Hubungan Budaya Organisasi dengan Kepuasan Kerja Perawat
Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan
Skripsi
Dina Aryanti
081101056
Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara
▸ Baca selengkapnya: soal tes masuk kerja perawat di rumah sakit
(2)(3)KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadhirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-
Nya yang telah memberikan kekuatan dan kesehatan kepada saya, sehingga saya
dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul ”Hubungan Budaya Organisasi
dengan Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan”.
Selama proses penelitian dan penulisan skripsi ini, saya mendapatkan
banyak bantuan, dukungan, bimbingan, serta motivasi dari berbagai pihak. Untuk
itu pada kesempatan ini, saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Bapak dr. Dedi Ardinata, M. Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Erniyati, S.Kp, MNS selaku pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Diah Arruum, S.Kep, Ns, M. Kep selaku dosen pembimbing skripsi yang
selalu sabar dan meluangkan waktunya untuk memberikan arahan, bimbingan,
serta ilmu yang bermanfaat kepada penulis dalam proses penulisan skripsi ini
hingga selesai.
4. Ibu Rika Endah, S.Kp., M.Pd selaku dosen penguji I dan Bapak Setiawan, S.
Kp., MNS., Ph.D selaku dosen penguji II yang telah memberikan saran,
5. Seluruh dosen dan staff pengajar Fakultas Keperawatan USU yang telah
mendidik dan memberikan banyak ilmu kepada penulis dalam proses
perkuliahan.
6. Kepada pimpinan Rumah Sakit Bhayangkara Medan yang telah memberikan
izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di rumah sakit tersebut.
7. Ayahanda Ardi Kasuma dan Ibunda Yuniar, papa-mama kalianlah semangat
penulis untuk tetap tegar menjalani kehidupan ini selalu memberikan
kedamaian kepada penulis.
8. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada kakak dan adindaku tersayang:
Ayu Agustia Purnama, Dini Aryani, Fanni Silvia, dan kepada Rizky Al-Hafiz
9. Teman-teman Keperawatan Stambuk 2008 yang tak bisa disebut namanya
satu persatu. Terima kasih untuk motivasi yang telah kalian berikan, kita telah
tumbuh bersama dalam keluarga stambuk 2008.
Akhir kata penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat bermanfaat
bagi ilmu pengetahuan khususnya ilmu keperawatan.
Medan, Juli 2012
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PERSETUJUAN ... ii
ABSTRAK ... iii
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 1. Budaya Organisasi ... 7
2.1. Pengertian Kepuasan kerja……… 19
2.2. Teori Kepuasan Kerja……… 20
2.3. Faktor-faktor Kepuasaan kerja……….. 24
2.4. Dimensi Kepuasan kerja……… 26
BAB 3. KERANGKA PENELITIAN 1. Kerangka Konseptual ... 28
2. Defenisi operasional ... 30
3. Hipotesis Penelitian ... 31
6. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 36
7. Pengumpulan Data ... 39
8. Analisa Data ... 40
8.1. Statistik univariat ... 41
8.2. Statistik bivariat ... 41
BAB 5. HASIL & PEMBAHASAN 1. Hasil ... 43
2.3. Hubungan Budaya Organisasi dengan Kepuasan Kerja ... 61
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan ... 64
2. Saran ... 65
DAFTAR PUSTAKA ... 67
LAMPIRAN
1. Lembar Persetujuan Responden 2. Instrumen Penelitian
3. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas 4. Distribusi Frekue nsi Demografi Perawat 5. Distribusi Frekuensi Budaya Organisasi 6. Distribusi Frekuensi Kepuasan Kerja 7. Hasil Uji Nonparametrik
8. Riwayat Hidup 9. Surat Izin
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Tabel Defenisi Operasional... 30
Tabel 5.1. Karakteristik Demografi ... 44
Tabel 5.2. Distribusi Perawat Berdasarkan Budaya Organisasi ... 45
Tabel 5.3. Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Kepuasan kerja Perawat ... 46
DAFTAR SKEMA
Skema 2.1. Proses pembentukan Budaya Organisasi ... 9
Judul : Hubungan Budaya Organisasi dengan Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan\ Nama : Dina Aryanti
N I M : 081101056
Jurusan : Sarjana Keperawatan
Tahun : 2012
Abstrak
Budaya organisasi adalah sebuah sistem pemaknaan bersama yang dibentuk oleh anggotanya yang sekaligus menjadi pembeda dengan organisasi lain. Kepuasan kerja adalah suatu sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan budaya organisasi dengan kepuasan kerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan. Penelitian ini menggunakan desain deskripsi korelasi dan dilaksanakan Bulan Juni 2012. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik total sampel sehingga jumlah sampel penelitian 61 perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan dengan instrumen penelitian menggunakan kuisioner. Metode analisa menggunakan analisa deskripsi dengan frekuensi dan persentase, dan analisa korelasi menggunakan uji Spearman dengan tingkat kepercayaan 95% (α=0,05). Hasil analisas univariat didapat budaya organisasi kurang baik 54,1% dan kepuasan kerja tidak puas 60,7%. Hasil analisa uji Spearman diperoleh nilai signifikansi (p)= 0,037 yang menjelaskan bahwa Ho ditolak. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa ada hubungan antara budaya organisasi dengan kepuasan kerja. Peneliti mengharapkan Rumah Sakit Bhayangkara Medan mampu menginternalisasikan nilai-nilai budaya organisasi yang mampu memberikan kepuasan kerja bagi perawat.
Kata Kunci : budaya organisasi, kepuasan kerja
Title :Relationship between Organizational Culture with Job Satificaton of nurse in Bhayangkara Hospital Medan
Researcher : Dina Aryanti
N I M : 081101056
Program : Bachelor Of Nursing Academic Year : 2012
Abstract
Organizational culture is a shared system of meaning created by members of both the differentiator with other organizations. Job satisfaction is an emotional attitude of fun and loved his work. This research aims to determine the relationship of organizational culture by nursing job satisfaction at Bhayangkara Hospital Medan. The research used a design description of the correlation and implemented in June 2012. Technique for find sample used total sampling technique that 61 nurse staf at Bhayangkara Medan using questionnaire instruments. The analytical methods used description analysis with frequency and percentages and correlation analysis used Spearman test with 95% confidence level ((α=0,05). The results obtained univariate analysis that organizational culture 54,1% unfavorable and job satisfaction 60,7% dissatisfied. Spearman test analysis results obtained significance value (p)=0,037 which explains that Ho is rejected. It can e concluded that there is a relationship between organizational culture with job satisfaction. Researchers expect Bhayangkara Hospital Medan is able to internalize the values of organizational culture that can provide job satisfaction for nurses.
Judul : Hubungan Budaya Organisasi dengan Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan\ Nama : Dina Aryanti
N I M : 081101056
Jurusan : Sarjana Keperawatan
Tahun : 2012
Abstrak
Budaya organisasi adalah sebuah sistem pemaknaan bersama yang dibentuk oleh anggotanya yang sekaligus menjadi pembeda dengan organisasi lain. Kepuasan kerja adalah suatu sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan budaya organisasi dengan kepuasan kerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan. Penelitian ini menggunakan desain deskripsi korelasi dan dilaksanakan Bulan Juni 2012. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik total sampel sehingga jumlah sampel penelitian 61 perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan dengan instrumen penelitian menggunakan kuisioner. Metode analisa menggunakan analisa deskripsi dengan frekuensi dan persentase, dan analisa korelasi menggunakan uji Spearman dengan tingkat kepercayaan 95% (α=0,05). Hasil analisas univariat didapat budaya organisasi kurang baik 54,1% dan kepuasan kerja tidak puas 60,7%. Hasil analisa uji Spearman diperoleh nilai signifikansi (p)= 0,037 yang menjelaskan bahwa Ho ditolak. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa ada hubungan antara budaya organisasi dengan kepuasan kerja. Peneliti mengharapkan Rumah Sakit Bhayangkara Medan mampu menginternalisasikan nilai-nilai budaya organisasi yang mampu memberikan kepuasan kerja bagi perawat.
Kata Kunci : budaya organisasi, kepuasan kerja
Title :Relationship between Organizational Culture with Job Satificaton of nurse in Bhayangkara Hospital Medan
Researcher : Dina Aryanti
N I M : 081101056
Program : Bachelor Of Nursing Academic Year : 2012
Abstract
Organizational culture is a shared system of meaning created by members of both the differentiator with other organizations. Job satisfaction is an emotional attitude of fun and loved his work. This research aims to determine the relationship of organizational culture by nursing job satisfaction at Bhayangkara Hospital Medan. The research used a design description of the correlation and implemented in June 2012. Technique for find sample used total sampling technique that 61 nurse staf at Bhayangkara Medan using questionnaire instruments. The analytical methods used description analysis with frequency and percentages and correlation analysis used Spearman test with 95% confidence level ((α=0,05). The results obtained univariate analysis that organizational culture 54,1% unfavorable and job satisfaction 60,7% dissatisfied. Spearman test analysis results obtained significance value (p)=0,037 which explains that Ho is rejected. It can e concluded that there is a relationship between organizational culture with job satisfaction. Researchers expect Bhayangkara Hospital Medan is able to internalize the values of organizational culture that can provide job satisfaction for nurses.
BAB 1
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Rumah sakit adalah suatu organisasi yang unik dan kompleks karena di dalam
rumah sakit terdapat banyak institusi yang padat karya dengan berbagai sifat, ciri,
serta fungsi yang khusus dalam proses menghasilkan jasa medis dan mempunyai
berbagai kelompok profesi dalam pelayanan rumah sakit (Boekitwetan, 1997).
Berbagai kelompok profesi ini akan menghasilkan perilaku individu dan perilaku
kelompok yang pada akhirnya menghasilkan perilaku organisasional dalam
melaksanakan tugas dan fungsinya (Lumbanraja, 2006).
Rumah sakit dihadapkan pada upaya mampu melakukan pengelolaan
terhadap sumber daya manusia yang ada karena sumber daya ini semakin besar
peranannya bagi kesuksesan organisasi dan merupakan pelaku dari semua
kegiatan dan aktivitas yang nyata. Upaya pengelolaan yang dilakukan rumah sakit
dapat dilakukan dengan memberikan pemahaman terhadap sumber daya manusia
yang ada di rumah sakit yang membentuk nilai, kepercayaan, dan sikap-sikap
individual untuk menyesuaikan diri dengan perubahan dan perkembangan
eksternal dan integrasi terhadap kekuatan internal rumah sakit (Muluk, 1999).
Berdasarkan konteks tersebut, pemahaman atas budaya organisasi merupakan
sarana terbaik bagi rumah sakit untuk memahami sumber daya manusia dalam
rumah sakit karena budaya organisasi merupakan nilai, kepercayaan, norma
ditemukan, atau dikembangkan dalam proses memecahkan masalah dan
mengambil keputusan ketika beradaptasi dengan lingkungan eksternal dan
mengelola integrasi internal organisasi oleh anggota organisasi itu sendiri. Budaya
organisasi merupakan ketentuan aturan dan norma yang tidak tertulis yang
menjadi standar perilaku yang dapat diterima dengan baik oleh anggota organisasi
(Schein, 1992 dalam sunarto, 2004).
Hasil penelitian Marie (2004) menunjukkan bahwa budaya organisasi di
Nevada hospital digolongkan baik. Hal ini terlihat dari gaji perawat yang tinggi,
sumber daya manusia yang kompeten dan yang paling utama adalah rumah sakit
tersebut menjunjung tinggi budaya kerjasama yaitu penghargaan yang tinggi dan
kepedulian terhadap kerja tim dan partisipasi. Sejalan dengan Robertson (1999)
menyatakan bahwa rumah sakit yang mampu membentuk pola kerja tim yang baik
maka akan terbentuk pelayanan kesehatan terbaik. Budaya organisasi tersebut
sangat kontras apabila dibandingkan dengan fenomena budaya organisasi di
rumah sakit Indonesia.
Lutfi (2007) melakukan penelitian di salah satu rumah sakit di Makasar
didapatkan hasil bahwa pelayanan yang diberikan rumah sakit daerah di Makasar
dinilai buruk. Hal ini dikarenakan tujuan rumah sakit yang sudah berubah dari
memberikan pelayanan kesehatan menjadi tempat untuk mengejar keuntungan.
Hal tersebut menunjukkan aspek internal dari budaya organisasi rumah sakit
belum dikelola dengan baik. Carlis (2009) melihat fenomena yang ada di rumah
sakit di Kabupaten Aceh Tamiang ternyata dijumpai bahwa nilai-nilai budaya
menghormati yang tua, yang lebih lama bekerja dengan yang baru bekerja, yang
berpendidikan dengan yang kurang berpendidikan serta menurunnya kerjasama
antara perawat. Perilaku tersebut menunjukkan kurangnya pemahaman staf rumah
sakit khususnya perawat tentang budaya organisasi di rumah sakit tersebut.
Berdasarkan fenomena tersebut pembentukan budaya organisasi yang baik
akan memberikan implikasi pada kepemimpinan di rumah sakit, pengelolaan
potensi-potensi dari berbagai kelompok agar dapat dimanfaatkan untuk mencapai
tujuan organisasi. Denison (1990) menyatakan bahwa budaya organisasi terdiri
dari empat dimensi yaitu keterlibatan, konsistensi, adaptasi, dan misi.
Rumah sakit misalnya, dikatakan efektif jika ia berhasil memenuhi kebutuhan
para kliennya atau memberikan pelayanan kesehatan terbaik. Gibson (1996)
menjelaskan untuk mengukur kriteria efektivitas organisasi salah satu
indikatornya adalah kepuasan kerja.
Robbins (2001) mengemukakan bahwa terdapat sebuah model keterkaitan
antara budaya organisasi dengan kepuasan kerja, yaitu budaya yang kuat akan
mengantarkan kepada kepuasan kerja yang tinggi sedangkan budaya organisasi
yang lemah akan mengantarkan kepada kepuasan kerja yang rendah pula.
Jhons (2001) mengemukakan bahwa apabila staf merasa tidak puas maka
konsekuensinya staf berpikir untuk berhenti bekerja dan berusaha mencari
pekerjaan yang baru. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Robbins (2001)
bahwa staf yang tidak puas besar kemungkinannya untuk tidak masuk kerja.
perilaku yang tidak efisien yang pada akhirnya akan menimbulkan kerugian bagi
pihak rumah sakit.
Ketut (2010) melakukan penelitian di sebuah Rumah Sakit di Buleleng.
Hasilnya budaya organisasi mempunyai dampak positif terhadap kepuasan kerja.
Penelitian yang dilakukan oleh Manik (2009) mengenai pengaruh budaya
organisasi terhadap kepuasan kerja karyawan salah satu PT. Swasta di Indonesia
menunjukkan bahwa budaya organisasi berpengaruh positif terhadap kepuasan
kerja.
Berdasarkan uraian di atas dan fenomena yang terjadi di lapangan, peneliti
tertarik untuk meneliti tentang budaya organisasi dan kepuasan kerja. Masalah
pokok yang di kaji dalam penelitian ini adalah hubungan budaya organisasi
dengan kepuasan kerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan.
Adapun alasan pemilihan lokasi penelitian di rumah sakit Bhayangkara Medan
karena rumah sakit tersebut merupakan organisasi milik pemerintah di lingkungan
polri yang menyelenggarakan kedokteran kepolisian dan kesehatan kepolisian
bagi pegawai negeri polri, keluarganya dan masyarakat umum.
2. Perumusan masalah
Berdasarkan studi literatur, fenomena berkembang, serta observasi peneliti
bahwa belum pernah ada penelitian mengenai budaya organisasi dan kepuasan
kerja di Rumah Sakit Bhayangkara Medan, saya sebagai peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian yang berjudul hubungan budaya organisasi dengan
3. Tujuan Penelitian
3.1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini untuk mengidentifikasi bagaimana hubungan
budaya organisasi dengan kepuasan kerja perawat pelaksana di Rumah Sakit
Bhayangkara Medan.
3.2. Tujuan Khusus penelitian ini adalah:
3.2.1.Menjelaskan karakteristik responden penelitian di Rumah Sakit
Bhayangkara Medan.
3.2.2.Menjelaskan budaya organisasi di Rumah Sakit Bhayangkara Medan
3.3.3.Menjelaskan kepuasan kerja perawat pelaksan di Rumah Sakit Bhayangkara
Medan.
3.3.4.Menjelaskan hubungan budaya organisasi dengan kepuasan kerja perawat
pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan.
4. Manfaat Penelitian
4.1. Bagi Pendidikan Keperawatan. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi
menjadi masukan dan menambah ilmu peserta didik di institusi pendidikan
keperawatan khususnya di bidang manajemen dalam memberikan
pemahaman mengenai budaya organisasi dan kepuasan kerja perawat.
4.2. Bagi Penelitian keperawatan. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan
sebagai data dasar bagi pengembangan penelitian selanjutnya yang berkaitan
dengan hubungaan budaya organisasi dengan kepuasaan kerja perawat
4.3. Bagi Pelayanan Kesehatan. Hasil Penelitian ini diharapkan dapat menjadi
masukan dan informasi bagi Rumah Sakit Bhayangkara Medan untuk
meningkatkan mutu pelayanan melalui penciptaan budaya organisasi yang
lebih baik lagi meliputi keterlibatan perawat yang optimal, penerapan
nilai-nilai dan koordinasi yang baik, mampu merespon perubahan dari lingkungan
eksternal dan melakukan perubahan di intenal rumah sakit serta penanaman
misi dan tujuan sehinggga dapat meningkatkan kepuasan kerja perawat
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1. Budaya Organisasi
1.1. Pengertian Budaya Organisasi
Robbin (2007) mendefenisikan bahwa budaya organisasi adalah sebagai
suatu sistem makna yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan
organisasi tersebut dengan organisasi lain. Robbin mendefenisikan budaya
organisasi sebagai sebuah sistem pemaknaan bersama yang dibentuk oleh
anggotanya yang sekaligus menjadi pembeda dengan organisasi lain. Riani (2011)
menjelaskan bahwa budaya organisasi merupakan sistem dari shared value,
keyakinan dan kebiasaan-kebiasaan dalam suatu organisasi yang saling
berinteraksi dengan struktur formalnya untuk menciptakan norma-norma perilaku.
Budaya organisasi juga mencakup nilai-nilai dan standar-standar yang
mengarahkan perilaku pelaku organisasi dan menentukan arah organisasi secara
keseluruhan.
Budaya organisasi adalah simbol dan interaksi unik pada setiap organisasi.
Hal ini meliputi cara berpikir, berperilaku, berkeyakinan yang sama-sama dimiliki
oleh anggota unit (Marquis, 2010). Budaya organisasi tampak dalam dimensi
aktivitas tugas dan aktivitas pemeliharaan (dinamika) kelompok/organisasi yang
berupa penggunaan bahasa, pengambilan keputusan, teknologi yang digunakan,
Druicker (dalam Tika, 2006) menyebutkan bahwa budaya organisasi adalah pokok
penyelesaian masalah-masalah eksternal dan internal yang pelaksanaannya
dilakukan secara konsisten oleh suatu kelompok yang kemudian mewariskan
kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang tepat untuk memahami,
memikirkan, dan merasakan terhadap masalah-masalah.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas maka budaya organisasi adalah
aturan kerja yang ada di organisasi yang akan menjadi pegangan dari sumber daya
manusia dalam menjalankan kewajibannya dan nilai-nilai untuk berperilaku dalam
organisasi. Nilai-nilai tersebut tercermin dalam perilaku dan sikap mereka
sehari-hari selama mereka berada dalam organisasi tersebut dan sewaktu mewakili
organisasi berhadapan dengan pihak luar. Dengan kata budaya organisasi
mencerminkan cara staf melakukan sesuatu (membuat keputusan, melayani pasien,
dll) yang dapat dilihat kasat mata dan dirasakan terutama oleh orang diluar
organisasi tersebut. Dapat juga dikatakan budaya organisasi adalah pola terpadu
perilaku manusia di dalam organisasi termasuk pemikiran-pemikiran,
tindakan-tindakan, pembicaraan-pembicaraan yang dipelajari dan diajarkan kepada generasi
berikutnya (Muluk, 1999).
Organisasi yang berorientasi pada pelayanan kesehatan memerlukan budaya
dukungan (Support Culture) dan budaya peran (Role Culture) sebagai cara
meningkatkan motivasi dan kepuasan anggota organisasi. Budaya organisasi yang
efektif adalah budaya organisasi yang mengakar kuat dan dalam. Di rumah sakit
yang berbudaya demikian, dapat dipastikan hampir semua individunya menganut
1.2. Fungsi Budaya Organisasi
Budaya organisasi menurut Tika (2006) memiliki beberapa fungsi yaitu
(1)sebagai batas pembeda terhadap lingkungan, organisasi maupun kelompok lain,
(2) sebagai perekat bagi staf dalam suatu organisasi, (3)mempromosikan stabilitas
sistem sosial, (4)sebagai mekanisme kontrol dalam memadu dan membentuk
sikap serta perilaku staf, (5)sebagai integrator, (6)membentuk perilaku bagi para
staf, (7)sebagai sarana untuk menyelesaikan masalah-masalah pokok organisasi,
(8)sebagai acuan dalam menyusun perencanaan perusahaan, (9)sebagai alat
komunikasi, (10)sebagai penghambat berinovasi.
Robbins (2003) menyatakan bahwa budaya organisasi mempunyai beberapa
fungsi dalam organisasi yaitu memberi batasan untuk mendefinisikan peran
sehingga memperlihatkan perbedaan yang jelas antar organisasi, memberikan
pengertian identitas terhadap sesuatu yang lebih besar dibandingkan minat
anggota organisasi secara perorangan, menunjukkan stabilitas sistem sosial,
memberikan pengertian dan mekanisme pengendalian yang dapat dijadikan
pedoman untuk membentuk sikap dan perilaku anggota organisasi dan pada
akhirnya budaya orgnisasi dapat membentuk pola pikir dan perilaku anggota
organisasi.
Ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh kedua belah pihak, baik
organisasi maupun para anggotanya. Manfaat tersebut adalah memberikan
pedoman bagi tindakan pengambilan keputusan, mempertinggi komitmen
mengurangi keraguan para anggota orgnisasi, karena budaya memberitahukan
pada mereka sesuatu dilakukan dan dianggap penting (Mangkunegara, 2005).
1.3. Pembentukan Budaya Organisasi
Robbins (2001) berpendapat bahwa dibutuhkan waktu yang lama untuk
pembentukan budaya organisasi. Sekali terbentuk, budaya itu cenderung berakar,
sehingga sukar bagi para manager untuk mengubahnya.
Gambar 1.3. Proses Pembentukan Budaya Organisasi
Dari gambar diatas, dapat dilihat bahwa budaya organisasi diturunkan dari
filsafat pendiri, kemudian budaya ini sangat mempengaruhi kriteria yang
digunakan dalam merekrut/memperkerjakan anggota organisasi. Tindakan dari
manajemen puncak menentukan iklim umum dari perilaku yang dapat diterima
baik dan tidak. Tingkat kesuksesan dalam mensosialisasikan budaya organisasi
tergantung pada kecocokan nilai-nilai staf baru dengan nilai-nilai organisasi dalam
proses seleksi maupun pada preferensi manajemen puncak akan metode-metode
sosialisasi. Filosofi Pendiri
Kriteria Seleksi
Manajemen Puncak
Sosialisasi
1.4. Dimensi Budaya Organisasi
Robbins (2007) menjelaskan bahwa budaya organisasi adalah sebuah proses
deskripsi mengenai keadaan organisasi. Penelitian mengenai budaya organisasi
berfokus pada staf mampu merasakan budaya organisasi, terlepas dari mereka
suka atau tidak suka pada budaya organisasi tersebut. Budaya organisasi dapat
dirasakan keberadaannya melalui perilaku anggota dalam organisasi tersebut. Hal
ini dapat dilihat dari pola dan cara-cara berpikir, merasa, menanggapi dan
menuntun para anggota organisasi dalam mengambil keputusan maupun
kegiatan-kegiatan lainnya dalam organisasi.
Robbins (2007) menjelaskan bahwa pelaksanaan budaya organisasi dapat
dikaji dari dimensi budaya organisasi. Dimensi budaya organisasi tidak ditetapkan
secara mudah melainkan berdasarkan studi empiris. Studi empiris ini biasanya
tidak dilakukan menggunakan sampel kecil melainkan menggunakan sampel besar
yang melibatkan beberapa organisasi. Hasilnya tidak ditemukan dimensi budaya
yang berlaku secara umum. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa memahami
budaya organisasi melalui dimensi-dimensinya dapat menggambarkan budaya
organisasi dari suatu organisasi tersebut. Banyak ahli yang menguraikan
dimensi-dimensi dalam budaya organisasi salah satunya adalah Denison.
Denison and Mirsha (1995) dalam Casida (2007) mengaikat budaya
organisasi dengan efektifitas organisasi. efektifitas organisasi tersebut dipengaruhi
oleh empat faktor di dalam budaya organisasi yaitu keterlibatan (Involvement),
1. Keterlibatan (involvement)
Keterlibatan merupakan kunci yang tampak dan dapat dirasakan dalam setiap
budaya organisasi (Sutrisno, 2010). Keterlibatan merupakan dimensi budaya
organisasi yang menunjukkan tingkat partisipasi staf dalam proses pengambilan
keputusan (Sobirin, 2007). Denison (2000) dalam Casida (2007) menyatakan,
keterlibatan adalah suatu perlakuan yang membuat staf meras diikutsertakan
dalam kegiatan organisasi sehingga membuat staf bertanggung jawab tentang
tindakan yang dilakukannya. Keterlibatan (involvement) adalah kebebasan atau
independensi yang dipunyai setiap individu dalam mengemukakan pendapat.
Keterlibatan tersebut perlu dihargai oleh kelompok atau pimpinan suatu organisasi
sepanjang menyangkut ide untuk memajukan dan mengembangkan
organisasi/perusahaan. Wesemann (2001) dalam Zwan (2006) menjelaskan bahwa
keterlibatan mencakup kemampuan organisasi untuk membangun professional dan
administrasi staf. Cho (2006) menyatakan bahwa staf yang memiliki perasaan
terlibat dalam organisasi, mereka akan merasa bagian di dalam organisasi dan
pendapat serta tindakan yang mereka lakukan akan terhubung langsung dengan
tujuan organisasi. Keterlibatan menciptakan partisipasi dan komitmen staf
terhadap organisasi. Staf yang terlibat di dalam organisasi maka akan meningkat
kinerjanya (Denison (1990) dalam Zwan (2006)).
Denison (1996) dalam Zwan (2006) menyatakan bahwa keterlibatan terdiri
dari tiga indikator yaitu pemberdayaan (Empowerment), kerja tim (Team
a. Pemberdayaan (Empowerment)
Pemberdayaan (empowerment) adalah proses yang memungkinkan staf untuk
memiliki input dan kontrol atas pekerjaan mereka, serta kemampuan untuk secara
terbuka berbagi saran dan ide mengenai pekerjaan mereka (Richard, 2010).
Christense (2012) menyatakan bahwa pemberdayaan akan membuat staf memiliki
kekuasan untuk mampu membuat pilihan dan berpartisipasi pada tingkat yang
lebih bertanggung jawab yang pada akhirnya akan menimbulkan perasaan bahagia
pada diri staf tersebut serta mengakibatkan staf akan berpikiran positif terhadap
lingkungannya. King (2005) menunjukkan staf yang bekerja pada konstruksi
dengan peraturan yang ketat terhadap pemberian kebebasan staf dalam bekerja
maka akan mempengaruhi pekerjaan yang dilakukan.
b. Kerja tim (Team Orientation)
Kerja tim (Team Orientation) menunjukkan efektifnya kerja secara tim dalam
memberikan kontribusi pada organisasi yang mana proses di dalam kerja tim
merupakan usaha untuk memecahkan suatu masalah dan meningkatkan inovasi
anggotanya (Denison (2006) dalam Zwan (2006)). Penelitian yang dilakukan oleh
Scoot (2003) menunjukkan kerja tim yag dilakukan oleh oleh tim kesehatan akan
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.
c. Kemampuan berkembang (Capability Development)
Kemampuan berkembang (Capability Development) adalah kemampuan suatu
organisasi untuk meningkatkan kemampuan stafnya sehingga mampu
berkompetisi dan mencapai tujuan organisasi (Denison, (2006) dalam Zwan
diberi kesempatakan oleh managernya mengikuti pelatihan ataupun pendidikan
menunjukkan nilai yang rendah untuk kemampuan berkembang.
Berdasarkan hasil analisa indikator pemberdayaan (Empowerment), kerja tim
(Team Orientation), kemampuan berkembang (Capability Development) maka
terlihat keterlibatan merupakan dimensi penting di dalam suatu organisasi karena
mengatur faktor internal di dalam organisasi dan dapat langsung dirasakan oleh
perawat. Denison (2006) dalam Zwan (2006) menyatakan bahwa keterlibatan
merupakan dimensi paling penting yang akan mempengaruhi kepuasan staf.
2. Konsistensi (Consistency)
Konsistensi (Consistency) merupakan tingkat kesepakatan anggota organisasi
terhadap asumsi dasar dan nilai-nilai inti organisasi (Sobirin, 2007). Sutrisno
(2010) menambahkan bahwa konsistensi menekankan pada sistem
keyakinan-keyakinan, nilai-nilai, dan simbol-simbol yang dimengerti dan dianut bersama
oleh para anggota organisasi serta pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang
terkoordinasi. Adanya konsistensi dalam suatu organisasi ditandai oleh staf
merasa terikat; ada nilai-nilai kunci; kejelasan tentang tindakan yang dapat
dilakukan dan tidak dapat dilakukan. Denison (2006) dalam Zwan (2006)
menyatakan bahwa konsistensi di dalam organisasi merupakan dimensi yang
menjaga kekuatan dan stabilitas di dalam organisasi. Denison dan Mirsha (1995)
dalam Casida (2007) menyatakan bahwa konsistensi dapat dilihat dari tiga
indikator yaitu nilai inti (core value), kesepakatan (Agreement), koordinasi dan
a. Nilai inti (core value)
Nilai inti (core value) adalah pedoman atau kepercayaan permanen mengenai
sesuatu tepat dan tidak tepat yang mengarahkan tindakan dan perilaku staf dalam
mencapai tujuan organisasi (Wirawan, 2007). Sejalan dengan penelitian Denison
(2006) dalam Zwan (2006) di Russian Organisations menunjukkan bahwa staf
menganggap nilai-nilai inti di organisasi merupakan hal yang penting di dalam
organisasi yang menjadi pertahanan untuk integritas organisasi sehingga staf
bertindak berdasarkan nilai-nilai di dalam organisasi tersebut. Price (2003)
menjelaskan bahwa organisasi yang memiliki seperangkat nilai dan aturan yang
jelas mengakibatkan staf lebih terarah dalam melakukan pekerjaan.
b. Kesepakatan (Agreement)
Kesepakatan (Agreement) adalah suatu proses ketika staf di dalam organisasi
dapat mencapai kesamaan pendapat tentang masalah-masalah yang terjadi atau
suatu hal yag mendasari dan mampu menyelesaikan perbedaan pendapat yang
terjadi di dalam organisasi (Denison, 2006 dalam Casida (2006)). Tappen (1995)
menyatakan bahwa salah satu cara untuk menyelesaikan masalah di dalam
organisasi jalan mencapai kesepakatan (Reaching Agreement). Mencapai
kesepakatan memberikan pengertian bahwa orang yang berkonflik mampu
mencapai pemahaman yang sama mengenai masalah dan penyelesaian dari
masalah tersebut. Di dalam kesepakatan masing-masing orang yang berkonflik
mampu terbuka dengan masalah yang mereka hadapi dan membuka diskusi untuk
c. Koordinasi dan integrasi (Coordination and Integration)
Koordinasi dan integrasi (Coordination and Integration) adalah berbagai
fungsi serta unit di dalam organisasi yang bekerjasama untuk mencapai tujuan
organisasi tanpa menggangu hak masing-masing (Denison, 2006 dalam Zwan
(2006)). Koordinasi dan integrasi sangat bermanfaat untuk meningkatkan
efisiensi, kualitas, dan pelayanan yang diberikan kepada publik (Baker, 2002).
Berdasarkan penjelasan-penjelasan sebelumnya terlihat bahwa konsistensi
merupakan perwujudan dari kemampuan menerapkan nilai-nilai yang mengatur
anggota organisasi, kemampuan mencapai pemahaman bersama terhadap masalah
yang terjadi dan kemampuan mengkoordinasikan berbagai unit di dalam
organisasi untuk bekerjasama mencapai tujuan bersama.
3. Adaptasi (Adaptability)
Denison (2006) dalam Zwan (2006) menyatakan bahwa kemampuan adaptasi
merupakan kemampuan organisasi untuk menerjemahkan pengaruh lingkungan
terhadap organisasi. sejalan dengan Sobirin (2007), adaptasi merupakan
kemampuan organisasi dalam merespon perubahan-perubahan lingkungan
eksternal dengan melakukan perubahan internal organisasi. Denison (2006)
menjelaskan bahwa adaptasi merupakan kemampuan organisasi menerjemahkan
pengaruh lingkungan dengan cara melakukan perubahan di dalam organisasi
dengan tujuan pengembangan dan pertumbuhan organisasi. Denison dan Mirsha
(1995) dalam Casida (2007) menyatakan bahwa kemampuan adaptasi dapat dilihat
dari tiga indikator yaitu perubahan (Creating Change), berfokus pada pasien
a. Perubahan (Creating Change)
Perubahan (Creating Change)adalah kemampuan organisasi untuk melakukan
pembaharuan, mampu mengikuti perkembangan dan bereaksi dengan cepat
terhadap tren serta mengantisipasi dampak dari pembaharuan tersebut (Denison,
2006) dalam Zwan (2006). Tappen (1995) menyatakan bahwa seorang manager
harus terlibat secara langsung mengusulkan dan mengadakan perubahan.
Perubahan ini dapat berupa metode baru, contohnya memberikan cara pengobatan
yang lebih efektif, atau menemukan penyelesaian masalah kesehatan dengan
mengadakan penelitian.
b. Berfokus pada pasien (Customer Focus)
Berfokus pada pasien (Customer Focus) adalah kemampuan organisasi untuk
mampu memberikan perhatian pada kepuasan pelanggan (Denison, 2006) dalam
Zwan (2006).
c. Keadaan organisasi (Organizational Learning)
Keadaan organisasi (Organizational Learning) adalah proses yang
mendukung organisasi untuk mampu beradaptasi terhadap perubahan, serta
mampu bertumbuh ke arah yang lebih baik melalui penciptaaan dan
pengaplikasian hal-hal baru seperti knowledge, kemampuan dan kompetensi
sekaligus mampu mentransformasikannya kepada anggota lainnya (Fauzia, 2007).
Keadaan organisasi merupakan kemampuan organisasi menerima,
menerjemahkan, dan menginterpretasi dari lingkungan eksternal menjadi suatu
usaha untuk mendorong inovasi, memperoleh pengetahuan dan meningkatkan
Baker (2002) di salah satu organisasi di Kanada menunjukkan bahwa keadaan
organisasi meningkatkan staf untuk mengembangkan keahliannya,
mengaplikasikan kemampuannya tersebut, serta berbagi dengan staf lainnya.
Berdasarkan penjelasan-penjelasan sebelumnya terlihat bahwa adaptasi
merupakan perwujudan dari kemampuan suatu organisasi untuk mengadakan
perubahan di dalam internal organisasi sesuai perubahan eksternal dengan cara
mengembangkan kemampuan, meningkatkan pengetahuan, serta mendorong
inovasi demi mencapai pelayanan yang memuaskan pelanggan.
4. Misi (Mission)
Misi merupakan dimensi budaya yang menunjukkan tujuan inti organisasi
yang menjadikan anggota organisasi teguh dan fokus terhadap apa yang dianggap
penting oleh organisasi (Sobirin, 2007). Sesuai dengan penelitian Denison (2006)
dalam Zwan (2006) yang menunjukkan bahwa organisasi yang kurang dalam
menerapkan misi akan mengakibatkan staf tidak mengerti hasil yang akan dicapai
dan tujuan jangka panjang yang ditetapkan menjadi tidak jelas.
Denison dan Mirsha (1995) dalam Casida menyatakan bahwa kemampuan
adaptasi dapat dilihat dari tiga indikator yaitu strategi yang terarah dan tetap
(Strategic Direction and Intent), Tujuan dan objektivitas (Goals and Objectif),
Visi (Vision).
a. Strategi yang terarah dan tetap (Strategic Direction and Intent)
Strategi yang terarah dan tetap (Strategic Direction and Intent) merupakan
rencana yang jelas mengenai tujuan organisasi dan membuat anggota organisasi
dalam Zwan (2006). Sejalan dengan pernyataan Marquis (2010) bahwa manager
tingkat pertama yang secara umum lebih dilibatkan dalam penetapan strategi.
Strategi merupakan elemen penting yang memberikan penjelasan mengenai
cara-cara untuk melaksanakan suatu tindakan. Baker (2002) memberikan penjelasan
bahwa strategi merupakan elemen yang sangat penting untuk mempertahankan
budaya organisasi. Davidson (2004) menunjukkan staf yang berada salah satu
kantor di Afrika Selatan, dimana tidak terdapat kejelasan strategi di dalam
organisasi tersebut mengakibatkan staf tidak mengerti tujuan yang akan dicapai
organisasi tersebut.
b. Tujuan dan objektivitas (Goals and Objectif)
Tujuan dan objektivitas (Goals and Objectif) merupakan merupakan hasil
yang diinginkan melalui usaha yang terarah dapat diukur, ambisius namun tetap
realistis (Marquis, 2010). Denison (2006) dalam Zwan (2006) menyatakan bahwa
tujuan da objektivitas merupakan kumpulan sasaran yang dikaitkan dengan misi,
visi, serta strategi dan mampu memberikan arahan yang jelas bagi staf untuk
bertindak.
c. Visi (Vision)
Visi (Vision) merupakan pandangan bersama mengenai tujuan yang akan
dicapai yang terdiri dari nilai-nilai dan pemikiran bersama yang mampu
memberikan arahan bagi anggota organisasi (Denison, 2006) dalam Zwan (2006).
Wibisono (2006), visi merupakan rangkaian kalimat yang menyatakan cita-cita
atau impian sebuah organisasi atau perusahaan yang ingin dicapai di masa depan
dari organisasi atau perusahaan. Visi juga merupakan hal yang sangat krusial bagi
perusahaan untuk menjamin kelestarian dan kesuksesan jangka panjang. Dalam
penelitian yang dilakukan oleh Rondeau dan Wagner (1999) menyelidiki peran
peran budaya organisasi di rumah sakit, menunjukkan bahwa rumah sakit yang
menerapakan visi yag kuat akan menghasilkan produktivitas yang baik dan
pencapaian tujuan. Hal ini karena dengan penerapan visi maka staf memahami
tugas dan tanggung jawab yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi
tersebut.
Berdasarkan penjelasan-penjelasan tersebut dapat ternarasikan bahwa misi
merupakan salah satu dimensi penting didalam organisasi yang merupakan inti
penggerak dalam organisasi. Hal ini karena strategi yang memberikan kejelasan
cara-cara tindakan yang dilakukan, tujuan yang akan dicapai serta
tindakan-tindakan yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut.
2. Kepuasan Kerja
2.1. Pengertian kepuasan kerja
Organisasi merupakan wadah tempat berkumpulnya orang-orang yang
melaksanakan kegitan-kegiatan dalam rangka mencapai tujuan. Tujuan tersebut
dapat berupa tujuan pribadi organisasi dan tujuan global organisasi. melalui kajian
ilmu perilaku organisasi dapat dipahami bahwa aktivitas manusia dalam mencapai
tujuan dilatarbelakangi oleh perilaku individu, perilaku kelompok, perilaku sistem
organisasi. Ketiga perilaku tersebut berdampak pada tinggi rendahnya
produktivitas dan kinerja, tingkat kemangkiran, perputaran karyawan (turnover),
Kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak
menyenangkan bagi staf dalam memandang pekerjaan mereka. Kepuasan kerja
juga mencerminkan perasaan senang atau tidak senang relatif yang berbeda dari
pemikiran objektif dan keinginan perilaku (Handoko, 2000).
Hasibuan (1996) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai suatu sikap
emosional yang menyenagkan dan memotivasi pekerjaannya. Sikap ini
dicerminkan oleh moral kerja, kedisplinan dan prestasi kerja. Tolak ukur tingkat
kepuasan kerja yang mutlak tidak ada karena secara individu berbeda standar
kepuasannya. Hasibuan (2004) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai suatu sikap
emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Sikap ini
dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan dan prestasi kerja. Tolak ukur tingkat
kepuasan kerja yang mutlak tidak ada karena secara individu berbeda standar
kepuasannya.
2.2. Teori Tentang Kepuasan Kerja
Teori kepuasan kerja menurut beberapa ahli di dalam Munadar (2004):
a. Teori ketidaksesuaian nilai (value discrepancy theory) dari Locke
Locke (1976) menerangkan bahwa kepuasan kerja seseorang bergantung pada
selisih antara keinginan (expetation) dengan apa yang menurut persepsinya telah
diperoleh melalui pekerjaannya. Dengan demikian orang akan merasa puas bila
tidak ada perbedaan antara yang diinginkan dengan persepsinya atas kenyataan,
karena batas minimum yang diinginkan telah terpenuhi. Jika yang didapat lebih
makin jauh kenyataan yang dirasakan itu dibawah standar minimum sehingga
menjadi discrepancy negatif, maka semakin besar pula ketidakpuasan seseorang
terhadap pekerjaanya.
b. Teori aspek kerja (facet theory) dari Lawler
Tujuan utama dari teori ini adalah unutk memprediksikan besarnya kepuasan
kerja dari berbagai aspek kerja yang berbeda. Lawler (1973) menggunakan
hipotesis ketidaksesuaian dan teori keadilan dari Adams untuk menjelaskan teori
ini. Dikatakan bahwa tingkat kepuasan terhadap suatu aspek kerja ditentukan oleh
perbandingan antara harapan dari pa yang diterima. Harapan yang seharusnya
diterima ditentukan oleh persepsi dari upaya yang diberikan pada suatu pekerjaan,
permintaan terhadap pekerjaan tersebut serta upaya dan hasil yang diterima
pekerja. Bila jumlah yang diterima adalah sama dengan jumlah yang diharapkan
maka kepuasan terjadi, sebaliknya bila tidak sama akan terjadi ketidakpuasan.
c. Teori keadilan (Equity Theory)
Teori ini berpendapat bahwa kepuasan seseorang tergantung apakah ia
merasakan ada keadilan (equity) atau tidak adil (unequity) atas suatu situasi yang
dialaminya. Teori ini merupakan variasi dari teori perbandingan sosial. Komponen
utama teori ini adalah:
a. Input, yaitu sesuatu yang bernilai bagi seseorang yang dianggap mendukung
pekerjaanya, seperti : pendidikan, pengalaman, kecakapan, banyaknya usaha
yang dicurahkan, jumlah jam kerja, dan peralatan pribadi yang dipergunakan
b. Hasil (outcomes) adalah sesuatu yang dianggap bernilai oleh seorang pekerja
yang diperoleh dari pekerjaannya, seperti gaji, keuntungan sampingan, simbol
status, penghargaan, serta kesempatan untuk berhasil atau ekspresi diri.
c. Orang bandingan (comparison person), bisa berupa seseorang di perusahaan
yang sama atau di tempat lain bahkan bisa pula dengan dirinya sendiri
terhadap pekerjaannya di waktu lampau.
Menurut teori ini, seseorang akan membandingkan rasio input-hasil dirinya
dengan rasio input-hasil-orang bandingan. Jika perbandingan itu dianggapnya
cukup adil, maka ia akan merasa. Namun jika perbandingan itu tidak seimbang
dan justru merugikan (kompensasi kurang), akan menimbulkan ketidakpuasan dan
menjadi motif tindakan bagi seseorang untuk menegakkan keadilan.
d. Teori Dua Faktor (two factor theory)
Prinsip dari teori ini bahwa kepuasan dan ketidakpuasan kerja merupakan dua
hal yang berbeda. Artinya, kepuasan dan ketidakpuasan terhadap pekerjaan itu
tidak merupakan suatu variabel yang kontinyu. Hal ini pertama kali dikemukakan
oleh Herzberg (1959) yang berdasarkan hasil penelitiannya membagi situasi yang
mempengaruhi sikap seseorang terhadap pekerjaannya menjadi dua kelompok,
yaitu:
1) Faktor motivator (satisfer)
Motivator factor berhubungan dengan aspek-aspek yang terkandung dalam
pekerjaan itu sendiri. Jadi berhubungan dengan job content atau disebut juga
Faktor-faktor yang termasuk di sini adalah: 1) Achievement (keberhasilan
menyelesaikan tugas); 2) Recognition (penghargaan); 3) Work it self (pekerjaan
itu sendiri); 4) Responsibility (tanggung jawab); 5) Possibility of growth
(kemungkinan untuk mengembangkan diri); 6) Advancement (kesempatan untuk
maju). Hadirnya faktor-faktor ini akan memberikan rasa puas bagi karyawan, akan
tetapi pula tidak hadirnya faktor ini tidaklah selalu mengakibatkan ketidakpuasan
kerja karyawan.
2) Faktor higiene (disatisfier)
Merupakan faktor komponen yang didalamnya mencakup kebutuhan yang
paling mendasar bagi karyawan untuk dapat memelihara dan melindungi diri dari
kemerosotan hidup. Oleh karena itu, faktor ini dikatakan sebagai faktor yang besar
ketidakpuasannya yang berasal dari luar individu. Faktor-faktor yang termasuk di
sini adalah: 1). Working condition (kondisi kerja); 2). Interpersonal relation
(hubungan antar pribadi); 3). Company policy and administration (kebijaksanaan
perusahaan dan pelaksanaannya); 4). Supervision technical (teknik pengawasan);
5). Job security (perasaan aman dalam bekerja).
2.3. Faktor-Faktor Kepuasan Kerja
Banyak faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja. Faktor itu sendiri dalam
memberikan kepuasan kepada staf tergantung pada pribadi masing-masing staf.
Berikut ini adalah pendapat beberapa pakar tentang faktor-faktor yang
memberikan kepuasan kerja:
Siagian (1995) dan Robbins (1996) sedikitnya ada empat faktor yang
tantangan, sistem penghargaan yang adil berupa upah dan promosi, kondisi kerja
yang mendukung serta sikap orang lain dalam organisasi.
Handoko (1995) mengatakan bahwa ada hubungan yang erat antara
kepuasan dengan hubungan interpersonal dimana komunikasi yang baik antara
atasan dengan bawahan, teman sejawat, dengan klien dan keluarganya serta
dengan dokter akan sangat membantu dalam menyelesaikan masalah atau
mendapatkan informasi tentang sesuatu. Hubungan kerja yang tidak baik dapat
mengakibatkan rasa tidak puas.
Harold E. Burt dalam As’ad (1995) mengemukakan bahwa ada tiga faktor
yang mempengaruhi kepuasan kerja yaitu :
1. Faktor hubungan antar staf, antara lain :
a. Hubungan antara manager dengan staf
b. Faktor fisis dan kondisi kerja
c. Hubungan sosial diantara staf
d. Sugesti dari teman sekerja
e. Emosi dan situasi kerja
2. Faktor Individu, yaitu yang berhubungan dengan :
a. Sikap orang terhadap pekerjaannya
b. Umur orang sewaktu bekerja
c. Jenis kelamin
3. Faktor-faktor luar (extern), yang berhubungan dengan :
a. Keadaan keluarga staf
c. Pendidikan (training, up grading dan sebagainya)
Dari berbagai pendapat diatas dapat dirangkum mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi kepuasan kerja yaitu :
a. Faktor psikologi, merupakan faktor yang berhubungan dengan kejiwaan staf
yang meliputi minat, ketentraman dalam bekerja, sikap terhadap kerja, bakat,
dan ketrampilan.
b. Faktor sosial merupakan faktor yang berhubungan dengan interaksi sosial baik
antar sesama staf, dengan atasannya, maupun staf yang berbeda jenis
pekerjaannya.
c. Faktor fisik merupakan faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik
lingkungan kerja dan kondisi fisik staf, meliputi jenis pekerjaan, pengaturan
waktu kerja, dan waktu istirahat, perlengkapan kerja, keadaan ruangan, suhu,
penerangan, pertukaran udara, kondisi kesehatan staf, umur dan sebagainya.
d. Faktor finansial, merupakan faktor yang berhubungan dengan jaminan serta
staf yang meliputi sistem dan besarnya gaji, jaminan sosial, macam-macam
tunjangan, fasilitas yang diberikan, promosi dan sebagainya.
2.4. Dimensi Kepuasan kerja
Munandar (2004) menyatakan bahwa terdapat lima dimensi kepuasan kerja
yang dikemukakan oleh Smith, Kendall, dan Hulin,yaitu:
1. Kepuasan terhadap pekerjaan itu sendiri
Hal ini terjadi apabila pekerjaan tersebut memberikan kesempatan individu
Kepuasaan terhadap pekerjaan berhubungan dengan jenis pekerjaan, bobot
pekerjaan dan melibatkan keterampilan serta kemapuan individu dalam
mengerjakan pekerjaan tersebut. Robbins (2001) menyatakan bahwa indikator
kepuasan terhadap pekerjaan meliputi pekerjaan yang menarik dan
menantang, pekerjaan yang tidak membosankan, kesempatan untuk belajar,
tanggung jawab atas tugas, dan kondisi kerja.
2. Kepuasan terhadap imbalan
Sejumlah uang gaji yang diterima sesuai dengan beban kerjanya dan
seimbang dengan staf lain pada organisasi tersebut. Kepuasan terhadap
imbalan merupakan faktor utam untuk mencapai kepuasan kerja sehingga
banyak pihak manajemen yang berupaya meningkatakan kerja staf dengan
meningkatkan imbalan kerja. Indikator kepuasan terhadap imbalan meliputi
imbalan ekstrinsik yaitu gaji, tunjangan, pension dan asuransi. Serta imbalan
instrinsik kesempatan masa depan, keamanan bekerja (Robbins, 2001)
3. Kesempatan promosi
Kesempatan untuk meningkatkan posisi pada struktur organisasi. Kepuasan
terhadap pangkat sering dikaitkan dengan ketidakpuasan staf terhadap
promosi jabatan atau kepangkatan yang ada di rumah sakit. Robbins (2001)
menyatakan indikator kepuasan terhadap promosi adalah sistem promosi di
organisasi dan jenjang karier.
4. Kepuasan terhadap supervisi
Bergantung pada kemampuan atasannya untuk memberikan bantuan tehnis
antara atasan dan bawahan atas pengawasan yang dilakukan oleh atasan.
Indikator kepuasan terhadap supervise meliputi petunjuk, saran, bantuan,
serta partisipasi dalam mengambil keputusan (Robbins, 2001).
5. Kepuasan terhadap rekan kerja
Menunjukkan seberapa besar rekan sekerja memberikan bantuan tehnis dan
dorongan sosial. Kepuasan terhadap rekan kerja merupakan hubungan antara
pekerja satu dengan yang lain berkaitan erat dengan kepuasan kerja. Pekerja
yang mengalami ketidakpuasan kerja karena memiliki rekan kerja yang tidak
bisa diajak kerjasama. Robbins, (2001) menjelaskan bahwa indikator
kepuasan kerja meliputi keramahan dan sifat kooperatif, dan dukungan
BAB 3
KERANGKA PENELITIAN
1. Kerangka Konseptual
Berdasarkan pada tinjauan kepustakaan yang dilakukan oleh peneliti, maka
peneliti bermaksud untuk melihat bagaimana hubungan budaya organisasi dengan
kepuasan kerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan. Dalam
penelitian ini untuk variabel independen yaitu budaya organisasi, peneliti
menggunakan konsep yang dikemukakan oleh Denison dan Mirsha bahwa budaya
organisasi terdiri dari empat dimensi yaitu keterlibatan, konsistensi, adaptasi, dan
kejelasan misi. Adapun untuk variabel dependen yakni kepuasan kerja peneliti
mengambil konsep menurut Munandar yaitu lima dimensi kepuasan kerja terdiri
dari kepuasan terhadap pekerjaan itu sendiri, kepuasan terhadap imbalan,
kesempatan promosi, kepuasan terhadap supervisi, kepuasan terhadap rekan kerja.
Berdasarkan tujuan penelitian dan tinjauan pustaka maka kerangka konseptual
Skema 3.1. Kerangka Konseptual Penelitian Budaya Organisasi dengan Kepuasan Kerja Perawat
2. Defenisi Operasional Variebel Penelitian
Tabel 3.1. Tabel Definisi Operasional Instrumen Penelitian
No
- Kepuasan terhadap imbalan, - Kesempatan promosi
- Kepuasan terhadap
supervisi,
TP = 1
Hipotesis adalah perkiraan sementara dan masih harus diuji kebenarannya
melalui penelitian. Tujuan hipotesis yaitu untuk menjembatani teori dan
kenyataan (Nursalam, 2003). Adapun hipotesis yang digunakan dalam penelitian
ini adalah hipotesis alternative (Ha) yaitu terdapat ada hubungan antara budaya
organisasi dengan kepuasan kerja perawat perawat pelaksana di Rumah Sakit
BAB 4
METODE PENELITIAN
1. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain
deskriptif korelasi. Deskriptif korelasi merupakan penelitian yang bertujuan
untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara dua atau beberapa
variabel. .Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui besar konstribusi
budaya organisasi terhadap kepuasan kerja.
2. Populasi, Sampel dan teknik Pengambilan sampel
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau
subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat pelaksana yang
bertugas di Rumah Sakit Bhayangkara Medan sebanyak 61 orang. Teknik
pengambilan sampel yang digunakan adalah Total Sampling yaitu diambil
keseluruhan sampel yang ada di tempat penelitian. Sehingga penelitian ini
merupakan penelitian populasi. Dengan demikian, sampel untuk penelitian
3. Lokasi dan Waktu penelitian
Penelitian dilaksanakan di Rumah Sakit Bhayangkara Medan yang
beralamat di jalan KH. Wahid Hasyim No. 1 Medan, Kecamatan Medan
Merdeka. Alasan peneliti memilih Rumah Sakit Bhayangkara Medan
sebagai tempat penelitian adalah dengan pertimbangan bahwa belum pernah
dilakukan penelitian mengenai hubungan budaya organisasi dengan
kepuasan kerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2012.
4. Pertimbangan Etik
Penelitian ini dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Fakultas
Keperawatan USU dan mendapatkan izin dari Rumah Sakit Bhayangkara
Medan sebagai tempat penelitian. Setelah mendapat izin dalam
pengumpulan data, maka dilakukan pendekatan kepada responden dan
menjelaskan maksud serta tujuan penelitian. Dalam penelitian ini akan
diperhatikan segi etika penelitian, masalah etika penelitian yang harus
diperhatikan antara lain:
1) Informed consent, yaitu bentuk persetujuan antara peneliti dengan
responden dimana peneliti akan memberikan lembar persetujuan
sebelum penelitian dilakukan untuk meminta kesediaan subjek untuk
menjadi responden. Informed consent ini bertujuan agar responden
mengerti maksud dan tujuan penelitian, serta mengetahui dampaknya.
persetujuan. Jika responden tidak bersedia, maka peneliti harus
menghormati hak subjek.
2) Anonimity (tanpa nama), untuk memberikan jaminan dalam penggunaan
subjek penelitian, maka peneliti tidak mencantumkan nama responden
pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar
pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan.
3) Confidentiality (kerahasiaan), yaitu peneliti menjamin kerahasiaan hasil
penelitian dimana kerahasian informasi yang diberikan oleh responden
dijamin oleh peneliti.
5. Instrumen Penelitian
Teknik pengumpulan data dari responden yang digunakan peneliti
dalam penelitian ini merupakan kuisioner yang sesuai dengan variabel
penelitian. Kuisioner yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari tiga
bagian, yaitu data demografi, kuisioner budaya organisasi dan kepuasan
kerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan. Secara rinci
instrumen dalam penelitian ini akan dijelaskan di bawah ini:
a. Data demografi
Kuisioner data demografi meliputi usia, jenis kelamin, status
pernikahan, pendidikan terakhir, lama kerja, ruangan dan status
kepegawaian sebagai perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara
Medan. Data demografi responden hanya untuk menggambarkan
b. Kuisioner budaya organisasi
Kuisioner mengenai budaya organisasi ini diambil peneliti dari
kuisioner baku Denison Organisational Culture Survey (DOCS) dan telah
dimodifikasi oleh peneliti dari studi literatur. DOCS merupakan salah satu
instrument yang paling umum digunakan untuk mengukur budaya
organisasi. DOCS menghubungkan budaya organisasi dengan kinerja staf,
kepemimpinan, inovsi, dan kepuasan staf. Kuisioner ini berisi tentang
budaya organisasi yang meliputi empat dimensi penting yaitu keterlibatan,
konsistensi, adaptasi, misi. Masing-masing dimensi tersebut diukur
menggunakan 3 indikator, dan masing-masing indikator terdiri dari 5
pertanyaan sehingga jumlah total kuisioner terdiri dari 60 pernyataan
dengan menggunakan skala likert yang terdiri dari 4 bentuk pilihan jawaban
yaitu Selalu(S) bernilai 4, Sering (SR) bernilai 3, Jarang bernilai 2, dan
Tidak Pernah bernilai 1.
1. Untuk pernyataan 1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18,
19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 32, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40,
41, 42, 43, 44, 45, 46, 47, 48, dan 49 jawaban “S” bernilai 4, jawaban
“SR” bernilai 3, jawaban “JR” bernilai 2, jawaban “TP” bernilai 1.
2. Untuk pernyataan 2, 30, 31, dan 33, jawaban “S” bernilai 1, jawaban “SR”
bernilai 2, jawaban “JR” bernilai 3, dan jawaban “TP” bernilai 4.
Untuk analisa selanjutnya budaya organisasi dikategorikan menjadi 2
Nilai mean digunakan apabila data berdistribusi normal dan median apabila
data tidak berdistribusi normal (Dahlan, 2011). Setelah dilakukan uji
kenormalan data didapatkan bahwa budaya organisasi berdistribusi normal
dengan nilai mean 168, sehingga budaya organisasi baik jika nilai ≥168 dan
kurang baik jika <168.
c. Kuisioner kepuasan kerja
Kuisioner tentang kepuasan kerja perawat dibuat oleh peneliti
berdasarkan studi literatur. Kuisioner ini menggunakan skala likert terdiri
dari 25 pertanyaan dengan 4 pilihan jawaban yaitu jawaban SP atau sangat
puas diberi nilai 4, jawaban P atau puas diberi nilai 3, dan jawaban TP atau
tidak puas diberi nilai 2, dan jawaban STP atau sangat tidak puas diberi nilai
1. Untuk analisa selanjutnya kepuasan kerja dikategorikan menjadi 2 yaitu
puas dan tidak puas berdasarkan cut of point nilai mean dan median. Nilai
mean digunakan apabila data berdistribusi normal dan median apabila data
tidak berdistribusi normal (Dahlan, 2011). Setelah dilakukan uji kenormalan
data didapatkan bahwa kepuasan kerja berdistribusi normal dengan nilai
mean 168, sehingga budaya organisasi baik jika nilai ≥78 dan kurang baik
jika <78.
6. Uji Validitas dan Reliabilitas
Validitas instrumen adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat
jika mampu mengukur apa yang diinginkan dengan mengungkap variabel
yang diteliti secara tepat. Uji validitas digunakan untuk mengetahui apakah
alat ukur yang digunakan benar-benar mengukur apa yang di ukur.
Kuisioner variabel independen (budaya organisasi) diambil dari kuisioner
baku Denison Organizational Culture Survey (DOCS). DOCS merupakan
instrumen yang sudah valid serta reliabel dan telah digunakan secara luas
untuk mengukur budaya diberbagai organisasi selama dua dekade. Nilai uji
psikometrik DOCS yaitu mulai dari 0,70 sampai 0,86 untuk 12 indikator dan
0,87 sampai 0,92 untuk 4 dimensi budaya organisasi yaitu keterlibatan,
konsistensi, adaptasi, misi. Pada penelitian ini, peneliti menguji ulang
kembali kevalidan dan reliabel kuisioner. Hal ini dilakukan karena kuisioner
DOCS telah dimodifikasi oleh peneliti berdasarkan studi literatur. Uji
validitas dilakukan dengan menggunakan uji validitas isi dan validitas
konstruk. Uji validitas isi yaitu instrumen dibuat berdasarkan isi dan
menjelaskan isi. Kemudian pengujian dilakukan dengan memberikan
instrumen kepada seseorang yang telah ahli dibidangnya yaitu staf dosen di
Departemen Keperawatan Dasar yang memiliki gelar M.Kep. Instrumen
dikatakan valid setelah peneliti melakukan perubahan sesuai saran dan
perbaikan yang disampaikan. Selanjutnya peneliti melakukan uji validitas
konstruk. Validitas konstruk yaitu dengan mengkorelasikan skor butir pada
kuisioner dengan totalnya. Jika nilai koefisien korelasinya lebih dari 0,300
menggunakan bantuan program komputer dengan menggunakan metode
product moment.
Uji reliabilitas berguna untuk menetapkan suatu instrumen dapat
digunakan lebih dari satu kali, paling tidak oleh responden yang sama.
Reliabilitas menunjukkan suatu pengertian bahwa suatu instrumen cukup
dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena
instrumen tersebut sudah baik. Besar sampel untuk uji reliabilitas pada
penelitian ini berjumlah 30 orang perawat pelaksana di Rumah Sakit Dr.
Pirngadi Medan. Uji reliabilitas instrumen ini dilakukan dengan
menggunakan komputerisasi untuk menggunakan uji Cronbach’s Alpha.
Polit & Hungler (1999) menjelaskan bahwa suatu instrumen dikatakan
reliabel jika memiliki nilai reliabilitas lebih dari 0.70.
Uji coba Instrumen dilakukan pada bulan Mei 2012 di RS Dr. Pirngadi
Medan. Adapun alasan peneliti melakukan uji instrumen di rumah sakit ini
karena keterbatasan waktu dan adanya hambatan lain yang menyebabkan
peneliti tidak dapat mengambil rumah sakit yang memliki karakteristik sama
dengan RS Bhayangkara Medan. Uji coba dilakukan terhadap 30 orang
perawat pelaksana di ruang rawat inap. Berdasarkan hasil uji validitas dan
reliabelitas pada kuisioner budaya berdasarkan DOCS didapatkan bahwa
pernyataan 15, 23, 24, 28, 32, 40, 50, 53, 57, dan 58 tidak valid sehingga
penelitian sehingga jumlah kuisioner budaya organisasi untuk penelitian
sebanyak 50 pernyataan.
Selesai penelitian, kuisioner tersebut diuji ulang atau re-test dan
didapatkan pernyataan 2, 6, 25, 33, 35, dan 37 tidak valid. Pernyataan 2, 6,
33, 35, dan 37 masih tetap digunakan dalam penelitian dan diperbaiki
karena pertimbangan penyataan-pernyataan merupakan poin penting yang
harus diketahui dalam penelitian ini sedangkan pernyataan 25 dihilangkan
oleh peneliti karena merupakan item yang terlalu penting dan apabila
dihilangkan tidak mengurangi makna dari pernyataan lainnya . Pada uji
reliabelitas didapatkan nilai 0.836 > 0.70 dapat disimpulkan bahwa
instrumen budaya organisasi berdasarkan DOCS ini telah reliabel.
Berdasarkan hasil uji validitas dan reliabelitas kepuasan kerja diketahui
bahwa pernyataan 5 tidak valid sehingga pernyataan tersebut dimodifikasi
kembali oleh peneliti agar dapat digunakan dalam penelitian. Setelah
dimodifikasi kuisioner di uji ulang atau re-test dan didapatkan pernyataan 5
dan 20 tidak valid. Pernyataan 5 dan 20 masih tetap digunakan dalam
penelitian karena pertimbangan penyataan merupakan poin penting yang
harus diketahui dalam penelitian ini. Pada uji reliabelitas didapatkan nilai
0.917 > 0.70 dapat disimpulkan bahwa instrumen kepuasan kerja ini telah
7. Pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan mulai tanggal 8 Juni sampai 19 Juni 2012.
Pengumpulan data dilakukan dengan memberikan kuisioner kepada
responden. Prosedur pengumpulan data dimulai dengan mengajukan
permohonan izin pelaksanaan penelitian ke bagian pendidikan Fakultas
Keperawatan USU. Setelah mendapatkan surat pengantar dari fakultas
peneliti mengirim surat tersebut ke Rumah Sakit Bhayangkara Medan.
Pada tanggal 8 Juni 2012 peneliti mulai penelitian dengan mendatangi
responden dan menjelaskan kepada responden tentang tujuan, prosedur dan
manfaat penelitian. Kemudian peneliti meminta kesediaan responden untuk
mengikuti penelitian dengan menandatangani lembar persetujuan responden.
Setelah responden bersedia, peneliti membagikan kuisioner dan
menjelaskan cara pengisian kuisioner. Setiap resonden diberikan waktu ± 30
menit untuk menjawab semua pernyataan pada kuisioner. Pada saat
responden menjawab kuisioner, peneliti memperbolehkan responden
bertanya apabila terdapat pernyataan yang tidak dipahami responden.
Peneliti juga melakukan wawancara kepada responden terkait dengan judul
penelitian. Setelah responden selesai menjawab semua pernyataan, peneliti
memeriksa kembali kelengkapan jawaban responden dan menyesuaikannya
dengan jumlah kuisioner yang terkumpul. Setelah kuisioner terkumpul,
8. Analisa Data
Setelah semua data terkumpul, maka peneliti akan melakukan
pengolahan data atau analisa data yang terdiri dari beberapa tahap yaitu
editing, mengecek kelengkapan identitas, mengecek kelengkapan data dan
mengecek macam isian data. Kedua data akan dianalisa dengan
menggunakan sistem komputerisasi.
Analisa data demografi responden, data variabel independen (budaya
organisasi) dan varibel dependen (kepuasan kerja perawat pelaksana)
dilakukan dengan menggunakan analisa deskriptif (statistik univariat).
Setelah analisa deskriptif maka dilanjutkan dengan uji hipotesis dua variabel
(Statistik bivariat) dengan menggunakan uji Spearman dengan tingkat
kepercayaan 95%. Uji ini digunakan karena jenis data yang ada termasuk
data ordinal. Secara rinci metode statistik untuk analisa data yang digunakan
dalam penelitian ini dijelaskan sebagai berikut:
a. Analisa univariat
Analisa univariat merupakan prosedur untuk menganalisa data dari satu
variabel yang bertujuan untuk mendeskripsikan suatu hasil penelitian. Pada
penelitian ini analisa data akan dilakukan dengan metode statistik univariat
digunakan untuk menganalisa data demografi, variabel independen yaitu
budaya organisasi serta variabel dependen yaitu kepuasan kerja perawat
Data demogarafi akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
Data budaya organisasi akan disajikan dalam bentuk skala ordinal, data ini
merupakan jenis data kategorik yang akan disajikan dalam bentuk tabel
distribusi frekuensi dan persentase. Data kepuasan kerja perawat akan
disajikan dalam bentuk skala ordinal, data ini merupakan jenis data
kategorik yang akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan
persentase.
b. Statistik bivariat
Statistik bivariat untuk menganalisa hubungan antar dua variabel.
Hubungan karakteristik budaya organisasi dan kepuasan kerja akan dianalisa
dengan menguji hipotesa penelitian (Ha), kemudian akan ditarik kesimpulan
dari hasil penelitian. Dengan menggunakan uji korelasi spearman (dengan
tingkat kepercayaan 95% atau P Value 0,05. Penerimaan hipotesa penelitian
ini adalah:
a. Ho diterima dan Ha ditolak, jika nilai rZ (hitung) < rZ (tabel) atau nilai
probabilitas (p) > 0,05 berarti tidak ada hubungan karakterisrik budaya
organisasi dengan kepuasan kerja perawat di Rumah Sakit Bhayangkara
Medan.
b. Ho ditolak dan Ha diterima, jika nilai rZ (hitung) > rZ(tabel) atau nilai
probabilitas (p) < 0,05 berarti ada hubungan karakterisrik budaya
organisasi dengan kepuasan kerja perawat di Rumah Sakit Bhayangkara
Nugroho (2007) menyatakan bahwa uji spearman dapat memberikan
indikasi arah hubungan dengan koefisien korelasi bernilai -1 hingga +1.
Sifat kenaikan korelasi adalah plus (+) atau minus (-). Hal ini menunjukkan
arah korelasi. Makna sifat korelasi :
1. Korelasi positif (+) berarti jika variabel pertama mengalami kenaikan
maka variabel kedua juga akan mengalami kenaikan, atau jika varibel
pertama mengalami penurunan maka variabel kedua juga akan
mengalami kenaikan.
2. Korelasi negatif (-) berarti jika varibel pertama mengalami kenaikan
maka variabel kedua akan mengalami penurunan, atau jika variabel