• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aktivitas antioksidan minuman serbuk buah buni (Antidesma bunius (L.) Spreng) pada tingkat kematangan yang berbeda

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Aktivitas antioksidan minuman serbuk buah buni (Antidesma bunius (L.) Spreng) pada tingkat kematangan yang berbeda"

Copied!
199
0
0

Teks penuh

(1)

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN MINUMAN SERBUK BUAH BUNI

(Antidesma bunius (L.) Spreng)

PADA TINGKAT KEMATANGAN

YANG BERBEDA

TRI RETI RAHMAWATI

MAYOR ILMU GIZI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(2)

ABSTRACT

TRI RETI RAHMAWATI. Antioxidant Activity of Bignay‟s Powdered Beverage

(Antidesma bunius (L.) Spreng) in Different Maturity Level. Supervised by AHMAD SULAEMAN and IKEU EKAYANTI.

Bignay fruit contains antosianin which has high prospects to be developed into functional food. The aim of this research is to develop functional food from bignay fruit into powdered beverage that consists of antioxidants. The formula of this beverage is determined based on maturity level, sweetness level which are 10%, 15%, and 20% and also additional citric acid in 0.1%, 0.2% and 0.3%. The best product is chosen using organoleptic test, followed by characteristic physico-chemical test of the bignay powdered beverage. The chosen beverage formula of fully riped matured bignay (FRMB) is 20% sweetness and 0.3% citric acid, formula of medium riped matured bignay (MRMB) is 20% sweetness and 0.2% citric acid, and formula of non-riped matured bignay (NRMB) is 20% sweetness and 0.1% citric acid. The color of this beverage is red-purple (FRMB beverage), purple (MRMB beverage), and blue (NRMB beverage).The total soluble solid for the three types of bignay powdered beverage ranges from 9.2-9.8 °Brix. The total acid titration of FRMB beverage is greater than MRMB and NRMB. The pH of the three types of beverages range from 2.66 – 2.93. The vitamin C content of NRMB beverage is greater that FRMB and MRMB. FRMB and FRMB beverage has a higher total anthocyanin and antioxidant activity than fruits and beverage of MRMB and NRMB.

(3)

RINGKASAN

TRI RETI RAHMAWATI. Aktivitas Antioksidan Minuman Serbuk Buah Buni

(Antidesma bunius (L.) Spreng) pada Tingkat Kematangan yang Berbeda. Dibimbing oleh AHMAD SULAEMAN dan IKEU EKAYANTI.

Buah buni yang mengandung antosianin memiliki prospek yang sangat cerah untuk dikembangkan sebagai pangan fungsional. Selama ini pemanfaatan buah buni di Indonesia menjadi bahan olahan yang memiliki masa simpan relatif singkat dan bernilai ekonomis masih terbatas yaitu hanya dikonsumsi segar atau dikonsumsi sebagai rujak. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk memanfaatkan hasil panen sekaligus untuk mencegah terjadinya kehilangan hasil ialah dengan cara mengelola buah buni menjadi sebuah produk yang bermutu dan bernilai ekonomis. Dalam satu tandan kematangan buah buni tidak bersamaan. Diversifikasi pemanfaatan dan peningkatan nilai tambah buah buni, antara lain dapat dilakukan melalui pembuatan minuman serbuk buah buni berdasarkan tingkat kematangan buah buni.

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengembangkan makanan fungsional dari buah buni dalam bentuk minuman serbuk yang mengandung antioksidan alami. Tujuan Khusus penelitian ini adalah (1) mengetahui tingkat ekstraksi paling efisiensi dalam penyiapan minuman serbuk buah buni, (2) mengetahui perbandingan buah buni dan bahan pengisi agar menghasilkan tepung buah buni dan perbandingan tepung buah buni dan bahan pengisi agar tepung dapat larut sempurna ketika dicampurkan dengan pelarut (air) serta mengetahui rendemen tepung buah buni, (3) mengevaluasi sifat organoleptik (deskripsi dan tingkat kesukaan) minuman serbuk buah buni serta mengetahui daya terima minuman serbuk buah buni, (4) mengetahui pengaruh tingkat kematangan buah buni terhadap aktivitas antioksidan pada minuman serbuk buah buni, dan (5) menganalisis sifat fisikokimia (kelarutan, densitas kamba, dan kadar air, warna, total padatan terlarut, total asam tertitrasi, pH, vitamin C, total antosianin, dan aktivitas antioksidan) minuman serbuk buah buni.

Penelitian ini berlangsung pada bulan bulan Juli sampai Desember 2010. Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian lanjutan. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui tingkat ekstraksi optimum pada setiap kematangan hingga fitrat sampel menunjukkan warna putih dan untuk mengetahui perbandingan buah buni dan bahan pengisi agar menghasilkan tepung buah buni serta perbandingan tepung buah buni dan bahan pengisi agar tepung dapat larut sempurna ketika dicampurkan dengan pelarut (air) serta mengetahui rendemen tepung buah buni. Buah buni diekstraksi sebanyak lima kali ekstraksi. Agar menjadi tepung buah buni maltodekstrin yang digunakan adalah 20% (tepung I) dan ditambahkan kembali maltodekstrin agar serbuk minuman larut dalam air dengan perbandingan 1 tepung I:1½ maltodekstrin. Ini disebut tepung buah buni II. Tepung buah buni I pada kematangan masak penuh memilki jumlah rendemen sebesar 15.5%, jumlah rendemen tepung buah buni I pada kematangan agak masak sebesar 13.9% dan jumlah rendemen tepung buah buni I pada kematangan matang tidak masak sebesar 14.5%.

(4)

organoleptik dengan 3 termin berbeda oleh 30 orang panelis pada masing-masing termin. Hasil organoleptik menunjukkan bahwa pada kematangan masak penuh formulasi terpilihnya adalah 20% kemanisan dan 0.3% asam sitrat, pada kematangan agak masak formulasi terpilihnya adalah 20% kemanisan dan 0.2% asam sitrat dan pada kematangan matang tidak masak formulasi terpilihnya adalah 20% kemanisan dan 0.1% asam sitrat. Menurut panelis, warna formulasi terbaik minuman serbuk buah buni kematangan masak penuh adalah merah, kematangan agak masakadalah agak merah muda, kematangan matang tidak masak adalah bening. Menurut panelis, aroma formulasi terbaik minuman serbuk buah buni kematangan masak penuh dan agak masak adalah agak beraroma sedangkan pada kematangan matang tidak masak adalah sedikit agak beraroma. Menurut panelis, rasa formulasi terbaik minuman serbuk buah buni kematangan masak penuh dan agak masak adalah asam agak manis sedangkan pada kematangan matang tidak masak adalah manis. Menurut panelis, secara keseluruhan formulasi terbaik minuman serbuk buah buni kematangan masak penuh adalah agak enak (agak segar) sedangkan pada kematangan agak masak dan matang tidak masak menurut panelis adalah biasa. Penerimaan panelis terhadap formula kematangan masak penuh lebih besar (90%) dibandingkan formula kematangan agak masak dan matang tidak masak.

(5)

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN MINUMAN SERBUK BUAH BUNI

(Antidesma bunius (L.) Spreng)

PADA TINGKAT KEMATANGAN

YANG BERBEDA

TRI RETI RAHMAWATI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada

Departemen Gizi Masyarakat

MAYOR ILMU GIZI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(6)

Judul : Aktivitas Antioksidan Minuman Serbuk Buah Buni (Antidesma bunius (L.) Spreng) pada Tingkat Kematangan yang Berbeda Nama : Tri Reti Rahmawati

NIM : I14063147

Menyetujui:

Pembimbing I Pembimbing II

(Prof. Ir. Ahmad Sulaeman, MS., Ph.D) (Dr.Ir. Ikeu Ekayanti, M.Kes)

NIP. 19620331 198811 1 001 NIP. 19660725 199002 2 001

Mengetahui:

Ketua Departemen Gizi Masyarakat

(Dr. Ir. Budi Setiawan, MS) NIP. 19621218 198703 1 001

(7)

PRAKATA

Puji dan Syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena berkat

rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan

baik. Selain itu, banyak pihak yang juga telah membantu penulis selama

perjalanan hidup dan pelaksanaan tugas akhir. Oleh karena itu, penulis ingin

mengucapkan terima kasih dan jazakumullah khairan katsir kepada:

1. Mamah dan Bapak yang sabar dan selalu memberikan dukungan, doa, dan

dorongan semangat selama kuliah dan pengerjaan tugas akhir.

2. Prof. Ir. Ahmad Sulaeman, MS., Ph.D dan Dr.Ir. Ikeu Ekayanti, M.Kes selaku

Dosen Pembimbing Skripsi yang telah memberikan dukungan, arahan, dan

bimbingan selama penulis menjalani pendidikan dan melakukan tugas akhir.

3. Bapak Mashudi atas segala bantuan, masukan dan saran yang diberikan.

4. Leily Amalia Furkon, S.TP, M.Si selaku dosen pemandu seminar serta dosen

penguji atas segala saran dan masukkan yang diberikan.

5. Teh Opie dan A Yudha yang selalu memberikan dukungan, doa, dan

dorongan semangat selama kuliah dan pengerjaan tugas akhir.

6. Aulia, Panji, Rindu, dan Sumi selaku pembahas seminar yang berlangsung

pada hari Rabu, 9 Februari 2011 serta teman-teman yang menemani sidang

pada tanggal 17 Februari 2011 (Noni, Unay, Rai, Mawar, dan Cha-cha).

7. Para Laboran (Ibu Rizky, Pak Basri, Ibu Titi dan Ibu Nina serta Ibu Rubiyah).

8. Sahabat-sahabat JELITAku, sahabat-sahabat Gizi Masyarakat ‟43, „42, ‟44 dan Pondok Ammi serta Pondok Pesantren Al Iffah atas semangat, bantuan,

dan dukungan yang telah diberikan.

9. Kiki, Dimas, Eri dan Dinul atas kesediaan membantu memetik buah buni.

10. Teman-teman satu bimbingan pak Ahmad: Yulaika, Dudung, dan Hilma dan

teman-teman Koplag atas semangat dan dukungannya serta

perkumpulannya selama bimbingan.

11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu atas bantuannya

sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam pelaksanaan

penelitian dan penyusunan skripsi ini. Penulis berharap agar skripsi ini dapat

memberikan informasi dan bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Maret 2011

(8)

RIWAYAT HIDUP

Tri Reti Rahmawati dilahirkan di Serang pada tanggal 12 Desember 1988

sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara, pasangan Agus Wahyudin dan Eti

Sugiarti. Menyelesaikan pendidikan di Serang yaitu TK Baladika Kopassus, SDN

1 Taktakan, SMPN 2 Serang, dan SMAN 1 Serang. Diterima di Institut Pertanian

Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada tahun

2006 sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor. Penulis diterima sebagai

mahasiswa Mayor Ilmu Gizi pada tahun 2007 melalui jalur mayor minor dengan

minornya adalah Perkembangan Anak.

Selama menjadi mahasiswa, aktif mengikuti beberapa kegiatan organisasi

dan kemahasiswaan seperti Badan Eksekutif Mahasiswa Tingkat Persiapan

Bersama (BEM TPB) sebagai staf Kewirausahaan, Lembaga Dakwah Kampus Al

Hurriyyah sebagai staf Kewirausahaan, Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas

Ekologi Manusia (BEM FEMA) sebagai staf dan ketua divisi PSDMK, Forum

Syiar Islam FEMA (FORSIA) sebagai staf syiar, KAMMI IPB sebagai staf

Kebijakan Stategis. Selain itu penulis juga aktif dalam berbagai kepanitiaan

tingkat TPB, fakultas, dan kampus.

Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Balumbangjaya,

Kabupaten Bogor, Jawa Barat pada tahun 2009 dan melaksanakan Internship

Dietetik di Rumah Sakit Islam Pondok Kopi Jakarta pada tahun 2010. Penulis

juga pernah menjadi Asisten Pendidikan Agama Islam Tingkat Persiapan

Bersama (PAI TPB), Asisten Praktikum Analisis Zat Gizi Mikro, dan Asisten

Praktikum Konsultasi Gizi Institut Pertanian Bogor.

Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi Masyarakat, penulis

menyelesaikan skripsinya dengan judul Aktivitas Antioksidan Minuman Serbuk

Buah Buni (Antidesma bunius (L.) Spreng) pada Tingkat Kematangan yang Berbeda di bawah bimbingan Prof. Ir. Ahmad Sulaeman, MS., Ph.D dan Dr.Ir.

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ...iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 2

Manfaat ... 3

TINJAUAN PUSTAKA... 4

Buah Buni ... 4

Antioksidan ... 6

Antosianin ... 7

Pembuatan Minuman Serbuk Buah Buni ... 11

BAHAN DAN METODE ... 14

Tempat dan Waktu Penelitian ... 14

Bahan dan Alat ... 14

Metode Penelitian ... 14

A. Penentuan Tingkat Ekstraksi ... 14

B. Pembuatan Tepung Buah Buni... 16

C. Pembuatan Minuman Serbuk Buah Buni ... 17

D. Analisis Organoleptik dan Fisikokimia Minuman Serbuk Buah Buni ... 18

1. Uji Organoleptik ... 18

2. Analisis Karakteristik Fisikokimia Minuman Serbuk Buah Buni ... 19

2.1 Warna, metode Hunter (Huntching 1999) ... 19

2.2 Kelarutan Dalam Air (Gravimetri) (AOAC 1995) ... 19

2.3 Densitas Kamba (Muchtadi dan Sugiyono 1992) ... 20

2.4 Kadar Air (AOAC 1995) ... 20

2.5 Total Padatan Terlarut (AOAC 1995)... 20

2.6 Total Asam Tertitrasi (Apriyantono et al 1989) ... 21

2.7 pH (AOAC 1995) ... 21

2.8 Total Antosianin (Prior et al., 1998) ... 21

(10)

2.10 Aktivitas Antioksidan (DPPH) (Kubo et al., 2002) ... 22

Pengolahan dan Analisis Data ... 23

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24

A. EKSTRAKSI BUAH BUNI ... 24

B. PEMBUATAN TEPUNG BUAH BUNI ... 25

C. FORMULASI MINUMAN SERBUK BUAH BUNI ... 27

1. Karakteristik Deskripsi Organoleptik ... 28

2. Tingkat Kesukaan Panelis Terhadap Formula ... 36

3. Karakteristik Daya Terima Formulasi Terpilih Minuman Serbuk Buah Buni ... 41

D. KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA MINUMAN SERBUK BUAH BUNI ... 42

1. Warna ... 42

2. Kelarutan ... 44

3. Densitas Kamba ... 45

4. Kadar Air ... 46

5. Total Padatan Terlarut ... 47

6. Total Asam Tertitrasi ... 48

7. pH ... 49

8. Total Antosianin ... 50

9. Vitamin C ... 51

10. Aktivitas Antioksidan AEAC (Ascorbic Acid Equivalent Antioxidant Capacity) ... 53

KESIMPULAN DAN SARAN ... 56

Kesimpulan ... 56

Saran ... 57

DAFTAR PUSTAKA ... 58

(11)

DAFTAR TABEL

1 Kandungan gizi pada 100 gram buah buni………... 6

2 Formulasi minuman serbuk buah buni pada setiap kematangan... 19

3 Rata-rata warna formulasi pada setiap tingkat kematangan... 29

4 Rata-rata rasa formulasi pada setiap tingkat kematangan... 31

5 Rata-rata secara keseluruhan formulasi pada setiap tingkat kematangan... 33

6 Hasil uji warna pada ketiga jenis minuman serbuk buah buni... 43

7 Perbandingan pH ekstraksi, formula tanpa sampel, dan minuman serbuk buah buni dari berbagai tingkat kematangan... 50

8 Perbandingan aktivitas antioksidan AEAC (mg vitamin C/100g) buah, formula tanpa sampel, dan minuman serbuk buah buni pada berbagai tingkat kematangan... 54

(12)

DAFTAR GAMBAR

1 Buah buni ………...………... 4

2 Berbagai sturktur antosianin... 8

2 Skema ekstraksi pada beberapa kematangan buah ………... 16

3 Skema pembuatan tepung buah buni ………... 17

5 Skema pembuatan minuman serbuk buah buni .………... 18

6 Hasil ekstraksi buah buni pada kematangan matang tidak masak (A), pada kematangan agak masak (B), dan pada kematangan masak penuh (C)... 25

7 Rendemen tepung buah buni I dari berbagai tingkat kematangan... 27

8 Uji mutu hedonik pada formulasi terbaik minuman serbuk buah buni... 34

9 Tingkat kesukaan minuman serbuk buah buni pada kematangan matang tidak masak (A), kematangan agak masak (B), dan kematangan masak penuh (C)... 41

10 Persentase penerimaan panelis terhadap minuman serbuk formulasi terbaik dalam setiap kelompok tingkat kematangan…….………... 42

11 Tingkat kesukaan pada formulasi terbaik minuman buah buni………... 42

12 Kelarutan minuman serbuk buah buni dari berbagai tingkat kematangan... 45

13 Densitas kamba minuman serbuk buah buni dari berbagai tingkat kematangan …………...………... 46

14 Kadar air minuman serbuk buah buni dari berbagai tingkat kematangan... 47

15 Total padatan terlarut minuman serbuk buah buni dari berbagai tingkat kematangan………...………... 49

16 Total asam tertitrasi minuman serbuk buah buni dari berbagai tingkat kematangan………... 49

17 Perbandingan kandungan antosianin pada buah buni dan minuman serbuk buah buni... 51

18 Perbandingan kandungan vitamin C formula tanpa sampel (formula 0) dan minuman serbuk buah buni pada berbagai tingkat kematangan... 53

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Formulir uji organoleptik produk minuman serbuk buah buni... 62

2 Hasil organoleptik mutu hedonik warna minuman serbuk buah buni.... 64

3 Hasil organoleptik mutu hedonik aroma minuman serbuk buah buni.... 65

4 Hasil organoleptik mutu hedonik rasa minuman serbuk buah buni... 66

5 Hasil organoleptik mutu hedonik keseluruhan minuman serbuk buah buni………... 67 6 Hasil organoleptik tingkat kesukaan (hedonik) warna minuman

serbuk buah buni... 68

7 Hasil organoleptik tingkat kesukaan (hedonik) aroma minuman

serbuk buah buni... 69

8 Hasil organoleptik tingkat kesukaan (hedonik) rasa minuman serbuk buah buni………... 70 9 Hasil organoleptik tingkat kesukaan (hedonik) keseluruhan minuman

serbuk buah buni... 71

10 Hasil uji Anova mutu hedonik minuman buah buni pada kematangan masak penuh………... 72 11 Hasil uji Duncan’s Multiple Range Test mutu hedonik warna minuman

buah buni pada kematangan masak penuh... 72

12 Hasil uji Duncan’s Multiple Range Test mutu hedonik rasa minuman

buah buni pada kematangan masak penuh…... 73 13 Hasil uji Duncan’s Multiple Range Test mutu hedonik keseluruhan

minuman buah buni pada kematangan masak penuh…………... 73 14 Hasil uji deskripsi mutu hedonik minuman serbuk buah buni pada

kematangan masak penuh………... 73 15 Hasil uji Anova mutu hedonik minuman buah buni pada kematangan

agak masak………... 74 16 Hasil uji Duncan’s Multiple Range Test mutu hedonik warna minuman

buah buni pada kematangan agak masak..………... 74 17 Hasil uji Duncan’s Multiple Range Test mutu hedonik rasa minuman

buah buni pada kematangan agak masak..………... 75 18 Hasil uji deskripsi mutu hedonik minuman serbuk buah buni pada

(14)

19 Hasil uji Anova mutu hedonik minuman buah buni pada kematangan matang tidak masak... 75

20 Hasil uji Duncan’s Multiple Range Test mutu hedonik rasa minuman

buah buni pada kematangan matang tidak masak... 76

21 Hasil uji deskripsi mutu hedonik minuman serbuk buah buni pada

kematangan matang tidak masak... 76

22 Hasil uji Duncan’s Multiple Range Test mutu hedonik keseluruhan

minuman buah buni pada kematangan matang tidak masak... 76

23 Hasil uji Anova tingkat kesukaan minuman buah buni pada kematangan masak penuh………... 77 24 Hasil uji Duncan’s Multiple Range Test tingkat kesukaan rasa

minuman buah buni pada kematangan masak penuh... 77

25 Hasil uji Duncan’s Multiple Range Test tingkat kesukaan keseluruhan

minuman buah buni pada kematangan masak penuh... 78

26 Hasil uji Kruskal-Wallis H (uji ranking) tingkat kesukaan minuman buah buni pada kematangan masak penuh………... 78 27 Hasil uji Anova tingkat kesukaan minuman buah buni pada

kematangan agak masak... 79

28 Hasil uji Duncan’s Multiple Range Test tingkat kesukaan rasa

minuman buah buni pada kematangan agak masak... 80

29 Hasil uji Duncan’s Multiple Range Test tingkat kesukaan keseluruhan

minuman buah buni pada kematangan agak masak... 80

30 Hasil uji Kruskal-Wallis H (uji ranking) tingkat kesukaan minuman buah buni pada kematangan agak masak... 81

31 Hasil uji Anova tingkat kesukaan minuman buah buni pada kematangan matang tidak masak...………... 82 32 Hasil uji Duncan’s Multiple Range Test tingkat kesukaan rasa

minuman buah buni pada kematangan matang tidak masak... 82

33 Hasil uji Duncan’s Multiple Range Test tingkat kesukaan keseluruhan

minuman buah buni pada kematangan matang tidak masak... 83

34 Hasil uji Kruskal-Wallis H (uji ranking) tingkat kesukaan minuman buah buni pada kematangan matang tidak masak... 83

35 Hasil uji kadar air, kelarutan, dan densitas kamba minuman serbuk

(15)

36 Hasil uji Anova kadar air minuman serbuk buah buni pada berbagai

tingkat kematangan... 84

37 Hasil uji Anova kelarutan minuman serbuk buah buni pada berbagai tingkat kematangan………... 84

38 Hasil uji Anova densitas kamba minuman serbuk buah buni pada berbagai tingkat kematangan………...……... 85

39 Hasil uji korelasi 2-tailed tingkat kematangan, densitas kamba, kelarutan, dan kadar air tepung buah buni………... 85

40 Perhitungan aktivitas antioksidan... 85

41 Hasil uji Anova aktivitas antioksidan... 87

42 Hasil uji Duncan’s Multiple Range Test aktivitas antioksidan... 87

43 Hasil uji warna menggunakan Chromameter Minolta CR-310... 88

44 Hasil uji total padatan terlarut menggunakan Refraktometer Abbe... 88

45 Hasil uji total asam tertitrasi... 89

46 Hasil uji vitamin C minuman serbuk buah buni... 89

(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia kaya akan berbagai jenis tanaman buah. Buah merupakan

produk yang berdaya guna antara lain sebagai penunjang gizi masyarakat,

sumber pendapatan, serta menyerap tenaga kerja bila diusahakan secara

intensif. Ditinjau dari kandungan gizinya buah merupakan sumber zat pengatur

yaitu vitamin dan mineral yang sangat diperlukan oleh tubuh manusia (Satuhu

2004).

Sayuran dan buah-buahan merupakan bahan pangan yang kaya akan

antioksidan (Wang 2007). Pada individu yang sehat, keberadan pro-oksidan

dapat diimbangi dengan adanya antioksidan. Akan tetapi pada keadaan tertentu

keseimbangan tersebut terganggu, dimana jumlah pro-oksidan lebih banyak

dibandingkan oksidan. Oleh karena itu, penting sekali untuk meningkatkan kadar

antioksidan di dalam tubuh, dan hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan

konsumsi antioksidan alami (Halliwell 1996). Menurut Wang (2007), beberapa

studi menyebutkan bahwa dengan mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan

segar dapat menurunkan resiko terkena kanker dan berbagai penyakit

degeneratif lainnya.

Berbagai jenis bahan pangan yang mengandung antosianin saat ini

sangat populer untuk dijadikan bahan penelitian, diantaranya adalah berbagai

jenis buah berry. Salah satu jenis berry dan merupakan buah lokal adalah

Antidesma bunius (L.) Spreng yang dalam bahasa sehari-hari dikenal dengan nama buni. Tanaman ini berupa pohon yang tingginya dapat mencapai 15-30 m,

garis tengah batang sekitar 20-25 cm (Lembaga Biologi Nasional 1977).

Kandungan bagian buah yang dapat dimakan merupakan 65-80% dari

keseluruhan buah. Asam sitrat merupakan asam organik yang paling menonjol

dalam buah buni (Gruèzo 1997). Warna buah buni mula-mula hijau terang,

setelah dewasa menjadi merah (Lembaga Biologi Nasional 1977). Buah buni

mengandung antosianin karena buahnya yang berwarna merah hingga ungu

(violet).

Antosianin diyakini mempunyai efek antioksidan yang sangat baik.

Sebuah penelitian yang dilakukan di Universitas Michigan Amerika Serikat

menunjukkan bahwa antosianin dapat menghancurkan radikal bebas, lebih efektif

daripada vitamin E yang selama ini telah dikenal sebagai antioksidan kuat.

(17)

antosianin memiliki prospek yang sangat cerah untuk dikembangkan sebagai

komponen pangan fungsional (Astawan dan Kasih 2008).

Menurut Gruèzo (1997), manfaat buah buni yang matang dapat

dikonsumsi dalam keadaan segar, tetapi dapat mewarnai mulut dan jari. Selain

dikonsumsi segar, buah buni biasanya hanya dikonsumsi sebagai rujak

(Lembaga Biologi Nasional 1977). Penanganan pasca panen yang kurang baik

dapat menyebabkan kehilangan hasil dalam jumlah yang cukup besar. Praktek

pemanenan dan penanganan pasca panen yang baik sangat diperlukan untuk

menanggulangi masalah tersebut. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk

memanfaatkan hasil panen sekaligus untuk mencegah terjadinya kehilangan

hasil ialah dengan cara mengelola buah buni menjadi sebuah produk yang

bermutu dan bernilai ekonomis (Muchtadi 2000).

Menurut Gruèzo (1997), dalam satu tandan kematangan buah buni tidak

bersamaan, maka dalam penelitian ini buah buni dimanfaatkan menjadi suatu

produk olahan baru, yaitu pembuatan minuman serbuk buah buni berdasarkan

tingkat kematangan buah buni. Pembuatan minuman serbuk buah buni ini

diharapkan dapat meningkatkan manfaat buah buni dan menambah keragaman

produk pangan. Disamping itu, pemanfaatan buah buni sebagai minuman serbuk

dapat memberikan pilihan alternatif produk kaya antioksidan bagi penderita

penyakit tertentu.

Tujuan Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan minuman

fungsional dari buah buni dalam bentuk minuman serbuk yang mengandung

antioksidan alami.

Tujuan Khusus

Secara khusus, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui tingkat ekstraksi paling efisien dalam penyiapan minuman

serbuk buah buni.

2. Mengetahui perbandingan buah buni dan bahan pengisi agar

menghasilkan tepung buah buni serta perbandingan tepung buah buni

dan bahan pengisi agar tepung dapat larut sempurna ketika dicampurkan

(18)

3. Mengevaluasi sifat organoleptik (deskripsi dan tingkat kesukaan)

minuman serbuk buah buni serta mengetahui daya terima minuman

serbuk buah buni.

4. Mengetahui pengaruh tingkat kematangan buah buni terhadap aktivitas

antioksidan pada minuman serbuk buah buni.

5. Menganalisis sifat fisikokimia (warna, kelarutan, densitas kamba, kadar

air, total padatan terlarut, total asam tertitrasi, pH, vitamin C, total

antosianin, dan aktivitas antioksidan) minuman serbuk buah buni.

Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan nilai tambah bagi buah buni

yang belum dimanfaatkan secara optimal, sehingga dapat menjadi bahan pangan

yang lebih bermutu dan bernilai ekonomis. Selain itu, penelitian ini diharapkan

dapat menghasilkan suatu produk olahan buah buni yang dapat diterima

masyarakat dan menjadi alternatif produk kaya antioksidan bagi penderita

(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Buah Buni

Buni dalam bahasa ilmiah diberi nama Antidesma bunius (L.) Spreng. Tanaman ini berupa pohon yang tingginya dapat mencapai 15-30 m, garis tengah

batang sekitar 20-25 cm, bercabang banyak dan rindang. Bunga jantan dan

betina buah buni masing-masing terletak pada pohon yang berlainan, tersusun

dalam bentuk malai. Ukuran bunga betina lebih besar daripada bunga jantan.

Warna buah buni mula-mula hijau terang, setelah dewasa menjadi merah. Buah

buni tersusun dalam tandan, berbentuk bulat atau bulat telur, bergaris tengah

sekitar 3 cm (Lembaga Biologi Nasional 1977). Menurut Heyne (1987), buah buni

sedikit lebih besar dari kacang kapri, mula-mula berwarna merah sangat asam,

kemudian kehitam-hitaman dan berair dengan rasa manis keasam-asaman.

Gambar 1 Buah buni

Antidesma bunius tumbuh liar di wilayah yang lebih basah di India, dari Himalaya ke selatan dan timur, di Sri Lanka, Myanmar, dan Malaysia. Buni ini

mungkin tidak berasal dari Filipina dan Malaysia, tetapi jika demikian halnya,

tanaman ini telah diintroduksi pada masa prasejarah, dan telah bernaturalisasi

secara luas, sekurang-kurangnya di Filipina. Buni dibudidayakan secara

besar-besaran di Indo-Cina dan di berbagai daerah di Indonesia, terutama di Jawa. Di

Malaysia dan Filipina, buni jarang dibudidayakan (Gruèzo 1997). Di daerah tropik

pohon buni dapat tumbuh pada ketinggian 0-1000 m dpl. Di Indonesia buni

ditanam di propinsi-propinsi bagian timur yang beriklim muson, serta di bagian

barat yang berhawa lembab, dengan demikian buni selain toleran terhadap

kekeringan juga dapat hidup di daerah lembab (Yulistyarini dkk 2000 dan Tohir

(20)

Buah buni yang matang dapat dimakan dalam keadaan segar, tetapi

dapat mewarnai mulut dan jari. Selain itu, sari buah dari buah yang matang pun

berguna sebagai minuman penyegar dan menghasilkan anggur yang istimewa.

Buah buni yang mentah memiliki rasa agak asam, buah-buah dalam satu tandan

tidak bersamaan matangnya, maka buah buni seringkali digunakan untuk

pembuatan selai dan jeli (Gruèzo 1997). Buah buni sering digunakan oleh orang

Indonesia untuk rujak dan dibuat saus-asem ikan (Lembaga Biologi Nasional

1977 dan Gruèzo 1997). Kadang-kadang buah buni dapat pula dipakai sebagai

campuran dalam minuman buah-buahan. Daun muda buah buni dapat berguna

untuk memberi aroma pada ikan atau daging rebus (stew), lalap dan dimasak dengan nasi. Buah muda dan daun muda buah buni dapat digunakan sebagai

pengganti cuka (Gruèzo 1997).

Kulit dan daun mengandung alkaloid yang memiliki khasiat obat, tetapi

dilaporkan juga beracun. Kayu buah buni berwarna kemerah-merahan dan keras

yang kurang bermanfaat namun memiliki mutu yang cukup baik. Di Malaysia

jenis dari marga yang sama dipakai sebagai pohon untuk penghutanan kembali

tanah-tanah gundul. Jenis tersebut menyukai tempat yang terbuka dan dapat

tumbuh berkompetisi dengan alang-alang (Lembaga Biologi Nasional 1977).

Klasifikasi buah buni adalah sebagai berikut:

Kerajaan :Plantae

Divisi :Magnoliophyta

Kelas :Magnoliopsida

Ordo :Malpighiales

Famili :Phyllanthaceae

Bangsa :Antidesmeae

Upabangsa :Antidesminae

Genus :Antidesma

Spesies : A. bunius

Menurut Gruèzo (1997), kandungan bagian buah yang dapat dimakan

merupakan 65-80% dari keseluruhan buah. Asam sitrat merupakan asam organik

yang paling menonjol dalam buah buni. Kandungan gizi untuk setiap 100 g buah

(21)

Tabel 1 Kandungan gizi pada 100 gram buah buni

Kandungan gizi Jumlah

Energi (kJ) 134

Air (g) 90-95

Karbohidrat (g) 6,3

Protein (g) 0,7

Lemak (g) 0,8

Kalsium (mg) 3,7-120

Fosfor (mg) 22-40

Besi (mg) 0,1-0,7

Vitamin A (IU) 10

Vitamin C (mg) 8

Sumber: Gruèzo 1997

Penanganan pasca panen buah yang tidak dilakukan secara hati-hati

akan mengakibatkan terjadinya perubahan fisiologis, fisik, kimiawi, parasitik atau

mikrobiologis yang menyebabkan bahan pangan tersebut tidak dapat

dimanfaatkan lagi. Cara penanganan pasca panen yang dapat dilakukan adalah

dengan cara mengelola buah menjadi suatu olahan pangan. Variasi pengolahan

buah buni pada masyarakat Indonesia masih rendah yatu hanya dikonsumsi

segar atau dikonsumsi sebagai rujak (Muchtadi 2000 dan Lembaga Biologi

Nasional 1977). Pengolahan buah buni menjadi berbagai olahan diharapkan

dapat meningkatkan pemanfaatan buah lokal, mengurangi kehilangan hasil

pertanian dan memperpanjang masa simpan (Muchtadi 2000).

Antioksidan

Antioksidan adalah komponen yang dapat mencegah atau menghambat

oksidasi lemak, asam nukleat, atau molekul lainnya dengan mencegah inisiasi

atau perkembangan dari pengoksidasian reaksi berantai. Sayuran dan

buah-buahan merupakan bahan pangan yang kaya akan antioksidan. Beberapa studi

menyebutkan bahwa dengan mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan segar

dapat menurunkan terkena kanker dan berbagai penyakit degeneratif lainnya

(Wang 2007). Menurut Halliwell (1996), senyawa radikal yang terdapat dalam

tubuh berasal dari luar tubuh (eksogen) maupun dari dalam tubuh (endogen)

yang terbentuk dari hasil metabolisme zat gizi secara normal. Dalam proses

fisiologis timbulnya senyawa radikal tubuh (pro-oksidan) akan diimbangi oleh

mekanisme pertahanan endogen dengan menggunakan zat (senyawa) yang

mempunyai kemampuan sebagai anti radikal bebas, yang juga disebut

(22)

Senyawa ROS (Reactive Oxygen Species) memberikan efek merusak bila keseimbangan antara oksidan dan antioksidan terganggu. Keseimbangan ini

tergantung pada konsumsi pangan yang membawa asam-asam amino esensial

dalam jumlah yang diperlukan untuk mensintesa protein serta zat gizi lain yang

diperlukan. Walaupun secara teoritis senyawa radikal di dalam tubuh dapat

dihilangkan bila terdapat antioksidan, tetapi efisiensi penghilangan senyawa

radikal ini tidak pernah mencapai 100% (Parke 1999).

Menurut Halliwell (1996), reaksi-reaksi yang melibatkan senyawa radikal

telah diketahui merupakan asal dari berbagai macam penyakit, antara lain ginjal,

diabetes, kanker, dan penyakit kardiovaskular. Pada individu yang sehat,

keberadan pro-oksidan dapat diimbangi dengan adanya antioksidan. Akan tetapi

pada keadaan tertentu keseimbangan tersebut dapat terganggu, dimana jumlah

pro-oksidan lebih banyak dibandingkan oksidan. Oleh karena itu, penting sekali

untuk meningkatkan kadar antioksidan di dalam tubuh, dan hal ini dapat

dilakukan dengan meningkatkan konsumsi antioksidan alami.

Antioksidan alami yang terdapat dalam bahan pangan dapat

dikategorikan menjadi dua golongan, yaitu (1) yang tergolong sebagai zat gizi,

yaitu vitamin A dan karetenoid, vitamin E, vitamin C, vitamin B2, seng (Zn),

tembaga (Cu), selenium (Se), dan protein; (2) yang tergolong sebagai zat

non-gizi, yaitu biogenik amin, senyawa fenol, antosianin, zat sulforaphane, senyawa

polifenol dan tannin (Muchtadi 2001).

Antosianin

Antosianin tergolong pigmen yang disebut flavonoid yang pada umumnya

larut dalam air (Winarno 1997). Menurut Aman dan Winarno (1981), warna-warna

merah, biru, ungu dalam buah dan tanaman biasanya disebabkan oleh warna

pigmen antosianin (flavanoid) yang terdiri dari tiga gugusan penting:

a) cincin dasar yang terdiri dari gugusan aglikon (tanpa gula)

b) gugusan Aglikon atau gula

c) asam organik asil misalnya koumarat, kofeat atau ferulat

Menurut Markakis (1982), molekul antosianin disusun dari sebuah aglikon

(antosianidin) yang teresterifikasi dengan satu atau lebih gula (glikon). Menurut

Timberlake dan Bridle (1983), gula yang menyusun antosianin terdiri dari:

(23)

 Disakarida yang merupakan dua buah monosakarida dengan kombinasi

dari empat monosakarida di atas dan xilosa, seperti rutinosa.

 Trisakarida, merupakan tiga buah monosakarida yang mengandung

kombinasi dari gula-gula di atas dalam posisi linier maupun rantai cabang.

Gula yang paling banyak dijumpai adalah monosakarida seperti glukosa,

galaktosa, ramnosa, dan arabinosa. Di dan tri sakarida juga dibentuk dari

kombinasi monosarida di atas. Dalam tanaman, antosianin dalam bentuk

glikosida yaitu ester dengan satu molekul monosakarida disebut monoglukosida

dan biosida atau diglukosida jika memiliki dua molekul gula (Winarno 1997).

Aman dan Winarno (1981) mengungkapkan bahwa dalam sel, antosianin terletak

di dalam vakuola. Oleh karena itu, adanya gugusan gula ini dapat mempengaruhi

stabilitas antosianin. Bila gugusan gula lepas, antosianin menjadi labil. Menurut

Winarno (1997), sewaktu pemanasan dalam asam mineral pekat, antosianin

pecah menjadi antosianidin dan gula. Berbagai jenis struktur antosianin adalah

sebagai berikut:

(24)

Menurut Astawan dan Kasih (2008), antosianin diyakini mempunyai efek

antioksidan yang sangat baik. Sebuah penelitian yang dilakukan di Universitas

Michigan Amerika Serikat menunjukkan bahwa antosianin dapat menghancurkan

radikal bebas, lebih efektif daripada vitamin E yang selama ini telah dikenal

sebagai antioksidan kuat. Sebuah penelitian di Amerika Serikat membuktikan

bahwa antosianin merupakan antioksidan yang paling kuat di antara kelas

flavonoid lainnya. USDA Human Nutrition Center menyatakan bahwa blueberry

yang kaya akan antosianin memiliki efek antioksidan yang paling baik di antara

40 jenis tanaman dan buah-buahan yang telah diuji. Kandungan antosianin

diyakini dapat menghambat berbagai radikal bebas seperti radikal superoksida

dan hidrogen peroksida. Antosianin dan berbagai bentuk turunannya dapat

menghambat berbagai reaksi oksidasi dengan berbagai mekanisme. Antosianin

kubis merah dapat menghambat oksidasi yang dihasilkan oleh toksin.

Banyak faktor yang mempengaruhi kekuatan antioksidan pada

buah-buahan berwarna ungu, antara lain adalah tingkat kematangan buah. Pada buah

yang hijau hanya terdiri dari malvidin-3-acetylglucoside dan pigmen polymeric

sedangkan pada buah yang masak terdiri dari cyaniding-3-rutinoside (>75%),

cyanidin-3-glucoside (<17%), dan malvidin-3-acetylglucoside (<9%) (Rivera,

Ordorica, dan Wesche 1998; Goncalves et al 2006). Selama proses pematangan buah banyak terjadi perubahan kimia, termasuk perubahan komposisi pigmen

dan perubahan warna yang melibatkan proses biosintesis dan katabolisme.

Selama proses pematangan ini, kloroplas secara berangsur-angsur akan

digantikan oleh kromoplas yang hanya mengandung karotenoid. Proses

pematangan pada berbagai buah ini juga melibatkan biosintesis antosianin yang

larut dalam air yang terakumulasi dalam vakuola sentral dalam sel mesofil.

Proses sintesis dari anatosianin ini diawali oleh malonil-CoA yang berasal dari 3

asetil-CoA dan p-koumaroil-CoA fenilalanin (MacDougall 2002). Kulkarni dan

Aradhya (2004) menyatakan bahwa ketika tingkat kematangan semakin tinggi

maka aktivitas antioksidannya semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena

antosianin yang meningkat pada buah yang semakin matang.

Faktor yang juga mempengaruhi stabilitas antosianin adalah struktur

antosianin dan komponen-komponen lain yang terdapat pada bahan pangan

tersebut. Antosianin dapat membentuk kompleks dengan komponen polifenolik

lainnya. Komponen flavonol dan flavon yang biasanya selalu berkonjugasi

(25)

(Monagas, Gomes dan Bartolome 2006). Faktor yang juga mempengaruhi

antosianin adalah suhu. Proses pemanasan merupakan faktor terbesar yang

menyebabkan kerusakan antosianin. Proses pemanasan terbaik untuk

mencegah kerusakan antosianin adalah pengolahan pada suhu tinggi, tetapi

dalam jangka waktu yang sangat pendek (High Temperature Short Term (HTST)). Cabrita dan Andersen (1999) menyatakan bahwa peningkatan suhu penyimpanan dari 10oC menjadi 23oC, masing-masing selama 60 hari, akan

menyebabkan peningkatan kerusakan antosianin dari 30 persen menjadi 60

persen. Sebaliknya, stabilitas antosianin dapat meningkat sebanyak 6-9 kali

ketika suhu penyimpanan diturunkan dari 20oC menjadi 4oC. Antosianin yang

disimpan di dalam ruang vakum akan lebih stabil dibandingkan dengan

antosianin yang disimpan di ruang terbuka. Asam askorbat atau vitamin C dalam

konsentrasi tinggi juga dapat menyebabkan rusaknya komponen antosianin (De

Rosso & Mercadante 2006).

Faktor pH mempengaruhi kestabilan warna antosianin. Pada pH rendah

(asam) pigmen ini berwarna merah dan pada pH tinggi berubah menjadi violet

dan kemudian biru (Winarno 1992). Menurut Markakis (1982), antosianin lebih

stabil dalam larutan asam dibanding dalam larutan akali atau netral. Pada larutan

asam, antosianin bersifat stabil, pada larutan asam kuat antosianin sangat stabil.

Daravingas dan Cain (1968) mengemukakan bahwa penurunan pH secara nyata

akan memperlambat laju kerusakan antosianin yang berasal dari raspberry.

Sistrunk dan Cash (1968) berusaha meningkatkan kestabilan antosianin dari sari

buah arbei dengan metode penurunan pH, selanjutnya ia mengatakan bahwa

metode penurunan pH merupakan metode terbaik untuk mempertahankan

stabilitas warna dari antosianin. Harper (1968) berpendapat bahwa pada kisaran

pH 1-3, pigmen antosianin berada dalam bentuk oxonium (I) yang berwarna

merah dan merupakan bentuk yang paling stabil. Bentuk tersebut dapat

mengalami hidrolisis pada pH yang lebih tinggi membentuk pseudobasa (II) yang

mulai kehilangan warna. Pseudobasa (II) yang terbentuk ini dapat mengalami

kesetimbangan tautomerik. Kesetimbangan antara bentuk keto dan bentuk enol

menghasilkan alfa diketon (IV) yang menghasilkan warna biru.

Menurut Astawan dan Kasih (2008), suatu komponen kimia akan bersifat

lebih stabil bila dapat bereaksi dengan dirinya sendiri. Pada konsentrasi tinggi,

antosianin dapat bereaksi dengan dirinya sendiri. Itulah sebabnya buah-buahan

(26)

yang memiliki antosianin rendah. Aman dan Winarno (1981) mengungkapkan

bahwa adanya pigmen lain sering menutupi warna yang disebabkan oleh pigmen

antosianin. Antosianin atau pigmen lain juga terdapat di daun yang berwarna

hijau dengan konsentrasi yang relatif rendah.

Pigmen antosianin ini telah lama dikonsumsi oleh manusia dan hewan

bersamaan dengan buah atau sayur yang mereka makan. Selama ini tidak

pernah terjadi suatu penyakit ataupun keracunan yang disebabkan oleh pigmen

ini (Brouillard 1982). Menurut penelitian yang banyak dilakukan, pigmen

antosianin dan senyawa-senyawa flavonoid lainnya terbukti memiliki efek positif

terhadap kesehatan (Bridle dan Timberlake 1997). Banyak bukti yang

menunjukkan bahwa antosianin buka saja tidak beracun (non-toxic) dan tidak menimbulkan efek mutagenik, tetapi juga memiliki sifat yang positif seperti

mencegah penyakit kanker dan kardiovaskuler (Saija 1994). Antosianin memiliki

warna yang kuat , larut dalam air, relatif stabil dalam air pada pH asam dan

adanya pembatasan penggunaan bahan pewarna merah sintetik, maka

antosianin cocok dijadikan sebagai subsitusi pewarna makanan sintesis

(Markakis 1982).

Pembuatan Minuman Serbuk Buah Buni

Sebelum pembuatan minuman serbuk buah buni, hal yang dilakukan

pertama adalah ekstraksi buah buni. Ekstraksi adalah proses penarikan

komponen/zat aktif suatu sampel dengan menggunakan pelarut tertentu.

Pemilihan metode ekstraksi senyawa ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu sifat

jaringan tanaman, sifat kandungan zat aktif serta kelarutan dalam pelarut yang

digunakan. Prinsip ekstraksi adalah melarutkan senyawa polar dalam pelarut

polar dan senyawa non polar dalam pelarut non polar (Harbone 1987). Cook &

Cullen (1986) mengungkapkan bahwa ada dua tipe ekstraksi pelarut yaitu

ekstraksi padat-cair dan cair-cair. Tipe pertama sering juga disebut dengan

pencucian (leaching) yaitu proses pemisahan bahan dari campuran zat padat dengan cara mengaduknya dalam suatu cairan (pelarut) di mana bahan yang

diinginkan untuk dipisahkan akan terlarut. Proses ekstraksi cair-cair pada

prinsipnya sama, namun dalam hal ini larutan yang mengandung bahan terlarut

dicampurkan dan dikocok benar-benar dengan cairan (pelarut) yang lain.

Jika kedua cairan bersifat tidak dapat bercampur maka akan terbentuk

(27)

campuran. Cairan dengan bahan-bahan terlarut di dalamnya dinyatakan dengan

lapisan jenuh (ekstrak) dan lapisan yang bersisa dinyatakan dengan rafinat.

Dalam beberapa hal digunakan pelarut air, keadaan ini dikenal dengan ekstraksi

akua (aquaeous extraction). Pelarut-pelarut yang umum digunakan bersama-sama dengan air ialah kloroform, karbon tetraklorida, etilen diklorida, benzene,

toluene, xilena, dan petroleum eter (Cook & Cullen 1986).

Menurut Strack dan Wray (1993), penambahan asam sebagai pelarut

tidak selau diperlukan. Metode ekstraksi yang digunakan untuk analisis kuantitatif

harus diperiksa secara menyeluruh pada tanaman dan jenis pigmen tertentu. Jika

terdapat gugus asil pada antosianin misalnya di dalam kubis ungu, maka

penggunaan asam sebagai campuran pelarut harus dihindarkan. Hal ini

disebabkan ikatan asil ini mudah terhidrolisis (Markakis 1982).

Ekstraksi bertahap ganda (multi-stage extraction) digunakan untuk memperoleh efisiensi yang lebih tinggi, di mana produk yang dihasilkan hampir

seluruhnya dapat dipisahkan dari rafinatnya. Pelarut yang terbagi dalam

beberapa bagian diisikan ke serangkaian alat pencampur (mixer) dan alat pengendap (setter). Kekurangan penggunaan metode ini ialah terlalu besarnya jumlah pelarut yang dibutuhkan (Cook & Cullen 1986).

Hasil ekstrak yang telah terkumpul kemudian dijadikan tepung buah buni.

Pengeringan adalah suatu usaha menurunkan jumlah kandungan air dari suatu

bahan. Pengeringan bahan makanan seperti sayur-sayuran dan buah-buahan

dapat dilakukan dengan cara penjemuran, dehidrasi dengan alat pengering, “freeze drying” dan dehidrasi parsial secara osmosis dalam larutan gula atau garam. Tujuan utama pengeringan bahan makanan adalah untuk

memperpanjang daya tahan simpannya, yaitu dengan mengurangi aω-nya sehingga mikroorganisme tidak tumbuh (Muchtadi 1989).

Keuntungan dari pengeringan adalah bahan menjadi lebih awet dengan

volume dan berat bahan menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan

menghemat ruang pengangkutan dan pengepakan, dengan demikian diharapkan

biaya produksi menjadi lebih mudah. Pengeringan juga mempunyai beberapa

kerugian, yaitu karena sifat asal dari bahan yang dikeringkan dapat berubah

misalnya bentuknya, sifat-sifat fisik dan kimianya, penurunan mutu dan

lain-lainnya. Kerugian yang lainnya juga disebabkan karena beberapa bahan kering

perlu pekerjaan tambahan sebelum digunakan, misalnya harus dibasahkan

(28)

Makanan yang dikeringkan mempunyai nilai gizi yang lebih rendah

dibandingkan dengan bahan segarnya. Selama pengeringan juga dapat terjadi

perubahan warna, tekstur, aroma, dan lain-lainnya, meskipun

perubahan-perubahan tersebut dapat dibatasi seminimal mungkin dengan jalan memberikan

perlakuan pendahuluan terhadap bahan pangan yang akan dikeringkan. Dengan

mengurangi kadar airnya, bahan pangan akan mengandung senyawa-senyawa

seperti protein, karbohidrat, lemak dan mineral dalam konsentrasi yang lebih

tinggi, akan tetapi vitamin-vitamin dan zat warna pada umumnya menjadi rusak

atau berkurang (Winarno et al 1980).

Alat pengering yang digunakan dalam pembuatan tepung buah buni

adalah pengering vakum (vacuum dryer). Pengering vakum dipergunakan untuk mengeringkan bahan-bahan yan sensitif terhadap perubahan suhu tinggi seperti

sari buah serta larutan pekat lainnya. Pengeringan dengan pengering vakum

terjadi pada suhu rendah dan berlangsung dengan cepat. Peningkatan suhu

terjadi dengan cara menginjeksikan udara panas ke dalam ruang pengering

melalui lubang-lubang yang menghubungkan daerah kontak panas pada rak.

Sementara bahan ditebar tipis di atas rak-rak (yang terletak di atas pemukaan

yang berlubang). Uap air dari produk yang terbentuk dihisap dengan ejektor yang

dibangkitkan dengan tenaga uap (Suharto 1991). Pada pengering ini, titik didih

air turun di bawah 100oC karena tekanannya di bawah tekanan atmosfer. Produk

hasil pengeringan bersifat higroskopis. Selain bahan di atas, pengering vakum

juga biasa digunakan untuk ekstraksi dan pemekatan essens dan flavor

(Sokhansanj dan Jayas 1995).

Adapun bahan pengisi yang digunakan dalam pembuatan tepung buah

buni adalah maltodekstrin. Maltodekstrin ialah senyawa turunan pati hasil hidrolisis pati melalui proses hidrolisis parsial oleh enzim α-amilase (Kennedy et al. 1995). Maltodekstrin dapat diproduksi secara hidrolisis asam atau enzimatik (Kearsley dan Dziedzic 1995). Maltodektrin terdiri dari unit-unit α-D-glukosida dengan panjang 5-10 unit yang saling berikatan dengan ikatan α-1,4 dengan DE (dextrose equivalent) kurang dari 20 (Kennedy et al. 1995). Menurut McDonald (1984), maltodekstrin memiliki sifat kurang higroskopis, kurang manis, memiliki

tingkat kelarutan tinggi dan cenderung tidak membentuk warna pada reaksi

browning. Maltodekstrin banyak digunakan dalam industri pangan sebagai bahan pengisi dan bahan campuran untuk produk berbasis tepung-tepungan (Schenk

(29)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini berlangsung pada bulan Juli sampai Desember 2010.

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Gizi, Laboratorium

Organoleptik, dan Laboratorium Analisis Pangan Program Studi Ilmu Gizi,

Fakultas Ekologi Manusia, Laboratorium Pilot Plant Southeast Asian Food and Agriculture Science Technology (SEAFAST) Center, Institut Pertanian Bogor (IPB).

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah buni yang

berasal dari daerah sekitar Bogor. Buah buni yang digunakan adalah buah

dengan tiga tingkat kematangan berdasarkan perbedaan warna yaitu, kuning

(kematangan matang tidak masak), merah (kematangan agak masak), dan

ungu/hitam (kematangan masak penuh). Bahan lain yang digunakan ialah

maltodekstrin, asam sitrat, tepung gula, garam, sukralosa dan grape flavor. Bahan-bahan kimia digunakan untuk analisis antioksidan seperti radikal bebas

DPPH diperoleh dari Sigma Co., Amerika Serikat.

Peralatan yang digunakan meliputi peralatan untuk membuat tepung buah

buni dan peralatan untuk keperluan analisa. Peralatan yang digunakan untuk

pembuatan tepung buah buni adalah pengering vakum evaporator (vacuum evaporator dryer) yang disewa dari Laboratorium Pilot Plant SEAFAST Center. Peralatan untuk keperluan analisis seperti spektrofotometer, alat inkubasi, neraca

analitik, buret, oven, dan alat analisis lain diperoleh dari Laboratorium Kimia dan

Analisis Pangan Departemen Gizi Masyarakat, Institut Pertanian Bogor (IPB).

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu:.

A. Penentuan Tingkat Ekstraksi

Penelitian awal dalam proses pembuatan minuman serbuk buah buni

adalah mengetahui tingkatan ekstraksi optimum pada setiap kematangan hingga

fitrat sampel menunjukkan warna putih. Ada 3 macam kematangan yang diteliti

yaitu kematangan yang dilihat berdasarkan tiga warna buah yang berbeda pada

satu tandan buah buni yang telah dipetik. Tiga macam tingkat kematangan

tersebut adalah kematangan matang tidak masak, kematangan agak masak, dan

(30)

dengan perbandingan 1:5. Gambaran proses tingkatan ekstraksi pada setiap

kematangan buah buni dapat dilihat pada Gambar 2.

Buah buni segar (tangkai dibuang)

Kematangan matang tidak masak

Kematangan agak masak

Kematangan masak penuh

Gambar 3 Skema ekstraksi pada beberapa kematangan buah filtrat pada

kematangan matang tidak masak

filtrat pada kematangan agak masak

filtrat pada kematangan masak penuh

Kali ekstraksi pada kematangan matang tidak masak

Kali ekstraksi pada kematangan agak

masak

Kali ekstraksi pada kematangan masak

penuh Ampas dibuang

ditambahkan H2O 1:5

diblender (kecepatan „2‟; 1,5 menit)

filtrasi

(31)

B. Pembuatan Tepung Buah Buni

Selain itu, penelitian awal juga bertujuan untuk mengetahui perbandingan

buah buni dan bahan pengisi agar menghasilkan tepung buah buni dan

perbandingan tepung buah buni dan bahan pengisi agar tepung dapat larut

sempurna ketika dicampurkan dengan pelarut (air) serta rendemen tepung buah

buni. Jenis bahan pengisi yang digunakan adalah maltodekstrin (ditentukan

berdasarkan studi referensi dan penelitian yang pernah dilakukan). Alat yang

digunakan dalam pembuatan tepung buah buni adalah vakum evaporator

(vacuum evaporator drier). Gambaran proses pembuatan tepung dengan penambahan maltodekstrin dapat dilihat pada Gambar 3.

Hasil ekstraksi pada setiap kematangan

disaring dengan menggunakan kertas hole

ditambahkan maltodekstrin

10% 20% 30%

Tepung buah buni I pada berbagai tingkat kematangan

ditambahkan maltodekstrin

1 : ½ 1 : 1 1 : 1 ½ 1 : 2

Tepung buah buni II pada berbagai tingkat kematangan

Gambar 4 Skema pembuatan tepung buah buni dikeringkan dengan menggunakan

(32)

Adapun perhitungan rendemen tepung buah buni (Apriyantono et al 1989) adalah sebagai berikut:

Rendemen (%) = Produk (g) x 100

Bahan (g)

C. Pembuatan Minuman Serbuk Buah Buni

Setelah tepung buah buni didapat, langkah selanjutnya adalah

mengaplikasikan tepung tersebut dalam pembuatan minuman serbuk. Metode

yang digunakan dalam pembuatan minuman serbuk buah buni adalah metode

langsung dengan tahapan yaitu: penimbangan bahan lalu pencampuran.

Pembuatan minuman serbuk buah buni meliputi formulasi, organoleptik, analisis

daya terima, dan analisis karakteristik fisik dan kimia minuman serbuk buah buni.

Gambaran pembuatan minuman serbuk dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Skema pembuatan minuman serbuk buah buni Tepung buah buni II

Formulasi minuman serbuk (ditambahkan pemanis (gula & sukralosa), asam sitrat,

garam dan grape flavor)

Uji Karakteristik Fisik (Kelarutan, Kadar air, Densitas kamba dan Warna)

Uji Karakteristik Kimia (Vitamin C, Total Padatan Terlarut, Total Asam, pH, Total Antosianin, dan Aktivitas Antioksidan) Formulasi Terpilih Minuman Serbuk Buah

Buni pada Setiap Kematangan dicampur dan dikocok dalam kantong plastik

Minuman Serbuk Buah Buni pada @ kematangan buah buni

(33)

Formulasi pada minuman serbuk buah buni adalah 27 formulasi

berdasarkan perbedaan tingkat kematangan, tingkat kemanisan dan

penambahan asam sitrat. Bahan yang digunakan pada pembuatan minuman

serbuk buah buni adalah tepung buah buni, tepung gula, sukralosa, garam, asam

sitrat, dan grape flavor. Tingkat kemanisan yang digunakan yaitu 10%, 15%, dan 20% dimana masing-masing tingkat kemanisan yang digunakan berasal dari 10%

tepung gula dan 90% sukralosa. Taraf asam sitrat yang digunakan yaitu 0.1%,

0.2%, dan 0.3%. Grape flavor ditambahkan untuk meningkatkan cita rasa minuman serbuk tersebut. Berikut formulasi minuman serbuk buah buni pada

setiap kematangan:

Tabel 2 Formulasi minuman serbuk buah buni pada setiap kematangan

Formulasi pada setiap kematangan

Bahan-bahan Tepung

buah buni Garam Flavor Kemanisan

Asam

D. Analisis Organoleptik dan Fisikokimia Minuman Serbuk Buah Buni

1. Uji Organoleptik (Meilgaard 1999)

Uji organoleptik dilakukan terhadap minuman serbuk buah buni. Metode

yang digunakan adalah uji kesukaan (hedonik) dan uji mutu hedonik dengan

menggunakan skala garis. Sampel disajikan pada 30 panelis secara acak

dengan kode tiga angka acak. Setiap panelis memberikan penilaian dengan

memberikan garis vertikal pada garis horizontal sepanjang 9 cm yang terdapat

pada kuisioner yang menunjukkan penilaian amat sangat tidak suka (1 cm)

sampai amat sangat suka (9 cm). Penilaian dilakukan terhadap warna, rasa,

aroma dan kesukaan secara keseluruhan minuman serbuk buah buni. Data hasil

uji analisis secara statistik dengan uji ANOVA dan uji lanjut Duncan. Kuisioner uji

(34)

2. Analisis Karakteristik Fisikokimia Minuman Serbuk Buah Buni

Karakteristik fisik buah buni yang diamati adalah warna, kelarutan,

densitas kamba, total padatan terlarut, total asam, pH, aktivitas antioksidan, total

antosianin, dan vitamin C.

2.1 Warna, metode Hunter (Huntching 1999)

Pengukuran warna minuman serbuk buah buni secara langsung

dilakukan menggunakan alat Chromameter Minolta CR-310. Pembuatan larutan minuman serbuk buah buni dilakukan dengan cara melarutkan

formulasi serbuk buah buni dalam 200 ml air, diambil 20 ml dan selanjutnya

pengukuran nilai L, a, b, C dan oHue. Notasi L menyatakan parameter

kecerahan (light) yang mempunyai nilai nol (hitam) sampai 100 (putih). Nilai C menunjukkan ketajaman warna sampel. Nilai a menyatakan

cahaya pantul yang menghasilkan warna kromatik campuran merah-hijau

dengan nilai +a (positif a) dari nol sampai 100 untuk warna merah dan nilai –a (negatif a) dari nol sampai 80 untuk warna hijau. Notasi b menyatakan warna

kromatik campuran biru-kuning dengan nilai +b (positif b) dari nol sampai 70

untuk warna kuning dan nilai –b (negatif b) dari nol sampai -70 untuk warna biru. Penentuan warna dilakukan berdasarkan ketentuan di bawah ini:

Red Purple (RP) jika oHue = 342o - 18o

Red (R) jika oHue = 18o - 54o

Yellow Red (YR) jika oHue = 54o - 90o

Yellow (Y) jika oHue = 90o - 126o

Yellow Green (YG) jika oHue = 126o - 162o

Green (G) jika oHue = 162o - 198o

Blue Green (BG) jika oHue = 198o - 234o

Blue (B) jika oHue = 234o - 270o

Blue Purple (BP) jika oHue = 270o - 306o

Purple (P) jika oHue = 306o - 342o

2.2 Kelarutan Dalam Air (Gravimetri) (AOAC 1995)

Sampel sebanyak 1 gram dilarutkan dalam 20 ml air kemudian

disaring dengan kertas Whatman no 42 yang telah terlebih dahulu

dikeringkan dan bobotnya ditimbang. Setelah itu, kertas saring dikeringkan

(35)

Kelarutan dalam air = A – B x 100% C

Keterangan:

A : bobot kertas saring yang telah dikeringkan (gram)

B : bobot kertas saring kering awal (gram)

C : bobot sampel kering (gram)

2.3 Densitas Kamba (Muchtadi dan Sugiyono 1992)

Densitas kamba diukur dengan cara menimbang contoh yang telah

dimasukkan ke dalam gelas ukur yang volume telah diketahui secara pasti.

Sampel dimasukkan ke dalam gelas ukur kemudian diketuk-ketuk sampai

tidak terdapat rongga dan ditimbang. Densitas kamba dihitung dengan rumus

sebagai berikut:

Densitas Kamba = Berat contoh (gram)

Volume contoh (ml)

2.4 Kadar Air (AOAC 1995)

Cawan alumunium dikeringkan dalam oven bersuhu 100oC selama 15

menit, dinginkan dalm desikator selama 10 menit kemudian timbang (W1).

Sebanyak 5 gram contoh ditimbang dalam cawan tersebut (W2). Cawan berisi

sampel dipanaskan dalam oven vakum (T=70oC, 25 mmHg) selama 5 jam

atau hingga tercapai berat yang tetap. Selanjutnya didinginkan dalam

desikator selama 15 menit,kemudian ditimbang (W3).

Kadar air (%) = 100-(( W2- W3)/( W2- W1)x 100%)

2.5 Total Padatan Terlarut (AOAC 1995)

Total padatan terlarut diukur dengan alat Refraktometer Abbe. Setetes sampel diletakkan pada prisma refraktometer yang sudah distabilkan

pada suhu tertentu, lalu dilakukan pembacaan. Total padatan terlarut

dinyatakan dalam oBrix. Sebelum dan sesudah digunakan prisma

refraktometer dibersihkan dengan menggunakan alkohol. Untuk produk-produk serbuk dilakukan pengenceran dengan perbandingan produk-produk dan air

(36)

2.6 Total Asam Tertitrasi (Apriyantono et al 1989)

Total asam diukur dengan melarutkan sebanyak 25-50 gram sampel

ke dalam labu takar 250 ml dan diencerkan sampai tanda tera. Campuran

dikocok, kemudian disaring. Fitrat sebanyak 25 ml ditetesi indikator PP

(phenolphthalein) dan dititrasi dengan NaOH 0.1 N hingga terbentuk warna merah muda. Besarnya total asam tertitrasi dinyatakan sebagai ml NaOH 0.1

N/100 g. Total asam tertitrasi dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

Total Asam Tertitrasi = V x faktor pengenceran x 100

Berat Sampel

Keterangan:

V : volume NaOH (ml)

2.7 pH (AOAC 1995)

Pengukuran derajat keasaman menggunakan alat pH meter. Sebelum

digunakan, alat distandarisasi dahulu dengan menggunakan larutan buffer pH 4.0 dan pH 7.0. Formula minuman (sampel) diambil + 100 ml dalam gelas

piala. Elektroda pH meter dicelupkan ke dalam sampel, kemudian dilakukan

pembacaan pH sampel setelah dicapai nilai yang konstan.

2.8 Total Antosianin (Prior et al., 1998)

Konsentrasi antosianin dapat diukur berdasarkan metode pH-differential. Sebanyak masing-masing 0.05 ml sampel dimasukkan ke dalam 2 tabung reaksi. Tabung reaksi pertama ditambah larutan buffer potasium klorida (0.025 M) pH 1 sebanyak 4.95 ml dan tabung reaksi kedua

ditambahkan larutan buffer sodium asetat (0.4 M) pH 4.5 sebanyak 4.95 ml. Pengaturan pH dalam pembuatan buffer potasium klorida menggunakan HCl dan pengaturan pH dalam pembuatan buffer sodium asetat menggunakan asam asetat. Absorbansi dari kedua perlakuan pH diukur dengan

spektrofotometer pada panjang gelombang 516 nm dan 700 nm setelah

didiamkan selama 15 menit.

Nilai absorbansi sampel ekstrak dihitung dengan menggunakan

persamaan: A ={(A516-A700)pH 1 – (A516-A700)pH 4.5}. Konsentrasi antosianin

dihitung sebagai sianidin-3-glikosida menggunakan koefisien ekstingsi molar

(37)

Konsentrasi antosianin (mg L-1) = (A x BM x FP x 1000)

(ε x diameter kuvet (1 cm)) Keterangan:

A : absorbansi

BM : berat molekul

FP : faktor pengenceran (5 ml / 0.05 ml)

ε : koefisien ekstingsi molar (29 600 L mol-1 cm-1)

Konsentrasi antosianin selanjutnya dinyatakan dalam mg CyE/g

sampel (CyE = sianidin equivalen).

2.9 Total Vitamin C dengan Metode Titrasi Iod (Jacobs 1958)

Sebanyak 10 gram sampel dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml

dan diencerkan sampai tepat tanda tera. Campuran dikocok dan disaring.

Filtrat sebanyak 25 ml ditetesi indikator kanji 1% beberapa tetes, lalu difiltrasi

dengan larutan iod 0.01 N sampai terbentuk warna biru.

Kadar vitamin C = V x N x 0.88 x Faktor Pengenceran x 100

Berat sampel

Keterangan: V : ml larutan iod 0.01 N yang dipakai (ml)

N : normalitas iod hasil standarisasi

2.10 Aktivitas Antioksidan (DPPH) (Kubo et al., 2002)

Buffer asetat sebanyak 4 ml ditambahkan dengan 7.5 ml methanol

dan 400 µl larutan DPPH. Campuran larutan, kemudian dihomogenisasi.

Setelah homogen, sampel sebanyak 100 µl ditambahkan ke dalam campuran

dan diinkubasi selama 20 menit dengan suhu 25oC, kemudian sampel diukur

absorbansi pada panjang gelombang 517 nm. Untuk mengetahui kapasitas

antioksidan sampel, data hasil absorbansi dibandingkan dengan kurva

standar. Untuk formula 0, hanya bahan tambahan pada formula saja yang

diukur sedangkan sampel tidak ditambahkan. Perhitungan sampel

dibandingkan dengan kurva standar asam askorbat dan kapasitas dinyatakan

dalam mg/g AEAC (Ascorbic Acid Equivalent Antioxidant Capacity). Aktivitas antioksidan (mg AEAC/g) = C x faktor pengenceran

bobot sampel kering (gram)x FK

Keterangan:

C : kapasitas antioksidan dari kurva standar (mg/g)

(38)

Pengolahan dan Analisis Data

Data hasil penelitian diolah dengan Microsoft Excell for Windows lalu dianalisis dengan program SPSS 16.0 for windows. Pada penelitian pembuatan minuman serbuk buah buni, hasil hedonik dianalisis secara deskriptif dengan

menggunakan nilai modus dan rata-rata dan persentase panelis yang dapat

menerima. Untuk mengetahui pengaruh jenis formula terhadap tingkat kesukaan

panelis terhadap minuman serbuk buah buni, data hasil uji hedonik dianlisis secara statistik dengan uji beda “Analysis of Variance (ANOVA)”, apabila hasil uji ini menunjukkan adanya perbedaan di antara perlakuan maka dilakukan uji lanjutan “Duncan’s Multiple Comparison Test” uji lanjut ini dapat menentukan secara rinci mana perlakuan yang berbeda dan yang sama. Untuk menentukan

formulasi terbaik (terpilih) maka hasil hedonik dilakukan uji Kruskal-Wallis H (uji ranking). Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan satu faktor perlakuan yaitu tingkat

kematangan. Desain Rancangan Acak Kelompok adalah sebagai berikut:

Yij : Unit eksperimen ke-j hasil uji organoleptik karena pengaruh tingkat

kematangan

μ : Nilai tengah atau pengaruh rata-rata yang sebenarnya : Efek perlakuan tingkat kematangan

: Kekeliruan berupa efek acak yang berasal dari unit eksperimen ke-j

hasil uji organoleptik karena dikenai perlakuan ke-I jenis formula

i : Banyak taraf jenis kematangan (I = kematangan A, B, C)

(39)

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. EKSTRAKSI BUAH BUNI

Ekstraksi adalah proses penarikan komponen/zat aktif suatu sampel

dengan menggunakan pelarut tertentu. Prinsip ekstraksi adalah melarutkan

senyawa polar dalam pelarut polar dan senyawa non polar dalam pelarut non

polar (Harbone 1987). Menurut Cook & Cullen (1986), ekstraksi bertahap ganda

(multi-stage extraction) digunakan untuk memperoleh efisiensi yang lebih tinggi,

di mana produk yang dihasilkan hampir seluruhnya dapat dipisahkan dari

rafinatnya. Ekstraksi antosianin biasanya dilakukan dengan menggunakan air, air

yang mengandung SO2, dan alkohol yang diasamkan (Markakis 1982). Oleh

karena itu, untuk mengetahui tingkatan ekstraksi optimum pada setiap

kematangan pada penelitian ini dilakukan ektraksi bertahap ganda. Pelarut yang

digunakan adalah air (H2O) karena air bersifat polar dan tidak bersifat toksik

sama sekali. Perbandingan buah buni dan pelarut adalah 1:5. Ekstraksi dilakukan

hingga fitrat sampel pada setiap kematangan buah menunjukkan warna putih.

Tiga macam tingkat kematangan yaitu kematangan matang tidak masak,

kematangan agak masak, dan kematangan masak penuh. Pada kematangan

matang tidak masak filtrat berwarna putih pada ekstraksi kedua, pada

kematangan agak masak filtrat berwarna putih pada ekstraksi ketiga, dan pada

kematangan masak penuh filtrat berwarna putih pada ekstraksi kelima. Tingkat

estraksi dapat dilihat pada gambar 6. Berdasarkan hasil ekstraksi tersebut maka

untuk ekstraksi berikutnya pada setiap kematangan dilakukan 5 kali ekstraksi.

Hal ini dilakukan agar zat aktif pada setiap kematangan terekstrak secara

optimum karena diduga zat aktif pada kematangan agak masak dan matang tidak

masak masih ada.

Gambar 6 Hasil ekstraksi buah buni pada kematangan matang tidak masak (A), pada kematangan agak masak (B), dan pada kematangan masak penuh (C)

Gambar

Gambar 3 Skema ekstraksi pada beberapa kematangan buah
Gambar 4 Skema pembuatan tepung buah buni
Tabel 2 Formulasi minuman serbuk buah buni pada setiap kematangan
Gambar 6 Hasil ekstraksi buah buni pada kematangan matang tidak masak (A),
+7

Referensi

Dokumen terkait

Mengetahui golongan senyawa kimia yang terkandung dalam ekstrak etanol daun buni (Antidesma bunius L. Spreng) yang memiliki aktivitas antibakteri terhadap Escherichia coli

Analisis kualitatif merupakan suatu cara yang bertujuan untuk mengetahui senyawa yang terdapat di dalam fraksi nonpolar, semipolar, dan polar ekstrak etanol daun buni menggunakan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun buni fraksi polar, semipolar dan nonpolar terhadap pertumbuhan bakteri Escherichia coli

metode HPLC (High Performance Liquid Chromatography). Aktivitas antioksidan buah Buni yang diperoleh dari metode DPPH lebih tinggi dibandingkan dua metode lainnya

Sehubungan dengan potensi yang dimiliki daging buah buni dan dalam usaha mendapatkan bukti secara ilmiah tentang khasiat daging buah buni terutama sebagai obat diare

gula 18gram/100ml memiliki nilai rata – rata 3.40 dengan kriteria netral, dan kadar gula 20gram/100ml memiliki nilai rata – rata 3.60 dengan kriteria

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tekstur formulasi minuman jeli terbaik yang dapat diterima oleh panelis serta mengetahui perbandingan aktivitas antioksidan dari

Dalam analisis akivitas antioksidan yang telah dilakukan pada minuman serbuk effervescent kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus), hasil yang diperoleh dalam