• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN PREDIKSI DAN INFERENSI PADA MATERI POKOK LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON-ELEKTROLIT SERTA REDOKS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN PREDIKSI DAN INFERENSI PADA MATERI POKOK LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON-ELEKTROLIT SERTA REDOKS"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN PREDIKSI DAN INFERENSI

PADA MATERI POKOK LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON-ELEKTROLIT SERTA REDOKS

Oleh

GESTI EKA SAPUTRI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Kimia

Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN PREDIKSI DAN INFERENSI

PADA MATERI POKOK LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON-ELEKTROLIT SERTA REDOKS

Oleh

GESTI EKA SAPUTRI

Penelitian ini bertujuan untuk mendekripsikan efektivitas model pembelajaran

problem solving dalam meningkatkan keterampilan prediksi dan inferensi pada

materi pokok larutan elektrolit dan non-elektrolit serta redoks. Penelitian ini menggunakan metode kuasi eksperimen dengan Non-EquivalentControl Group

Design. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa MAN 1 Bandar Lampung kelas

X6 dan kelas X7 semester genap Tahun Ajaran 2012-2013 yang diambil

menggu-nakan teknik purposive sampling. Efektivitas model pembelajaran problem

solving diukur berdasarkan peningkatan N-gain yang signifikan dan uji perbedaan

dua rata-rata (uji t).

(3)

Berdasarkan hasil uji t, diketahui bahwa kelas dengan menggunakan model pem-belajaran problem solving memiliki keterampilan prediksi dan inferensi yang lebih tinggi dibandingkan kelas dengan pembelajaran konvensional. Hal ini menunjuk-kan bahwa model pembelajaran problem solving efektif dalam meningkatkan keterampilan prediksi dan inferensi pada materi pokok larutan elektrolit dan non-elektrolit serta redoks.

Kata kunci: keterampilan inferensi, keterampilan prediksi, model pembelajaran

(4)
(5)
(6)

vi DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme ... 8

B. Model Pembelajaran Problem Solving ... 12

C. Keterampilan Proses Sains ... 14

D. Hasil Penelitian yang Relevan ... 16

E. Konsep ... 17

F. Kerangka Pemikiran ... 24

G. Anggapan Dasar ... 25

H. Hipotesis Umum ... 26

III. METODOLOGI PENELITIAN A. Populasi dan Sampel Penelitian ... 27

(7)

vii

E. Instrumen Penelitian dan Validitas ... 29

1. Instrumen ... 29

2. Validitas ... 29

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 30

G. Hipotesis Statistik ... 32

H. Analisis Data dan Pengujian Hipotesis ... 33

1. Analisis data ... 33

a. Penentuan nilai siswa ... 33

b. Gain ternormalisasi (N-gain) ... 33

2. Pengujian Hipotesis ... 34

a. Uji normalitas ... 34

b. Uji homogenitas dua varians ... 34

c. Uji perbedaan dua rata-rata ... 35

IV.HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian dan Analisis Data ... 37

B. Pembahasan ... 43

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 55

B. Saran ... 56

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 1. Pemetaan/Analisis SK-KD ... 60

2. Silabus Kelas Eksperimen ... 62

3. RPP Kelas Eksperimen ... 82

(8)

viii

7. Rubrik Penskoran Pretest ... 106

8. Kisi-kisi Posttest ... 113

9. Soal Posttest ... 123

10. Rubrik Penskoran Posttest ... 126

11. Nilai Keterampilan Prediksi ... 132

12. Nilai Keterampilan Inferensi ... 134

13. Perhitungan ... 136

14. Lembar Penilaian Aspek Afektif Kelas Eksperimen ... 142

15. Lembar Penilaian Aspek Psikomotor Kelas Eksperimen ... 159

16. Lembar Observasi Kinerja Guru Kelas Eksperimen ... 165

17. Lembar Observasi Kinerja Guru Kelas Kontrol ... 175

18. Surat Penelitian Pendahuluan... 180

19. Surat Izin Penelitian ... 181

20. Surat Keterangan Melaksanakan Penelitian ... 182

21. Daftar Hadir Seminar Proposal ... 183

(9)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ilmu kimia merupakan cabang dari IPA yang mempelajari struktur, susunan, sifat, dan perubahan materi, serta energi yang menyertai perubahan materi, yang kembang berdasarkan pada pengamatan terhadap fakta. Ada tiga hal yang ber-kaitan dengan karakteristik ilmu kimia yaitu kimia sebagai produk yang berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori; kimia sebagai proses atau kerja ilmiah; dan kimia sebagai sikap. Pembelajaran kimia yang ideal harus memperhatikan karakteristik kimia sebagai produk, proses, dan sikap tersebut. Oleh karena itu, seyogyanya ilmu kimia dibangun melalui pengembangan keterampilan proses sains seperti mengamati, mengelompokkan, menafsirkan, meramalkan, meng-komunikasikan, dan inferensi.

(10)

tariknya dan lepas relevansinya dengan dunia nyata yang seharusnya menjadi objek ilmu pengetahuan tersebut (Depdiknas, 2003).

Pembelajaran kimia dapat dikaitkan dengan kondisi atau masalah yang ada dalam kehidupan sehari-hari, seperti pada topik larutan elektrolit dan non-elektrolit serta redoks, banyak sekali masalah dalam kehidupan sehari-hari yang dapat dihubung-kan dengan materi ini, misalnya penggunaan listrik untuk menangkap idihubung-kan di laut yang dilakukan oleh nelayan secara ilegal, perkaratan besi, pembakaran kertas, dan lain sebagainya. Namun, yang terjadi selama ini guru kurang menghubung-kan materi kimia dengan kehidupan sehari-hari. Akibatnya, siswa mengalami kesulitan menghubungkan materi kimia dengan apa yang terjadi di lingkungan sekitar dan siswa semakin kesulitan dalam memahami dan menguasai materi pembelajaran larutan elektrolit dan non-elektrolit serta redoks.

Salah satu komponen yang penting dalam pembelajaran adalah pemanfaatan model pembelajaran yang sesuai dengan materi pembelajaran dan kondisi siswa, sehingga dituntut kemampuan guru untuk dapat memilih model pembelajaran, serta media yang cocok dengan materi atau bahan ajar. Salah satu upaya yang dilakukan agar pembelajaran kimia menjadi lebih menarik, mudah dipahami oleh siswa, serta siswa dapat terlatih dalam memecahkan masalah adalah dengan menggunakan model pembelajaran yang berbasis pemecahan masalah (problem solving).

(11)

model pembelajaran problem solving, anak dapat dilatih untuk memecahkan masalah secara ilmiah, melatih mengemukakan hipotesis, melatih menguji hipo-tesis, dan melatih menarik suatu kesimpulan dari sekumpulan data yang diperoleh siswa dari pembelajaran kimia. Hal itu dapat membantu siswa untuk meningkat-kan keterampilan proses sains khususnya keterampilan prediksi dan inferensi dengan menganalisis masalah yang ada dan mengambil suatu kesimpulan dari sekumpulan data yang diperoleh siswa dari pembelajaran kimia.

Penelitian yang mengkaji tentang penerapan model pembelajaran problem solving

dapat meningkatkan keterampilan inferensi adalah hasil penelitian Sari (2012), yang dilakukan pada siswa SMA Negeri 1 Tumijajar kelas XI, menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran problem solving

efektif dalam meningkatkan keterampilan inferensi materi larutan penyangga dan hidrolisis. Penelitian yang dilakukan oleh Basori (2011) pada SMP Negeri 12 Bandung menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan problem

solving dapat meningkatkan keterampilan proses sains pada pembelajaran konsep

cahaya. Penelitian yang dilakukan oleh Utari (2012) pada SMA Negeri 1 Pringsewu kelas X menunjukkan bahwa pembelajaran problem solving efektif dalam meningkatkan keterampilan mengelompokkan dan penguasaan konsep pada materi larutan non-elektrolit dan elektrolit serta redoks. Selain itu, model pembelajaran problem solving dapat meningkatkan keterampilan berpikir siswa. Hal itu didukung dari hasil penelitian Purwani dan Martini (2009) yang dilakukan pada siswa kelas X3 SMA Negeri 1 Jombang, menunjukkan bahwa pembelajaran

(12)

Dua hal yang tidak akan terlepaskan dalam keterampilan proses sains adalah kete-rampilan prediksi dan inferensi. Pada keterampilan prediksi (meramalkan) ter-dapat dua indikator, yakni (1) siswa mampu meramalkan dengan menggunakan

pola hasil pengamatan dan (2) siswa mampu mengemukakan apa yang mungkin

terjadi pada keadaan yang belum diamati. Keterampilan prediksi ini menuntut

siswa agar dapat menemukan suatu konsep atau meramalkan pola hasil

pengamat-an ypengamat-ang ada dpengamat-an meramalkpengamat-an ypengamat-ang mungkin terjadi disekitar mereka, ypengamat-ang selama

(13)

Telah dijelaskan sebelumnya mengenai tahapan pada model pembelajaran

prob-lem solving, maka diharapkan siswa dapat memprediksi dan menyimpulkan

(menginferensi) serta memberikan penjelasan sederhana dari data yang didapat untuk menyelesaikan masalah. Hal ini menunjukkan bahwa secara tidak langsung model pembelajaran problem solving ini mampu meningkatkan keterampilan prediksi dan inferensi.

Berdasarkan latar belakang tersebut, dalam upaya untuk meningkatkan keteram-pilan prediksi dan inferensi khususnya pada materi pokok larutan elektrolit dan non-elektrolit serta redoks, maka dilaksanakanlah penelitian ini dengan judul “Efektivitas Model Pembelajaran Problem Solving Dalam Meningkatkan Kete-rampilan Prediksi dan Inferensi Pada Materi Pokok Larutan Elektrolit dan Non-elektrolit Serta Redoks”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah model pembelajaran problem solving efektif dalam meningkat-kan keterampilan prediksi pada materi pokok larutan elektrolit dan non-elektrolit serta redoks?

(14)

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan penelitian ini adalah untuk :

1. Mendeskripsikan efektivitas model pembelajaran problem solving dalam me-ningkatkan keterampilan prediksi pada materi pokok larutan elektrolit dan non-elektrolit serta redoks.

2. Mendeskripsikan efektivitas model pembelajaran problem solving dalam me-ningkatkan keterampilan inferensi pada materi pokok larutan elektrolit dan non-elektrolit serta redoks.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak yaitu : 1. Siswa

Dengan diterapkannya model pembelajaran problem solving dalam kegiatan belajar mengajar maka diharapkan dapat meningkatkan keterampilan prediksi dan inferensi pada materi pokok larutan elektrolit dan non-elektrolit serta redoks karena siswa belajar berdasarkan masalah dan temuannya sendiri. 2. Guru

Guru memperoleh model pembelajaran yang efektif, inovatif, dan kreatif pada materi larutan elektrolit dan non-elektrolit serta redoks.

3. Sekolah

(15)

E. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini sebagai berikut :

1. Pembelajaran dikatakan efektif apabila secara statistik hasil belajar siswa me-nunjukkan perbedaan yang signifikan antara pemahaman awal dengan pema-haman setelah pembelajaran yang ditunjukkan dengan N-gain yang signifikan (Wicaksono, 2008).

2. Langkah-langkah model pembelajaran problem solving (Depdiknas dalam Nessinta, 2010) meliputi adanya masalah yang jelas, mencari data atau kete-rangan, menetapkan hipotesis, menguji hipotesis, dan menarik kesimpulan. 3. Indikator keterampilan prediksi dalam penelitian ini merupakan indikator

dalam keterampilan proses sains tingkat dasar yang meliputi kemampuan

me-ramalkan dengan menggunakan pola/pola hasil pengamatan dan

mengemuka-kan apa yang mungkin terjadi pada keadaan yang belum diamati.

(16)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pembelajaran Konstruktivisme

Teori konstruktivistik dikembangkan oleh Piaget pada pertengahan abad 20. Piaget berpendapat bahwa pada dasarnya setiap individu sejak kecil sudah me-miliki kemampuan untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Pengetahuan yang dikonstruksi oleh anak sebagai subjek, maka akan menjadi pengetahuan yang bermakna; sedangkan pengetahuan yang hanya diperoleh melalui proses pemberitahuan tidak akan menjadi pengetahuan yang bermakna. Pengetahuan tersebut hanya untuk diingat sementara setelah itu dilupakan (Sanjaya, 2011).

Mengkonstruksi pengetahuan menurut Piaget dilakukan melalui proses asimilasi dan akomodasi terhadap skema yang sudah ada. Skema adalah struktur kognitif yang terbentuk melalui proses pengalaman. Asimilasi adalah proses penyempur-naan skema yang telah terbentuk, dan akomodasi adalah proses perubahan skema (Sanjaya, 2011).

Piaget mengatakan bahwa struktur kognisi itu dapat berubah sesuai dengan ke-mampuan dan upaya individu sendiri. Menurut konstruktivisme, pebelajar

(learner, orang yang sedang belajar) akan membangun pengetahuannya sendiri

(17)

dan menemukan itu. Di sini diperlukan pemahaman guru tentang “apa yang sudah diketahui pebelajar”, atau apa yang disebut pengetahuan awal (prior knowledge), sehingga guru bisa tepat menyajikan bahan pengajaran yang sesuai (King, 2010).

Menurut Piaget, teori belajar konstruktivisme adalah teori belajar yang mendasari pada pengamatan yang melibatkan seluruh indra, menyimpan kesan lebih lama, dan menimbulkan sensasi yang membekas pada siswa.

Menurut Piaget (Ramadan, 2011), konsep dalam teori adaptasi terdiri atas : 1) Skema

Skema merupakan struktur kognitif tiap-tiap orang. Dengan skema, orang mengkoordinasi objek, pengalaman, dan lingkungan.

2) Asimilasi

Ketika orang berinteraksi dengan objek, pengalaman dan lingkungan yang baru, secara kognitif orang dapat mengintegrasikan persepsi, konsep, atau pengalaman baru kedalam skema yang telah dimiliki. 3) Akomodasi

Dapat terjadi pengalaman baru tidak dapat diintegrasikan kedalam skema dengan proses asimilasi, karena tidak cocok dengan skema yang ada. Orang lalu secara kognitif membentuk skema baru, atau memodifikasi skema yang sudah ada agar cocok dengan pengalaman baru itu. 4) Ekuiliberasi

Proses asimilasi dan akomodasi berlangsung terus menerus. Proses pengaturan diri secara mekanis agar terjadi keseimbangan antara asimilasi dengan akomodasi, disebut ekuiliberasi.

(18)

Proses adaptasi mempunyai dua bentuk dan terjadi secara simultan, yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah proses perubahan apa yang dipahami sesuai dengan struktur kognitif yang ada sekarang, sementara akomodasi adalah proses perubahan struktur kognitif sehingga dapat dipahami. Dengan kata lain, apabila individu menerima informasi atau pengalaman baru maka informasi tersebut akan dimodifikasi sehingga cocok dengan struktur kognitif yang telah dimilikinya. Proses ini disebut asimilasi. Sebaliknya, apabila struktur kognitif yang sudah di-milikinya yang harus disesuaikan dengan informasi yang diterima, maka hal ini disebut akomodasi (Budiningsih, 2005).

Menurut Trianto (2007) :

Setiap orang membangun pengetahuannya sendiri, sehingga transfer penge-tahuan akan sangat mustahil terjadi. Pengepenge-tahuan bukanlah suatu barang yang dapat ditransfer dari orang yang mempunyai pengetahuan kepada orang yang belum mempunyai pengetahuan. Bahkan, bila seorang guru ber-maksud mentransfer konsep, ide, dan pengertiannya kepada siswa, pemin-dahan itu harus diinterpretasikan dan dikonstruksikan oleh siswa itu lewat pengalamannya.

Menurut Glaserfeld (1989) dalam Pannen, Mustafa, dan Sekarwinahyu (2001) menyatakan bahwa: “Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil kons-truksi (bentukan) kita sendiri”. Konstruktivisme juga menyatakan bahwa semua pengetahuan yang kita peroleh adalah hasil konstruksi sendiri, maka sangat kecil kemungkinan adanya transfer pengetahuan dari seseorang kepada yang lain.

(19)

mempunyai pengetahuan. Bahkan, bila seorang guru bermaksud mentransfer kon-sep, ide, dan pengertiannya kepada siswa, pemindahan itu harus diinterpretasikan dan dikonstruksikan oleh siswa itu lewat pengalamannya (Trianto, 2007).

Menurut Glasersfeld dalam Pannen, Mustafa, dan Sekarwinahyu (2001), agar siswa mampu mengkonstruksi pengetahuan, maka diperlukan:

1) kemampuan siswa untuk mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman. Kemampuan untuk mengingat dan mengungkapkan kem-bali pengalaman sangat penting karena pengetahuan dibentuk berdasar-kan interaksi individu siswa dengan pengalaman-pengalaman tersebut. 2) kemampuan siswa untuk membandingkan, dan mengambil keputusan

mengenai persamaan dan perbedaan suatu hal. Kemampuan memban-dingkan sangat penting agar siswa mampu menarik sifat yang lebih umum dari pengalaman-pengalaman khusus serta melihat kesamaan dan perbedaannya untuk selanjutnya membuat klasifikasi dan mengkons-truksi pengetahuannya.

3) kemampuan siswa untuk lebih menyukai pengalaman yang satu dari yang lain (selective conscience). Melalui “suka dan tidak suka” inilah muncul penilaian siswa terhadap pengalaman, dan menjadi landasan bagi

pembentukan pengetahuannya.

Prinsip-prinsip konstruktivisme menurut Suparno (1997), antara lain: 1) pengetahuan dibangun oleh siswa secara aktif;

2) tekanan dalam proses belajar terletak pada siswa; 3) mengajar adalah membantu siswa belajar;

4) tekanan dalam proses belajar lebih pada proses bukan pada hasil akhir; 5) kurikulum menekankan partisipasi siswa;

6) guru adalah fasilitator.

(20)

B. Model Pembelajaran Problem Solving

Salah satu pembelajaran konstruktivisme adalah pembelajaran yang menggunakan model problem solving. Problem solving adalah pembelajaran yang menuntut siswa belajar untuk memecahkan masalah baik secara individu maupun kelompok. Oleh karena itu, dalam pembelajaran siswa harus aktif agar dapat memecahkan masalah yang diberikan oleh guru. Problem solving adalah suatu langkah pembe-lajaran yang dilaksanakan dengan cara siswa mencari kebenaran pengetahuan dan informasi tentang konsep, hukum, prinsip, kaidah, dan sejenisnya, mengadakan percobaan, bertanya secara tepat serta mencari jawaban masalah berdasarkan pemahaman konsep, prinsip, dan kaidah yang telah dipelajari (Lidiawati, 2011).

Pemecahan masalah adalah suatu proses mental dan intelektual dalam menemukan suatu masalah dan memecahkannya berdasarkan data dan informasi yang akurat, sehingga dapat diambil kesimpulan yang tepat dan cermat. Proses pemecahan masalah memberikan kesempatan peserta didik berperan aktif dalam mempelajari, mencari, dan menemukan sendiri informasi untuk diolah menjadi konsep, prinsip, teori, atau kesimpulan. Dengan kata lain, pemecahan masalah menuntut kemam-puan memproses informasi untuk membuat keputusan tertentu (Hidayati, 2006).

Langkah-langkah model problem solving (Depdiknas dalam Nessinta, 2010) yaitu meliputi :

1) ada masalah yang jelas untuk dipecahkan. Masalah ini harus tumbuh dari siswa sesuai dengan taraf kemampuannya.

(21)

3) menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut. Dugaan jawaban ini tentu saja didasarkan kepada data yang telah diperoleh, pada langkah kedua di atas.

4) menguji kebenaran jawaban sementara tersebut. Dalam langkah ini siswa harus berusaha memecahkan masalah sehingga betul-betul yakin bahwa jawaban tersebut itu betul-betul cocok. Apakah sesuai dengan jawaban sementara atau sama sekali tidak sesuai. Untuk menguji kebenaran jawaban ini tentu saja diperlukan metode-metode lainnya seperti demonstrasi, tugas, diskusi, dan lain-lain.

5) menarik kesimpulan. Artinya siswa harus sampai kepada kesimpulan terakhir tentang jawaban dari masalah tadi.

Adapun keunggulan problem solving menurut Djamarah dan Zain (2010) adalah sebagai berikut:

1. Membuat pendidikan di sekolah menjadi lebih relevan dengan kehidupan.

2. Membiasakan siswa menghadapi dan memecahkan masalah secara terampil.

3. Model pembelajaran ini merangsang pengembangan kemampuan berfikir siswa secara kreatif dan menyeluruh, karena dalam proses belajarnya siswa banyak menyoroti permasalahan dari berbagai segi dalam rangka mencari pemecahannya.

Namun demikian pembelajaran problem solving disamping memiliki kelebihan juga memiliki kelemahan dalam proses pembelajarannya. Lebih lanjut Djamarah dan Zain (2010) mengungkapkan kelemahan pembelajaran problem solving yaitu:

1. Memerlukan keterampilan dan kemampuan guru. Hal ini sangat penting karena tanpa keterampilan dan kemampuan guru dalam mengelola kelas pada saat strategi ini digunakan maka tujuan pengajaran tidak akan tercapai karena siswa menjadi tidak teratur dan melakukan hal-hal yang tidak diinginkan dalam pembelajaran.

2. Memerlukan banyak waktu. Penggunaan model pembelajaran problem

solving untuk suatu topik permasalahan tidak akan maksimal jika

waktunya sedikit, karena bagaimanapun juga akan banyak langkah-langkah yang harus diterapkan terlebih dahulu dimana masing-masing langkah membutuhkan kecekatan siswa dalam berpikir untuk

menyelesaikan topik permasalahan yang diberikan dan semua itu

berhubungan dengan kemampuan kognitif dan daya nalar masing-masing siswa.

3. Mengubah kebiasaan siswa belajar dari mendengarkan dan menerima informasi yang disampaikan guru menjadi belajar dengan banyak

(22)

sumber belajar sehingga menjadi kesulitan tersendiri bagi siswa. Sumber-sumber belajar ini bisa di dapat dari berbagai media dan buku-buku lain. Jika sumber-sumber ini tidak ada dan siswa hanya

mempunyai satu buku / bahan saja maka topik permasalahan yang diberikan tidak akan bisa diselesaikan dengan baik.

C. Keterampilan Proses Sains

Menurut Semiawan (1992) keterampilan proses sains adalah keterampilan-kete-rampilan fisik dan mental untuk menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep sains serta menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan nilai yang dituntut.

Menurut Hariwibowo dalam Fitriani (2009) mengemukakan:

Keterampilan proses adalah keterampilan yang diperoleh dari latihan kemampuan-kemampuan mental, fisik, dan sosial yang mendasar sebagai penggerak kemampuan-kemampuan yang lebih tinggi. Kemampuan-kemampuan mendasar yang telah dikembangkan dan telah terlatih lama-kelamaan akan menjadi suatu keterampilan, sedangkan pendekatan keteram-pilan proses adalah cara memandang anak didik sebagai manusia seutuhnya. Cara memandang ini dijabarkan dalam kegiatan belajar mengajar memper-hatikan pengembangan pengetahuan, sikap, nilai, serta keterampilan. Ketiga unsur itu menyatu dalam satu individu dan terampil dalam bentuk

kreatifitas.

(23)

mengklasifikasi, mengukur, memprediksi, menyimpulkan, dan mengkomunikasi-kan.

1. Keterampilan memprediksi

Memprediksi dapat diartikan sebagai mengantisipasi atau membuat ramalan tentang segala hal yang akan terjadi pada waktu mendatang, berdasarkan perkiraan pada pola atau kecenderungan tertentu, atau hubungan antara fakta, konsep, dan prinsip dalam ilmu pengetahuan.

2. Keterampilan inferensi (menyimpulkan)

Menyimpulkan dapat diartikan sebagai suatu keterampilan untuk memutuskan keadaan suatu objek atau peristiwa berdasarkan fakta, konsep, dan prinsip yang diketahui.

Prediksi merupakan suatu ramalan dari apa yang kemudian hari mungkin dapat diamati. Untuk dapat membuat prediksi yang dapat dipercaya tentang objek atau peristiwa, maka dapat dilakukan dengan memperhitungkan penentuan secara tepat perilaku terhadap lingkungan kita. Keteraturan dalam lingkungan kita meng-izinkan untuk mengenal pola-pola dan untuk memprediksi terhadap pola-pola apa yang mungkin dapat diamati kemudian hari. Memprediksi dapat diartikan sebagai mengantisipasi atau membuat ramalan tentang segala hal yang akan terjadi pada waktu mendatang, berdasarkan perkiraan pada pola atau kecenderungan tertentu, atau hubungan antara fakta, konsep, dan prinsip dalam ilmu pengetahuan (Dimyati dan Moedjiono, 2002).

(24)

kecenderungan atau pola yang sudah ada. Jadi, dapat dikatakan bahwa mem-prediksi adalah menyatakan dugaan beberapa kejadian mendatang atas dasar suatu kejadian yang telah diketahui.

Inferensi adalah sebuah pernyataan yang ditarik berdasarkan bukti (fakta) hasil serangkaian observasi. Dengan demikian inferensi harus berdasarkan pada obser-vasi langsung. Apabila obserobser-vasi adalah pengalaman yang diperoleh melalui satu atau lebih panca indera, maka inferensi adalah penafsiran atau penjelasan terhadap hasil observasi tersebut (Soetardjo dan Soejitno, 1998).

Menyimpulkan dapat diartikan sebagai suatu keterampilan untuk memutuskan keadaan suatu objek atau peristiwa berdasarkan fakta, konsep, dan prinsip yang diketahui (Lidiawati, 2011).

D. Hasil Penelitian yang Relevan

Berikut ini merupakan hasil penelitian terkait model pembelajaran problem solving :

1. Hasil penelitian Sari (2012) yang menemukan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran problem solving dapat meningkatkan keterampilan inferensi materi larutan penyangga dan hidrolisis.

(25)

3. Hasil penelitian Utari (2012) yang menemukan bahwa pembelajaran problem

solving dapat meningkatkan keterampilan mengelompokkan dan penguasaan

konsep pada materi larutan non-elektrolit dan elektrolit serta redoks. 4. Hasil penelitian Purwani dan Martini (2009) yang menemukan bahwa

pem-belajaran dengan menggunakan problem solving memberikan kesempatan kepada siswa untuk meningkatkan kemampuan berpikir siswa pada materi konsep mol.

E. Konsep

Herron et al. (1977) dalam Fadiawati (2011) berpendapat bahwa belum ada defi-nisi tentang konsep yang diterima atau disepakati oleh para ahli, biasanya konsep disamakan dengan ide. Markle dan Tieman dalam Fadiawati (2011) mendefinisi-kan konsep sebagai sesuatu yang sungguh-sungguh ada. Mungkin tidak ada satupun definisi yang dapat mengungkapkan arti dari konsep. Untuk itu diper-lukan suatu analisis konsep yang memungkinkan kita dapat mendefinisikan kon-sep, sekaligus menghubungkan dengan konsep-konsep lain yang berhubungan.

(26)
[image:26.842.28.745.133.515.2]

Tabel 1. Analisis konsep larutan elektrolit dan non-elektrolit Label Konsep (1) Definisi Konsep (2) Jenis Konsep (3)

Atribut Posisi Konsep

Contoh (9) Noncontoh (10) Kritis (4) Variabel (5) Superordinat (6) Koordinat (7) Subordinat (8)

Larutan Campuran homogen yang

terdiri dari dua zat atau lebih, dimana salah satunya bertindak sebagai zat terlarut sedangkan yang lainnya sebagai zat pelarut dan mempunyai sifat dapat menghantarkan listrik (elektrolit) atau tidak dapat menghantarkan listrik (non-elektrolit). Konsep Konkrit • Larutan • Zat Terlarut • Zat Pelarut • Larutan

elektrolit • Larutan

non-elektrolit

• Sifat menghan-tarkan listrik

• Campuran •Suspensi

dan Koloid

• Larutan elektrolit • Larutan

non-elektrolit • Larutan asam

basa

• Larutan garam • Larutan

penyangga

• Larutan garam • Susu

Larutan elektrolit

Larutan yang dapat menghantarkan listrik, ditandai dengan timbulnya gelembung gas serta nyala lampu pada elektrolit tester yang dapat bersifat elektrolit kuat atau elektrolit lemah Konsep Konkrit • Larutan elektrolit • Larutan elektrolit kuat • Larutan elektrolit lemah

• Jumlah ion • Kerapatan ion

• Larutan •Larutan non-

elektrolit

• Larutan elektrolit kuat • Larutan

elektrolit lemah

• Larutan NaCl • Larutan HCl • Larutan H2SO4

(27)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Larutan elektrolit kuat

Larutan yang dapat menghantarkan listrik ditandai dengan timbulnya gelembung gas dan nyala lampu yang terang pada elektrolit tester Konsep Konkrit • Larutan elektrolit kuat •Konsentrasi larutan •Jumlah ion •Kerapatan ion

• Larutan elektrolit

• Larutan elektrolit lemah

• Larutan NaCl • Larutan HCl

• Urea • Larutan gula

Larutan elektrolit lemah

Larutan yang dapat menghantarkan listrik ditandai dengan timbulnya gelembung gas dan nyala lampu yang redup atau hanyatimbul gelembung gas pada elektrolit tester Konsep Konkrit • Larutan elektrolit lemah •Konsentrasi larutan •Jumlah ion •Kerapatan ion

• Larutan elektrolit • Larutan elektrolit kuat • Larutan CH3COOH

• Alkohol

Larutan non-elektrolit

Larutan yang tidak dapat menghantarkan listrik, ditandai dengan lampu tidak menyala dan tidak adanya gelembung gas pada elektrolit tester

Konsep Konkrit

• Larutan non elektrolit

• Jumlah ion •Kerapatan ion

• Larutan • Larutan

elektrolit

•Urea •Larutan gula •Alkohol

• Larutan HCl • Larutan NaCl

1

(28)

Tabel 2. Analisis konsep materi reduksi oksidasi Label Konsep (1) Definisi Konsep (2) Jenis Konsep (3)

Atribut Posisi Konsep

Contoh (9) Non Contoh (10) Kritis (4) Variabel (5) Superordinat (6) Koordinat (7) Subordinat (8) Reaksi reduksi oksidasi Reaksi yang melibatkan reaksi reduksi dan reaksi oksidasi

Konsep abstrak

• Reaksi reduksi • Reaksi oksidasi

• Reaksi kimia • Reaksi kimia • Reaksi reduksi • Reaksi oksidasi

• Reaksi reduksi oksidasi berdasarkan penggabungan dan pelepasan oksigen • Reaksi reduksi

oksidasi berdasarkan pelepasan dan penerimaan elektron • Reaksi reduksi

oksidasi berdasarkan perubahan bilangan oksidasi

• 2Mg(s) +O2(g)

2MgO(s)

•Mg(s) + 2FeCl3(aq)

MgCl2(aq) +2FeCl2(aq)

2

(29)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Reaksi reduksi oksidasi berdasarkan pengga-bungan dan pelepasan oksigen Reaksi reduksi melibatkan pelepasan oksigen dari senyawanya sedangkan reaksi oksidasi melibatkan penggabungan oksigen dengan senyawanya Konsep abstrak

•Reaksi reduksi oksidasi •Reaksi reduksi

melibatkan pelepasan oksigen dari senyawanya •Reaksi oksidasi

melibatkan penggabungan oksigen dengan senyawanya •Reaksi kimia •Pelepasan oksigen • Pengga-bungan oksigen

•Reaksi reduksi oksidasi

• Reaksi reduksi oksidasi berdasarkan pelepasan dan penerimaan elektron •Reaksi reduksi

oksidasi berdasarkan perubahan bilangan oksidasi

• Reaksi reduksi melibatkan pelepasan oksigen dari senyawanya • Reaksi oksidasi

melibatkan penggabungan oksigen dengan senyawanya

•2KNO3(s)

2KNO2(s)+O2(g)

•4Fe(s) + 3O2(g)

2Fe2O3(s)

•2Na(s)+Cl2(g)

2NaCl(s) Reaksi reduksi oksidasi berdasarkan pelepasan dan pene-rimaan elektron Reaksi reduksi melibatkan penerimaan elektron sedangkan reaksi oksidasi melibatkan pelepasan elektron Konsep abstrak

•Reaksi reduksi oksidasi •Reaksi reduksi

melibatkan penerimaan elektron •Reaksi oksidasi

melibatkan pelepasan elektron •Reaksi kimia •Penerimaan elektron. •Pelepasan elektron •Reaksi reduksi oksidasi

• Reaksi reduksi oksidasi berdasarkan pelepasan dan penggabungan oksigen • Reaksi reduksi

oksidasi berdasarkan perubahan bilangan oksidasi

•Reaksi reduksi melibatkan penerimaan elektron •Reaksi oksidasi

melibatkan pelepasan elektron

• Na Na+ + e • Cl + e Cl

-•2Na(s)+Cl2(g)

2NaCl(s) Reaksi reduksi oksidasi berdasarkan perubahan bilangan oksidasi Reaksi reduksi melibatkan penurunan bilangan oksidasi sedangkan reaksi oksidasi melibatkan pertambahan Konsep abstrak

•Reaksi reduksi oksidasi •Reaksi reduksi

melibatkan

penurunan bilangan oksidasi

•Reaksi oksidasi

•Reaksi kimia •Penurunan bilangan oksidasi • Pertam-bahan •Reaksi reduksi oksidasi

• Reaksi reduksi oksidasi berdasarkan pelepasan dan penggabungan oksigen • Reaksi reduksi

•Reaksi reduksi melibatkan penurunan bilangan oksidasi •Reaksi oksidasi

melibatkan pertambahan •Berdasarkan perubahan bilangan oksidasi yang terjadi, tentukan zat yang teroksidasi dan zat yang tereduksi

•Na Na+ + e

•Cl + e Cl

-2

(30)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

bilangan oksidasi melibatkan

pertambahan bilangan oksidasi bilangan oksidasi oksidasi berdasarkan pelepasan dan penerimaan elektron

bilangan oksidasi dari reaksi di bawah ini : a. 2CO(g) +

O2(g) 2CO2(g) b. CuO(s) + H2(g)

Cu(s) H2O(g)

Oksidator Zat yang

mengalami reduksi sehingga menyebabkan zat lain teroksidasi Konsep abstrak •Oksidator •Zat mengalami

reduksi sehingga zat lain teroksidasi •Zat •Reaksi kimia •Reaksi reduksi oksidasi

• Reduktor •Zat mengalami

reduksi sehingga zat lain teroksidasi •Tentukanlah reduktor dan oksidator dari reaksi di bawah ini :

Fe2O3(s) +3CO(g)

2Fe(s) + 3CO2(g)

•Tentukanlah bilangan oksidasi dari S dalam SF6!

Reduktor Zat yang

mengalami oksidasi sehingga menyebabkan zat lain tereduksi Konsep abstrak •Reduktor •Zat mengalami

oksidasi sehingga zat lain tereduksi

•Zat •Reaksi kimia •Reaksi reduksi oksidasi

• Oksidator •Zat mengalami oksidasi sehingga zat lain tereduksi

•Tentukanlah reduktor dan oksidator dari reaksi di bawah ini :

Fe2O3(s) +3CO(g)

2Fe(s) + 3CO2(g)

•Tentukanlah bilangan oksidasi dari S dalam SF6!

2

(31)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Reaksi Autoredoks

Reaksi yang mengalami reduksi dan oksidasi adalah spesi yang sama

Konsep abstrak

•Reaksi Autoredoks •Reaksi yang

mengalami reduksi dan oksidasi spesi yang sama

•Reaksi kimia •Spesi unsur

yang sama

•Reaksi reduksi oksidasi

• Oksidator • Reduktor

•Reaksi yang mengalami reduksi dan oksidasi spesi yang sama

•Dari reaksi di bawah ini, reaksi mana yang termasuk reaksi autoredoks? a. 3Mg(s)+N2(g)

Mg3N2(s) b. 2H2O(g) 2H2(g)

+ O2(g)

•Tentukanlah bilangan oksidasi dari S dalam S2O72-!

2

(32)

F. Kerangka Pemikiran

Model pembelajaran sebagai salah satu faktor yang mendukung pencapaian tujuan pembelajaran menempati peran penting dalam proses pembelajaran. Proses pem-belajaran yang direncanakan oleh guru akan berpengaruh terhadap hasil belajar siswa dalam pencapaian tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. Berdasarkan penelitian yang relevan, pembelajaran problem solving telah terbukti efektif digu-nakan pada berbagai pembelajaran.

Tahap pertama model pembelajaran problem solving ini yaitusiswa dihadapkan pada suatu masalah. Pada tahap ini, diharapkan siswa dapat berfikir untuk meme-cahkan masalah yang sedang mereka hadapi. Pada tahap kedua, yaitu mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah, siswa akan mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang masalah yang sedang diha-dapi. Kemudian, pada tahap ketiga yakni menetapkan jawaban sementara (hipo-tesis) dari permasalahan yang diberikan, siswa dilatih untuk dapat mengemukakan hipotesis dan memprediksi dengan menggunakan pola/pola hasil pengamaan serta

(33)

meningkatkan kemampuan psikomotor siswa. Kemudian, siswa diberi kesem-patan untuk mengajukan pertanyaan sehingga dapat meningkatkan keterampilan afektif khususnya keterampilan bertanya siswa. Pada tahap kelima yakni menarik kesimpulan, siswa dilatih untuk meningkatkan keterampilan proses sains khusus-nya keterampilan inferensi (menyimpulkan). Misalkhusus-nya pada materi larutan elek-trolit dan non-elekelek-trolit, siswa dilatih untuk dapat menyimpulkan definisi larutan elektrolit dan non-elektrolit berdasarkan gejala-gejala yang ada. Berdasarkan uraian dan langkah-langkah di atas, diharapkan model pembelajaran problem

solving dapat meningkatkan keterampilan prediksi dan inferensi pada materi

pokok larutan elektrolit dan non-elektrolit serta redoks.

G. Anggapan Dasar

Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah:

1. Siswa kelas X6 dan X7 semester genap MAN 1 Bandar Lampung tahun

pelajaran 2012/2013 yang menjadi sampel penelitian mempunyai kemampuan dasar yang sama dalam keterampilan proses sains kimia khususnya keteram-pilan prediksi dan inferensi.

2. Perbedaan N-gain keterampilan prediksi dan inferensi materi pokok larutan elektrolit dan non-elektrolit serta redoks semata-mata terjadi karena peru-bahan perlakuan dalam proses belajar.

(34)

H. Hipotesis Umum

Hipotesis umum dalam penelitian ini adalah:

(35)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas X MAN 1 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012-2013 yang berjumlah 397 siswa, terdiri dari 152 siswa laki-laki dan 245 siswa perempuan yang tersebar dalam sepuluhkelas. Dari populasi tersebut diambil dua kelas yang akan dijadikan sampel penelitian. Satu kelas sebagai kelas eksperimen yang akan diberi perlakuan dan satu kelas lagi sebagai kelas

kontrol.

Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling yaitupengambilan sampel dilakukan berdasarkan pertimbangan (saran dari ahli). Dalam pelaksanaan pengambilan sampel ini peneliti meminta bantuan pihak sekolah, yaitu guru bidang studi kimia yang memahami karakteristik siswa di sekolah tersebut untuk menentu-kan dua kelas dengan tingkat kemampuan kognitif yang sama. Diperoleh kelas X6

dan kelas X7 sebagai sampel penelitian, dimana kelas X7 sebagai kelas eksperimen

yang mengalami model pembelajaran problem solving, sedangkan kelas X6 sebagai

kelas kontrol yang mengalami pembelajaran konvensional.

B. Jenis dan Sumber Data

(36)

penerapan pembelajaran (pretest) dan hasil tes keterampilan prediksi dan inferensi setelah penerapan pembelajaran (posttest). Data ini bersumber dari seluruh siswa kelas eksperimen dan seluruh siswa kelas kontrol.

C. Metode dan Desain Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah kuasi eksperimen, dengan desain pene-litian yang digunakan adalah Non-Equivalent Control Group Design (Sugiyono, 2011). Desain penelitiannya yaitu :

[image:36.595.110.416.348.413.2]

Tabel 3. Desain penelitian

Kelas Pretest Perlakuan Posttest

Kelas eksperimen O1 X O2

Kelas kontrol O1 - O2

Keterangan :

O1 = Pretest yang diberikan sebelum diberikan perlakuan.

O2 = Posttest yang diberikan setelah diberikan perlakuan.

X = Perlakuan berupa penerapan model pembelajaran problem solving. – = Perlakuan berupa penerapan pembelajaran konvensional.

Di dalam penelitian ini tes dilakukan sebanyak dua kali yaitu sebelum dan sesudah perlakuan diberikan. Tes yang dilakukan sebelum perlakuan disebut pretest dan sesudah perlakuan disebut posttest.

D. Variabel Penelitian

(37)

dan pembelajaran konvensional. Sebagai variabel terikat adalah keterampilan pre-diksi dan keterampilan inferensi pada materi pokok larutan elektrolit dan non-elektrolit serta redoks siswa MAN 1 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012-2013.

E. Instrumen Penelitian dan Validitas

Instrumen adalah alat yang berfungsi untuk mempermudah pelaksanaan sesuatu. Instrumen pengumpulan data merupakan alat yang digunakan oleh pengumpul data untuk melaksanakan tugasnya mengumpulkan data (Arikunto, 1997).

1. Instrumen

Dalam penelitian ini, instrumen yang digunakan berupa analisis konsep, pemetaan, silabus, RPP, LKS, soal pretest, dan soal posttest yang masing-masing berisi 3 soal keterampilan prediksi dan 3 soal keterampilan inferensi dalam bentuk essay.

2. Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan kesahihan suatu instrumen. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat. Dalam konteks pengujian kevalidan instrumen dapat dilakukan dengan dua macam cara, yaitu cara

judgment atau keputusan ahli dan pengujian empirik.

(38)

terdapat kesesuaian, maka dapat dinilai bahwa instrumen dianggap valid untuk digu-nakan dalam mengumpulkan data sesuai kepentingan penelitian yang bersangkutan.

Oleh karena dalam melakukan judgment diperlukan ketelitian dan keahlian penilai, maka diminta seorang ahli untuk melakukannya. Dalam hal ini dilakukan oleh Ibu Dra. Nina Kadaritna, M.Si., sebagai dosen pembimbing penelitian untuk menilainya.

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Langkah-langkah yang digunakan penelitian ini adalah: 1. Observasi pendahuluan

a. Meminta izin kepada Kepala MAN 1 Bandar Lampung untuk melaksanakan penelitian.

b. Menentukan pokok bahasan yang akan diteliti berdasarkan karakteristik materi yang cocok untuk diterapkan model pembelajaran problem solving.

c. Menentukan populasi dan sampel penelitian. 2. Pelaksanaan penelitian

Pelaksanaan penelitian terdiri dari beberapa tahap, yaitu: a. Tahap persiapan

Membuat analisis konsep, pemetaan, silabus, Rencana Pelaksanaan Pembela-jaran (RPP), LKS, dan instrumen tes (soal pretes dan soal postes). Kemudian validasi instrumen oleh ahli (dosen pembimbing).

b. Tahap pelaksanaan penelitian

(39)

ini terdiri dari 3 soal esai; (2) melaksanakan kegiatan pembelajaran dalam rentang waktu yang telah ditentukan pada materi pokok larutan elektrolit dan non-elektrolit serta redoks sesuai dengan pembelajaran yang telah ditetapkan pada masing-masing kelas, pembelajaran problem solving diterapkan di kelas eksperimen sedangkan pembelajaran konvensional diterapkan di kelas kontrol; (3) melakukan posttest dengan soal-soal yang sama pada kelas eksperimen dan kelas kontrol, tes ini dilakukan untuk melihat perbedaan keterampilan prediksi dan inferensi antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol. Soal posttest ini

terdiri dari 3 soal esai; (4) melakukan tabulasi dan analisis data; (5) penulisan pembahasan dan kesimpulan.

Adapun langkah-langkah dalam penelitian ini ditunjukkan pada alur penelitian sebagai berikut:

Gambar 1. Alur penelitian

Kelas kontrol Tes awal

(Pretest) Kelas eksperimen

Pembelajaran konvensional

Pembelajaran dengan model problem solving

Tes akhir (Posttest)

Analisis data

Temuan

Kesimpulan Observasi

Pembuatan Instrumen

(40)

G. Hipotesis Statistik

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis statistik, hipotesis dirumuskan dalam bentuk pasangan hipotesis nol (H0) dan hipotesis alternatif (H1).

Adapun hipotesisnya yaitu: 1. Keterampilan Prediksi

H0 : µ1x≤ µ2x : Rata-rata N-gain keterampilan prediksi pada materi pokok larutan

elektrolit dan non-elektrolit serta redoks yang diterapkan model pembelajaran problem solving lebih rendah atau sama dengan rata-rata N-gain keterampilan prediksi dengan pembelajaran konvensional. H1 : µ1x> µ2x :Rata-rata N-gain keterampilan prediksi pada materi pokok larutan

elektrolit dan non-elektrolit serta redoks yang diterapkan model pem-belajaran problem solving lebih tinggi daripada rata-rata N-gain

keterampilan prediksi dengan pembelajaran konvensional. 2. Keterampilan Inferensi

H0 : µ1y≤ µ2y : Rata-rata N-gain keterampilan inferensi pada materi pokok larutan

elektrolit dan non-elektrolit serta redoks yang diterapkan model pembelajaran problem solving lebih rendah atau sama dengan rata-rata

N-gain keterampilan inferensi dengan pembelajaran konvensional.

H1 : µ1y> µ2y : Rata-rata N-gain keterampilan inferensi pada materi pokok larutan

elektrolit dan non-elektrolit serta redoks yang diterapkan model pem-belajaran problem solving lebih tinggi daripada rata-rata N-gain

(41)

Keterangan :

µ1 = rata-rata N-gain keterampilan prediksi dan keterampilan inferensi kelas

eksperimen

µ2 = rata-rata N-gain keterampilan prediksi dan keterampilan inferensi kelas

kontrol

x = keterampilan prediksi y = keterampilan inferensi

H. Analisis Data dan Pengujian Hipotesis

1. Analisis data

Tujuan analisis data adalah untuk memberikan makna atau arti yang digunakan untuk menarik suatu kesimpulan yang berkaitan dengan masalah, tujuan, dan hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya. Hal-hal yang diperlukan dalam menganalisis data setelah melakukan pretest dan posttest pada siswa MAN 1 adalah :

a. Penentuan nilai siswa

Nilai siswa dapat dirumuskan sebagai berikut :

Nilai siswa = x 100 ...(1)

Data yang diperoleh kemudian dianalisis, dengan menghitung N-gain yang selan-jutnya digunakan untuk menguji hipotesis.

b. Gain ternormalisasi (N-gain)

(42)

elektrolit dan non-elektrolit serta redoks, maka dilakukan analisis nilai gain ter-normalisasi. Perhitungan ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan keterampilan prediksi dan inferensi dari kedua kelas. Rumus N-gain (g) menurut Hake (1999) adalah sebagai berikut:

[image:42.595.113.445.287.347.2]

N-gain (g) = …………...(2)

Tabel 4. Klasifikasi gain ( g )

Data gain ternormalisasi yang diperoleh diuji normalitas dan homogenitasnya kemudian digunakan sebagai dasar dalam menguji hipotesis penelitian.

2. Pengujian Hipotesis

a. Uji normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah dua kelompok sampel berasal dari populasi berdistribusi normal atau tidak. Berdasarkan asumsi bahwa jika jumlah sampel lebih dari 30 orang maka data penelitian akan berdistribusi normal (Sudjana, 2005).

b. Uji homogenitas dua varians

Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah data yang dibandingkan memiliki nilai rata-rata dan varians identik. Hipotesis untuk uji Homogenitas :

Ho : 2

2 2

1 σ

σ = = data penelitian mempunyai variansi yang homogen

Besarnya g Interpretasi

g > 0.7 Tinggi

0,3 < g≤ 0,7 Sedang

(43)

H1 : 22 2

1 σ

σ ≠ = data penelitian mempunyai variansi yang tidak homogen.

Untuk uji homogenitas dua peubah terikat digunakan rumus yang terdapat dalam Sudjana (2005) :

F = ...(3)

Keterangan : F = Kesamaan dua varians

Kriteria : Pada taraf 0,05, tolak Ho hanya jika F hitung ≥ F ½α (υ1,υ2)

Untuk menguji apakah kedua varians tersebut sama atau tidak, maka Fhitung di-konsultasikan dengan Ftabel. Menggunakan α = 5 % dengan dk pembilang = banyaknya data terbesar dikurangi satu dan dk penyebut = banyaknya data yang ter-kecil dikurangi satu. Jika Fhitung < Ftabel maka H0 diterima. Yang berarti kedua

kelompok tersebut mempunyai varians yang sama atau dikatakan homogen.

c. Uji perbedaan dua rata-rata

Jika data yang diperoleh terdistribusi normal dan homogen, maka pengujian hipotesis menggunakan uji statistik parametrik, yaitu menggunakan uji-t (Sudjana, 2005):

2 1 2 1 1 1 n n s X X thitung + −

= ...(4)

dan 2 ) 1 ( ) 1 ( 2 1 2 2 2 2 1 1 2 − + − + − = n n s n s n s Keterangan : thitung = Koefisien t

1

X = N-gain rata-rata kelas eksperimen

(44)

2

X = N-gain rata-rata kelas kontrol

s2 = Varians

n1 = Jumlah siswa kelas eksperimen

n2 = Jumlah siswa kelas kontrol 2

1

s = Varians kelas eksperimen

2 2

s = Varians kelas kontrol

Dengan kriteria pengujian: terima H0 jika t < t1-α dengan derajat kebebasan d(k) = n1+

n2 – 2 dan tolak H0 untuk harga t lainnya. Dengan menentukan taraf signifikan α =

(45)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data, pengujian hipotesis, dan pembahasan dalam pene-litian ini, dapat disimpulkan bahwa:

1. Model pembelajaran problem solving efektif dalam meningkatkan keteram-pilan prediksi dan inferensi pada materi pokok larutan elektrolit dan non-elektrolit serta redoks.

(46)

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, disarankan bahwa:

1. Model pembelajaran problem solving sebaiknya diterapkan dalam pem-belajaran kimia, terutama pada materi pokok larutan elektrolit dan non-elektrolit serta redoks karena telah terbukti efektif dalam meningkatkan kete-rampilan prediksi dan inferensi siswa.

(47)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 1997. Penilaian Program Pendidikan. Edisi III. Bina Aksara. Jakarta.

Basori, H. 2011. Model Kegiatan Laboratorium Berbasis Problem Solving pada Pembelajaran Konsep Cahaya untuk Mengembangkan Keterampilan Proses Sains. Jurnal Penelitian Pendidikan IPA Volum 5 Nomor 3. UPI.

Bandung.

Budiningsih, A. C. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta. Dahar, R.W. 1989. Teori-teori belajar. Erlangga. Jakarta.

Depdiknas. 2003. Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian

Kurikulum 2004. Direktorat Pendidikan Menengah Umum.

Diawati, C. 2010. Pembelajaran Berbasis Keterampilan Proses Sains Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Pada Materi Pokok Laju Reaksi.

Laporan Penelitian. Unila. Bandar Lampung.

Dimyati dan Moedjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta.

Djamarah dan Zain, A. 2010. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta. Jakarta. Fadiawati, N. 2011. Perkembangan Konsepsi Pelajar Tentang Struktur Atom Dari SMA Hingga Perguruan Tinggi. Disertasi. UPI. Bandung.

Fitriani, D. 2009. Penerapan Model Siklus Belajar Empiris-Induktif (SBEI) Berbasis Keterampilan Proses Sains Untuk Meningkatkan Keterampilan Mengelompokkan Laju Reaksi (PTK Pada siswa Kelas XII IPA 2 SMAN 1 Bandar Lampung TP 2009-2010). Skripsi. FKIP Unila. Bandar Lampung. Hake, R. R. 1999. Analyzing Change / Gain Scores. [online]. Tersedia :

http://lists.asu.edu/cgi-bin/wa?A2=ind9903&L=area-d&&P=R6855. Diakses pukul 04.05 pm tanggal 23 Februari 2012.

(48)

King, A. 2010. Teori-teori Belajar Behaviorism- Gestalt-Kognitivisme- Konstruktivisme-CBSA-Keterampilan Proses Sosial-CTL-Pendekatan

Komunikatif-Pendekatan Tematik-Integratif. [online]

http://zaifbio.wordpress.com/2010/04/29/. Diakses pukul 04.38pm tanggal 23 Februari 2012.

Lidiawati. 2011. Efektivitas Penerapan Metode Problem Solving Dalam

Meningkatkan Keterampilan Mengkomunikasikan dan Penguasaan Konsep Koloid (Skripsi). FKIP Unila. Bandar Lampung.

Nessinta, N. 2010. Penerapan Metode Problem Solving Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Pokok Asam Basa (Skripsi). FKIP Unila. Bandar Lampung.

Panen, P., D. Mustafa, dan M. Sekarwinahyu. 2001. Konstruktivisme dalam

Pembelajaran. Dikti. Jakarta.

Priyanto dan Harnoko. 1997. Perangkat Pembelajaran. Depdikbud. Jakarta. Purwani, E. dan Martini. 2009. Peningkatan Keyerampilan Berpikir Siswa Kelas

X-3 Pada Materi Konsep Mol Melalui Strategi Problem Solving (Prosiding). Unesa University Press. Surabaya.

Ramadan, S. 2011. Teori Konstruktivisme. [online] http://blog-jelek-m4a1. blogspot.com/2011/11/. Diakses pukul 04.40pm tanggal 23 Februari 2012. Sanjaya, W. 2011. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses

Pendidikan. Kencana Prenada Media. Jakarta.

Sari, F. Z. 2012. Efektivitas Model Pembelajaran Problem Solving dalam Meningkatkan Keterampilan Mengkomunikasikan dan Inferensi Siswa pada Materi Larutan Penyangga dan Hidrolisis. Skripsi. FKIP Unila. Bandar Lampung.

Semiawan, C. 1992. Pendidikan Ketrampilan Proses. Jakarta. Gramedia. Soetardjo dan Soejitno P. O. 1998. Proses Belajar Mengajar dengan Metode

Pendekatan Keterampilan Proses. SIC. Surabaya.

Sriyono. 1992. Teknik Belajar Mengajar dalam CBSA. Rineka Cipta. Jakarta. Sudjana, N. 2005. Metode Statistika Edisi keenam. PT. Tarsito. Bandung. Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Alfabeta.

Bandung.

(49)

Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran inovatif Berorientasi

konstruktivisme. Prestasi Pustaka Publisher. Jakarta.

Utari, H.R. 2012. Efektivitas Model Problem Solving Dalam Meningkatkan Keterampilan Mengelompokkan dan Penguasaan Konsep Pada Materi Larutan Nonelektrolit dan Elektrolit Serta Redoks. Skripsi. FKIP Unila. Bandar Lampung.

(50)

Gambar

Tabel 1.  Analisis konsep larutan elektrolit dan non-elektrolit
Tabel 3.  Desain penelitian
Tabel 4. Klasifikasi gain ( g )

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Sebagian besar isolat bakteri lainnya hanya terisolasi pada satu kali pencuplikan, diduga isolat bakteri tersebut tidak mampu bersaing dan memanfaatkan sumber

Penilaian ‘indah’ terhadap bunyi yang dihasilkan oleh angklung tersebut tidak dapat dilepaskan dari nilai-nilai yang berlaku dalam

Dalam    hal    ini    tujuan    penelitian    adalah   memecahkan    masalah atau   menjawab pertanyaan penelitian... 2) Berupa    pernyataan    yang    dirumuskan

[r]

Faktor non fisik yang menjadi alasan suatu wilayah menjadi pusat pertumbuhan terdapat pada angka ….. Perhatikan gambar tata ruang

Flowers for Algernon novel by Daniel Keyes is the most obvious novel, that shows the mentally disabled men who want to be smart.. The story started on 3 March and written by

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian asam humat dan interaksi antara asam humat dan pupuk P nyata meningkatkan tinggi tanaman, jumlah daun, indeks kehijauan