• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Perempuan Pesisir Dalam Mengatasi Kemiskinan Pada Keluarga Nelayan Miskin Studi Kasus : Masyarakat Pesisir di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Strategi Perempuan Pesisir Dalam Mengatasi Kemiskinan Pada Keluarga Nelayan Miskin Studi Kasus : Masyarakat Pesisir di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPIRAN

Gambar 2 : Perahu nelayan mendarat

(2)

Gambar 4 : Istri-istri nelayan bekerja pada toke nelayan memilih ikan teri

(3)

Gambar 6 : Ibu Saniyem berjualan makanan di daerah tempat tinggalnya

(4)

Gambar 8 : Seorang anak perempuan bekerja mengopek udang lipan untuk dijual

(5)

DAFTAR PUSTAKA

Agunggunanto EY. 2011. Analisis Kemiskinan dan Pendapatan Keluarga Nelayan

Kasus di Kecamatan Wedung, Kabupaten Demak, Jawa Tengah,

Indonesia. [Internet]. Jurnal. [dikutip tanggal 4 Januari 2016]; Vol. I, No.

1: 50-58. Dapat diunduh dari:

http://ejournal.undip.ac.id/index.php/dinamika_pembangunan/article/down

load/1658/ 1432

Alfian Helmi dan Arif Satria. (2012). Strategi Adaptasi Nelayan Terhadap

Perubahan Ekologis. Jurnal. Makara, Sosial Humaniora. Vol. 16 No. 1:

68-78.

Allison, E.H., Ellis, F. (2001). The livelihoods approach and management of

small-scale fishers. Marine policy, 25, 377-388.

Andriati, R. (1992). Peranan wanita dalam pengembangan perekonomian rumah

tangga nelayan pantai di surabaya (studi kasus: kejawan lor, kelurahan

kenjeran, kecamatan kenjeran, kotamadya surbaya). Thesis magister

Program Pascasarjana Universitas Indonesia, Jakarta.

Arkatut R. 2013. Strategi Istri Nelayan dalam Menunjang Penghasilan Keluarga di

Dusun Merpati Desa Sungai Kakap Kecamatan Sungai Kakap Kabupaten

Kubu Raya. [Internet]. Jurnal. [dikutip tanggal 2 Januari 2016]; Vol II,

No. 2: 1-12. Dapat diunduh dari:

http://jurnalnasional.ciki.me/index.php/sostri/article/download/385/363

(6)

Bungin, Burhan. 2009. Penelitian Kualitatif. Bandung: Kencana Prenada Media

Group

Crane T.A., Roncoli C., & Hoogenboom G. (2011). Adaptation to climate change

and climate variability: the importance of understanding agriculture as

performance. Wageningen Journal of Life Science, 57, 179-185.

Coulthard, S. (2008). Adaptation to environmental change in artisanal

fiheries-insight from south indian lagoon. Global Environmental Change, 18,

479-489.

Denrich, Suryadi. 2004. Gambaran Konflik Emosional Dalam Menentukan

Prioritas Peran Ganda. Jurnal Ilmiah Psikologi Arkhe 1 (Januari, 2004)

hal.12 [diakses tanggal 23 April 2016]

Ikhwanul, Purba R, dkk. 2014. Peran Ibu Rumah Tangga Nelayan dalam Upaya

Meningkatkan Perekonomian Keluarga di Kelurahan Bitung Karang Ria

Kecamatan Tuminting Kota Manado. [Internet]. Jurnal. [dikutip tanggal 15

Januari 2016]; Vol. III, No. 4. Dapat diunduh dari:

http://journal.Acta.Diurna.ac.id

[ILO] Internatinal Labour Organitation. 2004. Seri Rekomendasi Kebijakan: Kerja

Layak dan Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia, 2003. [Internet].

[dikutip tanggal 6 Juni 2016]. Jakarta [ID]: ILO. Dapat diunduh dari:

http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro-bangkok/---ilo-jakarta/documents/publication/wcms_125243.pdf

Karlita, Nanda. Strategi Bertahan Hidup Perempuan di Daerah Pesisir (Dusun

Muara, Desa Muara, Kabupaten Tangerang, Banten). Skripsi. [dikutip

(7)

Kornita SE, Yusuf Y. Strategi Bertahan Hidup (Life Survival Strategy) Penduduk

Miskin Kelurahan Batu Teritip Kecamatan Sungai Sembilan. [Internet].

Jurnal. [dikutip tanggal 5 Juni 2016]. Dapat diunduh dari:

http://ejournal.unri.ac.id/index.php/JE/article/download/823/816

Kristianti, Kusai, Bathara L. 2014. Strategi Bertahan Hidup Nelayan Buruh di

Desa Meskom Kecamatan Bengkalis Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau.

[Internet]. Jurnal. [dikutip tanggal 3 Juni 2016]; Vol. XLII, No. 1: 62-68.

Dapat diunduh dari:

http://ejournal.unri.ac.id/index.php/JT/article/viewFile/2150/2116

Kusnadi. (2000). Nelayan: Strategi Adaptasi dan Jaringan Sosial. Bandung:

Humaniora Utama Press.

Kusnadi. (2002). Nelayan: Strategi Adaptasi dan Jaringan Sosial. Humaniora

Utama Press. Bandung.

Narayan, D. (1999). Bonds and Bridges; Social Capital and Poverty. Washington

DC: World Bank.

Raodah. 2010. Peran Isteri Nelayan dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga di

Kelurahan Lapulu Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara. [Internet].

Vol. 19, No. 2. Dapat diunduh dari: http://jurnal.Al-Qalam.ac.id [diakses

tanggal 20 Desember 2015]

Retnowati E. 2011. Nelayan Indonesia dalam Pusaran Kemiskinan Struktural

(Perspektif Sosial, Ekonomi, dan Hukum). [Internet]. Jurnal. Vol. XVI,

No. 3: 149-159. Dapat dikutip dari:

http://ejournal.uwks.ac.id/myfiles/20120708131038258 7/12.pdf [diakses

(8)

Ritzer, George. 2014. Teori Sosiologi Modern, Edisi ke-7. Jakarta: Kencana

Prenada Media Group

Saputri, Dini. 2012. Peran Perempuan Nelayan dalam Produksi dan Distribusi

Hasil Laut Kasus di Desa Percut, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten

Deli Serdang. [Internet]. Skripsi. Dapat diunduh di

http://repository.usu.ac.id [diakses pada 16 Maret 2016]

Skoufias, E., Lunde, T., & Patrinos, H. (2010). Social Networks Among

Indigenous Peoples in Mexico. Latin American Research Review, 45(2).

Soetrisno, Loekman. 1997. Kemiskinan, Perempuan, dan Pemberdayaan.

Yogyakarta: Kanisius

Torkelsson, S. (2007). Resources, Not Capital: A Case Study of the Gendered

Distribution and Productivity of Social Network Ties in Rural Ethiopia.

Rural Sociology, 72 (4), 583-607.

Wahyono, A., Antariksa, I.G.P., Masyhuri, I., & Indrawasih, R.S. (2001).

Pemberdayaan Masyarakat Nelayan. Yogyakarta: Media Pressindo.

Wahyuningsih, Elizabeth T. Gurning, dan Edhie Wuryanto. (1997). Budaya Kerja

Nelayan Indonesia di Jawa Tengah (Kasus Masyarakat Nelayan Desa

Wonokerto Kulon Kecamatan Wiradesa Kabupaten Pekalongan).

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jendral

Kebudayaan. Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional. Bagian Proyek

Pengkajian dan Pembinaan Kebudayaan Masa Kini. Jakarta.

Widodo S. 2011. Strategi Nafkah Berkelanjutan bagi Rumah Tangga Miskin di

(9)

XV, No. 1: 10-20. Dapat diunduh dari:

http://journal.ui.ac.id/index.php/humanities/article/ view/890/849

[KKP] Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2012. Laporan Akuntabilitas Kinerja

Kementrian Kelautan dan Perikanan Tahun 2011. [Internet]. [dikutip

tanggal 12 Desember 2015]. Jakarta [ID]: KKP. Dapat diunduh dari:

http://www.kkp.go.id/public/upload/LAKIP%20KKP%202012.pdf

Website :

http://repository.usu.ac.id

(10)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif

dengan melakukan pendekatan deskriptif. Metode kualitatif adalah prosedur

penelitian yang menghasilkan data deskriptif: ucapan atau tulisan dan perilaku

yang dapat diamati dari orang-orang (subjek) itu sendiri (Arief, 1992). Penelitian

deskriptif bertujuan untuk menggambarkan, meringkas berbagai kondisi, berbagai

situasi atau berbagai variabel yang timbul di masyarakat yang menjadi objek

penelitian (Bungin, 2001: 48). Data deskriptif dapat dilihat sebagai indikator bagi

norma-norma dan nilai-nilai kelompok serta kekuatan sosial lainnya yang

menyebabkan atau menentukan perilaku manusia.

3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan pada masyarakat pesisir Kelurahan Bagan

Deli Kecamatan Medan Belawan. Alasan peneliti memilih lokasi ini dikarenakan

peneliti tertarik akan perubahan yang terjadi pada masyarakat pesisir di dalamnya,

selain itu adanya kemudahan akses bagi peneliti untuk menuju lokasi daerah

(11)

3.3 Unit Analisa dan Informan

3.3.1 Unit Analisis

Unit analisis adalah hal-hal yang diperhitungkan menjadi suatu subjek

penelitian atau unsur yang menjadi fokus penelitian (Bungin, 2007). Keseluruhan

data yang diperoleh akan menjadi dasar dalam memperoleh jalinan hubungan dan

kaitan masalah sehingga memudahkan untuk dianalisis. Adapun yang menjadi

unit analisis dalam subyek penelitian ini adalah masyarakat Kelurahan Bagan Deli

Kecamatan Medan Belawan.

3.3.2 Informan

Informan penelitian adalah subjek yang memahami informasi objek

penelitian sebagai pelaku maupun orang lain yang memahami objek penelitian

(Bungin, 2007). Adapun karakteristik informan sebagai sumber informasi bagi

peneliti adalah sebagai berikut :

1. Isteri nelayan di Kelurahan Bagan Deli

2. Anak perempuan nelayan di Kelurahan Bagan Deli

3. Keluarga nelayan miskin di Kelurahan Bagan Deli

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi,

keterangan-keterangan atau fakta-fakta yang diperlukan dalam penelitian. Dalam

proses ini peneliti akan menggunakan beberapa teknik pengumpulan data agar

mendapat kesesuaian dengan fokus dan kebutuhan peneliti dalam mengolah data

dan informasi yang diperoleh. Adapun teknik yang digunakan dalam

(12)

3.4.1 Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung dari

lapangan oleh peneliti. Pengumpulan data dengan terjun langsung ke lokasi

penelitian yang dapat digunakan adalah :

1. Observasi

Observasi adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk

menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan penginderaan

(Bungin, 2007). Dalam penelitian ini peneliti akan mengobservasi

kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat pesisir dalam

sosial-ekonomi. Observasi ini dilakukan pengamatan secara langsung ke

lapangan serta ikut serta terlibat di dalam segala aktivitas yang terjadi

untuk mendapatkan data-data yang diperlukan. Dalam penelitian ini

peneliti akan menerapkan observasi partisipan untuk melihat dan juga ikut

melakukan setiap tindakan atau kegiatan dari setiap para informan ketika

melakukan aktivitas pesisirnya.

2. Wawancara mendalam

Wawancara mendalam adalah proses memperoleh keterangan untuk

tujuan penelitian dengan cara tanya-jawab sambil bertatap muka antara

pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan

atau tanpa menggunakan pedoman wawancara, dimana pewawancara dan

informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama. Dengan

demikian, kekhasan wawancara mendalam adalah keterlibatannya dalam

kehidupan informan (Bungin, 2007). Wawancara merupakan suatu proses

(13)

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung dari objek

penelitian. Pengumpulan data sekunder dalam penelitian ini adalah dokumentasi.

Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data yang secara tidak langsung

ditujukan kepada subjek penelitian, melalui dokumen yang berhubungan dengan

masalah yang diteliti. Dokumen disini dapat berupa surat kabar, majalah, internet,

jurnal, dan bentuk dokumen lainnya yang dianggap relevan dengan masalah yang

diteliti.

3.5 Interpretasi Data

Interpretasi data adalah sebuah pengkajian data yang mencakup perilaku

objek, hasil wawancara, temuan data di lapangan yang teridentifikasi. Interprestasi

data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber

yang sudah ada dalam catatan lapangan. Setelah data tersebut dibaca, dipelajari,

dan ditelaah maka langkah selanjutnya yaitu mengadakan reduksi data dengan

cara abstraksi. Abstraksi merupakan rangkuman yang terperinci dan merujuk pada

inti temuan data dengan cara menelaah pertanyaan-pertanyaan yang diperlukan

agar tetap berada pada fokus penelitian. Setelah semua terkumpul data dianalisis

kemudian diinterprestasikan berdasarkan dukungan teori dan kajian pustaka yang

(14)
(15)

BAB IV

TEMUAN DATA DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN

4.1 Deskripsi Wilayah Penelitian

4.1.1 Sejarah Kelurahan

Kelurahan Bagan Deli terletak di tepi Muara Deli sampai ke tepian Kuala

Deli. Dulunya, tempat ini dinamakan Pulau Putri yang merupakan tempat

persinggahan Keluarga Sultan Deli. Muara Deli, perairan Kuala Deli, dan

Kampung Bagan Deli juga merupakan daerah yang strategis bagi saudagar Bugis

dan Cina untuk melakukan “Tambat dan Labuh” Tongkang perahu layar mereka

serta tempat beristirahat sebelum menuju Pekan Labuhan Deli, atau sebaliknya.

Begitu juga bagi masyarakat nelayan di sekitar Sungai Deli, Kampung Bagan Deli

dapat digunakan juga sebagai tempat untuk beristirahat mereka sebelum atau

sesudah melaut. Begitulah maka tempat beristirahat atau persinggahan tersebut

disebut dengan nama “BAGAN” di tepi Muara Deli/Kuala Deli yang selanjutnya

dinamakan Bagan Deli, walaupun Kampung Bagan Deli ketika itu dihuni hanya

beberapa keluarga saja. Kehidupan penduduk ketika itu ditopang dari membuat

atap Nipah dan menjalin Bilah untuk membuat belat (alat untuk menangkap ikan).

Pada tahun 1910, ketika utusan Kesultanan Deli datang ke Kampung

Bagan Deli untuk memberitahukan bahwa keluarga Sultan Deli akan berkunjung

ke Persinggahan Pulau Putri maka satu orang Tokoh di Kampung Bagan Deli

akan menyiapkan segala sesuatunya sehubungan dengan penyambutan kunjungan

tersebut (persiapan tempat, makanan, dan keamanan) termasuk memandu Perahu

(16)

pertamina dengan Lorong I Veteran) menuju persinggahan Pulau Putri (posisi

sekarang: Pantai Ocean Pasifik). Tokoh tersebut selanjutnya tercatat sebagai orang

pertama yang diangkat/ditunjuk oleh Kesultan Deli menjadi penghulu Kampung

Bagan Deli yaitu Bapak H. Awal, setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik

Indonesia tahun 1945, Kampung Bagan Deli secara administratif menjadi Desa

Bagan Deli yang berada di bawah Pemerintahan Sumatera Timur. Pada

perkembangannya, pada tahun 2011 Kampung Bagan Deli menjadi Kelurahan

Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara.

4.1.2 Keadaan Geografis Kelurahan

Kelurahan Bagan Deli adalah salah satu dari 6 Kelurahan yang ada di

wilayah administrasi Kecamatan Medan Belawan. Kelurahan ini merupakan

kelurahan yang terletak paling timur di Kecamatan Medan Belawan dan

berbatasan langsung dengan Selat Malaka.

Berdasarkan letak astronomis, Kelurahan Bagan Deli terletak pada 03 ̊ 47 ̊

LU -03 ̊ 48 ̊ LU dan 98 ̊ 41’ BT - 98 ̊ 42’ BT. Sedangkan berdasarkan letak

geografis, Kelurahan Bagan Deli berbatasan dengan :

1. Batas Wilayah

Utara : Belawan I

Selatan : Muara Sungai Deli

Timur : Selat Malaka

Barat : Belawan II / Bahari

Luas Wilayah : 230 Km²

Jarak Ke Kantor Kecamatan : 3 Km

(17)

Gambar : 1

Peta Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan

2. Identitas Kelurahan

Nama Lurah : ZAINAL ABIDIN, S.Sos

Kelurahan : Bagan Deli

Alamat Kelurahan : Jln. Besar Bagan Deli

Kecamatan : Medan Belawan

(18)

Kelurahan Bagan Deli memiliki luas wilayah 230 Ha yang terdiri dari 15

lingkungan. Dari ke-15 lingkungan ini, yang menjadi objek penelitian penulis

adalah Lingkungan VII yang memiliki luas areal lahan 13,8 Ha. Adapun

batas-batas wilayah Lingkungan VII, yaitu :

1. Sebelah utara berbatasan dengan Lingkungan X

2. Sebelah selatan berbatasan dengan Lingkungan VI

3. Sebelah timur berbatasan dengan jalan besar Bagan Deli

4. Sebelah barat berbatasaan dengan Paluh Perta (Selat Malaka)

3. Struktur Organisasi Kelurahan

Nama Lurah : Zainal Abidin, S.Sos/III-D

Sekretaris Lurah : Sesi Sumiati Simanjuntak/III-C

Seksi Tata Pemerintah : Siti Mariah/III-C

Seksi Pemberdayaan Kemasyarakatan : Ningrat Sinaga/III-B

Seksi Ketentraman dan Ketertiban Umum : MHD. Syafi’i/I-D

Adapun yang menjadi kepala lingkungan di Kelurahan Bagan Deli

(19)

Tabel 2 :

Kepala Lingkungan di Kelurahan Bagan Deli

No Lingkungan Nama Kepala Lingkungan

1. I Subari

14. XIV Horasman Simamora

15. XV Syafaridah

Sumber: Profil Kelurahan Bagan Deli Tahun 2015

Peneliti memilih Lingkungan VII sebagai objek penelitian dikarenakan

terdapat banyak perempuan pesisir yang ikut berpartisipasi dalam mencari uang

guna memenuhi perekonomian keluarga.

4.1.3 Tata Penggunaan Lahan

Luas lahan Kelurahan Bagan Deli adalah seluas 230 Ha. Kelurahan Bagan

Deli memiliki wilayah seluas 3,8 Ha yang digunakan untuk sektor industri

perikanan. Sektor industry perikanan ini adalah dermaga pelabuhan yang

merupakan salah satu dermaga terbesar di Sumatera Utara dan Pulau Sumatera,

yaitu Pelabuhan Gabion. Pelabuhan yang seluas 3,8 Ha ini merupakan Pusat

Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan (PPSB) yang juga adalah salah satu dari

(20)

tempat dilakukannya bongkar muat hasil tangkapan nelayan yang nantinya akan

didistribusikan kepada pengecer. Pelabuhan ini menjadi salah satu sumber

pendapatan bagi penduduk. Di tempat ini banyak masyarakat yang bekerja sebagai

buruh nelayan pada pemilik kapal ikan. Adapun penggunaan lahan di Kelurahan

Bagan Deli dapat dilihat pada tabel 3.

Table 3 :

Luas Wilayah Lahan Kelurahan Bagan Deli

No Lahan Luas Lahan (Ha) Persentase (%)

1. Tanah Kering untuk Bangunan

Rumah dan Pekarangan

146,5 63,69

2. Tambak 1,84 0,8

3. Rawa / Pasang Surut 48,06 20,89

4. Hutan Belukar 12,86 5,59

5. Hutan Rawa 20,71 9,004

Jumlah 230 Ha 100 %

Sumber: Profil Kelurahan Bagan Deli Tahun 2015

Di Kelurahan Bagan Deli terdapat 63,69 % luas lahan yang digunakan

sebagai areal pemukiman penduduk. Pada lahan ini terdapat 146,5 Ha tanah

kering yang dijadikan penduduk untuk bangunan rumah dan pekarangan. Menurut

Data Kelurahan Bagan Deli (2012) dari 15 lingkungan yang ada di Kelurahan

Bagan Deli terdapat 8 lingkungan yang merupakan golongan lingkungan dengan

pemukiman padat penduduk, yaitu lingkungan I, III, IV, V, VII, XIII, XIV, dan

(21)

sedangkan lingkungan pemukiman jarang terdapat di lingkungan VIII, IX, X, dan

XI. Lingkungan VII merupakan tempat penelitian penulis. Lingkungan ini

merupakan golongan pemukiman padat, sehingga terdapat rumah-rumah yang

berdempetan satu sama lain. Adapun lahan yang digunakan terdiri dari beberapa

jenis penggunaan yaitu dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4 :

Tata Guna Lahan Lingkungan VII Kelurahan Bagan Deli

No Lahan Luas Lahan (Ha) Persentase (%)

1. Tanah Kering untuk Bangunan dan Pekarangan

5,3 38,40

2. Tambak 8,5 61,60

Jumlah 13,8 Ha 100 %

Sumber: Profil Kelurahan Bagan Deli Tahun 2015

Dari Tabel 3 dapat diketahui bahwa kawasan lahan yang terbesar adalah

tambak (seluas 8,5 Ha). Penduduk di Lingkungan VII, memanfaatkan lahan untuk

membuat tambak. Tambak adalah kolam buatan yang di isi air dan dimanfaatkan

sebagai sarana budidaya perairan. Hewan yang dibudidayakan biasanya udang,

beragam jenis ikan seperti ikan bandeng, ikan nila, ikan kerapu, kakap, dan

sebagainya. Ikan-ikan yang didapat setelah dibudidayakan sebagian dijual dan

sebagian lagi dikonsumsi sendiri, Ada pun dengan menjual ikan-ikan tersebut,

(22)

4.1.4 Sarana dan Prasarana Kelurahan

a. Sarana Kesehatan

Pemenuhan kebutuhan kesehatan di Kelurahan Bagan Deli

dilengkapi oleh beberapa prasarana kesehatan. Adapun sarana kesehatan

yang terdapat di kelurahan ini sebanyak 10 unit seperti puskesmas

pembantu, klinik, dan balai pengobatan yang semuanya diharapkan dapat

menunjang dan mendukung kesehatan masyarakat. Untuk lebih terperinci

dapat dilihat pada tabel 5 :

Tabel 5 :

Sarana Kesehatan yang Ada di Kelurahan Bagan Deli

No Sarana Kesehatan Jumlah

1. Puskesmas Pembantu 1 unit

2. Klinik 8 unit

3. Balai Pengobatan 1 unit

Total 10 unit

Sumber: Profil Kelurahan Bagan Deli Tahun 2015

b. Sarana Pendidikan

Dalam kehidupan, dunia pendidikan sangatlah penting karena pendidikan

sebagai upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, sehingga dalam setiap

kelurahan sangat dibutuhkan adanya sarana pendidikan berupa yayasan atau

lembaga-lembaga pendidikan. Adapun sarana-sarana pendidikan yang ada di

Kelurahan Bagan Deli adalah Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Atas yang

(23)

Tabel 6 :

Sarana Pendidikan yang Ada di Kelurahan Bagan Deli

No Sarana Pendidikan Negeri Swasta Jumlah

1. SD 2 2 4

3. SMA 1 - 1

Total 3 2 5

Sumber: Profil Kelurahan Bagan Deli Tahun 2015

Dari tabel 6 dapat dilihat bahwa sarana pendidikan yang ada di Kelurahan

Bagan Deli kurang memadai, hal ini terlihat dari setiap sarana dari tingkat

pendidikan tidak memiliki jumlah unit yang cukup. Kelurahan Bagan Deli hanya

mempunyai 2 sarana yaitu Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Atas. Oleh

karena itu, penduduk yang ingin menyekolahkan anak-anaknya di tingkat Taman

Kanak-Kanak dan Sekolah Menengah Pertama harus menempuh jarak yang sangat

jauh dari pemukiman mereka. Berdasarkan jumlah sarana pendidikan yang

terdapat di kelurahan ini sangat kurang maksimal dalam menunjang pendidikan

masyarakat.

c. Sarana Peribadatan

Dalam kehidupan beragama, sarana peribadatan sangat dibutuhkan untuk

memenuhi kebutuhan rohaniah serta memudahkan masyarakat dalam

melaksanakan ibadah, Kelurahan Bagan Deli memiliki sarana peribadatan berupa

(24)

Tabel 7 :

Sarana Ibadah yang Ada di Kelurahan Bagan Deli

No Sarana Ibadah Jumlah

1. Mesjid 4 unit

2. Musholla 12 unit

3. Gereja 2 unit

4. Klenteng 1 unit

Total 19 unit

Sumber: Profil Kelurahan Bagan Deli Tahun 2015

Berdasarkan tabel 7 dapat dilihat bahwa jumlah sarana peribadatan

yang terdapat di Kelurahan Bagan Deli cukup memadai. Penduduk

Kelurahan Bagan Deli yang memiliki agama yang berbeda-beda dapat

melaksanakan peribadatan sesuai dengan kepercayaan mereka

masing-masing.

d. Sarana Olahraga

Manfaat olahraga bagi kesehatan manusia jelas sangat banyak dan bisa

dirasakan oleh setiap orang. Tak bisa dipungkiri bahwa olahraga menjadi salah

satu gaya hidup yang wajib dilakukan setiap orang untuk bisa membuat tubuhnya

tetap sehat dan bugar. Kelurahan Bagan Deli memiliki sarana olahraga yaitu

Lapangan futsal dan Lapangan Terbuka Hijau. Remaja putra dan putri di

Kelurahan Bagan Deli sering menghabiskan waktu luang mereka khususnya

remaja putra untuk bermain futsal bersama sepulang sekolah. Untuk lebih

(25)

Tabel 8 :

Sarana Olahraga yang Ada di Kelurahan Bagan Deli

No Sarana Olahraga Jumlah

1. Lapangan Futsal 1 unit

2. Lapangan Terbuka Hijau 1 unit

Total 2 unit

Sumber: Profil Kelurahan Bagan Deli Tahun 2015

4.2Gambaran Penduduk Kelurahan Bagan Deli

Jumlah penduduk Kelurahan Bagan Deli adalah 15.938 orang yang terdiri

dari 3.851 KK, kemudian jumlah penduduk pada Lingkungan VII yang menjadi

lokasi penelitian ini adalah 1.872 orang dengan jumlah kepala keluarga sebanyak

378 KK. Table 9 :

Komposisi Penduduk Lingkungan VII Berdasarkan Jenis Kelamin

No. Jenis kelamin

Usia (tahun) Jumlah

< 17 > 17

1. Laki - laki

271 697 968

2. Perempuan

263 641 904

Total 534 1.338 1872

Sumber: Profil Kelurahan Bagan Deli Tahun 2015

Dari Tabel 9 terlihat bahwa jumlah perempuan hampir sama dengan

jumlah laki-laki. Sebagaimana kita ketahui bahwa perempuan memiliki peranan

(26)

menyusun rencana dan menjalankan tugas dengan kualitas yang tidak kalah dari

kaum pria. Pada hakekatnya perempuan adalah sumberdaya insani yang memiliki

potensi yang dapat didayagunakan dalam berbagai bidang dan sektor

pembangunan nasional. Wanita-wanita nelayan mempunyai potensi sebagai motor

penggerak perekonomian masyarakat pantai. Potensi tersebut dapat meningkatkan

pendapatan nelayan, dimana posisi wanita yang selama ini hanya berfungsi

sebagai ibu rumah tangga ditingkatkan sebagai pencari nafkah.

Tabel 10 :

Klasifikasi Penduduk Lingkungan VII Berdasarkan Usia

No. Usia Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

1. 0-4 98 5,23

2. 5-9 104 5,55

3. 10-14 129 6,89

4. 15-19 210 11,21

5. 20-24 139 7,42

6. 25-29 205 10,95

7. 30-34 410 21,90

8. 35-59 470 25,10

9. 60-69 69 3,68

10. >70 38 2,02

Jumlah 1.872 100 %

(27)

Dari Tabel 10 dapat disimpulkan bahwa jumlah penduduk tersebar dari

setiap batas usia. Mayoritas penduduk Kelurahan Bagan Deli memiliki usia

produktif (15-64 tahun). Pada usia produktif inilah, penduduk Kelurahan Bagan

Deli mampu bekerja dengan menghasilkan uang untuk biaya hidup keluarga.

Dimana pada usia produktif dengan bermodalkan tenaga, para toke bisa

memperkerjakan penduduk untuk bekerja sebagai buruh harian lepas seperti

mengopek udang lipan, menjemur ikan asin, memilih ikan teri diantara ikan tapis,

dan sebagainya.

Tabel 11 :

Klasifikasi Penduduk Lingkungan VII Berdasarkan Tingkat Pendidikan

No. Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%)

1. Belum Sekolah 430 22,97

Sumber: Profil Kelurahan Bagan Deli Tahun 2015

Pada Tabel 11 dapat disimpulkan bahwa penduduk Lingkungan VII

Kelurahan Bagan Deli belum memiliki tingkat pendidikan yang cukup baik.

Hanya sedikit yang mengecap pendidikan setelah SMA (perguruan tinggi) yaitu

(28)

yang hanya tamat SD yaitu 20,29 %. Dari pengamatan penulis, banyak

masyarakat Lingkungan VII Kelurahan Bagan Deli yang terpaksa putus sekolah

akibat kurang mampunya ekonomi keluarga untuk melanjutkan pendidikan. Ada

juga anggapan masyarakat bahwa pekerjaan menjadi nelayan yang sudah ditekuni

masyarakat secara turun temurun tidak membutuhkan pendidikan di sekolah.

Sehingga masyarakat mengurungkan niat untuk menyekolahkan anak-anaknya ke

tingkat pendidikan yang lebih tinggi.

Tabel 12 :

Klasifikasi Penduduk Lingkungan VII Berdasarkan Mata Pencaharian

No. Mata Pencaharian Jumlah (orang) Persentase (%)

1. Tidak/Belum Bekerja 933 49,83

(29)

Pada Tabel 12 terlihat bahwa masyarakat Lingkungan VII Kelurahan

Bagan Deli adalah mayoritas tidak/belum bekerja. Masyarakat yang tidak/belum

bekerja adalah termasuk warga yang mengandalkan pekerjaan sampingan (tidak

tetap), masyarakat produktif tetapi masih menganggur, dan masyarakat yang tidak

produktif lagi. Hal ini menandakan bahwa masyarakat di Lingkungan VII

Kelurahan Bagan Deli masih memiliki banyak tanggungan baik itu masyarakat

yang tidak produktif dan masyarakat yang produktif namun tidak bekerja

(pengangguran).

Untuk memenuhi kebutuhan hidup, pekerjaan mayoritas yang ditekuni

masyarakat Lingkungan VII Kelurahan Bagan Deli adalah nelayan dan buruh

harian lepas. Sebagaimana daerah yang secara geografis berada di pesisir pantai,

pada umumnya penduduk mencari pemenuhan kebutuhan hidup dari menangkap

ikan di laut yaitu sebagai nelayan.

Tabel 13 :

Klasifikasi Penduduk Lingkungan VII Berdasarkan Etnis

No. Etnis Jumlah (orang) Persentase (%)

1. Suku Melayu 188 10,04

2. Suku Jawa 370 19,76

3. Suku Karo 8 0,42

4. Suku Mandailing 180 9,61

5. Suku Batak 656 35,04

6. Suku Padang 47 2,51

Suku Lainnya 423 22,59

Jumlah 1.872 100 %

(30)

Penduduk Lingkungan VII Kelurahan Bagan Deli terdiri dari 6 etnis,

yaitu: etnis Melayu, Jawa, Karo, Mandailing, Padang, dan Tionghoa. Mayoritas

dari penduduk Lingkungan VII adalah etnis Batak yang berjumlah 656 orang atau

35,04 % dari jumlah seluruh penduduk. Namun, warga etnis Batak bukan

merupakan penduduk asli Kelurahan Bagan Deli melainkan etnis Melayu. Karena

warga etnis Melayu adalah penduduk asli yang sudah lama menetap di daerah

tersebut. Sementara, etnis-etnis lainnya merupakan etnis pendatang yang merantau

ke daerah ini.

Tabel 14 :

Klasifikasi Penduduk Lingkungan VII Menurut Agama

No. Agama Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

1. Islam 1.123 59,98

2. Kristen 657 35,09

3. Katholik 86 4,59

4. Penganut aliran Kepercayaan 6 0,32

Jumlah 1.872 100 %

Sumber: Profil Kelurahan Bagan Deli Tahun 2015

Berdasarkan Tabel 14, dapat dilihat bahwa agama yang paling banyak

dianut oleh penduduk Kelurahan Bagan Deli di Lingkungan VII ini adalah agama

(31)

4.3 Tata Kehidupan Masyarakat Lingkungan VII Kelurahan Bagan Deli

Kelurahan Bagan Deli merupakan pusat Pelabuhan Perikanan Samudera

Belawan (PPSB) Gabion. Disini, kelompok perekonomian perdagangan perikanan

yang setiap harinya melakukan bongkar muat hasil tangkap nelayan. Biasanya,

banyak warga masyarakat bekerja sebagai buruh nelayan pada pemilik kapal ikan.

Disamping itu, untuk menambah pendapatan keluarga, masyarakat membuat

kelompok usaha seperti pengeringan ikan langsung dijual kepada pengecer.

Sama halnya, seperti mayoritas mata pencaharian masyarakat di Kelurahan

adalah nelayan, begitu juga masyarakat di Lingkungan VII. Berdasarkan

pengamatan penulis, secara umum penghasilan nelayan di Lingkungan VII tidak

lebih dari Rp. 1.500.000 perbulannya. Bahkan ada juga sebagian masyarakat

justru berpenghasilan kurang dari Rp. 1.000.000 perbulannya. Jenis pekerjaan ini

juga memberikan pendapatan yang tidak menentu bagi nelayan karena menangkap

ikan di laut sangat tergantung dengan kondisi alam. Hal ini didukung saat

wawancara dengan Ibu Nila pada saat dilapangan :

“ Kalau mengharapkan dari bapak, kadang bapak pulang seminggu sekali dari laut kan gak tentu juga dapat ikan, kadang pun pulang seminggu sekali bawa duit pun enggak”.

Sebagaimana telah disebutkan pada Tabel 11, masyarakat Lingkungan VII

Kelurahan Bagan Deli memiliki lebih besar jumlah tanggungan daripada jumlah

masyarakat yang produktif dan bekerja. Hal ini membuat masyarakat kesulitan

dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi keluarga.

Berdasarkan pengamatan penulis di lapangan, nelayan yang dimaksud

(32)

ikan di laut. Sementara, buruh nelayan adalah buruh yang bekerja bagi nelayan. Ia

tidak memiliki kapal/boat sendiri namun bekerja bagi nelayan yang memiliki

kapal untuk mencari ikan di laut. Nelayan terbagi lagi menjadi nelayan yang

melakukan penangkapan di laut dan nelayan yang melakukan pemasaran hasil

tangkapan ikan. Nelayan ini yang disebut masyarakat sebagai toke nelayan.

Walaupun toke nelayan tersebut tidak melakukan penangkapan ikan secara

langsung di laut, namun status pekerjaannya juga disebut nelayan yaitu nelayan

yang bergerak di sektor pemasaran.

Selain menjadi nelayan, terdapat pula kedai/warung yang sebagian besar

adalah warung sembako yang menjual kebutuhan sehari-hari masyarakat. Pada

umumnya, kedai/warung tersebut dijalankan oleh ibu rumah tangga yang

melakukannya sebagai pekerjaan sampingan untuk membantu suami dalam

memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga.

Banyaknya jumlah masyarakat yang masih mengandalkan pekerjaan

nelayan sebagai mata pencaharian utama, serta sarana perekonomian yang masih

kurang mendukung, membuat masyarakat sulit berkembang secara ekonomi. Hal

ini ditandai dengan jumlah masyarakat yang masih berada pada kondisi

prasejahtera yang besar jumlahnya.

Tingkat ekonomi yang cenderung masih rendah mempengaruhi tingkat

pemenuhan kebutuhan masyarakat. Dilihat dari struktur bangunan tempat tinggal

masayarakat Lingkungan VII Kelurahan Bagan Deli, mayoritas tempat tinggalnya

adalah rumah panggung yang terbuat dari kayu/papan. Adapun struktur bangunan

tempat tinggal masyarakat di Lingkungan VII Kelurahan Bagan Deli dapat dilihat

(33)

Tabel 15 :

Klasifikasi Penduduk Lingkungan VII Menurut Bangunan Tempat Tinggal

No. Jenis Bangunan Jumlah Persentase (%)

1. Batu Permanent 32 8,46 %

2. Batu Semi Permanent 33 8,73 %

3. Kayu/papan 160 42,32 %

4. Bambu 80 21,16 %

5. Rumah Panggung 73 19,31 %

Jumlah 378 100 %

Sumber: Profil Kelurahan Bagan Deli Tahun 2015

Dari tabel 15 dapat dilihat bahwa mayoritas penduduk Lingkungan VII

Kelurahan Bagan Deli memiliki tempat tinggal yang terbuat dari kayu/papan,

kemudian terbuat dari bambu, dan sebagian besar memiliki struktur bangunan

rumah panggung. Hal ini disebabkan letak geografis Kelurahan yang sebagian

besar daerahnya adalah kawasan rawa/pasang surut.

Tabel 16 :

Klasifikasi Penduduk Lingkungan VII Menurut Pemakaian MCK

No. Jenis MCK Jumlah (KK) Persentase (%)

1. Septik Tank 59 15,60

2. Sungai 211 55,82

(34)

Jumlah 378 100 %

Sumber: Profil Kelurahan Bagan Deli Tahun 2015

Dari tabel 16 dapat dilihat bahwa penduduk Lingkungan VII Kelurahan

Bagan Deli mayoritas memakai sungai sebagai tempat MCK. Pada saat

dilapangan, penulis mengamati rumah-rumah penduduk lingkungan VII

mempunyai kamar mandi seadanya. Tempat pembuangan kotoran manusia hanya

dibuatkan lubang kecil di lantai papan rumah yang langsung terjun ke dalam

sungai, sehingga kotoran tersebut terbawa arus sungai. Hal inilah yang

menyebabkan lingkungan penduduk Kelurahan Bagan Deli terlihat kumuh.

Tabel 17 :

Klasifikasi Penduduk Lingkungan VII Berdasarkan Pemakaian Air

No. Jenis Air Jumlah (KK) Persentase (%)

1. Air PAM 99 26,19

2. Air Sumur Bor 279 73,80

Jumlah 378 100 %

Sumber: Profil Kelurahan Bagan Deli Tahun 2015

Dari tabel 17 dapat dilihat bahwa penduduk Lingkungan VII Kelurahan

Bagan Deli mayoritas memakai air sumur bor sebanyak 279 KK kemudian

(35)

4.4 Profil Informan

1. Informan Pertama

Nama : Ibu Nilla

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 42 tahun

Agama : Islam

Pendidikan Terakhir : SMA

Ibu Nilla adalah seorang ibu rumah tangga yang mempunyai

mempunyai 6 orang anak, yakni 2 orang sudah berumah tangga, 3 orang

masih bersekolah (kelas 1 SMA, kelas 1 SMP, dan kelas 2 SD) dan 1

orang lagi masih balita. Suami Ibu Nila adalah seorang nelayan.

Selain menjadi ibu rumah tangga, Ibu Nilla mempunyai usaha yaitu

berjualan gorengan. Mulai pukul 4 pagi, Ibu Nilla bangun untuk membuat

gorengan seperti risol untuk dititipkan ke warung-warung yang menjual

sarapan pagi, siang hari gorengan tersebut dititipkan di sekolah-sekolah,

dan sorenya dititipkan di kedai-kedai terdekat. Dari usaha berjualan

gorengan ini, Ibu Nilla berpenghasilan sekitar Rp. 50.000-60.000/hari.

Uang hasil berjualan ini, sebagian digunakan untuk keperluan dapur dan

sebagian lagi diberi untuk anak-anaknya sebagai uang jajan.

Menurut Ibu Nilla, usaha berjualan gorengan ini ia lakukan untuk

(36)

Karena menurut Ibu Nilla, hanya mengharapkan uang yang didapat oleh

suaminya tidaklah cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga.

Suami Ibu Nilla adalah seorang nelayan yang pergi melaut dan seminggu

sekali pulang, itu pun belum tentu pulang membawa ikan. Suami Ibu Nilla

adalah nelayan yang dipekerjakan oleh toke yang beretnis cina/tionghoa.

Menurut Ibu Nilla, keluarganya selalu makan ikan karena didaerah

tempat tinggalnya dekat dari laut maka sangat mudah dan murah untuk

memperoleh ikan, sedangkan makanan lainnya seperti buah-buahan, susu,

vitamin, dan lainnya juga terpenuhi di keluarganya tetapi jumlahnya

sedikit dan tidak sering.

Ketika anggota keluarga ada yang sedang sakit, biasanya Ibu Nilla

akan membeli obat ke warung terdekat tetapi jika sakitnya semakin parah

atau tak kunjung sembuh maka Ibu Nilla akan membawa anggota

keluarganya tersebut ke puskesmas terdekat, dan tidak dipungut biaya

karena adanya JAMKESMAS.

Rumah tempat tinggal Ibu Nilla saat ini, berstatus milik sendiri.

Adapun perabotan atau alat elektronik yang ada di rumah Ibu Nilla yakni

hanya televisi dan kipas angin. Ibu Nilla menggunakan sungai sebagai

Tempat MCK, dimana di dalam rumah Ibu Nilla hanya di pasang plastik

besar sebagai pintu untuk menutupi, dan di lantai papan rumah dibentuk

lubang kecil sebagai tempat pembuangan kotoran manusia. Kotoran

tersebut akan langsung jatuh ke dalam sungai.

Menurut Ibu Nilla, keluarganya membeli pakaian baru hanya pada

(37)

pengeluaran sehari-hari keluarga. Ibu Nilla sendiri mengaku tidak

memiliki tabungan. Uang yang ia dapat dari suami maupun dari hasil

jualan gorengannya sangat pas-pasan untuk biaya sehari-hari keluarga.

Oleh karena itu, Ibu Nilla memilih untuk tidak hanya diam di rumah

menanti suami, Ia memilih untuk berjualan gorengan untuk menambah dan

membantu perekonomian keluarga. Suami Ibu Nilla juga memberi ijin

kepada Ibu Nilla untuk berjualan gorengan karena agar dapat membantu

perekonomian keluarga. Selain alasan tersebut, alasan lain juga karena

menurut suami Ibu Nilla, berjualan dengan menitipkan gorengan ke

warung-warung tidak terikat oleh waktu. Ibu Nilla masih bisa mengawasi

anak-anaknya yang berada di lingkungan rumah karena pembuatan

gorengan itu sendiri dilakukan di rumah Ibu Nillla.

Karena harus menyiapkan gorengan untuk dijual, Ibu Nilla

mengaku waktunya menjadi terbagi antara keluarga dan usaha

gorengannya. Ketika membuat gorengan, Ibu Nilla menjadi kurang fokus

menjaga anaknya. Namun, ia tetap sesekali memperhatikan

anak-anaknya walaupun sibuk membuat gorengan.

Bantuan pemerintah yang di dapat keluarga Ibu Nilla berupa

Bantuan Dana Sekolah yang tidak mengharuskan Ibu Nilla untuk

membayar biaya sekolah dan RASKIN (Beras Miskin). Ibu Nilla hanya

memberikan ongkos dan uang jajan kepada anaknya ketika hendak

berangkat ke sekolah.

Ibu Nilla dan suaminya adalah orang perantauan. Kampung Ibu

(38)

Nilla tidak mempunyai saudara di lingkungan tempat tinggalnya. Oleh

sebab itu, ketika Ibu Nilla mengalami kesulitan keuangan, ia tidak bisa

meminjam pada saudara, para tetangga pun kebanyakan berasal dari

keluarga tidak mampu. Kegiatan sosial yang Ibu Nilla lakukan adalah

perwiritan yang diadakan 2 minggu sekali.

2. Informan Kedua

Nama : Ibu Nurhayati

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 35 tahun

Agama : Islam

Pendidikan Terakhir : SD

Ibu Nurhayati adalah seorang ibu rumah tangga. Ibu Nurhayati

mempunyai 3 orang anak (kelas 6 SD, kelas 3 SD, masih balita) dan suaminya

bekerja sebagai nelayan. Selain menjadi ibu rumah tangga, Ibu Nurhayati adalah

agen ikan. Suami Ibu Nurhayati memakai kapal toke untuk mencari ikan di laut.

Hasil laut yang ia dapatkan akan diberikan kepada toke kapal dan sebagiannya ia

bawa ke rumah. Ketika suaminya pulang dari laut, hasil laut yang dibawa pulang

akan dibersihkan. Biasanya Ibu Nurhayati akan memanggil orang untuk

dipekerjakan membersihkan ikan, menyortir, ataupun menjemur ikan yang di

dapat oleh suaminya dari laut. Namun, walaupun sudah memperkerjakan orang

untuk membersihkan ikan tangkapan suaminya, Ibu Nurhayati juga tetap ikut

(39)

untuk menekan biaya yang harus Ibu Nurhayati berikan sebagai upah pada orang

yang ia pekerjakan. Adapun hasil laut yang di dapat berupa ikan, udang lipan, dan

lainnya. Ketika suami Ibu Nurhayati tidak mendapat hasil dari laut, maka ia akan

pergi ke nelayan lain untuk membeli udang lipan, lalu menyuruh orang lain untuk

membersihkan dan menjemurnya kemudian dijual.

Menjadi agen ini, Ibu Nurhayati mengaku mendapat uang sekitar Rp.

200.000-300.000/hari. Namun, tidak setiap hari Ibu Nurhayati bisa mendapat hasil

laut yang menjadi sumber mata pencahariannya. Hal ini dilakukan Ibu Nurhayati

karena Ibu Nurhayati merasa bahwa uang yang dihasilkan oleh suaminya tidaklah

cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga. Apalagi pekerjaan melaut

yang dilakukan oleh suaminya tidaklah menentu karena faktor cuaca di laut yang

tidak bisa diprediksi. Selain untuk membantu suami dalam memenuhi kebutuhan

sehari-hari keluarga, Ibu Nurhayati ingin bekerja karena merasa bosan jika hanya

berdiam diri di rumah menunggu anak pulang sekolah. Oleh sebab itu, Ibu

Nurhayati mempergunakan waktu luangnya untuk bekerja.

Uang yang didapat oleh Ibu Nurhayati dari menjual ikan ia gunakan untuk

membayar biaya sekolah anak-anaknya, sebagian lagi juga ia gunakan untuk

keperluan di dapur. Ibu Nurhayati mengikuti tarikan atau jula-jula dengan ibu-ibu

lainnya, ia mengikuti jula-jula sebagai tabungan. Ibu Nurhayati tidak menabung

ke bank karena menurutnya berurusan dengan bank terlalu ribet dan sulit di

mengerti. Ketika giliran Ibu Nurhayati yang mendapatkan jula-jula, Ibu Nurhayati

akan membelikannya emas, karena suatu saat nanti ketika keluarga Ibu Nurhayati

(40)

juga mengaku akan meminjam uang kepada tetangga yang cukup akrab dengan

keluarganya.

Menurut Ibu Nurhayati, keluarganya sering menyediakan ikan dan sayuran

sebagai lauk untuk makan, tetapi jarang menyediakan susu dan buah-buahan agar

dapat menghemat pengeluaran rumah tangga. Apabila ada keluarga yang

mengalami sakit, jika sakitnya tidak terlalu parah maka Ibu Nurhayati hanya

merawatnya di rumah dan membeli obat biasa di warung terdekat, dan jika terlalu

parah maka Ibu Nurhayati akan membawanya ke puskesmas.

3. Informan Ketiga

Nama : Ibu Satia

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 32 tahun

Agama : Islam

Pendidikan Terakhir : kelas 4 SD

Ibu Satia adalah ibu rumah tangga dan mempunyai 2 orang anak (kelas 2

SD, dan berumur 4 tahun). Suami Ibu Satia adalah seorang nelayan yang pergi

melaut. Biasanya suami Ibu Satia melaut selama 20 hari. Selain menjadi seorang

ibu rumah tangga, Ibu Satia bekerja sebagai buruh kopek udang lipan. Pekerjaan

ini juga sering disebut dengan kerja borongan, dimana ketika nelayan tiba dari

laut dengan membawa hasil laut, maka Ibu Satia dan Ibu-ibu lainnya akan datang

dan siap untuk dipekerjakan sebagai pengopek. Pekerjaan dan upah yang didapat

pun sesuai dengan hasil yang dikerjakan. Ibu Satia bekerja mulai dari pukul 8 pagi

(41)

Hasil yang di dapat para nelayan tidaklah menentu. Oleh sebab itu, waktu

bekerja Ibu Satia pun tidak menentu. Apabila hasil laut yang dibawa pulang oleh

nelayan sangat banyak, maka Ibu Satia akan bekerja lama hingga larut malam

namun mendapat upah yang lumayan tinggi dan sebaliknya apabila hasil laut yang

didapat nelayan hanya sedikit, maka Ibu Satia pun akan bekerja sebentar dan

mendapat upah sedikit. Bekerja sebagai buruh kopek udang lipan ini, Ibu Satia

mendapat upah sekitar Rp. 15.000-35.000/hari.

Menjadi buruh kopek udang lipan ini dilakukan Ibu Satia untuk membantu

suami memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga. Oleh karena suaminya adalah

seorang nelayan yang dipekerjakan toke dan karena seringnya terjadi musim

paceklik di laut membuat suami Ibu Satia sering tidak mendapat hasil laut untuk

dibawa pulang. Padahal biaya hidup keluarga sangatlah tinggi seperti harus

membayar uang listrik, uang sewa rumah, dan lainnya. Maka dari itu menjadi

buruh kopek udang lipan ini dirasa bisa membantu perekonomian keluarga. Uang

yang didapat dari hasil mengopek udang digunakan untuk keperluan dapur yakni

membeli beras, minyak makan, bahan-bahan makanan, dan lainnya.

Tempat tinggal Ibu Satia dan keluarganya saat ini masih berstatus sewa.

Biaya sewa rumahnya sebesar Rp. 1.500.000/tahun. Rumah tersebut terbuat dari

papan dan alat elektronik yang ada di dalamnya hanya televisi dan rice cooker.

Untuk menabung uang hasil kerjanya, Ibu Satia mengikuti jula-jula dengan para

Ibu-ibu tetangganya.

Setelah membersihkan rumah, menyiapkan makanan, dan mengantar anak

sulungnya ke sekolah, Ibu Satia pun pergi ke rumah toke dan bekerja mengopek

(42)

kerjanya, hal ini dilakukan karena tidak adanya yang bisa menjaga anaknya ketika

ia sibuk bekerja. Ibu Satia juga mengikuti perwiritan dengan biaya Rp.

10.000/minggu.

Ketika keluarga Ibu Satia mengalami kesulitan keuangan, Ibu Satia tidak

sungkan untuk meminjam uang pada kakak ipar dan saudara lainnya. Oleh karena

itu, Ibu Satia sangat mengharapkan bantuan dari pemerintah bagi keluarganya.

Apabila pemerintah memberinya bantuan berupa uang, ia akan membuka usaha

dengan berjualan bahan-bahan sembako di teras rumahnya.

4. Informan Ke Empat

Nama : Ibu Saniyem

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 45 tahun

Agama : Islam

Pendidikan Terakhir : kelas 3 SD

Ibu Saniyem adalah seorang ibu rumah tangga yang memiliki 4 orang

anak. Suami Ibu Saniyem adalah seorang nelayan yang pergi melaut setiap

harinya dari pukul 5 subuh hingga pulang pukul 5 sore. Adapun bot yang

digunakan untuk melaut adalah milik sendiri. Selain menjadi ibu rumah tangga,

Ibu Saniyem membuka warung yang menjual makanan seperti, mie, bubur, sate

kerang, buah-buahan, dan lainnya. Ibu Saniyem memilih untuk bekerja agar dapat

memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga. Karena pekerjaan suaminya melaut

(43)

tidak menentu. Jika penghasil suami tidak ada akibat tidak melaut, maka

keperluan keluarga bisa tertutupi dari hasil berjualan makanan di warung. Hasil

uang yang didapat dari berjualan di warung, ia gunakan untuk memberi jajan anak

sekolah dan sebagian lagi dibelanjakan untuk keperluan dapur.

Ibu Saniyem memiliki anak-anak yang sudah besar, 1 orang di perguruan

tinggi, 1 orang baru tamat SMA, 1 orang kelas 2 SMA, dan 1 lagi SMP. Oleh

sebab itu, anak-anak Ibu Saniyem sudah bisa mengurus dirinya sendiri sehingga

Ibu Saniyem bisa fokus berjualan di warung. Sejak subuh, Ibu Saniyem sudah

pergi ke pajak untuk membeli bahan-bahan yang akan dijadikan makanan, setelah

berbelanja Ibu Saniyem akan memasak di rumah. Pada Pukul 1 siang, Ibu

Saniyem membuka warungnya hingga tutup pada Pukul 9 malam. Anak-anak Ibu

Saniyem juga terkadang ikut membantunya berjualan di warung.

Penghasilan yang di dapat oleh Ibu Saniyem dengan berjualan makanan di

warung sekitar Rp. 150.000-200.000/hari. Dari hasil berjualan ini, Ibu Saniyem

merasa kebutuhan keluarganya dapat terpenuhi, bahkan bisa berlebih. Ibu

Saniyem menabung uangnya Rp. 20.000/hari untuk keperluan di masa mendatang.

Namun terkadang Ibu Saniyem mengalami hambatan pada pekerjaannya yaitu

adanya pembeli yang berhutang di warungnya. Ibu Saniyem mengikuti arisan dan

perwiritan yang diadakan sebulan sekali. Pada perwiritan ditetapkan biaya Rp.

60.000/KK setiap bulannya.

Saat ini, status rumah keluarga Ibu Saniyem adalah milik sendiri. Di dalam

rumah Keluarga Ibu saniyem hanya memiliki televisi. Ibu Saniyem juga mengaku

(44)

pada saat Hari Lebaran. Hal ini Ia lakukan karena merasa dengan membeli

pakaian lebih dari setahun sekali merupakan perbuatan boros.

Ketika ada anggota keluarga yang sakit, biasanya Ibu Saniyem hanya

memberikan obat biasa yang dibelinya di warung. Karena menurut Ibu Saniyem,

keluarganya jarang sakit karena sudah terbiasa dengan kondisi lingkungan pesisir

di Kelurahan Bagan Deli ini.

5. Informan Ke Lima

Nama : Farida

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 54 tahun

Agama : Islam

Pendidikan Terakhir : SMP

Ibu Faridah adalah seorang ibu rumah tangga yang mempunyai 8 orang

anak. 4 orang sudah berkeluarga, 3 orang bekerja, dan 1 orang lagi masih sekolah.

Suami Ibu Faridah bekerja membubul pukat yaitu memperbaiki jaring milik toke

nelayan. Selain menjadi ibu rumah tangga, Ibu Farida bekerja sebagai buruh

Harian Lepas yaitu memilih-milih ikan teri yang tercampur dengan ikan tapis.

Setelah dipisahkan, ikan-ikan teri akan dijemur di bawah sinar matahari.

Bekerja sebagai buruh Harian Lepas, Ibu Faridah mendapat gaji yang tidak

menentu karena tergantung pada banyaknya hasil laut yang ada pada toke nelayan.

Ibu Farida mengaku jika ia bekerja seharian dari pukul 8 pagi sampai pukul 8

malam bahkan terkadang sampai pukul 9 malam, ia mendapat gaji Rp. 100.000

(45)

perhari. Menurut Ibu Faridah, ia bahkan lebih sering menganggur karena tidak

adanya hasil laut yang di dapat oleh para nelayan.

Meskipun suami Ibu Farida masih bisa mencari nafkah, namun Ibu Farida

merasa jika hanya mengharapkan uang yang diperoleh oleh suaminya maka itu

tidaklah cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Apalagi Ibu Faridah

memiliki banyak anak yang harus ia nafkahi. Dengan bekerja, penghasilan yang

Ibu Faridah dapatkan ia pergunakan untuk membelanjakan keperluan rumah

tangga, jajan anak sekolah, ongkos anak pergi ke sekolah, dan lainnya.

Ibu Farida jarang membelikan anak-anaknya pakaian baru, ketika Hari

Lebaran barulah Ibu Farida membelikan anak-anaknya pakaian baru. Terkadang

dipertengahan tahun, jika Ibu Faridah mendapat rejeki yang lebih dari biasanya

maka Ibu Faridah membelikan pakaian kepada anak-anaknya namun ia tidak

membelikannya setiap tahunnya. Hal ini dikarenakan kesulitan ekonomi yang

sering terjadi pada keluarga Ibu Farida.

Ibu Farida dulunya mengikuti jula-jula yang ada di lingkungan tempat

tinggalnya. Namun, saat ini jula-jula tersebut sudah dihentikan karena terdapat

banyak yang tidak sanggup membayar dengan alasan tidak melaut akibat bot yang

rusak sehingga tidak mendapatkan uang. Ibu Farida mengikuti kegiatan perwiritan

di daerah tempat tinggalnya yang diadakan setiap hari jumat dengan iuran Rp.

5.000 perkepala.

Menurut Ibu Farida, keluarganya tidak mendapat bantuan dari pemerintah

padahal Ibu Farida sangat mengharapkan bantuan pemerintah untuk keluarganya.

Hal ini sudah ia pertanyakan pada kepala lingkungan tempat tinggalnya bahwa

(46)

lingkungan ialah karena menurut kepala lingkungan, masih banyak terdapat

keluarga yang lebih membutuhkan daripada keluarga Ibu Farida. Hal inilah yang

membuat Ibu Farida merasa bantuan pemerintah tidak dibagi dengan merata.

6. Informan Ke Enam

Nama : Nur

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 18 tahun

Agama : Islam

Pendidikan Terakhir : SMA

Nur adalah perempuan pesisir yang bekerja meyortir ikan hasil tangkapan

nelayan. Setelah tamat SMA, Nur tidak melanjutkan sekolahnya ke jenjang

perguruan tinggi karena ketidakmampuan keluarganya dalam membiayai uang

perkuliahan. Ayah Nur adalah seorang nelayan dan ibunya membuka warung kecil

di depan rumah mereka.

Nur memilih bekerja sebagai penyortir dan penjemur ikan. Menyortir

adalah kegiatan memilih ikan berdasarkan jenis, ukuran, dan lainnya. Ikan-ikan

yang dipilih akan dimasukan ke dalam kotak besar yang berisi es batu dan akan di

ekspor keluar dan dalam negeri. Nur memilih bekerja untuk membantu ayah dan

ibunya dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarganya. Sering sekali, Nur

memberi penghasilannya kepada ibunya agar membeli kebutuhan dapur dan untuk

membiayai sekolah adik-adiknya. Penghasilan yang ia dapat juga ditabungnya

untuk keperluan masa depan, yang mana ia masih ingin melanjutkan sekolahnya

(47)

7. Informan Ke Tujuh

Nama : Erni

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 23 tahun

Agama : Katolik

Pendidikan Terakhir : SMA

Erni adalah anak kedua dari dua orang bersaudara. Ayah dan ibunya

adalah seorang penjual ikan. Abangnya sudah berkeluarga sehingga harus

menafkahi anak dan istrinya akibatnya tidak bisa membantu ekonomi keluarga.

Erni sangat ingin melanjutkan pendidikannya ke jenjang perguruan tinggi namun

dikarenakan ekonomi keluarganya kurang mencukupi, maka ia memutuskan untuk

tidak melanjutkan pendidikannya lagi setalah tamat SMA.

Sejak tamat SMA, ia memilih bekerja guna membantu orangtuanya dalam

memenuhi kebutuhan keluarga. Saat ini, Erni bekerja sebagai karyawan di sebuah

koperasi yang jauh dari lingkungan tempat tinggalnya. Erni merasa bahwa sudah

saatnya ia harus bekerja, karena sudah cukup lama orangtuanya membiayai

hidupnya. Jadi ia merasa harus bisa menghasilkan uang, minimal untuk

membiayai keperluannya sendiri tanpa harus meminta pada orangtua lagi. Dengan

bekerja, ia merasa lebih mandiri karena tidak lagi harus bergantung pada

pemberian orangtuanya.

Menurut Erni, dengan ia bekerja tentu akan berpengaruh pada

perekonomian keluarganya. Bahkan ia mengaku bahwa sejak ia bekerja dan

(48)

Penghasilan yang ia peroleh dari bekerja, ia berikan kepada orangtuanya sehingga

keluarganya pun bisa memenuhi kebutuhan rumah tangga bahkan saat ini keluarga

Erni mampu merenovasi rumahnya yang dulunya terbuat dari kayu/papan menjadi

terbuat dari batu permanen.

8. Informan Ke Delapan

Nama : Sari

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 38 tahun

Agama : Islam

Pendidikan Terakhir : SD

Ibu Sari adalah seorang ibu rumah tangga yang mempunyai 3 orang anak.

Suaminya adalah seorang nelayan, yang mempunyai penghasilan yang tidak

menentu. Oleh sebab itu, Ibu sari bekerja sebagai pembantu rumah tangga yakni

mencuci dan menyetrika pakaian majikannya. Upah yang ia peroleh dari bekerja

sebagai pembantu rumah tangga ia gunakan untuk keperluan rumah tangga.

Ibu Sari mempunyai 3 orang anak yang masih bersekolah dan

membutuhkan banyak biaya. Dengan bekerja menghasilkan uang, Ibu Sari merasa

bahwa upah yang ia dapat sangat berpengaruh pada keluarganya karena bisa

menutupi biaya sekolah. Ibu Sari sadar bahwa jika hanya mengharapkan uang

yang didapat suaminya tentu tidak akan bisa menutupi keperluan sehari-hari

keluarga. Jika ia berperan membantu suami dalam mencari uang, tentu ia dapat

menyekolahkan anak-anaknya ke tingkat pendidikan yang tinggi. Namun. Jika ia

(49)

anak-anaknya akan sulit melanjutkan pendidikan karena hambatan perekonomian

keluarga. Ketika Ibu Sari pergi bekerja, anaknya yang paling besarlah yang

berperan untuk menjaga adik-adiknya. Saat ini, status rumah Ibu Sari adalah

menyewa dengan biaya Rp. 1.500.000 pertahun yang semakin memperbanyak

biaya pengeluaran keluarga.

9. Informan ke Sembilan

Nama : Dodoh

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 48 tahun

Agama : Islam

Pendidikan Terakhir : SD

Bapak Dodoh adalah seorang nelayan yang biasanya pergi mencari ikan

dilaut dua minggu sekali. Setelah melaut selama dua minggu, Bapak Dodoh pun

kembali pulang ke rumah keluarganya dengan membawa ikan dan uang hasil dari

menjual ikan. Menurut Pak Dodoh, pekerjaannya sebagai nelayan tidaklah

mendapat pendapatan yang tinggi. Bahkan menurutnya, pendapatan nelayan

sangatlah sedikit. Walaupun sudah melaut selama dua minggu bahkan lebih,

terkadang Pak Dodoh pulang ke rumah dengan tidak membawa apa-apa. Hal ini

dikarenakan cuaca di laut yang kurang baik.

Isteri Pak Dodoh adalah seorang Ibu Rumah Tangga yang mempunyai

usaha berjualan barang-barang sembako di rumahnya. Isteri Pak Dodoh menjual

barang-barang keperluan rumah tangga misalnya gula, minyak makan, tepung,

(50)

inilah, Pak Dodoh merasa perekonomian keluarganya terbantu. Penghasilan yang

isterinya dapatkan dari berjualan sembako, bisa membantu untuk biaya keperluan

di dapur dan uang jajan anaknya di sekolah.

Jika isteri Pak Dodoh tidak mempunyai usaha sembako dan hanya menjadi

ibu rumah tangga biasa yang hanya mengharapkan penghasilan yang di dapat oleh

suaminya sepulang dari melaut, Pak Dodoh merasa bahwa perekonomian

keluarganya akan sering mengalami masalah. Dimana keluarga Pak Dodoh

mempunyai 6 orang anak yang masih harus mereka tanggung dan harga

barang-barang pokok saat ini sangatlah mahal. Dengan usaha berjualan isterinya dapat

membantu sebagian dari biaya rumah tangga keluarga dan penghasilan yang ia

dapat dari melaut juga bisa menutupi sebagian biaya pengeluaran keluarganya.

Sehingga jika Pak Dodoh dan isterinya bisa saling membantu mencari uang untuk

biaya kehidupan sehari-hari keluarganya maka perekonomian keluarga Pak Dodoh

akan seimbang. Pak Dodoh mengaku bahwa dengan isterinya yang mempunyai

usaha, ia merasa sangat terbantu.

10. Informan ke Sepuluh

Nama : Jefri

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 39 tahun

Agama : Islam

Pendidikan Terakhir : SMP

Bapak Jefri adalah nelayan yang bekerja pada toke nelayan yang beretnis

(51)

nelayan sangatlah sedikit. Namun, Pak Jefri tidak ingin beralih profesi karena

menurutnya ia hanya tahu mencari ikan di laut karena sudah terbiasa dari kecil

dan juga karena pendidikannya yang rendah hanya tamat sampai kelas satu

sekolah menengah pertama.

Isteri Pak Jefri adalah seorang Ibu Rumah Tangga yang mempunyai usaha

berjualan makanan seperti sosis, nougat, telur gulung, dan lainnya di

sekolah-sekolah di Kelurahan Bagan Deli. Setiap harinya, ia bangun subuh kemudian

mulai mempersiapkan dagangannya. Namun menurut Pak Jefri, walaupun dari

subuh isterinya telah sibuk mempersiapkan dagangannya, tetapi ia juga tidak lupa

tugasnya sebagai ibu rumah tangga. Sebelum menjual dagangannya ke

sekolah-sekolah, isteri Pak Jefri tidak lupa mengerjakan pekerjaan rumah tangga seperti

mencuci pakaian, menyapu, menyetrika, dan sebagainya.

Menurut Pak Jefri, sejak isterinya mempunyai usaha berjualan makanan di

sekolah-sekolah, ia merasa terbantu oleh turutnya penghasilan yang isterinya

dapatkan untuk membantu perekonomian keluarganya. Sebelum isterinya

mempunyai usaha berjualan makanan, Pak Jefri merasa sangat terbebani karena

keluarganya hanya mengharapkan penghasilan yang ia dapatkan dari melaut.

Padahal, Penghasilan yang Pak Jefri dapatkan dari melaut tidaklah menentu,

terkadang pulang membawa banyak ikan terkadang juga pulang dengan sia-sia

tidak membawa ikan.

Jika ketika Pak Jefri pulang dari melaut tanpa membawa hasil laut, maka

kebutuhan sehari-hari keluarga bisa tertutupi dari penghasilan yang isterinya

dapatkan dari hasil berjualan makanan ke sekolah-sekolah. Padahal, sebelumnya

(52)

mempunyai usaha berjualan makanan maka keluarga Pak Jefri akan pergi pada

tetangga-tetangga untuk meminjam uang. Namun sangat jarang tetangga-tetangga

mau membantu dikarenakan tetangga-tetangga Pak Jefri juga mengalami kesulitan

perekonomian yang sama dengan keluarganya.

4.5 Strategi Perempuan Pesisir dalam Mengatasi Kemiskinan

4.5.1 Strategi Ekonomi

Kegiatan isteri nelayan di Lingkungan VII Kelurahan Bagan Deli dalam

bidang ekonomi banyak berkonsentrasi pada sektor informal. Mereka memiliki

strategi-strategi atau cara-cara yang sangat berarti dalam membantu suami untuk

menunjang kelangsungan ekonomi keluarga mereka. Bias jender dalam kehidupan

ekonomi keluarga sudah tampak kabur karena para isteri juga dituntut untuk ikut

berperan dalam mencari tambahan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan

keluarga, sehingga mereka tidak hanya tinggal diam di rumah untuk menanti dan

membelanjakan penghasilan suami mereka dari melaut, namun mereka juga ikut

terlibat dalam kegiatan mencari nafkah.

Sebagian besar dari isteri nelayan di Lingkungan VII Kelurahan Bagan

Deli mempunyai pekerjaan dan usaha sampingan dalam menunjang penghasilan

suami mereka yang sangat minim. Usaha sampingan tersebut merupakan upaya

mereka dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarganya, adapun beberapa

(53)

4.5.1.1 Diversifikasi Pekerjaan

Diversifikasi pekerjaan merupakan pengkombinasian pekerjaan (pekerjaan

sambilan), dimana seorang isteri nelayan selain bekerja menjadi ibu rumah

tangga, isteri nelayan juga bisa bekerja di bidang lain. Beragam pekerjaan yang

para isteri kerjakan asalkan mereka mampu mengerjakannya. Seorang isteri

nelayan tidak hanya mengerjakan pekerjaan rumah tangga saja, kebanyakan

istri-istri nelayan di Lingkungan VII Kelurahan Bagan Deli membantu suaminya

mencari uang dengan bekerja sebagai buruh, berjualan, dan lainnya. Oleh karena

kondisi ekonomi keluarga sangat berkekurangan sehingga perempuan pesisir di

Lingkungan VII Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan melakukan

pekerjaan lebih dari satu untuk menambah penghasilan setiap harinya. Adapun

pengkombinasian pekerjaan tersebut, yaitu :

1. Bekerja di Sektor Perikanan

Jenis pekerjaan yang dilakukan oleh istri nelayan di Lingkungan VII

Kelurahan Bagan Deli lebih banyak bekerja sebagai buruh di sektor perikanan.

Bekerja sebagai buruh usaha perikanan memang pekerjaan yang paling banyak

digeluti oleh istri nelayan, namun penghasilan yang diperoleh paling kecil

dibandingkan pekerjaan lain.

a. Buruh Harian Lepas

Pemilik kapal besar biasanya mempekerjakan para perempuan

pesisir untuk menyortir, mengopek, menjemur hasil laut yang mereka

tangkap. Menyortir adalah kegiatan memilih jenis-jenis ikan sesuai

(54)

mengupas kerang atau udang yang akan dijual maupun dijadikan bahan

makanan. Menjemur adalah kegiatan dimana ikan-ikan yang telah

dibersihkan diletakan dibawah sinar matahari. Hal ini merupakan salah

satu proses membuat ikan asin. Hal ini didukung saat wawancara

dengan Ibu Farida pada saat dilapangan :

“ Inilah aku kerja sama orang, kerja milih-milih ikan teri. Ikan teri kecil-kecil ini dipisahkan dari ikan tapis. Aku kerja dari jam lapan pagi sampelah jam lapan malam kadang pun sampe jam sembilan malam. Ini namanya kerja harlep, jadi buruh harian lepas. Kerjanya harian, dibayarnya pun harian, kalo ada banyak ikan sampe seharian aku kerja dapat kulah Rp. 100.000/hari. Tapi kalo cuman ada dikit ikan, kerja Cuma dari sore ya dapat kulah Rp.30.000/hari. Kebanyakan nganggur pun aku, gak ada ikan yang mau dikerjakan”.

Pekerjaan menjadi buruh harian lepas dilakukan oleh Ibu Farida

untuk membantu suaminya dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari

keluarga. Hanya dengan mengharapkan penghasilan dari suami saja

tentu tidaklah cukup menurut Ibu Farida. Oleh karena itulah Ibu Farida

juga ikut membantu suaminya bekerja untuk mendapatkan uang. Hal ini

didukung saat wawancara dengan Ibu Farida pada saat dilapangan :

“ gajiku jadi harlep ini bisa untuk belanja, keperluan anak sekolah, ongkosnya, jajannya lagi, kan jadi bisa membantu suami. Kalo Cuma suami ajanya yang diharapkan ya kurang mencukupi, jadi kalo kita bekerja kan udah enak, ada uang suami ada juga uang dariku”.

Selain Ibu Farida, hal yang sependapat juga dirasakan oleh Ibu

Satia yang bekerja menjadi buruh kopek udang lipan. Hal ini didukung

saat wawancara dengan Ibu Satia pada saat dilapangan :

(55)

bahan pulangnya sampe sore kali tapi kalau bahannya dikit tengah hari udah pulang. Gajinya pun tak menentu, kalau banyak bahan digaji Rp. 35.000, tapi kalau bahan dikit ya Cuma dapat Rp. 8.000-15.000 lah, kalau sama sekali gak ada bahan Cuma dapat Rp. 2.000 pun. Ya lumayanlah daripada gak kerja Cuma mengharap dari bapak, manalah cukup. Kalau bapak gak kerja, kan ada gajiku, kalau bapak gak kerja aku pun gak kerja, cemana mau hidup”.

Walaupun penghasilan yang di dapat dari bekerja sebagai buruh

harian lepas tidak begitu besar, namun penghasilan tersebut dirasakan

para istri nelayan dapat mengurangi beban keluarga. Penghasilan

tersebut dapat menambah ekonomi keluarga untuk mencukupi

kebutuhan hidup sehari-hari. Seperti yang diungkapkan oleh Ibu

Saniyem :

“ dari berjualan inilah dek, lumayan untuk jajan-jajan anak. Bapak melaut kan gak jelas gajinya. Kadang-kadang pun lebih besar gaji yang ibu dapat dari berjualan kek gini. Lumayanlah, bisa jajan anak, ongkosnya lagi, kadang kalau habis semua, bisa juga ibu nabung. Bapak jadinya kan terbantu, hasil bapak bisalah untuk belanja di dapur. Ibu bantu biaya sekolah anak-anak, kan jadi tercukupi semua”.

b. Agen ( pedagang perantara ) ikan

Menjadi agen ikan nelayan, harus senantiasa siap di tempat

pendaratan ikan sesuai dengan jadwal tiba melaut para nelayan. oleh

karena itu, jika nelayan mendaratkan hasil tangkapan pada pagi hari,

maka agen akan bersiap-siap di pagi hari begitu juga jika pendaratan

ikan oleh nelayan tiba dari melaut pada malam hari.

Agen ikan memperkerjakan perempuan-perempuan persisir untuk

membersihkan hasil laut yang ia dapat. Hasil laut ini bisa di dapat dari

tangkapan suami di laut atau bisa dengan membeli hasil tangkapan

orang lain. Ketika bahan hasil laut sudah ada, agen akan memanggil

(56)

Ikan-ikan inilah akan dijual oleh agen setelah dibersihkan oleh para

pekerja yang ia pekerjakan. Hal ini didukung saat wawancara dengan

Ibu Nurhayati pada saat dilapangan :

“ aku kerja supaya nolong dia di rumah, kadang dia melaut kadang enggak, jadi kalau dia ada dapat ikan, ku asinin, jemur sendiri trus dijual. Kan lumayan untuk nambah-nambah belanja di rumah. aku suka kerja, ngambilin udang lipan orang trus suruh orang kerja, ngupahi sama orang. Aku juga ikut ngerjainya biar gak terlalu banyak ngupahi orang”.

c. Mengolah dan Menjual Hasil Tangkapan Suami

Para nelayan pergi mencari ikan di laut selama beberapa hari dan

memperoleh ikan yang di bawa ke rumah. Ikan-ikah hasil tangkapan

nelayan inilah akan diolah oleh para isteri nelayan. Ikan-ikan ini

biasanya diolah menjadi ikan asin, menjadi makanan yang berbahan

dasar ikan, dan lainnya. Mengolah ikan hasil tangkapan suami menjadi

ikan asin dimaksudkan untuk meningkatkan harga jual ikan tersebut,

selain itu juga untuk mengantisipasi pada saat permintaan ikan segar

rendah, disebabkan sedang musim ikan, sehingga penjualan sulit untuk

dilakukan. Ada juga isteri nelayan yang menjual hasil tangkapan

suaminya di tempat pejualan ikan dan sebagian dikonsumsi sendiri

oleh keluarga. Istri yang berdagang ikan hasil tangkapan suami

mereka, kegiatan ini akan berlangsung pada waktu yang sama dengan

istri-istri nelayan lainnya, karena bergantung pada masa tiba melaut

para nelayan. Hal ini mengakibatkan adanya persaingan antara para

(57)

Hasil yang didapat oleh para isteri nelayan dari menjual ikan

hingga mengolahnya akan dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan

sehari-hari keluarganya. Hal ini didukung saat wawancara dengan Ibu

Sari pada saat dilapangan :

“ Kalau bapak pulang bawa ikan, biasanya ibu olah ikan itu jadi ikan asin. Pulanglah bapak, langsung ibu bersihkanlah ikan-ikan itu, ibu jemur, ibu asinkanlah. Siap udah jadi ikan asin, ya ibu jual ikan asin itu. Uangnya untuk belanja rumah tangga, anak sekolah, kadang kalau hasilnya lumayan, mau juga ibu nabung”.

2. Bekerja di Sektor Perdagangan

Selain pekerjaan yang berada disektor perikanan, perempuan di Kelurahan

Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan juga ada yang bekerja di sektor

perdagangan, yaitu :

a. Membuka warung

Perempuan penduduk di Lingkungan VII Kelurahan Bagan Deli

khususnya para ibu rumah tangga membantu suami dalam menambah

penghasilan untuk keperluan rumah tangga yaitu dengan berjualan.

Disepanjang jalan di lingkungan VII terdapat rumah-rumah yang

berjualan di teras rumahnya. Hal ini didukung saat wawancara dengan

Ibu Saniyem yang berjualan makanan seperti mie, bubur, sate kerang,

gorengan, dan lainnya pada saat dilapangan :

Gambar

Gambar 3 : Perempuan pesisir berangkat bekerja menjadi buruh harian pada toke
Gambar 5 : Ikan Tapis dipisahkan dari ikan teri nasi
Gambar 6 : Ibu Saniyem berjualan makanan di daerah tempat tinggalnya
Gambar 8 : Seorang anak perempuan bekerja mengopek udang lipan untuk dijual
+7

Referensi

Dokumen terkait

Lakukan pengeboran dengan countersink lubang secara berurutan dan pada kedua permukaan sesuai gambar kerja.. Chek ketepatan jarak dan bentuk pada masing –

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a perlu menetapkan Keputusan Bupati Bantul tentang Pembentukan Tim Pendampingan Kegiatan State

PENGADAAN VOLUME LOKASI PEKERJAAN (PROVINSI/KAB/KOTA NAMA

[r]

Skema Utilitas Tata Udara. Universitas

Berdasarkan penjelasan di atas sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan kerjasama dan menarik minat belajar siswa kelas IV, tidak hanya dengan menghafal namun

Media Nusantara Citra (MNC), for a strategic partnership in supplying satellite, network, telecommunication services, infrastructure, multimedia content, TV

Pengaruh penambahan kultur yougrht pada media susu murni dan susu krim cair terhadap karakteristik dan daya simpan yougrht Skiripsi Fakultas Teknologi Pertanian, Institut