• Tidak ada hasil yang ditemukan

Metode Dakwah Pondok Pesantren Bayt Al-Hanan Di Perumahan Limus Pratama Regency Cileungsi Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Metode Dakwah Pondok Pesantren Bayt Al-Hanan Di Perumahan Limus Pratama Regency Cileungsi Bogor"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

METODE DAKWAH PONDOK PESANTREN BAYT AL-HANAN DI PERUMAHAN LIMUS PRATAMA REGENCY CILEUNGSI BOGOR

SKRIPSI

Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Islam (S.Kom. I)

Disusun Oleh: Hafiduddin Muhammad

NIM. 1110053000054

JURUSAN MENEJEMEN DAKWAH

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)
(5)

i

ABSTRAK

Hafiduddin Muhammad. NIM : 1110053000054, Metode Dakwah Pondok Pesantren Bayt Al-Hanan Pada Masyarakat Modern di Perumahan Limus Pratama Regenci Cileungsi Bogor, Pembimbing Drs. H. M. Sungaidi, MA.

Pondok Pesantren merupakan lembaga dakwah yang darinya masyarakat mampu melihat contoh tentang kebaikan, ukhuwah, toleransi, tolong menolong, kerja sama, kesederhanaan dan lain sebagainya. Pondok Pesantren juga berkiprah untuk menciptakan kesadaran pribadi sosial khususnya dalam hal beragama dan menjalankan nilai-nilai Islam. Dengan demikian Pondok Pesantren harus mampu mengenalkan nilai-nilai Islam kepada masyarakat sekitarnya dan seluruh masyarakat pada umumnya. Pondok Pesantren yang merupakan lembaga tradisional juga harus mampu beradaptasi dengan keadaan masyarakat modern khusunya perumahan di perkotaaan.

Maka, perumusan masalah yang peneliti ambil adalah bagaimana metode dakwah apa yang digunakan oleh Pondok Pesantren Bayt Al-Hanan pada masyarakat modern di Perumahan Limus Pratama Regency Cileungsi bogor dan bagaimana kendala Pondok Pesantren Bayt Al-Hanan dalam menjalankan metodenya. Penilitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang metode dakwah apa yang digunakan oleh Pondok Pesantren Bayt Al-Hanan pada masyarakat modern di perumahan Limus Pratama Regency Cileungsi bogor dan apa kendala Pondok Pesantren Bayt Al-Hanan dalam menjalankan metodenya.

Dalam hal ini peneliti menggunakan metodologi kualitatif, guna mendapatkan data-data yang berkaitan dengan perumusan masalah, peneliti menggunakan langakah-langkah dengan cara mengumpulkan data seperti mencari data yang berkaitan dengan pembahasan skripsi penulis di perpustakaan sekitar (Perpustakaan Fakultas dan Perpustakaan Umum), lalu peneliti juga menggunakan metode obsevasi langsung ke Pondok Pesantren Bayt Al-Hanan, selain itu juga penulis menggunakan metode wawancara kepada beberapa pengelola lembaga.

Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa beberapa metode dakwah yang digunakan oleh Pondok Pesantren Bayt Al-Hanan pada masyarakat moderen di Perumahan Limus Pratam Regency Cileungsi Bogor antara lain menggunakan metode dakwah bil hikmah, bil mauidohl al-hasanah dan bil

mujadalahal-hasanah kemudian, kemudian metode dakwah di dukung dengan metode dakwah

yang lain yaitu dakwah bil haal, dakwah bil lisan, dakwah bil qolam. Yang menjadi fokus dari metode dakwah pondok terhadap masyarakat sekitar adalah penyadaran (Tau’iyah). Metode tadi disampaikan melalui kegiatan-kegiatan yang langsung melibatkan masayarakat sekitar, antara lain aktifitas harian santri, kegiatan-kegaitan khusus di momen-momen tertentu dan kegaitan kemasyarakatan.

(6)

KATA PENGANTAR

Bismillahhirrohmanirrohim.

Ucapan rasa syukur selalu penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang maha Esa, Dialah Allah SWT tuhan pencipta alam. Dialah yang telah melimpahkan rahmatNya sehingga penulis mampu menyelesaikan kuliah dan membuat tugas akhir dalam bentuk tulisan skripsi ini dengan baik meskipun selalu terbentur kendala dalam penyelesaiannya, alhamdulillah berkat ridho Allah penulis bisa menyelesaikan tugas ini.

Sholawat serta salam tetap terus penulis limpahkan kepada junjungan Nabi besar pemimpin para nabi yakni Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat dan seluruh pengikutnya yang istiqomah dalam menjalankan sunnahNya. Karena beliaulah yang telah mendidik umat manusia untuk menjadi sebenar-benarnya umat, sehingga kita semua menjadi umat yang diridhoi oleh Allah Swt, Insyaallah... amien.

Ucapan terimakasih atas Ayahanda dan ibunda tercinta yang jauh disana tepatnya di Mekkah, Ayahanda Masrur Mu’alief dan Ibunda Syi’ar Fatayati yang

selalu mendukung penulis baik secara materi maupun non-materi, terlebih dari itu beliau senantiasa mendo’akan dan memotivasi penulis untuk terus berjuang dalam

menuntut ilmu. Skripsi ini disusun sebagai tugas akhir dalam menempuh jenjang pendidikan di perguruan tinggi, dan juga sebagai persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Kominikasi Islam (S. Kom. I) di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta.

(7)

iii

berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis sangat ingin mempersembahkan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. H. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Bapak Dr. Suparto, M. Ed, selaku Wakil Dekan Bidang Akademik, Ibu Dr. Hj. Raudhonah, M.Ag, selaku Wakil Dekan Bidang Administrasi. dan Bapak Dr. Suhaimi, M.Si, selaku Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan.

2. Bapak Drs. Cecep Castrawijaya, MA selaku Ketua Jurusan Manajemen Dakwah. Terimakasih atas nasehat dan bimbingannya selama ini dari mulai penulis mengenal bangku kuliah sampai sekarang. Juga kepada bapak Drs. Sugiharto, MA selaku Sekretaris Jurusan Manajemen Dakwah. Terimakasih atas bimbingannya dan selalu setia memberikan arahan dan nasehatnya.

3. Bapak Drs. H. M. Sungaidi, MA, selaku pembimbing dalam penulisan skripsi ini, selalu meluangkan waktunya untuk mengarahkan serta memotivasi penulis dalam penyelesaian tugas skripsi ini.

4. Bapak Ade Masturi selaku Penasehat Akademik, diucapkan terimakasih kepada beliau atas nasehat dan masukannya dalam pembuatan proposal. 5. Ust. Abdillah Obid, L.c., (Pemimpin dan Pengasuh Pondok Pesantren Bayt

Al-Hanan ), dan Ustadah Yessi Afdiyani (Kepala sekolah) beserta jajarannya yang telah bersedia meluangkan waktu untuk di wawancara dan membantu penulis dalam mencari dan melengkapi data untuk menyusun skripsi ini. 6. Seluruh dosen Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah

(8)

sehingga penulis mendapatkan banyak wawasan saat duduk dibangku kuliah, semoga kelak ilmu yang telah diajarkan bermanfaat.

7. Kepada kakak saya Faizah Muhammad dan Toyo, dan adik saya Usamah Muhammad, Hanan Muhammad, juga seluruh keluarga yang terus memotivasi penulis agar terus mencari ilmu dan mencapai cita-cita.

8. Pihak Perpustakaan Utama dan pihak Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi. Keduanya telah banyak membantu penulis mendapatkan buku referensi yang penulis perlukan. Ungkapan terima kasih juga penulis tujukan kepada segenap staff Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Dakwah dan Komunikasi.

9. Seluruh teman seperjuangan, yang memberi banyak warna, Achmad Fathullah Qipunk, Afrizal abate, Chabibullah Den Kabib, Taufik Rahman Syam Bonco, Adi Mulyawan Bhaba, Hilmi Muharromi Abah, Ahmad Tarmidzi Midzie,Yoga Lesmana, dan seluruh teman-teman MD angkatan 2010 serta tak luput ucapan terima kasih kepada keluarga besar HMJ Se-Fidkom dan DEMA FIDKOM.Mereka semua yang telah memberikan penulis kesan, pesan dan banyak pelajaran.

10.Tim penguji skripsi, Drs. Cecep Sastra Wijaya MA sebagai ketua, Saprudin, S.pd. sebagai sekretaris, Dr. Sihabudin Noor, MA sebagai penguji satu, dan Drs. Sugiharto, MA sebagai penguji dua. yang telah memberi banyak masukan, kritikan dan saran sehingga peneliti terus belajar lagi khususnya dalam pembuatan skripsi.

(9)

v

Dan semua teman-teman fakultas yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, penulis ucapkan terimakasih sebanyak-banyaknya.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca semuanya khususnya bagi Prodi Manajemen Dakwah. Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan oleh karena itu penulis mengaharapakan kritikan dan saran yang memotivasi serta membangun. Akhir kata penulis berterima kasih kepada semua pihak, semoga Allah SWT membalas kebaikan kalian.

Jakarta, 24 September 2015 M 22 Zulhijjah 1436 H

(10)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... vi

BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

D. Metodologi Penelitian ... 8

E. Tinjauan Pustaka ... 13

F. Sistematika Penulisan ... 15

BAB II : LANDASAN TEORI A. Pengertian Metode Dakwah ... 17

1. Pengertian Metode ... 17

2. Pengertian Dakwah ... 18

3. Pengertian MetodeDakwah... 22

B. Unsur-Unsur Dakwah ... 28

1. Subyek Dakwah ... 28

2. Obyek Dakwah ... 29

3. Materi Dakwah ... 29

C. Pondok Pesantren ... 29

1. Pengertian ... 29

(11)

vii

3. Nilai-nilai dasar Pondok Pesantren ... 34

BAB III: GAMBARAN UMUM TENTANG PONDOK PESANTREN BAYT AL-HANAN DAN PERUMAHAN LIMUS PRATAMA REGENCY CILEUNGSI. A. Latar Belakang dan Sejarah Berdirinya ... 36

B. Nilai-nilai Dasar ... 40

C. Visi dan Misi Pondok Pesantren Bayt Al-Hanan Limus Pratama Regency serta tujuan didirikannya ... 42

1. Visi ... 42

2. Misi ... 42

3. Keadaan santri dan Pelajar ... 43

4. Tujuan Pondok Pesantren ... 46

5. Struktur ... 47

BAB IV: ANALISI HASIL PENELITIAN A. Metode dakwah pondok ... 49

B. Implementasi Metode Dakwah ... 52

C. Kendala Pondok Pesantren Bayt Al-Hanan Dalam Melaksanakan Metode Dakwah ... 58

BAB V: PENUTUP A. Kesimpulan ... 59

B. Saran ... 61

(12)

LAMPIRAN

I. Surat keterangan Pimpinan dan Pengasuh Pondok II. Surat Keterangan Kepala Sekolah

III. Surat Keterangan Bagian Pengajaran Pondok

IV. Surat Keterangan Bagian Pengembangan Wirausaha dan Santri V. Surat Keterangan Bagian Keamanan Dan Kesantrian

VI. Surat Keterangan Bagian Pengembangan Bakat Dan Minat Santri VII. Lembar Wawancara Pimpinan dan PengasuhnPondok

VIII. Lembar Wawancara Kepala Sekolah

IX. Lembar Wawancara Bagian Pengajaran Pondok

X. Lembar Wawancara Bagian Pengembangan Wirausaha dan Santri XI. Lembar Wawancara Bagian Keamanan Dan Kesantrian

XII. Lembar Wawancara Bagian Pengembangan Bakat Dan Minat Santri

(13)

ix

DOKUMENTASI

I. Kegiatan Tarhib Ramadhan II. Kegiatan PKL

III. Kegiatan Takbir Keliling IV. Kegiatan Teater On The Street

V. Kegiatan Marawis Show VI. Kegiatan Porseni

VII. Kegiatan Praktek Mengajar VIII. Kegiatan Pekan Muharrom

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Melihat situasi dan keadaan masyarakat negri ini beserta berbagai jenis dan tingkat masalahnya, roda dakwah harus dijalankan juga ditingkatkan secara efektif dan efesien untuk membimbing manusia ke arah yang benar demi terwujudnya masyarakat dan Negara seutuhnya. Dakwah dalam kegiatannya harus ada upaya mewujudkan kecendrungan dan ketertarikan pada setiap orang kepada apa yang diserukan yakni Islam. Oleh karena itu, kegitan dakwah bukan hanya sebatas pada aktifitas lisan saja, melainkan harus mencangkup seluruh aktifitas yang telah diucap oleh lisan (perbuatan). Dengan demikian, harus ada keselarasan antara perkataan dan perbuatan,1 sehingga kegiatan dakwah terus berjalan dan membawa dampak yang besar karena kegiatan tersebut diwujudkan oleh penyeru-penyeru handal yang bisa menjadi panutan bagi masyarakat sekitarnya dan manusia pada umumnya.

Namun, melihat keragaman problema yang ada pada masyarakat baik masyarakat sebagai pelaku atau korban, kegiatan dakwah harus benar-benar lansung bersentuhan dengan aktifitas masyarakat, terasa keberadaanya bukan hanya didengar oleh telinga tapi harus benar-benar membatin, maksudnya, bukan hanya nasehat dan arahan yang disampaikan kepada masyarakat dalam pemecahan masalahnya, namun ada contoh real (yang nyata) dan sikap yang

1

(15)

harus diambil dalam menyelesaikan setiap problem yang ada.2 Kegiatan dakwah seperti inilah yang selalu dilakukan oleh penyeru handal dan panutan umat Islam, yaitu Nabiullah Muhammad SAW,

Perkembangan dan dinamika dakwah, tidak sedikit kegiatan dakwah yang berjalan secara monoton dan kurang begitu relevan dengan perkembangan zaman dewasa ini. Untuk mengantisipasi trend masyarakat modern, pelaku dakwah harus dapat mempersiapkan materi-materi dakwah yang lebih mengarah pada antisipasi kecenderungan-kecenderungan masyarakat. Oleh karena itu, maka seluruh komponen dan segenap aspek yang menentukan atas keberhasilan dakwah harus ditata secara professional

dan disesuaikan dengan kondisi mad‟u agar dapat menghasilkan kemasan

dakwah yang benar-benar mampu memperbaiki dan meningkatkan semangat dan kesadaran yang tulus dalam mengaktualisasikan nilai-nilai ajaran Islam.3

Konsep dakwah Islam harus ada perluasan makna dan cakupan. Dakwah tidak lagi sebatas dan identik dengan berceramah. Aktivitas yang terkait dengan penyelenggaraan rumah sakit, pendidikan, pondok pesantren, panti sosial dan tentu saja aktivitas penyelenggaraan pengajian dan pengkajian adalah dakwahal. Semua aktivitas yang dilakukan untuk mewujudkan masyarakat Islam yag sebenar-benarnya, adalah dakwah. Aktivitas dakwah kemudian dilembagakan dan diorganisir secara permanen, agar dakwah senantiasa berkembang seiring berkembangnya zaman, tentunya tetap dalam batasan-batasan syariat Islam.

2

Muhammad Fethullah Gulen, Islam Rahmatan Lil „Alamin, (Jakarta: Republika Penerbit, 2013) hal. 356

3

(16)

3

Setelah berjalan berabad-abad, kegiatan dakwah telah mengalami perkembangan dan kemajuan baik dari sektor menejemen, konsep, administrasi begitu juga kelembagaannya. Semua kegiatan dan aktivitas dakwah umat Islam telah terlembagakan dengan baik. Pelembagaan kegiatan dakwah sekarang sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari aktivitas dakwah umat Islam, bahakan keberadaan dakwah benar-benar bersentuhan langsung dengan problematika sosial, salah satunya adalah lembaga pondok pesantren. Pada mulanya lembaga pondok pesantren merupakan pusat penggemblengan nilai-nilai dan penyiaran agama Islam semata. Namun, dalam perkembangannya, lembaga ini semakin memperlebar wilayah garapannya yang tidak hanya mengakselerasikan pemberian materi-materi keagamaan, tetapi juga mengupayakan peningkatan kesadaran sosial. Pesantren kini tidak lagi berkutat pada kurikulum yang berbasis keagamaan (regional-based

curriculum) dan cenderung melangit, tetapi juga kurikulum yang menyentuh

persoalan-persoalan masyarakat (society-based curriculum).4 Dengan demikian, lembaga pondok pesantren bukan semata-mata sebagai lembaga keagamaan murni saja, tetapi juga lembaga sosial yang hidup yang terus merespons carut marut persoalan masyarakat di sekitarnya.

Lembaga Pondok Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam tertua yang merupakan produk budaya asli Indonesia. Pondok Pesantren di Indonesia memiliki peran yang sangat besar, baik bagi kemajuan Islam itu sendiri maupun bagi bangsa Indonesia secara keseluruhan. Selain fungsi

4

(17)

pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan, pondok pesantren juga

berfungsi sebagai estafet da‟wah dan kemasyarakatan bahkan lembaga

perjuangan. Berdasarkan catatan yang ada, kegiatan pendidikan agama di Nusantara telah dimulai sejak tahun 1596. Kegiatan agama inilah yang kemudain dikenal dengan nama Pondok Pesantren. Bahkan dalam catatan Howard M. Federspiel- salah seorang pengkaji ke-Islaman di Indonesia, menjelang abad ke-12 pusat-pusat studi di Aceh (pesantren disebut dengan nama Dayah di Aceh) dan Palembang (Sumatera), di Jawa Timur dan di Gowa (Sulawesi) telah menghasilkan tulisan-tulisan penting dan telah menarik santri untuk belajar5

Dalam perkembangannya, pesantren tetap kokoh dan konsisten mengikatkan dirinya sebagai lembaga pendidikan yang mengajarkan dan mengembangkan nilai-nilai Islam. Realitas ini tidak saja dapat dilihat ketika pesantren menghadapi banyak tekanan dari pemerintah kolonial Belanda, namun pada masa pasca-proklamasi kemerdekaan pesantren juga justru dihadapkan pada suatu tantangan yang cukup berat yaitu adanya ekspansi sistem pendidikan umum dan sekolah modern. Di tengah kondisi yang demikian, masyarakat semakin diperkenalkan dengan perubahan-perubahan baru, diserang oleh wabah baru yakni westernisasi. Namun eksistensi lembaga pendidikan pesantren tetap saja menjadi alternatif bagi pelestarian ajaran agama Islam. Pesantren justru tertantang untuk tetap survive dengan cara menempatkan dirinya sebagai lembaga yang mampu bersifat adaptatif menerima dinamika kehidupan.

5

(18)

5

Untuk membangun negara ini, masyarakat harus mampu menjadi masnusia seutuhnya serta mampu berinteraksi secara baik dengan masyarakat di sekitarnya. Untuk mewujudkan hal tersebut kita tidak bisa mengandalkan lembaga pendidikan formal saja, melainkan juga lembaga non formal, seperti pondok pesaantren. Pondok Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam yang juga turut membina kerakter bangsa.

Menurut KH. M. Yusuf Hasyim: Pondok Pesantren tidak sekedar mencetak individu pendakwah yang melakukan amar ma‟ruf nahi munkar, melainkan pesantren sebagai lembaga itu sendirilah yang berperan sebagai pendakwah, dan bahkan telah menjadi prototipe dakwah bil alhal bagi masyarakat6.

Begitu halnya upaya Pondok Pesantren Bayt Al-Hanan yang memposisikan kelembagaannya di tengah-tengah masyarakat perumahan Limus Pratama Regency Cileungsi Bogor. Hal ini dilakukan untuk melanjutkan kegiatan estafet dakwah di semua lingkungan. Kegiatan dakwah tidak harus hanya terlaksana ditengah masyarakat perkotaan, atau masyarakat pedesaan, perkampungan atau masyarakat pinggiran kota, akan tetapi kegiatan dakwah harus menyentuh ke semua sektor kehidupan masyarakat khususnya perumahan yang mana pelaku dan pusat kegiatan dakwahnya banyak terlaksana di majlis taklim saja. dakwah tidak boleh terhenti seiring berkembangnya penyakit yang menjangkit masyarakat negri ini, yakni penyakit Modernisasi dan westernisasi. Namun semua ini tidaklah mudah,

6

(19)

karena pondok pesantren Bayt Al-Hanan dituntut harus mampu beradaptasi dengan pola hidup masyarakat perumahan yang identik dengan bersih, rapi, sunyi, elit dan jauh dari keramaian. Hal ini jelas berlawanan dengan asumsi sementara masyarakat tentang keadaan Lembaga Pondok Pesantren yang dikenal kurang bersih dan kurang rapi, suasananya selalu ramai dengan aktifitas santri, fasilitas yang ada sederhana dan tidak mewa.

Tentunya dalam melaksanakan kegiatan dakwah tersebut, mutlak diperlukan konsep metode yang baik untuk mendakwahkannya, sehingga Lembaga Pondok Pesantren Bayt Al-Hanan mampu menanamkan nilai-nilai Islam seutuhnya kepada masyarakat disekitarnya.

Dengan latar belakang permasalahan diatas maka penulis membuat atau mengajukan skripsi dengan judul Metode Dakwah Pondok Pesantren Bayt Al-Hanan Di Perumahan Limus Pratama Cileungsi Bogor”.

B. Batasan dan Rumusan Masalah

1. Batasan Masalah

Agar penelitian yang ditulis lebih terarah dan fokus maka dalam penulisan skripsi ini, penulis membatasinya pada: Metode Dakwah Pondok Pesantren Bayt Al-Hanan Pada Masyarakat Modern di Perumahan Limus Pratama Regency Cileungsi Bogor

2. Rumusan Masalah

(20)

7

1. Bagaimana Metode Dakwah Pondok Pesantren Bayt Al-Hanan Pada Masyarakat Modern di Perumahan Limus Pratama Regency Cileungsi Bogor?

2. Bagaiamana hambatan Pondok Pesantren Bayt Al-Hanan dalam melaksanakan metode dakwah di Perumahan Limus Pratama Regency?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan yang diinginkan penulis dalam penelitian ini adalah :

a. Mengetahui Metode Dakwah Pondok Pesantren Bayt Al-hanan.

b. Mengetahui kendala Pondok Pesantren Bayt Al-Hanan dalam pelaksanaan metode dakwahnya.

2. Manfaat Penelitian

a. Ilmu Pengetahuan

Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pengembangan pengetahuan ilmiah yang berkaitan dengan Lembaga Dakwah secara umum dan dalam Metode Dakwahnya secara khusus.

b. Akademis

(21)

c. Praktisi

Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan wawasan baru dan memberikan motivasi bagi para praktisi yang kongkrit terhadap perkembangan dakwah Lembaga Pondok Pesantren.

d. Lembaga terkait

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi Lembaga Pondok Pesantren Bayt Al-Hanan agar mampu mempertahankan kinerja yang sudah baik dan memaksimalkan kinerja yang belum tercapai secara optimal, dan meningkatkan upaya yang dilakukan Lembaga Pondok Pesantren dalam mendakwahkan Islam.

D. Metodologi Penelitian

1. Metode Penelitian

Pada penyusunan penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan kualitatif yaitu dengan melakukan penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Untuk memahami istilah penelitian kualitatif ini, perlu kiranya dikemukakan teori menurut Bogdan Taylor yang dikutip oleh Lexy, dia mendifinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis dari perilaku orang-orang yang dapat diamati.7

Dengan memilih metode kualitatif ini, penulis berharap dapat memperoleh data yang lengkap dan akurat. Ditinjau dari sifat penyajian

7

(22)

9

datanya, penulis menggunakan metode deskriptif yang mana metode deskriptif merupakan penelitian yang tidak mencari atau menjelaskan hubungan, tidakmenguji hipotesis atau produksi.8

2. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah Ust. Abdillah Obid, L.c selaku pimpinan Lembaga Pondok Pesantren Bayt Al-Hanan, orang yang dapat memberikan informasi banyak tentang Lembaga Pondok Pesantren bayt Al-Hanan mengenai permasalahan yang diteliti penulis, dan masyarakat perumahan yang menjadi sasaran kegiatan dakwah. Sedangkan yang menjadi objek penelitian adalah Metode dakwah Pondok Pesantren Bayt Al-Hanan di tengah masyarakat Modern perumahan Limus Pratama Regency Cileungsi bogor.

3. Lokasi danWaktu Penelitian

Lokasi penelitian dilaksanakan langsung di tempat keberadaan lembaga terkait, yakni di Jl. Kediri Blok E17 No22 Limus Pratama Regency Cileungsi Bogor.

4. Sumber Data

Sumber data merupakan sesuatu hal yang sangat penting untuk digunakan dalam penelitian guna menjelaskan valid atau tidaknya suatu penelitian tersebut. Dalam hal ini penulis menggunakan:

a. Data Primer

Data primer adalah data lapangan yang didapat dari sumber pertama seperti hasil wawancara dan observasi. Dalam data primer,

8

Jalaluddin Rakhmat, Metode Penelitian Komunikasi Dilengkapi Contoh Analisis

(23)

peneliti atau observer melakukan sendiri observasi di lapangan. Pelaksanaannya dapat berupa survey. Dengan mewawancarai lembaga

terkait dan Masyarakat perumahan sekitar Pondok Pesantren.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang tersusun dalam bentuk dokumen-dokumen yang menjadi data sekunder dalam penelitian ini adalah buku-buku, brosur, makalah dan sumber informasi lainnya yang memiliki relevansi dengan masalah penelitian sebagai bahan penunjang penelitian.

5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data.9 Teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan:

a. Observasi atau pengamatan

Observasi adalah suatu kegiatan pengumpulan data yang dilakukan melalui pengamatan dan mencatat fenomena yang muncul dan mempertimbangkan hubungan antar aspek dalam fenomena tersebut.10 Hingga saat ini ada dua model observasi yang sudah biasa dilakukan sesuai dengan standar yang ditetapkan. Pertama, Observasi secara langsung dan ikut terlibat dalam peristiwa yang sedang dijadikan obyek observasi. Dan kedua, observasi non partisipan, yakni

9

Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: ALFABETA, 2005) hal. 130 10E. Kristi Poerwandari, Pendekatan Kualitatif Dalam Penelitian Psikologi, ( Jakarta:

(24)

11

pembimbing berada di luar obyek atau peran yang sedang diidentifikasi, bisa dari jarak dekat atau jarak jauhal. Artinya, pihak observer hanya mengamati dan mencatat fakta atau kejadian-kejadian yang tampak sebagaimana layaknya orang yang sedang mengamati sesuatu.

Dalam hal ini peneliti mengadakan penelitian langsung kepada proses kegiatan metode dakwahal. Dalam observasi peneliti melakukan pencatatan apa yang bisa dilihat oleh mata dan didengar oleh telinga, kemudian peneliti tuangkan dalam penulisan skripsi ini sesuai dengan data yang dibutuhkan.

b. Wawancara

Wawancara adalah satu cara atau teknik yang digunakan untuk mengungkapkan dan mengetahui mengenai fakta-fakta mental/kejiwaan (psikis) yang ada pada diri terbimbing atau klien. Wawancara juga merupakan alat re-cheking atau pembuktian terhadap informasi atau keterangan yang diperoleh sebelumnya. Dalam penelitian kualitatif yang digunakan adalah teknik wawancara mendalam, dimana seorang responden atau kelompok responden mengombinasikan bahan-bahan dan mendorong untuk didiskusikan secara bebas.11

Pada teknik wawancara ini penulis mendapatkan data dengan cara tanya jawab dan tatap muka antara peneliti dengan pimpinan lembaga

11

(25)

yang bertugas melakukan kegiatan yang berhubungan dengan upaya metode dakwah dan juga Tanya jawab antara peneliti dengan masyarakat sekitar yang merasakan langsung keberadaan lembaga. c. Dokumentasi

Dokumentasi adalah pengambilan data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen. 12 Dalam hal ini Peneliti mengumpulkan, membaca, memperoleh, dan mempelajari berbagai macam bentuk data melalui pengumpulan dokumen-dokumen yang ada di perpustakaan Lembaga Pondok Pesantren bayt Al-Hanan serta data-data lain di perpustakaan luar lembaga yang dapat dijadikan bahan analisa untuk hasil dalam penelitian ini. Teknik ini digunakan untuk memperoleh data yang telah didokumentasikan dalam buku dan majalah sesuai dengan masalah yang diteliti.

6. Teknik Analisis Data

Teknik Analisis Data adalah suatu proses mengorganisasikan dan mengurutkan kedalam pola, kategori, dan suatu uraian dasar kemudian dianalisa agar mendapatkan hasil berdasarkan yang ada. Hal ini disesuaikan dengan metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif.13

Ada berbagai cara untuk menganalisa data, tetapi secara garis besarnya dengan langkah-langkah sebagai berikut:

12

(26)

13

a. Redaksi data yang merupakan bentuk analisis yang relevan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa hingga kesimpulan-kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi. b. Penyajian data, setelah data mengenai eksistensi dan upaya

membumikan Islam melalui metode dakwah di peroleh, maka data tersebut disajikan dalam bentuk narasi, visual, gambar, matriks, bagan, tabel, dan lain sebagainya sehingga tujuan dari penelitian dapat terjawab.

c. Penyimpulan, 8 data yang tersaji pada analisa antar kasus khususnya yang berisi jawaban atas tujuan penelitian kualitatif diuraikan secara singkat, sehingga dapat mengambil kesimpulan mengenai eksistensi Metode Dakwah Pondok Pesantren Bayt Al-Hanan Di limus Pratama Regency Cilengsi Bogor.

7. Teknik Penulisan

Dalam penulisan ini penulis berpedoman dan mengacu kepada buku “

Pedoman Penulisan Karya Ilmiah ( Skripsi, Tesis dan Disertasi) UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.” Yang diterbitkan oleh CEQDA, April 2007, Cet.

Ke-2

E. Tinjauan Pustaka

(27)

Skripsi yang di tulis oleh Ahmad Rifqi Mahasiswa Manajemen Dakwah 2011, “Strategi dakwah sanggar budaya Betawi si pitung dalam pembinaan pemuda di wilayah Rawa Belong Jakarta barat”. Dalam skripsinya penulis menganalisis kegiatan dakwah namun yang menjadi fokus pada strateginya. Pada penulisan skripsi ini, strategi yang dilakukan oleh lembaga yaitu, dengan cara pendekatan dan pembinaan kelompok didasarkan atas kondisi sasaran dakwah dan suasana yang melingkupinya yaitu orang-orang yang dituju oleh suatu kegiatan.

Skripsi berikutnya ditulis oleh Nurdin Mahasiswa Manajemen Dakwah 2011. “dakwah yayasan Al-Huda Bogor perspektif manajemen strategis“ Pada skripsi tersebut peneliti mendapatkan hasil bahwa Al-Huda merupakan lembaga sosial integratif yang cendrung menganut model lini-oprasional. dalam aktifitas dakwahnya yayasan berpegang teguh pada 2 prinsip: dakwah yang benar dan cara berdakwah yang benar.

(28)

15

berbeda, materi yang penulis bahas tentang “Metode dakwahPondok Pesantren

Bayt Al-Hanan di Perumahan Limus Pratama Regency Cileungsi Bogor”.

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini terdiri dari lima bab, adapun rincian pembahasannya adalah sebagai berikut:

BABI : PENDAHULUAN, Latar Belakang Masalah, Batasan dan Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian, Tinjauan Pustaka dan Sistematika Penulisan.

BABII : LANDASAN TEORI Pengertian Metode Dakwah, Penegertian Metode, Pengertian Dakwah, Pengertian Metode Dakwah, Unsur-unsur Dakwah, Pondok Pesantren, Pengertian, macam-macam Pondok Pesantren, Nilai-nilai dasar Pondok Pesantren.

BABIII : GAMBARAN UMUM TENTANG LEMBAGA PONDOK

PESANTREN BAYT AL-HANAN, AKTIFITAS DAN

(29)

BAB IV : ANALISIS HASIL PENELITIAN, Metode Dakwah Pondok Pesantren Bayt Al-Hanan di Perumahan Limus Pratama Regency Cileungsi Bogor.

(30)

BAB II

LANDASAN TEORITIS

A. Pengertian Metode Dakwah

1. Pengertian Metode

Jika kita lihat dari akar katanya, metode berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata, yang pertama meta “melalui” dan yang kedua Hodos “jalan, cara”.1dengan demikian metode dapat diartikan dengan jalan atau cara yang harus dilalui untuk mendapatkan suatu tujuan. Sedangkan dalam bahasa Inggris method diartikan metode atau cara.2 Adapun kata metode dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah cara teratur yg digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki, atau cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan.3

Menurut Abdul Kadir Munsyi, mengartikan metode sebagai cara untuk menyampaikan sesuatu.4 Adapun dalam metodologi pengajaran islam disebut bahwa metode adalah suatu cara yang sistematis dan umum terutama dalam mencari kebenaran ilmiyah.5 Kaitannya dengan pengajaran Islam sudah tentu pembahasan selalu berkaitan dengan hakikat

1

M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara. 1991). Cet,1 hal..61

2

Rayner Hardjono, Kamus Popular Inggris-Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002), hal. 244

3

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008) edisi keempat, hal. 910

4

Abdul Kadir Masyi, Metode Diskusi Dalam Dakwah, (Surabaya: Al-Ikhlas 1981), hal..438

5

(31)

penyampaian materi (Pesan dakwah) terhadap masyarakat sekitar. Sedangkan menurut Arifin Burhan, metode adalah menunjukkan pada proses, prinsip serta prosedur yang digunakan untuk mendekati masalah dan mencari jawaban atas masalah tersebut.6

Dengan demikian dapat disimpulkan dari beberapa definisi diatas, bahwasannya metode merupakan cara yang dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal atau untuk memecahkan masalah yang ada sesuai

Sedangkan dakwah secara istilah memiliki definisi yang bermacam-macam, hal ini telah dikemukakan oleh beberapa ulama dan tokoh antara lain:

1) Ahmad Mubarok berpendapat tentang dakwah:

Ajakan kepada kebaikan dan keselamatan dunia akhirat”.8

2) Toha Yahya Oemar berpendapat tentang dakwah:

“Dakwah adalah mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada

jalan yang benar sesuai dengan printah Allah untuk kemaslahatan dan kebahagiaan mereka di dunia dan di akhirat”.9

3) H. Hamzah Yaqub berpendapat tentang dakwah:

6

Arif Burhan, Pengantar Metode Kualitatif, (Surabaya: Usaha Nasional 1992), hal. 17 7

Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1994), hal. 439

8

Ahmad Mubarok, Psikologi Dakwah, (Jakarta: Pustaka Firdaus 1997), hal. 23 9

(32)

19

“Dakwah adalah mengajak manusia dengan hikmah kebijaksanaan

untuk mengikuti petunjuk Allah dan Rosulnya”.10

4) Bakhial Khauli berpendapat tentang dakwah yang dikutip oleh Gozali Darussalam:

“Dakwah adalah satu proses menghidupkan praturan-praturan Islam dengan maksud memindahkan umat dari satu keadaan ke keadaan yang lain”.11

Sedangkan dalam Al-Quran kata dakwah memiliki beberapa pengertian, antara lain:

1) Panggilan, Pengertian ini terkandung pada Q.S. Ar-Rum 30:25 yang berbunyi:

Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah berdirinya langit dan bumi dengan iradah-Nya. Kemudian apabila Dia memanggil kamu sekali panggil dari bumi, seketika itu (juga) kamu keluar (dari kubur)”. (Q.S. Ar-Rum 30:25)

2) Mengharap dan Berdo‟a kepada Allah Swt, pengertian ini tertera pada Q.S. Al-Baqarah 2: 186 yang berbunyi:

Artinya: “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya

kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah) Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar

10

Hamzah Ya‟qub, Publisistik Islam Teknik Dakwah dan Leadership, (Bandung: Diponegoro 1992), hal.13

11

(33)

mereka selalu berada dalam kebenaran”. (Q.S. Al-Baqoroh 2: 186) 3) Memanggil, pengertian ini tertera didalam Q.S. Al-Israa‟ 17:52 yang

berbunyi:

Artinya: “Yaitu pada hari Dia memanggil kamu, lalu kamu mematuhi-Nya sambil memuji-Nya dan kamu mengira, bahwa kamu

tidak berdiam (di dalam kubur) kecuali sebentar saja”. (Q.S.

Al-Israa‟ 17:52)

4) Mendorong seseorang untuk memeluk suatu keyakinan tertentu, pengertian ini tertera didalam Q.S. 2:221 yang berbunyi:

Artinya: “Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah

menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada

manusia supaya mereka mengambil pelajaran”. (Q.S. Al-Baqarah 2:221)

(34)

21

Setiap kegiatan pasti ada maksud yang ingin dicapai dan dituju, begitu halnya dakwah. Dakwah yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok memiliki maksud yang ingin dicapai dan dituju. Tolak ukur keberhasilan dakwah ada pada pencapaian akhir atau hasil dari dakwah yang telah dilaksanakan. Berkaitan dengan tujuan, ada 4 hal yang harus diperhatikan. Pertama adalah hal yang hendak dicapai, kedua jumlah atau kadar yang diinginkan, ketiga berkaitan dengan kejelasan tentang yang ingin dicapai dan yang keempat adalah arah yang ingin dituju.12

Kegiatan dakwah merupakan kegiatan dalam rangka menggapai satu tujuan tertentu, tujuan sendiri merupakan sesuatu yang mampu memberi arah dan menjadi dasar langkah untuk bergerak dalam menjalankan aktifitas dakwah, sehingga dakwah yang dijalani jelas arahnya dan tidak membingungkan bahkan menjadi kegiatan yang sia-sia. Karena itu para pelaku dakwah, praktisi dakwah dan penggerak dakwah hendaklah tahu benar tujuan akhir dari kegiatan dakwah yang diinginkan, sehingga mampu mengambil langkah yang tepat dalam menjalankan proses kegiatan dakwah, dan berjalan tepat pada arah menuju sesuatu yang ingin dituju.

Toto Tasmara dalam bukunya berpendapat tentang dakwah, bahwa tujuan dakwah sendiri adalah untuk menegakkan ajaran Islam kepada seluruh manusia baik secara individu maupaun masyarakat sehingga ajaran tersebut mampu mendorong perbuatan manusia sesuai dengan ajaran islam.13

12

Zaenal Muhtarom, Dasar-Dasar Menejemen Dakwah, (Yogyakarta: Al-Amien Press, 1996), cet ke-1, hal. 3

13

(35)

Secara mikro dakwah dapat dipahami sebagai upaya mengajak manusia ke jalan Allah baik dengan perkataan maupun perbuatan. Setiap perkataan dan perbuatan yang baik sudah termasuk dalam kategori dakwah secara sederhana. Namun secara makro dakwah tidak sesederhana pengertian di atas. Sebab, dakwah bertujuan merubah struktur (re-strukturisasi) masyarakat, bangsa dan umat manusia dari sosok yang terbelakang, jauh dari hidayah Allah (atau lebih populer dengan sebutan

“masyarakat jahiliyah”), menjadi masyarakat yang beroperadaban, dan dinaungi oleh panji-panji Allah Swt.14

Dengan demikian, dari beberapa pengertian dakwah menurut para tokoh dan ulama dapat disimpulkan bahwa, dakwah merupakan kegiatan yang dilakukan seseorang maupun kelompok yang menyeru, mengajak, mendorong dan membimbing manusia kepada Islam, untuk mendapatkan ridho Allah SWT sehingga hidupnya bahagia di dunia maupun di akhirat. Sedangkan metode dakwah merupakan cara mengajak, menyeru seseorang yang digunakan untuk mempermudah dalam mencapai tujuan dakwah yang diinginkan.

3. Pengertian Metode Dakwah

Kegiatan Dakwah banyak diabadikan di dalam ayat suci Al-Quran, ini bukti bahwa Allah Swt benar-benar mengisyaratkan kepada umat Nabi Muhammad akan pentingnya kegiatan dakwah yang harus terus dijalankan di muka bumi ini, karena agam Islam adalah agama dakwah dilihat dari

14

(36)

23

teori dan prakteknya, dengan dakwah Islam menyebar luas keseluruh penjuru dunia, dengan dakwah manusia bisa mengetahui apa yang harus dilakukan dan apa yang harus ditinggalkan. Namun demikian, dakwah juga haruslah dijalankan melalui metode yang benar sehingga roda dakwah berjalan secara efektif dan efesien.

Dilihat dari maknanya, secara bahasa Metode dakwah dapat diartikan sebagai cara mengajak, menyeru dan memanggil. Secara istilah metode dakwah dapat didefinisikan dengan cara atau jalan menyampaikan materi keagamaan untuk sampai pada satu tujuan, dari kegiatan dakwah yang dijalankan haruslah ada cara dalam menjalankannya, proses penyampaian dakwah haruslah tepat mengenai sasarannya. Misalnya cara penyampaian materi, cara berbahasa yang baik dalam menyampaikan materi, cara menentukan materi agar sesuai dengan kondisi masyarakat yang ingin diseru dan lain sebagainya.

Jelas keberadaan metode dalam sebuah kegiatan sangat penting, begitu juga pada kegiatan dakwah. Dakwah yang tidak memiliki metode tidak akan tepat pada sasaran. Sehingga dapat disimpulkan bahwa metode dakwah merupakan cara penyampaian materi dakwah yang digunakan oleh

da‟i dalam penyampaian materi, sehingga mad‟u lebih mudah dalam

menerima pesan yang disampaikan.

(37)

Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui

orang-orang yang mendapat petunjuk” (Q.S. An-Nahl: 125).

Dari kandungan ayat diatas dapat dikeluarkan setidaknya 3 metode dakwah, yaitu:

1. “Bil-Hikmah”, secara bahasa hikmah mengandung arti bijaksana, dalam tafsir Ibnu Katsir maksud hikmah adalah mengajak manusia dengan berbagai larangan dan perintah yang terdapat di dalam Al-Quran dan As-Sunnah, agar mereka waspada terhadap Allah Swt.15Sedangkan dalam Tafsir Al-Jalalain kata Bil-Hikmah diartikan sebagai Bil-Qur’an. banyak pendapat para ulama tentang maksud dari

Bil-Hikmah. Antara lain:

a. Prof. Toha Jahya Omar:

“Al-Hikmah adalah kebijaksanaan, Artinya adalah meletakkan

sesuatu pada tempatnya dan kitalah yang harus berfikir, berusaha menyusun dan mengatur cara-cara dengan menyesuaikan keadaan zamannya, asal tidak bertentangan dengan hal-hal yang dilarang

Allah Swt.16

Dari beberapa pengertian diatas

2. “Wal Mauidloh Al-Hasanah”, Secara bahasa Mauidloh Al-Hasanah memiliki arti pelajaran yang baik, dalam Tafsir Al-Jalalain diartikan

15

Ar-Rifa‟i, Muhammad Nasib, Kemudahan Dari Allah: Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir,

(Jakarta: Gema Insani Press, 1999), cet ke-1, hal. 1078 16

Hasanuddin, Hukum Dakwah Tinjauan Aspek Hukum dan Berdakwah di Indonesia,

(38)

25

sebagai perkataan yang lembut. Ada beberapa pengertian Mauidloh Al-Hasanah menurut para ulama‟. Antara lain:

a. Ahamad Mustofa Al-Marghi:

“Mauidlotul hasanah adalah melalui dalil-dalil yang zhani (meyakinkan) yang melegakan bagi orang awam. Ini sasarannya adalah orang-orang awam. Materi yang disampaikan kepada

mereka harus sesuai dengan daya tangkap mereka.17

b. Iman Abdullah bin Ahmad An-Nasafi:

“Maudloh Al-Hasanah adalah perkataan-perkataan yang tidak tersembunyi dari mereka, bahwa engakau memberikan nasehat dan menghendaki manfaat kepada mereka atau dengan Al-Qur’an.18

3. “Wa Jaadilhum billatii hiya Ahsan”, Secara bahasa kalimat Jaadala memiliki arti berdebat sedangkan bermujadalah adalah perdebatan. Secara istilah Al-Mujadalah dapat diartikan dengan Al-Hiwar atau tukar pendapat yang dilakukan dua pihak secara sinergis, yang tidak menimbulkan permusuhan diantara keduanya.19Yakni, barang siapa

yang membutuhkan dialog dan tukar pikiran, maka hendaklah dilakukan dengan cara yang baik, lemah lembut, serta tutur kata yang sopan.20 Hal ini sebagaimana juga disebutkan dalam firman Allah Swt

dalam Qur‟an surat Al-Ankabut ayat 46 yang artinya “Dan janganlah

kamu berdebat dengan ahli kitab, melainkan dengan cara yang paling

baik, kecuali dengan orang-orang yang zhalim di antara mereka, dan

ayat seterusnya.

17

Al-Wisnal Imam Zaidallah, Strategi Dakwah Dalam Pembentukan Dai dan Khalifah

Profesional, (Jakarta; Kalam Mufa, 2002), cet. Ke-2, hal.74.

18

Hasanuddin, Hukum Dakwah, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996) hal. 37 19

Quraish sihab, Tafsir Al-Misbah, (Tanggerang: Lentera Hati, 2000), cet. Ke-1, hal. 553 20

(39)

Maka dari kandungan surat An-Nahl ayat 125 dapat disimpulkan bahwa metode dakwah dalam Al-Quran ada 3 macam, antara lain:

1. Bilhikmah (Kebijaksanaan)

2. Walmauidloh Al-Hasanah (Nasehat yang baik)

3. Wa Jaadilhum billati Hiya Ahsan (Berbantaha-bantahan dengan

baik)

Dalam Aplikasinya, 3 metode dakwah haruslah sesuai dengan kondisi dan tingkat pemahaman masing-masing jamaahnya, agar dakwah dapat deterima mudah oleh semua kalangan.

Selain 3 metode yang telah disebutkan di dalam Al-Quran surat An-Nahl, ada beberapa bentuk metode dakwah praktis yang dikemukakan oleh Asmuni Syukir, antara lain:21

1. Metode ceramah (retorika dakwah)

Ceramah adalah suatu teknik atau metode dakwah yang banyak diwarnai oleh ciri karakteristik berbicara seseorang (Da‟i/Muballigh) pada suatu aktifitas dakwah. Ceramah ini dapat bersifat propaganda,kampanye, berpidato (retorika), khutbah, sambutan, mengajar dan lain sebagainya. 2. Metode tanya-jawab

Metode tanya-jawab adalah penyampaian materi dakwah dengan cara mendorong sasarannya (obyek dakwah) untuk menanyakan sesuatu yang btidak dimengerti kemudian dijawab langsung oleh pelaku dakwah.

21

(40)

27

3. Debat (Mujadalah)

Mujadalah adalah salah satu metode dakwah yang pada dasarnya untuk mencari kemenangan, dalam arti menunujukkan kebenaran dan kehebatan Islam. Dengan kata lain debat mempertahankan pendapat dan idiologinya agar pendapat dan idiologinya dapat diakui kebenaran dan kehebatannya oleh lawan atau musuh (orang lain).

4. Percakapan antar pribadi (percakapan bebas)

Percakapan pribadi atau bisa disebut dengan individual confrence

adalah percakapan bebas yang dilakukan oleh seorang Da‟i

(Muballigh) dengan seseorang yang dijadikan sebagai sasaran dakwah. Percakapan pribadi bertujuan untuk menggunakan kesempatan dengan sebaik-baiknya dalam mecapai keberhasilan dakwah.

5. Metode demonstrasi

Berdakwah dengan cara memperlihatkan sesuatu contoh, baik berupa benda, peristiwa, perbuatan dan lain sebagainya. Artinya suatu

metode dakwah, dimana seorang da‟i memperlihatkan sesuatu atau

mementaskan sesuatu terhadap sasarannya (massa), dalam rangka mencapai tujuan dakwah yang diinginkan.

6. Metode dakwah Rasulullah

(41)

7. Pendidikan dan pengajaran agama

Pendidikan dan pengajaran juga dapat dijadikan sarana penyampaian dakwah atau metode dakwah, hal ini sejalan dengan 2 sifat dakwah yaitu pembinaan (melestarikan dan mebina agar tetap beriman) dan pengembangan (sasaran dakwah).

8. Mengunjungi rumah (Silaturrohmi/home visit)

Salah satu metode dakwah yang efektif adalah mengunjungi rumah-rumaha obyek dakwah atau istilah ini dikenal dengan Silaturrohmi/home visit dimana kegiatan ini dapat mempererat tali persaudaraan antara manusia dan didalamnya bisa menyampaikan misi agama.22

B. Unsur-unsur Dakwah

Dakwah dalam pelaksanaannya memiliki beberapa unsur, antara laian sebagai berikut:

1. Subyek Dakwah.

Setiap manusia berkewajiban untuk menjalankan kegiatan dakwah, memerintahkan kepada kebaikan dan mencegah terhadap keburukan.23 Manusia seluruhnya menjadi subyek dari dakwah, namun yang lebih

utama adalah Da‟i yang benar-benar mengetahui hakikat dakwah secara utuh (syariat Islam). Dakwah dijalankan dengan kesungguhan dan penuh

22

H. A. Malik Fadjar, Visi Pembaruan Pendidikan Islam,(Jakarta: LP3NI, 1998) Hal..191 23

(42)

29

ikhlas. Tidak sedikit dari ayat-ayat dan hadits nabi yang menyinggung akan wajibnya setiap manusia menjalan dakwah.

2. Objek dakwah

Objek dakwah adalah orang-orang yang akan menjadi sasaran dari kegiatan dakwah yang dijalankan, orang-orang yang menjadi dakwah

sangat bervariasi, sehingga Da‟i sebagai subyek harus benar-benar hati-hati dalam menyampaikan dakwahnya, pandai dalam memilih cara atau metode dakwah, sehingga pelaku dakwah mengetahui betul siapa yang menjadi objek dakwahnya.

3. Materi dakwah

Materi dakwah adalah pesan yang ingin disampaikan kepada objek dakwah (masyarakat), bisa tentang Aqidah Islam, Syariat Islam, atau Akhlaq Islam.24

C. Pondok Pesantren

1. Pengertian

Arti Pondok Pesantren secara bahasaberasal dari bahasa arab yaitu قدْنف yang memiliki arti hotel tempat bermalam,25sedangkan dalam bahasa

Indonesia Pondok memiliki arti madrasah dan asrama (tempat mengaji, belajar agama Islam). Adapun pesantren adalah asrama tempat santri atau tempat murid-murid belajar mengaji.26

24

H. Endang Sayfuddin Anshari, Wawasan Islam,Pokok-Pokok Pikiran Tentang

Paradigma Dan Sistem Nilai,(Jakarta: Gema Insani, 2004), hal. 44-46

25

Hasbullah, Kapita Selekta Islam, (Jakarta: Rajawali Press,1999), hal .40 26

(43)

KH. Muhammad Idris Djauhari dalam bukunya mendifinisikan podok pesantren dengan sederhana, Pondok Pesantren berasal dari dua kata yakni

pondok yang berarti “tempat tinggal” dan pesantren berasal dari kata

penyantrian” yang memiliki dua arti, yaitu: “tempat santri” dan “proses

menjadikan santri”27“

Pondok Pesantren merupakan pemukiman semacam kampus atau komplek tempat santri mencari ilmu dan beribadah, dengan Kyai sebagai tokoh sentralnya yang menjadi panutan para santri dalam kehidupan mereka sehari-hari”.

Sebuah pondok pada dasarnya merupakan sebuah asrama pendidikan Islam tradisional di mana para siswanya (santri) tinggal bersama di bawah bimbingan seorang atau lebih guru yang dikenal dengan Kyai28Pondok Pesantren merupakan dua istilah yang menunjukkan satu pengertian. Pesantren menurut pengertian dasarnya adalah tempat belajar para santri, sedangkan pondok berarti rumah atau tempat tinggal sederhana terbuat dari bambu. Di Jawa termasuk Sunda dan Madura umumnya digunakan istilah pondok dan pesantren, sedang di Aceh dikenal dengan Istilah dayah atau rangkang atau menuasa, sedangkan di Minangkabau disebut surau.29

Pesantren juga dapat dipahami sebagai lembaga pendidikan dan pengajaran agama, umumnya dengan cara non klasikal, di mana seorang kiai mengajarkan ilmu agama Islam kepada santri-santri berdasarkan

27

KH. Muhammad Idris Djauhari, Hakekat Pesantren dan Kunci Sukses Belajar di

Dalamnya, (Surabaya: Mutiara Press), hal. 02

28

Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, (Jakarta: LP3S, 1983), hal. 49

29

(44)

31

kitab-kitab yang ditulis dalam bahasa Arab oleh Ulama Abad pertengahan, dan para santrinya biasanya tinggal di pondok (asrama) dalam pesantren tersebut.30

Dari beberapa pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa, yang dimaksud dengan Pondok Pesantren adalah suatu lembaga pendidikan Islam dimana seorang pelajar menetap dalam asrama (pondok) dengan seorang kyai, tuan guru sebagai tokoh utama dan masjid sebagai pusat lembaga dan menampung peserta didik (santri), yang belajar untuk memperdalami suatu ilmu agama Islam.

2. Macam-macam bentuk Pondok Pesantren

Pada tahun 1979, Menteri Agama mengeluarkan peraturan No. 3 tahun 1979 yang mengungkapkan bentuk Pondok Pesantren :

a. Pondok Pesantren tipe A, yaitu Pondok Pesantren di mana para santri belajar dan bertempat tinggal di asrama lingkungan Pondok Pesantren dengan pengajarannya yang berlangsung secara tradisional.

b. Pondok Pesantren tipe B, yaitu Pondok Pesantren yang menyelenggarakan pengajaran secara klasikal (madrasah) dan pengajaran oleh kyai bersifat aplikasi dan diberikan pada waktu-waktu tertentu. Para santri tinggal di asrama lingkungan Pondok Pesantren. c. Pondok Pesantren tipe C, yaitu Pondok Pesantren yang hanya

merupakan asrama, sedangkan para santrinya belajar di luar (madrasah atau sekolah umum) dan kyai hanya merupakan pengawas dan pembina mental para santri tersebut.

30

(45)

d. Pondok Pesantren tipe D, yaitu Pondok Pesantren yang menyelenggarakan sistem Pondok Pesantren dan sekaligus sistem sekolah dan madrasah.31

Bentuk Pondok Pesantren seperti yang diungkapkan di atas merupakan upaya pemerintah dalam memberikan batasan atau pemahaman yang lebih mengarah kepada bentuk Pondok Pesantren. Walaupun demikian, sesungguhnya perkembangan Pondok Pesantren tidak terbatas pada empat bentuk tadi, namun dapat lebih beragam banyaknya. Bahkan dari tipe yang samapun terdapat perbedaan tertentu yang menjadikan satu sama lain tidak sama.

Dari berbagai tingkatan konsistensi dengan sistem lama dan keterpengaruhan oleh sistem modern, secara garis besar Pondok Pesantren dapat dikategorikan kedalam tiga bentuk, yaitu :

a) Pondok Pesantren Salafiyah

Salaf artinya “lama”, ”dahulu”, atau “tradisional”. Pondok

Pesantren salafiyah adalah Pondok Pesantren yang menyelenggarakan pembelajaran dengan pendekatan tradisional, sebagaimana yang berlangsung sejak awal pertumbuhannya. Pembelajaran agama Islam dilakukan secara individual atau kelompok dengan konsentrasi pada kitab-kitab klasik, berbahasa Arab.

b) Pondok Pesantren Khalafiyah („Ashriyah)

Khalaf artinya “kemudian” atau “belakangan”, sedangkan

ashri”artinya “sekarang” atau “modern”. Pondok Pesantren

31

(46)

33

khalafiyah adalah Pondok Pesantren yang menyelenggarakan kegiatan pendidikan dengan pendekatan modern, melalui satuan pendidikan formal, baik madrasah (MI, MTs, MA atau MAK), maupun sekolah (SD, SMP, SMA dan SMK) atau nama lainnya.

c) Pondok Pesantren Campuran/kombinasi

Pondok Pesantren salafiyah dan khalafiyah sebagaimana penjelasan di atas. Sebagian besar yang ada sekarang adalah Pondok Pesantren yang berada di antara pengertian di atas. Sebagian besar Pondok Pesantren yang mengaku dan menamakan diri pesantren salafiyah, pada umumnya juga menyelenggarakan kegiatan-kegiatan umum.

Sedangkan menurut Zamakhsyari Dhofier pesantren terbagi dua yaitu: a. Pesantren salaf adalah lembaga Pesantren yang mempertahankan

pengajaran kitab-kitab Islam klasik (salaf) sebagai inti pendidikan. Sedangkan sistem madrasah ditetapkan hanya untuk memudahkan sistem sorongan yang dipakai dalam lembaga-lembaga pengajian bentuk lama, tanpa mengenalkan pengajaran pengetahuan umum. b. Pesantren khalaf adalah lembaga pesantren yang memasukkan

pelajaran umum dalam kurikulum madrasah yang dikembangkan, atau pesantren yang menyelenggarakan tipe-tipe sekolah umum seperti SMP, SMA, dan bahkan perguruan tinggi dalam lingkungannya.32

32

(47)

3. Nilai-Nilai dasar Pondok Pesantren

Pondok Pesantren memiliki nilai-nilai dasar yang menjadi landasan, sumber acuan dan bingkai segala kegiatan yang dilakukannya. Nilia-nilai dasar tersebut antara lain:

a. Nilai-nilai dasar agama Islam

Segala seuatu yang ada di Pondok Pesantren dan kemudian dikembangkan selalu bersumber dari nilai-nilai dasar agama Islam

yang tercermin dalam Aqidah, Syari‟ah dan Akhlak Islam.

b. Nilai-nilai budaya bangsa

Sesuai dengan latar belakang sejarahnya, nilai-nilai dasar Islam yang dikembangkan di Pondok Pesantren, realisasinya selalu disesuaikan secara harmonis dan akomodatif dengan budaya asli bangsa Indonesia, tanpa harus mengorbankan prinsip-prinsip yang menjadi landasan utamanya.

c. Nilai-nilai pendidikan

Pondok Pesantren berdiri dan didirikan untuk memberikan pendidikan dan pengajaran Islam kepada umat Islam, agar mereka

menjadi “khoiro ummatin ukhrijat lin-nasi” yaitu umat yang

berkualitas lahir dan batin, yang berkualitas iman, akhlak, ilmu dan amalnya. Selain itu pesantren juga mengemban misi untuk mencetak

(48)

35

d. Nilai-nilai perjuangan dan pengorbanan

Para kyai pengasuh Pondok Pesantren dan seluruh jajaran bahkan seluruh santri dituntut untuk berjuang dan berusaha untuk menjauhi segala hal yang merusak aqidah dan akhlaknya, baik secara kangsung maupun tidak langsung.33

33

KH. Muhammad Idris Djauhari, Hakekat Pesantren dan Kunci Sukses Belajar di

(49)

36

BAB III

GAMBARAN UMUM TENTANG

PONDOK PESANTREN BAYT AL-HANAN

LIMUS PRATAMA REGENCY CILEUNGSI BOGOR

A. Latar Belakang dan Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Bayt

Al-Hanan

Pondok Pesantren Bayt Al-Hanan terletak di jalan Kediri Blok E17 perumahan Limus Pratama Regency Kecamatan Cileungsi kabupaten Bogor. Pondok Pesantren Bayt Al-Hanan didirikan pada hari ahad, tanggal 12 Rajab 1430 H/5 Juli 2009 M. Pondok Pesantrenini didirikan oleh Ust. Abdillah Obid, Lc; alumnus Pondok Pesantren Al Amin, Prenduan (Madura) dan Al Azhar university, Kairo (Mesir).Di masa perintisannya Iaselalu setia ditemani oleh istri tercinta Ustadzah. Yessi Afdiayani,dari awal perintisannya sampai kemajuannya saat ini.1

Pada awalnya, Pondok Pesantren didirikan bukan tidak memiliki alasan, melihat masalah negri ini berupa kondisi kemiskinan masyarakat2 yang berimbas pada terputusnya pendidikan anak bangsa dan tercerabutnya nilai-nilai agama serta moral dari dalam diri anak-anak tersebut, Belum lagi banyaknya anak-anak yang terlantar akibat korban perceraian. Kemudian timbullah keberanian untuk mengambil tindakan dan mengemban amanah yang besar, tercetuslah ide untuk mengumpulkan anak yang tidak mampu

1

Profil Pesantren,Brosur Pendaftaran Santri Baru Pondok PesantrenBayt Al-Hanan 2

(50)

37

dengan cara mengambil dari satu dua orang anak yang butuh bantuan pendidikan, kemudian dijadikan anak asuh.Yang terlintas dibenak beliau saat itu adalah bagaimana beliau bisa mengasuh dan mendidik anak-anak bangsa yang memiliki keterbatasan ekonomi dalam satu naungan lembaga yang diharapkan dapat membentuk karakter imtak dan iptek secara seimbang. Semuanya dilakukan sebagai bentuk respon sosial terhadap carut marutnya negri ini.3

Pada awalnya, yayasan memutuskan untuk menyekolahkan anak-anak asuhnya di lembaga-lembaga formil (di luar yayasan). Akan tetapi, setelah dua tahun berjalan dan yayasan melihat kurang maksimalnya hasil yang dicapai. Tercetuslah ide untuk menyekolahkan anak-anak di rumah (home schooling) dengan mempergunakan sistem berbasis kurikulum pesantren modern (Gontor), nasional dan pesantren salafiyah. Maka, dengan Bismillah, yayasan memulai kembali jihad dari awal untuk menyediakan sarana dan pra sarana pendidikan yang memadai.4 Di tanah yang tidak begitu luas (sekitar 250 m), impian itu dibangun; pembangunan asrama yang sementara waktu akan difungsikan untuk kelas anak-anak asuh kami. Karena seluruh anak asuh kami tinggal 24 jam (boarding school) bersama kami, maka pengelolaan pendidikan dan pengajaran, serta kegiatan santri sehari-hari dilakukan oleh guru-guru yang tinggal di lingkungan asrama. Sehingga, kegiatan santri terpantau secara keseluruhan oleh para guru (pembimbing).5

3

M. Arifin, KafitaSelektaPendidikanislam (Islam danUmum),(Jakarta, BumiAksara, 1995), hal. 248

4

Yessi Afdiyani, Kepala Sekolah Bayt Al-Hanan, (Wawancara 29 September 2015 M) 5

(51)

Perjalanan Pondok Pesantren Bayt Al-Hanan dihadapi dengan hambatan-hambatan yang mungkin tidak dirasakan oleh Pondok Pesantren pada umumnya, keberadaan pondok yang ada ditengah-tengah perumahan yang umumnya dihuni oleh masyarakat kalangan atas, memaksa Pondok Pesantren Bayt Al-Hanan harus mampu beradaptasi dengan keadaan lingkungan di sekitarnya dan menyesuaikan diri dengan masyarakat sekitar,seperti menjaga santri agar tidak berbuat gaduh dan selalu memantau mereka serta membimbing mereka agar selalu bersikap baik dan berakhlakul karimah. Memang pada awalnya ada yang keberatan dengan keberadaan anak-anak, tapi berkat penjelasan dan pendekatan-pendekatan yang dilakukan pondok kepada mereka alhamdulillah mereka memahami dan mendukung.6

Selain itu SDM (tenaga pengajar dan pembimbing) yang terbatas,menjadi penghambat perkembangan pondok, belum lagi keadaan santrinya yang hampir seluruhnya merupakan anak-anak yang telah putus sekolah akibat keterbatasannya atau menjadi korban perceraian dan telah hilang rasa semangat belajarnya.7 Namun, berkat tekad dan perjuangan pimpinan beserta istri dan segenap jajaran pondok, kini Pondok Pesantren Bayt Al-Hanan sudah mampu berdiri tegak di tengah-tengah perumahan Limus Pratama Regency Cileungsi Bogor.

Pada mulanya Pondok Pesantren Bayt Al-Hanan hanya menyediakan

tingkatan sekolah setara Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah „Aliyah, namun

seiring berjalannya waktu, Pondok Pesantren Bayt Al-Hanan mulai

6

Ustad Abdillah Obid, L.c, Pimpinan dan Pengasuh Pondok Pesantren Bayt Al-Hanan, Wawancara Pribadi, (Selasa 22 September 2015)

7

(52)

39

mengembangkan wilayah pendidikannya pada anak Madrasah Ibtida‟iyah dan

TPA (Taman Pendidikan Al-Quran). Hal ini dilakukan,untuk memenuhi permintaan masyarakat sekitar yang banyak menitipkan anaknya di usia kanak-kanak untuk belajar di Pondok Pesantren Bayt Al-Hanan.8

Diawal perintisannya, santri memulai aktifitas belajar di ruangan kecil yang ukurannya tidak lebih dari250 m, namun seiring bertambahnya jumlah santri, menuntut pondok untuk menambah menyediakan pengadaan ruangan belajar. Kemudian teras rumahpun jadi tempat belajar. Semakin bertambah santri yang ingin menuntut ilmu, ruangan untuk belajarpun bertambah, Sampai akhirnya cita-cita suci pondok tercapai berkat pertolongan Allah dan kegigihan pimpinan beserta istri saat ini Pondok Pesantren Bayt Al-Hanan telah memiliki gedung sekolah sendiri yang ukurannya kurang lebih 432 m yang memiliki 12 ruangan 2 lantai. Belum lagi asrama santri yang telah pisah dengan ruangan belajar. Semua ini berkat pertolongan Allah dan usaha serta perjuangan pondok.

Gedung sekolah Bayt Al-Hanan, sementara waktu merupakan pusat segala kegiatan anak-anak, di gedung tersebut anak-anak selain menimbah ilmu agama dan umum (sekolah formal) mereka juga melaksanakan kegiatan-kegiatan pelajaran tambahan sesuai dengan minat dan kegiatan-kegiatan wajib pondok. Pondok Pesantren sering melakukan aktifitas yang bersentuhan langsung dengan masyarakat, salah satu kegiatan dakwah pondok ditengah-tengah masyarakat adalah mengirim santri untuk menjadi imam-imam masjid sekitar,

8

(53)

menjadi muaddin, mengirim kelompok-kelompok dakwah pada acara-acara

tertentu seperti kelompok marawis dan hadrah, Qori‟e dan lain sebagainya.

Selain itu juga Pondok Pesantren membuka kursus-kursus khusus anak-anak masyarakat perumahan, seperti, kursus bahasa arab, mengaji dan lain sebagainya. Alhamdulillah antusias masyarakat semakin bertambah tiap waktunya.9

Pondok Pesantren Bayt Al-Hanan merupakan pondok yang memperhatikan segala aspek yang harus dikembangkan, salah satunya adalah devisi usaha, dimana dari devisi ini Pondok Pesantren bisa mengajarkan kepada santrinya untuk bahu membahu menciptakan divisi usaha untuk menutupi kebutuhan harian dan pendidikan anak-anak asuhnya. Dari sini

pondok bisa menanamkan kesadaran jama‟ie dan kemandirian, di mana

pondok tidak ingin menanamkan pada anak didiknya jiwa peminta-minta. Dasar prinsip yang dipegang oleh pondok adalah hadits Nabi yang berbunyi “tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah”.10

B.Nilai-Nilai Dasar Pondok Pesantren

Sebagai sebuah lembaga, Pondok Pesantren Bayt Al-Hanan memiliki nilai-nilai dasar yang menjadi landasan, sumber acuan dan bingkai segala kegiatan dan kesibukan aktifitas penghuninya, nilai-nilai dasar tersebut adalah:

1. Nilai-nilai dasar agama

Apapun yang ada dan kemudian dikembangkan di Pondok Pesantren Bayt Al-Hanan selalu bersumber dari nilai-nilai agama Islam yang

9

Yessi Afdiyani, Kepala Sekolah Bayt Al-Hanan, (Wawancara 29 September 2015 M) 10

(54)

41

tercermin dalam Aqidah, Syari‟ah dan Akhlak Al-Hasanah. Karena pada dasarnya Pondok Pesantren Bayt Al-Hanan adalah sebuah lembaga keislaman, bergerak sesuai nilai-nilai Islam untuk tujuan-tujuan Keislaman.

Motivasi utama dalam mendirikan Pondok Pesantren tidak lain karena rasa keterpanggilan mereka untuk melanjutkan risalah yang telah dirintis oleh para nabi dan rasul.Dan menjalankan kewajiban dalam menyampaikan risalah Allah Swt kepada umat manusia. Karena itu keberadaan Pondok Pesantren tidak bisa dilepaskan dari konteks dan misi dakwah islamiyah.

2. Nilai-nilai budaya bangsa.

Sesuai dengan latar belakang sejarahnya, nilai-nilai dasar Islam yang dikembangkan di Pondok Pesantren, realisasinya selalu disesuaikan secara harmonis dan akomodatif dengan budaya asli bangsa Indonesia, tanpa harus mengorbankan prinsip-prinsip yang menjadi landasan utamanya.

Bentuk dan sistem pendidikan Pondok Pesantren ini hanya ada dan dikenal di Indonesia saja, dan tidak terdapat di belahan dunia manapun. Bahkan juga tidak dikenal di negara-negara Arab, tempat lahirnya agama Islam itu sendiri.

3. Nilai-nilai pendidikan.

Sejak semula, Pondok Pesantren berdiri atau didirikan untuk memberikan pendidikan dan pengajaran islam kepada umat Islam, agar

(55)

amalnya. Selain itu, pesantren juga mengemban misi untuk mencetak

ulama dan du‟at yang mutafaqqih fid-dien, sebagai kader-kader penerus dakwah Islamiyah dan indzarul qoum (memberi peringatan) di tengah-tengah masyarakat.

Untuk sampai pada maksud tersebut tidak lain hanyalah bisa dicapai melalui pendidikan. Karena itu, nilai-nilai dasar pendidikan senantiasa menjadi landasan dan sumber acuan bagi seluruh kegiatan sehari-hari di pesantren.

4. Nilai-nilai perjuangan dan pengorbanan

Ustad Abdillah obid sebagai perintis Pondok Pesantren menyadari sepenuhnya bahwa tugas-tugasnya di pesantren adalah suatu perjuangan berat yang membutuhkan pengorbanan yang tidak sedikit11

C. Visi dan misi Pondok Pesantren Bayt Al-Hanan Limus Pratama Regency

serta tujuan didirikannya.

1. Visi

Setiap organisasi berdiri selalu memiliki visi, demikian pula Pondok Pesantren Bayt Al-Hanan yang memiliki visi mempersiapkan para santrinya untuk menjadi kader umat yang beriman sempurna, berislam secara kaffah, berihsan, berpengetahuan luas dan beramal sejati.

2. Misi

Ada beberapa langkah yang akan dilakukan Pondok Pesantren Bayt Al-Hanan dalam upaya mewujudkan visinya, semua langkah itu tertera pada misi Pondok Pesantren yaitu:

11

Muhammad Idris Djauhari, Hakekat Pesantren dan Kunci Belajar Sukses di Dalamnya,

(56)

43

a. Membina para santri untuk berdisiplin dalam menjalankan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari.

b. Menanamkan jiwa keikhlasan, kesederhanaan, kepedulian dan kemandirian.

c. Menciptakan kader umat yang hafal Al-Quran dan berjiwa interpreneur.12

3. Keadaan santri dan pelajar

Pondok Pesantren Bayt Al-Hanan merupakan Pondok Pesantren modern yang mengadopsi kurikulum Gontor, Al-Amien Prenduan dan pondok salaf, dimana aktifitas santri tidak hanya disibukkan dengan kegiatan kajian kitab atau sekolah formal saja, namun santri juga dihadapi dengan kegiatan-kegiatan pengembangan potensi melalui kegiatan Extra Kurikuler, Intra Kurikuler dan Ko Kurikuler. Karena melalui kegaitan tersebut Pondok Pesantren dapat mencetak generasi-generasi masa depan yang sesuai dengan visi dan misinya.

Adapun kegaitan Extra Kurikuler, Intra Kurikuler dan Ko Kurikuler sebagai berikut:

a. kegiatan Extra kurikuler merupakan kegiatan atau pelajaran tambahan yang diikuti santri sesuai bakat dan minatnya untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya, kegiatan ini dilaksanakan pada siang hari sepulang santri dari sekolah, adapun jenis extra kurikuler yang ada sebagai berikut:

12

Gambar

tabel, dan lain sebagainya sehingga tujuan dari penelitian dapat
GAMBARAN UMUM TENTANG LEMBAGA PONDOK
GAMBARAN UMUM TENTANG

Referensi

Dokumen terkait