• Tidak ada hasil yang ditemukan

Start-Up dan Perancangan Bioreaktor Anaerobik Untuk Pengolahan Limbah Cair dengan Konsentrasi Garam Tinggi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Start-Up dan Perancangan Bioreaktor Anaerobik Untuk Pengolahan Limbah Cair dengan Konsentrasi Garam Tinggi"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

DENGAN KONSENTRASI GARAM TINGGI

Oleh

I NYOMAN BAGUS S F34104089

2008

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ii

START-UP

DAN PERANCANGAN BIOREAKTOR ANAEROBIK

UNTUK PENGOLAHAN LIMBAH CAIR

DENGAN KONSENTRASI GARAM TINGGI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

I NYOMAN BAGUS S F34104089

2008

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

I Nyoman Bagus S. F34104089. Start-up dan Perancangan Bioreaktor Anaerobik Untuk Pengolahan Limbah Cair dengan Konsentrasi Garam Tinggi. Dibawah bimbingan Suprihatin dan Muhammad Romli. 2008.

RINGKASAN

Pengelolaan limbah industri diperlukan untuk meningkatkan pencapaian tujuan pengelolaan limbah baik itu berupa pemenuhan peraturan pemerintah, pencegahan perusakan lingkungan, serta untuk meningkatkan efisiensi pemakaian sumber daya. Pengolahan limbah cair industri berkadar garam tinggi seperti industri pengalengan ikan, MSG, dan kecap umumnya masih memiliki kendala dalam proses pendegradasian limbah cairnya. Salah satu kendalanya adalah tidak banyaknya mikroorganisme yang mampu bertahan pada kondisi yang ekstrim tersebut.

Tujuan penelitian ini yaitu mengkaji kinerja bioreaktor anaerobik dengan konsentrasi garam tinggi dalam mengolah limbah cair dan mengetahui fenomena-fenomena yang terjadi selama proses start-up bioreaktor, serta dapat melakukan perancangan bioreaktor berdasarkan nilai parameter kinetika yang didapatkan dari percobaan.

Secara garis besar penelitian ini dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu penelitian pendahuluan (analisis bahan, inokulasi, aklimatisasi) dan penelitian utama (proses sinambung, analisis effluent, penambahan nutrient, dan penambahan garam). Pada tahapan aklimatisasi, inokulum sebanyak 350 ml yang berasal dari lahan pengolahan garam diinokulasikan ke dalam bioreaktor anaerobik. Kemudian ditambahkan limbah cair (molases) hingga mencapai total volume kerja bioreaktor sebesar 3,5 liter. Sistem dijalankan dengan sistem curah, memiliki laju alir resirkulasi sebesar 2,6 l/hari, suhu pada kisaran 35-370C dan pH antara 6-7. Setelah mencapai keadaan tunak, sistem dilanjutkan pada tahapan sinambung. Laju alir resirkulasi yang digunakan 3,6 l/hari, laju alir umpan 2,5 ml/menit, dan HRT 1 hari.

Metode penyajian data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan menyajikan hasil pengamatan dalam bentuk tabel atau grafik dan kemudian dianalisis secara diskriptif. Parameter yang diamati adalah laju produksi gas, nilai COD, MLSS, MLVSS, dan parameter kinetika. Kestabilan dalam nilai COD removal dan laju produksi gas yang menjadi indikasi utama sistem telah mencapai keadaan tunak. Hasil penelitian menunjukkan, pada tahapan aklimatisasi bioreaktor memerlukan waktu selama 38 hari untuk mencapai keadaan tunak. Pada keadaan ini, bioreaktor anaerobik mampu menghasilkan total biogas sebesar 2,911 liter dan dapat menurunkan nilai COD sebesar 2400 mg/l atau sekitar 60,78%. Pada tahapan sinambung, selama 45 hari bioreaktor menghasilkan biogas secara kumulatif sebesar 43,135 liter. COD removal yang dicapai 60,71%.

(4)

iv

komposisi yang pernah dilakukan oleh Bleeker (1991), peningkatan kinerja mencapai angka yang signifikan dimana COD removal mencapai rata-rata 78%.

Setelah sistem dapat berjalan dengan cukup optimum, peningkatan laju beban dilakukan secara bertahap. Pada laju beban awal diberikan adalah rata-rata 5300 mg/l, kemudian ditingkatkan menjadi 11.000 mg/l dan 24.000mg/l. Peningkatan laju ini tidak terlalu berpengaruh pada kinerja bioreaktor yang tetap mampu beroperasi dengan kemampuan mereduksi COD sebanyak 85%. Setelah peningkatan laju beban penambahan garam untuk meningkatkan tingkat salinitas dilakukan untuk melihat kemampuan sistem dalam menghadapi konsentrasi yang tinggi.

Kadar garam awal inokulum yang sebesar 32 mg/kg ditingkatkan menjadi 52 mg/kg. Keadaan ini ternyata tidak membuat bioreaktor mengalami penurunan kinerja, namun sebaliknya mikroorganisme yang telah teradaptasi di dalam bioreaktor mampu menurunkan COD awal sebesar 22.300 mg/l menjadi 1600 mg/l atau COD removal yang dicapai sebesar 93%. Jumlah produksi gas pun meningkat, rata-rata bioreaktor mampu menghasilkan 9,71 liter biogas per hari. Sehingga dapat dikatakan pada penelitian ini bioreaktor anaerobik yang dioperasikan dalam konsentrasi garam yang tinggi mampu beroperasi dengan cukup optimum.

(5)

I Nyoman Bagus S. F34104089. Start-Up and Scheme of Anaerobic Bioreactor for Wastewater Treatment with High Salt Concentration. Supervised by Suprihatin and Muhammad Romli. 2008.

SUMMARY

Processing of industrial wastewater with high salinity such as wastewater from industries of canning of fish, MSG (Mono Sodium Glutamate), and soybean ketchup still have constraints in wastewater treatment. One of the constraint is only several microorganism can live at the extreme condition (high salinity environment). The objectives of this research are, to study performance of bioreactor anaerobic for treatment of wastewater with high salt concentration and to know phenomena that happened during process of start-up bioreactor.

This research work is divided into two main parts that the first part consists of material analysis, inoculation, and acclimatization. The second parts consist of process of continues, analyses effluent, addition of nutrient, and addition of salt. For acclimatization, inoculums of 350 ml from processing site of salt inoculated into bioreactor anaerobic. Then, it is added by liquid waste of diluted molasses until reaching totally volume of 3500 ml. System is firstly run with batch system with flow rate of recirculation of 2,6 l/day, temperature is 35-370 C and pH between 6-7. After reaching steady state condition, system is continued at step of continuous. Mode flow rate of recirculation used 3,6 l/day, feed flow rate of 2,5 ml/minute, and HRT (Hydraulic Retention Time) is one day.

Yielded data of this research is analyzed descriptively and presented in the form of graph or tables. Parameters perceived from this research are production rate, COD removal, MLSS & MLVSS growth, and kinetics parameter. Stability in value of COD removal and gas production is considered as indication. Result that acclimatization bioreactor need time of 38 days to reach steady state. System can yield totally of biogas equal to 2,911 liters and can degrade value of COD equal to 2400 mg/l or about 60,78%. At the continuous operation during 45 day bioreactor yield biogas cumulatively equal to 43,135 liters, reached removal COD 60,71%. This is equivalent to a specific biogas production of 128,26 ml/g COD removed per day.

COD removal is lower compared to the literature data and other research results which have been done previously. So, it is needed to add nutrients to increase the system performance. After added the nutrient with composition, which have been done by Bleeker (1991), performance of bioreactor is increase significantly, it showed by COD removal reached 78% with a specific gas production of 118,87 ml/g COD removed per day.

The system is further operated with higher COD of 11.000 mg/l and than 24.000 mg/l. This improvement does not show any negative effect, and the performance of bioreactor COD removal is 85%. Additions of salt are done to see ability of the system in face of high concentration.

(6)

vi

even also mount, mean of bioreactor can yield 9,71 liters of biogas per day. A specific gas production of 133,44 ml/g COD removed per day can be achieved.

As illustration, for the scheme of anaerobic bioreactor used for wastewater treatment of disposal with rate of flow 500 m3/day, COD from 5.000 mg/l to COD 500 mg/l, needed bioreactor with volume 128,5 m3

(7)

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

START-UP DAN PERANCANGAN BIOREAKTOR ANAEROBIK

UNTUK PENGOLAHAN LIMBAH CAIR DENGAN KONSENTRASI GARAM TINGGI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

I NYOMAN BAGUS S F34104089

Dilahirkan pada tanggal 22 Mei 1986 di Jombang, Jawa Timur

Tanggal Lulus : 22 Agustus 2008 Menyetujui :

Bogor, September 2008

Dr. Ir. Suprihatin, Dipl.-Ing. Dr. Ir. Muhammad Romli, Msc, St.

(8)

viii

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini, Nama : I Nyoman Bagus S NRP : F34104089

Departemen : Teknologi Industri Pertanian (TIN) Fakultas : Teknologi Pertanian (FATETA) Universitas : Institut Pertanian Bogor (IPB)

menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Skripsi dengan judul “Start-up dan Perancangan Bioreaktor Anaerobik untuk Pengolahan Limbah Cair dengan Konsentrasi Garam Tinggi“ merupakan karya tulis saya pribadi dengan bimbingan dan arahan dari dosen pembimbing, kecuali yang dengan jelas disebutkan rujukannya.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya tanpa tekanan dari siapapun.

Bogor, Agustus 2008 Penulis,

(9)

RIWAYAT HIDUP

I Nyoman Bagus S lahir di Jombang pada tanggal 22 Mei 1986 dari ayah Wayan Widiartha dan ibu Lina Wahyu Indahyati. Penulis adalah anak bungsu dari 3 bersaudara.

Penulis menempuh sekolah dasar di SDN 6 Dauh Puri Denpasar selama 6 tahun dari 1992-1998. Setelah lulus pendidikan dasar, penulis melanjutkan pendidikan menengah pertama di SLTP N 6 Denpasar selama 3 tahun tahun 1998-2001. Setelah lulus pendidikan menengah pertama, penulis melanjutkan pendidikan menengah atas di SMU 1 Jombang selama 3 tahun dari 2001-2004. Pada tahun 2004, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada Departemen Industri Pertanian melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI).

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke Hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia yang dilimpahkan kepada penulis, sehingga laporan akhir yang berjudul “Start-up Bioreaktor dan Perancangan Anaerobik untuk Pengolahan Limbah Cair dengan Konsentrasi Garam Tinggi” ini dapat penulis selesaikan.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Papa, Mama, Mba El, dan Mas Yon yang senantiasa memberikan doa,

nasehat, serta dukungan moril dan material yang tak terhingga nilainya. 2. Dr. Ir. Suprihatin, Dipl.-Ing dan Dr. Ir. Mohamad Romli selaku dosen

pembimbing akademik yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan dari awal persiapan hingga selesainya laporan akhir ini.

3. Dr. Ir. Sukardi, MM selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan masukan dan bimbingan.

4. Seluruh staf dan dosen pengajar Departemen Teknologi Industri Pertanian IPB yang memberikan banyak pengetahuan mengenai agroindustri.

5. Bapak/ibu laboran yang telah banyak membantu dalam pelaksanaan penelitian.

6. Difna Zistra yang telah mengajarkan indahnya hidup.

7. Guntur, Erick, Wahyu, Didit, Gandhi, dan bapak-bapak di Iona yang sudah membantu dalam mengkondisikan situasi.

8. Bengbeng, Bewok, Oby, Ichsan, Samson, Omhe yang senantiasa khidmat dalam setiap pelaksanaan upacara.

9. Babeh, Bobby, Ade, dan teman-teman lab lainnya yang sudah menemani dalam perjuangan ini.

10.Athlon yang super canggih, terima kasih sudah setia menemani tanpa kenal lelah.

11.Seluruh teman-teman TIN’41 atas kebersamaannya, salut buat kalian semua.

(11)

DENGAN KONSENTRASI GARAM TINGGI

Oleh

I NYOMAN BAGUS S F34104089

2008

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

ii

START-UP

DAN PERANCANGAN BIOREAKTOR ANAEROBIK

UNTUK PENGOLAHAN LIMBAH CAIR

DENGAN KONSENTRASI GARAM TINGGI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

I NYOMAN BAGUS S F34104089

2008

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(13)

I Nyoman Bagus S. F34104089. Start-up dan Perancangan Bioreaktor Anaerobik Untuk Pengolahan Limbah Cair dengan Konsentrasi Garam Tinggi. Dibawah bimbingan Suprihatin dan Muhammad Romli. 2008.

RINGKASAN

Pengelolaan limbah industri diperlukan untuk meningkatkan pencapaian tujuan pengelolaan limbah baik itu berupa pemenuhan peraturan pemerintah, pencegahan perusakan lingkungan, serta untuk meningkatkan efisiensi pemakaian sumber daya. Pengolahan limbah cair industri berkadar garam tinggi seperti industri pengalengan ikan, MSG, dan kecap umumnya masih memiliki kendala dalam proses pendegradasian limbah cairnya. Salah satu kendalanya adalah tidak banyaknya mikroorganisme yang mampu bertahan pada kondisi yang ekstrim tersebut.

Tujuan penelitian ini yaitu mengkaji kinerja bioreaktor anaerobik dengan konsentrasi garam tinggi dalam mengolah limbah cair dan mengetahui fenomena-fenomena yang terjadi selama proses start-up bioreaktor, serta dapat melakukan perancangan bioreaktor berdasarkan nilai parameter kinetika yang didapatkan dari percobaan.

Secara garis besar penelitian ini dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu penelitian pendahuluan (analisis bahan, inokulasi, aklimatisasi) dan penelitian utama (proses sinambung, analisis effluent, penambahan nutrient, dan penambahan garam). Pada tahapan aklimatisasi, inokulum sebanyak 350 ml yang berasal dari lahan pengolahan garam diinokulasikan ke dalam bioreaktor anaerobik. Kemudian ditambahkan limbah cair (molases) hingga mencapai total volume kerja bioreaktor sebesar 3,5 liter. Sistem dijalankan dengan sistem curah, memiliki laju alir resirkulasi sebesar 2,6 l/hari, suhu pada kisaran 35-370C dan pH antara 6-7. Setelah mencapai keadaan tunak, sistem dilanjutkan pada tahapan sinambung. Laju alir resirkulasi yang digunakan 3,6 l/hari, laju alir umpan 2,5 ml/menit, dan HRT 1 hari.

Metode penyajian data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan menyajikan hasil pengamatan dalam bentuk tabel atau grafik dan kemudian dianalisis secara diskriptif. Parameter yang diamati adalah laju produksi gas, nilai COD, MLSS, MLVSS, dan parameter kinetika. Kestabilan dalam nilai COD removal dan laju produksi gas yang menjadi indikasi utama sistem telah mencapai keadaan tunak. Hasil penelitian menunjukkan, pada tahapan aklimatisasi bioreaktor memerlukan waktu selama 38 hari untuk mencapai keadaan tunak. Pada keadaan ini, bioreaktor anaerobik mampu menghasilkan total biogas sebesar 2,911 liter dan dapat menurunkan nilai COD sebesar 2400 mg/l atau sekitar 60,78%. Pada tahapan sinambung, selama 45 hari bioreaktor menghasilkan biogas secara kumulatif sebesar 43,135 liter. COD removal yang dicapai 60,71%.

(14)

iv

komposisi yang pernah dilakukan oleh Bleeker (1991), peningkatan kinerja mencapai angka yang signifikan dimana COD removal mencapai rata-rata 78%.

Setelah sistem dapat berjalan dengan cukup optimum, peningkatan laju beban dilakukan secara bertahap. Pada laju beban awal diberikan adalah rata-rata 5300 mg/l, kemudian ditingkatkan menjadi 11.000 mg/l dan 24.000mg/l. Peningkatan laju ini tidak terlalu berpengaruh pada kinerja bioreaktor yang tetap mampu beroperasi dengan kemampuan mereduksi COD sebanyak 85%. Setelah peningkatan laju beban penambahan garam untuk meningkatkan tingkat salinitas dilakukan untuk melihat kemampuan sistem dalam menghadapi konsentrasi yang tinggi.

Kadar garam awal inokulum yang sebesar 32 mg/kg ditingkatkan menjadi 52 mg/kg. Keadaan ini ternyata tidak membuat bioreaktor mengalami penurunan kinerja, namun sebaliknya mikroorganisme yang telah teradaptasi di dalam bioreaktor mampu menurunkan COD awal sebesar 22.300 mg/l menjadi 1600 mg/l atau COD removal yang dicapai sebesar 93%. Jumlah produksi gas pun meningkat, rata-rata bioreaktor mampu menghasilkan 9,71 liter biogas per hari. Sehingga dapat dikatakan pada penelitian ini bioreaktor anaerobik yang dioperasikan dalam konsentrasi garam yang tinggi mampu beroperasi dengan cukup optimum.

(15)

I Nyoman Bagus S. F34104089. Start-Up and Scheme of Anaerobic Bioreactor for Wastewater Treatment with High Salt Concentration. Supervised by Suprihatin and Muhammad Romli. 2008.

SUMMARY

Processing of industrial wastewater with high salinity such as wastewater from industries of canning of fish, MSG (Mono Sodium Glutamate), and soybean ketchup still have constraints in wastewater treatment. One of the constraint is only several microorganism can live at the extreme condition (high salinity environment). The objectives of this research are, to study performance of bioreactor anaerobic for treatment of wastewater with high salt concentration and to know phenomena that happened during process of start-up bioreactor.

This research work is divided into two main parts that the first part consists of material analysis, inoculation, and acclimatization. The second parts consist of process of continues, analyses effluent, addition of nutrient, and addition of salt. For acclimatization, inoculums of 350 ml from processing site of salt inoculated into bioreactor anaerobic. Then, it is added by liquid waste of diluted molasses until reaching totally volume of 3500 ml. System is firstly run with batch system with flow rate of recirculation of 2,6 l/day, temperature is 35-370 C and pH between 6-7. After reaching steady state condition, system is continued at step of continuous. Mode flow rate of recirculation used 3,6 l/day, feed flow rate of 2,5 ml/minute, and HRT (Hydraulic Retention Time) is one day.

Yielded data of this research is analyzed descriptively and presented in the form of graph or tables. Parameters perceived from this research are production rate, COD removal, MLSS & MLVSS growth, and kinetics parameter. Stability in value of COD removal and gas production is considered as indication. Result that acclimatization bioreactor need time of 38 days to reach steady state. System can yield totally of biogas equal to 2,911 liters and can degrade value of COD equal to 2400 mg/l or about 60,78%. At the continuous operation during 45 day bioreactor yield biogas cumulatively equal to 43,135 liters, reached removal COD 60,71%. This is equivalent to a specific biogas production of 128,26 ml/g COD removed per day.

COD removal is lower compared to the literature data and other research results which have been done previously. So, it is needed to add nutrients to increase the system performance. After added the nutrient with composition, which have been done by Bleeker (1991), performance of bioreactor is increase significantly, it showed by COD removal reached 78% with a specific gas production of 118,87 ml/g COD removed per day.

The system is further operated with higher COD of 11.000 mg/l and than 24.000 mg/l. This improvement does not show any negative effect, and the performance of bioreactor COD removal is 85%. Additions of salt are done to see ability of the system in face of high concentration.

(16)

vi

even also mount, mean of bioreactor can yield 9,71 liters of biogas per day. A specific gas production of 133,44 ml/g COD removed per day can be achieved.

As illustration, for the scheme of anaerobic bioreactor used for wastewater treatment of disposal with rate of flow 500 m3/day, COD from 5.000 mg/l to COD 500 mg/l, needed bioreactor with volume 128,5 m3

(17)

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

START-UP DAN PERANCANGAN BIOREAKTOR ANAEROBIK

UNTUK PENGOLAHAN LIMBAH CAIR DENGAN KONSENTRASI GARAM TINGGI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

I NYOMAN BAGUS S F34104089

Dilahirkan pada tanggal 22 Mei 1986 di Jombang, Jawa Timur

Tanggal Lulus : 22 Agustus 2008 Menyetujui :

Bogor, September 2008

Dr. Ir. Suprihatin, Dipl.-Ing. Dr. Ir. Muhammad Romli, Msc, St.

(18)

viii

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini, Nama : I Nyoman Bagus S NRP : F34104089

Departemen : Teknologi Industri Pertanian (TIN) Fakultas : Teknologi Pertanian (FATETA) Universitas : Institut Pertanian Bogor (IPB)

menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Skripsi dengan judul “Start-up dan Perancangan Bioreaktor Anaerobik untuk Pengolahan Limbah Cair dengan Konsentrasi Garam Tinggi“ merupakan karya tulis saya pribadi dengan bimbingan dan arahan dari dosen pembimbing, kecuali yang dengan jelas disebutkan rujukannya.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya tanpa tekanan dari siapapun.

Bogor, Agustus 2008 Penulis,

(19)

RIWAYAT HIDUP

I Nyoman Bagus S lahir di Jombang pada tanggal 22 Mei 1986 dari ayah Wayan Widiartha dan ibu Lina Wahyu Indahyati. Penulis adalah anak bungsu dari 3 bersaudara.

Penulis menempuh sekolah dasar di SDN 6 Dauh Puri Denpasar selama 6 tahun dari 1992-1998. Setelah lulus pendidikan dasar, penulis melanjutkan pendidikan menengah pertama di SLTP N 6 Denpasar selama 3 tahun tahun 1998-2001. Setelah lulus pendidikan menengah pertama, penulis melanjutkan pendidikan menengah atas di SMU 1 Jombang selama 3 tahun dari 2001-2004. Pada tahun 2004, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada Departemen Industri Pertanian melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI).

(20)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke Hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia yang dilimpahkan kepada penulis, sehingga laporan akhir yang berjudul “Start-up Bioreaktor dan Perancangan Anaerobik untuk Pengolahan Limbah Cair dengan Konsentrasi Garam Tinggi” ini dapat penulis selesaikan.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Papa, Mama, Mba El, dan Mas Yon yang senantiasa memberikan doa,

nasehat, serta dukungan moril dan material yang tak terhingga nilainya. 2. Dr. Ir. Suprihatin, Dipl.-Ing dan Dr. Ir. Mohamad Romli selaku dosen

pembimbing akademik yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan dari awal persiapan hingga selesainya laporan akhir ini.

3. Dr. Ir. Sukardi, MM selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan masukan dan bimbingan.

4. Seluruh staf dan dosen pengajar Departemen Teknologi Industri Pertanian IPB yang memberikan banyak pengetahuan mengenai agroindustri.

5. Bapak/ibu laboran yang telah banyak membantu dalam pelaksanaan penelitian.

6. Difna Zistra yang telah mengajarkan indahnya hidup.

7. Guntur, Erick, Wahyu, Didit, Gandhi, dan bapak-bapak di Iona yang sudah membantu dalam mengkondisikan situasi.

8. Bengbeng, Bewok, Oby, Ichsan, Samson, Omhe yang senantiasa khidmat dalam setiap pelaksanaan upacara.

9. Babeh, Bobby, Ade, dan teman-teman lab lainnya yang sudah menemani dalam perjuangan ini.

10.Athlon yang super canggih, terima kasih sudah setia menemani tanpa kenal lelah.

11.Seluruh teman-teman TIN’41 atas kebersamaannya, salut buat kalian semua.

(21)

semoga laporan akhir ini bermanfaat bagi pembaca dan penulis sendiri. Saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan untuk perbaikan tulisan selanjutnya.

Bogor, Agustus 2008

(22)

xii

DAFTAR ISI

Halaman KATA PENGANTAR ... i DAFTAR ISI ... iii DAFTAR TABEL ... iv DAFTAR GAMBAR ... v DAFTAR LAMPIRAN ... vi I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1 B. Tujuan ... 3 II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

A. Limbah Cair ... 4 B. Pengolahan Limbah Cair ... 5 C. Metabolisme Anaerobik ... 7 D. Kadar Garam (salinitas) ... 9 E. Bakteri Tahan Garam (halophiles) ... 10 F. Kebutuhan Nutrien ... 12 G. Molases ... 14 H. Parameter Kinetika ... 16 I. Perancangan Bioreaktor ... 19 III. BAHAN DAN METOD E ... 21 A. Bahan dan Alat ... 21 B. Metodologi Penelitian ... 22 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28 A. Proses Aklimatisasi ... 28 B. Proses Sinambung ... 32 C. Penambahan Nutrien ... 37 D. Penambahan Garam ... 41 E. Perancangan Bioreaktor ... 43 V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 49 A. Kesimpulan ... 49 B. Saran ... 49

DAFTAR PUSTAKA ... 50 LAMPIRAN ... 52

(23)

DAFTAR TABEL

(24)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Pola umum fermentasi anaerobik ... 8 Gambar 2. Skema lapisan struktur bakteri halophiles ... 11 Gambar 3. Contoh gambar nutrien ... 21 Gambar 4. Konfigurasi reaktor ... 22 Gambar 5. Tahapan penelitian ... 23 Gambar 6. Inokulum ... 29 Gambar 7. Molases ... 29 Gambar 8. Produksi gas dan penurunan nilai COD selama aklimatisasi ... 30 Gambar 9. Suspensi minggu ke-1 ... 31 Gambar 10. Suspensi minggu ke-2... 31 Gambar 11. Suspensi minggu ke-3 ... 32 Gambar 12. Suspensi minggu ke-4 ... 32 Gambar 13. Profil COD influen dan efluen selama proses sinambung ... 33 Gambar 14. Profil COD dan produksi biogas selama proses sinambung ... 34 Gambar 15. COD removal dan produksi gas selama proses sinambung ... 35 Gambar 16. Perbandingan efluen dan influen... 36 Gambar 17. Foto mikroskop pembesaran 40x ... 37 Gambar 18. Nilai COD sebelum dan sesudah ditambahkan nutrient ... 41 Gambar 19. Laju beban COD terdegradasi per hari ... 42 Gambar 20. Hubungan laju alir beban dengan volume bioreaktor ... 47

(25)

DAFTAR LAMPIRAN

(26)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pengelolaan limbah industri diperlukan untuk meningkatkan pencapaian tujuan pengelolaan limbah baik itu berupa pemenuhan peraturan pemerintah, pencegahan perusakan lingkungan, serta untuk meningkatkan efisiensi pemakaian sumber daya. Secara umum, pengelolaan limbah merupakan rangkaian kegiatan yang mencakup reduksi, pengumpulan, penyimpanan, pengangkutan, pemanfaatan kembali, pengolahan, dan penimbunan.

Timbulnya limbah dari industri pangan seperti limbah cair, tidak dapat dihindari sepenuhnya. Setelah dilakukan usaha-usaha minimisasi melalui modifikasi proses maupun pemanfaatan kembali, langkah berikutnya yang harus dilakukan adalah pengolahan atau penanganan limbah tersebut untuk menghindari pencemaran lingkungan. Bahan-bahan organik yang terkandung dalam limbah cair seharusnya masih bisa ditangani lebih lanjut. Salah satu diantaranya adalah limbah cair industri makanan seperti industri pengalengan ikan, MSG (Mono Sodium Glutamat) dan kecap yang masih memiliki kadar garam yang cukup tinggi. Meskipun garam tidak termasuk dalam daftar zat yang berbahaya, namun dalam jumlah yang tidak terkendali dapat menyebabkan menurunnya kualitas badan air penerima.

Pengolahan limbah cair industri tersebut umumnya masih memiliki kendala karena tidak semua mikroorganisme yang terlibat mampu hidup secara optimal. Dengan konsentrasi garam tinggi (hypersaline) cukup menyulitkan bagi beberapa bakteri untuk dapat beradaptasi. Pada kondisi ekstrim ini hanya bakteri yang berjenis halophiles atau halotolerant saja yang mampu hidup secara optimal. Menurut Woesedalam Ollivier et al. (1994) penelitian yang dilakukan terhadap bakteri jenis ini sering terfokus pada kondisi aerob.

(27)

relatif lebih sedikit. Disisi lain, pengolahan secara aerobik memerlukan energi yang tinggi untuk aerasi, banyak menghasilkan lumpur dan memerlukan nutrisi yang lebih banyak bila dibandingkan dengan proses anaerobik. Limbah cair dengan kadar COD yang tinggi selain diolah dalam sistem anaerobik dengan dekomposisi dan penanganan laju rendah namun juga sebaiknya secara terfluidisasi karena konsep ini akan meminimalisasi sludge yang dibuang. Pada penanganan limbah cair secara anaerobik, salah satu aspek yang perlu diperhatikan sebagai tingkat keberhasilan suatu sistem adalah kemampuan sistem tersebut untuk menurunkan kandungan bahan organik limbah.

Permasalahan yang sering timbul pada penggunaan proses anaerobik adalah lamanya waktu yang dibutuhkan untuk start-up. Salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan sistem dapat dipercepat dengan penambahan bahan nutrien yang tepat sebagai bahan makanan mikroorganisme. Penambahan nutrien ini baik berupa makro-nutrien ataupun mikro-nutrien. Seringkali dalam proses penanganan limbah cair secara biologis, bahan nutrien yang ditambahkan hanya berupa sumber nitrogen dan fosfor. Karena memang unsur N dan P ini yang banyak digunakan mikroorganisme sebagai faktor pertumbuhan. Namun mikro-nutrien yang juga sebagian besar merupakan unsur logam seringkali dianggap tidak penting dalam proses pertumbuhan mikroorganisme. Mikro-nutrien tersebut setidaknya terdiri dari besi, kobalt, kromium, tembaga, iodin, mangan, selen, seng, molibdenumdan lainnya.

(28)

3

B. Tujuan

1. Melakukan kajian start-up pada bioreaktor anaerobik

2. Mengetahui pengaruh penambahan nutrien terhadap mikroorganisme yang tersuspensi.

3. Mengetahui pengaruh konsentrasi garam dalam pengolahan limbah cair menggunakan bioreaktor anaerobik.

(29)

A. LIMBAH CAIR

Limbah cair didefinisikan sebagai buangan cair yang berasal dari suatu lingkungan masyarakat dan lingkungan industri dimana komponen utamanya adalah air yang telah digunakan dan mengandung benda padat yang terdiri dari zat-zat organik dan anorganik (Mahida, 1984).

Menurut Tchobanoglous et al. (2006) berdasarkan asalnya limbah cair dapat dibedakan menjadi empat macam yaitu, air limbah rumah tangga (domestic waste), air limbah industri (industrial waste), rembesan air tanah lewat saluran dan luapan air hujan.

Diantara beberapa jenis polutan, kandungan bahan organik dalam suatu limbah yang masuk ke badan air bebas perlu mendapat perhatian sebab dapat mengancam kehidupan biologis pada badan air tersebut. Kandungan bahan organik yang sangat tinggi memungkinkan terjadinya proses oksidasi bahan organik oleh mikroorganisme dalam badan air. Proses tersebut akan menggunakan oksigen terlarut dalam air, sehingga pada akhirnya ketersediaan oksigen bagi kehidupan di lingkungan tersebut berkurang. Hal ini dapat membawa bahaya kematian makhluk hidup di dalamnya (Tchobanoglous et al., 2006)

Untuk mengetahui lebih luas tentang limbah cair, maka perlu diketahui juga mengenai kandungan yang ada di dalam limbah cair dan sifat-sifatnya. Limbah cair mempunyai sifat yang dibedakan menjadi tiga bagian besar, yaitu sifat fisik, sifat kimia dan sifat biologis (Sugiharto, 1987)

Sifat fisik yang penting adalah kandungan zat padat sebagai efek estetika, kejernihan, bau, warna dan temperatur. Beberapa komposisi limbah cair akan hilang bila dilakukan pemanasan secara lambat. Jumlah total endapan terdiri dari benda-benda yang mengendap, terlarut dan tercampur (Tchobanoglous et al.,

(30)

5

Sifat biologis limbah cair diperlukan untuk mengukur kualitas air terutama bagi air yang dipergunakan sebagai air minum serta untuk keperluan kolam renang. Selain itu, diperlukan untuk menaksir tingkat kekotoran limbah cair untuk memisahkan apakah ada bakteri-bakteri patogen berada di limbah cair (Tchobanoglous et al., 2006)

Karakteristik limbah cair sangat bervariasi tergantung pada keadaan lokasi pengolahan, waktu (tiap jam dalam sehari, tiap hari dalam seminggu), musim, dan tipe saluran pembuangan. Kekuatan limbah cair tergantung pada derajat pengenceran, proses produksi, jumlah tahapan produksi, dan jumlah penggunaan air alam setiap tahap produksi. Berdasarkan derajat pengenceran, maka kekuatan limbah cair di bagi menjadi tiga, yaitu konsentrasi kuat, sedang dan lemah.

B. PENGOLAHAN LIMBAH CAIR

Pada dasamya tujuan utama pengolahan limbah cair adalah untuk melindungi lingkungan hidup terhadap pencemaram yang diakibatkannya melalui pengurangan beban bahan organik, partikel suspensi, serta membunuh organisme patogen. Selain itu, diperlukan juga tambahan pengolahan untuk menghilangkan bahan nutrisi, komponen beracun, serta bahan yang tidak dapat didegradasi agar konsentrasi yang ada menjadi rendah (Sugiharto, 1987).

Tchobanoglous dan Burton (1991) mengatakan bahwa teknik-teknik pengolahan limbah cair yang telah dikembangkan secara umum diklasifikasikan menurut tiga metode pengolahan yaitu pengolahan secara fisik, secara kimia, dan secara biologis. Metode mana yang paling tepat digunakan untuk penanganan limbah cair industri sangat tergantung pada karakteristik limbah cair, kualitas keluaran yang dibutuhkan, dan tujuan akhir pengolahan. Selain itu, pemilihan metode juga dipengaruhi oleh biaya, kendala dan perbaikan kualitas air pada waktu yang akan ditentukan (Eckenfelder, 1989).

(31)

primer (primary treatment), pengolahan sekunder (secondary treatment) dan pengolahan tersier (tertiary treatment) (Sugiharto, 1987).

Pengolahan pendahuluan bertujuan untuk membersihkan limbah cair dari benda-benda yang dapat menghambat proses pengolahan lanjut. Pengolahan/primer bertujuan untuk menghilangkan zat padatan tercampur melalui pengendapan atau pengapungan. Pengolahan sekunder mencakup proses biologis untuk mengurangi bahan-bahan organik melalui mikroorganisme yang ada di dalamnya. Pada tahap ini biasanya digunakan lumpur aktif (activated sludge) untuk mempercepat proses biologis yaitu penguraian atau degradasi bahan-bahan organik. Pengolahan tersier merupakan kelanjutan dan pengolahan-pengolahan terdahulu yang akan dipergunakan apabila banyak terkandung zat-zat berbahaya dan merupakan pengolahan secara khusus sesuai dengan kandungan zat-zat yang terbanyak dalam limbah cair (Sugiharto, 1987).

Mahida (1984) mengatakan, bahwa umumnya pada pabrik-pabrik berpola biasa, kadar limbah cair yang dapat ditangani secara memuaskan terbatas dan limbah pekat harus diencerkan secam khusus, dengan air atau dengan aliran akhir sebelum diterapkan pada filter. Pembuangan dengan cara pengenceran juga sering dilakukan oleh pabrik-pabrik tertentu. Pengenceran tersebut dilakukan pada limbah cair sampai pada konsentrasi yang cukup rendah kemudian dibuang ke perairan bebas.

Pengolahan limbah cair secara biologis merupakan proses biokimia yang dapat berlangsung dalam dua lingkungan utama, yaitu lingkungan aerobik dan lingkungan anaerobik. Lingkungan aerobik adalah lingkungan dimana oksigen terlarut di dalam air terdapat dalam jumlah yang cukup banyak, sehingga oksigen bukan merupakan suatu faktor pembatas. Menurut Djajadiningrat dan Wisjnusuprapto (1991), ada sembilan tipe penanganan limbah cair secara biologis yang umum dipergunakan, yaitu activated sludge (lumpur aktif), aerated lagoon,

(32)

7

C. METABOLISME ANAEROBIK

Proses penanganan limbah cair secara anaerobik adalah metoda yang cukup efektif untuk menangani limbah organik dengan beban polutan yang tinggi. Keuntungan dari proses penanganan secara anaerobik jika dibandingkan dengan proses penanganan secara aerobik adalah, sludge yang dihasillkan lebih sedikit, menghasilkan gas metan yang dapat dipergunakan sebagai bahan bakar, dan dapat dioperasikan untuk menangani limbah cair dengan beban limbah yang tinggi (Benefield dan Randall, 1982).

Menurut Eckenfelder (1989) pengolahan secara anaerobik merupakan proses penguraian limbah organik menjadi gas (metana dan karbondioksida) tanpa adanya oksigen. Proses ini melibatkan mikroorganisme yang didalam metabolismenya tidak membutuhkan oksigen. Tahapan proses fermentasi anaerobik meliputi hidrolisa, asidogenesis dan metanogenesis.

[image:32.612.150.491.409.542.2]

Menurut Maynell (1976) perbandingan beberapa aspek pada pengolahan air limbah menggunakan sistem aerobik dan anaerobik dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Perbedaan sistem aerobik dan anaerobik

No Kriteria Aerobik Anaerobik

1 Kemampuan mereduksi

BOD : 80-95% COD : 70-90%

BOD : 70-80% COD : 60% 2 Kualitas buangan BOD rendah BOD Tinggi 3 Produksi Sludge Besar Kecil 4 Kehilangan unsur

hara N turun, P tetap N dan P tetap 5 Energi Membutuhkan Menghasilkan 6 Biaya aerasi Mahal Tidak ada

Pada pengolahan limbah secara anaerobik, bakteri metanogenik memiliki laju pertumbuhan spesifik yang sangat rendah bila dibandingkan dengan bakteri asetogenik. Kondisi lingkungan yang mempengaruhi aktivitas bakteri metanogenik adalah sumber nutrient, pH, alkalinitas, temperatur dan asam-asam volatil (Price dan Chremisinoff, 1981).

(33)
[image:33.612.137.527.219.581.2]

karbon oleh sel. Kemudian mikroorganisme asidogenik yang menguraikan monomer menjadi volatile fatty acid (VFA) dan sejumlah kecil gas hidrogen, bila gas yang terbentuk besar maka terjadi reduksi COD ± 10%. Mikroorganisme ketiga yaitu metanogenik yang menguraikan hasil dari proses asetogenesis (asam propianat + asam butirat asam asetat), hasil dari proses metogenesis ini adalah CH4 dan CO2.

Gambar 1. Pola Umum Fermentasi Anaerobik (Malina dan Pohlan, 1992)

Menurut Loehr dalam Arfianto (1998), faktor yang mempengaruhi proses kestabilan produksi gas metana dalam dekomposisi anaerobik baik secara langsung maupu tidak langsung antara lain pH, kebutuhan nutrien, waktu retensi,

Polimer Organik

Bahan Organik

Karbohidrat, Protein, Lemak

Molekul Organik Terlarut

Bakteri Pembentuk Asam

Bakteri Asetogenesis

Metanogenesis

dari Asam Asetat CH4 + CO2

Metanogenesis dari Hidrogen H2O Hidrolisis

Hidrolisis Enzim Ekstra Seluler

Asam Butirat Asam Propionat

Asam Asetat H2 + CO2

ASIDOGENESIS HIDROLISIS

(34)

9

suhu dan inhibitor. Perubahan pH substrat dapat mengganggu pertumbuhan mikrorganisme yang ada. Bila asam menguap diproduksi pada laju yang cepat melebihi kebutuhan, kondisi fermentasi menjadi tidak stabil. Pengaruh suhu terhaap laju konversi dan pembentukan gas sangat besar, sehingga suhu harus diperhatikan pada selang yang optimal.

D. KADAR GARAM (SALINITAS)

Kandungan garam, yang menyatakan jumlah ion yang terlarut per satuan berat dinyatakan sebagai salinitas. Salinitas didefinisikan sebagai berikut :

1000 1

) (

(%) x

laut air kg

gr terlarut anorganik

ion berat

S =

Kadar garam air laut bervariasi, tetapi pada umumnya mempunyai kisaran 3,3% sampai 3,7% (Liebes, 1993)

Pencemaran kadar garam yang tinggi terhadap air tanah yang tawar ditinjau dari potensi pemanfaatan air tanah sangat merugikan. Kadar khlorida yang melebihi batas dengan nilai >500 mg/l dapat mengganggu, karena ambang rasa asin yang umumnya dapat diterima oleh manusia adalah 600 mg/l. Namun bagi tanaman, salinitas yang tinggi (hypersaline), memiliki efek yang berbeda terhadap jenis tanaman. Bagi tanaman yang tumbuh di tanah dengan kandungan garam rendah dapat menyebabkan penurunan jumlah air yang diantarkan ke daun dan perubahan metabolisme akar (Notodarmojo, 2005).

Sebagai contoh limbah yang berkadar garam tinggi adalah kecap. Limbah kecap adalah cairan hasil fermentasi bahan nabati atau hewani berprotein tinggi di dalam larutan garam. Mula-mula kedelai difermentasi oleh kapang (aspergillus sp

(35)

serta menghasilkan asam. Fermentasi tersebut terjadi jika kadar garam cukup tinggi, yaitu antara 15 sampai 20%.

Salah satu komponen salinitas yang tidak tercakup baik oleh kesadahan dan kemasaman adalah kadar natrium. Beberapa mikroba dapat menerima (toleran) kehadiran sejumlah kecil natrium dalam bentuk garam. Sedangkan jenis mikroorganisme lain ada yang sama sekali tidak dapat menerima garam. Ekosistem hypersaline (perairan dan danau) menunjukkan suatu variabilitas yang besar di dalam komposisi bersifat ion, total konsentrasi garam, dan pH. Beberapa danau seperti Danau Big Soda, Danau Mono, dan Danau Soap (amerika barat) memiliki salinitas berkisar antara 8.9% - 10% dengan tingkat pH sebesar 9-10. Namun Laut Mati dan Teluk Meksiko memiliki kadar garam hingga mencapai 20% dengan nilai pH 7 (Oremland dan King, 1989)

E. BAKTERI TAHAN GARAM (HALOPHILES)

Tidak banyak bakteri yang dapat hidup pada kadar garam tinggi. Menurut Zaitsev dalam Amran (1987) dikarenakan semakin tinggi konsentrasi garam jumlah Cl- dari NaCl akan ikut meningkat pula, dimana Cl- tersebut dapat berfungsi sebagai bakteriostatik. Juga pada konsentrasi garam tinggi dapat menyebabkan proses plasmolisis sel, dimana air di dalam sel mikroorganisme akan tertarik keluar sehingga menyebabkan mikroorganisme tersebut mati.

Ollivier et al. (1994) menambahkan ekosistem hypersaline umumnya hanya mampu ditinggali oleh beberapa mahluk hidup. Ambang batas yang mampu dicapai oleh vertebrata adalah Tilapia spp. yaitu dengan salinitas sebesar 10%. Diatas angka ini, hanya mahluk hidup berjenis inventebrata yang bisa bertahan, seperti alga (Artemia salina, Dunaliella salina), bakteri (anggota dari famili

Halobacteriaceae dan Haloanaerobiaceae, methanogens). Rengpipat et al. (1988) menambahakan bahwa Halobacteroides acetoethylicus tumbuh pada media dengan kadar garam 6 – 20% NaCl, dengan tingkat optimal tumbuh pada kisaran angka 10% NaCl.

(36)

11

halophiles dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu moderat dan ekstrim

halophiles. Pembagian ini didasarkan pada konsentrasi sodium klorida dimana mereka akan tumbuh. Moderat halophiles berkembang dalam konsentrasi sodium klorida berkisar antara 2 ke sekitar 20% (0.3 sampai 3.4 M). Ekstrim halophiles

memerlukan sedikitnya 15% (2.6 M) sodium klorida untuk pertumbuhan dan bahkan mampu tumbuh di air asin dengan kadar sekitar 30%. Kebanyakan ekstrim

halophiles merupakan termasuk jenis bakteri yang dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu bakteri fermentative dan bakteri phototrophic (Rengpipat et al.,

1988). Bakteri methanogenik (bakteri yang dapat menghasilkan gas metan) yang mampu hidup di lingkungan kadar garam tinggi pertama kali ditemukan di Teluk Meksiko. Oremland and King (1989) melaporkan bakteri ini mampu memproduksi H2 + CO2 pada kadar garam 9% NaCl.

[image:36.612.141.496.359.518.2]

Gambar lapisan bakteri tahan garam yang tinggal pada perairan Salins-de-Giraud dapat dilihat pada gambar 1. (www.mmbr.asm.org)

Gambar 2. Skema lapisan struktur bakteri halophiles

(37)

F. KEBUTUHAN NUTRIEN

Beberapa unsur-unsur mineral penting bagi mikroorganisme untuk kebutuhan metabolisme organiknya. Semua unsur kecuali nitrogen dan fosfor pada umumnya hadir di kwantitas cukup di dalam badan air penerima. Suatu perkecualian adalah proses pengolahan limbah cair yang diturunkan dari deionisasi air. Unsur besi dan microminerals lainnya mungkin juga tidak mencukupi dalam hal ini. Limbah cair memang secara umum menyediakan suatu

microbial diet yang seimbang, tetapi banyak limbah cair industri yang tidak mengandung nitrogen yang cukup dan fosfor sehingga memerlukan zat penambah sebagai tambahan makanan (Eckenfelder, 1989).

Microminerals adalah mineral harian yang dibutuhkan dalam jumlah yang sangat sedikit (umumnya kurang dari 100 mg/hari) hal ini berkebalikan dengan

macrominerals yang dibutuhkan dalam jumlah yang lebih banyak. Terdapat kurang lebih delapan nutrien esensial dalam jumlah yang sangat sedikit yang dibutuhkan mahluk hidup untuk tumbuh dan berkembang biak mereka adalah

magnesium, boron, copper, iron, chlorine, cobalt, molybdenum, dan zinc.

Beberapa pakar mengemukakan bahwa sulfur termasuk micronutrient, tapi banyak pakar lebih cenderung memasukkannya kedalam macronutrient. Meskipun dalam jumlah yang sedikit, tapi kehadiran microminerals ini sangatlah dibutuhkan (www.wikipedia.com).

Diketahui berdasarkan rumus empiris bakteri C5H7O2N. Kandungan N adalah 0,122 gr/gr berat biomassa. Sedangkan kandungan P berdasarkan rumus empiris C60H87O23N12P adalah 0,023 gr/gr berat biomassa (Grady dan Lim, 1980) namun menurut Tchnobanoglous (1994), kandungan fosfor dalam lumpur aktif bervariasi menurut umur lumpur (SRT) dan kondisi operasional yang diterapkan.

(38)

13

Perbandingan tersebut digunakan berdasarkan pada teori bahwa bahan organik karbon yang lebih disederhanakan sebagai glukosa mempunyai rumus empiris C6H12O6 dan biomassa yang terbentuk adalah C5H7NO2. Saat bahan organik terdegradasi dan biomassa terbentuk, jumlah dari biomassa yang terbentuk dibagi dengan jumlah bahan organik yang ada dan kemudian dimasukkan ke dalam koefisien yield. Dalam rumus biomassa, jumlah nitrogen adalah 12,3% dari biomassa. Sedangkan proses degradasi memiliki persamaan:

C6H12O6 + NH3 + O2 C5H7NO2 + CO2 + H2O

Dari persamaan diatas, maka rasio kebutuhan C: N didalam limbah cair menjadi 100: 5 saat koefisien yield adalah 0.41. Untuk fosfor yang sering diasumsikan berjumlah 20% dari jumlah nitrogen, maka rumus biomassa akan menjadi C5H7NO2P0.074 dan kebutuhan rasio menjadi 100: 5: 1. Sedangkan asumsi mengenai tingkat lumpur yang dihasilkan proses anaerobik berkisar 40-20% dari proses aerobik maka rasio menjadi 250: 5: 1 (Droste, 1997)

Benefield dan Randall (1980) mengatakan bahwa, unsur N dan P terdapat pada limbah domestik sedangkan dalam limbah industri umumnya tidak terdapat sehingga perlu ditambahkan dan luar. Secara khusus kebutuhan N dan P ditentukan oleh umur lumpur (sludge), dimana semakin panjang umur lumpur (sludge retention time) perbandingan kebutuhan N dan P terhadap COD semakin rendah.

[image:38.612.180.463.610.705.2]

Selanjutnya Bleeker (1991), mengemukakan bahwa dalam proses anaerobik suatu sistem memerlukan tambahan nutrien yang optimum baik berupa makro-nutrien dan mikro nutrien. Suatu sistem anaerobik dengan kondisi suhu berkisar 350 C, HRT selama 24 jam dan beban COD sebesar 140.000 mg/l memerlukan pasokan makro-nutrien seperti yang tertera dalam Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi Makro-nutrien

No. Macro-nutrient Composition

1 KH2PO4 28.3 g/l

2 (NH4)2SO4 28.3 g/l 3 CaCl2 . 2H2O 24.5 g/l

4 MgCI . 6H2O 25 g/l

5 KCL 45 g/l

(39)
[image:39.612.174.464.175.361.2]

Selain makro-nutrien seperti diatas, mikroorganisme juga memerlukan mikro-nutrien tambahan untuk menunjang reproduksi dan pertumbuhannya. Komposisi mikro-nutrien yang dimaksud terdapat dalam Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi Makro-nutrien

No. Micro-nutrient Composition 1 FeCl2 . 4H2O 2000 mg/l

2 H3BO3 50 mg/l

3 ZnCl2 50 mg/l

4 CuCl2 . 2H2O 30 mg/l 5 MnCl2 . 4H2O 500 mg/l 6 (NH4)6Mo7O24 . 4H2O 50 mg/l 7 AlCl3 . 6H2O 90 mg/l 8 CoCl2 . 6H2O 2000 mg/l 9 NlCL2 . 6H2O 92 mg/l 10 Na2SeO . 5H2O 164mg/l

11 EDTA 1000mg/l

12 Resazurine 200 mg/l

13 HCL 36% 1 ml/l

Jumlah nutrien yang tidak cukup seperti nitrogen dan phospor cenderung menurunkan pertumbuhan mikroorgnisme. Secara praktis bila sistem kekurangan nutrien, maka nutrien harus ditambahkan pada sistem sebanding dengan nutrien dalam padatan mikroorganisme yang hilang dalam effluent atau yang dibuang dari sistem. Liu (2000) juga menyatakan bahwa bagi mikroorganisme baik itu yang aerob atau anaerob, nutrien menyediakan sumber energi bagi pertumbuhan sel dan reaksi biosintetik, nutrien juga memberikan bahan yang dibutuhkan untuk proses sintesis cytoplasmic. Selain itu nutrien inorganik seperti sulfur, potasium, kalsium, dan magnesium bisa bertindak sebagai akseptor bagi elektron yang terlepas dari reaksi energy-yielding.

G. MOLASES

(40)

15

ini dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya varietas tebu, keadaan iklim dan tanah.

[image:40.612.169.469.312.598.2]

Molases atau yang lebih dikenal dengan tetes, adalah hasil samping dari proses pembuatan gula tebu. Meningkatnya produksi gula tebu Indonesia sekitar sepuluh tahun terakhir ini akan meningkatkan produksi molases. Molases merupakan media fermentasi yang baik, karena masih mengandung kadar gula sekitar 48%–58%. Industri fermentasi yang banyak memanfaatkan molases seperti alkohol, bir, asam amino, sodium glutamat hingga saat ini masih menghasilkan limbah cair yang sulit didegradasi secara aerobik konvensional (Migo et al., 1993).

Tabel 4. Komposisi Kimia Molases *)

Komponen Rata-rata (%) Kisaran (%) Air

Sukrosa

Dekstrosa (Glukosa) Levulosa

Bahan pereduksi lain Karbohidrat lain Abu

K2 CaO Na20 MgO Fe2O3 SO3 Cl P2O5

SiO5 dan bahan tak larut Senyawa nitrogen

Asain non nitrogen Lilin, sterol dan fosfolipid Vitamin 20.00 35.00 7.00 5.00 3.00 4.00 12.00 1.20 0.10 0.98 0.12 1.80 1.80 0.60 0.60 4.50 5.00 0.40 - 17-25 30-40 4-9 5-12 1-5 1-5 7-15 - - - - - - - - - 2-6 2-8 0.1-1 *) Paturau (1982)

(41)

yang mengandung gula sekitar 50% dalam bentuk sukrosa 20-30% dan gula pereduksi 10-30 %. Gula pereduksi merupakan senyawa yang mudah dicerna dan dapat langsung diserap oleh darah untuk proses metabolisme guna memperoleh energi.

Kadar mineral dan logam dalam molases terutama terdiri dari K, Mg, Ca, Fe, Al, Pb dan Na. Mineral dan logam tersebut dapat berasal dari cemaran bahan kimia yang dipakai pada saat proses pemurnian gula serta dapat berasal dari nira gula. Senyawa berwarna pada molases terdiri dari melanoidin dan senyawa yang terbentuk dari reaksi antara asam tannat dan ion-ion besi (Paturau, 1982).

Menurut Wirioatmojo et al. (1984), jumlah tetes tebu yang dihasilkan adalah sebanyak 3.52% dari jumlah tebu yang digiling. Jumlah dan komposisi tetes tebu dipengaruhi oleh keadaan tebu (mutu, jenis dan umur panen), kesuburan tanah, musim, pemupukan, pengolahan dan sebagainya. Banyaknya faktor yang mempengaruhi komposisi tetes tebu tersebut menyebabkan besarnya keragaman komposisi tetes tebu. Bobot jenis tetes tebu berkisar antara 1.39 - 1.49 dengan rata-rata 1.43. Viskositas sangat beragam dan dipengaruhi oleh perbedaan suhu dan konsentrasi (Brix) yang berbeda - beda.

H. PARAMETER KINETIKA

(42)

17

Kecepatan dari kedua proses yang berlawanan itu (yaitu kecepatan pertumbuhan dan kecepatan pengenceran) dapat dinyatakan secara matematik sebagai berikut (Hidayat et al., 2006):

Kecepatan pertumbuhan yang berlaku (instantneous growth rate) untuk pertumbuhan populasi berlaku:

X dt dX

µ

= ...(1)

µ = laju pertumbuhan spesifik, waktu-1

X = konsentrasi mikroorganisme, massa/unit volume

Baik dalam sistem kultur curah maupun sinambung, sebagian dan substrat dikonversi menjadi sel-sel baru dan sebagian dioksidasi menjadi produk akhir inorganik dan organik (Metcalf dan Eddy dalam Sulinda, 2004). Jumlah sel-sel baru berkaitan dengan penggunaan substrat tertentu, sehingga relasi antara laju penggunaan substrat dengan laju pertumbuhan dapat dirumuskan sebagal berikut.

dt dS Yg dt dX

= ...(2)

dimana, Yg adalah koefisien yield. Koefisien yield (Yg) diasumsikan konstan pada kisaran konsentrasi substrat dalam fase pertumbuhan. Kemiringan dan plot linear X terhadap dS adalah koefisien yield (Pirbazari et al. dalam Sulinda, 2004).

Untuk tiap jenis mikroba, pada kondisi lingkungan yang dibuat tetap, konstanta pertumbuhannya (µ) tidak dapat melebihi suatu nilai maksimal tertentu. Nilai maksimal itu disebut µmaks. Hubungan antara µ, kadar substrat (nutrien) pembatas dan µmaks, dinyatakan dalam suatu persamaan empiris sebagai berikut (Hidayat et al., 2006):

S Ks

S m

+ =µ

µ ...(3)

S = konsentrasi substrat pembatas pertumbuhan, massa/unit volume

Ks = konstanta kecepatan setengah, massa/unit volume

µ

m = laju pertumbuhan spesifik maksimum, waktu-1
(43)

substrat, (3) jalan metabolisme, (4) laju pertumbuhan dan (5) berbagai parameter fisik dan kultivasi (Metcalf dan Eddy dalam Sulinda, 2004). Kinetika Monod untuk penggunaan substrat dan pertumbuhan biologis juga dapat direpresentasikan sebagai berikut (Pirbazari et al. dalam Sulinda, 2004).

+ − = S Ks S X Yg m dt dS µ ... (4)

Modifikasi dari persamaan (4) menghasilkan persamaan (5) yang dapat digunakan untuk menentukan koefisien Monod Ks dan µm, plot –X/(dS/dt) terhadap 1/S

adalah linear pada fase pertumbuhan dengan kemiringan dan perpotongan ordinat sebagai Yg.Ks/µm dan Yg/µm, dimana koefisien Monod dapat diperkirakan dengan regresi linear (Pirbazari et al. dalam Sulinda, 2004).

(

)

= +

m S

Ks Yg m Yg dt dS X 1 µ

µ ... (5)

Dalam sistem bakteri yang digunakan untuk penanganan air limbah, tidak semua distribusi umur sel berada pada fase pertumbuhan logaritmik. Oleh sebab itu, persamaan untuk laju pertumbuhan perlu dikoreksi untuk menghitung kebutuhan energi untuk perawatan sel. Faktor lain, seperti kematian dan predasi, juga harus dipertimbangkan. Biasanya, faktor-faktor ini digabungkan dan diasumsikan sebagai penyebab penurunan massa sel yang proporsional dengan konsentrasi mikroba yang ada. Penurunan ini diidentifikasi sebagai endogenous decay

(Metcalf dan Eddy dalam Sulinda, 2004). Persamaan penggunaan substrat, pertumbuhan mikrobial dan kematian yang berkaitan dengan fase endogenous

adalah sebagai berikut

1 2 1 2 ln t t X X b − −

(44)

19

I. PERANCANGAN BIOREAKTOR

Menurut Tchobanoglous et al. (2003) perancangan bioreaktor dapat diturunkan dari persamaan kesetimbangan biomassa, dan kesetimbangan substrat. Penggunaan substrat dalam sistem biologi dapat dimodelkan pada persamaan berikut. Karena substrat yang digunakan akan terus menurun, maka nilai negatif digunakan.

S Ks

kXS rsu

+ −

= ... (7)

rsu = laju penggunaan substrat, g/m3.hari.

k = laju maksimum penggunaan substrat, hari -1. X = biomassa, g/m3.

Ks = konstanta saturasi, g/m3.

S = konsentrasi substrat pembatas tumbuh, g/m3.

1. Kesetimbangan Biomassa Secara umum :

Laju akumulasi = Laju pemasukan - Laju pengeluaran + net growth m.o Simbolik :

V r QX QX V dt dX

g + −

= 0 ... (8)

=

dt dX

laju perubahan konsentrasi biomassa, mg VSS / m3 hari. V = volume reaktor, m3.

Q = debit influen, m3/hari.

X0 = konsentrasi biomassa influen, mgVSS / m3. X = konsentrasi biomassa dalam reaktor, mgVSS / m3. rg = laju pertumbuhan, mg VSS / m3 hari.

Jika pada keadaan steady state diasumsikan dX/dt = 0, persamaan 8 dapat dirubah menjadi : rg

VX QX QX

= −

(45)

dimana ruas kiri pada persamaan 9 dapat dikenali sebagai waktu tinggal. Waktu tinggal (θ) dapat diartikan sebagai banyaknya padatan yang berada dalam sistem dibagi banyaknya biomassa yang terdegradasi per hari, yang dapat ditulis sebagai berikut:

kd X r Y su − =

θ

1

... (10)

dimana Y adalah koefisien Yield maksimum, jika persamaan 7 disubstisusikan ke persamaan 9, maka akan didapat:

kd S Ks YkS − + = θ 1 ... (11)

2. Kesetimbangan Substrat

V r QS QS V dt dX su + −

= 0 ... (12) Jika pada keadaan steady state diasumsikan dX/dt = 0, persamaan 11 dapat dirubah menjadi :

+ = − S Ks kXS Q V S

S0 ... (13)

Pada persamaan 10, variabel S/(Ks+S) dimasukkan ke dalam persamaan 12 sebagai bentuk konsentrasi biomassa, maka didapat:

+ − = θ θ ) ( 1 ) ( / 0 d k S S Y Q V

X ... (14)

3. Volume Bioreaktor

Persamaan 14 dapat disederhanakan menjadi :

(46)

III. BAHAN DAN METODE

A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah larutan molases. Inokulum merupakan bakteri hasil pengisolasian yang berasal dari tempat pengolahan garam tepi pantai. Bahan-bahan yang digunakan dalam kegiatan analisis antara lain AgNO3, H2SO4, K2Cr2O7 0,1667 M, indikator ferroin, larutan FAS (Fero Amonium Sulfat), natrium hidroksida, asam borat, CoSO4, digestion reagen, dan aquadest. Komposisi nutrien yang ditambahkan dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Komposisi Nutrien

Makro-mineral Mikro-mineral KH2PO4 (sumber fosfor)

NH4Cl (sumber nitrogen)

FeCl3.6H2O (sumber besi)

[image:46.612.159.475.337.597.2]

MgCl2.6H2O (sumber magnesium) CaCl2.6H2O (sumber kalsium) CoCl2.6H2O (sumber kobalt) H3BO3 (sumber boron) ZnSO4.7H2O (sumber seng)

Gambar 3. Contoh gambar nutrien

2. Alat

(47)

volume kerja 3.500 ml. Gambar diagram skematik bioreaktor dapat dilihat pada Lampiran 8.

Selain reaktor alat bantu lainnya yang digunakan adalah pompa resirkulasi Preston (Manostat division barnant Co.), pompa varistaltic Masterflex (Cole Parmer instrument Co.), gas meter tipe basah (Ritter), alat untuk analisis seperti kertas saring (Whatman no. 42), mikroskop (Carl Zeiss), tanur, oven, lemari pendingin, peralatan gelas, dan alat-alat pengukur nilai COD.

[image:47.612.151.488.272.526.2]

Sebagai ilustrasi Gambar 4 menunjukkan konfigurasi reaktor anaerobik secara sinambung yang digunakan selama penelitian.

Gambar 4. Konfigurasi reaktor

B. METODOLOGI PENELITIAN

(48)
[image:48.612.132.506.77.280.2]

23

Gambar 5. Tahapan penelitian

1. Penelitian Pendahuluan

I. Penyiapan Bahan dan Analisis Karakteristik Bahan

Molases yang digunakan didapat dengan cara pembuatan secara manual, yaitu gula merah yang telah rusak kemudian dilarutkan dengan air. Gula merah tersebut dipotong kecil sebelum akhirnya diblender dengan tambahan air. Perbandingan gula merah dengan air yang digunakan adalah 450 gram gula merah dilarutkan dalam 1 liter air. Larutan molases pekat yang menunjukkan kisaran nilai COD sebesar 400.000 mg/l, kemudian dimasukkan ke dalam sistem pendingin agar molases tersebut tidak mengalami proses pendegradasian dengan cepat maupun terkontaminasi dengan bakteri.

Sebelum bahan digunakan dalam proses penelitian, perlu dilakukan adanya analisis awal karakteristik bahan. Untuk inokulum perlu diketahui kadar salinitasnya agar diketahui kondisi habitat hidup mikroorganisme yang terdapat didalamnya. Selain itu analisis nilai COD perlu juga dilakukan terhadap molases, agar diketahui kadar COD molases sebelum dan sesudah proses pengolahan.

Aklimatisasi (Batch)

- Inokulum = 350 ml - COD awal = 6120 mg/l - Laju resirkulasi = 2.6 L/menit

Sinambung

- Beban Umpan = ± 5000 mg/l - Laju resirkulasi = 3.5 L/menit - Laju umpan = 2.5 ml/menit

Penambahan nutrient

- Beban Umpan = 5000 -25000 mg/l - Laju resirkulasi = 3.5 L/menit - Laju umpan = 2.5 ml/menit - Konsentrasi & dosis sesuai Bleeker (1991)

Kondisi Steady

Penambahan garam

- Beban Umpan = ± 23000 mg/l - Laju resirkulasi = 3.5 L/menit

- Laju umpan = 2.5 ml/menit - Konsentrasi = 52 mg/kg

Kondisi Steady

(49)

II. Proses Inokulasi

Inokulum yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari tempat pengolahan garam. Volume inokulum awal sebanyak 10 % dari total kapasitas reaktor. Mula-mula inokulum dimasukkan terlebih dahulu ke dalam reaktor, diusahakan inokulum tidak melakukan kontak langsung dengan udara. Kemudian ditambahkan molases yang telah disiapkan hingga mencapai volume kerja sistem (3.500 ml). Sistem kerja yang digunakan adalah curah.

III. Proses Aklimatisasi

Sebelum dilakukan proses pengolahan limbah perlu dilakukan adanya proses aklimatisasi terlebih dahulu. Hal ini dimaksudkan agar mikroorganisme dapat hidup secara stabil di dalam reaktor. Reaktor dijalankan dengan sistem batch, dimana selama proses fluidisasi yang berlangsung sistem beroperasi secara anaerobik. Proses aklimatisasi yang telah berjalan dengan baik ditandai adanya perubahan warna suspensi yang semakin hitam dan terbentuknya biogas.

2. Penelitian Utama

I. Proses Sinambung(Continues)

Pada tahap ini reaktor dioperasikan dalam suhu kamar tanpa diperlukan adanya sistem pemanasan ataupun sistem pendingin. Berbeda halnya dengan tahapan aklimatisasi yang dilakukan secara curah, tahapan ini dilakukan secara sinambung dengan adanya penambahan umpan dan adanya sistem pembuangan. Pada tahapan ini, proses resirkulasi reaktor dijalankan dengan laju alir 3.500 ml/menit. Konsentrasi COD limbah molases yang diumpankan ± 5.000 mg/l dengan Waktu Tinggal Hidrolik (HRT) selama 1 hari.

(50)

25

diumpankan, limbah akan diresirkulasikan secara terus-menerus sehingga dengan keadaan yang terfluidisasi mikroba dapat kontak dengan limbah secara merata.

Outlet yang merupakan hasil proses pengolahan akan keluar melalui lubang pengeluaran dan akan masuk menuju sistem overflow. Sedangkan biogas yang terbentuk akan keluar menuju alat pengukur.

II. Analisis Mutu Effluent

Parameter yang digunakan sebagai baku mutu effluent dapat dianalisis antara lain, menggunakan perhitungan nilai COD, nilai MLSS dan MLVSS, serta perhitungan volume gas yang terbentuk.

Uji COD (Chemical Oxygen Demand) adalah suatu uji yang menentukan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bahan oksidan, untuk mengoksidasi bahan-bahan organik yang terdapat dalam air.Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organis yang secara alamiah dapat dioksidasikan melalui proses mikrobiologis dan diakibatkan oleh berkurangnya oksigen terlarut dalam air. Uji nilai COD yang memperhatikan prinsip pengamatan dan tetap membawa bahan-bahan organik dalam prosesnya, membuat uji nilai COD merupakan variabel model yang dapat digunakan dan dapat mewakili semua komponen organik didalamnya. Berbeda halnya dengan uji nilai BOD yang tergantung terhadap beberapa faktor yang tidak diketahui karena uji BOD memerlukan waktu analisa hingga 5-7 hari.

(51)

sangat berpengaruh dalam analisa COD, sehingga dapat mengganggu nilai COD yang didapat.

Pada tahapan awal (aklimatisasi) pengukuran jumlah produksi gas dilakukan dengan menggunakan gelas ukur terbalik yang diisi penuh dengan air. Jadi semakin banyak gas yang terbentuk, maka tekanan gas tersebut akan mendorong air keluar dari gelas ukur. Setelah melalui tahapan aklimatisasi, pengukuran produksi gas tidak lagi menggunakan gelas ukur. Agar nilai yang didapat lebih akurat, maka pengukuran gas yang terbentuk kemudian dilakukan dengan menggunakan gas meter tipe basah yang memiliki ketelitian 0,002 liter. Prinsip kerja alat ini hampir sama dengan penggunaan gelas ukur yang dibalik.

Selain nilai COD dan jumlah produksi gas, parameter lain yang sering digunakan dalam pengolahan air limbah adalah nilai MLSS dan MLVSS. Uji MLSS (Mixed Liqour Suspended Solid) merupakan uji untuk mengetahui konsentrasi padatan berupa padatan organik dan mikroorganisme yang terkandung di dalam reaktor, dan nilai MLVSS (Mixed Liqour Volatile Suspended Solid) adalah pendekatan untuk jumlah populasi bakteri. MLVSS itu sendiri didapat dari pemanasan MLSS pada suhu 6000 C sehingga bahan volatil teruapkan (Lampiran 6).

III. Penentuan Parameter Kinetika

Parameter kinetika yang akan ditentukan dalam penelitian kali ini adalah koefisien yield (Yg), laju pertumbuhan spesifik (µ), laju kematian (b), dan konstanta paruh (Ks). Penghitungan parameter kinetika ini menggunakan parameter konsentrasi MLVSS sebagai laju pertumbuhan bakteri (X), COD yang terlarut sebagai laju penggunaan substrat (S) dan waktu (t). Penentuan nilai masing-masing parameter tersebut, didapat dari regresi linear terhadap kurva masing-masing nilai.

1) Koefisien Yg = hasil regresi linear kurva X terhadap dS

2) Koefisien µ = hasil regresi linear kurva lnX terhadap t

3) Koefisien Ks = hasil regresi linear kurva X/-(ds/dt) terhadap 1/S

(52)

27

Cara penghitungan koefisien µ dan b relatif sama. Namun, pada penghitungan laju pertumbuhan spesifik dan laju kematian data yang digunakan berbeda. Dimana koefisien µ menggunakan data saat laju pertumbuhan sedangkan koefisien b menggunakan data laju penurunan.

IV. Penambahan Nutrien

Seperti halnya dalam masa peralihan dari sistem batch menuju sistem continues. Tahapan ini dapat dilakukan bila sistem continues yang dijalankan tanpa penambahan nutrien telah menunjukkan angka yang cukup stabil dalam penurunan kadar COD dan volume gas yang terbentuk, ini menandakan sistem telah mengalami keadaan steady state. Saat kondisi steady telah dicapai, kondisi ini dipertahankan selama 3-5 kali HRT sebelum dilakukan penambahan nutrien.

Sebelum perlakuan penambahan nutrien, perlu dilakukan adanya analisis terhadap kandungan mineral dan logam yang terdapat dalam sistem. Hal ini dilakukan agar penambahan nutrien yang dilakukan pada nantinya tidak berlebihan yang justru dapat mengganggu kinerja sistem. Uji kandungan logam ini dianalisis oleh Laboratorium Pengujian Departemen Teknologi Industri Pertanian IPB. Setelah diketahui komposisi kandungan mineral dan logam yang terkandung di dalam sistem, maka penambahan mineral dapat dilakukan secara optimum. Bahan-bahan nutrien yaitu KH2PO4, NH4Cl, KCl, FeCl3, MgCl2, CaCl2, CoCl2, H3BO3 dan ZnSO4 dicampurkan ke dalam umpan (feed) yang pada nantinya akan dimasukkan secara bertahap ke dalam sistem.

V. Penambahan Garam

(53)

A. PROSES AKLIMATISASI

Limbah yang digunakan dalam penelitian ini adalah molases, selain memiliki nilai COD yang tinggi dalam keadaan yang tidak terlalu pekat, molases juga mengandung banyak bahan organik yang bisa digunakan sebagai bahan nutrien mikroorganisme. Molases juga telah umum digunakan pada penelitian-penelitian sebelumnya mengenai dekolorisasi dan pendegradasian melanoidin.

Terdapat dua cara inokulasi yang dapat dilakukan selama tahapan aklimatisasi, yaitu inokulasi sistem batch dan inokulasi sistem continues. Sifat dari sistem inokulasi secara curah adalah :

1. Resiko kontaminasi rendah

2. Dapat menggunakan inokulum yang baru diproduksi (tidak perlu mikroba dengan kestabilan tinggi)

3. Produk yang menghambat pertumbuhan dapat terakumulasi

Sedangkan pada sistem sinambung, kelebihannya sistem dapat menghasilkan biomassa dalam jumlah yang lebih besar.

(54)

29

Analisa mengenai kadar garam (salinitas) menunjukkan bahwa inokulum hidup dengan kadar garam berkisar 32 mg/kg NaCl, kadar garam yang tinggi ini dapat dimaklumi dikarenakan inokulum berasal dari temp pengolahan garam. Namun pada tahapan aklimatisasi ini inokulum dibiarkan hidup pada kondisi tanpa adanya penambahan garam. Sistem hanya mendapatkan pasokan garam dari penambahan molases yang berkadar garam 8 mg/kg NaCl.

Gambar 6. Inokulum Gambar 7. Molases

Terdapat beberapa tahapan yang terjadi dalam proses anaerobik, proses pertama yang terjadi adalah proses hidr

Gambar

Tabel 1. Perbedaan sistem aerobik dan anaerobik .......................................
Tabel 1. Perbedaan sistem aerobik dan anaerobik
Gambar 1. Pola Umum Fermentasi Anaerobik (Malina dan Pohlan, 1992)
Gambar 2. Skema lapisan struktur bakteri halophiles
+7

Referensi

Dokumen terkait

Metode ini digunakan untuk menentukan besaran sudut servo pada pada tiap joint agar ujung dari kaki robot dapat melakukan pergerakan untuk mencapai titik yang sudah

Salah satu cara pengolahan limbah cair pabrik minyak kelapa sawit yang lebih ramah lingkungan adalah pengolahan anaerobik dalam tangki bioreaktor tertutup.. Pengolahan

Kelebihan metode curah adalah mudah dan waktu proses yang diperlukan relatif singkat dibandingkan secara sinambung.Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari parameter kinetika

Ciri khas sedimen- sedimen delta terakumulasi pada Formasi Pulau Balang, khususnya sedimen dataran delta  bagian bawah dan sedimen batas laut, diikuti lapisan-lapisan

Buku yang digunakan untuk membuat kumpulan-kumpulan motif batik Trusmi Cirebon adalah buku yang tidak berdasarkan muatan informasi dari kaca mata pemerintahan melainkan

Berdasarkan hasil penelitan yang telah dilakukan, saran teoritis yang dapat diajukan peneliti antara lain: (1) Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang

Pada kondisi ekosistem lamun oligotrofik atau normal, grazing penyu dapat menyebabkan perubahan struktur padang lamun secara substansial yang mencakup tinggi,

Sehingga penurunan atau kenaikan tingkat pembiayaan berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap besarnya nilai profit pada bank syariah di Indonesia.36 Penelitian yang