SKRIPSI
PENGARUH PERTUMBUHAN PERUSAHAAN, PROFITABILITAS, F IRM SIZE, STRUKTUR ASET DAN KEPEMILIKAN MANAJERIAL TERHADAP
KEBIJAKAN STRUKTUR MODAL DALAM PERSPEKTIF PECKING ORDER THEORY PADA PERUSAHAAN JASA
YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE
2011-2013
OLEH :
DEAH RIZKI HASIBUAN 130522018
PROGRAM STUDI AKUNTANSI DEPARTEMEN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa
skripsi saya yang berjudul “Pengaruh Pertumbuhan Perusahaan, Profitabilitas,
Firm Size, Struktur Aset dan Kepemilikan Manajerial terhadap Kebijakan Struktur Modal dalam Perspektif Pecking Order Theory pada Perusahaan Jasa yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”adalah benar hasil karya tulis saya sendiri yang
disusun sebagai tugas akademik guna menyelesaikan beban akademik pada
Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
Bagian atau data tertentu yang saya peroleh dari perusahaan atau lembaga,
dan/atau saya kutip dari hasil karya orang lain telah mendapat izin, dan/atau
dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika
penulisan ilmiah.
Apabila kemudian hari ditemukan adanya kecurangan dan plagiat dalam skripsi
ini, saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan yang berlaku.
Medan, 2015 Yang membuat pernyataan,
ABSTRAK
PENGARUH PERTUMBUHAN PERUSAHAAN, PROFITABILITAS, F IRM SIZE, STRUKTUR ASET DAN KEPEMILIKAN MANAJERIAL
TERHADAP KEBIJAKAN STRUKTUR MODAL DALAM PERSPEKTIF PECKING ORDER THEORY PADA
PERUSAHAAN JASA YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA
PERIODE 2011-2013
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan perusahaan, profitabilitas, firm size, struktur aset dan kepemilikan manajerial terhadap kebijakan struktur modal dalam perspektif pecking order theory. Penelitian ini dilakukan pada perusahaan jasa yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kausal dan bersifat replikasi terhadap penelitian terdahulu dengan populasi dari perusahaan jasa. Data yang digunakan berupa laporan keuangan dan laporan tahunan perusahaan jasa yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode 2011, 2012 dan 2013. Pemilihan sampel dilakukan dengan metode purposive samplingdan diperoleh tiga puluh tiga perusahaan sebagai sampel. Data yang digunakan adalah data yang diperoleh dari
www.idx.co.id. Pengujian data menggunakan analisis statistik yaitu analisis regresi linear berganda dengan melakukan uji asumsi klasik terlebih dahulu.Hipotesis dalam penelitian ini pertumbuhan perusahaan, profitabilitas, firm
size, struktur aset dan kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap kebijakan struktur modal dalam perspektif pecking order theory.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa secara parsial pertumbuhan perusahaan berpengaruh positif tidak signifikan terhadap struktur modal. Profitabilitas (ROA), firm size, dan struktur aset berpengaruh negatif dan signifikan terhadap struktur modal. Kepemilikan manajerial (MOWN) berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap struktur modal. Secara simultan variabel pertumbuhan perusahaan, profitabilitas, firm size, struktur aset dan kepemilikan manajerial berpengaruh signifikan terhadap struktur modal.
ABSTRACT
EFFECT OFCOMPANY’S GROWTH, PROFITABILITY, FIRM SIZE, STRUCTURE OF ASSET, AND MANAGERIAL OWNERSHIP
TO CAPITAL STRUCTURE IN THE PECKING ORDER THEORY PERSPECTIVE ON SERVICE
COMPANIES LISTED ON THE STOCK EXCHANGE
INDONESIA
This study aims to determine the effect of the company’s growth, profitability, firm size, structure of asset and managerial ownership to capital structure in the pecking order theory perspective. This research was conducted at service companies listed on the Indonesia Stock Exchange.
This research is a kind of causal research and is a replication of the earlier study with a population of service companies. The data used in the form of financial statements and annual reports of service companies listed in Indonesia Stock Exchange during the period 2011, 2012 and 2013, sample selection is done by purposive sampling method and obtained thirty-three companies as samples. The data used is the data obtained from www.idx.co.id. Testing statistical analysis of the data using multiple linear regression analysis to test the classical assumption first. The hypothesis of this study is the company’s growth, profitability, firm size, structure of asset and managerial ownership effect the capital structure company in the pecking order theory perspective.
Results from this study indicate that partial company’s growth has a non significant positive effect on capital structure. Profitability (ROA), firm size and structure of asset has a significant negative effect on capital structure. Managerial ownership (MOWN) has a non significant negative effect on capital structure. Simultaneously showed that the variabels of company’s growth, profitability (ROA), firm size, structure of asset and managerial ownership (MOWN) has a significant effect on capital structure.
Keywords: Company’s Growth, Profitability, Firm Size, Structure of Asset, and Managerial Ownership in the Pecking Order Theory
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Esa atas segala berkat dan karunia
yang telah dilimpahkan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Pengaruh Pertumbuhan Perusahaan, Profitabilitas, Firm Size, Struktur Aset dan Kepemilikan Manajerial Terhadap Kebijakan Struktur Modal dalam Perspektif Pecking Order Theory pada Perusahaan Jasa yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Akuntansi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Departemen Akuntansi
Universitas Sumatera Utara. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari
bahwa banyak kekurangan dan kelemahan yang masih dijumpai mengingat
keterbatasan kemampuan dan pengetahuan penulis.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada
kedua orang tua saya Ir Sende Hasibuan dan Afridah Nasution dan kepada
berbagai pihak yang banyak membantu penulis, yaitu :
1. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec.Ac, Ak. selaku Dekan Fakultas
Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Dr. Syafruddin Ginting Sugihen, MAFIS., Ak. selaku Ketua
Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara dan
Bapak Drs. Hotmal Ja’far, M.M., Ak. selaku Ketua dan Sekretaris Departemen
Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Drs. Firman Syarif, M.Si., Ak. Dan Ibu Mutia Ismail, M.M., Ak. selaku
Universitas Sumatera Utara dan Ibu Dra. Mutia Ismail, MM. Ak. selaku
Sekretaris Program Studi S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas
Sumatera Utara.
4. Ibu Dra. Nurzaimah, MM, Ak. Selaku dosen pembimbing.
5. Bapak Drs. Chairul Nazwar, Msi, Ak. Selaku dosen penguji.
6. Bapak Drs. Idhar Yahya, MBA, AK. Selaku dosen pembanding.
7. Kepada keluarga saya khususnya ayah saya Ir. Sende Hasibuan dan ibu saya
Afridah Nasution yang selalu mendoakan untuk kelancaran anaknya dan
mensupport saya untuk segera menyelesaikan skripsi ini.
8. Kepada sahabat-sahabat tercinta Redha Fauriza dan Erlinda (eeng) yang
sama-sama berjuang untuk menyelesaikan skripsi.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan
skripsi ini. Akhirnya dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan
semoga skripsi ini dapat memperkaya ilmu pengetahuan dan bermanfaat bagi
semua pihak yang membutuhkan.
Medan, 2015 Penulis,
DEAH RIZKI HASIBUAN
DAFTAR ISI
PERNYATAAN ... i
ABSTRAK ... ii
ABSTRACT ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang ... 1
1.2 PerumusanMasalah ... 11
1.3 TujuanPenelitian ... 12
1.4 ManfaatPenelitian ... 13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TinjauanTeoritis ... 14
2.1.1 Pecking Order Theory ... 14
2.1.2 Struktur Modal... 16
2.1.2.1 PengertianStruktur Modal ... 16
2.1.2.2 Komponen Struktur Modal ... 19
2.1.2.3 Teori Struktur Modal ... 22
2.1.3Pertumbuhan Perusahaan... 28
2.1.4 Profitabilitas ... 30
2.1.5 Firm Size ... 31
2.1.6 Struktur Aktiva ... 32
2.1.7Kepemilikan Manajerial ... 33
2.1.8Teori Agensi (Agency Theory) ... 36
2.2 TinjauanPenelitianTerdahulu... 38
2.3 KerangkaKonseptual ... 44
2.3.1 Pengaruh Pertumbuhan Perusahaan Terhadap Kebijakan Struktur Modal Dalam Perspektif Pecking Order Theory... 45
2.3.2 Pengaruh Profitabilitas Terhadap Kebijakan Struktur Modal Dalam Perspektif Pecking Order Theory ... 46
2.3.3 Pengaruh Firm SizeTerhadap kebijakan Struktur Modal Dalam Perspektif Pecking Order Theory ... 47
2.3.4 Pengaruh Struktur Aktiva Terhadap Kebijakan Struktur Modal Dalam Perspektif Pecking Order Theory ... 48
2.3.5 Pengaruh Kepemilikan Manajerial TerhadapKebijakan Struktur Modal Dalam Perspektif Pecking Order Theory ... 49
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 JenisPenelitian ... 53
3.2 PopulasidanSampel ... 53
3.3 JenisdanSumber Data ... 56
3.4 MetodePengumpulan Data ... 57
3.5 DefenisiOperasionaldanPengukuranVariabel ... 57
3.5.1 Pertumbuhan Perusahaan (X1) ... 57
3.5.2 Profitabilitas ... 58
3.5.3 Firm Size ... 58
3.5.4 Struktur Aktiva ... 59
3.5.5 Kepemilikan Manajerial (X2) ... 60
3.5.3 Kebijakan Struktur Modal (Y)... 61
3.6 MetodeAnalisis Data ... 62
3.6.1 PengujianAsumsiKlasik ... 63
3.6.1.1 UjiNormalitas ... 63
3.6.1.2 UjiMultikolinieritas ... 65
3.6.1.3 UjiHeteroskedastisitas ... 66
3.6.1.4 UjiAutokorelasi ... 66
3.6.2 Analisis Regresi Linear Berganda ... 67
3.6.2.1 Koefisien Determinan (R2)... 68
3.6.3 Pengujian Hipotesis ... 69
3.6.3.1UjiSignifikanT ... 69
3.6.3.2UjiSignifikanF ... 69
3.7 Tempat dan JadwalPenelitian ... 70
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 71
4.1.1 Data Penelitian ... 71
4.1.2 Statistik Deskriptif ... 72
4.1.3 Pengujian Asumsi Klasik ... 74
4.1.3.1 Uji Normalitas ... 74
4.1.3.2 Uji Multikolinearitas ... 78
4.1.3.3 Uji Heteroskedastisitas ... 80
4.1.3.4 Uji Autokorelasi ... 81
4.1.4 Regresi Linear Berganda ... 83
4.1.5 Koefisien Determinan (R2) ... 85
4.1.6 Pengujian Hipotesis ... 86
4.1.6.1 Uji Signifikan T ... 86
4.1.6.2 Uji Signifikan F ... 89
4.2 Pembahasan Hasil Penelitian ... 91
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 93
5.2 Keterbatasan Penelitian ... 96
DAFTAR TABEL
Tabel Judul Halaman
2.1 Tinjauan Peneitian Terdahulu ... 40
3.1 Proses Pengambilan Sampel ... 54
3.2 Sampel Perusahaan Jasa yang Bergerak di Sektor Keuangan ... 55
3.3 Definisi Operasional ... 62
3.4 Jadwal Penelitian ... 70
4.1 Sampel Perusahaan ... 72
4.2 Statistik Deskriptif Data Penelitian ... 73
4.3 Hasil Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov (K-S) ... 78
4.4 Hasil Uji Multikolinearitas ... 79
4.5 Hasil Uji Autokorelasi ... 82
4.6 Regresi Linear Berganda ... 83
4.7 Koefisien Determinasi ... 85
4.8 Uji Signifikan T ... 86
DAFTAR GAMBAR
Gambar Judul Halaman
2.1 Kerangka Konseptual ... 51
4.1 Histogram ... 76
4.2 Grafik P-P Plot ... 77
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Judul Halaman
1 Daftar Populasi Perusahaan Jasa yang Terdaftar diBursa
Efek Indonesia (BEI) ... 104 2 Daftar Sampel Perusahaan Jasa yang Bergerak di Sektor
Keuangan... 111 3 Hasil Perhitungan Growth, ROA, Firm Size, Struktur Aktiva,
ABSTRAK
PENGARUH PERTUMBUHAN PERUSAHAAN, PROFITABILITAS, F IRM SIZE, STRUKTUR ASET DAN KEPEMILIKAN MANAJERIAL
TERHADAP KEBIJAKAN STRUKTUR MODAL DALAM PERSPEKTIF PECKING ORDER THEORY PADA
PERUSAHAAN JASA YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA
PERIODE 2011-2013
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan perusahaan, profitabilitas, firm size, struktur aset dan kepemilikan manajerial terhadap kebijakan struktur modal dalam perspektif pecking order theory. Penelitian ini dilakukan pada perusahaan jasa yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kausal dan bersifat replikasi terhadap penelitian terdahulu dengan populasi dari perusahaan jasa. Data yang digunakan berupa laporan keuangan dan laporan tahunan perusahaan jasa yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode 2011, 2012 dan 2013. Pemilihan sampel dilakukan dengan metode purposive samplingdan diperoleh tiga puluh tiga perusahaan sebagai sampel. Data yang digunakan adalah data yang diperoleh dari
www.idx.co.id. Pengujian data menggunakan analisis statistik yaitu analisis regresi linear berganda dengan melakukan uji asumsi klasik terlebih dahulu.Hipotesis dalam penelitian ini pertumbuhan perusahaan, profitabilitas, firm
size, struktur aset dan kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap kebijakan struktur modal dalam perspektif pecking order theory.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa secara parsial pertumbuhan perusahaan berpengaruh positif tidak signifikan terhadap struktur modal. Profitabilitas (ROA), firm size, dan struktur aset berpengaruh negatif dan signifikan terhadap struktur modal. Kepemilikan manajerial (MOWN) berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap struktur modal. Secara simultan variabel pertumbuhan perusahaan, profitabilitas, firm size, struktur aset dan kepemilikan manajerial berpengaruh signifikan terhadap struktur modal.
ABSTRACT
EFFECT OFCOMPANY’S GROWTH, PROFITABILITY, FIRM SIZE, STRUCTURE OF ASSET, AND MANAGERIAL OWNERSHIP
TO CAPITAL STRUCTURE IN THE PECKING ORDER THEORY PERSPECTIVE ON SERVICE
COMPANIES LISTED ON THE STOCK EXCHANGE
INDONESIA
This study aims to determine the effect of the company’s growth, profitability, firm size, structure of asset and managerial ownership to capital structure in the pecking order theory perspective. This research was conducted at service companies listed on the Indonesia Stock Exchange.
This research is a kind of causal research and is a replication of the earlier study with a population of service companies. The data used in the form of financial statements and annual reports of service companies listed in Indonesia Stock Exchange during the period 2011, 2012 and 2013, sample selection is done by purposive sampling method and obtained thirty-three companies as samples. The data used is the data obtained from www.idx.co.id. Testing statistical analysis of the data using multiple linear regression analysis to test the classical assumption first. The hypothesis of this study is the company’s growth, profitability, firm size, structure of asset and managerial ownership effect the capital structure company in the pecking order theory perspective.
Results from this study indicate that partial company’s growth has a non significant positive effect on capital structure. Profitability (ROA), firm size and structure of asset has a significant negative effect on capital structure. Managerial ownership (MOWN) has a non significant negative effect on capital structure. Simultaneously showed that the variabels of company’s growth, profitability (ROA), firm size, structure of asset and managerial ownership (MOWN) has a significant effect on capital structure.
Keywords: Company’s Growth, Profitability, Firm Size, Structure of Asset, and Managerial Ownership in the Pecking Order Theory
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Di era globalisasi ini perkembangan perusahaan semakin lama semakin pesat.
Banyaknya perusahaan yang bersaing untuk dapat berkembang di masing-masing
usaha yang mereka jalani. Persaingan menuntut perusahaan untuk menjadi lebih
baik dan lebih unggul dibandingkan dengan perusahaan lain. Untuk dapat
berkembang perusahaan tentu memerlukan biaya atau modal sebagai suatu hal
yang sangat penting, karena modal digunakan untuk membiayai operasional
perusahaan juga mengembangkan bisnis. Modal yang digunakan untuk
perusahaan dapat berasal dari modal sendiri maupun dari pinjaman atau hutang.
Menurut Mardiyatmo (2008) bahwa modal sendiri adalah modal yang diperoleh
dari pemilik usaha itu sendiri. Modal sendiri terdiri dari tabungan, sumbangan,
hibah, saudara, dan lain sebagainya. Modal dari pinjaman atau hutang adalah
modal yang diperoleh dari pihak luar perusahaan. Hutang mempunyai dua
keuntungan. Pertama, bunga yang dibayarkan dapat dipotong untuk tujuan pajak,
sehingga menurunkan biaya efektif dari hutang. Kedua, pemegang hutang
(debtholder) mendapat pengembalian yang tetap sehingga pemegang saham
(stakeholder) tidak perlu mengambil bagian laba mereka ketika perusahaan dalam kondisi prima. Namun hutang juga mempunyai beberapa kelemahan. Pertama,
mengalami kesulitan keuangan dan laba operasi tidak mencukupi untuk menutupi
beban bunga, maka pemegang sahamnya harus menutup kekurangan itu, dan
perusahaan akan bangkrut jika mereka tidak sanggup. Terlalu banyak hutang
dapat menghambat perkembangan perusahaan yang pada gilirannya dapat
membuat pemegang saham berfikir dua kali untuk tetap menanamkan modalnya
(Brigham dan Houston,2001).
Dalam menjalankan suatu perusahaan, biasanya pemilik melimpahkan pada
pihak lain, yaitu manajer.Salah satu tugas utama dari manajer adalah menentukan
struktur modal perusahaan. Suatu keputusan penting yang dihadapi oleh manajer
keuangan dalam kaitannya dengan kelangsungan operasi perusahaan adalah
mengenai investasi (investment) dan sumber pendanaannya (financing). Sumber pendanaan di dalam perusahaan dibagi ke dalam dua kategori. Pertama, sumber
pendanaan internal yaitu sumber pendanaan yang dapat diperoleh dari laba
ditahan dan depresiasi aktiva tetap. Kedua, sumber pendanaan eksternal yaitu
sumber pendanaan yang dapat diperoleh dari para kreditur yang disebut dengan
hutang (debt). Perusahaan harus dapat menciptakan kombinasi yang paling
menguntungkan antara penggunaan sumber pendanaan internal (internal
financing) dan sumber pendanaan eksternal (eksternal financing).
Struktur modal telah menjadi salah satu faktor pertimbangan yang cukup
penting bagi para calon investor yang berminat menginvestasikan modalnya. Hal
ini terkait dengan besarnya risiko yang ditanggung pemegang sahamserta
besarnya tingkat pengembalian atau keuntungan yang diharapkan. Untuk dapat
kinerja keuangan perusahaan, kekayaan perusahaan tersebut, keuntungan
perusahaan dan pembayaran dividen perusahaan investor tidak dapat dipisahkan
dari informasi berupa laporan keuangan yang dikeluarkan setiap tahunnya. Para
investor akan melakukan berbagai analisis terkait dengan keputusan untuk
berinvestasi atau menanamkan modalnya pada perusahaan berdasarkan kondisi
laporan keuangan perusahaan tersebut.
Menurut Arifin (2005). Struktur modal (capital structure) merupakan
kombinasi hutang dan ekuitas dalam struktur keuangan jangka panjang
perusahaan. Tidak seperti debt ratio atau laverage ratio yang hanya
menggambarkan rasio hutang dan ekuitas pada suatu saat tertentu, struktur modal
lebih menggambarkan target komposisi hutang dan ekuitas dalam jangka panjang
pada suatu perusahaan.
Struktur modal (capital structure) berkaitan dengan pembelanjaan jangka panjang suatu perusahaan yang diukur dengan perbandingan hutang jangka
panjang dengan modal sendiri. Jika kebijakan pembelanjaan perusahaan dapat
mempengaruhi nilai perusahaan, biaya modal perusahaan dan harga pasar saham
perusahaan maka, kombinasi hutang jangka panjang dan modal sendiri akan dapat
memaksimalkan nilai perusahaan, atau meminimalkan biaya modal perusahaan
atau memaksimalkan harga pasar saham perusahaan.(Sudana,2011).
Teori struktur modal menjelaskan apakah ada pengaruh perubahan struktur
modal terhadap nilai perusahaan. Teori ini menjelaskan bahwa kebijakan
pendanaan perusahaan dalam menentukan bauran antara hutang dan ekuitas yang
dengan struktur modal pertama yaitu , Teori Modigliani dan Miller (M&M), Poin
utama dari teori M&M adalah bahwa nilai ekonomi dari asset perusahaan
ditentukan sepenuhnya oleh seberapa besar operating cash flows yang dapat diperoleh dari asset tersebut. Nilai ekonomi tidak akan meningkat atau berkurang
dengan berbedanya sumber dana (hutang atau modal sendiri) untuk mendapatkan
asset tersebut. (Arifin,2005). Teori Modigliani dan Miller terdiri dari teori MM
tanpa pajak, dan teori MM dengan pajak.Teori MM tanpa pajak mengajukan dua
Proposisi yaitu Proposisi I dari teori M&M menyatakan, nilai dari perusahaan
yang berhutang sama dengan nilai dari perusahaan yang tidak berhutang.
Proposisi II menyatakan, biaya modal saham akan meningkat apabila perusahaan
melakukan atau mencari pinjaman dari pihak luar. Brealey, Myers dan Marcus
(1999) menyimpulkan teori MM tanpa pajak ini tidak membedakan antara
perusahaan berhutang atau pemegang saham berhutang pada saat kondisi tanpa
pajak dan passar yang sempurna. Nilai perusahaan tidak bergantung pada
penggunaan modal yang lebih murah (biaya modal hutang lebih kecil
dibandingkan dengan biaya modal saham), sehingga akan menurunkan biaya
modal rata-rata tertimbangnya (meski biaya modal saham meningkat). Teori MM
dengan pajak terdapat dua proposisi yaitu proposisi I menyatakan, nilai
perusahaan yang berhutang sama dengan nilai perusahaan yang tidak berhutang
ditambah dengan penghematan pajak karena hutang bunga. Proposisi II
menyatakan, biaya modal saham akan meningkat dengan semakin meningkatnya
hutang, tetapi penghemat pajak akan lebih besar dengan penurunan nilai karena
Teori kedua yaitu , Trade off theory yang diungkapkan oleh Myers (2001),
perusahaan akan berhutang sampai pada tingkat hutang tertentu, dimana
penghemat pajak (tax shield) dari tambahan hutang sama dengan biaya kesulitan keuangan (financial distress). Biaya kesulitan keuangan (financial distress) adalah
biaya kebangkrutan dan biaya keagenan (agency costs) yang meningkat akibat dari turunnya krediabilitas suatu perusahaan. Teori ketiga yaitu, Pecking order
theory yang diungkapkan oleh Myers (1984), menyatakan bahwa perusahaan
dengan tingkat profitabilitas yang tinggi justru tingkat hutangnya rendah,
dikarenakan perusahaan yang profitabilitasnya tinggi memiliki sumber dana
internal yang berlimpah.
Teori ketiga yaitu, Pecking Order Theory yang merupakan pengembangan dari signalling theory. Teori ini menjelaskan bahwa “ perusahaan dengan tingkat
profitabilitas yang tinggi justru tingkat hutangnya rendah, hal tersebut
dikarenakan perusahaan yang profitabilitasnya tinggi memiliki sumber pendanaan
internal yang berlimpah”. Fenomena terkait dengan teori ini banyaknya
perusahaan di Indonesia yang mengalami masalah hutang pada saat terjadinya
krisis, disebabkan banyaknya pinjaman dalam bentuk valuta asing dalam jangka
pendek dan tidak adanya antisipasi risiko (hedge). Untuk memperbaiki keadaan ini, diperlukan komitmen manajemen dalam mengelola hutang agar tidak
berimbas pada nilai perusahaan. Penelitian yang dilakukan Chandra (2006)
mengatakan bahwa rata-rata perusahaan di Indonesia cenderung menganut
kekurangannya baru menggunakan pendanaan eksternal yaitu hutang atau
penambahan saham baru. Penelitian tersebut berlawanan dengan penlitian yang
dilakukan oleh Singh dan Hamid (1992) dan Singh (1995) menyatakan bahwa “
perusahaan-perusahaan di negara berkembang lebih memilih untuk menerbitkan
ekuitas darpada berhutang dalam membiayai perusahaannya.” Hal ini berlawanan
dengan pecking order theory. Teori ini mengacu pada teori perusahaan yang bertujuan memaksimalkan kemakmuran pemilik perusahaan. Pecking order
theory membedakan ekuitas yang diperoleh dari laba ditahan dan penerbitan saham baru karena prioritas sumber pendanaan menempatkan posisi yang paling
atas sedangkan penerbitan saham baru pada posisi yang paling bawah.
Adanya faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal perusahaan menjadi
hal yang penting sebagai dasar pertimbangan dalam menentukan komposisi
struktur modal perusahaan. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi komposisi
struktur modal perusahaan diantaranya stabilitas penjualan, struktur aktiva,
leverage operasi, tingkat pertumbuhan, profitabilitas, pajak, pengendalian, sikap manajemen, deviden, ukuran perusahaan dan fleksibilitas keuangan. Dalam
penelitian ini, peneliti hanya akan meneliti beberapa faktor yang diduga
berpengaruh terhadap struktur modal diantaranya pertumbuhan perusahaan,
profitabilitas, ukuran perusahaan dan struktur aset dan kepemilikan manajerial.
Pertumbuhan adalah dampak atas arus dana perusahaan dari perubahan
operasional yang disebabkan oleh pertumbuhan atau penurunan volume usaha
(Helfert,1997). Pertumbuhan perusahaan sangat diharapkan oleh pihak internal
perkembangan perusahaan. Dari sudut pandang investor, pertumbuhan suatu
perusahaan merupakan tanda perusahaan memiliki aspek yang menguntungkan,
dan investor pun akan mengharapkan tingkat pengembalian (rate of return) dari investasi yang dilakukan menunjukkan perkembangan yang baik.
Profitabilitas mencerminkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan
laba atas pengelolaan aset perusahaan yang merupakan perbandingan antara
earning after tax dengan total aset. Peningkatan profitabilitas akan meningkatkan laba ditahan, sesuai dengan pecking order theory yang mempunyai preferensi pendanaan pertama dengan dana internal berupa laba ditahan, sehingga komponen
modal sendiri semakin meningkat. Dengan meningkatnya modal sendiri, maka
rasio hutang menjadi menurun dengan asumsi hutang relatif tetap.(Verena dan
Mulyo, 2013).
Ukuran perusahaan adalah suatu skala dimana dapat diklasifikasikan besar
kecil perusahaan menurut berbagai cara, antara lain : total aktiva, log size, nilai
pasar saham dan lain-lain. Menurut Brigham dan Houston (2001), ukuran
perusahaan adalah rata-rata total penjualan bersih untuk tahun yang bersangkutan
sampai beberapa tahun kemudian. Dalam hal ini penjualan lebih besar daripada
biaya variabel dan biaya tetap, maka akan diperoleh jumlah pendapatan sebelum
pajak. Sebaliknya, jika penjualan lebih kecil daripada biaya variabel dan biaya
tetap maka perusahaan akan menderita kerugian.
Struktur aset merupakan faktor yang mempengaruhi pembuatan keputusan
struktur modal. Semakin besar struktur aset maka semakin besar hutang pada
yang bisa digunakan sebagai jaminan hutang oleh perusahaan. Sedangkan,
semakin kecil struktur aset yang dimiliki oleh suatu perusahaan, maka semakin
kecil pula kemampuan perusahaan tersebut agar dapat menjamin hutang jangka
panjang.
Dalam suatu perusahaan terdapat dua pelaku yang memiliki hubungan
terhadap perusahaan yaitu pemilik peusahaan atau pemegang saham dan agen atau
pengelola perusahaan. Adanya kerjasama antara manajemen perusahaan dengan
pihak lain yang meliputi shareholder maupun stakeholder dalam membuat keputusan keuangan dengan tujuan memaksimumkan modal yang dimiliki akan
meningkatkan nilai perusahaan. Para manajer yang dipercaya oleh shareholder
diharapkan akan bertindak atas nama shareholder yakni, memaksimalkan nilai perusahaan sehingga kemakmuran shareholder akan dapat tercapai.
Perusahaan meningkatkan kepemilikan manajerial untuk mensejajarkan
kedudukan manajer dengan pemegang saham sehingga bertindak sesuai dengan
keinginan pemegang saham. Dengan meningkatkan persentase kepemilikan,
manajer termotivasi untuk meningkatkan kinerja dan bertanggung jawab untuk
peningkatan kemakmuran pemegang saham.
Penelitian tentang pengaruh pertumbuhan perusahaan, profitabilitas, firm size, struktur asset dan kepemilikan manajerial terhadap kebijaksanaan struktur modal
merupakan replikasi dari penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Erlina (2006),
Dewani (2010), Puspawardhany (2011), Nugrahani (2012), Sari dan A. Mulyo
Erlina (2006) menemukan bukti yang tidak konsisten anatara masa sebelum
krisis, masa krisis dan masa setelah krisis. Pada masa sebelum krisis kepemilikan
manajer tidak berperanan sebagai variabel yang memperkuat hubngan antara
kesempatan tumbuh dengan kebijakan struktur modal. Akan tetapi, pada masa
krisis dan setelah krisis kepemilikan manajer berperanan sebagai variabel yang
memperkuat hubungan tersebut.
Dewani(2010) menemukan bahwa pada perusahaan consumer goods
pertumbuhan perusahaan, ukuran perusahaan, dan struktur aktiva
berpengaruhpositif terhadap struktur modal, tetapi tidak dengan profitabilitas yang
berpengaruh negatif terhadap struktur modal.
Puspawardhany (2011) menemukan bahwa pertumbuhan penjualan,
profitabilitas, struktur aktiva dan ukuran perusahaan secara bersama-sama
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap struktur modal. Pertumbuhan
penjualan memiliki pengaruh negatif tidak signifikan terhadap struktur modal.
Profitabilitas berpengaruh positif signifikan terhadap struktur modal. Struktur
aktiva memiliki pengaruh positif terhadap struktur modal. Ukuran perusahaan
memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap struktur modal.
Nugrahani (2012) menemukan bahwa pertumbuhan penjualan, profitabilitas,
likuiditas, ukuran perusahaan serta manajerial ownership secara simultan
berpengaruh terhadap struktur modal. Namun secara pasrial variabel yang
berpengaruh secara signifikan terhadap struktur modal adalah likuiditas dan
ukuran perusahaan sedangkan profitabilitas, kepemilikan manajerial dan
Sari dan A. Mulyo (2013) menemukan ukuran perusahaan dan struktur aktiva
berpengaruh positif terhadap struktut modal, sedangkan profitabilitas, likuiditas
dan pertumbuhan aset berpengaruh negatif terhadap struktur modal.
Dari beberapa penelitian yang disebutkan kebanyakan penelitian berkisar
pada perusahaan manufaktur, masih terbataspeneliti yang berminat melakukan
penelitian di perusahaan jasa. Sebagaimana diketahui bahwa jenis perusahaan itu
ada perusahaan jasa, perusahaan dagang dan perusahaan manufaktur.Penulis
tertarik untuk melakukan penelitian pada perusahaan jasa khususnya pada sektor
keuangan yaitu perusahaan yang terdiri atas sub sektor perbankan, asuransi,
lembaga pembiayaan, perusahaan efek dan sub sektor lainnya. Karena dengan
mengetahui bagaimana faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal dari
perusahaan tersebut penulis jadi lebih memahami bagaimana
perusahaan-perusahaan di Indonesia dapat terus berkembang seiring dengan ketidak pastianya
pertumbuhan perekonomian di indonesia dan melihat kaitannya dalam perspektif
pecking order theory yang digunakan suatu perusahaan yang memberikan dampak positif bagi perusahaan.Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk
1.2.Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang penelitian di atas, maka dapat dirumuskan
pokok-pokok permasalahan yang akan dilakukan pembahasan pada penelitian ini yaitu :
1. Bagaimanakah pengaruh pertumbuhan perusahaan secara parsial terhadap
kebijakan struktur modal dalam perspektif pecking order theory
padaperusahaan jasa yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode
2011-2013?
2. Bagaimanakahpengaruh profitabilitas secara parsial terhadap kebijakan struktur
modal dalam perspektif pecking order theory pada perusahaan jasa yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2011-2013 ?
3. Bagaimana pengaruh firm size secara parsial terhadap kebijakan struktur modal dalam perspektif pecking order theory pada perusahaan jasa yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia periode 2011-2013 ?
4. Bagaimana pengaruh struktur aset secara parsial terhadap kebijakan struktur
modal dalam perspektif pecking order theory pada perusahaan jasa yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2011-2013 ?
5. Bagaimanakah pengaruh kepemilikan manajerial secara parsial terhadap
kebijakan struktur modal dalam perspektif pecking order theory pada perusahaan jasa yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2011-2013 ?
6. Bagaimanakah pengaruh pertumbuhan perusahaan, profitabilitas, firm size, struktur aktiva dan kepemilikan manajerial secara simultan terhadap kebijakan
1.3.Tujuan Penelitian
Sebagaimana yang diketahui bahwa setiap penulisan permasalahan yang
diteliti tentu memiliki tujuan penelitian. Adapun tujuan dari penelitian yang
dilakukan adalah :
1. Untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan perusahaan secara parsial terhadap
kebijakan struktur modal dalam perspektif pecking order theory pada perusahaan jasa yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2011-2013.
2. Untuk mengetahui pengaruh profitabilitas secara parsial terhadap kebijakan
struktur modal dalam perspektif pecking order theory pada perusahaan jasa
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2011-2013.
3. Untuk mengetahui pengaruh firm size secara parsial terhadap kebijakan struktur modal dalam perspektif pecking order theory pada perusahaan jasa
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2011-2013.
4. Untuk mengetahui pengaruh struktur aset secara parsial terhadap kebijakan
struktur modal dalam perspektif pecking order theory pada perusahaan jasa yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2011-2013.
5. Untuk mengetahui pengaruh kepemilikan manajerial secara parsial terhadap
kebijakan struktur modal dalam perspektif pecking order theory pada perusahaan jasa yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2011-2013.
6. Untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan perusahaan, profitabilitas, firm size, struktur aktiva dan kepemilikan manajerial secara simultan terhadap kebijakan
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagi peneliti, diharapkan penelitian ini merupakan pelatihan intelektual yang
diharapkan dapat menambah pemahaman mengenai pengaruh pertumbuhan
perusahaan dan kepemilikan manajerial terhadap kebijakan struktur modal.
2. Bagi perusahaan, penelitian ini diharapkan akan memberikan informasi
terutama bagi manajer keuangan untuk dijadikan sebagai masukan dan menjadi
pertimbangan dalam pertumbuhan perusahaan dan kepemilikan manajerial
yang dapat merubah struktur capital perusahaan.
3. Bagi pembaca dan peneliti selanjutnya, penelitian ini diharapkan dapat
menambah referensi bukti empiris bagi pembaca sebagai rekomendasi peneliti
yang dilakukan di Indonesia di masa yang akan datang. Serta untuk peneliti
selanjutnya diharapkan penelitian ini dapat melengkapi temuan – temuan
empiris yang telah ada di bidang akuntansi untuk kemajuan dan pengembangan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teoritis
2.1.1 Pecking Order Theory
Teori pecking order ini merupakan pengembangan dari signalling
theory. Teori tersebut adalah teori struktur pendanaan yang menawarkan alternatif lain dalam pengambilan keputusan pendanaan. Pemilihan
pendanaan berdasarkan risiko merupakan konsep pecking order theory yang
diperkenalkan oleh Myers dan Majluf (1984).
Pecking order theory mengacu pada teori perusahaan yang bertujuan memaksimumkan kemakmuran pemilik perusahaan. Teori ini membedakan
ekuitas yang diperoleh dari laba ditahan dan penerbitan saham baru pada
posisi yang paling bawah. Secara ringkas teori tersebut menyatakan bahwa
(Brealey.at all, 1991) :
1. Perusahaan menyukai internal financing (pendanaan dari hasil
operasi perusahaan).
2. Perusahaan mencoba menyesuaikan rasio pembagian deviden yang
ditargetkan dengan berusaha menghindari perubahan pembayaran
deviden secara drastis.
3. Kebijakan deviden yang relatif enggan untuk diubah, disertai dengan
fluktuasi profitabilitas dan kesempatan investasi yang tidak bisa
kebutuhan dana untuk investasi, meskipun pada kesempatan yang
lain, mungkin kurang. Apabila dana hasil operasi kurang dari
kebutuhan investasi, maka perusahaan akan mengurangi saldo kas
atau menjual sekuritas yang dimiliki.
4. Apabila pendanaan dari luar (external financing) diperlukan, maka perusahaan akan menerbitkan sekuritas yang paling aman terlebih
dahulu yaitu dimulai dengan penerbitan obligasi, kemudian diikuti
oleh sekuritas yang berkarakteristik opsi (seperti obligasi konversi),
dan apabila masih belum mencukupi, saham baru diterbitkan.
Teori pecking order menjelaskan mengapa perusahaan mempunyai urutan-urutan preferensi dalam memilih sumber pendanaan. Perusahaan yang
profitable biasanya meminjam dalam jumlah sedikit. Hal tersebut bukan karena mereka mempunyai target rasio hutang yang rendah, tetapi karena
memang mereka membutuhkan external financing yang sedikit. Perusahaan
yang kurang profitable cenderung mempunyai hutang yang lebih besar karena dua alasan yaitu dana internal yang tidak mencukupi kebutuhan dan karena
hutang merupakan sumber dana eksternal yang lebih disukai. Pendanaan
internal lebih disukai karena hal tersebut memungkinkan perusahaan untuk
tidak membuka diri lagi terhadap pihak luar. Dalam pendanaan eksternal,
hutang lebih disukai daripada modal sendiri karena pertimbangan biaya emisi
obligasi akan lebih murah dibandingkan biaya emisi saham. Selain itu
manajemen juga mengkahwatirkan apabila melakukan penerbitan saham baru
berdampak buruk bagi harga saham (Husnan,1996). Pecking order theory
membedakan ekuitas yang diperoleh dari laba ditahan dan penerbitan saham
baru karena prioritas sumber pendanaan menempatkan posisi yang paling atas
sedangkan penerbitan saham baru pada posisi yang paling bawah.
2.1.2 Struktur modal
2.1.2.1 Pengertian Struktur Modal
Setiap kegiatan investasi yang dilakukan perusahaan akan
memerlukan pendanaan. Oleh karena itu, apabila dana intern (modal
sendiri) yang dimiliki tidak cukup maka perusahaan harus
mengupayakan dana yang berasal dari ekstern (pihak diluar perusahaan). Penggunaan dana dari luar perusahaan dalam manajemen
keuangan disebut struktur modal yang tampak pada sisi ekuitas dan
neraca perusahaan (Syahyunan,2013). Struktur modal (capital
structure) merupakan kombinasi hutang dan ekuitas dalam struktur keuangan jangka panjang perusahaan. Tidak seperti debt ratio atau
leverage ratio yang hanya menggambarkan rasio hutang dan ekuitas pada suatu saat tertentu, struktur modal lebih menggambarkan target
komposisi hutang dan ekuitas dalam jangka panjang pada suatu
perusahaan (Arifin,2005).
Struktur modal merupakan keputusan keuangan yang kompleks.
Untuk mencapai tujuan perusahaan memaksimalkan kekayaan pemilik,
memahami hubungannya dengan risiko, hasil/pengembalian dan nilai.
Keputusan keuangan yang efektif dapat merendahkan biaya modal,
menghasilkan NBS yang lebih tinggi dan meningkatkan nilai
perusahaan (Sudjaja & Barlian,2002).
Menurut Weston dan Brigham (2005:150), Struktur modal yang
ditargetkan adalah bauran atau perpaduan dari hutang, saham preferen,
saham biasa yang dikehendaki perusahaan dalam struktur modalnya.
Struktur modal yang optimal adalah gabungan ekuitas yang
memaksimumkan harga saham perusahaan.
Struktur modal perusahaan dibagi kedalam dua kategori, anatara
lain :
1. Struktur modal sederhana, yaitu perusahaan yang tidak
mempunyai efek berpotensi saham biasa (potential diluters).
2. Struktur modal Kompleks, yaitu perusahaan yang mempunyai
satu atau lebih jenis efek berpotensi saham biasa.
Penggolongan struktur modal perusahaan kedalam kategori
sederhana dan kategori kompleks tidak didasarkan pada besar kecilnya
skala operasi, tetapi semata-mata didasarkan pada ada atau tidak adanya
efek yang berpotensi dalam saham biasa di dalam struktur modalnya.
Menurut Sutrisno (2000:307-308) struktur modal juga
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Persesuaian atau Suitability
mengeluarkan modal sendiri hal tersebut kurang sesuai. Sebaliknya cara pemenuhan dana disesuaikan dengan jangka waktu kebutuhannya, artinya bila kebutuhan dana berjangka pendek maka sebaiknya dipenuhi sumber dana jangka pendek dan bila kebutuhan dana jangka panjang sebaiknya dipenuhi sumber dana jangka panjang.
2. Pengawasan atau Control
Pengendalian atau pengawasan perusahaan ada di tangan para pemegang saham. Manajemen perusahaan mengemban tugas untuk menjalankan hasil keputusan pemegang saham. Biasanya suatu perusahaan dimiliki oleh beberapa pemegang saham sehingga bila diperlukan tambahan dana perlu dipertimbangkan apakah tugas pengawasan dari pemilik lama tidak akan berkurang. Oleh sebab itu dengan pertimbangan tersebut, biasanya pemilik lama lebih menginginkan mengeluarkan obligasi dengan menambah saham. 3. Laba /Earning per share
Memilih sumber dana apakah dari saham atau utang, secara finansial harusnya bisa menghasilkan keuntungan pemegang saham lebih besar.
4. Tingkat Risiko/Riskness
Utang merupakan sumber dana yang mempunyai risiko tinggi sebab bunganya tetap dibayarkan baik pada saat perusahaan mendapatkan laba maupun dalam kondisi merugi. Oleh karena itu, semakin besar penggunaan dana dari hutang mengindikasikan perusahaan mempunyai tingkat risiko yang lebih besar.
Menurut Brigham (2006:6), ada empat faktor yang
mempengaruhi keputusan struktur modal, yaitu :
1. Risiko Bisnis
Yakni resiko yang melekat pada operasi perusahaan apabila perusahaan tidak menggunakan hutang, makin besar risiko bisnis perusahaan maka makin rendah rasio hutang yang optimal.
2. Posisi Pajak Perusahaan
Yakni dalam menggunakan hutang maka biaya bunga dapat dikurangkan dalam perhitngan pajak sehingga menurunkan biaya hutang yang sesungguhannya.
3. Fleksibilitas Keuangan
Yakni kemampuan untuk menambah modal dengan persyaratan yang wajar dalam keadaan yang memburuk. Para manajer dana perusahaan mengetahui bahwa modal yang kuat diperlukan untuk operasi yang stabil dan pemilik modal lebih suka menanamkan modalnya pada perusahaan dengan posisi neraca yang baik bila keadaan perekonomian stabil.
Yakni ada sebagian manajer lebih agresif dari yang lain, sehingga sebagian perusahaan lebih cenderung menggunakan hutang untuk meningkatkan laba, dimana hal ini tidak mempengaruhi struktur modal yang optimal, tetapi akan mempengaruhi struktur modal yang ditargetkan.
2.1.2.2Komponen Struktur Modal
Ada beberapa komponen dari struktur modal yaitu :
1. Hutang Jangka Panjang
Jumlah hutang dalam neraca akan menunjukkan besarnya
modal pinjaman yang digunakan dalam operasi perusahaan.
Modal pinjaman ini dapat berupa hutang jangka pendek maupun
hutang jangka panjang, tetapi pada umumnya pinjaman jangka
panjang jauh lebih besar dibandingkan dengan hutang jangka
pendek.
Menurut Sundjaja dan Barlian (2007:324), “Hutang jangka
panjang merupakan salah satu dari bentuk pembiayaan jangka
panjang yang memiliki jatuh tempo lebih dari satu tahun,
biasanya 5-20 tahun”.
Pinjaman hutang jangka panjang dapat berupa pinjaman
berjangka (pinjaman yang digunakan untuk membiayai
kebutuhan modal kerja permanen, untuk melunasi hutang lain
atau membeli mesin dan peralatan) dan penerbitan obligasi
(utang yang diperoleh melalui penjualan surat-surat obligasi,
dalam surat obligasi ditentukan nilai nominal, bunga per tahun
Beberapa hal yang menjadi pertimbangan manajemen
sehingga memilih untuk menggunakan hutang menurut Sundjaja
(2007), adalah sebagai berikut :
1. Biaya hutang terbatas, walaupun perusahaan memperoleh laba besar, jumlah bunga yang dibayarkan besarnya tetap.
2. Hasil yang diharapkan lebih rendah daripada saham biasa.
3. Tidak ada perubahan pengendalian atas perusahaan bila pembiayaan memakai hutang.
4. Pembayaran bunga merupakan beban biaya yang dapat mengurangi pajak.
5. Fleksibilitas dalam struktur keuangan dapat dicapai dengan memasukkan peraturan penembusan dalam perjanjian obligasi.
Kreditur (investor) lebih memilih menanamkan investasi
dalam bentuk hutang jangka panjang karena beberapa
pertimbangan. Menurut Sundjaja (2007), pemilihan investasi
dalam bentuk hutang jangka panjang dari sisi investor
didasarkan pada beberapa hal berikut :
1. Hutang dapat memberikan prioritas baik dalam hal pendapatan maupun likuidasi kepada pemegangnya. 2. Mempunyai saat jatuh tempo yang pasti.
3. Dilindungi oleh isi perjanjian hutang jangka panjang (dari segi risiko).
4. Pemegang memperoleh pengembalian yang tetap (kecuali pendapatan obligasi).
2. Modal sendiri
Modal sendiri adalah modal dalam suatu perusahaan yang
dipertaruhkan untuk segala risiko usaha maupun risiko
sendiri/equity capital merupakan dana jangka panjang yang diperoleh dari pemilik perusahaan (pemegang saham), ada dua
sumber dasar dari modal sendiri yaitu :
1. Saham preferen
Saham preferen memberikan para pemegang sahamnya
beberapa hak istimewa yang menjadikannya lebih senior atau
lebih diprioritaskan daripada pemegang saham biasa. Oleh
karena itu perusahaan tidak memberikan saham preferen
dalam jumlah yang banyak.
2. Saham biasa
Pemilik perusahaan adalah pemegang saham biasa yang
menginvestasikan uangnya dengan harapan mendapat
pengembalian dimasa yang akan datang. Saham biasa
merupakan bentuk modal sendiri yang paling mahal diikuti
dengan laba ditahan dan saham preferen.
Adapun keuntungan menggunakan saham biasa (modal
sendiri) adalah sebagai berikut :
1. Memiliki hak suara (hak kendali) dalam perusahaan.
2. Tidak memiliki jatuh tempo.
3. Karena menanggung risiko yang lebih besar, maka
kompensasi bagi pemegang modal sendiri lebih
2.1.2.3. Teori Struktur Modal
Teori struktur modal menjelaskan apakah ada pengaruh
perubahan struktur modal terhadap nilai perusahaan dan apakah ada
pengaruh struktur modal tersebut terhadap harga saham perusahaan
sebagai pencerminan nilai perusahaan. Apabila ada pengaruh struktur
modal terhadap nilai perusahaan, pernyataan berikutnya adalah
bagaimana struktur modal yang optimal bagi perusahaan. Dalam
analisis struktur modal ini digunakan beberapa asumsi, yaitu :
1. Tidak ada pajak penghasilan.
2. Tidak ada pertumbuhan laba.
3. Pembayaran seluruh laba kepada pemegang saham yang brupa
deviden.
4. Perubahan struktur modal terjadi dengan menerbitkan obligasi dan
membeli kembali saham biasa atau dengan menerbitkan saham biasa
dan menarik obligasi.
Menurut Sartono (2005), ada 2 pendekatan yang dapat
digunakan yaitu sebagai berikut :
2. Pendekatan Tradisional (Traditional Approach)
Pada pendekatan tradisional diasumsikan terjadi perubahan struktur modal yang optimal dan peningkatan nilai total perusahaan melalui penggunaan financial laverage. Pendekatan ini menyarankan bahwa perusahaan awalnya dapat menurunkan biaya modal dan meningkatkan nilai totalnya melalui kenaikan leverage.
Adapun beberapa teori yang berkaitan dengan struktur modal
antara lain adalah sebagai berikut :
1. Modigliani-Miller (MM) Theory
a). Teori MM tanpa pajak
Teori struktur modal yang pertama adalah teori Modigliani dan
Miller (teori MM). Mereka berpendapat bahwa struktur modal tidak
relevan atau tidak mempengaruhi nilai perusahaan. Hal ini
didasarkan pada pendapat bahwa risiko total bagi seluruh pemegang
saham tidak berubah walaupun struktur modal perusahaan
mengalami penurunan. Hal ini didasarkan atas pendapat bahwa
pembagian struktur modal antara hutang dan modal sendiri selalu
mendapat perlindungan atas nilai investasi. Yaitu karena nilai
investasi total perusahaan tergantung dari keuntungan dan risiko,
sehingga nilai perusahaan tidak berubah walaupun struktur modalnya
berubah (Martono,2005).
Ada beberapa asumsi-asumsi untuk membangun teori MM
yaitu :
2. Investor mempunyai informasi yang sama seperti
manajemen mengenai prospek perusahaan di masa depan.
3. Para inestor adalah price-takers. 4. Tidak ada pajak
5. Jika terjadi kebangkrutan maka aset dapat dijual pada harga
pasar (market value).
Dengan asumsi-asumsi diatas, MM mengajukan dua proposisi
yang dikenal sebagai proposisi MM tanpa pajak, antara lain :
Proposisi I : nilai dari perusahaan yang berutang sama dengan
nilai dari perusahaan yang tidak berutang. Implikasi dari preposisi I
ini adalah struktur modal dari suatu perusahaan tidak relevan,
perubahan struktur modal tidak mempengaruhi nilai perusahaan dan
weighted average cost of capital (WACC) perusahaan akan tetap sama tidak dipengaruhi oleh bagaimana perusahaaan memandukan
hutang dan modal untuk membiayai perusahaan.
Proposisi II : biaya modal saham akan meningkat apabila
perusahaan melakukan atau mencari pinjaman dari pihak luar. Risk of the equity bergantung pada risiko dari operasional perusahaan (business risk) dan tingkat hutang perusahaan (financial risk).
Brealey, Myers dan Marcus (1999) menyimpulkan teori MM
tanpa pajak ini yaitu tidak membedakan antara perusahaan berutang
atau pemegang saham berutang pada saat kondisi tanpa pajak dan
struktur modalnya. Dengan kata lain, manajer keuangan tidak dapat
meningkatkan nilai perusahaan dengan merubah proposisi hutang
dan ekuitas yang digunakan untuk membiayai perusahaan.
b). Teori MM dengan Pajak
Teori MM tanpa pajak dianggap tidak realistis dan kemudian
MM memasukkan faktor pajak kedalam teorinya. Pajak dibayarkan
kepada pemerintah, yang berarti merupakan aliran kas keluar.
Hutang bisa digunakan untuk menghemat pajak, karena bunga bisa
dipakai sebagai pengurang pajak.
Dalam teori MM dengan pajak, terdapat dua proposisi yaitu :
Proposisi I : nilai dari perusahaan yang berhutang sama dengan nilai
dari perusahaan yang tidak berhutang ditambah dengan penghematan
pajak karena hutang bunga. Implikasi dari proposisi I ini adalah
pembiayaan dengan hutang sangat menguntungkan dan MM
menyatakan bahwa struktur modal optimal perusahaan adalah seratus
persen hutang.
Proposisi II : biaya modal saham akan meningkat dengan
semakin meningkatnya hutang, tetapi penghemat pajak akan lebih
besar dibandingkan dengan penurunan nilai karena kenaikan biaya
modal saham. Implikasi dari proposisi II ini adalah penggunaan
hutang yang semakin banyak akan meningkatkan biaya modal
menggunakan modal yang lebih murah (biaya modal hutang lebih
kecil dibandingkan dengan biaya modal saham), sehingga akan
menurunkan biaya modal rata-rata terimbangnya (meski biaya modal
saham meningkat).
2. Trade-Off Theory
Menurut trade-off theory yang diungkapkan oleh Myers(2001), “Perusahaan akan berhutang sampai pada tingkat hutang tertentu,
dimana penghematan pajak (tax shields) dari tambahan hutang sama
dengan biaya kesulitan keuangan (financial distress)”. Biaya
kesulitan keuangan (financial distress) adalah biaya kebangkrutan (backruptcy costs) atau reorganization, dan biaya keagenan (agency
costs) yang meningkat akibat dari turunnya krediabilitas suatu perusahaan.
Trade-Off Theory dalam menentukan struktur modal memasukkan beberapa faktor antara lain pajak, biaya keagenan (agency costs) dan
biaya kesulitan keuangan (financial distress) tetapi tetap mempertahankan asumsi efisiensi pasar dan symetric information
sebagai manfaat penggunaan hutang.
Perusahaan yang memiliki tingkat profitabilitas yang tinggi tentu
akan berusaha mengurangi pajaknya dengan cara meningkatkan rasio
hutangnya, sehingga tambahan hutang tersebut akan mengurangi
demikian. Penelitian yang pernah dilakukan terhadap perilaku
struktur modal perusahaan di Amerika Serikat menunjukkan bahwa
perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi cenderung
memiliki rasio hutang rendah. Hal ini berlawanan dengan pendapat
trade-off theory. Teori ini tidak dapat menjelaskan korelasi negatif antara tingkat profitabilitas dan rasio hutang.
3. Pecking Order Theory
Teori pecking order ini pertama kali dikemukakan oleh Myers dan
Majluf (1984). Packing order theory menyatakan bahwa “Perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi justru tingkat
hutangnya rendah, dikarenakan perusahaan yang profitabilitasnya
tinggi memiliki sumber dana internal yang berlimpah”.
Secara spesifik perusahaan mempunyai urutan-urutan preferensi
(hierarki) dalam penggunaan dana. Menurut pecking order theory
dikutip oleh Smart,Megginsio, dan Gitman (2004), terdapat skenario
urutan ( hierarki) dalam memilih sumber pendanaan, yaitu :
a). Perusahaan lebih memilih untuk menggunakan sumber dana dari dalam atau pendanaan internal daripada pendanaan eksternal. Dana internal diperoleh dari laba ditahan yang dihasilkan dari kegiatan operasional perusahaan.
b). Jika pendanaan eksternal diperlukan, maka perusahaan pertama kali harus memilih mulai dari sekuritas yang paling aman, yaitu hutang yang paling rendah risikonya, turun ke hutang yang lebih berisiko, sekuritas hybrid seperti obligasi konversi, saham preferen, dan saham biasa,
terpengaruh seberapa besarnya perusahaan tersebut untung atau rugi.
d). Untuk mengantisipasi kekurangan persediaan kas karena adanya kebijakan deviden yang konstan dan fluktuasi dari tingkat keuntungan, serta kesempatan investasi, maka perusahaan akan mengambil portofolio investasi yang lancar tersedia.
Dalam kenyataannya, terdapat perusahaan-perusahaan yang
dalam menggunakan dana untuk kebutuhan investasinya tidak sesuai
seperti skenario urutan (hierarki) yang disebutkan dalam pecking
order theory. Penelitian yang dilakukan oleh Sigh dan Hamid (1992), dan Singh (1995) menyatakan bahwa “ Perusahaan
-perusahaan di negara berkembang lebih memilih untuk menerbitkan
ekuitas daripada berhutang dalam membiayai perusahaannya”. Hal
ini berlawanan dengan pecking order theory yang menyatakan bahwa perusahaan akan memilih untuk menerbitkan hutang terlebih
dahulu daripada menerbitkan saham pada saat membutuhkan
pendanaan eksternal.
2.1.3 Pertumbuhan Perusahaan
Perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi, dalam
hubungannya dengan laverage, sebaiknya menggunakan ekuitas sebagai sumber pembiayaannya agar tidak terjadi biaya keagenan (agency cost) antara pemegang saham dengan manajemen perusahaan, sebaliknya perusahaan
dengan tingkat pertumbuhan yang rendah sebaiknya menggunakan hutang
sebagai sumber pembiayaan karena penggunaan hutang akan mengharuskan
yang memiliki pertumbuhan yang cepat seringkali harus meningkatkan aktiva
tetapnya. Dengan demikian, Semakin besar kebutuhan untuk pembiayaan
mendatang maka semakin besar keinginan perusahaan untuk menahan laba.
Laba ditahan dari perusahaan-perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang
tinggi akan meningkat, dan perusahaan tersebut akan lebih banyak melakukan
hutang untuk mempertahankan rasio hutang yang ditargetkan (Mai,2006).
Jadi perusahaan yang sedang tumbuh sebaiknya tidak membagikan laba
sebagai deviden tetapi lebih baik digunakan untuk ekspansi. Potensi
pertumbuhan ini dapat diukur dari besarnya biaya penelitian dan
pengembangan. Semakin besar R&D cost-nya maka berarti ada prospek perusahaan untuk tumbuh (Sartono,2001).
Kallapur dan Trombley (1999) realisasi pertumbuhan perusahaan
diproksikan dengan nilai perumbuhan perusahaan yang meliputi pertumbuhan
aktiva dan ekuitas. Aktiva perusahaan menunjukkan keputusan penggunaan
dana atau keputusan investasi pada masa lalu. Aktiva didefinisikan sebagai
sumber daya yang mempunyai potensi memberikan manfaat ekonomis pada
perusahaan di masa yang akan datang. Sumber daya yang mampu
menghasilkan aliran kas masuk (cash inflow) atau mengurangi kemampuan kas keluar (cash outflow) bisa disebut sebagai aktiva. Sumber daya tersebut
akan diakui sebagai aktiva perusahaan memperoleh hak penggunaan aktiva
tersebut sebagai hasil transaksi atau pertukaran pada masa lalu dan manfaat
ekonomis masa mendatang bisa diukur, dikuantifikasikan dengan tingkat
Pertumbuhan adalah dampak atas arus dana perusahaan dari perubahan
operasional yang disebabkan oleh pertumbuhan atau penurunan volume usaha
(Helfert,1997). Pertumbuhan perusahaan sangat diharapkan oleh pihak
internal maupun eksternal perusahaan, karena pertumbuhan yang baik
memberi tanda bagi perkembangan perusahaan. Dari sudut pandang investor,
pertumbuhan suatu perusahaan merupakan tanda perusahaan memiliki aspek
yang menguntungkan, dan investor pun akan mengharapkan tingkat
pengembalian (rate of return) dari investasi yang dilakukan menunjukkan perkembangan yang baik.
2.1.4 Profitabilitas
Profitabilitas adalah tingkat keuntungan bersih yang mampu diraih oleh
perusahaan pada saat menjalankan operasinya. Profitabilitas mencerminkan
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba atas pengelolaan aset
perusahaan yang merupakan perbandingan antara earning after tax dengan total aset. Peningkatan profitabilitas akan meningkatkan laba ditahan, sesuai
dengan pecking order theory yang mempunyai preferensi pendanaan pertama dengan dana internal berupa laba ditahan, sehingga komponen modal sendiri
semakin meningkat. Dengan meningkatnya modal sendiri, maka rasio hutang
menjadi menurun dengan asumsi hutang relatif tetap.(Verena dan Mulyo,
2013).
Brigham and Houston (2001) mengatakan bahwa perusahaan dengan
relatif kecil. Tingkat pengembalian yang tinggi memungkinkan untuk
membiayai sebagian besar kebutuhan pendanaan dengan dana yang
dihasilkan secara internal.
2.1.5 F irm Size
Size adalah simbol ukuran perusahaan. Faktor ini menjelaskan bahwa suatu perusahaan besar memiliki akses yang lebih mudah ke pasar modal,
sedangkan perusahaan kecil tidak mudah. Kemudahan aksesibilitas ke pasar
modal merupakan fleksibilitas dan kemampuan perusahaan untuk
menciptakan hutang atau memunculkan dana yang lebih besar dengan catatan
perusahaan tersebut memiliki ratio pembayaran dividen yang lebih tinggi
daripada perusahaan kecil.
Ukuran perusahaan adalah suatu skala dimana dapat diklasifikasikan
besar kecil perusahaan menurut berbagai cara, antara lain : total aktiva, log
size, nilai pasar saham dan lain-lain. Menurut Brigham dan Houston (2001),
ukuran perusahaan adalah rata-rata total penjualan bersih untuk tahun yang
bersangkutan sampai beberapa tahun kemudian. Dalam hal ini penjualan lebih
besar daripada biaya variabel dan biaya tetap, maka akan diperoleh jumlah
pendapatan sebelum pajak. Sebaliknya, jika penjualan lebih kecil daripada
biaya variabel dan biaya tetap maka perusahaan akan menderita kerugian.
Menurut Mas’ud (2008), semakin besar ukuran perusahaan yang
menunjukkan bahwa perusahaan tersebut memiliki jumlah aktiva yang
semakin tinggi pula. Perusahaan yang ukurannya relatif besar akan cenderung
menggunakan dana eksternal yang semakin besar. Hal ini disebabkan
kebutuhan dana juga semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan
perusahaan. Selain pendanaan internal, alternatif selanjutnya adalah
pendanaan eksternal. Hal ini sejalan dengan teori pecking order yang menyatakan bahwa, jika penggunaan dana internal tidak mencukupi, maka
digunakan alternatif kedua yaitu menggunakan hutang.
2.1.6 Struktur Aset
Struktur aset merupakan faktor yang mempengaruhi pembuatan
keputusan struktur modal. Semakin besar struktur aset maka semakin besar
hutang pada struktur modalnya, hal ini menunjukkan bahwa semain banyak
jumlah aktiva tetap yang bisa digunakan sebagai jaminan hutang oleh
perusahaan. Sedangkan, semakin kecil struktur aset yang dimiliki oleh suatu
perusahaan, maka semakin kecil pula kemampuan perusahaan tersebut agar
dapat menjamin hutang jangka panjang.
Menurut Riyanto (1997) struktur aset mencerminkan dua komponen
aset secara garis besar dalam komposisinya, yaitu aset lancar dan aset tetap.
Aset lancar adalah uang kas dan aktiva lain-lain yang dapat direalisasikan
menjadi uang kas atau dijual atau dikonsumsi dalam suatu periode akuntansi
yang normal. Sedangkan aset tetap adalah aktiva berwujud yang diperoleh
operasi perusahaan, tidak dimasutkan untuk dijual dalam rangka kegiatan
normal perusahaan dan mempunyai masa. Kebanyakan perusahaan industri di
mana sebagian besar dari modalnya tertanam dalam aktiva tetap (fixed asset) akan mengutamakan pemenuhan kebutuhan modalnya dari modal yang
permanen, yaitu modal sendiri sedangkan modal asing sifatnya adalah sebagai
pelengkap.
Struktur aset adalah penentuan berapa besar alokasi untuk
masing-masing komponen aset, baik dalam aset lancar maupun dalam aset tetap
(Riyanto, 1997). Titman dan Wessels (1988) menyatakan bahwa struktur aset
menggambarkan sebagian jumlah aset yang dapat dijadikan jaminan
(collateral value of assets). Secara umum, perusahaan yang memiliki jaminan terhadap hutang akan lebih mudah mendapatkan hutang daripada perusahaan
yang tidak memiliki jaminan terhadap hutang. Struktur aset diukur dengan
aset tetap per total aset (Titman dan Wessel,1988).
2.1.7 Kepemilikan Manajerial
Menurut Wahidahwati (2002), Kepemilikan manajerial merupakan
pemegang saham dari pihak manajemen yang secara aktif ikut dalam
pengambilan keputusan perusahaan (Direktur dan Kominsaris). Kepemilikan
manajerial diukur dari jumlah persentase saham yang dimiliki manajer.
Dalam sebuah perusahaan terdapat dua pelaku yang memiliki hubungan
terhadap perusahaan yaitu pemilik peusahaan atau pemegang saham dan agen
dengan pihak lain yang meliputi shareholder maupun stakeholder dalam membuat keputusan keuangan dengan tujuan memaksimumkan modal yang
dimiliki akan meningkatkan nilai perusahaan. Dalam kenyataannya penyatuan
kepentingan kedua pihak tesebut sering kali menimbulkan masalah. Adanya
masalah diantara manajer dan pemegang saham disebut konflik agensi
(agency conflict). Dalam konsep theory of the firm (Jansen & Meckling, 1976), mengatakan adanya konflik agensi tersebut akan menyebabkan tidak
tercapainya tujuan keuangan perusahaan, yaitu meningkatkan nilai
perusahaan dengan cara memaksimumkan kekayaan pemegang saham.
Jensen & Meckling (1976), menyatakan bahwa penyebab konflik antara
manajer dengan pemegang saham adalah perbedaan dalam pembuatan
keputusan yang berkaitan dengan aktivitas pencarian dana dan pembuatan
keputusan yang berkaitan dengan bagaimana dana yang diperoleh
diinvestasikan. Dalam aktivitas pencarian dana, manajemen menginginkan
untuk mencari sumber pendanaan dengan biaya sekecil mungkin sehingga
mampu meningkatkan laba perusahaan. Dalam pengambilan keputusan yang
berkaitan dengan dana yang diperoleh, manajer cenderung memilih untuk
menginvestasikan dananya pada proyek dengan risiko rendah, tetapi investor
cenderung untuk memilih proyek dengan risiko tinggi karena risiko yang
tinggi mencerminkan return yang akan diperoleh juga tinggi.
Konflik keagenan (agency conflict) bisa terjadi karena adanya
sangat dibutuhkan terutama pada pasar modal dengan efisiensi kuat. Berbagai
cara dapat dilakukan oleh manajer untuk memiliki informasi lebih dibanding
investor, akibatnya investor tidak yakin terhadap kualitas perusahaan dan
tidak mau membeli saham perusahaan sehingga harga saham perusahaan
menjadi turun. Konflik kepentingan antara manajer dan pemegang saham
(shareholder) dapat diminimumkan dengan suatu mekanisme pengawasan yang dapat mensejajarkan kepentingan-kepentingan yang terkait tersebut.
Namun dengan munculnya mekanisme pengawasan tersebut akan
memunculkan biaya yang disebut agency cost. Biaya keagenan yang
dikeluarkan oleh prinsipal untuk mengawasi kinerja manajemen menjadi
beban bagi perusahaan sehingga akan mengurangi laba yang dihasilkan yang
berakibat pada penurunan nilai perusahaan. Oleh karena itu, dengan berbagai
strategi perusahaan terlebih dahulu harus meminimalkan konflik agensi
(agency conflict) agar dapat meningkatkan nilai perusahaan.
Perusahaan yang dikendalikan oleh keluarga mempunyai struktur yang
menyebabkan berkurangnya konflik agensi (agency conflict) antara pemegang
saham dan kreditur, dimana kreditur menganggap bahwa kepemilikan
keluarga lebih melindungi kepentingan kreditur (Anderson & Reeb,2002).
Anderson & Reeb (2002), menunjukkan bahwa pemegang saham minoritas
justru diuntungkan dari adanya kepemilikan keluarga.
Hasil penelitian Arifin (2005), menunjukkan bahwa perusahaan publik
di jakarta yang dikendalikan keluarga atau negara maupun institusi keuangan