• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembuatan Modul Pengubah Sinyal Analog Menjadi Sinyal Digital (Analog To Digital Converter) Untuk Praktikum Laboratorium Dasar Telekomunikasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pembuatan Modul Pengubah Sinyal Analog Menjadi Sinyal Digital (Analog To Digital Converter) Untuk Praktikum Laboratorium Dasar Telekomunikasi"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS AKHIR

PEMBUATAN MODUL PENGUBAH SINYAL ANALOG MENJADI

SINYAL DIGITAL (Analog to Digital Converter) UNTUK PRAKTIKUM LABORATORIUM DASAR TELEKOMUNIKASI.

Oleh :

060402043

HELMI SALIM

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PEMBUATAN MODUL PENGUBAH SINYAL ANALOG MENJADI SINYAL DIGITAL (Analog to Digital Converter) UNTUK PRAKTIKUM

LABORATORIUM DASAR TELEKOMUNIKASI. Oleh :

060402043

HELMI SALIM

Disetujui oleh:

Pembimbing,

NIP. 19681004200012 1 001

MAKSUM PINEM ST,MT

Diketahui oleh:

Atas Nama,

Ketua Departemen Teknik Elektro FT USU,

NIP : 19461022197302 1 001

Prof.Dr.Ir USMAN BAAFAI

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

ABSTRAK

Kemajuan dibidang komunikasi, teknologi, dan informasi telah memberikan kemudahan-kemudahan bagi kita semua. Beberapa kemudahan tersebut didapat melalui komunikasi data. Komunikasi data merupakan bentuk komunikasi digital, dimana komunikasi tersebut merupakan bit-bit biner yang kemudian diterjemahkan ke dalam kode-kode tertentu. Komunikasi data tersebut meliputi: Internet (International Networking), SMS (Short Message Service), dan e-Mail (Electronic Mail).

Pada komunikasi data tersebut terjadi pengkonversian sinyal analog menjadi sinyal digital. Alat yang mendukung komunikasi data tersebut dalam pengkonversiannya adalah ADC (analog to digital converter). ADC (analog to digital converter) merupakan sebuah perangkat (piranti) yang berfungsi untuk

mengubah sinyal analog yang bersifat kontinu menjadi sinyal digital (sinyal putus-putus) yang dilambangkan dengan biner. Ada 3 tahapan dalam proses pengubahan sinyal analog menjadi sinyal digital yaitu: Sampling, Kuantisasi, dan Pengkodean. Dimana dalam pengkonversian ADC (analog to digital converter) ini bergantung pada tegangan (amplitudo) masukannya.

(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah S.W.T yang telah

memberikan kemampuan dan ketabahan dalam menghadapi segala cobaan,

halangan, dan rintangan dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.

Tugas Akhir ini penulis persembahkan kepada yang teristimewa yaitu

ayahanda dan ibunda, serta keluarga tercinta yang merupakan bagian dari hidup

penulis yang senantiasa mendukung dan mendoakan dari sejak penulis lahir

hingga sekarang.

Tugas Akhir ini merupakan bagian dari kurikulum yang harus

diselesaikan untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan pendidikan Sarjana

Strata Satu di Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas

Sumatera Utara. Adapun judul Tugas Akhir ini adalah:

“PEMBUATAN MODUL PENGUBAH SINYAL ANALOG MENJADI

SINYAL DIGITAL (Analog to Digital Converter) UNTUK PRAKTIKUM

LABORATORIUM DASAR TELEKOMUNIKASI.”

Selama penulis menjalani pendidikan di kampus hingga diselesaikannya

Tugas Akhir ini, penulis banyak menerima bantuan, bimbingan, dan dukungan

dari berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan

terima kasih kepada:

1. Bapak Maksum Pinem, ST.MT, selaku dosen Pembimbing Tugas Akhir,

atas nasehat, bimbingan, dan motivasi dalam menyelesaikan Tugas Akhir

(5)

2. Bapak Ir. Urbanus Panggaribuan, selaku Penasehat Akademis penulis,

atas bimbingan dan arahannya dalam menyelesaikan perkuliahan selama

ini.

3. Bapak Prof.Dr.Ir. Usman Baafai dan Bapak Rachmad Fauzi ST, MT

selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik

Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Ali Hanafiah,ST,MT yang telah memberikan masukan dan

informasi dalam tugas akhir ini.

5. Seluruh staf pengajar yang telah memberi bekal ilmu kepada penulis dan

seluruh pegawai Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik,

Universitas Sumatera Utara atas segala bantuannya.

6. Seorang yang selalu memberi semangat penulis dalam setiap hal apapun,

Wulandari Fikri, terima kasih atas segalanya.

7. Paman penulis Siswanto, yang telah banyak membantu dalam pembuatan

Modul ADC ini.

8. Keluarga besar Laboratorium Sistem Dasar Telekomunikasi FT USU:

Bang Divo, Bang Harry, Khalid, Fajar dan Ridho.

9. Keluarga Besar Laboratorium Sistem Pengaturan dan Komputer FT USU:

B’Muhfi, B’Hans, B’Haris, Rozi dan Salman.

10. Agung Permana Putra, Balemurli, Teguh Putra Utama, dan BudChan

yang berperan banyak atas kerjasama, masukan, dan bantuan selama

proses penulisan Tugas Akhir ini.

11. Sahabat-sahabat terbaik di Elektro: Firmanto, Bembenk, Denos, Jonathan

(6)

“kifuat”, Azhary, D’lhiant, Rey XP, Alfi, Fahmi, Zaimi, Angga, Ina, Liza,

Pingkan, Muti, Kecy, Sanita, Dota community dan seluruh mahasiswa

stambuk 2006, semoga silaturahmi kita terus terjaga.

12. Junior yang telah membantu penulis: Recky dan Yuyanto serta semua

senior dan junior yang telah membantu selama proses penulisan Tugas

Akhir ini.

13. Keluarga Besar Ikatan Mahasiswa Teknik Elektro dan semua pengurus

IMTE 2009 – 2010.

14. Semua pihak yang tidak sempat penulis sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih banyak kekurangan baik dari

segi materi maupun penyajiannya. Oleh karena itu saran dan kritik dengan tujuan

menyempurnakan dan mengembangkan kajian dalam bidang ini sangat penulis

harapkan.

Akhir kata penulis berserah diri pada Tuhan Yang Maha Esa, semoga

Tugas Akhir ini bermanfaat bagi pembaca sekalian terutama bagi penulis sendiri.

Medan, Juli 2010

Penulis

(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... x

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penulisan ... 2

1.4 Batasan Masalah ... 2

1.5 Metode Penulisan ... 2

1.6 Sistematika Penulisan ... 3

II. DASAR TEORI ... 5

2.1 Umum ... 5

2.2 Konsep Dasar Sinyal ... 6

2.1.1 Sinyal Analog ... 6

2.1.2 Sinyal Digital ... 7

2.3 Konsep Dasar ADC ... 10

1. Sampling (Pencuplikan) ... 10

2. Quantizing (kuantisasi) ... 11

3. Coding (pengkodean) ... 11

(8)

a. Laju Pencuplikan... 12

b. Signal-to-Noise Ratio (SNR) ... 13

c. Signal-to-Noise-and-Distortion Ratio (SNDR) ... 16

d. Dynamic Range ... 17

e. Resolusi Bit (N) ... 17

f. Apertur Jitter ... 18

g. Differential Nonlinierity ... 19

2.5 Integral Nonlinierity ... 20

III. Analog to Digital Converter ... 21

3.1 Umum ... 21

3.2 Modul analog to digital converter ... 22

3.3 Tahapan Pengerjaan analog to digital converter ... 24

3.4 Komponen Elektronika ... 26

3.4.1 Resistor ... 26

3.4.2 Kapasitor ... 28

3.4.3 IC ADC0804 ... 30

3.4.4 LED (Light Emitting Diode) ... 32

3.4.5 Potensiometer ... 35

3.5 Peralatan ... 37

3.6 Langkah-langkah Pembuatan modul ADC ... 37

3.6.1 Pembuatan Model PCB dengan Proteus ... 38

3.6.2 Pembuatan PCB ... 42

3.6.3 Instalasi Komponen ... 44

(9)

4.1 Umum ... 46

4.2 Modul-modul Percobaan ... 46

4.3 Prosedur Percobaan Analog to Digital Converter ... 49

4.4 Pengujian ADC dengan Software Proteus ... 50

4.5 Hasil Pengujian ... 52

4.6 Analisis Hasil Percobaan ADC... 57

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 59

5.1 Kesimpulan ... 59

5.2 Saran... 60

DAFTAR PUSTAKA

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Sinyal Analog ... 7

Gambar 2.2 Sinyal Digital ... 9

Gambar 2.3 Proses Konversi Analog ke Digital ... 10

Gambar 2.4 Laju Pencuplikan (sampling rate) ... 12

Gambar 2.5 Oversampling dengan LPF yang Sederhana ... 13

Gambar 2.6 Ilustrasi Kuantisasi ... 14

Gambar 2.7 Grafik SNR, SNDR dan Dynamic Range ... 17

Gambar 2.8 ADC 3 bit yang ideal ... 18

Gambar 2.9 Apertur Jitter pada Gelombang Sinus ... 19

Gambar 2.10 Karakteristik Konverter A/D ... 20

Gambar 3.1 Pin ADC0804 ... 22

Gambar 3.2 Aliran Kerja Pada Pembuatan ADC... 24

Gambar 3.3 Rangkaian ADC dengan IC ADC0804 ... 25

Gambar 3.4 Resistor dari Bahan Karbon ... 26

Gambar 3.5 Kapasitor Dielektrik ... 29

Gambar 3.6 IC ADC0804 ... 31

Gambar 3.7 Lambang Dari LED (Light Emitting Diode) ... 33

Gambar 3.8 Berbagai Bentuk & Warna LED ... 34

Gambar 3.9 Pembagian Kaki Pada Potensiometer ... 35

Gambar 3.10 Potensiometer Nada dengan Tambahan Kapasitor ... 36

Gambar 3.11 Hasil Perancangan dengan ISIS ... 41

(11)

Gambar 3.13 Hasil Print-Out ISIS ... 43

Gambar 3.14 Hasil Akhir Pembuatan PCB ADC ... 43

Gambar 3.15 Analog to Digital Converter yang Telah Selesai Dikerjakan . 45 Gambar 4.1 Modul analog to digital converter ... 47

Gambar 4.2 Audio Generator ... 47

Gambar 4.3 Multitester Digital ... 48

Gambar 4.4 Rangkaian Percobaan ADC ... 50

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Kode Warna Pada Resistor ... 27

Tabel 3.2 Peralatan Pembuatan ADC ... 37

Tabel 4.1 Hasil Percobaan ADC dengan Mengubah-ubah Sinyal Audio. 52

Table 4.2 Hasil percobaan ADC dengan Software Proteus ... 54

(13)

ABSTRAK

Kemajuan dibidang komunikasi, teknologi, dan informasi telah memberikan kemudahan-kemudahan bagi kita semua. Beberapa kemudahan tersebut didapat melalui komunikasi data. Komunikasi data merupakan bentuk komunikasi digital, dimana komunikasi tersebut merupakan bit-bit biner yang kemudian diterjemahkan ke dalam kode-kode tertentu. Komunikasi data tersebut meliputi: Internet (International Networking), SMS (Short Message Service), dan e-Mail (Electronic Mail).

Pada komunikasi data tersebut terjadi pengkonversian sinyal analog menjadi sinyal digital. Alat yang mendukung komunikasi data tersebut dalam pengkonversiannya adalah ADC (analog to digital converter). ADC (analog to digital converter) merupakan sebuah perangkat (piranti) yang berfungsi untuk

mengubah sinyal analog yang bersifat kontinu menjadi sinyal digital (sinyal putus-putus) yang dilambangkan dengan biner. Ada 3 tahapan dalam proses pengubahan sinyal analog menjadi sinyal digital yaitu: Sampling, Kuantisasi, dan Pengkodean. Dimana dalam pengkonversian ADC (analog to digital converter) ini bergantung pada tegangan (amplitudo) masukannya.

(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Untuk meningkatkan kompetensi kelulusan bagi mahasiswa teknik elektro pada umumnya dan khususnya mahasiswa konsentrasi telekomunikasi, pengetahuan mengenai materi perkuliahan dan materi kegiatan praktik haruslah sejalan.

Pada konsentrasi teknik telekomunikasi terdapat tiga laboratorium, yang salah satunya adalah Laboratorium Dasar Telekomunikasi. Pada laboratorium ini melaksanakan berbagai macam percobaan, salah satunya adalah percobaan konversi sinyal analog ke digital (analog to digital converter). Namun pada saat ini ketersediaan alat tersebut belumlah tersedia di Laboratorium Dasar Telekomunikasi, sehingga pengetahuan praktik mengenai materi tersebut belumlah tercapai.

Sehubungan dengan belum tersedianya perangkat analog to digital converter pada Laboratorium Dasar Telekomunikasi maka pada tugas akhir ini diarahkan pada pengadaan modul tersebut guna melengkapi materi praktikum yang baru dengan judul “PEMBUATAN MODUL PENGUBAH SINYAL ANALOG MENJADI

SINYAL DIGITAL (Analog to Digital Converter) UNTUK PRAKTIKUM

LABORATORIUM DASAR TELEKOMUNIKASI." Dimana nantinya jika

(15)

1.2Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa

permasalahan, yaitu:

1. Apa kelebihan dan kekurangan sinyal digital jika dibandingkan dengan sinyal

analog.

2. Bagaimana proses perubahan sinyal analog menjadi digital.

3. Bagaimana langkah pembuatan pada modul ADC.

4. Bagaimana prosedur percobaan untuk kegiatan praktikum ADC.

5. Bagaimana sinyal keluaran dari hasil percobaan ADC yang dipercobakan

dapat dikembalikan menjadi sinyal asli kembali dengan hasil yang sesuai.

1.3Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan tugas akhir ini adalah:

1. Membuat perangkat percobaan praktikum Analog to Digital Converter untuk

laboratorium Dasar Telekomunikasi.

2. Menganalisa hasil keluaran modul perangkat ADC yang dibuat .

1.4Batasan Masalah

Agar pembahasan lebih terarah, maka pembahasan dibatasi sebagai

berikut:

1. Hanya membahas tentang pengkonversian sinyal analog ke sinyal digital.

2. Membuat prosedur pengujian dan menguji modul tersebut sesuai dengan

prosedur.

(16)

1.5Metodologi Penulisan

Metode penulisan yang dilakukan pada penulisan tugas akhir ini adalah:

1. Studi literatur

a. Mempelajari prinsip kerja Analog to Digital Converter.

b. Menentukan parameter yang mempengaruhi sinyal biner output dari alat

tersebut.

2. Pembuatan perangkat Analog to Digital Converter.

Menentukan dan merangkai perangkat elektronika yang membengun Analog

to digital converter.

3. Pengujian

a. Menentukan berbagai modul percobaan dari analog to digital converter

yang dibangun.

b. Melekukan pengujian dari modul-modul yang telah ditentukan.

4. Menganalisa

Mengaitkan antara persamaan metematika dari sinyal digital keluaran dengan

sinyal digital keluaran dari hasil pengujian dengan modul yang dibuat.

1.6Sistematika Penulisan

Untuk memberikan gambaran mengenai tugas akhir ini, secara singkat

dapat diuraikan sistematika penulisan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, perumusan

masalah, tujuan penulisan, batasan masalah, metodologi penulisan,

(17)

BAB II DASAR TEORI

Bab ini berisi tenteng teori-teori pendukung yang mendasari proses

perancangan dan perakitan Analog to Digital Converter yang

meliputi semua komponen pendukung.

BAB III ANALOG TO DIGITAL CONVERTER

Bab ini berisi tentang proses pembuatan modul analog to digital

converter.

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS

Bab ini membahas mengenai cara pengujian rangkaian, data hasil

pengujian, dan analisa dari hasil pengujian yang telah dilakukan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi kesimpulan dan saran dari tugas akhir dan saran dari

(18)

BAB II

DASAR TEORI

2.1Umum

Pada kebanyakan sistem, baik itu elektronik, finansial, maupun sosial

sebagian besar masalahnya timbul dikarenakan interface sub-part yang berbeda.

Karena sebagian besar sinyal yang dibangkitakan adalah sinyal analog, namun

perangkat digital kita hanya bekerja pada sinyal-sinyal digital saja. Oleh karena

itulah dibutuhkan suatu alat yang mengubah sinyal analog tersebut menjadi sinyal

digital yaitu ADC (analog to digital converter).

Sebagian besar sinyal-sinyal untuk maksud praktis seperti sinyal suara,

sinyal radar, sinyal sonar, dan berbagai sinyal komunikasi seperti audio dan

visual adalah sinyal analog. Untuk memproses sinyal analog dengan alat digital,

pertama-tama perlu mengkonversinya menjadi bentuk digital yaitu mengkonversi

menjadi suatu deret angka yang mempunyai presisi terbatas yang dilambangkan

dengan biner. Prosedur ini dinamakan konversi analog-ke-digital (A/D

converter).

Sebuah sinyal mengandung informasi tentang amplitudo, frekuensi dan

sudut fasa. Pengolahan sinyal biasanya digunakan untuk mendapatkan informasi

dari sebuah sinyal. Mendapatkan informasi dari sebuah sinyal menggunakan

perangkat analog adalah rumit dan kurang akurat. Karena itu kita gunakan

metode pengolahan yang lebih sederhana, fleksibel dan akurat, yaitu pengolahan

(19)

Secara umum proses pengkonversian ini ada tiga langkah yaitu:

a. Pencuplikan (sampling)

b. Kuantisasi (quantizing)

c. Pengkodean (coding)

2.2Konsep Dasar Sinyal

Sinyal merupakan besaran fisis yang berisikan informasi dan merupakan

fungsi waktu. Sinyal rentan terhadap interfrensi yang terjadi, baik dari dalam

peralatan maupun dari luar. Dalam dunia elektronika telekomunikasi dikenal dua

jenis sinyal, yaitu:

1. Sinyal analog

2. Sinyal digital.

Kedua sinyal diatas mempunyai karakteristik tertentu, dan penggunaan kedua

sinyal tersebut berbeda satu dengan yang lainnya, karena masing-masing

mempunyai kelebihan dan kekurangan sesuai dengan media transmisi dan jenis

komunikasi yang dipakai.

2.2.1Sinyal Analog

Sinyal analog adalah sinyal data dalam bentuk gelombang yang yang kontinu,

yang membawa informasi dengan mengubah karakteristik gelombang. Dua

parameter atau karakteristik terpenting yang dimiliki oleh sinyal analog adalah

amplitudo dan frekuensi. Sinyal analog biasanya dinyatakan dengan gelombang

sinus, mengingat gelombang sinus merupakan dasar untuk semua bentuk sinyal

(20)

sinyal analog dapat diperoleh dari perpaduan sejumlah gelombang sinus. Dengan

menggunakan sinyal analog, maka jangkauan transmisi data dapat mencapai jarak

yang jauh, tetapi sinyal ini mudah terpengaruh oleh noise. Gelombang pada

sinyal analog yang umumnya berbentuk gelombang sinus memiliki tiga variabel

dasar, yaitu amplitudo, frekuensi dan phasa [12].

1. Amplitudo merupakan ukuran tinggi rendahnya tegangan dari sinyal

analog.

2. Frekuensi adalah jumlah gelombang sinyal analog dalam satuan detik.

3. Phasa adalah besar sudut dari sinyal analog pada saat tertentu.

Adapun sinyal analog seperti yang digambarkan di bawah ini:

Gambar 2.1 Sinyal Analog

Pengolahan sinyal analog memanfaatkan komponen-komponen analog seperti:

dioda, transistor, Op-Amp, dan lainnya.

2.2.2Sinyal Digital

Sinyal digital merupakan sinyal data dalam bentuk pulsa yang dapat

(21)

digital hanya memiliki dua keadaan, yaitu “0” dan “1”, sehingga tidak mudah

terpengaruh oleh derau atau noise, tetapi transmisi dengan sinyal digital hanya

mencapai jarak jangkau pengiriman data yang relatif dekat. Biasanya sinyal ini

juga dikenal dengan sinyal diskrit. Sinyal yang mempunyai dua keadaan ini biasa

disebut dengan bit. Bit merupakan istilah khas pada sinyal digital. Sebuah bit

dapat berupa nol (0) atau satu (1). Kemungkinan nilai untuk sebuah bit adalah 2

buah. Kemungkinan nilai untuk 2 bit adalah sebanyak 4, berupa 00, 01, 10, dan

11. Secara umum, jumlah kemungkinan nilai yang terbentuk oleh kombinasi n bit

adalah sebesar buah [12].

Sistem digital merupakan bentuk sampling dari sistem analog. Sinyal digital

pada dasarnya di kode-kan dalam bentuk biner (atau Hexa). besarnya nilai suatu

sinyal digital dibatasi oleh lebarnya atau jumlah bit (bandwidth). Jumlah bit juga

sangat mempengaruhi nilai akurasi sistem digital.

Signal digital ini memiliki berbagai keistimewaan yang unik yang tidak dapat

ditemukan pada teknologi analog yaitu :

1. Mampu mengirimkan informasi dengan kecepatan cahaya yang dapat

membuat informasi dapat dikirim dengan kecepatan tinggi.

2. Penggunaan yang berulang – ulang terhadap informasi tidak

mempengaruhi kualitas dan kuantitas informsi itu sendiri.

3. Informasi dapat dengan mudah diproses dan dimodifikasi ke dalam

berbagai bentuk.

4. Dapat memproses informasi dalam jumlah yang sangat besar dan

mengirimnya secara interaktif.

(22)

Gambar 2.2 Sinyal Digital

Pengolahan sinyal digital memerlukan komponen-komponen digital seperti:

register, counter, decoder, mikroprosessor, mikrokontroler dan sebagainya. Saat

ini pengolahan sinyal banyak dilakukan secara digital, karena kelebihannya.

Kelebihan sinyal digital antara lain :

1. untuk menyimpan hasil pengolahan, sinyal digital lebih mudah

dibandingkan sinyal analog. Untuk menyimpan sinyal digital dapat

menggunakan media digital seperti CD, DVD, Flash Disk, Hardisk.

Sedangkan media penyimpanan sinyal analog adalah pita tape magnetik.

2. lebih kebal terhadap noise karena bekerja pada level ’0′ dan ’1′.

3. lebih kebal terhadap perubahan temperatur.

4. lebih mudah pemrosesannya.

Sinyal digital inilah yang bisa dibaca oleh perangkat digital seperti:

mikrokontroler, komputer, handphone, dan sebagainya. Agar sinyal analog dapat

(23)

Cara pengubahan sinyal analog menjadi sinyal digital adalah dengan

menggunakan perangkat ADC (analog to digital converter).

2.3Konsep Dasar ADC (Analog to Digital Converter)

Sebuah ADC (Analog to Digital Converter) berfungsi untuk

mengkodekan tegangan sinyal analog waktu kontinu ke bentuk sederetan bit

digital waktu diskrit sehingga sinyal tersebut dapat diolah oleh komputer atau

DSP. Proses konversi tersebut dapat digambarkan sebagai proses 3 langkah

seperti diilustrasikan pada Gambar (2.3) [2],[3].

bit biner

sinyal analog sinyal diskrit sinyal terkuantisasi sinyal digital ...

Gambar 2.3 Proses Konversi Analog ke Digital

1. Sampling (pencuplikan)

Merupakan konversi suatu sinyal analog waktu-kontinu, xa(t), menjadi sinyal waktu-diskrit bernilai kontinu, x(n), yang diperoleh dengan mengambil

“cuplikan” sinyal waktu kontinu pada saat waktu diskrit. Secara matematis dapat

ditulis [2] :

(24)

Dimana :

T = interval pencuplikan (detik)

fs = laju pencuplikan (Hz) = 1/T n = bilangan bulat, -∞ < n < ∞

2. Quantizing (kuantisasi)

Merupakan konversi sinyal waktu-diskrit bernilai-kontinu, x(n), menjadi

sinyal waktu-diskrit bernilai-diskrit, xq(n). Nilai setiap waktu kontinu dikuantisasi atau dinilai dengan tegangan pembanding yang terdekat. Selisih antara cuplikan

x(n) dan sinyal terkuantisasi xq(n) dinamakan error kuantisasi [2].

Tegangan sinyal input pada skala penuh dibagi menjadi 2N tingkatan. Dimana N merupakan resolusi bit ADC (jumlah kedudukan tegangan pembanding yang

ada). Untuk N = 3 bit, maka daerah tegangan input pada skala penuh akan dibagi

menjadi : 2N = 23 = 8 tingkatan (level tegangan pembanding) [6].

3. Coding (pengkodean)

Setiap level tegangan pembanding dikodekan ke dalam barisan bit biner.

Untuk N = 3 bit, maka level tegangan pembanding = 8 tingkatan. Kedelapan

tingkatan tersebut dikodekan sebagai bit-bit 000, 001, 010, 011, 100, 101, 110,

dan 111 [5].

2.4Parameter ADC (Analog to Digital Converter)

Unjuk kerja (performance) dari suatu konverter ADC dapat diamati dari

parameternya. Beberapa parameter utama dari sebuah konverter ADC adalah

(25)

a. Laju Pencuplikan (fs)

Berdasarkan teorema pencuplikan, jika frekuensi tertinggi yang dimiliki

suatu sinyal analog xa(t) adalah fm dan sinyal tersebut dicuplik dengan laju pencuplikan fs ≥ 2fm , maka xa(t) akan dapat ditimbulkan kembali dengan tepat tanpa ada sinyal yang hilang. Laju pencuplikan fs = 2.fm disebut laju Nyquist, fN (Nyquist rate) [2].

Jika laju pencuplikan lebih kecil dari laju Nyquist (fs < fN), maka laju pencuplikan tersebut dinamakan undersampling. Hal ini akan menyebabkan

terjadinya aliasing (tumpang tindih), sehingga ketika sinyal analog xa(t) akan ditimbulkan kembali maka akan ada sinyal yang hilang. Sedangkan jika fs > fN, maka laju pencuplikan tersebut dinamakan oversampling seperti gambar di

bawah ini [2],[6]:

a). Undersampling

b). Nyquist Sampling c). Oversampling

Gambar 2.4 Laju Pencuplikan (sampling rate)

(26)

Adapun kelebihan dari laju pencuplikan oversampling adalah :

a. Dapat memperbaiki SNR (Signal-to-Noise Ratio). Semakin tinggi laju

pencuplikan fs maka SNR akan menjadi lebih baik.

b. Konverter A/D oversampling tidak membutuhkan lowpass filter (LPF)

tingkat tinggi, tetapi cukup dengan LPF yang sederhana sebagai filter

antialiasing pada masukannya seperti diilustrasikan pada Gambar (2.5)

[6].

Gambar 2.5 Oversampling dengan LPF yang Sederhana

b. Signal-to-Noise Ratio (SNR)

Merupakan perbandingan antara daya sinyal dan daya noise pada keluaran

konverter A/D. Daya noise terdiri dari seluruh error yang ada pada sistem ADC

seperti noise kuantisasi, noise panas (thermal), dan noise rangkaian. SNR dapat

dirumuskan sebagai [6]:

(27)

Pada konverter A/D yang ideal, error hanya terjadi pada kuantisasi (noise

kuantisasi). Noise kuantisasi atau error kuantisasi merupakan selisih antara sinyal

cuplikan x(n) dan sinyal keluaran xq(n) yang terkuantisasi [2]. Noise kuantisasi diilustrasikan seperti pada Gambar (2.6).

Gambar 2.6 Ilustrasi Kuantisasi

Pada Gambar (2.7), besaran e menunjukkan error kuantisasi yang sesuai

dengan e(n) = x(n) – xq(n). Error kuantisasi ini dapat dianggap sebagai besaran yang acak (random) atau sebagai noise putih (white noise). Daya noise kuantisasi

(PQ) pada pencuplikan Nyquist diberikan dengan:

(Volt2) ( 2.3 )

(28)

Dari Persamaan (2.3) dapat dilihat bahwa noise kuantisasi dipengaruhi

oleh interval kuantisasi (∆). Jika laju pencuplikan (f s) semakin tinggi maka interval kuantisasi akan semakin kecil. Dengan demikian daya noise kuantisasi

akan didistribusikan pada daerah yang lebih banyak, atau dapat juga ditulis

sebagai [7] :

PQ (oversampling) ( 2.4 )

Dimana :

PQ (oversampling) = daya noise kuantisasi pada laju oversampling fm = frekuensi maksimum sinyal masukan

fs = laju pencuplikan

Untuk ADC yang ideal, SNR dirumuskan dengan:

(29)

Untuk konverter A/D yang bekerja pada laju Nyquist (fs = 2.fm), maka SNR maksimum ADC tersebut adalah [4],[5] :

SNRmaks = 6,02 N + 1,76 dB ( 2.8 )

Dimana :

SNRmaks = SNR maksimum (ADC ideal)

N = resolusi bit

c. Signal-to-Noise-and-Distortion Ratio (SNDR)

Signal-to-noise-and-distortion ratio (SNDR) merupakan perbandingan

antara daya sinyal dengan jumlah daya noise dan daya distorsi pada keluaran

ADC. Untuk level sinyal yang kecil, distorsi tidak begitu signifikan (penting)

sehingga SNDR sama dengan SNR. SNDR bergantung pada amplitudo dan

frekuensi sinyal masukan serta degradasi pada frekuensi tinggi dan daya [5][9].

Pada Gambar (2.7) diilustrasikan grafik SNR, SNDR dan DR dalam dB

dari suatu konverter A/D (ADC). Grafik tersebut menunjukkan SNR dan SNDR

sebagai fungsi dari daya sinyal masukan (dalam dB). Dapat dilihat juga bahwa

(30)

Gambar 2.7 Grafik SNR, SNDR dan Dynamic Range

d. Dynamic Range (DR)

Dynamic Range dari sebuah konverter A/D merupakan daerah amplitudo

masukan yang menghasilkan SNR positif. Untuk sinyal sinusoidal, dynamic

range dari konverter A/D didefenisikan sebagai perbandingan antara daya sinyal

dari sinusoidal skala penuh dan daya sinyal dari sinusoidal terkecil yang memiliki

SNR sama dengan 1 (0 dB) [6],[8].

e. Resolusi Bit (N)

Resolusi bit merupakan jumlah bit biner yang dibuat untuk

mempresentasikan setiap level tegangan pembanding pada kuantisasi. Bit biner

tersebut merupakan keluaran dari konverter A/D. Resolusi bit menentukan lebar

kode atau LSB (least significant bit) dan error kuantisasi. Pada Gambar (2.8)

menunjukkan konverter A/D dengan resolusi N = 3 bit [5]. Berdasarkan

(31)

penuh akan dibagi menjadi 2N = 23 = 8 tingkatan. Kedelapan tingkatan tersebut masing-masing dipresentasikan ke bentuk bit biner yang terdiri atas 3 bit

yaitu 000, 001, 010, 011, 100, 101, 110, dan 111[5].

Gambar 2.8 ADC 3 bit yang ideal

Resolusi bit yang efektif pada sebuah konverter A/D adalah [8]:

Neff = ENOB = (SNR – 1,76) / 6,02 dB ( 2.9 ) Dimana : Neff = resolusi bit yang efektif

ENOB = effextive number of bits

SNR = signal-to-noise ratio

f. Apertur Jitter (taj)

Apertur jitter atau disebut juga dengan time jitter didefenisikan sebagai

penyimpangan secara random waktu pencuplikan kenyataannya (real) dari waktu

pencuplikan yang ideal. Gambar (2.9) menunjukkan apertur jitter pada

pencuplikan dari gelombang sinus [6].

(32)

Gambar 2.9 Apertur Jitter pada Gelombang Sinus

g. Differential Nonlinearity (DNL)

Merupakan penyimpangan (deviation) lebar peralihan kode dari lebar

yang ideal seperti ditunjukkan pada Gambar (2.10). Pada konverter A/D yang

ideal, lebar kode adalah 1 LSB (Least Significant Bit). Idealnya DNL haruslah

bernilai nol untuk setiap lebar kode [5],[6].

Gambar 2.10 Karakteristik Konverter A/D

(33)

h. Integral Nonlinearity (INL)

Merupakan penyimpangan titik tengah kode (center code) terhadap garis

ideal pada karakteristik konverter A/D. Jika seluruh titik tengah kode berada pada

garis ideal, maka INL bernilai nol. Penyimpangan titik tengah kode dari garis

(34)

BAB III

ANALOG TO DIGITAL CONVERTER

3.1 Umum

Kemajuan dibidang komunikasi, teknologi, dan informasi telah memberikan kemudahan-kemudahan bagi kita semua. Beberapa kemudahan tersebut didapat melalui komunikasi data. Komunikasi data merupakan bentuk komunikasi digital, dimana komunikasi tersebut merupakan bit-bit biner yang kemudian diterjemahkan ke dalam kode-kode tertentu. Komunikasi data tersebut meliputi: Internet (International Networking), SMS (Short Message Service), dan e-Mail (Electronic Mail). Pada komunikasi data tersebut terjadi pengkonversian sinyal analog menjadi

sinyal digital. Alat yang mendukung komunikasi data tersebut dalam pengkonversiannya adalah ADC (analog to digital converter). ADC (analog to digital converter) merupakan sebuah perangkat (piranti) yang berfungsi untuk

mengubah sinyal analog yang bersifat kontinu menjadi sinyal digital (sinyal putus-putus) yang dilambangkan dengan biner.

Pengkonversian ADC (analog to digital converter) ini bergantung pada tegangan (amplitudo) masukannya. Hal ini berarti jika amplitudo masukannya 0 volt, maka akan didapat keluaran sinyal digital 0000 0000 (untuk 8 bit keluaran). Dan jika amplitudo masukannya 5V, maka akan didapat keluaran sinyal digital 1111 1111.

(35)

3.2 Modul Analog to Digital Converter

ADC (Analog to Digital Converter) adalah suatu rangkaian yang dapat

mengubah tegangan analog menjadi data digital dengan input tegangan tertentu..

Input tegangan analog deferensial dapat meningkatkan common mode rejection

dan pengaturan offset tegangan input nilai nol. Tegangan referensi dapat diatur

untuk mendekodekan berapapun tegangan input pada resolusi 8 bit. ADC yang

merupakan 20 pin dan waktu konversi 100 mikrosekon. Adapun pembagian pin

ADC dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 3.1 PIN IC ADC0804

(36)

INT: ( output ) pin ini digunakan sebagai indikator apabila ADC talah selesai menkonversikan tegangan analog menjadi digital, dengan mengeluarkan logika "

0 ".

Vin : Tegangan analog input deferensial, input Vin (+) dan Vin (-) merupakan tegangan deferensial yang akan mengambil nilai selisih dari kedua input. Dengan

memanfaatkan input Vin maka dapat dilakukan offset tegangan nol pada ADC.

Vref : Tegangan referensi dapat diatur sesuai dengan input tegangan pada Vin

(+) dan Vin (-), Vref = 5V.

Clock : Clock untuk ADC dapat diturunkan dari clock CPU atau RC eksternal dapat ditambahkan untuk memberikan generator dari dalam. Clock IN

menggunakan schmitt triger.

Pada Modul ADC ini terdapat 8 LED yang kemudian akan diterjemahkan ke

dalam bentuk biner digital. 8 LED ini mewakili ADC 8 bit dengan keluaran

maksimum 255. Hal ini berarti bahwa apabila input tegangan 5V maka akan

didapatkan hasil LED dalam keadaan hidup semuanya, yang diartikan 1111 1111

dalam bentuk biner. Jika input tegangaan 0V maka keadaan LED akan mati

semuanya yang diartkian 0000 0000 ke dalam bentuk biner. Dalam Modul ADC

lampu yang dalam keadaan hidup akan mewakili nilai biner “1” dalam digital dan

lampu yang dalam keadaan mati akan mewakili nilai biner “0”. Pada IC

ADC0804 terjadi tegangan desipasi sebesar 15mV dengan step nilai sebesar

0,019V. Maka pada saat pengkonversian tegangan 5V akan didapatkan tegangan

(37)

3.3 Tahapan Pengerjaan Analog to Digital Converter

Analog to Digital Converter merupakan satu subsistem dalam komunikasi

digital. Meski demikian, pembuatannya diperlukan tahapan pengerjaan yang

mengikuti prosedur-prosedur tertentu. Prosedur yang harus dijalani dalam proses

pengerjaan meliputi analisis spesifikasi subsistem dan pengerjaan subsistem

tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Studi Hasil tidak sesuai

dengan yang diinginkan Hasil sesuai dengan

yang diinginkan Hasil tidak sesuai

dengan yang diinginkan

Hasil sesuai dengan yang diinginkan

(38)

Langkah yang dilakukan setelah selesai pengumpulan teori dan informasi

yang dibutuhkan adalah membuat perancangan dari teori yang diperoleh

mengenai analog to digital converter tersebut dan membuat rangkaian analog to

digital converter tersebut. Adapun gambar rangkaian analog to digital converter

tersebut ditampilkan dalam Gambar 3.3.

1

(39)

3.4Komponen Elektronika

Komponen elektronika adalah alat (komponen) yang dibutuhkan dalam

membangun sebuah perangkat. Alat ini berupa benda yang menjadi bagian

pendukung suatu rangkaian elektronik yang dapat bekerja sesuai dengan

kegunaannya. Mulai dari yang menempel langsung pada papan rangkaian berupa

PCB. Komponen elektronika yang digunakan untuk membuat ADC ini terdiri

dari beberapa bahan elektronika, yang terdiri dari:

3.4.1 Resistor

Resistor adalah komponen dasar elektronika yang digunakan untuk

membatasi jumlah arus yang mengalir dalam suatu rangkaian. Sesuai dengan

namanya, resistor bersifat resistif dan umumnya terbuat dari bahan karbon

(seperti Gambar 3.4). Dari hokum Ohm diketahui resistansi berbanding terbalik

dari jumlah arus yang mengalir melaluinya. Satuan resistansi dari suatu resistor

disebut Ohm atau dilambangkan dengan simbol Ω (Omega).

Dielektrik

Elektroda Elektroda

Gambar 3.4 Resistor dari Bahan Karbon

Tipe resistor yang umum adalah berbentuk tabung dengan dua kaki

tembaga di kiri dan di kanan. Pada badannya terdapat lingkaran membentuk

cincin kode warna untuk memudahkan pemakai mengenali besar resistansi tanpa

(40)

Kode warna tersebut adalah standart manufaktur yang dikeluarkan oleh

EIA (Electronic Industries Association) seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3.1:

Tabel 3.1 Kode Warna Pada Resistor

Resistansi dibaca pada warna cincin yang paling depan kearah gelang

toleransi berwarna cokelat, merah, emas, atau perak. Biasanya warna cincin

toleransi ini berada pada badan resistor yang paling pojok atau juga dengan lebar

yang lebih menonjol, sedangkan warna cincin yang pertama agak sedikit

kedalam. Dengan demikian pemakai sudah langsung mengetahui berapa toleransi

resistor tersebut. Kalau anda telah bisa menentukan, mana cincin selanjutnya

adalah membacanya nilai resistansinya. Jumlah cincin yang melingkar pada

WARNA NILAI FAKTOR TOLERANSI

Hitam 0 1 -

Cokelat 1 10 1%

Merah 2 100 2%

Jingga 3 1.000 3%

Kuning 4 10.000 4%

Hijau 5 100.000 5%

Biru 6 6%

Violet 7 7%

Abu-abu 8 8%

Putih 9 9%

Emas - 0,1 5%

Perak - 0,01 10%

(41)

resistor umumnya sesuai dengan besar toleransinya. Biasanya resistor dengan

toleransi 5%, 10% atau 20%memiliki tiga cincin (tidak termasuk cincin

toleransi). Tetapi resistor dengan toleransi 1% atau 2% (toleransi kecil) memiliki

empat cincin (tidak termasuk cincin toleransi). Cincin pertama dan selanjutnya

berturut-turut menunjukkan besar nilai satuan serta, cincin terakhir adalah factor

pengalinya.

Spesifikasi lain yang perlu diperhatikan dalam memilih resistor dalam

suatu rancangan selain besar resistansi adalah besar watt-nya. Karena resistor

bekerja dengan dialiri arus listrik, maka akan terjadi disipasi daya berupa panas

sebesar watt. Semakin besar ukuran fisik suatu resitor, menunjukkan

semakin besar kemampuan disipasi daya resistor tersebut.

Umumnya dipasar tersedia ukuran ,1,2,5,10,dan 20 watt.

Resistor yang memiliki disipasi daya 5,10, dan 20 watt umumnya berbentuk

silinder. Tetapi biasanya untuk resistor ukuran jumbo ini nilai resistansi dicetak

langsung dibadannya, misalnya 100Ω/25 watt.

2.4.1 Kapasitor

Kapasitor adalah komponen elektronika yang dapat menyimpan muatan

listrik. Struktur sebuah kapasitor terbuat dari dua buah plat metal yang dipisahkan

(42)

+

Gambar 3.5 Kapasitor Dielektrik

Bahan-bahan yang umum dikenal biasanya udara vakum, keramik, gelas,

dan lain-lain. Jika kedua ujung plat metal diberi tegangan listrik, maka

muatan-muatan positif akan mengumpul pada salah satu kaki (elektroda) metalnya dan

pada saat yang sama muatan-muatan negatif berkumpul pada ujung metal yang

satu lagi. Muatan positif tidak dapat mengalir keujung kutub positif, karena

terpisah oleh bahan dielektrik yang non konduktif. Muatan dielektrik ini

tersimpan selama tidak ada konduksi pada ujung-ujung kakinya. Di alam bebas,

fenomena kapasitor ini terjadi pada saat terkumpulnya muatan-muatan positif dan

negatif lawan.

Kapasitansi didefenisikan sebagai suatu kemampuan dari suatu kapasitor

untuk dapat menampung muatan elektron. Charles-Augustin de Coulomb pada

abad ke-18 menghitung 1 coulomb elektron. Kemudian Micheal

Faraday membuat dengan tegangan 1 volt dapat memuat muatan elektron

sebanyak 1 coulomb. Dengan rumus ditulis:

Dimana:

Q muatan elektron dalam C (Coulomb)

(43)

V = besar tegangan dalam V (Volt)

Pada kapasitor yang berukuran besar, nilai kapasitansinya umumnya

ditulis dengan angka yang jelas, lengkap dengan nilai tegangan maksimum dan

polaritasnya. Misalnya pada kapasitor elco dengan jelas tertulis kapasitansinya

sebesar 22 F/25V. kapasitor yang ukuran fisiknya mungil dan kecil biasanya

hanya bertuliskan dua atau tiga angka saja. Jika hanya dua angka satuannya

adalah pF (piko farad). Sebagai contoh, kapasitor yang bertuliskan dua angka 47

maka kapasitansi kapasitor tersebut adalah 47 pF. Jika ada tiga digit, angka

pertama dan kedua menunjukkan nilai nominal, sedangkan angka ketiga adalah

faktor pengali. Faktor pengali sesuai dengan angka nominalnya berturut-turut

1=10, 2=100, 3=1000, 4=10000, dan seterusnya. Misalnya pada kapasitor

keramik tertulis 104, maka kapasitansinya adalah 10 10.000=100.000 pF atau

100nF. Contoh lain misalnya tertulis 222, artinya kapasitansi kapasitor tersebut

adalah 22 100=2200 pF=2,2 nF.

2.4.2 IC ADC0804

IC ADC0804 berfungsi untuk mengkonversikan besaran analog menjadi

besaran digital. Tegangan analog yang tertentu dimasukkan ke dalam pengubah

A/D, dan akan muncul keluaran biner yang bersangkutan. Keluaran biner tersebut

akan berbanding lurus dengan masukan analog. Keluaran ADC 0804 ini berada di

port 11-18 yang akan masuk ke mikrokontroller. ADC0804 dapat beroperasi

dalam mode free running dan controlled. Mode free running adalah mode kerja

dimana ADC0804 akan mengeluarkan data hasil pembacaan input secara

(44)

interrupt, active low) yang berlogika rendah setelah ADC selesai mengkonversi

dihubungkan ke pin 3 (WR = write enable, active low) untuk memerintahkan

ADC memulai konversi kembali. Mode controlled adalah mode kerja dimana

ADC0804 baru memulai konversi setelah diberi instruksi dari mikrokontroler.

Instruksi ini dilakukan dengan memberikan pulsa rendah kepada masukan WR,

kemudian membaca keluaran data ADC setelah keluaran INTR berlogika rendah.

Mode kerja free running ADC diperoleh jika RD dan CS dihubungkan ke ground

agar selalu mendapat logika 0 sehingga ADC akan selalu aktif dan siap

memberikan data. Pin WR dan INTR dijadikan satu karena perubahan logika

ITNR sama dengan perubahan logika pada WR, sehingga pemberian logika pada

WR dilakukan secara otomatis oleh keluaran INTR. Baik dalam mode free

maupun controlled, ADC0804 memerlukan osilator pembangkit sinyal sekitar

fCLK = 640 kHz untuk bekerja optimal. Frekuensi dapat dibangkitkan dengan

memasang resistor dan kapasitor pada pin CLKR dan CLKIN (pin 19 dan pin 4

pada Gambar) dengan besar frekuensi yang dihasilkan fCLK ~~ 1/(1,1RC).

(45)

Dari gambar 3.6 IC ADC0804 dapat dilihat masing-masing kegunaan dari

kaki-kaki IC ADC0804 sebagai berikut:

Pin 1 = (CS) Pin 11 = VCC

Pin 2 = (RD) Pin 12= CLK R

Pin 3 = (WR) Pin 13 = D0 (LSB)

Pin 4 = CLK IN Pin 14 = D1

Pin 5 = (INTR) Pin 15 = D2

Pin 6 = VIN (+) Pin 16 = D3

Pin 7 = VIN (-) Pin 17 = D4

Pin 8 =A GND Pin 18 = D5

Pin 9 = VREF/2 Pin 19 = D6

Pin 10 = D GND Pin 20 = D7 (MSB)

2.4.3 LED (Light Emitting Diode)

Sebuah LED adalah sejenis

normal, LED terdiri dari sebuah chip bahan semikonduktor yang diisi penuh, atau

di-dop, dengan ketidakmurnian untuk menciptakan sebuah struktur yang disebut

elektroda denga

jatuh ke

bahan yang membentuk p-n junction. Sebuah dioda normal, biasanya terbuat dari

(46)

bahan yang digunakan untuk sebuah LED memiliki selisih pita energi antara

cahaya inframerah dekat, tampak, dan ultraungu dekat.

Gambar 3.7 Lambang Dari LED (Light Emitting Diode)

Tak seperti

Chip LED mempunya

bila diberikan arus maju. Ini dikarenakan LED terbuat dari bahan semikonduktor

yang hanya akan mengizinkan arus listrik mengalir ke satu arah dan tidak ke arah

sebaliknya. Bila LED diberikan arus terbalik, hanya akan ada sedikit arus yang

melewati chip LED. Ini menyebabkan chip LED tidak akan mengeluarkan emisi

(47)

Gambar 3.8 Berbagai Bentuk & Warna LED

Chip LED pada umumnya mempunyai

Bila diberikan tegangan beberapa volt ke arah terbalik, biasanya sifat isolator

searah LED akan jebol menyebabkan arus dapat mengalir ke arah sebaliknya.

Karakteristik chip LED pada umumnya adalah sama dengan karakteristik

dioda yang hanya memerlukan tegangan tertentu untuk dapat beroperasi. Namun

bila diberikan tegangan yang terlalu besar, LED akan rusak walaupun tegangan

yang diberikan adalah tegangan maju.Tegangan yang diperlukan sebuah dioda

untuk dapat beroperasi adalah tegangan maju (Vf).

Sirkuit LED dapat didesain dengan cara menyusun LED dalam posisi

maupun

jumlah tegangan yang diperlukan seluruh LED dalam rangkaian tadi. Namun bila

LED diletakkan dalam keadaan paralel, maka yang perlu diperhatikan menjadi

jumlah arus yang diperlukan seluruh LED dalam rangkaian ini.

Menyusun LED dalam rangkaian seri akan lebih sulit karena tiap LED

mempunyai tegangan maju (Vf) yang berbeda. Perbedaan ini akan menyebabkan

(48)

membangkitkan chip LED, maka beberapa LED akan tidak menyala. Sebaliknya,

bila tegangan yang diberikan terlalu besar akan berakibat kerusakan pada LED

yang mempunyai tegangan maju relatif rendah. Pada umumnya, LED yang ingin

disusun secara seri harus mempunyai tegangan maju yang sama atau paling tidak

tak berbeda jauh supaya rangkaian LED ini dapat bekerja secara baik.

2.4.4 Potensiometer

Potensiometer adalah resistor variable yang bisa di ubah-ubah nilai

resistansinya. Beberapa kegunaan dari potensiometer adalah:

a. Potensiometer sebagai volume

Fungsinya dapat juga mengubah volume dan dapat mengatur atau merubah

tegangan pada input ADC (analog to digital converter). Ada berbagai nilai

resistansi potensiometer, yang umum dipakai untuk volume, yaitu: 250k, 500k,

1000k.

250k

1 2 3

Tampak bawah

(49)

Pada potensiometer terdapat 3 kaki yaitu kaki 1, kaki 2, dan kaki 3 (lihat

gambar). Kaki1 merupakan input; kaki 2 merupakan output; kaki3 merupakan

ground.

Sedangkan bagian bawah potensiometer (dimana ada tulisan 250k/500k)

adalah yang biasa disebut ekornya potensio. Disinilah tempat kita

menggroundkan semuanya. Jadi jangan lupa untuk menyambung kaki 3 potensio

ke ekornya. Kaki 2 sebagai output akan dihubungkan ke female jack. Kaki 1

sebagai input akan terhubung dengan hot wire pick-up ( bila tidak menggunakan

switch)

b. Potensiometer sebagai nada

Untuk menggunakan potensiometer sebagai nada (tone), harus menggunakan

kapasitor sebagai tambahannya.

250k

Kapasitor

Gambar 3.10 Potensiometer Nada Dengan Tambahan Kapasitor Dengan menghubungkan kapasitor seperti pada gambar dan kaki 2 potensiotone

dihubungkan dengan kaki 1 potensio volume. Tone akan berpengaruh kepada

semua pick-up. Kapasitor yang biasa digunakan untuk nada adalah 0,22

(50)

3.5Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam pembuatan Analog to Digital Converter adalah sebagai berikut:

Table 3.2 Peralatan Pembuatan ADC

Peralatan pembuatan ADC

Software Proteus Solder Cutter

Papan PCB Kabel Penggaris

Achleryk Baut Obeng

Bor tangan Male & Female jack Tang

Timah solder Gunting Palu

3.6Langkah-langkah Pembuatan Modul ADC

Adapun langkah-langkah pembuatan pada Modul ADC (analog to digital converter) ini adalah sebagai berikut:

1. Pembuatan Model PCB dengan software Proteus a. Perancangan dengan ISIS

b. Perancangan dengan ARES 2. Pembuatan PCB ADC

(51)

3.6.1Pembuatan Model PCB dengan Proteus 7.0

Dalam pembuatan layout untuk PCB dapat juga dilakukan dengan cara

manual, namun ketepatan dan kerapian di PCB akan sangat kurang akurat. Oleh

karena itu untuk memudahkan penulis dalam merancang model ADC dalam satu

PCB, penulis menggunakan software Proteus. Adapun fitur-fitur dari proteus

adalah sebagai berikut :

1. Memiliki kemampuan untuk mensimulasikan hasil rancangan baik digital

maupun analog maupun gabungan keduanya, mendukung simulasi yang

menarik dan simulasi secara grafis,

2. Mendukung simulasi berbagai jenis microcontroller seperti PIC, 8051

series.

3. Memiliki model-model peripheral yang interactive seperti LED, tampilan

LCD, RS232, dan berbagai jenis library lainnya,

4. Mendukung instrument-instrument virtual seperti voltmeter, ammeter,

oscciloscope, logic analyser, dll,

5. Memiliki kemampuan menampilkan berbagi jenis analisis secara grafis

seperti transient, frekuensi, noise, distorsi, AC dan DC, dll.

6. Mendukung berbagai jenis komponen-komponen analog,

7. Mendukung open architecture sehingga kita bisa memasukkan program

seperti C++ untuk keperluan simulasi,

8. Mendukung pembuatan PCB yang di-update secara langsung dari

(52)

Proteus juga dilengkapi dengan dua bentuk perancangan yaitu: 1. ISIS

ISIS dipergunakan untuk keperluan pendidikan dan perancangan. Beberapa

fitur umum dari ISIS adalah sebagai berikut :

1. Dapat dioperasikan pada Windows 98/Me/2k/XP dan Windows terbaru.

2. Routing secara otomatis dan memiliki fasilitas penempatan dan

penghapusan dot.

3. Sangat powerful untuk pemilihan komponen dan pemberian

properties-nya.

4. Mendukung untuk perancangan berbagai jenis bus dan

komponen-komponen pin, port modul dan jalur.

5. Memiliki fasilitas report terhadap kesalahan-kesalahan perancangan dan

simulasi elektrik.

6. Mendukung fasilitas interkoneksi dengan program pembuat PCB-ARES.

7. Memiliki fasilitas untuk menambahkan package dari komponen yang

belum didukung.

2. ARES

ARES (Advanced Routing and Editing Software) digunakan untuk

membuat modul layout PCB. Adapun fitur-fitur dari ARES adalah sebagai

(53)

1. Memiliki database dengan tingkat keakuratan 32-bit dan memberikan

resolusi sampai 10 nm, resolusi angular 0,1 derajat dan ukuran maksimum

board sampai kurang lebih 10 m. ARES mendukung sampai 16 layer.

2. Terintegrasi dengan program pembuat skematik ISIS, dengan kemampuan

untuk menentukan informasi routing pada skematik.

3. Visualisasi board 3-Dimensi.

4. Penggambaran 2-Dimensi dengan simbol library.

a. Perancangan dengan ISIS

(54)

Gambar 3.11 Hasil Perancangan dengan ISIS

Pada perancangan pada tahap ini juga harus diperhatikan karakteristik dari setiap komponen. seperti potensiometer, kapasitor, dan resistor. Karakteristik komponen tersebut akan mempengaruhi desain ISIS.

b. Perancangan dengan ARES

(55)

Gambar 3.12 Hasil Perancangan dengan ARES

Dari gambar perancangan diatas dapat dilihat bahwa jalur yang terbuat tidak menggunakan jumper, hasil perancangan inilah yang diinginkan. Dengan meletakkan IC ADC0804 ditengah-tengah rangkaian dapat mempermudah jalur yang diinginkan. Setelah perancangan dengan ISIS ini selesai dan sesuai dengan yang diinginkan maka model perancangan telah siap dicetak. Dalam pencetakan ini penulis menggunakan Printer Samsung Laser Jet yang khusus digunakan untuk pembuatan model di PCB.

3.6.2Pembuatan PCB

Langkah pembuatan PCB adalah sebagai berikut:

(56)

Gambar 3.13 Hasil Print-Out ISIS

2. Ukur dan potong PCB yang diperlukan dengan menggunakan pisau cutter. 3. Setrika selama lebih kurang 10 menit untuk mendapatkan hasil yang bagus. 4. Rendam dengan air guna menghilangkan kertas yang tidak diperlukan. 5. Bersihkan dengan alkohol untuk membersihkan tinta dari rangkaian.

6. Rendam dengan larutan klorin dengan cara mengguncang agar terbentuk gambar rangkaian pada PCB.

(57)

3.6.3 Instalasi Komponen

Setelah pembuatan PCB telah selesai dilakukan maka langkah selanjutnya adalah instalasi komponen-komponen yang dibutuhkan tersebut ke PCB. Pada instalasi komponen ini harus diperhatikan jalur komponen yang telah dirancang dengan ISIS tersebut. Bila terjadi salah jalur, maka dapat mengakibatkan alat tidak berjalan semestinya dan bahkan terjadi kerusakan pada IC.

a. Alat:

1. Solder 2. Bor tangan 3. Multitester

b. Bahan:

1. Timah solder

2. Rangkaian PCB ADC 3. Resistor

4. Kapasitor 5. IC ADC0804 6. Potensiometer 7. Kabel

8. Female dan Male jack 9. Achleryk

(58)
(59)

BAB IV

PENGUJIAN ANALOG TO DIGITAL CONVERTER

4.1 Umum

Bab ini membahas langkah-langkah yang berkaitan dengan percobaan

analog to digital converter yang menghasilkan sinyal digital dengan

memvariasikan amplitudo (tegangan) sinyal masukan ke modul ADC. Dalam

pengujian analog to digital converter ini, akan ditampilkan berbagai macam

keluaran sinyal digital sesuai dengan perubahan amplitudo masukannya.

4.2 Modul-Modul Percobaan

Untuk menampilkan hasil dari percobaan analog to digital converter yang

akan dipercobakan, maka terlebih dahulu kita ketahui peralatan-peralatan apa saja

yang akan dibutuhkan dala proses penghasilan sinyal digital. Adapun peralatan

yang dibutuhkan selama percobaan adalah:

a. Modul Analog to Digital Converter

Perangkat pengubah sinyal analog ke digital. Pada alat ini terdapat 8 buah

LED yang diartikan dengan keadaan biner, jika keluaran hasil LED hidup maka

nilai biner akan bernilai “1” dan jika keluaran LED tidak hidup maka nilai

keluaran biner akan bernilai “0”. Untuk keadaan pertama sampai dengan ke

(60)

Gambar 4.1 Modul analog to digital converter b. Audio generator

Audio generatot merupakan perangakat input tegangan yang dapat

diubah-ubah. Audio generator terdapat dua masukan konstan yaitu +5V dengan -5V dan

+15V dengan -15V. pada pengujian ADC ini hanya dibutuhkan tegangan

masukan +5 dengan -5V, hal ini dikarenakan batas maksimum tegangan IC

ADC0804 adalah 5V. perangkat ini diperoleh dari Laboratorium Dasar

Telekomunikasi.

(61)

c. Multitester Digital

Multitester digital dibutuhkan untuk mengetahui batas tegangan yang

diinputkan. Dalam pengujian ini penulis menggunakan multitester digital, karena

lebih mudah dalam melakukan pengujiaanya.

Gambar 4.3 Multitester Digital

d. Jumper

Pada pengujian ini jumper berguna untuk menghubungkan antar titik yang

diperlukan untuk menahan keluaran LED. Perangkat ini sangat dibutuhkan untuk

mendapatkan hasil yang spesifik.

e. Kabel (seperlunya)

Kabel diperlukan untuk menghubungkan antar jack yang diperlukan. Juga

diperlukan dalam input tegangan. Untuk pengujian ini, kabel yang dipakai adalah

(62)

4.3. Prosedur Percobaan Analog to Digital Converter

Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan dalam proses prosedur

percobaan ADC adalah sebagai berikut:

1. Lokasikan rangkaian analog to digital converter dan aktifkan power

supply.

2. Dengan menggunakan multitester, ukur tegangan pada masukan

(pin 9) dan dengan perlahan atur sampai tegangan yang

terukur mencapai 2,5 V. ini akan membuat batas masukan tegangan

analog ADC0804 dari )V sampai 5V.

3. Ukur masukan analog (pin 6) dan dengan perlahan atur sampai

tegangan terukur mencapai 0V.

4. Hubungkan penghubung ke J1. Ini akan menahan keluaran digital.

Perhatikan keadaan display LED dan catat data pada table.

5. Lepaskan penghubung dari J1. Keluaran digital akan berubah ubah

sesuai dengan perubahan sinyal analog masukan.

6. Hati-hati dalam mengatur untuk mendapatkan tegangan

(63)

Gambar 4.4 Rangkaian Percobaan ADC

4.4 Pengujian Analog to Digital Converter dengan software proteus

Adapun langkah-langkah dalam pengujian analog to digital converter

dengan Proteus adalah sebagai berikut:

1. Pilih dan rangkai komponen pada rangkaian analog to digital

(64)

Gambar 4.5 Rangkaian ADC dengan Proteus

2. Atur tegangan pada VR1 sebesar 2.49V dan tegangan pada VR2

dengan step input tegangan yaitu: 0.0 ; 0.5 ; 1.0 ; 1.5; 2.0; 2.5; 3.0;

3.5; 4.0; 4.5; dan 5.0.

3. Run program dan tekan tombol switch pada papan kerja proteus.

4. Amati dan catat hasil yang tertera pada logicprobe output pada

(65)

4.5 Hasil Pengujian

a. Hasil pengujian dengan modul ADC

Dengan menjalankan dan mengamati percobaan dengan modul ADC tersebut

maka didapat hasil percobaan seperti yang tertera pada Tabel 4.1 dibawah ini.

Table 4.1 Hasil Percobaan Analog to digital converter dengan mengubah-ubah sinyal amplitudo audio

Masukan

Tegangan

Analog

(V)

Keluaran Digital

Nilai

Pengukuran Gambar

Biner

0,0 0000 0000

0,5 0001 1010

(66)

1,5 0100 1101

2,0 0110 0110

2,5 1000 0000

3,0 1001 1001

3,5 1011 0011

(67)

4,5 1110 0110

5,0 1111 1111

b. Hasil pengujian dengan software proteus

Dengan menjalankan dan mengamati percobaan dengan software proteus

tersebut maka didapat hasil percobaan seperti yang tertera pada Tabel 4.2

dibawah ini.

Table 4.2 Hasil Percobaan Analog to digital converter dengan

software proteus Masukan

Tegangan

VR2

Gambar Hasil Percobaan

(68)

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

(69)

3.5

4.0

4.5

(70)

4.6Analisis Hasil Percobaan Analog To Digital Converter dengan Modul dan Software Proteus

Dari hasil dua percobaan analog to digital converter diatas maka:

1. Untuk tegangan 0V didapat hasil biner 0000 0000, karena pada keadaan

ini tidak ada tegangan yang dikonversi. Sesuai dengan pembuktian rumus

, dimana : = Tegangan Input ; = Tegangan

Referensi (VCC).

2. Untuk tegangan 0,5V didapat hasil biner 0001 1010, keadaan ini sesuai

dengan pembuktian rumus

dalam biner 0001 1010.

3. Untuk tegangan 1V didapat hasil biner 0011 0011, keadaan ini sesuai

dengan pembuktian rumus

dalam biner 0011 0011.

4. Untuk tegangan 1,5V didapat hasil biner 0100 1101, keadaan ini sesuai

dengan pembuktian rumus

dalam biner 0100 1101.

5. Untuk tegangan 2V didapat hasil biner 0110 0110, keadaan ini sesuai

dengan pembuktian rumus

dalam biner 0110 0110.

6. Untuk tegangan 2,5V didapat hasil biner 1000 0000, keadaan ini sesuai

dengan pembuktian rumus

(71)

7. Untuk tegangan 3V didapat hasil biner 1001 1001, keadaan ini sesuai

dengan pembuktian rumus

dalam biner 1001 1001.

8. Untuk tegangan 3,5V didapat hasil biner 1011 0011, keadaan ini sesuai

dengan pembuktian rumus

dalam biner 1011 0011.

9. Untuk tegangan 4V didapat hasil biner 1100 1101, keadaan ini sesuai

dengan pembuktian rumus

dalam biner 1100 1101.

10.Untuk tegangan 4,5V didapat hasil biner 1110 0110, keadaan ini sesuai

dengan pembuktian rumus

dalam biner 1110 0110.

11.Untuk tegangan 5V didapat hasil biner 1111 1111, keadaan ini sesuai

dengan pembuktian rumus dalam

biner 1111 1111. Hal ini dikarenakan alat ini hanya menggunakan

(72)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan

Dari beberapa hasil percobaan analog to digital converter yang dilakukan

dapat diambil kesimpulan:

1. Pembuatan dan pengujian Modul ADC telah sesuai dengan prosedur.

2. Perubahan tegangan masukan pada ADC sangat berpengaruh pada sinyal

biner keluaran.

3. Dalam melakukan percobaan membutuhkan tingkat ketelitian yang tinggi,

jika ada kelebihan tegangan sedikit saja dapat menghasilkan nilai biner

yang jauh dari yang diinginkan.

4. Modul ADC ini mempunyai nilai tegangan minimum yaitu 0V dengan

biner 0000 0000 dan tegangan maksimum yaitu 5V dengan biner 1111

1111, serta mempunyai step kenaikan 1 bit biner dengan tegangan sebesar

0,019V.

5. Kegiatan praktikum analog to digital converter telah tersedia di

(73)

5.2Saran

Adapun saran yang dapat penulis sampaikan pada tugas akhir ini adalah:

1. Pembuatan perangkat modul DAC untuk Laboratorium Dasar

Telekomunikasi.

2. Perhatikan tegangan input untuk rangkaian, karena jika terjadi kelebihan

(74)

DAFTAR PUSTAKA

[1] Dag Stranneby dan William Walker, “Digital Signal Processing and

Aplication”, jilid 2, Charon Tec Pvt, Ltd,Chennai, India. Hal 41.

[2] John G. Proakis dan D. G. Manolakis, “Pemrosesan Sinyal Digital” :

prinsip, algoritma dan aplikasi (Alih Bahasa), Jilid 1, PT Prenhallindo,

Jakarta, 1997. Hal 19-35.

[3] I Made Wiryana, SSi, SKom, MSc, “Pengolahan Sinyal Digital”, Artikel

DSP, Universitas Gunadarma,

[4] V. Christofilakis, A. A. Alexandridis, P. Kostarakis, K. Dangakis,

“Analog to Digital: a Key Concept in the Implementasi of 3G SDR

Receiver”,

(download : 16 Juni 2010).

[5] Kent H. Lunberg, “Analog to Digital Converter Testing”,

[6] Mansour Keramat, “Design and Test Challenges of High Performances Data

Converter”, P2: Design of Track and Hold, P4 : Oversampling A/D Conversion,

(download : 16 Juni 2010).

[7] Kelvin Boo-Huat Khoo, “Programmable, High-Dynamic Range Sigma-Delta A/D

Converters for Multistandard, Fully Integrated RF Receivers”, University of

(75)

2010).

[8] Pervez M. Aziz, Henrik V.S, Jan Van Spiegel, “An Overview of

Sigma-Delta Converters”, IEEE Signal Processing Magazine, Januari 1996.

[9] Arnold R. Feldman, “High-Speed, Low-Power Sigma-Delta Modulators for

RF Baseband Channel Applications”, University of California, Berkeley.

(download : 16 Juni 2010).

[10] Dennis Roddy dan Jhon coolen, 2001. Komunikasi Elektronik, Erlangga.

Jakarta, hal 34.

[11] Malvino, 2004, Prinsip-prinsip Elektronika Edisi 2. Salemba Teknika,

Jakarta hal 15 dan 22.

[12]

http://blogsplonkz.wordpress.com/2009/03/07/pengantar-teknologi-

Gambar

Gambar 3.13       Hasil Print-Out ISIS ...............................................................
Gambar 2.1 Sinyal Analog
Gambar 2.5  Oversampling dengan LPF yang Sederhana
Gambar 2.6  Ilustrasi Kuantisasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

o. Sedangkd .urpurrrya adatah sin)€l temrodulasi lisK. Dan pada dehoduhtor PSK dinasilkd kemblli sinyal inlonnasi yang berbentuk si.yat. KalaKilci: Motlul.t' Dtgitdl,