• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Konsumsi Makanan Dengan Kejadian Hipertensi Pada Lansia di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun Tahun 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Konsumsi Makanan Dengan Kejadian Hipertensi Pada Lansia di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun Tahun 2016"

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

85

(2)
(3)
(4)

LAMPIRAN 3.

Kuesioner Penelitian

Hubungan Konsumsi Makanan dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia di Desa Mekar Bahalat, Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi, Kabupaten

Simalungun Tahun 2016

Nomor Kode Responden : Tanggal Wawancara :

Petunjuk Pengisian :

1) Mohon bantuan dan kesediaan Saudara untuk menjawab seluruh pertanyaan yang ada.

2) Mohon menjawab pertanyaan dengan jujur dan sesuai hati nurani.

Karakteristik Responden

1. Nama :

2. Umur :

3. Jenis Kelamin :

4. Riwayat Hipertensi pada Keluarga : Ada/Tidak

Status Responden

(5)

89

FORMULIR FOOD RECALL 24 JAM

Hari/Tanggal :

Hari Ke :

Waktu Makan

Nama Masakan

Bahan Makanan Konversi

Jenis Banyaknya KH (gr)

Protein (gr)

Lemak (gr)

Natrium (mg)

(6)
(7)

91

FORMULIR METODE FOOD FREQUENCY (Makanan Pemicu Hipertensi)

No.Responden:

Nama Bahan Makanan

Frekuensi Konsumsi

Ket >1×/hr 1×/hr 4-6×/minggu 1-3×/minggu 1×/bln 1×/thn Tidak

pernah

5. Makanan Tinggi Kolesterol a. Daging sapi b. Daging kambing c. Daging babi d. Udang 6. Makanan yang

Diawetkan a. Ikan asin b. Telur asin c. Teri kering 7. Makanan Tinggi

(8)
(9)

93

39 2 1 2 3 1 1 1 1

40 1 2 1 3 1 1 1 2

41 2 2 1 1 2 2 2 3

42 1 1 2 3 2 1 1 2

43 2 2 1 3 2 1 2 3

44 1 2 1 2 2 2 1 3

45 1 2 2 3 2 1 3 1

46 2 1 1 2 2 3 1 3

47 2 2 1 3 2 3 1 3

48 2 2 1 3 2 1 2 1

49 2 1 2 3 1 1 2 1

50 1 2 1 3 1 1 1 3

51 2 2 2 2 2 1 3 3

52 2 1 1 3 1 2 1 2

53 2 2 2 3 1 1 3 1

54 2 1 1 3 2 3 1 1

(10)

LAMPIRAN 5.

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Laki-laki 17 30,9 30,9 30,9

Perempuan 38 69,1 69,1 100,0

Total 55 100,0 100,0

Riwayat Hipertensi pada Keluarga

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Ada 17 30,9 30,9 30,9

Tidak 38 69,1 69,1 100,0

Total 55 100,0 100,0

2. Kejadian Hipertensi pada Responden

Kejadian Hipertensi

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Hipertensi (TDS >=

(11)

95

Tingkat Konsumsi Karbohidrat (gr)

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Lebih 18 32,7 32,7 32,7

Baik 8 14,5 14,5 47,3

Kurang 29 52,7 52,7 100,0

Total 55 100,0 100,0

Tingkat Konsumsi Protein (gr)

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Lebih 18 32,7 32,7 32,7

Baik 25 45,5 45,5 78,2

Kurang 12 21,8 21,8 100,0

Total 55 100,0 100,0

Tingkat Konsumsi Lemak (gr)

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Lebih 32 58,2 58,2 58,2

Baik 14 25,5 25,5 83,6

Kurang 9 16,4 16,4 100,0

Total 55 100,0 100,0

Tingkat Konsumsi Natrium (mg)

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Lebih 28 50,9 50,9 50,9

Baik 16 29,1 29,1 80,0

Kurang 11 20,0 20,0 100,0

Total 55 100,0 100,0

Tingkat Konsumsi Serat (gr)

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Lebih 15 27,3 27,3 27,3

Baik 12 21,8 21,8 49,1

Kurang 28 50,9 50,9 100,0

(12)

4. Hubungan Tingkat Konsumsi Karbohidrat dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia

Tingkat Konsumsi Karbohidrat (gr) * Kejadian Hipertensi Crosstabulation

Kejadian Hipertensi Total

(13)

97

5. Hubungan Tingkat Konsumsi Protein dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia

Tingkat Konsumsi Protein (gr) * Kejadian Hipertensi Crosstabulation

Kejadian Hipertensi Total

(14)

6. Hubungan Tingkat Konsumsi Lemak dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia

Tingkat Konsumsi Lemak (gr) * Kejadian Hipertensi Crosstabulation

Kejadian Hipertensi Total

(15)

99

7. Hubungan Tingkat Konsumsi Natrium dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia

Tingkat Konsumsi Natrium (mg) * Kejadian Hipertensi Crosstabulation

Kejadian Hipertensi Total

(16)

8. Hubungan Tingkat Konsumsi Serat dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia

Tingkat Konsumsi Serat (gr) * Kejadian Hipertensi Crosstabulation

Kejadian Hipertensi Total

(17)

101

LAMPIRAN 6.

Gambar 1. Puskesmas Jawa Maraja Bah Jambi

(18)

Gambar 3. Wawancara dengan Lansia

(19)

103

Gambar 5. Foto Bersama dengan Lansia

(20)

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, Sunita., 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Almatsier, Sunita. 2005. Penuntun Gizi Diet Edisi Baru. Jakarta: PT. Ikrar Mandiri Abadi.

Amran, Yuli., Febrianti., Irawanti, Lies., 2010. Pengaruh Tambahan Asupan Kalium dari Diet terhadap Penurunan Hipertensi Sistolik Tingkat Sedang pada Lanjut Usia. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional 5(3):125-130.

Arisman, 2009. Gizi Dalam Daur Hidup.Edisi II. Jakarta: EGC

Aritonang, Evawany., Siregar, Emi Inayah Sari., Nasution, Ernawati., 2016. The Relationship of Food Consumption and Nutritional Status on Employee of Health Polytechnic Directorate Health Ministry Medan. International Jornal on Advanced Science Engineering Information Technology 6 (1).

Badan Pusat Statistik Kabupaten Simalungun, 2014. Statistik Daerah Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi Tahun 2014. Simalungun: BPS.

Baliwati, Yayuk Farida., Khomsan, Ali., Dwiriani, Meti., 2010. Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Penebar Swadaya.

Budianto, H., Agus Krisno., 2009. Dasar-dasar Ilmu Gizi. Malang: UMM Press.

Depkes, 2013. Diakses dari http://gizi.depkes.go.id/download/Kebijakan%20Gizi/ PMK%2075-2013. pdf, diakses pada 3 Maret 2016.

Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA, 2012. Pedoman Pelayanan Gizi Lanjut Usia. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

(21)

83

Emiria, Rista., 2012. Asupan Protein, Lemak Jenuh, Natrium, Serat dan IMT Terkait dengan Tekanan Darah Pasien Hipertensi di RSUD Tugurejo Semarang. Skripsi, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro, Semarang.

Fatmah, Dr.,SKM., MSc., 2010. Gizi Usia Lanjut. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Feryadi, Rahmat., Sulastri, Delmi., Kadri, Husnil. 2014. Hubungan Kadar Profil Lipid dengan Kejadian Hipertensi pada Masyarakat Etnik Minangkabau di Kota Padang Tahun 2012. Jurnal Kesehatan Andalas 3(2):206-211.

Frilyan, Rinawang., 2011. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Hipertensi pada Kelompok Lanjut Usia di Kelurahan Sawah Baru Kecamatan Ciputat Kota Tangerang Selatan. Skripsi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Ftrina, Yossi. 2014. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Hipertensi pada Usia Lanjut di Wilayah Kerja Puskesmas Kebun Sikolos Kecamatan Padang Panjang Barat Tahun 2014. Skripsi, Program Studi D3 Keperawatan, STIKes Yarsi Sumbar, Bukittingi.

Irianto, Koes., 2014. Epidemiologi Penyakit Menular dan Tidak Menular Panduan Klinis. Bandung: Penerbit Alfabeta.

Konita, Saskia., Azmi, Syaiful., Erkadius., 2015. Pola Tekanan Darah pada Lansia di Posyandu Lansia Kelurahan Padang Pasir Padang Januari 2014. Jurnal Kesehatan Andalas 4(1):269-273.

Korneliani, K., Meida, D., 2012. Obesitas dan Stress dengan Kejadian Hipertensi. Jurnal Kesehatan Masyarakat: 117-121

Lewa, Abdul Farid., Pramantara, I Dewa Putu., Rahayujati, Baning., 2010. Faktor-faktor Risiko Hipertensi Sistolik Terisolasi pada Lanjut Usia. Berita Kedokteran Masyarakat 26 (4):171-178.

Manawan, Anggun A., Rattu, A J M., Punuh, Maureen I., 2016. Hubungan Antara Konsumsi Makanan dengan Kejadian Hipertensi di Desa Tandengan Satu Kecamatan Eris Kabupaten Minahasa. Jurnal Ilmiah Farmasi 5(1):340-347.

(22)

Oktariyani, 2012. Gambaran Status Gizi pada Lanjut Usia di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulya 01 dan 03 Jakarta Timur. Skripsi, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia, Depok.

Rahayu, Hesti., 2012. Faktor Risiko Hipertensi pada Masyarakat RW 01 Srengseng Sawah Kecamatan Jagakarsa Kota Jakarta Selatan. Skripsi, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia, Depok.

Ratnaningrum, Denny,. 2015. Hubungan Asupan Serat dan Status Gizi dengan Tekanan Darah pada Wanita Menopause di Desa Kuwiran Kecamatan Banyudono Kabupaten Boyolali. Skripsi, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Rawasiah A.B., Wahiduddin., Rismayanti., 2014. Hubungan Faktor Konsumsi Makanan Dengan Kejadian Hipertensi Pada Lansia di Puskesmas Pattingallong. http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/ 10836/A.BESSE%20RAWASIAH%20M.%20MAPPAGILING%20K11 112616.pdf?sequence=1 (Jurnal online. Diakses pada tanggal 21 Agustus 2015).

Sediaoetama, A. D., 2004. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi Jilid II. Jakarta: Dian Rakyat.

Sekretariat Tim Penyusunan Grand Design Pembangunan Kependudukan. 2012. Grand Design Pembangunan Kependudukan Tahun 2011-2035. Jakarta: Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat.

Suoth, M., Bidjuni, H., Malara, R., 2014. Hubungan Gaya Hidup dengan Kejadian Hipertensi di Puskesmas Kolongan Kecamatan Kalawat Kabupaten Minahasa Utara. Jurnal Keperawatan 2 (1).

Supariasa., Bakri, Bachyar., Fajar, Ibnu., 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC.

(23)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian yang bersifat analitik

observasional dengan jenis rancangan penelitian cross sectional. Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui konsumsi makanan yang berhubungan dengan

kejadian hipertensi pada lansia di Desa Mekar Bahalat, Kecamatan Jawa Maraja

Bah Jambi, Kabupaten Simalungun.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Mekar Bahalat, Kecamatan Jawa Maraja

Bah Jambi, Kabupaten Simalungun.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan selama Bulan September 2015 hingga Mei

2016.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1 Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh lansia usia ≥ 60 tahun di Desa

Mekar Bahalat, Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi, Kabupaten Simalungun yang

(24)

3.3.2 Sampel Penelitian

Besarnya sampel dihitung berdasarkan rumus penentuan besar sampel yaitu

rumus Slovin sebagai berikut:

n =

Keterangan:

N = Besar populasi (120)

n = Jumlah sampel minimal yang akan diteliti

d = Penyimpangan statistik dari sampel terhadap populasi, yang ditetapkan 0,1.

Sehingga :

120 n =

1 + 120 (0,1)2

= 54,54 ≈ 55 orang

Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah bagian dari populasi lansia

yang memiliki kriteria:

1) Lansia yang masih tinggal di Desa Mekar Bahalat

2) Lansia yang tidak mengalami cacat fisik dan gangguan demensia

Besar sampel dan responden dalam penelitian ini sebanyak 55 orang lansia

yang bersedia untuk diwawancarai. Pengambilan sampel untuk masing-masing

dusun dilakukan secara sebanding yaitu dengan menggunakan rumus Sugiyono

(2007), yaitu: n = (populasi lansia tiap dusun)/(jumlah populasi keseluruhan) x

jumlah sampel yang ditentukan. Setelah itu, dilakukan teknik simple random

(25)

39

Dari rumus tersebut diperoleh sampel per dusun, yaitu:

Setelah dilakukan perhitungan, jumlah sampel yang dibutuhkan sebesar 55

orang. Jumlah sampel masing-masing dusun yaitu pada Dusun Korem Luar

sebanyak 13 orang, Dusun Korem Dalam sebanyak 10 orang, Dusun Siabarta

sebanyak 7 orang, Dusun Bahalat I sebanyak 10 orang, Dusun Bahalat II sebanyak

11 orang dan Dusun Ranto sebanyak 4 orang.

3.4 Metode Pengumpulan Data

3.4.1 Sumber Data

1. Data Primer

Data primer merupakan data yang didapatkan dari pengumpulan data secara

langsung oleh peneliti terhadap sasaran. Data primer pada penelitian ini adalah

(26)

2. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang didapatkan dengan cara pengumpulan data

yang diperoleh dari orang lain atau tempat lain dan bukan dilakukan oleh peneliti

sendiri. Data sekunder dalam penelitian ini adalah jumlah lansia dan profil Desa

Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi sebagai tempat penelitian.

3.4.2 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data primer yang terdiri dari tingkat konsumsi (karbohidrat,

protein, lemak, natrium, serat), jenis dan frekuensi makanan pemicu dan

pencegah hipertensi diperoleh melalui wawancara, pengisian formulir food

frequency dan food recall 24 jam, dan untuk data tekanan darah diperoleh melalui

pengukuran langsung oleh bidan desa setempat dengan alat sphygmomanometer

bersamaan dengan wawancara dan pengisian kuesioner berlangsung.

3.5 Definisi Operasional

1. Hipertensi adalah tekanan darah tinggi berlaku apabila tekanan darah sistolik

melebihi 140 mmHg dan tekanan diastolik melebihi 90 mmHg.

2. Konsumsi makanan adalah gambaran jenis dan frekuensi makanan pemicu dan

pencegah hipertensi, serta tingkat konsumsi makanan yang mengandung

(27)

41

3. Jenis dan frekuensi makanan pemicu hipertensi adalah gambaran jenis dan

frekuensi makanan yang dapat menjadi penyebab tingginya tekanan darah atau

hipertensi yang dikonsumsi lansia dalam periode harian, mingguan, bulanan

atau tahunan.

4. Jenis dan frekuensi makanan pencegah hipertensi adalah gambaran jenis dan

frekuensi makanan-makanan yang dapat menurunkan tekanan darah sehingga

dapat mencegah terjadinya hipertensi yang dikonsumsi lansia dalam periode

harian, mingguan, bulanan atau tahunan.

5. Tingkat konsumsi karbohidrat adalah jumlah rata-rata konsumsi karbohidrat

yang didapat dari hasil konversi semua makanan yang dikonsumsi responden

per hari, yang diukur dengan menggunakan metode food recall dan

dibandingkan dengan nilai % AKG.

6. Tingkat konsumsi protein adalah jumlah rata-rata konsumsi protein yang

didapat dari hasil konversi semua makanan yang dikonsumsi responden per

hari, yang diukur dengan menggunakan metode food recall dan dibandingkan

dengan nilai % AKG.

7. Tingkat konsumsi lemak adalah jumlah rata-rata konsumsi lemak yang didapat

dari hasil konversi semua makanan yang dikonsumsi responden per hari, yang

diukur dengan menggunakan metode food recall dan dibandingkan dengan

(28)

8. Tingkat konsumsi natrium adalah jumlah rata-rata konsumsi natrium yang

didapat dari hasil konversi semua makanan yang dikonsumsi responden per

hari, yang diukur dengan menggunakan metode food recall dan dibandingkan

dengan nilai % AKG.

9. Tingkat konsumsi serat adalah jumlah rata-rata konsumsi serat yang didapat

dari hasil konversi semua makanan yang dikonsumsi responden per hari, yang

diukur dengan menggunakan metode food recall dan dibandingkan dengan

nilai % AKG.

.

3.6 Metode Pengukuran

3.6.1 Hipertensi

Pengukuran tekanan darah dilakukan oleh petugas kesehatan atau bidan desa

setempat dengan menggunakan alat sphygmomanometer yang mempunyai

ketelitian milimeter air raksa (mmHg).

Hasil pengukuran tekanan darah dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1) Hipertensi (TDS ≥140 mmHg dan atau TDD ≥90 mmHg)

2) Tidak hipertensi (TDS <140 mmHg) dan atau TDD <90 mmHg)

3.6.2 Konsumsi Makanan

1. Jenis dan Frekuensi Makanan

Pengukuran ini dilakukan untuk melihat jenis dan frekuensi makanan

(29)

43

dengan wawancara secara mendalam dan menggunakan metode frekuensi

makanan.

Jenis makanan dikategorikan sebagai berikut:

1) Makanan pencegah hipertensi, yaitu sayuran (tomat, kentang, wortel, dll),

buah-buahan (pisang, jeruk, nenas, dll), ikan air tawar, kacang tanah, dsb.

2) Makanan pemicu hipertensi, yaitu makanan tinggi kolesterol (daging sapi,

daging kambing), makanan tinggi natrium, makanan yang diawetkan (ikan

asin, telur asin), dsb.

Jenis makanan pencegah dan pemicu hipertensi tersebut diukur bersamaan

dengan mengukur frekuensi makanan, sehingga dapat diketahui seberapa sering

atau frekuensi masyarakat lansia mengonsumsi makanan-makanan tersebut

sehari-harinya.

Untuk frekuensi makanan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1) > 1 kali/hari

2) 1 kali/hari

3) 4-6 kali/minggu

4) 1-3 kali/minggu

5) 1 kali/bulan

6) 1 kali/tahun

7) Tidak pernah

Kategori:

a) Sering, jika frekuensi konsumsi makanan >1 kali/hari, 1 kali/hari dan 4-6

(30)

b) Jarang, jika frekuensi konsumsi makanan 1-3 kali/minggu, 1 kali/bulan dan 1

kali/tahun

c) Tidak pernah

2. Tingkat Konsumsi Makanan

Pengukuran tingkat konsumsi makanan yaitu dengan cara menghitung

jumlah rata-rata konsumsi karbohidrat, protein, lemak, natrium dan serat yang

didapat dari hasil konversi semua makanan yang dikonsumsi responden per hari,

yang diukur dengan menggunakan metode food recall 24 jam.

Langkah-langkah metode pengukurannya adalah sebagai berikut:

1) Data tingkat konsumsi makanan diperoleh dengan menggunakan metode food

recall 24 jam yang dilakukan sebanyak dua kali dan harinya tidak berurutan.

2) Lalu setelah data konsumsi diperoleh, maka dilakukan konversi dari Ukuran

Rumah Tangga ke dalam Ukuran berat (gram) atau dari satuan berat.

3) Setelah diketahui jumlah bahan makanan dan makanan yang dikonsumsi oleh

responden, maka dilakukan perhitungan nilai gizi dan bahan makanan tersebut.

Analisis kandungan zat gizi dilakukan dengan menggunakan Daftar Konsumsi

Bahan Makanan (DKBM) atau dengan bantuan software nutrisurvey

4) Lalu hasil tiap zat gizi dihitung rata-ratanya dari kedua pengukuran (hari

pertama dan hari kedua) dan dibandingkan dengan nilai % AKG menggunakan

(31)

45

Angka Kecukupan Gizi (AKG) pada usia lanjut dapat dilihat seperti dalam

tabel 3.1 berikut:

Tabel 3.1 Angka Kecukupan Gizi Usia Lanjut

Umur

Sumber : Permenkes RI No 75Tahun 2013

Setelah jumlah makanan yang dikonsumsi diperoleh dalam bentuk persen,

hasil persen tersebut lalu dikategorikan sebagai berikut (WNPG, 2004):

a. Lebih : > 110 % AKG

b. Baik : 80-110 % AKG

c. Kurang : < 80 % AKG

3.7 Teknik Penyajian dan Analisis Data

3.7.1 Teknik Penyajian Data

Teknik penyajian data yang dilakukan dalam penelitian ini sebagai berikut:

a. Pemeriksaan Data (editing)

Editing dimaksudkan agar sebelum diolah, data sudah tertata dan terinci

dengan baik. Editing dilakukan sebelum pengolahan data. Data yang dikumpulkan

dari kuesioner dibaca dan diperbaiki, apabila terdapat hal-hal yang salah atau

(32)

b. Pemeriksaan Kode (Coding)

Pemberian kode pada setiap atribut dari setiap variabel yang diteliti untuk

mempermudah waktu saat mengadakan tabulasi dan analisis.

c. Entry Data

Melakukan pemindahan atau pemasukan data dari formulir dan hasil

pengukuran ke dalam komputer untuk diproses. Data yang didapat dimasukkan ke

dalam komputer dengan menggunakan nutrisurvey dan program SPSS untuk

dianalisis.

d. Cleaning Data

Memeriksa kembali data yang telah masuk dalam komputer, apakah ada

kesalahan-kesalahan yang terjadi didalamnya, pemeriksaan data tetap diperlukan

dan harus dilakukan meskipun dalam memasukkan data telah menggunakan atau

memperhatikan kaidah-kaidah yang benar.

3.7.2 Analisis Data

Analisis data yang digunakan mencakup univariat dan bivariat. Analisis data

univariat untuk melihat frekuensi dari variabel-variabel yang diteliti yaitu

konsumsi makanan yang meliputi tingkat konsumsi karbohidrat, protein, lemak,

natrium, serat, dan jenis, frekuensi makanan pemicu dan pencegah hipertensi dan

penyakit hipertensi. Analisis data bivariat bertujuan untuk melihat hubungan

antara variabel independent dengan variabel dependent yaitu hubungan antara

konsumsi makanan terhadap hipertensi pada lansia. Analisis ini menggunakan

(33)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Desa Mekar Bahalat merupakan salah satu desa/nagori di Kecamatan Jawa

Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun yang memiliki jumlah penduduk

terkecil dari keseluruhan desa di Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi yaitu

sejumlah 1583 jiwa, dengan kepadatan 179 jiwa/km2. Jika dibandingkan dengan

kepadatan penduduk rata-rata di Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi, maka

kepadatan penduduk di Desa Mekar Bahalat jauh lebih rendah.

Desa Mekar Bahalat memiliki jumlah KK sebanyak 440 KK dengan jumlah

penduduk sebanyak 1583 jiwa yang terdiri dari 770 laki-laki dan 813 perempuan.

Jumlah penduduk usia produktif (45-59 tahun) sebanyak 389 orang dan jumlah

penduduk lansia sebanyak 120 orang.

Mata pencaharian sebagian besar penduduk di Desa Mekar Bahalat adalah

bertani, sebagian lagi buruh tani, pegawai negeri, pedagang/wiraswasta dan buruh

bangunan. Sebagian besar lansia masih aktif bekerja sebagai petani ataupun buruh

tani setiap hari untuk memenuhi kebutuhan ekonomis keluarga karena beberapa

lansia di Desa Mekar Bahalat sudah hidup sendiri.

Pola makan lansia sehari-hari masih dalam kategori yang kurang karena

tidak ada yang memerhatikan pola makan lansia itu sendiri. Di usia yang sudah

tua seharusnya ada yang memerhatikan pola makan lansia sehingga dapat

menjamin kesehatan lansia di masa tua dan dapat mengurangi terjadinya penyakit

(34)

Salah satu program kerja dinas kesehatan untuk meningkatkan kualitas

kesehatan masyarakat di Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi adalah dengan

digalakkannya program pemerintah daerah Kabupaten Simalungun yang

menetapkan Puskesmas harus siap melayani masyarakat selama 24 jam setiap

hari. Puskesmas Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi berlokasi di pekan Jawa

Maraja yang juga merupakan ibukota Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi. Di

setiap desa di Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi terdapat minimal satu fasilits

kesehatan/tempat berobat yang setingkat di bawah Puskesmas.

Sarana pelayanan kesehatan yang ada di wilayah Desa Mekar Bahalat yaitu

satu unit Puskesmas Pembantu (Pustu) dengan adanya dua bidan desa. Di Desa

Mekar Bahalat hanya terdapat posyandu bayi dan balita yaitu Posyandu Sedap

Malam, Posyandu Supur dan Posyandu Serimipi yang dilaksanakan setiap

bulannya. Lain halnya dengan Posyandu Lansia yang belum tersedia di Desa

Mekar Bahalat sehingga belum ada pemeriksaan kesehatan rutin yang dilakukan

terkhusus untuk para lansia.

4.2 Karakteristik Responden

Berdasarkan pengambilan data di lapangan diperoleh jumlah responden

sebanyak 55 responden dengan usia ≥ 60 tahun. Karakteristik lansia yang dikaji

dalam penelitian ini meliputi jenis kelamin dan riwayat keluarga dengan

hipertensi. Distribusi lansia berdasarkan jenis kelamin di Desa Mekar Bahalat

Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun menunjukkan bahwa

(35)

49

berdasarkan riwayat keluarga dengan hipertensi di Desa Mekar Bahalat

Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun menunjukkan bahwa

sebagian besar responden tidak ada riwayat keluarga dengan hipertensi (69,1%).

Distribusi karakteristik lansia di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa

Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun Tahun 2016 selengkapnya dapat dilihat

pada tabel 4.1.

Tabel 4.1 Distribusi Karakteristik Lansia di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun Tahun 2016

No Karakteristik Lansia N %

1 Jenis Kelamin

Laki-laki 17 30,9

Perempuan 38 69,1

Total 55 100,0

2 Riwayat Keluarga dengan Hipertensi (Penderita Hipertensi)

Ada riwayat keluarga dengan hipertensi 17 30,9

Tidak ada riwayat keluarga dengan hipertensi 38 69,1

Total 55 100,0

4.3 Kejadian Hipertensi

Status lansia yang dikaji dalam penelitian ini hanya meliputi tekanan darah

pada lansia yang terdiri dari tekanan sistolik dan diastolik yang diukur melalui

sphygmomanometer yang dikaitkan dengan kejadian hipertensi pada lansia yang

meliputi hipertensi apabila TD ≥ 140/90 mmHg dan tidak hipertensi apabila TD <

140/90 mmHg.

Berdasarkan kejadian hipertensi responden diperoleh hasil bahwa ada

sebanyak 33 orang lansia (60,0 %) yang memiliki tekanan darah tinggi atau

(36)

pengukuran dilakukan di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi

Kabupaten Simalungun.

Distribusi kejadian hipertensi pada lansia di Desa Mekar Bahalat Kecamatan

Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun Tahun 2016 selengkapnya dapat

dilihat pada tabel 4.2.

Tabel 4.2 Distribusi Kejadian Hipertensi pada Lansia di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun Tahun 2016

No Kejadian Hipertensi N %

1 Hipertensi 33 60,0

2 Tidak Hipertensi 22 40,0

Total 55 100,0

4.4 Jenis dan Frekuensi Konsumsi Makanan Pencegah dan Pemicu Hipertensi pada Lansia

4.4.1 Jenis dan Frekuensi Konsumsi Makanan Pencegah Hipertensi pada Lansia

Berdasarkan jenis dan frekuensi konsumsi makanan pencegah hipertensi

diperoleh hasil bahwa jenis makanan yang sering dikonsumsi oleh sebagian besar

responden yaitu: untuk jenis makanan pokok adalah jagung sebanyak 5,5%, untuk

jenis lauk hewani adalah ikan air tawar sebanyak 47,3%, untuk jenis lauk nabati

adalah tempe sebanyak 65,5%, untuk jenis sayur-sayuran adalah tomat sebanyak

98,2%, untuk jenis buah-buahan adalah pisang sebanyak 70,9% dan untuk jenis

kacang-kacangan adalah kacang hijau sebanyak 16,4%.

Distribusi lansia berdasarkan jenis dan frekuensi konsumsi makanan

pencegah hipertensi di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi

(37)

51

Tabel 4.3 Distribusi Jenis dan Frekuensi Konsumsi Makanan Pencegah Hipertensi pada Lansia di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun Tahun 2016

Jenis Makanan Sering Jarang Tidak Pernah

N % N % N %

4.4.2 Jenis dan Frekuensi Konsumsi Makanan Pemicu Hipertensi pada Lansia

Berdasarkan jenis dan frekuensi konsumsi makanan pemicu hipertensi

diperoleh hasil bahwa jenis makanan yang sering dikonsumsi oleh sebagian besar

responden yaitu: untuk makanan tinggi kolesterol adalah daging babi sebanyak

60,0%, untuk jenis makanan yang diawetkan adalah ikan asin sebanyak 94,5%

(38)

Distribusi lansia berdasarkan jenis dan frekuensi konsumsi makanan pemicu

hipertensi di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten

Simalungun selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.4.

Tabel 4.4 Distribusi Pola Konsumsi Makanan Pemicu Hipertensi pada Lansia di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun Tahun 2016

Jenis Makanan Sering Jarang Tidak Pernah

N % N % N %

4.5 Tingkat Konsumsi Karbohidrat, Protein, Lemak, Natrium dan Serat

Tingkat konsumsi karbohidrat, protein, lemak, natrium dan serat pada

responden merupakan jumlah rata-rata karbohidrat, protein, lemak, natrium dan

serat harian yang didapat dari hasil konversi semua makanan yang dikonsumsi

responden per hari, yang diukur dengan menggunakan metode food recall 2x24

jam, dan dibandingkan dengan nilai % AKG.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki

tingkat konsumsi karbohidrat berdasarkan Angka Kecukupan Gizi dalam kategori

kurang, yaitu sebanyak 52,7%, tingkat konsumsi protein berdasarkan Angka

(39)

53

45,5%, tingkat konsumsi lemak berdasarkan Angka Kecukupan Gizi sebagian

besar responden dalam kategori lebih, yaitu sebanyak 58,2%, tingkat konsumsi

natrium berdasarkan Angka Kecukupan Gizi sebagian besar responden dalam

kategori lebih, yaitu sebanyak 50,9% dan tingkat konsumsi serat berdasarkan

Angka Kecukupan Gizi sebagian besar responden termasuk dalam kategori

kurang, yaitu sebanyak 50,9%.

Distribusi lansia berdasarkan tingkat konsumsi karbohidrat, protein, lemak,

natrium dan serat pada Lansia di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja

Bah Jambi Kabupaten Simalungun Tahun 2016 selengkapnya dapat dilihat pada

tabel 4.5.

Tabel 4.5 Distribusi Tingkat Konsumsi Karbohidrat, Protein, Lemak, Natrium dan Serat pada Lansia di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun Tahun 2016

4.6 Hubungan Tingkat Konsumsi Karbohidrat, Protein, Lemak, Natrium dan Serat dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia

Hubungan antara tingkat konsumsi karbohidrat, protein, lemak, natrium dan

serat dengan kejadian hipertensi dianalisis menggunakan uji chi square dengan α

= 0,05. Dikatakan memiliki hubungan yang bermakna jika nilai p ≤ 0,05 dan tidak

(40)

4.6.1 Hubungan Tingkat Konsumsi Karbohidrat dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia

Hasil analisis hubungan tingkat konsumsi karbohidrat dengan kejadian

hipertensi pada lansia diketahui bahwa diantara 18 orang yang konsumsi

karbohidratnya lebih, terdapat 11 orang (61,1%) yang mengalami hipertensi dan 7

orang (38,9%) yang tidak hipertensi. Diantara 8 orang yang konsumsi

karbohidratnya baik, terdapat 4 orang (50,0%) yang mengalami hipertensi dan 4

orang (50,0%) juga yang tidak hipertensi. Diantara 29 orang yang konsumsi

karbohidratnya kurang, terdapat 18 orang (62,1%) yang mengalami hipertensi dan

11 orang (37,9%) yang tidak hipertensi. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p

value sebesar 0,821, artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat

konsumsi karbohidrat dengan kejadian hipertensi pada lansia di Desa Mekar

Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun.

Hasil analisis hubungan tingkat konsumsi karbohidrat dengan kejadian

hipertensi pada lansia selengkapnya disajikan pada tabel 4.6.

Tabel 4.6 Hubungan Tingkat Konsumsi Karbohidrat dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun Tahun 2016

No Tingkat Konsumsi Karbohidrat

Kejadian Hipertensi Total P

(41)

55

4.6.2 Hubungan Tingkat Konsumsi Protein dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia

Hasil analisis hubungan tingkat konsumsi protein dengan kejadian

hipertensi pada lansia diketahui bahwa diantara 18 orang yang konsumsi

proteinnya lebih, terdapat 8 orang (44,4%) yang mengalami hipertensi dan 10

orang (55,6%) yang tidak hipertensi. Diantara 25 orang yang konsumsi proteinnya

baik, terdapat 18 orang (72,0%) yang mengalami hipertensi dan 7 orang (28,0%)

yang tidak hipertensi. Diantara 12 orang yang konsumsi proteinnya kurang,

terdapat 7 orang (58,3%) yang mengalami hipertensi dan 5 orang (41,7%) yang

tidak hipertensi. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p value sebesar 0,189,

artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat konsumsi protein

dengan kejadian hipertensi pada lansia di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa

Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun.

Hasil analisis hubungan tingkat konsumsi protein dengan kejadian

hipertensi pada lansia selengkapnya disajikan pada tabel 4.7.

Tabel 4.7 Hubungan Tingkat Konsumsi Protein dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun Tahun 2016

No Tingkat Konsumsi

Protein

Kejadian Hipertensi Total P

(42)

4.6.3 Hubungan Tingkat Konsumsi Lemak dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia

Hasil analisis hubungan tingkat konsumsi lemak dengan kejadian hipertensi

pada lansia diketahui bahwa diantara 32 orang yang konsumsi lemaknya lebih,

terdapat 16 orang (50,0%) yang mengalami hipertensi dan 15 orang (50,0%) juga

yang tidak hipertensi. Diantara 14 orang yang konsumsi lemaknya baik, terdapat 8

orang (57,1%) yang mengalami hipertensi dan 6 orang (42,9%) yang tidak

hipertensi. Diantara 9 orang yang konsumsi lemaknya kurang, terdapat 9 orang

(100,0%) yang mengalami hipertensi. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p

value sebesar 0,025, artinya ada hubungan yang bermakna antara tingkat

konsumsi lemak dengan kejadian hipertensi pada lansia di Desa Mekar Bahalat

Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun.

Hasil analisis hubungan tingkat konsumsi lemak dengan kejadian hipertensi

pada lansia selengkapnya disajikan pada tabel 4.8.

Tabel 4.8 Hubungan Tingkat Konsumsi Lemak dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun Tahun 2016

No Tingkat Konsumsi

Lemak

Kejadian Hipertensi Total P

Hipertensi Tidak Hipertensi

4.6.4 Hubungan Tingkat Konsumsi Natrium dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia

Hasil analisis hubungan tingkat konsumsi natrium dengan kejadian

(43)

57

tidak hipertensi. Diantara 16 orang yang konsumsi natriumnya baik, terdapat 10

orang (62,5%) yang mengalami hipertensi dan 6 orang (37,5%) yang tidak

hipertensi. Diantara 11 orang yang konsumsi natriumnya kurang, terdapat 3 orang

(27,3%) yang mengalami hipertensi dan 8 orang (72,7%) yang tidak hipertensi.

Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p value sebesar 0,039, artinya ada hubungan

yang bermakna antara tingkat konsumsi natrium dengan kejadian hipertensi pada

lansia di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten

Simalungun.

Hasil analisis hubungan tingkat konsumsi natrium dengan kejadian

hipertensi pada lansia selengkapnya disajikan pada tabel 4.9.

Tabel 4.9 Hubungan Tingkat Konsumsi Natrium dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun Tahun 2016

No Tingkat Konsumsi

Natrium

Kejadian Hipertensi Total P

Hipertensi Tidak Hipertensi

4.6.5 Hubungan Tingkat Konsumsi Serat dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia

Hasil analisis hubungan tingkat konsumsi serat dengan kejadian hipertensi

diketahui bahwa diantara 15 orang yang konsumsi seratnya lebih, terdapat 5 orang

(33,3%) yang mengalami hipertensi dan 10 orang (66,7%) yang tidak hipertensi.

Diantara 12 orang yang konsumsi seratnya baik, terdapat 7 orang (58,3%) yang

mengalami hipertensi dan 5 orang (41,7%) yang tidak hipertensi. Diantara 28

(44)

hipertensi dan 7 orang (25,0%) yang tidak hipertensi. Dari hasil uji statistik

diperoleh nilai p value sebesar 0,029, artinya ada hubungan yang bermakna antara

tingkat konsumsi serat dengan kejadian hipertensi pada lansia di Desa Mekar

Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun.

Hasil analisis hubungan tingkat konsumsi serat dengan kejadian hipertensi

pada lansia selengkapnya disajikan pada tabel 4.10.

Tabel 4.10 Hubungan Tingkat Konsumsi Serat dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun Tahun 2016

No Tingkat Konsumsi

Serat

Kejadian Hipertensi Total P

Hipertensi Tidak Hipertensi

n % n % n %

1 Lebih 5 33,3 10 66,7 15 100,0

0,029

2 Baik 7 58,3 5 41,7 12 100,0

(45)

BAB V PEMBAHASAN

5.1 Kejadian Hipertensi pada Lansia

Di negara maju saat ini hanya sedikit pasien hipertensi dengan tekanan

darah yang terkontrol (TDS <140, TDD <90 mmHg), hal ini disebabkan oleh

pengobatan yang tidak maksimal pada lansia (Suhardjono, 2006). Hipertensi

adalah peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik yang menetap.

Peninggian tekanan sistolik tanpa diikuti oleh peninggian tekanan diastolik

disebut hipertensi sistolik terisolasi (isolated sytolic hypertension). Hipertensi

sistolik terisolasi umumnya dijumpai pada usia lanjut, jika keadaan ini dijumpai

pada masa dewasa muda lebih banyak dihubungkan sirkulasi hiperkinetik dan

diramalkan dikemudian hari tekanan diastoliknya juga ikut. Hipertensi sistolik

adalah jantung berdenyut terlalu kuat sehingga dapat meningkatkan angka sistolik.

Tekanan sistolik berkaitan dengan tingginya tekanan pada arteri bila jantung

berkontraksi (denyut jantung) (Soeharto, 2004).

Penentuan hipertensi baik sistolik maupun distolik responden diukur melalui

sphygmomanometer. Hasil penelitian berdasarkan tabel 4.2 di Desa Mekar

Bahalat diketahui bahwa proporsi lansia yang menderita hipertensi (60,0%)

jumlahnya lebih banyak daripada lansia yang tidak menderita hipertensi (40,0%).

Hasil penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa kejadian hipertensi pada

kelompok lanjut usia (60 tahun keatas) di Desa Mekar Bahalat lebih tinggi

dibandingkan dengan hasil penelitian Siti Widyaningrum (2012) pada lansia (55

(46)

Selain itu, angka prevalensi hipertensi di Desa Mekar Bahalat tersebut sudah

termasuk dalam kategori tinggi menurut batas yang ditetapkan oleh Depkes RI

(2000) untuk usia 50 tahun keatas yaitu melebihi 20-30%. Hal ini sudah termasuk

dalam masalah kesehatan masyarakat yang tinggi maka itu diperlukan adanya

penanggulangan yang baik dalam mengurangi kejadian hipertensi pada lansia di

Desa Mekar Bahalat.

5.2 Konsumsi Makanan

Penyakit tidak menular seperti halnya hipertensi sangat dipengaruhi oleh

makanan yang dikonsumsi masyarakat setiap harinya. Konsumsi makanan dalam

hal ini meliputi jenis dan frekuensi konsumsi makanan pencegah dan pemicu

hipertensi dan tingkat konsumsi karbohidrat, protein, lemak, natrium, serat.

5.2.1 Jenis dan Frekuensi Konsumsi Makanan Pencegah Hipertensi

Jenis makanan pokok pencegah hipertensi yang paling sering dikonsumsi

lansia di Desa Mekar Bahalat adalah jagung (5,5%). Jenis makanan pokok yang

termasuk dalam makanan pencegah hipertensi menurut beberapa sumber adalah

beras merah dan jagung. Namun, yang paling sering dikonsumsi adalah jagung

karena jagung lebih mudah didapat di Desa Mekar Bahalat ini daripada beras

merah. Kandungan yang terdapat dalam tanaman jagung sangat banyak mulai dari

karbohidrat, serat, vitamin, kalium, asam linoleat, asam folat, beta karoten,

mineral, protein dan lain-lain. Di dalam jagung terdapat zat gizi kalium yang

(47)

61

Jenis lauk hewani pencegah hipertensi yang sering dikonsumsi lansia di

Desa Mekar Bahalat adalah ikan air tawar (47,3%). Ikan air tawar yang sering

dikonsumsi lansia adalah ikan nila dan ikan mas. Manfaat ikan air tawar bagi

kesehatan yaitu memiliki kandungan zat besi yang tinggi. Manfaat zat besi ini

yaitu untuk membantu memperlancar peredaran darah. Peredaran darah yang

lancar akan membuat tubuh menjadi lebih segar dan organ tubuh tidak akan

kekurangan pasokan darah. Hal ini dapat mencegah terjadinya berbagai macam

gangguan kesehatan, seperti jantung, penyumbatan pembuluh darah dan juga

serangan stroke. Ikan air tawar seperti ikan nila dan ikan mas lebih sering

dikonsumsi masyarakat di Desa Mekar Bahalat karena mudah diperoleh dan

beberapa masyarakat juga memiliki kolam ikan air tawar yang dipelihara untuk

dapat dijual dan dikonsumsi oleh masyarakat itu sendiri.

Jenis lauk nabati pencegah hipertensi yang sering dikonsumsi lansia di Desa

Mekar Bahalat adalah tempe (65,5%). Selain mudah didapat dan dengan harga

yang terjangkau, tempe juga lebih disukai dan sering dikonsumsi oleh masyarakat

di Desa Mekar Bahalat. Kandungan gizi dalam tempe diperkaya dengan vitamin B

kompleks yang terdiri dari B12 atau sianokobalamin, B1 atau tiamin, B2 atau

riboflavin, B6 atau piridoksin dan lain-lain. Yang unik, kandungan vitamin B12

tempe sangat tinggi dan mampu mencukupi kebutuhan vitamin tubuh. Selain

vitamin dan asam lemak, tempe juga diperkaya dengan mineral antara lain

kalsium, Fe atau zat besi, mangan, zink, fosfor, inositol, magnesium dan lain-lain.

Hal lain yang penting dari tempe adalah keberadaan zat anti-oksidan yang populer

(48)

sel-sel tubuh. Beberapa penelitian juga menyatakan bahwa tempe mampu

mencegah timbulnya hipertensi.

Jenis sayur-sayuran pencegah hipertensi yang sering dikonsumsi lansia di

Desa Mekar Bahalat adalah tomat (98,2%). Di dalam tomat (solanum

lycopersicum syn. Lycopersicum esculentum) terdapat kandungan alkaloid slonain

(0,007%), sapinin, asam folat, asam malat, asam sitrat, bioflavonoid, protein,

lemak, gula, adenin, trigolin, holin, tomatin, mineral, vitamin, dan histamin.

Penelitian dari Rowett Research Institute di Aberdeen, Skotlandia, menemukan

bahwa gel berwarna kuning yang menyelubungi biji tomat dapat mencegah

penggumpalan dan pembekuan darah yang dapat menyebabkan penyakit

hipertensi, jantung, dan stroke. Warna merah pada tomat banyak mengandung

lycopene, yaitu suatu zat antioksidan yang dapat menghancurkan radikal bebas

dalam tubuh akibat rokok, polusi dan sinar ultraviolet.

Konsumsi tomat disarankan untuk memilih yang berwarna merah daripada

yang hijau. Hal ini didasarkan bahwa, kandungan lycopene dalam tomat merah 5

(lima) kali lebih banyak dari pada yang berawrna hjau. Berbeda dengan sayur

lainnya yang lebih bermanfaat jika dimakan mentah-mentah, ternyata tomat lebih

baik dicampur dengan masakan atau dihancurkan dahulu sebelum dimakan. Para

peneliti menemukan lycopene yang dkeluarkan pada tomat tersebut lebih banyak

dibandingkan dengan tomat yang langsung dimakan tanpa diolah terlebih dahulu.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Monika (2013) di Bandung

bahwa pemberian jus tomat secara signifikan dapat menurunkan tekanan darah

(49)

63

Selain tomat, banyak sayuran yang direkomendasikan oleh DASH untuk

sering dikonsumsi bagi penderita hipertensi, diantaranya kol, brokoli, kentang,

dan bayam. Walaupun harga yang ditawarkan relatif terjangkau dan mudah untuk

mendapatkannya, tetapi konsumsi di masyarakat berbeda-beda. Hal ini disebabkan

rasa suka akan jenis makanan tersebut atau kebiasaan makan yang ada di

masyarakat, serta tingkat pengetahuan akan kandungan dalam makanan tersebut

yang membuat tiap masyarakat berbeda-beda dalam mengkonsumsinya.

Jenis buah-buahan pencegah hipertensi yang sering dikonsumsi lansia di

Desa Mekar Bahalat adalah pisang (70,9%). Pisang mengandung bioflavonoid

(termasuk rutin), protein, lemak, gula (glukosa, fruktosa), adenin, trigonelin,

kholin, mineral (Ca, Mg, P, K, Na, Fe, sulfur, klorin), vitamin (B1, B2, B6, C, E,

likopen, niasin), dan histamin. Rutin mengonsumsi pisang dapat memperkuat

dinding kapiler pembuluh darah. Klorin dan sulfur adalah trace element yang

berkhasiat detoksikan. Klorin alamiah menstimulir kerja hati untuk membuang

racun tubuh dan sulfur melindungi hati dari terjadinya sirosis hati dan penyakit

hati lainnya.

Pisang banyak terdapat di masyarakat, khususnya di wilayah Desa Mekar

Bahalat. Selain bergizi tinggi, harga yang ditawarkan juga terjangkau. Pengolahan

pisang menjadi makanan olahan lain juga mudah, misalnya: digoreng, direbus,

ataupun dibakar. Oleh karena itu, pisang tidak cepat membuat jenuh atau bosan

untuk dikonsumsi dalam masyarakat. Jenis buah-buahan lain yang

direkomendasikan oleh DASH tetapi jarang dikonsumsi responden diantaranya

(50)

ini karena harganya jauh lebih mahal dibandingkan buah-buahan lain seperti

pisang dan selera di mayarakat yang mungkin sebagian besar kurang suka untuk

mengkonsumsi buah ini.

Jenis kacang-kacangan pencegah hipertensi yang sering dikonsumsi lansia

di Desa Mekar Bahalat adalah kacang hijau (16,4%). Kacang hijau memiliki

banyak kandungan gizi nutrisi didalamnya seperti vitamin, protein, fosfor,

kalsium, lemak dan serat yang sangat bagus untuk kesehatan tubuh. Kacang hijau

juga diperkaya dengan Omega-3 sebesar 0,9 mg/100gr dan Omega-6 sebesar 119

mg/100gr yang berguna untuk menurunkan hipertensi, kolesterol dan menjaga

kesehatan jantung. Kacang hijau sering dikonsumsi sebagai makanan selingan

ketika beraktivitas atau bersosialisasi dengan masyarakat. Harga yang terjangkau,

mudah diperoleh dan mudah dalam pengolahannya seperti menjadi bubur

menjadikannya makanan yang paling sering untuk dikonsumsi di masyarakat.

5.2.2 Jenis dan Frekuensi Konsumsi Makanan Pemicu Hipertensi

Jenis makanan tinggi kolesterol pemicu hipertensi yang sering dikonsumsi

lansia di Desa Mekar Bahalat adalah daging babi (60,0%). Jenis makanan yang

mengandung kolesterol tinggi dalam penelitian ini yaitu daging kambing, daging

sapi, daging babi dan udang. Namun yang paling sering dikonsumsi lansia adalah

daging babi yang biasanya didapat dan dikonsumsi saat adanya pesta adat di desa

tersebut. Tidak hanya saat pesta adat, namun juga masyarakat mengolah dan

(51)

65

Daging sapi, kambing dan babi dikenal sebagai salah satu sumber kolesterol

jahat. Kandungan kolesterol per 100 gram dari daging sebenarnya tidak terlalu

tinggi, yaitu sekitar 72 mg untuk daging sapi dan 70 mg untuk babi. Namun

jumlah daging yang dikonsumsi dan cara pengolahannya yang sering

menggunakan minyak goreng, membuat bahan makanan ini sebaiknya tidak

dikonsumsi terlalu sering. Beberapa bagian daging seperti iga bahkan memiliki

kadar lemak yang sangat tinggi. Kadar kolesterol yang tinggi di dalam darah yaitu

melebihi batas maksimum 240 mg akan sangat rentan dengan berbagai ancaman

kesehatan serius seperti hipertensi/darah tinggi, serangan jantung, hingga stroke.

Jenis makanan yang diawetkan sebagai pemicu hipertensi yang sering

dikonsumsi lansia di Desa Mekar Bahalat adalah ikan asin (94,5%). Jenis

makanan yang diawetkan ada 3 (tiga) macam dalam penelitian ini yaitu: ikan asin,

telur asin dan ikan teri kering. Makanan yang diawetkan tidak baik bagi penderita

hipertensi. Hal ini disebabkan karena kandungan garam yang tinggi yang

digunakan untuk mengawetkan makanan tersebut. Selain itu, rendahnya kadar

vitamin, mineral dan serat yang ada karena terkikis dalam proses pengawetan.

Penambahan kadar natrium juga terlihat pada telur asin, dimana pada telur itik

segar mempunyai kadar natrium 56 mg, meningkat menjadi 120 mg pada saat

diolah menjadi telur asin. Penambahan ini dimungkinkan berasal dari garam dapur

(NaCl) yang masuk melalui pori-pori telur saat perendaman (Muchtadi, 2000).

Jenis makanan tinggi natrium sebagai pemicu hipertensi yang sering

dikonsumsi lansia di Desa Mekar Bahalat adalah biskuit (50,9%). Biskuit

(52)

menggunakan garam atau soda kue yang tinggi akan natrium. Masyarakat lansia

di Desa Mekar Bahalat biasanya mengonsumsi biskuit sebagai cemilan makanan

di pagi ataupun sore hari. Selain harganya terjangkau, biskuit juga mudah didapat

di warung-warung terdekat sehingga membuat lansia sering untuk

mengonsumsinya.

Beberapa biskuit seperti cracker mengandung natrium yang tinggi di

dalamnya yaitu di dalam 100 gram biskuit mengandung 580 mg natrium.

Kandungan natrium yang tinggi dalam tubuh dapat mengganggu kerja ginjal.

Natrium harus dikeluarkan dari tubuh oleh ginjal, tetapi karena natrium sifatnya

mengikat banyak air, maka makin tinggi natrium membuat volume darah

meningkat. Volume darah semakin tinggi sedangkan lebar pembuluh darah tetap,

maka alirannya jadi deras, yang artinya tekanan darah menjadi semakin

meningkat. Hal ini dapat meningkatkan risiko hipertensi.

5.2.3 Tingkat Konsumsi Karbohidrat

Berdasarkan tabulasi silang tingkat konsumsi karbohidrat pada responden di

Desa Mekar Bahalat, dapat diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki

tingkat konsumsi karbohidrat yang kurang (52,7%). Kurangnya konsumsi

makanan yang mengandung karbohidrat oleh lansia di desa tersebut karena

beberapa lansia lebih sering hanya mengonsumsi nasi setiap harinya sebagai

sumbangan karbohidrat dan jarang mengonsumsi pangan karbohidrat yang

(53)

67

Kekurangan karbohidrat dapat membuat tubuh tidak mendapatkan vitamin

dan mineral yang ditemukan dalam makanan yang mengandung karbohidrat,

sehingga sistem kekebalan tubuh akan berkurang. Akibatnya adalah terjadi

peningkatan jumlah makanan yang tinggi lemak dan kolesterol yang dapat

menyebabkan hipertensi bahkan peningkatan risiko penyakit jantung.

Tingkat konsumsi karbohidrat yang cenderung berlebihan yang tidak

diimbangi dengan kebutuhan atau pemakainya akan meningkatkan penyimpanan

glikogen dalam tubuh. Glukosa yang ada di dalam tubuh nantinya berpengaruh

pada meningkatnya produksi insulin dan trigliserida dalam pembuluh darah.

Ketika kadar insulin meningkat maka akan meningkatkan reabsorbsi natrium di

dalam tubuh untuk mengimbangi cairan yang ada dalam pembuluh darah. Jika hal

tersebut dibiarkan akan menimbulkan hipertensi. Oleh karena itu, pembatasan

konsumsi karbohidrat perlu pula dilakukan selain pembatasan konsumsi lemak

dan natrium. Lansia sebaiknya mengonsumsi karbohidrat yang cukup dan sesuai

dengan standar agar terhindar dari penyakit yang sering terjadi pada lansia seperti

hipertensi.

5.2.4 Tingkat Konsumsi Protein

Berdasarkan tabulasi silang tingkat konsumsi protein pada responden di

Desa Mekar Bahalat, dapat diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki

tingkat konsumsi protein baik (45,5%). Protein nabati yang sering dikonsumsi

adalah tempe, tahu dan kacang hijau. Secara teori, protein nabati memiliki

(54)

Treonin, Lisin dan Histidin, kecuali Metionin. Asam amino essensial dapat

meningkatkan proses transport aktif dari darah ke dalam sel otot dan jaringan

lainnya dan meningkatkan sintesa protein di sel otot dan sel hati dengan

mengaktifkan ribosom dan menghambat proses katabolisme protein dengan

bantuan insulin. Hal ini berefek terhadap sistem kardiovaskular yaitu dapat

meningkatkan aliran darah perifer serta menurunkan resistensi perifer, sehingga

terjadi peningkatan curah jantung yang berpengaruh terhadap penurunan tekanan

darah.

5.2.5 Tingkat Konsumsi Lemak

Berdasarkan tabulasi silang tingkat konsumsi lemak pada responden, dapat

diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat konsumsi lemak lebih

(58,2%). Rata-rata tingkat konsumsi lemak yang didasarkan pada %AKG adalah

141,9%. Berdasarkan hasil tersebut, diketahui bahwa tingkat konsumsi lemak

responden jauh melebihi kecukupan gizi yang dianjurkan untuk dikonsumsi oleh

tubuh mereka. Pembatasan konsumsi lemak dilakukan agar kadar kolesterol darah

tidak terlalu tinggi. Kadar kolesterol darah yang tinggi dapat mengakibatkan

terjadinya endapan kolesterol dalam dinding pembuluh darah. Akumulasi dari

endapan kolesterol apabila bertambah akan menyumbat pembuluh nadi dan

mengganggu peredaran darah. Dengan demikian, akan memperberat kerja jantung

(55)

69

5.2.6 Tingkat Konsumsi Natrium

Berdasarkan tabulasi silang tingkat konsumsi natrium pada responden, dapat

diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat konsumsi natrium

lebih (50,9%). Jenis makanan yang mengandung natrium banyak dikonsumsi oleh

responden. Pada pengolahan dan pemasakan bahan makanan juga menggunakan

garam melebihi standar yang ada dan sesuai dengan selera. Lansia di Desa Mekar

Bahalat sebagian besar sering mengonsumsi makanan yang mengandung tinggi

natrium seperti lauk ikan asin dan teri kering karena harganya yang memang

terjangkau dan mudah didapat.

Mengonsumsi garam berlebih dapat meningkatkan volume darah di dalam

tubuh, yang berarti jantung harus memompa lebih giat sehingga tekanan darah

naik. Kenaikan ini berakibat pada ginjal yang harus menyaring lebih banyak

garam dapur dan air. Karena masukan (input) harus sama dengan pengeluaran

(output) dalam sistem pembuluh darah, jantung harus memompa lebih kuat

dengan tekanan lebih tinggi. Dinding pembuluh darah kemudian bereaksi dengan

cara penebalan dan penyempitan, untuk menyediakan ruang yang lebih sempit di

kapiler darah, dan meningkatkan “resistensi” yang pada akhirnya membutuhkan

tekanan yang lebih tinggi untuk memindahkan darah ke organ dan akibatnya

adalah hipertensi.

5.2.7 Tingkat Konsumsi Serat

Berdasarkan tabulasi silang tingkat konsumsi serat pada responden, dapat

(56)

kurang (50,9%). Serat larut banyak dikonsumsi responden, meskipun sebagian

masih belum memenuhi standar yang telah direkomendasikan. Lansia di Desa

Mekar Bahalat sebagian besar sering mengonsumsi sayuran seperti tomat dan

bayam untuk memenuhi kebutuhan serat harian mereka. Namun, masyarakat di

desa ini terutama lansia jarang untuk mengonsumsi buah-buahan sehingga sumber

serat dari jenis buah-buahan masih kurang. Sebagian besar responden lebih sering

hanya mengonsumsi buah-buahan seperti pisang dan pepaya saja.

Serat yang larut dapat mengurangi penyerapan kolesterol dalam pencernaan

dengan cara mengikatnya dengan empedu (yang mengandung kolesterol) dan

kolesterol diit sehingga dapat dikeluarkan oleh tubuh. Serat larut diantaranya

pektin (terdapat sayur dan buah terutama di dalam jambu biji, apel, dan wortel),

gum (didapat dari sari pohon akasia), mukilase (terdapat di dalam jenis

biji-bijian), dan algal (terdapat dalam alga dan rumput laut) (Almatsier, 2005).

5.3 Hubungan Konsumsi Makanan dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia di Desa Mekar Bahalat

Konsumsi makanan dalam hal ini meliputi tingkat konsumsi karbohidrat,

protein, lemak, natrium dan serat yaitu jumlah rata-rata konsumsi karbohidrat,

lemak, natrium dan serat harian yang didapat dari hasil konversi semua makanan

yang dikonsumsi responden per hari, yang diukur dengan menggunakan metode

(57)

71

5.3.1 Hubungan Tingkat Konsumsi Karbohidrat dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia

Berdasarkan hasil analisis menggunakan Uji chi square pada hubungan

antara tingkat konsumsi karbohidrat dengan kejadian hipertensi pada lansia

didapatkan hasil (p = 0,821) > α, sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel

tingkat konsumsi karbohidrat terbukti tidak memiliki hubungan dengan kejadian

hipertensi pada responden di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah

Jambi Kabupaten Simalungun. Berdasarkan hasil % AKG rata-rata tingkat

konsumsi karbohidrat maka dapat diketahui bahwa jumlah konsumsi responden

jauh melebihi standar yang ada. Apabila tidak diimbangi dengan pengeluaran

(output) energi yang ada, maka sisa kalori karbohidrat yang ada di dalam tubuh

akan ditimbun menjadi lemak. Penumpukan lemak di dalam tubuh, terutama di

bagian perut akan memperberat risiko terjadinya komplikasi akibat hipertensi.

Karbohidrat dapat menyebabkan terjadinya hiperlipidemia (penyebab

terjadinya aterosklerosis). Proses ini dimulai dari pencernaan karbohidrat yang

akhirnya menghasilkan karbondioksida, air dan energi. Bila energi tidak

diperlukan, asetil KoA tidak memasuki siklus asam sitrat (TCA) tetapi digunakan

untuk membentuk asam lemak dan menghasilkan trigliserida. Oleh karena itu,

pembatasan konsumsi karbohidrat juga perlu dilakukan. Memang bukan penyebab

secara langsung, tapi menunjang untuk memperbesar risiko terjadinya hipertensi.

Ketidakseimbangan antara konsumsi karbohidrat dan kebutuhan energi,

dimana konsumsi terlalu berlebihan dibandingkan dengan kebutuhan atau

pemakaian energi akan menimbulkan kegemukan atau obesitas. Kelebihan energi

(58)

jaringan lemak ditimbun dalam beberapa tempat tertentu, diantaranya di jaringan

subkutan dan di dalam jaringan usus (momentum). Jaringan lemak subkutan di

daerah dinding perut bagian depan (obesitas sentral) sangat berbahaya daripada

jaringan lemak di pantat. Karena menjadi risiko terjadinya penyakit

kardiovaskuler (Yuniastuti, 2007).

Berdasarkan uji statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang

bermakna antara konsumsi karbohidrat dengan kejadian hipertensi pada lansia.

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Siti Widyaningrum (2012) di Pelayanan

Sosial Lanjut Usia Jember yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang

bermakna (signifikan secara statistik dengan nilai p (0,599) > α (0,05)) antara

asupan karbohidrat dengan tekanan darah pada penderita hipertensi lansia. Hasil

penelitian ini juga sama dengan penelitian Manawan, dkk (2016) yang

menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara asupan karbohidrat dengan

kejadian hipertensi. Namun hasil penelitian ini berlawanan dengan hasil penelitian

Derris Sugianty (2010) yang menyatakan bahwa ada hubungan asupan

karbohidrat dengan tekanan darah sistolik pada lansia di Panti Wreda

Pengayoman Semarang.

5.3.2 Hubungan Tingkat Konsumsi Protein dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia

Berdasarkan hasil analisis menggunakan Uji chi square pada hubungan

antara tingkat konsumsi protein dengan kejadian hipertensi pada lansia didapatkan

hasil (p = 0,189) > α, sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel tingkat

(59)

73

pada responden di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi

Kabupaten Simalungun.

Protein berfungsi sebagai zat pembangun dan pendorong metabolisme pada

tubuh manusia. Protein itu tidak diproduksi dari tubuh kita melainkan bersumber

dari makanan yang mengandung protein yang kita konsumsi. Artinya manfaat

protein dirasakan ketika kebutuhan protein harian tercukupi melalui makanan

sumber protein.

Protein mempunyai banyak fungsi di dalam tubuh kita. Pada dasarnya

protein menunjang keberadaan setiap sel tubuh, proses kekebalan tubuh. Dalam

kondisi normal, protein dibutuhkan oleh tubuh sekitar 0,8 gr/kg BB/hari dengan

perbandingan protein nabati dan hewani yaitu 3:1. Pada dua studi observasional

utama INTERMAP dan The Chicago Western Electric Study telah membuktikan

adanaya hubungan sumber protein nabati dengan penurunan tekanan darah,

sedangkan sumber protein hewani tidak berpengaruh terhadap tekanan darah.

Berdasarkan uji statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang

bermakna antara konsumsi protein dengan kejadian hipertensi pada lansia. Hasil

penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Derris Sugianty (2010) yang

menyatakan bahwa tidak ada hubungan asupan protein dengan tekanan darah

sistolik dan diastolik pada lansia di Panti Wreda Pengayoman Semarang. Namun,

hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Rista Emiria (2012) yang

menyatakan bahwa ada keterkaitan antara asupan protein dengan tekanan darah

(60)

5.3.3 Hubungan Tingkat Konsumsi Lemak dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia

Berdasarkan hasil analisis menggunakan Uji chi square pada hubungan

antara tingkat konsumsi lemak dengan kejadian hipertensi pada lansia didapatkan

hasil (p=0,025) < α, sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel tingkat konsumsi

lemak terbukti memiliki hubungan dengan kejadian hipertensi pada responden di

Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun.

Berdasarkan hasil % AKG rata-rata tingkat konsumsi lemak maka dapat diketahui

bahwa jumlah konsumsi responden jauh melebihi standar yang ada. Lemak

memang diperlukan oleh tubuh sebagai zat pelindung dan pembangun. Tetapi,

apabila konsumsinya berlebihan akan meningkatkan terjadinya plak dalam

pembuluh darah, yang lebih lanjut akan menimbulkan terjadinya hipertensi.

Patofisiologi metabolisme lemak sehingga menyebabkan hipertensi adalah

dimulai ketika lipoprotein sebagai alat angkut lipida bersikulasi dalam tubuh dan

dibawa ke sel-sel otot, lemak dan sel-sel lain. Begitu juga pada trigliserida dalam

aliran darah dipecah menjadi gliserol dan asam lemak bebas oleh enzim

lipoprotein lipase yang berada pada sel-sel endotel kapiler. Kolesterol yang

banyak terdapat dalam LDL akan menumpuk pada dinding pembuluh darah dan

membentuk plak. Plak akan bercampur dengan protein dan ditutupi oleh sel-sel

otot dan kalsium yang akhirnya berkembang menjadi aterosklerosis. Pembuluh

darah koroner yang menderita aterosklerosis selain menjadi tidak elastis, juga

mengalami penyempitan sehingga tahanan aliran darah dalam pembuluh koroner

(61)

75

Makanan berlemak seperti daging berlemak banyak mengandung protein,

vitamin, dan mineral. Akan tetapi dalam daging berlemak dan jeroan mengandung

lemak jenuh dan kolesterol. Kadar lemak tinggi dalam darah dapat menyebabkan

penyumbatan pembuluh darah karena banyaknya lemak yang menempel pada

dinding pembuluh darah. Keadaan seperti ini dapat memacu jantung untuk

memompa darah lebih kuat sehingga memicu kenaikan tekanan darah.

Dari hasil food frequency questioner diketahui bahwa makanan sumber

lemak yang paling sering dikonsumsi beberapa lansia adalah daging babi. DASH

merekomendasikan untuk membatasi pemenuhan konsumsi lemak melalui

daging/ikan 100 gram/hari (untuk daging unggas dikonsumsi tanpa kulit), telur 1

butir/hari, margarin 2-3 sdt/hari (Kurniawan, 2010 dan Almatsier, 2005). Hasil

analisis univariat menunjukkan bahwa sebagian besar lansia mengonsumsi lemak

dalam jumlah yang lebih. Almatsier (2001) memaparkan bahwa konsumsi lemak

berlebih yang berasal dari hewani cenderung meningkatkan kolesterol yang

berisiko terhadap hipertensi. Dalam penelitian diketahui bahwa lansia cenderung

sering dalam mengonsumsi lemak yang berasal dari hewan.

Berdasarkan uji statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang

bermakna antara konsumsi lemak dengan kejadian hipertensi pada lansia. Hasil

penelitian ini sejalan dengan penelitian Siti Widyaningrum (2012) di UPT

Pelayanan Sosial Lanjut Usia Jember yang menunjukkan bahwa terdapat

hubungan yang bermakna antara tingkat konsumsi lemak dengan kejadian

hipertensi. Hasil penelitian ini juga sama dengan hasil penelitian Feryadi, dkk

Gambar

TABEL HASIL UJI STATISTIK
Gambar 3. Wawancara dengan Lansia
Gambar 5. Foto Bersama dengan Lansia
Tabel 3.1  Angka Kecukupan Gizi Usia Lanjut
+7

Referensi

Dokumen terkait

tentang musik gereja jemaat dapat bernyanyi dengan tempo dan not yang benar. Pemusik juga harus memperhatikan lagu dan dapat diaransement dengan baik,.. sehingga

untuk masing-masing record yang ada sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama, akan tetapi teknik ini dapat digunakan langsung pada database server.. Dalam

Sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Pasal 63 dan Pasal 64, serta sesuai Peraturan Daerah Kabupaten Kebumen Nomor 3 Tahun 2007 tentang

[r]

Tambahan Tunjangan dan Tunjangan Aparatur Pemerintah Desa berdasarkan Hak Asal Usul.. Tambahan Tunjangan dan Tunjangan Aparatur Pemerintah Desa berdasarkan Hak

[r]

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa sehingga Konsep Perencanaan dan Perancangan dengan judul Transit Mall sebagai Destinasi Wisata yang

Metode pengumpulan data yang dilakukakn peneliti yaitu dengan menggunakan metode wawancara, Observasi, dan Dokumentasi hal ini dilakukan karena peneliti ingin