85
LAMPIRAN 3.
Kuesioner Penelitian
Hubungan Konsumsi Makanan dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia di Desa Mekar Bahalat, Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi, Kabupaten
Simalungun Tahun 2016
Nomor Kode Responden : Tanggal Wawancara :
Petunjuk Pengisian :
1) Mohon bantuan dan kesediaan Saudara untuk menjawab seluruh pertanyaan yang ada.
2) Mohon menjawab pertanyaan dengan jujur dan sesuai hati nurani.
Karakteristik Responden
1. Nama :
2. Umur :
3. Jenis Kelamin :
4. Riwayat Hipertensi pada Keluarga : Ada/Tidak
Status Responden
89
FORMULIR FOOD RECALL 24 JAM
Hari/Tanggal :
Hari Ke :
Waktu Makan
Nama Masakan
Bahan Makanan Konversi
Jenis Banyaknya KH (gr)
Protein (gr)
Lemak (gr)
Natrium (mg)
91
FORMULIR METODE FOOD FREQUENCY (Makanan Pemicu Hipertensi)
No.Responden:
Nama Bahan Makanan
Frekuensi Konsumsi
Ket >1×/hr 1×/hr 4-6×/minggu 1-3×/minggu 1×/bln 1×/thn Tidak
pernah
5. Makanan Tinggi Kolesterol a. Daging sapi b. Daging kambing c. Daging babi d. Udang 6. Makanan yang
Diawetkan a. Ikan asin b. Telur asin c. Teri kering 7. Makanan Tinggi
93
39 2 1 2 3 1 1 1 1
40 1 2 1 3 1 1 1 2
41 2 2 1 1 2 2 2 3
42 1 1 2 3 2 1 1 2
43 2 2 1 3 2 1 2 3
44 1 2 1 2 2 2 1 3
45 1 2 2 3 2 1 3 1
46 2 1 1 2 2 3 1 3
47 2 2 1 3 2 3 1 3
48 2 2 1 3 2 1 2 1
49 2 1 2 3 1 1 2 1
50 1 2 1 3 1 1 1 3
51 2 2 2 2 2 1 3 3
52 2 1 1 3 1 2 1 2
53 2 2 2 3 1 1 3 1
54 2 1 1 3 2 3 1 1
LAMPIRAN 5.
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Laki-laki 17 30,9 30,9 30,9
Perempuan 38 69,1 69,1 100,0
Total 55 100,0 100,0
Riwayat Hipertensi pada Keluarga
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Ada 17 30,9 30,9 30,9
Tidak 38 69,1 69,1 100,0
Total 55 100,0 100,0
2. Kejadian Hipertensi pada Responden
Kejadian Hipertensi
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Hipertensi (TDS >=
95
Tingkat Konsumsi Karbohidrat (gr)
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Lebih 18 32,7 32,7 32,7
Baik 8 14,5 14,5 47,3
Kurang 29 52,7 52,7 100,0
Total 55 100,0 100,0
Tingkat Konsumsi Protein (gr)
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Lebih 18 32,7 32,7 32,7
Baik 25 45,5 45,5 78,2
Kurang 12 21,8 21,8 100,0
Total 55 100,0 100,0
Tingkat Konsumsi Lemak (gr)
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Lebih 32 58,2 58,2 58,2
Baik 14 25,5 25,5 83,6
Kurang 9 16,4 16,4 100,0
Total 55 100,0 100,0
Tingkat Konsumsi Natrium (mg)
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Lebih 28 50,9 50,9 50,9
Baik 16 29,1 29,1 80,0
Kurang 11 20,0 20,0 100,0
Total 55 100,0 100,0
Tingkat Konsumsi Serat (gr)
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Lebih 15 27,3 27,3 27,3
Baik 12 21,8 21,8 49,1
Kurang 28 50,9 50,9 100,0
4. Hubungan Tingkat Konsumsi Karbohidrat dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia
Tingkat Konsumsi Karbohidrat (gr) * Kejadian Hipertensi Crosstabulation
Kejadian Hipertensi Total
97
5. Hubungan Tingkat Konsumsi Protein dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia
Tingkat Konsumsi Protein (gr) * Kejadian Hipertensi Crosstabulation
Kejadian Hipertensi Total
6. Hubungan Tingkat Konsumsi Lemak dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia
Tingkat Konsumsi Lemak (gr) * Kejadian Hipertensi Crosstabulation
Kejadian Hipertensi Total
99
7. Hubungan Tingkat Konsumsi Natrium dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia
Tingkat Konsumsi Natrium (mg) * Kejadian Hipertensi Crosstabulation
Kejadian Hipertensi Total
8. Hubungan Tingkat Konsumsi Serat dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia
Tingkat Konsumsi Serat (gr) * Kejadian Hipertensi Crosstabulation
Kejadian Hipertensi Total
101
LAMPIRAN 6.
Gambar 1. Puskesmas Jawa Maraja Bah Jambi
Gambar 3. Wawancara dengan Lansia
103
Gambar 5. Foto Bersama dengan Lansia
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, Sunita., 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Almatsier, Sunita. 2005. Penuntun Gizi Diet Edisi Baru. Jakarta: PT. Ikrar Mandiri Abadi.
Amran, Yuli., Febrianti., Irawanti, Lies., 2010. Pengaruh Tambahan Asupan Kalium dari Diet terhadap Penurunan Hipertensi Sistolik Tingkat Sedang pada Lanjut Usia. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional 5(3):125-130.
Arisman, 2009. Gizi Dalam Daur Hidup.Edisi II. Jakarta: EGC
Aritonang, Evawany., Siregar, Emi Inayah Sari., Nasution, Ernawati., 2016. The Relationship of Food Consumption and Nutritional Status on Employee of Health Polytechnic Directorate Health Ministry Medan. International Jornal on Advanced Science Engineering Information Technology 6 (1).
Badan Pusat Statistik Kabupaten Simalungun, 2014. Statistik Daerah Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi Tahun 2014. Simalungun: BPS.
Baliwati, Yayuk Farida., Khomsan, Ali., Dwiriani, Meti., 2010. Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Penebar Swadaya.
Budianto, H., Agus Krisno., 2009. Dasar-dasar Ilmu Gizi. Malang: UMM Press.
Depkes, 2013. Diakses dari http://gizi.depkes.go.id/download/Kebijakan%20Gizi/ PMK%2075-2013. pdf, diakses pada 3 Maret 2016.
Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA, 2012. Pedoman Pelayanan Gizi Lanjut Usia. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
83
Emiria, Rista., 2012. Asupan Protein, Lemak Jenuh, Natrium, Serat dan IMT Terkait dengan Tekanan Darah Pasien Hipertensi di RSUD Tugurejo Semarang. Skripsi, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro, Semarang.
Fatmah, Dr.,SKM., MSc., 2010. Gizi Usia Lanjut. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Feryadi, Rahmat., Sulastri, Delmi., Kadri, Husnil. 2014. Hubungan Kadar Profil Lipid dengan Kejadian Hipertensi pada Masyarakat Etnik Minangkabau di Kota Padang Tahun 2012. Jurnal Kesehatan Andalas 3(2):206-211.
Frilyan, Rinawang., 2011. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Hipertensi pada Kelompok Lanjut Usia di Kelurahan Sawah Baru Kecamatan Ciputat Kota Tangerang Selatan. Skripsi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Ftrina, Yossi. 2014. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Hipertensi pada Usia Lanjut di Wilayah Kerja Puskesmas Kebun Sikolos Kecamatan Padang Panjang Barat Tahun 2014. Skripsi, Program Studi D3 Keperawatan, STIKes Yarsi Sumbar, Bukittingi.
Irianto, Koes., 2014. Epidemiologi Penyakit Menular dan Tidak Menular Panduan Klinis. Bandung: Penerbit Alfabeta.
Konita, Saskia., Azmi, Syaiful., Erkadius., 2015. Pola Tekanan Darah pada Lansia di Posyandu Lansia Kelurahan Padang Pasir Padang Januari 2014. Jurnal Kesehatan Andalas 4(1):269-273.
Korneliani, K., Meida, D., 2012. Obesitas dan Stress dengan Kejadian Hipertensi. Jurnal Kesehatan Masyarakat: 117-121
Lewa, Abdul Farid., Pramantara, I Dewa Putu., Rahayujati, Baning., 2010. Faktor-faktor Risiko Hipertensi Sistolik Terisolasi pada Lanjut Usia. Berita Kedokteran Masyarakat 26 (4):171-178.
Manawan, Anggun A., Rattu, A J M., Punuh, Maureen I., 2016. Hubungan Antara Konsumsi Makanan dengan Kejadian Hipertensi di Desa Tandengan Satu Kecamatan Eris Kabupaten Minahasa. Jurnal Ilmiah Farmasi 5(1):340-347.
Oktariyani, 2012. Gambaran Status Gizi pada Lanjut Usia di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulya 01 dan 03 Jakarta Timur. Skripsi, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia, Depok.
Rahayu, Hesti., 2012. Faktor Risiko Hipertensi pada Masyarakat RW 01 Srengseng Sawah Kecamatan Jagakarsa Kota Jakarta Selatan. Skripsi, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia, Depok.
Ratnaningrum, Denny,. 2015. Hubungan Asupan Serat dan Status Gizi dengan Tekanan Darah pada Wanita Menopause di Desa Kuwiran Kecamatan Banyudono Kabupaten Boyolali. Skripsi, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Rawasiah A.B., Wahiduddin., Rismayanti., 2014. Hubungan Faktor Konsumsi Makanan Dengan Kejadian Hipertensi Pada Lansia di Puskesmas Pattingallong. http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/ 10836/A.BESSE%20RAWASIAH%20M.%20MAPPAGILING%20K11 112616.pdf?sequence=1 (Jurnal online. Diakses pada tanggal 21 Agustus 2015).
Sediaoetama, A. D., 2004. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi Jilid II. Jakarta: Dian Rakyat.
Sekretariat Tim Penyusunan Grand Design Pembangunan Kependudukan. 2012. Grand Design Pembangunan Kependudukan Tahun 2011-2035. Jakarta: Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat.
Suoth, M., Bidjuni, H., Malara, R., 2014. Hubungan Gaya Hidup dengan Kejadian Hipertensi di Puskesmas Kolongan Kecamatan Kalawat Kabupaten Minahasa Utara. Jurnal Keperawatan 2 (1).
Supariasa., Bakri, Bachyar., Fajar, Ibnu., 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian yang bersifat analitik
observasional dengan jenis rancangan penelitian cross sectional. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui konsumsi makanan yang berhubungan dengan
kejadian hipertensi pada lansia di Desa Mekar Bahalat, Kecamatan Jawa Maraja
Bah Jambi, Kabupaten Simalungun.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Mekar Bahalat, Kecamatan Jawa Maraja
Bah Jambi, Kabupaten Simalungun.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan selama Bulan September 2015 hingga Mei
2016.
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
3.3.1 Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh lansia usia ≥ 60 tahun di Desa
Mekar Bahalat, Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi, Kabupaten Simalungun yang
3.3.2 Sampel Penelitian
Besarnya sampel dihitung berdasarkan rumus penentuan besar sampel yaitu
rumus Slovin sebagai berikut:
n =
Keterangan:
N = Besar populasi (120)
n = Jumlah sampel minimal yang akan diteliti
d = Penyimpangan statistik dari sampel terhadap populasi, yang ditetapkan 0,1.
Sehingga :
120 n =
1 + 120 (0,1)2
= 54,54 ≈ 55 orang
Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah bagian dari populasi lansia
yang memiliki kriteria:
1) Lansia yang masih tinggal di Desa Mekar Bahalat
2) Lansia yang tidak mengalami cacat fisik dan gangguan demensia
Besar sampel dan responden dalam penelitian ini sebanyak 55 orang lansia
yang bersedia untuk diwawancarai. Pengambilan sampel untuk masing-masing
dusun dilakukan secara sebanding yaitu dengan menggunakan rumus Sugiyono
(2007), yaitu: n = (populasi lansia tiap dusun)/(jumlah populasi keseluruhan) x
jumlah sampel yang ditentukan. Setelah itu, dilakukan teknik simple random
39
Dari rumus tersebut diperoleh sampel per dusun, yaitu:
Setelah dilakukan perhitungan, jumlah sampel yang dibutuhkan sebesar 55
orang. Jumlah sampel masing-masing dusun yaitu pada Dusun Korem Luar
sebanyak 13 orang, Dusun Korem Dalam sebanyak 10 orang, Dusun Siabarta
sebanyak 7 orang, Dusun Bahalat I sebanyak 10 orang, Dusun Bahalat II sebanyak
11 orang dan Dusun Ranto sebanyak 4 orang.
3.4 Metode Pengumpulan Data
3.4.1 Sumber Data
1. Data Primer
Data primer merupakan data yang didapatkan dari pengumpulan data secara
langsung oleh peneliti terhadap sasaran. Data primer pada penelitian ini adalah
2. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang didapatkan dengan cara pengumpulan data
yang diperoleh dari orang lain atau tempat lain dan bukan dilakukan oleh peneliti
sendiri. Data sekunder dalam penelitian ini adalah jumlah lansia dan profil Desa
Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi sebagai tempat penelitian.
3.4.2 Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data primer yang terdiri dari tingkat konsumsi (karbohidrat,
protein, lemak, natrium, serat), jenis dan frekuensi makanan pemicu dan
pencegah hipertensi diperoleh melalui wawancara, pengisian formulir food
frequency dan food recall 24 jam, dan untuk data tekanan darah diperoleh melalui
pengukuran langsung oleh bidan desa setempat dengan alat sphygmomanometer
bersamaan dengan wawancara dan pengisian kuesioner berlangsung.
3.5 Definisi Operasional
1. Hipertensi adalah tekanan darah tinggi berlaku apabila tekanan darah sistolik
melebihi 140 mmHg dan tekanan diastolik melebihi 90 mmHg.
2. Konsumsi makanan adalah gambaran jenis dan frekuensi makanan pemicu dan
pencegah hipertensi, serta tingkat konsumsi makanan yang mengandung
41
3. Jenis dan frekuensi makanan pemicu hipertensi adalah gambaran jenis dan
frekuensi makanan yang dapat menjadi penyebab tingginya tekanan darah atau
hipertensi yang dikonsumsi lansia dalam periode harian, mingguan, bulanan
atau tahunan.
4. Jenis dan frekuensi makanan pencegah hipertensi adalah gambaran jenis dan
frekuensi makanan-makanan yang dapat menurunkan tekanan darah sehingga
dapat mencegah terjadinya hipertensi yang dikonsumsi lansia dalam periode
harian, mingguan, bulanan atau tahunan.
5. Tingkat konsumsi karbohidrat adalah jumlah rata-rata konsumsi karbohidrat
yang didapat dari hasil konversi semua makanan yang dikonsumsi responden
per hari, yang diukur dengan menggunakan metode food recall dan
dibandingkan dengan nilai % AKG.
6. Tingkat konsumsi protein adalah jumlah rata-rata konsumsi protein yang
didapat dari hasil konversi semua makanan yang dikonsumsi responden per
hari, yang diukur dengan menggunakan metode food recall dan dibandingkan
dengan nilai % AKG.
7. Tingkat konsumsi lemak adalah jumlah rata-rata konsumsi lemak yang didapat
dari hasil konversi semua makanan yang dikonsumsi responden per hari, yang
diukur dengan menggunakan metode food recall dan dibandingkan dengan
8. Tingkat konsumsi natrium adalah jumlah rata-rata konsumsi natrium yang
didapat dari hasil konversi semua makanan yang dikonsumsi responden per
hari, yang diukur dengan menggunakan metode food recall dan dibandingkan
dengan nilai % AKG.
9. Tingkat konsumsi serat adalah jumlah rata-rata konsumsi serat yang didapat
dari hasil konversi semua makanan yang dikonsumsi responden per hari, yang
diukur dengan menggunakan metode food recall dan dibandingkan dengan
nilai % AKG.
.
3.6 Metode Pengukuran
3.6.1 Hipertensi
Pengukuran tekanan darah dilakukan oleh petugas kesehatan atau bidan desa
setempat dengan menggunakan alat sphygmomanometer yang mempunyai
ketelitian milimeter air raksa (mmHg).
Hasil pengukuran tekanan darah dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1) Hipertensi (TDS ≥140 mmHg dan atau TDD ≥90 mmHg)
2) Tidak hipertensi (TDS <140 mmHg) dan atau TDD <90 mmHg)
3.6.2 Konsumsi Makanan
1. Jenis dan Frekuensi Makanan
Pengukuran ini dilakukan untuk melihat jenis dan frekuensi makanan
43
dengan wawancara secara mendalam dan menggunakan metode frekuensi
makanan.
Jenis makanan dikategorikan sebagai berikut:
1) Makanan pencegah hipertensi, yaitu sayuran (tomat, kentang, wortel, dll),
buah-buahan (pisang, jeruk, nenas, dll), ikan air tawar, kacang tanah, dsb.
2) Makanan pemicu hipertensi, yaitu makanan tinggi kolesterol (daging sapi,
daging kambing), makanan tinggi natrium, makanan yang diawetkan (ikan
asin, telur asin), dsb.
Jenis makanan pencegah dan pemicu hipertensi tersebut diukur bersamaan
dengan mengukur frekuensi makanan, sehingga dapat diketahui seberapa sering
atau frekuensi masyarakat lansia mengonsumsi makanan-makanan tersebut
sehari-harinya.
Untuk frekuensi makanan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1) > 1 kali/hari
2) 1 kali/hari
3) 4-6 kali/minggu
4) 1-3 kali/minggu
5) 1 kali/bulan
6) 1 kali/tahun
7) Tidak pernah
Kategori:
a) Sering, jika frekuensi konsumsi makanan >1 kali/hari, 1 kali/hari dan 4-6
b) Jarang, jika frekuensi konsumsi makanan 1-3 kali/minggu, 1 kali/bulan dan 1
kali/tahun
c) Tidak pernah
2. Tingkat Konsumsi Makanan
Pengukuran tingkat konsumsi makanan yaitu dengan cara menghitung
jumlah rata-rata konsumsi karbohidrat, protein, lemak, natrium dan serat yang
didapat dari hasil konversi semua makanan yang dikonsumsi responden per hari,
yang diukur dengan menggunakan metode food recall 24 jam.
Langkah-langkah metode pengukurannya adalah sebagai berikut:
1) Data tingkat konsumsi makanan diperoleh dengan menggunakan metode food
recall 24 jam yang dilakukan sebanyak dua kali dan harinya tidak berurutan.
2) Lalu setelah data konsumsi diperoleh, maka dilakukan konversi dari Ukuran
Rumah Tangga ke dalam Ukuran berat (gram) atau dari satuan berat.
3) Setelah diketahui jumlah bahan makanan dan makanan yang dikonsumsi oleh
responden, maka dilakukan perhitungan nilai gizi dan bahan makanan tersebut.
Analisis kandungan zat gizi dilakukan dengan menggunakan Daftar Konsumsi
Bahan Makanan (DKBM) atau dengan bantuan software nutrisurvey
4) Lalu hasil tiap zat gizi dihitung rata-ratanya dari kedua pengukuran (hari
pertama dan hari kedua) dan dibandingkan dengan nilai % AKG menggunakan
45
Angka Kecukupan Gizi (AKG) pada usia lanjut dapat dilihat seperti dalam
tabel 3.1 berikut:
Tabel 3.1 Angka Kecukupan Gizi Usia Lanjut
Umur
Sumber : Permenkes RI No 75Tahun 2013
Setelah jumlah makanan yang dikonsumsi diperoleh dalam bentuk persen,
hasil persen tersebut lalu dikategorikan sebagai berikut (WNPG, 2004):
a. Lebih : > 110 % AKG
b. Baik : 80-110 % AKG
c. Kurang : < 80 % AKG
3.7 Teknik Penyajian dan Analisis Data
3.7.1 Teknik Penyajian Data
Teknik penyajian data yang dilakukan dalam penelitian ini sebagai berikut:
a. Pemeriksaan Data (editing)
Editing dimaksudkan agar sebelum diolah, data sudah tertata dan terinci
dengan baik. Editing dilakukan sebelum pengolahan data. Data yang dikumpulkan
dari kuesioner dibaca dan diperbaiki, apabila terdapat hal-hal yang salah atau
b. Pemeriksaan Kode (Coding)
Pemberian kode pada setiap atribut dari setiap variabel yang diteliti untuk
mempermudah waktu saat mengadakan tabulasi dan analisis.
c. Entry Data
Melakukan pemindahan atau pemasukan data dari formulir dan hasil
pengukuran ke dalam komputer untuk diproses. Data yang didapat dimasukkan ke
dalam komputer dengan menggunakan nutrisurvey dan program SPSS untuk
dianalisis.
d. Cleaning Data
Memeriksa kembali data yang telah masuk dalam komputer, apakah ada
kesalahan-kesalahan yang terjadi didalamnya, pemeriksaan data tetap diperlukan
dan harus dilakukan meskipun dalam memasukkan data telah menggunakan atau
memperhatikan kaidah-kaidah yang benar.
3.7.2 Analisis Data
Analisis data yang digunakan mencakup univariat dan bivariat. Analisis data
univariat untuk melihat frekuensi dari variabel-variabel yang diteliti yaitu
konsumsi makanan yang meliputi tingkat konsumsi karbohidrat, protein, lemak,
natrium, serat, dan jenis, frekuensi makanan pemicu dan pencegah hipertensi dan
penyakit hipertensi. Analisis data bivariat bertujuan untuk melihat hubungan
antara variabel independent dengan variabel dependent yaitu hubungan antara
konsumsi makanan terhadap hipertensi pada lansia. Analisis ini menggunakan
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Desa Mekar Bahalat merupakan salah satu desa/nagori di Kecamatan Jawa
Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun yang memiliki jumlah penduduk
terkecil dari keseluruhan desa di Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi yaitu
sejumlah 1583 jiwa, dengan kepadatan 179 jiwa/km2. Jika dibandingkan dengan
kepadatan penduduk rata-rata di Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi, maka
kepadatan penduduk di Desa Mekar Bahalat jauh lebih rendah.
Desa Mekar Bahalat memiliki jumlah KK sebanyak 440 KK dengan jumlah
penduduk sebanyak 1583 jiwa yang terdiri dari 770 laki-laki dan 813 perempuan.
Jumlah penduduk usia produktif (45-59 tahun) sebanyak 389 orang dan jumlah
penduduk lansia sebanyak 120 orang.
Mata pencaharian sebagian besar penduduk di Desa Mekar Bahalat adalah
bertani, sebagian lagi buruh tani, pegawai negeri, pedagang/wiraswasta dan buruh
bangunan. Sebagian besar lansia masih aktif bekerja sebagai petani ataupun buruh
tani setiap hari untuk memenuhi kebutuhan ekonomis keluarga karena beberapa
lansia di Desa Mekar Bahalat sudah hidup sendiri.
Pola makan lansia sehari-hari masih dalam kategori yang kurang karena
tidak ada yang memerhatikan pola makan lansia itu sendiri. Di usia yang sudah
tua seharusnya ada yang memerhatikan pola makan lansia sehingga dapat
menjamin kesehatan lansia di masa tua dan dapat mengurangi terjadinya penyakit
Salah satu program kerja dinas kesehatan untuk meningkatkan kualitas
kesehatan masyarakat di Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi adalah dengan
digalakkannya program pemerintah daerah Kabupaten Simalungun yang
menetapkan Puskesmas harus siap melayani masyarakat selama 24 jam setiap
hari. Puskesmas Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi berlokasi di pekan Jawa
Maraja yang juga merupakan ibukota Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi. Di
setiap desa di Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi terdapat minimal satu fasilits
kesehatan/tempat berobat yang setingkat di bawah Puskesmas.
Sarana pelayanan kesehatan yang ada di wilayah Desa Mekar Bahalat yaitu
satu unit Puskesmas Pembantu (Pustu) dengan adanya dua bidan desa. Di Desa
Mekar Bahalat hanya terdapat posyandu bayi dan balita yaitu Posyandu Sedap
Malam, Posyandu Supur dan Posyandu Serimipi yang dilaksanakan setiap
bulannya. Lain halnya dengan Posyandu Lansia yang belum tersedia di Desa
Mekar Bahalat sehingga belum ada pemeriksaan kesehatan rutin yang dilakukan
terkhusus untuk para lansia.
4.2 Karakteristik Responden
Berdasarkan pengambilan data di lapangan diperoleh jumlah responden
sebanyak 55 responden dengan usia ≥ 60 tahun. Karakteristik lansia yang dikaji
dalam penelitian ini meliputi jenis kelamin dan riwayat keluarga dengan
hipertensi. Distribusi lansia berdasarkan jenis kelamin di Desa Mekar Bahalat
Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun menunjukkan bahwa
49
berdasarkan riwayat keluarga dengan hipertensi di Desa Mekar Bahalat
Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun menunjukkan bahwa
sebagian besar responden tidak ada riwayat keluarga dengan hipertensi (69,1%).
Distribusi karakteristik lansia di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa
Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun Tahun 2016 selengkapnya dapat dilihat
pada tabel 4.1.
Tabel 4.1 Distribusi Karakteristik Lansia di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun Tahun 2016
No Karakteristik Lansia N %
1 Jenis Kelamin
Laki-laki 17 30,9
Perempuan 38 69,1
Total 55 100,0
2 Riwayat Keluarga dengan Hipertensi (Penderita Hipertensi)
Ada riwayat keluarga dengan hipertensi 17 30,9
Tidak ada riwayat keluarga dengan hipertensi 38 69,1
Total 55 100,0
4.3 Kejadian Hipertensi
Status lansia yang dikaji dalam penelitian ini hanya meliputi tekanan darah
pada lansia yang terdiri dari tekanan sistolik dan diastolik yang diukur melalui
sphygmomanometer yang dikaitkan dengan kejadian hipertensi pada lansia yang
meliputi hipertensi apabila TD ≥ 140/90 mmHg dan tidak hipertensi apabila TD <
140/90 mmHg.
Berdasarkan kejadian hipertensi responden diperoleh hasil bahwa ada
sebanyak 33 orang lansia (60,0 %) yang memiliki tekanan darah tinggi atau
pengukuran dilakukan di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi
Kabupaten Simalungun.
Distribusi kejadian hipertensi pada lansia di Desa Mekar Bahalat Kecamatan
Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun Tahun 2016 selengkapnya dapat
dilihat pada tabel 4.2.
Tabel 4.2 Distribusi Kejadian Hipertensi pada Lansia di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun Tahun 2016
No Kejadian Hipertensi N %
1 Hipertensi 33 60,0
2 Tidak Hipertensi 22 40,0
Total 55 100,0
4.4 Jenis dan Frekuensi Konsumsi Makanan Pencegah dan Pemicu Hipertensi pada Lansia
4.4.1 Jenis dan Frekuensi Konsumsi Makanan Pencegah Hipertensi pada Lansia
Berdasarkan jenis dan frekuensi konsumsi makanan pencegah hipertensi
diperoleh hasil bahwa jenis makanan yang sering dikonsumsi oleh sebagian besar
responden yaitu: untuk jenis makanan pokok adalah jagung sebanyak 5,5%, untuk
jenis lauk hewani adalah ikan air tawar sebanyak 47,3%, untuk jenis lauk nabati
adalah tempe sebanyak 65,5%, untuk jenis sayur-sayuran adalah tomat sebanyak
98,2%, untuk jenis buah-buahan adalah pisang sebanyak 70,9% dan untuk jenis
kacang-kacangan adalah kacang hijau sebanyak 16,4%.
Distribusi lansia berdasarkan jenis dan frekuensi konsumsi makanan
pencegah hipertensi di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi
51
Tabel 4.3 Distribusi Jenis dan Frekuensi Konsumsi Makanan Pencegah Hipertensi pada Lansia di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun Tahun 2016
Jenis Makanan Sering Jarang Tidak Pernah
N % N % N %
4.4.2 Jenis dan Frekuensi Konsumsi Makanan Pemicu Hipertensi pada Lansia
Berdasarkan jenis dan frekuensi konsumsi makanan pemicu hipertensi
diperoleh hasil bahwa jenis makanan yang sering dikonsumsi oleh sebagian besar
responden yaitu: untuk makanan tinggi kolesterol adalah daging babi sebanyak
60,0%, untuk jenis makanan yang diawetkan adalah ikan asin sebanyak 94,5%
Distribusi lansia berdasarkan jenis dan frekuensi konsumsi makanan pemicu
hipertensi di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten
Simalungun selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.4.
Tabel 4.4 Distribusi Pola Konsumsi Makanan Pemicu Hipertensi pada Lansia di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun Tahun 2016
Jenis Makanan Sering Jarang Tidak Pernah
N % N % N %
4.5 Tingkat Konsumsi Karbohidrat, Protein, Lemak, Natrium dan Serat
Tingkat konsumsi karbohidrat, protein, lemak, natrium dan serat pada
responden merupakan jumlah rata-rata karbohidrat, protein, lemak, natrium dan
serat harian yang didapat dari hasil konversi semua makanan yang dikonsumsi
responden per hari, yang diukur dengan menggunakan metode food recall 2x24
jam, dan dibandingkan dengan nilai % AKG.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki
tingkat konsumsi karbohidrat berdasarkan Angka Kecukupan Gizi dalam kategori
kurang, yaitu sebanyak 52,7%, tingkat konsumsi protein berdasarkan Angka
53
45,5%, tingkat konsumsi lemak berdasarkan Angka Kecukupan Gizi sebagian
besar responden dalam kategori lebih, yaitu sebanyak 58,2%, tingkat konsumsi
natrium berdasarkan Angka Kecukupan Gizi sebagian besar responden dalam
kategori lebih, yaitu sebanyak 50,9% dan tingkat konsumsi serat berdasarkan
Angka Kecukupan Gizi sebagian besar responden termasuk dalam kategori
kurang, yaitu sebanyak 50,9%.
Distribusi lansia berdasarkan tingkat konsumsi karbohidrat, protein, lemak,
natrium dan serat pada Lansia di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja
Bah Jambi Kabupaten Simalungun Tahun 2016 selengkapnya dapat dilihat pada
tabel 4.5.
Tabel 4.5 Distribusi Tingkat Konsumsi Karbohidrat, Protein, Lemak, Natrium dan Serat pada Lansia di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun Tahun 2016
4.6 Hubungan Tingkat Konsumsi Karbohidrat, Protein, Lemak, Natrium dan Serat dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia
Hubungan antara tingkat konsumsi karbohidrat, protein, lemak, natrium dan
serat dengan kejadian hipertensi dianalisis menggunakan uji chi square dengan α
= 0,05. Dikatakan memiliki hubungan yang bermakna jika nilai p ≤ 0,05 dan tidak
4.6.1 Hubungan Tingkat Konsumsi Karbohidrat dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia
Hasil analisis hubungan tingkat konsumsi karbohidrat dengan kejadian
hipertensi pada lansia diketahui bahwa diantara 18 orang yang konsumsi
karbohidratnya lebih, terdapat 11 orang (61,1%) yang mengalami hipertensi dan 7
orang (38,9%) yang tidak hipertensi. Diantara 8 orang yang konsumsi
karbohidratnya baik, terdapat 4 orang (50,0%) yang mengalami hipertensi dan 4
orang (50,0%) juga yang tidak hipertensi. Diantara 29 orang yang konsumsi
karbohidratnya kurang, terdapat 18 orang (62,1%) yang mengalami hipertensi dan
11 orang (37,9%) yang tidak hipertensi. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p
value sebesar 0,821, artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat
konsumsi karbohidrat dengan kejadian hipertensi pada lansia di Desa Mekar
Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun.
Hasil analisis hubungan tingkat konsumsi karbohidrat dengan kejadian
hipertensi pada lansia selengkapnya disajikan pada tabel 4.6.
Tabel 4.6 Hubungan Tingkat Konsumsi Karbohidrat dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun Tahun 2016
No Tingkat Konsumsi Karbohidrat
Kejadian Hipertensi Total P
55
4.6.2 Hubungan Tingkat Konsumsi Protein dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia
Hasil analisis hubungan tingkat konsumsi protein dengan kejadian
hipertensi pada lansia diketahui bahwa diantara 18 orang yang konsumsi
proteinnya lebih, terdapat 8 orang (44,4%) yang mengalami hipertensi dan 10
orang (55,6%) yang tidak hipertensi. Diantara 25 orang yang konsumsi proteinnya
baik, terdapat 18 orang (72,0%) yang mengalami hipertensi dan 7 orang (28,0%)
yang tidak hipertensi. Diantara 12 orang yang konsumsi proteinnya kurang,
terdapat 7 orang (58,3%) yang mengalami hipertensi dan 5 orang (41,7%) yang
tidak hipertensi. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p value sebesar 0,189,
artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat konsumsi protein
dengan kejadian hipertensi pada lansia di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa
Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun.
Hasil analisis hubungan tingkat konsumsi protein dengan kejadian
hipertensi pada lansia selengkapnya disajikan pada tabel 4.7.
Tabel 4.7 Hubungan Tingkat Konsumsi Protein dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun Tahun 2016
No Tingkat Konsumsi
Protein
Kejadian Hipertensi Total P
4.6.3 Hubungan Tingkat Konsumsi Lemak dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia
Hasil analisis hubungan tingkat konsumsi lemak dengan kejadian hipertensi
pada lansia diketahui bahwa diantara 32 orang yang konsumsi lemaknya lebih,
terdapat 16 orang (50,0%) yang mengalami hipertensi dan 15 orang (50,0%) juga
yang tidak hipertensi. Diantara 14 orang yang konsumsi lemaknya baik, terdapat 8
orang (57,1%) yang mengalami hipertensi dan 6 orang (42,9%) yang tidak
hipertensi. Diantara 9 orang yang konsumsi lemaknya kurang, terdapat 9 orang
(100,0%) yang mengalami hipertensi. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p
value sebesar 0,025, artinya ada hubungan yang bermakna antara tingkat
konsumsi lemak dengan kejadian hipertensi pada lansia di Desa Mekar Bahalat
Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun.
Hasil analisis hubungan tingkat konsumsi lemak dengan kejadian hipertensi
pada lansia selengkapnya disajikan pada tabel 4.8.
Tabel 4.8 Hubungan Tingkat Konsumsi Lemak dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun Tahun 2016
No Tingkat Konsumsi
Lemak
Kejadian Hipertensi Total P
Hipertensi Tidak Hipertensi
4.6.4 Hubungan Tingkat Konsumsi Natrium dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia
Hasil analisis hubungan tingkat konsumsi natrium dengan kejadian
57
tidak hipertensi. Diantara 16 orang yang konsumsi natriumnya baik, terdapat 10
orang (62,5%) yang mengalami hipertensi dan 6 orang (37,5%) yang tidak
hipertensi. Diantara 11 orang yang konsumsi natriumnya kurang, terdapat 3 orang
(27,3%) yang mengalami hipertensi dan 8 orang (72,7%) yang tidak hipertensi.
Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p value sebesar 0,039, artinya ada hubungan
yang bermakna antara tingkat konsumsi natrium dengan kejadian hipertensi pada
lansia di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten
Simalungun.
Hasil analisis hubungan tingkat konsumsi natrium dengan kejadian
hipertensi pada lansia selengkapnya disajikan pada tabel 4.9.
Tabel 4.9 Hubungan Tingkat Konsumsi Natrium dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun Tahun 2016
No Tingkat Konsumsi
Natrium
Kejadian Hipertensi Total P
Hipertensi Tidak Hipertensi
4.6.5 Hubungan Tingkat Konsumsi Serat dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia
Hasil analisis hubungan tingkat konsumsi serat dengan kejadian hipertensi
diketahui bahwa diantara 15 orang yang konsumsi seratnya lebih, terdapat 5 orang
(33,3%) yang mengalami hipertensi dan 10 orang (66,7%) yang tidak hipertensi.
Diantara 12 orang yang konsumsi seratnya baik, terdapat 7 orang (58,3%) yang
mengalami hipertensi dan 5 orang (41,7%) yang tidak hipertensi. Diantara 28
hipertensi dan 7 orang (25,0%) yang tidak hipertensi. Dari hasil uji statistik
diperoleh nilai p value sebesar 0,029, artinya ada hubungan yang bermakna antara
tingkat konsumsi serat dengan kejadian hipertensi pada lansia di Desa Mekar
Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun.
Hasil analisis hubungan tingkat konsumsi serat dengan kejadian hipertensi
pada lansia selengkapnya disajikan pada tabel 4.10.
Tabel 4.10 Hubungan Tingkat Konsumsi Serat dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun Tahun 2016
No Tingkat Konsumsi
Serat
Kejadian Hipertensi Total P
Hipertensi Tidak Hipertensi
n % n % n %
1 Lebih 5 33,3 10 66,7 15 100,0
0,029
2 Baik 7 58,3 5 41,7 12 100,0
BAB V PEMBAHASAN
5.1 Kejadian Hipertensi pada Lansia
Di negara maju saat ini hanya sedikit pasien hipertensi dengan tekanan
darah yang terkontrol (TDS <140, TDD <90 mmHg), hal ini disebabkan oleh
pengobatan yang tidak maksimal pada lansia (Suhardjono, 2006). Hipertensi
adalah peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik yang menetap.
Peninggian tekanan sistolik tanpa diikuti oleh peninggian tekanan diastolik
disebut hipertensi sistolik terisolasi (isolated sytolic hypertension). Hipertensi
sistolik terisolasi umumnya dijumpai pada usia lanjut, jika keadaan ini dijumpai
pada masa dewasa muda lebih banyak dihubungkan sirkulasi hiperkinetik dan
diramalkan dikemudian hari tekanan diastoliknya juga ikut. Hipertensi sistolik
adalah jantung berdenyut terlalu kuat sehingga dapat meningkatkan angka sistolik.
Tekanan sistolik berkaitan dengan tingginya tekanan pada arteri bila jantung
berkontraksi (denyut jantung) (Soeharto, 2004).
Penentuan hipertensi baik sistolik maupun distolik responden diukur melalui
sphygmomanometer. Hasil penelitian berdasarkan tabel 4.2 di Desa Mekar
Bahalat diketahui bahwa proporsi lansia yang menderita hipertensi (60,0%)
jumlahnya lebih banyak daripada lansia yang tidak menderita hipertensi (40,0%).
Hasil penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa kejadian hipertensi pada
kelompok lanjut usia (60 tahun keatas) di Desa Mekar Bahalat lebih tinggi
dibandingkan dengan hasil penelitian Siti Widyaningrum (2012) pada lansia (55
Selain itu, angka prevalensi hipertensi di Desa Mekar Bahalat tersebut sudah
termasuk dalam kategori tinggi menurut batas yang ditetapkan oleh Depkes RI
(2000) untuk usia 50 tahun keatas yaitu melebihi 20-30%. Hal ini sudah termasuk
dalam masalah kesehatan masyarakat yang tinggi maka itu diperlukan adanya
penanggulangan yang baik dalam mengurangi kejadian hipertensi pada lansia di
Desa Mekar Bahalat.
5.2 Konsumsi Makanan
Penyakit tidak menular seperti halnya hipertensi sangat dipengaruhi oleh
makanan yang dikonsumsi masyarakat setiap harinya. Konsumsi makanan dalam
hal ini meliputi jenis dan frekuensi konsumsi makanan pencegah dan pemicu
hipertensi dan tingkat konsumsi karbohidrat, protein, lemak, natrium, serat.
5.2.1 Jenis dan Frekuensi Konsumsi Makanan Pencegah Hipertensi
Jenis makanan pokok pencegah hipertensi yang paling sering dikonsumsi
lansia di Desa Mekar Bahalat adalah jagung (5,5%). Jenis makanan pokok yang
termasuk dalam makanan pencegah hipertensi menurut beberapa sumber adalah
beras merah dan jagung. Namun, yang paling sering dikonsumsi adalah jagung
karena jagung lebih mudah didapat di Desa Mekar Bahalat ini daripada beras
merah. Kandungan yang terdapat dalam tanaman jagung sangat banyak mulai dari
karbohidrat, serat, vitamin, kalium, asam linoleat, asam folat, beta karoten,
mineral, protein dan lain-lain. Di dalam jagung terdapat zat gizi kalium yang
61
Jenis lauk hewani pencegah hipertensi yang sering dikonsumsi lansia di
Desa Mekar Bahalat adalah ikan air tawar (47,3%). Ikan air tawar yang sering
dikonsumsi lansia adalah ikan nila dan ikan mas. Manfaat ikan air tawar bagi
kesehatan yaitu memiliki kandungan zat besi yang tinggi. Manfaat zat besi ini
yaitu untuk membantu memperlancar peredaran darah. Peredaran darah yang
lancar akan membuat tubuh menjadi lebih segar dan organ tubuh tidak akan
kekurangan pasokan darah. Hal ini dapat mencegah terjadinya berbagai macam
gangguan kesehatan, seperti jantung, penyumbatan pembuluh darah dan juga
serangan stroke. Ikan air tawar seperti ikan nila dan ikan mas lebih sering
dikonsumsi masyarakat di Desa Mekar Bahalat karena mudah diperoleh dan
beberapa masyarakat juga memiliki kolam ikan air tawar yang dipelihara untuk
dapat dijual dan dikonsumsi oleh masyarakat itu sendiri.
Jenis lauk nabati pencegah hipertensi yang sering dikonsumsi lansia di Desa
Mekar Bahalat adalah tempe (65,5%). Selain mudah didapat dan dengan harga
yang terjangkau, tempe juga lebih disukai dan sering dikonsumsi oleh masyarakat
di Desa Mekar Bahalat. Kandungan gizi dalam tempe diperkaya dengan vitamin B
kompleks yang terdiri dari B12 atau sianokobalamin, B1 atau tiamin, B2 atau
riboflavin, B6 atau piridoksin dan lain-lain. Yang unik, kandungan vitamin B12
tempe sangat tinggi dan mampu mencukupi kebutuhan vitamin tubuh. Selain
vitamin dan asam lemak, tempe juga diperkaya dengan mineral antara lain
kalsium, Fe atau zat besi, mangan, zink, fosfor, inositol, magnesium dan lain-lain.
Hal lain yang penting dari tempe adalah keberadaan zat anti-oksidan yang populer
sel-sel tubuh. Beberapa penelitian juga menyatakan bahwa tempe mampu
mencegah timbulnya hipertensi.
Jenis sayur-sayuran pencegah hipertensi yang sering dikonsumsi lansia di
Desa Mekar Bahalat adalah tomat (98,2%). Di dalam tomat (solanum
lycopersicum syn. Lycopersicum esculentum) terdapat kandungan alkaloid slonain
(0,007%), sapinin, asam folat, asam malat, asam sitrat, bioflavonoid, protein,
lemak, gula, adenin, trigolin, holin, tomatin, mineral, vitamin, dan histamin.
Penelitian dari Rowett Research Institute di Aberdeen, Skotlandia, menemukan
bahwa gel berwarna kuning yang menyelubungi biji tomat dapat mencegah
penggumpalan dan pembekuan darah yang dapat menyebabkan penyakit
hipertensi, jantung, dan stroke. Warna merah pada tomat banyak mengandung
lycopene, yaitu suatu zat antioksidan yang dapat menghancurkan radikal bebas
dalam tubuh akibat rokok, polusi dan sinar ultraviolet.
Konsumsi tomat disarankan untuk memilih yang berwarna merah daripada
yang hijau. Hal ini didasarkan bahwa, kandungan lycopene dalam tomat merah 5
(lima) kali lebih banyak dari pada yang berawrna hjau. Berbeda dengan sayur
lainnya yang lebih bermanfaat jika dimakan mentah-mentah, ternyata tomat lebih
baik dicampur dengan masakan atau dihancurkan dahulu sebelum dimakan. Para
peneliti menemukan lycopene yang dkeluarkan pada tomat tersebut lebih banyak
dibandingkan dengan tomat yang langsung dimakan tanpa diolah terlebih dahulu.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Monika (2013) di Bandung
bahwa pemberian jus tomat secara signifikan dapat menurunkan tekanan darah
63
Selain tomat, banyak sayuran yang direkomendasikan oleh DASH untuk
sering dikonsumsi bagi penderita hipertensi, diantaranya kol, brokoli, kentang,
dan bayam. Walaupun harga yang ditawarkan relatif terjangkau dan mudah untuk
mendapatkannya, tetapi konsumsi di masyarakat berbeda-beda. Hal ini disebabkan
rasa suka akan jenis makanan tersebut atau kebiasaan makan yang ada di
masyarakat, serta tingkat pengetahuan akan kandungan dalam makanan tersebut
yang membuat tiap masyarakat berbeda-beda dalam mengkonsumsinya.
Jenis buah-buahan pencegah hipertensi yang sering dikonsumsi lansia di
Desa Mekar Bahalat adalah pisang (70,9%). Pisang mengandung bioflavonoid
(termasuk rutin), protein, lemak, gula (glukosa, fruktosa), adenin, trigonelin,
kholin, mineral (Ca, Mg, P, K, Na, Fe, sulfur, klorin), vitamin (B1, B2, B6, C, E,
likopen, niasin), dan histamin. Rutin mengonsumsi pisang dapat memperkuat
dinding kapiler pembuluh darah. Klorin dan sulfur adalah trace element yang
berkhasiat detoksikan. Klorin alamiah menstimulir kerja hati untuk membuang
racun tubuh dan sulfur melindungi hati dari terjadinya sirosis hati dan penyakit
hati lainnya.
Pisang banyak terdapat di masyarakat, khususnya di wilayah Desa Mekar
Bahalat. Selain bergizi tinggi, harga yang ditawarkan juga terjangkau. Pengolahan
pisang menjadi makanan olahan lain juga mudah, misalnya: digoreng, direbus,
ataupun dibakar. Oleh karena itu, pisang tidak cepat membuat jenuh atau bosan
untuk dikonsumsi dalam masyarakat. Jenis buah-buahan lain yang
direkomendasikan oleh DASH tetapi jarang dikonsumsi responden diantaranya
ini karena harganya jauh lebih mahal dibandingkan buah-buahan lain seperti
pisang dan selera di mayarakat yang mungkin sebagian besar kurang suka untuk
mengkonsumsi buah ini.
Jenis kacang-kacangan pencegah hipertensi yang sering dikonsumsi lansia
di Desa Mekar Bahalat adalah kacang hijau (16,4%). Kacang hijau memiliki
banyak kandungan gizi nutrisi didalamnya seperti vitamin, protein, fosfor,
kalsium, lemak dan serat yang sangat bagus untuk kesehatan tubuh. Kacang hijau
juga diperkaya dengan Omega-3 sebesar 0,9 mg/100gr dan Omega-6 sebesar 119
mg/100gr yang berguna untuk menurunkan hipertensi, kolesterol dan menjaga
kesehatan jantung. Kacang hijau sering dikonsumsi sebagai makanan selingan
ketika beraktivitas atau bersosialisasi dengan masyarakat. Harga yang terjangkau,
mudah diperoleh dan mudah dalam pengolahannya seperti menjadi bubur
menjadikannya makanan yang paling sering untuk dikonsumsi di masyarakat.
5.2.2 Jenis dan Frekuensi Konsumsi Makanan Pemicu Hipertensi
Jenis makanan tinggi kolesterol pemicu hipertensi yang sering dikonsumsi
lansia di Desa Mekar Bahalat adalah daging babi (60,0%). Jenis makanan yang
mengandung kolesterol tinggi dalam penelitian ini yaitu daging kambing, daging
sapi, daging babi dan udang. Namun yang paling sering dikonsumsi lansia adalah
daging babi yang biasanya didapat dan dikonsumsi saat adanya pesta adat di desa
tersebut. Tidak hanya saat pesta adat, namun juga masyarakat mengolah dan
65
Daging sapi, kambing dan babi dikenal sebagai salah satu sumber kolesterol
jahat. Kandungan kolesterol per 100 gram dari daging sebenarnya tidak terlalu
tinggi, yaitu sekitar 72 mg untuk daging sapi dan 70 mg untuk babi. Namun
jumlah daging yang dikonsumsi dan cara pengolahannya yang sering
menggunakan minyak goreng, membuat bahan makanan ini sebaiknya tidak
dikonsumsi terlalu sering. Beberapa bagian daging seperti iga bahkan memiliki
kadar lemak yang sangat tinggi. Kadar kolesterol yang tinggi di dalam darah yaitu
melebihi batas maksimum 240 mg akan sangat rentan dengan berbagai ancaman
kesehatan serius seperti hipertensi/darah tinggi, serangan jantung, hingga stroke.
Jenis makanan yang diawetkan sebagai pemicu hipertensi yang sering
dikonsumsi lansia di Desa Mekar Bahalat adalah ikan asin (94,5%). Jenis
makanan yang diawetkan ada 3 (tiga) macam dalam penelitian ini yaitu: ikan asin,
telur asin dan ikan teri kering. Makanan yang diawetkan tidak baik bagi penderita
hipertensi. Hal ini disebabkan karena kandungan garam yang tinggi yang
digunakan untuk mengawetkan makanan tersebut. Selain itu, rendahnya kadar
vitamin, mineral dan serat yang ada karena terkikis dalam proses pengawetan.
Penambahan kadar natrium juga terlihat pada telur asin, dimana pada telur itik
segar mempunyai kadar natrium 56 mg, meningkat menjadi 120 mg pada saat
diolah menjadi telur asin. Penambahan ini dimungkinkan berasal dari garam dapur
(NaCl) yang masuk melalui pori-pori telur saat perendaman (Muchtadi, 2000).
Jenis makanan tinggi natrium sebagai pemicu hipertensi yang sering
dikonsumsi lansia di Desa Mekar Bahalat adalah biskuit (50,9%). Biskuit
menggunakan garam atau soda kue yang tinggi akan natrium. Masyarakat lansia
di Desa Mekar Bahalat biasanya mengonsumsi biskuit sebagai cemilan makanan
di pagi ataupun sore hari. Selain harganya terjangkau, biskuit juga mudah didapat
di warung-warung terdekat sehingga membuat lansia sering untuk
mengonsumsinya.
Beberapa biskuit seperti cracker mengandung natrium yang tinggi di
dalamnya yaitu di dalam 100 gram biskuit mengandung 580 mg natrium.
Kandungan natrium yang tinggi dalam tubuh dapat mengganggu kerja ginjal.
Natrium harus dikeluarkan dari tubuh oleh ginjal, tetapi karena natrium sifatnya
mengikat banyak air, maka makin tinggi natrium membuat volume darah
meningkat. Volume darah semakin tinggi sedangkan lebar pembuluh darah tetap,
maka alirannya jadi deras, yang artinya tekanan darah menjadi semakin
meningkat. Hal ini dapat meningkatkan risiko hipertensi.
5.2.3 Tingkat Konsumsi Karbohidrat
Berdasarkan tabulasi silang tingkat konsumsi karbohidrat pada responden di
Desa Mekar Bahalat, dapat diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki
tingkat konsumsi karbohidrat yang kurang (52,7%). Kurangnya konsumsi
makanan yang mengandung karbohidrat oleh lansia di desa tersebut karena
beberapa lansia lebih sering hanya mengonsumsi nasi setiap harinya sebagai
sumbangan karbohidrat dan jarang mengonsumsi pangan karbohidrat yang
67
Kekurangan karbohidrat dapat membuat tubuh tidak mendapatkan vitamin
dan mineral yang ditemukan dalam makanan yang mengandung karbohidrat,
sehingga sistem kekebalan tubuh akan berkurang. Akibatnya adalah terjadi
peningkatan jumlah makanan yang tinggi lemak dan kolesterol yang dapat
menyebabkan hipertensi bahkan peningkatan risiko penyakit jantung.
Tingkat konsumsi karbohidrat yang cenderung berlebihan yang tidak
diimbangi dengan kebutuhan atau pemakainya akan meningkatkan penyimpanan
glikogen dalam tubuh. Glukosa yang ada di dalam tubuh nantinya berpengaruh
pada meningkatnya produksi insulin dan trigliserida dalam pembuluh darah.
Ketika kadar insulin meningkat maka akan meningkatkan reabsorbsi natrium di
dalam tubuh untuk mengimbangi cairan yang ada dalam pembuluh darah. Jika hal
tersebut dibiarkan akan menimbulkan hipertensi. Oleh karena itu, pembatasan
konsumsi karbohidrat perlu pula dilakukan selain pembatasan konsumsi lemak
dan natrium. Lansia sebaiknya mengonsumsi karbohidrat yang cukup dan sesuai
dengan standar agar terhindar dari penyakit yang sering terjadi pada lansia seperti
hipertensi.
5.2.4 Tingkat Konsumsi Protein
Berdasarkan tabulasi silang tingkat konsumsi protein pada responden di
Desa Mekar Bahalat, dapat diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki
tingkat konsumsi protein baik (45,5%). Protein nabati yang sering dikonsumsi
adalah tempe, tahu dan kacang hijau. Secara teori, protein nabati memiliki
Treonin, Lisin dan Histidin, kecuali Metionin. Asam amino essensial dapat
meningkatkan proses transport aktif dari darah ke dalam sel otot dan jaringan
lainnya dan meningkatkan sintesa protein di sel otot dan sel hati dengan
mengaktifkan ribosom dan menghambat proses katabolisme protein dengan
bantuan insulin. Hal ini berefek terhadap sistem kardiovaskular yaitu dapat
meningkatkan aliran darah perifer serta menurunkan resistensi perifer, sehingga
terjadi peningkatan curah jantung yang berpengaruh terhadap penurunan tekanan
darah.
5.2.5 Tingkat Konsumsi Lemak
Berdasarkan tabulasi silang tingkat konsumsi lemak pada responden, dapat
diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat konsumsi lemak lebih
(58,2%). Rata-rata tingkat konsumsi lemak yang didasarkan pada %AKG adalah
141,9%. Berdasarkan hasil tersebut, diketahui bahwa tingkat konsumsi lemak
responden jauh melebihi kecukupan gizi yang dianjurkan untuk dikonsumsi oleh
tubuh mereka. Pembatasan konsumsi lemak dilakukan agar kadar kolesterol darah
tidak terlalu tinggi. Kadar kolesterol darah yang tinggi dapat mengakibatkan
terjadinya endapan kolesterol dalam dinding pembuluh darah. Akumulasi dari
endapan kolesterol apabila bertambah akan menyumbat pembuluh nadi dan
mengganggu peredaran darah. Dengan demikian, akan memperberat kerja jantung
69
5.2.6 Tingkat Konsumsi Natrium
Berdasarkan tabulasi silang tingkat konsumsi natrium pada responden, dapat
diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat konsumsi natrium
lebih (50,9%). Jenis makanan yang mengandung natrium banyak dikonsumsi oleh
responden. Pada pengolahan dan pemasakan bahan makanan juga menggunakan
garam melebihi standar yang ada dan sesuai dengan selera. Lansia di Desa Mekar
Bahalat sebagian besar sering mengonsumsi makanan yang mengandung tinggi
natrium seperti lauk ikan asin dan teri kering karena harganya yang memang
terjangkau dan mudah didapat.
Mengonsumsi garam berlebih dapat meningkatkan volume darah di dalam
tubuh, yang berarti jantung harus memompa lebih giat sehingga tekanan darah
naik. Kenaikan ini berakibat pada ginjal yang harus menyaring lebih banyak
garam dapur dan air. Karena masukan (input) harus sama dengan pengeluaran
(output) dalam sistem pembuluh darah, jantung harus memompa lebih kuat
dengan tekanan lebih tinggi. Dinding pembuluh darah kemudian bereaksi dengan
cara penebalan dan penyempitan, untuk menyediakan ruang yang lebih sempit di
kapiler darah, dan meningkatkan “resistensi” yang pada akhirnya membutuhkan
tekanan yang lebih tinggi untuk memindahkan darah ke organ dan akibatnya
adalah hipertensi.
5.2.7 Tingkat Konsumsi Serat
Berdasarkan tabulasi silang tingkat konsumsi serat pada responden, dapat
kurang (50,9%). Serat larut banyak dikonsumsi responden, meskipun sebagian
masih belum memenuhi standar yang telah direkomendasikan. Lansia di Desa
Mekar Bahalat sebagian besar sering mengonsumsi sayuran seperti tomat dan
bayam untuk memenuhi kebutuhan serat harian mereka. Namun, masyarakat di
desa ini terutama lansia jarang untuk mengonsumsi buah-buahan sehingga sumber
serat dari jenis buah-buahan masih kurang. Sebagian besar responden lebih sering
hanya mengonsumsi buah-buahan seperti pisang dan pepaya saja.
Serat yang larut dapat mengurangi penyerapan kolesterol dalam pencernaan
dengan cara mengikatnya dengan empedu (yang mengandung kolesterol) dan
kolesterol diit sehingga dapat dikeluarkan oleh tubuh. Serat larut diantaranya
pektin (terdapat sayur dan buah terutama di dalam jambu biji, apel, dan wortel),
gum (didapat dari sari pohon akasia), mukilase (terdapat di dalam jenis
biji-bijian), dan algal (terdapat dalam alga dan rumput laut) (Almatsier, 2005).
5.3 Hubungan Konsumsi Makanan dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia di Desa Mekar Bahalat
Konsumsi makanan dalam hal ini meliputi tingkat konsumsi karbohidrat,
protein, lemak, natrium dan serat yaitu jumlah rata-rata konsumsi karbohidrat,
lemak, natrium dan serat harian yang didapat dari hasil konversi semua makanan
yang dikonsumsi responden per hari, yang diukur dengan menggunakan metode
71
5.3.1 Hubungan Tingkat Konsumsi Karbohidrat dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia
Berdasarkan hasil analisis menggunakan Uji chi square pada hubungan
antara tingkat konsumsi karbohidrat dengan kejadian hipertensi pada lansia
didapatkan hasil (p = 0,821) > α, sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel
tingkat konsumsi karbohidrat terbukti tidak memiliki hubungan dengan kejadian
hipertensi pada responden di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah
Jambi Kabupaten Simalungun. Berdasarkan hasil % AKG rata-rata tingkat
konsumsi karbohidrat maka dapat diketahui bahwa jumlah konsumsi responden
jauh melebihi standar yang ada. Apabila tidak diimbangi dengan pengeluaran
(output) energi yang ada, maka sisa kalori karbohidrat yang ada di dalam tubuh
akan ditimbun menjadi lemak. Penumpukan lemak di dalam tubuh, terutama di
bagian perut akan memperberat risiko terjadinya komplikasi akibat hipertensi.
Karbohidrat dapat menyebabkan terjadinya hiperlipidemia (penyebab
terjadinya aterosklerosis). Proses ini dimulai dari pencernaan karbohidrat yang
akhirnya menghasilkan karbondioksida, air dan energi. Bila energi tidak
diperlukan, asetil KoA tidak memasuki siklus asam sitrat (TCA) tetapi digunakan
untuk membentuk asam lemak dan menghasilkan trigliserida. Oleh karena itu,
pembatasan konsumsi karbohidrat juga perlu dilakukan. Memang bukan penyebab
secara langsung, tapi menunjang untuk memperbesar risiko terjadinya hipertensi.
Ketidakseimbangan antara konsumsi karbohidrat dan kebutuhan energi,
dimana konsumsi terlalu berlebihan dibandingkan dengan kebutuhan atau
pemakaian energi akan menimbulkan kegemukan atau obesitas. Kelebihan energi
jaringan lemak ditimbun dalam beberapa tempat tertentu, diantaranya di jaringan
subkutan dan di dalam jaringan usus (momentum). Jaringan lemak subkutan di
daerah dinding perut bagian depan (obesitas sentral) sangat berbahaya daripada
jaringan lemak di pantat. Karena menjadi risiko terjadinya penyakit
kardiovaskuler (Yuniastuti, 2007).
Berdasarkan uji statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang
bermakna antara konsumsi karbohidrat dengan kejadian hipertensi pada lansia.
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Siti Widyaningrum (2012) di Pelayanan
Sosial Lanjut Usia Jember yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang
bermakna (signifikan secara statistik dengan nilai p (0,599) > α (0,05)) antara
asupan karbohidrat dengan tekanan darah pada penderita hipertensi lansia. Hasil
penelitian ini juga sama dengan penelitian Manawan, dkk (2016) yang
menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara asupan karbohidrat dengan
kejadian hipertensi. Namun hasil penelitian ini berlawanan dengan hasil penelitian
Derris Sugianty (2010) yang menyatakan bahwa ada hubungan asupan
karbohidrat dengan tekanan darah sistolik pada lansia di Panti Wreda
Pengayoman Semarang.
5.3.2 Hubungan Tingkat Konsumsi Protein dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia
Berdasarkan hasil analisis menggunakan Uji chi square pada hubungan
antara tingkat konsumsi protein dengan kejadian hipertensi pada lansia didapatkan
hasil (p = 0,189) > α, sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel tingkat
73
pada responden di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi
Kabupaten Simalungun.
Protein berfungsi sebagai zat pembangun dan pendorong metabolisme pada
tubuh manusia. Protein itu tidak diproduksi dari tubuh kita melainkan bersumber
dari makanan yang mengandung protein yang kita konsumsi. Artinya manfaat
protein dirasakan ketika kebutuhan protein harian tercukupi melalui makanan
sumber protein.
Protein mempunyai banyak fungsi di dalam tubuh kita. Pada dasarnya
protein menunjang keberadaan setiap sel tubuh, proses kekebalan tubuh. Dalam
kondisi normal, protein dibutuhkan oleh tubuh sekitar 0,8 gr/kg BB/hari dengan
perbandingan protein nabati dan hewani yaitu 3:1. Pada dua studi observasional
utama INTERMAP dan The Chicago Western Electric Study telah membuktikan
adanaya hubungan sumber protein nabati dengan penurunan tekanan darah,
sedangkan sumber protein hewani tidak berpengaruh terhadap tekanan darah.
Berdasarkan uji statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang
bermakna antara konsumsi protein dengan kejadian hipertensi pada lansia. Hasil
penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Derris Sugianty (2010) yang
menyatakan bahwa tidak ada hubungan asupan protein dengan tekanan darah
sistolik dan diastolik pada lansia di Panti Wreda Pengayoman Semarang. Namun,
hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Rista Emiria (2012) yang
menyatakan bahwa ada keterkaitan antara asupan protein dengan tekanan darah
5.3.3 Hubungan Tingkat Konsumsi Lemak dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia
Berdasarkan hasil analisis menggunakan Uji chi square pada hubungan
antara tingkat konsumsi lemak dengan kejadian hipertensi pada lansia didapatkan
hasil (p=0,025) < α, sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel tingkat konsumsi
lemak terbukti memiliki hubungan dengan kejadian hipertensi pada responden di
Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun.
Berdasarkan hasil % AKG rata-rata tingkat konsumsi lemak maka dapat diketahui
bahwa jumlah konsumsi responden jauh melebihi standar yang ada. Lemak
memang diperlukan oleh tubuh sebagai zat pelindung dan pembangun. Tetapi,
apabila konsumsinya berlebihan akan meningkatkan terjadinya plak dalam
pembuluh darah, yang lebih lanjut akan menimbulkan terjadinya hipertensi.
Patofisiologi metabolisme lemak sehingga menyebabkan hipertensi adalah
dimulai ketika lipoprotein sebagai alat angkut lipida bersikulasi dalam tubuh dan
dibawa ke sel-sel otot, lemak dan sel-sel lain. Begitu juga pada trigliserida dalam
aliran darah dipecah menjadi gliserol dan asam lemak bebas oleh enzim
lipoprotein lipase yang berada pada sel-sel endotel kapiler. Kolesterol yang
banyak terdapat dalam LDL akan menumpuk pada dinding pembuluh darah dan
membentuk plak. Plak akan bercampur dengan protein dan ditutupi oleh sel-sel
otot dan kalsium yang akhirnya berkembang menjadi aterosklerosis. Pembuluh
darah koroner yang menderita aterosklerosis selain menjadi tidak elastis, juga
mengalami penyempitan sehingga tahanan aliran darah dalam pembuluh koroner
75
Makanan berlemak seperti daging berlemak banyak mengandung protein,
vitamin, dan mineral. Akan tetapi dalam daging berlemak dan jeroan mengandung
lemak jenuh dan kolesterol. Kadar lemak tinggi dalam darah dapat menyebabkan
penyumbatan pembuluh darah karena banyaknya lemak yang menempel pada
dinding pembuluh darah. Keadaan seperti ini dapat memacu jantung untuk
memompa darah lebih kuat sehingga memicu kenaikan tekanan darah.
Dari hasil food frequency questioner diketahui bahwa makanan sumber
lemak yang paling sering dikonsumsi beberapa lansia adalah daging babi. DASH
merekomendasikan untuk membatasi pemenuhan konsumsi lemak melalui
daging/ikan 100 gram/hari (untuk daging unggas dikonsumsi tanpa kulit), telur 1
butir/hari, margarin 2-3 sdt/hari (Kurniawan, 2010 dan Almatsier, 2005). Hasil
analisis univariat menunjukkan bahwa sebagian besar lansia mengonsumsi lemak
dalam jumlah yang lebih. Almatsier (2001) memaparkan bahwa konsumsi lemak
berlebih yang berasal dari hewani cenderung meningkatkan kolesterol yang
berisiko terhadap hipertensi. Dalam penelitian diketahui bahwa lansia cenderung
sering dalam mengonsumsi lemak yang berasal dari hewan.
Berdasarkan uji statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
bermakna antara konsumsi lemak dengan kejadian hipertensi pada lansia. Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian Siti Widyaningrum (2012) di UPT
Pelayanan Sosial Lanjut Usia Jember yang menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang bermakna antara tingkat konsumsi lemak dengan kejadian
hipertensi. Hasil penelitian ini juga sama dengan hasil penelitian Feryadi, dkk