LAMPIRAN
Gambar 2 : Perahu nelayan mendarat
Gambar 4 : Istri-istri nelayan bekerja pada toke nelayan memilih ikan teri
Gambar 6 : Ibu Saniyem berjualan makanan di daerah tempat tinggalnya
Gambar 8 : Seorang anak perempuan bekerja mengopek udang lipan untuk dijual
DAFTAR PUSTAKA
Agunggunanto EY. 2011. Analisis Kemiskinan dan Pendapatan Keluarga Nelayan
Kasus di Kecamatan Wedung, Kabupaten Demak, Jawa Tengah,
Indonesia. [Internet]. Jurnal. [dikutip tanggal 4 Januari 2016]; Vol. I, No.
1: 50-58. Dapat diunduh dari:
http://ejournal.undip.ac.id/index.php/dinamika_pembangunan/article/down
load/1658/ 1432
Alfian Helmi dan Arif Satria. (2012). Strategi Adaptasi Nelayan Terhadap
Perubahan Ekologis. Jurnal. Makara, Sosial Humaniora. Vol. 16 No. 1:
68-78.
Allison, E.H., Ellis, F. (2001). The livelihoods approach and management of
small-scale fishers. Marine policy, 25, 377-388.
Andriati, R. (1992). Peranan wanita dalam pengembangan perekonomian rumah
tangga nelayan pantai di surabaya (studi kasus: kejawan lor, kelurahan
kenjeran, kecamatan kenjeran, kotamadya surbaya). Thesis magister
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, Jakarta.
Arkatut R. 2013. Strategi Istri Nelayan dalam Menunjang Penghasilan Keluarga di
Dusun Merpati Desa Sungai Kakap Kecamatan Sungai Kakap Kabupaten
Kubu Raya. [Internet]. Jurnal. [dikutip tanggal 2 Januari 2016]; Vol II,
No. 2: 1-12. Dapat diunduh dari:
http://jurnalnasional.ciki.me/index.php/sostri/article/download/385/363
Bungin, Burhan. 2009. Penelitian Kualitatif. Bandung: Kencana Prenada Media
Group
Crane T.A., Roncoli C., & Hoogenboom G. (2011). Adaptation to climate change
and climate variability: the importance of understanding agriculture as
performance. Wageningen Journal of Life Science, 57, 179-185.
Coulthard, S. (2008). Adaptation to environmental change in artisanal
fiheries-insight from south indian lagoon. Global Environmental Change, 18,
479-489.
Denrich, Suryadi. 2004. Gambaran Konflik Emosional Dalam Menentukan
Prioritas Peran Ganda. Jurnal Ilmiah Psikologi Arkhe 1 (Januari, 2004)
hal.12 [diakses tanggal 23 April 2016]
Ikhwanul, Purba R, dkk. 2014. Peran Ibu Rumah Tangga Nelayan dalam Upaya
Meningkatkan Perekonomian Keluarga di Kelurahan Bitung Karang Ria
Kecamatan Tuminting Kota Manado. [Internet]. Jurnal. [dikutip tanggal 15
Januari 2016]; Vol. III, No. 4. Dapat diunduh dari:
http://journal.Acta.Diurna.ac.id
[ILO] Internatinal Labour Organitation. 2004. Seri Rekomendasi Kebijakan: Kerja
Layak dan Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia, 2003. [Internet].
[dikutip tanggal 6 Juni 2016]. Jakarta [ID]: ILO. Dapat diunduh dari:
http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro-bangkok/---ilo-jakarta/documents/publication/wcms_125243.pdf
Karlita, Nanda. Strategi Bertahan Hidup Perempuan di Daerah Pesisir (Dusun
Muara, Desa Muara, Kabupaten Tangerang, Banten). Skripsi. [dikutip
Kornita SE, Yusuf Y. Strategi Bertahan Hidup (Life Survival Strategy) Penduduk
Miskin Kelurahan Batu Teritip Kecamatan Sungai Sembilan. [Internet].
Jurnal. [dikutip tanggal 5 Juni 2016]. Dapat diunduh dari:
http://ejournal.unri.ac.id/index.php/JE/article/download/823/816
Kristianti, Kusai, Bathara L. 2014. Strategi Bertahan Hidup Nelayan Buruh di
Desa Meskom Kecamatan Bengkalis Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau.
[Internet]. Jurnal. [dikutip tanggal 3 Juni 2016]; Vol. XLII, No. 1: 62-68.
Dapat diunduh dari:
http://ejournal.unri.ac.id/index.php/JT/article/viewFile/2150/2116
Kusnadi. (2000). Nelayan: Strategi Adaptasi dan Jaringan Sosial. Bandung:
Humaniora Utama Press.
Kusnadi. (2002). Nelayan: Strategi Adaptasi dan Jaringan Sosial. Humaniora
Utama Press. Bandung.
Narayan, D. (1999). Bonds and Bridges; Social Capital and Poverty. Washington
DC: World Bank.
Raodah. 2010. Peran Isteri Nelayan dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga di
Kelurahan Lapulu Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara. [Internet].
Vol. 19, No. 2. Dapat diunduh dari: http://jurnal.Al-Qalam.ac.id [diakses
tanggal 20 Desember 2015]
Retnowati E. 2011. Nelayan Indonesia dalam Pusaran Kemiskinan Struktural
(Perspektif Sosial, Ekonomi, dan Hukum). [Internet]. Jurnal. Vol. XVI,
No. 3: 149-159. Dapat dikutip dari:
http://ejournal.uwks.ac.id/myfiles/20120708131038258 7/12.pdf [diakses
Ritzer, George. 2014. Teori Sosiologi Modern, Edisi ke-7. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group
Saputri, Dini. 2012. Peran Perempuan Nelayan dalam Produksi dan Distribusi
Hasil Laut Kasus di Desa Percut, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten
Deli Serdang. [Internet]. Skripsi. Dapat diunduh di
http://repository.usu.ac.id [diakses pada 16 Maret 2016]
Skoufias, E., Lunde, T., & Patrinos, H. (2010). Social Networks Among
Indigenous Peoples in Mexico. Latin American Research Review, 45(2).
Soetrisno, Loekman. 1997. Kemiskinan, Perempuan, dan Pemberdayaan.
Yogyakarta: Kanisius
Torkelsson, S. (2007). Resources, Not Capital: A Case Study of the Gendered
Distribution and Productivity of Social Network Ties in Rural Ethiopia.
Rural Sociology, 72 (4), 583-607.
Wahyono, A., Antariksa, I.G.P., Masyhuri, I., & Indrawasih, R.S. (2001).
Pemberdayaan Masyarakat Nelayan. Yogyakarta: Media Pressindo.
Wahyuningsih, Elizabeth T. Gurning, dan Edhie Wuryanto. (1997). Budaya Kerja
Nelayan Indonesia di Jawa Tengah (Kasus Masyarakat Nelayan Desa
Wonokerto Kulon Kecamatan Wiradesa Kabupaten Pekalongan).
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jendral
Kebudayaan. Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional. Bagian Proyek
Pengkajian dan Pembinaan Kebudayaan Masa Kini. Jakarta.
Widodo S. 2011. Strategi Nafkah Berkelanjutan bagi Rumah Tangga Miskin di
XV, No. 1: 10-20. Dapat diunduh dari:
http://journal.ui.ac.id/index.php/humanities/article/ view/890/849
[KKP] Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2012. Laporan Akuntabilitas Kinerja
Kementrian Kelautan dan Perikanan Tahun 2011. [Internet]. [dikutip
tanggal 12 Desember 2015]. Jakarta [ID]: KKP. Dapat diunduh dari:
http://www.kkp.go.id/public/upload/LAKIP%20KKP%202012.pdf
Website :
http://repository.usu.ac.id
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif
dengan melakukan pendekatan deskriptif. Metode kualitatif adalah prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif: ucapan atau tulisan dan perilaku
yang dapat diamati dari orang-orang (subjek) itu sendiri (Arief, 1992). Penelitian
deskriptif bertujuan untuk menggambarkan, meringkas berbagai kondisi, berbagai
situasi atau berbagai variabel yang timbul di masyarakat yang menjadi objek
penelitian (Bungin, 2001: 48). Data deskriptif dapat dilihat sebagai indikator bagi
norma-norma dan nilai-nilai kelompok serta kekuatan sosial lainnya yang
menyebabkan atau menentukan perilaku manusia.
3.2 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan pada masyarakat pesisir Kelurahan Bagan
Deli Kecamatan Medan Belawan. Alasan peneliti memilih lokasi ini dikarenakan
peneliti tertarik akan perubahan yang terjadi pada masyarakat pesisir di dalamnya,
selain itu adanya kemudahan akses bagi peneliti untuk menuju lokasi daerah
3.3 Unit Analisa dan Informan
3.3.1 Unit Analisis
Unit analisis adalah hal-hal yang diperhitungkan menjadi suatu subjek
penelitian atau unsur yang menjadi fokus penelitian (Bungin, 2007). Keseluruhan
data yang diperoleh akan menjadi dasar dalam memperoleh jalinan hubungan dan
kaitan masalah sehingga memudahkan untuk dianalisis. Adapun yang menjadi
unit analisis dalam subyek penelitian ini adalah masyarakat Kelurahan Bagan Deli
Kecamatan Medan Belawan.
3.3.2 Informan
Informan penelitian adalah subjek yang memahami informasi objek
penelitian sebagai pelaku maupun orang lain yang memahami objek penelitian
(Bungin, 2007). Adapun karakteristik informan sebagai sumber informasi bagi
peneliti adalah sebagai berikut :
1. Isteri nelayan di Kelurahan Bagan Deli
2. Anak perempuan nelayan di Kelurahan Bagan Deli
3. Keluarga nelayan miskin di Kelurahan Bagan Deli
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi,
keterangan-keterangan atau fakta-fakta yang diperlukan dalam penelitian. Dalam
proses ini peneliti akan menggunakan beberapa teknik pengumpulan data agar
mendapat kesesuaian dengan fokus dan kebutuhan peneliti dalam mengolah data
dan informasi yang diperoleh. Adapun teknik yang digunakan dalam
3.4.1 Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung dari
lapangan oleh peneliti. Pengumpulan data dengan terjun langsung ke lokasi
penelitian yang dapat digunakan adalah :
1. Observasi
Observasi adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk
menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan penginderaan
(Bungin, 2007). Dalam penelitian ini peneliti akan mengobservasi
kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat pesisir dalam
sosial-ekonomi. Observasi ini dilakukan pengamatan secara langsung ke
lapangan serta ikut serta terlibat di dalam segala aktivitas yang terjadi
untuk mendapatkan data-data yang diperlukan. Dalam penelitian ini
peneliti akan menerapkan observasi partisipan untuk melihat dan juga ikut
melakukan setiap tindakan atau kegiatan dari setiap para informan ketika
melakukan aktivitas pesisirnya.
2. Wawancara mendalam
Wawancara mendalam adalah proses memperoleh keterangan untuk
tujuan penelitian dengan cara tanya-jawab sambil bertatap muka antara
pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan
atau tanpa menggunakan pedoman wawancara, dimana pewawancara dan
informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama. Dengan
demikian, kekhasan wawancara mendalam adalah keterlibatannya dalam
kehidupan informan (Bungin, 2007). Wawancara merupakan suatu proses
3.4.2 Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung dari objek
penelitian. Pengumpulan data sekunder dalam penelitian ini adalah dokumentasi.
Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data yang secara tidak langsung
ditujukan kepada subjek penelitian, melalui dokumen yang berhubungan dengan
masalah yang diteliti. Dokumen disini dapat berupa surat kabar, majalah, internet,
jurnal, dan bentuk dokumen lainnya yang dianggap relevan dengan masalah yang
diteliti.
3.5 Interpretasi Data
Interpretasi data adalah sebuah pengkajian data yang mencakup perilaku
objek, hasil wawancara, temuan data di lapangan yang teridentifikasi. Interprestasi
data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber
yang sudah ada dalam catatan lapangan. Setelah data tersebut dibaca, dipelajari,
dan ditelaah maka langkah selanjutnya yaitu mengadakan reduksi data dengan
cara abstraksi. Abstraksi merupakan rangkuman yang terperinci dan merujuk pada
inti temuan data dengan cara menelaah pertanyaan-pertanyaan yang diperlukan
agar tetap berada pada fokus penelitian. Setelah semua terkumpul data dianalisis
kemudian diinterprestasikan berdasarkan dukungan teori dan kajian pustaka yang
BAB IV
TEMUAN DATA DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN
4.1 Deskripsi Wilayah Penelitian
4.1.1 Sejarah Kelurahan
Kelurahan Bagan Deli terletak di tepi Muara Deli sampai ke tepian Kuala
Deli. Dulunya, tempat ini dinamakan Pulau Putri yang merupakan tempat
persinggahan Keluarga Sultan Deli. Muara Deli, perairan Kuala Deli, dan
Kampung Bagan Deli juga merupakan daerah yang strategis bagi saudagar Bugis
dan Cina untuk melakukan “Tambat dan Labuh” Tongkang perahu layar mereka
serta tempat beristirahat sebelum menuju Pekan Labuhan Deli, atau sebaliknya.
Begitu juga bagi masyarakat nelayan di sekitar Sungai Deli, Kampung Bagan Deli
dapat digunakan juga sebagai tempat untuk beristirahat mereka sebelum atau
sesudah melaut. Begitulah maka tempat beristirahat atau persinggahan tersebut
disebut dengan nama “BAGAN” di tepi Muara Deli/Kuala Deli yang selanjutnya
dinamakan Bagan Deli, walaupun Kampung Bagan Deli ketika itu dihuni hanya
beberapa keluarga saja. Kehidupan penduduk ketika itu ditopang dari membuat
atap Nipah dan menjalin Bilah untuk membuat belat (alat untuk menangkap ikan).
Pada tahun 1910, ketika utusan Kesultanan Deli datang ke Kampung
Bagan Deli untuk memberitahukan bahwa keluarga Sultan Deli akan berkunjung
ke Persinggahan Pulau Putri maka satu orang Tokoh di Kampung Bagan Deli
akan menyiapkan segala sesuatunya sehubungan dengan penyambutan kunjungan
tersebut (persiapan tempat, makanan, dan keamanan) termasuk memandu Perahu
pertamina dengan Lorong I Veteran) menuju persinggahan Pulau Putri (posisi
sekarang: Pantai Ocean Pasifik). Tokoh tersebut selanjutnya tercatat sebagai orang
pertama yang diangkat/ditunjuk oleh Kesultan Deli menjadi penghulu Kampung
Bagan Deli yaitu Bapak H. Awal, setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik
Indonesia tahun 1945, Kampung Bagan Deli secara administratif menjadi Desa
Bagan Deli yang berada di bawah Pemerintahan Sumatera Timur. Pada
perkembangannya, pada tahun 2011 Kampung Bagan Deli menjadi Kelurahan
Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara.
4.1.2 Keadaan Geografis Kelurahan
Kelurahan Bagan Deli adalah salah satu dari 6 Kelurahan yang ada di
wilayah administrasi Kecamatan Medan Belawan. Kelurahan ini merupakan
kelurahan yang terletak paling timur di Kecamatan Medan Belawan dan
berbatasan langsung dengan Selat Malaka.
Berdasarkan letak astronomis, Kelurahan Bagan Deli terletak pada 03 ̊ 47 ̊
LU -03 ̊ 48 ̊ LU dan 98 ̊ 41’ BT - 98 ̊ 42’ BT. Sedangkan berdasarkan letak
geografis, Kelurahan Bagan Deli berbatasan dengan :
1. Batas Wilayah
Utara : Belawan I
Selatan : Muara Sungai Deli
Timur : Selat Malaka
Barat : Belawan II / Bahari
Luas Wilayah : 230 Km²
Jarak Ke Kantor Kecamatan : 3 Km
Gambar : 1
Peta Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan
2. Identitas Kelurahan
Nama Lurah : ZAINAL ABIDIN, S.Sos
Kelurahan : Bagan Deli
Alamat Kelurahan : Jln. Besar Bagan Deli
Kecamatan : Medan Belawan
Kelurahan Bagan Deli memiliki luas wilayah 230 Ha yang terdiri dari 15
lingkungan. Dari ke-15 lingkungan ini, yang menjadi objek penelitian penulis
adalah Lingkungan VII yang memiliki luas areal lahan 13,8 Ha. Adapun
batas-batas wilayah Lingkungan VII, yaitu :
1. Sebelah utara berbatasan dengan Lingkungan X
2. Sebelah selatan berbatasan dengan Lingkungan VI
3. Sebelah timur berbatasan dengan jalan besar Bagan Deli
4. Sebelah barat berbatasaan dengan Paluh Perta (Selat Malaka)
3. Struktur Organisasi Kelurahan
Nama Lurah : Zainal Abidin, S.Sos/III-D
Sekretaris Lurah : Sesi Sumiati Simanjuntak/III-C
Seksi Tata Pemerintah : Siti Mariah/III-C
Seksi Pemberdayaan Kemasyarakatan : Ningrat Sinaga/III-B
Seksi Ketentraman dan Ketertiban Umum : MHD. Syafi’i/I-D
Adapun yang menjadi kepala lingkungan di Kelurahan Bagan Deli
Tabel 2 :
Kepala Lingkungan di Kelurahan Bagan Deli
No Lingkungan Nama Kepala Lingkungan
1. I Subari
14. XIV Horasman Simamora
15. XV Syafaridah
Sumber: Profil Kelurahan Bagan Deli Tahun 2015
Peneliti memilih Lingkungan VII sebagai objek penelitian dikarenakan
terdapat banyak perempuan pesisir yang ikut berpartisipasi dalam mencari uang
guna memenuhi perekonomian keluarga.
4.1.3 Tata Penggunaan Lahan
Luas lahan Kelurahan Bagan Deli adalah seluas 230 Ha. Kelurahan Bagan
Deli memiliki wilayah seluas 3,8 Ha yang digunakan untuk sektor industri
perikanan. Sektor industry perikanan ini adalah dermaga pelabuhan yang
merupakan salah satu dermaga terbesar di Sumatera Utara dan Pulau Sumatera,
yaitu Pelabuhan Gabion. Pelabuhan yang seluas 3,8 Ha ini merupakan Pusat
Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan (PPSB) yang juga adalah salah satu dari
tempat dilakukannya bongkar muat hasil tangkapan nelayan yang nantinya akan
didistribusikan kepada pengecer. Pelabuhan ini menjadi salah satu sumber
pendapatan bagi penduduk. Di tempat ini banyak masyarakat yang bekerja sebagai
buruh nelayan pada pemilik kapal ikan. Adapun penggunaan lahan di Kelurahan
Bagan Deli dapat dilihat pada tabel 3.
Table 3 :
Luas Wilayah Lahan Kelurahan Bagan Deli
No Lahan Luas Lahan (Ha) Persentase (%)
1. Tanah Kering untuk Bangunan
Rumah dan Pekarangan
146,5 63,69
2. Tambak 1,84 0,8
3. Rawa / Pasang Surut 48,06 20,89
4. Hutan Belukar 12,86 5,59
5. Hutan Rawa 20,71 9,004
Jumlah 230 Ha 100 %
Sumber: Profil Kelurahan Bagan Deli Tahun 2015
Di Kelurahan Bagan Deli terdapat 63,69 % luas lahan yang digunakan
sebagai areal pemukiman penduduk. Pada lahan ini terdapat 146,5 Ha tanah
kering yang dijadikan penduduk untuk bangunan rumah dan pekarangan. Menurut
Data Kelurahan Bagan Deli (2012) dari 15 lingkungan yang ada di Kelurahan
Bagan Deli terdapat 8 lingkungan yang merupakan golongan lingkungan dengan
pemukiman padat penduduk, yaitu lingkungan I, III, IV, V, VII, XIII, XIV, dan
sedangkan lingkungan pemukiman jarang terdapat di lingkungan VIII, IX, X, dan
XI. Lingkungan VII merupakan tempat penelitian penulis. Lingkungan ini
merupakan golongan pemukiman padat, sehingga terdapat rumah-rumah yang
berdempetan satu sama lain. Adapun lahan yang digunakan terdiri dari beberapa
jenis penggunaan yaitu dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4 :
Tata Guna Lahan Lingkungan VII Kelurahan Bagan Deli
No Lahan Luas Lahan (Ha) Persentase (%)
1. Tanah Kering untuk Bangunan dan Pekarangan
5,3 38,40
2. Tambak 8,5 61,60
Jumlah 13,8 Ha 100 %
Sumber: Profil Kelurahan Bagan Deli Tahun 2015
Dari Tabel 3 dapat diketahui bahwa kawasan lahan yang terbesar adalah
tambak (seluas 8,5 Ha). Penduduk di Lingkungan VII, memanfaatkan lahan untuk
membuat tambak. Tambak adalah kolam buatan yang di isi air dan dimanfaatkan
sebagai sarana budidaya perairan. Hewan yang dibudidayakan biasanya udang,
beragam jenis ikan seperti ikan bandeng, ikan nila, ikan kerapu, kakap, dan
sebagainya. Ikan-ikan yang didapat setelah dibudidayakan sebagian dijual dan
sebagian lagi dikonsumsi sendiri, Ada pun dengan menjual ikan-ikan tersebut,
4.1.4 Sarana dan Prasarana Kelurahan
a. Sarana Kesehatan
Pemenuhan kebutuhan kesehatan di Kelurahan Bagan Deli
dilengkapi oleh beberapa prasarana kesehatan. Adapun sarana kesehatan
yang terdapat di kelurahan ini sebanyak 10 unit seperti puskesmas
pembantu, klinik, dan balai pengobatan yang semuanya diharapkan dapat
menunjang dan mendukung kesehatan masyarakat. Untuk lebih terperinci
dapat dilihat pada tabel 5 :
Tabel 5 :
Sarana Kesehatan yang Ada di Kelurahan Bagan Deli
No Sarana Kesehatan Jumlah
1. Puskesmas Pembantu 1 unit
2. Klinik 8 unit
3. Balai Pengobatan 1 unit
Total 10 unit
Sumber: Profil Kelurahan Bagan Deli Tahun 2015
b. Sarana Pendidikan
Dalam kehidupan, dunia pendidikan sangatlah penting karena pendidikan
sebagai upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, sehingga dalam setiap
kelurahan sangat dibutuhkan adanya sarana pendidikan berupa yayasan atau
lembaga-lembaga pendidikan. Adapun sarana-sarana pendidikan yang ada di
Kelurahan Bagan Deli adalah Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Atas yang
Tabel 6 :
Sarana Pendidikan yang Ada di Kelurahan Bagan Deli
No Sarana Pendidikan Negeri Swasta Jumlah
1. SD 2 2 4
3. SMA 1 - 1
Total 3 2 5
Sumber: Profil Kelurahan Bagan Deli Tahun 2015
Dari tabel 6 dapat dilihat bahwa sarana pendidikan yang ada di Kelurahan
Bagan Deli kurang memadai, hal ini terlihat dari setiap sarana dari tingkat
pendidikan tidak memiliki jumlah unit yang cukup. Kelurahan Bagan Deli hanya
mempunyai 2 sarana yaitu Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Atas. Oleh
karena itu, penduduk yang ingin menyekolahkan anak-anaknya di tingkat Taman
Kanak-Kanak dan Sekolah Menengah Pertama harus menempuh jarak yang sangat
jauh dari pemukiman mereka. Berdasarkan jumlah sarana pendidikan yang
terdapat di kelurahan ini sangat kurang maksimal dalam menunjang pendidikan
masyarakat.
c. Sarana Peribadatan
Dalam kehidupan beragama, sarana peribadatan sangat dibutuhkan untuk
memenuhi kebutuhan rohaniah serta memudahkan masyarakat dalam
melaksanakan ibadah, Kelurahan Bagan Deli memiliki sarana peribadatan berupa
Tabel 7 :
Sarana Ibadah yang Ada di Kelurahan Bagan Deli
No Sarana Ibadah Jumlah
1. Mesjid 4 unit
2. Musholla 12 unit
3. Gereja 2 unit
4. Klenteng 1 unit
Total 19 unit
Sumber: Profil Kelurahan Bagan Deli Tahun 2015
Berdasarkan tabel 7 dapat dilihat bahwa jumlah sarana peribadatan
yang terdapat di Kelurahan Bagan Deli cukup memadai. Penduduk
Kelurahan Bagan Deli yang memiliki agama yang berbeda-beda dapat
melaksanakan peribadatan sesuai dengan kepercayaan mereka
masing-masing.
d. Sarana Olahraga
Manfaat olahraga bagi kesehatan manusia jelas sangat banyak dan bisa
dirasakan oleh setiap orang. Tak bisa dipungkiri bahwa olahraga menjadi salah
satu gaya hidup yang wajib dilakukan setiap orang untuk bisa membuat tubuhnya
tetap sehat dan bugar. Kelurahan Bagan Deli memiliki sarana olahraga yaitu
Lapangan futsal dan Lapangan Terbuka Hijau. Remaja putra dan putri di
Kelurahan Bagan Deli sering menghabiskan waktu luang mereka khususnya
remaja putra untuk bermain futsal bersama sepulang sekolah. Untuk lebih
Tabel 8 :
Sarana Olahraga yang Ada di Kelurahan Bagan Deli
No Sarana Olahraga Jumlah
1. Lapangan Futsal 1 unit
2. Lapangan Terbuka Hijau 1 unit
Total 2 unit
Sumber: Profil Kelurahan Bagan Deli Tahun 2015
4.2Gambaran Penduduk Kelurahan Bagan Deli
Jumlah penduduk Kelurahan Bagan Deli adalah 15.938 orang yang terdiri
dari 3.851 KK, kemudian jumlah penduduk pada Lingkungan VII yang menjadi
lokasi penelitian ini adalah 1.872 orang dengan jumlah kepala keluarga sebanyak
378 KK. Table 9 :
Komposisi Penduduk Lingkungan VII Berdasarkan Jenis Kelamin
No. Jenis kelamin
Usia (tahun) Jumlah
< 17 > 17
1. Laki - laki
271 697 968
2. Perempuan
263 641 904
Total 534 1.338 1872
Sumber: Profil Kelurahan Bagan Deli Tahun 2015
Dari Tabel 9 terlihat bahwa jumlah perempuan hampir sama dengan
jumlah laki-laki. Sebagaimana kita ketahui bahwa perempuan memiliki peranan
menyusun rencana dan menjalankan tugas dengan kualitas yang tidak kalah dari
kaum pria. Pada hakekatnya perempuan adalah sumberdaya insani yang memiliki
potensi yang dapat didayagunakan dalam berbagai bidang dan sektor
pembangunan nasional. Wanita-wanita nelayan mempunyai potensi sebagai motor
penggerak perekonomian masyarakat pantai. Potensi tersebut dapat meningkatkan
pendapatan nelayan, dimana posisi wanita yang selama ini hanya berfungsi
sebagai ibu rumah tangga ditingkatkan sebagai pencari nafkah.
Tabel 10 :
Klasifikasi Penduduk Lingkungan VII Berdasarkan Usia
No. Usia Jumlah (Jiwa) Persentase (%)
1. 0-4 98 5,23
2. 5-9 104 5,55
3. 10-14 129 6,89
4. 15-19 210 11,21
5. 20-24 139 7,42
6. 25-29 205 10,95
7. 30-34 410 21,90
8. 35-59 470 25,10
9. 60-69 69 3,68
10. >70 38 2,02
Jumlah 1.872 100 %
Dari Tabel 10 dapat disimpulkan bahwa jumlah penduduk tersebar dari
setiap batas usia. Mayoritas penduduk Kelurahan Bagan Deli memiliki usia
produktif (15-64 tahun). Pada usia produktif inilah, penduduk Kelurahan Bagan
Deli mampu bekerja dengan menghasilkan uang untuk biaya hidup keluarga.
Dimana pada usia produktif dengan bermodalkan tenaga, para toke bisa
memperkerjakan penduduk untuk bekerja sebagai buruh harian lepas seperti
mengopek udang lipan, menjemur ikan asin, memilih ikan teri diantara ikan tapis,
dan sebagainya.
Tabel 11 :
Klasifikasi Penduduk Lingkungan VII Berdasarkan Tingkat Pendidikan
No. Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%)
1. Belum Sekolah 430 22,97
Sumber: Profil Kelurahan Bagan Deli Tahun 2015
Pada Tabel 11 dapat disimpulkan bahwa penduduk Lingkungan VII
Kelurahan Bagan Deli belum memiliki tingkat pendidikan yang cukup baik.
Hanya sedikit yang mengecap pendidikan setelah SMA (perguruan tinggi) yaitu
yang hanya tamat SD yaitu 20,29 %. Dari pengamatan penulis, banyak
masyarakat Lingkungan VII Kelurahan Bagan Deli yang terpaksa putus sekolah
akibat kurang mampunya ekonomi keluarga untuk melanjutkan pendidikan. Ada
juga anggapan masyarakat bahwa pekerjaan menjadi nelayan yang sudah ditekuni
masyarakat secara turun temurun tidak membutuhkan pendidikan di sekolah.
Sehingga masyarakat mengurungkan niat untuk menyekolahkan anak-anaknya ke
tingkat pendidikan yang lebih tinggi.
Tabel 12 :
Klasifikasi Penduduk Lingkungan VII Berdasarkan Mata Pencaharian
No. Mata Pencaharian Jumlah (orang) Persentase (%)
1. Tidak/Belum Bekerja 933 49,83
Pada Tabel 12 terlihat bahwa masyarakat Lingkungan VII Kelurahan
Bagan Deli adalah mayoritas tidak/belum bekerja. Masyarakat yang tidak/belum
bekerja adalah termasuk warga yang mengandalkan pekerjaan sampingan (tidak
tetap), masyarakat produktif tetapi masih menganggur, dan masyarakat yang tidak
produktif lagi. Hal ini menandakan bahwa masyarakat di Lingkungan VII
Kelurahan Bagan Deli masih memiliki banyak tanggungan baik itu masyarakat
yang tidak produktif dan masyarakat yang produktif namun tidak bekerja
(pengangguran).
Untuk memenuhi kebutuhan hidup, pekerjaan mayoritas yang ditekuni
masyarakat Lingkungan VII Kelurahan Bagan Deli adalah nelayan dan buruh
harian lepas. Sebagaimana daerah yang secara geografis berada di pesisir pantai,
pada umumnya penduduk mencari pemenuhan kebutuhan hidup dari menangkap
ikan di laut yaitu sebagai nelayan.
Tabel 13 :
Klasifikasi Penduduk Lingkungan VII Berdasarkan Etnis
No. Etnis Jumlah (orang) Persentase (%)
1. Suku Melayu 188 10,04
2. Suku Jawa 370 19,76
3. Suku Karo 8 0,42
4. Suku Mandailing 180 9,61
5. Suku Batak 656 35,04
6. Suku Padang 47 2,51
Suku Lainnya 423 22,59
Jumlah 1.872 100 %
Penduduk Lingkungan VII Kelurahan Bagan Deli terdiri dari 6 etnis,
yaitu: etnis Melayu, Jawa, Karo, Mandailing, Padang, dan Tionghoa. Mayoritas
dari penduduk Lingkungan VII adalah etnis Batak yang berjumlah 656 orang atau
35,04 % dari jumlah seluruh penduduk. Namun, warga etnis Batak bukan
merupakan penduduk asli Kelurahan Bagan Deli melainkan etnis Melayu. Karena
warga etnis Melayu adalah penduduk asli yang sudah lama menetap di daerah
tersebut. Sementara, etnis-etnis lainnya merupakan etnis pendatang yang merantau
ke daerah ini.
Tabel 14 :
Klasifikasi Penduduk Lingkungan VII Menurut Agama
No. Agama Jumlah (Jiwa) Persentase (%)
1. Islam 1.123 59,98
2. Kristen 657 35,09
3. Katholik 86 4,59
4. Penganut aliran Kepercayaan 6 0,32
Jumlah 1.872 100 %
Sumber: Profil Kelurahan Bagan Deli Tahun 2015
Berdasarkan Tabel 14, dapat dilihat bahwa agama yang paling banyak
dianut oleh penduduk Kelurahan Bagan Deli di Lingkungan VII ini adalah agama
4.3 Tata Kehidupan Masyarakat Lingkungan VII Kelurahan Bagan Deli
Kelurahan Bagan Deli merupakan pusat Pelabuhan Perikanan Samudera
Belawan (PPSB) Gabion. Disini, kelompok perekonomian perdagangan perikanan
yang setiap harinya melakukan bongkar muat hasil tangkap nelayan. Biasanya,
banyak warga masyarakat bekerja sebagai buruh nelayan pada pemilik kapal ikan.
Disamping itu, untuk menambah pendapatan keluarga, masyarakat membuat
kelompok usaha seperti pengeringan ikan langsung dijual kepada pengecer.
Sama halnya, seperti mayoritas mata pencaharian masyarakat di Kelurahan
adalah nelayan, begitu juga masyarakat di Lingkungan VII. Berdasarkan
pengamatan penulis, secara umum penghasilan nelayan di Lingkungan VII tidak
lebih dari Rp. 1.500.000 perbulannya. Bahkan ada juga sebagian masyarakat
justru berpenghasilan kurang dari Rp. 1.000.000 perbulannya. Jenis pekerjaan ini
juga memberikan pendapatan yang tidak menentu bagi nelayan karena menangkap
ikan di laut sangat tergantung dengan kondisi alam. Hal ini didukung saat
wawancara dengan Ibu Nila pada saat dilapangan :
“ Kalau mengharapkan dari bapak, kadang bapak pulang seminggu sekali dari laut kan gak tentu juga dapat ikan, kadang pun pulang seminggu sekali bawa duit pun enggak”.
Sebagaimana telah disebutkan pada Tabel 11, masyarakat Lingkungan VII
Kelurahan Bagan Deli memiliki lebih besar jumlah tanggungan daripada jumlah
masyarakat yang produktif dan bekerja. Hal ini membuat masyarakat kesulitan
dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi keluarga.
Berdasarkan pengamatan penulis di lapangan, nelayan yang dimaksud
ikan di laut. Sementara, buruh nelayan adalah buruh yang bekerja bagi nelayan. Ia
tidak memiliki kapal/boat sendiri namun bekerja bagi nelayan yang memiliki
kapal untuk mencari ikan di laut. Nelayan terbagi lagi menjadi nelayan yang
melakukan penangkapan di laut dan nelayan yang melakukan pemasaran hasil
tangkapan ikan. Nelayan ini yang disebut masyarakat sebagai toke nelayan.
Walaupun toke nelayan tersebut tidak melakukan penangkapan ikan secara
langsung di laut, namun status pekerjaannya juga disebut nelayan yaitu nelayan
yang bergerak di sektor pemasaran.
Selain menjadi nelayan, terdapat pula kedai/warung yang sebagian besar
adalah warung sembako yang menjual kebutuhan sehari-hari masyarakat. Pada
umumnya, kedai/warung tersebut dijalankan oleh ibu rumah tangga yang
melakukannya sebagai pekerjaan sampingan untuk membantu suami dalam
memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga.
Banyaknya jumlah masyarakat yang masih mengandalkan pekerjaan
nelayan sebagai mata pencaharian utama, serta sarana perekonomian yang masih
kurang mendukung, membuat masyarakat sulit berkembang secara ekonomi. Hal
ini ditandai dengan jumlah masyarakat yang masih berada pada kondisi
prasejahtera yang besar jumlahnya.
Tingkat ekonomi yang cenderung masih rendah mempengaruhi tingkat
pemenuhan kebutuhan masyarakat. Dilihat dari struktur bangunan tempat tinggal
masayarakat Lingkungan VII Kelurahan Bagan Deli, mayoritas tempat tinggalnya
adalah rumah panggung yang terbuat dari kayu/papan. Adapun struktur bangunan
tempat tinggal masyarakat di Lingkungan VII Kelurahan Bagan Deli dapat dilihat
Tabel 15 :
Klasifikasi Penduduk Lingkungan VII Menurut Bangunan Tempat Tinggal
No. Jenis Bangunan Jumlah Persentase (%)
1. Batu Permanent 32 8,46 %
2. Batu Semi Permanent 33 8,73 %
3. Kayu/papan 160 42,32 %
4. Bambu 80 21,16 %
5. Rumah Panggung 73 19,31 %
Jumlah 378 100 %
Sumber: Profil Kelurahan Bagan Deli Tahun 2015
Dari tabel 15 dapat dilihat bahwa mayoritas penduduk Lingkungan VII
Kelurahan Bagan Deli memiliki tempat tinggal yang terbuat dari kayu/papan,
kemudian terbuat dari bambu, dan sebagian besar memiliki struktur bangunan
rumah panggung. Hal ini disebabkan letak geografis Kelurahan yang sebagian
besar daerahnya adalah kawasan rawa/pasang surut.
Tabel 16 :
Klasifikasi Penduduk Lingkungan VII Menurut Pemakaian MCK
No. Jenis MCK Jumlah (KK) Persentase (%)
1. Septik Tank 59 15,60
2. Sungai 211 55,82
Jumlah 378 100 %
Sumber: Profil Kelurahan Bagan Deli Tahun 2015
Dari tabel 16 dapat dilihat bahwa penduduk Lingkungan VII Kelurahan
Bagan Deli mayoritas memakai sungai sebagai tempat MCK. Pada saat
dilapangan, penulis mengamati rumah-rumah penduduk lingkungan VII
mempunyai kamar mandi seadanya. Tempat pembuangan kotoran manusia hanya
dibuatkan lubang kecil di lantai papan rumah yang langsung terjun ke dalam
sungai, sehingga kotoran tersebut terbawa arus sungai. Hal inilah yang
menyebabkan lingkungan penduduk Kelurahan Bagan Deli terlihat kumuh.
Tabel 17 :
Klasifikasi Penduduk Lingkungan VII Berdasarkan Pemakaian Air
No. Jenis Air Jumlah (KK) Persentase (%)
1. Air PAM 99 26,19
2. Air Sumur Bor 279 73,80
Jumlah 378 100 %
Sumber: Profil Kelurahan Bagan Deli Tahun 2015
Dari tabel 17 dapat dilihat bahwa penduduk Lingkungan VII Kelurahan
Bagan Deli mayoritas memakai air sumur bor sebanyak 279 KK kemudian
4.4 Profil Informan
1. Informan Pertama
Nama : Ibu Nilla
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 42 tahun
Agama : Islam
Pendidikan Terakhir : SMA
Ibu Nilla adalah seorang ibu rumah tangga yang mempunyai
mempunyai 6 orang anak, yakni 2 orang sudah berumah tangga, 3 orang
masih bersekolah (kelas 1 SMA, kelas 1 SMP, dan kelas 2 SD) dan 1
orang lagi masih balita. Suami Ibu Nila adalah seorang nelayan.
Selain menjadi ibu rumah tangga, Ibu Nilla mempunyai usaha yaitu
berjualan gorengan. Mulai pukul 4 pagi, Ibu Nilla bangun untuk membuat
gorengan seperti risol untuk dititipkan ke warung-warung yang menjual
sarapan pagi, siang hari gorengan tersebut dititipkan di sekolah-sekolah,
dan sorenya dititipkan di kedai-kedai terdekat. Dari usaha berjualan
gorengan ini, Ibu Nilla berpenghasilan sekitar Rp. 50.000-60.000/hari.
Uang hasil berjualan ini, sebagian digunakan untuk keperluan dapur dan
sebagian lagi diberi untuk anak-anaknya sebagai uang jajan.
Menurut Ibu Nilla, usaha berjualan gorengan ini ia lakukan untuk
Karena menurut Ibu Nilla, hanya mengharapkan uang yang didapat oleh
suaminya tidaklah cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga.
Suami Ibu Nilla adalah seorang nelayan yang pergi melaut dan seminggu
sekali pulang, itu pun belum tentu pulang membawa ikan. Suami Ibu Nilla
adalah nelayan yang dipekerjakan oleh toke yang beretnis cina/tionghoa.
Menurut Ibu Nilla, keluarganya selalu makan ikan karena didaerah
tempat tinggalnya dekat dari laut maka sangat mudah dan murah untuk
memperoleh ikan, sedangkan makanan lainnya seperti buah-buahan, susu,
vitamin, dan lainnya juga terpenuhi di keluarganya tetapi jumlahnya
sedikit dan tidak sering.
Ketika anggota keluarga ada yang sedang sakit, biasanya Ibu Nilla
akan membeli obat ke warung terdekat tetapi jika sakitnya semakin parah
atau tak kunjung sembuh maka Ibu Nilla akan membawa anggota
keluarganya tersebut ke puskesmas terdekat, dan tidak dipungut biaya
karena adanya JAMKESMAS.
Rumah tempat tinggal Ibu Nilla saat ini, berstatus milik sendiri.
Adapun perabotan atau alat elektronik yang ada di rumah Ibu Nilla yakni
hanya televisi dan kipas angin. Ibu Nilla menggunakan sungai sebagai
Tempat MCK, dimana di dalam rumah Ibu Nilla hanya di pasang plastik
besar sebagai pintu untuk menutupi, dan di lantai papan rumah dibentuk
lubang kecil sebagai tempat pembuangan kotoran manusia. Kotoran
tersebut akan langsung jatuh ke dalam sungai.
Menurut Ibu Nilla, keluarganya membeli pakaian baru hanya pada
pengeluaran sehari-hari keluarga. Ibu Nilla sendiri mengaku tidak
memiliki tabungan. Uang yang ia dapat dari suami maupun dari hasil
jualan gorengannya sangat pas-pasan untuk biaya sehari-hari keluarga.
Oleh karena itu, Ibu Nilla memilih untuk tidak hanya diam di rumah
menanti suami, Ia memilih untuk berjualan gorengan untuk menambah dan
membantu perekonomian keluarga. Suami Ibu Nilla juga memberi ijin
kepada Ibu Nilla untuk berjualan gorengan karena agar dapat membantu
perekonomian keluarga. Selain alasan tersebut, alasan lain juga karena
menurut suami Ibu Nilla, berjualan dengan menitipkan gorengan ke
warung-warung tidak terikat oleh waktu. Ibu Nilla masih bisa mengawasi
anak-anaknya yang berada di lingkungan rumah karena pembuatan
gorengan itu sendiri dilakukan di rumah Ibu Nillla.
Karena harus menyiapkan gorengan untuk dijual, Ibu Nilla
mengaku waktunya menjadi terbagi antara keluarga dan usaha
gorengannya. Ketika membuat gorengan, Ibu Nilla menjadi kurang fokus
menjaga anaknya. Namun, ia tetap sesekali memperhatikan
anak-anaknya walaupun sibuk membuat gorengan.
Bantuan pemerintah yang di dapat keluarga Ibu Nilla berupa
Bantuan Dana Sekolah yang tidak mengharuskan Ibu Nilla untuk
membayar biaya sekolah dan RASKIN (Beras Miskin). Ibu Nilla hanya
memberikan ongkos dan uang jajan kepada anaknya ketika hendak
berangkat ke sekolah.
Ibu Nilla dan suaminya adalah orang perantauan. Kampung Ibu
Nilla tidak mempunyai saudara di lingkungan tempat tinggalnya. Oleh
sebab itu, ketika Ibu Nilla mengalami kesulitan keuangan, ia tidak bisa
meminjam pada saudara, para tetangga pun kebanyakan berasal dari
keluarga tidak mampu. Kegiatan sosial yang Ibu Nilla lakukan adalah
perwiritan yang diadakan 2 minggu sekali.
2. Informan Kedua
Nama : Ibu Nurhayati
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 35 tahun
Agama : Islam
Pendidikan Terakhir : SD
Ibu Nurhayati adalah seorang ibu rumah tangga. Ibu Nurhayati
mempunyai 3 orang anak (kelas 6 SD, kelas 3 SD, masih balita) dan suaminya
bekerja sebagai nelayan. Selain menjadi ibu rumah tangga, Ibu Nurhayati adalah
agen ikan. Suami Ibu Nurhayati memakai kapal toke untuk mencari ikan di laut.
Hasil laut yang ia dapatkan akan diberikan kepada toke kapal dan sebagiannya ia
bawa ke rumah. Ketika suaminya pulang dari laut, hasil laut yang dibawa pulang
akan dibersihkan. Biasanya Ibu Nurhayati akan memanggil orang untuk
dipekerjakan membersihkan ikan, menyortir, ataupun menjemur ikan yang di
dapat oleh suaminya dari laut. Namun, walaupun sudah memperkerjakan orang
untuk membersihkan ikan tangkapan suaminya, Ibu Nurhayati juga tetap ikut
untuk menekan biaya yang harus Ibu Nurhayati berikan sebagai upah pada orang
yang ia pekerjakan. Adapun hasil laut yang di dapat berupa ikan, udang lipan, dan
lainnya. Ketika suami Ibu Nurhayati tidak mendapat hasil dari laut, maka ia akan
pergi ke nelayan lain untuk membeli udang lipan, lalu menyuruh orang lain untuk
membersihkan dan menjemurnya kemudian dijual.
Menjadi agen ini, Ibu Nurhayati mengaku mendapat uang sekitar Rp.
200.000-300.000/hari. Namun, tidak setiap hari Ibu Nurhayati bisa mendapat hasil
laut yang menjadi sumber mata pencahariannya. Hal ini dilakukan Ibu Nurhayati
karena Ibu Nurhayati merasa bahwa uang yang dihasilkan oleh suaminya tidaklah
cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga. Apalagi pekerjaan melaut
yang dilakukan oleh suaminya tidaklah menentu karena faktor cuaca di laut yang
tidak bisa diprediksi. Selain untuk membantu suami dalam memenuhi kebutuhan
sehari-hari keluarga, Ibu Nurhayati ingin bekerja karena merasa bosan jika hanya
berdiam diri di rumah menunggu anak pulang sekolah. Oleh sebab itu, Ibu
Nurhayati mempergunakan waktu luangnya untuk bekerja.
Uang yang didapat oleh Ibu Nurhayati dari menjual ikan ia gunakan untuk
membayar biaya sekolah anak-anaknya, sebagian lagi juga ia gunakan untuk
keperluan di dapur. Ibu Nurhayati mengikuti tarikan atau jula-jula dengan ibu-ibu
lainnya, ia mengikuti jula-jula sebagai tabungan. Ibu Nurhayati tidak menabung
ke bank karena menurutnya berurusan dengan bank terlalu ribet dan sulit di
mengerti. Ketika giliran Ibu Nurhayati yang mendapatkan jula-jula, Ibu Nurhayati
akan membelikannya emas, karena suatu saat nanti ketika keluarga Ibu Nurhayati
juga mengaku akan meminjam uang kepada tetangga yang cukup akrab dengan
keluarganya.
Menurut Ibu Nurhayati, keluarganya sering menyediakan ikan dan sayuran
sebagai lauk untuk makan, tetapi jarang menyediakan susu dan buah-buahan agar
dapat menghemat pengeluaran rumah tangga. Apabila ada keluarga yang
mengalami sakit, jika sakitnya tidak terlalu parah maka Ibu Nurhayati hanya
merawatnya di rumah dan membeli obat biasa di warung terdekat, dan jika terlalu
parah maka Ibu Nurhayati akan membawanya ke puskesmas.
3. Informan Ketiga
Nama : Ibu Satia
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 32 tahun
Agama : Islam
Pendidikan Terakhir : kelas 4 SD
Ibu Satia adalah ibu rumah tangga dan mempunyai 2 orang anak (kelas 2
SD, dan berumur 4 tahun). Suami Ibu Satia adalah seorang nelayan yang pergi
melaut. Biasanya suami Ibu Satia melaut selama 20 hari. Selain menjadi seorang
ibu rumah tangga, Ibu Satia bekerja sebagai buruh kopek udang lipan. Pekerjaan
ini juga sering disebut dengan kerja borongan, dimana ketika nelayan tiba dari
laut dengan membawa hasil laut, maka Ibu Satia dan Ibu-ibu lainnya akan datang
dan siap untuk dipekerjakan sebagai pengopek. Pekerjaan dan upah yang didapat
pun sesuai dengan hasil yang dikerjakan. Ibu Satia bekerja mulai dari pukul 8 pagi
Hasil yang di dapat para nelayan tidaklah menentu. Oleh sebab itu, waktu
bekerja Ibu Satia pun tidak menentu. Apabila hasil laut yang dibawa pulang oleh
nelayan sangat banyak, maka Ibu Satia akan bekerja lama hingga larut malam
namun mendapat upah yang lumayan tinggi dan sebaliknya apabila hasil laut yang
didapat nelayan hanya sedikit, maka Ibu Satia pun akan bekerja sebentar dan
mendapat upah sedikit. Bekerja sebagai buruh kopek udang lipan ini, Ibu Satia
mendapat upah sekitar Rp. 15.000-35.000/hari.
Menjadi buruh kopek udang lipan ini dilakukan Ibu Satia untuk membantu
suami memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga. Oleh karena suaminya adalah
seorang nelayan yang dipekerjakan toke dan karena seringnya terjadi musim
paceklik di laut membuat suami Ibu Satia sering tidak mendapat hasil laut untuk
dibawa pulang. Padahal biaya hidup keluarga sangatlah tinggi seperti harus
membayar uang listrik, uang sewa rumah, dan lainnya. Maka dari itu menjadi
buruh kopek udang lipan ini dirasa bisa membantu perekonomian keluarga. Uang
yang didapat dari hasil mengopek udang digunakan untuk keperluan dapur yakni
membeli beras, minyak makan, bahan-bahan makanan, dan lainnya.
Tempat tinggal Ibu Satia dan keluarganya saat ini masih berstatus sewa.
Biaya sewa rumahnya sebesar Rp. 1.500.000/tahun. Rumah tersebut terbuat dari
papan dan alat elektronik yang ada di dalamnya hanya televisi dan rice cooker.
Untuk menabung uang hasil kerjanya, Ibu Satia mengikuti jula-jula dengan para
Ibu-ibu tetangganya.
Setelah membersihkan rumah, menyiapkan makanan, dan mengantar anak
sulungnya ke sekolah, Ibu Satia pun pergi ke rumah toke dan bekerja mengopek
kerjanya, hal ini dilakukan karena tidak adanya yang bisa menjaga anaknya ketika
ia sibuk bekerja. Ibu Satia juga mengikuti perwiritan dengan biaya Rp.
10.000/minggu.
Ketika keluarga Ibu Satia mengalami kesulitan keuangan, Ibu Satia tidak
sungkan untuk meminjam uang pada kakak ipar dan saudara lainnya. Oleh karena
itu, Ibu Satia sangat mengharapkan bantuan dari pemerintah bagi keluarganya.
Apabila pemerintah memberinya bantuan berupa uang, ia akan membuka usaha
dengan berjualan bahan-bahan sembako di teras rumahnya.
4. Informan Ke Empat
Nama : Ibu Saniyem
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 45 tahun
Agama : Islam
Pendidikan Terakhir : kelas 3 SD
Ibu Saniyem adalah seorang ibu rumah tangga yang memiliki 4 orang
anak. Suami Ibu Saniyem adalah seorang nelayan yang pergi melaut setiap
harinya dari pukul 5 subuh hingga pulang pukul 5 sore. Adapun bot yang
digunakan untuk melaut adalah milik sendiri. Selain menjadi ibu rumah tangga,
Ibu Saniyem membuka warung yang menjual makanan seperti, mie, bubur, sate
kerang, buah-buahan, dan lainnya. Ibu Saniyem memilih untuk bekerja agar dapat
memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga. Karena pekerjaan suaminya melaut
tidak menentu. Jika penghasil suami tidak ada akibat tidak melaut, maka
keperluan keluarga bisa tertutupi dari hasil berjualan makanan di warung. Hasil
uang yang didapat dari berjualan di warung, ia gunakan untuk memberi jajan anak
sekolah dan sebagian lagi dibelanjakan untuk keperluan dapur.
Ibu Saniyem memiliki anak-anak yang sudah besar, 1 orang di perguruan
tinggi, 1 orang baru tamat SMA, 1 orang kelas 2 SMA, dan 1 lagi SMP. Oleh
sebab itu, anak-anak Ibu Saniyem sudah bisa mengurus dirinya sendiri sehingga
Ibu Saniyem bisa fokus berjualan di warung. Sejak subuh, Ibu Saniyem sudah
pergi ke pajak untuk membeli bahan-bahan yang akan dijadikan makanan, setelah
berbelanja Ibu Saniyem akan memasak di rumah. Pada Pukul 1 siang, Ibu
Saniyem membuka warungnya hingga tutup pada Pukul 9 malam. Anak-anak Ibu
Saniyem juga terkadang ikut membantunya berjualan di warung.
Penghasilan yang di dapat oleh Ibu Saniyem dengan berjualan makanan di
warung sekitar Rp. 150.000-200.000/hari. Dari hasil berjualan ini, Ibu Saniyem
merasa kebutuhan keluarganya dapat terpenuhi, bahkan bisa berlebih. Ibu
Saniyem menabung uangnya Rp. 20.000/hari untuk keperluan di masa mendatang.
Namun terkadang Ibu Saniyem mengalami hambatan pada pekerjaannya yaitu
adanya pembeli yang berhutang di warungnya. Ibu Saniyem mengikuti arisan dan
perwiritan yang diadakan sebulan sekali. Pada perwiritan ditetapkan biaya Rp.
60.000/KK setiap bulannya.
Saat ini, status rumah keluarga Ibu Saniyem adalah milik sendiri. Di dalam
rumah Keluarga Ibu saniyem hanya memiliki televisi. Ibu Saniyem juga mengaku
pada saat Hari Lebaran. Hal ini Ia lakukan karena merasa dengan membeli
pakaian lebih dari setahun sekali merupakan perbuatan boros.
Ketika ada anggota keluarga yang sakit, biasanya Ibu Saniyem hanya
memberikan obat biasa yang dibelinya di warung. Karena menurut Ibu Saniyem,
keluarganya jarang sakit karena sudah terbiasa dengan kondisi lingkungan pesisir
di Kelurahan Bagan Deli ini.
5. Informan Ke Lima
Nama : Farida
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 54 tahun
Agama : Islam
Pendidikan Terakhir : SMP
Ibu Faridah adalah seorang ibu rumah tangga yang mempunyai 8 orang
anak. 4 orang sudah berkeluarga, 3 orang bekerja, dan 1 orang lagi masih sekolah.
Suami Ibu Faridah bekerja membubul pukat yaitu memperbaiki jaring milik toke
nelayan. Selain menjadi ibu rumah tangga, Ibu Farida bekerja sebagai buruh
Harian Lepas yaitu memilih-milih ikan teri yang tercampur dengan ikan tapis.
Setelah dipisahkan, ikan-ikan teri akan dijemur di bawah sinar matahari.
Bekerja sebagai buruh Harian Lepas, Ibu Faridah mendapat gaji yang tidak
menentu karena tergantung pada banyaknya hasil laut yang ada pada toke nelayan.
Ibu Farida mengaku jika ia bekerja seharian dari pukul 8 pagi sampai pukul 8
malam bahkan terkadang sampai pukul 9 malam, ia mendapat gaji Rp. 100.000
perhari. Menurut Ibu Faridah, ia bahkan lebih sering menganggur karena tidak
adanya hasil laut yang di dapat oleh para nelayan.
Meskipun suami Ibu Farida masih bisa mencari nafkah, namun Ibu Farida
merasa jika hanya mengharapkan uang yang diperoleh oleh suaminya maka itu
tidaklah cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Apalagi Ibu Faridah
memiliki banyak anak yang harus ia nafkahi. Dengan bekerja, penghasilan yang
Ibu Faridah dapatkan ia pergunakan untuk membelanjakan keperluan rumah
tangga, jajan anak sekolah, ongkos anak pergi ke sekolah, dan lainnya.
Ibu Farida jarang membelikan anak-anaknya pakaian baru, ketika Hari
Lebaran barulah Ibu Farida membelikan anak-anaknya pakaian baru. Terkadang
dipertengahan tahun, jika Ibu Faridah mendapat rejeki yang lebih dari biasanya
maka Ibu Faridah membelikan pakaian kepada anak-anaknya namun ia tidak
membelikannya setiap tahunnya. Hal ini dikarenakan kesulitan ekonomi yang
sering terjadi pada keluarga Ibu Farida.
Ibu Farida dulunya mengikuti jula-jula yang ada di lingkungan tempat
tinggalnya. Namun, saat ini jula-jula tersebut sudah dihentikan karena terdapat
banyak yang tidak sanggup membayar dengan alasan tidak melaut akibat bot yang
rusak sehingga tidak mendapatkan uang. Ibu Farida mengikuti kegiatan perwiritan
di daerah tempat tinggalnya yang diadakan setiap hari jumat dengan iuran Rp.
5.000 perkepala.
Menurut Ibu Farida, keluarganya tidak mendapat bantuan dari pemerintah
padahal Ibu Farida sangat mengharapkan bantuan pemerintah untuk keluarganya.
Hal ini sudah ia pertanyakan pada kepala lingkungan tempat tinggalnya bahwa
lingkungan ialah karena menurut kepala lingkungan, masih banyak terdapat
keluarga yang lebih membutuhkan daripada keluarga Ibu Farida. Hal inilah yang
membuat Ibu Farida merasa bantuan pemerintah tidak dibagi dengan merata.
6. Informan Ke Enam
Nama : Nur
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 18 tahun
Agama : Islam
Pendidikan Terakhir : SMA
Nur adalah perempuan pesisir yang bekerja meyortir ikan hasil tangkapan
nelayan. Setelah tamat SMA, Nur tidak melanjutkan sekolahnya ke jenjang
perguruan tinggi karena ketidakmampuan keluarganya dalam membiayai uang
perkuliahan. Ayah Nur adalah seorang nelayan dan ibunya membuka warung kecil
di depan rumah mereka.
Nur memilih bekerja sebagai penyortir dan penjemur ikan. Menyortir
adalah kegiatan memilih ikan berdasarkan jenis, ukuran, dan lainnya. Ikan-ikan
yang dipilih akan dimasukan ke dalam kotak besar yang berisi es batu dan akan di
ekspor keluar dan dalam negeri. Nur memilih bekerja untuk membantu ayah dan
ibunya dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarganya. Sering sekali, Nur
memberi penghasilannya kepada ibunya agar membeli kebutuhan dapur dan untuk
membiayai sekolah adik-adiknya. Penghasilan yang ia dapat juga ditabungnya
untuk keperluan masa depan, yang mana ia masih ingin melanjutkan sekolahnya
7. Informan Ke Tujuh
Nama : Erni
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 23 tahun
Agama : Katolik
Pendidikan Terakhir : SMA
Erni adalah anak kedua dari dua orang bersaudara. Ayah dan ibunya
adalah seorang penjual ikan. Abangnya sudah berkeluarga sehingga harus
menafkahi anak dan istrinya akibatnya tidak bisa membantu ekonomi keluarga.
Erni sangat ingin melanjutkan pendidikannya ke jenjang perguruan tinggi namun
dikarenakan ekonomi keluarganya kurang mencukupi, maka ia memutuskan untuk
tidak melanjutkan pendidikannya lagi setalah tamat SMA.
Sejak tamat SMA, ia memilih bekerja guna membantu orangtuanya dalam
memenuhi kebutuhan keluarga. Saat ini, Erni bekerja sebagai karyawan di sebuah
koperasi yang jauh dari lingkungan tempat tinggalnya. Erni merasa bahwa sudah
saatnya ia harus bekerja, karena sudah cukup lama orangtuanya membiayai
hidupnya. Jadi ia merasa harus bisa menghasilkan uang, minimal untuk
membiayai keperluannya sendiri tanpa harus meminta pada orangtua lagi. Dengan
bekerja, ia merasa lebih mandiri karena tidak lagi harus bergantung pada
pemberian orangtuanya.
Menurut Erni, dengan ia bekerja tentu akan berpengaruh pada
perekonomian keluarganya. Bahkan ia mengaku bahwa sejak ia bekerja dan
Penghasilan yang ia peroleh dari bekerja, ia berikan kepada orangtuanya sehingga
keluarganya pun bisa memenuhi kebutuhan rumah tangga bahkan saat ini keluarga
Erni mampu merenovasi rumahnya yang dulunya terbuat dari kayu/papan menjadi
terbuat dari batu permanen.
8. Informan Ke Delapan
Nama : Sari
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 38 tahun
Agama : Islam
Pendidikan Terakhir : SD
Ibu Sari adalah seorang ibu rumah tangga yang mempunyai 3 orang anak.
Suaminya adalah seorang nelayan, yang mempunyai penghasilan yang tidak
menentu. Oleh sebab itu, Ibu sari bekerja sebagai pembantu rumah tangga yakni
mencuci dan menyetrika pakaian majikannya. Upah yang ia peroleh dari bekerja
sebagai pembantu rumah tangga ia gunakan untuk keperluan rumah tangga.
Ibu Sari mempunyai 3 orang anak yang masih bersekolah dan
membutuhkan banyak biaya. Dengan bekerja menghasilkan uang, Ibu Sari merasa
bahwa upah yang ia dapat sangat berpengaruh pada keluarganya karena bisa
menutupi biaya sekolah. Ibu Sari sadar bahwa jika hanya mengharapkan uang
yang didapat suaminya tentu tidak akan bisa menutupi keperluan sehari-hari
keluarga. Jika ia berperan membantu suami dalam mencari uang, tentu ia dapat
menyekolahkan anak-anaknya ke tingkat pendidikan yang tinggi. Namun. Jika ia
anak-anaknya akan sulit melanjutkan pendidikan karena hambatan perekonomian
keluarga. Ketika Ibu Sari pergi bekerja, anaknya yang paling besarlah yang
berperan untuk menjaga adik-adiknya. Saat ini, status rumah Ibu Sari adalah
menyewa dengan biaya Rp. 1.500.000 pertahun yang semakin memperbanyak
biaya pengeluaran keluarga.
9. Informan ke Sembilan
Nama : Dodoh
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 48 tahun
Agama : Islam
Pendidikan Terakhir : SD
Bapak Dodoh adalah seorang nelayan yang biasanya pergi mencari ikan
dilaut dua minggu sekali. Setelah melaut selama dua minggu, Bapak Dodoh pun
kembali pulang ke rumah keluarganya dengan membawa ikan dan uang hasil dari
menjual ikan. Menurut Pak Dodoh, pekerjaannya sebagai nelayan tidaklah
mendapat pendapatan yang tinggi. Bahkan menurutnya, pendapatan nelayan
sangatlah sedikit. Walaupun sudah melaut selama dua minggu bahkan lebih,
terkadang Pak Dodoh pulang ke rumah dengan tidak membawa apa-apa. Hal ini
dikarenakan cuaca di laut yang kurang baik.
Isteri Pak Dodoh adalah seorang Ibu Rumah Tangga yang mempunyai
usaha berjualan barang-barang sembako di rumahnya. Isteri Pak Dodoh menjual
barang-barang keperluan rumah tangga misalnya gula, minyak makan, tepung,
inilah, Pak Dodoh merasa perekonomian keluarganya terbantu. Penghasilan yang
isterinya dapatkan dari berjualan sembako, bisa membantu untuk biaya keperluan
di dapur dan uang jajan anaknya di sekolah.
Jika isteri Pak Dodoh tidak mempunyai usaha sembako dan hanya menjadi
ibu rumah tangga biasa yang hanya mengharapkan penghasilan yang di dapat oleh
suaminya sepulang dari melaut, Pak Dodoh merasa bahwa perekonomian
keluarganya akan sering mengalami masalah. Dimana keluarga Pak Dodoh
mempunyai 6 orang anak yang masih harus mereka tanggung dan harga
barang-barang pokok saat ini sangatlah mahal. Dengan usaha berjualan isterinya dapat
membantu sebagian dari biaya rumah tangga keluarga dan penghasilan yang ia
dapat dari melaut juga bisa menutupi sebagian biaya pengeluaran keluarganya.
Sehingga jika Pak Dodoh dan isterinya bisa saling membantu mencari uang untuk
biaya kehidupan sehari-hari keluarganya maka perekonomian keluarga Pak Dodoh
akan seimbang. Pak Dodoh mengaku bahwa dengan isterinya yang mempunyai
usaha, ia merasa sangat terbantu.
10. Informan ke Sepuluh
Nama : Jefri
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 39 tahun
Agama : Islam
Pendidikan Terakhir : SMP
Bapak Jefri adalah nelayan yang bekerja pada toke nelayan yang beretnis
nelayan sangatlah sedikit. Namun, Pak Jefri tidak ingin beralih profesi karena
menurutnya ia hanya tahu mencari ikan di laut karena sudah terbiasa dari kecil
dan juga karena pendidikannya yang rendah hanya tamat sampai kelas satu
sekolah menengah pertama.
Isteri Pak Jefri adalah seorang Ibu Rumah Tangga yang mempunyai usaha
berjualan makanan seperti sosis, nougat, telur gulung, dan lainnya di
sekolah-sekolah di Kelurahan Bagan Deli. Setiap harinya, ia bangun subuh kemudian
mulai mempersiapkan dagangannya. Namun menurut Pak Jefri, walaupun dari
subuh isterinya telah sibuk mempersiapkan dagangannya, tetapi ia juga tidak lupa
tugasnya sebagai ibu rumah tangga. Sebelum menjual dagangannya ke
sekolah-sekolah, isteri Pak Jefri tidak lupa mengerjakan pekerjaan rumah tangga seperti
mencuci pakaian, menyapu, menyetrika, dan sebagainya.
Menurut Pak Jefri, sejak isterinya mempunyai usaha berjualan makanan di
sekolah-sekolah, ia merasa terbantu oleh turutnya penghasilan yang isterinya
dapatkan untuk membantu perekonomian keluarganya. Sebelum isterinya
mempunyai usaha berjualan makanan, Pak Jefri merasa sangat terbebani karena
keluarganya hanya mengharapkan penghasilan yang ia dapatkan dari melaut.
Padahal, Penghasilan yang Pak Jefri dapatkan dari melaut tidaklah menentu,
terkadang pulang membawa banyak ikan terkadang juga pulang dengan sia-sia
tidak membawa ikan.
Jika ketika Pak Jefri pulang dari melaut tanpa membawa hasil laut, maka
kebutuhan sehari-hari keluarga bisa tertutupi dari penghasilan yang isterinya
dapatkan dari hasil berjualan makanan ke sekolah-sekolah. Padahal, sebelumnya
mempunyai usaha berjualan makanan maka keluarga Pak Jefri akan pergi pada
tetangga-tetangga untuk meminjam uang. Namun sangat jarang tetangga-tetangga
mau membantu dikarenakan tetangga-tetangga Pak Jefri juga mengalami kesulitan
perekonomian yang sama dengan keluarganya.
4.5 Strategi Perempuan Pesisir dalam Mengatasi Kemiskinan
4.5.1 Strategi Ekonomi
Kegiatan isteri nelayan di Lingkungan VII Kelurahan Bagan Deli dalam
bidang ekonomi banyak berkonsentrasi pada sektor informal. Mereka memiliki
strategi-strategi atau cara-cara yang sangat berarti dalam membantu suami untuk
menunjang kelangsungan ekonomi keluarga mereka. Bias jender dalam kehidupan
ekonomi keluarga sudah tampak kabur karena para isteri juga dituntut untuk ikut
berperan dalam mencari tambahan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan
keluarga, sehingga mereka tidak hanya tinggal diam di rumah untuk menanti dan
membelanjakan penghasilan suami mereka dari melaut, namun mereka juga ikut
terlibat dalam kegiatan mencari nafkah.
Sebagian besar dari isteri nelayan di Lingkungan VII Kelurahan Bagan
Deli mempunyai pekerjaan dan usaha sampingan dalam menunjang penghasilan
suami mereka yang sangat minim. Usaha sampingan tersebut merupakan upaya
mereka dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarganya, adapun beberapa
4.5.1.1 Diversifikasi Pekerjaan
Diversifikasi pekerjaan merupakan pengkombinasian pekerjaan (pekerjaan
sambilan), dimana seorang isteri nelayan selain bekerja menjadi ibu rumah
tangga, isteri nelayan juga bisa bekerja di bidang lain. Beragam pekerjaan yang
para isteri kerjakan asalkan mereka mampu mengerjakannya. Seorang isteri
nelayan tidak hanya mengerjakan pekerjaan rumah tangga saja, kebanyakan
istri-istri nelayan di Lingkungan VII Kelurahan Bagan Deli membantu suaminya
mencari uang dengan bekerja sebagai buruh, berjualan, dan lainnya. Oleh karena
kondisi ekonomi keluarga sangat berkekurangan sehingga perempuan pesisir di
Lingkungan VII Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan melakukan
pekerjaan lebih dari satu untuk menambah penghasilan setiap harinya. Adapun
pengkombinasian pekerjaan tersebut, yaitu :
1. Bekerja di Sektor Perikanan
Jenis pekerjaan yang dilakukan oleh istri nelayan di Lingkungan VII
Kelurahan Bagan Deli lebih banyak bekerja sebagai buruh di sektor perikanan.
Bekerja sebagai buruh usaha perikanan memang pekerjaan yang paling banyak
digeluti oleh istri nelayan, namun penghasilan yang diperoleh paling kecil
dibandingkan pekerjaan lain.
a. Buruh Harian Lepas
Pemilik kapal besar biasanya mempekerjakan para perempuan
pesisir untuk menyortir, mengopek, menjemur hasil laut yang mereka
tangkap. Menyortir adalah kegiatan memilih jenis-jenis ikan sesuai
mengupas kerang atau udang yang akan dijual maupun dijadikan bahan
makanan. Menjemur adalah kegiatan dimana ikan-ikan yang telah
dibersihkan diletakan dibawah sinar matahari. Hal ini merupakan salah
satu proses membuat ikan asin. Hal ini didukung saat wawancara
dengan Ibu Farida pada saat dilapangan :
“ Inilah aku kerja sama orang, kerja milih-milih ikan teri. Ikan teri kecil-kecil ini dipisahkan dari ikan tapis. Aku kerja dari jam lapan pagi sampelah jam lapan malam kadang pun sampe jam sembilan malam. Ini namanya kerja harlep, jadi buruh harian lepas. Kerjanya harian, dibayarnya pun harian, kalo ada banyak ikan sampe seharian aku kerja dapat kulah Rp. 100.000/hari. Tapi kalo cuman ada dikit ikan, kerja Cuma dari sore ya dapat kulah Rp.30.000/hari. Kebanyakan nganggur pun aku, gak ada ikan yang mau dikerjakan”.
Pekerjaan menjadi buruh harian lepas dilakukan oleh Ibu Farida
untuk membantu suaminya dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari
keluarga. Hanya dengan mengharapkan penghasilan dari suami saja
tentu tidaklah cukup menurut Ibu Farida. Oleh karena itulah Ibu Farida
juga ikut membantu suaminya bekerja untuk mendapatkan uang. Hal ini
didukung saat wawancara dengan Ibu Farida pada saat dilapangan :
“ gajiku jadi harlep ini bisa untuk belanja, keperluan anak sekolah, ongkosnya, jajannya lagi, kan jadi bisa membantu suami. Kalo Cuma suami ajanya yang diharapkan ya kurang mencukupi, jadi kalo kita bekerja kan udah enak, ada uang suami ada juga uang dariku”.
Selain Ibu Farida, hal yang sependapat juga dirasakan oleh Ibu
Satia yang bekerja menjadi buruh kopek udang lipan. Hal ini didukung
saat wawancara dengan Ibu Satia pada saat dilapangan :
bahan pulangnya sampe sore kali tapi kalau bahannya dikit tengah hari udah pulang. Gajinya pun tak menentu, kalau banyak bahan digaji Rp. 35.000, tapi kalau bahan dikit ya Cuma dapat Rp. 8.000-15.000 lah, kalau sama sekali gak ada bahan Cuma dapat Rp. 2.000 pun. Ya lumayanlah daripada gak kerja Cuma mengharap dari bapak, manalah cukup. Kalau bapak gak kerja, kan ada gajiku, kalau bapak gak kerja aku pun gak kerja, cemana mau hidup”.
Walaupun penghasilan yang di dapat dari bekerja sebagai buruh
harian lepas tidak begitu besar, namun penghasilan tersebut dirasakan
para istri nelayan dapat mengurangi beban keluarga. Penghasilan
tersebut dapat menambah ekonomi keluarga untuk mencukupi
kebutuhan hidup sehari-hari. Seperti yang diungkapkan oleh Ibu
Saniyem :
“ dari berjualan inilah dek, lumayan untuk jajan-jajan anak. Bapak melaut kan gak jelas gajinya. Kadang-kadang pun lebih besar gaji yang ibu dapat dari berjualan kek gini. Lumayanlah, bisa jajan anak, ongkosnya lagi, kadang kalau habis semua, bisa juga ibu nabung. Bapak jadinya kan terbantu, hasil bapak bisalah untuk belanja di dapur. Ibu bantu biaya sekolah anak-anak, kan jadi tercukupi semua”.
b. Agen ( pedagang perantara ) ikan
Menjadi agen ikan nelayan, harus senantiasa siap di tempat
pendaratan ikan sesuai dengan jadwal tiba melaut para nelayan. oleh
karena itu, jika nelayan mendaratkan hasil tangkapan pada pagi hari,
maka agen akan bersiap-siap di pagi hari begitu juga jika pendaratan
ikan oleh nelayan tiba dari melaut pada malam hari.
Agen ikan memperkerjakan perempuan-perempuan persisir untuk
membersihkan hasil laut yang ia dapat. Hasil laut ini bisa di dapat dari
tangkapan suami di laut atau bisa dengan membeli hasil tangkapan
orang lain. Ketika bahan hasil laut sudah ada, agen akan memanggil
Ikan-ikan inilah akan dijual oleh agen setelah dibersihkan oleh para
pekerja yang ia pekerjakan. Hal ini didukung saat wawancara dengan
Ibu Nurhayati pada saat dilapangan :
“ aku kerja supaya nolong dia di rumah, kadang dia melaut kadang enggak, jadi kalau dia ada dapat ikan, ku asinin, jemur sendiri trus dijual. Kan lumayan untuk nambah-nambah belanja di rumah. aku suka kerja, ngambilin udang lipan orang trus suruh orang kerja, ngupahi sama orang. Aku juga ikut ngerjainya biar gak terlalu banyak ngupahi orang”.
c. Mengolah dan Menjual Hasil Tangkapan Suami
Para nelayan pergi mencari ikan di laut selama beberapa hari dan
memperoleh ikan yang di bawa ke rumah. Ikan-ikah hasil tangkapan
nelayan inilah akan diolah oleh para isteri nelayan. Ikan-ikan ini
biasanya diolah menjadi ikan asin, menjadi makanan yang berbahan
dasar ikan, dan lainnya. Mengolah ikan hasil tangkapan suami menjadi
ikan asin dimaksudkan untuk meningkatkan harga jual ikan tersebut,
selain itu juga untuk mengantisipasi pada saat permintaan ikan segar
rendah, disebabkan sedang musim ikan, sehingga penjualan sulit untuk
dilakukan. Ada juga isteri nelayan yang menjual hasil tangkapan
suaminya di tempat pejualan ikan dan sebagian dikonsumsi sendiri
oleh keluarga. Istri yang berdagang ikan hasil tangkapan suami
mereka, kegiatan ini akan berlangsung pada waktu yang sama dengan
istri-istri nelayan lainnya, karena bergantung pada masa tiba melaut
para nelayan. Hal ini mengakibatkan adanya persaingan antara para
Hasil yang didapat oleh para isteri nelayan dari menjual ikan
hingga mengolahnya akan dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari keluarganya. Hal ini didukung saat wawancara dengan Ibu
Sari pada saat dilapangan :
“ Kalau bapak pulang bawa ikan, biasanya ibu olah ikan itu jadi ikan asin. Pulanglah bapak, langsung ibu bersihkanlah ikan-ikan itu, ibu jemur, ibu asinkanlah. Siap udah jadi ikan asin, ya ibu jual ikan asin itu. Uangnya untuk belanja rumah tangga, anak sekolah, kadang kalau hasilnya lumayan, mau juga ibu nabung”.
2. Bekerja di Sektor Perdagangan
Selain pekerjaan yang berada disektor perikanan, perempuan di Kelurahan
Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan juga ada yang bekerja di sektor
perdagangan, yaitu :
a. Membuka warung
Perempuan penduduk di Lingkungan VII Kelurahan Bagan Deli
khususnya para ibu rumah tangga membantu suami dalam menambah
penghasilan untuk keperluan rumah tangga yaitu dengan berjualan.
Disepanjang jalan di lingkungan VII terdapat rumah-rumah yang
berjualan di teras rumahnya. Hal ini didukung saat wawancara dengan
Ibu Saniyem yang berjualan makanan seperti mie, bubur, sate kerang,
gorengan, dan lainnya pada saat dilapangan :