• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN DINAS SOSIAL KOTA BANDAR LAMPUNG DALAM MENANGGULANGI MASALAH PROSTITUSI DI KOTA BANDAR LAMPUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERAN DINAS SOSIAL KOTA BANDAR LAMPUNG DALAM MENANGGULANGI MASALAH PROSTITUSI DI KOTA BANDAR LAMPUNG"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

A. PENDAHULUAN

a. Latar Balakang

Pelaksanaan pembangunan di Indonesia sangat diperlukan dari semua pihak, tidak juga dalam investasi yang berjumlah besar tapi juga di perlukan ketersediaan sumber daya manusia yang handal guna mendukung pembangunan.

Pembangunan di sektor sosial ialah bagian dari perwujudan sistem sumber daya manusia yang sangat menunjang, oleh karenanya peran masyarakat sangat di butuhkan guna terciptanya sistem tenaga kerja yang berguna.

Dalam hal ini pemerintah sebagai contoh moral yang baik bagi masyarakat, dan sebagai penunjang sistem tenaga kerja yang berguna maka, yang menjadi faktor-faktor tingginya tingkat pengangguran adalah lemahnya tingkat pendidikan, sosial, ekonomi pada masyarakat yang memang kurang mampu, serta didukung pula dengan keterbatasan kemampuan sumber daya manusia yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. dampak dari permasalahan itu adalah tingginya angka prostitusi.

(2)

Prostitusi telah eksis sejak masyarakat Yunani Kuno, hal ini terbukti dengan adanya pelacuran yang didalamnya terdapat wanita yang dikenal dengan wanita penghibur yang mewarnai kehidupan masyarakat pada masa yunani kuno (Yuyun An Krisna, 1981:5), sedangkan asal usul prostitusi di Indonesia dapat ditelusuri kembali pada masa-masa kerajaan-kerajaan Jawa sampai pada masa pemerintahan Hindia Belanda dan hingga pada masa kini. Prostitusi terus berkembang seiring dengan kebijakan yang diberikan pemerintah yang lebih dipengaruhi oleh pertimbangan kesehatan. Hal ini menandakan bahwa pelacuran dilokalisasi sudah berlangsung dalam kurun waktu yang cukup lama.

Keberadaan dinas sosial kota Bandar lampung sangat di perlukan perannya sebab tingkat prostitusi di kota Bandar Lampung sudah makin mengenaskan, hal ini di perparah oleh adanya tingkat prostitusi yang terdapat di kota Bandar Lampung, Sebenarnya telah banyak ilmuan sosial yang tergugah untuk mengkaji masalah Prostitusi. Padahal ada beberapa hal yang belum pernah dilihat secara bijak oleh masyarakat dan kadangkala memandang dari satu sudut pandang saja lebih kearah negatif disisi lain dampak positif diabaikan. hal lainnya dalam kehidupan masyarakat Asia dan Indonesia hanya mengenal pelacuran wanita sedangkan pelacuran laki-laki/ gigolo dan laki-laki hidung belang tidak mendapatkan tudingan apapun. Hal inilah yang menyebabkan adanya bentuk manifestasi ketidakadilan gender, karena dalam hal ini masyarakat hanya memandang sisi negatif atas adanya tempat prostitusi tersebut.

(3)

Hal ini di jelaskan pula dalam Gender Empowerment Measures (GEM) yakni, mengukur ketimpangan gender dalam hal, perempuan dapat mengambil peran aktif dalam kehidupan ekonomi dan politik.

GEMmemfokuskan pada partisipasi, mengukur ketimpangan gender pada bidang-bidang kunci dalam partisipasi ekonomi dan politik dan pengambilan keputusan. Menurut Soeryono , Keberadaan lokalisasi telah memunculkan pekerjaan baru bagi masyarakat setempat yaitu adanya peningkatan ekonomi seperti pedagang, tukang becak, tukang ojek, pembantu, tukang cuci pakaian, tukang pijat, dan penjual jamu. Sehingga sebagian masyarakat terutama yang mendapatkan manfaat ekonomi dari keberadaan wanita tuna susila tersebut memiliki persepsi positif terhadap wanita tuna susila di lokalisasi. Dan dengan adanya lokalisasi bisa memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga, karena rata rata keluarga yang bekerja dilokalisasi berasal dari golongan ekonomi rendah.

(4)

Dalam hal ini yang sering terjadi pada sebagian perempuan yang memiliki keterbatasan pendidikan dan keterampilan, melakukan perilaku yang cenderung menyimpang dari kehidupan sosial yang normatif dijadikan sebagai sebuah pilihan atau sebuah alternatif untuk keluar dari kemiskinan, salah satu contohnya adalah menjadi wanita tuna susila, sebuah perkerjaan yang kontroversional dan sangat

bermasalah, tapi dalam hal ini bukan berarti pula bahwa perempuan yang memilih perkerjaan ini tidak tahu batasan yang ada atau tidak peduli terhadap penyimpangan yang mereka lakukan.

Menurut James W Vander Zanden ( 1979:23) penyimpangan di artikan sebagai tingkah laku yang dianggap oleh sebagian besar orang sebagai sesuatu yang tercela dan di luar batas-batas toleransi atau penyelewengan terhadap norma-norma dan nilai-nilai dalam masyarakat, Memilih profesi sebagai seorang wanita tuna susila memang secara komersial dapat membantu perekonomian, tetapi di Indonesia perkerjaan seperti ini masih bersifat legal. Ada beberapa penyebab timbulnya prostitusi/pelacuran menurut A.S. alam

( 1984:10), yaitu :

1. Faktor Biologis

Kurangnya kemampuan intelektual, yang mempengaruhi pola pikir sehingga mengambil jalan pintas untuk mendapatkan penghasilan.

(5)

tersebut terjadi karena progresteronya berlebihan sehingga hasrat untuk melakukan seksual sangat tinggi

2. Faktor Psikologis

Karena kebutuhan hidup yang tidak dapat terpenuhi, menyebabkan dorongan untuk melakukan pelacuran demi memperoleh penghasilan. Dorongan ini berasal dari dalam diri orang itu sendiri dan dipengruhi oleh lingkungan luar dari seseorang tersebut.

3. Faktor Budaya

Kebiasaan yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat sehingga pelacuran bisa dikatakan lumrah, meskipun tidak di benarkan.

4. Faktor Sosial

Demonstration effeck dan tidak bisa mempertahankan eksistensinya akibat konpensasi dari pelecehan, penghinaan.

5. Faktor Ekonomi

(6)

Masalah prostitusi yang ada di kota Bandar Lampung yang semakin mengkhawatirkan dan kompleks serta menyeruak kepermukaan akan berdampak rusaknya pada moral generasi muda yang produktif.

Maka dalam hal ini dampak yang timbul dari adanya peredaran prostitusi adalah : 1. Menyebarluaskan berbagai penyakit kelamin ( gennorhoe, sipilis sampai

kepada HIV/AIDS).

2. Rusaknya sendi-sendi dalam kehidupan keluarga, sendi moral, hukum dan agama.

Sedangkan dalam kehidupan bermasyarakat dampak yang terjadi adalah :

1. Bidang sosial, akan berdampak pada hancurnya kehidupan sosial pada diri individu itu sendiri, karena stigma bahwa Wanita Tuna Susila adalah orang yang tidak baik baik dan dalam hal ini yang paling banyak dirugikan adalah perempuan.

2. Bidang Ekonomi, penanggulangan prostitusi sangat mahal, sehingga membutuhkan biaya yang sangat besar, secara otomatis mengurangi pengalokasian anggaran untuk biaya lain.

3. Bidang Kesehatan, Penularan yang sangat signifikan jenis penyakit kelamin seperti sipilis, gonorhoe, HIV/AIDS dan lain sebagainya.

4. Bidang Moral, Mempengaruhi nilai dan norma serta moral keagamaan, karena prostitusi adalah jenis masalah sosial yang dapat merusak sendi-sendi kehidupan sosial.

(7)

Perda No. 15 Tahun 2002 tentang pelanggaran prostitusi dan tuna susila dalam wilayah kota Bandar Lampung, ternyata belum dapat menyelesaikan masalah malah mengakibatkan dampak ganda.

Melihat dari banyaknya perilaku seks bebas dikalangan masyarakat dan tingkat penyakit Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS),maka penulis tertarik untuk melakukan tinjauan langsung, pada Dinas Sosial kota Bandar Lampung. Dan dengan menindaklanjuti latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk melakukan tinjauan penelitian lebih lanjut dengan mengangkat judul

PERAN DINAS SOSIAL KOTA BANDAR LAMPUNG DALAM

MENANGGULANGI MASALAH PROSTITUSI DI KOTA BANDAR LAMPUNG

(8)

b. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah peranan Dinas Sosial kota Bandar Lampung dalam

menanggulangi masalah prostitusi di kota Bandar lampung?

2. Sejauh manakah tingkat kepedulian Dinas Sosial kota Bandar Lampung dalam memberdayakan wanita tuna susila?

c. Tujuan Penelitian

Berdasarka pada rumusan masalah yang ada, maka tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Dapat mengetahui dampak dari seorang yang berprofesi sebagai wanita tuna susila, yang kian sedang marak di kota Bandar Lampung.

2. Untuk mengetahui proses implementasi dari program pembinaan wanita tuna susila di kota Bandar Lampung yang dilaksanakan oleh Dinas Sosial kota Bnadar Lampung.

d. Manfaat Penelitian 1. Secara teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran dalam pengembangan wacana dan teori-teori dalam masalah penyimpangan sosial dalam aspek ekonomi, sosial, budaya, agama dan kesehatan.

(9)

kedudukan dan peranan perempuan serta meningkatkan kualitas kehidupan berbangsa dan bernegara.

2. Secara Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam menanggulangi masalah prostitusi yang kian marak di kota Bandar Lampung, dan agar pemerintah khususnya dinas sosial kota Bandar Lampung agar lebih efektif dalam menindak lanjuti masalah prostitusi di kota Bandar Lampung.

e. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain :

1. Untuk menambah khasanah pengetahuan seputar praktek pekerja prostitusi, dalam upaya pembinaan dan pemberdayaan masyarakat khususnya yang berhubungan dengan wanita tuna susila

2. Untuk memberikan masukan/refrensi tambahan pemikiran terhadap ilmu pengetahuan umum dan ilmu sosial lainnya.

(10)

B. TINJAUAN PUSTAKA

a. Pengertian Peranan

Peranan berasal dari kata peran. Peran memiliki makna yaitu seperangkat tingkat diharapkan yang dimiliki oleh yang berkedudukan di masyarakat. Sedangkan peranan adalah bagian dari tugas utama yang harus dilksanakan. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989).

Soerjono Soekanto (1990:48) peranan di definisikan sebagai aspek dinamis dari suatu kedudukan(status), apabila seseorang melaksanakan hak-hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka ia menjalankan suatu peranan.

Menurut Levinso (1994:94) peranan mencakup 3 aspek yaakni :

1. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat, peranan juga merupuakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan kemasyarakatan.

2. Peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.

(11)

Pemerintah memegang peranan sentral dalam pembangunan nasional institusi pemerintah adalah institusi yang memegang peranan untuk memelihara ketertiban menjalankan administrasi peradilan dan melindungi warga masyarakat dari bahaya luar (Soleman, 1984:77)

Dinas adalah unsur pelaksana pemerintah daerah kota yang di pimpin oleh kepala dinas, yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada walikota melalui sekertaris daerah kota .

Dinas sosial mempunyai tugas pokok yaitu melaksanakan kewenangan pemerintah kota di bidang sosial berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta kebijakan yang di tetapkan oleh walikota (kept. Walikota No.30 tahun 2003)

b. Tinjauan Tentang Dinas Sosial kota Bandar Lampung

Pemerintah kota Bandar Lampung yang memiliki kewenangan untuk melaksanakan pemerintahan di kota Bandar Lampung maka dengan perda No. 12 tahun 2000, tentang pembentukan organisasi yang ada di Bandar Lmpung maka dengan ini peran pemerintah sangat diperlukan guna mengatasi tingkat prostitusi yang terdapat dalam ruang lingkup masyarakat.

Dinas sosial dan pemberdayaan perempuan kota Bandar Lampung yang beralamat di jalan P.Polim No.1 Tanjung Karang Barat Bandar Lampung. Razia yang sudah dilakukan baik terhadap pelacur maupun germo yang telah terjaring adalah mereka

(12)

tabel jumlah pelacur ataupun germo yang terkena razia di wilayah Kota Bandar

Lampung, adalah sebagai berikut:

TABEL 1 : Wanita Tuna Susila Yang Pernah Terkena Razia( Data dari tahun 2003-2010)

NO TERKENA RAZIA JUMLAH PERSENTASE

(%)

1 1 kali 454 47%

2 2 kali 369 40%

3 3 kali 467 47,5%

4 Lebih dari 3 kali 325 32,5%

Jumlah 1.615 167%

Sumber: Dinas Sosial kota Bandar Lampung Data diolah dari hasil penelitian.

Maka dengan ini peran pemerintah kususnya Dinas Sosial kota Bandar Lampung memiliki 4 fungsi yaitu :

1) Perumusan kebijakan teknis di bidang sosial dan pemberdayaan perempuan.

2) Pelaksanaan pelayanan di bidang sosial dan kesejahteraan masyarakat. 3) Pembinaan dan koordinasi pelaksanaan tugas dan pelayanan masyarakat. 4) Pengawasan evaluasi dan paparan pelaksanaan kegiatan di bidang sosial

dan pemberdayaan perempuan.

Kebijakan yang di berikan oleh gubernur tentang lokalisasi dengan adanya undang-udang UU No7 tahun 1974 dan juga Keppres tahun 1975

(13)

1) Rehabilitasi wanita tuna susila

2) Memberikan bantuan kesejahteraan terhadap penyandang masalah sosial melalui pembinaan dan pemberdayaan dengan cara memberikan keterampilan.

3) Melaksanakan penertiban dan penanggulangan wanita tuna susila di wilayah kota Bandar Lampung.

TABEL 2 : Germo Menurut Jenis Kelamin yang terkena Razia (2003-2010)

NO JENIS KELAMIN JUMLAH PERSENTASE

(%)

1 Laki-laki 22 71 %

2 Perempuan 9 29 %

Jumlah 31 100 %

Sumber :Dinas Sosial kota Bandar Lampung Data diolah dari hasil penelitian.

Tabel diatas menunjukkan bahwa jumlah Germo laki-laki yang terkena

razia dan dilakukan oleh Dinas Sosial kota Bandar Lampung dan Satpol PP Kota

Bandar Lampung dari tahun 2003-2010 adalah 22 orang atau 71 %, menunjukkan

bahwa laki-laki yang dominan menggeluti pekerjaan sebagai germo dibandingkan

dengan kaum perempuan.Hanya 9 orang atau 29 %, Ini menyatakan bahwa kaum

laki-lakilah yang paling

banyak memanfaatkan tenaga pelacur sebagai sumber mata pencaharian hidupnya

(14)

ranah publik maupun di ranah domestik sehingga lahir pembagian kerja secara

seksual. Laki-laki mendapat porsi yang lebih menguntungkan dari pada perempuan.

TABEL 3 : Komposisi penduduk menurut suku yang ada di lokalisasi pemandangan

NO SUKU JUMLAH PERSENTASE

(%)

1 Jawa 95 Orang 98,5%

2 Sunda 78 Orang 78%

3 Lampung 28 Orang 2,8%

4 Palembang 10 Orang 1,4%

Jumlah 211 Orang 180,7%

Sumber :DataLokalisasi Pemandangan Panjang Bandar Lampung

c. Pengertian wanita tuna susila

(15)

bergantian di luar perkawinan yang sah dengan tujuan untuk mendapatkan imbalan uang atau materi.

Untuk memperluas istilah yang digunakan, sebutan wanita tuna susila di ganti dengan istilah pekerja seks komersial PSK.

Istilah ini nampaknya sangat menunjang harkat dan martabat perempuan tetapi kemudian muncul masalah istilah PSK karena mengundang sebuah konsekuensi yang berat, dilihat dari kaca mata ketenaga kerjaan pasalnya di satu sisi wanita yang berprofesi sebagai wanita tuna susila disebut pekerja akan tetapi disisi lain mereka tidak mendapatkan perlindungan hukum.

Pengertian pekerja menurut UU No. 13 tahun 2003, ialah setiap orang yang berkerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain serta dilindungi oleh undang-undang ketenaga kerjaan. (http/www.dinsos jabar.or Diakses tanggal 10 november 2010).

Maka dalam hal ini lapangan perkerjaan yang diperbolehkan harus memenuhi syarat-syarat kerja secara normatif yang diatur oleh peraturan perundang-undangan, pada artinya penggunaan istilah istilah wanita tuna susila digunakan agar tidak menimbulkan kontroversi antar sesama instansi pemerintah tanpa bermaksut mengabaikan harkat dan martabat perempuan.

Pada situasi seperti ini banyak terjadi kecendrungan yang mengakibatkan seorang perempuan memilih profesi sebagai wanita tuna susila melalui jalan pintas yang praktis, di tambah lagi faktor persoalan kurangnya pendidikan.

(16)

tempat-tempat hiburan, sepanjang jalan-jalan protokol, sudut kota, dan tidak terkecuali tempat-tempat umum. Kekhawatiran kita kini akan menyebarnya pekerja seks yang terkesan dibiarkan (tidak terkontrol) begitu saja melakukan praktiknya tanpa usaha-usaha menertibkannya.

Selama ini aktivitas mereka berbaur dengan lingkungan sekitar masyarakat dan terkesan makin meluas dilihat dari jumlah dan tempat mereka melakukan transaksi seks lihat saja bagaimana bebasnya pekerja seks di tempat umum berkeliaran mencari pelanggan. Tentu kita masyarakat resah akan dampak yang dapat merugikan masyarakat dan pencitraan yang ada di sekitar lingkungan kota, seperti halnya survei yang dilakukan di kota Bandar Lampung.

Kalaupun ada sebuah perspektif yang berbeda menyangkut pro dan kontra dalam memandang persoalan ini, tidaklah menjadi alasan tidak peduli karena masing-masing tentu memiliki kepentingan. Akan tetapi, dibutuhkan sebuah regulasi untuk menertibkan aktivitas mereka dengan terus berpikir bagaimana mencari penyelesaian permasalahan mereka.

(17)

Sorotan mengenai kegiatan prostitusi atau pelacuran yang bersifat liar atau ilegal dan sporadis pada daerah kota menjadi persoalan urgen dan dibutuhkan penanganan secara humanis. Tentu kita mengingat bagaimana lokalisasi Panjang Pantai Harapan dan Pemandangan dibubarkan pemerintah daerah. Akan tetapi, persoalan ini tidak bisa memberikan jawaban yang tepat. Terbukti setelah lokalisasi ditutup, justru mereka pekerja seks sulit diawasi dan makin liar.

Di samping itu, kita memahami keberatan masyarakat sekitar lokalisasi yang merasa terganggu akan praktik legal pelacuran, terutama tokoh agama, masyarakat, pemuda, dan sebagian masyarat akan dampak adanya lokalisasi. Belum lagi ditambah sikap reaktif kelompok masyarakat ormas agama atau pemuda secara luas melakukan reaksi sosial menentang kegiatan prostitusi. Sebab, hal ini bergantung faktor adat istiadat, norma-norma susila, dan agama yang menentang segala bentuk kegiatan pelacuran.

(18)

NO JENIS KELAMIN JUMLAH PERSENTASE (%)

1 Laki-laki 12 Orang 25,32%

2 Perempuan 199 Orang 19,7%

Jumlah 211 Orang 45,2%

Sumber : Lokalisasi pemandangan panjang Bandar LampungData diolah dari hasil penelitian.

Berhubungan dengan aktivitas pola pelacuran yang ada selama ini, umumnya mereka berangkat dari keterpaksaan menyangkut persoalan keluarga dan masalah pribadi, traumatik terhadap kekerasan seksual, dan sulitnya pilihan mencari pekerjaan di tengah-tengah persoalan yang mengimpit hidup mereka. Hingga mereka terjerumus dalam dunia prostitusi.

(19)

Kedua, adanya keinginan dan dorongan manusia menyalurkan kebutuhan seks, khususnya di luar ikatan perkawinan, makin tidak terkendali, adanya krisis norma agama, dan sosial sehinggga menimbulkan dekadensi moral.

Ketiga, adanya komersialisasi kegiatan seks sebagai bagian pemuasan kebutuhan biologis dalam perspektif dunia industri seks atau penunjang usaha ilegal menjadi legal, baik dari kepentingan biologis, ekonomis, maupun politik.

Menganalisis persoalan prostitusi tentu memiliki motif lain, seperti adanya kecenderungan melacurkan diri pada banyak wanita muda untuk menghindari kesulitan hidup adalah alasan klasik. Selain itu, untuk mendapatkan kesenangan melalui jalan pintas alasan praktis, ditambah lagi faktor persoalan kurangnya pendidikan, trauma kekerasan seksual adalah faktor pendukung aktivitas pekerjaan sebagai WTS.

Jenis Prostitusi

Menurut aktivitasnya, prostitusi pada dasarnya terbagi dua jenis. Pertama, prostitusi yang terdaftar dan memperoleh perizinan dalam bentuk lokalisasi dari pemerintah daerah melalui Dinas Sosial dibantu pengawasan kepolisian dan bekerja sama dengan Dinas Kesehatan. Umumnya, mereka dilokalisasi dalam satu daerah atau area tertentu.

(20)

Sedangkan kedua adalah jenis prostitusi yang tidak terdaftar bukan lokalisasi, Adapun yang termasuk kelompok ini ialah mereka yang melakukan kegiatan prostitusi secara gelap dan liar, baik perorangan maupun kelompok terorganisasi.

Perda No. 15/2002 tentang Tindak Pelanggaran Prostitusi yang mengatur hukuman bagi pekerja seks komersial dan laki-laki hidung belang belum mampu membuat jera jika mereka melakukan kegiatan pelacuran. Perda ini cenderung kurang berjalan dan tidak adanya ketegasan, baik dari pemerintah daerah maupun dinas yang terkait.

Kalaupun diadakan operasi bersama untuk merazia, belum dapat dikatakan efektif dan selama ini operasi belum menyentuh akar persoalan. Adapun kegiatan penertiban tidak mampu menyentuh atau memberikan sanksi berat kepada mucikari atau organizer tempat-tempat hiburan.

Dengan demikian, kalau kita mengevaluasi kegiatan penertiban selama ini lebih bersifat tidak rutin dan sementara. Bagi pelaku hanya dikenakan sanksi sidang di tempat. Kalaupun ingin bebas bersyarat dapat membayar denda uang yang besarnya tidak lebih dari Rp150 ribu/orang.

(21)

dan melokalisasi di tempat yang tersendiri dan meminimalisasi kegiatan prostitusi sebagai usaha menjauhi dampak masyarakat sekitar.

Artinya, kita sudah saatnya memikirkan kerugian lebih besar bila prostitusi dibiarkan begitu saja tanpa adanya pengaturan regulasi dan lokalisasi.

Sebab, kini di Indonesia penderita HIV/AIDS terus meningkat tiap tahunnya sejak penyakit ini menyerang awal 1987, Diperkirakan sampai akhir 2003 penderita HIV/AIDS mencapai 3.614 orang dengan 332 korban meninggal dunia. Sedangkan menurut data yang diperoleh Dinas Sosial dan Kesehatan Provinsi Lampung, sepanjang 2003 diperkirakan 64 orang positif HIV dengan perbandingan peningkatan dua kali lipat (100%) dibandingkan tahun sebelumya sebanyak 33 kasus yang positif. Terjadinya peningkatan penderita HIV yang luar biasa berdampak kepada kekhawatiran kita mengenai persoalan ini.

Adapun penyebab perkembangan penyakit HIV/AIDS yang paling utama lebih disebabkan hubungan seks bebas atau pelacuran, meluasnya pekerja seks bebas yang masih beroperasi di tempat pelacuran dengan lokasi berpindah-pindah tentu berakibat meluasnya penularan penyakit kelamin dan sulitnya pengawasan.

(22)

PSK yang melakukan profesinya dengan sadar atau sukarela dan terpaksa berdasarkan motivasi-motivasi tertentu, seperti halnya melakukan tugas melacur karena ditawan atau dijebak dan dipaksa orang yang menjanjikan pekerjaan, yang terdiri atas sindikat organisasi gelap dengan bujukan dan janji yang manis. Ratusan bahkan ribuan gadis dari desa dijanjikan mendapat pekerjaan, tapi justru dunia prostitusi yang dijadikan pekerjaan mereka.

Secara umum ada 2 hal yang mendorong seorang perempuan melakukan profesi sebagai wanita tuna susila yaitu meliputi :

1. kondisi lingkungan yang meliputi :

a). Para wanita tuna susila berasal dari keluarga yang ekonominya rendah.

b). Pernah mengalami luka emosional

c). Pernikahan diusia dini yang mengakibatkan banyak perceraian.

2. Karakter individu meliputi :

a). Rendahnya tingkat pendidikan.

b). Sikap tidak kontrol dalam berinteraksi dengan lawan jenis c). Kemolekan fisik yang satu-satunya modal dasar.

d). Keinginan yang tinggi untuk dihargai dalm masyarakat. Menurut Kinsey (http//www.felist.org/arcives/ppi diakses tanggal10 november 2010), terdapat beberapa alasan mengapa wanita tuna susila ini bisa ada antara lain :

(23)

2) Karena tidak puas dengan posisi yang ada.

3) Karena kedudukan atau status tidak mempunyai pendidikan atau intelegensi.

4) Karena cacat jiwa.

5) Karena sakit ditinggal suami atau suami beristri lagi sedang ia tidak senang dimadu.

d. Kerangka pemikiran teoritis

Berbicara tentang peranan pemerintah dalam menanggulangi masalah-masalah penyakit masyarakat maka perspektif yang relatif relavan untuk menjelaskan fenomena tersebut adalah teori struktural fungsional dimana konsep utama teori ini adalah fungsi manifest, Menurut teori ini masyarakat merupakan suatu sistem sosial yang terdidri dari bagian-bagian yang saling berkaitan dan menyatu dalam keseimbangan.

Menurut persons ada empat prasyarat fungsional yang harus dicukupi oleh masyarakat antara lain :

1) Adaptasi.

2) Kemungkinan mencapai tujuan. 3) Integrasi antar anggota-anggotanya.

4) Kemungkinan mempertahankan identifikasinya terhadap goncangan yang timbul dari dalam.

(24)

SKEMA PEMIKIRAN

Fungsi dan peranan Dinas Sosial terhadap pembinaan wanita tuna susila :

1. Pembinaan dan koordinasi pelaksanaan tugas dan pelayanan masyarakat.

2. Melaksanakan usaha penyantunan rehabilitasi tuna susila.

(25)

C. METODE PENELITIAN

a. Tipe penelitian

Menurut Surachmad (1987:131), tipe penelitian merupakan cara utama yang dilakukan untuk mencapai tujuan dengan menggunakan teknik serta alat-alat tertentu.

Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami sifat sistem lapisan masyarakat, karena sifat di dalam suatu masyarakat bersifat tertutup

(closed social stratification)dan terbuka(open social stratification).

Dalam permasalahan ini yang bersifat tertutup membatasi kemungkinan pindahnya seseorang dari suatu lapisan ke lapisan yang lain, baik yang merupakan gerak ke atas ataupun ke bawah adalah kelahiran. (Soerjono Soekanto 2000 : 256) Dalam hal ini tipe penelitian yang digunakan penulis adalah tipe kualitatif yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan informasi yang mendetail dan memadai mengenai fenomena sosial yang diamati.

Sebagaimana yang diamati oleh Danzin dan Lincoln (2000), tipe penelitian kualitatif adalah qualitative research involves an interpretative, naturalistic approach to the world thust means that qualitative researchers study things in

(26)

2

menekan pada interprestasi untuk memahami pemahaman orang lain/informan

tentang dunia mereka).

Dengan penelitian kualitatif ini diharapkan dapat menjajaki secara lebih mendalam objek yang akan diteliti, dalam penelitian ini yang diteliti adalah, peran dinas sosial dalam menanggulangi masalah prostitusi yang kian marak di kota Bandar Lampung.

b. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah suatu area dengan batasan yang jelas agar tidak menimbulkan kekaburan dengan kejelasan daerah satu wilayah tertentu.

Penelitian ini dilakukan di Dinas Sosial kota Bandar Lampung sebagai perwujudan kinerja dan peran Dinas Sosial dalam menaggulangi masalah prostitusi.

Dan agar dapat mengetahui tentang respon yang di ambil pemerintah kususnya Dinas Sosial kota Bandar Lampung tentang masalah prostitusi.

Pemilihan lokasi ini karena kota Bandar Lampung lebih memfokuskan pada pengembangan peningkatan kesejahteraan sosial dan pemberdayaan terhadap perempuan.

(27)

3

c. Fokus Penelitian

Masalah dalam penelitian kualitatif dinamakan fokus, penetapan fokus dalam penelitian kualitatif sangat penting karena untuk membatasi dan untuk menyarankan suatu pengamatan, agar hasil dari pengamatan tersebut dapat sinkron.

Fokus penelitian penting dalam suatu penelitian yang bersifat kualitatif, hal ini untuk membatasi studi pada bidang penelitian. Tanpa adanya fokus penelitian maka peneliti akan terjebak oleh banyaknya data yang diperoleh dilapangan, oleh karna itu fokus penelitian mempunyai peran yang sangat penting untuk memandu dan mengarahkan jalannya penelitian.

Menurut Lexy J Meleong(2000), fokus penelitian dimaksudkan untuk membatasi penelitian guna memilih mana data yang relavan dan tidak relavan, dan agar tidak dimasukkan kedalam sejumlah data yang sedang dikumpulkan, walaupun data itu menarik.

Perumusan fokus atau masalah dalam penelitian kualitatif bersifat tentatif, artinya penyempurnaan fokus atau masalah itu masih tetap dilakukan sewaktu penelitian sudah berada dilapangan berkaitan erat, bahkan sering kali dimasukkan dalam masalah yang akan dirumuskan dan menjadi acuan dalam penentuan fokus penelitian.

(28)

4

Dalam penelitian ini yang menjadi fokus penelitian adalah:

a. Peranan Dinas Sosial kota Bandar Lampung dalam menanggulangi masalah prostitusi di kota Bandar Lampung.

b. Tingkat kepedulian Dinas Sosial dalam memandang wanita tuna susila dan implementasi program-program yang di lakukan oleh Dinas Sosial.

Para sosiolog meneliti gerak sosial untuk mendapatkan keterangan-keterangan perihal keteraturan dan struktur sosial.

Semakin besar keseimbangan kesempatan-kesempatan untuk mendapatkan kedudukan akan semakin besar gerak sosial, dalam sistem lapisan terbuka kedudukan apa yang hendak di capai, semuanya terserah pada usaha dan kemampuan individu tersebut, (Soerjono Soekanto 2000:277)

d. Penentuan Informan

Penentuan informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk meberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian, jadi ia harus mempunyai banyak pengalaman tentang latar penelitian. Ia berkewajiban secara sukarela menjadi anggota tim penelitian walaupun hanya bersifat informan.

Kegunaan informan bagi penelitian adalah membantu agar secepatnya dan tepat seteliti mungkin dapat membenamkan diri dalam konteks setempat.

Disamping itu pemanfaatan informasi bagi peneliti adalah agar dalam waktu yang relatif singkat banyak informasi yang terjaring.

(29)

5

baik implementasi dari program pembinaan dan pemberdayaan terhadap wanita tuna susila.

Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka dalam penelitian ini yang menjadi informan yaitu :

a). Kasi binaan wanita tuna susila yang ada di Dinas Sosial b). Wanita tuna susila yang masih menjalani profesi tersebut c). Para binaan yang ada di Dinas Sosial

d). Mucikari

e). RT yang ada di lokalisasi pemandangan

e. Teknik Pengumpulan Data.

Pengumpulan data merupakan langkah yang amat penting dalam sebuah penelitian, data yang telah terkumpul akan digunakan sebagai bahan untuk menganalisis masalah yang telah dirumuskan, sehingga data perlu dilaksanakan dengan sistematis dan terarah sesuai dengan masalah penelitian, didalam setiap penelitian disamping penggunaan metode yang diperlukan juga kemampuan memilih bahkan juga menyusun teknik dan alat pengumpul data yang relavan. Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan penulis untuk memperoleh data penelitian ini adalah :

1. Wawancara

(30)

6

diartikan sebagai suatu proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil tatap muka secara langsung antara pewawancara dengan informan (Moh. Nazir, 1988:234). Dalam penelitian ini sumber informasi yang diperoleh adalah dari Dinas Sosial kota Bandar Lampung (baik laki-laki maupun perempuan)

2. Studi Pustaka

Pengumpulan data yang dipergunakan melalui teknik ini disesuaikan dengan sumber-sumber data yang diperoleh misalnya berasal dari literature buku-buku, majalah, makalah, artikel, internet, surat kabar, arsip-arsip, agenda, ketentuan-ketentuan maupun tulisan ilmiah lainnya yang terkait dengan permasalahan penelitian.

f. Teknik Analisis Data

Penelitian ini menggunakan analisis data yang dikembangkan oleh Milles dan Huberman (1992:16-21) yaitu:

1. Reduksi Data

Reduksi data adalah bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisai data dengan cara yang sedemikian rupa sehingga kesimpulan-kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi.

(31)

7

2. Penyajian Data

Penyajian data adalah sekumpulan informasi tersusun yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.

3. Penarikan Kesimpulan (Verifikasi)

(32)

D. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

a. Sejarah Dinas Sosial kota Bandar lampung

Kota Bandar Lampung merupakan ibu kota Provinsi Lampung oleh karenanya kota Bandar Lampung merupakan pusat kegiatan pemerintahan dengan maksud sebagai upaya untuk meningkatkan pelayanan pemerintah kota Bandar Lampung yang bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

Dalam hal ini, Dinas Sosial kota Bandar Lampungyang beralamat di Jalan Panglima Polim No.1 Tanjung Karang Barat Bandar Lampung memiliki rencana strategissebagai upaya guna mewujudkan suatu arah dan tujuan pembangunan di bidang kesejahteraan social sesuai Undang-Undang No. 6 Tahun 1974 tentang ketentuan-ketentuan pokok pokok kesejahteraan sosial.

b. Visi dan Misi Dinas Sosial kota Bandar Lampung

(33)

33

c. Misi Dinas Sosial kota Bandar Lampung

Untuk mewujudkan misi tersebut, Dinas Sosial kota Bandar Lampung merumuskannya menjadi 5 misi, sebagai berikut :

1. Meningkatkan pelayanan penyandang masalah kesejahteraan sosial. 2. Meningkatkan profesionalisme sumber daya manusia yang lebih maju 3. Melengkapi komputeritas data

4. Meningkatkan koordinasi dengan Dinas terkait

5. Meningkatkan partisipasi usaha kesejahteraan sosial masyarakat.

d. Tujuan dan strategi Dinas Sosial kota Bandar Lampung

Tujuan pembangunan kesejahteraan sosial adalah terwujudnya tata kehidupan dan penghidupan yang memungkinkan bagi setiap warga negara untuk mengadakan usaha dan memenuhi kebutuhan hidup, yang tercermin dalam wujud terpelihara dan berkembangnya sistem nilai sosial budaya yang memnduduki terlaksananya penyelenggaraan tugas umum pemerintahan dan pembangunan.

e. Strategi Dinas Sosial kota Bandar Lampung

Adapun strategi Dinas Sosial kota Bandar Lampung adalah sebagai berikut : 1. Pemberdayaan sosial, yang menyandang makna pembinaan bagi

(34)

34

2. Kemitraan sosial, adanya kerjasama, kepeduliaan, kebersamaan, kolaburasi dan jaringan kerja yang menumbuh kembangkan kemanfaatan timbal balik antara pihak-pihak yang bermitra.

3. Partisipasi sosial, yaitu adanya prakarsa dan peranan dari penerima pelayanan dan lingkungan sosail dalam mengambil keputusan serta melaksanakan pilihan terbaik untuk peningkatan ksejahteraan sosial. 4. Advokasi sosial, yaitu adanya upaya untuk mendukung, membela dan

melindungi masyarakat, sehingga dapat melakukan tindakan sosial yang menolong mereka memenuhi kesejahteraan sosial.

f. Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Sosial Kota Bandar Lampung

Tugas pokok Dinas Sosial kota Bandar Lampung adalah menyelenggarakan kegiatan pelayanan dan bantuan sosial pembinaan peran serta masyarakat dalam usaha kesejahteraan sosial.

Adapun untuk menyelenggarakan tugas sebagai diatas tersebut, maka fungsi dari Dinas Sosial kota Bandar Lampung adalah:

1. Perumusan kebijakan teknis, bimbingan dan pembinaan sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan Walikota Bandar Lampung sesuai dengan Undang- Undang yang berlaku.

2. Pelaksanaan tugas usaha-usaha kesejahteraan sosial sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku.

3. Melaksanakan usaha pencegahan masalah tuna susila.

(35)

35

5. Menyelenggarakan bantuan pada korban bencana. 6. Menyelenggarakan usaha penanggulan gangguan sosial.

g. Fungsi masing-masing Sub bagian dan Sub Dinas pada Dinas Sosial Kota Bandar Lampung

1. Sub Bagian Tata Usaha

a. Koordinator semua tugas yang berkenaan dengan ketata usahaan dan administrasi.

b. Pelaksana pengelola administrasi keuangan, keorganisasian, pendidikan dan kesejahteraan pegawai.

c. Pelaksana perbekalan, perawatan dan peralatannya.

d. Pelaksana urusan rumah tangga dinas termasuk organisasi dan tata laksana.

2. Sub Dinas Bina Program

a. Penyusunan renstra dan lakip Dinas.

b. Penyusunan perencanaan anggaran dan daftar usulan rencana kegiatan (RASK) Dinas.

c. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi serta pelaporan pelaksaan kegiatan Dinas (LAKIP).

3. Sub Bina Kesejahteraan Sosial

(36)

36

b. Penyelenggaraan koordinasi penelitian dan uji coba pelaksanaan usaha kesejahteraan sosial dan sistem informasi kesejahteraan sosial.

c. Penyelenggaraan pelatihan tenaga dibidang usaha kesejahteraan keluarga. 4. Sub Dinas Bantuan Sosial

a. Pelaksanaan kebijaksanaan di bidang pemberian bantuan korban bencana alam, pengumpulan sumbangan sosial.

b. Pelaksanaan peningkatan kesiagaan dan kewaspadaan masyarakat dalam menanggulangi bencana alam.

c. Pelaksanaan koordinasi dengan pihak terkait serta pembinaan pengembangan kualitas Sumber Daya Manusia.

(37)

37

h. Sarana dan Prasarana Kantor Tabel 1. Sarana dan Prasarana Kantor

No Nama Barang Jumlah

(38)
(39)
(40)

E. HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Identitas Informan

Informan dalam penelitian ini adalah yang memenuhi kriteria yang diungkapkan oleh Faisal (1990:57-58) yaitu Pegawai Dinas Sosial Kota Bandar Lampung pada Sub Dinas Rehabilitasi Sosial yang berjumlah 2 orang, Pekerja Sosial di eks lokalisasi Pemandangan yang berjumlah 1 orang, Ketua RT sekaligus mucikari di eks lokalisasi pemandangan yang berjumlah 1 orang dan Para binaan Dinas Sosial Kota Bandar Lampung yang berjumlah 5 orang.

b. Identitas Informan Pegawai Dinas Sosial Kota Bandar Lampung Sub Dinas Rehabilitasi Sosial

Kepala Sub Dinas Rehabilitasi Sosial

(41)

Kepala Seksi Rehabilitasi Tuna Sosial (Kasi RTS)

Seksi Rehabilitasi Tuna Sosial ini dipimpin oleh Kepala Seksi Rehabilitasi Tuna Sosial (Kasi RTS) yang bernama Ir. Purwadi, MM. Tugas pokok Seksi Rehabilitasi Tuna Sosial ini meliputi pelayanan, rehabilitasi, pemyuluhan, pemberian bantuan, pembinaan lanjut serta pelaksanaan kebijakan teknis dibidang kesejahteraan sosial.

c. Identitas Informan Pekerja Sosial dan Ketua RT di eks lokalisasi Pemandangan

Pekerja Sosial

Pekerja sosial di eks lokalisasi Pemandangan ini bernama Astuti. Astuti adalah Pekerja Sosial yang ada di eks lokalisasi Pemandangan sejak tahun 2005. Tugas pokok dari Pekerja Sosial ini adalah sebagai pembina dan memfasilitasi hubungan Dinas Sosial dengan warga yang ada di eks lokalisasi Pemandangan. Pendidikan terakhir yang dimiliki oleh Astuti adalah SLTA, serta pelatihan-pelatihan yang pernah diberikan oleh Dinas Sosial.

Ketua RT 27, LK. II, Pemandangan

(42)

Tuna Susila, selain itu Pak Kamak memiliki tugas yang sama dengan Pekerja Sosial yaitu memfasilitasi hubungan Dinas Sosial dengan warganya.

d. Hasil

Selama kurun waktu antara tahun 2007-2011 Dinas Sosial telah melakukan pembinaan dan pemberdayaan terhadap Wanita Tuna Susila sebanyak 4 kali, yaitu di tahun 2007 sebanyak 70 orang binaan, tahun 2008 sebanyak 35 orang binaan, tahun 2009 sebanyak 30 orang binaan, dan tahun 2010 sebanyak 33 orang binaan. Model pembinaan yang diberikan pada tahun 2007 sampai 2010, memiliki kesamaan bentuk dalam hal materi pembinaan yang diberikan. Dari jumlah ini yang masih berdomisili di eks lokalisasi Pemandangan sampai sekarang hanya ada 11 orang merupakan mantan binaan yang diantaranya sekarang sudah memiliki pekerjaan dan tidak lagi berprofesi sebagai WTS.

Sebelum membahas bagian ini terlebih dahulu harus diketahui apakah Pekerja Sosial, dan Ketua RT di eks lokalisasi Pemandangan sebagai informan sensitif terhadap pembinaan dan pemberdayaan Wanita Tuna Susila atau tidak. Untuk mengetahuinya berikut wawancara dengan informan dari Pekerja Sosial, dan Ketua RT di eks lokalisasi Pemandangan:

Pekerja Sosial di eks lokalisasi Pemandangan Astuti, Mengatakan:

”Wanita Tuna Susila yang ada disini tidak semuanya berasal dari dalam

(43)

makanya waktu ada program pembinaan dan pemberdayaan dari Dinas

Sosial banyak yang mendatangi saya untuk mendaftarka diri”.

Selain itu, Kamarudin selaku Ketua RT, menambahkan:

”Semua yang ada di Pemandangan ini termasuk yang menjadi ’anak asuh’

saya, latar belakang yang paling umum adalah karena ekonomi, jadi memang perlu diberi keterampilan dan modal untuk membuka usaha. Jadi, disini kita tidak bicara masalah baik atau buruk, halah atau haram, tapi disini kita bisa melihat bagaimana cara seseorang bertahan untuk

kelangsungan hidupnya”.

Dari hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa pembinaan dan pemberdayaan sangat dibutuhkan bagi para Wanita Tuna Susila karena melihat kondisi perempuan-perempuan yang menjadi Wanita Tuna Susila adalah generasi produktif yang karena kebutuhan dan keterpaksaan memilih terjun ke dunia prostitusi.

Menurut pengamat patologi sosial Kartini Kartono, pada dasarnya indikator meningkatnya aktivitas prostitusi dapat dilihat dari pertama yaitu, tidak adanya undang-undang atau peraturan yang melarang, membatasi, dan mengatur kegiatan pelacuran secara benar, menyangkut kegiatan tempat-tempat prostitusi/hiburan.

(44)

Binaan I

Dewi yang kini berusia 28 tahun dan berstatus belum menikah, merupakan binaan Dinas Sosial pada tahun 2007. Dewi mengungkapkan latar belakang dirinya bisa terjun ke dunia prostitusi adalah karena dirinya pernah mengalami pelecehan seksual yang dilakukan oleh mantan kekasihnya.

”Dulu saya mendapat pelecehan seksual dari pacar saya. Dan itu berkali -kali dilakukan, saya mau karena dia menjanjikan ingin menikahi saya tetapi kenyataannya tidak. Saya bisa berprofesi seperti ini karena saya membutuhkan uang untuk kelangsungan kehidupan saya dan saya merasa terlanjur sudah tidak suci, lagipula saya hanya tamat SMP jadi tidak ada

keterampilan untuk bekerja yang lebih baik.”

Pada tahun 2007 Dewi mendapat kesempatan untuk mengikuti program pembinaan dan pemberdayaan dari Dinas Sosial, setelah 3 bulan mengikuti program tersebut Dewi mendapat modal kerja sebesar Rp. 1.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu rupiah) untuk membuka usaha. Dewi mengungkapkan:

”Pada waktu saya mengikuti pembinaan ini, keluarga sangat mendukung

terutama Ibu saya dan saya mengikuti keterampilan tata boga, maka dari itulah saya sekarang membuka warung makan sederhana bersama Ibu saya. Kadang-kadang bila menjelang lebaran, saya juga diajak untuk ikut membuat kue bersama teman-teman saya.”

(45)

Binaan II

Pada tahun 2007, Santi lajang berusia 19 tahun ini, pernah mengikuti program pembinaan dan pemberdayaan dari Dinas Sosial. Namun, sampai saat ini Santi masih tetap memilih berprofesi sebagai Wanita Tuna Susila karena menurut Santi yang menyebabkan ia berprofesi seperti ini adalah lantaran masalah ekonomi.

”Saya bingung, membuka usaha dengan modal yang diberikan karena menurut saya modal kerja ini tidak cukup untuk membuka usaha. Lagi pula saya, membutuhkan uang yang sangat besar untuk diberikan kepada keluarga saya di kampung. Mungkin kalau saya punya suami saya akan berhenti berprofesi sebagai WTS. Saran saya untuk Pemerintah, kalau bisa

modal kerja yang diberikan diperbesar nominalnya.”

Yang dialami oleh Santi merupakan sebuah pilihan dari dirinya sendiri. Karena, pada dasarnya faktor yang berasal dari dalam diri binaanlah yang memberikan dorongan bagi perubahan kehidupan binaan ke depan.

Binaan III

Hal yang sama seperti Santi juga terjadi pada Lili, perempuan lajang yang merupakan perantauan dari daerah Jawa yang berusia 29 tahunini juga tetap memilih berprofesi sebagai Wanita Tuna Susila. Lili mengungkapkan:

”Waktu usia saya 24 tahun, saya diajak oleh teman saya untuk bekerja di

Lampung karena tidak ada kepastian kerja, sementara saya butuh uang untuk hidup di Lampung maka akhirnya saya memilih profesi ini. Pada tahun 2008 saya mengikuti pembinaan, modal kerja yang diberikan saya gunakan untuk membeli HP (handphone), saya ingin mengikuti pembinaan lagi tetapi kali ini apabila saya mendapat modal kerja akan

saya gunakan untuk kembali ke kempung halaman.”

(46)

Binaan IV

Putri yang kini berusia 22 tahun mendapatkan sesuatu yang sangat berarti dalam hidupnya. Walaupun sekarang ia tidak bekerja seprti yang lain tetapi Putri tidak lagi berprofesi sebagai Wanita Tuna Susila karena modal yang diberikan Dinas Sosial digunakan untuk modal usaha suaminya.

”Waktu saya berusia 17 tahun saya mendapat tawaran bekerja di sebuah

rumah makan, tetapi ternyata disana ada ’servis tambahannya’, karena

saya ingin bersekolah sementara Ayah saya hanya seorang tukang becak akhirnya saya mau menerima pekerjaan itu. Pada tahun 2006 saya mendapat pembinaan dari Dinsos disana pula saya bertemu jodoh saya, dan kami mengikuti program nikah gratis dan modal kerja yang diberikan

digunakan oleh suami saya untuk membuka warung rokok.”

Senada dengan yang lainnya Putri berharap pemerintah bisa setiap tahun mengadakan program pembinaan dan pemberdayaan.

Binaan V

Pengalaman yang berbeda dari 1 kelompok kerja yang sekarang hanya tinggal 2 orang ini yaitu Sari (27 tahun) dan Mita (45 tahun), sementara 4 orang yang lainnya sudah kembali ke kampung halaman. Mantan Wanita Tuna Susila dan Mucikari ini sekarang berprofesi sebagai pembuat kue, Sari mengungkapkan:

”Saya jadi WTS karena saya bercerai dengan suami saya dan saya juga

membutuhkan uang, lalu pada tahun 2008 saya mendapat pembinaan dan sekarang saya sudah berkeluarga serta memiliki 2 orang anak, bersama Mbak Mita saya usaha membuat kue, pemesan banyak menjelang hari lebaran dan bila ada acara di balai pertemuan, mereka memesan kue pada

kami.”

Sedangkan Mita mengatakan:

”Saya adalah mantan mucikari dan sekarang saya sudah memiliki suami

(47)

memasarkan sekitar daerah pemandangan, selain itu kami juga berharap bisa dibantu memberikan merek pada kue buatan kami ini, jadi kalau ada

yang mau memesan tahu harus kemana.”

e. Pembahasan

Dari uraian di atas dan jika melihat hasil wawancara dengan para binaan yang dilaksanakan oleh Dinas Sosial selama ini dalam upaya pembinaan dan pemberdayaan Wanita Tuna Susila dapat digunakan teori struktural fungsional. Untuk mewujudkan suatu tatanan masyarakat yang sejahtera dan menganggulangi masalah-masalah sosial dengan memberikan pembinaan dan pemberdayaan kepada Wanita Tuna Susila.

Dinas Sosial sebagai instansi dan lembaga pemerintah telah memberikan peranan yang sangat besar dalam upaya pembinaan dan pemberdayaan terhadap Wanita Tuna Susila yaitu melalui bimbingan kerohanian/psikologi dalam bentuk pemulihan kerohanian/psikologi dan pendampingan dan pelatihan keterampilan dalam bentuk pemberian keterampilan-keterampilan kerumahtanggaan dan pemberdayaan dengan pemberian modal kerja serta sarana dan prasarana penunjang kegiatan.

f. Program Pembinaan dan Pemberdayaan terhadap Wanita Tuna Susila

(48)

Bandar Lampung, tanpa diimbangi dengan suatu solusi yang tepat untuk menyelesaikan masalah yang ada saat ini.

Program Pembinaan melalui

- Bimbingan kerohanian/psikologis

Pogram pembinaan ini merupakan upaya pembinaan yang dilakukan melalui pendekatan secara kerohanian/psikologis secara langsung kepada para binaan untuk memulihkan kondisi kejiwaan.

- Bimbingan keterampilan

Program bimbingan keterampilan ini merupakan upaya pembinaan yang dilakukan dengan tujuan untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan keterampilan para binaan sehingga dapat menjadi bekal untuk bekerja dan berwirausaha.

Program pemberdayaan melalui pemberian modal kerja serta sarana dan prasarana penunjang usaha. Nominal uang yang diterima oleh masing-masing binaan Rp. 1.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu rupiah) per orang. Sedangkan sarana dan prasarana penunjang diberikan per kelompok kerja yang dalam satu kelompoknya terdiri dari 3 orang binaan.

(49)

Susila. Sehingga diharapkan dengan adanya rehabilitasi ini dapat meminimalisir biaya serta program ini dapat terlaksana lebih intensif lagi.

Dari uraian tersebut maka upaya pembinaan dan pemberdayaan yang dilakukan Dinas Sosial Kota Bandar Lampung melalui program pembinaan dan pemberdayaan diharapkan dapat menanggulangi masalah Wanita Tuna Susila sehingga dapat mengembalikan mereka kedalam kehidupan yang lebih normatif.

f. Implementasi Program Pembinaan dan Pemberdayaan Wanita Tuna Susila

Mengenai implementasi program pembinaan dan pemberdayaan terhadap Wanita Tuna Susila yang dilakukan oleh Dinas Sosial dengan melakukan program pembinaan dan pemberdayaan secara:

- Program pembinaan melalui bimbingan yaitu

Program pembinaan melalui bimbingan ini merupakan program yang dilakukan melalui pendekatan secara kerohanian/psikologis kepada para binaan yang dilakukan secara langsung.

- Program Pemberdayaan melalui

(50)

Pada kenyataannya, tidak semua binaan dapat kembali ke kehidupan yang normatif, karena kesadaran untuk kembali ke kehidupan yang normatif berasal dari dalam diri binaan itu sendiri. Tingkat keberhasilan program ini hanya berkisar 70 sampai 80 persen. (Sumber, wawancara dengan Ki Agus Nurul Firdaus, Kasi RTS, 21 Januari 2011).

Yang seiring terjadi kepada para binaan yang keluar dari eks lokalisasi Pemandangan adalah tidak dapat dideteksi lagi karena minimnya informasi dan koordinasi sehingga pemantauan sulit untuk dilakukan. Keterbatasan informasi yang dapat diterima dari PSM dan Ketua RT selaku fasilisator terdapat kendala karena PSM yang ada di eks lokalisasi ini hanya ada 1 orang sementara banyak yang harus ditangani sehingga keberadaannya tidak dapat diberdayakan secara maksimal (Ki Agus Nurul Firdaus, Kasi RTS, 21 Januari 2011).

Adapun usaha-usaha yang telah dilakukan oleh Dinas Sosial, antara lain:

- sosialisasi kepada masyarakat sekitar dengan melakukan hearing di Balai Pertemuan Warga Pemandangan bekerjasama dengan PSM, Ketua RT, dan pihak dari kelurahan dalam mensosialisasikan program ini.

- kepada pihak legislatif dengan jalan mengajukan permohonan anggaran untuk pembangunan Panti Rehabilitasi khusus bagi Wanita Tuna Susila kepada DPRD Kota Bandar Lampung.

Dalam melaksanakan program-program pembinaan dan pemberdayaan Dinas Sosial bekerjasama dengan:

(51)

Kerjasama dengan Dinas Tenaga Kerja Kota Bandar Lampung dilakukan dengan cara koordinasi dalam hal pemberian bimbingan keterampilan dan pelatihan serta pemberdayaan para binaan.

- Departemen Agama

Departemen Agama Propinsi Lampung memberikan bimbingan kerohanian kepada para binaan sehingga dapat memberikan kesadaran kerohanian serta meningkatkan pengetahuan agama para binaan.

- Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan

Bersama Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan Kota Bandar Lampung kerjasama yang dilakukan adalah mengkoordinasi penyaluran hasil dari pelatihan yang dilakukan oleh para binaan.

- Ketua RT Pemandangan

Ketua RT bekerjasama dalam hal koordinasi para binaan dan mensosialisasikan informasi.

- Pekerja Sosial Masyarakat

Bersama PSM kerjasama yang dilakukan adalah melakukan pendampingan secara psikologis kepada para binaan serta mensosialisasikan informasi kepada masyarakat.

(52)

langsung juga dapat meningkatkan peran serta perempuan dalam bidang ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

g. Faktor-faktor Pendukung dan Penghambat dalam Upaya Pembinaan dan Pemberdayaan Wanita Tuna Susila

Melakukan upaya pembinaan dan pemberdayaan terhadap Wanita Tuna Susila tidaklah mudah karena ada beberapa faktor yang menjadi pendukung dan penghambat baik yang berasal dari dalam/internal maupun yang berasal dari luar/eksternal.

Dalam melaksanakan program pembinaan dan pemberdayaan terhadap Wanita Tuna Susila tidak lepas dari kendala. Hal ini dapat dilihat dari faktor pendukung dan faktor penghambat dalam menjalankan program pembinaan dan pemberdayaan terhadap Wanita Tuna Susila.

Faktor-faktor yang menjadi pendukung dalam memberikan perlindungan terhadap Wanita Tuna Susila baik yang berasal dari dalam maupun yang berasal dari luar antara lain:

1. Adanya dana yang memadai dari Pemerintah.Dengan adanya dana dari pemerintah dapat menganggarkan dana setiap tahunnya untuk program ini. 2. Ketersediaan tenaga Pekerja Sosial. Keberadaan Pekerja Sosial Masyarakat

(53)

3. Apresiasi dari masyarakat. Keikutsertaan dan partisipasi dari masyarakat sekitar diharapkan dapat membantu keberhasilan dari implementasi program ini.

4. Keinginan dari dalam diri para binaan untuk kembali ke dalam kehidupan yang normatif serta dukungan lingkungan sekitar. Artinya dorongan yang kuat dari dalam diri binaan sendiri.

Faktor-faktor yang menjadi penghambat/kendala dalam upaya memberikan pembinaan dan pemberdayaan terhadap Wanita Tuna Susila baik yang berasal dari dalam maupun dari luar antara lain:

1. Belum tersedianya Panti Khusus Rehabilitasi. Kegunaan dari panti rehabilitasi ini adalah sebagai pusat kegiatan pembinaan khususnya bagi Wanita Tuna Susila sehingga materi-materi yang diberikan dapat diperbanyak.

2. Kinerja PSM yang tidak fokus pada satu bidang. Terlalu banyaknya bidang tugas yang diberikan kepada PSM, menyebabkan PSM sulit untuk fokus terhadap bidang yang ditekuninya, Hal ini akan berpengaruh terhadap hasil kinerja PSM tersebut.

3. Pelaksanaan program yang masih temporer artinya untyuk saat ini program ini baru dapat berjalan setiap 2 tahun sekali, hal ini disebabkan karena keterbatasan anggaran yang dimiliki pemerintah serta sarana dan prasarana penunjang program yang belum tersedia seperti panti khusus rehabilitasi. 4. Kurangnya informasi dan koordinasi antar pihak terkait menyebabkan

(54)

h. Peranan Dinas Sosial dalam Upaya Pembinaan dan Pemberdayaan Wanita Tuna Susila

Aktifitas yang dilakukan Dinas Sosial ialah membina dan memberdayakan masyarakat demi kesejahteraan masyarakat serta keberhasilan pembangunan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia. Dalam hal ini adalah pembinaan dan pemberdayaan Wanita Tuna Susila diwujudkan melalui upaya program pembinaan dan pemberdayaan serta implementasi program pembinaan dan pemberdayaan Wanita Tuna Susila, program yang diberikan melalui pembinaan dengan melakukan bimbingan kerohanian/psikologi serta pemberdayaan dengan memberikan bekal modal kerja serta penunjang usaha.

Peran Dinas Sosial dalam mengimplementasikan program pembinaan dan pemberdayaan Wanita Tuna Susila dilakukan bersama Departemen Agama, Dinas Tenaga Kerja dan Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan dalam melakukan program bimbingan dan pemberdayaan keterlibatan dari puhak-pihak lain seperti Ketua RT dan PSM serta lembaga-lembaga yang mempunyai kepedulian terhadap program ini sangat membantu selain itu, Dinas Sosial juga mengajukan rencana/permohonan melalui DPRD Kota Bandar Lampung untuk memberikan bantuan dana yang berguna untuk pembangunan panti rehabilitasi sosial khusus Wanita Tuna Susila.

(55)

susila dan peningkatan kesejahteraan para binaan melalui pemberdayaan terhadap mereka yang berangkat dari kesadaran diri sendiri untuk kembali menjalani kehidupan yang normatif.

Dari upaya yang dilakukan oleh Dinas Sosial Kota Bandar Lampung, melalui program pembinaan dan pemberdayaan dengan memberikan bimbingan serta pemberdayaan terhadap Wanita Tuna Susila yang telah dilakukan menunjukkan peranannya sebagai Dinas Sosial yang dapat dilihat dari berbagai aktifitas yang dilakukan oleh Dinas Sosial Kota Bandar Lampung, melalui program-program pembinaan dan pemberdayaan serta proses implementasi program pembinaan dan pemberdayaan Wanita Tuna Susila.

(56)

NARASI RINGKASAN WAWANCARA

PERAN DINAS SOSIAL KOTA BANDAR LAMPUNG DALAM MENANGGULANGI MASALAH PROSTITUSI DI KOTA BANDAR

LAMPUNG

(Studi di Dinas Sosial Kota Bandar Lampung)

Pertanyaan Hasil Wawancara

Sejarah Dinas Sosial Kota Bandar Lampung.

Peningkatan pelayanan pemerintah kota Bandar Lampung yang bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Yang meliputi pelayanan kesejahteraan sosial yang meliputi pelayanan rehabilitasi, bantuan sosial dan pengembangan sosial yang didasarkan pada kondisi, potensi permasalahan dan kebutuhan nyata.

Tugas Dinas Sosial Kota Bandar Lampung.

1. Pelaksanaan tugas usaha-usaha kesejahteraan sosial sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

2. Melaksanakan usaha pencegahan masalah Tuna Sosial.

3. Melaksanakan usaha penyantunan penyandang cacat dan rehabilitasi Tuna Sosial

4. Menyelenggarakan bantuan pada korban bencana.

5. Menyelenggarakan usaha penanggulan gangguan sosial.

Rencana Strategis

Rencana strategis Dinas Sosial Kota Bandar Lampung disusun berdasarkan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang sistem perencanaan pembangunan nasional. Serta merupakan pedoman yang menjadi arahan dalam pelaksaan usaha kesejahteraan sosial dan merupakan tolak ukur pertanggungjawaban unsur pelaksana dari pemerintah Kota Bandar Lampung dalam sektor kesejahteraan sosial.

Visi Mewujudkan kesejahteraan sosial oleh dan untuk semua menuju keadilan sosial masyarakat.

Misi 1. Meningkatkan pelayanan terhadap

(57)

2. Meningkatkan profesionalisme sumber daya manusia dan potensi sumber kesejahteraan sosial

3. Melengkapi fasilitas komputerisasi data

4. Meningkatkan koordinasi dengan dinas terkait

5. Meningkatkan partisipasi usaha kesejahteraan sosial masyarakat Latar belakang adanya kegiatan

program pembinaan dan pemberdayaan terhadap Wanita Tuna Susila.

Untuk mengurangi PMKS khususnya Tuna Susila, serta usia mereka yang prodiktif,

Prioritas dari program pembinaan dan pemberdayaan.

Wanita Tuna Susila, mucikari yang ada di eks lokalisasi di utamakan yang berusia lebih dari 25 tahun.

Bentuk-bentuk program pembinaan dan pemberdayaan yang diberikan Dinas Sosial terhadap Wanita Tuna Susila.

Bimbingan kerohanian dan psikologis, bimbingan keterampilan serta modal kerja berikut sarana penunjangnya.

Implementasi Program Pembinaan dan pemberdayaan yang dilakukan Dinas Sosial.

Bekerjasama dengan Dinas Tenaga Kerja, Dinas Koperasi Perindustrian dan perdagangan serta Pekerja Sosial Masyarakat dalam memberikan bimbingan kerohanian/psikologi, keterampilan serta pemberdayaan terhadap para binaan.

Upaya-upaya yang dilakukan Dinas Sosial dalam mengimplementasikan program pembinaan dan pemberdayaan.

Mengupayakan rehabilitasi luar panti dengan cara pemberian bimbingan kerohanian dan keterampilan serta pemberdayaan melalui pemberian modal kerja dan sarana usaha.

Daerah yang menjadi cakupan dari pelaksanaan kegiatan program pembinaan dan pemberdayaan terhadap Wanita Tuna Susila.

Dikawasan eks lokalisasi yang ada di Kota Bandar Lampung.

Pihak-pihak yang bekerja sama dengan Dinas Sosial dalam melaksanakan program.

Dinas Tenaga Kerja, Departemen Agama, Dinas Koperasi Perdagangan dan Perindustrian serta mucikari dan Pekerja Sosial.

Jumlah Wanita Tuna Susila yang telah diberikan pembinaan dan telah diberdayakan.

2004 sebanyak 60 orang binaan dan tahun 2006 sebanyak 30 orang binaan.

Faktor-faktor pendukung dalam pengimplementasian program pembinaan dan pemberdayaan terhadap Wanita Tuna Susila.

- Adanya dana yang memadain darin pemerintah

- Ketersediaan tenaga Pekerja Sosial. - Apresiasi dari masyarakat

Faktor-faktor penghambat atau kendala dalam pengimplementasian program pembinaan dan pemberdayaan terhadap

(58)

Wanita Tuna Susila. - Kinerja PSM yang tidak fokus pada satu bidang.

Struktur Organisasi Dinas

Struktur Organisasi Dinas terdiri dari Kepala Dinas, Wakil Kepala Dinas, Sub Bagian Tata Usaha, Sub Dinas Bina Program, Sub Bina Kesejahteraan Sosial, Sub Dinas Rehabilitasi Sosial, Sub Dinas Bantuan Sosial.

Bagian-bagian yang ada di Dinas Sosial.

1. Sub Bagian Tata Usaha 2. Sub Dinas Bina Program 3. Sub Bina Kesejahteraan Sosial 4. Sub Dinas Rehabilitasi Sosial 5. Sub Dinas Bantuan Sosial

Sarana dan prasarana yang dimiliki.

(59)

PERAN DINAS SOSIAL KOTA BANDAR LAMPUNG DALAM MENANGGULANGI MASALAH PROSTITUSI DI KOTA

BANDAR LAMPUNG

(Studi di Dinas Sosial kota Bandar Lampung)

Oleh

SAMIYAN

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA SOSIOLOGI

pada Jurusan Sosiologi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

Gambar

TABEL 1 : Wanita Tuna Susila Yang Pernah Terkena Razia( Data dari tahun
TABEL 2 : Germo Menurut Jenis Kelamin yang terkena Razia (2003-2010)
Tabel 1. Sarana dan Prasarana Kantor

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) Peran Dinas Kebudayaan dan Pariwisata dalam pengembangan dan pengawasan obyek wisata di Kota Bandar Lampung dilakukan dengan

Upaya yang dilakukan pihak Kepolisian Sektor Sukarame dalam menanggulangi tindak pidana perjudian play station di Kota Bandar Lampung adalah dengan upaya

Bahwa proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui upaya mediasi yang dilakukan oleh Dinas Tenaga Kerja Kota Bandar Lampung yaitu para pihak yang

Maka Sekolah Luar Biasa (SLB) Sukarame Kota Bandar Lampung dalam menjalankan program pemberdayaan pelatihan keterampilan dan pembinaan mental bisa dikatakan

Dengan teknik ini, diharapkan penulis dapat memperoleh gambaran tentang peran Dinas Sosial Kota Bandar Lampung dalam meningkatkan ekonomi masyarakat kususnya pada

Upaya yang dilakukan pihak Kepolisian Sektor Sukarame dalam menanggulangi tindak pidana perjudian m enggunakan play station di Kota Bandar Lampung adalah dengan upaya

Pengendalian pemanfaatan tata ruang yang dilakukan Dinas Tata Kota Bandar Lampung pada saat ini sudah cukup baik dengan melaksanakan kegiatan sebagaimana tugas dan fungsi Dinas

Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung terletak di Jalan Dr. Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung merupakan aset dari Pemerintah Kota Bandar Lampung. Berdasarkan