• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Tataniaga Beras di Kecamatan Rogojampi Kabupaten Banyuwangi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Tataniaga Beras di Kecamatan Rogojampi Kabupaten Banyuwangi"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS TATANIAGA BERAS

DI KECAMATAN ROGOJAMPI

KABUPATEN BANYUWANGI

ADIB PRIAMBUDI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Tataniaga Beras di Kecamatan Rogojampi Kabupaten Banyuwangi adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2013

Adib Priambudi

H34096002

(4)
(5)

ABSTRAK

ADIB PRIAMBUDI. Analisis Tataniaga Beras di Kecamatan Rogojampi Kabupaten Banyuwangi. Dibimbing oleh JOKO PURWONO.

Beras merupakan bahan pangan pokok bagi 95 persen penduduk Indonesia dengan tingkat konsumsi 139 kilogram per kapita per tahun. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis sistem tataniaga beras yang meliputi saluran tataniaga, lembaga tataniaga, fungsi tataniaga, struktur pasar dan perilaku pasar. Selain itu, penelitian ini menganalisis efisiensi tataniaga beras di setiap jenis saluran tataniaga. Hasil dari penelitian ini yaitu saluran tataniaga beras di kabupaten Banyuwangi terdiri dari 12 saluran dan ada enam jenis lembaga tataniaga (Kelompok Tani, Penebas, Penggilingan, Pedagang Besar, Pedagang Pengecer dan Sub Divisi Regional Bulog). Total hasil panen padi Musim Tanam I 2012 sebanyak 272.880 kilogram GKP atau setara 150.084 kilogram beras. Analisis efsiensi tataniaga membuktikan bahwa pada saluran VII mendistribusikan 31.755,50 kilogram beras. Biaya tataniaga tertinggi yaitu 1.512 rupiah per kilogram pada Saluran XII. Nilai marjin tataniaga terbesar juga pada Saluran XII yaitu sebesar 2.721 rupiah per kilogram. Saluran III memiliki nilai farmer’s share 79 persen. Nilai farmer’s share yang lebih tinggi pada suatu saluran dibandingkan dengan saluran tataniaga lainnya menunjukkan saluran tersebut efisien secara operasional.

Kata-kunci : beras, bulog, efsiensi, pangan, tataniaga

ABSTRACT

ADIB PRIAMBUDI. Rice Marketing Analysis In Rogojampi District Banyuwangi Regency. Supervised by JOKO PURWONO.

Rice is the primary food for 95 percent of Indonesia's population and

consumption levels 139 kilograms by capita by year. The purpose of this study was to analyze the system of rice marketing that includes channel marketing, marketing institutes, marketing functions, market structure and market behavior. In addition, this research analyzes the efficiency of rice marketing in any type of marketing channels. Results from this research that rice marketing channels in Banyuwangi regency consists of 12 channels and there are six types of institutions marketing (farmers group, middleman, milling, wholesalers, retailers and sub regional division Bulog). Total harvest rice planting season I 2012 as much as 272.880 kilograms GKP or equivalent 150.084 kilograms of rice. Marketing efficiency analysis proves that the channel VII distribute 31.755,50 kilograms of rice. Highest marketing costs 1,512 rupiah per kilogram on channel XII. Greatest value of margin marketing is also on the channel XII is equal to 2.721 rupiah per kilogram. Channel III has a value of the farmer's share of 79 percent. Farmer's share value higher on a channel other than the channel marketing shows the channel operationally efficient.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Agibisnis

ANALISIS TATANIAGA BERAS

DI KECAMATAN ROGOJAMPI

KABUPATEN BANYUWANGI

ADIB PRIAMBUDI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Analisis Tataniaga Beras di Kecamatan Rogojampi Kabupaten Banyuwangi

Nama : Adib Priambudi NIM : H34096002

Disetujui oleh

Ir Joko Purwono, MS Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Nunung Kusnadi, MS Ketua Departemen

(10)
(11)

PRAKATA

Alhamdulillahi robbil ‘alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Topik yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2012 ini ialah tataniaga, dengan judul Analisis Tataniaga Beras di Kecamatan Rogojampi Kabupaten Banyuwangi.

Skripsi ini tidak akan dapat terselesaikan tanpa bantuan, dukungan dan arahan dari berbagai pihak. Penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, kepada :

1. Ir. Joko Purwono, MS. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, arahan, waktu dan kesabaran.

2. Dr. Ir. Ratna Winandi, MS. selaku dosen penguji, Ir. Burhanuddin, MM. selaku komisi akademik dan Ir. Juniar Atmakusuma, MS. selaku dosen evaluator yang telah meluangkan waktu serta memberikan kritik dan saran.

3. Arif Karyadi, SP. selaku dosen pembimbing akademik beserta seluruh Dosen dan Staf Departemen Agribisnis yang telah membimbing penulis. 4. Yayak Rahman Hidayat, SP. dan Suryani, SPd. sebagai Orang Tua

penulis yang selalu memberikan kasih sayang selama-lamanya, serta Selia, Wira, dan Dina sebagai saudara dari penulis. Merekalah yang senantiasa memberikan dukungan, semangat, dan doa kepada penulis sehingga skripsi ini dapat dikerjakan dan diselesaikan dengan baik. Terima kasih banyak keluarga besarku tercinta.

5. Seluruh instansi pemerintahan dan non-pemerintahan serta perorangan kabupaten Banyuwangi yang terkait dalam penyusunan skripsi ini, penulis berterima kasih atas waktu, kesempatan, informasi dan dukungan yang telah diberikan.

6. Rekan-rekan mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Manajemen, keluarga besar Ikatan Mahasiswa Jember di Bogor serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2013

(12)
(13)

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 5

Manfaat Penelitian 5

Ruang Lingkup Penelitian 5

TINJAUAN PUSTAKA 5

Gambaran Umum Agribisnis Beras 5

Tinjauan Penelitian Terdahulu 6

KERANGKA PEMIKIRAN 8

Kerangka Pemikiran Konseptual 8

Sistem Tataniaga 9

Lembaga Tataniaga 10

Saluran Tataniaga 10

Fungsi Tataniaga 11

Struktur Pasar 12

Perilaku Pasar 13

Efisiensi Tataniaga 13

Marjin Tataniaga 13

Farmer’s share 14

Rasio Keuntungan dan Biaya 14

Kerangka Pemikiran Operasional 14

METODE PENELITIAN 15

Lokasi dan Waktu Penelitian 15

Jenis dan Sumber Data 15

Metode Pengambilan Contoh 17

Metode Pengolahan Data 17

Analisis Data 18

Analisis Saluran, Lembaga dan Fungsi Tataniaga 18

Analisis Karakter Pelaku dan Struktur Pasar 18

Analisis Marjin Tataniaga 18

Analisis Farmer’s Share 19

Analisis Rasio Keuntungan dan Biaya 19

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 19

Keadaan Umum Kabupaten Banyuwangi 19

Keadaan Umum Kecamatan Rogojampi 20

Karakteristik Petani Sampel 21

Karakteristik Lembaga Tataniaga 24

Responden Penebas Gabah 25

Responden Penggilingan Padi 25

(14)

Responden Pedagang Pengecer 27

Responden Kelompok Tani 27

Responden Badan Urusan Logistik (Bulog) 28

ANALISIS SALURAN, LEMBAGA DAN FUNGSI TATANIAGA 29

Analisis Saluran Tataniaga Beras 30

Analisis Lembaga Tataniaga Beras 33

Penebas Gabah 34

Penggilingan Padi 34

Pedagang Besar Beras 34

Pedagang Pengecer Beras 34

Kelompok Tani 35

Subdivre Bulog 35

Analisis Fungsi Tataniaga Beras 35

Fungsi Tataniaga di Tingkat Petani Padi 35

Fungsi Tataniaga di Tingkat Penebas Gabah 36

Fungsi Tataniaga di Tingkat Penggilingan 36

Fungsi Tataniaga di Tingkat Kelompok Tani 36

Fungsi Tataniaga di Tingkat Pedagang Besar 37

Fungsi Tataniaga di Tingkat Subdivre Bulog Banyuwangi 38

Fungsi Tataniaga di Tingkat Pedagang Pengecer 38

ANALISIS STRUKTUR DAN PERILAKU PASAR 39

Analisis Struktur Pasar Beras 39

Struktur Pasar di Tingkat Petani 39

Struktur Pasar di Tingkat Penggilingan 39

Struktur Pasar di Tingkat Penebas 40

Struktur Pasar di Tingkat Kelompok Tani 40

Struktur Pasar di Tingkat Pedagang Besar 40

Struktur Pasar di Tingkat Subdivre Bulog Banyuwangi 40

Struktur Pasar di Tingkat Pedagang Pengecer 41

Analisis Perilaku Pasar Beras 41

Praktek Penjualan dan Pembelian 41

Sistem Penentuan Harga dalam Transaksi 42

Sistem Pembayaran yang Digunakan dalam Transaksi 42

Kerjasama antar Lembaga Tataniaga 43

ANALISIS EFISIENSI TATANIAGA 43

Analisis Volume Distribusi 43

Analisis Biaya Tataniaga 44

Analisis Marjin Tataniaga 46

Analisis Farmer’s Share 46

Analisis Rasio Keuntungan dan Biaya Tataniaga 47

SIMPULAN DAN SARAN 49

DAFTAR PUSTAKA 50

(15)

DAFTAR TABEL

1 Luas lahan panen dan produksi padi nasional tahun 2005 - 2011 1 2 Perkembangan luas panen dan produksi padi provinsi tahun 2009 – 2010 3 3 Luas panen (Ha) kabupaten sentra produksi padi tahun 2005 - 2009 3

4 Luas lahan pertanian di Rogojampi 20

5 Golongan usia petani sampel di Rogojampi 21

6 Tingkat pendidikan petani sampel di Rogojampi 21

7 Status keanggotaan kelompok tani petani sampel di Rogojampi 22

8 Status usahatani petani sampel di Rogojampi 22

9 Status kepemilikan lahan petani sampel di Rogojampi 23

10 Luas lahan garapan petani sampel di Rogojampi 23

11 Pengalaman usahatani petani sampel di Rogojampi 23 12 Responden pelaku niaga dan jenis lembaga pemasaran 24

13 Pengalaman usaha penebas responden 25

14 Skala usaha penebas responden 25

15 Pengalaman usaha RMU responden 25

16 Skala usaha RMU responden 26

17 Pengalaman usaha pedagang besar responden 26

18 Skala usaha pedagang besar responden 27

19 Pengalaman usaha pedagang pengecer responden 27

20 Skala usaha pedagang pengecer responden 27

21 Jumlah petani sampel yang menjual gabah ke lembaga tataniaga 31 22 Distribusi penjualan gabah (setara beras) petani padi Rogojampi 32 23 Distribusi Penjualan beras penggilingan di lokasi penelitian 32 24 Distribusi penjualan beras kelompok tani di lokasi penelitian 33 25 Distribusi penjualan beras pedagang besar di lokasi penelitian 33 26 Pangsa pasar saluran tataniaga beras di lokasi penelitian 44 27 Biaya tataniaga beras (Rupiah per Kilogram) di lokasi penelitian 45

28 Marjin tataniaga beras di lokasi penelitian 46

29 Farmer’s share di lokasi penelitian 47

30 Rasio keuntungan dan biaya di lokasi penelitian 48

DAFTAR GAMBAR

1 Perubahan harga GKP di tingkat petani tahun 2008 – 2011 2 2 Harga beras medium di tingkat konsumen akhir tahun 2011 2 3 Definisi marjin tataniaga dan nilai marjin tataniaga 14 4 Kerangka pemikiran operasional penelitian tataniaga beras 15

5 Musim tanam petani padi Rogojampi 29

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Luas panen, rata-rata produksi dan total produksi padi sawah 51

2. Volume distribusi saluran tataniaga beras di lokasi penelitian 52

3. Marjin tataniaga beras di lokasi penelitian 53

4. Profil petani sampel di lokasi penelitian 54

5. Dokumentasi lokasi penelitian 54

6. Peta Rogojampi 56

(17)
(18)
(19)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang harus tersedia setiap saat, secara kuantitas maupun kualitasnya, aman, bergizi serta harganya terjangkau oleh daya beli masyarakat. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi 95 persen penduduk Indonesia. Pertumbuhan penduduk yang mencapai 237 juta jiwa (angka sementara BPS), penduduk Indonesia di tahun 2010 memerlukan energi dan protein sebanyak 55 persen. Makanan alternatif lainnya belum mampu menggantikan beras. Oleh karena itu beras dapat dikatakan sebagai makanan pokok bangsa Indonesia dengan permintaan di pasaran mencapai 139 kg per kapita per tahun (Saragih, 2006). Pertumbuhan penduduk satu persen saja, penambahan jumlah penduduk akan mencapai 2,4 juta orang per tahun (Saragih, 2010). Penambahan jumlah penduduk akan membuat permintaan beras ikut meningkat, sehingga harga beras menjadi tinggi. Ketersediaan beras di pasar konsumsi akan dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran beras tersebut.

Disisi lain, peningkatan luas lahan panen dan produksi padi bisa dijadikan sebagai bentuk indikator perubahan penawaran beras dari tahun ke tahun. Berikut ini tersajikan data perkembangan luas lahan panen padi dan produksi padi Nasional dari tahun 2005 sampai 2011.

Tabel 1 Luas lahan panen dan produksi padi nasional tahun 2005 - 20111

Tabel 1 menunjukkan bahwa pemerintah telah berupaya meningkatkan produksi beras nasional melalui peningkatan areal panen dan produktivitas padi. Tahun 2005 hingga 2011 terlihat jelas terjadi adanya penambahan luas lahan panen padi nasional. Peningkatan luas lahan panen ini berdampak pada peningkatan total produksi. Tahun 2010 terjadi penurunan luas lahan panen, salah satu penyebabnya yaitu terjadi konversi lahan pertanian. Penurunan luas lahan panen di tahun 2010 ternyata tidak menyebabkan penurunan produksi. Hal ini dikarenakan pemerintah selalu memberikan program-program pertanian yang meningkatkan produktivitas padi. Laju kenaikan lahan panen tahun 2011 adalah yang terbesar, akan tetapi di tahun itu juga terjadi bencana banjir dan serangan hama yang menyebabkan produktivitas turun.

1

(20)

Gambar 1 Perubahan harga GKP di tingkat petani tahun 2008 – 2011a

a

Badan Pusat Statistik (2011), diadaptasi dari data Rata-Rata Harga Gabah Menurut Kualitas, Komponen Mutu dan HPP di Tingkat Petani di Indonesia 2008-2011 yang dapat diunduh dari http://www.bps.go.id

Petani Indonesia, setiap tahun berupaya meningkatkan produksi padi demi memenuhi kebutuhan beras nasional. Peningkatan produksi padi di Indonesia berbanding lurus dengan kenaikan harga Gabah Kering Panen (GKP) di tingkat petani. Tahun 2008, 2009, 2010 dan 2011 , harga rata-rata GKP di tingkat petani nasional sebesar Rp 2.450,- /Kg, Rp 2.700,- /Kg, Rp 3.100,- /Kg dan Rp 3.550,- /Kg. Kenaikan rata-rata harga GKP di tingkat petani setiap tahunnya seharusnya bisa menguntungkan petani. Akan tetapi jika dilihat perkembangan per bulannya, harga GKP di tingkat petani mengalami fluktuasi. Perubahan harga GKP perbulan akan terlihat jelas pada Gambar 1. Hal ini bisa disebabkan karena panen raya, paceklik, ataupun adanya impor beras.

Gambar 2 Harga beras medium di tingkat konsumen akhir tahun 2011a

a

Kementerian Perdagangan (2012), diadaptasi dari Tabel Harga Kebutuhan Pokok Nasional yang dapat diunduh dari http://www.kemendag.go.id/id/economic-profile/prices/national-price-table

(21)

Pemerintah setiap tahunnya berusaha menaikkan produksi padi dan menurunkan nilai impor beras dengan memberdayakan Kementerian Pertanian (Kementan). Kebijakan pertanian yang dikeluarkan Kementan meliputi kebijakan pertanian dari segi on farm maupun off farm. Kebijakan dari segi on-farm diantaranya adalah mengeluarkan beberapa varietas padi unggul, pemberian penyuluhan budidaya padi modern, subsidi untuk pupuk dan benih padi (Bantuan Langsung Benih Unggul). Sedangkan dari segi off farm-nya pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan yang terkait dengan permodalan dan tataniaga beras.

Perumusan Masalah

Pemerintah masih mengandalkan produksi padi dari pulau Jawa dalam rangka pemenuhan pangan penduduk Indonesia yang jumlahnya terus meningkat. pulau Jawa memegang peranan penting dalam produksi beras, dengan produksi sekitar 56 persen, selebihnya 22 persen di pulau Sumatera, 10 persen di pulau Sulawesi dan 5 persen di pulau Kalimantan. Diperkirakan beberapa tahun ke depan pulau Jawa tetap menjadi produsen utama beras di Indonesia. Berikut ini data produksi padi menurut propinsi.

Tabel 2 Perkembangan luas panen dan produksi padi provinsi tahun 2009 – 2010a

a

Badan Pusat Statistik (2011), diadaptasi dari Tabel Luas Panen, Produktivitas, Produksi Tanaman Padi Provinsi Indonesia yang dapat diunduh dari http://www.bps.go.id/tnmn_pgn.php?kat=3

Data diatas merupakan lima provinsi sentra produksi padi di Indonesia. Dari data tersebut, provinsi Jawa Barat merupakan daerah dengan luas lahan penanaman padi terluas dan produksi padi tertinggi di tahun 2009 dan tahun 2010. Akan tetapi jika dilihat dari produktivitasnya, Jawa Barat mengalami penurunan. Di urutan kedua, Jawa Timur menunjukkan peningkatan Luas Lahan, Produksi dan Produktivitasnya. Jawa Tengah pun demikian, akan tetapi yang membedakannya adalah luas lahan dan produktivitasnya masih di bawah provinsi Jawa Timur.

(22)

Ketersedian beras di Jawa Timur masih ditopang oleh produksi sendiri. Ada beberapa daerah lumbung padi (daerah penghasil padi utama) di propinsi Jawa Timur, kabupaten Banyuwangi termasuk salah satu diantaranya. Hampir seluruh wilayah di kabupaten Banyuwangi menanam padi, akan tetapi jumlah lahan padi yang dipanen masih mengalami fluktuasi (tabel 3). Hal ini menyebabkan produksi beras pun berfluktuasi setiap tahunnya. Keberhasilan panen raya, pengendalian hama dan penyakit terpadu, penggunaan benih unggul, irigasi dan pemupukan yang lebih baik (intensifikasi pertanian yang optimal) menjadi faktor penting yang mempengaruhi peningkatan produksi padi. Sebaliknya, kenaikan harga faktor-faktor input pertanian seperti benih padi, pupuk dan sarana produksi padi (Saprodi), menjadikannya sebagai kendala pada sebagian besar petani di kabupaten Banyuwangi.

Fluktuasi produksi padi menjadi salah satu alasan munculnya kebijakan impor beras. Produksi padi yang mengalami penurunan menyebabkan cadangan beras harus dipenuhi dengan mendatangkan beras dari luar negeri. Kondisi lahan produksi padi di kabupaten Banyuwangi yang terserang hama wereng cokelat di tahun 2011 membuat cadangan beras di Badan Urusan Logistik (Bulog) maupun di pasar lokal berkurang. Penurunan penawaran gabah dan beras membuat harga gabah maupun beras itupun naik melebihi Harga Pokok Pembelian (HPP) pemerintah. Bulog merupakan salah satu lembaga tataniaga beras. Ketidakmampuan Bulog membeli gabah dan beras lokal mendasari adanya kebijakan impor beras. Kekurangan cadangan beras di gudang Bulog akhirnya dipenuhi oleh beras impor dari luar negeri2. Kebijakan impor ini ternyata berdampak pada sistem tataniaga beras yang ada di kabupaten Banyuwangi yaitu menyebabkan kuota pembelian gabah dan beras lokal oleh Bulog berkurang.

Penerimaan petani di kabupaten Banyuwangi belum maksimal, terbatasnya modal usahatani dan adanya penebas (tengkulak) adalah penyebabnya. Petani yang terbatas modal usahataninya akan kesulitan memperoleh input produksi. Input produksi yang tidak sesuai dengan standar budidaya yang baik akan menyebabkan hasil panen tidak maksimal. Rendahnya produksi petani ternyata masih harus dihadapkan dengan adanya penebas yang membeli gabah kering panen jauh dibawah harga beli gabah kering panen penggilingan padi.

Tataniaga beras di kabupaten Banyuwangi dari tingkat petani hingga konsumen akhir melalui berbagai lembaga tataniaga yang terlibat dalam sistem tataniaga. Banyaknya mata rantai saluran tataniaga dari tingkat petani hingga konsumen akhir menyebabkan besarnya perbedaan harga produk yang diterima oleh petani dan harga produk yang dibayarkan oleh konsumen akhir. Petani padi sebagai produsen, cenderung untuk menjual gabah kepada lembaga tataniaga selanjutnya daripada mengolahnya sendiri menjadi beras yang memiliki nilai jual lebih tinggi. Semakin banyak lembaga yang terlibat dalam tataniaga beras, maka semakin besar nilai marjin tataniaga yang akan terjadi.

Beras merupakan bahan pangan pokok yang dibutuhkan penduduk Indonesia. Beras yang diproduksi dari gabah hasil panen petani padi kabupaten Banyuwangi harus mampu memenuhi permintaan konsumen lokal dan luar daerah. Beras Banyuwangi sudah memiliki brand image karena kualitasnya.

2

(23)

Seluruh kegiatan ekonomi yang membantu proses aliran produk beras dari produsen hingga konsumen akhir mempengaruhi tataniaga beras di lokasi penelitian. Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan di atas, perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana sistem tataniaga beras di lokasi penelitian. 2. Bagaimana efisiensi tataniaga beras di lokasi penelitian.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menganalisis sistem tataniaga beras yang meliputi saluran tataniaga, lembaga tataniaga, fungsi tataniaga, struktur pasar dan perilaku pasar. 2. Menganalisis efisiensi tataniaga beras di setiap jenis saluran tataniaga.

Manfaat Penelitian

Sehubungan dengan tujuan yang telah ditetapkan, maka penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pihak-pihak yang memerlukan informasi dalam hal tataniaga beras, terutama bagi instansi terkait seperti Pemerintah Daerah Tingkat II Banyuwangi beserta Dinas Pertanian dalam rangka mengambil langkah-langkah yang tepat untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi produksi beras sebagai produk unggulan daerah serta memperbaiki sistem tataniaga yang selama ini dilakukan. Bagi penulis penelitian ini merupakan sarana untuk mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh selama di bangku kuliah, serta sebagai syarat dalam menyelesaikan studi kuliah. Selain itu, penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi penelitian berikutnya yang berkaitan dengan tataniaga beras.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dibatasi oleh:

1. Produk yang diteliti adalah beras secara keseluruhan.

2. Objek Penelitian adalah responden yang terdiri dari 35 petani (pemilik, penyewa dan penggarap) yang berusahatani padi, 20 pedagang beras (lembaga tataniaga), satu kelompok tani, dan satu instansi pemerintahan terkait (Bulog Banyuwangi).

TINJAUAN PUSTAKA

Gambaran Umum Agribisnis Beras

(24)

komoditas pertanian strategis, karena ketahanan dan kedaulatan pangan Indonesia saat ini bertumpu pada produksi beras dengan jumlah yang sesuai konsumsi nasional, harga terjangkau dan bergizi tinggi. Untuk itu pemenuhan kebutuhan pokok ini tergantung pada produksi beras dalam negeri. Apabila terjadi kekurangan stok beras nasional akibat kurangnya produksi dalam negeri, solusi instan yang selalu dilakukan pemerintah adalah dengan cara mengimpor beras dari luar negeri. Setelah empat bulan ditanam oleh petani, padi bisa dipanen dan dijual dalam bentuk GKP. Proses berikutnya adalah GKP dijemur hingga kadar air tertentu sesuai dengan standar penggilingan atau disebut GKG. Gabah yang siap giling selanjutnya diproduksi menjadi beras. Dilihat dari segi tataniaganya beras banyak dijual di toko-toko dan kios-kios beras di Banyuwangi dan sekitarnya yang dikemas dalam berbagai ukuran kemasan mulai dari 5 kg sampai dengan 50 kg dengan berbagai kualitas.

Tinjauan Penelitian Terdahulu

Harga gabah yang fluktuatif berpengaruh pada harga beras. Peningkatan harga gabah akan berdampak pada kesejahteraan petani, namun akan mengakibatkan naiknya harga beras dan merugikan konsumen. Jika hal tersebut menjadi permasalahan umum di bidang pertanian, maka menurut Ariyono (2012) perlu dikaji pendapatan usahatani padi dan pemasaran beras yang efektif dan efisien. Tujuan penelitian Ariyono adalah (1) mengkaji keragaan usahatani padi di kabupaten Karawang, (2) menganalisis tingkat pendapatan usahatani padi di kabupaten Karawang, (3) menganalisis sistem pemasaran beras di kabupaten Karawang. Petani mengeluarkan biaya usahatani dalam menjalankan usahatani.

Hasil penelitian Ariyono (2012) menunjukkan bahwa petani yang menjual dengan harga GKP terendah menerima pendapatan usahatani atas biaya tunai Rp 4.134.187,80 dengan R/C rasio 1,40 dan pendapatan usahatani atas biaya total Rp 1.033.980,41 dengan R/C rasio 1,08. Petani yang menjual dengan harga GKP tertinggi menerima pendapatan usahatani atas biaya tunai Rp 14.676.155,80 dengan R/C rasio 2,42 dan pendapatan atas biaya total Rp 11.575.948,41 dengan R/C rasio 1,86. Perhitungan pendapatan usahatani dengan harga GKP rata-rata, pendapatan usahatani atas biaya tunai yaitu Rp 7.563.885,30 dengan R/C rasio 1,73 dan pendapatan usahatani atas biaya total yaitu Rp 4.463.667,91 dengan R/C rasio 1,33. Nilai R/C rasio terhadap biaya tunai dan biaya total untuk harga GKP terendah, tertinggi dan rata-rata melebihi satu sehingga usahatani padi yang dijalankan oleh petani responden layak dan menguntungkan serta efisien.

(25)

Hasil yang didapatkan dari penelitian Aditama (2011) menunjukkan bahwa secara umum, ada enam saluran tataniaga beras di kabupaten Demak. Lembaga-lembaga yang terlibat dalam alur pemasaran tersebut yaitu petani, tengkulak, RMU, grosir, dan ritel. Tengkulak masih menjadi pihak yang dominan yang menerima penjualan gabah hasil panen petani. Sebagian besar tengkulak membeli hasil panen dengan sistem tebas. Sistem tebas ini banyak dipilih sebagian besar petani karena petani membutuhkan uang cepat dan kemudahan fasilitas untuk panen. Berdasarkan fungsi BULOG sebagai lembaga yang memberikan jaminan harga dan pasar bagi produsen atau petani, BULOG dinilai belum berfungsi. Hal ini ditunjukkan dengan aktivitas BULOG yang hanya menyerap beras dari grosir dan RMU. Seharusnya BULOG mampu menyerap gabah hasil panen petani yang harganya cenderung rendah ketika panen raya.

Berdasarkan pendekatan analisis marjin tataniaga, farmer’s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya penelitian Aditama (2011) menyatakan banwa saluran tataniaga 1B adalah saluran yang lebih efisien dibandingkan saluran yang lain. Saluran tersebut memiliki total marjin yang terkecil yaitu sebesar Rp 1.464,00. Berdasarkan analisis farmer’s share, saluran 1B memiliki nilai terbesar yaitu sebesar 71 persen. Sedangkan melalui analisis rasio keuntungan dan biaya, saluran yang paling efisien adalah saluran 3A dengan rata-rata rasio sebesar 3,64. Namun dari keenam saluran tersebut, saluran IB merupakan saluran yang memiliki volume perdagangan terbesar yaitu 2.581,9 ton atau 21,22 persen dari total pangsa pasar perdagangan beras yang berarti paling memberikan prospek kepada petani dan seluruh lembaga untuk memasarkan produknya.

Menurut Wulandari dalam skripsinya (2008) yang memfokuskan obyek penelitiannya pada Sub Terminal Agribisnis dengan komoditas Sayuran didapatkan informasi untuk pasar tradisional memiliki empat pola saluran tataniaga sedangkan untuk pasar modern memiliki tiga pola saluran tataniaga. Struktur pasar komoditas sayuran yang terbentuk di petani, pedagang pengumpul desa, pedagang pengumpul kecamatan dan pedagang pasar induk cenderung mengarah pada pasar persaingan sempurna, sedangkan pada pedagang pengumpul STA untuk pasar tradisional, PCM dan Supermarket cenderung mengarah pada pasar persaingan monopolistik.

(26)

Penelitian Syahroni (2001), bertujuan antara lain untuk menganalisis ; (1) mekanisme pasar oleh PIC (Pasar Induk Cipinang), (2) pangsa pasar beras PIC dan tingkat persediaan beras stabil yang perlu dipertahankan PIC dan, (3) keterpaduan pasar beras melalui Index of Market Connection (IMC) di DKI Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, saluran tataniaga beras dari daerah hingga konsumen mempunyai enam alternatif pola. Pangsa PIC dalam distribusi beras untuk wilayah DKI pada tahun 1997 sebesar 57,21 persen dan pada tahun 1998 sebesar 55,56 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa pasokan langsung dari daerah semakin lama semakin meningkat, tetapi juga ada indikasi masuknya pasokan beras dari daerah Lampung, karena fasilitas transportasi dari Lampung sama baiknya dengan Cirebon. Jumlah beras yang harus disediakan di PIC adalah sebesar 1,784 ton per hari supaya stok beras terjamin. Dari data harga tahun 1999 yang dianalisisnya menunjukkan tidak adanya keterpaduan pasar antara pasar induk dengan pasar eceran, karena besaran koefisien IMC-nya semua lebih besar dari satu.

Penelitian Komara pada tahun 2000, bertujuan untuk mengetahui saluran tataniaga yang terdapat dalam tataniaga komoditas beras di kabupaten Karawang, serta lembaga-lembaga apa saja yang terlibat di dalamnya, menganalisis marjin tataniaga diantara lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat dalam tataniaga beras serta fungsi-fungsi yang dilakukan oleh Bulog atau Sub Dolog dan Non Bulog dilihat dari marjin tataniaga serta indeks keterpaduan pasarnya. Hasil penelitian menunjukan bahwa saluran tataniaga beras memiliki dua belas saluran tataniaga. Lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat dalam tataniaga itu adalah pedagang pengumpul, pedagang besar daerah, pedagang besar luar daerah, pedagang pengecer, KUD serta Dolog. Dengan fungsi tataniaga yang dilakukan adalah fungsi pertukaran (pembeli dan penjualan) dan fungsi fisik (penyimpanan, pengolahan, pengangkutan) serta fungsi fasilitas (standarisasi dan grading). Semakin banyak penambahan fungsi tataniaga dan lembaga tataniaga yang terlibat akan menghasilkan biaya tataniaga yang semakin tinggi dan mempengaruhi marjin tataniaga yang terbentuk. Saluran tataniaga melalui Bulog lebih efisien dibandingkan dengan saluran tataniaga melalui KUD. Keterpaduan pasar baik antara Pasar Induk Cipinang (PIC) dengan Bulog maupun dengan KUD Binamukti dalam jangka pendek masih rendah. Hal ini menunjukan pembentukan harga pada satu pihak tidak membawa pengaruh bagi pihak lain.

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Konseptual

Peningkatan jumlah penduduk di Indonesia akan menyebabkan permintaan komoditi beras di Indonesia meningkat. Beras menjadi salah satu kebutuhan pokok orang Indonesia untuk dijadikan sebagai bahan makanan utama yaitu nasi. Ketersediaan beras di pasar wajib dijaga guna mendukung ketahanan pangan Rakyat Indonesia.

(27)

banyak mengeluarkan program-program yang mendukung untuk membantu peningkatan produksi padi. Petani padi mulai beralih meninggalkan teknik budidaya konvensional, dengan harapan teknik budidaya modern yang terpadu bisa meningkatkan hasil produksi dan juga akhirnya bisa meningkatan pendapatan petani serta meningkatkan pendapatan pemerintah di sektor pertanian.

Meskipun ada gejala naiknya permintaan (pertumbuhan penduduk) dan penawaran (peningkatan produksi), dikhawatirkan kenaikan tersebut tidak disertai suatu sistem tataniaga yang lebih baik. Jika hal tersebut terjadi pada tataniaga beras maka akan menimbulkan efek sebaliknya, yakni dapat menurunkan tingkat pendapatan petani sebagai akibat tidak stabilnya harga.

Dengan sedikit ulasan diatas maka peneliti mencoba untuk merangkaikan teori, dalil, proposisi dan pengetahuan peneliti yang disusun secara sistematik untuk menjawab sementara tujuan penelitian tataniaga beras ini secara deduktif. Penelitian tataniaga beras menggunakan konsep-konsep yang telah dipakai oleh beberapa ahli. Konsep sistem dan efisiensi tataniaga pertanian pada umumnya bisa digunakan untuk membantu menganalisa objek yang diteliti. Sistem tataniaga terdiri dari lembaga tataniaga, saluran tataniaga, fungsi tataniaga, struktur pasar dan perilaku pasar. Menurut Saefudin (1983) efisiensi pemasaran dibedakan atas efisiensi operasional (teknologi) dan efisiensi harga (ekonomi). Efisiensi operasional menekankan kemampuan meminimumkan biaya yang digunakan untuk menggerakkan/memindahkan barang dari produsen ke konsumen atau meminimumkan biaya untuk melakukan fungsi-fungsi pemasaran. Efisiensi operasional dapat didekati dengan biaya pemasaran dan marjin pemasaran. Menurut Asmarantaka (2009) Efisiensi harga menekankan kepada kemampuan sistem tataniaga dalam mengalokasikan sumberdaya dan mengkoordinasikan seluruh produksi pertanian dan proses tataniaga sehingga efisien yang sesuai dengan keinginan konsumen. Efisiensi harga hanya mungkin terjadi apabila terjadi koordinasi yang tinggi antar tingkat lembaga tataniaga dalam sistem tersebut.

Sistem Tataniaga

Menurut Limbong dan Sitorus (1985) tataniaga pertanian adalah semua kegiatan dan usaha yang berhubungan dengan perpindahan hak milik dan fisik dari barang-barang hasil pertanian dan barang-barang kebutuhan usaha pertanian dari tangan produsen ke tangan konsumen. Selain itu termasuk di dalamnya kegiatan-kegiatan tertentu yang menghasilkan perubahan bentuk dari barang yang ditujukan untuk lebih mempermudah penyalurannya dan memberikan kepuasan yang lebih tinggi kepada konsumennya. Menurut Sudiyono (2002), tataniaga pertanian adalah proses aliran komoditi yang disertai perpindahan hak milik dan penciptaan guna waktu, guna tempat dan bentuk, yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tataniaga dengan melaksanakan satu atau lebih fungsi-fungsi tataniaga. Tataniaga pertanian tidak hanya meliputi aliran komoditi pertanian yang terjadi setelah proses produksi pada usahatani, tetapi juga meliputi penyediaan input produksi untuk melakukan proses produksi.

(28)

Kegunaan waktu adalah suatu barang atau jasa akan mempunyai nilai yang lebih besar apabila sudah terjadi perubahan waktu. Kegunaan tempat adalah suatu barang atau jasa akan lebih besar nilainya karena perubahan tempat. Kegunaaan pemilik berarti bahwa barang-barang mempunyai kegunaan yang lebih besar karena perpindahan hak milik atas barang.

Berdasarakan uraian di atas, tataniaga dapat didefinisikan sebagai tindakan atau kegiatan yang berhubungan dengan pergerakan barang dan jasa dari produsen sampai konsumen. Dari definisi yang diberikan dapat disimpulkan bahwa tujuan akhir dari tataniaga adalah menempatkan barang atau jasa ke konsumen akhir. Untuk memperkaya definisi mengenai tataniaga tersebut, maka sebaiknya dipahami juga beberapa istilah-istilah yaitu kebutuhan, keinginan, permintaan, transaksi, produk, pertukaran dan pasar.

Sistem tataniaga bisa berjalan dengan baik jika didalamnya terdapat bagian-bagian seperti lembaga tataniaga, saluran tataniaga, fungsi tataniaga, struktur pasar dan perilaku pasar.

Lembaga Tataniaga

Lembaga tataniaga adalah badan-badan yang menyelenggarakan kegiatan-kegiatan atau fungsi tataniaga yang membuat barang-barang berpindah dari tangan produsen ke konsumen. Lembaga tataniaga meliputi produsen, pedagang perantara dan lembaga pemberi jasa.

Produsen adalah semua orang (badan) yang tugas utamanya menghasilkan barang-barang. Pedagang perantara (midleman pre intermediary) adalah perorangan, perserikatan, atau perseroan yang berusaha dalam bidang tataniaga yang tugasnya membeli dan mengumpulkan barang-barang yang berasal dari produsen dan menyalurkannya kepada konsumen. Lembaga pemberi jasa (facilitating agencies) adalah orang atau badan yang memberikan jasa atau fasilitas untuk memperlancar fungsi tataniaga yang dilakukan produsen atau pedagang perantara. Contoh dari lembaga ini antara lain adalah bank, usaha pengangkutan, biro iklan dan sebagainya.

Dahl and Hammond (1977), mengatakan bahwa untuk menganalisis sistem tataniaga dapat dilakukan melalui pendekatan kelembagaan (Institutional Approach), terdiri dari pedagang, pedagang perantara, pedagang spekulan, pengolah dan organisasi yang memberikan fasilitas tataniaga.

Saluran Tataniaga

(29)

1. Pertimbangan pasar meliputi siapa yang menjadi konsumen produknya (rumah tangga, industri, atau rumah tangga dan industri), beberapa besar pembeli potensial, bagaimana konsentrasi pasar secara geografis, berapa besar jumlah pesanan dan bagaimana kebiasaan konsumen dalam membeli. 2. Pertimbangan barang meliputi : berapa besar nilai per unit barang tersebut;

berapa besar dan berat barang; apakah mudah sobek atau tidak; bagaimana sifat teknis dari barang tersebut; apakah berupa barang standar atau pesanan, dan bagaimana luasnya produk lain perusahaan bersangkutan.

3. Pertimbangan dari segi perusahaan meliputi sumber permodalan, kemampuan dan pengalaman manajemen, pengawasan penyaluran, dan pelayanan yang diberikan oleh penjual.

4. Pertimbangan terhadap lembaga perantara meliputi : pelayanan yang dapat diberikan lembaga perantara; kegunaan perantara; sikap perantara terhadap kebijaksanaan produsen serta volume penjualan dan pertimbangan biaya. Fungsi Tataniaga

Tataniaga merupakan suatu proses daripada pertukaran yang mencakup serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk memindahkan barang atau jasa dari sektor produksi ke sektor konsumsi. Kegiatan-kegiatan ini yang disebut sebagai fungsi tataniaga. Fungsi tataniaga bekerja melalui lembaga tataniaga atau struktur tataniaga. Pada umumnya fungsi tataniaga di kelompokkan sebagai berikut: 1. Fungsi Pertukaran

- Penjualan : Mengalihkan barang ke pembeli dengan harga yang memuaskan. - Pembelian : Mengalihkan barang dari penjual dan pembeli dengan harga yang

memuaskan. 2. Fungsi Pengadaan secara Fisik

- Pengangkutan : Pemindahan barang dari tempat produksi dan atau tempat penjualan ke tempat-tempat dimana barang tersebut akan terpakai (kegunaan tempat).

- Penyimpanan : Penahanan barang selama jangka waktu antara dihasilkan atau diterima sampai dijual (kegunaan waktu).

3. Fungsi Pelancar

- Pembiayaan : Mencari dan mengurus modal uang yang berkaitan dengan transaksi-transaksi dalam arus barang dari sektor produksi sampai sektor konsumsi.

- Penanggungan resiko : Usaha untuk mengelak atau mengurangi kemungkinan rugi karena barang yang rusak, hilang, turunnya harga dan tingginya biaya.

- Standardisasi dan Grading : Penentuan atau penetapan dasar penggolongan (kelas atau derajat) untuk barang dan memilih barang untuk dimasukkan ke dalam kelas atau derajat yang telah ditetapkan dengan jalan standardisasi.

(30)

Dahl and Hammond (1977), mengatakan bahwa untuk menganalisis sistem tataniaga dapat dilakukan melalui pendekatan fungsi (functional approach), terdiri dari fungsi pertukaran (pembelian dan penjualan), fungsi fisik (penyimpanan, pengolahan dan pengangkutan) dan fungsi fasilitas (standarisasi dan grading, penanggung resiko, pembiayaan dan informasi pasar).

Fungsi tataniaga didefinisikan sebagai serangkaian kegiatan fungsional yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tataniaga, baik aktifitas proses fisik maupun aktifitas jasa, yang ditujukan untuk memberikan kepuasan kepada konsumen sesuai dengan kebutuhan dan keinginannya melalui penciptaan atau penambahan kegunaan bentuk, waktu, tempat dan kepemilikan terhadap suatu produk.

Struktur Pasar

Struktur pasar yaitu suatu dimensi yang secara deskriptif menjelaskan gambaran fisik meliputi apa yang dimaksud dengan industri, pasar, ukuran perusahaan di dalam suatu pasar, ukuran dari distribusi dan konsentrasi perusahaan, jenis-jenis dan diferensiasi produk, kondisi keluar masuk pasar dan hubungan antara penjual dan pembeli, pembeli-pembeli serta penjual-penjual.

Hubungan antara penjual dengan penjual dan pembeli dengan pembeli disebut sebagai kompetisi. Hubungan kompetisi ini menggambarkan bagaimana lembaga tataniaga berinteraksi dan mengambil tindakan sebagai reaksi atas tindakan yang dilakukan oleh lembaga tataniaga lainnya dalam satu tingkatan sistem tataniaga yang sama. Hubungan antara penjual dan pembeli disebut dengan hubungan negosiasi, hubungan ini terbentuk dari tindakkan dan interaksi antar penjual dan pembeli.

Hubungan kompetisi dan negosiasi mungkin dapat ditunjukan oleh karakter

individu (bagaimana lembaga „a‟ berinteraksi dengan lembaga‟ b‟) dalam pasar

atau agregasi dari semua pelaku pasar (bagaimana semua lembaga berinteraksi). Agregasi hubungan antara pembeli dan atau penjual disebut dengan perilaku pasar atau market conduct (Dahl and Hammond, 1977).

Dahl and Hammond (1977) menyatakan ada empat karakteristik yang dapat digunakan untuk membedakan struktur pasar, yaitu : (1) jumlah dan ukuran perusahaan per produsen, (2) pandangan pembeli terhadap sifat produk, (3) kondisi keluar masuk pasar dan (4) tingkat pengetahuan seperti biaya, harga dan kondisi pasar diantara partisipan. Secara garis besar struktur pasar dapat digolongkan ke dalam dua kelompok utama yaitu pasar bersaing sempurna dan pasar bersaing tidak sempurna. Ciri utama pasar bersaing sempurna yaitu didalam pasar terdapat banyak penjual dan pembeli, pelaku pasar hanya menguasai sebagian kecil dari barang yang dipasarkan sehingga tidak dapat mempengaruhi pembentukan harga (pricetaker), barang yang dipasarkan bersifat homogen serta penjual dan pembeli dapat dengan mudah keluar atau masuk kedalam pasar karena tidak adanya hambatan.

(31)

Perilaku Pasar

Dahl and Hammond (1977), mengatakan bahwa untuk menganalisis sistem tataniaga dapat dilakukan pendekatan perilaku (behavioral approach), merupakan aktivitas-aktivitas yang ada dalam proses tataniaga seperti perubahan dan perilaku lembaga tataniaga. Pendekatan perilaku terdiri dari pendekatan input-output, power, communications dan adaptive behavior system.

Efisiensi Tataniaga

Dahl and Hammond (1977), mengemukakan bahwa keragaan pasar merupakan akibat dari keadaan struktur dan perilku pasar dalam kenyataan sehari-hari yang ditunjukkan dengan variabel harga, biaya dan volume produksi dari output yang pada akhirnya akan memberikan penilaian baik atau tidaknya suatu sistem tataniaga. Deskripsi dari keragaan pasar dapat dilihat dari indikator harga dan penyebarannya ditingkat produsen dan konsumen serta marjin dan penyebarannya pada setiap pelaku pemasaran. Salah satu cara untuk mempelajari apakah suatu sistem tataniaga telah bekerja efisien dalam suatu struktur pasar tertentu adalah dengan melakukan analisis terhadap marjin tataniaga, farmer‟s share serta analisis rasio keuntungan dan biaya, untuk melihat besarnya sumbangan pedagang perantara sebagai penyumbang antara produsen dan konsumen. Tataniaga disebut efisien apabila tercipta keadaan dimana pihak-pihak yang terlibat baik produsen, lembaga-lembaga tataniaga maupun konsumen memperoleh kepuasan dengan adanya aktivitas tataniaga tersebut (Limbong dan Sitorus, 1985).

Menurut Azzaino (1993), salah satu cara untuk mempelajari apakah suatu sistem tataniaga telah bekerja efisisen dalam suatu struktur pasar tertentu adalah dengan melakukan analisis terhadap penyebaran harga dari tingkat produsen sampai tingkat eceran (konsumen). Komoditas yang sama pada saluran yang berbeda, saluran tataniaga yang mempunyai nilai marjin yang lebih kecil dianggap lebih efisien (Sarma,1985).

Marjin Tataniaga

Marjin tataniaga menggambarkan perbedaan harga di tingkat konsumen dengan harga di tingkat produsen (Dahl and Hammond,1977). Sedangkan menurut Limbong dan Sitorus (1985), mengatakan bahwa marjin tataniaga dapat didefinisikan sebagai perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima oleh produsen. Marjin tataniaga dapat dinyatakan sebagai nilai dari jasa-jasa pelaksanaan kegiatan tataniaga dari produsen hingga konsumen akhir.

(32)

Gambar 3 Definisi marjin tataniaga dan nilai marjin tataniagaa

a

Asmarantaka (2009), diadaptasi dari modul Tataniaga Produk Pertanian hal. 46

Perbedaan perlakuan antara satu komoditas dengan komoditas lainnya akan menyebabkan perbedaan marjin tataniaga antara komoditas tersebut. Rendahnya marjin tataniaga suatu komoditas belum tentu dapat mencerminkan efisiensi yang tinggi dalam tataniaga komoditas tersebut. Salah satu cara yang bermanfaat adalah membandingkan bagian yang diterima petani (farmer’s share) dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen. Penelitian ini perlu mengetahui harga yang diterima oleh petani, harga beli, biaya-biaya tataniaga dan harga jualnya.

Farmer’s share

Indikator lain yang digunakan untuk melihat efisiensi tataniaga yaitu dengan membandingkan harga yang dibayar oleh konsumen akhir atau farmer’s share yang dinyatakan dalam persen. Farmer’s share merupakan bagian harga yang diterima oleh petani dan mempunyai hubungan terbalik dengan marjin tataniaga. Semakin tinggi marjin tataniaga maka semakin rendah bagian yang diterima oleh

petani. Besarnya farmer‟s share biasanya dipengaruhi oleh tingkat pemrosesan,

biaya transportasi, keawetan produk dan jumlah produk. Rasio Keuntungan dan Biaya

Rasio keuntungan dan biaya merupakan indikator yang bisa digunakan juga dalam melihat efisiensi sistem tataniaga. Semakin merata penyebaran rasio keuntungan terhadap biaya pada setiap lembaga pemasaran, maka secara teknis sistem tataniaga tersebut semakin efisien. Rasio keuntungan dan biaya dipakai untuk mengetahui seberapa besar keuntungan yang diperoleh oleh lembaga pemasaran naik sebesar satu satuan mata uang.

Kerangka Pemikiran Operasional

(33)

Hasil analisis yang dilakukan dari sistem tataniaga beras ini, akan diketahui sejauh mana tingkat efisiensi yang sudah dilakukan di daerah penelitian. Dengan demikian akan diperoleh bagaimana upaya-upaya perbaikan sistem tataniaga untuk menghadapi perubahan permintaan dan penawaran komoditi beras. Hasil penelitian ini akan diinformasikan ke pihak-pihak yang terkait dan ke lembaga-lembaga tataniaga di daerah penelitian dan sekitarnya.

Gambar 4 Kerangka pemikiran operasional penelitian tataniaga beras

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di kecamatan Rogojampi, kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Waktu penelitian dilakukan selama bulan Februari hingga Mei 2012. Alasan yang melatarbelakangi pemilihan lokasi penelitian yaitu karena dari 24 kecamatan yang ada di kabupaten Banyuwangi, Kecamatan Rogojampi di tahun 2010 memiliki lahan terluas yaitu 10.294 Ha dan merupakan salah satu sentra produksi beras (Lampiran 1).

Jenis dan Sumber Data

(34)

LSI-IPB, Perpustakaan Lembaga Sumberdaya Informasi LSI-IPB, Laporan Tahunan Dinas Pertanian, Dinas Perdagangan, Balai Ketahanan Pangan dan Bulog kabupaten Banyuwangi, Badan Pusat Statistik, serta laporan-laporan lainnya yang berkaitan dengan penelitian.

Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan para petani dan lembaga pemasaran yang ada (penebas gabah, pedagang besar daerah atau luar daerah dan pedagang pengecer daerah dan luar daerah) dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya. Wawancara dilakukan dengan mempersiapkan terlebih dahulu daftar pertanyaan (kuisioner) yang akan diajukan. Teknisnya, peneliti mengajukan pertanyaan dengan panduan daftar pertanyaan yang telah dibuat sebelumnya. Berikut ini akan diuraikan data-data yang diperlukan dalam penelitian, antara lain:

1. Data untuk menganalisis lembaga dan saluran tataniaga

a. Karakteristik petani padi dan pedagang beras dengan indicator umur, pendidikan terakhir dan pengalaman usaha.

b. Gambaran usahatani yang meliputi kepemilikan luas lahan, hasil panen, teknik budidaya dan peralatan yang digunakan.

c. Cara transaksi penjualan petani padi dan pedagang padi/beras. d. Cara transaksi pembelian pedagang padi/beras.

(35)

4. Data untuk menganalisis fungsi tataniaga a. Sistem penentuan harga jual dan beli. b. Cara pembayaran transaksi jual-beli. c. Sistem kontrak kerjasama.

5. Data untuk menganalisis margin pemasaran, farmer‟s share dan R/C Rasio

a. Harga jual tiap lembaga. b. Harga beli tiap lembaga. c. Biaya tataniaga tiap lembaga. d. Keuntungan tiap lembaga.

6. Data untuk mengetahui gambaran umum lokasi penelitian a. Letak geografis

b. Sarana dan prasarana c. Kelembagaan pertanian d. Keadaan sosial masyarakat

Metode Pengambilan Contoh

Pemilihan lokasi penelitian ditentukan secara sengaja (purposive sampling), baik pemilihan kecamatan ataupun desa lokasi penelitian. Selanjutnya, penentuan sampel petani dilakukan dengan pengambilan contoh secara acak sederhana. Petani sampel diambil masing-masing tujuh sampel dari lima desa di kecamatan Rogojampi yang terpilih menjadi lokasi penelitian, yaitu desa Karangbendo, desa Watukebo, desa Mangir, desa Bubuk dan desa Lemahbang Dewo. Total sampel petani yang diwawancarai adalah 35 orang dengan alasan memperbesar keberagaman hasil penelitian. Sampel petani yang diwawancarai merupakan petani yang menanam pada dua musim tanam yaitu musim tanam 1 (September-Desember) dan musim tanam 2 (Januari-April).

Pengambilan contoh pedagang responden ditentukan dengan cara mencari info alur tataniaga beras dari petani dan mengikuti sampai ke konsumen akhir di lokasi penelitian. Teknis pengambilan contoh ini dianggap lebih sesuai digunakan untuk menelusuri saluran tataniaga, karena informasi lanjutan yang didapatkan lebih beragam. Responden pedagang terdiri dari (1) Penebas Gabah, (2) Kelompok Tani, (3) Penggilingan Padi, (4) Pedagang Besar, (5) Pedagang Pengecer dan (6) Sub Divisi Regional (Subdivre) Bulog Banyuwangi.

Metode Pengolahan Data

Penelitian ini mengunakan metode analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan dengan pengamatan langsung terhadap keadaan sistem tataniaga yang meliputi analisis fungsi tataniaga, lembaga tataniaga, saluran tataniaga, perilaku pasar dan struktur pasar. Analisis kuantitatif yang

dilakukan meliputi analisis marjin tataniaga, farmer‟s share, rasio keuntungan dan

(36)

Analisis Data

Setelah data diolah selanjutnya adalah dianalisis dengan menggunakan analisis tataniaga pertanian.

Analisis Saluran, Lembaga dan Fungsi Tataniaga

Saluran tataniaga beras di kabupaten Banyuwangi dapat dianalisis dengan mengamati lembaga tataniaga yang membentuk saluran tataniaga tersebut. Lembaga-lembaga tataniaga ini berperan sebagai perantara dalam penyampaian barang dari produsen ke konsumen akhir dan arus barang yang melalui lembaga-lembaga yang menjadi perantara membentuk saluran tataniaga. Perbedaan saluran tataniaga yang dilalui oleh suatu jenis barang akan berpengaruh pada pembagian pendapatan yang diterima oleh masing-masing lembaga tataniaga yang terlibat di dalamnya. Suatu saluran tataniaga yang berbeda akan memberikan keuntungan yang berbeda pula kepada masing-masing lembaga yang terlibat dalam kegiatan tataniaga.

Menurut Kohls dan Uhl (2002) fungsi pemasaran merupakan kegiatan yang dapat memperlancar proses penyampaian barang atau jasa dari titik produsen ke titik konsumen. Fungsi pemasaran dikelompokkan menjadi tiga fungsi utama yaitu:

1) Fungsi Pertukaran, merupakan kegiatan untuk memperlancar perpindahan hak milik dari barang atau jasa yang dipasarkan dari penjual kepada pembeli, meliputi fungsi penjualan dan fungsi pembelian.

2) Fungsi Fisik, adalah semua tindakan yang berhubungan langsung dengan barang atau jasa sehingga menimbulkan kegunaan tempat, waktu, dan bentuk, terdiri dari fungsi pengangkutan, fungsi pengolahan, fungsi pengemasan dan fungsi penyimpanan.

3) Fungsi Fasilitas, merupakan semua tindakan yang memperlancar kegiatan pertukaran antara produsen dan konsumen, meliputi fungi permodalan, fungsi penanggungan risiko, fungsi standardisasi dan fungsi informasi pasar.

Analisis Karakter Pelaku dan Struktur Pasar

Struktur pasar dapat dibedakan atas pasar persaingan sempurna dan tidak sempurna. Pernahaman mengenai struktur pasar dapat dilakukan dengan pendekatan jumlah pelaku tataniaga yang terlibat, sifat produk, sumber informasi dan hambatan untuk memasuki pasar. Pernahaman mengenai tingkah laku pasar dapat didekati dengan mengetahui cara penentuan harga serta parktek-praktek fungsi tataniaga lainnya. Karakter dari pelaku tataniaga Beras dapat dianalisa dengan mengamati praktek penjualan dan pembelian, sistem penentuan dan pembayaran harga, serta kerjasama diantara lembaga tataniaga.

Analisis Marjin Tataniaga

(37)

Mi = Psi – Pbi (1) Mi = Ci + Li (2) Dari perasamaan (1) dan (2) diperoleh Li = Psi – (Pbi – Ci) (3) Dimana:

Mi = Marjin tataniaga pada lembaga tataniaga ke-i (Rp. per kg). Psi = Harga jual lembaga tataniaga ke-i (Rp. per kg)

Pbi = Harga beli lembaga tataniaga ke-i (Rp. per kg)

Ci = Biaya tataniaga pada lembaga tataniaga ke-i (Rp. per kg) Li = Keuntungan lembaga tataniaga ke-i (Rp. per kg)

Penyebaran marjin tataniaga beras dapat juga dilihat berdasarkan persentase keuntungan terhadap biaya tataniaga pada masing-masing lembaga tataniaga. Analisis Farmer’s Share

Farmer’s share merupakan indikator yang dapat digunakan untuk menentukan efisiensi tataniaga suatu komoditas selain marjin tataniaga. Farmer’s

share adalah salah satu indikator yang sering dinyatakan dalam persentase dengan

membandingkan harga yang diterima lembaga tataniaga dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir. Farmer’s share mempunyai hubungan negatif dengan marjin tataniaga sehingga semakin tinggi marjin tataniaga, maka bagian yang akan diperoleh petani semakin rendah. Secara matematis farmer’s share dapat dirumuskan sebagai berikut:

FS = Hj / He x 100 persen dimana :

Hj = Harga jual di tingkat petani (Rp per kg). He = Harga eceran di tingkat konsumen (Rp per kg). Analisis Rasio Keuntungan dan Biaya

Rasio keuntungan dan biaya (analisis R/C Rasio adalah persentase keuntungan pemasaran terhadap biaya pemasaran untuk mengetahui tingkat efisiensi pemasaran tersebut. Penyebaran rasio keuntungan dan biaya pada masing-masing lembaga pemasaran dapat dirumuskan sebagai berikut:

Rasio keuntungan/biaya (persen) = Li/Ci x 100 persen Dimana:

Ci = Biaya tataniaga pada lembaga tataniaga ke-i (Rp. per kg) Li = Keuntungan lembaga tataniaga ke-i (Rp. per kg)

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Keadaan Umum Kabupaten Banyuwangi

Kabupaten Banyuwangi merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Timur. Kabupaten Banyuwangi terletak di 7° 43‟ ‐ 8° 46‟ Lintang Selatan dan

(38)

5.782,50 Km² dengan jumlah penduduk 1.610.909 jiwa pada tahun 2009. Kabupaten Banyuwangi terdiri atas 24 kecamatan, 217 desa/kelurahan, 736 dusun, 80 lingkungan, 2.775 rukun warga dan 10.177 rukun tangga. Kabupaten Banyuwangi memiliki iklim dengan curah hujan 28,6 mm3 – 299,3 mm3 terjadi pada bulan Januari sampai dengan Juni. Sedangkan bulan Juli sampai dengan Desember angkanya hanya mencapai 25,1 mm3– 163,7 mm3.

Secara topografi, Banyuwangi bagian selatan, barat dan utara merupakan daerah pegunungan, sehingga pada daerah ini mempunyai tingkat kemiringan tanah dengan rata‐rata mencapai 40° serta dengan rata‐rata curah hujan lebih tinggi bila dibanding dengan daerah yang lain. Daerah datar terbentang luas dari bagian selatan hingga utara yang tidak berbukit. Daerah ini banyak dialiri sungai‐sungai yang bermanfaat guna mengairi hamparan sawah yang luas. Kontribusi Daerah Aliran Sungai (DAS) juga mempunyai pengaruh yang besar terhadap tingkat kesuburan tanah. Berdasarkan banyaknya DAS di kabupaten Banyuwangi terdapat 35 DAS yang sepanjang tahun cukup untuk mengairi hamparan sawah yang ada. Daratan yang datar tersebut sebagian besar mempunyai tingkat kemiringan kurang dari 15°.

Kondisi alam yang demikian, menjadikan kabupaten Banyuwangi sebagai salah satu daerah lumbung padi di Propinsi Jawa Timur. Ketersediaan dan produksi beras kabupaten Banyuwangi pada tahun 2009 lebih tinggi bila dibandingkan tahun sebelumnya. Misalnya saja pada persediaan yang dimiliki pada tahun 2009 sebanyak 105.422 ton beras, sementara pada tahun 2008 hanya sebanyak 90.367 ton beras (BPS, 2009).

Keadaan Umum Kecamatan Rogojampi

Rogojampi merupakan salah satu kecamatan yang terletak diantara 114.29319o Bujur Timur dan 08.31050o Lintang Selatan atau berada 15 Km disebelah selatan kota Banyuwangi.

Tabel 4 Luas lahan pertanian di Rogojampia

a

Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian Banyuwangi (2012), diadaptasi dari data Luas Lahan Pertanian Kelompok Tani Kecamatan Rogojampi.

(39)

Kecamatan Rogojampi terdiri dari 18 desa yaitu Rogojampi, Aliyan, Mangir, Kaligung, Karangrejo, Bomo, Gintangan, Gladag, Bubuk, Kedaleman, Lemahbangdewo, Kaotan, Watukebo, Patoman, Blimbingsari, Karangbendo, Gitik dan Pengantigan. Kecamatan Rogojampi memliki luas wilayah 102,25 Km2 dengan curah hujan rata-rata 13.47 Mm3 per bulan. Penduduk Rogojampi berjumlah 92.358 Jiwa (Sensus Penduduk 2010), dan sebagian besar bekerja di sektor pertanian yaitu 15.628 Jiwa. Dari data penyuluh pertanian (tabel 4), luas lahan Rogojampi terbagi menjadi 4.375 Ha sawah, 1.838 Ha tegalan dan 781 ha pekarangan. Sawah di Rogojampi didukung oleh irigasi Daerah Aliran Sungai (DAS) yaitu sungai Binau, Tambong, Bomo dan Lumbun.

Karakteristik Petani Sampel

Petani yang dijadikan sampel dalam penelitian ini berjumlah 35 orang. Sampel petani selanjutnya dikaji dalam beberapa klasifikasi yaitu menurut usia, tingkat pendidikan baik formal maupun informal, status usahatani, luas lahan garapan, status kepemilikan lahan serta pengalaman berusahatani padi. Keragaan karakteristik sampel petani perlu diketahui karena hal tersebut mempengaruhi keputusan responden dalam melakukan budidaya usahatani padi. Sampel petani dikelompokkan dalam empat kelompok usia yaitu usia 20-29 tahun, 30-39 tahun, 40-49 tahun dan 50-59 tahun. Pengelompokan sampel berdasarkan usia dan persentase terhadap total sampel petani dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5 Golongan usia petani sampel di Rogojampi

Berdasarkan tabel 5 dapat dilihat bahwa petani sampel sebagian besar berada pada usia produktif yaitu antara 20 - 60 tahun. Mayoritas petani sampel berada pada usia 40 – 49 tahun yaitu sebesar 34 persen dari total keseluruhan sampel. Petani usia muda dengan golongan usia 20-29 tahun hanya 14 persen, hal ini mengindikasikan kurangnya minat pemuda berprofesi sebagai petani.

Tabel 6 Tingkat pendidikan petani sampel di Rogojampi

(40)

Tinggi. Pengelompokan sampel berdasarkan tingkat pendidikan formal dapat dilihat pada tabel 6. Tingkat pendidikan formal petani sampel akan mempengaruhi proses transfer informasi yang berkaitan dengan usahatani padi terutama dalam hal teknik budidaya dan teknologi pertanian modern.

Tabel 6 menunjukkan bahwa tidak satupun sampel petani yang tidak bersekolah bahkan tidak tamat SD/sederajat. Kesadaran petani terhadap pendidikan cukup tinggi, hanya 11 dari 35 petani sampel menamatkan pendidikan formal hingga Sekolah Dasar atau 31 persen tamat SD/sederajat. 24 petani sampel atau 69 persen lainnya turut berpartisipasi dan mensukseskan program pemerintah

“Wajib Belajar Sembilan Tahun”. Data primer diatas juga mengindikasikan

bahwa tidak seorangpun dari sampel petani buta huruf dan angka.

Transfer teknologi dapat juga didukung dengan pendidikan informal yaitu melalui keikutsertaan petani disetiap kegiatan kelompok tani. Pengelompokan sampel petani menurut status keanggotaan petani sampel dalam kelompok tani dapat dilihat di tabel 7.

Tabel 7 Status keanggotaan kelompok tani petani sampel di Rogojampi

Tabel 7 membuktikan bahwa mayoritas petani tergabung dalam kelompok tani dan aktif dalam setiap kegiatan penyuluhan pertanian. Petani sampel dengan status anggota aktif dalam kelompok tani sebesar 66 persen dari total sampel. Cukup tinggi minat petani bergabung kedalam kelompok tani akan memudahkan transfer teknologi yang diberikan oleh pemerintah melalui penyuluh-penyuluh pertanian setempat.

Tabel 8 Status usahatani petani sampel di Rogojampi

Berdasarkan status usahatani pada tabel 8, diketahui bahwa sebagian besar petani sampel melakukan usahatani padi sebagai mata pencaharian utama. Petani sampel dengan status usahatani padi sebagai pencaharian utama berjumlah 22 sampel atau 63 persen. Sedangkan petani sampel yang menjadikan usahatani padi sebagai pencaharian sampingan hanya berjumlah 13 sampel atau 37 persen. Data primer diatas menguatkan data dari BPS bahwa sebagian besar penduduk Rogojampi bekerja sebagai petani.

(41)

Tabel 9 Status kepemilikan lahan petani sampel di Rogojampi

Tabel 9 menunjukkan bahwa petani pemilik lahan berjumlah 22 sampel atau 63 persen, artinya kepemilikan lahan petani sampel cukup tinggi. Tingginya kepemilikan lahan akan mempermudah petani dalam pengambilan keputusan terkait dengan usahatani padi. Di sisi lain, petani penggarap sama sekali tidak memiliki wewenang dalam pengambilan keputusan terkait usahatani padi.

Luas lahan garapan petani sampel berkisar antara 0,2 hingga 5,0 hektar. Pengelompokan petani sampel berdasarkan luas lahan garapan dibagi menjadi empat kelompok luas lahan. Berikut ini hasil tabulasi dari luas lahan garapan 35 petani sampel.

Tabel 10 Luas lahan garapan petani sampel di Rogojampi

Tabel 10 menunjukkan bahwa sebagian besar petani sampel memiliki lahan garapan dengan luas dibawah tiga hektar. 17 petani sampel atau 49 persen hanya menggarap lahan padi dengan luasan dibawah satu hektar. 11 petani sampel menggarap lahan padi antara 1.01 hingga 2.00 hektar. Empat petani sampel menggarap lahan padi mencapai luasan antara 2.01 hingga 3.00 hektar. Sedangkan petani sampel yang memiliki luas garapan diatas tiga hektar hanya tiga sampel. Rendahnya luas lahan garapan padi yang dikerjakan oleh petani sampel karena kendala keterbatasan lahan, keterbatasan modal, keterbatasan waktu dan keterbatasan tenaga kerja yang tersedia di lokasi penelitian.

Petani dikelompokan berdasarkan pengalaman berusahatani padi untuk mengetahui tingkat pemahaman petani terhadap usahatani padi. Petani yang lebih lama berusahatani padi akan memiliki pemahaman usahatani padi yang lebih baik dibanding petani yang baru melakukan usahatani padi. Petani responden memiliki pengalaman berusahatani padi mulai dari satu hingga 38 tahun. Pengelompokan petani sampel berdasarkan lamanya melakukan usahatani padi dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

(42)

Tabel 11 menunjukkan bahwa sebagian besar petani telah melakukan usahatani padi lebih dari 10 tahun yaitu sebanyak 23 sampel. Sedangkan 12 sampel lainnya memiliki pengalaman dibawah 10 tahun. Hanya ada tiga petani sampel yang memiliki pengalaman diatas 30 tahun, dan ketiga sampel tersebut menjadi panutan dan berpengaruh terhadap pengambilan keputusan usahatani petani lainnya.

Karakteristik Lembaga Tataniaga

Lembaga tataniaga (pemasaran) yang dijadikan responden dalam penelitian ini sebanyak 22 responden. Pada tabel 11 akan dijelaskan secara tabulasi pelaku niaga dan jenis lembaga pemasaran yang menjadi responden dalam penelitian ini.

Tabel 12 Responden pelaku niaga dan jenis lembaga pemasaran

No Nama Jenis

Pelaku Niaga Lembaga Pemasaran

1 M.Yusuf Penebas Desa Bubuk

2 Budi Penebas Desa Karangbendo

3 Untung Penebas Desa Lemahbang Dewo

4 Fauji Penebas Desa Mangir

5 H.Ismail Penebas Desa Watukebo

6 Bani Kelompok Tani "Wortel"

7 H.Ridwan Penggilingan Padi "Maha Yasa" 8 Suwarno Penggilingan Padi "Sidorejo" 9 Giarto Penggilingan Padi "Sumber Dadi" 10 Kusairi Penggilingan Padi "Sumber Rejeki" 11 Santoso Penggilingan Padi "Tani Makmur" 12 Putu Dian (Toko Jaya) Pedagang Besar Denpasar-Bali 13 Sugeng (Toko Hasil Pangan) Pedagang Besar Kota Banyuwangi 14 H.Husen (Toko Sumber Rejeki) Pedagang Besar Kota Jember 15 Slamet (Toko Sejahtera) Pedagang Besar Lawang-Malang 16 Yulia (Toko Makmur) Pedagang Besar Rogojampi

17 Suharno (Toko Pojok Pasar) Pedagang Besar Wonokromo-Surabaya 18 Deni Kurniawan Bulog Subdivre Banyuwangi

19 Desi Pengecer Kota Banyuwangi

20 Rahmat Pengecer Kota Banyuwangi

21 Agus Pengecer Rogojampi

22 Adi Pengecer Rogojampi

Tabel 12 menunjukkan bahwa responden lembaga pemasaran terdiri dari satu kelompok tani, lima penggilingan padi, lima penebas gabah, tujuh pedagang besar beras, empat pengecer beras dan satu instansi pemerintahan Sub Divisi Regional (Subdivre) Bulog Banyuwangi.

(43)

Responden Penebas Gabah

Responden penebas gabah terdiri dari lima orang responden. Pengalaman usaha penebas terendah adalah empat tahun, sedangkan yang terlama adalah 20 tahun. Pengelompokan responden penebas gabah berdasarkan pengalaman usaha bisa dilihat pada tabel dibawah ini. penelitian memiliki pengalaman usaha yang sudah cukup lama yaitu diatas lima tahun. Hanya satu responden penebas yang memiliki pengalaman usaha dibawah lima tahun. Pengalaman usaha penebas dan skala usaha berkorelasi positif. Berikut ini hasil tabulasi dari skala usaha penebas. per hari. Tiga responden lainnya berada pada skala besar atau diatas satu ton per hari. Hubungan positif antara pengalaman usaha dan skala usaha penebas sangat terlihat di ketiga responden yang memiliki skala besar tersebut. Pengalaman usaha ketiganya adalah 8, 10 dan 20 tahun.

Responden Penggilingan Padi

(44)

Aktifitas pada masing-masing RMU berbeda-beda. Aktif tidaknya RMU dalam beroperasi ditentukan oleh kekuatan permodalan dan akses pada ketersediaan produk. Pada RMU yang memiliki kemampuan akses terhadap produk, mereka tetap dapat beroperasi meskipun gabah langka akibat panen raya. RMU tersebut dapat mencari gabah ke lain daerah untuk tetap menjaga keberlanjutan usahanya. Berikut ini hasil tabulasi dari skala usaha RMU.

Tabel 16 Skala usaha RMU responden Skala Usaha RMU (Ton/Hari) RMU Responden

Jumlah RMU Persentase

Skala Kecil ( < 5 ) 2 40%

Skala Besar ( > 5 ) 3 60%

Tabel 16 menunjukkan bahwa terdapat dua responden RMU dengan persentase 40 persen memiliki volume perdagangan kurang dari lima ton per hari. Dua responden tersebut berada pada skala kecil. Skala usaha RMU tersebut berkorelasi positif terhadap pengalaman usahanya. Berdasarkan pengalaman usaha, kedua responden yang berada pada skala kecil memiliki pengalaman usaha 12 dan 14 tahun. Berbeda halnya dengan RMU yang berada pada skala besar, ketiga responden bisa menghasilkan beras lebih dari lima ton per hari dan lebih berpengalaman dibidang bisnis penggilingan padi. Kapasitas produksi mesin penggilingan yang digunakan oleh ketiga responden skala besar adalah 10, 20 dan 40 kuintal per jam.

Responden Pedagang Besar

Responden pedagang besar terdiri dari enam responden, empat diantaranya berada di luar daerah kabupaten Banyuwangi. Pengelompokan pengalaman usaha pedagang besar hanya tersebar dikisaran enam tahun hingga 15 tahun. Berikut ini hasil tabulasi dari pengalaman usaha pedagang besar.

Tabel 17 Pengalaman usaha pedagang besar responden Pengalaman Usaha Pedagang Besar Responden Pedagang Besar (Tahun) Jumlah Pedagang Persentase

< 10 2 33%

10 – 20 4 67%

> 20 0 0%

Gambar

Tabel 1  Luas lahan panen dan produksi padi nasional tahun 2005 - 20111
Gambar 2  Harga beras medium di tingkat konsumen akhir tahun 2011a
Tabel 3  Luas panen (Ha) kabupaten sentra produksi padi tahun 2005 - 2009
Gambar 3  Definisi marjin tataniaga dan nilai marjin tataniagaa
+7

Referensi

Dokumen terkait

Melalui kegiatan ini para pengunjung (yang umumnya adalah pelajar) bukan saja diberikan suatu pendidikan konservasi yang bersifat rekreatif dan menyenangkan tetapi

Akibat hukum yang timbul dalam pembiayaan musyarakah adalah nasabah yang menyimpang dari ketentuan dalam Pasal 2 Perjanjian ini, bank berhak untuk

Metode ini bekerja dengan melakukan operasi baris elementer terhadap matrik yang diperoleh dari system persamaan linear yang diketahui.. Pada saat implementasi dalam program

Pengukuran kandungan timbal dalam sampel kangkung darat dan kangkung air dimulai dengan pengukuran absorbansi larutan standar timbal (Pb) menggunakan Spektrofotometri

Telekomunikasi Indonesia Tbk adalah baik jika dilihat dari net profit margin, return on asset, dividend payout ratio, price earning ratio, price book value, walaupun

4) Perubahan paradigma dan prinsip dasar untuk yang melayani: a) Mendengar suara Tuhan langsung mengenai masalah dll. b) Menolong orang lain untuk mendengar suara Tuhan

antigen dengan harga yang lebih terjangkau dibandingkan dengan tes PCR Swab. Sebagai informasi, metode RT LAMP ini diperkirakan memiliki sensitivitas 94% dan hanya memerlukan

NO JENIS PENGADAA N PERKIRAAN BIAYA (RP,-) LOKASI PEKERJAAN KEGIATAN JENIS BELANJA LELANG / SELEKSI PENUNJUKAN LANGSUNG / PENGADAAN LANGSUNG PEMBELIAN SECARA ELEKTRONIK