• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN KEMANDIRIAN ANTARA REMAJA YANG TINGGAL DI PONDOK PESANTREN DENGAN REMAJA YANG TINGGAL BERSAMA ORANG TUA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERBEDAAN KEMANDIRIAN ANTARA REMAJA YANG TINGGAL DI PONDOK PESANTREN DENGAN REMAJA YANG TINGGAL BERSAMA ORANG TUA"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN KEMANDIRIAN ANTARA REMAJA YANG TINGGAL DI PONDOK PESANTREN DENGAN REMAJA YANG TINGGAL BERSAMA

ORANG TUA

SKRIPSI

Oleh : Nur azizah

08810200

FAKULTAS PSIKOLOGI

(2)

PERBEDAAN KEMANDIRIAN ANTARA REMAJA YANG TINGGAL DI PONDOK PESANTREN DENGAN REMAJA YANG TINGGAL BERSAMA

ORANG TUA

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Muhammadiyah Malang sebagai salah satu persyaratan untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Psikologi

Oleh: Nur azizah

08810200

FAKULTAS PSIKOLOGI

(3)

LEMBAR PERSETUJUAN

Judul Skripsi : perbedaan kemandirian antara remaja yang tinggal di pondok

pesantren dengan remaja yang tinggal bersama orang tua

1. Nama Peneliti : Nur Azizah

2. NIM : 08810200

3. Fakultas : Psikologi

4. Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Malang

5. Waktu Penelitian : 14 juni 2012

6. Tanggal Ujian : 04 Agustus 2102

Malang, 17 juli 2012

Pembimbing I Pembimbing II

a/n a/n

(4)
(5)

SURAT PERNYATAAN Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : NUR AZIZAH

Nim : 08810200

Fakultas / Jurusan : Psikologi

Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Malang

Menyatakan bahwa skripsi/karya ilmiah yang berjudul:

Perbedaan kemandirian antara remaja yang tinggal di pondok pesantren

dengan remaja yang tinggal bersama orang tua

1. Adalah bukan karya orang lain baik sebagian maupun keseluruhan kecuali

dalam bentuk kutipan yang digunakan dalam naskah ini dan telah

disebutkan sumbernya.

2. Hasil tulisan karya ilmiah/skripsi dari penelitian yang saya lakukan

merupakan Hak bebas royalti non eksklusif, apabila digunakan sebagai

sumber pustaka.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan

apabila pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia mendapat sanksi dengan

undang-undang yang berlaku.

Mengetahui Malang 17 juli, 2012

Ketua Program Studi Yang menyatakan

(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

INTISARI ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Rumusan Masalah ... 9

C.Tujuan Penelitian ... 9

D.Manfaat Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.Definisi kemandirian ... 10

B.Aspek-aspek kemandirian ……… 14

C.Faktor yang mempengaruhi kemandirian ... 15

D.Upaya pengembangan kemandirian remaja dan implikasinya bagi pendidikan ... 16

E.Perbedaan kemandirian antara remaja yang tinggal pondok pesantren dengan remaja yang tinggal bersama orang tua 18

F. Kerangka Pemikiran ... 22

G.Hipotesis ... 23

(7)

B.Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Identifikasi variabel penelitian ... 24

2. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 25

C.Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi ... 26

2. Sampel ... 26

D.Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data 1. Jenis Data ... 26

2. Metode pengumpulan data ... 27

3. Validitas dan Realibilitas a. Validitas ... 28

b. Realibilitas ... 28

E.Prosedur Penelitian ... 30

F. Teknik Analisis Data ... 31

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data ... 33

B. Analisis Data Penelitian ... 36

C. Pembahasan ... 36

BAB V PENUTUP A.Kesimpulan ... 41

B.Saran ... 41

DAFTAR PUSTAKA ... 43

(8)

DAFTAR TABEL

Nomor Tabel Halaman

Tabel 3.1 : Petunjuk Skoring ... 27

Tabel 3.2 : Blue Print SkalaKemandirian ... 28

Tabel 3.3 : Uji Validitas Skala Kemandirian ... 29

Tabel 3.4 : Uji Realibilitas SkalaKemandirian ... 30

Tabel 4.1 : Deskripsi Data Kemandirian ... 34

Tabel 4.2 : Klasifikasi Data Kemadirian ... 35

Tabel 4.3 : Klasifikasi Data Kemadirian ... 35

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Skala Kemandirian ... 45

Lampiran 2 Data Kasar Try Out ... 49

Lampiran 3Validitas Realibilitas Kemandirian ... 52

Lampiran 4 Data Kasar Penelitian ... 61

Lampiran 5 Tabel Perhitungan T-Test ... 66

(10)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Alhamdulillah, Alhamdulillah. Dengan memanjatkan puji

syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis

dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul PERBEDAAN KEMANDIRIAN

ANTARA REMAJA YANG TINGGAL DI PONDOK PESANTREN DENGAN

REMAJA YANG TINGGAL BERSAMA ORANG TUA.

Penyusunan skripsi ini dimaksudkan guna memenuhi salah satu syarat untuk

memperoleh gelar sarjana strata 1 (S1) Fakultas Psikologi, Universitas

Muhammadiyah Malang.

Banyak pihak yang turut membantu dalam penyusunan skripsi ini. Penulis

mendapatkan banyak bantuan, masukan, kritik, bimbingan serta saran-saran dari

berbagai pihak. Baik bantuan moril dan materil, bimbingan ilmu pengetahuan

maupun dorongan semangat yang tidak henti-hentinya diberikan. Oleh karena itu,

dengan penuh kerendahan hati, penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada:

1. Dra. Cahyaning Suryaningrum, M.Si, selaku dekan Fakutas Psikologi

Universitas Muhammadiyah Malang

2. Dra. Siti Suminarti Faskihah, M.Si selaku pembimbing 1 dan dosen wali dan

Linda Yani Pusfiyaningsih,S.Psi.,M.Si, selaku pembimbing 2 yang telah

banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan arahan yang

sangat berguna, hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik.

3. Kedua orang tua terbaik yang ku miliki, yang selalu ada saat putri dalam

kesulitan, yang menjadi nama wajib yang selalu disebut ditiap doaku, hanya

ini yang bisa putrimu lakukan untuk mengisi sedikit celah kebahagiaan di hati

kalian.

4. Beloved Shinta Nuriyah dan Rizky Yudha yang selalu membantu dan

memberi doa dan dukungannyas ehingga penulis memiliki motivasi dalam

menyelesaikan skripsi ini.

5. Kepada Yayasan pendidikan NU khususnya kepala sekolah MA NU yang

(11)

6. Staf TU yang banyak membantu kelancaran administrasi dalam penyusunan

skripsi ini.

7. Teman-teman Fakultas Psikologi angkatan 2008 pada umumnya, dan kelas C

pada khususnya atas segala bantuan dan dukungannya.

8. Teman-teman kosku tercinta, Anggun, Vindy, Vika, Tami, khusunya Bude

Ida yang selalu memberi semangat dan dukungan serta Doa yang tiada henti

kepada penulis.

9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, yang telah banyak

memberikan bantuan pada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga

kritik dan saran sangat penulis harapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis

berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi peneliti khususnya dan

pembaca pada umumnya. Amin.

Malang, juli 2012

(12)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, M & Asrori M. 2004.PSIKOLOGI REMAJA: Perkembangan Peserta Didik. Jakarta:Bumi Aksara.

Anindya, Catur.Perbedaan kemandirian antara mahasiswa yang tinggal bersama orang tua dengan mahasiswa yang tinggal di kos.2008.skripsi.universitas ahmad dahlan Yogyakarta

Bariyyah, Khairul.Perbedaan Tingkat Kemandirian Siswa MAN 3 Malang Antara yang Tinggal di Rumah dan yang Tinggal di Asrama. 2010 Skripsi. Universitas Negeri Malang

Idayatul, efi. Perbedaan Kemandirian Antara Remaja Yang TinggalBersama Orang Tua Dengan Remaja Yang DitinggalOrang Tua Bekerja Di Luar Negeri.2005.universitas muhammadiyah Malang.

F a t i m a h , D r a . E n u n g . 2 0 0 6 . Psikologi Perkembangan (Perkemban -gan Peserta Didik). Bandung : CV.Pustaka Setia

Hartono, 2005.Kepatuhan dan kemandirian santri. Jurnal study islam dan budaya. Vol-4.hal 1-3. (yogyakarta)

Hurlock, E. B. (1993). Psikologi Perkembangan. Alih bahasa: Dra. Istiwidayanti dan Drs Soedjarwo, Msc. Jakarta: Erlangga.

Hurlock, E.B. (1989). Developmental Psychology.A Life-Span Approach. India: Tata McGraw- Hill Pub. Company Ltd.. 8th ed (reprinted).

Kusumawardhani, arifah,dkk.Hubungan Kemandirian Dengan Adversity Intelligence Pada Remaja Tuna Daksa Di Slb-D Ypac Surakarta.2004.

M a p p i a r e , D r s . A n d i . 1 9 8 2 .Psikologi Remaja. Surabaya: Usaha Nasional.

Mu’tadin, Z. 2007. Kemandirian sebagai Kebutuhan Psikologis pada Remaja. www.e-psikologi.com.

Nurjanah, suci. Peran Pendidikan Pesantren Dalam MembentukKemandirian Belajar Santri.2009.universitas muhammadiyah Surakarta.

Santrock, J.W, 1985, Adult Development and Aging, Iowa : Wm, C. Brown

(13)

Willis, S. Sofyan, Prof. Dr. MPd, 2005, Remaja & Masalahnya, Alfabeta. Bandung.

Winarsunu, T. 2002. STATISTIK: Dalam Penelitian Psikologi & Pendidikan. Malang: UMM Press.

Sobur, Alex, Drs., M.si. 2003. Psikologi umum. Bandung : Pustaka Setia.

Yusuf LN, Syamsu, H., Dr., M.pd. 2006.Psikologi perkembangan anak dan remaja.Bandung:PT Remaja Rosdakarya.

(14)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan

Situasi kehidupan dewasa ini sudah semakin kompleks. Komplesitas kehidupan

seolah-olah telah menjadi bagian yang mapan dari kehidupan masyarakat, sebagian

demi sebagian akan bergeser atau bahkan mungkin hilang sama sekali karena di

gantikan oleh pola kehidupan baru pada masa mendatang yang diperkirakan akan

semakin kompleks

Kecenderungan yang muncul di permukaan dewasa ini, di tunjang oleh laju

perkembangan teknologi dan arus gelombang kehidupan global yang sulit atau tidak

mungkin di bendung, mengisyaratkan bahwa kehidupan masa mendatang akan

menjadi syarat pilihan yang rumit. Ini mengisyaratkan bahwa kehidupan manusia

akan semakin didesak kearah kehidupan yang sangat kompetitif. Andersen (1993:

718:dalamAli,M & Asrori,M) mempredisikan situasi kehidupan semacam iitu dapat

menyebabkan manusia menjadi semakin bingung atau bahkan larut dalam situasi

baru tanpa dapat menyeleksi lagi jika tidak memiliki ketahanan hidup yang memadai.

Hal ini disebabkan tata nilai lama yang telah mapan di tantang oleh nilai-nilai baru

yang belum banyak di pahami.

Situasi kehidupan seperti itu memiliki pengaruh kuat terhadap dinamika

kehidupan remaja, apalagi remaja secara psikologis , tengah berada pada masa topan

dan badai serta tengah mencari jati diri (Hurlock, 1980: dalam Ali,M & Asrori,M).

Pengaruh komplesifitas kehidupan dewasa ini sudah tampak pada berbagai fenomena

remaja yang perlu memperoleh perhatian pendidikan. Fenomena yang tampak

akhir-akhir ini ini, antara lain perkelahian antar pelajar, penyalahgunaan obat dan alkohol,

reaksi emosional yang berlebihan. Dan berbagai perilaku yang mengarah pada tindak

kriminal (Inke Maris,1993:3: dalam Ali,M & Asrori,M).

Dalam konteks proses belajar, gejala negatif yang tampak adalah kurang mandiri

tinggi yang berakibat pada gangguan mental setelah memasuki perguruan tinggi

(soewandi, 1993:186: dalam Ali,M & Asrori,M), kebiasaan belajar yang kurang baik

(15)

membolos, menyontek,dan mencari bocoran soal ujian (engkoswara, 1987:13: dalam

Ali,M & Asrori,M).

Pentingnya usaha mempersiapkan bagi masa depan remaja, karena sedang

mencari jati diri, mereka juga berada pada tahap perkembangan yang sangat

potensial. Perkembangan kognitifnya telah mencapai tahap puncak, menurut teori

perkembangan piaget. Perkembangan kognitifnya adalah masa munculnya

kemampuan berpikir sistematis dalam menghadapi persoalan-persoalan abstrak dan

hipotesis karena telah mencapai tahap opperasional formal (Bybee dan Sund 1982).

Perkembangan moralnya berada pada tingkatan konvensional, suatu tingkatan yang

di tandai kecenderungan tumbuhnya kesadaran bahwa norma-norma itu, dan

mempertahankan norma kewajiban untuk melaksanakan norma-norma itu, dan

mempertahankan norma (Kohlberg, 1984). Perkembangan fisiknya juga sedang

berada pada masa perkembangan fisik yang amat pesat (Siti Rahayu Haditono,

1986).

Remaja merupakan sosok yang selalu menarik untuk diteliti. Pada diri remaja

terjadi perkembangan fisik dan mental yang cepat, sehingga membutuhkan

kemampuan penyesuaian diri untuk menghadapi perubahan tersebut.Perubahan yang

cepat pada diri remaja juga melahirkan energi besar yang harus disalurkan oleh

remaja (Whandie, 20 Februari 2008).

Lazimnya masa remaja dianggap mulai pada saat anak secara seksual menjadi

matang secara hukum, namun, penelitian tentang perubahan perilaku, sikap dan

nilai-nilai sepanjang masa remaja tidak hanya menunjukan bhwa setiap terjadi lebih

cepat pada masa remaja awal dari pada pada tahap akhir remaja.

Awal masa remaja berlangsung kira-kira dari tiga belas tahun sampai enam belas

tahun atau tujuh belas tahun sampai delapan belas tahun, yaitu usia matang secara

hukum. Dengan demikian akhir masa remaja merupakan masa yang sangat singkat.

Dengan semakin mendekatnya usia kematangan yang sah, para remaja menjadi

gelisah untuk meninggalkan streotip belasan tahun dan untuk memberikan kesan

bahwa mereka sudah hampir dewasa.(Hurlock,edisi ke 5. 209)

Kemandirian harus dimiliki oleh setiap individu dimana remaja yang memiliki

(16)

memiliki orientasi kedepan dengan melakukan tindakan-tindakan yang positif.

Berkembangnya kemandirian pada diri remaja tidak terlepas dari bagaimana peran

orang tua didalam mendidik , menanamkan dan menerapkan nilai-nilai pada remaja.

Dengan mengembangkan pola asuh yang baik dengan anak akan menciptakan

suasana keluarga yang sehat dan dapat mendukung serta berkembangnya

kemandirian remaja.

Dari beberapa pengertian kemandirian di atas, diambil suatau pengertian bahwa

secara substansial kata mandiri/kemandirian dan kata otonomi (autonomy)

mempunyai kata kunci yang sama yakni terlepas dari ketergantunan pada orang lain

,mempunyai tanggung jawab pribadi serta mampu melaksanakan segala sesuatunya

oleh dirinya sendiri.

Fasick dalam Rice (1996:45) mengatakan: “one goal of every adolescent is to be

accepted as an autonomous adult”. Dengan demikian, maka kemandirian merupakan

salah satu aspek yang gigih diperjuangkan dan diidamkan oleh setiap para remaja.

Tuntutan adanya separasi(separation) atau self-detachment dari para remaja terhadap

orang tua atau keluarganya semakin tinggi, hal ini sejalan dengan memuncaknya

proses perubahan fisik, kognisi, afeksi, social, moral dan mulai matangnya pribadi

para remaja saat memasuki dewasa awal, dan berkembangnya kebutuhan akan

kemandirian (autonomy) dan pengaturan diri sendiri (self directed) dari para remaja.

Pada masa remaja, salah satu tugas perkembangannya adalah memperoleh

kemandirian emosional dari orang tuanya dan dari orang dewasa lainnya

(Havighrust, dalam Hurlock 1997). Perkembangan kemandirian emosional dimulai

dari terjadinya perubahan hubungan emosional antara remaja dan orang tuanya ,

mereka mulai mengambil jarak dengan orangtuanya dan ingin mengatasi masalahnya

sendiri. Perubahan yang terjadi secara berangsur-angsur dalam hubungan keluarga

dapat memberikan anak lebih bebas dan lebih mendorong munculnya tanggung

jawab anak,namun tidak mengancam ikatan emosional antara orangtua dengan

anaknya (Baumrind,1967). Perubahan demikian memberikan perkembangan

kemandirian emosi akan semakin meningkat dan mudah untuk menciptakan sebuah

(17)

Melihat potensi remaja, menjadi penting dan sangat menguntungkan jika usaha

pengembangannya difokuskan pada aspek-aspek positif remaja daripada menyoroti

sisi negatifnya. Sebab, meskipun ada remaja yang menunjukan perilaku negatif,

sebenarnya hanya sebagian kecil saja (kurang dari 1%)dari jumlah remaja Indonesia.

Usaha mempersiapkan remaja menghadapi masa depan yang serba kompleks, salah

satunya dengan mengembangkan kemandirian.

Usaha pendidikan yang dilakukan secara sungguh-sungguh untuk

mengembangkan kemandirian menjadi sangat penting karena selain problema remaja

dalam bentuk perilaku negatif sebagaimana dipaparkan di atas juga terdapat gejala

negative yang dapat menjauhkan individu dari kemandirian.

Pesantren sebagai salah satu bentuk sistem pendidikan Islam yang ada di

Indonesia, merupakan lembaga pendidikan Islam yang berfungsi sebagai lembaga

sosial serta memiliki program pendidikan yang disusun secara mandiri. Tujuan

pendidikan tetap mengacu pada Sistem Pendidikan Nasional yang menekankan pada

upaya pengintegrasian keilmuan dan keterampilan baik agama ataupun umum.

Kualifikasi lulusan pesantren pun diharapkan mampu menguasai pengetahuan,

khususnya tentang ajaran agama Islam yang diperlukan untuk melanjutkan studi pada

jenjang pendidikan yang lebih tinggi, mengembangkan diri sejalan dengan

perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, serta menjadi anggota

masyarakat yang mampu mewujudkan hubungan timbal balik yang harmonis. Sistem

pendidikan yang ada di pesantren mengharuskan para siswanya untuk sekaligus

sebagai penghuni asrama yang ada. Model pembelajaran yang dipakai mempunyai

perbedaan dengan lembaga pendidikan umum yang merupakan ciri khas di

pesantren, misalnya saja pada pagi hari siswa atau santri mendapat pengajaran

umum, sorenya mereka mendapat pengajaran agama. Kondisi semacam ini

menyebabkan hubungan antar teman sangat dekat bahkan dapat dikatakan sangat

akrab.

Penghuni pesantren yang kebanyakan usia remaja ini merupakan usia yang baru

mengalami masa pertumbuhan dan perkembangan yang relatif sangat cepat. Pada

(18)

menjadi sangat kuat. Hal ini karena remaja merasa bahwa orang dewasa tidak dapat

memahami mereka. Keadaan ini sering menjadikan remaja sebagai suatu kelompok

yang ekslusif karena hanya sesama merekalah dapat saling memahami. Sebagaian

remaja lebih sering membicarakan masalah-masalah yang serius dengan teman

sebaya dibanding dengan orang tua atau guru pengasuh mereka di pondok. Persoalan

yang perlu diwaspadai adalah kondisi perkembangan mereka. Pola pikir yang

terkadang radikal, emosi yang belum stabil, rasa ingin tahu yang kuat, agresif,

cenderung menantang dengan aturan-aturan pesantren, kadang-kadang menyebabkan

”etik pelayanan bimbingan dan konseling” diabaikan. Hal ini terutama diantara remaja (yang sebelumnya akur dan akrab) tiba-tiba karena sesuatu persoalan tertentu

menjadi renggang dan berkonflik. Prinsip confidential yang sepakat dijunjung tinggi

terpaksa ditumbangkan dengan menceritakan rahasia kepada orang lain. Akhirnya

masalah-masalah pengembangan pribadi yang seharusnya terbentuk dipesantren

hancur begitu pula dengan persoalan-persoalan sosial antara mereka. Disinilah

kemudian terjadi penyimpangan-penyimpangan seperti perkelahian, gap,

kecemburuan, pencurian, dan kenakalan-kenakalan yang lain. Bahkan banyak

diantara mereka yang kemudian keluar dari lingkungan pesantren.

Tugas pesantren tidak semata-mata membuat anak menjadi pandai, tetapi juga

untuk mengembangkan seluruh unsur pribadi sosial santri-santrinya, berkembang

potensinya, bakat minatnya yang memungkinkan mereka menjadi manusia-manusia

yang berkembang dengan baik, bahagia dan bertanggung jawab sebagai anggota

masyarakat.

Pesantren merupakan bagian dari sistem pendidikan nasional yang telah ikut serta

mencerdaskan kehidupan bangsa dan menyukseskan pembangunan nasional. Sejak

era pra-kemerdekaan, pesantren telah menjadi pusat pembinaan pemuda untuk ikut

berjuang melawan penjajahan. Hingga kini, berdasarkan data Departemen Agama

Republik Indonesia, jumlah pesantren di Indonesia mencapai 7000 buah dengan

jumlah santri sekitar satu setengah juta. Jumlah itu diperkirakan akan terus

bertambah, jika pesantren mampu menerjemahkan dan menerapkan prinsip

(19)

al-ashlah” (memelihara nilai-nilai budaya klasik yang baik, dan mengambil nilai-nilai budaya baru yang dianggap lebih bermanfaat) secara tepat dan benar.

Saat ini, banyak orangtua perkotaan menyekolahkan anak-anaknya ke pesantren

karena pendidikan umum telah menjadi bagian standar dari penyesuaian pesantren

terhadap modernitas. Pesantren dianggap juga sebagai lembaga pendidikan yang

relatif aman bagi anak-anak mereka yang berusia remaja dari pengaruh-pengaruh

negatif. 1 Orangtua menyadari bahwa mendidik anak usia remaja sangat sulit karena

pada dasarnya usia tersebut anak biasanya berani “melawan” orangtuanya, dan anak

sangat mudah terkena pengaruh orang lain. 2 Oleh karena itu, lembaga pendidikan

yang tepat adalah lembaga yang dapat melindungi anak-anak mereka dari

pengaruh-pengaruh negatif dan yang menawarkan penguasaan ilmu pengetahuan dan agama.

Kelebihan inilah yang dimiliki pesantren sebagai lembaga pendidikan. Dengan

segala keterbatasannya pesantren mampu menampilkan diri sebagai lembaga

pembelajaran yang berlangsung terus-menerus hampir 24 jam sehari. Aktivitas dan

interaksi pembelajaran berlangsung secara terpadu yang memadukan antara suasana

keguruan dan kekeluargaan. Kiai sebagai figur sentral di pesantren dapat memainkan

peran yang sangat penting dan strategis yang menentukan perkembangan santri dan

pesantrennya. Kepribadian Kiai yang kuat, kedalaman pemahaman dan pengalaman

keagamaan yang mendalam menjadi jaminan seseorang dalam menentukan pesantren

pilihannya.

Jenis kelamin tidak berpengaruh dalam berkembangannya kemandirian remaja.

Dari ulasan di atas yang berpengaruh terhadap kemandirian adalah sistem

pendidikan. Peneliti ingin meneliti remaja yang tinggal di pondok pesantren karena

sistem pendidikan di pondok pesantren tergolong demokratis (Pendidikan akan

memberdayakan manusia untuk menjadi manusia yang seutuhnya bilamana di

dalamnya dikembangkan dan dipegang kukuh prinsip-prinsip demokrasi) walaupun

ada punishment akan tetapi hukuman yang di berikan tersebut mendidik para

santrinya. Karena habit atau kebiasaan remaja yang tinggal di lingkungan pesantren

kemungkinan besar akan mempengaruhi perkembangan kemandirian remaja karena

(20)

habit tersebut maka remaja yang tinggal di lingkungan pesantren bisa menghilangkan

kebiasaannya ketergantungan dengan orang lain. Sebaliknya remaja yang tinggal

bersama orang tua kemungkinan akan memperlambat perkembangan kemandirian

karena remaja yang tinggal bersama orang tua merasa bahwa mereka berada di zona

aman mereka tidak mau berusaha lebih dibandingkan dengan remaja yang tinggal di

lingkungan pesantren sehingga tingkat ketergantungan terhadap orang lain akan

tinggi dan menyebabkan perkembangan kemandirian rendah. Remaja yang tinggal di

pondok pesantren mereka mulai mengambil jarak dengan orangtuanya dan ingin

mengatasi masalahnya sendiri. Perubahan yang terjadi secara berangsur-angsur

dalam hubungan keluarga dapat memberikan anak lebih bebas dan lebih mendorong

munculnya tanggung jawab anak,namun tidak mengancam ikatan emosional antara

orangtua dengan anaknya (Baumrind, 1967). Perubahan demikian memberikan

perkembangan kemandirian emosi akan semakin meningkat dan mudah untuk

menciptakan sebuah keluarga yang fleksibel.

Dampak kemandirian terhadap tumbuh kembang remaja sangat memberikan

pengaruh yang besar. Tak jarang para orang tua meremehkan keterampilan yang

sepele seperti : mencuci piring, mencuci baju, menyapu dll. Mungkin remaja yang

tinggal bersama orang akan mendapatkan keringanan dalam hal tersebut di

karenakan jadwal mereka di sekolah yang sudah padat ketika sampai di rumah orang

tua kebanyakan memberikan toleransi agar beristirahat. Akan tetapi, tidak dengan

remaja yang tinggal di lingkungan pesantren, dengan jadwal yang sudah di tentukan

oleh pengurus asrama mereka harus melaksanakannya jika mereka melanggar akan

mendapatkan sangsi. Remaja yang tinggal di pondok pesantren melakukan segala

aktivitasnya dengan sendiri, dan perilaku yang di lakukan dengan sendiri tanpa

campur tangan orang tua tersebut akan membentuk kemandirian yang tinggi.

Seharusnya orang tua yang mempunyai remaja yang tinggal di rumah lebih bersikap

demokratis, membuat peraturan-peraturan secara bersama-sama yang di setujui

kedua belah pihak, dengan seperti itu mungkin akan lebih meningkatkan kemandirian

remaja yang tinggal bersama orang tua. Sehingga remaja yang tinggal bersama orang

tua juga bisa mandiri dengan remaja yang tinggal di pondok pesantren. Dan agar para

(21)

kemandirian yang matang agar para remaja mampu menata masa depan mereka

dengan baik

Kedekatan antar teman ini sesungguhnya memberikan pengalaman pribadi dan

sosial yang makin luas, peningkatan kemampuan berfikir, kemampuan penyesuaian

diri baik sosial ataupun fisik, dan untuk saling tolong menolong. Pola-pola hubungan

pergaulan sangat nampak dalam situasi pesantren sebab rata-rata santri adalah pada

usia remaja.

Penelitian terdahuluyang di lakukan oleh Catur Prima Anindiya tahun 2008 yang

berjudul “perbedaan kemandirian antara mahasiswa yang tinggal bersama orang tua

dengan mahasiswa yang tinggal di kos”. Diperoleh hasil bahwa ada perbedaan kemandirian yang sangat signifikan antara mahasiswa yang tinggal bersama orang

tua dengan mahasiswa yang tinggal di kos, dimana mahasiswa yang tinggal di kos

lebih tinggi tingkat kemandiriannya dari pada mahasiswa yang tinggal bersama orang

tua. Penelitian juga menunjukkan bahwa jenis kelamin tidak memiliki pengaruh

besar terhadap tingkat kemandirian mahasiswa, kesimpulan yang dapat diambil dari

penelitian ini, tidak ada perbedaan kemandirian signifikan antara mahasiswa laki-laki

dengan mahasiswa perempuan.

Hasil survey awal peneliti mendapatkan hasil bahwa remaja yang tinggal di

pondok pesantren tidak selalu mengerjakan segala sesuatunya dengan sendiri. Di

lingkungan pondok pesantren terdapat laundry (tukang mencuci). Selain itu remaja

yang tinggal di pondok pesantren masih mendapatkan pengawasan dari pengasuh

asrama maupun pengurus asrama. Sehingga remaja yang tinggal di pondok pesantren

tidak selalu memiliki kemandirian yang baik.

Berdasarkan informasi tersebut maka penulis tertarik untuk mengangkat

fenomena tersebut menjadi sebuah permasalahan dalam penelitian ini. Penulis ingin

(22)

B. Rumusan Masalah

Mencermati uraian yang tersaji dalam latar belakang masalah, maka dapat di

rumuskan permasalahan sebagai berikut: “ apakah ada perbedaan kemandirian antara remaja yang tinggal di pondok pesantren dengan remaja yang tinggal bersama orang

tua?

C. Tujuan Penelitian

Mengacu pada rumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penelitian akan

tercapai adalah untuk mengetahui perbedaan kemandirian antara remaja yang tinggal

di pondok pesantren dengan remaja yang tinggal bersama orang tua

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat penelitian secara teoritis adalah:

Untuk memberi sumbangan terutama pada Psikologi Pendidikan dan

Perkembangan. Serta menambah atau memperkuat teori-teori.

2. Manfaat secara praktis adalah:

Sebagai bahan masukan yang dapat memberikan wacana mengenai permasalahan

dan fenomenahubungan kemandirian remaja yang tinggal di pondok pesantren

Referensi

Dokumen terkait

PERBEDAAN KECEMASAN PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UMS YANG TINGGAL DI PONDOKAN.. DENGAN MAHASISWA YANG TINGGAL BERSAMA

Dengan mengetahui perbedaan tingkat depresi antara laki-laki yang tinggal di asrama dengan laki-laki yang tinggal bersama orang tua, maka dapat melakukan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan Self-Regulation Learning antara mahasiswa yang tinggal dengan orang tua dan mahasiswa yang tidak tinggal dengan orang

Sehingga kegiatan santri remaja yang tinggal di Pondok Pesantren sangat berpengaruh dalam pembentukan kepribadian dan kecerdasan emosi, selain itu mereka juga lebih

Sampel penelitian adalah 25 orang remaja yang tinggal di panti asuhan Sumber Kasih dan 25 orang remaJa yang tinggal bersama keluarga yang berdomisili di

Karena itulah peneliti dapat menyelesaikan penelitian dengan judul “Perbedaan Perkembangan Sosial- Emosional Remaja Awal yang Tinggal di Pondok Pesantren (Bahrul

penelitian ini adalah tidak terdapat perbedaan tingkat kemandirian emosional yang signifikan antara siswa SMP yang tinggal di asrama dan siswa SMP yang tinggal di rumah dengan orang

Tujuan dalam penelitian ini adalah (1) Untuk mengetahui tingkat kenakalan remaja yang tinggal dengan orang tua pada siswa SMAN 2 Malang (2) Untuk mengetahui tingkat kenakalan