melindungi minyak (terutama asam lemak yang tidak stabil) dari proses oksidasi. Bahan makanan yang mengandung banyak vitamin E diantaranya adalah minyak safflower, kacang almond, gandum, minyak jagung, mentega, dan telur (Hennekens 2005). Dosis harian vitamin E yang disarankan adalah 400 IU (Anonim 2004).

Fungsi utama vitamin E adalah sebagai antioksidan dan anti radikal bebas, terutama untuk asam lemak tidak jenuh pada fosfolipid dalam membran sel. Grup hidroksil yang sifatnya reaktif terhadap cincin fenil dapat mengoksidasi dan menghilangkan elektron atau ion hidrida. Pada akhirnya membentuk radikal bebas yang cukup stabil. Selanjutnya dapat dioksidasi menjadi kuinon dan hilang melalui urine (Linder 1992). Pada penelitian yang dilakukan oleh tim Otago, vitamin E berfungsi dalam mencegah kerusakan oksidatif serta dapat mengatur kadar glukosa dan insulin dalam tubuh. Vitamin E berperan penting dalam terapi berbagai penyakit, diantaranya adalah penyakit jantung, kanker, photodermatitis, osteoarthritis, penyakit Alzheimer, dan pankreatitis serta dapat mencegah diabetes (Hart 2004).

Mekanisme aktivitas vitamin E dimulai dari anion superoksida (O3) dan

peroksida (H2O2) yang terbentuk karena oksidasi substrat ekso/endogen dan

(24)

asam-asam lemak tidak jenuh dari fosfolipid mitokondria, mikrosom (retikulum endoplasma) dan membran plasma melalui peroksidasi dalam suatu reaksi rantai. Hasilnya berupa campuran produk teroksidasi dan terpecah yang mengubah kestabilan membran. Secara normal, konsentrasi vitamin E tertinggi di dalam plasma, hati, dan jaringan lemak (Linder 1992).

(25)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Klinis

Pengamatan gambaran klinis pada hewan model penelitian yang digunakan memperlihatkan adanya poliuria pada kelompok diabetik, ditandai dengan basahnya bulu tikus hampir pada semua bagian badan terutama daerah abdomen. Gambaran perubahan klinis yang terjadi baik pada kelompok diabetes dengan atau tanpa vitamin E terlihat sangat berbeda dibandingkan kelompok kontrol.

Gambaran Makromorfologis Ginjal Tikus

Hasil pengamatan anatomis ginjal dari kelompok diabetik (STZ dan STZ+Vitamin E) tidak menunjukkan adanya perbedaan gambaran anatomis dibandingkan dengan kelompok kontrol. Bentuk ginjal menyerupai bentuk kacang dengan warna coklat kemerahan, kapsula terlihat rata (tidak ada perubahan). Tidak ditemukannya perubahan struktur makro pada ginjal dapat berarti ginjal dalam kondisi sehat namun dapat juga berarti adanya perubahan dalam tingkat mikroskopis sehingga tidak dapat diamati dengan mata secara langsung. Selain itu, tidak teramatinya perubahan secara makroskopis mungkin dikarenakan waktu penelitian selama 19 hari yang masih tergolong singkat sehingga walaupun keadaan hiperglikemik tercapai tetapi belum mengakibatkan perubahan struktur ginjal pada tingkat makroskopis.

Gambaran Mikromorfologis Ginjal Tikus

(26)

didominasi dengan gambaran pembesaran ukuran sel-sel penyusun tubulus, sedangkan gambaran nekrosa pada tubulus ditandai dengan hilangnya batas antar sel, adanya perubahan warna sitoplasma menjadi lebih merah, serta adanya perubahan inti berupa piknosis, reksis, atau lisis. Kerusakan tersebut ditemukan pada bagian korteks dan medula. Ragam kerusakan baik pada korteks maupun medula ginjal dapat ditemukan pada daerah gambaran lesio. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ressang (1983) bahwa perubahan-perubahan yang terjadi pada ginjal dapat berlangsung di dalam glomerulus, tubuli, interstisium, dan pembuluh darah.

Gambar 5 Struktur mikromorfologis glomerulus tikus pada kelompok diabetik. A,B, dan C= STZ; D= STZ+vit. E; a=endapan amiloid; b=endapan protein pada ruang Bowman, c=batas antar sel tidak jelas; d=endapan protein pada lumen tubulus; Pewarnaan HE (Pembesaran objektif 40X).

A

B

C

D

b c

d

b a

20

μ

20

μ

(27)

Pada pengamatan kelompok diabetik (STZ dan STZ+Vit.E) menunjukkan bahwa kapiler dalam glomerulus terlihat tidak jelas dan banyak ditemukan adanya penebalan pada dinding kapiler. Pada glomerulus juga ditemukan adanya sel yang mengalami degenerasi dan nekrosa serta sering ditemukan adanya endapan protein di dalam ruang Bowman (Gambar 5). Namun bila dibandingkan keduanya, pada kelompok STZ+vitamin E, glomerulus mengalami perbaikan dengan tidak terdapatnya endapan amiloid serta kapiler tampak lebih jelas terlihat dibandingkan dengan kelompok STZ. Amiloid merupakan protein abnormal yang dalam keadaan normal tidak ditemukan dalam sistem nefron dan jaringan interstitial ginjal. Endapan ini berbentuk fibril (serabut) dan memiliki sifat seperti karbohidrat. Pada pengamatan secara keseluruhan endapan amiloid yang terbentuk dapat dikatakan belum terlalu banyak ditemukan pada daerah yang mengalami nekrosa. Amiloidosis pada ginjal akibat diabetes merupakan amiloidosis sekunder yang dapat menimbulkan penurunan fungsi ginjal. Perkembangan lesio pada glomerulus berhubungan dengan proses kontrol glukosa darah, tipe diabetes, jenis pengobatan, serta tingkat kegemukan penderita. Hal ini sangat mungkin terkait dengan waktu penelitian yang relatif singkat serta faktor penyebab yang spesifik (hiperglikemia) sehingga belum menunjukkan tingkat perubahan patologis yang meluas. Amiloidosis merupakan respon terhadap berbagai penyakit yang menyebabkan infeksi atau peradangan menetap (Anonim 2006a). Sampai saat ini penyebab menumpuknya amiloid belum diketahui secara pasti (Mediastore 2004).

(28)

teknis pembiusan (ether) daripada penggambaran perubahan patologis. Pembiusan menggunakan ether dapat menyebabkan perluasan hingga pecahnya pembuluh darah (Ganiswarna 1995).

Gambar 6 Struktur mikromorfologis glomerulus tikus pada kelompok non

diabetik. Pada kelompok kontrol (A) dan kelompok vitamin E (B) tidak ditemukan perubahan yang spesifik; Pewarnaan HE (Pembesaran objektif 40X)

Nekrosa pada tubuli lebih sering ditemukan pada tubulus proksimal karena pada tubulus ini terjadi absorpsi dan sekresi aktif cairan filtrat. Selain itu pada tubulus proksimal kadar sitokrom P-450 yang diperlukan untuk mendetoksifikasi ataupun mengaktifkan zat toksik lebih tinggi daripada tubulus distal (Lu 1995). Gambaran kerusakan yang banyak ditemukan pada tubulus proksimal adalah perubahan ukuran sel-sel yang mengarah ke gambaran cloudy swelling, yaitu gangguan metabolisme protein dan air yang menyebabkan peningkatan tekanan osmotik intrasel. Degenerasi ini merupakan respon awal terhadap adanya kerusakan sel dan bersifat sementara. Secara makroskopik cloudy swelling akan menimbulkan kebengkakan pada ginjal, warna menjadi pucat, dan kapsula mudah lepas. Namun, pada penelitian ini tahap perubahan secara makroskopis belum menunjukkan adanya perubahan yang mencirikan terjadinya

cloudy swelling. Hasil evaluasi ginjal baik secara makroskopis maupun mikroskopis mengindikasikan bahwa perubahan yang terjadi baru pada tingkat seluler.

A

B

(29)

Pada Tabel 1 dapat dilihat tingkat luasan kerusakan (lesio) pada glomerulus kelompok diabetik dan non diabetik. Selain itu juga terlihat adanya penurunan jumlah lesio pada kelompok yang diberi vitamin E baik pada kelompok diabetik (kelompok STZ + vitamin E) maupun kelompok non diabetik (kelompok vitamin E) dengan nilai penurunan yang berbeda.

Tabel 1 Jumlah glomerulus yang mengalami lesio akibat kondisi hiperglikemia dan pemberian vitamin E

Kelompok Lesio* Vit. E 2.833±1.258a Kontrol 4.500±1.323a STZ+Vit. E 9.667±3.329b STZ 19.167±1.155c

Keterangan: * Lesio pada glomerulus berupa degenerasi hingga nekrosa. Huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05).

Berdasarkan hasil pengamatan jumlah lesio, nilai tertinggi ditemukan pada kelompok diabetik (STZ) yaitu sebesar 19.167±1.155, sedangkan jumlah lesio terendah ditemukan pada kelompok non diabetik (vitamin E) yaitu 2.833±1.258. Tingginya jumlah lesio pada kelompok STZ sangat mungkin disebabkan oleh adanya peningkatan jumlah radikal bebas yang dihasilkan dari pemecahan lipid (lipid peroksidasi) sebagai sumber energi untuk menggantikan glukosa karena kondisi hiperglikemia.

(30)

radikal bebas. Pada kadar normal radikal bebas dapat dinetralisir oleh tubuh dengan antioksidan. Pada keadaan hiperglikemia terjadi stres oksidatif, yaitu keadaan dimana jumlah oksigen yang sangat reaktif (radikal bebas) melebihi jumlah antioksidan endogen (Fouad 2007).

Peningkatan glukosa darah dapat dipahami sebagai akibat penurunan produksi insulin yang berfungsi dalam transport glukosa ke dalam sel secara aktif (transport aktif). Berkurangnya kemampuan sel dalam memanfaatkan glukosa karena berkurangnya insulin sangat mungkin juga menjadi penyebab kerusakan jaringan glomerulus dan tubulus ginjal tikus model diabetes.

Pada kelompok non diabetik yang diberi vitamin E, jumlah glomerulus yang mengalami lesio lebih rendah (2.833±1.258) dibandingkan kelompok kontrol (4.500±1.323). Hal ini membuktikan bahwa vitamin E dapat mengurangi resiko terjadinya kerusakan sel (lesio). Mekanisme perbaikan kerusakan oleh vitamin E sangat mungkin terkait dengan kerja vitamin E pada radikal bebas, sesuai pernyataan Halliwel (2002) bahwa vitamin E merupakan vitamin yang larut dalam lemak yang dapat mencegah kerusakan lipid pada membran sel akibat radikal bebas.

Gambar 7 Jumlah lesio pada glomerulus. Huruf yang berbeda pada histogram menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05).

Pada Gambar 7 menggambarkan lebih jelas adanya penurunan jumlah lesio pada glomerulus, baik pada kelompok diabetik maupun non diabetik. Penurunan jumlah lesio pada kelompok diabetik sebesar 50%. Hasil pengujian

(31)

secara statistik penurunan yang terjadi menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05) walaupun nilainya belum mendekati nilai kontrol. Hal ini dimungkinkan karena dosis vitamin E (80 IU) yang kurang mencukupi serta waktu pemberian yang tergolong singkat. Halliwell (2002) melaporkan untuk menurunkan jumlah lipid peroksidasi dan produksi radikal bebas pada manusia membutuhkan 1200 IU vitamin E (d-α-tokoferol) selama 3 bulan. Penurunan pada kelompok non diabetik sebesar 37% yang secara statistik tidak berbeda nyata. Hal ini menunjukkan adanya aktivitas vitamin E sebagai antioksidan baik pada kondisi diabetik maupun non diabetik. Sesuai pernyataan Halliwell (2002), pada saat molekul radikal bebas merusak membran sel, molekul tersebut akan menghasilkan proses lipid peroksidasi akibat bereaksi dengan lipid pada membran sel. Vitamin E berfungsi dalam menghentikan reaksi tersebut dan bertindak sebagai rantai penghambat lipid peroksidasi. Selain itu, vitamin E dapat mencegah komplikasi diabetes dengan menghambat reaksi pelepasan dan pengumpulan platelet, meningkatkan level HDL-kolesterol, serta berperan dalam metabolisme asam lemak (Anonim 2007a).

Glukosa difiltrasi oleh glomerulus ginjal dan hampir semuanya direabsorpsi oleh tubulus ginjal selama kadar glukosa dalam plasma tidak melebihi 160 sampai 180 mg/100 ml (Schteingart 2002). Reabsorpsi glukosa sebagian besar terjadi pada membran brush border tubulus proksimal. Jika kadar glukosa plasma naik melebihi kadar ini maka glukosa tersebut akan keluar bersama urine (glukosuria). Glukosa masuk ke dalam tubulus dengan proses transpor aktif dan keluar melalui membran basolateral dengan difusi transport glukosa. Tingginya kadar glukosa menimbulkan kerusakan sel tubulus sehingga glukosa tidak dapat direabsorpsi.

Tingginya kadar glukosa darah dapat meningkatkan osmotic diuresis

(32)
(33)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1) Ginjal tikus model Diabetes melitus (hiperglikemia) mengalami perubahan mikroskopis, mulai dari degenerasi hingga nekrosa pada glomerulus serta tubulus baik pada daerah korteks maupun medula. Nekrosa pada glomerulus dicirikan dengan adanya endapan amiloid dengan kisaran perluasan 30% dari total luas permukaan glomerulus.

2) Pemberian vitamin E 80 IU selama 19 hari mampu menurunkan jumlah lesio glomerulus pada tikus model diabetes secara nyata (p<0.05).

3) Pemberian vitamin E 80 IU selama 19 hari dapat memperbaiki gambaran mikromorfologis tubulus ginjal tikus model diabetes.

Saran

(34)

DAFTAR PUSTAKA

Anderson JW, Patti Bazel Geil. 1994. Modern Nutrition in Health and Disease. Ed ke-8. USA: Lea and Febiger.

Anonim. 2004. Vitamin E and Diabetes: Discover The Antioxidant That Helps Ward Off Diabetes. http://www.thehealthierlife.co.uk/article/3008/ vitamin-e-diabetes.html [1 Juli 2007]

Anonim. 2006a. AMILOIDOSIS. http://www.republika.co.id/suplemen/cetak_ detail.asp?mid=2&id=178154&kat_id=105&kat_id1=150&kat_id2=190 [1 Juli 2007]

Anonim. 2006b. Streptozotocin. http://answer.com/streptozotocin [1 November 2006]

Anonim. 2007a. Diabetes-Errors of Metabolism. http://www.elmhurst.edu/ ~chm/vchembook/624diabetes.html [1 Juli 2007]

Anonim. 2007b. Nutritional Supplements for Diabetes. http://www. holisticonline.com/Remedies/Diabetes/diabetesvitamins-andsupplements. htm [1 Juli 2007]

Anonim. 2007c. Structure of Kidney. http://www.geocities.com/biology4e/ page5.htm [1 Juli 2007]

Anonim. 2007d. Vitamin and Nutrition Related Syndromes. http://www.neuro. wustl.edu/NEUROMUSCULAR/nother/vitamin.htm#e [1 Juli 2007] Cooperstein SJ, Dudley Watkins. 1981. The Islets of Langerhans. New York:

Academic Press, Inc.

Dellman HD, MB Esther. 1992. Buku Teks Histologi Veteriner. Jakarta: UI Press. Fouad T. 2007. Free Radicals, Types, Sources, and Damaging Reactions. http://

www.doctorslounge.com/primary/articles/freeradicals/freeradicals3.htm [3 Juli 2007]

Frandson RD. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Ed ke-4. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Ganiswarna. 1995. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Gaya Baru. Ganong WF. 2002. Fisiologi Kedokteran. Ed ke-20. Jakarta: EGC.

(35)

Hart JA et al. Vitamin E. 2004. http://www.umm.edu/altmed/ConsSupplements/ VitaminEcs.html [23 Februari 2007]

Hennekens C et al. 2005. Vitamin E. http://www.diabetesmonitor.com/b301.htm [3 Juli 2007]

Himawan S. 1973. PATOLOGI. Jakarta: Fakultas Kedokteran UI.

Ivyrose. 2003. The Structure of Kidney Nephron. http://www.ivyrose.co.uk/ Topics/Urinary/Kidney_Nephron_cIvyRose.jpg [3 Juli 2007]

Johnson PA. 2002. Streptozocin. http://www.answer.com/Streptozotocin [23 Februari 2007]

Linder MC. 1992. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme. Jakarta: UI-Press.

Lu FC. 1995. TOKSIKOLOGI DASAR Asas, Organ Sasaran, dan Penilaian Resiko. Jakarta: UI-Press.

Mediastore. 2004. Amiloidosis. http://medicastore.com/med/detail_pyk.php?id= &iddtl=755&idktg=10&idobat=&UID=20070724112720222.124.11.127 [3 Juli 2007]

Montonen J et al. 2004. Dietary Antioxidant Intake and Risk of Type 2 Diabetes. http://care.diabetesjournals.org/cgi/reprint/27/2/362 [23 Februari 2007] Nabib R. 1987. Patologi Khusus Veteriner. Ed ke-2. Bogor: Proyek Peningkatan/

Pengembangan Perguruan Tinggi IPB.

Pranadji DK et al. 2002. Perencanaan Menu Untuk Penderita Diabetes Mellitus. Jakarta: PT Penebar Swadaya.

Ressang AA. 1983. Patologi Khusus Veteriner. Ed ke-2. Bogor: IPB Press.

Schteingart DE. 2002. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed ke-4. Jakarta: EGC.

Sustrani L et al. 2006. DIABETES. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Szkuldeski T. 2001. The Mechanism of Alloxan and Streptozotocin Action in Beta Cell of The Rat Pancreas. Physiol 50: 536-546.

Tjokroprawiro A, Hendromartono. 1998. Nefropati Diabetik dan Disfungsi Endotel (Delapan Faktor Patogenetik dan Terapi). http://www.tempo.co.id/ medika/arsip/012002/pus-3.htm [15 April 2007] Underwood, James CE. 1992. General and Systemic Pathology. Hong Kong:

Churchill Livingstone.

Wikipedia. 2006. Diabetes Mellitus. http://id.wikipedia.org/wiki/Diabetes_ mellitus [20 Agustus 2006]

Wikipedia. 2007a. Ginjal. http://www.wikipedia.com/ginjal [10 Juni 2007]

(36)
(37)

Lampiran 1 Analisa data secara statistik menggunakan uji ANOVA dan

Total 12 9,0417 6,86049 1,98045 4,6827 13,4006 1,50 20,50

Test of Homogeneity of Variances

Glomerulus

Between Groups 486,229 3 162,076 41,162 ,000

Within Groups 31,500 8 3,938

Subset for alpha = .05

1 2 3

(38)

Lampiran 2 Tahapan pewarnaan Haematoxylin Eosin (HE)

Pewarnaan menggunakan Haematoxylin Eosin (HE) sebagai berikut :

• Xylol I 2 menit

• Xylol II 2 menit

• Alkohol absolut 2 menit

• Alkohol 95% 1 menit

• Alkohol 80% 1 menit

• Cuci dalam air kran 1 menit

• Mayers Haematoxylin 8 menit

• Cuci dalam air kran 30 detik

• Lithium Carbonat 15-30 detik

• Cuci dalam air kran 2 menit

• Eosin 2-3 menit

• Cuci dalam air kran 30-60 detik

• Alkohol 95% 10 celupan

• Alkohol absolut I 10 celupan

• Alkohol absolut II 10 celupan

• Xylol I 1 menit

• Xylol II 2 menit

(39)

Gambar

Gambar 1 Potongan membujur ginjal
Gambar 2  Nefron (Ivyrose 2003)
Gambar 3  Struktur Streptozotosin (1-methyl-1-nitroso-3-[2,4,5-trihydroxy- 6-(hydroxymethyl) oxan-3-yl]-urea) (Wikipedia 2007b)
Gambar 4  Struktur α-tokoferol (Anonim 2007d)
+5

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hal tersebut peneliti ingin mengidentifikasi faktor yang mendukung seseorang sehingga memutuskan untuk melakukan aborsi, upaya yang di lakukan, dan dampak

Pekanbaru, 18

Jika halaju digandakan, kirakan peratusan jumlah rintangan kedua-dua filem dan peratus peningkatan

Titik 5A yang merupakan titik hilir, memiliki konsentrasi TSS yang lebih besar dibandingkan dengan titik 4A dikarenakan Pasar Ikan menghasilkan buangan padat maupun cair

Pada analisis dalam kondisi dapat dijelaskan bahwa kemampuan siswa melakukan operasi perkalian bilangan dengan media batang napier tampak jelas sekali terjadinya

memiliki panjang akar yang tidak berbeda nyata dengan kontrol (Tabel 6), meskipun kadar air penyimpanan nyata lebih tinggi, dengan nilai masing-masing 10.07 %, pada benih yang

Hasil susut tercecer (bobot) perontokan dari kedua mesin perontok pada Gambar 2 menunjukkan bahwa semakin tinggi kecepatan putar silinder, susut tercecer (bobot) yang diperoleh

Relatit besarnya nilai pengganda pendapatan tipe I dan tipe II dari sektor perikanan darat dibandingkan dengan sektor lain menunjukkan bahwa secara jangka panjang