• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Kesuburan Pria Melalui Kelainan Sperma Berdasarkan Morfologi (Teratospermia) Menggunakan Metode Invariant Moment

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Identifikasi Kesuburan Pria Melalui Kelainan Sperma Berdasarkan Morfologi (Teratospermia) Menggunakan Metode Invariant Moment"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTIFIKASI KESUBURAN PRIA MELALUI KELAINAN SPERMA BERDASARKAN MORFOLOGI (TERATOSPERMIA)

MENGGUNAKAN METODE INVARIANT MOMENT

SKRIPSI

RAUVA CHAIRANI 111402032

PROGRAM STUDI S1 TEKNOLOGI INFORMASI

FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

MENGGUNAKAN METODE INVARIANT MOMENT SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat memperoleh ijazah Sarjana Teknologi Informasi

RAUVA CHAIRANI 111402032

PROGRAM STUDI S1 TEKNOLOGI INFORMASI

FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

ii

PERSETUJUAN

Judul : IDENTIFIKASI KESUBURAN PRIA MELALUI

KELAINAN SPERMA BERDASARKAN MORFOLOGI (TERATOSPERMIA)

MENGGUNAKAN METODE INVARIANT MOMENT

Kategori : SKRIPSI

Nama : RAUVA CHAIRANI

Nomor Induk Mahasiswa : 111402032

Program Studi : SARJANA (S1) TEKNOLOGI INFORMASI

Departemen : TEKNOLOGI INFORMASI

Fakultas : ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI

INFORMASI Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Seniman S.Kom, M.Kom Mohammad Fadly Syahputra B.Sc, M.Sc, IT

NIP. 1987052019091001 NIP. 198301292009121003

Diketahui/disetujui oleh

Program Studi S1 Teknologi Informasi Ketua,

(4)

PERNYATAAN

IDENTIFIKASI KESUBURAN PRIA MELALUI KELAINAN SPERMA BERDASARKAN MORFOLOGI (TERATOSPERMIA)

MENGGUNAKAN METODE INVARIANT MOMENT

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing telah disebutkan sumbernya.

Medan, Januari 2016

(5)

iv

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena rahmat dan izin-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini, sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komputer, pada Program Studi S1 Teknologi Informasi Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi Universitas Sumatera Utara.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Bapak Prof. Drs. Subhilhar, M.A, Ph.D selaku Pj. Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Muhammad Zarlis selaku Dekan Fasilkom-TI USU.

3. Bapak Muhammad Anggia Muchtar, ST., MM.IT selaku Ketua Program Studi S1 Teknologi Informasi Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Mohammad Fadly Syahputra, B.Sc, M.Sc, IT selaku Sekretaris Program Studi S1 Teknologi Informasi Universitas Sumatera Utara dan Dosen Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis. 5. Bapak Seniman, S.Kom, M.Kom selaku Dosen Pembimbing II yang telah

memberikan bimbingan dan saran kepada penulis.

6. Bapak Muhammad Anggia Muchtar ST, MM, IT selaku Dosen Pembanding I yang telah memberikan kritik dan saran dalam penyempurnaan skripsi ini.

7. Bapak Romi Fadillah Rahmat B.Comp.Sc., M.Sc selaku Dosen Pembanding II yang telah memberikan kritik dan saran dalam penyempurnaan skripsi ini. 8. Ayahanda Raha Yusra S.E dan Ibunda Dardanella Arifa yang selalu memberikan

doa, kasih sayang dan dukungan kepada penulis.

(6)

10. Teman – teman wacana skripsi FahrunissaKhairani S.Kom., Chairunnisaq S.Kom, Ade Oktariani S.Kom, Marsha Ayudia S.Kom, Karina Ginting S.Kom, Mewati Panjaitan S.Kom, Nabila Pindya S.Kom, Abbas Munandar S.Kom. yang telah memberikan dukungan dan bantuan kepada penulis.

11. Annisa Fadhillah Pulungan S.Kom, Ossie Zarina Prayitno S.Kom, Abangda Handra Akira Saito, dan Kakak Siti Moriza Tania S.Kom yang telah memberikan nasehat dan pengetahuan kepada penulis.

12. Semua pihak yang terlibat langsung ataupun tidak langsung yang tidak dapat penulis ucapkan satu per satu yang telah membantu penyelesaian skripsi ini.

Semoga Allah SWT melimpahkan berkah kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, perhatian, serta dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Medan, Januari 2016

(7)

vi

ABSTRAK

Morfologi sperma masih menjadi analisis standar laboratorium dalam mendiagnosis ketidaksuburan pada pria. Secara manual identifikasi bentuk sperma masih belum akurat, kesulitan dalam melihat bentuk sperma secara kasat mata dari citra mikroskop digital sering menjadi kelemahan dalam proses identifikasi dan membutuhkan waktu yang lama. Oleh karena itu dibutuhkan sistem aplikasi identifikasi kesuburan pria melalui kelainan sperma berdasarkan morfologi sperma (teratospermia). Metode yang digunakan adalah metode invariant moment. Penelitian ini menggunakan 15 data

testing dan 20 data training citra sperma. Setelah dilakukan pengujian, maka dapat disimpulkan bahwa proses identifikasi kesuburan pria melalui kelainan sperma berdasarkan morfologi sperma (teratospermia) memiliki tingkat akurasi 80,77 %. Penggunaan waktu untuk proses identifikasi kesuburan pria melalui kelainan sperma berdasarkan morfologi sperma (teratospermia) selama 0,4369 detik.

(8)

IDENTIFICATION FERTILITY MAN THROUGH ABNORMALITY SPERM BASED ON MORPHOLOGY (TERATOSPERMIA) USES THE METHOD

INVARIANT MOMENT

ABSTRACT

Sperm morphology is still a standard analytical laboratory in the diagnosis of infertility in men. Manually identifying sperm shape is still not accurate, difficulty in seeing the form of the sperm is visible from a digital microscope image is often a weakness in the identification process an takes a long time. Therefore necessary identification application systems through sperm abnormalities in male fertility based on sperm morphology (teratospermia). The method used is invariant moment method. This research using 15 data testing and 20 data training sperm image. After testing, it can be concluded that the process of identifying the fertility of men through sperm abnormality based on the sperm morphology (teratospermia) have a accuracy 80,77%. Use of time for the process of identifying the fertility of men through sperm abnormalities based on the morphology of spermduring 0,4369 second.

(9)

viii

1.7 Sistematika Penulisan 5

Bab 2 Landasan Teori

2.4.2 Citra Keabuan (Grayscale) 11

2.4.3 Citra Biner 11

2.5 Pengolahan Citra (Image Processing) 12

(10)

2.5.2 Gaussian 13

2.5.3 Thresholding 14

2.6 Labelling 15

2.7 Bounding Box 16

2.8 Invariant Moment 16

2.9 Euclidean Distance 17

2.10 Running Time 18

2.11 PenelitianTerdahulu 18

Bab 3 Analisis dan Perancangan

3.1 Arsitektur Umum 21

3.2 Pre-Processing 23

3.2.1 Pembentukan Citra Keabuan(Grayscaling) 23

3.2.2 Penghalusan Citra (Gaussian) 23

3.2.3 Segmentasi Citra (Thresholding) 24

3.3 Proses Seleksi Citra 24

3.3.1 Pelabelan Objek Pada Citra Sperma (Labelling) 25 3.3.2 Pengkotakkan Objek Pada Citra Sperma (Bounding Box) 26

3.4 Feature Extraction 25

3.7 Perancangan Sistem 30

3.7.1 Perancangan Menu Sistem 30

3.7.2 Perancangan Antarmuka 31

Bab 4 Implementasi dan Pengujian

4.1 Implementasi Sistem 34

4.1.1 Spesifikasi Perangkat Keras dan Perangkat Lunak 34

(11)

x

4.1.3 Implementasi Data 36

4.2 Prosedur Operasional 41

4.3 Pengujian Sistem 46

Bab 5 Kesimpulan dan Saran

5.1 Kesimpulan 52

5.2 Saran 52

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Matrisk Kernel Gauss 5x5 dengan = 1.0 13

Tabel 2.2 Model 4-konektivitas 15

Tabel 2.3 Model 8-konektivitas 15

Tabel 2.4 Penelitian Terdahulu 19

Tabel 3.1 Hasil Proses Gaussian 26

Tabel 4.1 Data Training dan Testing 37

Tabel 4.2 Hasil Pengujian Data Sperma 46

(13)

xii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Bentuk Sperma 9

Gambar 2.2 Citra Warna 10

Gambar 2.3 Citra Grayscale 11

Gambar 2.4 Citra Biner 12

Gambar 2.5 Bounding Box 16

Gambar 3.1 Arsitektur Umum 22

Gambar 3.2 Citra Mikroskop Sperma 23

Gambar 3.3 Citra Mikroskop Sperma Grayscale 23

Gambar 3.4 Citra Hasil Proses Gaussian 24

Gambar 3.5 Citra Hasil Proses Thresholding 24

Gambar 3.6 Citra Hasil Proses Bounding Box 25

Gambar 3.7 Citra Hasil Proses Gaussian 26

Gambar 3.8 Struktur Menu Aplikasi 31

Gambar 3.9 Rancangan Tampilan Awal aplikasi 31

Gambar 3.10 Rancangan Tampilan Utama Aplikasi 32

Gambar 3.11 Rancangan Tampilan Input Citra ke Database 33

Gambar 4.1 Tampilan Awal Sistem 35

Gambar 4.2 Tampilan Utama Sistem 36

Gambar 4.3 Tampilan Input Citra ke Database 36

Gambar 4.4 Tampilan Menu “File” 41

Gambar 4.5 Tampilan Ketika File dipilih dan di-input kedalam Database 42 Gambar 4.6 Tampilan Saat Tombol “Cari File” dipilih 42 Gambar 4.7 Tampilan Utama Aplikasi Setelah Citra Sperma dipilih 43 Gambar 4.8 Tampilan Aplikasi Setelah Citra diproses 44

Gambar 4.9 Tampilan Citra Hasil Grayscale 44

Gambar 4.10 Tampilan Citra Hasil Gaussian 45

(14)
(15)

vi

ABSTRAK

Morfologi sperma masih menjadi analisis standar laboratorium dalam mendiagnosis ketidaksuburan pada pria. Secara manual identifikasi bentuk sperma masih belum akurat, kesulitan dalam melihat bentuk sperma secara kasat mata dari citra mikroskop digital sering menjadi kelemahan dalam proses identifikasi dan membutuhkan waktu yang lama. Oleh karena itu dibutuhkan sistem aplikasi identifikasi kesuburan pria melalui kelainan sperma berdasarkan morfologi sperma (teratospermia). Metode yang digunakan adalah metode invariant moment. Penelitian ini menggunakan 15 data

testing dan 20 data training citra sperma. Setelah dilakukan pengujian, maka dapat disimpulkan bahwa proses identifikasi kesuburan pria melalui kelainan sperma berdasarkan morfologi sperma (teratospermia) memiliki tingkat akurasi 80,77 %. Penggunaan waktu untuk proses identifikasi kesuburan pria melalui kelainan sperma berdasarkan morfologi sperma (teratospermia) selama 0,4369 detik.

(16)

IDENTIFICATION FERTILITY MAN THROUGH ABNORMALITY SPERM BASED ON MORPHOLOGY (TERATOSPERMIA) USES THE METHOD

INVARIANT MOMENT

ABSTRACT

Sperm morphology is still a standard analytical laboratory in the diagnosis of infertility in men. Manually identifying sperm shape is still not accurate, difficulty in seeing the form of the sperm is visible from a digital microscope image is often a weakness in the identification process an takes a long time. Therefore necessary identification application systems through sperm abnormalities in male fertility based on sperm morphology (teratospermia). The method used is invariant moment method. This research using 15 data testing and 20 data training sperm image. After testing, it can be concluded that the process of identifying the fertility of men through sperm abnormality based on the sperm morphology (teratospermia) have a accuracy 80,77%. Use of time for the process of identifying the fertility of men through sperm abnormalities based on the morphology of spermduring 0,4369 second.

(17)

BAB 1

PENDAHULUAN

Bab ini membahas tentang latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan masalah, manfaat penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan pada skripsi.

1.1. Latar Belakang

Proses penggabungan dari sel sperma dan sel telur beserta kromosom dari kedua sel tersebut disebut juga dengan proses pembuahan (fertilisasi). Proses pembuahan dapat terjadi ketika sel sperma dapat menembus sel telur. Sel sperma dan sel telur berperan penting dalam proses pembuahan. Didalam proses terjadinya pembuahan dibutuhkan tingkat kesuburan yang baik sehingga sel sperma dan sel telur dapat melebur menjadi satu. Tingkat kesuburan seorang wanita dapat dilihat dari sel telur yang telah matang dan siap untuk dibuahi. Tingkat kesuburan seorang pria dapat dilihat dari banyaknya sperma yang terkandung dalam cairan semen(cairan sperma), keaktifan gerak sperma, dan bentuk sperma yang normal.

(18)

Menurut data dari WHO bentuk sel sperma yang normal dan sempurna adalah memiliki kepala, badan, dan ekor. Banyaknya faktor penyebab turunnya produktivitas seorang pria seperti gaya hidup masa kini tidak mendukung lingkungan sperma yang sehat, jenis makanan, pola makan, dan kebiasaan sehari-hari yang tidak sehat membuat kualitas sperma menjadi buruk. Standar laboratorium untuk melihat kesuburan sperma masih dilakukan berdasarkan morfologi sperma (WHO, 2010). Saat ini identifikasi bentuk sperma masih dilakukan secara manual dan bersifat subjektif (Johny BF, 2011). Untuk itu peneliti bermaksud melakukan penelitian yang berfungsi untuk mengidentifikasi kesuburan seorang pria melalui kelainan bentuk sperma.

Penelitian tentang kelainan bentuk sperma sebelumnya juga dilakukan dengan menerapkan algoritma pengolahan citra pada alat yang dibantu komputer untuk analisis objektif morfologi sperma manusia, umumnya dikenal sebagai Automated Sperma Morfologi Analyzer (ASMA). Tahap pertama yang dijelaskan adalah deteksi dan ekstraksi spermatozoon individu dari suatu gambar yang berisi beberapa spermatozoa dan biologisnya juga. Sebuah metode baru untuk segmentasi akrosom, inti dan pertengahan sepotong spermatozoon. Metode yang disebut n-fusion

diperkenalkan dalam penelitian ini, algoritma segmentasi diimplementasikan dalam perangkat komputer ini, algoritma ini telah diuji dengan database 250 gambar

spermatozoon dan hasilnya cukup akurat (Henry Carrillo et al, 2007).

Penelitian lainnya berfokus pada klasifikasi morfologi spermatozoa baik yaitu normal atau abnormal menggunakan matlab. Tahap pertama adalah tahap pre-processing citra yang melibatkan konversi RGB gambar ke gambar skala abu-abu dan kemudian noise pada gambar dihapus menggunakan median filter. Tahap kedua adalah deteksi dan ekstraksi individu spermatozoon yang melibatkan ekstraksi objek sperma dari gambar menggunakan algoritma deteksi tepi sobel. Tahap ketiga

(19)

3

Penelitian selanjutnya berhubungan dengan metode yang digunakan oleh penulis untuk diimplementasikan ke sistem aplikasi yaitu penelitian dengan judul analisis segmentasi ciri citra buah dan bunga dengan invariant moment dan algoritma

threshold. Penelitian ini menggunakan metode invariant moment untuk ektraksi ciri bentuk pada citra buah dan bunga. Penelitian ini hanya memfokuskan pada bentuk citra buah dan bunga yang sederhana (Rangkuti, 2012).

Pada penelitian ini penulis akan menggunakan metode invariant moment untuk ekstraksi ciri bentuk. Dengan menggunakan metode ini diharapkan sistem dapat mengidentifikasi kesuburan seorang pria berdasarkan morfologi sperma (teratospermia) melalui citra mikroskop digital secara objektif.

1.2. Rumusan Masalah

Kesuburan merupakan bagian terpenting dalam proses pembuahan. Sel telur dan sperma yang telah melebur dan matang akan menjadi zigot kemudian menjadi embrio. Sel telur yang dihasilkan harus baik agar mendapatkan embrio yang baik, begitu juga dengan kualitas sperma harus yang terbaik. Kualitas sperma yang baik dapat dilihat berdasarkan morfologi sperma, bentuk sperma dengan kualitas terbaik terdiri dari kepala oval beraturan, badan, dan ekor lurus panjang. Morfologi sperma masih menjadi analisis standar laboratorium dalam mendiagnosis ketidaksuburan pada pria. Saat ini identifikasi bentuk sperma masih dilakukan secara manual dan bersifat subjektif. Secara manual identifikasi bentuk sperma masih belum akurat, kesulitan dalam melihat bentuk sperma secara kasat mata dari citra mikroskop digital sering menjadi kelemahan dalam proses identifikasi dan membutuhkan waktu yang lama. Oleh karena itu dibutuhkan sistem aplikasi identifikasi kesuburan pria melalui kelainan sperma berdasarkan morfologi sperma (teratospermia).

1.3. Batasan Masalah

Permasalahan yang dibahas pada penelitian ini akan dibatasi ruang lingkupnya yaitu : 1. Data citra yang digunakan terdiri dari 15 data testing dan 20 data training citra

sperma.

(20)

3. Ekstensi citra sperma yang digunakan adalah citra format jpeg (.jpg). 4. Identifikasi citra yang dilakukan hanya berdasarkan fitur bentuk saja.

1.4. Tujuan Penelitian

Mengidentifikasi kesuburan pria melalui kelainan sperma berdasarkan morfologi sperma (teratospermia) menggunakan metode invariant moment.

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Dapat mengidentifikasi kesuburan seorang pria melalui bentuk sperma. 2. Dapat membantu laboratorium mendeteksi kesuburan secara tidak manual

dan objektif.

3. Dapat menjadi bahan pembelajaran untuk pembaca dan menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya yang menggunakan metode invariant moment.

1.6. Metodologi Penelitian

Tahapan yang akan dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Studi Literatur

Tahap studi literatur dimulai dengan mengumpulkan dan mempelajari informasi-informasi yang diperoleh dari buku, jurnal, skripsi, dan berbagai sumber referensi lain mengenai klasifikasi morfologi sperma, image processing, metode invariant moment.

2. Analisis

(21)

5

3. Perancangan

Pada tahap ini dilakukan perancangan program untuk menyelesaikan permasalahan yang terdapat di dalam tahap analisis kemudian dilanjutkan dengan mengimplementasikan hasil analisis dan perancangan ke dalam sistem.

4. Implementasi

Pada tahap ini dilakukan implementasi dari analisis dan perancangan yang telah dilakukan kedalam kode program.

5. Pengujian

Pada tahap ini dilakukan identifikasi terhadap citra sperma yang diinput kedalam sistem untuk memastikan hasil identifikasi sesuai dengan yang diharapkan.

6. Dokumentasi dan Penyusunan Laporan

Pada tahap ini dilakukan dokumentasi dan penyusunan laporan hasil analisis dan implementasi invariant moment pada identifikasi kesuburan pria melalui kelainan sperma berdasarkan morfologi sperma.

1.7. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dari skripsi ini terdiri dari lima bagian utama sebagai berikut: Bab 1: Pendahuluan

Bab ini berisi tentang latar belakang dari penelitian yang dilaksanakan, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab 2: Landasan Teori

(22)

Bab ini menjabarkan arsitektur umum, pre-processing yang dilakukan, ekstraksi fitur, serta analisis dan penerapan metode invariant moment dalam identifikasi kesuburan pria melalui kelainan sperma berdasarkan morfologi sperma.

Bab 4: Implementasi dan Pengujian

Bab ini berisi pembahasan tentang implementasi dari perancangan yang telah dijabarkan pada bab 3. Hasil dari pengujian yang dilakukan terhadap implementasi juga dijabarkan pada bab ini.

Bab 5: Kesimpulan dan Saran

(23)

BAB 2

LANDASAN TEORI

Bab ini membahas tentang teori penunjang dan penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan penerapan metode invariant moment untuk mengidentifikasi kesuburan pria melalui kelaianan sperma berdasarkan bentuk sperma (teratospermia).

2.1. Spermatozoa

Spermatozoa merupakan sel yang dihasilkan oleh fungsi reproduksi pria. Sel tersebut memiliki bentuk yaitu kepala, badan, dan ekor. Spermatozoa merupakan sel hasil epitel germinal yang disebut spermatogonia. Spermatogonia terletak dalam dua sampai tiga lapisan sepanjang batas luar epitel tubulus, Proses perkembangan

spermatogonia menjadi spermatozoa disebut spermatogenesis. Kepala spermatozoa terdiri atas sel berinti padat dengan hanya sedikit sitoplasma dan lapisan membran sel di sekitar permukaannya. Ekor spermatozoa yang disebut flagellum, memiliki tiga komponen utama yaitu: rangka pusat, membran sel, dan sekolompok mitokondria yang terdapat dalam proksimal dari ekor.

2.2. Pembuahan (Fertilisasi)

(24)

dibutuhkan tingkat kesuburan yang baik sehingga sel sperma dan sel telur dapat melebur menjadi satu.

Salah satu yang dapat dilihat dari tingkat kesuburan wanita adalah kematangan sel telur yang siap untuk dibuahi. Tingkat kesuburan pria dapat dilihat dari beberapa hal yaitu banyaknya sperma yang terkandung dalam cairan semen, keaktifan gerak sperma (motilitas) sperma, dan banyaknya jumlah sperma yang normal.

2.3. Kelainan Pada Sperma

Ada empat jenis kelainan pada sperma manusia, yaitu : 1. Gangguan Sperma Azoospermia

Azoospermia adalah jenis kelainan dimana tidak ditemukan adanya sel sperma dalam cairan semen. Azoospermia terjadi karena adanya obstruksi saluran reproduksi (vas deferens) yang sering disebut azoospermia

obstruksi atau adanya kegagalan testis memproduksi spermatozoa yang sering disebut azoospermia non-obstruksi (Sudarsono F, et al. 2009). Gangguan terjadi akibat adanya penyumbatam di vas deferens sehingga sperma tidak bisa keluar dan bercampur dengan air mani. Gejala

azoospermia tidak bisa dilihat dengan mata telanjang melainkan melalui analisis sperma secara akurat dilaboratorium.

2. Gangguan Sperma Oligospermia

Oligospermia disebut oligozoospermia adalah jenis kelainan sperma dimana jumlah sel tersebut sangat sedikit atau kurang dari kadar normal dalam air mani. Oligospermia didefinisikan sebagai jumlah sperma kurang dari 20 x106 per ml dimana dalam satu ml air mani seharusnya terdapat 20 juta sperma (P Sah, 2004).

3. Gangguan Sperma Asthenozoospermia

Asthenozoospermia adalah gerakan sperma (motilitas) rendah, kondisi ini terjadi bila sperma yang dikeluarkan tidak memiliki kekuatan untuk berenang dengan cepat melalui lapisan mukosa rahim menuju ovarium untuk membuahi sel telur. Mekanisme fertilisasi pada manusia membuktikan betapa pentingnya motilitas sperma pada proses tersebut.

(25)

9

mencapai membran telur, dan mengadakan penetrasi dalam fertilisasi. Oleh karena itu seringkali gangguan motilitas spermatozoa menjadi penyebab infertilitas pria walaupun jumlah spermatozoa dalam batas cukup.

4. Gangguan Sperma Teratospermia

Teratospermia adalah kondisi dimana bentuk sperma abnormal sangat banyak atau jumlah morfologi sperma normal kurang dari 30%. Penderita

Teratospermia dikategorikan kedalam tiga kelompok utama yaitu kondisi ringan memiliki 15% sperma normal, kondisi sedang memiliki sperma 10%-15% sel yang masih normal dan kondisi berat yang hanya memiliki 10% sperma normal.

Bentuk sperma normal dan abnormal dapat dilihat pada Gambar 2.1. Bentuk sperma dianggap normal jika memiliki kepala yang oval, leher dan ekor yang panjang. Sedangkan sperma abnormal terdiri dari 7 bentuk,yaitu:

1. Giant

2. Micro Sperm

3. Double Head

4. Double Body

5. Long Head

6. Rough head

7. Abnormal Middle Piece

(26)

2.4. Citra

Citra didefenisikan sebagai fungsi dua dimensi f(x, y), dimana x dan y merupakan koordinat spasial dan luasan dari f untuk tiap pasang koordinat (x, y) disebut intensitas atau level keabuan citra pada titik tertentu. Jika x, y, dan nilai intensitas f bersifat terbatas (finite), maka citra disebut dengan citra digital (Gonzales,et al. 2002). Citra digital adalah citra dua dimensi yang dapat ditampilkan pada layar monitor komputer sebagai himpunan berhingga (diskrit) nilai digital yang disebut piksel (picture elements). Piksel adalah elemen citra yang memiliki nilai yang menunjukkan intensitas warna. Berdasarkan cara penyimpanan dan pembentukannya, citra digital dapat dibagi menjadi dua jenis. Pertama citra yang dibentuk oleh kumpulan piksel dalam array dua dimensi, citra ini disebut citra bitmap. Kedua citra yang dibentuk oleh fungsi-fungsi geometri dan matematika, citra ini disebut grafik vektor (Andrieseen, 2012).

2.4.1. Citra Warna (Color Image)

Citra warna atau citra RGB merupakan jenis citra yang menyediakan warna dalam bentuk red (R), green (G), dan blue (B). Setiap komponen warna menggunakan 8 bit, nilainya berada diantara 0 sampai 255. Warna yang disediakan yaitu 255 x 255 x 255. Warna ini disebut juga dengan true color karena memiliki jumlah warna yang cukup besar. Citra warna dapat dilihat pada Gambar 2.2.

(27)

11

2.4.2. Citra Keabuan (Grayscale)

Citra keabuan menggunakan warna hitam sebagai warna minimum, warna putih sebagai warna maksimum, dan warna abu-abu yaitu warna diantara warna hitam dan putih. Warna abu-abu merupakan warna dimana komponen merah, hijau, dan biru memiliki intensitas yang sama. Jumlah bit yang dibutuhkan untuk tiap piksel menentukan jumlah tingkat keabuan yang tersedia. Misalnya untuk citra keabuan 8 bit yang tersedia adalah 2 atau 256. Citra keabuan dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3. Citra Grayscale

2.4.3. Citra Biner

(28)

Gambar 2.4. Citra Biner

2.5. Pengolahan Citra (Image Processing)

Pengolahan citra merupakan proses pengolahan dan analisis citra yang banyak melibatkan persepsi visual. Proses ini mempunyai ciri data masukan dan informasi keluaran yang berbentuk citra. Istilah pengolahan citra digital secara umum didefinisikan sebagai pemrosesan citra dua dimensi dengan komputer. Dalam definisi yang lebih luas, pengolahan citra digital juga mencakup semua data dua dimensi (Imron, 2013). Operasi citra digital umumnya dilakukan dengan tujuan memperbaiki kualitas suatu gambar sehingga dapat dengan mudah diinterpretasikan oleh mata manusia dan untuk mengolah informasi yang ada pada suatu gambar untuk kebutuhan identifikasi objek secara otomatis (Murinto, 2009).

2.5.1. Grayscaling

Grayscaling merupakan proses mengubah citra warna (RGB) menjadi citra keabuan.

Grayscaling digunakan untuk menyederhanakan model citra RGB yang memiliki 3 layer matriks, yaitu layer matriks red, green, dan blue menjadi 1 layer matriks keabuan. Grayscaling dilakukan dengan cara mengalikan masing-masing nilai red,

green, dan blue dengan konstanta yang jumlahnya 1.

(29)

13

G

=

(2.1)

Dimana:

G = nilai hasil grayscaling

R = nilai red dari sebuah piksel G = nilai green dari sebuah piksel B = nilai blue dari sebuah piksel

Jumlah bit yang diperlukan untuk tiap piksel menentukan jumlah tingkat keabuan yang tersedia. Misalnya untuk citra keabuan 8 bit, tingkat keabuan yang tersedia adalah 28 atau 256.

2.5.2. Gaussian

Gaussian filtering didapat dari hasil operasi konvolusi. Operasi perkalian yang dilakukan ialah perkalian antara matriks kernel dengan matriks gambar asli. Matriks kernel gauss didapat dari fungsi komputasi dari distribusi gaussian, seperti pada

Contoh matriks kernel gauss 5 x 5 dengan = 1.0 ditunjukkan pada Tabel 2.1. Tabel 2.1. Matriks Kernel Gauss 5 x 5 dengan = 1.0

Perkalian antara bobot matriks gambar asli dengan bobot matriks kernel gauss

ditunjukkan pada persamaan 2.3.

(30)

, = 1. ! ", # . $

Piksel B(i,j) = bobot hasil perkalian pada posisi (i,j) N = jumlah kolom matriks kernel

M = jumlah baris matriks kernel K = jumlah semua bobot di G

G(p,q) = elemen matriks kernel gauss pada posisi (p,q)

2.5.3. Thresholding

Cara untuk mengubah citra keabuan menjadi citra biner adalah thresholding. Proses

thresholding menggunakan nilai batas (threshold) untuk mengubah nilai piksel pada citra keabuan menjadi hitam atau putih. Jika nilai piksel pada citra keabuan lebih besar dari threshold, maka nilai piksel akan diganti dengan 1 (putih), sebaliknya jika nilai piksel citra keabuan lebih kecil dari threshold maka nilai piksel akan diganti dengan 0 (hitam).

Thresholding sering disebut dengan proses binerisasi. Thresholding dapat digunakan dalam proses segmentasi citra untuk mengidentifikasi dan memisahkan objek yang diinginkan dari background berdasarkan distribusi tingkat keabuan atau tekstur citra (Liao, 2001). Proses thresholding ditunjukkan pada persamaan 2.4.

2 , 3 41 5 5 , 3 < 70 5 5 , 3 ≤ 7: (2.4)

Dimana:

g (x,y) = piksel citra hasil binerisasi

(31)

15

2.6. Labelling

Labelling merupakan salah satu bentuk operasi pengolahan citra untuk segmentasi citra digital. Connected component labelling merupakan teknik yang dapat digunakan untuk mengklasifikasikan region atau objek dalam citra digital. Teknik ini memanfaatkan teori connectivity piksel pada citra. Piksel-piksel dalam region disebut

connected (ada konektifitasnya atau connectivity) bila mematuhi aturanpiksel. Aturan pikselini memanfaatkan sifat ketetanggan piksel, piksel-piksel yang ada dihubungkan berdasarkan hubungan ketetanggaan. Terdapat dua konektivitas yang dapat digunakan yaitu 4-konektivitas (4-connected neighbors), dan 8-konektivitas (8-connected neighbors). 4-konektivitas apabila piksel-piksel yang berdekatan dikatakan memiliki hubungan 4-konektivitas jika piksel-piksel tersebut terletak berdampingan secara horizontal dan vertikal. Kumpulan piksel-piksel ini disebut juga dengan 4 neighbors of P. Pada konsep 4-konektivitas ini apabila terdapat 2 piksel yang bersinggungan secara diagonal maka akan dianggap 2 objek. Model 4-konektivitas dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Model 4-konektivitas P (x, y-1)

P (x-1, y) P (x,y) P(x+1, y) P (x, y+1)

Pada konsep 8-konektivitas apabila terdapat 2 piksel yang bersinggungan baik secara diagonal maupun secara horizontal dan vertikal maka akan dianggap 1 objek. Model 8-konektivitas dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Model 8-konektivitas P (x-1, y-1) P (x, y-1) P (x+1, y-1)

(32)

2.7. Bounding Box

Bounding box adalah salah satu metode untuk pendeteksian suatu objek, bounding box

ini berguna juga untuk memisahkan objek yang satu dengan objek yang lain. Teknik

bounding box ini sangat mudah dengan cara melakukan pengecekan terhadap piksel-piksel terlebih dahulu, setelah itu dengan membandingkan nilai maksimum dan minimum pada koordinat x dan y. Bounding box dapat dilakukan setelah proses

labelling. Contoh proses bounding box dapat dilihat pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5. Bounding Box

2.8. Invariant moment

Invariant moment adalah salah satu metode untuk ektraksi ciri bentuk yang ada pada pengolahan citra. Invariant moment pertama kali dipublikasikan oleh Hu pada tahun 1961. Terdapat tujuh nilai yang dihasilkan dari invariant moment untuk ektraksi ciri pada sebuah objek citra digital. Nilai-nilai tersebut bersifat independen terhadap translasi, rotasi, dan perskalaan. Momen yang mentransformasikan fungsi citra f(i,j) pada system diskrit dinyatakan pada persamaan 2.5.

;1( = 1 yaitu 0,1,2,…, H merupakan tinggi citra, W merupakan lebar citra, x merupakan baris,

(33)

17

y merupakan kolom, dan f(x,y) merupakan nilai intensitas citra. Selanjutnya momen pusat untuk suatu citra dinyatakan pada persamaan 2.6.

@1( = ∑>&'?)*∑<&'=&* − ̅ 1 3 − 3C (5 , 3 (2.6) objek, maka masuk ke persamaan 2.8 menormalisasikan nilai momen pusat:

G

1(

=

HHFFKIJ

Dimana:

L =

1 (

+ 1

@**= ;**

Maka akan didapatkan nilai normalisasi momen pusat dari setiap objek G'', G *, G* , G *, G* , G' , dan G '. Setelah itu masuk ke dalam persamaan 2.10 untuk mendapatkan tujuh nilai invariant moment untuk setiap objek.

M' = G * + G*

Euclidean Distance merupakan teknik yang paling sederhana untuk menghitung jarak antara dua vektor. Misalkan diberikan dua buah vektor fitur p dan q, maka jarak di antaradua vektor fitur p dan q dapat ditentukan dengan persamaan 2.11.

(34)

Q = q1,q2,…,qn

d = YZp1-q1\2+Zp2-q2\2+…+ Zpn-qn\2 = Y∑ pni=1 i-qi

Dimana P dan Q adalah citra, d adalah ukuran jarak antara citra query dan citra yang ada pada database. p adalah vektor fitur pada citra P dan q adalah vektor fitur pada citra Q (Karimah, 2014).

2.10. Running Time

Running time adalah waktu yang digunakan oleh sebuah algoritma untuk menyelesaikan masalah pada sebuah komputer, dihitung mulai dari algoritma dijalankan sampai algoritma berhenti. Jika prosesor-prosesor tidak mulai dan selesai pada saat yang bersamaan, maka running time dihitung mulai saat komputasi pada prosesor pertama dimulai hingga pada saat komputasi pada prosesor terakhir selesai.

2.11. Penelitian Terdahulu

Penelitian ini menjelaskan algoritma yang digunakan untuk menemukan sperma di

gambar kontras rendah. Pertama, sebuah algoritma untuk perbaikan citra diterapkan

untuk menghilangkan partikel tambahan dari gambar. Kemudian, partikel foreground

(termasuk sperma dan sel bulat) disegmentasi untuk memisahkan dengan latar

belakang. Akhirnya sperma dapat dideteksi dan terpisahkan dari sel-sel lain (Vahid

Reza Nafisi, et al. 2005).

Penelitian ini menerapkan algoritma pengolahan citra di alat dibantu komputer untuk analisis obyektif morfologi sperma manusia, umumnya dikenal

sebagai Automated Sperma Morfologi Analyzer (ASMA). Tahap pertama yang

dijelaskan adalah deteksi dan ekstraksi spermatozoon individu dari suatu gambar yang

berisi beberapa spermatozoa dan biologis sisanya juga. Sebuah metode baru untuk

segmentasi akrosom, inti dan pertengahan sepotong spermatozoon. Metode yang

disebut n-fusion diperkenalkan dalam penelitian ini, algoritma segmentasi

(35)

19

database 250 gambar spermatozoon dan hasilnya cukup akurat (Henry Carrillo, et al.

2007).

Penelitian ini berfokus pada klasifikasi morfologi spermatozoa baik yaitu

normal atau abnormal menggunakan matlab. Tahap pertama adalah tahap pre

processing citra yang melibatkan konversi RGB gambar ke gambar skala abu-abu dan

kemudian noise gambar dihapus menggunakan median filter. Tahap kedua adalah

deteksi dan ekstraksi individu spermatozoon yang melibatkan ekstraksi objek sperma

dari gambar menggunakan algoritma deteksi tepi sobel. Tahap ketiga spermatozoon

dibagi ke dalam berbagai wilayah yang menarik seperti kepala sperma, badan dan

ekor. Tahap keempat melibatkan pengukuran statistik spermatozoon yang

mengklasifikasikan spermatozoa normal atau abnormal (Abbiramy & Shanthy, 2010).

Penelitian ini menggunakan metode Bayesian Classifier untuk segmentasi

sperma Akrosom, Nucleus, Mid-sepotong dan identifikasi ekor sperma melalui

beberapa poin yang ditempatkan pada ekor sperma memanfaatkan expectation-entropi

berdasarkan expectation maximization (EM) algoritma dan Markov Random Field

(MRF) Model untuk mendapatkan dan meng-upgrade kelas conditional probability

density function (CCPDF) dan probabilitas apriori dari masing-masing kelas (Ahmad

Bijar, et al. 2012).

Adapun ringkasan dari penelitian terdahulu dapat dilihat pada Tabel 2.4.

(36)

Morphological

Parameter Analysis

Based Detection of

Teratozoospermia

4. Fully automatic

identification and

discrimination of

sperm’s parts in

microscopic images of

stained human semen

smear

Ahmad Bijar et

al

2012 Rotating

Calipers

(37)

BAB 3

ANALISIS DAN PERANCANGAN

Bab ini membahas tentang implementasi metode invariant moment dalam identifikasi kesuburan pria. Bab ini juga membahas tentang data yang digunakan, pre-processing,

bounding box, dan feature extraction yang dilakukan terhadap setiap data.

3.1. Arsitektur Umum

Identifikasi kesuburan pria pada penelitian ini terdiri dari beberapa langkah yang diawali dengan pengumpulan citra mikroskop digital sperma yang normal dan citra mikroskop digital sperma yang tidak normal yang akan digunakan sebagai data pelatihan dan data pengujian, dilanjutkan dengan melakukan proses grayscale pada citra mikroskop digital sperma untuk mendapatkan nilai aras keabuan dari citra. Selanjutnya dilakukan proses gaussian untuk menghilangkan noise yang ada pada citra mikroskop digital sperma. Setelah proses gaussian selesai dilanjutkan dengan segmentasi dengan menggunakan proses thresholding, proses labelling dilakukan untuk penomoran (pelabelan) pada objek dan menghitung objek yang ada dalam satu citra mikroskop sperma, proses bounding box dilakukan untuk mengenali objek dalam satu citra mikroskop sperma, dan klasifikasi menggunakan pendekatan nilai yaitu

euclidean distance.

(38)
(39)

23

3.2. Pre-Processing

Data yang akan digunakan harus melalui beberapa proses agar dapat digunakan dalam tahap selanjutnya, yaitu proses seleksi citra. Adapun proses tersebut terdiri dari proses pembentukan citra keabuan, penghalusan citra, dan segmentasi citra.

3.2.1. Pembentukan Citra Keabuan (Grayscaling)

Pada tahap ini citra RGB diubah menjadi citra keabuan untuk mendapatkan nilai keabuan dari setiap pixel yang ada pada citra. Proses ini harus dilakukan sebelum masuk kedalam proses segmentasi citra yaitu thresholding. Untuk mengubah citra berwarna yang memiliki nilai masing-masing r,g, dan b menjadi grayscale dengan nilai s. Konversi dapat dilakukan dengan mengambil nilai rata-rata dari r, g, dan b. Contoh citra mikroskop dapat dilihat pada Gambar 3.2. sedangkan citra hasil proses

grayscaling dilihat pada Gambar 3.3.

Gambar 3.2. Citra Mikroskop Sperma

Gambar 3.3.Citra Mikroskop Sperma Grayscale

3.2.2. Penghalusan Citra (Gaussian)

Proses ini dilakukan setelah proses grayscale, proses penghalusan citra ini dilakukan untuk mengurangi noise yang ada pada citra. Selain itu nilai yang didapat dari

(40)

Adapun contoh gambar yang telah mengalami proses dari gaussian ditunjukkan pada Gambar 3.4.

Gambar 3.4. Citra Hasil Proses Gaussian

3.2.3. Segmentasi Citra (Thresholding)

Pada tahap selanjutnya citra yang telah mengalami proses penghalusan citra (gaussian) akan mengalami proses segmentasi citra. Segmentasi citra dilakukan untuk memisahkan objek dari background. Dalam proses ini citra akan dibagi menjadi dua bagian yaitu objek dan background. Proses thresholding ini akan menghasilkan citra biner yang memberikan informasi tentang letak objek dan background. Dimana citra hanya akan berwarna hitam dan putih saja. Adapun contoh gambar yang telah mengalami proses dari thresholding ditunjukkan pada Gambar 3.5.

Gambar 3.5. Citra Hasil Proses Thresholding

3.3. Proses Seleksi Citra

(41)

25

objek-objek tersebut yaitu: pelabelan objek pada citra sperma (Labelling), dan pengotakan objek pada citra sperma (Bounding Box).

3.3.1. Pelabelan Objek Pada Citra Sperma (Labelling)

Tahapan ini termasuk dalam proses seleksi citra. Proses ini dilakukan sebelum tahapan

bounding box dilakukan. Labelling dilakukan untuk memberikan label pada objek yang terdapat pada citra. Proses ini dilakukan jika dalam satu citra memiliki banyak objek. Label akan diberikan sesuai dengan objek hasil dari segmentasi citra (thresholding).

3.3.2. Pengkotakkan Objek Pada Citra Sperma (Bounding Box)

Tahapan ini termasuk dalam proses dari seleksi citra, Pada proses ini objek yang terdapat pada citra akan dikotak-kotakkan yang berfungsi untuk mempermudah dalam pengenalan objek dan memperkecil area objek. Proses bounding box ini dilakukan dengan cara memberikan kotak pada objek sesuai dengan ukuran objek dan sesuai dengan hasil pelabelan. Dimana objek terdiri dari kepala, badan, dan ekornya saja. Adapun contoh gambar yang telah mengalami proses bounding box ditunjukkan pada Gambar 3.6.

Gambar 3.6. Citra Hasil Proses Bounding Box

3.4. Feature Extraction

Pada penelitian ini ekstraksi fitur menggunakan metode invariant moment. Nilai

(42)

sebanyak tujuh nilai, nilai ini yang disimpan kedalam database. Nilai tersebut yang akan dipakai kedalam euclidean distance.

3.4.1. Invariant Moment

Invariant moment adalah suatu metode yang mendeskripsikan ciri geometri pada sistem identifikasi objek dan pengenalan karakter. Setelah objek-objek citra didapatkan, maka dihitung ketujuh nilai invariant moment-nya. Proses perhitungan

invariant moment dengan contoh file citra hasil gaussian berukuran 100 x 100 pixel

seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.7

Gambar 3.7. Citra Hasil Proses Gaussian

. Langkah pertama untuk mencari nilai invariant moment dapat dimulai dengan menghitung nilai momen dari setiap objek yang terdapat pada Gambar 3.7. Hasil proses gaussian yang dihitung dengan persamaan (2.5) dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Hasil Proses Gaussian

x/y 0 1 2 3 4 5 99

0 85 127 141 137 142 145 59

1 130 169 188 189 190 192 118

2 145 189 214 217 216 216 141

3 141 190 218 220 219 218 141

4 144 191 217 219 218 219 142

5 145 192 216 217 218 221 144

(43)

27

Setelah hasil proses gaussian diperoleh, nilai momen dapat dihitung dengan persamaan berikut. merupakan kolom, dan f(x,y) merupakan nilai intensitas citra. Nilai intensitas yang diambil merupakan nilai setelah mengalami proses gaussian. Nilai momen yang dicari adalah ;**, ;'*, dan ;*'untuk setiap objek yang ada.

Nilai momen yang diperoleh menggunakan persamaan diatas adalah sebagai berikut. 1. ;** = 160650

2. ;'* = 8479770 3. ;*' = 7304730

Setelah nilai ;**, ;'*, dan ;*' diperoleh, maka perhitungan dilanjutkan dengan menghitung nilai momen pusat dengan persamaan berikut.

@1( = − ̅ 1 3 − 3C (

(44)

Setelah nilai @'', @ *, @* , @ *, @* , @' , dan @ ' diperoleh untuk setiap objek, maka dilanjutkan dengan normalisasi nilai momen pusat dengan persamaan sebagai berikut.

G

1(

=

HIJ HFFK

Dimana:

L =

1 (

+ 1

@**= ;**

Maka nilai normalisasi momen pusat diperoleh, yaitu : 1. G'' = 1.4810705783391106e-6

Tahap akhir untuk memperoleh tujuh nilai invariant moment untuk setiap objek dilakukan dengan cara menghitung nilai M. Setelah nilai M diperoleh, maka nilai tersebut langsung didefenisikan kedalam |log(|M|)|.

(45)

29

5. MQ = 44.86779365123266 6. MT = 30.203467326090035 7. MU = 50.89496763743394

3.5. Klasifikasi

Klasifikasi dilakukan dengan menggunakan euclideandistance yaitu pendekatan nilai. Nilai yang didapat dari data training akan disimpan kedalam database, kemudian nilai data testing yang didapatkan akan dicari jarak terkecilnya dengan nilai yang ada didalam database. Semakin kecil jarak nilai yang didapatkan maka objek akan semakin mirip, sebaliknya jika jarak nilai yang didapatkan semakin besar maka objek semakin tidak mirip. Jarak nilai dapat dihitung menggunakan persamaan (2.11).

P = p1,p2,…,pn dihasilkan ketika sistem sedang berjalan. Data keluaran adalah data yang dikeluarkan setelah data masukan diproses dan akan ditampilkan pada pengguna.

3.6.1. Data Masukan

(46)

3.6.2. Data Proses

Data proses adalah data yang dihasilkan ketika sistem dijalankan. Tahapan yang utama dalam memperoleh data proses adalah pre-processing citra mikroskop sperma,

feature extraction, klasifikasi, dan identifikasi. Tahapan pre-processing citra mikroskop sperma terdiri dari graysacling kemudian gaussian, lalu masuk ke tahap segmentasi gambar dengan menggunakan thresholding. Proses labelling dan bounding box adalah proses seleksi citra, untuk memisahkan objek satu dengan objek yang lain. Klasifikasi menggunakan metode euclidean distance yaitu pendekatan nilai.

3.6.3. Data Keluaran

Data keluaran yang dihasilkan adalah data yang telah diidentifikasi subur atau kurang subur (tidak subur) beserta nilai ekstraksi ciri dari masing-masing objek dan informasi yang dibutuhkan.

3.7. Perancangan Sistem

Pada tahap ini akan diuraikan mengenai perancangan menu sistem dan perancangan antarmuka.

3.7.1. Perancangan Menu Sistem

(47)

31

Gambar 3.8. Struktur Menu Aplikasi

3.7.2. Perancangan Antarmuka

Perancangan antarmuka merupakan gambaran umum tentang tampilan yang terdapat pada sistem.

1. Rancangan Tampilan Awal

Pada tampilan awal aplikasi terdapat gambar sperma pada bagian atas dan nama sistem pada bagian bawah. Dibagian bawah terdapat tombol “Start” untuk memulai sistem. Rancangan tampilan awal dapat dilihat pada Gambar 3.9.

Gambar 3.9. Rancangan Tampilan Awal Aplikasi Keterangan:

a. Tombol “Start” memungkinkan user untuk masuk ke halaman utama aplikasi. Halaman

Awal Start

Halaman Utama

Input Citra ke

Database

Keluar Cari File

(48)

2. Rancangan Tampilan Utama

Pada tampilan utama aplikasi, terdapat beberapa fasilitas seperti memilih citra mikroskop sperma, pemrosesan citra mikroskop sperma, dan hasil klasifikasi citra mikroskop sperma. Rancangan tampilan utama dapat dilihat pada Gambar 3.10.

.

Gambar 3.10. Rancangan Tampilan Utama Aplikasi Keterangan:

a. Tombol “File” memungkinkan user untuk memilih tombol untuk meng-input data kedalam database atau tombol untuk keluar.

b. Tombol “Input Citra Ke Database” memungkinkan user untuk meng-input data ke dalam database, tombol “Keluar” memungkinkan user untuk keluar dari aplikasi. c. Tombol “Pilih” memungkinkan user untuk memilih citra yang akan di-input untuk

diidentifikasi.

d. Tombol “Proses” memungkinkan user untuk memproses data atau gambar yang di-input untuk diproses. Setelah data atau gambar diproses maka hasil gambar pre

-processing akan ditampilkan seperti hasil grayscaling, hasil gaussian, hasil

thresholding, dan hasil bounding box. Nilai ekstraksi ciri pun akan ditampilkan pada bagian nilai ekstraksi fitur dan hasil akan ditampilkan bersama running time

pada bagian hasil.

e. Label untuk menampilkan hasil grayscaling. f. Label untuk menghasilkan hasil thresholding.

g. Label untuk menghasilkan hasil gaussian.

(49)

33

3. Rancangan Tampilan Input Citra ke Database

Pada tampilan input citra ke database terdapat label untuk menampilkan citra

input-an dan terdapat tombol-tombol untuk memilih citra dan meng-input-kan citra ke dalam database. Rancangan tampilan input citra ke database dapat dilihat pada Gambar 3.11.

Gambar 3.11. Rancangan Tampilan Input Citra ke Database Keterangan:

a. Tombol “Pilih Citra” memungkinkan user untuk memilih citra yang akan di-input

ke dalam database.

b. Tombol “Input Citra” memungkinkan user meng-input-kan citra ke dalam

(50)

BAB 4

IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN

Bab ini membahas hasil yang didapatkan dari implementasi metode Invariant Moment

untuk melakukan identifikasi kesuburan pria melalui kelainan sperma berdasarkan morfologi (teratospermia) dan pengujian sistem sesuai dengan analisis dan perancangan yang telah dibahas pada Bab 3.

4.1. Implementasi Sistem

Pada tahap ini, metode invariant moment akan diimplementasikan ke dalam sistem menggunakan bahasa pemrograman Java sesuai dengan perancangan yang telah dilakukan.

4.1.1. Spesifikasi Perangkat Keras dan Perangkat Lunak

Spesifikasi perangkat keras dan perangkat lunak yang digunakan untuk membangun sistem adalah sebagai berikut:

1. Prosesor Intel Core i3-370M CPU 2.40 GHz. 2. Kapasitas harddisk 500 GB.

3. Memori 2.00 GB RAM DDR3.

4. Sistem operasi yang digunakan adalah Microsoft Windows 8.1 Enterprise. 5. NetBeans IDE 8.0.2.

(51)

35

4.1.2. Implementasi Perancangan Antarmuka

Implementasi perancangan antarmuka berdasarkan rancangan yang telah dilakukan pada Bab 3 adalah sebagai berikut.

1. Tampilan Awal Sistem

Tampilan awal sistem merupakan tampilan yang pertama kali muncul ketika sistem dijalankan. Tampilan awal sistem dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1. Tampilan Awal Sistem

2. Tampilan Utama Sistem

(52)

Gambar 4.2. Tampilan Utama Sistem

3. Tampilan Input Citra ke Database

Tampilan input citra ke database ini untuk menginputkan citra ke dalam

database. Tampilan input citra ke database dapat dilihat pada Gambar 4.3.

Gambar 4.3. Tampilan Input Citra ke Database

4.1.3. Implementasi Data

(53)

37

Tabel 4.1 Data Training dan Testing

No Nama Citra Gambar Citra Training

(Citra

Database)

Citra Testing

(Citra query)

1 normal 1 X

2 normal 2 X

3 normal 3 X

4 normal 4 X

5 normal 5 X

6 normal 6 X

7 normal 7 X

8 normal 8 X

9 normal 9 X

10 normal 10 X

11 normal 11 X

12 normal 12 X

13 normal 13 X

14 normal 14 X

(54)

16 normal 16 X

17 normal 17 X

18 normal 18 X

19 normal 19 X

20 normal 20 X

21 citra_s2_O X

22 citra_s7_T X

(55)

39

24 citra_s10_O X

25 citra_s12_O X

26 citra_s13_T X

27 citra_s17_O X

(56)

29 citra_s20_T X

30 citra_s21_O X

31 citra_s23_O X

32 citra_s24_O X

(57)

41

4.2. Prosedur Operasional

Tampilan awal aplikasi ditunjukkan seperti pada Gambar 4.1 memiliki satu tombol “Mulai Pendeteksian”. Tombol “Mulai Pendeteksian” digunakan untuk memulai sistem dan masuk ke tampilan utama sistem. Tampilan utama sistem seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.2 memiliki satu buah menu yaitu menu “File” yang berisi sub-menu “Input Citra ke Database” untuk meng-input-kan gambar ke dalam database

dan “Exit” untuk keluar dari sistem. Tampilan dari menu “File” dapat dilihat pada Gambar 4.4.

Gambar 4.4. Tampilan Menu “File”

34 citra_s27_O X

(58)

Tampilan dari sub-menu “Input Citra ke Database” dapat dilihat pada Gambar 4.3. Pada Tampilan tersebut terdapat tombol “Cari File” yang berfungsi untuk mencari file

yang akan di-input ke dalam database dan tombol “Input Citra” berfungsi untuk meng-input-kan citra ke dalam database. Citra yang di-input akan masuk kedalam panel list citra. Tampilan ketika file dipilih dan di-input ke dalam database dapat dilihat pada Gambar 4.5.

Gambar 4.5. Tampilan Ketika File dipilih dan di-input kedalam Database

Gambar 4.6. Tampilan Saat Tombol “Cari File” dipilih

(59)

43

Gambar 4.7. Tampilan Utama Aplikasi Setelah Citra Sperma dipilih Selain itu pada tampilan utama sistem terdapat tombol “Cari File” yang digunakan untuk memilih citra sperma yang akan diidentifikasi. Tampilan saat tombol “Cari File” dipilih dapat dilihat pada Gambar 4.6.

Setelah citra di-input-kan, maka akan ditampilkan pada panel “Citra Input”, tombol “Proses” akan aktif. Tombol “Proses” digunakan untuk memulai proses identifikasi kesuburan pria dari citra sperma yang telah di-input-kan, dimulai dari pre-processing, proses seleksi citra, feature extraction menggunakan invariant moment

dan klasifikasi menggunakan euclidean distance. Hasil dari pre-processing akan ditampilkan pada panel “Citra Grayscale”, “Citra Gaussian” dan “Citra

Thresholding”. Hasil dari proses seleksi citra akan ditampilkan pada panel “Citra

Bounding Box” beserta keterangan citra sperma yang normal dan citra sperma yang tidak normal. Citra yang normal akan diberi keterangan “N” dan yang tidak normal akan diberi keterangan “TN”. Hasil dari “feature extraction” akan dikeluarkan berupa nilai yang ditampilkan pada “Nilai fitur ekstraksi invariant moment”. Nilai yang dikeluarkan akan ditampilkan sesuai jumlah objek pada citra input-an, satu objek memiliki tujuh nilai ektraksi fitur invariant moment.

(60)

Gambar 4.8. Tampilan Aplikasi Setelah Citra diproses

Hasil dari pre-processing ditampilkan pada Gambar 4.9, Gambar4.10 dan Gambar 4.11.

(61)

45

Gambar 4.10. Tampilan Citra Hasil Gaussian

Gambar 4.11. Tampilan Citra Hasil Thresholding

(62)

Gambar 4.12. Tampilan Hasil Proses Seleksi Citra 4.3. Pengujian Sistem

Pada tahap ini dilakukan pengujian terhadap data dan sistem. Pengujian data dilakukan pada 15 data uji sperma dengan menggunakan 20 data latih sperma normal dalam database. Berdasarkan pengujian yang dilakukan maka diperoleh hasil seperti pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2. Hasil Pengujian Data Sperma

No Nama Citra Gambar

Hasil Jumlah

Sperma Normal

Jumlah Sperma Tidak Normal

Kesimpulan

1 citra_s2_O 1 5 Tidak Subur

2 citra_s7_T 5 5 Subur

(63)

47

4 citra_s10_O 4 8 Subur

5 citra_s12_O 3 7 Subur

6 citra_s13_T 5 7 Subur

7 citra_s17_O 7 8 Subur

8 citra_s19_O 0 9 Tidak Subur

9 citra_s20_T 2 9 Tidak Subur

10 citra_s21_O 3 5 Subur

11 citra_s23_O 2 6 Tidak Subur

12 citra_s24_O 2 7 Tidak Subur

(64)

14 citra_s27_O 1 9 Tidak Subur

15 citra_s28_O 6 7 Subur

Berdasarkan Tabel 4.2 dari 15 data uji sperma dapat ditentukan sepuluh data sperma yang teridentifikasi subur dan lima data sperma yang teridentifikasi tidak subur. Identifikasi kesuburan pria ditentukan dengan cara mendeteksi bentuk sperma yang normal dan sperma yang tidak normal. Sperma normal atau tidak normal ditentukan berdasarkan tingkat kemiripan data uji sperma normal dalam database. Jika jumlah sperma normal lebih besar sama dengan 30% maka data sperma diidentifikasi subur. Sebaliknya jika jumlah sperma normal lebih kecil dari 30 % maka data sperma diidentifikasi tidak subur (WHO, 2010).

Tahap selanjutnya dilakukan pengujian sistem, pengujian sistem dilakukan dengan mengukur tingkat akurasi sistem dan running time dari sistem. Perhitungan dapat dilakukan dengan cara menghitung jumlah sperma normal yang terdeteksi dengan benar secara kasat mata. Adapun perhitungan dapat dilihat pada contoh gambar citra_s9_O seperti pada Gambar 4.13.

(65)

49

$c def =?= g100% (4.1)

Keterangan :

x = i ; ej f" d;e kld;e 3ek2 m ked

y = 7lne f" d;e "eoe 2e;med

Perhitungan dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan (4.1).

$c def 5

5 g 100% $c def 100%

Nilai akurasi dihitung untuk setiap gambar, setelah semua gambar mendapatkan nilai akurasinya maka selanjutnya menghitung rata rata untuk semua nilai akurasi. Akurasi ini yang akan menjadi akurasi secara keseluruhan. Running time dilakukan oleh program dengan cara menghitung waktu mulai dari algoritma dijalankan sampai algoritma berhenti. Tingkat akurasi sistem dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3. Tingkat Akurasi dan Running Time Sistem No Nama Citra Query Gambar Tingkat Akurasi

(%) RT (sekon)

1 citra_s2_O 83,33 0,938

2 citra_s7_T 60 0,391

3 citra_s9_O 100 0,391

4 citra_s10_O 66,67 0,422

(66)

6 citra_s13_T 83,34 0,344

7 citra_s17_O 93,34 0,578

8 citra_s19_O 88,89 0,375

9 citra_s20_T 72,72 0,422

10 citra_s21_O 75 0,382

11 citra_s23_O 87,5 0,328

12 citra_s24_O 88,89 0,484

13 citra_s25_O 75 0,328

14 citra_s27_O 90 0,344

15 citra_s28_O 76,92 0,390

(67)

51

(68)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini membahas tentang kesimpulan dari metode yang diajukan untuk mengidentifikasi kesuburan pria pada bagian 5.1, serta pada bagian 5.2. akan dibahas saran-saran untuk pengembangan penelitian selanjutnya.

5.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan pengujian sistem identifikasi kesuburan pria menggunakan invariant moment adalah sebagai berikut:

1. Metode invariant moment dapat digunakan untuk identifikasi kesuburan pria melalui kelainan sperma berdasarkan morfologi sperma (teratospermia). 2. Proses identifikasi kesuburan pria melalui kelainan sperma berdasarkan

morfologi sperma (teratospermia) memiliki tingkat akurasi 80,77 %.

3. Penggunaan waktu untuk proses identifikasi kesuburan pria melalui kelainan sperma berdasarkan morfologi sperma (teratospermia) selama 0,4369 detik.

5.2. Saran

Berikut adalah hal-hal yang menjadi saran dari penelitian ini untuk penelitian selanjutnya adalah sebagai berikut:

(69)

53

(70)

DAFTAR PUSTAKA

Abbiramy, V. S & Shanthy, Dr. V. 2010. Spermatozoa Segmentation and Morphological Parameter Analysis Based Detection of Teratozoospermia. International Journal of Computer Applications (0975 – 8887) Vol 3 (7). Diakses 29 Mei 2015.

Andriessen, D. R. 2012. Pengendalian Mobile Robot Berbasis Webcam Menggunakan Perintah Isyarat Tangan. Jurnal STIKOM. Vol 1(2).

Bijar, A., Benavent, A. P., Mikaeili, M., Khayati, R. 2012. Fully automatic identification and discrimination of sperm’s parts in microscopic images of stained human semen smear. Jurnal Biomedical Science Engineering (384-395). Diakses 29 Mei 2015.

Carrillo, H., Villareal, J., Sotaquira, M., Goelkel, A., Gutierrez, R. 2007.

Spermatozoon Segmentation Towards an Objective Analysis of Human Sperm Morphology. IEEE (1845-5921). Diakses 29 Mei 2015.

Danil, Christoper, 2013. Edge Detection menggunakan Algoritma Canny. Diakses 30 Mei 2015.

Gonzales, R.C. & Woods, R.E. 2002. Digital Image Processing. New Jersey: Prentice-Hall Inc.

Imron, M. 2013. Pengolahan Citra. Universitas Indraprasta, Jakarta. Diakses 10 April 2015.

Johny, B. F. 2011. Pemeriksaan Kesuburan (fertilitas) pada Pria dan Wanita.

http://www.medicinesia.com. Diakses 7 Juli 2015.

Karimah, F. U. 2014. Rancang Bangun Aplikasi Pencarian Citra Batik Bersurek Berbasisi Tekstur dengan Metode Grey Level Co-occurance Matrix dan Euclidean Distance. Skripsi. Universitas Bengkulu.

Liao, P.S., Chen, T.S. & Chung, P.C. 2001. A fast algorithm for multilevel thresholding. Journal of Information Science and Engineering 17: 713-727. Murinto,M, 2009. Analisis Perbandingan Metode Intensity Filtering Dengan Metode

Frequency Filtering Sebagai Reduksi Noise Citra Digital.

(71)

55

P Sah, 2004. Oligospermia In A Man With Small Testes And Elevated Serum FSH Responds To Low Dose Estrogen-Testosterone Combination Therapy, Resulting In His Wife's Pregnancy And Live Birth. The Internet Journal of Endocrinology. Vol 2 (1). Diakses 7 Juli 2015.

Rangkuti, A. H. 2012. Analisis Segmentasi Ciri Citra Buah dan Bunga dengan Invariant Moment dan Algoritma Threshold. Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2012 (1907-5022).

Shamsi, M. B., Kumar, R., Bhatt, A., Bamezai, R., Kumar, R., Gupta, N. P. 2008.

Mitochondrial DNA mutations in etiopathogenesis of male infertility. Indian J Urol 2008; 24:150-4. Diakses 7 Juli 2015.

Sudarsono F., Birowo P., Rasyid N., Taher A, 2009. Diagnosis dan Terapi Azoospermia. Departemen Urologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo.

Venkatesh, S., Deecaraman, M., Kumar, R., Shamsi, M. B., Dada, R. 2009. Role of reactive oxygen species in the pathogenesis of mitochondrial DNA (mtDNA) mutation in male infertility. Indian J Med Res 2009; 129:127 – 37. Diakses 7 Juli 2015.

Gambar

Gambar 2.2. Citra Warna
Gambar 2.3. Citra Grayscale
Gambar 2.4. Citra Biner
Tabel 2.1. Matriks Kernel Gauss 5 x 5 dengan � = 1.0
+7

Referensi

Dokumen terkait

Melakukan tanya jawab antar Siswa dan guru untuk memilah pertanyaan- pertanyaan yang relevan dengan materi pembelajaran..

• Pelaksana evaluasi kegiatan onientasi tenaga dokter, fisioterapis, dan perawat yang be kerja di Unit Rehabilitasi Medik oleh Kepala Unit Rehabilitasi Medik Rumah Sakit

(3) Untuk meningkatkan kualitas perkuliahan melalui implementasi perangkat pembelajaran Daspros Mat 2 yang memuat nilai-nilai karakter, khususnya peningkatan karakter maha-

Selain itu, menurut Saputria, dkk (2016) efektivitas suatu pembelajaran dapat dilihat dari sejauh mana kegiatan tersebut mampu membentuk kemandirian belajar siswa

dengan hasil penelitian Tapia dan Fuentes (2016), dalam hasil penelitiannya menyatakan bahwa dengan adanya penggunaan pupuk hayati dapat meningkatkan konsentrasi

Y.N adalah Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik (luka bakar), kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera kimiawi kulit (luka bakar) dan intoleransi

Analisis Validitas Diskriminan dilakukan dalam dua tahap, yaitu melalui cross loading dan membandingkan antara nilai kuadrat korelasi antara variabel dengan nilai

Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban , serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang Nasional (