• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Gambir Di Kabupaten Pakpak Bharat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Gambir Di Kabupaten Pakpak Bharat"

Copied!
127
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PRODUKSI GAMBIR DI KABUPATEN

PAKPAK BHARAT

SKRIPSI

OLEH:

TASYA CHAIRUNA PANE

070304006

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PRODUKSI GAMBIR DI KABUPATEN

PAKPAK BHARAT

SKRIPSI

OLEH:

TASYA CHAIRUNA PANE

070304006

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Departemen Agribisnis, Fakultas Pertanian,

Universitas Sumatera Utara, Medan

Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

(Ir. Diana Chalil, MSi, PhD) (Dr. Ir. Rahmanta Ginting, MSi) NIP 196703031998022001 NIP 196309281998031001

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

ABSTRAK

TASYA CHAIRUNA PANE (070304006/AGRIBISNIS) dengan judul

skripsi ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PRODUKSI GAMBIR DI KABUPATEN PAKPAK BHARAT. Penelitian ini

dilakukan pada bulan Juni tahun 2011 dengan dibimbing oleh Ir. Diana Chalil, MSi, PhD dan Dr. Ir. Rahmanta Ginting, Msi.

Gambir merupakan komoditas ekspor tradisional spesifik Provinsi Sumatera Utara. Kebutuhan gambir dalam beberapa industri semakin meningkat. Kendala yang dihadapi saat ini adalah produktivitas gambir yang masih rendah. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap jumlah produksi daun gambir dan gambir kering di Kabupaten Pakpak Bharat. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi produksi daun gambir adalah tenaga kerja, luas lahan, jenis bibit, penggunaan pupuk, penggunaan pestisida, jumlah tanaman menghasilkan, umur tanaman, cara tanam, frekuensi panen, dan pengalaman petani. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi produksi gambir kering adalah jumlah produksi daun gambir, tenaga kerja, dan teknologi.

Data yang digunakan adalah data primer yaitu data yang diperoleh dari petani gambir di Kabupaten Pakpak Bharat melalui wawancara langsung dengan menggunakan daftar pertanyaan. Dalam menganalisis besarnya pengaruh variabel variabel bebas terhadap variabel terikat digunakan model ekonometrika dengan meregresikan variabel-variabel yang ada menggunakan metode kuadrat terkecil (Ordinary Least Square). Dari hasil regresi dengan metode backward diperoleh hasil penelitian, yaitu 1) jenis bibit, penggunaan pupuk, penggunaan pestisida, jumlah tanaman menghasilkan, frekuensi panen, dan pengalaman petani secara simultan dan parsial, berpengaruh nyata terhadap jumlah produksi daun gambir di Kabupaten Pakpak Bharat, sedangkan tenaga kerja, luas lahan, umur tanaman, dan cara tanam telah dikeluarkan dari model; 2) jumlah produksi daun gambir dan teknologi, secara simultan dan parsial, berpengaruh nyata terhadap jumlah produksi gambir kering di Kabupaten Pakpak Bharat, sedangkan tenaga kerja telah dikeluarkan dari model.

(4)

DAFTAR ISI

Identifikasi Masalah... 5

Tujuan Penelitian ... 5

Kegunaan Penelitian ... 6

TINJAUAN PUSTAKA ... 7

Tinjauan Pustaka ... 7

Landasan Teori ... 13

Konsep produksi ... 13

Fungsi produksi ... 15

Faktor-faktor produksi (input) ... 17

Kerangka Pemikiran ... 21

Hipotesis Penelitian... 22

METODE PENELITIAN ... 24

Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 24

Ruang Lingkup Penelitian ... 25

Metode Penentuan Populasi dan Sampel ... 25

Metode Pengumpulan Data ... 27

Variabel Penelitian ... 27

Metode Analisis Data ... 28

Uji asumsi Ordinary Least Squares (OLS) ... 30

Uji kesesuaian (test goodness of fit) ... 33

Definisi dan Batasan Operasional ... 36

Definisi ... 36

Batasan operasional ... 38

(5)

Deskripsi Daerah Penelitian ... 39

Letak geografis ... 39

Keadaan daerah ... 42

Karakteristik Petani Sampel ... 48

Umur petani ... 48

Tingkat pendidikan petani ... 48

Lama bermukim ... 49

Status kepemilikan lahan gambir ... 50

Luas lahan gambir ... 50

Lama bertani gambir ... 52

Penyerapan tenaga kerja komoditas gambir ... 52

Produksi gambir ... 53

Keanggotaan kelompok tani ... 54

Jumlah anggota keluarga dan tanggungan petani ... 55

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 56

Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Daun Gambir ... 56

Uji asumsi Ordinary Least Squares (OLS) ... 56

Uji kesesuaian (test goodness of fit) model ... 60

Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Gambir Kering ... 68

Uji asumsi Ordinary Least Squares (OLS) ... 68

Uji kesesuaian (test goodness of fit) Model ... 71

KESIMPULAN DAN SARAN ... 77

Kesimpulan... 77

Saran ... 77

Kepada petani gambir ... 77

Kepada pemerintah ... 77

Kepada peneliti ... 78

(6)

ABSTRAK

TASYA CHAIRUNA PANE (070304006/AGRIBISNIS) dengan judul

skripsi ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PRODUKSI GAMBIR DI KABUPATEN PAKPAK BHARAT. Penelitian ini

dilakukan pada bulan Juni tahun 2011 dengan dibimbing oleh Ir. Diana Chalil, MSi, PhD dan Dr. Ir. Rahmanta Ginting, Msi.

Gambir merupakan komoditas ekspor tradisional spesifik Provinsi Sumatera Utara. Kebutuhan gambir dalam beberapa industri semakin meningkat. Kendala yang dihadapi saat ini adalah produktivitas gambir yang masih rendah. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap jumlah produksi daun gambir dan gambir kering di Kabupaten Pakpak Bharat. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi produksi daun gambir adalah tenaga kerja, luas lahan, jenis bibit, penggunaan pupuk, penggunaan pestisida, jumlah tanaman menghasilkan, umur tanaman, cara tanam, frekuensi panen, dan pengalaman petani. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi produksi gambir kering adalah jumlah produksi daun gambir, tenaga kerja, dan teknologi.

Data yang digunakan adalah data primer yaitu data yang diperoleh dari petani gambir di Kabupaten Pakpak Bharat melalui wawancara langsung dengan menggunakan daftar pertanyaan. Dalam menganalisis besarnya pengaruh variabel variabel bebas terhadap variabel terikat digunakan model ekonometrika dengan meregresikan variabel-variabel yang ada menggunakan metode kuadrat terkecil (Ordinary Least Square). Dari hasil regresi dengan metode backward diperoleh hasil penelitian, yaitu 1) jenis bibit, penggunaan pupuk, penggunaan pestisida, jumlah tanaman menghasilkan, frekuensi panen, dan pengalaman petani secara simultan dan parsial, berpengaruh nyata terhadap jumlah produksi daun gambir di Kabupaten Pakpak Bharat, sedangkan tenaga kerja, luas lahan, umur tanaman, dan cara tanam telah dikeluarkan dari model; 2) jumlah produksi daun gambir dan teknologi, secara simultan dan parsial, berpengaruh nyata terhadap jumlah produksi gambir kering di Kabupaten Pakpak Bharat, sedangkan tenaga kerja telah dikeluarkan dari model.

(7)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Gambir adalah sejenis

ekstrak remasan daun dan ranting tumbuhan bernama gambir

(Uncaria gambir Roxb.). Menurut Manan (2008), gambir merupakan tanaman

yang serba guna karena tidak hanya digunakan sebagai campuran pinang oleh

seorang penyirih, tetapi digunakan juga pada industri seperti minuman, kosmetik,

obat-obatan, batik, dan lain-lain.

Secara tradisional, gambir digunakan sebagai pelengkap makan sirih dan

obat-obatan. Biasanya, gambir digunakan untuk mengobati luka bakar, sakit

kepala, rebusan daun muda dan tunasnya digunakan sebagai obat diare dan

disentri, serta obat kumur-kumur pada sakit tenggorokan. Gambir juga dapat

digunakan untuk obat sakit sariawan, sakit kulit, dan lain-lain (Nazir, 2001). Di

Singapura, gambir digunakan sebagai bahan baku obat sakit perut dan sakit gigi.

Secara moderen, gambir banyak digunakan sebagai bahan baku industri farmasi

dan makanan, diantaranya adalah sebagai bahan baku obat penyakit hati dengan

paten catergen dan bahan baku permen yang melegakan kerongkongan bagi

perokok di Jepang karena gambir mampu menetralisir nikotin. Manfaat gambir

yang lain adalah sebagai bahan penyamak kulit dan pewarna tekstil. Manfaat

gambir yang sedang dikembangkan adalah sebagai perekat kayu lapis atau papan

partikel.

Gambir merupakan komoditas perkebunan rakyat yang terutama ditujukan

(8)

salah satu komoditas unggulan Indonesia. Indonesia menjadi pemasok hingga

mencapai 80% kebutuhan gambir dunia. Negara-negara tujuan ekspor gambir

Indonesia adalah India, Singapura, Australia, Bangladesh, Hongkong, Malaysia,

Nepal, Pakistan, Taiwan, Jepang, Saudi Arabia, Filipina, dan Thailand. Pada

tahun 2006, volume ekspor gambir Indonesia yang tertinggi adalah ke India, yaitu

sebesar 6.712.037 kg dan yang terendah adalah ke Thailand, yaitu sebesar 1.160

kg. India membutuhkan gambir sebanyak 6.000 ton per tahun, dengan 68%

gambir tersebut diimpor dari Indonesia. Selain itu, Singapura juga merupakan

pengimpor gambir penting, dengan 92,1% gambir tersebut diimpor dari Indonesia.

Volume dan nilai ekspor gambir dapat dilihat pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1. Volume dan Nilai Ekspor Gambir Indonesia, Tahun 2000-2006

Tahun Volume (ribu ton) Nilai (US$ juta)

2000 2,44 1,52

2001 3,23 1,87

2002 3,12 1,51

2003 4,95 2,06

2004 4,47 2,52

2005 22,67 16,15

2006 7,98 8,28

Sumber: Direktorat Bina Produksi, Kementerian Kehutanan Republik Indonesia, 2006.

Tabel 1.1 menunjukkan bahwa ekspor gambir mengalami peningkatan

yang cukup besar pada tahun 2000-2005, namun menurun pada tahun 2006. Hal

ini menunjukkan peluang ekspor gambir sangat terbuka. Data untuk 5 tahun

terakhir tidak dapat disajikan karena tidak dapat diperoleh.

Selain pasar luar negeri, pasar domestik juga masih menjanjikan. Gambir

termasuk komoditas yang dapat dijadikan bahan baku untuk berbagai industri.

Agroindustri yang dapat memanfaatkan gambir sebagai bahan baku diantaranya

(9)

dimanfaatkan untuk menunjang pertumbuhan agroindustri dan peningkatan nilai

tambah.

Sebagai pemasok utama, Indonesia berharap gambir menjadi komoditas

ekspor yang dapat diandalkan. Gambir juga merupakan komoditas ekspor

tradisional spesifik Provinsi Sumatera Utara. Sejalan dengan berkembangnya

industri yang memerlukan bahan baku gambir dalam teknologi yang semakin

canggih, maka kebutuhan gambir dalam beberapa industri semakin meningkat.

Peningkatan produksi melalui ekstensifikasi sudah sangat terbatas. Selain

itu, kendala yang dihadapi saat ini adalah produktivitas gambir yang masih rendah

dan besarnya kehilangan hasil dalam pengolahan. Produktivitas gambir rata-rata

di Indonesia berkisar antara 400-600 kg getah kering per ha, sementara

produktivitas optimal bisa mencapai 2.100 kg getah kering per ha. Rendahnya

produktivitas gambir diduga karena teknik budidaya yang masih tradisional dan

penggunaan input produksi yang tidak optimal. Petani belum menggunakan

varietas unggul dan pemeliharaan yang juga belum memadai. Metode dan alat

panen serta pengolahan hasil yang belum efektif dan efisien juga menjadi faktor

rendahnya produktivitas gambir.

Selain produktivitas yang rendah, sentra produksi gambir di Indonesia juga

masih terbatas. Di Pulau Sumatera, hanya terdapat tiga daerah yang produksi

gambirnya besar, yaitu Kabupaten Lima Puluh Kota, Kabupaten Pakpak Bharat,

dan Kabupaten Dairi (Departemen Pertanian, 2006 dalam Manan, 2008). Daerah

penghasil gambir terbesar di Indonesia adalah Provinsi Sumatera Barat, tepatnya

di Kabupaten Lima Puluh Kota (Departemen Pertanian, 2009 dalam

(10)

Seluruh perkebunan gambir di Pulau Sumatera merupakan perkebunan

rakyat. Belum ada investor yang mencoba mengelola potensi ini (Manan, 2008).

Jika dilihat dari syarat tumbuh tanaman gambir, yaitu berada pada ketinggian 800

meter di atas pemukaan laut, ada beberapa daerah di Indonesia yang berpotensi

sebagai daerah pengembangan komoditas gambir. Salah satu daerah yang

memiliki potensi untuk dikembangkan adalah Provinsi Sumatera Utara, tepatnya

di Kabupaten Pakpak Bharat. Kabupaten Pakpak Bharat merupakan penghasil

gambir terbesar kedua setelah Kabupaten Lima Puluh Kota di Provinsi Sumatera

Barat (Departemen Pertanian, 2009 dalam Mediawati, 2010). Kabupaten Pakpak

Bharat menjadi produsen utama gambir untuk memenuhi kebutuhan domestik dan

ekspor di Provinsi Sumatera Utara.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara (2009),

pada tahun 2009, luas pertanaman gambir di Kabupaten Pakpak Bharat mencapai

1.050,14 ha, sedangkan pada tahun 2008 sebesar 850,8 ha, dan pada tahun 2007

sebesar 713 ha. Jumlah produksi pertahunnya pada tahun 2009 adalah sebesar

1.523 ha, sedangkan pada tahun 2008 sebesar 1.667,97 ha, dan pada tahun 2007

sebesar 365,37 ha. Untuk lebih jelas, dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini.

Tabel 1.2. Luas Area dan Produksi Gambir di Kabupaten Pakpak Bharat, Tahun 2007-2009

Tahun Luas Tanaman/Area (ha) Produksi

(ton)

TBM TM TTM Jumlah

2007 225,00 488,00 - 713,00 365,37

2008 128,19 722,61 - 850,80 1.667,97

2009 140,00 909,00 1,00 1.050,14 1.523,00

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara, 2009.

Tabel 1.2 menunjukkan bahwa dari tahun 2008 ke 2009 terjadi

(11)

Bharat. Namun, produksi yang dihasilkan malah menurun. Hal ini menunjukkan

produksi yang belum optimal.

Berdasarkan berbagai hal yang telah dikemukakan sebelumnya, maka

Penulis merasa perlu untuk meneliti mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi

produksi gambir di Kabupaten Pakpak Bharat. Menurut beberapa penelitian

terdahulu, diantaranya penelitian Mediawati (2010), Afrizal (2009), dan

Tinambunan (2007), faktor-faktor yang mempengaruhi produksi daun gambir

adalah tenaga kerja, luas lahan, jenis bibit, penggunaan pupuk, penggunaan

pestisida, jumlah tanaman menghasilkan, umur tanaman, cara tanam, frekuensi

panen, dan pengalaman petani, sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi

produksi gambir kering adalah jumlah produksi daun gambir, tenaga kerja, dan

teknologi. Masih perlunya dilakukan penelitian yang sama dan di daerah yang

sama dengan penelitian Mediawati (2010) dikarenakan

Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang, masalah yang akan dianalisis dalam penelitian

ini dapat diidentifikasikan sebagai berikut.

1. Bagaimana pengaruh tenaga kerja, luas lahan, jenis bibit, penggunaan pupuk,

penggunaan pestisida, jumlah tanaman menghasilkan, umur tanaman, cara

tanam, frekuensi panen, dan pengalaman petani terhadap jumlah produksi daun

gambir di Kabupaten Pakpak Bharat?

2. Bagaimana pengaruh jumlah produksi daun gambir, tenaga kerja, dan teknologi

(12)

Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah, maka tujuan penelitian ini adalah

sebagai berikut.

1. Untuk menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap jumlah produksi

daun gambir di Kabupaten Pakpak Bharat.

2. Untuk menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap jumlah produksi

gambir kering di Kabupaten Pakpak Bharat.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut.

1. Sebagai bahan informasi, umumnya bagi petani gambir di Provinsi Sumatera

Utara dan khususnya bagi petani gambir di Kabupaten Pakpak Bharat, untuk

peningkatan produksi.

2. Sebagai bahan informasi dan referensi bagi pihak-pihak yang membutuhkan,

(13)

TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan Pustaka

Tanaman gambir (Uncaria gambir Roxb.) merupakan tanaman daerah

tropis. Tanaman ini telah dibudidayakan sejak beberapa abad lalu di daerah paling

basah di Sumatera, Kalimantan, Malaysia, dan ujung barat Pulau Jawa. Saat ini,

sebagian besar produksi gambir berasal dari Sumatera Barat dan sebagian kecil

dari Sumatera Selatan, Sumatera Utara, dan Bengkulu

(Ermiati dan Rosmeilisa, 2001).

Tanaman ini umumnya tumbuh baik pada ketinggian 800 meter di atas

permukaan laut. Menurut Satrapradja (1980), tanaman ditemukan tumbuh liar di

hutan-hutan di Sumatera, Kalimantan, dan di Semenanjung Malaysia. Di samping

itu gambir juga ditanam di Jawa, Bali, dan Maluku. Terdapat sekitar 34 spesies

gambir (Manan, 2008).

Tanaman gambir termasuk salah satu jenis tanaman yang masuk dalam

suku kopi-kopian. Bentuk keseluruhan dari tanaman ini seperti pohon bogenvil,

yaitu merambat dan berkayu. Ukuran lingkar batang pohon yang sudah tua bisa

mencapai 45 cm. Daunnya oval sampai bulat dengan panjang 8-14 cm dan lebar

4-6,5 cm (Manan, 2008).

Gambir adalah ekstrak daun dan ranting tanaman gambir yang dikeringkan

(Manan, 2008). Dalam perdagangan, gambir merupakan istilah untuk ekstrak

kering daun tanaman gambir. Ekstrak ini mengandung asam catechin

(memberikan pasca rasa manis enak), asam catechu tannat (memberikan rasa

(14)

penting bagi pabrik-pabrik obat-obatan. Kandungan zat tanin yang terdapat pada

gambir berguna sekali sebagai bahan penyamak kulit agar kulit tidak cepat busuk

dan merubah kulit menjadi kenyal (tidak keras dan kaku) (Nazir, 2001).

Gambir telah lama digunakan sebagai salah satu ramuan makan sirih.

Selain itu, gambir digunakan sebagai astrigen, antiseptik, obat sakit perut, bahan

pencampur kosmetika, penjernih air baku pabrik bir, pemberi rasa pahit pada bir,

dan bahan penyamak kulit (Tarwiyah, 2001). Gambir dapat digunakan bukan

hanya sebagai teman untuk makan sirih, tetapi juga sebagai bahan baku dalam

berbagai industri, seperti industri farmasi, kosmetik, batik, cat, penyamak kulit,

bio pestisida, hormon pertumbuhan, pigmen, dan sebagai bahan campuran

pelengkap makanan. Pada industri batik, gambir digunakan sebagai bahan

pembantu untuk pewarna coklat dan kemerah-merahan serta tahan terhadap

pengaruh cahaya matahari. Sedangkan di Eropa, digunakan sebagai bahan

pewarna kain wol dan sutera (Nazir, 2001).

Tanaman gambir mulai bisa dipanen pada saat tanaman berumur satu

setengah tahun, maka tingkat pengembalian investasi usaha gambir ini tidak

begitu lama dibandingkan dengan komoditas tanaman lain seperti cengkeh, kayu

manis, dan kemiri. Di samping itu, tanaman gambir memiliki sifat toleran

terhadap tanah-tanah marjinal dan berlereng. Sehingga, dengan memperhatikan

teknologi pengelolaan lahan miring, maka tanaman gambir memiliki aspek

konservasi yang baik. Gambir juga dapat bertahan lebih lama bila disimpan dan

tidak cepat rusak dibandingkan dengan hasil-hasil tanaman hortikultura lainnya

yang tidak bisa disimpan lebih lama. Faktor lainnya yang lebih penting adalah

(15)

kita lakukan. Tanaman ini bisa berumur puluhan tahun dan tetap bisa

menghasilkan getah dengan baik (Manan, 2008).

Tanaman gambir mulai dipanen setelah berumur 1,5 tahun, tetapi

produksinya masih relatif rendah, yaitu sekitar 2.000 kg daun dan ranting muda

tanaman gambir atau setara dengan 100 kg gambir kering per hektar per panen.

Pada umur 2 dan 2,5 tahun atau panen kedua dan ketiga, produksi meningkat

masing-masing dua dan tiga kali lipat dari panen pertama, yaitu sebanyak 4.000

kg daun dan ranting muda tanaman gambir atau setara dengan 200 kg gambir

kering per hektar per panen dan 6.000 kg atau setara dengan 300 kg gambir kering

per hektar per panen. Mulai tanaman berumur tiga tahun ke atas produksi rata-rata

sebanyak 6.900 kg daun dan ranting muda tanaman gambir atau setara dengan 550

kg gambir kering per hektar per panen dan relatif sama sampai berumur 10 tahun

(Tinambunan, 2008). Masa pemanenan paling menguntungkan pada tanaman

gambir dimulai pada tahun ketiga atau keempat dan kadang kadang sampai umur

20 tahunan, tergantung kepada cara pemangkasan dan perawatan yang dilakukan

oleh petani gambir (Mediawati, 2010).

Ditinjau dari aspek lingkungan, tidak ada kompetisi penggunaan lahan

antara gambir dengan tanaman lainnya. Tanaman gambir yang berbentuk perdu

dengan sistem perakaran yang kuat dan daun yang menutup tersebut akan dapat

dipergunakan sebagai tanaman produktif di lahan marjinal yang datar maupun

lereng. Di samping itu, aspek lain dari kelayakan lingkungan adalah lingkungan

sosial budaya. Tanaman gambir merupakan tanaman yang punya nilai sosial yang

tinggi karena luas tanaman yang diusahakan masing-masing keluarga merupakan

(16)

Sebagai pemasok utama, Indonesia berharap gambir menjadi komoditas

andalan. Gambir juga merupakan komoditas ekspor tradisional spesifik Sumatera

Utara. Permintaan terhadap gambir selalu meningkat sehingga dapat diperkirakan

bahwa tanaman gambir mempunyai prospek masa depan yang cerah. Namun,

pengusahaannya menemui kendala-kendala, diantaranya terjadi kendala dalam

proses pemasaran di dalam negeri sebelum menjadi komoditas ekspor. Belum ada

rantai distribusi yang jelas dari petani sampai industri berbahan baku gambir.

Sementara itu, hasil panenan hanya ditampung oleh pedagang perantara saja yang

nantinya akan memperdagangkan gambir keluar wilayah Kabupaten Pakpak

Bharat. Selanjutnya, mengenai kendala produksi, penyebab utamanya adalah

sempitnya lahan yang dimiliki oleh para petani. Lahan pertanian di Pakpak Bharat

jika dirata-ratakan hanya seluas 1 hektar dan itupun ditanami dengan berbagai

jenis tanaman, kemudian hanya dikerjakan sebagai usaha sampingan

(Manan, 2008).

Menurut Asben (2008), permasalahan yang dihadapi dalam pengusahaan

komoditas gambir adalah 1) kualitas gambir rendah dan besarnya kehilangan

dalam pengolahan yang memerlukan perbaikan mutu, 2) rantai tata niaga yang

panjang dan didominasi pihak luar (Singapura dan India), 3) posisi tawar petani

yang rendah dimana belum adanya jaminan harga yang stabil pada tingkat yang

menguntungkan petani, 4) kurangnya informasi pasar internasional mengenai

harga riil gambir, 5) adanya kebiasaan mencampur gambir dengan bahan-bahan

lain sehingga harga jualnya lebih rendah, serta 6) peran pemerintah (daerah) yang

(17)

mutu produk akibat dari cara budidaya dan proses pasca panen/pengolahan yang

belum optimal serta minimnya dukungan teknologi.

Hasil penelitian Mediawati (2010) menunjukkan bahwa jumlah produksi

gambir di Kabupaten Pakpak Bharat sebagai variabel terikat mampu dijelaskan

oleh variabel-variabel bebas, yaitu jumlah pohon gambir, penggunaan pupuk, dan

penggunaan tenaga kerja.

Hasil penelitian Afrizal (2009) menunjukkan bahwa faktor-faktor yang

menjadi determinan produksi dalam usaha tani gambir perkebunan rakyat di

Kabupaten Lima Puluh Kota yang berpengaruh secara nyata adalah tenaga kerja,

luas lahan, jumlah pohon gambir yang menghasilkan, umur tanaman, dan

penggunaan pestisida dalam pengendalian hama dan penyakit. Selain itu,

pengalaman petani dalam berusaha tani gambir, frekuensi panen, dan cara tanam

juga mempengaruhi tingkat produksi gambir secara nyata. Semua faktor tersebut

berpengaruh positif terhadap tingkat produksi gambir, kecuali luas lahan dan

pengalaman petani dalam berusaha tani gambir. Pengalokasian faktor produksi

tenaga kerja, terutama pupuk dan pestisida, dalam usaha tani gambir belum

efisien. Pemakaian kedua input tersebut masih bisa ditingkatkan atau ditambah

penggunaannya guna memaksimalkan keuntungan dalam usaha tani gambir. Input

tetap luas lahan, dalam pemanfaatannya, sudah tidak efisien lagi.

Gambir bisa tumbuh di lahan kritis dan tak perlu perawatan khusus meski

tak berarti bisa dibiarkan. Gambir hanya memerlukan pupuk kandang atau urea

bagi daunnya yang akan diambil sebagai bahan baku cat, pewarna pakaian, dan

(18)

Penelitian yang dilakukan oleh Mediawati (2010) tentang faktor-faktor

yang mempengaruhi produksi gambir di Kabupaten Pakpak Bharat menyatakan

bahwa pupuk berpengaruh positif dan signifikan terhadap produksi gambir. Pada

kenyataan di lapangan, petani gambir baik di Kabupaten Lima Puluh Provinsi

Sumatera Barat maupun di Kabupaten Pakpak Bharat Provinsi Sumatera Utara,

pada umumnya tidak menggunakan pupuk dalam budidaya tanaman gambir.

Ermiati (2004) melakukan penelitian tentang budidaya, pengolahan hasil,

dan kelayakan usaha tani gambir (Uncaria gambir Roxb.) di Kabupaten Lima

Puluh Kota. Hasil penelitian menunjukkan petani sampel tidak pernah melakukan

pemupukan, kecuali hanya dengan ranting dan daun sisa kempaan yang diletakkan

pada pokok tanaman. Petani tidak melakukan pemupukan karena, dengan

pemberian pupuk Urea, daun menjadi rimbun, akan tetapi kandungan getahnya

berkurang.

Tinambunan (2007) yang melakukan penelitian di Kabupaten Pakpak

Bharat menyatakan bahwa masalah utama dalam pengelolaan komoditas gambir

selama ini adalah produksi, produktivitas, serta mutu yang rendah. Rendahnya

produksi gambir disebabkan, antara lain, karena sistem pengusahaannya masih

sangat sederhana, bibit yang digunakan tidak unggul, tanpa perlakuan pemupukan,

penyiangan, penggemburan, dan pengendalian hama dan penyakit.

Hadad dkk. (2007) yang melakukan penelitian tentang teknologi budidaya

dan pengolahan hasil gambir di Kampar menyatakan bahwa rendahnya produksi

gambir disebabkan karena sistem pengusahaannya masih sangat sederhana, bibit

yang digunakan bukan bibit unggul, tanpa perlakuan pemupukan, penyiangan,

(19)

secara turun-temurun dari daerah tersebut. Tanaman yang digunakan sebagai

penghasil bibit tidak berada dalam kondisi optimal. Mutu produk yang rendah

disebabkan karena cara pengolahan masih sangat tradisional

(Kanwil Departemen Perdagangan, 1997), kurang memperhatikan kebersihan

olahan, dan rendahnya kadar catechu tannat-nya disebabkan karena ikut terlarut

dalam air pengepresan.

Landasan Teori

Penelitian ini berlandaskan pada teori ekonomi mikro mengenai produksi

yang dijabarkan sebagai berikut.

Konsep produksi

Untuk memenuhi keinginan konsumen memperoleh barang-barang dan

jasa-jasa, perusahaan-perusahaan didirikan. Fungsi perusahaan dalam

perekonomian adalah menyediakan berbagai barang dan jasa yang dibutuhkan

masyarakat. Dalam kegiatan mewujudkan barang dan jasa yang diperlukan

masyarakat tersebut, perusahaan-perusahaan haruslah menggunakan faktor-faktor

produksi. Teori produksi menerangkan sifat hubungan di antara tingkat produksi

yang akan dicapai dengan jumlah faktor-faktor produksi yang digunakan

(Sukirno, 1996).

Produksi adalah suatu aktivitas ekonomi atau proses pengombinasian,

pengoordinasian, penggunaan, atau pemanfaatan dalam pembuatan suatu barang

atau jasa (output atau produk) yang mengubah suatu komoditas, yaitu berbagai

material-material dan kekuatan-kekuatan (input, faktor, sumberdaya, atau

jasa-jasa produksi) untuk menghasilkan atau menjadi komoditas lainnya yang sama

(20)

komoditas-komoditas itu dialokasikan. Maupun dalam pengertian apa yang dapat

dikerjakan oleh konsumen terhadap komoditas itu. Tidak hanya terbatas pada

proses pembuatan saja, tetapi juga penyimpanan, distribusi, pengangkutan,

pengemasan kembali, hingga pemasarannya (Miller dan Meiners, 1997;

Agung dkk., 2008; Beattie dan Taylor, 1996; Pracoyo dan Pracoyo, 2006).

Istilah produksi berlaku untuk barang maupun jasa. Setiap produsen dalam

melakukan kegiatan produksi diasumsikan dengan tujuan memaksimumkan

keuntungan (Pracoyo dan Pracoyo, 2006). Istilah produksi berlaku untuk barang

maupun jasa karena istilah “komoditas” memang mengacu kepada barang dan

jasa. Bahkan sebenarnya perbedaan antar barang dan jasa itu sendiri, dari sudut

pandang ekonomi, sangat tipis. Keduanya sama-sama dihasilkan dengan

mengerahkan modal dan tenaga kerja (Miller dan Meiners, 1997).

Produksi merupakan konsep arus. Apa yang dimaksud dengan konsep arus

(flow concept) di sini adalah produksi merupakan kegiatan yang diukur sebagai

tingkat-tingkat output per unit periode/waktu. Sedangkan outputnya sendiri

senantiasa diasumsikan konstan kualitasnya. Jadi, bila kita berbicara mengenai

peningkatan produksi, itu berarti peningkatan tingkat output dengan

mengasumsikan faktor-faktor lain yang sekiranya tidak berpengaruh tidak berubah

sama sekali (konstan) (Miller dan Meiners, 1997).

Perkaitan di antara faktor-faktor produksi dan tingkat produksi yang

diciptakannya dinamakan fungsi produksi. Faktor-faktor produksi dapat

dibedakan kepada empat golongan, yaitu tenaga kerja, tanah, modal, dan keahlian

(21)

Fungsi produksi

Dalam ekonomi, dikenal apa yang disebut fungsi produksi. Fungsi

produksi menunjukkan dan menjelaskan sifat perkaitan atau hubungan antara

tingkat produksi yang diciptakan atau hasil produksi fisik (output) terbesar yang

dihasilkan suatu perusahaan untuk setiap kombinasi faktor-faktor produksi (input)

tertentu. Fungsi produksi menggambarkan apa yang secara teknis layak

(technically feasible) bila perusahaan beroperasi secara efisien, yaitu apabila

perusahaan menggunakan setiap kombinasi input seefektif mungkin

(Mubyarto, 1989; Pindyck dan Rubinfeld, 2008; Sukirno, 1996; Bangun, 2007).

Faktor-faktor produksi dikenal pula dengan istilah input, dan jumlah

produksi selalu juga disebut sebagai output (Sukirno, 1996; Bangun, 2007).

Secara matematis hubungan antara input dan output diformalkan dalam bentuk

fungsi produksi (Pracoyo dan Pracoyo, 2006). Fungsi produksi juga disebut

dengan factor relationship (Soekartawi, 2005).

Fungsi produksi untuk setiap komoditas adalah hubungan fisik antara

faktor-faktor produksi atau input-input (input dapat dibagi ke dalam tanah, buruh,

modal, dan kewirausahaan) sumberdaya perusahaan dengan produksi atau output

barang dan jasa yang dihasilkannya per unit waktu. Atau lebih lengkapnya

merupakan suatu persamaan matematika, skedul, tabel, grafik, abstraksi, deskripsi

matematis, atau kuantitatif dari berbagai macam kemungkinan-kemungkinan

produksi teknis yang dihadapi oleh suatu perusahaan yang menunjukkan atau

menggambarkan jumlah atau kuantitas maksimum komoditas yang dapat

diproduksi (output) per unit waktu yang dapat dihasilkan dari berbagai kombinasi

(22)

tersedia pada tingkat teknologi tertentu atau suatu proses produksi tertentu, ceteris

paribus. Ceteris paribus di sini mengacu terutama kepada berbagai kemungkinan

teknik atau proses produksi yang ada untuk mengolah input tersebut menjadi

output (singkatnya: teknologi) (Pracoyo dan Pracoyo, 2006;

Beattie dan Taylor, 1996; Bilas, 1992; Salvatore, 1991; Miller dan Meiners, 1997;

Soekartawi, 2005).

Menurut Miller dan Meiners (1997), Sukirno (1996), Bangun (2007),

Nicholson (1994), Mubyarto (1989), Pracoyo dan Pracoyo (2006),

Soekartawi (2005), dan Bilas (1992), fungsi produksi dapat dapat dinyatakan

dalam bentuk persamaan sebagai berikut.

Y = f (X1, X2, X3, X4, X5, X6, X7, X8, X9)

Y = jumlah output per unit periode

X1 = jumlah modal per unit periode

X2 = jumlah tenaga kerja per unit periode

X3 = sumberdaya alam

X4 = teknologi yang digunakan

X5 = macam komoditas

X6 = luas lahan

X7 = manajemen

X8 = iklim

X9 = faktor sosial ekonomi produsen

Persamaan ini menunjukkan bahwa kuantitas output secara fisik ditentukan

oleh kuantitas input-nya secara fisik. Persamaan itu sendiri kurang terinci. Tapi

(23)

ungkapan mekanis atau transformasi fisik dari input-input menjadi output. Tidak

ada fungsi produksi yang cukup gamblang dalam menjelaskan nilai-nilai input dan

output itu (Miller dan Meiners, 1997). Besarnya jumlah output yang dihasilkan

tergantung dari penggunaan input-input tersebut. Jumlah output dapat

ditingkatkan dengan cara meningkatkan penggunaan jumlah input

(Bangun, 2007).

Dalam menunjang keberhasilan agribisnis, maka tersedianya bahan baku

pertanian secara kontinu dalam jumlah yang tepat sangat diperlukan

(Soekartawi, 2005). Perusahaan dapat mengubah Y dengan cara mengubah jumlah

X1, X2, X3, dan seterusnya yang digunakannya selama periode waktu tertentu.

Output dapat juga diubah dengan cara mengubah jumlah penggunaan terhadap

input sumberdaya tertentu sembari mempertahankan tingkat-tingkat input atas

sumberdaya yang lain. Di bawah kondisi yang demikian, output pasti akan

mencapai tingkat maksimum untuk kemudian turun kembali ketika semakin

banyak input variabel yang ditambahkan kepada input yang sudah tetap

(Bilas, 1992).

Faktor-faktor produksi (input)

Menurut Pindyck dan Rubinfeld (2008), faktor produksi adalah input pada

proses produksi seperti tenaga kerja, modal, dan bahan-bahan lainnya. Sementara

menurut Soekartawi (2005), adalah semua korbanan yang diberikan pada tanaman

agar tanaman tersebut mampu tumbuh dan menghasilkan dengan baik.

Dalam berbagai literatur, faktor produksi ini dikenal pula dengan istilah

input, production factor, dan korbanan produksi. Faktor produksi memang sangat

(24)

menunjukkan bahwa faktor produksi lahan, modal untuk membeli bibit, pupuk,

obat-obatan, tenaga kerja, dan aspek manajemen adalah faktor produksi yang

terpenting diantara faktor produksi yang lain (Soekartawi, 2005).

Dalam proses produksi, perusahaan akan mengubah input menjadi output

atau produk. Input yang juga disebut faktor-faktor produksi adalah faktor-faktor

atau barang atau jasa yang digunakan dalam proses produksi

(Pindyck dan Rubinfeld, 2008; Pracoyo dan Pracoyo, 2006).

Menurut Pracoyo dan Pracoyo (2006), input juga dikenal dengan

faktor-faktor produksi, yakni tanah, modal, manusia, serta entrepreneurship/kemampuan

manajerial. Kemampuan manajerial diartikan sebagai suatu skill/keahlian yang

dimiliki oleh individu dalam mengombinasikan sumberdaya untuk menghasilkan

suatu produk dengan cara yang efisien, baik produk baru maupun produk yang

sudah ada. Produk yang dihasilkan dari kegiatan produksi disebut dengan output.

Output yang dihasilkan dapat berupa barang atau jasa. Input yang digunakan

dalam proses produksi diklasifikasikan menjadi dua, yakni berikut ini.

1. Input tetap, yakni input yang tidak dapat diubah jumlahnya dalam waktu

tertentu. Input tersebut mungkin pula dapat berubah namun harus dengan biaya

yang sangat besar. Contoh, mesin dan gedung.

2. Input variabel, yakni input yang dapat diubah dengan cepat dalam jangka

pendek. Contoh, tenaga kerja dan bahan baku.

Pembagian faktor-faktor produksi ke dalam tanah, tenaga kerja, dan modal

adalah konvensional. Sumbangan tanah adalah berupa unsur-unsur tanah yang asli

dan sifat-sifat tanah yang tak dapat dirusakkan (original and indestructible

(25)

memungkinkan diperolehnya produksi, diperlukan tangan manusia, yaitu tenaga

kerja petani (labor). Akhirnya, yang dimaksud modal adalah sumber-sumber

ekonomi di luar tenaga kerja yang dibuat oleh manusia (Mubyarto, 1989).

Dalam penerapannya, hubungan input dan output dapat dipisahkan secara

lebih khusus. Misalnya, untuk menghasilkan hasil-hasil pertanian akan digunakan

input tanah, bibit, pupuk, pestisida, tenaga kerja, dan alat-alat pertanian lainnya

(tidak termasuk teknologi). Untuk meningkatkan hasil-hasil pertanian tersebut,

maka harus ditingkatkan penggunaan input, seperti tanah yang luas, menambah

jumlah tenaga kerja, menambah jumlah pupuk, menambah penggunaan pestisida,

dan lain sebagainya. Atau cara lain, yaitu dengan meningkatkan teknologi

pertanian. Untuk menghasilkan barang atau output, dapat dilakukan dengan

menggunakan hanya satu input saja, dua, atau lebih input (Bangun, 2007). Suatu

fungsi produksi pertanian yang sederhana diperoleh dengan menggunakan

berbagai alternatif jumlah tenaga kerja per unit waktu untuk menggarap sebidang

tanah tertentu yang tetap dan mencatat alternatif output yang dihasilkannya per

unit waktu (Salvatore, 1991).

Kata input dan output hanya memiliki pengertian dalam hubungannya

dengan proses produksi tertentu. Suatu output dari satu proses produksi bisa

merupakan suatu input bagi proses produksi lainnya atau dapat merupakan barang

konsumsi. Dalam spesifikasi multiproduksi, adalah penting membedakan antara

faktor-faktor variabel dan tetap. Faktor-faktor variabel adalah faktor-faktor

produksi yang dapat berkurang selama suatu periode tertentu. Faktor-faktor tetap

adalah faktor-faktor yang tidak dapat (tidak akan) berubah selama periode

(26)

Input dibutuhkan bagi produksi suatu komoditas. Istilah lainnya banyak,

seperti faktor produksi (sering disingkat faktor) dan sumberdaya-sumberdaya

produktif, tapi semua istilah ini artinya sama saja. Apa yang disebut input meliputi

bakat manajerial, semangat kewirausahaan dan keberanian mengambil resiko,

bahan-bahan mentah atau bahan baku, berbagai macam keterampilan atau tenaga

kerja, mesin-mesin, modal, bangunan, pabrik dan peralatan, dan sebagainya

(Miller dan Meiners, 1997).

Persamaan fungsi produksi merupakan suatu pernyataan matematik yang

pada dasarnya berarti bahwa tingkat produksi suatu barang tergantung kepada

jumlah modal, jumlah tenaga kerja, jumlah kekayaan alam, dan tingkat teknologi

yang digunakan. Jumlah produksi yang berbeda-beda dengan sendirinya akan

memerlukan berbagai faktor produksi tersebut dalam jumlah yang berbeeda-beda

juga. Tetapi di samping itu, untuk satu tingkat produksi tertentu, dapat juga

digunakan gabungan faktor produksi yang berbeda. Sebagai contoh, untuk

memproduksikan sejumlah hasil pertanian tertentu perlu digunakan tanah yang

lebih luas apabila bibit unggul dan pupuk tidak digunakan, tetapi luas tanah dapat

dikurangi apabila pupuk dan bibit unggul dan teknik bercocok tanam modern

digunakan. Dengan membandingkan berbagai gabungan faktor-faktor produksi

untuk menghasilkan sejumlah barang tertentu, dapatlah ditentukan gabungan

faktor produksi yang paling ekonomis untuk memproduksikan sejumlah barang

(27)

Kerangka Pemikiran

Gambir merupakan salah satu komoditas strategis unggulan nasional

Indonesia. Prospek yang baik terhadap permintaan gambir belum disertai dengan

peningkatan produktivitas, mutu, dan pendapatan petani. Banyak faktor yang

menyebabkan rendahnya produktivitas. Jika produktivitas dapat ditingkatkan,

maka produksi gambir dapat ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan permintaan

dalam negeri maupun ekspor. Untuk itu, perlu dikaji faktor-faktor yang

mempengaruhi produksi gambir, baik pada usaha tani gambir dengan output daun

gambir maupun setelah daun gambir diolah menjadi gambir kering sebagai

output-nya.

Kajian Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Gambir di

Kabupaten Pakpak Bharat dilakukan dengan menganalisis faktor-faktor yang

mempengaruhi jumlah produksi daun gambir dan gambir kering. Analisis ini

penting karena, dari sisi permintaan, prospek gambir sangat cerah. Agroindustri

yang berbahan baku gambir memiliki potensi (dan sudah dikaji oleh beberapa

peneliti) untuk dikembangkan. Namun, dari sisi penawaran, belum dikaji sejauh

mana supply dapat ditingkatkan, potensi-potensi peningkatan supply-nya, dan

input-input yang masih dapat ditambah.

Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi daun gambir adalah tenaga

kerja, luas lahan, jenis bibit, penggunaan pupuk, penggunaan pestisida, jumlah

tanaman menghasilkan, umur tanaman, cara tanam, frekuensi panen, dan

pengalaman petani. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi gambir kering

adalah jumlah produksi daun gambir, tenaga kerja, dan teknologi.

(28)

Gambar 2.1. Skema Kerangka Pemikiran

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah, tinjauan pustaka, landasan teori, dan

kerangka pemikiran, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Tenaga kerja, luas lahan, jenis bibit, penggunaan pupuk, penggunaan pestisida,

jumlah tanaman menghasilkan, umur tanaman, cara tanam, frekuensi panen,

dan pengalaman petani, secara simultan dan parsial, berpengaruh nyata

terhadap jumlah produksi daun gambir di Kabupaten Pakpak Bharat.

Keterangan: Menghasilkan

Faktor yang berpengaruh Mempengaruhi

Tenaga Kerja

Luas Lahan

Jumlah Tanaman Menghasilkan

Frekuensi Panen

Pengalaman Petani

Produksi (Daun Gambir)

Produksi (Gambir Kering) Tenaga Kerja

Teknologi Umur Tanaman

Penggunaan Pupuk

Penggunaan Pestisida

Cara Tanam Jenis Bibit

(29)

2. Jumlah produksi daun gambir, tenaga kerja, dan teknologi, secara simultan dan

parsial, berpengaruh nyata terhadap jumlah produksi gambir kering di

(30)

METODE PENELITIAN

Metode Penentuan Daerah Penelitian

Daerah penelitian ditentukan secara purposive, yaitu di Kabupaten Pakpak

Bharat. Daerah ini dipilih karena merupakan daerah dengan luas tanam gambir

terbesar di Provinsi Sumatera Utara. Luas area dan produksi gambir menurut

kabupaten di Provinsi Sumatera Utara tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Luas Area dan Produksi Gambir di Provinsi Sumatera Utara, Tahun 2009

No Kabupaten Luas Tanaman/Area (ha) Produksi

(ton)

Labuhan Batu Utara Nias Utara

(31)

Luas area dan produksi gambir menurut kecamatan di Kabupaten Pakpak

Bharat tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Luas Area dan Produksi Gambir di Kabupaten Pakpak Bharat, Tahun 2009

No Kabupaten Luas Tanaman/Area (ha) Produksi (ton)

Produktivitas TBM TM TTM Jumlah (kg/ha/tahun)

1. Salak - 34,50 - 34,50 53,50 1.550,10

2. Sitellu Tali Urang Jehe 75,00 499,00 - 574,00 873,30 1.750,00

3. Pagindar - 8,00 - 8,00 12,80 1.600,00

4. Sitellu Tali Urang Julu - 12,00 - 12,00 18,60 1.550,00 5. Pergetteng G. Sengkut. 26,00 72,00 - 98,00 115,20 1.600,00 6. Kerajaan 8,00 108,80 - 116,80 174,10 1.600,00 7. Tinada 13,40 99,20 1,00 113,60 156,20 1.575,00 8. Siempat Rube 5,00 75,30 - 80,30 120,50 1.600,00 Jumlah 127,40 908,80 1,00 1.037,20 1.524,20 1.677,10 Sumber: Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Pakpak Bharat, 2009.

Data pada Tabel 3.1 dan Tabel 3.2 dicantumkan sesuai yang tercatat di

kedua instansi berwenang yang menjadi sumber data. Pada data di tingkat

Kabupaten dengan data di tingkat Provinsi di atas memang terdapat sedikit selisih

perbedaan. Namun, kedua data tersebut sangat dibutuhkan sebagai acuan dalam

menentukan daerah penelitian.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini difokuskan pada faktor-faktor yang

mempengaruhi produksi daun gambir dan gambir kering di Kabupaten Pakpak

Bharat. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi produksi daun gambir adalah

tenaga kerja, luas lahan, jenis bibit, penggunaan pupuk, penggunaan pestisida,

jumlah tanaman menghasilkan, umur tanaman, cara tanam, frekuensi panen, dan

pengalaman petani. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi produksi gambir

(32)

Metode Penentuan Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah petani yang mengusahakan lahan

dengan tanaman gambir di Kabupaten Pakpak Bharat. Kabupaten Pakpak Bharat

terpilih karena kebupaten ini mempunyai potensi produksi dan pengembangan

tanaman gambir dan menjadi sentra produksi tanaman gambir di Provinsi

Sumatera Utara.

Untuk menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap jumlah

produksi daun gambir dan gambir kering, dibutuhkan sampel usaha tani gambir.

Penarikan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan metode sampel rumpun

(cluster sampling). Pengelompokan dilakukan berdasarkan umur tanaman

menghasilkan, yaitu sebagai berikut.

1. Umur >1 tahun-2 tahun

2. Umur >2 tahun-3 tahun

3. Umur >3 tahun-10 tahun

4. Umur >10 tahun-20 tahun

Untuk memperoleh data tentang usaha tani gambir, dilakukan wawancara

dengan petani gambir. Jumlah petani gambir dari seluruh kecamatan di Kabupaten

Pakpak Bharat adalah sebesar 1.315 orang. Jumlah petani gambir menurut

(33)

Tabel 3.3. Jumlah Petani Gambir di Kabupaten Pakpak Bharat, Tahun 2009

No Kecamatan Jumlah Petani Gambir

(orang)

1. Salak 64

2. Sitellu Tali Urang Jehe 503

3. Pagindar 98

4. Sitellu Tali Urang Julu 12

5. Pergetteng G. Sengkut. 124

6. Kerajaan 185

7. Tinada 249

8. Siempat Rube 80

Jumlah 1.315

Sumber: Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Pakpak Bharat, 2009.

Menurut Usman dan Akbar (2006), teknik statistika parametrik

memerlukan data yang relatif besar, minimal 30. Jumlah sampel ditentukan

setelah turun ke lapangan karena data jumlah populasi petani gambir berdasarkan

umur tanaman belum tersedia. Sampel yang ditetapkan sebanyak 50 sampel telah

memenuhi syarat karena sudah lebih besar dari 30. Komposisi petani sampel

berdasarkan umur tanaman menghasilkan disajikan pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4. Komposisi Petani Sampel Berdasarkan Umur Tanaman Menghasilkan

No Umur (tahun) Jumlah Sampel (orang) Persentase

(%)

1 1-2 13 26

2 2,1-3 8 16

3 3,1-10 23 46

4 10,1-20 6 12

Jumlah 50 100

Sumber: Analisis Data Primer, 2011.

Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder. Data primer diperoleh dari petani melalui wawancara langsung dengan

(34)

dahulu. Data sekunder yang berhubungan dengan penelitian ini diperoleh dari

berbagai instansi seperti Badan Pusat Statistik (BPS Indonesia, Provinsi, dan

Kabupaten), Kementerian Perdagangan dan Perindustrian, Kementerian

Kehutanan, dan Kementerian Pertanian.

Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Untuk menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap jumlah produksi

daun gambir.

a. Variabel bebas atau variabel independent, terdiri dari sepuluh variabel, yaitu

tenaga kerja, luas lahan, jenis bibit, penggunaan pupuk, penggunaan

pestisida, jumlah tanaman menghasilkan, umur tanaman, cara tanam,

frekuensi panen, dan pengalaman petani.

b. Variabel terikat atau variabel dependent adalah jumlah produksi daun

gambir.

2. Untuk menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap jumlah produksi

gambir kering.

a. Variabel bebas atau variabel independent, terdiri dari tiga variabel, yaitu:

jumlah produksi daun gambir, tenaga kerja, dan teknologi.

b. Variabel terikat atau variabel dependent adalah jumlah produksi gambir

(35)

Metode Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan selanjutnya akan ditabulasi dan dianalisis.

Untuk metode pendugaan model, digunakan metode Ordinary Least Square

(OLS). Untuk mengolah data, digunakan Program SPSS.

Fungsi produksi daun gambir dapat dituliskan sebagai berikut.

Y1 = f (X1, X2, X3, X4, X5, X6, X7, X8, X9, X10)

Fungsi produksi ditransformasikan menjadi model persamaan regresi linier

berganda sebagai berikut.

Y1 = b0 + b1 X1 + b2 X2 + b3 X3 + b4 X4 + b5 X5 + b6 X6 + b7 X7 + b8 X8 +

b9 X9 + b10 X10 + μ

Di mana:

Y1 = jumlah produksi daun gambir (kg/ha/tahun)

X1 = tenaga kerja (HKO/ha/tahun)

X2 = luas lahan (ha)

X3 = jenis bibit (dummy), di mana:

1: jika menggunakan bibit varietas unggul

0: jika menggunakan bibit varietas lokal

X4 = penggunaan pupuk (dummy), di mana:

1: jika menggunakan pupuk

0: jika tidak menggunakan pupuk

X5 = penggunaan pestisida (dummy), di mana:

1: jika menggunakan pestisida

0: jika tidak menggunakan pestisida

(36)

X7 = umur tanaman (tahun)

X8 = cara tanam (dummy), di mana:

1: cara tanam pada lahan bertopografi miring

0: cara tanam pada lahan bertopografi datar

X9 = frekuensi panen (kali/tahun)

X10 = pengalaman petani (tahun)

b0 = koefisien intersep/konstanta

b1, b2, b3, b4, b5, b6, b7, b8, b9, b10 = koefisien regresi/parameter

μ = error/kesalahan pengganggu.

Fungsi produksi gambir kering dapat dituliskan sebagai berikut.

Y2 = f (Y1, X11, X12)

Fungsi produksi ditransformasikan menjadi model persamaan regresi linier

berganda sebagai berikut.

Y2 = b11 + b12 Y1 + b13 X11 + b14 X12 + μ

Di mana:

Y2 = jumlah produksi gambir kering (kg/ha/tahun)

Y1 = jumlah produksi daun gambir (kg/ha/tahun)

X11 = tenaga kerja (HKO/ha/tahun)

X12 = teknologi (dummy), di mana:

1: jika menggunakan teknologi pengolahan moderen

0: jika menggunakan teknologi pengolahan sederhana atau tradisional

b11 = koefisien intersep/konstanta

b12, b13, b14 = koefisien regresi/parameter

(37)

Uji asumsi Ordinary Least Squares (OLS)

1. Uji multikolinieritas

Satu dari asumsi model regresi linier klasik adalah bahwa tidak terdapat

multikolineritas di antara variabel yang menjelaskan yang termasuk dalam model

(Gujarati, 1988). Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah ditemukan

adanya korelasi antar variabel bebas (independent) dalam model regresi. Korelasi

di antara variabel bebas (independent) seharusnya tidak terjadi dalam model

regresi yang baik. Gejala terjadinya multikolinieritas dalam model regresi adalah

sebagai berikut.

a. Nilai koefisien determinasi (R2) tinggi; dalam uji serempak (F-test),

variabel-variabel bebas secara serempak berpengaruh nyata terhadap

variabel terikat; tetapi dalam uji parsial (t-test), variabel-variabel bebas

secara parsial banyak yang tidak berpengaruh nyata terhadap variabel

terikat.

b. Menganalisis matriks korelasi antar variabel-variabel bebas (independent).

Jika antar variabel bebas ada korelasi yang cukup tinggi (umumnya di atas

0,90), maka hal ini merupakan indikasi adanya multikolinieritas.

c. Melihat nilai standard error. Apabila terjadi multikolinieritas, nilai

standard error akan besar.

d. Melihat nilai toleransi (tolerance) dan VIF. Di mana apabila nilai

toleransi < 0,10 dan VIF > 10 menunjukkan terjadinya multikolinieritas.

2. Uji heterokedastisitas

Satu asumsi yang penting dari model regresi linier klasik adalah bahwa

(38)

homoskedastik, yaitu semua gangguan tadi mempunyai varians yang sama

(Gujarati, 1988). Uji heterokedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model

regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke

pengamatan yang lain. Jika varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan

lain tetap, maka disebut homokedastisitas dan jika berbeda disebut

heterokedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homokedastisitas atau

tidak terjadi heterokedastisitas. Cara mendeteksi terjadinya heterokedastisitas

dalam model regresi dengan Program SPSS adalah sebagai berikut.

a. Metode grafik

Melihat grafik plot antara nilai prediksi variabel terikat (dependent), yaitu

Y: ZPRED dengan residualnya X: SRESID. Dengan kriteria uji sebagai berikut.

Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang

teratur (bergelombang, melebar, kemudian menyempit): mengindikasikan telah

terjadi heterokedastisitas.

Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah

angka 0 pada sumbu Y: tidak terjadi heterokedastisitas.

b. Uji Park

Park memformalkan metode grafik dengan menyarankan bahwa varians

(si2) merupakan suatu fungsi yang menjelaskan variabel-variabel bebas (Xi) yang

dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut.

si 2 = s2 Xibi evi

Persamaan ini dijadikan linier dalam bentuk persamaan logaritma sehingga

menjadi sebagai berikut.

(39)

Karena si2 biasanya tidak diketahui, maka Park menyarankan untuk menggunakan

variabel residual ei2 sebagai pendekatan, sehingga persamaan menjadi sebagai

berikut.

Ln ei2 = b0 + bi Ln Xi + vi

Cara melakukan Uji Park adalah sebagai berikut.

a. Lakukan regresi utama OLS dengan tidak memandang persoalan

heterokedastisitas.

b. Dapatkan variabel residual (ei) dengan mengaktifkan unstandardized

residual.

c. Kuadratkan nilai residual (ei2) dengan menu Transform dan Compute.

d. Hitung logaritma dari kuadrat residual (Ln ei2) dengan menu Transform dan

Compute.

e. Regresikan lagi dengan variabel Ln ei2 sebagai variabel terikat (dependent).

Dengan kriteria uji sebagai berikut.

Jika thitung < ttabelatau jika signifikansi t > α : homokedastisitas.

Jika thitung > ttabel atau jika signifikansi t < α : heterokedastisitas.

3. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,

variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Seperti diketahui,

bahwa uji t dan F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi

normal. Kalau asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid untuk

jumlah sampel kecil. Cara mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau

tidak dalam model regresi dengan Program SPSS adalah sebagai berikut.

(40)

Melihat grafik histogram yang membandingkan antara data observasi

dengan distribusi yang mendekati distribusi normal dan melihat normal

probability plot yang membandingkan distribusi kumulatif dari distribusi normal.

Dengan kriteria uji sebagai berikut.

Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal

atau grafik histogramnya menunjukkan pola berdistribusi normal: menunjukkan

bahwa model regresi memenuhi asumsi normalitas.

Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan/atau tidak mengikuti arah garis

diagonal atau grafik histogram tidak menunjukkan pola distribusi normal:

menunjukkan bahwa model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.

b. Uji normalitas Kolgomorov-Smirnov

Konsep dasar dari uji normalitas Kolmogorov-Smirnov adalah dengan

membandingkan distribusi data (yang akan diuji normalitasnya) dengan distribusi

normal baku. Cara melakukan Uji normalitas Kolmogorov-Smirnov adalah

sebagai berikut.

a. Dari menu utama pilih menu Analyze, lalu pilih Nonparametric Test.

b. Pilih submenu 1-Sample K-S.

c. Pada kotak Test Variable List, isi Unstandardized Residual, dan aktifkan

Test Distribution pada kotak Normal.

d. Output SPSS akan menunjukkan besar nilai Kolgomorov-Smirnov Z.

Dengan kriteria uji sebagai berikut.

Jika signifikansi > α : terima Ho atau tolak H1.

Jika signifikansi < α : tolak Ho atau terima H1.

(41)

Ho: data residual berdistribusi normal;

H1: data residual tidak berdistribusi normal.

Uji kesesuaian (test goodness of fit)

Ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai aktual dapat diukur

dari goodness of fit-nya. Secara statistik, setidaknya ini dapat diukur dari nilai

koefisien determinasi, nilai statistik F, dan nilai statistik t. Perhitungan statistik

disebut signifikan secara sratistik apabila nilai uji statistiknya berada dalam

daerah kritis (daerah dimana Ho ditolak). Sebaliknya, disebut tidak signifikan bila

nilai uji statistiknya berada dalam daerah dimana Ho diterima (Ghozali, 2006).

Koefisien yang dihasilkan dapat dilihat pada output regresi berdasarkan data yang

dianalisis untuk kemudian diinterpretasikan serta dilihat siginifikansi tiap-tiap

variabel yang diteliti.

Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh

kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel terikat (dependent).

Koefisien determinasi (R2) bertujuan untuk mengetahui kekuatan variabel-variabel

bebas (independent) menjelaskan variabel terikat (dependent).

1. Uji hipotesis secara serempak

Uji serempak (F-test) pada dasarnya menunjukkan apakah secara

serempak semua variabel bebas (independent) yang dimasukkan dalam model

berpengaruh nyata terhadap variabel terikat (dependent). Uji serempak (F-test)

dimaksudkan untuk mengetahui signifikansi statistik koefisien regresi secara

(42)

Untuk menguji hipotesis 1, yaitu analisis faktor-faktor yang berpengaruh

terhadap jumlah produksi daun gambir, digunakan Uji F (F-test). Dengan kriteria

uji sebagai berikut.

Jika Fhitung < Ftabelatau jika signifikansi F > α : terima Ho atau tolak H1.

Jika Fhitung > Ftabel atau jika signifikansi F < α : tolak Ho atau terima H1.

Di mana:

Ho: secara serempak, variabel bebas tenaga kerja, luas lahan, jenis bibit,

penggunaan pupuk, penggunaan pestisida, jumlah tanaman menghasilkan,

umur tanaman, cara tanam, frekuensi panen, dan pengalaman petani tidak

berpengaruh nyata terhadap variabel terikat jumlah produksi daun gambir;

H1: secara serempak, variabel bebas tenaga kerja, luas lahan, jenis bibit,

penggunaan pupuk, penggunaan pestisida, jumlah tanaman menghasilkan,

umur tanaman, cara tanam, frekuensi panen, dan pengalaman petani

berpengaruh nyata terhadap variabel terikat jumlah produksi daun gambir.

Untuk menguji hipotesis 2, yaitu analisis faktor-faktor yang berpengaruh

terhadap jumlah produksi gambir kering, digunakan Uji F (F-test). Dengan kriteria

uji sebagai berikut.

Jika Fhitung < Ftabel atau jika signifikansi F > α : terima Ho atau tolak H1.

Jika Fhitung > Ftabel atau jika signifikansi F < α : tolak Ho atau terima H1.

Di mana:

Ho: secara serempak, variabel bebas jumlah produksi daun gambir, tenaga kerja,

dan teknologi tidak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat jumlah

(43)

H1: secara serempak, variabel bebas jumlah produksi daun gambir, tenaga kerja,

dan teknologi berpengaruh nyata terhadap variabel terikat jumlah produksi

gambir kering.

2. Uji hipotesis secara parsial

Uji parsial (t-test) pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh

satu variabel bebas (independent) secara parsial dalam menerangkan variasi

variabel terikat (dependent). Uji parsial (t-test) dimaksudkan untuk mengetahui

signifikansi statistik koefisien regresi secara parsial.

Untuk menguji hipotesis 1, yaitu analisis faktor-faktor yang berpengaruh

terhadap jumlah produksi daun gambir, digunakan Uji t (t-test). Dengan kriteria

uji sebagai berikut.

Jika thitung < ttabel atau jika signifikansi t > α : terima Ho atau tolak H1.

Jika thitung > ttabel atau jika signifikansi t < α : tolak Ho atau terima H1.

Di mana:

Ho: secara parsial, variabel bebas tidak berpengaruh nyata terhadap variabel

terikat jumlah produksi daun gambir;

H1: secara parsial, variabel bebas berpengaruh nyata terhadap variabel terikat

jumlah produksi daun gambir.

Untuk menguji hipotesis 2, yaitu analisis faktor-faktor yang berpengaruh

terhadap jumlah produksi gambir kering, digunakan Uji t (t-test). Dengan kriteria

uji sebagai berikut.

Jika thitung < ttabelatau jika signifikansi t > α : terima Ho atau tolak H1.

Jika thitung > ttabel atau jika signifikansi t < α : tolak Ho atau terima H1.

(44)

Ho: secara parsial, variabel bebas tidak berpengaruh nyata terhadap variabel

terikat jumlah produksi gambir kering;

H1: secara parsial, variabel bebas berpengaruh nyata terhadap variabel terikat

jumlah produksi gambir kering.

Definisi dan Batasan Operasional

Definisi

Untuk memudahkan pemahaman terhadap istilah dan variabel yang

digunakan dalam penelitian ini, maka perlu diberikan definisi sebagai berikut.

1. Faktor produksi (input) adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan

proses produksi untuk menghasilkan output.

2. Jumlah produksi daun gambir adalah banyaknya produksi daun gambir yang

diperoleh petani gambir dari hasil panen per tahun, diukur dalam satuan

kilogram per hektar.

3. Jumlah produksi gambir kering adalah banyaknya produksi gambir dalam

bentuk kering yang diperoleh petani gambir setelah melalui proses

pengolahan sederhana per tahun, diukur dalam satuan kilogram per hektar.

4. Tenaga kerja adalah banyaknya tenaga kerja yang dipekerjakan dalam

merawat tanaman gambir dan dalam mengolah daun gambir menjadi gambir

kering per tahun, diukur dalam satuan HKO per hektar (1 HKO = 8 jam).

5. Luas lahan adalah jumlah luas tanah yang digunakan oleh petani gambir

untuk tempat bertanam gambir, di ukur dalam satuan hektar.

6. Jenis bibit adalah tergolong varietas unggul atau lokalnya bibit gambir yang

(45)

7. Penggunaan pupuk adalah ada atau tidaknya pupuk organik dan kimia yang

diberikan kepada tanaman gambir per tahun.

8. Penggunaan pestisida adalah ada atau tidaknya obat-obatan yang dipakai

dalam pengendalian gulma maupun hama penyakit pada tanaman gambir per

tahun.

9. Jumlah tanaman menghasilkan adalah banyaknya tanaman gambir yang dapat

dipanen dan diolah daunnya oleh petani gambir, diukur dalam satuan pohon

per hektar.

10. Umur tanaman adalah lamanya usia tanaman gambir yang sudah berproduksi,

diukur dalam satuan tahun.

11. Cara tanam adalah jenis teknik atau metode untuk menanam tanaman gambir

yang dipakai petani gambir dalam usaha tani gambir.

12. Frekuensi panen adalah kekerapan panen daun gambir atau jumlah

dilakukannya pemanenan daun gambir pada usaha tani gambir per tahun.

13. Pengalaman petani adalah lamanya petani gambir bertani dengan

mengusahakan usaha tani gambir, diukur dalam satuan tahun.

14. Teknologi adalah tergolong modern atau tradisionalnya teknik atau proses

produksi yang dipakai untuk mengolah daun gambir menjadi gambir kering.

15. Petani gambir adalah petani yang mengusahakan (budidaya sekaligus

pengolahan) komoditas gambir di area perladangan, diukur dalam satuan

(46)

Batasan operasional

Untuk memudahkan pemahaman terhadap istilah dan variabel yang

digunakan dalam penelitian ini, maka perlu diberikan batasan operasional sebagai

berikut.

1. Output yang diteliti dari budidaya gambir adalah daun gambir.

2. Output yang diteliti dari pengolahan gambir adalah getah gambir kering.

3. Pengolahan gambir yang diteliti adalah yang dilakukan dan dikelola secara

mandiri oleh petani di area perladangan.

4. Petani sampel adalah petani yang mengusahakan tanaman gambir yang telah

menghasilkan di Kabupaten Pakpak Bharat, Provinsi Sumatera Utara, yang

melakukan kegiatan pertanian budidaya dan pengolahan daun gambir menjadi

getah kering sebagai mata pencaharian dan sebagai sumber pendapatannya.

5. Penelitian difokuskan pada perkebunan gambir rakyat yang biasanya memiliki

(47)

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN

KARAKTERISTIK PETANI SAMPEL

Deskripsi Daerah Penelitian

Letak geografis

Kabupaten Pakpak Bharat, sebagai hasil pemekaran dari Kabupaten Dairi,

terletak pada garis 2o15'00''- 3o32'00" Lintang Utara dan 90o00' – 98o31' Bujur

Timur. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Dairi, sebelah Timur dengan

Kabupaten Toba Samosir, sebelah Selatan dengan Kabupaten Aceh Singkil dan

Kabupaten Humbang Hasundutan, dan sebelah Barat dengan Kabupaten Aceh

Singkil. Luas keseluruhan Kabupaten Pakpak Bharat adalah 1.218,30 km2, yang

terdiri dari 8 kecamatan, yaitu Kecamatan Salak, Kecamatan Kerajaan,

Kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe, Kecamatan Tinada, Kecamatan Siempat

Rube, Kecamatan Sitellu Tali Urang Julu, Kecamatan Pergetteng Getteng

Sengkut, dan Kecamatan Pagindar. Luas wilayah yang dapat dimanfaatkan untuk

kawasan budidaya dari seluruh wilayah Kabupaten Pakpak Bharat, di luar

kawasan lindung, untuk pemanfaatan adalah seluas 77.893,39 ha, sedangkan yang

merupakan kawasan hutan lindung adalah seluas 43.936,61 ha.

Iklim sangat dipengaruhi oleh letak Kabupaten Pakpak Bharat yang berada

di dekat garis khatulistiwa. Kabupaten Pakpak Bharat tergolong kepada daerah

beriklim tropis. Ketinggian berada antara 700-1.500 m di atas permukaan laut

dengan kondisi geografis yang berbukit-bukit. Kabupaten Pakpak Bharat beriklim

(48)

Tabel 4.1. Letak Geografis Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera

Sumber: Pakpak Bharat dalam Angka, 2010.

Jarak antara kabupaten dengan kecamatan cukup dekat sehingga tidak

menyulitkan akses antara kecamatan dengan kabupaten. Kecamatan yang paling

jauh di Kabupaten Pakpak Bharat adalah Kecamatan Pagindar yang berbatasan

langsung dengan Kabupaten Aceh Singkil dan Kotamadya Subulussalam, Provinsi

(49)

Tabel 4.2. Jarak Antar Ibukota Kecamatan di Kabupaten Pakpak Bharat (km)

Kota Salak Sukarame Sibande Ulumerah Kecupak Pagindar Tinada Jambu Rea

Salak 18.00 29.00 10.00 4.20 112.40 8.00 5.00

Sukarame 18.00 9.00 28.00 22.20 99.00 10.00 15.00

Sibande 29.00 11.00 39.00 33.20 88.00 21.00 26.00

Ulumerah 10.00 28.00 39.00 14.20 127.00 18.00 15.00

Kecupak 4.20 22.20 33.20 14.20 121.20 12.20 11.20

Pagindar 112.40 99.00 88.00 127.00 121.20 109.00 116.00

Tinada 8.00 10.00 21.00 18.00 12.20 109.00 5.00

Jambu Rea 5.00 15.00 26.00 15.00 11.20 116.00 5.00

Sumber: Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Pakpak Bharat, 2010.

Kecamatan yang paling luas di antara delapan kecamatan yang ada di

Kabupaten Pakpak Bharat adalah Kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe, yaitu seluas

473,62 km2. Luasan Kecamatan ini adalah 30,87548 % dari luas seluruh

Kabupaten Pakpak Bharat. Diikuti oleh Kecamatan Salak, yaitu seluas 245,57

km2. Luasan kecamatan ini adalah 20,15678 % dari luas seluruh Kabupaten

Pakpak Bharat.

Tabel 4.3. Luas Daerah Menurut Kecamatan di Kabupaten Pakpak Bharat, Tahun 2009

No Kecamatan Jumlah Desa Jumlah Dusun Luas Wilayah

(Km)

(1) (2) (3) (4) (5)

1. Salak 6 30 245,57

2. Sitellu Tali Urang Jehe 10 49 473,62

3. Pagindar 4 12 75,45

4. Sitellu Tali Urang Julu 5 17 53,02

5. Pergetteng-getteng Sengkut 5 22 66,64

6. Kerajaan 10 36 147,61

7. Tinada 6 22 74,03

8. Siempat Rube 6 22 82,36

Jumlah 52 210 1.218,30

(50)

Keadaan daerah

1. Kependudukan

Jumlah penduduk di Kabupaten Pakpak Bharat tahun 2009 adalah sebesar

42.814 jiwa yang terdiri dari 21.144 jiwa penduduk laki-laki dan 21.670 jiwa

penduduk perempuan serta 8.436 rumah tangga. Sebanyak 42.814 penduduk

Kabupaten Pakpak Bharat menyebar di delapan kecamatan dan 52 desa.

Tabel 4.4. Penduduk dan Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan di Kabupaten Pakpak Bharat, Tahun 2009

No Kecamatan Desa Luas Area

Sitellu Tali Urang Jehe Pagindar

Sitellu Tali Urang Julu Pergetteng-getteng Sumber: Pakpak Bharat dalam Angka, 2010.

Persentase kepadatan penduduk terbesar di Kabupaten Pakpak Bharat

berada di Kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe (22,41%), sedangkan persentase

terkecil berada di Kecamatan Pagindar (3,09%). Bila dibandingkan dengan luas

Kabupaten Pakpak Bharat (1.218,30 km2), maka rata-rata tingkat kepadatan

penduduknya mencapai 35 jiwa per km2 dan rata-rata sebanyak 5 jiwa di setiap

rumah tangga.

Dari Tabel 4.5, diketahui sex ratio Kabupaten Pakpak Bharat sebesar

97,57%. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah penduduk laki-laki lebih sedikit dari

Gambar

Tabel 3.1. Luas Area dan Produksi Gambir di Provinsi Sumatera Utara, Tahun 2009 Luas Tanaman/Area (ha)
Tabel 3.2. Luas Area dan Produksi Gambir di Kabupaten Pakpak Bharat, Tahun 2009
Tabel 4.1. Letak Geografis Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara        Kabupaten/Kota   Lintang Utara   Bujur Timur
Tabel 4.3. Luas Daerah Menurut Kecamatan di Kabupaten Pakpak Bharat, Tahun 2009 No     Kecamatan Jumlah Desa Jumlah Dusun Luas Wilayah
+7

Referensi

Dokumen terkait

Selanjutnya, dapat dikemuka- kan secara khusus produk yang dihasilkan dengan rincian sebagai berikut, bagaimana pengembangan perencanaan pembelajaran berbicara dengan teks prosedur

89,33% responden setuju aplikasi ini membantu dalam melakukan perjalanan ibadah haji, 85,33% responden setuju aplikasi ini mudah digunakan, 84% responden setuju

Projects, proje ile aynõ solution içinde yer alan bile ş en kütüphanelerini eklemek için kullanõlõr.. Eklenecek assembly nesnesini seçin ve Select dü ğ

sebagai berikut: sebuah struktur yang sangat organik dengan minimal formalisasi; spesialisasi pekerjaan yang tinggi berdasar pendidikan formal; para spesialis akan memiliki

Dalam penelitian pengembangan model bimbingan kelompok dengan teknik sosiodrama untuk mengatasi perilaku bullying menggunakan prosedur yang digunakan mengacu pada

hipertrofi atau peningkatan isi sekuncup NOC :  Cardiac Pump effectiveness  Circulation Status  Vital Sign Status Kriteria Hasil: o Tanda Vital dalam rentang normal (Tekanan

dirumuskan oleh undang-undang sebagai alat pembayaran yang sah. Berdasarkan fungsinya dalam kegiatan sehari-hari, uang adalah suatu benda yang dapat digunakan sebagai alat

Dalam kisah Sunan Kalijaga menampilkan tiga potongan kisah terpilih yang menceritakan mengenai media dakwah Sunan Kalijaga dalam bidang seni dan budaya seperti gamelan, wayang,