• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Perubahan Tutupan Lahan di Daerah Aliran Sungai Besitang Kabupaten Langkat, Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Perubahan Tutupan Lahan di Daerah Aliran Sungai Besitang Kabupaten Langkat, Sumatera Utara"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPIRAN

1. Monogram citra landsat tutupan lahan DAS Besitang band 5 4 3 (Landsat 5 TM) dan band 6 5 4 (Landsat 8 OLI)

No. Tipe Tutupan Lahan

Kunci Penafsiran Monogram 1. Hutan Lahan

Kering Primer

- Rona agak gelap - Warna hijau tua - Tekstur agak kasar s/d

kasar

- Pola tidak teratur

2. Hutan Lahan Kering Sekunder

- Rona agak terang dibanding hutan lahan kering primer

- Warna hijau terang - Tekstur agak kasar

3. Hutan Mangrove - Rona agak gelap s/d terang

- Warna hijau keunguan - Tekstur agak halus - Pola tidak teratur - Biasanya terletak di

(2)

4. Kebun Sawit - Rona agak terang

- Warna hijau muda sampai hijau tua

- Bentuk beraturan - Pola seragam, terdapat

pemukiman, jaringan jalan dan bangunan

5. Kebun Karet - Rona agak terang - Warna hijau tua - Bentuk beraturan - Tekstur agak halus dan

agak kasar

- Pola seragam, terdapat pemukiman dan jaringan jalan

6. Semak - Rona agak terang - Warna hijau muda

kekuningan

- Tekstur agak halus - Pola tidak teratur - Bentuk tidak beraturan - Topografi landai s/d

curam 7. Pertanian Lahan

Kering Campuran

- Rona agak terang - Warna merah muda

bercak-bercak hijau - Tekstur agak kasar

sampai kasar

(3)

49

8. Sawah - Rona agak terang sampai gelap

- Warna biru bercak merah muda

- Tekstur halus - Pola seragam

- Dekat dengan pemukiman

9. Tambak - Rona agak gelap - Warna biru kehitaman - Tekstur halus

- Pola seragam

- Terdapat lahan terbangun atau jalan

- Dekat dengan muara sungai / pinggir laut 10. Pemukiman - Rona terang

- Warna merah muda - Tekstur agak kasar - Pola seragam

(4)

12. Badan Air - Rona gelap

- Warna biru kehitaman - Tekstur halus

- Pola tidak teratur

13. Awan - Rona terang

- Warna putih seperti asap - Tekstur halus

(5)

2. Titik koordinat survey lapangan (ground check) dengan GPS (Global

Positioning System)

No. Latitude Longitude Tutupan Lahan

1 3.97101 98.17033 Kebun Sawit 2 3.99116 98.13639 Kebun Sawit 3 3.99756 98.13844 Pemukiman

4 4.01210 98.14910 Pertanian Lahan Kering Campuran 5 4.01930 98.20747 Kebun Karet

6 4.02687 98.18966 Sawah

7 4.03052 98.05866 Hutan Lahan Kering Primer 8 4.03274 98.05907 Hutan Lahan Kering Sekunder 9 4.03539 98.06250 Hutan Lahan Kering Sekunder 10 4.03691 98.17636 Badan Air

11 4.03739 98.16767 Pemukiman

12 4.03776 98.16835 Pertanian Lahan Kering Campuran 13 4.04896 98.14127 Badan Air

14 4.04912 98.13856 Hutan Mangrove 15 4.07264 98.19256 Pemukiman 16 4.07780 98.20445 Kebun Sawit 17 4.08017 98.11768 Tambak 18 4.08103 98.20833 Kebun Karet 19 4.08195 98.11770 Hutan Mangrove 20 4.09210 98.21741 Kebun Sawit 21 4.09348 98.21072 Tambak 22 4.09894 98.21588 Lahan Terbuka 23 4.10071 98.24054 Sawah

24 4.10095 98.23650 Sawah 25 4.10393 98.27481 Sawah

26 4.10402 98.20960 Hutan Mangrove 27 4.10426 98.25649 Tambak

28 4.10577 98.27619 Pemukiman 29 4.10616 98.21005 Tambak 30 4.10724 98.26561 Pemukiman 31 4.10745 98.27574 Lahan Terbuka 32 4.11249 98.08296 Kebun Sawit 33 4.11329 98.07348 Pemukiman 34 4.11402 98.22168 Pemukiman 35 4.11579 98.07118 Kebun Sawit 36 4.12007 98.09168 Pemukiman 37 4.12534 98.09839 Lahan Terbuka

38 4.12540 98.09926 Pertanian Lahan Kering Campuran 39 4.13045 98.10448 Kebun Karet

40 4.13151 98.10310 Sawah 41 4.13464 98.10188 Sawah

42 4.13947 98.10725 Lahan Terbuka

43 4.14058 98.10907 Pertanian Lahan Kering Campuran 44 4.14077 98.10211 Pemukiman

45 4.14259 98.11454 Hutan Mangrove 46 4.14306 98.11535 Badan Air 47 4.14356 98.11513 Tambak 48 4.14457 98.08416 Kebun Sawit

(6)
(7)
(8)
(9)
(10)

4. Gambaran kondisi tutupan lahan di lapangan tahun 2015

No. Kelas Tutupan Lahan Gambar di Lapangan 1. Hutan Lahan Kering Primer

2. Hutan Lahan Kering Sekunder

3. Hutan Mangrove

(11)

5. Kebun Karet

6. Semak

7. Pertanian Lahan Kering Campuran

(12)

9. Tambak

10. Pemukiman

11. Lahan Terbuka

(13)

DAFTAR PUSTAKA

Ardiansyah. 2015. Pengolahan Citra Penginderaan Jauh Menggunakan ENVI 5.1 dan ENVI Lidar (Teori dan Praktek). PT. Labsig Inderaja Islim. Jakarta. Affan, M., Faizah, dan Dahlan. 2010. Land Cover Change Analysis Using

Satellite Image. Jurnal Natural 10(1):50 – 55.

Arsyad, S dan Ernan R (Ed.). 2008. Penyelamat Tanah, Air, dan Lingkungan. Crestpent Press dan Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

As-Syakur, A.R., I.W. Suarna, I.W.S. Adnyana, I.W. Rusna, I.A.A. Laksmiwati, dan I.W. Diara. 2008. Studi Perubahan Penggunaan Lahan di DAS Badung.Jurnal Bumi Lestari 10(2): 200 – 208.

Departemen Kehutanan. 2009. Kerangka Kerja Pengelolaan Daerah Aliran Sungai di Indonesia. Gedung Manggala Wanabhakti Jalan Gatot Subroto. Jakarta. Dwiprabowo, H., D. Djaenudin, I. Alviya, dan D. Wicaksono. 2014. Dinamika

Tutupan Lahan: Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi. PT. Kanisius. Yogyakarta.

Effendi, E. 2008.Kajian Model Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Terpadu.Direktorat Kehutanan dan Konservasi Sumberdaya Air. Jakarta. Ekadinata, A., Dewi S., Hadi D., Nugroho D., dan Johana F. 2008. Sistem

Informasi Geografis Untuk Pengelolaan Bentang Lahan Berbasis Sumber Daya Alam. Buku 1: Sistem Informasi Geografis dan Penginderaan Jauh Menggunakan ILWIS Open Source. World Agroforestry Centre. Bogor. Indonesia.

Ekadinata, A., Zulkarnain MT., Widayati A., Dewi S., Rahman S., dan Van Noordwijk M. 2012. Perubahan Penggunaan dan Tutupan Lahan di Indonesia tahun 1990, 2000 dan 2005. World Agroforestry Centre – ICRAF. Bogor.

Lisnawati, Y dan A. Wibowo. 2007. Penggunaan Citra Landsat ETM+ Untuk Monitoring Perubahan Penggunaan Lahan di Kawasan Puncak. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol. 4 No. 2.

Pawitan, H. 2010. Perubahan Penggunaan Lahan dan Pengaruhnya Terhadap Hidrologi Daerah Aliran Sungai.Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.Institut Pertanian Bogor. Bogor.

(14)

Sulistiyono, N. 2008. Aplikasi Teknologi Penginderaan Jauh Dalam Mendeteksi Pola Penggunaan Lahan di DAS Cikaso Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.

Jurnal Penelitian Rekayasa 1(1): 57 – 60.

Suryadi, I. 2012. Petunjuk Teknis Perhitungan Reference Emission Level Untuk Sektor Berbasis Lahan.UN-REDD Program Indonesia.

Valiant, R. 2014.Perencanaan Tata Guna Lahan pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Berbasis Evaluasi Lahan.Program Pascasarjana. Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang.

Yulius, T.A. Tanto, M. Ramadhan, A. Putra, dan H.L. Salim. 2014. Perubahan Tutupan Lahan di Pesisir Bungus Teluk Kabung, Sumatera Barat Tahun 2003 – 2013 Menggunakan Sistem Informasi Geografis.Jurnal Ilmu dan

Teknologi Kelautan Tropis 6(2): 311 – 318.

(15)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) Besitang, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara (Gambar 1).Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03o45’ – 04o 22’ 44” LU dan 97o 51’ – 99o 17’ 56” LS.Penelitian ini dilakukan pada Agustus – Desember 2015.Analisis data dilakukan di Laboratorium Manajemen Hutan, Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara.

Gambar 1. Peta batas Daerah Aliran Sungai Besitang

Alat dan Data

(16)

dan beberapa perangkat lunak yaitu Microsoft Excel, ENVI 4.7, ERDAS Imagine 8.5 dan ArcGis 10.1.Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Data primer dan sekunder yang dibutuhkan dalam penelitian

No. Nama Data Jenis Data Sumber Tahun

1. Data lapangan (ground check)

Data primer

GPS dan kamera digital 2015 2. Citra Landsat 5 ETM+ 5. Peta administrasi

Kabupaten Langkat

Data sekunder

Kantor BPKH Medan 2015 6. Peta batas DAS

Besitang

Data sekunder

Kantor BPKH Medan 2015 7. Peta aliran sungai DAS

Besitang

Data sekunder

Kantor BPKH Medan 2015 8. Peta batas kawasan

TNGL

Data sekunder

Kantor Balai Besar TNGL 2015

Pengolahan Data Citra

1. Penggabungan Band Citra

Citra satelit Landsat yang diunduh dari USGS memiliki beberapa band dan terpisah setiap bandnya.Oleh karena itu, dilakukan penggabungan band citra satelit tersebut agar dapat dilakukan klasifikasi tutupan lahan. Proses penggabungan band citra dilakukan dengan software Erdas Imagine 8.5.

2. Koreksi Radiometrik

(17)

3. Memotong Citra (Cropping)

Pemotongan citra dilakukan untuk mendapatkan gambar lokasi penelitian yang lebih spesifik. Pemotongan citra dilakukan dengan Software ArcGis 10.1 menggunakan data vector Daerah Aliran Sungai Besitang yang diperoleh dari Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Wilayah I Medan.

4. Klasifikasi Tidak Terbimbing (Unsupervised Classification)

Klasifikasi tidak terbimbing memberikan keleluasaan pada komputer untuk mengklasifikasikan citra berdasarkan jumlah kelas yang ditentukan oleh pengguna.Jumlah kelas yang ditentukan dalam klasifikasi tidak terbimbing adalah 10 kelas.Klasifikasi tidak terbimbing juga membantu dalam menentukan titik

ground check untuk klasifikasi terbimbing dan uji akurasi.

5. Survey Lapangan

Survey lapangan dilakukan untuk mengetahui kondisi tutupan lahan di lapangan berdasarkan beberapa titik yang sudah dibuat secara sistematis pada citra hasil klasifikasi tidak terbimbing.Kemudian mengamati secara langsung tipe tutupan lahan yang terdapat pada titik-titik tersebut.

6. Klasifikasi Terbimbing (Supervised Classification)

Klasifikasi terbimbing dilakukan berdasarkan hasil survey lapangan dengan membuat sampel polygon / training area pada kelas-kelas tutupan lahan.Metode yang digunakan adalah metode maximum likelihood yang terdapat pada software ERDAS Imagine 8.5.

(18)

7. Perhitungan Akurasi Klasifikasi Citra

Tingkat akurasi dalam klasifikasi citra dapat dilakukan dengan membandingkan hasil klasifikasi citra dengan data yang diperoleh di lapangan.Perhitungan akurasi merupakan tahap yang menentukan apakah hasil klasifikasi citra sesuai dengan kondisi di lapangan atau tidak.

Akurasi biasanya dianalisis dalam suatu matriks kontingensi, yaitu matriks bujur sangkar yang memuat jumlah pixel dalam klasifikasi, sering disebut dengan

error matrix atau confusion matrix (Affan et al., 2010).Secara matematis, rumus

untuk menghitung akurasi, sebagai berikut:

Kappa Accuracy = � ∑��=1���−∑��=1������

�2−∑���� �=1

x 100% Dengan :

N : jumlah semua pixel yan digunakan untuk pengamatan

n : jumlah baris/lajur pada matriks kesalahan (sama dengan jumlah kelas) xin : ∑xin(jumlah semua kolom pada baris ke-i)

xni : ∑xni(jumlah semua kolom pada baris ke-n)

Pertampalan (Overlay)

(19)

Gambar 2. Diagram tahapan penelitian Download citra satelit Landsat

dari Earth Explorer

Koreksi citra Koreksi citra

(20)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tutupan Lahan DAS Besitang Tahun 1990, 2005 dan 2015

Pengolahan citra satelit untuk mengetahui tutupan lahan suatu wilayah dilakukan dengan teknik klasifikasi. Pada proses klasifikasi piksel-piksel citra satelit dikelompokkan kedalam beberapa kelas. Dalam penelitian ini, klasifikasi citra yang digunakan adalah klasifikasi terbimbing dengan membuat sample berupa training area berdasarkan data hasil survey lapangan (ground check).

Klasifikasi kelas tutupan lahan yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan citra satelit Landsat 8 untuk tahun 2015 dan citra satelit Landsat 5 untuk tahun 1990 dan 2005. Pada ketiga citra tersebut terdapat awan yang menutupi lahan dibawahnya, sehingga jumlah kelas dalam klasifikasi didapatkan sebanyak 14 kelas tutupan lahan termasuk di dalamnya awan dan bayangan awan. Dari hasil training area diperoleh sebanyak 12 kelas tutupan lahan yang ada di Daerah Aliran Sungai Besitang, yaitu hutan lahan kering primer, hutan lahan kering sekunder, hutan mangrove, semak, kebun karet, kebun sawit, pertanian lahan kering campuran, sawah, tambak, badan air, lahan terbuka, pemukiman.

(21)

30

tropis di sekitar garis khatulistiwa, dimana tutupan awan tinggi dan merata sepanjang tahun.

Kelas tutupan lahan hasil klasifikasi harus diuji tingkat kebenarannya (uji akurasi).Uji akurasi hasil klasifikasi citra tahun 2015 dilakukan dengan menggunakan beberapa sampel data hasil survey lapangan dan membandingkannya dengan peta tutupan lahan hasil klasifikasi.Pada setiap sampel dilakukan pengecekan tutupan lahan hasil klasifikasi, sehingga diperoleh jumlah sampel yang sesuai dan yang tidak sesuai antara peta tutupan lahan dan kondisi sebenarnya di lapangan. Pada penelitian ini jumlah sampel yang digunakan untuk uji akurasi adalah 48 sampel, dan dari 48 sampel tersebut jumlah sampel yang sesuai dengan peta tutupan lahan hasil klasifikasi adalah 42 sampel. Sehingga diperoleh nilai akurasi dari klasifikasi tutupan lahan tahun 2015 adalah 87.5%.

Selain uji akurasi berdasarkan hasil survey lapangan, terdapat juga nilai Kappa Accuracy yang digunakan untuk menilai tingkat keakuratan hasil klasifikasi citra satelit. Hasil perhitungan akurasi klasifikasi citra Landsat tahun 1990 menunjukkan nilai Overall Accuracy 97,64%dan nilai Kappa Accuracy 96,01%. Untuk akurasi klasifikasi citra Landsat tahun 2005 diperoleh nilai

Overall Accuracy 94,20%dan nilai Kappa Accuracy 92,76%. Untuk tahun 2015

(22)
(23)

Gambar 4. Peta tutupan lahan Daerah Aliran Sungai Besitang tahun 2005

(24)
(25)

Berdasarkan peta batas DAS Besitang yang diperoleh dari BPKH Wilayah I Medan, luas total DAS Besitang adalah 96.497,05 Ha atau sekitar 15,51% dari luas Kabupaten Langkat. Berdasarkan hasil klasifikasi tutupan lahan menggunakan citra satelit Landsat 8 tahun 2015 diperoleh tutupan lahan terluas adalah hutan lahan kering primer dan tutupan lahan dengan luasan terkecil yaitu hutan lahan kering sekunder. Hasil klasifikasi tutupan lahan pada tahun 2005 dan 1990 menggunakan citra satelit Landsat 5 TM menunjukkan bahwa luasan tutupan lahan terbesar pada kedua tahun tersebut adalah hutan lahan kering primer, Sedangkan untuk luasan terkecilnya adalah hutan lahan kering sekunder. Data luasan kelas tutupan lahan di DAS Besitang selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Perbedaan luasan tutupan lahan Daerah Aliran Sungai Besitang tahun 1990, 2005 dan 2015

No. Kelas Tutupan

Lahan

Luas (Ha)

Tahun 1990 Tahun 2005 Tahun 2015

1. Hutan Lahan Kering Primer 38.542,43 34.279,16 35.531,98

2. Hutan Lahan Kering Sekunder 372,68 631,82 915,66

3. Hutan Mangrove 11.083,13 6.729,98 3.913,47

4. Semak 4.083,47 1.015,58 799,65

5. Kebun Karet 22.563,17 10.539,29 6.615,36

6. Kebun Sawit 9.832,13 29.943,65 30.569,94

7. Pertanian Lahan Kering Campuran 1.015,91 1.320,14 535,95

8. Sawah 1.237,22 1.731,80 1.781,01

Total 96.494,11 96.494,11 96.494,11

Berdasarkan data Tabel 2, diketahui bahwa tutupan lahan yang paling luas adalah hutan lahan kering primer.Pada tahun 2015 luas hutan lahan kering primer di DAS Besitang mencapai 35.531,98 Ha.Selain hutan primer terdapat juga hutan sekunder, namun luasnya jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan hutan primer.

(26)

Perbedaan luasan tutupan lahan DAS Besitang dalam persen (%) disajikan dalam grafik.Grafik dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Persentase luas tutupan lahan DAS Besitang tahun 1990, 2005 dan 2015 Dari grafik dapat dilihat bahwa lebih dari 35% luas total DAS Besitang memiliki tutupan lahan berupa hutan lahan kering primer. Hutan tersebut berada di hulu DAS Besitang dan merupakan Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser.

Secara yuridis formal keberadaan TNGL untuk pertama kali dituangkan dalam pengumuman Menteri Pertanian No. 811/Kpts/Um/II/1980 tanggal 6 Maret 1980 tentang peresmian 5 (lima) TN di Indonesia yaitu TN. Gunung Leuser, TN. Ujung Kulon, TN. Gede Pangrango, TN. Baluran dan TN. Komodo. Berdasarkan data vektor yang diperoleh dari Balai Besar TNGL dan telah dioverlay dengan wilayah DAS Besitang, diperoleh seluas 39.045 Ha atau sekitar 40,46% dari luas DAS Besitang merupakan kawasan TNGL. Namun, hasil klasifikasi citra Landsat tahun 2015 memperlihatkan bahwa tidak seluruhnya memiliki tutupan lahan

0

(27)

36

berupa hutan.Hal itu disebabkan karena perambahan hutan yang terjadi di kawasan TNGL sehingga menyebabkan berkurangnya luas hutan di kawasan TNGL.

Keberadaan vegetasi hutan di hulu DAS sangat mempengaruhi keseimbangan ekosistem DAS tersebut. Menurut Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, luas kawasan hutan yang harus dipertahankan minimal 30% dari luas daerah aliran sungai dan atau pulau dengan sebaran yang proporsional. Berdasarkan undang-undang tersebut DAS Besitang masih memenuhi luasan minimal hutan yang harus dipertahanankan pada suatu DAS. Pada tahun 2015, sebesar 36,82% tutupan lahan DAS Besitang merupakan hutan lahan kering primer dan 0,95% merupakan hutan lahan kering sekunder. Walaupun begitu, pengelolaan hutan di DAS Besitang harus tetap diperhatikan, mengingat adanya kerusakan hutan yang terjadi dan juga terjadinya bencana banjir yang diduga disebabkan karena kondisi hutan yang rusak tersebut.

(28)

Perubahan Tutupan Lahan DAS Besitang Tahun 1990 – 2005

Hasil klasifikasi citra satelit Landsat menunjukkan bahwa adanya perubahan tutupan lahan di DAS Besitang antara tahun 1990, 2005 dan 2015. Perhitungan luas tutupan lahan dilakukan dengan menggunakan calculate

geometry pada attribute table. Perubahan tutupan lahan terluas terjadi pada lahan

dengan tutupan lahan hutan, baik hutan primer, sekunder maupun hutan mangrove.Hal itu karena banyak masyarakat yang mengkonversi lahan hutan untuk dijadikan lahan budidaya.Data perubahan tutupan hutan yang terjadi di DAS Besitang antara tahun 1990 – 2005 disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Perubahan tipe tutupan lahan di DAS Besitang tahun 1990 – 2005

No. Tipe Tutupan Lahan Perubahan Luas

(Ha)

Tahun 1990 Tahun 2005

1. Hutan Lahan Kering Primer Hutan Lahan Kering Primer 33.047,91

2. Hutan Lahan Kering Primer Kebun Sawit 1.806,03

3. Hutan Lahan Kering Primer Semak 216,27

4. Hutan Lahan Kering Primer Lahan Terbuka 784,35

5. Hutan Lahan Kering Primer Kebun Karet 694,71

6. Hutan Lahan Kering Primer Hutan Lahan Kering Sekunder 475,74

7. Hutan Lahan Kering Sekunder Kebun Sawit 222,03

8. Hutan Mangrove Lahan Terbuka 192,78

9. Hutan Mangrove Kebun Sawit 919,17

10. Hutan Mangrove Badan Air 815,58

11. Hutan Mangrove Pertanian Lahan Kering Campuran 360,09

12. Hutan Mangrove Hutan Mangrove 5.969,52

13. Hutan Mangrove Kebun Karet 149,94

14. Kebun Karet Hutan Mangrove 153,90

15. Tambak Hutan Mangrove 199,62

(29)
(30)

Perubahan tutupan lahan hutan menjadi tidak berhutan yang terjadi di DAS Besitang cukup besar, hal itu dapat menyebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem dari DAS Besitang tersebut. Effendi (2008) menyatakan bahwa Daerah Aliran Sungai bagian hulu didasarkan pada fungsi konservasi yang dikelola untuk mempertahankan kondisi lingkungan DAS agar tidak terdegradasi, yang antara lain dapat diindikasikan dari kondisi tutupan vegetasi lahan DAS, kualitas air, kemampuan menyimpan air (debit), dan curah hujan.

Pada Desember 2006 terjadi banjir bandang di wilayah Kabupaten Langkat.Sebanyak 12 Kecamatan terkena dampak langsung dari peristiwa banjir bandang tersebut, salah satunya adalah Kecamatan Besitang.Berdasarkan data pada Tabel 3, dapat dilihat bahwa pada tahun 2005 perubahan lahan hutan yang terjadi cukup besar.Sehingga banjir bandang yang terjadi pada tahun 2006 tersebut selain karena curah hujan yang tinggijuga disebabkan karena besarnya kerusakan hutan yang terjadi di hulu DAS Besitang.Pembalakan liar dan alih fungsi hutan yang terjadi menyebabkan rusaknya ekosistem DAS sehingga dapat menimbulkan bencana.

Pada awalnya hutan berada dalam kondisi yang baik (utuh) namun sejalan dengan pertumbuhan ekonomi diperlukan sumber pendanaan antara lain dengan mengeksploitasi sumberdaya alam yang ada, khususnya hutan (kayu). Disamping itu lahan hutan dikonversi untuk memenuhi kebutuhan kegiatan ekonomi seperti pertanian, perkebunan dan pemukiman (Dwiprabowo et. al., 2014).

(31)

yang terjadi pada tahun 1990 – 2005. Keberadaan hutan mangrove sangat penting untuk melindungi wilayah pesisir dari abrasi.Kerusakan hutan mangrove yang cukup luas tentunya dapat menyebabkan kerugian bagi masyarakat di wilayah pesisir diantaranya peningkatan abrasi pantai, pencemaran pantai dan menurunnya hasil tangkapan ikan karena berkurangnya populasi ikan.

Perubahan Tutupan Lahan DAS Besitang Tahun 2005 – 2015

Pada tahun 1995, dua perusahaan perkebunan yaitu PT. Rapala dan PT. Putri Hijau telah mengembalikan lahan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) setelah kalah menghadapi gugatan perdata TNGL dalam persidangan di Pengadilan Negeri Stabat. Tanaman kelapa sawit dari kedua perusahaan tersebut telah dimusnahkan seluas 180 Ha pada tahun 2007 dan 60 Ha pada tahun 2009.Untuk mengembalikan fungsi alamiah hutan, pihak TNGL bekerjasama dengan OIC (Orangutan Information Centre) telah melakukan penanaman kembali pada lahan tersebut.

(32)

Tabel 4. Perubahan tipe tutupan lahan di DAS Besitang tahun 2005 – 2015

No. Tipe Tutupan Lahan Perubahan Luas

(Ha)

Tahun 2005 Tahun 2015

1. HutanLahanKeringPrimer HutanLahanKeringPrimer 32.945,13

2. HutanLahanKeringPrimer KebunSawit 283,95

3. HutanLahanKeringPrimer Semak 196,38

4. HutanLahanKeringSekunder HutanLahanKeringPrimer 324,45

5. HutanMangrove Pemukiman 417,87

6. HutanMangrove HutanMangrove 2.985,75

7. HutanMangrove KebunSawit 1.016,82

8. HutanMangrove Tambak 868,50

9. HutanMangrove LahanTerbuka 770,58

10. LahanTerbuka HutanLahanKeringSekunder 182,52

11. LahanTerbuka HutanLahanKeringPrimer 160,11

12. Tambak HutanMangrove 404,91

13. KebunSawit HutanLahanKeringSekunder 294,75

14. BadanAir HutanMangrove 218,52

15. KebunSawit HutanLahanKeringPrimer 425,97

Pada Tabel 4, diketahui bahwa perubahan hutan lahan kering primer pada periode tahun 2005 – 2015 tidak seluas pada periode tahun 1990 – 2005. Pada tahun 2015 perubahan hutan primer menjadi kebun sawit seluas 283,95 Ha dan hutan primer menjadi semak seluas 196,38 Ha. Pada periode tahun 2005 – 2015 terjadi perubahan tutupan lahan hutan sekunder, lahan terbuka dan kebun sawit menjadi hutan primer. Perubahan yang cukup besar terjadi pada kebun sawit menjadi hutan primer dengan perubahan luas sebesar 425,97 Ha. Selain itu, perubahan juga terjadi pada lahan terbuka dan kebun sawit menjadi hutan sekunder.Perubahan kebun sawit dan lahan terbuka menjadi hutan primer dan hutan sekunder terjadi karena adanya program restorasi yang dilakukan oleh pihak TNGL dan OIC.

(33)

Berbanding terbalik dengan hutan primer dan sekunder yang luasnya bertambah dari tahun 2005 – 2015, kondisi hutan mangrove mengalami pengurangan yang lebih besar dari periode tahun sebelumnya (1990 – 2005).Hutan mangrove beralih fungsi menjadi pemukiman, tambak, kebun sawit dan lahan terbuka. Perubahan hutan mangrove menjadi kebun sawit seluas 1.016,82 Ha, dan Seluas 868,50 Ha hutan mangrove juga dikonversi menjadi tambak.

Peningkatan perubahan hutan mangrove menjadi kebun sawit, tambak dan pemukiman dipengaruhi oleh kebutuhan ekonomi masyarakat yang semakin meningkat.Untuk memperoleh penghasilan masyarakat pesisir banyak mengkonversi hutan mangrove menjadi tambak sebagai sumber penghasilan mereka.Berbanding lurus dengan peningkatan luas tambak, peningkatan luas kebun sawit juga dipengaruhi oleh kebutuhan ekonomi masyarakat di DAS Besitang.Dari segi ekonomi, tanaman sawit memberikan keuntungan yang lebih besar sehingga banyak masyarakat maupun perusahaan yang menanam tanaman kelapa sawit.Peta perubahan tutupan hutan di DAS Besitang tahun 2005 – 2015 disajikan pada Gambar 7.

(34)
(35)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Tutupan lahan yang ada di DAS Besitang memiliki 12 kelas yaitu hutan lahan kering primer, hutan lahan kering sekunder, semak, pemukiman, sawah, tambak, hutan mangrove, pertanian lahan kering campuran, kebun sawit, kebun karet, lahan terbuka, dan badan air. Luas tutupan lahan terbesar pada tahun 2015 adalah hutan lahan kering primer seluas 35.531,98 Ha dan luas tutupan lahan terkecil adalah pertanian lahan kering campuran dengan luas 535,95 Ha. 2. Perubahan tutupan lahan terbesar pada tahun 1990 – 2005 adalah hutan

lahan kering primer menjadi kebun kelapa sawit dengan perubahan seluas 1.806,03 Ha. Sedangkan perubahan tutupan lahan terbesar pada tahun 2005 – 2015 adalah hutan mangrove menjadi kebun kelapa sawit dengan perubahan luas sebesar 1.016,82 Ha.

Saran

(36)

TINJAUAN PUSTAKA

Tutupan Lahan dan Penggunaan Lahan

Sumberdaya alam berupa lahan bersifat terbatas dan cenderung akan mengalami penurunan. Karena sifatnya yang langka dan terbatas ini, maka pemerintah, pihak swasta maupun masyarakat perorangan sebagai stakeholder, akan mengalami kendala dalam mengambil keputusan tentang pemanfaatan lahan secara optimal. Pengambilan keputusan dalam pemanfaatan penggunaan lahan di DAS harus dilakukan secara teliti dan hati-hati berdasarkan data yang akurat dan teknik yang tepat agar pola penggunaan lahan yang dilakukan bersifat optimal dan efisien (Sulistiyono, 2008).

Perkembangan penggunaan lahan di sejumlah daerah aliran sungai-sungai di Indonesia dalam tiga dasawarsa terakhir telah memberi dampak berupa peningkatan frekuensi, debit, dan volume banjir yang telah menggenangi wilayah permukiman dan infrastruktur umum yang mengakibatkan kerusakan dan kerugian material dan non-material. Dampak nyata dari perubahan penggunaan lahan ini adalah peningkatan erosi tanah dan meluasnya lahan-lahan kritis.Penggundulan lahan ini telah berlangsung sejak awal abad 20 dan meningkat secara luas dalam tiga dasawarsa terakhir ini. Dampak perubahan tutupan lahan dalam skala luas ini nampak dari perubahan fungsi hidrologi DAS yang berawal dari penurunan curah hujan wilayah dan diikuti oleh hasil air DAS (Pawitan, 2010).

(37)

lahan berhubungan dengan aktivitas manusia pada cakupan lahan tertentu (Ekadinata et., al., 2008). Istilah penggunaan lahan sering digunakan untuk tujuan formal tertentu seperti pada bidang pertanian dan perkebunan yang dinyatakan dalam bentuk luas areal penanaman dan pemanenan (produksi) komoditas tertentu. Sedangkan dalam bidang kehutanan dikenal istilah kawasan hutan sebagai bentuk penggunaan lahan, meskipun dalam kenyataannya tidak seluruhnya merupakan tutupan hutan (berhutan) (Dwiprabowo et., al., 2014).

Ekosistem Daerah Aliran Sungai (DAS)

Suatu DAS dibatasi oleh topografi alami berupa punggung-punggung bukit, dimana presipitasi yang jatuh di atasnya mengalir melalui titik keluar tertentu yang akhirnya bermuara ke danau atau ke laut.Wilayah DAS terdiri dari komponen abiotik, biotic, dan lingkungan lainnya yang saling berinteraksi membentuk satu kesatuan ekosistem (Sulistiyono, 2008).

Daerah Aliran Sungai bagian hulu didasarkan pada fungsi konservasi yang dikelola untuk mempertahankan kondisi lingkungan DAS agar tidak terdegradasi, yang antara lain dapat diindikasikan dari kondisi tutupan vegetasi lahan DAS, kualitas air, kemampuan menyimpan air (debit), dan curah hujan (Effendi, 2008). Bagian hulu mengatur aliran air yang dimanfaatkan oleh penduduk di bagian hilir.Erosi yang terjadi di bagian hulu menyebabkan sedimentasi dan banjir di hilir.

(38)

prasarana pengairan seperti pengelolaan sungai, waduk, dan danau (Effendi, 2008). Daerah aliran sungai tengah merupakan transisi diantara DAS hulu dan DAS Hilir (Valiant, 2014).

DAS bagian hilir didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang diindikasikan melalui kuantitas dan kualitas air, kemampuan menyalurkan air, ketinggian curah hujan, dan terkait untuk kebutuhan pertanian, air bersih, serta pengelolaan air limbah (Effendi, 2008). Daerah Aliran Sungai bagian hilir memiliki karakteristik sebagai daerah pemanfaatan, kerapatan drainase rendah, kemiringan lahan kecil (Valiant, 2014).

Berdasarkan indikator kunci dan indikator lainnya (lahan, sosial ekonomi dan kelembagaan) yang sudah ditetapkan maka diketahui tingkat kerusakan DAS yang kemudian perlu ditetapkan prioritas penanganannya.DAS-DAS prioritas I adalah DAS-DAS yang prioritas pengelolaannya paling tinggi karena menunjukkan kondisi dan permasalahan biofisik dan sosek DAS paling kritis atau tidak sehat.Prioritas II adalah DAS-DAS yang prioritas pengelolaannya sedang, sedangkan DAS prioritas III dianggap kurang prioritas untuk ditangani karena kondisi biofisik dan soseknya masih relative baik (tidak kritis) atau DAS tersebut dianggap masih sehat (Dephut, 2009).

Perubahan Lahan

(39)

akibat penebangan dan pengambilan kayu. Jenis tutupan lahan dominan yang menggantikan hutan pada periode 1990–2000 berbeda dengan periode 2000– 2005.Di periode 1990-2000, sebagian besar areal hutan berubah menjadi lahan semak. Pada periode 2000-2005, hutan dikonversi menjadi lahan perkebunan atau pertanian, dan penyebab utamanya adalah adanya upaya pemenuhan kebutuhan akan produk dan komoditi ekspor pertanian (Ekadinata et al, 2012).

Identifikasi perubahan penggunaan lahan pada suatu DAS merupakan suatu proses mengindentifikasi perbedaan keberadaan suatu objek atau fenomena yang diamati pada waktu yang berbeda di DAS tersebut. Indentifikasi perubahan penggunaan lahan memerlukan suatu data spasial temporal.Data-data spasial tersebut bersumber dari hasil analisis citra maupun dari instansi-instansi pemerintah seperti Bakosurtanal (As-Syakur et al., 2008).

Identifikasi penutupan lahan dilakukan dengan melakukan interpretasi citra satelit.Melalui sensor yang dimilikinya, menggunakan gelombang elektromagnetik, citra satelit merekam fenomena permukaan bumi secara berkala.Perekaman ini memanfatkan perbedaan selang spektral yang dipantulkan.Beragam citra satelit yang tersedia saat ini; optik maupun radar, dengan berbagai tingkatan resolusi spasial (Suryadi, 2012).

Pemanfaatan Pengindraan Jarak Jauh dan Sistem Informasi Geografis

(40)

kelebihan dibandingkan pemetaan terrestrial dengan alat ukur seperti theodolith dan GPS Geodetik diantaranya waktu pengerjaan pemetaan untuk cakupan area yang luas lebih singkat dan mampu mengidentifikasi area yang sulit untuk dijangkau (Ardiansyah, 2015).

Data penginderaan jarak jauh (PJJ) amat lazim digunakan dalam kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan sumber daya alam (natural

resources management).Hal ini dikarenakan data PJJ memuat kondisi fisik

dari permukaan bumi yang dapat dikuantifikasi/dianalisa sehingga menghasilkan informasi factual tentang sumber daya yang ada dalam skala luas dan dilakukan berulang kali untuk keperluan pemantauan. Informasi yang paling umum dihasilkan dari data PJJ untuk aplikasi sumber daya alam adalah informasi penggunaan lahan dan tutupan lahan (land cover and land uses) (Ekadinata et., al., 2008).

Pemanfaatan teknologi penginderaan jauh dengan menggunakan citra satelit seperti Landsat TM mampu mendeteksi pola penggunaan lahan di muka bumi.Informasi yang diperoleh dari citra satelit tersebut dapat digabungkan dengan data-data lain yang mendukung ke dalam suatu sistem informasi geografis (SIG) (Sulistiyono, 2008).

(41)

22

Identifikasi perubahan tutupan lahan penting dilakukan untuk memantau terjadinya perubahan tutupan lahan sehingga degradasi lahan dapat dihindari.Sistem informasi geografis (SIG) mempunyai peranan yang sangat penting dalam usaha pemantauan perubahan tutupan lahan. SIG dapat digunakan untuk pemasukan data, analisis data, pengolahan data dan penyajian dari data informasi geografis secara optimal (Yulius et., al., 2014).

Interpretasi Citra Satelit

Interpretasi berbasis piksel meliputi klasifikasi terbimbing (supervised

classification) dan klasifikasi tidak terbimbing (un-supervised classification).

Klasifikasi terbimbing adalah metode klasifikasi berdasarkan sample yang telah ditentukan olah pengguna, sementara klasifikasi tidak terbimbing akan memberikan keleluasaan kepada komputer untuk mengklasifikasikan kelas yang jumlahnya telah pengguna tentukan untuk kemudian hasilnya didefinisikan selanjutnya berdasarkan atribut kelas yang telah ditentukan.Dalam klasifikasi terbimbing terdapat beberapa metode yang dapat digunakan:

- Maximum likelihood mengasumsikan bahwa statistik kelas pada setiap band

terdistribusi secara normal. Kelas piksel ditentukan berdasarkan tingkat probabilitas tertinggi.

- Minimum distance menggunakan nilai tengah untuk setiap kelas dan

menghitung jarak Euclidean dari piksel yang tidak diketahui ke nilai tengah masing-masing kelas. Piksel diklasifkasikan berdasarkan kelas yang terdekat. - Mahalanobis distance memiliki kemiripan dengan maximum likelihood,

(42)

- Spectral Angle Mapper (SAM) adalah klasifikasi fisik berbasis spektral yang

menggunakan sudut nD untuk mencocokkan piksel data sample. Teknik ini relatif tidak sensitif terhadap efek pencahayaan dan Albedo.SAM membandingkan sudut antara setiap piksel dengan rerata samplenya dalam ruang nD. Sudut yang lebih kecil merupakan pertanda jarak yang lebih dekat dengan spektrum sample. Piksel dalam hal ini diklasifikasikan ke dalam kelas yang memiliki sudut terkecil.

(43)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Banyak aktivitas manusia sebagai akibat adanya desakan kebutuhan dalam pembangunan yang akan memanfaatkan potensi sumberdaya lahan, tetapi di lain pihak sumberdaya lahan tersebut perlu disadari mempunyai keterbatasan-keterbatasan, diantaranya adalah bersifat fragile (mudah rusak) dan mempunyai daya dukung yang labil (Arsyad dan Ernan, 2008). Karena sumberdaya lahan bersifat mudah rusak, maka pengelolaannya harus dilakukan dengan hati-hati.

Pertambahan jumlah penduduk yang terjadi sangat pesat di wilayah Indonesia (Provinsi Sumatera Utara khususnya) menyebabkan kebutuhan lahan semakin besar.Banyaknya jumlah penduduk membutuhkan besarnya lahan sebagai tempat tinggal dan juga penggunaan lahan untuk kegiatan pertanian.Penggunaan lahan merupakan hasil akhir dari setiap bentuk campur tangan kegiatan (intervensi) manusia terhadap lahan di permukaan bumi yang bersifat dinamis dan berfungsi untuk memenuhi kebutuhan hidup baik material maupun spiritual (Arsyad dan Ernan, 2008).

(44)

Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah kesatuan ekosistem yang dibatasi oleh pemisah topografis dan berfungsi sebagai pengumpul, penyimpan, dan penyalur air, sedimen, polutan, dan unsur hara dalam sistem sungai dan keluar melalui satu outlet tunggal (Kemenhut, 2013).Daerah Aliran Sungai (DAS) tidak hanya sebatas sungai, tetapi meliputi wilayah-wilayah sekitar sungai yang secara langsung mempengaruhi kelangsungan sungai itu sendiri (Ruhimat et. al., 2006).

Daerah Aliran Sungai terbagi menjadi tiga bagian, yaitu hulu, tengah dan hilir. Tutupan lahan yang berada di bagian hulu akan berpengaruh terhadap kualitas air yang mengalir ke bagian tengah dan hilir. Umumnya daerah hulu DAS memiliki tutupan lahan berupa hutan.Jika hutan yang berada di hulu suatu DAS baik, maka baik pula DAS tersebut. Namun, jika hutan yang berada di hulu DAS tersebut rusak, maka akan berpengaruh pula bagi kerusakan DAS di bagian tengah dan hilir.

Propinsi Sumatera Utara memiliki beberapa DAS, salah satunya yaitu DAS Besitang.DAS Besitang berada di wilayah administrasi Kabupaten Langkat.Sebagian besar wilayah DAS Besitang merupakan kawasan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL). Berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 276/Kpts II/1997, total luas hutan TNGL adalah 1.094.692 ha dan 80,5% (881.207 ha) berada di wilayah Nangroe Aceh Darussalam, sisanya 19,5% (213.485 ha) berada di Kabupaten Langkat dan seluas 125.000 ha diantaranya berada di Kecamatan Besitang.

(45)

tersebut sebagai daerah penyangga bagi debit sungai yang melaluinya (Sulistiyono, 2008). Salah satu upaya pemantauan kondisi DAS adalah dengan mengidentifikasi tutupan lahan yang berada di DAS tersebut.Identifikasi tutupan lahan pada suatu DAS adalah mengetahui perbedaan kondisi tutupan lahan pada waktu yang berbeda di DAS tersebut.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui kelas tutupan lahan yang ada di Daerah Aliran Sungai Besitang.

2. Untuk mengetahui perubahan tutupan lahan yang terjadi di DAS Besitang antara tahun 1990, 2005 dan 2015.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari hasil penelitian ini adalah memberikan informasi bagi pemerintah daerah setempat mengenai perubahan tutupan lahan di DAS Besitang sehingga dapat digunakan sebagai acuan dalam menentukan kegiatan pengelolaan sumberdaya lahan.

(46)

ABSTRAK

AMALIYAH PUTRI: Analisis Perubahan Tutupan Lahan di Daerah Aliran Sungai Besitang Kabupaten Langkat Sumatera Utara. Dibimbing oleh ANITA ZAITUNAH dan SAMSURI.

Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah kesatuan ekosistem yang dibatasi oleh pemisah topografis dan berfungsi sebagai pengumpul, penyimpan, dan penyalur air, sedimen, polutan, dan unsur hara dalam sistem sungai dan keluar melalui satu outlet tunggal.Besarnya pertambahan penduduk menyebabkan perubahan lahan yang besar pula.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kelas tutupan lahan yang ada di DAS Besitang dan untuk mengetahui perubahan tutupan lahan yang terjadi di DAS Besitang antara tahun 1990, 2005 dan 2015. Penelitian menggunakan Citra Landsat 5 tahun 1990 dan 2005, dan

Landsat 8 tahun 2015 dengan klasifikasi terbimbing metode peluang maksimum

(Maximum likelihood classifier).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 12 kelas tutupan lahan yang ada di DAS Besitang yaitu hutan lahan kering primer, hutan lahan kering sekunder, hutan mangrove, semak, kebun karet, kebun sawit, pertanian lahan kering campuran, sawah, lahan terbuka, pemukiman, tambak dan badan air. Luas tutupan lahan terbesar adalah hutan lahan kering primer seluas 38.542,43 Ha (39,94%) pada tahun 1990, 34.279,16 Ha (35,52%) pada tahun 2005, dan 35.531,98 Ha (36,82 Ha) pada tahun 2015. Perubahan tutupan lahan terbesar pada tahun 1990 – 2005 adalah hutan lahan kering primer menjadi kebun sawit dengan perubahan seluas 1.806,03 Ha.Sedangkan tahun 2005 – 2015 perubahan terbesar adalah hutan mangrove menjadi kebun sawit dengan perubahan luas sebesar 1.016,82 Ha.

(47)

ABSTRACT

AMALIYAH PUTRI: Land Cover Change Analysis at The Besitang Watershed

Langkat Regency,North Sumatera. Under supervision: ANITA ZAITUNAH and

SAMSURI.

Watershed is an ecosystem unity area bounded by topographic divider and serves as a collector, storage and distributor of water, sediments, pollutants and nutrients in the river system and exit through a single outlet. The amount of population growth led to greater land use change. The purpose of this research are to identify land cover classes and land cover change in Besitang Watershed between 1990, 2005 and 2015. This research used landsat 5 imagery in 1990 and 2005, and landsat 8 imagery in 2015 with supervised classification method maximum likelihood classifier.

The result showed that there are 12 classes of land cover in the Besitang Watershed, there are primary forest, secondary forest, mangrove forest, underbrush, rubber plantations, oil palm plantations, dry land agriculture, open land, settlements, pond and water. The biggest land cover is primary forest covering an area of 38.542,43 hectares (39,94%) in 1990, 34.279,16 hectares (35,52%) in 2005, and 35.531,98 hectares (36,82) in 2015. The biggest land cover change between 1990 until 2005 is primary forest to oil palm plantation with covering an area of 1.806,03 hectares changes. While the biggest land cover change between 2005 until 2015 is the mangrove forest to oil palm plantation with covering an area of 1.016,82 hectares changes.

(48)

ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN

DI DAERAH ALIRAN SUNGAI BESITANG

KABUPATEN LANGKAT

SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Oleh:

AMALIYAH PUTRI 121201089 Manajemen Hutan

FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(49)

ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN

DI DAERAH ALIRAN SUNGAI BESITANG

KABUPATEN LANGKAT

SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Oleh:

Amaliyah Putri 121201089 Manajemen Hutan

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh GelarSarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan

Universitas Sumatera Utara

FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(50)
(51)

ABSTRAK

AMALIYAH PUTRI: Analisis Perubahan Tutupan Lahan di Daerah Aliran Sungai Besitang Kabupaten Langkat Sumatera Utara. Dibimbing oleh ANITA ZAITUNAH dan SAMSURI.

Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah kesatuan ekosistem yang dibatasi oleh pemisah topografis dan berfungsi sebagai pengumpul, penyimpan, dan penyalur air, sedimen, polutan, dan unsur hara dalam sistem sungai dan keluar melalui satu outlet tunggal.Besarnya pertambahan penduduk menyebabkan perubahan lahan yang besar pula.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kelas tutupan lahan yang ada di DAS Besitang dan untuk mengetahui perubahan tutupan lahan yang terjadi di DAS Besitang antara tahun 1990, 2005 dan 2015. Penelitian menggunakan Citra Landsat 5 tahun 1990 dan 2005, dan

Landsat 8 tahun 2015 dengan klasifikasi terbimbing metode peluang maksimum

(Maximum likelihood classifier).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 12 kelas tutupan lahan yang ada di DAS Besitang yaitu hutan lahan kering primer, hutan lahan kering sekunder, hutan mangrove, semak, kebun karet, kebun sawit, pertanian lahan kering campuran, sawah, lahan terbuka, pemukiman, tambak dan badan air. Luas tutupan lahan terbesar adalah hutan lahan kering primer seluas 38.542,43 Ha (39,94%) pada tahun 1990, 34.279,16 Ha (35,52%) pada tahun 2005, dan 35.531,98 Ha (36,82 Ha) pada tahun 2015. Perubahan tutupan lahan terbesar pada tahun 1990 – 2005 adalah hutan lahan kering primer menjadi kebun sawit dengan perubahan seluas 1.806,03 Ha.Sedangkan tahun 2005 – 2015 perubahan terbesar adalah hutan mangrove menjadi kebun sawit dengan perubahan luas sebesar 1.016,82 Ha.

(52)

ABSTRACT

AMALIYAH PUTRI: Land Cover Change Analysis at The Besitang Watershed

Langkat Regency,North Sumatera. Under supervision: ANITA ZAITUNAH and

SAMSURI.

Watershed is an ecosystem unity area bounded by topographic divider and serves as a collector, storage and distributor of water, sediments, pollutants and nutrients in the river system and exit through a single outlet. The amount of population growth led to greater land use change. The purpose of this research are to identify land cover classes and land cover change in Besitang Watershed between 1990, 2005 and 2015. This research used landsat 5 imagery in 1990 and 2005, and landsat 8 imagery in 2015 with supervised classification method maximum likelihood classifier.

The result showed that there are 12 classes of land cover in the Besitang Watershed, there are primary forest, secondary forest, mangrove forest, underbrush, rubber plantations, oil palm plantations, dry land agriculture, open land, settlements, pond and water. The biggest land cover is primary forest covering an area of 38.542,43 hectares (39,94%) in 1990, 34.279,16 hectares (35,52%) in 2005, and 35.531,98 hectares (36,82) in 2015. The biggest land cover change between 1990 until 2005 is primary forest to oil palm plantation with covering an area of 1.806,03 hectares changes. While the biggest land cover change between 2005 until 2015 is the mangrove forest to oil palm plantation with covering an area of 1.016,82 hectares changes.

(53)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kecamatan Sei Bamban pada tanggal 03 Januari 1994 dari ayah Sucipto dan ibu Ernawati. Penulis merupakan anak pertama dari lima bersaudara.

Tahun 2012 penulis lulus dari MAS Al-Washliyah Kota Tebing Tinggi dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara melalui jalur ujian tertulis Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri. Penulis memilih program studi kehutanan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Rain Forest

Community dan Badan Kemakmuran Musholla (BKM) Baytul Asyjaar.Penulis

menjadi Asisten Praktikum Silvika dan Asisten Praktikum Geodesi dan Kartografi tahun 2014 dan 2015.Penulis merupakan penerima beasiswa Tanoto Foundation dan aktif dalam asosiasi penerima beasiswa Tanoto (Tanoto Scholars

Association).

Penulis mengikuti Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) pada

(54)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul berjudul “Analisis Perubahan Tutupan Lahan di Daerah Aliran Sungai Besitang Kabupaten Langkat, Sumatera Utara”.Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Kehutanan, Universsitas Sumatera Utara.

Dalam menyelesaikan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak (Sucipto) dan Ibu (Ernawati) yang telah membesarkan dan mendidik

penulis selama ini.

2. Dr. Anita Zaitunah, S.Hut., M.Sc dan Dr. Samsuri, S.Hut., M.Si selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan kepada penulis dari awal hingga akhir penelitian dan penyusunan skripsi.

3. Tanoto Foundation yang telah memberikan bantuan materil dan juga berbagai pelatihan dalam pengembangan diri bagi penulis sebagai mahasiswa.

4. Staff Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Wilayah I Medan, Staff Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL) dan seluruh Staff pengajar serta pegawai di Fakultas Kehutanan.

(55)

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini.Namun, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak dan dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, Juli 2016 Penulis

(56)

DAFTAR ISI

Pemanfaatan Pengindraan Jarak Jauh dan Sistem Informasi Geografis ... 7

Interpretasi Citra Satelit ... 9

METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian ... 11

Alat dan Data ... 11

Pengolahan Data Citra 1. Penggabungan Band Citra ... 12

2. Koreksi Radiometrik ... 12

3. Memotong Citra (Cropping) ... 13

4. Klasifikasi Tak Terbimbing (Unsupervised Classification) ... 13

5. Survey Lapangan ... 13

6. Klasifikasi Terbimbing (Supervised Classification) ... 13

7. Perhitungan Akurasi Klasifikasi Citra ... 14

Pertampalan (Overlay) ... 14

HASIL DAN PEMBAHASAN Tutupan Lahan DAS Besitang Tahun 1990, 2005 dan 2015 ... 16

Perubahan Tutupan Lahan DAS Besitang Tahun 1990 – 2005 ... 24

(57)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 31

Saran ... 31

DAFTAR PUSTAKA ... 32

(58)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Data primer dan sekunder yang dibutuhkan dalam penelitian ... 12 2. Perbedaan luasan tutupan lahan Daerah Aliran Sungai Besitang

(59)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Peta batas Daerah Aliran Sungai Besitang ... 11

2. Diagram tahapan penelitian ... 15

3. Peta tutupan lahan Daerah Aliran Sungai Besitang tahun 1990 ... 18

4. Peta tutupan lahan Daerah Aliran Sungai Besitang tahun 2005 ... 19

5. Peta tutupan lahan Daerah Aliran Sungai Besitang tahun 2015 ... 20

6. Persentase luas tutupan lahan DAS Besitang tahun 1990, 2005 dan 2015 .. 22

7. Peta perubahan tutupan hutan DAS Besitang tahun 1990 – 2005 ... 25

(60)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Monogram citra Landsat tutupan lahan DAS Besitang band 5 4 3

(Landsat 5 TM) dan band 6 5 4 (Landsat 8 OLI) ... 34 2. Titik koordinta survey lapangan (ground check) dengan GPS

Gambar

Gambar di Lapangan
Gambar 1. Peta batas Daerah Aliran Sungai Besitang
Tabel 1. Data primer dan sekunder yang dibutuhkan dalam penelitian No. Nama Data Jenis Data Sumber
Gambar 3. Peta tutupan lahan Daerah Aliran Sungai Besitang tahun 1990
+7

Referensi

Dokumen terkait

Selama periode tahun 2003-2015, tutupan lahan di Kabupaten Tapanuli Utara mengalami perubahan tutupan lahan paling dominan adalah perubahan lahan pertanian lahan kering campur

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul berjudul

Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah kesatuan ekosistem yang dibatasi oleh pemisah topografis dan berfungsi sebagai pengumpul, penyimpan, dan penyalur air,

Daerah Aliran Sungai bagian hulu didasarkan pada fungsi konservasi yang dikelola untuk mempertahankan kondisi lingkungan DAS agar tidak terdegradasi, yang antara lain

- Warna hijau keunguan - Tekstur agak halus - Pola tidak teratur - Biasanya terletak di.. daerah pantai dan muara

Mengetahui perubahan tutupan lahan DAS Lepan tahun 2005 sampai 2015. Mengetahui perubahan tingkat kerapatan vegetasi pada kelas

Pengaruh Perubahan Tata Guna Lahan TerhadapBesarnya Debit(Q) Pada Suatu Kawasan (Studi Kasus Pasar Flamboyan).Jurnal Teknik Sipil Untan / Volume 12 Nomor 2 – Desember 2012..

Selama periode tahun 2003-2015, tutupan lahan di Kabupaten Tapanuli Utara mengalami perubahan tutupan lahan paling dominan adalah perubahan lahan pertanian lahan kering campur