• Tidak ada hasil yang ditemukan

Turnover Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Swasta di Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Turnover Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Swasta di Kota Medan"

Copied!
139
0
0

Teks penuh

(1)

TURNOVER PERAWAT PELAKSANA DI RUMAH SAKIT

SWASTA DI KOTA MEDAN

TESIS

Oleh

SAFRINA EDAYANI

127046008 / ADMINISTRASI KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

TURNOVER PERAWAT PELAKSANA DI RUMAH SAKIT

SWASTA DI KOTA MEDAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Keperawatan (M.Kep) dalam Program Studi Magister Ilmu Keperawatan

Minat Studi Administrasi Keperawatan pada Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

Oleh

SAFRINA EDAYANI

127046008 / ADMINISTRASI KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)
(4)

Telah di uji

Pada tanggal: 25 Agustus 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Setiawan, S.Kp., MNS., Ph.D

Anggota : 1. Roxsana Devi Tumanggor, S.Kep., Ns., M.Nurs

2. Dra. Nurmaini, M.K.M., Ph.D

(5)
(6)

Judul Tesis : Turnover Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Swasta di Kota Medan

Nama Mahasiswa : Safrina Edayani

Program Studi : Magister Ilmu Keperawatan Minat Studi : Administrasi Keperawatan

Tahun : 2014

ABSTRAK

Turnover keperawatan merupakan masalah penting bagi rumah sakit dan mempengaruhi kinerja serta profitabilitas rumah sakit. Tingginya tingkat turnover

melemahkan struktur sistem keperawatan dan menghambat implementasi yang tepat dari proses dan prosedur keperawatan. Hal ini akan berdampak terhadap kemampuan sistem keperawatan dalam memberikan perawatan yang efektif, efisien, aman dan responsif yang akan mengarah ke hasil perawatan yang kurang optimal. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi fenomena turnover

perawat pelaksana di rumah sakit swasta di kota Medan. Penelitian ini menggunakan desain fenomenologi deskriptif. Partisipan dalam penelitian ini adalah perawat pelaksana yang masih bekerja dan yang sudah keluar dari rumah sakit swasta di kota Medan. Pemilihan partisipan dilakukan dengan tehnik

(7)

pindah kerja yang terdiri dari 5 katagori (pengembangan karir, finansial, beban kerja, lingkungan kerja, faktor pribadi), konsekuensi perawat pindah kerja yang terdiri dari dua katagori (dampak negatif dan dampak positif), dan harapan perawat terhadap rumah sakit yang terdiri dari dua katagori (manajemen rumah sakit dan tenaga perawat). Manajer perawat diharapkan untuk menciptakan suasana kerja yang nyaman serta mengembangkan hubungan interpersonal perawat sehingga bisa meningkatkan intention perawat.

(8)

Thesis Title : Nurses Turnover in Private Hospitals in Medan

Name : Safrina Edayani

Study Program : Master of Nursing Field of Specialization : Nursing Administration

Years : 2014

ABSTRACT

(9)

factors), consequences of changing workplace consists of two categories (negative impacts and positive impacts), and the hope for the hospitals in the future consists of two categories (hospital management and nurses). Nurse manager is recommended to create a comfortable working atmosphere and to developing interpersonal relationships in order to improve the nurse’s intention.

(10)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Turnover Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Swasta di Kota Medan”, disusun untuk memenuhi sebagian dari syarat untuk memperoleh gelar Magister Keperawatan (M. Kep) di Program Studi Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

(11)

penguji yang telah memberikan kritik dan saran untuk kesempurnaan penulisan tesis ini.

Terima kasih kepada RSU Mitra Sejati, RSU Martha Friska, dan RSU Sari Medan yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian pada rumah sakit tersebut. Kepada seluruh partisipan penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas bantuan yang telah diberikan sehingga penelitian ini dapat selesai.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak, Ibu, dan Keluarga penulis yang telah banyak memberikan dorongan dana dan moril dalam penyelesaian tesis ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada pihak STIKes Muhammadiyah Lhokseumawe atas kesempatan dan dukungan yang diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan pendidikan ini dengan baik. Akhirnya tak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan Program Studi Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Angkatan II 2012/2013 dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu dan memberi dorongan untuk menyelesaikan tesis ini. Penulis menyadari tesis ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan tesis ini dan harapan penulis semoga tesis ini bermanfaat demi kemajuan ilmu pengetahuan khususnya profesi keperawatan.

Medan, 25 Agustus 2014 Penulis

(12)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Safrina Edayani

Tempat/tanggal Lahir : Seuneubok, 12 Desember 1986

Alamat : Jln. Utama No.4 Desa Seuneubok, Lhokseumawe, Aceh No. Telp./Hp : 085260302010

Email : eda_safrine@yahoo.com

Riwayat Pendidikan:

Jenjang Pendidikan Nama Institusi Tahun Lulus

SD SD Negeri 7 Lhokseumawe 1999

SMP SMP Negeri 7 Lhokseumawe 2002

SMA SMA Negeri 1 Lhokseumawe 2005

S1 Program Studi Ilmu 2009

Keperawatan Fakultas

Kedokteran Universitas Syiah Kuala

Profesi Ners Program Studi Ilmu 2011

Keperawatan Fakultas

(13)

Riwayat Pekerjaan:

Bekerja sebagai staf dosen di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Lhokseumawe, 2011- sekarang.

Kegiatan Akademik penunjang Studi:

Peserta Seminar “Penelitian Kualitatif Sebagai Landasan Pengembangan Pengetahuan Disiplin Ilmu Kesehatan” & Workshop “Analisis Data dengan Content Analysis & Wefd-QDA”, 31 Januari 2012, Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Peserta Seminar Keperawatan “Nursing Leadership Menyongsong Asean Community 2015”, 30 Januari 2013, Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Peserta pada “2013 Medan International Nursing Conference on The Aplication of Caring Science in Nursing Education, Advanced Research

and Clinical Practice in Medan”, 1-2 April 2013, Hotel Graduda Plaza, Medan, Sumatera Utara.

Peserta Seminar & Workshop “Knowledge Management dalam Keperawatan”, 22-23 Mei 2013, Rumah Sakit Umum Daerah Pirngadi Medan.

(14)
(15)

DAFTAR ISI

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Turnover 11

BAB 3. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian . ... 39

BAB 4. HASIL PENELITIAN 4.1. Deskripsi Karakteristik Partisipan. ... 50

4.2. Turnover Perawat Pelaksana ... 51

4.2.1 Motif Perawat Pindah Kerja ... 51

4.2.2 Konsekuensi Perawat Pindah Kerja ... 59

(16)

BAB 5. PEMBAHASAN

5.1. Motif Perawat Pindah Kerja ... 69

5.2. Konsekuensi Perawat Pindah Kerja ... 82

5.3. Harapan Perawat terhadap Rumah Sakit ... 87

5.4. Keterbatasan Penelitian ... 90

5.5. Implikasi Keperawatan ... 91

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan . ... 92

6.2. Saran ... 92

DAFTAR PUSTAKA ... 94

(17)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1 Karakteristik demografi partisipan 50

Tabel 4.2 Motif perawat pindah kerja 58

Tabel 4.3 Konsekuensi perawat pindah kerja 63

(18)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Model for measurement of original human resource cost 19 Gambar 2.2 Model for measurement of original human resource

replacement cost 20

Gambar 2.3 Manusia sebagai sistem adaptif 30

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

(20)

Judul Tesis : Turnover Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Swasta di Kota Medan

Nama Mahasiswa : Safrina Edayani

Program Studi : Magister Ilmu Keperawatan Minat Studi : Administrasi Keperawatan

Tahun : 2014

ABSTRAK

Turnover keperawatan merupakan masalah penting bagi rumah sakit dan mempengaruhi kinerja serta profitabilitas rumah sakit. Tingginya tingkat turnover

melemahkan struktur sistem keperawatan dan menghambat implementasi yang tepat dari proses dan prosedur keperawatan. Hal ini akan berdampak terhadap kemampuan sistem keperawatan dalam memberikan perawatan yang efektif, efisien, aman dan responsif yang akan mengarah ke hasil perawatan yang kurang optimal. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi fenomena turnover

perawat pelaksana di rumah sakit swasta di kota Medan. Penelitian ini menggunakan desain fenomenologi deskriptif. Partisipan dalam penelitian ini adalah perawat pelaksana yang masih bekerja dan yang sudah keluar dari rumah sakit swasta di kota Medan. Pemilihan partisipan dilakukan dengan tehnik

(21)

pindah kerja yang terdiri dari 5 katagori (pengembangan karir, finansial, beban kerja, lingkungan kerja, faktor pribadi), konsekuensi perawat pindah kerja yang terdiri dari dua katagori (dampak negatif dan dampak positif), dan harapan perawat terhadap rumah sakit yang terdiri dari dua katagori (manajemen rumah sakit dan tenaga perawat). Manajer perawat diharapkan untuk menciptakan suasana kerja yang nyaman serta mengembangkan hubungan interpersonal perawat sehingga bisa meningkatkan intention perawat.

(22)

Thesis Title : Nurses Turnover in Private Hospitals in Medan

Name : Safrina Edayani

Study Program : Master of Nursing Field of Specialization : Nursing Administration

Years : 2014

ABSTRACT

(23)

factors), consequences of changing workplace consists of two categories (negative impacts and positive impacts), and the hope for the hospitals in the future consists of two categories (hospital management and nurses). Nurse manager is recommended to create a comfortable working atmosphere and to developing interpersonal relationships in order to improve the nurse’s intention.

(24)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sumber daya manusia di suatu organisasi perlu dikelola secara profesional agar terwujud keseimbangan antara kebutuhan pegawai dengan tuntutan dan kemampuan organisasi (Mangkunegara, 2011). Nilai sumber daya manusia sebuah organisasi mempunyai nilai yang tinggi di sebabkan oleh kemampuan yang mereka miliki (Mathis & Jackson, 2001) dan keberhasilan suatu organisasi salah satunya ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya (Arwani & Supriyatno, 2006). Salah satu masalah dalam organisasi yang menyangkut sumber daya manusia adalah turnover.

Turnover merupakan jumlah karyawan yang diganti dalam suatu organisasi selama periode waktu tertentu (Loveridge & Cummings, 1996). Turnover

(25)

kekurangan perawat berkualitas telah menyebabkan peningkatan tingkat turnover

secara terus menerus di kalangan perawat (PriceWaterhouseCoopers, 2007 dalam Hunt, 2009). Kekurangan perawat berkualitas disebabkan oleh beberapa faktor yaitu kecemasan dan ketidakpastian, ketidakmampuan untuk memenuhi tujuan pribadi dan organisasi, kurang kejelasan tentang peran yang dimainkan, kebutuhan yang kontradiktif, ketidakpuasan dengan hubungan antar manusia, melawan aturan, kebijakan, dan regulasi, sifat bawaan dari tugas-tugas pekerjaan, kompetensi, bekerja berlebihan atau dimanfaatkan, keterbatasan pertumbuhan pribadi dan profesional, ketidakpuasan dengan kualitas asosiasi (Swanburg, 2000).

(26)

(ARN) adalah 26,0 dan 28,9 persen (AHCA, 2011). Penelitian ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan O Brien-Pallas, Murphy, Shamian, Hayes (2010), dimana ditemukan bahwa turnover juga merupakan masalah utama di rumah sakit di Kanada dengan tingkat turnover rata-rata 19,9%.

Di Indonesia, tingkat turnover juga cukup tinggi. Hal ini bisa dilihat dari beberapa penelitian, seperti penelitian Anik (2013) dimana turnover perawat di rumah sakit Ibnu Sina YW-UMI tahun 2010, 2011, dan 2012 sebanyak 15%, 12,87%, dan 10,18%. Lusiati dan Supriyanto (2013) juga melaporkan bahwa selama 2010 hingga 2012 Balai Pengobatan Santa Familia Kutai Barat (BPFS) mengalami tingkat turnover tenaga perawat yang cukup tinggi. Pada tahun 2010 persentase turnover tenaga perawat 33,3% yang semakin meningkat hingga menyentuh angka 55% pada tahun 2012. Sehingga rata-rata turnover tenaga perawat BPSF Kutai Barat Kaltim pada tahun 2010 – 2012 adalah 31,51%.

Penelitian Elizabeth (2012) mengungkapkan bahwa tingkat turnover

perawat di salah satu rumah sakit X pada tahun 2008 sebesar 15,27% yang kemudian meningkat tajam pada tahun 2009 menjadi 20% dan pada tahun 2010 sebesar 18,05%. Penelitian ini didukung oleh penelitian lainnya dimana angka

(27)

(2003) di rumah sakit islam Sakinah Kabupaten Mojokerto tingkat turnover

perawat mencapai 13,04%.

Penelitian yang dilakukan di rumah sakit swasta di Kota Medan pada tahun 2009 menunjukkan angka turnover perawat yang juga tinggi. Dari tiga rumah sakit swasta dengan tipe B yaitu rumah sakit Mitra Sejati, rumah sakit Vina Estetica, dan rumah sakit Imelda ditemukan angka turnover perawat sebesar 34.88%, 26,19% dan 24,60% per tahun (Tobing, 2009).

(28)

Marselius, 2012) dan beban kerja merupakan faktor penyebab utama terjadinya stres kerja (Suhendra, 2012). Dari pernyataan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa peningkatan turnover dapat menyebabkan peningkatan beban kerja perawat sehingga tingkat stres perawat menjadi lebih tinggi. Hal ini berdampak timbulnya kelelahan kerja dan dapat mengurangi motivasi perawat untuk melakukan tugas dengan baik, sehingga dapat menyebabkan rendahnya kualitas kerja dan meningkatkan terjadinya morbiditas dan mortalitas pasien.

Selain dampak yang signifikan terhadap seseorang secara pribadi, turnover

juga berdampak terhadap keuangan organisasi (Federman, 2009). Turnover akan merugikan organisasi karena tingginya biaya perekrutan karyawan baru (Lacey & McNoldy, 2007; Strachota, Normandin, O’Brien, Clary, Krukow, 2003). Diperkirakan biaya untuk mengganti seorang perawat medikal bedah adalah sekitar $ 42.000 dan $ 64 000 untuk menggantikan seorang perawat khusus (Strachota, et al., 2003).

Mengingat banyaknya dampak turnover perawat baik terhadap organisasi, perawat maupun pasien, maka perlu diketahui faktor-faktor yang menyebabkan

(29)

budaya organisasi dan kenyamanan kerja juga berpengaruh terhadap turnover

(Indriani, 2011). Hal ini didukung oleh penelitian Langitan (2010) yang mengatakan ada hubungan antara umur, status pernikahan, lama kerja, iklim organisasi, kinerja, dengan kejadian turnover. Umur sangat erat kaitannya dengan

turnover. Pada usia muda biasanya perawat akan lebih produktif, penuh dengan ide-ide dalam bekerja, ingin menunjukkan aktualisasi diri, dan senang dengan inovasi baru sehingga meningkatkan kecenderungan untuk turnover. Begitu juga dengan status pernikahan, dimana perawat yang belum menikah tingkat

turnovernya lebih tinggi dikarenakan tingkat idealismenya lebih tinggi dan tanggung jawab terhadap keluarga belum ada sehingga memiliki kecenderungan untuk turnover. Ditinjau dari lama kerja, maka semakin lama perawat berada dalam pekerjaanya maka kecenderungan turnover semakin kecil, hal ini dikaitkan dengan motivasi dan komitmen mereka. Selain itu, iklim organisasi yang baik akan menurunkan kejadian turnover dikarenakan lingkungan yang nyaman, hubungan yang kondusif, birokrasi yang mudah, stres yang rendah, serta motivasi dan kepuasan yang tinggi akan meningkatkan kinerja perawat sehingga menurunkan angka turnover.

(30)

(2011) menemukan bahwa faktor eksternal yaitu ketersediaan lapangan kerja di institusi lain mempunyai hubungan bermakna dengan kecendrungan turnover.

Perbedaan hasil dari kedua penelitian ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satunya dilihat dari karakteristik tempat penelitian, dimana penelitian Langitan (2010) dilakukan di Depok yang merupakan daerah metropolitan yang banyak terdapat rumah sakit-rumah sakit swasta di bandingkan dengan penelitian Aryanto (2011) yang dilakukan di Bukit Tinggi yang hanya terdapat beberapa rumah sakit. Karena banyaknya peluang kerja di Depok, sehingga perawat yang masih berusia muda atau produktif akan terus mencoba untuk menemukan tantangan, ide-ide dan inovasi baru dengan mencoba untuk terus mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Sedangkan di Bukit Tinggi dengan kurangnya jumlah rumah sakit sehingga menyebabkan faktor internal tidak berpengaruh terhadap terjadinya turnover, sebaliknya faktor eksternal yaitu peluang kerja ikut mempengaruhi kejadian turnover, hal ini bisa terjadi apabila banyaknya alternatif peluang kerja yang ditawarkan sehingga menyebabkan perawat akan keluar dari rumah sakit tersebut bila tidak sesuai dengan harapannya.

(31)

gaji dan kondisi kerja yang lebih baik, yang memotivasi registered nurses (RNS) untuk mencari pekerjaan di rumah sakit tersebut. Dan bila dibandingkan turnover

di dua rumah sakit tersebut, tingkat turnover rumah sakit pendidikan lebih tinggi dibandingkan rumah sakit umum. Hal ini disebabkan karena lokasi rumah sakit umum memberi motivasi perawat untuk memperoleh pekerjaan dalam area tempat tinggal mereka.

Tingkat turnover di kalangan RNS di rumah sakit perkotaan jelas lebih tinggi dibandingkan di rumah sakit pedesaan. Sebagian besar rumah sakit yang terletak di daerah perkotaan adalah rumah sakit swasta (Hayajneh, et al., 2009). Hal ini terkait dengan sedikitnya rumah sakit yang terdapat di pedesaan, sehingga RNS yang tidak mendapatkan pekerjaan di rumah sakit pedesaan akan mencari peluang ke rumah sakit perkotaan. Dan apabila di rumah sakit pedesaan adanya perekrutan, maka perawat akan meninggalkan pekerjaan mereka di rumah sakit perkotaan yang akan meningkatkan kejadian turnover. Hal ini sesuai dengan penelitian Hayajneh, et al. (2009) bahwa faktor yang menentukan rendahnya

(32)

Mempertimbangkan besarnya dampak yang ditimbulkan dari turnover, maka peneliti tertarik untuk menggali lebih mendalam tentang fenomena turnover

perawat pelaksana di rumah sakit swasta di kota Medan. Penelitian ini akan dilakukan secara fenomenologi karena masih sedikitnya penelitian tentang

turnover perawat yang dilakukan secara kualitatif. Melalui penelitian kualitatif ini, akan diperoleh informasi secara mendalam terkait dengan masalah turnover

perawat di rumah sakit swasta. 1.2 Permasalahan

(33)

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi fenomena turnover

perawat pelaksana di rumah sakit swasta di kota Medan. 1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Praktik keperawatan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai dasar dalam pembuatan kebijakan yang tepat untuk meningkatkan kinerja perawat dan menciptakan iklim organisasi yang baik sehingga bisa mencegah peningkatan terjadinya turnover

perawat yang dapat merugikan rumah sakit, pasien maupun perawat. 1.4.2 Pendidikan keperawatan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya administrasi keperawatan yang berhubungan dengan

turnover perawat di rumah sakit swasta. 1.4.3 Penelitian keperawatan

(34)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Turnover

2.1.1 Pengertian turnover

Secara umum, turnover mengacu pada perubahan dalam keanggotaan organisasi, yaitu bergantinya posisi dengan keluarnya pemegang jabatan dan diganti oleh orang baru. Dalam penggunaan istilah khusus, turnover mengacu pada keluarnya anggota organisasi (Jewell, 1985) baik pada awal atau akhir dari kontrak kerja (Swansburg, 2000). Hal ini sesuai dengan pernyataan Mathis dan Jackson (2001) yang menyatakan turnover adalah proses dimana tenaga kerja meninggalkan organisasi dan harus ada yang menggantikannya. Swanburg (2000) juga menyebutkan bahwa turnover merupakan pergerakan karyawan dari organisasi atau institusi perawatan kesehatan hasil dari pengunduran diri, transfer keluar dari unit organisasi, pembuangan, pensiun dan kematian. Mobley (1982) mendefinisikan turnover adalah keluarnya karyawan dari suatu organisasi dan disertai dengan pemberian imbalan keuangan oleh organisasi yang bersangkutan.

Menurut Gillies (1989) turnover tahunan keperawatan adalah persentase dari perawat yang dipekerjakan yang meninggalkan pekerjaan mereka selama waktu satu tahun. Rumus untuk menghitung tingkat turnover adalah sebagai berikut:

Annaul Turnover rate = ���������������������������������

(35)

Turnover ada dua jenis yaitu turnover sukarela dan tidak sukarela (Jones, 1990; Mathis & Jackson, 2001; Robbins & Coulter, 2010). Turnover sukarela terjadi pada saat karyawan meninggalkan organisasi atas permintaan sendiri yang disebabkan beberapa faktor, diantaranya kurangnya tantangan, peluang karir, gaji, pengawasan, letak geografis, dan tekanan. Turnover tidak sukarela dipicu oleh karyawan yang tidak sesuai dengan kebijakan organisasi dan peraturan kerja, sehingga tidak memenuhi standar kinerja yang diharapkan (Mathis & Jackson, 2001). Mathis dan Jackson (2001) juga menyebutkan tidak semua turnover negatif bagi suatu organisasi. Kehilangan beberapa karyawan kadang memang diinginkan apabila karyawan yang keluar adalah yang kinerjanya rendah (Mathis & Jackson, 2001). Tetapi tetap saja kerugian yang ditimbulkan dari turnover lebih besar dari pada keuntungannya (Gillies, 1989).

Gillies (1989) menyatakan bahwa keluarnya perawat dari rumah sakit dikatakan normal berkisar antara 5 -10% per tahun, dikatakan tinggi apabila lebih dari 10%. Menurut Capko (2001), berkisar dibawah 15% dalam lima tahun berturut-turut, jika lebih dari 20% maka dikatakan tinggi. Pergantian beberapa perawat diperlukan organisasi untuk meningkatkan kinerja organisasi, menciptakan inovasi baru melalui pengetahuan, ide-ide, dan teknologi baru melalui staf baru (Mobley, 1982).

2.1.2 Penyebab turnover

(36)

Nilai-nilai intrinsik dari motivasi. Motivasi merupakan masalah penting dan kompleks bagi manajemen personalia di fasilitas pelayanan kesehatan (Janssen, De Jonge, Bakker, 1999). Speedling (1990 dalam Janssen, et al., 1999) mengungkapkan bahwa ketertarikan orang untuk bekerja pada perawatan kesehatan tidak hanya dipengaruhi oleh reward eksternal seperti gaji, namun juga dipengaruhi oleh motivasi instrinsik. Nilai-nilai instrinsik dari motivasi mengacu kepada ketika seseorang secara internal termotivasi untuk melakukan sesuatu yang menyenangkan atau penting bagi mereka. Hal ini terkait dengan diri pribadi atau dari kegiatan itu sendiri (Sellgren, et al., 2009). Faktor ini meliputi kategori seperti pengakuan, partisipasi, isi pekerjaan dan pengembangan kompetensi (Sellgren, et al., 2009). Menurut Scott, Sochalski, Aiken (1999); Kramer dan Schmalenberg (2004), kurangnya perasaan dihargai bisa berhubungan dengan kurangnya otonomi dalam praktek keperawatan. Jika manajer mendukung, menghormati dan mengakui prestasi perawat, hal ini dapat meningkatkan semangat perawat yang menyebabkan peningkatan kepuasan kerja dan motivasi (Lephalala, 2006).

(37)

yang nyata (ekstrinsik). Beban kerja berlebih secara kuantitatif dan kualitatif dapat menimbulkan kelelahan dan stres yang bisa mempengaruhi turnover (McCarthy, Turrell, Cronin, 2002). Beban kerja yang terlalu berlebihan akan menimbulkan kelelahan baik fisik maupun mental dan reaksi-reaksi emosional seperti sakit kepala, gangguan pencernaan, dan mudah marah. Sedangkan pada beban kerja yang terlalu sedikit dimana pekerjaan yang terjadi karena pengurangan gerak akan menimbulkan kebosanan dan rasa monoton. Kebosanan dalam kerja rutin sehari-hari karena tugas atau pekerjaan yang terlalu sedikit mengakibatkan kurangnya perhatian pada pekerjaan sehingga secara potensial membahayakan pekerja (Manuaba, 2000 dalam Prihatini, 2007). Pengelolaan tenaga kerja yang tidak direncanakan dengan baik dapat menyebabkan keluhan yang subyektif, beban kerja semakin berat, tidak efektif dan tidak efisien yang memungkinkan ketidakpuasan bekerja yang pada akhirnya mengakibatkan turunnya kinerja dan produktivitas serta mutu pelayanan yang merosot (Gillies, 1989). Beban kerja berlebihan secara konsisten meningkatkan ketegangan kerja dan mengurangi kepuasan kerja, yang pada gilirannya, meningkatkan kemungkinan turnover

(Davidson et al., 1997; Tai et al., 1998; Hemingway & Smith, 1999; Strachota et al., 2003 dalam Hayes, et al., 2006). Hal ini didukung oleh penelitian Siagian (2009); Hayajneh, et al. (2009); O Brien-Pallas, et al. (2010); dan Cho, et al. (2012) dimana salah satu faktor yang mempengaruhi turnover yaitu ketidakpuasan kerja.

Ukuran unit. Hasil penelitian Sellgren, et al. (2009) menunjukkan bahwa

(38)

sebanyak 25 orang. Dalam unit-unit besar, anggota staf sebagian besar diatur dalam tim kerja yang dipimpin oleh seorang pemimpin tim. Laporan dalam focus group discussion (FGD) menunjukkan bahwa akan lebih mudah untuk mendapatkan pengakuan, untuk berpartisipasi, untuk lebih dekat dengan manajer dan untuk mengembangkan penghargaan dalam kelompok kerja dalam unit kecil atau tim kerja yang lebih kecil.

(39)

komunikasi dan kepemimpinan atau menjadi agen perubahan. Banyak perawat yang dipimpin oleh para pemimpin otokratik dan tidak diperbolehkan untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan.

Faktor lain yang mempengaruhi turnover yaitu lokasi rumah sakit (Hayajneh, et al., 2009), karakteristik rumah sakit, hubungan interpersonal, lingkungan kerja fisik (Cho, et al., 2012), dukungan tim, efektivitas profesional (O Brien-Pallas, et al., 2010).

Lokasi rumah sakit mempengaruhi tingkat turnover perawat. Tingkat

turnover di kalangan RNS di rumah sakit perkotaan lebih tinggi dibandingkan di rumah sakit pedesaan (Hayajneh, et al., 2009). Hal ini terkait dengan sedikitnya rumah sakit yang terdapat di pedesaan, sehingga RNS yang tidak mendapatkan pekerjaan di rumah sakit pedesaan akan mencari peluang ke rumah sakit perkotaan. Hal ini sesuai dengan penelitian Hayajneh, et al. (2009) bahwa faktor yang menentukan rendahnya turnover di pedesaan karena sebagian besar RNS adalah penduduk daerah tersebut dan rumah sakit mereka adalah satu-satunya di wilayah tersebut. Sebaliknya, rumah sakit di perkotaan memiliki tingkat turnover

tinggi, karena perawat di sana memiliki lebih banyak pilihan dan kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik.

(40)

memainkan peran kunci untuk mendukung lulusan baru untuk mengembangkan hubungan interpersonal antara staf perawat dan petugas rumah sakit lainnya.

Penelitian AbuAlRub (2004) menunjukkan bahwa hubungan dengan rekan kerja dapat mempengaruhi kepuasan kerja dan niat untuk tetap bekerja. Juga didukung oleh penelitian McNeese-Smith (1999) dimana sikap negatif dari rekan kerja dan kritik dari rekan kerja dapat menyebabkan ketidakpuasan.

Hasil penelitian menunjukkan tiga alasan utama perawat meninggalkan keperawatan yaitu jam kerja yang lebih nyaman (46%), pekerjaan yang lebih menguntungkan secara profesional (47,2 %), dan gaji yang lebih baik (35,0 %) di tempat kerja baru sehingga menjadi alasan untuk meninggalkan pekerjaannya.

Keamanan kerja juga menjadi faktor penentu ketidakpuasan kerja yang menyebabkan perawat meninggalkan pekerjaan mereka. Hal ini dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan Toni (2007) dimana karyawan yang merasakan tingkat rendah keamanan kerja dalam pekerjaan mereka saat ini dapat termotivasi untuk mencari pekerjaan dalam organisasi di mana mereka percaya tingkat keamanan yang lebih besar dari pekerjaan mereka saat ini.

Hunt (2009) mengidentifikasi beberapa faktor yang menyebabkan turnover

(41)

yang efektif dengan rekan kerja; jadwal kerja tidak sesuai dengan kebutuhan pekerjaan atau harapan, serta pekerjaan yang terlalu menuntut fisik.

2.1.3 Dampak turnover

Turnover perawat yang tinggi meningkatkan pengeluaran finansial yang tinggi, menurunkan moral, mengganggu fungsi tim, dan hilangnya potensial manajemen (Gillies, 1989). Biaya tambahan untuk mengganti perawat berkisar dari $ 10.000 USD sampai dengan $ 60.000 USD per perawat terdaftar (RN) tergantung pada spesialisasi perawat (Hayes et al., 2006). Strachota, et al. (2003) mengutip biaya sebesar $ 42.000 USD untuk mengganti tenaga medis atau perawat bedah dan $ 64 000 USD untuk mengganti spesialisasi perawat. Turnover

juga menimbulkan beban kerja tambahan perawat yang masih bertahan dan akan mempengaruhi semangat dan kesejahteraan mereka (O-Brien-Pallas, et al., 2006). Frekuensi turnover perawat yang terlalu sering mengurangi produktivitas perawat yang masih bertahan. Hal ini yang mengharuskan staf perawat untuk mengarahkan dan melatih staf baru (Cavanagh & Coffin 1992). Turnover

berlebihan meningkatkan konflik kelompok, menurunkan keterikatan kelompok dan mengurangi kepuasan kerja serta kinerja mereka yang tetap (Mobley, 1982).

Selain berdampak negatif, turnover juga bisa berdampak positif, baik bagi organisasi, individu yang keluar, individu yang tinggal, dan masyarakat (Mobley, 1982).

Dampak negatif

(42)

sumber daya manusia (SDM) baru dan pergantian. Hal ini sesuai dengan model

measurement of original human resource cost dan model for measurement of original human resourcereplacement cost yang digagas oleh Mobley (1982). Model ini dibuat untuk memperkirakan biaya-biaya sumber daya manusia dari yang baru masuk dan biaya-biaya penggantian sumber daya manusia seperti skema dibawah ini.

(43)
(44)

Hasil penelaahan biaya pergantian staf menunjukkan bahwa pergantian itu mahal. Banyak biaya yang diperlukan untuk pergantian staf, baik biaya untuk sumber daya manusia yng baru masuk maupun pengganti. Biaya sumber daya manusia yang baru masuk meliputi biaya pengadaan dan pembelajaran, sedangkan biaya sumber daya manusia pengganti terdiri dari biaya pengadaan, pembelajaran, dan pemisahan. Biaya-biaya tersebut bisa bersifat langsung dan tidak langsung. Biaya pengadaan langsung meliputi biaya untuk perekrutan (iklan, travel, agen, dan administrasi), seleksi (wawancara, pemeriksaan referensi, testing, penilaian, dan biaya administrasi terkait lainnya), hiring dan penempatan (pemeriksaan fisik, perpindahan dan travel, biaya administrasi terkait). Biaya pengadaan tidak langsung meliputi promosi atau hiring dari dalam perusahaan. Biaya pembelajaran langsung meliputi pelatihan formal dan orientasi. Biaya pembelajaran tidak langsung meliputi waktu pelatih dan hilangnya produktivitas selama pelatihan. Biaya pemisahan langsung meliputi biaya pesangon, sedangkan biaya pemisahan tidak langsung meliputi hilangnya efisiensi sebelum pemisahan dan biaya yang berkaitan dengan posisi kosong (Mobley, 1982).

Turnover umumnya memerlukan biaya untuk rekrutmen, seleksi, pelatihan, dan pengembangan. Selain itu, turnover menyebabkan kehilangan produktivitas sampai staf baru dapat menguasai pekerjaan yang harus dianggap sebagai biaya

(45)

baru bekerja akan memakan waktu enam sampai delapan bulan untuk menjadi sepenuhnya efisien di tempat kerja baru mereka.

Dampak negatif lain dari turnover bagi organisasi yaitu gangguan kinerja yang disebabkan oleh kekosongan posisi yang berefek terhadap penambahan kerja; gangguan pola sosial dan komunikasi; penurunan moral yang dipicu oleh gangguan kinerja, pola sosial dan komunikasi, sehingga perawat yang masih tetap bertahan akan mencoba untuk mencari pekerjaan lainnya yang akan memicu

turnover selanjutnya; strategi pengawasan yang tidak berbeda karena pihak manajerial tidak mendapatkan informasi secara lengkap mengenai sebab dan akibat dari turnover sehingga responnya juga kurang; serta hilangnya peluang bagi pengembangan organisasi yang menguntungkan bagi organisasi disebabkan kekurangan staf. Peneliti mengamati bahwa kerugian besar konstan merekrut perawat yang berkualitas merupakan masalah utama bagi para manajer keperawatan (Mobley, 1982).

Toni (2007) menyebutkan bahwa turnover menghasilkan serangkaian efek negatif pada pelayanan yang berkualitas. Turnover berlebihan menurunkan semangat kerja perawat karena kesenjangan yang terjadi disebabkan kekurangan perawat, beban bagi perawat yang tetap bekerja dan penurunan kualitas perawatan pasien dengan konsekuensi risiko medis dan hukum.

(46)

Meskipun sejumlah konsekuensi positif dari turnover dapat diidentifikasi ada juga mungkin beberapa biaya yang berkaitan dengan keputusan untuk mengganti pekerjaan (Mobley, 1982).

Mengganti pekerjaan dapat menjadi sumber signifikan dari stres, terutama ketika berpindah dari satu kota ke kota lain. Keluarga dengan anak-anak usia sekolah mungkin merasa sangat terganggu dengan keputusan untuk mengganti pekerjaan (Mowday, et al., 1982). Ruch dan Holmes (1971 dalam Mowday, et al., 1982) mengidentifikasi perubahan dalam bidang pekerjaan, tempat tinggal, sekolah, rekreasi, gereja, dan kegiatan sosial sebagai sumber potensial dari stres. Besarnya stres yang terkait dengan berganti pekerjaan mungkin berhubungan dengan kesamaan antara pekerjaan lama dan baru, kedekatan antara atasan lama dan baru.Keputusan untuk mengganti pekerjaan juga dapat mengancam hubungan sosial dengan rekan kerja sebelumnya dan ikatan keluarga. Bahkan ketika

turnover melibatkan perpindahan antara pekerjaan di lokasi yang sama, hubungan sosial dengan rekan kerja dari pekerjaan sebelumnya dapat menjadi semakin tegang (Steers & Mowday, 1981 dalam Mowday, et al., 1982). Selain itu, perpindahan pekerjaan di kota yang berbeda dapat meningkatkan jarak antara anggota keluarga. Hal ini dapat mengakibatkan tekanan dari keluarga untuk tidak pindah atau diperlukan usaha yang lebih besar untuk mempertahankan ikatan keluarga pada tingkat sebelumnya (Mowday, et al., 1982).

(47)
(48)

dekat, staf yang tetap bekerja dapat menemukan hubungan antara rekan kerja pada pekerjaan yang kurang memuaskan (Mowday, et al., 1982).

Bagi masyarakat. Peningkatan biaya-biaya produksi karena kekurangan tenaga terlatih serta ketidakmampuan untuk mempertahankan atau menarik tenaga industri baru karena kehilangan tenaga kerja yang berkompeten.

Dampak positif

Bagi organisasi. Pemindahan staf yang berkinerja kurang baik dan digantikan dengan staf yang lebih baik sehingga bisa meningkatkan kinerja organisasi; menciptakan inovasi baru melalui pengetahuan, ide-ide, dan teknologi baru dari staf pengganti (Mobley, 1982). Hal ini sesuai dengan pendapat Toni (2007) bahwa suatu organisasi memerlukan ide-ide dan inovasi dari staf baru. Selain itu, dampak positif dari turnover bagi organisasi bisa menciptakan fleksibilitas dalam pengembangan karier dan pemberian pelatihan dan dapat meningkatkan semangat staf yang bertahan melalui peningkatan mobilitas internal; menurunkan perilaku penarikan diri lainnya seperti absensi, sikap apatis, perilaku merusak, dan kualitas kerja yang rendah; serta mengurangi konflik yang tidak ada penyelesaiannya sehingga bisa meningkatkan efektifitas organisasi (Mobley, 1982).

(49)

dengan pekerjaan lain dengan gaji yang lebih tinggi dan kesempatan yang lebih baik untuk kemajuan karir. Dalam banyak profesi, mobilitas antar organisasi umumnya dilakukan oleh individu mencari kemajuan karir. Individu dengan keterampilan kerja dan kemampuan yang ada sesuai permintaan pasar kerja lebih mungkin untuk mendapatkan keuntungan dari keputusan untuk mengubah pekerjaan dari individu dengan keterampilan yang lebih sedikit (Mowday, et al., 1982). Hall (1976 dalam Mowday, et al., 1982) juga menyebutkan bahwa

turnover dapat memberikan kesempatan kepada individu untuk memperbaiki situasi pekerjaan mereka. Individu dapat memilih pekerjaan yang lebih cocok dengannya yang dapat memanfaatkan dan mengembangkan keterampilan yang dimilikinya atau menawarkan kepuasan yang lebih besar dan mengurangi stres. Selain itu juga memberi kesempatan kepada individu untuk mencoba tantangan baru. Individu yang berganti pekerjaan juga dapat membangun hubungan baru dengan teman-teman baru serta mengembangkan keterlibatan sosial di tempat kerja baru. Individu juga dapat mengembangkan komitmen baru dan loyalitas terhadap organisasi yang mempekerjakannya dan dapat mengembangkan citra diri yang lebih positif karena mereka menganggap mereka masih menarik bagi organisasi lain.

(50)

Ketika seseorang yang mempunyai posisi lebih tinggi keluar dari organisasi, maka akan membuka peluang bagi staf yang posisinya lebih rendah untuk mendapatkan promosi jabatan yang mengakibatkan sikap yang lebih positif dari staf yang masih bekerja terutama staf yang menginginkan kemajuan dalam karirnya. Selain itu, faktor lain yang terkait dengan turnover juga dapat berfungsi untuk memperkuat sikap staf yang tetap bertahan. Ketika yang pindah adalah seseorang yang tidak efektif dalam bekerja, hal ini mungkin menjadi sumber kepuasan serta bisa meningkatkan kinerja staf yang masih bekerja. Selain itu, ketika posisi yang kosong diisi oleh individu-individu di luar organisasi atau dari departemen lain, staf baru dapat membawa ide-ide yang lebih baik tentang bagaimana melakukan pekerjaan dan peningkatan tingkat motivasi. Pengenalan staf baru ke dalam kelompok kerja mungkin menjadi sumber rangsangan bagi staf pemegang jabatan, baik dari pendekatan baru untuk pekerjaan dan dari kesempatan untuk mengembangkan persahabatan (Mowday, et al., 1982).

(51)

pekerjaannya bila ditemukan gaji yang lebih tinggi, kondisi kerja atau peluang karir yang lebih baik (Mowday, et al., 1982).

Bagi masyarakat. Mobilitas industri baru yang diperlukan untuk pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, meningkatkan pendapatan per kapita, mengurangi biaya sosial yang terkait dengan manifestasi psikologis dan fisik dari stres; kurangnya mobilitas, terutama di pasar tenaga kerja menurun, dapat meningkatkan biaya sosial untuk pengangguran dan kesejahteraan (Mobley, 1982).

2.1.4 Cara mengontrol turnover

Hasil penelitian Rondeau (2009) didapatkan pelatihan kerja berpengaruh terhadap tingkat turnover secara nyata tapi cukup sederhana dengan meningkatnya komitmen dan kepuasan kerja sehingga menurunkan tingkat turnover. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Sieben (2007 dalam Rondeau, 2009) dimana pelatihan keterampilan kerja meningkatkan loyalitas organisasi dan kemudian menurunkan turnover. Selain itu, membangun hubungan interpersonal yang baik juga dapat mengurangi kejadian turnover (Cho, et al., 2012).

Mobley (1986) mengungkapkan beberapa langkah untuk mengendalikan

(52)

2.3 Landasan Teori

Model adaptasi Roy adalah sistem model yang esensial dan banyak digunakan sebagai falsafah dasar dan model konsep dalam pendidikan keperawatan. Roy (1969) menjelaskan bahwa manusia adalah makhluk biopsikososial sebagai satu kesatuan yang utuh. Dalam memenuhi kebutuhannya, manusia selalu dihadapkan berbagai persoalan yang kompleks, sehingga dituntut untuk melakukan adaptasi (Aligood & Tomey, 2006). Model adaptasi Roy melihat bahwa seseorang merupakan sistem adaptif dalam berinteraksi dengan lingkungan internal dan eksternal. Menurut Roy lingkungan merupakan konsep utama dalam interaksi manusia secara konstan. Lingkungan adalah semua kondisi, keadaan dan kondisi tertentu yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku individu maupun kelompok.

Roy menjelaskan bahwa keperawatan sebagai proses interpersonal yang diawal adanya kondisi maladaptasi akibat perubahan lingkungan baik internal maupun eksternal. Manusia sebagai sistem berinteraksi dengan lingkungan dan mengatasi lingkungan melalui mekanisme adaptasi bio-psikososial. Adaptasi di tingkatkan bila terjadi peningkatan atau pengurangan pemenuhan kebutuhan. Di dalam menghadapi perubahan atau stimulus, manusia harus menjaga integritas dirinya dan selalu beradaptasi secara menyeluruh (holistik adaptive system) (Roy & Anderson, 1999 dalam Aligood & Tomey, 2006).

(53)

residual. Adaptasi terjadi ketika manusia berespon positif terhadap perubahan lingkungan. Respon yang adaptif meningkatkan integritas dari manusia yang membawa kepada kesehatan sedangkan respon yang tidak efektif terhadap stimulus membawa gangguan integritas manusia (Aligood & Tomey, 2006).

Dalam Model Adaptasi Roy ada dua subsistem yang saling berhubungan. Pertama, fungsional atau subsistem proses-proses control yang terdiri dari regulator dan kognator. Kedua, subsistem efektor yang terdiri dari empat model adaptif yaitu kebutuhan psikologis, konsep diri, fungsi peran dan interdependensi (Aligood & Tomey, 2006).

Roy memandang regulator dan kognator sebagai koping. Koping subsistem regulator dengan tipe adaptif psikologi adalah respon koping secara otomatis melalui saraf, kimia dan endokrin. Koping subsistem kognator melalui konsep diri, interdependensi dan fungsi peran. Subsistem kognator diperoleh melalui proses persepsi informasi, belajar, penilaian, dan emosi. Persepsi adalah interpretasi dari stimulus dan persepsi bertautan ke regulator dengan kognator sebagai masukan. Persepsi adalah suatu proses dari kognator, responnya diikuti persepsi yang menjadi feedback bagi kognator dan regulator

(54)

Keempat model adaptif dari kedua subsistem dalam model Roy menyediakan bentuk atau manifestasi-manifestasi dari aktivitas kognator dan regulator. Respon terhadap stimulus yang datang dapat dilihat melalui empat model adaptasi.

2.3.1 Model fungsi fisiologi

Model fisiologis berhubungan dengan fisik dan proses kimia yang harus dipenuhi dalam menjalankan fungsi dan aktivitas dari manusia. Ada lima kebutuhan yang diidentifikasi dalam model fisik fisiologi yang berkaitan pada kebutuhan dasar dari integritas fisiologi yaitu oksigen, nutrisi, eliminasi, aktivitas dan istirahat, serta perlindungan.

2.3.2 Konsep diri

Berfokus pada aspek psikososial dan spiritual manusia. Kebutuhan dari konsep diri ini berhubungan dengan integritas psikis antara persepsi, aktivitas mental dan ekspresi perasaan. Menurut Roy, konsep diri terdiri dari dua komponen yaitu: (1) the physical self yaitu bagaimana seseorang memandang dirinya berhubungan dengan sensasi tubuhnya dan gambaran tubuhnya. Kesulitaan pada area ini dapat menyebabkan masalah body image, (2) the personal self yaitu berkaitan dengan konsistensi diri, ideal diri, moral etik dan spiritual diri orang tersebut.

2.3.3 Model fungsi peran

(55)

primer, sekunder dan tersier. Fokusnya pada bagaimana seseorang dapat memerankan dirinya di masyarakat sesuai kedudukannya

2.3.4 Model interdependensi

Model interdependensi berfokus pada hubungan dekat dari seseorang (baik secara individu maupun dalam kelompok), tujuan, bentuk dan perkembangan dimana ada interaksi untuk saling memberi dan menerima cinta/ kasih sayang, perhatian dan saling menghargai. Interdependensi yaitu keseimbangan antara ketergantungan dan kemandirian dalam menerima sesuatu untuk dirinya.

(56)

mengakibatkan lebih dari satu model, ketika suatu prilaku dapat menjadi stimulus fokal, kontekstual atau residual bagi model yang lainnya.

Berkenaan dengan sistem sosial manusia, Roy secara luas mengkategorikan proses kontrol ke dalam subsistem penyeimbang dan pembaru. Sistem penyeimbang sejalan dengan regulator subsistem dari individu yang memperhatikan keseimbangan. Untuk mempertahankan sistem, stabilizer

subsistem terlibat dalam struktur organisasi, nilai budaya dan pengaturan dari aktivitas sehari-hari dan memperhatikan kreatifitas, perubahan dan pertumbuhan.

Perawat merupakan salah satu faktor penentu kualitas pelayanan di rumah sakit. Pihak rumah sakit perlu mempertahankan tenaga keperawatan, baik secara kualitas maupun kuantitas sehingga dapat meningkatkan kualitas pelayanan yang diberikan. Manajer keperawatan perlu menciptakan lingkungan kerja yang kondusif sehingga perawat dapat beradaptasi terhadap lingkungan kerjanya dari berbagai stimulus yang ada. Untuk dapat beradaptasi dengan baik, perawat perlu di motivasi dalam bekerja.

(57)

bahwa seseorang didorong untuk beraktivitas karena dia berharap bahwa hal ini akan membawa pada keadaan yang lebih memuaskan daripada keadaaan sekarang.

Maslow (1970 dalam Marquis & Huston, 2002) menyakini bahwa orang termotivasi untuk memuaskan kebutuhan tertentu, mulai dari kebutuhan bertahan hidup dasar sampai kebutuhan psikologis kompleks, dan bahwa orang mencari kebutuhan yang lebih tinggi saat kebutuhan yang lebih rendah terpenuhi secara dominan. Inti teori Maslow adalah bahwa kebutuhan tersusun dalam suatu hirarki yang dikenal dengan hierarki kebutuhan Maslow. Ada lima tingkatan atau hierarki kebutuhan yaitu: (1) kebutuhan fisiologis (physiological needs) yaitu kebutuhan seseorang akan makanan, minuman, tempat berteduh, seks, dan kebutuhan fisik lainya, (2) kebutuhan keamanan (safety needs) yaitu kebutuhan seseorang akan keamanan dan perlindungan dari kejahatan fisik dan emosional, serta jaminan bahwa kebutuhan fisik akan terus terpenuhi, (3) kebutuhan sosial (social needs)

yaitu kebutuhan seseorang akan kasih sayang, rasa memiliki, penerimaan, dan persahabatan, (4) kebutuhan akan harga diri (esteem needs) yaitu kebutuhan seseorang akan faktor-faktor penghargaan internal, seperti harga diri, otonomi, dan prestasi, serta faktor-faktor penghargaan eksternal, seperti status, pengakuan, dan perhatian, (5) aktualisasi diri (self actualization) yaitu kebutuhan seseorang akan pertumbuhan, pencapaian potensi seseorang, dan pemenuhan diri, dorongan untuk mampu menjadi apa yang diinginkan (Ivancevich, Konopaske, Matteson, 2006; Marquis & Huston, 2002; Stephen & Coulter, 2010; Swanburg, 2000).

(58)

kerja yang tidak memuaskan seperti beban kerja tinggi, kelelahan kerja, yang pada akhirnya dapat menimbulkan stres kerja. Hal ini akan membuat perawat tidak mampu beradaptasi terhadap lingkungan tersebut yang menyebabkan perawat keluar dan mencari pekerjan lain yang bisa memenuhi kebutuhannya.

2.4 Konsep Studi Fenomenologi

Fenomenologi adalah metode penyelidikan kualitatif di mana para peneliti berusaha menemukan makna pengalaman hidup manusia karena mereka ada di dunia (Morse & Field, 1995 dalam Chamberlain, 2009).

Fenomenologi berakar pada tradisi filsafat yang dikembangkan oleh Husserl (1859-1938) dan Heidegger (1889-1976) yang merupakan sebuah pendekatan untuk menemukan makna pengalaman hidup masyarakat (Husserl 1965, Giorgi 1985, Sadala & Adorno 2001 dalam Koivisto, et al., 2002; Polit & Beck, 2008). Fenomenologi seperti yang dibahas oleh Husserl (2000) berarti kembali ke dunia hidup, dunia pengalaman, dimana ia melihat itu merupakan langkah awal untuk semua ilmu pengetahuan. Fenomenologi mengemukakan bahwa fenomena digambarkan bukannya dijelaskan atau memiliki hubungan sebab akibat yang dicari, dan berfokus pada sesuatu yang mereka perlihatkan sendiri (Sadala & Adorno, 2002). Metode fenomenologis menurut Giorgi (1985), dimulai dengan menggambarkan situasi yang dialami dalam kehidupan sehari-hari.

(59)

mengembangkan metode filosofis sistematis menyelidiki struktur kesadaran (esensi). Inti dari fenomenologi adalah intensionalitas kesadaran, dipahami sebagai arah kesadaran menuju pemahaman dunia. Niat ini diaktifkan terhadap dunia yang tidak termasuk atau memiliki, tapi ke arah yang selalu berubah. Oleh karena itu, tidak ada kesadaran tanpa dunia, juga tidak ada dunia tanpa kesadaran. Melalui intensionalitas kesadaran semua tindakan, gerak tubuh, kebiasaan dan tindakan manusia memiliki arti. Kesadaran melalui intensionalitas tersebut, dipahami sebagai agen yang berkontribusi memberi makna terhadap objek. Tanpa makna ini mustahil untuk berbicara baik tentang suatu objek atau esensi objek (Sadala & Adorno, 2002).

Berbeda dengan pendapat Husserl (1965), Heidegger (1962) menekankan fenomenologi interpretatif yang terletak pada penafsiran dan pemahaman, bukan hanya menggambarkan pengalaman manusia. Fokus penyelidikan fenomenologis kemudian pada makna dari pengalaman orang-orang dalam hal fenomena (fenomenologi deskriptif) dan bagaimana pengalaman-pengalaman ditafsirkan (hermeneutika) (Polit & Beck, 2012).

(60)

mendalam, peneliti berusaha untuk bisa masuk kedalam dunia informan, untuk memiliki akses penuh ke pengalaman hidup mereka. Kadang-kadang dua wawancara atau percakapan terpisah mungkin diperlukan. Untuk beberapa peneliti fenomenologis, penyelidikan tidak hanya mencakup mengumpulkan informasi dari informan, tetapi juga upaya untuk mengalami fenomena dengan cara yang sama, biasanya melalui partisipasi, observasi, dan refleksi introspektif (Polit & Beck, 2012).

Meskipun ada sejumlah interpretasi metodologi fenomenologi, penelitian deskriptif fenomenologis sering melibatkan empat langkah berikut: bracketing, intuisi, menganalisis, dan menjelaskan. Bracketing mengacu pada proses mengidentifikasi dan menahan terhadap penundaan keyakinan yang terbentuk sebelumnya dan opini yang objektif tentang fenomena yang diteliti. Meskipun bracketing tidak pernah dapat dicapai sepenuhnya, peneliti menahan keluar dunia dan prasangka sejauh mungkin, sehingga untuk menghadapi data dalam bentuk murni. Bracketing adalah proses berulang-ulang yang melibatkan mempersiapkan, mengevaluasi, dan memberikan umpan balik sistematis yang sedang berlangsung tentang efektivitas bracketing tersebut. Porter (1993) percaya bahwa bracketing

dapat mengakibatkan penggunaan yang lebih produktif waktu peneliti jika mereka mencoba untuk memahami dampak dari pengalaman mereka daripada mengeluarkan energi mencoba untuk menghilangkannya (Polit & Beck, 2012).

(61)
(62)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

(63)

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi penelitian

Penelitian ini dilakukan di rumah sakit swasta di kota Medan, yaitu rumah sakit Martha Friska, Sari Mutiara, dan Mitra Sejati. Rumah sakit swata dijadikan lokasi penelitian mengingat rumah sakit swasta merupakan rumah sakit dengan tingkat turnover yang lebih tinggi di bandingkan rumah sakit pendidikan maupun pemerintahan.

Rumah Sakit Martha Friska berdiri sejak tanggal 2 Maret 1981 yang dikategorikan sebagai rumah sakit umum swasta utama setara dengan kelas B non pendidikan, yang berada di jalan Kolonel Yos Sudarso no. 91 Brayan Kota, Kelurahan Tanjung Mulia, Kecamatan Medan Deli, Kotamadya Medan, Propinsi Sumatera Utara. Rumah Sakit Martha Friska melayani masyarakat umum dan karyawan-karyawan perusahaan serta keluarganya di daerah Sumatera Utara bahkan sebagian dari Propinsi Aceh. Selain itu RS Martha Friska juga melayani peserta askes sosial, askes komersial atau asuransi inhealth, jamsostek, jamkesmas dan asuransi-asuransi swasta lainnya.

(64)

Rumah Sakit Mitra Sejati berdiri sejak tanggal 10 Oktober 2001 yang dikategorikan sebagai rumah sakit swasta tipe madya, berada di jalan Jenderal Besar A. H. Nasution no.7 Medan, Kelurahan Pangkalan Mansyur, Kecamatan Medan Johor, Kotamadya Medan, Propinsi Sumatera Utara. Rumah Sakit Mitra Sejati melayani melayani masyarakat umum dan karyawan-karyawan perusahaan serta keluarganya di daerah Sumatera Utara. Selain itu RS Mitra Sejati juga melayani peserta askes, inhealth, jamsostek, jamkesmas, medan sehat dan asuransi-asuransi swasta lainnya. Pasien yang datang selain dari wilayah propinsi Sumatera Utara, beberapa rekanan perusahaan yang berdomisili di Propinsi Nangroe Aceh Darussalam juga ada merajuk karyawan-karyawan.

3.2.2 Waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan secara bertahap mulai dengan penyusunan proposal tesis pada bulan September 2013, seminar proposal tesis pada tanggal 21 April 2014 dan dilanjutkan pengumpulan data pada tanggal 12 Mei sampai dengan 21 Juni 2014.

3.3 Partisipan

(65)

partisipan-partisipan sebelumnya sehingga tidak ada informasi baru yang dapat diambil melalui pengumpulan data lebih lanjut (Polit & Beck, 2012).

Pemilihan partisipan dilakukan dengan tehnik purposive sampling. Ini berarti bahwa partisipan yang dipilih telah memenuhi kriteria inklusi yang telah ditetapkan peneliti. Adapun kriteria inklusinya adalah: (1) telah bekerja dalam jangka waktu minimal enam bulan dirumah sakit sebelumnya, (2) telah keluar dari rumah sakit swasta maksimal satu tahun, (3) mampu menceritakan pengalamannya, (4) bersedia diwawancara. (5) sukarela, dan (6) tidak dibawah tekanan.

3.4 Pengumpulan Data

3.4.1 Metode pengumpulan data

(66)

3.4.2 Alat pengumpulan data

Alat pengumpulan data dalam penelitian ini adalah kuesioner data demografi, pedoman wawancara, dan field note. Selain itu, peneliti merupakan alat pengumpulan data utama dalam penelitian ini. Peneliti melakukan studi fenomenologi dengan menggunakan dirinya sendiri untuk mengumpulkan deskripsi yang kaya tentang pengalaman perawat dan mengembangkan hubungan antara peneliti dan partisipan melalui wawancara intensif (Polit & Beck, 2012).

Kuesioner data demografi terdiri dari inisial, jenis kelamin, usia, agama, lama bekerja, pendidikan, status pernikahan, dan tempat bekerja partisipan sebelumnya. Untuk pedoman wawancara yang akan digunakan dalam penelitian ini, peneliti menyusun sendiri berdasarkan studi literatur yang ada. Pedoman wawancara berisi tentang pengalaman perawat yang mengalami turnover dirumah sakit swasta di Kota Medan yang terdiri dari empat item pertanyaan. Pedoman wawancara telah dilakukan content validity dengan tiga ahli. Hasil content validity index (CVI) untuk panduan wawancara adalah 0,93. Hal ini bermakna bahwa panduan wawancara memiliki isi yang valid (CVI > 0,8).

(67)

3.4.3 Prosedur pengumpulan data

Pengumpulan data dimulai dengan terlebih dahulu mendapatkan surat keterangan lulus uji etik (ethical clearence) dari Komisi Etik Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan izin melakukan penelitian dari Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Selanjutnya surat tersebut diserahkan kepihak rumah sakit untuk mendapatkan izin penelitian. Berdasarkan izin tersebut, peneliti menjumpai pihak diklat rumah sakit untuk mendapatkan data perawat yang masih bekerja dan yang sudah keluar dari rumah sakit tersebut dengan terlebih dahulu menjelaskan tentang maksud dan tujuannya.

Sebelum melakukan wawancara terhadap partisipan pertama, peneliti telah melakukan pilot study yang bertujuan sebagai latihan dalam melakukan teknik dan analisa transkrip wawancara. Pilot study dilakukan pada satu partisipan. Setelah itu, hasil wawancara dari pilot study dibuat dalam bentuk transkrip dan kemudian dilakukan analisa. Selanjutnya dikonsultasikan dengan pembimbing. Setelah mendapat persetujuan pembimbing, kemudian peneliti melanjutkan wawancara kepada partisipan berikutnya.

(68)

Peneliti memperkenalkan diri dan menjelaskan maksud dan tujuan, serta pengumpulan data yang akan dilakukan kepada partisipan.

Setelah melakukan prolonged engagement, peneliti menjumpai partisipan dan memberikan lembar persetujuan (informed consent) untuk mendapatkan persetujuan dalam penelitian ini yang harus ditandatangani oleh partisipan. Setelah itu, peneliti membuat kontrak waktu dan tempat untuk melakukan wawancara. Peneliti melakukan wawancara mendalam kepada partisipan dengan durasi waktu 60-90 menit sesuai dengan waktu dan tempat yang telah disepakati bersama. Peneliti meminta izin kepada partisispan untuk merekam percakapan selama wawancara. Wawancara direkam dengan menggunakan alat bantu voice recorder. Pertanyaan wawancara ditanyakan berdasarkan panduan wawancara yang telah disusun dan di lanjutkan dengan tehnik probing.

(69)

Setelah wawancara selesai, peneliti meminta izin dan mengucapkan terimakasih kepada partisipan atas kesediaannya menjadi partisipan dan memberikan informasi yang diperlukan peneliti dalam penelitian ini.

3.5 Variabel dan Definisi Operasional

Variabel yang diteliti adalah turnover perawat pelaksana di rumah sakit swasta. Definisi operasional terhadap turnover perawat pelaksana di rumah sakit swasta adalah pengalaman keluarnya perawat pelaksana yang bekerja di salah satu rumah sakit swasta di kota Medan dari pekerjaan mereka, baik secara sukarela (keinginan sendiri) ataupun tidak sukarela (paksaan).

3.6 Metode Analisis Data

Metode analisis dalam penelitian ini adalah metode analisis Giorgi (1985) yang bertujuan untuk mengungkap makna fenomena seperti yang dialami oleh manusia melalui identifikasi tema penting. Metode analisis Giorgi (1985) adalah proses yang jelas, yang memberikan struktur untuk analisis dan membenarkan keputusan yang dibuat ketika menganalisis data. Unsur utama dari pendekatan fenomenologis adalah proses rasional dan intuitif, dan nilai fokus fenomenologis terletak pada aspek subyektif dan khususnya pengalaman aktual partisipan (Hallet, 1995 dalam Koivisto, et al., 2002).

Adapun tahapan analisis Giorgi (1985 dalam Zyblock, 2009; Polit & Beck, 2012) yaitu:

(70)

2. Menentukan pernyataan yang signifikan dan dilakukan pengkodean, kemudian beberapa pernyataan yang mempunyai makna yang sama digabungkan menjadi satu katagori, sedangkan pernyataan yang berbeda dipertimbangkan untuk dijadikan sebagai katagori yang baru atau dihilangkan. Selanjutnya peneliti mengelompokkan katagori yang saling berhubungan yang nantinya akan membentuk tema.

3. Membaca tema yang sudah diperoleh dan harus disesuaikan dengan tujuan penelitian.

4. Mengintegrasikan dan mensintesis data ke dalam struktur deskriptif yang menyeluruh mengenai makna dan esensi pengalaman para partisipan.

3.7 Keabsahan Data (Trusthworthiness of Data)

Hasil penelitian kualitatif dipandang memenuhi kriteria jika memiliki kepercayaan tertentu. Untuk memastikan kepercayaan tersebut, peneliti perlu menetapkan keabsahan (trustworthiness) data. Lincoln dan Guba (1985) menentukan empat kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan keabsahan data, yaitu credibility, dependability, confirmability, transferability.

(71)

peneliti. Selanjutnya peneliti bertanya tentang keadaan atau kondisi partisipan untuk mencairkan suasana sehingga terjalin hubungan yang baik dengan partisipan yang bertujuan untuk membuat partisipan lebih terbuka sehingga memudahkan proses pengumpulan data. Setelah itu, peneliti membuat kontrak dengan partisipan untuk melakukan pengumpulan data sesuai kesepakatan bersama. Selanjutnya peneliti menggunakan member checking dimana peneliti melakukan cross-check terhadap tema-tema yang diperoleh kepada partisipan, apakah tema tersebut sudah sesuai dengan maksud dan keterangan dari partisipan. Peneliti juga menggunakan rekaman wawancara untuk memperkuat hasil wawancara dan catatan lapangan untuk mencatat respon nonverbal selama wawancara yang mendukung hasil wawancara.

Dependability berarti apakah hasil penelitian itu memiliki keandalan atau

reliabilitas, maknanya jika penelitian ini dilakukan kembali pada partisipan yang sama dengan konteks atau metode yang sama maka akan didapatkan hasil yang sama. Prinsip ini dipenuhi peneliti dengan cara mempertahankan konsistensi teknik pengumpulan data dan melaporkan secara detail setiap proses pengumpulan data kepada pembimbing untuk menilai apakah proses dan hasil yang didapatkan sudah sesuai.

(72)

Transferability memiliki makna bahwa penelitian ini akan dapat dilakukan di tempat lain. Transferability dilakukan dengan cara peneliti dalam membuat laporan memberikan uraian yang terinci, jelas, sistematis dan dapat dipercaya. 3.8 Pertimbangan Etik

Pengumpulan data dilakukan setelah peneliti mendapatkan ethical clearence

(73)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Deskripsi Karakteristik Responden

Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 16 orang perawat pelaksana dari tiga rumah sakit swasta di kota Medan yang memenuhi kriteria penelitian. Hasil penelitian karakteristik partisipan di dapatkan bahwa mayoritas partisipan berusia 26-45 tahun 9 (56,25%), berjenis kelamin perempuan 12 (75%), beragama kristen 9 (56,25%), berpendidikan sarjana keperawatan (ners) 10 (62,5%), status belum menikah 11 (68,75%), dan lama bekerja >1tahun – 3 tahun 7 (43,75%).

Tabel 4.1 Karakteristik demografi partisipan

No Karakteristik Responden F %

Akademi keperawatan 6 37,5

Sarjana keperawatan (Ners) 10 62,5

5 Status pernikahan

(74)

4.2 Turnover Perawat Pelaksana

Hasil analisa data didapatkan tiga tema yaitu: (1) motif perawat pindah kerja, (2) konsekuensi perawat pindah kerja, (3) harapan perawat terhadap rumah sakit.

4.2.1 Motif perawat pindah kerja

Motif perawat pindah kerja dapat dilihat dari 6 katagori yaitu: (1) pengembangan karir, (2) finansial, (3) beban kerja, (4) lingkungan kerja, (5) faktor pribadi.

4.2.1.1 pengembangan karir

Berdasarkan hasil wawancara, beberapa perawat menyatakan bahwa pengembangan karir merupakan salah satu motif perawat pindah kerja. Hal ini terlihat dari keinginan perawat untuk mencari pekerjaan yang lebih baik. Pernyataan ini sesuai dengan kutipan partisipan dibawah ini:

“Pengembangan karir. Berhubung rumah sakit yang dituju itu rumah sakit baru, jadi yaaa ya berharap ada posisi-posisi kosong yang bakalan nanti ditempati gitu.” (P3)

“kalau yang saya pindah ini spesifik untuk ketulang sama bedah kecantikan, itu.... Pengalaman, karena prospek ke bedah tulang memang bagus, nomor satunyalah.” (P10)

Di samping mencari pekerjaan yang lebih baik, beberapa perawat mempunyai motif pindah kerja atau keluar karena melanjutkan pendidikan, sesuai dengan kutipan beberapa partisipan di bawah ini:

(75)

Selain itu, motif perawat keluar adalah keinginan untuk bekerja di pendidikan. Pernyataan ini sesuai dengan kutipan salah satu partisipan dibawah ini:

“Ada karena eeee memang dari dulu waktu mahasiswa pun udah punya keinginan jadi dosen.” (P11)

4.2.1.2 finansial

Ketidakpuasan finansial menjadi salah satu motif perawat pindah dari pekerjaannya. Salah satu yang melatarbelakangi ketidakpuasan finansial perawat adalah ketidakpuasan terhadap gaji disebabkan karena gaji yang terlalu sedikit, masih dibawah UMR, serta tidak sesuai dengan beban kerja, seperti pernyataan beberapa partisipan berikut:

“kita kan udah ini... janji kemaren waktu pokoknya siap training naik gaji kan kak, rupanya sudah berapa bulan susah kali naik gaji kami, ngak naik kak, kita jalani mana tau bulan depan, bulan depan gitu kan kak. Eh rupanya ngak naik juga kak. Sampaiiii enam bulan baru naik, itu pun belum sesuai UMR kak. Siap itu udah sampai satu tahun, itulah kak yang terakhir ini, belum naik juga belum naik sesuai UMR, apa mau kita makan ya kak, itulah karena keluar dari situ kak.” (P9)

Tidak sesuai lah dengan kalu menurut saya dengan kerja saya yang seperti itu dengan gaji yang seperti itu cukup melelahkan menurut saya.” (P12)

Selain ketidakpuasan gaji, ketidakpuasan terhadap insentif juga dirasakan oleh perawat. Seperti kutipan pernyataan beberapa partisipan dibawah ini:

(76)

4.2.1.3 beban kerja

Beban kerja tinggi merupakan salah satu motif perawat untuk keluar dari rumah sakit. Beban kerja dirasakan perawat dalam bentuk beban fisik dan beban mental. Beban kerja fisik terlihat dari beberapa pernyataan perawat berupa kekurangan staf, tuntutan pasien dan keluarga serta tuntutan kerja tinggi, keluhan pasien dan keluarga, dan melakukan pekerjaan non keperawatan.

Kekurangan staf bisa menjadi beban kerja bagi perawat yang bisa menjadi motif perawat pindah kerja. Hal ini sesuai dengan pernyataan partisipan dibawah ini:

“kita staf terbatas, tiga empat orang dinas sore atau dinas malam. Pasien kita tiga puluh, keinginan dan tuntutan mereka itu banyak sekali belum lagi nanti kalau kita ada pasien baru tidak tertangani, tiba-tiba ada pasien gawat. Belum lagi nanti ada tindakan-tindakan yang urgen atau tindakan-tindakan-tindakan-tindakan yang rutin yang harus kita lakukan. Nah itu tadi ketenagaannya pun kurang, beban kerjanya pun tinggi, dan jam kerjanya pun juga tinggi.” (P2)

“Gak imbang lah seperti ini pasien 28 perawat hanya 2 atau 3 itu kan udah gak seimbang, jadi kita dituntut lebih sementara pasien banyak gitu. Jadi pelayanan pun gak, gak kena ke semua gitu. Jadi paling kasih obat kasih obat, oke gitu jam 8 bagi obat bagi obat bagi obat memang kan setara semua bagi obat pasti minum obat. Cuman kan pendekatan kita ke pasien tersebut kurang gitu, karena kita kan kejar time kejar waktu.” (P6).

Pernyataan di atas didukung oleh partisipan lainnya yang menyatakan tuntutan pasien dan keluarga yang tinggi menjadi motif perawat keluar atau pindah dari rumah sakit tersebut.

(77)

Hal ini juga diperkuat oleh pernyataan partisipan lainnya yang menyatakan tuntutan kerja tinggi juga menjadi motif perawat pindah kerja.

“awal kita harus datang cepat kemudian pulangnya agak lama juga kak. Misalnya kalau dinas pagi itu sebenarnya kan sampe jam 3 cuma karena kita masih awal, kita sampe jam 4 aa untuk lihat-lihat tindakan selanjutnya gitu kak.” (P5)

Selain itu, perawat juga melakukan pekerjaan non keperawatan yang menyebabkan beban kerja semakin tinggi. Hal ini menjadi motif perawat pindah kerja. Sesuai pernyataan partisipan berikut:

“disini hampir kebanyakan itu pekerjaan-pekerjaan medis itu eeee perawat yang handel seperti itu.” (P4)

Selain beban fisik, perawat juga merasakan beban mental selama bekerja yang terlihat dari ungkapan partisipan dimana adanya tekanan pasien, keluarga, dan dokter, serta tidak mampu beradaptasi dengan lingkungan baru. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan partisipan dibawah ini:

“....rasa yang kurang nyaman tadi ya.. beban, beban kerja disitu memang tidak berat, pasien hanya berapakan dan sekali dinas itu tiga orang. Cuma karena tadi itu karena tekanan-tekanan, pasiennya itu tanya dokter aja, kita pun hubungi kadang dokternya, eee ngak sabar, nanti saya datang. Jadi serba salah, yang ini desak yang sana pun marah gitu..” (P15)

“menurut saya beban nya, beban kerjanya tinggilah itu kalo bisa kita bilang awal awal mungkin saya mikir ah mungkin saya di training nih lagi magang training dulu nantikan kalo dah tiga bulan kan saya di training dulu mungkin setelah itu agak inilah agak eee bisa saya mengikuti ritme kerja disana kan cuman setelah lepas training pun saya merasa eee (diem) kok kayak gini ya gitu bener bener saya rasanya capek sekali” (P12)

4.2.1.4 lingkungan kerja

Gambar

Gambar 2.1 Model for measurement of original human resource cost (Mobley, 1982)
Gambar 2.2 Model for measurement of original human resource replacement  cost (Mobley, 1982)
Gambar 2.4 Diagram yang mewakili sistem adaptasi manusia (Tomey, 2006)
Tabel 4.1 Karakteristik demografi partisipan
+4

Referensi

Dokumen terkait

menengah Direktorat pembinaan sekolah menengah atas.2016 hal.43-44.. lingkup sekolah objek sikap yang dimaksud ialah keseluruhan warga sekolah mulai dari guru, siswa,

Game Edukasi Pengenalan Nama Buah Dalam Bahasa Inggris Untuk Siswa Sd Kelas 4, Universitas Nusantara Persatuan Guru Republik Indonesia, Kediri.. Setiawan Mohammad

Berita Resmi Statistik Kota Sibolga No. Berdasarkan hasil pemantauan BPS, pada bulan ini, Kota Sibolga mengalami inflasi sebesar 2,12 persen. Inflasi terjadi karena adanya

tersebut.  Tujuan  dari  sebuah  adalah  sesuatu  yang  akan  dicapai  pemain  dalam . memainkan  game   tersebut.  Tujuan  tersebut  harus  bisa  dicapai. 

San Artha Utama hanya 2 kali dalam setahun dan kurangnya porsi pelatihan serta tidak menyeluruhnya karyawan yang mendapatkan pelatihan.Mengingat bahwa kurang cekatannya

Dalam konteks penelitian ini pejabat pelaksana harus mampu menanamkan doktrin, mengkoordinasikan tugas-tugas pelayanan, dan mengintegrasikan nilai-nilai budaya

Permasalahan yang timbul dalam pembuatan mentega buah naga dari bahan baku buah naga adalah kesetabilan emulsi dari mentega akan rusak sehingga perlu ditambahkan