• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) Terhadap Pengembangan Sosio-Ekonomi Dan Kesejahteraan Masyarakat Di Kecamatan Balige Kabupaten Toba Samosir

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Evaluasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) Terhadap Pengembangan Sosio-Ekonomi Dan Kesejahteraan Masyarakat Di Kecamatan Balige Kabupaten Toba Samosir"

Copied!
160
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN

MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN (PNPM-MP)

TERHADAP PENGEMBANGAN SOSIO-EKONOMI DAN

KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI KECAMATAN BALIGE

KABUPATEN TOBA SAMOSIR

T E S I S

Oleh

OTTO DWANA SAGALA

077003023/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

EVALUASI PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN

MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN (PNPM-MP)

TERHADAP PENGEMBANGAN SOSIO-EKONOMI DAN

KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI KECAMATAN BALIGE

KABUPATEN TOBA SAMOSIR

T E S I S

Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains

dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan

Pedesaan (PWD) pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh

OTTO DWANA SAGALA

077003023/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis :

EVALUASI PROGRAM NASIONAL

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

MANDIRI PERDESAAN (PNPM-MP)

TERHADAP PENGEMBANGAN

SOSIO-EKONOMI DAN KESEJAHTERAAN

MASYARAKAT DI KECAMATAN BALIGE

KABUPATEN TOBA SAMOSIR

Nama Mahasiswa : Otto Dwana Sagala Nomor Pokok : 077003023

Program Studi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. H. Bachtiar Hassan Miraza, SE) Ketua

(Dr. Ir. Tavi Supriana, M.Si) (Kasyful Mahalli, SE, M.Si) Anggota Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Prof. H. Bachtiar Hassan Miraza, SE) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa, B,M.Sc)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 10 September 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. H. Bachtiar Hassan Miraza, SE Anggota : 1. Dr. Ir. Tavi Supriana, M.Si

(5)

ABSTRAK

OTTO DWANA SAGALA, EVALUASI PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN (PNPM-MP) TERHADAP PENGEMBANGAN SOSIO-EKONOMI DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI KECAMATAN BALIGE KABUPATEN TOBA SAMOSIR,

dibawah bimbingan Prof. H. Bachtiar Hassan Miraza, SE, Dr. Ir. Tavi Supriana,MS dan

Kasyful Mahalli, SE. M.Si.

Sejak tahun 2007 Kecamatan Balige Kabupaten Toba Samosir telah menjalankan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) untuk mengentaskan kemiskinan. Tujuan Penelitian ini adalah 1). Mengevaluasi pelaksanaan Program PNPM-MP di Kecamatan Balige Kabupaten Toba Samosir, 2). Menganalisis dampak kondisi Sosio-Ekonomi masyarakat sebelum dan sesudah dilaksanakan Program PNPM-MP 3). Menganalisis dampak kondisi Sosio-Ekonomi antara masyarakat yang menerima bantuan dan masyarakat yang tidak menerima bantuan Program PNPM-MP dengan metoda/analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis Uji Beda Rata-Rata (Compare Mean)

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) di Kecamatan Balige belum sepenuhnya dilaksanakan secara baik. Sarana dan prasarana fisik dibangun belum menjadi prioritas utama. Hal ini karena tidak jelas manfaat serta pemanfaatnya. Tingkat partisipasi masyarakat belum datang dari hati nurani tetapi masih digerakkan oleh tokoh-tokoh (informal leader) yang ada di desa tersebut. Dampak PNPM-MP terhadap kondisi sosio ekonomi pendapatan dan pendidikan masyarakat sebelum dan sesudah adanya PNPM-MP berbeda nyata secara positif. Demikian juga pendapatan dan pendidikan masyarakat yang tidak menerima PNPM-MP juga signifikan atau berbeda nyata. Justru kenaikan pendapatan dan pendidikan masyarakat yang menerima Program PNPM-MP lebih rendah, karena umumnya masyarakatnya miskin, tingkat kualitas sumberdaya manusia rendah dan secara umum pekerjaan mereka adalah petani. Dengan adanya program PNPM-MP di Kecamatan Balige menciptakan peluang kerja kepada masyarakat.

(6)

ABSTRACT

OTTO DWANA SAGALA, EVALUATION OF THE NATIONAL PROGRAM OF RURAL INDEPENDENT COMMUNITY ADVOCACY (PNPM-MP) FOR DEVELOPMENT OF SOCIO-ECONOMIC AND WELFARE OF BALIGE SUBREGENCY, TOBA SAMOSIR REGENCY consulted by Prof. H. Bachtiar Hassan Miraza, SE, Dr. Ir. Tavi Supriana, MS, and Kasyful Mahalli SE, M.Si

Since 2007, Balige Subregency of Toba Samosir Regency has implemented the National Program of Rural Independent Community Advocacy (PNPM–MP) for alleviation of poverty. The objective of the study included 1). To evaluate the implementation of PNPM-MP program in Balige Subregency of Toba Samosir Regency, 2). To analyze the impact of socio-economic condition of the community pre and post-implementation of the program. 3). To analyze the socio-economic impact between the beneficiary and the non-beneficiary of the PNPM–MP program using descriptive analysis and Compare Mean Analysis.

The result of the study showed that the the National Program of Rural Independent Community Advocacy (PNPM–MP) in Balige Subregency was still not completely implemented well. The physical facility and infrastructure still not become in priority. It was due to the unobvious benefit and the user. The participation rate of the community still not explored by their awareness but motivated by the informal leaders in the rural area. The impact of PNPM–MP on the socio-economic of income and education of the community pre and post-implementation of the program was significantly different. Similarly, the income and education of the community who was not the beneficiary of the program also significantly different. And even, the increased income and education of the community as the beneficiary was lower due to the community was generally poor with the lower quality of human resources and generally, they worked as farmers. In fact, the PNPM-MP program in Balige Subregency created employment for the community.

(7)

KATA PENGANTAR

Sebagai umat yang beragama penulis mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan Berkat dan LimpahanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini yang berjudul “Evaluasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP)

Terhadap Pengembangan Sosio-Ekonomi dan Kesejahteraan Masyarakat di

Kecamatan Balige Kabupaten Toba Samosir” Tesis ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Magister Sains pada Sekolah Pascasarjana Program Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PWD) Universitas Sumatera Utara (USU) Medan.

Proses penulisan tesis ini tidak terlepas dari bimbingan, bantuan serta dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu saya menyampaikan rasa terima kasih yang tulus kepada beberapa pihak yang sangat berperan dalam proses penyusunan tesis ini, yang telah banyak memberikan bantuan bimbingan, saran dan masukan dalam penulisan ini kepada :

1. Prof. Bachtiar Hassan Miraza, selaku ketua komisi pembimbing sekaligus sebagai Ketua Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan Universitas Sumatera Utara.

(8)

3. Orang tua Drs. Salmon Sagala (almarhum) sebagai anutan dan idola penulis, yang telah mendidik dan membesarkan dengan segala nasehat atau poda (bahasa Batak). Selama hidupnya di dalam ketuaan beliau masih tetap membaca, membeli buku, dalam arti belajar. Demikian juga kepada Ibunda Ellen Marihot Samosir

yang saat ini telah berumur 72 tahun masih terus memberikan dorongan dan mendukung penulis untuk tetap belajar terhadap lingkungan pekerjaan, keluarga dan masyarakat.

4. Bapak Jonson Siahaan UPK PNPM-MP Kecamatan Balige, dan Bapak Ferdinand Sinaga PjOK PNPM-MP Kabupaten Toba Samosir serta Bapak Bintang Sitopu PjOK PNPM-MP Kecamatan Balige yang telah membantu penulis untuk mendapat data terutama data lapangan.

5. Seluruh dosen dan karyawan Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan Universitas Sumatera Utara.

6. Teman-teman kuliah di Sekolah Pasca Sarjana Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PWD) Universitas Sumatera Utara.

7. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah membantu penyelesaian tesis ini.

(9)

kukasihi yaitu putra kembarku Monel Lindu Sagala, Monel Duat Sagala yang saat ini kelas 2 di SMA Santo Thomas 1 danputriku Tosina Sagala duduk di kelas 6 SD Santo Yoseph Pemuda, yang selalu mendukung dan memberikan perhatian lebih dan tiada henti serta mengingatkan Ayahandanya (penulis) bila lalai dalam menjalani perkuliahan sampai dengan penulisan tesis ini.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi bahasa maupun isi, oleh karena itu penulis dengan senang hati akan menerima kritikan sehat, saran dan masukan dari semua pihak. Akhir kata penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pihak yang memerlukannya.

Medan, September 2009

(10)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. DATA PRIBADI

Nama : Otto Dwana Sagala

Tempat/Tgl. Lahir : Tebing Tinggi/5 Pebruari 1961 Jenis Kelamin : Laki-laki

Istri : Ir. Siti Zaleha, M.Si Anak : 1. Monel Lindu Sagala

: 2. Monel Duat Sagala : 3. Tosina Sagala Agama : Kristen Protestan

Alamat : Jln. Gelas No. 29 Medan

II. RIWAYAT PENDIDIKAN

2007 – 2009 : S2 Program Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan Sekolah Pasca Sarjana USU, Medan.

1987 – 1989 : S1 Jurusan Ekonomi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Dharma Agung, Medan.

1979 - 1983 : Kuliah di Universitas HKBP Nommensen Medan pada Fakultas Ekonomi jurusan Manajemen.

1976 – 1979 : SMA Methodist Hang Tuah, Medan 1973 – 1976 : SMP Methodit Hang Tuah, Medan 1966 – 1972 : SD Methodist Hang Tuah, Medan

III. RIWAYAT PEKERJAAN

1. Kepala Bidang Pemanfaatan Sumber Daya Alam pada Badan Pemberdayaan Masyarakat Provinsi Sumatera Utara, Tahun 2008

2. Kepala Bidang Promosi pada Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Toba Samosir, Tahun 2005

3. Kepala Bidang Mutasi Promosi pada Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Toba Samosir, Tahun 2002

4. Kabag Kepegawaian Setdakab Toba Samosir, Tahun 2001 5. Kabag Perekonomian Setwilda Tk-II Toba Samosir, Tahun 1999

6. Kasi Perencanaan Pengendalian dan Operasional pada Dinas Pendapatan Tk-II Tapanuli Utara, Tahun 1996

7. Sekwilcam Pahae Jae Kab. Dati-II Tapanuli Utara, Tahun 1994

8. Kasubbag Penyusunan Program pada Bagian Pembangunan Setwilda Tk-II Tapanuli Utara, Tahun 1992.

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 10

1.3. Tujuan Penelitian ... 10

1.4. Manfaat Penelitian ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian dan Konsep Evaluasi ... 12

2.2. Fungsi dan Pendekatan dalam Evaluasi ... 15

2.3. Kemiskinan ... 17

2.4. Faktor Penyebab Kemiskinan ... 21

2.5. Konsep Partisipasi ......... 25

2.6. Konsep Pemberdayaan ... 30

2.7. Konsep Pengembangan Wilayah ... 33

2.8. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) ... 38

2.9. Penelitian Terdahulu ... 48

2.10. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 49

2.11. Hipotesis Penelitian ... 50

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian ... 51

3.2. Populasi dan Sampel ... 52

3.3. Teknik Pengumpulan Data ... 54

3.4. Metode Analisis Data ... 54

(12)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Kabupaten Toba Samosir dan Kecamatan Balige ... 60 4.2. Karakteristik Responden ... 69 4.3. Evaluasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat

Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) ... 74 4.4. Analisis Kondisi Sosio Ekonomi Masyarakat Sesudah

Program PNPM-MP ... 95 4.5. Analisis Kondisi Sosio Ekonomi Masyarakat yang Tidak

Menerima Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) ... 99 4.6. Dampak Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat

Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) terhadap Peluang Kerja ... 103 4.7. Dampak Program PNPM-MP terhadap Pengembangan

Wilayah ... 105

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ... 110 5.2. Saran ... 111

DAFTAR PUSTAKA ... 113

LAMPIRAN

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1. Data Jumlah Populasi Rumah Tangga ... 52

3.2. Jumlah Populasi dan Sampel Menurut Desa/Kelurahan ... 54

4.1. Komposisi Responden Menurut Umur ... 70

4.2. Komposisi Responden Berdasarkan Pekerjaan ... 71

4.3. Komposisi Responden Menurut Pendidikan ... 72

4.4. Komposisi Responden Berdasarkan Pendapatan ... 73

4.5. Besarnya Alokasi Bantuan Langsung Masyarakat ... 88

4.6. Alokasi Dana PNPM-MP Kecamatan Balige Tahun 2007 ... 90

4.7. Alokasi Dana PNM-MP Kecamatan Balige Tahun 2008 ... 91

4.8. Jumlah Dana SPP Tahun 2008 ... 94

4.9. Hasil Analisis Uji Beda Rata-Rata Pendapatan ... 96

4.10. Hasil Analisis Uji Beda Rata-Rata Pendidikan ... 97

4.11 Hasil Analisis Uji Beda Rata-Rata Pendapatan ... 100

4.12. Hasil Analisis Uji Beda Rata-Rata Pendidikan ... 101

(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Lingkaran Kemiskinan ... 24

2.2. Alur Tahapan PNPM Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) ... 47

2.3. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 49

4.1. Komposisi Responden Menurut Umur ... 70

4.2. Komposisi Responden Berdasarkan Pekerjaan ... 71

4.3. Komposisi Responden Menurut Pendidikan ... 72

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1 Peta Wilayah Kabupaten Toba Samosir Berdasarkan Batas Wilayah Kecamatan ...

116

2 Peta Kecamatan Balige ... 117 3 Data Pendidikan Rumah Tangga Responden yang Menerima Program

PNPM-MP ... 118

4 Data Pendapatan Rumah Tangga Responden yang Menerima Program PNPM-MP ... 121 5 Data Pendidikan Rumah Tangga Responden yang Tidak Menerima

Program PNPM-MP ... 124 6 Data Pendapatan Rumah Tangga Responden yang Tidak Menerima

Program PNPM-MP ... 125 7 Rata-rata Pendidikan RT Responden yang Menerima Program

PNPM-MP ... 126 8 Rata-rata Pendapatan RT Responden yang Menerima Program

PNPM-MP ... 128 9 Rata-rata Pendidikan RT Responden yang Tidak Menerima PNPM-MP.... 130 10 Rata-rata Pendapatan RT Respondes yang Tidak Menerima PNPM-MP.... 131 11 Jumlah Tenaga Kerja yang Diserap pada PNPM-MP Tahun 2007-2008 di

Kecamatan Balige Kabupaten Toba Samosir ...

(16)

ABSTRAK

OTTO DWANA SAGALA, EVALUASI PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN (PNPM-MP) TERHADAP PENGEMBANGAN SOSIO-EKONOMI DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI KECAMATAN BALIGE KABUPATEN TOBA SAMOSIR,

dibawah bimbingan Prof. H. Bachtiar Hassan Miraza, SE, Dr. Ir. Tavi Supriana,MS dan

Kasyful Mahalli, SE. M.Si.

Sejak tahun 2007 Kecamatan Balige Kabupaten Toba Samosir telah menjalankan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) untuk mengentaskan kemiskinan. Tujuan Penelitian ini adalah 1). Mengevaluasi pelaksanaan Program PNPM-MP di Kecamatan Balige Kabupaten Toba Samosir, 2). Menganalisis dampak kondisi Sosio-Ekonomi masyarakat sebelum dan sesudah dilaksanakan Program PNPM-MP 3). Menganalisis dampak kondisi Sosio-Ekonomi antara masyarakat yang menerima bantuan dan masyarakat yang tidak menerima bantuan Program PNPM-MP dengan metoda/analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis Uji Beda Rata-Rata (Compare Mean)

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) di Kecamatan Balige belum sepenuhnya dilaksanakan secara baik. Sarana dan prasarana fisik dibangun belum menjadi prioritas utama. Hal ini karena tidak jelas manfaat serta pemanfaatnya. Tingkat partisipasi masyarakat belum datang dari hati nurani tetapi masih digerakkan oleh tokoh-tokoh (informal leader) yang ada di desa tersebut. Dampak PNPM-MP terhadap kondisi sosio ekonomi pendapatan dan pendidikan masyarakat sebelum dan sesudah adanya PNPM-MP berbeda nyata secara positif. Demikian juga pendapatan dan pendidikan masyarakat yang tidak menerima PNPM-MP juga signifikan atau berbeda nyata. Justru kenaikan pendapatan dan pendidikan masyarakat yang menerima Program PNPM-MP lebih rendah, karena umumnya masyarakatnya miskin, tingkat kualitas sumberdaya manusia rendah dan secara umum pekerjaan mereka adalah petani. Dengan adanya program PNPM-MP di Kecamatan Balige menciptakan peluang kerja kepada masyarakat.

(17)

ABSTRACT

OTTO DWANA SAGALA, EVALUATION OF THE NATIONAL PROGRAM OF RURAL INDEPENDENT COMMUNITY ADVOCACY (PNPM-MP) FOR DEVELOPMENT OF SOCIO-ECONOMIC AND WELFARE OF BALIGE SUBREGENCY, TOBA SAMOSIR REGENCY consulted by Prof. H. Bachtiar Hassan Miraza, SE, Dr. Ir. Tavi Supriana, MS, and Kasyful Mahalli SE, M.Si

Since 2007, Balige Subregency of Toba Samosir Regency has implemented the National Program of Rural Independent Community Advocacy (PNPM–MP) for alleviation of poverty. The objective of the study included 1). To evaluate the implementation of PNPM-MP program in Balige Subregency of Toba Samosir Regency, 2). To analyze the impact of socio-economic condition of the community pre and post-implementation of the program. 3). To analyze the socio-economic impact between the beneficiary and the non-beneficiary of the PNPM–MP program using descriptive analysis and Compare Mean Analysis.

The result of the study showed that the the National Program of Rural Independent Community Advocacy (PNPM–MP) in Balige Subregency was still not completely implemented well. The physical facility and infrastructure still not become in priority. It was due to the unobvious benefit and the user. The participation rate of the community still not explored by their awareness but motivated by the informal leaders in the rural area. The impact of PNPM–MP on the socio-economic of income and education of the community pre and post-implementation of the program was significantly different. Similarly, the income and education of the community who was not the beneficiary of the program also significantly different. And even, the increased income and education of the community as the beneficiary was lower due to the community was generally poor with the lower quality of human resources and generally, they worked as farmers. In fact, the PNPM-MP program in Balige Subregency created employment for the community.

(18)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang.

Pelaksanaan kegiatan pembangunan nasional di Indonesia sesungguhnya merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan cita-cita bangsa yakni terciptanya kesejahteraan masyarakat yang adil dan makmur. Pencapaian cita-cita tersebut dilaksanakan secara sistematis dan terpadu dalam bentuk operasional penyelenggaraan pemerintahan, selaras dengan fenomena dan dinamika yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat.

Adanya kesenjangan yang tinggi antara kebutuhan dengan kemampuan manusia dan besarnya tuntutan hidup yang dihadapi manusia saat ini terkadang tidak sesuai dengan kemampuan manusia itu sendiri, mengakibatkan manusia tidak berdaya yang akhirnya menjadi penyebab utama dari kemiskinan.

(19)

Keterlibatan pemerintah dalam menyikapi fenomena kemiskinan sangatlah strategis dengan menempuh kebijakan yang dapat melahirkan program/kegiatan pembangunan secara terpadu, antara pertumbuhan dan pemerataan, termasuk di dalamnya upaya peningkatan peran pemerintah yang lebih mampu menggerakkan peran serta masyarakat dalam pembangunan dan merubah pola pikir serta sikap mental mereka. Seharusnya melalui upaya terpadu diharapkan dapat mengikut sertakan masyarakat dalam kehidupannya serta membantu dan memberdayakan mereka dalam berbagai kegiatan produktif yang sesuai dengan potensi masing-masing, masyarakat jangan hanya dijadikan sebagai sebuah objek pembangunan tetapi juga harus dapat menjadi subjek dari pembangunan tersebut.

Peran dan partisipasi aktif dari masyarakat dapat memaksimalkan tujuan pembangunan itu sendiri dan dapat mengarahkan pembangunan tepat sasaran serta menjadi kunci utama dari keberhasilan pembangunan bangsa ini. Diharapkan kerjasama dan koordinasi dapat tercipta antara masyarakat dengan pemerintah secara baik, dengan melihat apakah masyarakat telah memiliki kemampuan berperan aktif dalam sebuah proses pembangunan, karena kemampuan berperan aktif merupakan hal yang sangat mendukung keberhasilan sebuah proses pembangunan. Oleh karena itu masyarakat jangan hanya dijadikan sebagai sebuah objek pembangunan tetapi juga harus dapat menjadi subjek dari pembangunan tersebut.

(20)

dapat dilihat dari kondisi kelembagaan masyarakat yang belum berdaya, yakni tidak berorientasi pada keadilan, tidak dikelola dengan jujur dan tidak ikhlas berjuang bagi kepentingan masyarakat. Kelembagaan masyarakat yang belum berdaya pada dasarnya disebabkan oleh karakteristik lembaga masyarakat tersebut cenderung tidak mengakar dan tidak representatif. Dan berbagai lembaga masyarakat yang ada saat ini dalam beberapa hal lebih berorientasi pada kepentingan pihak luar masyarakat atau bahkan untuk kepentingan pribadi kelompok tertentu, sehingga kurang memiliki komitmen dan kepedulian pada masyarakat di wilayahnya, terutama masyarakat miskin.

Kondisi lembaga masyarakat yang tidak mengakar dan tidak dipercaya tersebut, pada umumnya tumbuh subur dalam situasi perilaku/sikap masyarakat yang belum berdaya. Ketidakberdayaan masyarakat dalam menyikapi dan menghadapi situasi yang ada dilingkungannya, yang pada akhirnya mendorong sikap masa bodoh, tidak peduli, tidak percaya diri, mengandalkan dan tergantung pada bantuan pihak luar untuk mengatasi masalahnya sendiri, tidak mandiri, serta memudarnya orientasi moral dan nilai-nilai luhur dalam kehidupan bermasyarakat, yakni terutama keikhlasan, keadilan dan kejujuran. Dengan demikian dari uraian di atas cukup jelas menunjukkan bahwa situasi kemiskinan akan tumbuh subur dalam situasi perilaku/sikap dan cara pandang (paradigma) masyarakat yang belum berdaya.

(21)

kebutuhan pokok, angka pengangguran yang tinggi sampai menurun dan merosotnya usaha produktif. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk miskin di Indonesia tahun 2008 adalah 35 juta atau 15,4% dari total populasi. Sedangkan jumlah pengangguran terbuka tahun 2008 adalah 9,4 juta atau 8,5%. Di Tingkat Propinsi Sumatera Utara jumlah penduduk miskin keadaan Maret 2008 sebesar 1.613.800 orang (12,55 persen). dan keadaan ini dari tahun ke tahun juga terus bertambah, disebabkan tidak seimbangnya jumlah antara penyediaan lapangan kerja baru dengan pertumbuhan jumlah penduduk.

Salah satu indikator kemajuan pembangunan adalah pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan ekonomi berbanding lurus dengan kegiatan ekonomi masyarakat, yang sekaligus menggambarkan tingkat ekonomi masyarakat atau besarnya pendapatan masyarakat. Oleh karena itu pembangunan ekonomi dapat dikatakan bertumbuh bilamana ekonomi masyarakatnya juga bertumbuh atau meningkat.

(22)

Seiring dengan perkembangan PDRB Kecamatan Balige Atas Dasar Harga Berlaku yang menunjukkan peningkatan, demikian pula halnya laju pertumbuhan ekonomi mengalami hal positif dari tahun 2003-2006. Laju pertumbuhan ekonomi Kecamatan Balige tahun 2006 sebesar 5,26 persen. Pendapatan per kapita di Kecamatan Balige sampai tahun 2006 sebesar 12.010.908 rupiah atau lebih rendah dari pendapatan perkapita Kabupaten Toba Samosir tahun 2006 yaitu sebesar 12.311.684 rupiah.

Namun demikian pertumbuhan ekonomi yang meningkat belum menjamin penyelesaian masalah kemiskinan, pengangguran dan masalah sosial lainnya secara keseluruhan. Hal ini disebabkan ketimpangan pendapatan yang sangat berbeda. Dalam perhitungan rata-rata pendapatan hal ini tidak terlalu diperhitungkan, namun kenyataannya perbedaan pendapatan diantara masyarakat sangat mencolok. Kondisi tersebut diatas terjadi setiap tahun, sudah tentu ketimpangan semakin besar yang pada akhirnya penyelesaian pemerataan kesejahteraan yang standar sulit untuk dicapai.

(23)

pada peranan partisipasi dan pentingnya memahami dinamika masyarakat dalam proses-proses perubahan yang berlangsung dewasa ini.

Berbagai program kemiskinan yang telah dilaksanakan terdahulu masih bersifat sektoral dan charity yang dalam kenyataannya sering menghadapi kenyataan yang kurang menguntungkan yakni salah sasaran, tercipta benih-benih fragmentasi

sosial dan melemahkan kapital sosial yang ada dalam masyarakat seperti gotong royong, musyawarah dan keswadayaan. Lemahnya kapital sosial ini pada gilirannya juga mendorong pergeseran perilaku masyarakat yang semakin jauh dari semangat kemandirian, kebersamaan dan kepedulian untuk mengatasi persoalan secara bersama-sama, yang sebenarnya dapat menyebabkan ketergantungan masyarakat terhadap bantuan yang diberikan oleh pemerintah.

Lebih ironisnya lagi, masalah kemiskinan telah dijadikan suatu komoditi bagi pemerintah maupun aparat pemerintahan untuk menjalankan program/kegiatan yang dilaksanakan, Hal ini menyebabkan program pengentasan kemiskinan sampai saat ini tidak jarang mengalami kegagalan. Kegagalan ini dibuktikan dengan masih tingginya angka tingkat kemiskinan.

(24)

Desa Tertinggal (IDT) dan program ini berjalan beberapa tahun. Kemudian pada tahun 1999, Pemerintah merasa perlu untuk menyempurnakan program tersebut. Penyempurnaan tersebut melalui program yang diharapkan dapat meningkatkan bantuan pengembangan kepada masyarakat berupa bantuan langsung masyarakat melalui pengelolaan di tingkat kecamatan yang disebut dengan Program Pengembangan Kecamatan (PPK).

Program Pengembangan Kecamatan (PPK) sebagai suatu kebijakan yang ditujukan untuk memberdayakan masyarakat miskin sebagai kelanjutan Inpres Desa Tertinggal yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat perdesaan, memperkuat institusi lokal dan meningkatkan kinerja pemerintah daerah dalam penanggulangan kemiskinan. Secara khusus Program Pengembangan Kecamatan (PPK) dirancang untuk meningkatkan keterpaduan pengembangan usaha produktif melalui pemberian modal usaha maupun pembangunan sarana/prasarana (Petunjuk Teknis PPK, 1998), dan program ini dimulai pada tahun 1998/1999 yang terdiri dari 3 fase yakni fase pertama (PPK I) tahun 1998/1999 sampai 2002, fase kedua (PPK II) tahun 2003 hingga tahun 2006, sedang fase ketiga (PPK III) dimulai tahun 2006.

(25)

terdiri dari PNPM Mandiri Perdesaan untuk masyarakat daerah Kabupaten, PNPM Mandiri Perkotaan untuk masyarakat daerah Kota, PNPM Mandiri Daerah Tertinggal dan Khusus, PNPM Mandiri Infrastruktur Perdesaan, dan PNPM Mandiri Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah. Oleh karena itu PNPM Mandiri diharapkan dapat menjadi suatu sistem pembangunan yang dapat diakses secara adil dan merata oleh semua komponen bangsa ini karena program ini mengusung sistem pembangunan follow up planning.

Program PNPM-MP yang dirancang sebagai bagian dari proses percepatan penanggulangan kemiskinan melalui peningkatan kemampuan kelembagaan masyarakat dan aparat, dengan memberikan modal usaha untuk pengembangan usaha ekonomi produktif dan pembangunan prasarana dan sarana yang mendukung kegiatan ekonomi pedesaan. Program ini juga dirancang sebagai proses pembelajaran (learning) bagi masyarakat dan aparat melalui proses kegiatan pengambilan keputusan yang demokratis, baik dalam perencanaan, pelaksanaan dan pelestarian kegiatan.

(26)

Bentuk-bentuk kegiatan dalam pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) di Kecamatan Balige adalah pembangunan fisik sarana dan prasarana, Simpan Pinjam Perempuan (SPP) yang penyaluran dana yang diberikan kepada kelompok masyarakat di desa.

Masih tetap tingginya jumlah penduduk miskin di Kecamatan Balige tetapi diiringi dengan peningkatan pendapatan perkapita masyarakat Kecamatan Balige setiap tahunnya, menunjukkan masih tingginya perbedaan kesenjangan kondisi sosial ekonomi masyarakat meski program ini telah berjalan beberapa tahun yaitu telah dilaksanakan sejak tahun 2003 dengan dana yang besar.

Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) adalah salah satu program untuk penanggulangan kemiskinan dengan dana yang sangat besar. Maka dengan sebuah asumsi jika hasil evaluasi program ini bisa berjalan dengan baik dan evaluasi bisa dilakukan secara komprehensif dan jujur dengan memenuhi kaidah-kaidah ilmiah penelitian sebagai suatu karya ilmiah sebuah tesis, maka program ini diharapkan akan dapat menjadi program unggulan Pemerintah Kabupaten dan Pusat karena akan sangat membantu pemerintah menanggulangi kemiskinan. Maka berdasar pada latar belakang tersebut diatas penulis mencoba untuk melakukan penelitian yang berjudul “Evaluasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) terhadap

Pengembangan Sosio-Ekonomi dan Kesejahteraan Masyarakat di Kecamatan

(27)

1.2. Perumusan Masalah

1. Bagaimana pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) di Kecamatan Balige Kabupaten Toba Samosir

2. Bagaimana kondisi Sosio-Ekonomi masyarakat sesudah Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) dilaksanakan di Kecamatan Balige Kabupaten Toba Samosir.

3. Bagaimana kondisi Sosio-Ekonomi antara masyarakat yang menerima bantuan dan masyarakat yang tidak menerima bantuan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) masyarakat Kecamatan Balige di Kabupaten Toba Samosir.

1.3. Tujuan Penelitian

1. Mengevaluasi pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) di Kecamatan Balige Kabupaten Toba Samosir.

2. Menganalisis kondisi Sosio-Ekonomi masyarakat sebelum dan sesudah Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) yang dilaksanakan di Kecamatan Balige Kabupaten Toba Samosir.

(28)

1.4. Manfaat Penelitian.

1. Kajian ini diharapkan memberi informasi bagi para pengambil kebijakan pada Pemerintah Kabupaten Toba Samosir menghasilkan perencanaan yang lebih baik dalam penerapan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP).

2. Kajian ini diharapkan memberi informasi bagi para pengambil kebijakan baik pihak eksekutif maupun legislatif untuk menciptakan regulasi yang tepat dalam mendinamisasi, mengkomunikasi, menstimulasi dan memfasilitasi masyarakat.

3. Kajian ini diharapkan memberi manfaat sebagai bahan evaluasi serta monitoring pelaksanaan pengembangan sosial-ekonomi dan kesejahteraan masyarakat dalam penerapan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP).

(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian dan Konsep Evaluasi.

Istilah evaluasi mencapai cakupan yang cukup luas, yang dapat mengarah kepada setiap kegiatan dalam pengambilan kebijakan. Weiss (1972), mengatakan bahwa : “Evaluation is an elastic word that stretches to cover judgment of many kinds” (evaluasi adalah suatu kata yang elastis yang dapat meluas meliputi penilaian kebenaran dan keberhasilan mengenai banyak hal). Ditegaskan pula oleh Weiss, bahwa semua penilaian itu berisikan penentuan keberhasilan dari setiap pelaksanaan suatu program atau keputusan.

Evaluasi sebuah kebijakan sangatlah penting dan perlu, tidak hanya untuk mengkaji bahwa hasil kebijakan itu memenuhi kebutuhan dan kepentingan masyarakat, tetapi juga tiap-tiap kegiatan dalam program tersebut dilakukan dengan efisien dan efektif dengan hasil kegiatan yang nyata dan bermanfaat bagi seluruh pelaksanaan.

(30)

berbagai pengertian diatas dapat dipahami bahwa evaluasi merupakan suatu kegiatan yang membandingkan antara program apa yang direncanakan dengan dengan hasil yang dicapai setelah program tersebut dilaksanakan, dengan menggunakan tolok ukur yang ditetapkan.

Evaluasi yang sangat sederhana adalah dengan mengumpulkan informasi tentang keadaan sebelum dan sesudah pelaksanaan atau dengan kata lain evaluasi bukanlah hanya sekedar meletakkan hasil-hasil proyek atau kegiatan, melainkan juga dengan jelas hal-hal yang menunjang atau menghambat.

Dalam pemahaman pengertian konsep evaluasi oleh Scriven dalam Tayibnapis (1995), secara menyeluruh terdapat dua konsep besar yang berhubungan dengan penelitian ini yaitu :

(31)

program kesehatan, evaluasi juga melibatkan semua komponen yang ada akan tetapi evaluasinya pada akhir program.

b. Konsep evaluasi internal dan eksternal, evaluasi internal evaluator adalah untuk mengetahui lebih banyak tentang programnya dari pada orang luar, dan evaluator begitu dekat dengan programnya itu. Sementara konsep evaluasi eksternal antara lain mampu menangkap hal-hal yang dianggap penting bagi program yang tidak diketahui secara internal.

Sementara itu pada bagian lain Bryant and White dalam Kuncoro (1997), mengatakan bahwa dalam melakukan evaluasi suatu rencana atau program dan implementasi, maka akan terdapat beberapa jenis kendala, yaitu :

a. Kendala Psikologis, yaitu evaluasi dapat menjadi ancaman dan orang melihat bahwa evaluasi itu adalah merupakan sarana untuk mengkritik orang lain.

b. Kendala Ekonomis, yaitu untuk melakukan evaluasi yang baik itu mahal dalam segi waktu dan uang, serta tidak selalu sepadan antara ketersediaan data dan biaya.

(32)

data tersebut akan hanya ditumpuk begitu saja tanpa diperhatikan dan diolah untuk dimanfaatkan.

Evalusi terhadap pelaksanaan suatu program biasa menemui kendala sulitnya memperoleh data-data pendukung penelitian baik data sekunder maupun data primer di lapangan. Hal ini merupakan kendala psikologis yang terjadi ketika pelaksana program merasa aib dan kesalahannya dapat terbongkar akibat dari diadakannya evaluasi. Pada penelitian ini konsep evaluasi program yang digunakan adalah evaluasi sumatif berupa penekanan pada pelaksanaan kegiatan program yang telah selesai dilaksanakan untuk memberikan informasi tentang tingkat pencapaian tujuan program serta manfaat dan kegunaan program bagi pemanfaat.

2.2. Fungsi dan Pendekatan dalam Evaluasi.

Evaluasi memainkan sejumlah fungsi utama dalam analisis kebijakan antara lain :

a. Evaluasi memberi informasi yang valid dan tepat untuk dipercaya, dimana seberapa jauh kebutuhan, nilai dan kesempatan telah dapat dicapai melalui tindakan publik.

b. Evaluasi dapat memberi sumbangan klarifikasi dan ktirik terhadap nilai-nilai yang mendasari pemilihan tujuan dan target.

(33)

Metoda pendekatan yang dapat dilakukan dalam penelitian evaluasi menurut Patton dan Sawicki (1991), metoda evaluasi secara umum dapat diklasifikasikan menjadi 6 (enam) yaitu :

a. Before and after comparisons, metode ini mengkaji suatu objek penelitian dengan membandingkan antara kondisi sebelum dan kondisi sesudahnya suatu kebijakan atau program diimplementasikan.

b. With and without comparisons, metode ini mengkaji suatu objek penelitian dengan menggunakan pembandingan kondisi antara yang tidak mendapat dan yang mendapat kebijakan atau program, yang telah dimodifikasi dengan memasukkan perbandingan kriteria-kriteria yang relevan di tempat kejadian peristiwa (TKP) dengan program terhadap suatu TKP tanpa program.

c. Actual versus planned performance comparisons, metode ini mengkaji suatu objek penelitian dengan membandingkan kondisi yang ada (actual) dengan ketetapan-ketetapan perencanaan yang ada (planned).

d. Experimental (controlled) model, metode ini mengkaji suatu objek penelitian dengan melakukan percobaan yang terkontrol/dikendalikan untuk mengetahui kondisi yang diteliti.

(34)

f. Cost oriented models, metode ini mengkaji suatu objek penelitian yang hanya didasarkan pada penelitian biaya terhadap suatu rencana.

Pada penelitian ini pendekatan evaluasi yang digunakan untuk mengetahui efektivitas pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) dapat diukur melalui indikator outcomes atau dampak dari program. Dampak yang dirasakan oleh masyarakat sekitar setelah adanya output dari implementasi kebijakan ini yang diharapkan terjadi, adalah (1) peningkatan kesejahteraan masyarakat, (2) peningkatan pendapatan masyarakat.

2.3. Kemiskinan.

Kemiskinan merupakan masalah sosial yang telah mengakar dari tahun ke tahun di Indonesia. Kemiskinan menjadi suatu hal yang sangat menarik bagi kalangan akademisi maupun praktisi. Ilmu kemiskinan dari hari kehari berkembang sesuai dengan perkembangan permasalahan yang terkait dengannya. Kemiskinan pada dasarnya adalah suatu permasalahan yang kompleks dan tidak hanya berurusan dengan kepemilikan harta benda, kemiskinan bukan saja berurusan dengan ekonomi, tetapi bersifat multidimensional karena berurusan dengan persoalan-persoalan non ekonomi (sosial, budaya, dan politik). Karena bersifat multidimensional tersebut maka kemiskinan tidak hanya berurusan dengan kesejahteraan sosial. Menurut Suharto (2005), kemiskinan memiliki beberapa ciri, diantaranya:

(35)

2. Ketiadaaan akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan, pendidikan dan keluarga)

3. Ketiadaan jaminan masa depan (karena tiadanya investasi untuk pendidikan dan keluarga)

4. Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual maupun massal

5. Rendahnya kualitas sumber daya manusia dan dan keterbatasan sumber daya alam

6. Ketidakterlibatan dalam kegiatan sosial masyarakat

7. Ketiadaan akses terhadap lapangan pekerjaan dan mata pencaharian yang berkesinambungan

8. Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental

9. Ketidakmampuan dan ketidakberuntungan sosial (anak terlantar, wanita korban tindak kekerasan rumah tangga, janda miskin, kelompok marjinal dan terpencil).

(36)

Bappenas mendefinisikan kemiskinan dalam 3 (tiga) kriteria yaitu :

Pertama, berdasarkan Kebutuhan Dasar;

Suatu ketidak mampuan (lack of capabilities) seseorang, keluarga dan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup minimum antara lain : papan, sandang, perumahan, pelayanan kesehatan dan pendidikan, penyediaan air bersih dan sanitasi. Ketidak mampuan ini akan mengakibatkan rendahnya kemampuan fisik dan mental seseorang, keluarga dan masyarakat dalam melakukan kegiatan sehari-hari.

Kedua, berdasarkan Pendapatan;

Suatu tingkat pendapatan atau pengeluaran seseorang, keluarga dan masyarakat berada di bawah ukuran tertentu (garis kemiskinan). Kemiskinan ini terutama disebabkan oleh rendahnya penguasaan asset seperti lahan, modal, dan kesempatan usahan.

Ketiga, berdasarkan Kemampuan Dasar;

(37)

Menurut BPS dan Depsos, kemiskinan merupakan sebuah kondisi yang berada di bawah garis nilai standar kebutuhan minimum, baik untuk makanan dan non-makanan, yang disebut garis kemiskinan (poverty level) atau batas kemiskinan (poverty treshold). Garis kemiskinan yaitu sejumlah rupiah yang diperlukan oleh setiap individu untuk dapat membayar kebutuhan dasar makanan setara 2100 kilo kalori per orang per hari dan kebutuhan non-makanan yang terdiri dari perumahan, pakaian, kesehatan, pendidikan, transportasi, serta aneka barang dan jasa lainnya.

Kemiskinan itu bersifat multidimensi, artinya karena kebutuhan manusia itu bermacam-macam maka kemiskinan pun memiliki banyak dimensi. Kemiskinan dapat dilihat dalam dua bentuk, yaitu :

a. Kemiskinan Absolut (mutlak). Keadaan individu/kelompok masyarakat yang hidup dibawah garis kemiskinan yang ditentukan menurut ukuran tertentu.

b. Kemiskinan Relatif (nisbi), keadaan kesejahteraan orang atau kelompok dibandingkan dengan kesejahteraan orang atau kelompok lain.

Sedangkan dari kebijakan umum, maka kemiskinan tersebut dapat dilihat dari dimensi primer, dalam wujud miskin akan asset, organisasi sosial dan politik, pengetahuan serta ketrampilan, dan dimensi sekunder, wujud miskin tersebut ditunjukkan oleh jaringan sosial, sumber-sumber keuangan dan informasi.

(38)

a. Kemiskinan yang diakibatkan globalisasi. Globalisasi mengakibatkan pemenang dan pengkalah. Pemenang umumnya negara maju, negara-negara berkembang seringkali terpinggirkan oleh persaingan dan pasar bebas yang menjadi prasyarat globalisasi.

b. Kemiskinan yang berkaitan dengan pembangunan. Kemiskinan subsitem (kemiskinan akibat rendahnya pembangunan); kemiskinan perdesaan (kemiskinan akibat peminggiran perdesaan dalam proses pembangunan); kemiskinan perkotaan (kemiskinan yang disebabkan oleh hakekat dan kecepatan pertumbuhan perkotaan).

c. Kemiskinan Sosial. Kemiskinan yang dialami perempuan, anak-anak, dan kelompok minoritas.

d. Kemiskinan Konsekuensial. Kemiskinan yang terjadi akibat kejadian-kejadian lain atau faktor-faktor eksternal di luar si miskin, seperti konflik, bencana alam, kerusakan lingkungan, dan tingginya jumlah penduduk.

2.4. Faktor Penyebab Kemiskinan.

(39)

berhubungan dengan potensi alamiah, teknologi dan rendahnya aksessibilitas terhadap kelembagaan yang ada.

Kedua faktor tersebut menentukan aksessibilitas masyarakat miskin dalam memanfaatkan peluang-peluang ekonomi dalam menunjang kehidupannya. Kemiskinan sesungguhnya merupakan suatu fenomena yang kait-mengkait antara satu faktor dengan faktor lainnya. Oleh karena itu untuk mengkaji masalah kemiskinan harus diperhatikan jalinan antara faktor-faktor penyebab kemiskinan dan faktor yang berada dibalik kemiskinan.

(40)

Menurut Kuncoro (2004), yang mengutip Sharp menyatakan penyebab kemiskinan dipandang dari sisi ekonomi.

1. Secara mikro kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapatan yang timpang. Penduduk miskin hanya memiliki sumber daya dalam jumlah terbatas dan kualitasnya rendah.

2. Kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumberdaya manusia yang rendah berarti produktivitasnya rendah, yang pada gilirannya upahnya rendah. Rendahnya kualitas sumber daya manusia ini karena rendahnya pendidikan, nasib yang kurang beruntung, adanya diskriminasi, atau karena keturunan.

3. Kemiskinan muncul akibat perbedaan akses dalam modal.

(41)
[image:41.612.106.521.134.339.2]

Gambar 2.1. Lingkaran Kemiskinan (The Vicious Circle of Poverty) Sumber : Kuncoro (2004)

Untuk kasus Indonesia Ginanjar (1996), mengemukakan ada empat faktor kemiskinan. Faktor tersebut yaitu :

(1) rendahnya taraf pendidikan; (2) rendahnya taraf kesehatan; (3) terbatasnya lapangan kerja; dan (4) kondisi keterisolasian.

Dengan rendahnya faktor-faktor di atas menyebabkan aktivitas ekonomi yang dapat dilakukan berakibat terhadap rendahnya produksi dan pendapatan yang diterima. Pada gilirannya pendapatan tersebut mampu memenuhi kebutuhan fisik minimum yang menyebabkan terjadi proses kemiskinan.

Ketidaksempurnaan Pasar Keterbelakangan Ketertinggalan Kekurangan Modal

Produktivitas Rendah

Pendapatan Rendah Tabungan Rendah

(42)

2.5. Konsep Partisipasi.

Partisipasi menyangkut kesamaan dan kesepakatan program dalam struktur pengembangan yang sudah terpadu dan terencana dalam program community development yang dibangun secara bersama. Konsep partisipasi mengandung 3 ciri utama:

1. Adanya kesepakatan yang dijanjikan sebagai pedoman dalam rangka memahami dan mewujudkan tindakan

2. Adanya tindakan yang didasari oleh kesepakatan

3. Adanya pembagian kerja dan tanggung jawab dalam kedudukan yang setara dalam status dan peran yang harus diwujukan dalam interaksi sosial yang ada

Selama ini keterlibatan masyarakat hanya dilihat dari konteks yang sempit, artinya manusia cukup dipandang sebagai tenaga kasar untuk mengurangi biaya pembangunan sosial. Dengan kondisi ini peran serta masyarakat terbatas pada implementasi atau penerapan program untuk menjadi kreatif, daya masyarakat tidak dikembangkan dari dalam dirinya dan harus menerima keputusan yang sudah diambil pihak luar, maka partisipasi mencapai bentuk yang pasti (Midgley dalam Moeljarto,1995)

(43)

influence the direction and execution of development project rather than merely

receive a share of project benefits”. Keterlibatan masyarakat mulai dari tahap perencanaan, pembuatan keputusan, penikmatan hasil dan evaluasi. Partisipasi mendukung masyarakat untuk mulai sadar akan situasi dan masalah yang dihadapi serta berupaya mencari jalan keluar yang dapat dipakai untuk mengatasi masalah yang mereka. Partisipasi juga membantu masyarakat untuk melihat realitas sosial ekonomi yang mengelilingi mereka (Paul dalam Moeljarto, 1995).

Menurut Mappadjantji (2005), konsep-konsep dasar pembangunan yang sesuai dengan Sains Baru:

Pertama, naluri setiap manusia adalah mempertahankan keberlangsungan keberadaannya. Aktivitas biologis yang dilakukan oleh mahluk yang paling rendah sampai pada manusia dipicu oleh naluri. Kita akan menemukan bahwa banyak kegiatan sosial, ekonomi, dan politik manusia pada dasarnya juga merupakan perwujudan dari naluri.

(44)

(hipotesis boot strap). Proses autopoisies pada mahluk hidup yang diuraikan sebelumnya juga berkaitan erat dengan fenomena partisipasi.

Ketiga, proses merupakan esensi semesta dan bersifat terberi. Proses bersifat

chaotic, sulit diduga atau diprediksi. Dari perspektif kuantum, perubahan yang dibawa oleh proses merupakan gelombang probabilitas yang bersifat netral, bukan ancaman dan bukan pula peluang. Kitalah yang menentukan wujud dari probabilitas tersebut.

Kombinasi dari ketiga aspek yang diatas mengantar kita kepada pemahaman baru bahwa pembangunan semestinya merupakan serangkaian upaya sadar manusia untuk berpartisipasi menciptakan kebaruan tatanan dan atau lingkungannya dalam kerangka mempertahankan atau bahkan meningkatkan kualitas keberadaannya dengan memanfaatkan proses perubahan yang sedang terjadi.

Mappadjantji (2005) juga mengungkapkan keadilan berpartisipasi diwujudkan dalam bentuk ketersediaan berbagai pilihan (choice) bagi masyarakat dibidang sosial, ekonomi dan budaya, sedang pada sisi lainnya berupa adanya kemandirian masyarakat untuk memilih termasuk menyalurkan aspirasinya. Choice dan Voice

(45)

dalam tatanan seperti ini akan memberikan makna yang dalam bagi semua kelompok masyarakat, karena mereka dapat menikmati keberadaan mereka didalam tatanannya.

Selanjutnya Dwiyanto (2004), menyebutkan tiga dimensi yang menjadi ciri

governance :

1. Dimensi kelembagaan dimana sistem administrasi dilaksanakan dengan melibatkan banyak pelaku (multi stakeholders) baik dari pemerintah maupun dari luar pemerintah.

2. Dimensi nilai yang menjadi dasar tindakan administrasi lebih kompleks dari sekedar pencapaian efisiensi dan efekstifitas namun lebih mengakomodir nilai-nilai universal seperti keadilan, partisipasi, kesetaraan, demokrasi dan nilai-nilai-nilai-nilai lain yang terkandung dalam norma kehidupan masyarakat

3. Dimensi proses, dimana proses administrasi merupakan suatu tindakan bersama yang dikembangkan dalam bentuk jaringan kerja untuk merespon tuntutan dan kebutuhan publik melalu upaya formulasi dan implementasi kebijakan publik

(46)

non pemerintah dapat saja memegang peran yang lebih dominan, atau malah lebih dari itu pemerintah tidak mengambil peran apapun ”governance without government”.

Konsep governance yang mensyaratkan partisipasi dalam keseluruhan proses formulasi dan implementsi mengakibatkan sistem administrasi itu sendiri menjadi sangat kompleks yang termanifestasi melalui keragamanan partisipan/stakeholders, perspektif, situasi, nilai dan strategi serta hasil dan efek aktual yang mereka inginkan.

Nilai dan interest korporasi misalnya akan sangat dikotomis dengan nilai dan interest masyarakat lokal di lingkungan operasionalnya, demikian juga tentunya nilai dan interest pemerintah yang menjadi otoritasnya. Tuntutan masyarakat atas tanggungjawab sosial perusahaan tentunya akan direspon oleh perusahaan berdasarkan nilai dan interestnya sebagai lembaga korporasi, sedangkan pemerintah sendiri akan melihat interaksi tersebut berdasarkan nilai dan kepentingannya terhadap masyarakat dan perusahaan itu sendiri.

(47)

Parsons (2005), menyebutkan bahwa dalam masyarakat demokratis warga negara menghadapi banyak agen yang bertanggungjawab atas penyediaan pelayanan publik yang membuka jalan bagi terbentuknya suatu model penyampaian kebijakan yang berbasis kemitraaan baru antara sektor publik dan privat, mekanisme pasar dan kebijakn publik yang marketized serta peran baru untuk sektor sukarela dan komunitas. Dengan kata lain model implementasi kebijakan yang melibatkan sejumlah besar stakeholders sebagaimana dikutipnya dari pernyataan Self, “Penyediaan layanan kesejahteraan dapat dianggap sebagai campuran kompleks dari konstribusi-konstribusi dari empat besar sumber; pemerintah, pasar, dan organisasi sukarela, dam rumah tangga individual”.

2.6. Konsep Pemberdayaan.

Konsep pemberdayaan dapat ditinjau dari perspektif pembangunan berdasarkan indikator kesejahteraan yang ditandai dengan kemakmuran yaitu meningkatnya komsumsi yang disebabkan oleh meningkatnya pendapatan. Maka dengan asumsi-asumsi pembangunan yang ada yaitu kesempatan kerja atau partisipasi termanfaatkan secara penuh (full employment), setiap orang memiliki kemampuan yang sama (equal productivity), dan masing-masing pelaku bertindak rasional (efficient) dapat terpenuhi.

(48)

lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan, maka pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial, yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya.

Program pembangunan melalui pendekatan pemberdayaan yaitu masyarakat berdaya (mempunyai kemampuan). Kemampuan disini meliputi aspek fisik dan material, aspek ekonomi dan pendapatan, aspek kelembagaan (tumbuhnya kekuatan individu dalam bentuk wadah/kelompok), kekuatan kerjasama, kekuatan intelektual (meningkatnya sumberdaya manusia) dan kekuatan komitmen bersama untuk mematuhi dan menerapkan prinsip-prinsip pemberdayaan.

(49)

daerah dan pembangunan khusus yang semuanya dilaksanakan secara terpadu, terarah dan sistematis (Dwidjowijoto, 2000).

Todaro (1994), menyatakan pembangunan adalah proses multidimensional yang melibatkan perubahan–perubahan mendasar dalam struktur sosial, perilaku sosial dan institusi nasional disamping akselerasi pertumbuhan ekonomi, pengurangan ketidakmampuan dan pemberantasan kemiskinan. Pendapat ini didukung oleh Meier (1995), yang memandang bahwa pembangunan ekonomi dimaknai sebagai proses terus meningkatnya pertumbuhan ekonomi dalam kurun waktu tertentu dengan didasarkan pada tidak meningkatnya jumlah kemiskinan absolut dan distribusi pendapatan yang tidak memburuk dan dalam jangka waktu yang panjang perlu ditekankan karena apa yang menjadi titik perhatian utama dalam pembangunan ekonomi adalah peningkatan pendapatan riil masyarakat yang terus menerus (sustained) dalam jangka panjang.

(50)

masyarakat pada hakikatnya adalah nilai kolektif pemberdayaan individual (Friedmann,1992).

Pemberdayaan (empowerment) sebagai konsep alternatif pembangunan pada intinya menekankan pada otonomi pengambilan keputusan dari suatu kelompok masyarakat, yang berlandas pada sumber daya pribadi, langsung (melalui partisipasi), demokratis dan pembelajaran sosial melalui pengalaman langsung. Sebagai titik fokusnya adalah lokalitas sebab masyarakat sipil (civil society) akan merasa siap diberdayakan lewat isu-isu lokal dan sangat tidak realistis apabila kekuatan-kekuatan ekonomi dan struktur-struktur diluar masyarakat sipil (civil society) diabaikan (Hall dalam Friedmann, 1992).

Pemberdayaan (empowerment) merupakan hasil kerja proses interaktif baik pada tataran ideologis maupun pada tataran implementasinya. Pada tataran ideologis konsep empowerment merupakan hasil interaksi antar konsep top down dan bottom up antar growth strategy and people centered strategy dan pada tataran implementasi interaktif akan terjadi lewat pertarungan antar otonomi (Friedmann, 1992). Konsep pemberdayaan sekaligus mengandung konteks pemihakan kepada lapisan masyarkat yang berada pada garis kemiskinan (Mubyarto,1997).

2.7. Konsep Pengembangan Wilayah.

(51)

Pengembangan mengacu kepada masalah staf dan personil adalah suatu proses pendidikan dan pembelajaran (learning) jangka panjang menggunakan suatu prosedur yang sistematis dan terorganisasi dengan managerial dan belajar pengetahuan konseptual dan teoritis untuk tujuan umum. Maka pengembangan adalah suatu bentuk pembangunan dari objek yang sedang dibangun. Karena pengembangan memahami arti dari pembangunan itu sendiri dan itu lebih berorientasi pada upaya bertahap dalam mengembangkan objek-objek atau bidang tersebut dengan pendekatan teori pengembangan organisasi dan pengembangan. Dari pengertian tersebut diarttkan bahwa pengembangan adalah upaya yang secara terus menerus menuju hasil yang lebih baik masih dihadapkan dengan pengelolaan yang kurang profesional

(52)

dan equality adalah dua hal yang perlu diperhatikan bagi mencapai keunggulan wilayah yang bersaing dengan wilayah lainnya.

Dalam kenyataannya hipotesis makro ekonomi ini tidak selalu signifikan teruji. Dalam masa-masa pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi pada tahun 80-an ternyata tetesan pembangunan tidak terasa bagi masyarakat miskin terutama di perdesaan. Keadaan ini yang menuntut pergeseran paradigma pertumbuhan menuju

people centred development yang memperlakukan manusia sebagai yang utama dalam pembangunan melalui kontribusi masing-masing serta partisipasi dalam peningkatan setiap pelaku ekonomi.

Untuk mengembangkan sebuah wilayah secara optimal dibutuhkan intervensi dan kebijakan agar mekanisme pasar tidak menimbulkan dampak-dampak negatif terhadap lingkungan. Kebijakan tersebut meliputi upaya-upaya pengembangan kegiatan-kegiatan sosial ekonomi di kawasan-kawasan yang terdapat di dalam wilayah tersebut agar kegiatan-kegiatan tersebar sesuai dengan potensi kawasan dan infrastruktur pendukungnya. Apabila dapat tersebar merata maka kesempatan kerja akan tersebar. Diharapkan bahwa penduduk tersebar secara proporsional sehingga dapat meningkatkan efisiensi pembangunan prasarana wilayah yang dibutuhkan.

(53)

diharapkan. Perumusan kebijakan ini biasanya didasarkan pada kondisi fisik dan sosial ekonomi wilayah.

Menurut Kuncoro (2004), bahwa teori pembangunan sekarang ini tidak mampu untuk menjelaskan kegiatan-kegiatan pembangunan ekonomi daerah secara tuntas dan komprehensif. Oleh karena itu, suatu pendekatan alternatif terhadap teori pembangunan adalah untuk kepentingan perencanaan pembangunan ekonomi daerah (lokal) Pendekatan pembangunan ekonomi daerah harus merupakan sintesis dan perumusan kembali konsep-konsep yang telah dan memberikan dasar bagi kerangka pikir dan rencana aksi atau tindakan yang diambil dalam konteks pembangunan ekonomi daerah (wilayah).

Ciri utama pengembangan ekonomi lokal (wilayah) adalah pada titik beratnya pada kebijakan ”endogenous development” yang menggunakan potensi sumber daya manusia, institutional dan fisik setempat. Orientasi ini mengarahkan kepada fokus dalam proses pembangunan untuk menciptakan lapangan kerja baru dengan merangsang pertumbuhan kegiatan ekonomi.

Dari aspek ekonomi, pengembangan wilayah dapat diartikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan masyarakat meningkat dalam jangka waktu yang panjang. Dari pengertian tersebut dapat terlihat pembangunan ekonomi mempunyai sifat antara lain:

(54)

2. Usaha untuk menaikkan tingkat pendapatan masyarakat

3. Kenaikan pendapatan tersebut terus berlangsung dalam jangka panjang (Sukirno, 1991)

Adapun sasaran pembangunan menurut Todaro (1994), adalah:

1. Meningkatkan persediaan dan memperluas pembagian dan memperluas atau pemerataan bahan-bahan pokok yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup seperti makan, perumahan dan kesehatan dan perlindungan.

2. Meningkatkan taraf hidup termasuk didalamnya meningkatkan penghasilan, penyediaan lapangan kerja yang memadai, pendidikan yang lebih baik dan perhatian yang lebih besar terhadap nilai budaya manusiawi

3. Memperluas jangkauan pilihan ekonomi dan sosial bagi semua individual dan nasional dengan cara mereka dari sikap-sikap budak dan ketergantungan juga tidak hanya hubungan dengan orang lain dan negara lain tapi juga sumber kebodohan dan penderitaan orang lain.

(55)

2.8. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP)

a. Gambaran Umum PNPM-MP

Mulai tahun 2007 Pemerintah Indonesia mencanangkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri yang terdiri dari PNPM Mandiri Perdesaan, PNPM Mandiri Perkotaan, serta PNPM Mandiri wilayah khusus dan desa tertinggal. PNPM Mandiri Perdesaan adalah program untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan secara terpadu dan berkelanjutan. Pendekatan PNPM Mandiri Perdesaan merupakan pengembangan dari Program Pengembangan Kecamatan (PPK), yang selama ini dinilai berhasil. Beberapa keberhasilan PPK adalah berupa penyediaan lapangan kerja dan pendapatan bagi kelompok rakyat miskin, efisiensi dan efektivitas kegiatan, serta berhasil menumbuhkan kebersamaan dan partisipasi masyarakat.

(56)

kualitas dan kuantitas prasarana sarana sosial dasar dan ekonomi masyarakat; (5) pengembangan jaringan kemitraan dalam pembangunan.

Dalam rangka mencapai visi dan misi PNPM Mandiri Perdesaan, strategi yang dikembangkan PNPM Mandiri Perdesaan yaitu menjadikan rumah tangga miskin (RTM) sebagai kelompok sasaran, menguatkan sistem pembangunan partisipatif, serta mengembangkan kelembagaan kerja sama antar desa. Berdasarkan visi, misi, dan strategi yang dikembangkan, maka PNPM Mandiri Perdesaan lebih menekankan pentingnya pemberdayaan sebagai pendekatan yang dipilih. Melalui PNPM Mandiri Perdesaan diharapkan masyarakat dapat menuntaskan tahapan pemberdayaan yaitu tercapainya kemandirian dan keberlanjutan, setelah tahapan pembelajaran dilakukan melalui Program Pengembangan Kecamatan (PPK).

b. Tujuan PNPM-MP.

Tujuan Umum PNPM Mandiri Perdesaan adalah meningkatnya kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin di perdesaan dengan mendorong kemandirian dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan pembangunan.

Tujuan khususnya meliputi:

(57)

2. Melembagakan pengelolaan pembangunan partisipatif dengan mendayagunakan sumber daya lokal

3. Mengembangkan kapasitas pemerintahan desa dalam memfasilitasi pengelolaan pembangunan partisipatif

4. Menyediakan prasarana sarana sosial dasar dan ekonomi yang diprioritaskan oleh masyarakat

5. Melembagakan pengelolaan dana bergulir

6. Mendorong terbentuk dan berkembangnya Badan KerjaSama Antar Desa BKAD)

c. Prinsip Dasar PNPM Mandiri Perdesaan

Sesuai dengan Pedoman Umum PNPM Mandiri Perdesaan mempunyai prinsip atau nilai-nilai dasar yang selalu menjadi landasan atau acuan dalam setiap pengambilan keputusan maupun tindakan yang akan diambil dalam pelaksanaan rangkaian kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan. Nilai-nilai dasar tersebut diyakini mampu mendorong terwujudnya tujuan PNPM Mandiri Perdesaan. Prinsip-prinsip itu meliputi:

1. Bertumpu pada pembangunan manusia. 2. Otonomi.

3 . Desentralisasi.

(58)

5. Partisipasi.

6. Kesetaraan dan keadilan gender. 7. Demokratis.

8 . Transparansi dan Akuntabel. 9 . Prioritas.

10. Keberlanjutan.

d. Ketentuan Dasar PNPM Mandiri Perdesaan

Ketentuan dasar PNPM Mandiri Perdesaan merupakan ketentuan-ketentuan pokok yang digunakan sebagai acuan bagi masyarakat dan pelaku lainnya dalam melaksanakan kegiatan, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pelestarian. Ketentuan dasar PNPM Mandiri Perdesaan dimaksudkan untuk mencapai tujuan secara lebih terarah. Ketentuan dasar meliputi :

1. Desa Berpartisipasi

Seluruh desa di kecamatan penerima PNPM Mandiri Perdesaan berhak berpartisipasi dalam seluruh tahapan program. Namun, untuk kecamatan-kecamatan yang pemilihan maupun penentuan besarnya BLM didasarkan pada adanya desa tertinggal, maka kegiatan yang diusulkan oleh desa-desa tertinggal akan mendapat prioritas didanai.

(59)

kegiatan harus dinilai kelayakannya secara teknis maupun manfaat sosial ekonominya.

2. Kriteria dan Jenis Kegiatan

Kegiatan yang akan dibiayai melalui dana BLM diutamakan untuk kegiatan yang memenuhi kriteria (a) lebih bermanfaat bagi RTM, baik di lokasi desa tertinggal maupun bukan desa tertinggal, (b) berdampak langsung dalam peningkatan kesejahteraan (c) dapat dikerjakan oleh masyarakat dan (d) didukung oleh sumber daya yang ada

Jenis-jenis kegiatan yang dibiayai melalui BLM PNPM Mandiri Perdesaan adalah sebagai berikut :

• Kegiatan pembangunan atau perbaikan prasarana sarana dasar yang dapat

memberikan manfaat langsung secara ekonomi bagi RTM,

• Kegiatan peningkatan bidang pelayanan kesehatan dan pendidikan, termasuk

kegiatan pelatihan pengembangan ketrampilan masyarakat (pendidikan nonformal)

• Kegiatan peningkatan kapasitas/ketrampilan kelompok usaha ekonomi terutama

bagi kelompok usaha yang berkaitan dengan produksi berbasis sumberdaya lokal.

(60)

3. Mekanisme usulan kegiatan

Setiap desa dapat mengajukan 3 (tiga) usulan untuk dapat didanai dengan BLM PNPM Mandiri Perdesaan. Setiap usulan harus merupakan 1 (satu) jenis kegiatan/satu paket kegiatan yang secara langsung saling berkaitan. Tiga usulan dimaksud adalah:

• Usulan kegiatan sarana prasarana dasar atau kegiatan peningkatan kualitas hidup

masyarakat (kesehatan atau pendidikan) atau peningkatan kapasitas/ketrampilan kelompok usaha ekonomi yang ditetapkan oleh musyawarah desa khusus perempuan.

• Usulan kegiatan simpan pinjam bagi Kelompok

Perempuan

(SPP) yang

ditetapkan oleh musyawarah desa khusus perempuan. Alokasi dana kegiatan SPP ini maksimal 25% dari BLM kecamatan. Tidak ada batasan alokasi maksimal per desa namun harus mempertimbangkan hasil verifikasi kelayakan kelompok.

• Usulan kegiatan sarana prasarana dasar, kegiatan peningkatan kualitas hidup

(61)

Mandiri Perdesaan adalah sebesar Rp 350 juta.

4. Kesetaraan dan Keadilan Gender

Untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender salah satu langkah yang dilakukan adalah dengan pemihakan kepada perempuan. Pemihakan memberi makna berupa upaya pemberian kesempatan bagi perempuan untuk memenuhi kebutuhan dasar, ekonomi, dan politik serta mengakses aset produktif. Sebagai salah satu wujud keberpihakan kepada perempuan, PNPM Mandiri Perdesaan mengharuskan adanya keterlibatan perempuan sebagai pengambil keputusan dan pelaku pada semua tahap perencanaan, pelaksanaan dan pelestarian. Kepentingan perempuan harus terwakili secara memadai.

5. Peningkatan Kapasitas Masyarakat, Lembaga dan Pemerintahan Lokal

Dalam rangka peningkatan kapasitas masyarakat, lembaga dan pemerintahan lokal menuju kemandirian, maka:

• Di setiap desa dipilih, ditetapkan, dan dikembangkan: Kader Pemberdayaan

Masyarakat Desa/Kelurahan (KPMD/K dengan kualifikasi teknik dan pemberdayaan), Tim Penulis Usulan (TPU), Tim Pengelola Kegiatan (TPK), Tim Pemantau, dan Tim Pemelihara

• Di kecamatan dibentuk dan dikembangkan : Badan Kerjasama Antar Desa

(62)

• Diadakan pelatihan kepada pemerintahan desa meliputi pemerintah desa dan

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) atau bentuk kegiatan lain yang dapat menunjang pelaksanaan fungsi dan tugasnya. Pelatihan yang akan diadakan di antaranya meliputi : penyusunan peraturan desa, pengawasan terhadap pelaksanaan, pemerintahan, dan pembangunan, pengelolaan penanganan masalah dan perencanaan kegiatan pembangunan yang partisipatif

• Dilakukan kategorisasi tingkat perkembangan kelembagaan hasil PPK di desa

dan kecamatan. Kategorisasi meliputi tahapan pembentukan dan tahapan pengakaran. Tahap pembentukan untuk mengetahui hubungan antara dinamika kolektivitas dan strategi pendampingan, sedangkan tahap pengakaran untuk mengetahui dinamika kolektivitas dan statuta

• Dilakukan penataan dan pengembangan Kelembagaan Desa serta Antar Desa

(63)

milik, keterwakilan dalam delegasi, serta batas kewenangan.

6. Pendampingan Masyarakat dan Pemerintahan Lokal

(64)

MUSDES SOSIALISASI PENGGALIAN GAGASAN Pelatihan Kader Pember- dayaan Masyarakat Desa/Kelura han Form : Survey Dusun kriteria Kesejahteraan pemetaan RTM diagram kelembagaan kalender musim peta sosial Musdes Perencanaan Musy Desa Khusus Perempuan Verifikasi Usulan

Desain & RAB, Verifikasi Teknis SPP Penulisan Usulan Dgn/tanpa desain RAB MAD Prioritas Usulan MAD Penetapan

Usulan -Penetapan Pendanaan

-Utusan Kecamatan Musdes Informasi Hasil MAD Forum SKPD Musrenbang

Kab -Rangking Usulan -Renstra Kecamatan

Persiapan Pelaksanaan (Pendaftaran Tenaga Pelatihan

TPK, UPK, dan Pelaku Desa

lainnya

Musbangdes Pertanggungjawaban

Supervisi Pelaksanaan dan Kunjungan Antar

desa

Pencairan Dana dan Pelaksanaan Kegiatan Musdes Serah Terima Supervisi Pelaksanaan, Kunjungan antar desa, Pelatihan Tim Pemelihara Pencairan dana dan

Pelaksanaan, Kegiatan ORIENTASI DAN PENGAMATAN LAPANG MAD SOSIALISASI

Evaluasi

Operasional Pemeliharaan

1.Visi Desa 2.Peta Sosial Desa 3.Usulan Desa

(BLM, ADD,PJM, Lainnya

(65)

Gambar 2.2. Alur Tahapan PNPM Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) Sumber : PTO PNPM-MP (2007)

2.9. Penelitian Terdahulu.

Sahara (1993), dalam penelitiannya yang berjudul “Evaluasi Program Perbaikan Lingkungan Perumahan Kota (Program Perbaikan Kampung) Desa Kota-Matsum I,II, III dan IV Kecamatan Medan, Kotamadya Daerah Tingkat II Medan” menyimpulkan Program Perbaikan Kampung (KIP) memberi hasil yang positif terhadap aspek-aspek fisik pada lingkungan pemukiman kumuh dalam Kotamadya Medan. Terhadap lingkungan sosial ekonomi pada aspek pendidikan belum memberi hasil yang positif nyata, aspek kesehatan memberikan hasil yang nyata dan Program KIP memberi nilai-nilai sosial budaya yang positif.

(66)

2.10. Kerangka Pemikiran Penelitian.

[image:66.612.109.520.380.678.2]

Berkenaan dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian maka digambarkan kerangka pemikiran yang menjelaskan evaluasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) terhadap Pengembangan Sosio-Ekonomi dan Kesejahteraan Masyarakat di Kecamatan Balige Kabupaten Toba Samosir. Kerangka pemikiran penelitian seperti gambar 2.3

Gambar 2.3. Kerangka Pemikiran Penelitian

Komparasi

- Peningkatan Kesejahteraan

- Kesempatan Kerja

Masyarakat miskin yang

sosio-ekonomi rendah

- Peningkatan Kesejahteraan

- Kesempatan Kerja

Masyarakat yang tidak mendapat Program

PNPM-MP

(67)

2.11. Hipotesis Penelitian.

Berdasarkan perumusan masalah maka hipotesis yang akan menjadi pedoman awal dalam penelitian adalah :

1. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) berdampak meningkatkan sosial ekonomi masyarakat sesudah program dilaksanakan di Kecamatan Balige Kabupaten Toba Samosir.

(68)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi Penelitian.

Lokasi penelitian dilakukan di 10 (sepuluh) desa/kelurahan yang termasuk dalam wilayah Kecamatan Balige, Kabupaten Toba Samosir, Propinsi Sumatera Utara yaitu Desa Lumban Gorat, Desa Hutadame, Desa Paindoan, Desa Bonan Dolok III, Desa Baruara, Desa Silalahi Pagar Batu, Desa Sianipar Sihailhail, Desa Huta Bulu Mejan, Desa Lumban Gaol. Sembilan Desa dipilih karena merupakan merupakan desa penerima Program Nasional Pemberdayaan Nasional Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) berdasar pada variasi tahun-tahun mendapat bantuan serta kegagalan dan keberhasilan memenangkan kompetisi untuk mendapat bantuan program melalui perangkingan, dan Kelurahan Lumban Dolok sebagai Kelurahan yang tidak mendapat Program Nasional Pemberdayaan Nasional Mandiri Perdesaan (PNPM-MP).

(69)

3.2. Populasi dan Sampel.

[image:69.612.116.526.391.674.2]

Pada penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh rumah tangga yang ada di 10 desa/kelurahan yaitu Desa Lumban Gorat, Desa Hutadame, Desa Paindoan, Desa Bonan Dolok III, Desa Baruara, Desa Silalahi Pagar Batu, Desa Sianipar Sihailhail, Desa Huta Bulu Mejan, Desa Lumban Gaol. Sembilan Desa dipilih karena merupakan merupakan desa penerima Program Nasional Pemberdayaan Nasional Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) dan Kelurahan Lumban Dolok sebagai Kelurahan yang tidak menerima Program Nasional Pemberdayaan Nasional Mandiri Perdesaan (PNPM-MP). dengan jumlah populasi Rumah Tangga seperti pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Data Jumlah populasi Rumah Tangga

No Nama Desa/Kelurahan Jumlah Populasi (KK)

Yang Menerima Program PNPM-MP

1 Lumban Gorat 86

2 Hutadame 98

3 Paindoan 214

4 Bonan Dolok III 129

5 Baurara 356

6 Silalahi Pagar Batu 158

7 Sianipar Sihail-hail 173

8 Hutabulu Mejan 187

9 Lumban Gaol 296

Yang Tidak Menerima Program PNPM-MP

10 Lumban Dolok 453

Total 2.150

(70)

Karena populasi yang begitu besar maka dipilih sejumlah sampel yang mewakili populasi rumah tangga. Banyaknya sampel dihitung dengan menggunakan rumus Slovin (Umar, 2008)

Ne 1 N n 2 + =

Dimana : n

Gambar

Gambar 2.1. Lingkaran Kemiskinan (The Vicious Circle of Poverty)
Gambar 2.3.  Kerangka Pemikiran Penelitian
Tabel 3.1. Data Jumlah populasi Rumah Tangga
Tabel 3.2.  Jumlah Populasi dan Sampel Menurut Desa/Kelurahan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Setelah melakukan penelitian di lapangan, dapat diketahui bahwa partisipasi masyarakat dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan baik pada

RANCANG BANGUN SISTEM INFORMASI PEMINJAMAN DANA PNPM-MPd (PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN.. MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN) KECAMATAN MAJENANG

Dari penegasan diatas dapat disimpulkan bahwa Pemberdayaan masyarakat dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan adalah upaya penguatan

Kabupaten Banyumas” mempunyai t ujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh keberhasilan dana bergulir Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) terhadap

02/Permen-KP/2013, Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Kelautan dan Perikanan terdiri dari; (1) Pengembangan Usaha Mina Perdesaan (PUMP) Perikanan Tangkap,

judul “Analisis Pengaruh Pemanfaatan Dana Pada Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM – MP) Kota

Peran Ekonomi Perempuan Melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan (Studi Kasus Penerima Simpan Pinjam Khusus Perempuan Desa

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) Bagaimana dampak Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) dalam pengembangan prasarana sosial dasar