• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembuatan dan Karakterisasi Genteng Polimer Menggunakan Aspal dan Polypropilen Dengan Variasi Komposisi dan SeratNanas Terorientasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pembuatan dan Karakterisasi Genteng Polimer Menggunakan Aspal dan Polypropilen Dengan Variasi Komposisi dan SeratNanas Terorientasi"

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI GENTENG POLIMER MENGGUNAKAN ASPAL DAN POLYPROPILEN DENGAN VARIASI KOMPOSISI DAN SERAT

NANAS TERORIENTASI

Oleh

NENI JULI ASTUTI 107026011/FIS

PROGRAM PASCA SARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PENGESAHAN TESIS

Judul : Pembuatan dan Karakterisasi Genteng Polimer Menggunakan Aspal dan Polypropilen Dengan Variasi Komposisi dan SeratNanas Terorientasi

Nama : Neni Juli Astuti

Nomor Induk Mahasiswa : 107026011 Program Studi : Magister Fisika

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Menyetujui Komisi Pembimbing

Prof. Drs. Basuki Wirjoesentono, M.Sc. Ph.D Dr. Susilawati, M.Si Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan,

(3)

PERNYATAAN ORISINALITAS

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI GENTENG POLIMER MENGGUNAKAN ASPAL DAN POLYPROPILEN DENGAN VARIASI

KOMPOSISI DAN SERAT NANAS TERORIENTASI TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa saya mengakui semua karya tesis ini adalah hasil karya saya sendiri kecuali kutipan dn ringkasan yang tiap satunya telah dijelaskan sumbernya dengan benar

Medan, Juli 2012

(4)

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika universitas Sumatera utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Neni Juli Astuti

NIM : 107026011

Program Studi : Fisika Jenis Karya Ilmiah : Tesis

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara hak Bebas Royalti Non-Ekslusif (Non-Exclusive Royalty Free Right) atas tesis saya yang berjudul:

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI GENTENG POLIMER MENGGUNAKAN ASPAL DAN POLYPROPILEN DENGAN VARIASI

KOMPOSISI DAN SERAT NANAS TERORIENTASI

Beserta perangkat yang ada. Dengan hak bebas royalti ini, universitas Sumatera Utara untuk berhak menyimpan, mengalih media, memformat, mengelola dalam bentuk data base, merawat dan mempublikasikan tesis saya tanpa meminta izin dari saya selama tetapmmencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemegang dan atau sebagai pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya.

Medan, Juli 2012

(5)

Pertama-tama penulis panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunianya sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

Dengan selesainya tesis ini, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

Kepala Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Sumatera Utara, Drs. H. Bambang Winarji, M. Pd atas kemudahan dan bantuan dana sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di Program Studi Ilmu Fisika Pasca Sarjana FMIPA USU.

Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM & H, MSc (CTM), Sp. A(K) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis mengikuti pendidikan di program Magister Sains.

Dekan Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara, Dr. Sutarman, M.Sc atas kesempatan menjadi mahasiswa Program Magister sains pada program Pascasarjana FMIPA Univeritas Sumatera Utara.

Ketua Program Studi Magister Fisika, Dr. Nasruddin MN. M.Eng. Sc., Sekretaris Program Studi Magister Fisika, Dr. Anwar Dharma Sembiring, M.S., beserta seluruh staf pengajar pada Program Studi Magister Fisika Program Pascasarjana FMIPA Universitas Sumatera Utara.

Terimakasih yang tidak terhingga kepada Prof. Drs. Wirjoesentono, M.Sc., Ph.D dan Dr. Susilawati, M. Si selaku Pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis hingga selesainya penelitian ini.

Kepada Laboran di Laboratorium Polimer dan Fisika, Bapak Edi dan Bapak Aman yang telah membantu saya dalam melakukan penelitian hingga selesai.

Kepada suami tersayang Warjio, MA, Ph.D, terimakasih yang tak terhingga atas segala pengertian dan kesabaran ketika penulis sejak awal mengikuti Program Magister Sains di Pascasarjana FMIPA Universitas Sumatera Utara. Demikian juga kepada ananda tersayang Haykal Muhammad Raihan dan Alif Alfitra Salam.

Kepada kedua Ibunda tersayang Ibu Siti Asma Ilyas dan Ibu Jumiem yang tiada henti-hentinya memberikan bantuan moril dan doa hingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini.

Ucapan terimakasih yang tulus penulis sampaikan kepada rekan-rekan mahasiswa Sekolah Program Pascasarjana Program Studi Magister Ilmu Fisika Universitas Sumatera Utara angkatan 2010/2011 khususnya Suriati, Milawarni, Mila Anzani, Mika Augustina, Ayu Andriani dan lain-lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu namanya, yang selalu memberikan bantuan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini tepat pada waktunya.

Ucapan terima kasih yang tulus untuk teman-teman sejawat di kantor yang selalu memberikan bantuan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini tepat pada waktunya.

(6)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian dan pengujian tentang pembuatan dan karakterisasi genteng komposit polimer menggunakan serat nanas sebagai penguat dan polipropilen dan aspal sebagai matrik. Penelitian ini bertujuan untuk mencari alternatif bahan penyusun genteng polimer yang lebih murah dan ramah lingkungan. Komposisi polipropilen dan aspal yang digunakan tetap yaitu 10% dari berat total sampel, sedangkan komposisi pasir dan serat nanas divariasikan dengan perbandingan (80%:0%), (79%:1%), (78%:2%), (77%:3%), (76%:4%) dan (75%:5%). Dari hasil penelitian untuk kerapatan menurun dari 1870 kg/m3 menjadi 1840,75 kg/m3, sedangkan untuk daya serap air dari 0,43% menjadi 0,87%. Penggunaan serat nanas 1% sampai 4% dapat memperbaiki sifat mekanik genteng. Kekuatan tarik dari 8,32 kgf/ cm2 sampai 118,40 kgf/cm2, kuat lentur 3,14 MPa sampai 10,51 MPa, kuat impak 1,47 kJ/m2 sampai 26,27 kJ/m2. Karakteristik optimal diperoleh pada komposisi 4% serat nanas, karakteristik menurun pada komposisi di atas 4%.Pada sudut orintasi serat 0o atau arah serat searah dengan pembebanan, sifat mekanik genteng mencapai titik tertinggi dan dan titik terendah diperoleh pada sudut orientasi serat 90o.

(7)

ABSTRACT

Research and testing has been done on the manufacture and characterization of polymer composite tile using pineapple fibers as reinforcement, polypropylene as the matrix and the asphalt. This study aimed to explore alternative building blocks of the polymer tiles are less expensive and environmentally friendly. And the polypropylene composition of the used asphalt that is 10% of the total weight of the sample, while the sand and pineapple fiber composition varied by comparison (80%:0%), (79%:1%), (78%:2%), (77%:3%), (76%:4%) and (75%:5%). From the research results for the density decreased from 1870 to 1840 kg/m3 kg/m3, while for the water absorption of 0.43% to 0.87%. The use of pineapple fiber 1% to 4% can improve the mechanical properties of the tile. Tensile strength of 8.32 kgf/cm2 to 118.40 kgf/cm2, flexural strength 3.14 MPa to 10.51 MPa, a strong impact kJ/m2 to 1.47 kJ/m2. Optimal characteristics obtained at 4% pineapple fiber composition, characteristics of the composition decreases above 4%. In orientation angle 0o fibers or fiber direction in the direction of loading, mechanical properties and the tiles reach the highest point and lowest point is obtained at an angle of 90° fiber orientation.

(8)

KATA PENGANTAR ... i

2.1.2 Faktor Ikatan Fiber-Matrik ... 10

2.1.3 Faktor Ikatan Filler-Matrik ... 10

2.1.4 Pembebanan ... 12

2.5.1 Sifat-Sifat Polipropilen ... 22

2.5.2 Mampu Cetak ... 23

(9)

2.6.2 Serat Nanas ... 29

2.6.2.1 Ekstraksi Serat Daun Nanas ... 31

2.6.2.2 Komposisi Kimia ... 33

2.6.2.3 Durability Serat Daun Nanas ... 37

2.6.2.3 Pemanfaatan Serat Daun Nanas ... 38

2.6.2 Serat Gelas ... 39

2.7 Pengujian Sampel... 40

2.7.1 Uji Fisis ... 41

2.7.1.1 Kerapatan ... 41

2.7.1.2 Pengujian Daya Serap Air ... 41

2.7.2 Sifat Mekanik ... 42

2.7.2.1 Kuat Lentur ... 42

2.7.2.2 Kekuatan Impak ... 43

2.7.2.3 Kekuatan Tarik ... 45

2.7.3 Pengujian Termal ... 47

2.7.3 Scanning Electron Microscopy ... 48

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... .. 56

3.1 Tempat Penelitian ... 56

3.2 Peralatan dan Bahan ... 56

3.2.1 Peralatan ... 56

3.2.2 Bahan ... 56

3.3 Prosedur Penelitian ... 57

3.4 Prosedur Pengujian ... 58

(10)

4.1 Sifat Fisis ... 64

4.1.1 Kerapatan ... 64

4.1.2 Daya Serap Air ... 66

4.2 Sifat Mekanik Genteng Komposit Polimer ... 67

4.2.1 Kekuatan Tarik ... 67

4.2.2 Kuat Lentur ... 69

4.2.3 Kuat Impak ... 71

4.3 Titik Bakar dan Titik Nyala ... 73

4.4 Pengujian Terhadap Sampel dengan Orientasi Serat ... 75

4.5 Analisis Hasil pengujian dengan SEM ... .. 79

BAB V KESIMPULAN ... .. 83

5.1 Kesimpulan ... 83

5.1 Saran ... 83

(11)

Gambar 2.2 Struktur Bagan Komposit... 9

Gambar 2.3 Hubungan Antara Model Kegagalan, Kekuatan, dan Orientasi Serat26 Gambar 2.4 Grafik Regangan-Tegangan pada Serat dengan Variasi Orientasi .... 28

Gambar 2.5Alat Pengujian Impak ... 44

Gambar 2.6 Alat Uji Tarik ... 46

Gambar 2.7 Grafik Tegangan Regangan ... 47

Gambar 2.8 Skema Kerja Alat Uji Nyala ... 48

Gambar 2.9 Skema SEM... 51

Gambar 2.10 Sinyal-Sinyal Yang Dihasilkan SEM ... 52

Gambar 2.11 Perbandingan Gambar Dari Sinyal Yang Dihasilkan SEM ... 53

Gambar 2.12 Mekanisme Kontras dari Elektron Sekunder ... 53

Gambar 2.13 Mekanisme Kontras Dari Backscattered Electron Secunder ... 54

Gambar 2.14 Contoh Diagram Hasil EDS ... 55

Gambar 2.15 Contoh Hasil EDS ... 55

Gambar 3.1 Ukuran sampel Uji Lentur Sesuai ASTM-638 ... 59

Gambar 3.2 Ukuran sampel Uji Impak Sesuai ASTM-638 ... 60

Gambar 3.3 Ukuran sampel Uji Tarik Sesuai ASTM-638 ... 61

Gambar 3.4 Diagram Alir Penelitian ... 63

Gambar 4.1 Grafik Kerapatan-Komposisi Pasir:Serat ... 65

Gambar 4.2 Grafik Daya Serap Air-Komposisi Pasir:Serat ... 67

Gambar 4.3 Grafik Uji Tarik-Komposisi Pasir:Serat ... 68

Gambar 4.4 Grafik Uji Lentur-Komposisi Pasir:Serat ... 70

Gambar 4.5 Grafik Kuat impak - komposisi material... 72

Gambar 4.6 Grafik kemampuan nyala genteng komposit polimer ... 73

Gambar 4.7 Grafik Jarak Bakar Genteng Polimer ... 74

Gambar 4.8 Grafik Kerapatan Untuk Variasi Orientasi Sudut ... 76

Gambar 4.9 Grafik daya serap air Untuk Variasi Orientasi Sudut ... 76

Gambar 4.10 Grafik Kuat Tarik Untuk Variasi Orientasi Sudut ... 77

Gambar 4.11 Grafik Kuat Lentur Untuk Variasi Orientasi Sudut ... 78

Gambar 4.12 Grafik Kuat Impak Untuk Variasi Orientasi Sudut ... 78

(12)

Gambar 4.15 Hasil SEM Genteng Polimer Dengan Serat 4% Serat Untuk

(13)

Tabel 2.1 Keuntungan dan Kerugian Komposit ... 6

Tabel 2.2 Data Jenis Pengujian dan Persyaratan Aspal Tipe Grade 60/70 ... 20

Tabel 2.3 Karakteristik Fisis Serat Daun Nanas ... 30

Tabel 2.4 Komposisi Kimia Serat Nanas ... 33

Tabel 2.5 Komposisi Kimia Serat Nanas Pada Metode Pemisahan Serat ... 35

Tabel 2.6 Perubahan Komposisi Kimia Serat Nanas ... 35

Tabel 2.7 Karakteristik Serat Daun Nanas ... 35

Tabel 2.8 Sifat-Sifat Beberapa Jenis Serat Alam ... 36

Tabel 2.9 Tenacity dan Elongation Serat Nanas ... 37

Tabel 2.10 Properties Benang dari Serat Nanas ... 38

Tabel 2.11 Perbandingan antara Serat Alami dan Serat Gelas ... 40

Tabel 3.1 Komposisi Bahan ... 58

Tabel 4.1 Nilai Kerapatan Rata-Rata ... 64

Tabel 4.2 Nilai rata-rata daya serap air genteng komposit polimer ... 66

Tabel 4.3 Nilai rata-rata kuat tarik ... 68

Tabel 4.4 Nilai rata-rata kuat lentur ... 70

Tabel 4.5 Nilai rata-rata kuat impak ... 71

(14)

Lampiran 1 Uji Kerapatan ... 87

Lampiran 2 Uji Daya Serap Air ... 88

Lampiran 3 Uji Tarik ... 89

Lampiran 4 Uji Lentur ... 90

Lampiran 5 Uji Impak ... 91

Lampiran 6 Uji Nyala dan Uji Bakar ... 92

Lampiran 7 Uji Kerapatan (Untuk Orientasi Sudut) ... 93

Lampiran 8 Uji Daya Serap Air (Untuk Orientasi Sudut) ... 94

Lampiran 9 Kuat Lentur Untuk Orientasi Serat ... 95

Lampiran 10 Kuat Impak Untuk Orientasi Serat ... 96

Lampiran 11 Kuat Tarik Untuk Orientasi Serat ... 97 Lampiran 12 Waktu Nyala dan Jarak Bakar Untuk Oriantasi Sudut 45° dan 90° 98 Lampiran 13 Foto-Foto Dokumentasi

(15)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian dan pengujian tentang pembuatan dan karakterisasi genteng komposit polimer menggunakan serat nanas sebagai penguat dan polipropilen dan aspal sebagai matrik. Penelitian ini bertujuan untuk mencari alternatif bahan penyusun genteng polimer yang lebih murah dan ramah lingkungan. Komposisi polipropilen dan aspal yang digunakan tetap yaitu 10% dari berat total sampel, sedangkan komposisi pasir dan serat nanas divariasikan dengan perbandingan (80%:0%), (79%:1%), (78%:2%), (77%:3%), (76%:4%) dan (75%:5%). Dari hasil penelitian untuk kerapatan menurun dari 1870 kg/m3 menjadi 1840,75 kg/m3, sedangkan untuk daya serap air dari 0,43% menjadi 0,87%. Penggunaan serat nanas 1% sampai 4% dapat memperbaiki sifat mekanik genteng. Kekuatan tarik dari 8,32 kgf/ cm2 sampai 118,40 kgf/cm2, kuat lentur 3,14 MPa sampai 10,51 MPa, kuat impak 1,47 kJ/m2 sampai 26,27 kJ/m2. Karakteristik optimal diperoleh pada komposisi 4% serat nanas, karakteristik menurun pada komposisi di atas 4%.Pada sudut orintasi serat 0o atau arah serat searah dengan pembebanan, sifat mekanik genteng mencapai titik tertinggi dan dan titik terendah diperoleh pada sudut orientasi serat 90o.

(16)

ABSTRACT

Research and testing has been done on the manufacture and characterization of polymer composite tile using pineapple fibers as reinforcement, polypropylene as the matrix and the asphalt. This study aimed to explore alternative building blocks of the polymer tiles are less expensive and environmentally friendly. And the polypropylene composition of the used asphalt that is 10% of the total weight of the sample, while the sand and pineapple fiber composition varied by comparison (80%:0%), (79%:1%), (78%:2%), (77%:3%), (76%:4%) and (75%:5%). From the research results for the density decreased from 1870 to 1840 kg/m3 kg/m3, while for the water absorption of 0.43% to 0.87%. The use of pineapple fiber 1% to 4% can improve the mechanical properties of the tile. Tensile strength of 8.32 kgf/cm2 to 118.40 kgf/cm2, flexural strength 3.14 MPa to 10.51 MPa, a strong impact kJ/m2 to 1.47 kJ/m2. Optimal characteristics obtained at 4% pineapple fiber composition, characteristics of the composition decreases above 4%. In orientation angle 0o fibers or fiber direction in the direction of loading, mechanical properties and the tiles reach the highest point and lowest point is obtained at an angle of 90° fiber orientation.

(17)

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Atap bangunan berguna sebagai payung yang melindungi bangunan di bawahnya dari pengaruh panas matahari, hempasan air hujan, dan tiupan angin (Rudy Gunawan, 2005). Ada beberapa bahan yang biasa digunakan sebagai atap rumah. Genteng adalah salah satu jenisnya. Genteng telah menjadi komponen utama dari bangunan sepanjang sejarah peradaban manusia. Atap genteng dapat ditemukan di hampir semua iklim atau wilayah dan dapat menahan beberapa kondisi cuaca yang paling berbahaya.

Genteng di Indonesia umumnya berbahan tanah liat. Material dasar ini mudah didapatkan, hingga banyak orang menjual dan menggunakan genteng tanah liat. Namun seiring dengan perkembangan dunia properti, selain atap genteng tanah liat, cukup banyak material pembentuk genteng lainnya, salah satunya aspal (bitumen). Genteng tanah liat dan genteng beton memiliki kelemahan yaitu bobotnya yang berat (lebih kurang 42 kg per meter bujur sangkar), sedangkan genteng metal ditinjau dari segi bobotnya cukup ringan (lebih kurang 4,2 kg per meter bujur sangkar), namun kelemahannya rapuh dan harga yang relatif lebih mahal.

Didasari oleh kelemahan-kelemahan genteng konvensional di atas, penulis ingin meneliti lebih lanjut tentang genteng aspal. Genteng aspal merupakan salah satu material penutup atap yang baru berkembang. Penutup atap jenis ini memiliki keunggulan yang tidak dimiliki oleh material yang lain, antara lain adalah massanya yang ringan yaitu sekitar 2 sampai 4 kg per m². Dengan bobot yang ringan, konstruksi atap pun bisa diminimalkan, sehingga biayanya pun bisa dihemat (1/6 dari massa genteng beton atau keramik). Selain itu keunggulan lainnya adalah pemasangannya praktis, fleksibel untuk desain atap dengan sudut kemiringan landai sampai ekstrim (15- 90 derajat), tahan terhadap panas, lebih tahan terhadap kebocoran, dan aneka warna pilihan yang menarik.

(18)

Penelitian tentang genteng aspal di Indonesia sudah beberapa kali dilakukan. Diantaranya adalah hasil penelitian Kasman Ediputra (2010) yang membuat genteng dari campuran aspal, karet alam sir 10, ban bekas, sulfur, dan bahan adhesif isosianat. Z.M. Ariff (2010) membuat genteng dari campuran aspal, polyurethane foams, dan karet alam Asnawi (2011) yang membuat genteng dari pemenfaatan aspal iran, agregat pasir halus, dan LDPE (low density polyethilen) bekas.

Pemilihan serat nanas sebagai campuran komposit genteng aspal ini didasari beberapa penelitian sebelumnya yang menggunakan serat nanas sebagai sebagai bahan campuran komposit. Di antaranya adalah Mujiyono dan Didik Nurhadiyanto (2003) yang meneliti tentang pemanfaatan serat daun nanas sebagai penguat material komposit. Deli Natalia Saragih (2007) yang membuat genteng beton yang terbuat dari bahan pulp serat daun nanas dan semen portland pozolan. Munirah Mokhtar, Abdul Razak Rahmat, dan Azman Hassan (2007) yang meneliti karakteristik dan perlakuan komposit serat nanas untuk aplikasi konstruksi. Perdinan Sinuhaji (2010) pada disertasinya membuat karton dari campuran serat nanas, pisang, dan rami.

Luas panen nanas di Indonesia + 165.690 hektar atau 25,24% dari sasaran panen buah-buahan nasional (657.000 hektar). Beberapa tahun terakhir luas areal tanaman nanas menempati urutan pertama dari 13 jenis buah-buahan komersial yang dibudidayakan di Indonesia (sumber: Bappenas, 2000).

Diilhami oleh penelitian-penelitian sebelumnya yang telah diterangkan di atas, penulis ingin membuat dan mengkarakterisasi genteng yang berasal dari bahan aspal, pasir, polipropilen, dan serat daun nanas. Penelitian tentang genteng aspal dengan campuran serat nanas ini belum pernah dilakukan sebelumnya.

Dalam pembuatan komposit ini serat daun nanas kita gunakan sebagai penguat (filler). Serat yang digunakan adalah serat panjang. Keutamaan serat panjang adalah secara alami mempunyai kekuatan yang lebih dibanding serat yang berbentuk serat pendek (bulk). Serat panjang mempunyai struktur yang lebih sempurna karena struktur kristal tersusun sepanjang sumbu serat dan cacat internal pada serat lebih sedikit dari pada material dalam serat pendek.

(19)

Selain dari bahan-bahan di atas, untuk memperkuat ikatan antara bahan-bahan komposit dipakai polipropilen. Penelitian ini memaparkan secara komprehensif tentang pembuatan dan karakterisasi genteng yang terbuat dari bahan aspal, polipropilen, dan serat nanas.

Pemilihan polimer termoplastik jenis polipropilena (PP) sebagai matriks dalam komposit penelitian ini dikarenakan polimer ini mudah diproses, titik leleh relatif tinggi (±180°C), densitas rendah dan termasuk kclompok yang paling ringan diantara bahan polimer, tahan korosi, penghantar panas dan listriknya rendah. Dari sifat dan biaya prosesnya relatif murah, mudah dipcrolch di pasaran, serta dapat didaur ulang. Polipropilcna digunakan secara luas untuk aplikasi seperti alat-alat keperluan rumah tangga, pipa, komponen mobil (omotive parts), lantai, dan peralatan militer.

Pemilihan pasir sebagai filler dalam penelitian ini diharapkan dapat mengubah karakteristik bahan misalnya mcningkatkan sifat konduktivitas panas serta penyebarannya, mengeraskan matriks dan membuatnya kaku, mengurangi tegangan internal, mengurangi koefisien muai panas, dan biaya produksi materialnya dapat ditekan.

Dengan pemilihan bahan-bahan di atas diharapkan genteng yang dihasilkan memiliki sifat mekanik yang lebih baik atau paling tidak sama dengan genteng aspal yang sudah ada di pasaran. Sifat mekanik yang perlu diperhatikan dalam pembuatan genteng adalah kekuatan tarik, kekuatan lentur, kerapatan, daya serap air, dan pengujian nyala. Hal ini dikarenakan fungsi genteng adalah pelindung bangunan.

Di dalam penelitian ini peneliti akan membuat beberapa sampel dengan komposisi dan orientasi serat yang berbeda untuk mendapatkan hasil genteng yang paling baik. Diharapkan hasil yang didapatkan akan berguna menambah variasi genteng yang sudah ada di pasaran.

1.2 PERUMUSAN MASALAH

Permasalahan yang akan dikemukakan pada penelitian ini adalah:

1. Apakah serat nanas layak digunakan sebagai bahan campuran komposit genteng aspal?

(20)

1.3 BATASAN MASALAH Penelitian ini dibatasi pada:

1. Bahan yang digunakan dalam campuran pembuatan genteng polimer adalah aspal iran penetrasi 60/70, pasir, polipropilen, dan serat nanas

2. Variabel tetap yaitu aspal iran 60/70 (10%), polypropilen (10%), variabel bebas yaitu pasir dan serat nanas dengan variasi komposisi 80:0, 79:1, 78:2, 77:3, 76:4, 75:5. Serat nanas yang digunakan adalah serat panjang (15 cm) dengan orientasi 0o, 45o, dan 90o

3. Pengujian sifat fisis, meliputi uji kerapatan dan uji daya serap air, sifat mekanik meliputi uji kekuatan lentur, kuat tarik dan uji impak sedangkan uji termal meliputi ketahanan nyala dan waktu bakar.

1.4 TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Membuat genteng aspal yang diperkuat serat daun nanas dan pasir

2. Mengetahui komposisi pasir : polipropilen : serat nanas : aspal yang paling optimum dari segi sifat-sifat mekanis, sifat-sifat fisis, dan sifat termalnya

3. Mengetahui orientasi serat yang paling optimum yang memenuhi standar atau spesifikasi genteng aspal yang sudah ada di pasaran

1.5 MANFAAT PENELITIAN

1. Memberikan informasi tentang pemanfaatan serat nanas sebagai bahan komposit secara luas

2. Memberikan informasi tentang genteng polimer yang mempunyai nilai ekonomis,

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KOMPOSIT

Pengertian komposit adalah bahan yang terbentuk apabila dua atau lebih komponen yang berlainan digabung (Kroschwitz, 1987). K. Van Rijswijk et.al dalam bukunya Natural Fibre Composites (2001) menjelaskan komposit adalah bahan hibrida yang terbuat dari resin polimer diperkuat dengan serat, menggabungkan sifat-sifat mekanik dan fisik. Ilustrasi ikatan dan sifat fisik polimer dapat dilihat pada gambar 2.1.

fiber (serat) resin composite material Gambar 2.1. Komposisi Komposit (Sumber: K. van Rijswijk, et.al, 2001)

Bahan komposit merupakan bahan gabungan secara makro yang didefinisikan sebagai suatu sistem material yang tersusun dari campuran atau kombinasi dua atau lebih unsur-unsur utama yang secara makro berbeda dalam bentuk dan atau komposisi material yang tidak dapat dipisahkan (Schwartz, 1984).

Material komposit mempunyai beberapa keuntungan diantaranya (Schwartz, 1997):

1. Bobotnya ringan

2. Mempunyai kekuatan dan kekakuan yang baik 3. Biaya produksi murah

(22)

Sedangkan Peter (2002) menjelaskan keuntungan dan kerugian komposit di dalam tabel di bawah ini.

Tabel 2.1. Keuntungan dan Kerugian dari Komposit Komersial (Jurnal Penelitian Characterization and Treatments of Pineapple Leaf Fibre Thermoplastic Composite For Construction Application, Munirah Mochtar, et.al, 2007)

beradaptasi: Kekuatan atau kekakuan dapat beradaptasi terhadap pengaturan beban

- Lebih tahan terhadap korosi - Kehilangan sebagian sifat dasar

material

- Ongkos manufaktur rendah

- Konduktivitas termal atau konduktivitas listrik meningkat atau menurun

- Biaya bertambah untuk bahan baku dan fabrikasi

- Sifat-sifat bidang melintang lemah - Kelemahan matrik, kekerasan

rendah

- Matriks dapat menimbulkan degradasi lingkungan

- Sulit dalam mengikat

- Analisa sifat-sifat fisik dan mekanik sulit dilakukan, analisis untuk efisiensi damping tidak mencapai konsensus

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa aplikasi komposit masih terbatas disebabkan oleh faktor ekonomi. Karena komposit menggunakan serat gelas atau material teknik yang lain sebagai penguat, biaya bahan mentah dan biaya fabrikasi akan menjadi tinggi. Hal ini jelas terlihat pada bidang industri yang memanfaatkan material komposit, seperti pada bidang penerbangan dan kelautan.

(23)

1. Filler adalah bahan pengisi yang digunakan dalam pembuatan komposit, biasanya berupa serat atau serbuk. Serat yang sering digunakan dalam pembuatan komposit antara lain serat E-Glass, Boron, Carbon dan lain sebagainya. Bisa juga dari serat alam antara lain serat kenaf, jute, rami, cantula dan lain sebagainya.

2. Matriks. Gibson R.F. (1994) mengatakan bahwa matriks dalam struktur komposit bisa berasal dari bahan polimer, logam, maupun keramik. Matriks secara umum berfungsi untuk mengikat serat menjadi satu struktur komposit. Matriks memiliki fungsi:

1. Mengikat serat menjadi satu kesatuan struktur

2. Melindungi serat dari kerusakan akibat kondisi lingkungan 3. Mentransfer dan mendistribusikan beban ke serat

4. Menyumbangkan beberapa sifat seperti, kekakuan, ketangguhan dan tahanan listrik.

2.1.1 Klasifikasi Komposit

Berdasarkan matriks yang digunakan komposit dapat dikelompokkan atas: 1. MMC: Metal Matriks Composite (menggunakan matriks logam)

Metal Matriks Composite adalah salah satu jenis komposit yang memiliki matriks logam. MMC mulai dikembangkan sejak tahun 1996. Pada mulanya yang diteliti adalah Continous Filamen MMC yag digunakan dalam industri penerbangan

(24)

3. PMC: Polymer Matriks Composite (menggunakan matriks polimer). Polimer merupakan matriks yang paling umum digunakan pada material

komposit. Karena memiliki sifat yang lebih tahan terhadap korosi dan lebih ringan. Matriks polimer terbagi 2 yaitu termoset dan termoplastik. Perbedaannya polimer termoset tidak dapat didaur ulang sedangkan termoplastik dapat didaur ulang sehingga lebih banyak digunakan belakangan ini. Jenis-jenis termoplastik yang biasa digunakan adalah polypropylene (PP), polystryrene (PS), polyethylene (PE), dan lain-lain Berdasarkan serat yang digunakan komposit serat (fiber-matriks composites) dibedakan menjadi:

1. Fibre composites (komposit serat) adalah gabungan serat dengan matrik. 2. Flake composites adalah gabungan serpih rata dengan matrik.

3. Particulate composites adalah gabungan partikel dengan matrik. 4. Filled composites adalah gabungan matrik continous skeletal

5. Laminar composites adalah gabungan lapisan atau unsur pokok lamina. Berdasarkan penempatannya terdapat beberapa tipe serat pada komposit yaitu: 1. Continuous Fibre Composite

Tipe ini mempunyai susunan serat panjang dan lurus, membentuk lamina diantara matriksnya. Tipe ini mempunyai kelemahan pemisahan antar lapisan.

2. Woven Fibre Composite (bi-directional)

Komposit ini tidak mudah dipengaruhi pemisahan antar lapisan karena susunan seratnya mengikat antar lapisan. Susunan serat memanjangnya yang tidak begitu lurus mengakibatkan kekuatan dan kekakuan melemah. 3. Discontinous Fibre Composite

Discontinous Fibre Composite adalah tipe komposit dengan serat pendek. Tipe ini dibedakan lagi menjadi 3 :

a) Aligned discontinous fibre

(25)

c) Randomly oriented discontinous fibre Berdasarkan strukturnya komposit dibedakan atas:

1. Particulate Composite Materials (komposit partikel) merupakan jenis komposit yang menggunakan partikel/butiran sebagai filler (pengisi). Partikel berupa logam atau non logam dapat digunakan sebagai filler. 2. Fibrous Composite Materials (komposit serat) terdiri dari dua komponen

penyusun yaitu matriks dan serat.

3. Structural Composite Materials (komposit berlapis) terdiri dari sekurang-kurangnya dua material berbeda yang direkatkan bersama-sama. Proses pelapisan dilakukan dengan mengkombinasikan aspek terbaik dari masing-masing lapisan untuk memperoleh bahan yang berguna.

Untuk lebih jelasnya, pembagian komposit dapat dilihat pada gambar berikut:

(26)

2.1.2 Faktor Ikatan Fiber-Matriks

Komposit berpenguat serat banyak diaplikasikan pada alat-alat yang membutuhkan material yang mempunyai perpaduan dua sifat dasar yaitu kuat namun juga ringan. Komposit serat yang baik harus mampu menyerap matriks yang memudahkan terjadi antara dua fase (Schwartz, 1984). Selain itu komposit serat juga harus mempunyai kemampuan untuk menahan tegangan yang tinggi, karena serat dan matriks berinteraksi dan pada akhirnya terjadi pendistribusian tegangan. Kemampuan ini harus dimiliki oleh matriks dan serat. Hal yang mempengaruhi ikatan antara serat dan matriks adalah void, yaitu adanya celah pada serat atau bentuk serat yang kurang sempurna yang dapat menyebabkan matrik tidak akan mampu mengisi ruang kosong pada cetakan. Bila komposit tersebut menerima beban, maka daerah tegangan akan berpindah ke daerah void sehingga akan mengurangi kekuatan komposit tersebut (Schwartz, 1984).

2.1.3 Faktor Ikatan Filler-Matriks

Dengan adanya partikel berupa filler, maka pada beberapa daerah pada resin sebagai matriks akan terisi oleh partikel, sehingga pada saat terjadi interlamellar stretching, deformasi yang terjadi pada bagian amorph dapat diminimalisir oleh partikel. Mekanisme penguatannya adalah bahwa dengan adanya partikel, maka jarak antara bagian polimer yang strukturnya kristalin (berbentuk seperti lempengan/lamelar) akan diperpendek oleh adanya partikel tadi. Dengan semakin meningkatnya jumlah partikel yang ada (sampai pada batasan tertentu dimana matriks masih mampu mengikat partikel), maka deformasi yang terjadi juga akan semakin berkurang, karena beban yang sebelumnya diterima oleh matriks akan diteruskan atau ditanggung juga oleh partikel sebagai penguat.

(27)

filler akan terjebak dalam matriks tanpa memiliki ikatan yang kuat dengan matriksnya. Sehingga akan ada udara yang terjebak dalam matriks sehingga dapat menimbulkan cacat pada spesimen. Akibatnya beban atau tegangan yang diberikan pada spesimen tidak akan terdistribusi secara merata. Hal inilah yang menyebabkan turunnya kekuatan mekanik pada komposit.

Ikatan antar permukaan yang terjadi pada awalnya merupakan gaya adhesi yang ditimbulkan karena kekasaran bentuk permukaan, yang memungkinkan terjadinya interlocking antar muka, gaya elektrostatik yaitu gaya tarik menarik antara atom bermuatan ion, ikatan Van der Waals karena adanya dipol antara partikel dengan resin. Permulaan kekristalan (nukleasi) pada polimer bisa terjadi secara acak di seluruh matriks ketika molekul-molekul polimer mulai bersekutu (nukleasi homogen) atau mungkin juga terjadi disekitar permukaan suatu kotoran (impurities asing), yaitu mungkin suatu nukleator sengaja ditambahkan sehingga terjadi nukleasi heterogen. Jadi partikel yang ditambahkan pada polimer akan berpengaruh terhadap kristalisasi dari polimer itu sendiri.

Peningkatan volume filler akan mengurangi deformability (khususnya pada permukaan) dari matriks sehingga menurunkan keuletannya. Selanjutnya, komposit akan memiliki kekuatan lentur yang rendah. Namun apabila terjadi ikatan antara matriks dan filler kuat sifat mekanik akan meningkat karena distribusi tegangan merata.

Pola distribusi dari partikel juga akan mempengaruhi kekuatan mekanik. Pola distribusi partikel dalam matriks dapat dianalisa secara sederhana dengan menghitung densitas dari komposit pada beberapa bagiannya dalam satu variabel. Dari hasil perhitungannya, densitas komposit memiliki nilai-nilai yang berbeda-beda dalam satu variabelnya. Hal ini menunjukkan pola sebaran dari partikel yang kurang homogen.

(28)

penelitian ini diabaikan. Mikroskopik adalah menganalisa bahan komposit berdasarkan interaksi antara penguat dan matriksnya.

2.1.4 Pembebanan

Bahan komposit dibentuk pada saat yang sama ketika struktur tersebut dibuat. Hal ini berarti bahwa orang yang membuat struktur menciptakan sifat-sifat bahan komposit yang dihasilkan. Proses manufaktur yang digunakan biasanya merupakan bagian yang kritikal yang berperan menentukan kinerja struktur yang dihasilkan.

Terdapat empat beban langsung utama dimana setiap bahan dalam suatu struktur harus menahannya yaitu tarik, tekan, geser/lintang dan lentur.

1. Tarik

Reaksi komposit terhadap beban tarik sangat tergantung pada sifat kekakuan dan kekuatan tarik dari serat penguat, dimana jauh lebih tinggi dibandingkan dengan resinnya.

2. Tekan

Sifat daya rekat dan kekakuan dari sistem resin sangat penting. Resin menjaga serat sebagai kolom lurus dan mencegah dari tekukan (buckling).

3. Geser/Lintang

Beban ini mencoba untuk meluncurkan setiap lapisan seratnya. Di bawah beban geser resin memainkan peranan utama, memindahkan tegangan melintang komposit. Untuk membuat komposit tahan terhadap beban geser, unsur resin diharuskan tidak hanya mempunyai sifat-sifat mekanis yang baik tetapi juga daya rekat yang tinggi terhadap serat penguat.

4. Lenturan

(29)

2.1.5 Daya Serap Air (Water Absorbtion)

Water-absorbtion dalam komposit merupakan kemampuan komposit dalam menyerap uap air dalam waktu tertentu. Water-absorbtion pada komposit merupakan salah satu masalah terutama dalam penggunaan komposit di luar ruangan. Semua komposit polimer akan menyerap air jika berada di udara lembab atau ketika polimer tersebut dicelupkan di dalam air. Water-absorption pada komposit berpenguat serat alami memiliki beberapa pengaruh yang merugikan dalam propertiesnya dan mempengaruhi kemampuannya dalam jangka waktu yang lama juga penurunan secara perlahan dari ikatan interface komposit serta menurunkan sifat mekanis komposit seperti kekuatan tariknya. Penurunan ikatan interface komposit menyebabkan penurunan properties mekanis komposit tersebut. Karena itu, pengaruh dari water-absorption sangat vital untuk penggunaan komposit berpenguat serat alami di lingkungan terbuka.

Salah satu karakteristik serat alami memiliki kemampuan menyerap air yang lebih besar. Adanya serat alam yang memiliki kemampuan menyerap air sebesar 11%- 12% ( Surdia et al), menyebabkan komposit berpenguat serat alami dapat menyerap air lebih. Semakin besar fraksi volume serat pada komposit menyebabkan peningkatan water absorpton. Demikian pula ikatan matrik dengan serat membuat adanya celah yang membuat aliran air dapat masuk secara kapilarisasi Dhakal et.al (2006).

2.2 JENIS-JENIS ATAP

(30)

digunakan sebagai atap antara lain yaitu atap alang-alang, sirap, beton, kaca, asbes, genteng, dan sirap. Beragam material tersebut mempunyai karakteristik tersendiri. Pastikan material yang digunakan dan teknik pengerjaannya kuat, aman, dan tahan lama.

Genteng adalah elemen utama pelindung bangunan dari panas dan hujan. Jenis, bentuk, dan warnanya berkembang mengikuti tren desain arsitektur. Fungsinya pun tidak lagi sebatas penutup atap, tapi sekaligus elemen mempercantik.

Pemanfaatan teknologi juga tak bisa dikesampingkan. Selain untuk mendapatkan produk kualitas prima, pemanfaatan teknologi merambah pada produk yang ramah lingkungan. Sejak isu pemanasan global mencuat ke permukaan, pemakaian bahan bangunan ramah lingkungan jadi tren di seluruh dunia. Produsen atap tak mau ketinggalan dan berlomba-lomba menawarkan produk atap ramah lingkungan. Ada beberapa pilihan penutup atap yang berkualitas dan murah.

Dalam pemilihan jenis penutup atap ini ada beberapa kriteria yang perlu diperhatikan:

1. Tinjauan terhadap iklim setempat 2. Bentuk keserasian atap

3. Fungsi dari bangunan tersebut

4. Bahan penutup atap mudah diperoleh 5. Dana yang tersedia

Adapun jenis-jenis atap yang beredar di pasaran antara lain adalah:

1. Atap Sirap

(31)

digunakan, dan besarnya sudut atap. Penutup atap jenis ini bisa bertahan hingga 25 tahun atau lebih. Bentuknya yang unik cocok untuk rumah-rumah bergaya pedesaan yang menyatu dengan alam.

2. Atap genteng tanah liat tradisional

Material ini banyak dipergunakan untuk rumah. Gentang terbuat dari tanah liat yang dicetak dan dibakar. Kekuatannya cukup baik. Untuk memasang genteng tanah liat membutuhkan rangka. Genteng dipasang pada atap miring. Genteng menerapkan sistem pemasangan inter-locking atau saling mengunci dan mengikat.

Seiring waktu, warna dan penampilan genteng akan berubah. Pada permukaannya biasanya akan tumbuh jamur. Bagi sebagian orang dengan gaya rumah tertentu mungkin ini bisa membuat tampilan tampak lebih alami, namun sebagian besar orang tidak menyukai tampilan ini.

3. Atap genteng keramik

Material genteng ini berbahan dasar tanah liat. Namun genteng ini telah mengalami proses finishing, jadi permukaannya sudah diglasur. Lapisan ini dapat diberi warna yang beragam untuk melindungi genteng dari lumut. Ketahanannya sekitar 20–50 tahun. Aplikasinya sangat cocok untuk hunian modern di perkotaan.

4. Atap genteng beton

(32)

beton. Mulai dari warna natural, seperti terakota dan coklat, sampai ke warna-warna cerah semisal biru dan hijau. Dari bentuknya, terdapat dua jenis genting beton, yaitu flat (rata) dan bergelombang. Genteng flat, biasa digunakan untuk rumah bergaya modern minimalis

5. Atap seng

Atap ini terbuat dari lembaran baja tipis yang diberi lapisan seng secara elektrolisis yang tujuannya untuk membuatnya jadi tahan karat. Jadi, kata 'seng' berasal dari bahan pelapisnya. Jenis ini akan bertahan selama lapisan seng ini belum hilang. Jika sudah lewat masa itu, atap akan mulai berkarat dan bocor.

6. Atap dak beton

Atap ini biasanya merupakan atap datar yang terbuat dari kombinasi besi dan beton. Penerapannya biasanya pada rumah-rumah modern minimalis dan kontemporer. Karena konstruksinya kuat, atap ini dapat digunakan sebagai tempat beraktivitas, misalnya untuk menjemur pakaian dan bercocok tanam dengan pot. Kebocoran pada atap dak beton sering sekali terjadi. Oleh karena itu perlu dilakukan pengawasan pada bagian cor-nya dan pada saat memasang lapisan waterproof pada bagian atasnya.

7. Atap genteng metal

(33)

memerlukan peralatan khusus. Kalau menggunakan rangka atap baja ringan, diperlukan paku galvanis dan sekrup baja.

Genteng ini ditanam pada balok gording rangka atap dengan menggunakan sekrup. Pemasangannya tidak jauh berbeda dengan genteng tanah liat. Ukurannya lebih besar dari genteng tanah liat, yakni sekitar 60120 cm, dengan ketebalan 0,3 mm.

8. Atap Genteng Aspal

Material genteng yang satu ini bersifat transparan, terbuat dari campuran lembaran bitumen (turunan aspal) dan bahan kimia lain. Ada dua model yang tersedia di pasaran. Pertama, model datar bertumpu pada multipleks yang menempel pada rangka, dan jenis yang kedua, model bergelombang yang pemasangannya cukup disekrup pada balok gording.

Atap ini biasanya dipilih dan dipasang untuk memberi penerangan alami dalam rumah pada siang hari. Biasanya dipasang pada bagian rumah yang tidak mendapatkan cahaya langsung dari jendela, atau sebagai aksen yang melengkapi desain sebuah rumah. Bentuknya pun bermacam macam, ada yang berbentuk lembaran kaca atau genteng kaca sesuai kebutuhan.

9. Atap Polikarbonat

(34)

2.3 ASPAL

Aspal dalam bahasa yang umum dikenal juga dengan "tar". Untuk kata "tar" atau "aspal" sering digunakan secara bergantian, mereka memiliki arti yang berbeda. Salah satu alasan untuk kebingungan ini disebabkan oleh fakta bahwa, di antara negara-negara lain, ada perbedaan substansial dalam arti dihubungkan dengan periode yang sama. Sebagai contoh, aspal minyak di Amerika Serikat disebut dengan aspal, sedangkan di Eropa "aspal" adalah campuran agregat batu dan aspal yang digunakan untuk pembangunan jalan. Di Eropa, istilah aspal menunjukkan residu dari penyulingan minyak bumi.

Bitumen adalah campuran hidrokarbon yang tinggi berat molekul. Rasio persentase antara komponen bervariasi, sehubungan dengan asal-usul minyak mentah dan metode distilasi. Bahkan, aspal sudah dikenal sebelum awal eksploitasi ladang minyak sebagai produk asal alam, yang disebut dalam hal ini adalah aspal asli.

2.3.1 Sumber Aspal

Sumber aspal dari kilang minyak (refinery bitumen). Aspal yang dihasilkan dari industri kilang minyak mentah (crude oil) dikenal sebagai residual bitumen, straight bitumen atau steam refined bitumen. Isitlah refinery bitumen merupakan nama yang tepat dan umum digunakan. Aspal yang dihasilkan dari minyak mentah yang diperoleh melalui proses destilasi minyak bumi. Proses penyulingan ini dilakukan dengan pemanasan hingga suhu 350oC di bawah tekanan atmosfir untuk memisahkan fraksi-fraksi minyak seperti gasoline (bensin), kerosene (minyak tanah) dan gas oil. (Wignall, 2003).

2.3.2 Kandungan Aspal

(35)

Di dalam maltene terdapat tiga komponen penyusun yaitu saturates, aromatis, dan resin. Dimana masing-masing komponen memiliki struktur dan komposisi kimia yang berbeda, dan sangat menentukan dalam sifat rheologi bitumen. Aspal merupakan senyawa yang kompleks, bahan utamanya disusun oleh hidrokarbon dan atom-atom N, S, dan O dalam jumlah yang kecil, juga beberapa logam seperti Vanadium, Ni, Fe, Ca dalam bentuk garam organik dan oksidanya. Dimana unsur-unsur yang terkandung dalam bitumen adalah Karbon (82-88%), Hidrogen (8-11%), Sulfur 6%), Oksigen 1,5%), dan Nitrogen (0-1%).

Dengan demikian maka aspal atau bitumen adalah suatu campuran cairan kental senyawa organik, berwarna hitam, lengket, larut dalam karbon disulfida,

dan struktur utamanya oleh ”polisiklik aromatis hidrokarbon” yang sangat

kompak (Nuryanto, A. 2008).

2.3.3 Jenis – Jenis Aspal

Secara umum jenis aspal dapat diklasifikasikan berdasarkan sumbernya, yaitu sebagai berikut :

1. Aspal alamiah merupakan aspal ini berasal dari berbagai sumber alam, seperti pulau Trinidad dan Bermuda. Aspal dari Trinidad mengandung kira-kira 40% organik dan zat-zat anorganik yang tidak dapat larut, sedangkan yang berasal dari Bermuda mengandung kira-kira 6% zat-zat yang tidak dapat larut. Dengan pengembangan aspal minyak bumi, aspal alamiah relatif menjadi tidak penting.

2. Aspal batuan adalah endapan alamiah batu kapur atau batu pasir yang diperpadat dengan bahan-bahan berbitumen. Aspal ini terjadi di berbagai bagian di Amerika Serikat. Aspal ini umumnya membuat permukaan jalan yang sangat tahan lama dan stabil.

(36)

sekarang berasal dari minyak mentah domestik bermula dari ladang-ladang di Kentucky, Ohio, Meksiko, Venezuela, Colombia, dan Timur Tengah (Oglesby, 1996).

Aspal penetrasi 60/70 asal iran merupakan salah satu jenis aspal minyak bumi yang diimpor dari Iran-Teheran. Aspal jenis ini sangat sesuai dan direkomendasikan untuk negara beriklim tropis seperti Indonesia, karena di desain untuk bisa elastis menyesuaikan suhu yang naik dan turun, contohnya aspal yang dipergunakan sebagai bahan utama dalam penelitian ini yaitu aspal penetrasi 60/70. Untuk data jenis pengujian dan data persyaratan aspal tersebut tercantum seperti pada tabel 2.2.

Tabel 2.2 Data Jenis Pengujian dan Persyaratan Aspal Tipe Grade 60/70 (sumber: Spesifikasi Bidang Jalan dan Jembatan Dep. PU, 2005)

Sifat Ukuran Spesifikasi Standar

Pengujian

Densitas pada T 25 oC kg/m3 1010 - 1060 ASTM-D71/3289 Penetrasi pada T 25 oC 0,1 mm 60/70 ASTM-D5

Titik leleh oC 49/56 ASTM-D36

Daktilitas pada T 25 oC cm Min. 100 ASTM-D113

Kerugian pemanasan %wt Max. 0,2 ASTM-D6

Penurunan pada penetrasi setelah pemanasan

% Max. 20 ASTM-D6&D5

Titik nyala oC Min. 250 ASTM-D92

(37)

2.4 PASIR

Pasir adalah butiran halus yang terdiri dari butiran berukuran 0,15-5 mm yang didapat dari hasil desintregrasi batuan alam atau juga dari pecahan batuan alam (Tjokrodimuljo, 1996).

Menurut asalnya pasir alam digolongkan menjadi 3 macam yaitu (Tjokrodimuljo, 1996):

1. Pasir galian yaitu pasir yang diperoleh langsung dari permukaan tanah atau dengan menggali terlebih dahulu. Pasir ini biasanya berbutir tajam, bersudut, berpori dan bebas kandungan garam.

2. Pasir sungai yaitu pasir yang diperoleh langsung dari dasar sungai yang pada umumnya berbutir halus, bulat-bulat akibat proses gesekan. Bila digunakan sebagai bahan susun beton daya lekat antar butirannya agak kurang, tetapi karena butirannya yang bulat maka cukup baik untuk memplester tembok.

3. Pasir laut yaitu pasir yang diambil dari pantai, butirannya halus dan bulat karena gesekan. Pasir ini merupakan jenis pasir yang paling jelek dibandingkan pasir galian dan pasir sungai. Apabila dibuat beton maka harus dicuci terlebih dahulu dengan air tawar karena pasir ini akan menyerap banyak kandungan air di udara dan pasir ini selalu agak basah, juga menyebabkan pengembangan volume pasir bila sudah menjadi bangunan.

2.5 POLIPROPILEN (PP)

Polipropilen merupakan hasil reaksi polimerisasi monomer propilen. PP yang diperdagangkan umumnya dalam bentuk pellet (butiran memanjang). Polipropilen dapat digunakan untuk membuat barang-barang seperti botol, kotak aki, tikar, rafia, dan karung plastik.

(38)

polipropilen dengan keteraturan ruang dapat diperoleh dari propilen. Polipropilen ataktik tanpa keteraturan ruang dan mempunyai titik lunak rendah dipisahkan oleh ekstraksi dengan pentan dan disisihkan.(Ghanie, 2011)

2.5.1 Sifat - Sifat Polipropilen

Sifat sifat polipropilen serupa dengan sifat sifat polietilen. Massa jenisnya rendah (0,90 0,92 g/cm3). Termasuk kelompok yang paling ringan diantara bahan polimer. Dapat terbakar jika dinyalakan, titik lunaknya tinggi sekali (176°C, Tm), kekuatan tarik, kekuatan lentur dan kekakuannya lebih tinggi, tetapi ketahanan impaknya rendah terutama pada suhu rendah.

Sifat tembus cahayanya pada pencetakan lebih baik daripada polietilen dengan permukaan yang mengkilap, penyusutannya pada pencetakan kecil, penampilan dan ketelitian dimensinya lebih baik. Sifat mekaniknya dapat ditingkatkan sampai batas tertentu dengan jalan mencampurkan serat gelas. Pemuaian termal juga dapat diperbaiki sampai setingkat dengan resin termoset. Sifat-sifat listriknya hampir sama dengan sifat – sifat listrik polietilen. Ketahanan kimianya kira – kira sama bahkan lebih baik daripada polietilen massa jenis tinggi. Ketahanan retak – tegangannya sangat baik. Dalam hidrokarbon aromatik dan hidrokarbon yang terklorinasi, larut pada 80°C atau lebih, tetapi pada suhu biasa hanya memuai. Oleh karena itu sukar untuk diolah dengan perekatan dan pencapan seperti halnya dengan polietilen yang memerlukan perlakuan tertentu pada permukaannya.

Polipropilen merupakan jenis bahan baku plastik yang ringan, densitas 0,90 0,92, memiliki kekerasan dan kerapuhan yang paling tinggi dan bersifat kurang stabil terhadap panas dikarenakan adanya hidrogen tersier. Penggunaan bahan pengisi dan penguat memungkinkan polipropilen memiliki mutu kimia yang baik sebagai bahan polimer dan tahan terhadap pemecahan karena tekanan (stress-cracking) walaupun pada temperatur tinggi.

(39)

polipropilen (konduktivitas = 0,12 W/m) kristalinitasnya sangat rentan terhadap laju pendinginan.

Misalnya dalam suatu proses pencetakan termoplastik membentuk barang jadi yang tebal dan luas, bagian tengah akan menjadi dingin lebih lambat dari pada bagian luar, yang bersentuhan langsung dengan cetakan. Akibatnya, akan terjadi perbedaan derajat kristalinitas pada permukaan dengan bagian tengahnya.

Polipropilen mempunyai tegangan (tensile) yang rendah, kekuatan benturan (impact strength) yang tinggi dan ketahanan yang tinggi terhadap pelarut organik. Polipropilen juga mempunyai sifat isolator yang baik mudah diproses dan sangat tahan terhadap air karena sedikit sekali menyerap air, dan sifat kekakuan yang tinggi.

Seperti polyolefin lain, polipropilen juga mempunyai ketahanan yang sangat baik terhadap bahan kimia anorganik non pengoksidasi, deterjen, alcohol dan sebagainya. Tetapi polipropilen dapat terdegradasi oleh zat pengoksidasi seperti asam nitrat dan hidrogen peroksida. Sifat kristalinitasnya yang tinggi menyebabkan daya regangannya tinggi, kaku dan keras (Ahmad Hafizullah, 2011).

2.5.2 Mampu Cetak

Polipropilen mempunyai sifat mampu cetak yang baik seperti halnya polietilen. Seperti telah diutarakan di atas polipropilen mempunyai faktor penyusutan cetakan yang lebih kecil dibandingkan dengan polietilen yang bermassa jenis tinggi, pada kondisi optimal dapat diperoleh produk dengan ketelitian dimensinya baik dan tegangan sisa yang kecil.

2.5.3 Penggunaan Polipropilen

(40)

cetaknya yang baik, permukaannya yang licin, mengkilap dan tembus cahaya. Film yang diregangkan pada dua arah sumbu kuat dan baik ketahanan impaknya pada suhu rendah. Untuk memperbaiki permeabilitas gas dan ketahanan terhadap panas telah dikembangkan berbagai macam laminasi film. Benang celah dibuat dengan cara meregangkan film sampai putus pada panjang yang sama, dan benang pisah dengan robekan yang banyak, dipakai untuk membuat tali dan pita untuk keperluan pengepakan. Serat dipergunakan untuk tambang, karpet, tirai dan bahkan yang dicetak tiup untuk berbagai macam botol (Ghanie, 2011).

2.6.SERAT

Serat merupakan bahan yang kuat, kaku, dan getas. Karena serat yang terutama menahan gaya luar, ada dua hal yang membuat serat menahan gaya yaitu:

1. Perekatan (bonding) antara seart dan matriks (intervarsial bonding) sangat baik dan kuat, sehingga tidak mudah lepas dari matriks (debonding)

2. Kelangsingan (aspect ratio) yaitu perbandingan antara panjang serat dan diameter serat yang cukup besar.

Arah serat penguat menntukan kekuatan komposit, arah serat sesuai dengan arah kekuatan maksimum. Arah serat mempengaruhi jumlah serat yang dapat diisikan ke dalam matriks. Makin cermat penataannya, makin banyak penguat dapat dimasukkan. Bila sejajar berpeluang sampai 90%, bila separuh separuh saling tegak lurus peluangnya 75%, dan tatanan acak hanya berpeluang pengisian 15 sampai 50%. Hal tersebut menentukan optimum saat komposit maksimum (Surdia, 1995).

2.6.1 Efek Orientasi Serat Terhadap Kekuatan

(41)

maka terjadi penurunan gradient kurva kekuatan untuk nilai Vf (fraksi volume serat) yang lebih besar dari Vmin. Efek pengurangan ini diperoleh dengan

memasukkan faktor orientasi ή dalam persamaan kekuatan dasar yang

menghasilkan:

...2.1 Dimana:

= Tegangan (kekuatan) komposit

= Faktor orientasi

= Tegangan (kekuatan)serat

= Fraksi volume serat

Vm = Fraksi volume matrik

= Tegangan dimana matrik mulai mengalami deformasi plastis dan pengerasan–regangan.

Bila sudut orientasi serat bertambah mulai dari nol, maka faktor

orientasi η turun menjadi kurang dari satu.

Untuk menyajikan analisis yang lebih rinci dari variasi kekuatan komposit

dengan orientasi serat, lazim diterapkan teori “tegangan maksimum” berdasarkan

(42)

Untuk model kegagalan pertama, yang dikendalikan oleh perpatahan serat akibat tegangan tarik, berlaku persamaan:

... 2.2

Persamaan kegagalan yang dikendalikan oleh geseran pada bidang parallel dengan serat adalah :

... 2.3 Apabila temperature dinaikkan. Mode kegagalan ini lebih mudah terjadi

pada komposit “off-axis” karena kekuatan geser turun lebih cepat dari . Pada mode kegagalan ketiga, terjadi rupture transvers, baik di matrik atau antar muka serat/matrik (debonding). Persamaan yang berlakua ialah :

...2.4

Gambar 2.3 Hubungan antara mode kegagalan, kekuatan, dan orientasi serat (diagram skematik untuk komposit serat kontinu satu arah) (Smallman, 2000)

Kegagalan dalam arah longitudinal

Kegagalan geser Kekuatan

komposit

Kegagalan dalam arah transvers

Sudut orientasi serat 0

0 4

50

(43)

Gambar 2.3 memperlihatkan bentuk karakteristik dari hubungan kekuatan komposit dan orientasi serat. Selain memperlihatkan ciri anisotropik tinggi dari penguatan-kontinu satu arah, juga memperlihatkan manfaat apabila nilai rendah. Perkiraan berdasarkan penerapan teori tegangan maksimum, dan hasil eksperimen menunjukkan kesesuaian dan memastikan validasi umum kurva ini. (Untuk perhitungan ini diperlukan nilai terukur dari ). Mode kegagalan ditentukan oleh persamaan yang menghasilkan nilai kekuatan komposit paling rendah, berarti bahwa rupture transvers dominan apabila besar. Untuk nilai yang relative rendah, kekuatan komposit turun dengan cepat, hal ini berkaitan dengan transisi dari kegagalan – tarik ke kegagalan geser pada serat.

Dengan eliminasi dari dua persamaan pertama dari ketiga persamaan tadi dihasilkan sudut kritis untuk transisi ini:

...2.5

Apabila kekuatan longitudinal sekitar sepuluh kali kekuatan geser matrik, maka sudut kritis ini adalah sekitar 60.

Dari hal di atas dapat disimpulkan bahwa mode kegagalan akibat pengaruh orientasi serat pada kekuatan komposit serat kontinyu adalah sebagai berikut: 1. Kegagalan tarik (baik serat atau matriks) akan tergantung pada kombinasi

tertentu dari bahan serat dan matriks serta fraksi volume serat

(44)

3. Kegagalan antarmuka matriks atau serat/matriks saat tarikan tegak lurus terhadap serat

Apabila penerapan yang meliputi tegangan kerja yang tidak bekerja dalam satu arah, maka masalah anisotropi dapat diselesaikan secara efektif atau diminimalkan dengan penggunaan serat-kontinu dalam bentuk tenunan kain atau laminasi. Meskipun bentuk ini lebih isotropik dibandingkan komposit satu arah, selalu terjadi penurunan kekuatan sedikit tetapi masih wajar dan penurunan kekakuan yang tak terelakkan. Salah orientasi serat sering terjadi pada komposit, yang seringkali merupakan hasil fabrikasi yang tidak dapat dihindari (Smallman, 2000).

Orientasi serat adalah bagian penting dari informasi yang harus diperhitungkan untuk menganalisis kinerja struktural dari bagian dicetak komposit, tetapi umumnya diabaikan. Variasi tegangan regangan pada serat yang diorientasikan dapat digambarkan pada grafik berikut ini.

(45)

2.6.2 Serat Nanas

Serat alam (natural fibre) adalah jenis-jenis serat sebagai bahan baku industri tekstil atau lainnya, yang diperoleh langsung dari alam. Berdasarkan asal usulnya, serat alam dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok, yaitu serat yang berasal dari hewan, bahan tambang, dan tumbuhan (Kirby, 1963).

Serat daun nanas (pineapple–leaf fibres) adalah salah satu jenis serat yang berasal dari tumbuhan (vegetable fibre) yang diperoleh dari daun-daun tanaman nanas. Tanaman nanas yang juga mempunyai nama latin, yaitu Ananas Cosmosus, (termasuk dalam family Bromeliaceae), pada umumnya termasuk jenis tanaman semusim. Menurut sejarah, tanaman ini berasal dari Brazilia dan dibawa ke Indonesia oleh para pelaut Spanyol dan Portugis sekitar tahun 1599.

Di Indonesia tanaman tersebut sudah banyak dibudidayakan, terutama di pulau Jawa dan Sumatera yang antara lain terdapat di daerah Subang, Majalengka, Purwakarta, Purbalingga, Bengkulu, Lampung dan Palembang, yang merupakan salah satu sumber daya alam yang cukup berpotensi (Anonim, 2006). Tanaman nanas akan dibongkar setelah dua atau tiga kali panen untuk diganti tanaman baru, oleh karena itu limbah daun nanas terus berkesinambungan sehingga cukup potensial untuk dimanfaatkan sebagai produk tekstil yang dapat memberikan nilai tambah.

(46)

menghasilkan serat yang kuat, halus, dan mirip sutera (strong, fine and silky fibre) (Kirby, 1963, Doraiswarmy et al., 1993).

Terdapat lebih dari 50 varietas tanaman nanas di dunia, beberapa varietas tanaman nanas yang telah dibudidayakan di Indonesia antara lain Cayenne, Spanish/Spanyol, Abacaxi dan Queen. Tabel 1 memperlihatkan sifat fisik beberapa jenis varietas lain tanaman nanas yang sudah banyak dikembangkan (Doraiswarmy et al., 1993).

Tabel 2.3 Karakteristik Fisis Serat Daun Nanas (Doraiswarmy et al., 1993) Physical Characteristics bawah. Diantara lapisan tersebut terdapat banyak ikatan atau helai-helai serat (bundles of fibre) yang terikat satu dengan yang lain oleh sejenis zat perekat (gummy substances) yang terdapat dalam daun. Karena daun nanas tidak mempunyai tulang daun, adanya serat-serat dalam daun nanas tersebut akan memperkuat daun nanas saat pertumbuhannya. Dari berat daun nanas hijau yang masih segar akan dihasilkan kurang lebih sebanyak 2,5 sampai 3,5% serat daun nanas.

(47)

yang masih muda pada umumnya tidak panjang dan kurang kuat. Sedang serat yang dihasilkan dari tanaman nanas yang terlalu tua, terutama tanaman yang pertumbuhannya di alam terbuka dengan intensitas matahari cukup tinggi tanpa pelindung, akan menghasilkan serat yang pendek kasar dan getas atau rapuh (short, coarse and brittle fibre). Oleh sebab, itu untuk mendapatkan serat yang kuat, halus dan lembut perlu dilakukan pemilihan pada daun-daun nanas yang cukup dewasa yang pertumbuhannya sebagian terlindung dari sinar matahari.

2.6.2.1 Ekstrasi Serat Daun Nanas

(48)

pada serat tersebut, yang pada umumnya dikenal dengan istilah rust atau karat (Kirby, 1963).

Cara extraction serat daun nanas dapat juga dilakukan dengan peralatan yang disebut mesin dekortikator, prosesnya disebut dengan dekortikasi. Mesin dekortikator terdiri dari suatu linder atau drum yang dapat berputar pada porosnya. Pada permukaan silinder terpasang beberapa plat atau jarum-jarum halus (blades) yang akan menimbulkan proses pemukulan (beating action) pada daun nanas, saat silinder berputar (Doraiswarmy et al.,1993).

Gerakan perputaran silinder dapat dilakukan secara manual (tenaga manusia) atau menggunakan motor listrik. Saat silinder berputar, daun-daun nanas, sambil dipegang dengan tangan, disuapkan diantara silinder dan pasangan rol dan plat penyuap. Karena daun-daun nanas yang disuapkan mengalami proses pengelupasan, pemukulan dan penarikan (crushing, beating and pulling action) yang dilakukan oleh plat-plat atau jarum-jarum halus (blades) yang terpasang pada permukaan silinder selama berputar, maka kulit daun ataupun zat-zat perekat (gummy substances) yang terdapat disekitar serat akan terpisah dengan seratnya. Pada setengah proses dekortikasi dari daun nanas yang telah selesai, kemudian dengan pelan, daun nanas ditarik kembali. Dengan cara yang sama ujung daun nanas yang belum mengalami proses dekortikasi disuapkan kembali ke silinder dan pasangan rol penyuap. Kecepatan putaran silinder, jarak setting antara blades dan rol penyuap, serta kecepatan penyuapan akan mempengaruhi terhadap keberhasilan dan kualitas serat yang dihasilkan.

(49)

2.6.2.2 Komposisi Kimia

Hampir semua jenis serat alam, khususnya yang berasal dari tumbuhan (vegetable fibres), abaca, henequen, sisal, yute, rami, daun nanas dan lidah mertua, komposisi kandungan serat secara kimia yang paling besar adalah cellulose, meskipun unsur atau zat-zat lain juga terdapat pada serat tersebut, misal fats dan waxs, hemicellulose, lignin, pectin dan colouring matter (pigmen) yang menyebabkan serat berwarna.

Komposisi kandungan zat-zat tersebut pada umumnya sangat bervariasi tergantung dengan jenis atau varietastanaman nanas yang berbeda. Zat-zat tersebut perlu dihilangkan atau dikurangi pada proses selanjutnya (degumming) agar proses bleaching ataupun dyeing lebih mudah dikerjakan.

Tabel 2.4 memperlihatkan perbandingan komposisi kimia yang terkandung pada beberapa jenis serat alam, nanas, kapas dan rami (Anonim, 2006). Sedang Tabel 2.5 menunjukkan komposisi kimia dari hasil proses pemisahan serat yang berbeda, decortication dan water retting, pada serat nanas (Doraiswarmy et al., 1993).

Tabel 2.4 Komposisi Kimia Serat Nanas (sumber: Anonim, 2006)

Komposisi Kimia Serat Nanas Serat Kapas Serat Rami (%) (%) (%) Alpha Selulosa 69,5 – 71,5 94 72 – 92 Pentosan 17,0 – 17,8 - - Lignin 4,4 – 4,7 - 0 - 1 Pektin 1,0 – 1,2 0,9 3 – 27 Lemak dan Wax 3,0 – 3,3 0,6 0,2 Abu 0,71 – 0,87 1,2 2,87 Zat-zat lain (protein,

(50)

Tabel 2.5 Komposisi Kimia Serat Nanas pada Metode Proses Pemisahan Serat yang Berbeda (Doraiswarmy et al., 1993)

Komposisi Kimia % Komposisi

Decortication Water Retting Alpha cellulose 79,36 87,36 Hemi cellulose 13,07 4,58 Lignin 4,25 3,62

Ash 2,29 0,54

Alcohol-benzene extractions 5,73 2,72

Sama halnya dengan serat-serat alam lainnya yang berasal dari daun (leaf fibres), secara morphology jumlah serat dalam daun nanas terdiri dari beberapa ikatan serat (bundle of fibres) dan masing-masing ikatan terdiri dari beberapa serat (multi-celluler fibre). Berdasarkan pengamatan dengan microscope, cell-cell dalam serat daun nanas mempunyai ukuran diameter rata-rata berkisar 10 μm dan panjang rata-rata 4.5 mm dengan ratio perbandingan antara panjang dan diameter adalah 450. Rata-rata ketebalan dinding sel dari serat daun nanas adalah 8.3 μm.

Sebagai perbandingan, ketebalan dinding sel ini terletak antara serat sisal (12.8

μm) dan serat batang pisang (1.2 μm), dan secara umum sifat atau karakteristik

serat daun nanas dapat ditunjukkan pada Tabel 2.7 (Doraiswarmy et al., 1993). Meski akan mempengaruhi terhadap physical maupun mechanical properties serat (terutama berat, kekuatan tarik dan mulur serat), penelitian menunjukkan bahwa treatment yang dilakukan pada serat daun nanas tersebut, hasil dari proses dekortikasi ataupun water retting, dengan bahan kimia misal NaOH, H2SO4 atau bahan-bahan kimia lainnya dengan konsentrasi tertentu, akan memudahkan dalam penguraian atau pemisahan antar serat dari ikatannya (bundle of fibres), hal ini disebabkan terlepasnya beberapa impurity materials atau gummy substances yang terdapat pada ikatan serat nanas tersebut.

(51)

Tabel 2.6 Perubahan Komposisi Kimia Serat Daun Nanas setelah Proses Water Retting dan Degumming

Komposisi Kimia % Komposisi

Water Degumming

Tabel 2.7. Karakteristik Serat Daun Nanas (Doraiswarmy et al., 1993)

Ultimate Cell Length L (mm) 3 - 9 Torsional rigidity (MN/m2) 360 Flexural rigidity (MN/m2) 3 – 8

Length (cm) 55 - 75

Transverse swelling in water (%) 18 – 20

Bundle Tenacity (MN/m2) 370

True density (Kg/m3) 1480 Apparent density (Kg/m3) 1350

Porosity (%) 9,0

MR at 65% RH 11,8

(52)

Pengamatan yang dilakukan dengan sinar-X menunjukkan bahwa serat daun nanas mempunyai derajat kristalitas (degree of crystallanity) yang tinggi dengan sudut puntiran serat sekitar 150. Treatment dengan acid dan alkali pada serat daun nanas menunjukkan perubahan yang sangat tinggi pada daerah-daerah amorphous dibanding serat yang belum di treatment (Doraiswarmy et al., 1993). Hal ini menunjukkan bahwa serat yang sudah mengalami proses treatment mempunyai kemampuan daya serap yang tinggi pada proses pewarnaan. Namun demikian, sifat-sifat flexural rigidty dan torsional rigidity pada serat daun nanas relatif lebih tinggi dibanding serat kapas. Hal ini menyebabkan resistensi yang besar terhadap twisting ataupun bending dan serat cenderung untwist (melawan puntiran) segera setelah twist diberikan, menyebabkan kesulitan untuk mendapatkan kekompakan benang yang diinginkan.

Adapun perbandingan sifat-sifat serat nanas dengan serat lainnya ditunjukkan pada tabel di bawah ini.

(53)

2.6.2.3 Durability Serat Daun Nanas

Properties lain dari serat daun nanas adalah penurunan kekuatan serat alam kondisi basah (wet conditions), seperti terlihat pada Tabel 2.9. Penurunan kekuatan pada kondisi ini mungkin disebabkan adanya penetrasi molekul-molekul air kedalam rantai molekul multicellular cellulose serat, sehingga menimbulkan penggelembungan (swelling) pada serat dan mengakibatkan terjadinya slip antar molekul-molekul serat pada saat diberi beban.

Tabel 2.9 Tenacity dan Elongation Serat Daun Nanas pada Kondisi Kering dan Basah (Doraiswarmy et al., 1993)

Sifat Mekanik Kondisi Serat

Untreated Degumming Tenacity (CN/tex)

- Dry 38,4 36,5

- Wet 16,6 16,2

Breaking elongation (%)

- Dry 2,9 3,3

- Wet 2,7 2,9

(54)

2.6.2.4 Pemanfaatan Serat Daun Nanas

Dari beberapa sifat, terutama physical dan mechanical properties, yang dimiliki serat daun nanas, sangat memungkinkan serat tersebut untuk dapat dipintal menjadi benang. Namun demikian, mengingat physical properties serat daun nanas, khususnya sifat elasticity, torsional dan flexural rigidity, yang sangat berbeda dengan serat cotton, maka diperlukan modifikasi peralatan pemintalan yang digunanakan, baik menggunakan sistem cotton, rotor ataupun dengan sistem spinning yang lain.

Meski hanya mampu untuk pembuatan benang dengan nomor-nomor yang masih kasar, dari beberapa penelitian (Doraiswarmy et al., 1993) sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 2.9, menunjukkan bahwa pemintalan dapat dilakukan dengan 100% terdiri dari serat daun nanas maupun dengan cara blending (campuran dengan serat lain), misal polyester, cotton, ataupun serat wool.

Untuk mengurangi sifat flexural rigidty dan torsional rigidity pada serat daun nanas yang relatif cukup tinggi, penambahan bahan-bahan softener, misal oil-water emulsion, pada serat sebelum diproses menjadi sangat diperlukan.

Tabel 2.10 Properties Benang yang dibuat dari Serat Daun Nanas (Doraiswarmy et al., 1993)

Linear Density (tex) 196,8 295.3

System Cotton Rotor system

system with with

modification modification

Quality Attributes:

Fibre length (mm) 38,0 50,0

Yarn Tenacity (CN/tex) 4,2 6,0

Extension at break (%) 4,2 4,9

Gambar

Tabel 2.2 Data Jenis Pengujian dan Persyaratan Aspal Tipe Grade 60/70
Gambar 2.3 Hubungan antara mode kegagalan, kekuatan, dan orientasi serat
Gambar 2.4 Grafik regangan-tegangan pada serat dengan variasi orientasi
Tabel 2.4 Komposisi Kimia Serat Nanas (sumber: Anonim, 2006)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tarif Penggunaan Sarana, Lahan, Gedung, Guest House, dan Rusunawa, Tarif Jasa Percetakan dan Terjemahan, dan Tarif Penggunaan Laboratorium sebagaimana dimaksud

[r]

Pada perusahaan sampel penelitian yaitu saham biasa untuk perusahaan go public yang tercatat dalam JII pada tahun 2007-2010, secara bersama-sama (simultan) variabel independen

Peserta didik mampu menggunakan nalar dalam hal struktur atom, sistem periodik unsur, ikatan kimia, tata nama senyawa (anorganik dan organik), persamaan reaksi, dan hukum- hukum

c) Daratan laut dalam / daratan abisal: wilayah relief dasar laut yang terletak pada kedalaman lebih dari 1500m wilayah ini meliputi hampir 2/3 relief dasar laut bentuk – bentuk

Ibu yang berpendidikan tinggi lebih cenderung membuat keputusan untuk meningkatkan gizi dan kesehatan pada anak, selain itu ibu juga merupakan pengasuh utama bagi anak

Pada peneltian yang dilakukan oleh Dwi focus penelitian tertuju kepada penerapan dari model pembelajaran yang terintegrasi dengan nilai- nilai ke-Islaman, sedangkan

Dalam penulisan skripsi ini penulis mengambil judul “ Analisis Pengaruh Nilai Tukar Rupiah/US$, Tingkat Suku Bunga SBI Dan PMA Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan Di Bursa