Jan Rohtuahson Sinaga : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pelayanan Air Bersih: Studi Pada Masyarakat Kota Medan Pelanggan Pdam Tirtanadi Cabang Medan, 2010.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DALAM
PELAYANAN AIR BERSIH: STUDI PADA MASYARAKAT
KOTA MEDAN PELANGGAN PDAM TIRTANADI
CABANG MEDAN
TESIS
Oleh
JAN ROHTUAHSON SINAGA
067011043/MKn
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009
S
E K O L AH
P A
S C
Jan Rohtuahson Sinaga : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pelayanan Air Bersih: Studi Pada Masyarakat Kota Medan Pelanggan Pdam Tirtanadi Cabang Medan, 2010.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DALAM
PELAYANAN AIR BERSIH: STUDI PADA MASYARAKAT
KOTA MEDAN PELANGGAN PDAM TIRTANADI
CABANG MEDAN
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan dalam Program Studi Kenotariatan
pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
JAN ROHTUAHSON SINAGA
067011043/MKn
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Jan Rohtuahson Sinaga : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pelayanan Air Bersih: Studi Pada Masyarakat Kota Medan Pelanggan Pdam Tirtanadi Cabang Medan, 2010.
Judul Tesis : PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP
KONSUMEN DALAM PELAYANAN AIR BERSIH: STUDI PADA MASYARAKAT KOTA MEDAN PELANGGAN PDAM TIRTANADI CABANG MEDAN
Nama Mahasiswa : Jan Rohtuahson Sinaga Nomor Pokok : 067011043
Program Studi : Kenotariatan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Suhaidi, S.H., M.H
(
) Ketua
Syafruddin S Hasibuan, S.H., M.H, DFM) ( Anggota
Dr. T. Keizerina Devi Azwar, S.H., C.N., M.Hum) Anggota
Ketua Program Studi Direktur
Jan Rohtuahson Sinaga : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pelayanan Air Bersih: Studi Pada Masyarakat Kota Medan Pelanggan Pdam Tirtanadi Cabang Medan, 2010.
Tanggal lulus : 24 Maret 2009 Telah diuji pada
Tanggal : 24 Maret 2009
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Suhaidi, S.H., M.H
Anggota : 1. Dr. T. Keizerina Devi Azwar, S.H., C.N., M.Hum 2. Syafruddin S Hasibuan, S.H., M.H, DFM
3. Syahril Sofyan, S.H., M.Kn
Jan Rohtuahson Sinaga : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pelayanan Air Bersih: Studi Pada Masyarakat Kota Medan Pelanggan Pdam Tirtanadi Cabang Medan, 2010.
ABSTRAK
Air bersih merupakan kebutuhan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari, sehingga pemerintah memberikan pelayanan berupa perusahaan air minum (PAM/PDAM). Masyarakat sebagai konsumen air minum mengeluhkan pelayanan PDAM karena kualitas air yang keruh dan berbau yang tidak memenuhi standar kesehatan untuk dikonsumsi. Dalam UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) dinyatakan, hak konsumen atas kenyamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi serta mempunyai hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa dalam hal ini air bersih dari PDAM Tirtanadi. Oleh karena itu menjadi permasalahan tentang perlindungan hukum terhadap konsumen dalam pelayanan air bersih oleh PDAM sesuai UUPK. Faktor-faktor penyebab tidak dipenuhinya hak-hak konsumen serta upaya penyelesaian tuntutan konsumen terhadap kelalaian yang dilakukan oleh PDAM Tirtanadi Medan.
Metode penelitian dilakukan secara pendekatan yuridis normatif, yaitu penelitian terhadap peraturan perundang-undangan khususnya UUPK serta dokumen yang terkait dengan perlindungan konsumen air bersih, serta didukung dengan wawancara kepada konsumen air bersih di Kota Medan dan Pejabat PDAM Tirtanadi Cabang Medan.
Hasil penelitian menunjukkan UUPK telah mengatur hak konsumen yang dirugikan oleh pelaku usaha, sesuai Pasal 19 UUPK pelaku usaha bertanggung jawab untuk memberikan ganti rugi kepada konsumen tidak hanya sebatas uang atau barang bahkan perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan akibat mengkonsumsi air minum yang tercemar. Di samping itu, dalam UUPK diatur Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), sehingga konsumen dapat melakukan gugatan tidak hanya melalui pengadilan tetapi juga dapat dilakukan gugatan di luar pengadilan. Faktor-faktor penyebab hak konsumen air minum tidak dipenuhi sangat dipengaruhi anggaran publik untuk air bersih yang masih terbatas untuk pengelolaan PDAM, juga sumber air baku yang sudah tercemar karena hal ini tidak hanya menjadi tanggung jawab PDAM tetapi juga peran pemerintah dalam kebijakan pengelolaan lingkungan. Kemudian terjadi kebocoran pipa pendistribusian karena kurangnya perawatan berkelanjutan dari PDAM. Penyelesaian sengketa akibat air minum yang tercemar dilakukan dengan cara pengaduan langsung dan gugatan melalui lembaga swadaya masyarakat sebagai gugatan kelompok. Pada umumnya penyelesaian sengketa ini diupayakan secara musyawarah sebelum melakukan tuntutan ke peradilan umum.
Jan Rohtuahson Sinaga : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pelayanan Air Bersih: Studi Pada Masyarakat Kota Medan Pelanggan Pdam Tirtanadi Cabang Medan, 2010.
yang mengedepankan pemenuhan hak-hak dasar masyarakat. Kepada PDAM Tirtanadi untuk mengadakan perawatan peralatan distribusi air minum agar tercemarnya air dapat diminimalisir, bila dimungkinkan diadakan penggantian peralatan yang sudah tidak layak demi pelayanan yang baik baik konsumen.
Jan Rohtuahson Sinaga : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pelayanan Air Bersih: Studi Pada Masyarakat Kota Medan Pelanggan Pdam Tirtanadi Cabang Medan, 2010.
ABSTRACT
Pure water is society need in the daily living that requires government to supply the pure water served by the municipal waterworks (PDAM). Society as pure water customer complaint the service of PDAM for the turbid and odor water quality that did not fulfill the health standard. In Act No. 8 of 1999 concerning to Customer Protection (UUPK) said that the right of customer on freshness and safety in consumption and a right on a true, clear and honest information about the condition and the guarantee on good/service in particular in water supplied by PDAM Tirtanadi. Therefore, there is a problem on the law protection to the customer and pure water service by PDAM in accordance with UUPK. Factors that cause the rights of customer did not fulfilled and the settlement of the complaint of customer on pure water service by PDAM Tirtanadi Medan.
The research method is a normative juridical study, i.e. a study on regulations in particular UUPK and related document to pure water customer protection and supported by the interview to the pure water customer in Medan and the officers of PDAM Tirtanadi branch of Medan.
The results of study indicates that UUPK regulate the right of customer who have lost caused by the business actor in which in accordance with article 19 UUPK the business actor must take responsibility to customer by providing them with compensation which is not only in the form of money or goods but also the health care caused by the polluted water consumption. In addition, UUPK regulate the Consumer Conflict Settlement (BPSK) to enable customer submit a case in court and also in out of court institution. The factors that cause the right of water consumer had not fulfilled was mostly influenced by the limited public budget for pure water supply, in addition to the polluted water material which was not only a responsibility of PDAM but also involves the government in environment management policy. Then there is a leakage of distribution pipe caused by the poor maintenance by PDAM. The settlement of dispute on the polluted water is handled by the accusation of consumer to PDAM of according to Article 46 UUPK the consumer can submit accusation to the non government organization as collective accusation. Generally, the dispute is settled by deliberation before submitted to the court.
Jan Rohtuahson Sinaga : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pelayanan Air Bersih: Studi Pada Masyarakat Kota Medan Pelanggan Pdam Tirtanadi Cabang Medan, 2010.
And to PDAM Tirtanadi, it is suggested to do the maintenance on water pipe distribution to eliminate the population and even to replace the damaged facilities for the consumer service.
Jan Rohtuahson Sinaga : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pelayanan Air Bersih: Studi Pada Masyarakat Kota Medan Pelanggan Pdam Tirtanadi Cabang Medan, 2010.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang atas berkat dan pimpinanNYA sehingga saya mampu merampungkan tesis ini dengan baik.
Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada pihak-pihak yang telah dengan sukarela membantu saya untuk mengumpulkan bahan-bahan, data-data dan segala sesuatu yang berhubungan dengan tesis ini hingga tesis ini mencukupi untuk disajikan sebagai tugas akhir dari Program Studi Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih kepada:
1. Yang terhormat Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH, Bapak Syafruddin Sulung Hasibuan, SH, MH, DFM, dan Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum selaku Dosen Pembimbing.
2. Yang terhormat Bapak Notaris Syahril Sofyan, SH, Sp.N dan Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN selaku Dosen Penguji yang telah dengan sabar memberikan support dan bimbingan demi terwujudnya penulisan tesis ini.
3. Yang terhormat para narasumber yang telah dengan sukarela memberikan masukan yang sangat berarti bagi penyempurnaan penulisan tesis ini.
Jan Rohtuahson Sinaga : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pelayanan Air Bersih: Studi Pada Masyarakat Kota Medan Pelanggan Pdam Tirtanadi Cabang Medan, 2010.
Akhir kata saya ucapkan terima kasih sekali lagi dan saya berharap karya tulis ini dapat berguna di masa yang akan datang.
Medan, Maret 2009 Penulis,
Jan Rohtuahson Sinaga : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pelayanan Air Bersih: Studi Pada Masyarakat Kota Medan Pelanggan Pdam Tirtanadi Cabang Medan, 2010.
RIWAYAT HIDUP
I. Identitas Pribadi
Nama Lengkap : Jan Rohtuahson Sinaga Tempat/Tgl. Lahir : Sondi Raya/22 Mei 1970 Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Kristen Protestan
Alamat : Jl. Budi Luhur No.25 Medan
II. Orang Tua
Nama Ayah : Jan Sudinson Sinaga
Nama Ibu : Lusia Saragih
III. Pendidikan
1. Sekolah Dasar Negeri 2 Pematang Raya, Simalungun Lulus tahun: 1983
2. Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Pematang Raya, Simalungun Lulus tahun: 1986
3. Sekolah Menengah Atas RK Budi Mulia Pematang Siantar Lulus tahun: 1989
4. Strata 1, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan Lulus tahun: 1997
5. Strata 2, Program Studi Magister Kenotariatan (M.Kn) Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan
Jan Rohtuahson Sinaga : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pelayanan Air Bersih: Studi Pada Masyarakat Kota Medan Pelanggan Pdam Tirtanadi Cabang Medan, 2010.
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... iii
KATA PENGANTAR ... v
RIWAYAT HIDUP ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR SKEMA ... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang... 1
B. Permasalahan ... 9
C. Tujuan Penelitian ... 9
D. Manfaat Penelitian ... 9
E. Keaslian Penelitian ... 10
F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 11
1. Kerangka Teori ... 11
2. Konsepsi ... 21
G. Metode Penelitian ... 22
Jan Rohtuahson Sinaga : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pelayanan Air Bersih: Studi Pada Masyarakat Kota Medan Pelanggan Pdam Tirtanadi Cabang Medan, 2010.
A. Tinjauan Umum tentang Konsumen ... 26
1. Pengertian Konsumen ... 26
2. Hak-hak Konsumen... 29
B. Hukum Perlindungan Konsumen... 31
1. Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen…………... 31
2. Latar Belakang Terbitnya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen... 35
3. Prinsip-prinsip Hukum Perlindungan Konsumen... 41
C. Perlindungan Hukum terhadap Konsumen dalam Pelayanan Air Bersih oleh PAM/PDAM Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen ... 56
BAB III. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TIDAK DIPENUHINYA HAK-HAK KONSUMEN UNTUK MEMPEROLEH PELAYANAN AIR BERSIH ... 65
A. Sekilas tentang Perusahaan PDAM Tirtanadi ... 65
1. Pendirian PDAM Tirtanadi... 65
2. Visi dan Misi ... 66
3. Kegiatan Perusahaan ... 66
4. Pelayanan PDAM Tirtanadi Provinsi Sumatera Utara untuk Medan Sekitarnya ... 68
B. Pengertian Air Bersih dan Air Minum ... 75
C. Anggaran Publik untuk Penyediaan Air Bersih ... 81
Jan Rohtuahson Sinaga : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pelayanan Air Bersih: Studi Pada Masyarakat Kota Medan Pelanggan Pdam Tirtanadi Cabang Medan, 2010.
BAB IV. UPAYA DAN PENYELESAIAN TUNTUTAN KONSUMEN TERHADAP KELALAIAN YANG DILAKUKAN OLEH PDAM
TIRTANADI MEDAN ... 103
A. Penyelesaian Sengketa Konsumen Sebelum Berlakunya Undang-Undang Perlindungan Konsumen ... 103
B. Penyelesaian Sengketa Konsumen Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen ... 110
1. Penyelesaian Sengketa Konsumen di Luar Pengadilan . 110 2. Penyelesaian Sengketa Konsumen Melalui Proses Litigasi ... 133
C. Upaya dan Penyelesaian Tuntutan Konsumen terhadap Kelalaian yang Dilakukan oleh PDAM Tirtanadi Medan ... 138
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 149
A. Kesimpulan ... 149
B. Saran ... 150
Jan Rohtuahson Sinaga : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pelayanan Air Bersih: Studi Pada Masyarakat Kota Medan Pelanggan Pdam Tirtanadi Cabang Medan, 2010.
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
3.1. Data Sumber Air PDAM Tirtanadi Kota Medan – Sumatera Utara.. 69
Jan Rohtuahson Sinaga : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pelayanan Air Bersih: Studi Pada Masyarakat Kota Medan Pelanggan Pdam Tirtanadi Cabang Medan, 2010.
DAFTAR SKEMA
Nomor Judul Halaman
1. Penyelesaian Sengketa Konsumen Secara Konsiliasi ... 122
2. Penyelesaian Sengketa Konsumen Secara Mediasi... 122
Jan Rohtuahson Sinaga : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pelayanan Air Bersih: Studi Pada Masyarakat Kota Medan Pelanggan Pdam Tirtanadi Cabang Medan, 2010.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gerakan konsumen internasional sejak tahun 1960 memiliki wadah yang
cukup berwibawa, yaitu International Organization of Consumers Unions (IOCU)
yang kemudian sejak tahun 1995 berubah menjadi Consumers Internasional (CI).
Anggota CI mencapai 203 organisasi konsumen yang berasal dari sekitar 90 negara
di dunia. Sedangkan di Indonesia sendiri ada dua organisasi yaitu Yayasan Lembaga
Konsumen Indonesia Jakarta dan LP2K Semarang. Yang mana setiap tanggal 15
Maret, CI memperingati hari konsumen sedunia, dan memberi tema yang berbeda
untuk tiap-tiap tahunnya.1
Gejala-gejala itu memberi pengaruh pada gerakan konsumen di dunia dan
di Indonesia, yakni mulai beralih dari isu-isu konsumen dari sekedar mempersoalkan
mutu menuju ke arah yang lebih berskala makro dan universal. Perhatian konsumen Konsumen Indonesia merupakan bagian dari konsumen global, sehingga
gerakan konsumen di dunia internasional mau tidak mau menembus batas-batas
negara, dan mempengaruhi kesadaran konsumen lokal untuk berbuat hal yang sama.
Persaingan antar produsen saat ini semakin ketat, dan hal ini berarti konsumen
mempunyai banyak pilihan terhadap produk barang dan jasa yang dikonsumsinya.
1
Jan Rohtuahson Sinaga : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pelayanan Air Bersih: Studi Pada Masyarakat Kota Medan Pelanggan Pdam Tirtanadi Cabang Medan, 2010.
dalam negeri sama dengan perhatian konsumen di berbagai negara, dan konsumen
di Indonesia pun menjadi konsumen global.
Dalam hal ini konsumen juga termasuk masyarakat yang tidak terlepas dari
hukum di mana kehidupan yang semakin berkembang ini, keterbatasan pengetahuan
konsumen mengenai kewajaran mutu dan harga barang atau jasa selama ini telah
menempatkan posisi konsumen sebagai mangsa produsen/pelaku usaha. Keadaan ini
diperparah lagi dengan sikap tak mau tahu pelaku usaha/produsen dalam menanggapi
keluhan konsumen terhadap jasa monopoli seperti air minum.
Dalam keadaan yang demikian konsumen tidak memiliki kekuatan yang
berarti. Bahwa untuk meningkatkan harkat dan martabat konsumen perlu ditingkatkan
kesadaran, pengetahuan, kepedulian, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk
melindungi dirinya serta menumbuh kembangkan sikap pelaku usaha yang
bertanggung jawab. Dengan keadaan seperti inilah pemerintah berusaha mengatasi
permasalahan perlindungan konsumen ini yaitu dengan menerbitkan Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK).
Dengan berlakunya UUPK tersebut, penegakan aturan hukum dan upaya
perlindungan terhadap konsumen dapat diberlakukan sama bagi setiap konsumen
maupun pelaku usaha. Yang mana undang-undang ini merupakan payung hukum
masyarakat untuk melindungi haknya atau setidak-tidaknya konsumen telah memiliki
Jan Rohtuahson Sinaga : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pelayanan Air Bersih: Studi Pada Masyarakat Kota Medan Pelanggan Pdam Tirtanadi Cabang Medan, 2010.
dapat meningkatkan citranya meningkatkan kualitas produk jasanya, demikian juga
halnya dengan pelaku usaha pengadaan air bersih.
Pelayanan umum (public service) memang sarat dengan berbagai masalah,
apalagi wilayah jangkauannya sendiri sangat luas meliputi sektor profit maupun non
profit, pembedaan pelayanan umum menjadi sektor profit dan non profit semata-mata
didasarkan pada misi yang diemban instansi/institusi pelayanan umum tersebut.2
Pengadaan air bersih ini menjadi perhatian di seluruh dunia. Lebih dari satu
miliar manusia di seluruh dunia kehilangan akses terhadap sumber air bersih. Sekitar
1,6 juta anak di seluruh dunia meninggal akibat tidak terpenuhinya kebutuhan dasar
air bersih dan sanitasi yang sehat. Air bersih dan sanitasi yang baik merupakan
elemen penting yang menunjang kesehatan manusia. Namun sayangnya pemenuhan
kebutuhan tersebut belum sepenuhnya berjalan dengan baik di berbagai belahan
dunia. Menurut temuan terbaru Badan Kesehatan Dunia (WHO), lebih dari 1,1 milyar
penduduk di wilayah pedesaan dan perkotaan kekurangan akses terhadap air minum Salah satu pelayanan umum yang bersifat profit adalah Perusahaan Air
Minum (PDAM/PAM). Meskipun profit, perusahaan negara seperti PDAM ini amat
menguntungkan rakyat banyak. Tujuannya lebih banyak dirahkan pada usaha
memakmurkan rakyat, hal ini dilakukan karena mengingat pentingnya air minum bagi
kehidupan manusia. Hal ini termaktub di dalam ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD
1945 yang berbunyi, bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
2
Jan Rohtuahson Sinaga : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pelayanan Air Bersih: Studi Pada Masyarakat Kota Medan Pelanggan Pdam Tirtanadi Cabang Medan, 2010.
dari sumber yang ada. Di luar itu, 2,6 milyar warga tidak memiliki akses terhadap
kesehatan dan kebersihan (sanitasi) dasar.3
Pemerintah dengan inisiatifnya sendiri memang sudah menyediakan
pelayanan umum kepada masyarakat atau konsumen, jauh sebelum upaya
perlindungan konsumen ada, semua ini dilakukan untuk memberikan pelayanan Menurut peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
907/MENKES/SKIVII/2002 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air
Minum disebutkan bahwa: air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau
tanpa melalui proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat
langsung diminum. Sedangkan air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan
sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila
telah dimasak.
Pada dasarnya pengadaan air minum adalah tanggung jawab manusia sendiri
dan memang sejak semula secara tradisional masyarakat telah mengadakan
usaha-usaha pengadaan air minum secara sendiri ataupun kolektif dengan memanfaatkan
alam dan sumber daya yang ada, walaupun demikian mengingat
keterbatasan-keterbatasan yang ada seperti makin sulitnya air bersih, keringnya sumur, jauh dari
mata air maka diperlukan usaha untuk pengadaan air minum tersebut dari pihak
pemerintah, di antaranya dengan memberikan pelayanan berupa pengadaan
perusahaan air minum (PAM/PDAM) yang dapat dinikmati semua lapisan
masyarakat yang membutuhkan air bersih.
3
Jan Rohtuahson Sinaga : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pelayanan Air Bersih: Studi Pada Masyarakat Kota Medan Pelanggan Pdam Tirtanadi Cabang Medan, 2010.
kepada konsumen dan memastikan konsumen dapat menggunakan fasilitas umum
tersebut dengan biaya yang murah, hanya saja, kenyataannya masih banyak
konsumen yang belum memperoleh kepuasaan dalam menggunakan pelayanan publik
meskipun pemerintah telah berubah status menjadi penyedia jasa monopoli.4
4
Indah Sukmaningsih, Dimensi Pelayanan Publik dalam Masalah Perlindungan Konsumen, Lokakarya Hukum Perlindungan Konsumen bagi Dosen dan Praktisi Hukum, Jakarta, 1997, hal. 1.
Kebutuhan akan air minum terus meningkat seiring dengan pertumbuhan
penduduk yang semakin pesat. Hal ini mendorong masyarakat yang belum memiliki
sumber air minum sendiri akan menghubungi perusahaan air minum (PAM/PDAM).
Dalam hal ini antara PDAM selaku pemberi jasa pengadaan air minum dengan
konsumen selaku penerima jasa air minum terdapat suatu hubungan hukum, yaitu
adanya kewajiban dari penerima jasa untuk memberi imbalan atas jasa yang
diterimanya sesuai dengan jumlah air yang dikonsumsi yang tertera dalam water
meter serta sesuai dengan besaran tarif yang telah ditentukan, di samping itu juga
terdapat hak-hak dari pelanggan sebagai penerima jasa yaitu: hak atas keamanan dan
keselamatan dalam mengkonsumsi air bersih yang diterimanya, hak mendapat
informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi airnya, hak untuk didengar
pendapat dan keluhannya atas air yang diterima dari PDAM.
Dalam kenyataannya masih banyak pelanggan yang mengeluhkan pelayanan
PDAM Tirtanadi yang mengecewakan karena kualitas air sangat buruk. Kenyataan ini
mengundang perhatian anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) R.I yang
Jan Rohtuahson Sinaga : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pelayanan Air Bersih: Studi Pada Masyarakat Kota Medan Pelanggan Pdam Tirtanadi Cabang Medan, 2010.
Kita akan panggil pihak PDAM guna membicarakan banyaknya keluhan yang disampaikan masyarakat tentang pelayanan tersebut, mengingat air merupakan kebutuhan penting dalam aktivitas sehari-hari. Selain distribusi air ke rumah penduduk yang macet, juga akan dibahas mengenai buruknya kualitas air yang disalurkan. Air tidak hanya digunakan saat kegiatan mencuci, tetapi juga untuk konsumsi. Sebab itu, sangat penting menjaga mutu air karena menyangkut kesehatan dan kebersihan masyarakat.5
Demikian juga hasil pengkajian atas pengaduan masyarakat pada Komisi C
DPRD Medan tentang kualitas air PDAM Tirtanadi, menyatakan:6
Sebagai konsumen sudah tentu merasa hak yang seharusnya diperoleh
sebagaimana yang ditentukan dalam UUPK tidak terpenuhi, sehingga merupakan hak
konsumen untuk menuntut dipenuhinya hak-hak tersebut atau adanya
pertanggungjawaban dari PDAM sehubungan dengan kerugian yang dialami oleh
konsumen dalam memperoleh air bersih.
90% pelanggan Titanadi itu masyarakat Kota Medan. DPRD Medan punya kewajiban untuk membela hak-hak konsumen yang telah dikebiri oleh perusahaan BUMN ini. Sebab mereka menyampaikan pengaduan bahwa air yang mereka konsumsi sering berwarna hitam, kadang berlumpur dan kurang sehat. Komisi C sudah melakukan penelitian terhadap air produk Tirtanadi ini. Hasil pengkajian yang dilakukan melalui Total Dis of Solide atau Eletrolizer ini membuktikan bahwa kwalitas air Tirtanadi tidak sehat karena mengandung logam, lumpur dan berbagai zat-zat yang membahayakan bagi kesehatan lainnya sebesar 0,60%. Itu artinya kwalitas kesehatan air sudah melampaui ambang batas standarisasi yang sudah ditentukan yakni, 0.12%.
7
5
Parlindungan Purba, ”Pelayanan PDAM Tirtanadi Buruk”, Harian Global, tanggal 24 Mei 2008.
6
Zainuddin, ”PDAM Tirtanadi Sepelekan DPRD Medan”, beritautama.html.
7
Jan Rohtuahson Sinaga : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pelayanan Air Bersih: Studi Pada Masyarakat Kota Medan Pelanggan Pdam Tirtanadi Cabang Medan, 2010.
Sesuai dengan kedudukannya masyarakat sebagai pelanggan PDAM yang
telah mengadakan perjanjian dengan pihak penyelenggara jasa air minum yaitu pihak
PDAM, salah satu hak konsumen adalah hak atas keamanan dan keselamatan dalam
mengkonsumsi air bersih yang diterima.
Definisi perjanjian telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(KUH Perdata) Pasal 1313, yaitu bahwa perjanjian atau persetujuan adalah suatu
perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu
orang lain atau lebih.8
Lazimnya dalam perjanjian baku terdapat klausula eksonarasi yang
merupakan pembatasan pertanggungjawaban dari kreditur. Klausula eksonerasi hanya
dapat digunakan dalam pelaksanaan perjanjian dengan itikad baik. Eksonerasi
terhadap kerugian yang timbul karena kesengajaan pengusaha adalah bertentangan
dengan kesusilaan, karena itu pengadilan dapat mengesampingkan eksonerasi itu.
Houwing mengatakan bahwa eksonerasi karena sengaja tidak memenuhi perjanjian
Perjanjian antara konsumen dan pihak PDAM memakai bentuk perjanjian
baku atau standar, bersifat baku karena isi perjanjian tersebut telah dibakukan dan
dituangkan dalam bentuk formulir. Dalam perjanjian antara konsumen dengan pihak
PDAM juga terlihat sifat perjanjian yang konfeksi dan massal yaitu bentuk perjanjian
untuk semua konsumen sama tanpa ada perbedaan antara konsumen yang satu dengan
yang lainnya.
parameter jenis air bersih atau dapat diminum tersebut diantaranya adalah tidak berbau dan tidak berasa.
8
Jan Rohtuahson Sinaga : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pelayanan Air Bersih: Studi Pada Masyarakat Kota Medan Pelanggan Pdam Tirtanadi Cabang Medan, 2010.
adalah sama dengan pembatasan perjanjian tersebut. Eksonerasi hanya dapat
digunakan jika tidak dilarang oleh undang-undang dan tidak bertentangan dengan
kesusilaan.9
Jika seseorang konsumen mempunyai hubungan hukum berupa perjanjian
dengan pihak lain, dan pihak lain itu melanggar perjanjian yang disepakati bersama,
maka konsumen berhak menggugat lawannya berdasarkan dalih melakukan
wanprestasi (cidera janji). Jika sebelumnya tidak ada perjanjian, konsumen tetap saja
memiliki hak untuk menuntut secara perdata, yakni melalui ketentuan perbuatan
melawan hukum. Dalam konsepsi perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad),
seseorang diberi kesempatan untuk menggugat sepanjang terpenuhi tiga unsur, yaitu
ada kesalahan (yang dilakukan pihak lain atau tergugat), ada kerugian (yang diderita
penggugat), dan ada hubungan kausalitas antara kesalahan dan kerugian itu.10
Dalam UUPK, hak konsumen atas keamanan dan keselamatan dalam
mengkonsumsi air itu diakomodir dalam Pasal 4 huruf a, hak atas kenyamanan, dan
keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa. Kemudian juga dalam huruf Perikatan dapat bersumber dari perjanjian dan dari undang-undang. Dalam
hukum perlindungan konsumen, aspek perjanjian ini merupakan faktor yang sangat
penting walaupun bukan faktor mutlak yang harus ada, perjanjian merupakan salah
satu sumber lahirnya perikatan. Demikian juga halnya antara masyarakat pelanggan
air minum dari PDAM, terjadinya hubungan hukum karena adanya permohonan yang
diikat dengan suatu perjanjian antara konsumen dengan PDAM.
9
Abdulkadir Muhammad, Perjanjian Baku dalam Praktek Perusahaan Perdagangan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1992, hal. 20.
10
Jan Rohtuahson Sinaga : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pelayanan Air Bersih: Studi Pada Masyarakat Kota Medan Pelanggan Pdam Tirtanadi Cabang Medan, 2010.
c, konsumen mempunyai hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai
kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa. Oleh karena itu, dari ketentuan tersebut
maka sudah menjadi hak konsumen untuk mendapatkan aliran air yang bersih yang
aman bagi kesehatannya dan adanya kenyamanan dalam mengkonsumsi air minum
dari PDAM yang senantiasa memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dilakukan penelitian dengan judul
“Perlindungan Hukum terhadap Konsumen dalam Pelayanan Air Bersih: Penelitian
pada PDAM Tirtanadi Medan”.
B. Permasalahan
Bertitik tolak dari uraian di atas maka yang menjadi permasalahan penelitian
ini adalah:
1. Bagaimana perlindungan hukum terhadap konsumen dalam pelayanan air bersih
oleh PDAM sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen?
2. Apakah faktor-faktor penyebab tidak dipenuhinya hak-hak konsumen untuk
memperoleh pelayanan air bersih?
3. Bagaimana upaya dan penyelesaian tuntutan konsumen terhadap kelalaian yang
dilakukan oleh PDAM Tirtanadi Medan?
C. Tujuan Penelitian
Jan Rohtuahson Sinaga : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pelayanan Air Bersih: Studi Pada Masyarakat Kota Medan Pelanggan Pdam Tirtanadi Cabang Medan, 2010.
1. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap konsumen dalam pelayanan air
bersih oleh PDAM sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab tidak dipenuhinya hak-hak konsumen
untuk memperoleh pelayanan air bersih.
3. Untuk mengetahui upaya dan penyelesaian tuntutan konsumen terhadap kelalaian
yang dilakukan oleh PDAM Tirtanadi Medan.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari hasil penelitian dapat dilihat secara teoritis dan secara praktis,
yaitu:
1. Secara teoritis, penelitian dapat bermanfaat untuk mengembangkan ilmu hukum
khususnya di bidang pelaksanaan perlindungan konsumen dalam hubungannya
dengan jasa yang dikuasai oleh pemerintah.
2. Secara praktis, dari hasil penelitian ini dapat sebagai bahan pegangan dan rujukan
dalam mempelajari tentang perlindungan hukum terhadap konsumen dalam
pelayanan air bersih khususnya bagi para akademisi, mahasiswa dan masyarakat
umum.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa berdasarkan informasi
Jan Rohtuahson Sinaga : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pelayanan Air Bersih: Studi Pada Masyarakat Kota Medan Pelanggan Pdam Tirtanadi Cabang Medan, 2010.
Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitar Sumatera Utara, penelitian
dengan judul “Perlindungan Hukum terhadap Konsumen dalam Pelayanan Air
Bersih: Penelitian Pada PDAM Tirtanadi Medan” belum pernah dilakukan. Dengan
demikian penelitian ini adalah asli dan dapat dipertanggungjawabkan secara
Jan Rohtuahson Sinaga : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pelayanan Air Bersih: Studi Pada Masyarakat Kota Medan Pelanggan Pdam Tirtanadi Cabang Medan, 2010.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori
Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik
atau proses tertentu terjadi,11 dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya
pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya.12 Kerangka teori adalah
kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, thesis mengenai sesuatu kasus atau
permasalahan (problem) yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoretis13
Dalam hal perlindungan hukum kepada konsumen ini dikatakan oleh Munir
Fuady bahwa “apabila sesuatu hukum telah ditegakkan terhadap seseorang, berarti
suatu langkah untuk merealisasi kebahagian masyarakat luas telah diambil, sekaligus Perlindungan hukum terhadap konsumen adalah sebuah penegakan hukum
yang membutuhkan pengaturan-pengaturan berupa ancaman si pelanggar. Hal ini
tercermin di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen, yang merupakan suatu perundang-undangan di Indonesia dengan
kepentingan pemberian perlindungan kepada konsumen.
11
J.J.J. M. Wuisman, dalam M. Hisyam, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Asas-Asas, FE UI, Jakarta, 1996, hal. 203. M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, CV. Mandar Maju, Bandung, 1994, hal. 27. menyebutkan, bahwa teori yang dimaksud di sini adalah penjelasan mengenai gejala yang terdapat dalam dunia fisik tersebut tetapi merupakan suatu abstraksi intelektual di mana pendekatan secara rasional digabungkan dengan pengalaman empiris. Artinya teori ilmu merupakan suatu penjelasan rasional yang berkesuaian dengan objek yang dijelaskannya. Suatu penjelasan biar bagaimanapun meyakinkan, tetapi harus didukung oleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar.
12
Ibid, hal. 16. 13
Jan Rohtuahson Sinaga : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pelayanan Air Bersih: Studi Pada Masyarakat Kota Medan Pelanggan Pdam Tirtanadi Cabang Medan, 2010.
pula terwujudnya suatu langkah kesengsaraan (penggerogotan kebahagiaan) terhadap
pihak melanggar ketentuan hukum”.14
Dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, istilah konsumen sebagai
definisi yuridis formal ditemukan pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen. Dalam Pasal 1 UUPK dinyatakan, konsumen
adalah setiap orang pemakai barang dan/jasa yang tersedia dalam masyarakat baik
bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan
tidak untuk diperdagangkan.15
Istilah perlindungan konsumen berkaitan dengan perlindungan hukum, oleh
karena itu perlindungan konsumen mengandung aspek hukum. Adapun materi yang
mendapatkan perlindungan itu bukan sekedar fisik, melainkan terlebih-lebih haknya
yang bersifat abstrak. Dengan kata lain, perlindungan konsumen sesungguhnya
identik dengan perlindungan yang diberikan hukum terhadap hak-hak konsumen. Definisi konsumen dapat pula ditemukan dalam Undang-Undang Nomor 6
Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat,
dalam undang-undang ini yang dimaksud konsumen adalah setiap pemakai dan atau
pengguna barang dan atau jasa, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk
kepentingan orang lain. Batasan ini secara garis besar maknanya diambil dari
pengertian dalam UUPK.
14
Munir Fuady dalam Yusuf Shofie, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-Instrumen Hukumnya, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hal. 22.
15
Jan Rohtuahson Sinaga : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pelayanan Air Bersih: Studi Pada Masyarakat Kota Medan Pelanggan Pdam Tirtanadi Cabang Medan, 2010.
Dalam Pasal 1 UUPK, diartikan perlindungan konsumen adalah segala upaya yang
menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan konsumen.
Secara umum dikenal adanya empat hak dasar konsumen, hal ini mengacu
pada Presiden Kennedy’s 1992 Consumer’s Bill of rights, yang dikemukakan
Shidarta, yaitu:16
1. Hak untuk mendapatkan keamanan (The right to safety).
2. Hak untuk mendapatkan informasi (The right to be informed).
3. Hak untuk memilih (The right to choose).
4. Hak untuk didengar (The right to be heard).
Empat hak dasar ini diakui secara internasional, dalam perkembangannya
organisasi-organisasi konsumen yang tergabung dalam The International
Organization of Consumers Union (IOCU) menambahkan bagi beberapa hak, seperti
hak mendapatkan pendidikan konsumen, hak mendapatkan ganti kerugian, dan hak
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat.17
Dalam UUPK empat hak dasar yang tersebut di atas, juga akomodasikan, hak
konsumen untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak
dimasukkan dalam UUPK karena UUPK secara khusus mengecualikan hak-hak yang
diatur dalam undang-undang di bidang hak dan kekayaan intelektual (HaKI) dan
di bidang pengelolaan lingkungan, tidak jelas mengapa hanya kedua bidang hukum
ini saja yang dikecualikan secara khusus, mengingat sebagai undang-undang payung
16
Sidharta, op.cit, hal. 16. 17
Jan Rohtuahson Sinaga : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pelayanan Air Bersih: Studi Pada Masyarakat Kota Medan Pelanggan Pdam Tirtanadi Cabang Medan, 2010.
hukum, UUPK seharusnya dapat mengatur hak-hak konsumen itu secara lebih
komprehensif.18
Hukum di dalamnya mengatur peranan dari para subjek hukum yang berupa
hak dan kewajiban. Hak adalah suatu peran yang bersifat fakultatif artinya boleh
dilaksanakan atau tidak dilaksanakan, berbeda dengan kewajiban adalah peran yang
bersifat imperatif, artinya harus dilaksanakan. Hubungan keduanya adalah saling
berhadapan dan berdampingan karena di dalam hak terdapat kewajiban untuk tidak
melanggar hak orang lain dan tidak menyalahgunakan haknya.19
Hukum dapat melindungi kepentingan seseorang dengan cara
mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka
kepentingan tersebut. Pengalokasian kekuasaan ini dilakukan secara terukur, dalam
arti ditentukan secara terukur, dalam arti ditentukan keluasaan dan kedalamannya.
Kekuasaan yang demikian itulah yang disebut sebagai hak.20
Perlindungan di bidang keperdataan diadakan bertitik tolak dari tarik menarik
kepentingan antar sesama anggota masyarakat. Jika seseorang sebagai anggota
masyarakat merasa dirugikan oleh warga masyarakat lain, tentu ini akan membuat
pihak yang dirugikan menggugat pihak lain itu agar bertanggung jawab secara hukum
atas perbuatannya. Dalam hal ini diantara mereka mungkin saja sudah terdapat
18
Ibid, hal. 17. 19
Sasonggko Wahyu, Pengantar Ilmu Hukum, Buku Ajar, Universitas Lampung Press, 1999, hal. 56.
20
Jan Rohtuahson Sinaga : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pelayanan Air Bersih: Studi Pada Masyarakat Kota Medan Pelanggan Pdam Tirtanadi Cabang Medan, 2010.
hubungan hukum berupa perjanjian di lapangan hukum keperdataan, tetapi dapat pula
sebaliknya, sama sekali tidak ada hubungan hukum demikian.21
Jika seseorang konsumen mempunyai hubungan hukum berupa perjanjian
dengan pihak lain, dan pihak lain itu melanggar perjanjian yang disepakati bersama,
maka konsumen berhak menggugat lawannya berdasarkan dalih melakukan
wanprestasi (cidera janji). Jika sebelumnya tidak ada perjanjian, konsumen tetap saja
memiliki hak untuk menuntut secara perdata, yakni melalui ketentuan perbuatan
melawan hukum. Dalam konsepsi perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad),
seseorang diberi kesempatan untuk menggugat sepanjang terpenuhi tiga unsur, yaitu
ada kesalahan (yang dilakukan pihak lain atau tergugat), ada kerugian (yang diderita
penggugat), dan ada hubungan kausalitas antara kesalahan dan kerugian itu.22
Perikatan dapat bersumber dari perjanjian dan dari undang-undang. Dalam
hukum positif Indonesia, masalah perikatan secara umum diatur dalam Buku III Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata. Perikatan dalam kodifikasi hukum itu adalah
perikatan dalam lapangan hukum kekayaan. Artinya, perikatan tersebut dikaitkan
dengan hak-hak tertentu yang mempunyai nilai ekonomi. Jika hak itu tidak dipenuhi,
ada konsekuensi yuridis untuk menggantinya dengan sejumlah uang tertentu.
Dalam hukum perlindungan konsumen, aspek perjanjian ini merupakan faktor
yang sangat penting walaupun bukan faktor mutlak yang harus ada, perjanjian
merupakan salah satu sumber lahirnya perikatan.
23
21
Sidharta, op.cit, hal. 48. 22
Ibid, hal. 48. 23
Jan Rohtuahson Sinaga : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pelayanan Air Bersih: Studi Pada Masyarakat Kota Medan Pelanggan Pdam Tirtanadi Cabang Medan, 2010.
Perikatan dapat terjadi karena dua sebab, yaitu karena adanya perjanjian dan
karena undang-undang (Pasal 1233 KUH Perdata).24
Selain perjanjian, sumber perikatan lainnya adalah undang-undang. Perikatan
yang timbul karena undang-undang ini dalam Pasal 1352 KUH Perdata dibedakan
menjadi perikatan yang memang ditentukan oleh undang-undang dan perikatan yang
timbul karena perbuatan orang.
Dua pengertian ini sangat
mempengaruhi perlindungan dan penyelesaian sengketa hukum yang melibatkan
kepentingan konsumen di dalamnya.
Agar perjanjian itu memenuhi harapan kedua belah pihak, masing-masing
perlu memiliki itikad baik untuk memenuhi prestasinya secara bertanggung jawab.
Hukum di sini berperan untuk memastikan bahwa kewajiban itu dijalankan dengan
penuh tanggung jawab seperti kesepakatan semula. Jika terjadi pelanggaran dari
kesepakatan itu maka pihak yang dirugikan dapat menuntut pemenuhannya
berdasarkan perjanjian tersebut.
25
Di dalam perkembangannya saat ini, kebanyakan perjanjian dibuat dalam
bentuk tertulis bahkan pada saat ini terdapat kecenderungan untuk membuat
perjanjian dalam bentuk baku atau standar. Hal ini sesuai dengan kecenderungan
masyarakat untuk bertindak secara praktis dan efisien dalam hal waktu dan tenaga.
Dikatakan bersifat baku karena klausula perjanjian tersebut tidak dapat dan tidak
mungkin dinegosiasikan atau ditawar oleh pihak lain. Tidak adanya pilihan bagi salah
24
Pasal 1233, berbunyi: Perikatan, lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang 25
Jan Rohtuahson Sinaga : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pelayanan Air Bersih: Studi Pada Masyarakat Kota Medan Pelanggan Pdam Tirtanadi Cabang Medan, 2010.
satu pihak dalam perjanjian tersebut cenderung akan merugikan pihak yang kurang
dominan.26
Sutan Remy Sjahdeini mengatakan, perjanjian baku yaitu perjanjian yang
hampir seluruh klausula-klausulanya sudah dibakukan oleh pemakainya dan pihak
yang lain pada dasarnya tidak mempunyai peluang untuk merundingkan atau
meminta perubahan.27
Gunawan Wijaya dan Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003, hal. 53.
27
Sutan Remy Sjahdeni, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Seimbang bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Institut Bankir Indonesia, Jakarta, 1993, hal. 66.
28
Pitlo dalam Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Baku (Standar), Perkembangannya di Indonesia, Alumni, Bandung, 1980, hal. 8.
Latar belakang tumbuhnya perjanjian baku adalah karena keadaan sosial dan ekonomi. Dalam perkembangan ekonomi semakin banyak perusahaan besar, perusahaan semi pemerintah atau perusahaan-perusahaan pemerintah yang mengadakan kerjasama dengan suatu perusahaan lain. Untuk kepentingan itu diciptakan syarat-syarat tertentu secara sepihak untuk diajukan kepada mitra kontraknya. Pihak lawan dalam perjanjian baku ini biasanya kedudukan ekonomi yang lemah, baik karena posisinya maupun karena ketidaktahuannya yang kemudian hanya menerima saja apa yang disodorkan dalam formulir perjanjian tersebut. Dengan penggunaan perjanjian baku ini maka pengusaha akan memperoleh efisiensi dalam pengeluaran biaya, tenaga dan waktu.
Perjanjian antara konsumen dan pihak PDAM memakai bentuk perjanjian
baku atau standar, bersifat baku karena isi perjanjian tersebut telah dibakukan dan
dituangkan dalam bentuk formulir. Dalam perjanjian antara konsumen dengan pihak
PDAM juga terlihat sifat perjanjian yang konfeksi dan massal yaitu bentuk perjanjian
untuk semua konsumen sama tanpa ada perbedaan antara konsumen yang satu dengan
Jan Rohtuahson Sinaga : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pelayanan Air Bersih: Studi Pada Masyarakat Kota Medan Pelanggan Pdam Tirtanadi Cabang Medan, 2010.
Lazimnya dalam perjanjian baku terdapat klausula eksonarasi yang
merupakan pembatasan pertanggungjawaban dari kreditur. Klausula eksonerasi hanya
dapat digunakan dalam pelaksanaan perjanjian dengan itikad baik. Eksonerasi
terhadap kerugian yang timbul karena kesengajaan pengusaha adalah bertentangan
dengan kesusilaan, karena itu pengadilan dapat mengesampingkan eksonerasi itu.
Houwing mengatakan bahwa eksonerasi karena sengaja tidak memenuhi perjanjian
adalah sama dengan pembatasan perjanjian tersebut. Eksonerasi hanya dapat digunakan
jika tidak dilarang oleh undang-undang dan tidak bertentangan dengan kesusilaan.29
Tujuan utama klausula eksonerasi adalah mencegah pihak konsumen
merugikan kepentingan pengusaha. Dalam perjanjian, konsumen adalah pihak yang
diservis oleh pengusaha, sehingga konsumen berposisi dilayani dan pengusaha
berposisi sebagai pelayan.30
Dalam UUPK hak-hak konsumen diatur dalam Pasal 4, dalam pasal ini
terdapat delapan hak yang dituangkan secara eksplisit dan satu hak yang dirumuskan
secara terbuka, hak-hak tersebut adalah:31
a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/jasa.
b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.
c. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.
d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan.
29
Abdulkadir Muhammad, Perjanjian Baku dalam Praktek Perusahaan Perdagangan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1992, hal. 20.
30
Ibid, hal. 20. 31
Jan Rohtuahson Sinaga : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pelayanan Air Bersih: Studi Pada Masyarakat Kota Medan Pelanggan Pdam Tirtanadi Cabang Medan, 2010.
e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.
f. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.
g. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/jasa penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
h. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan lainnya.
Selain dari rumusan Pasal 4 UUPK tersebut juga terdapat hak-hak konsumen
yang dirumuskan dalam Pasal 7 yang mengatur tentang kewajiban pelaku usaha,
kewajiban dan hak merupakan antinomi dalam hukum, sehingga kewajiban pelaku
usaha dapat dilihat sebagai hak konsumen. Kewajiban pelaku usaha adalah:32
a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
b. Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
d. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba;
f. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
g. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
32
Jan Rohtuahson Sinaga : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pelayanan Air Bersih: Studi Pada Masyarakat Kota Medan Pelanggan Pdam Tirtanadi Cabang Medan, 2010.
Selain mengatur tentang hak-hak konsumen UUPK juga mengatur hak-hak
dari pelaku usaha yang harus dihormati dan/atau dilaksanakan oleh konsumen. Dalam
UUPK hak pelaku usaha ini diatur dalam Pasal 6, yaitu:33
a. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan atau jasa yang diperdagangkan;
b. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;
c. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;
d. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
e. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Hak pelaku usaha juga diatur dalam Pasal 5 UUPK karena pasal ini
merupakan pengaturan kewajiban konsumen yang secara antinomi juga merupakan
hak pelaku usaha, dalam Pasal 5 UUPK disebutkan bahwa kewajiban konsumen
adalah:34
a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan; b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa; c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
Zoemrotin K Susila mengemukakan, dengan kepastian hukum yang jelas dan
tegas, pelaku usaha akan semakin berhati-hati dalam memproduksi barang dan/atau
33
Pasal 6 UUPK. 34
Jan Rohtuahson Sinaga : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pelayanan Air Bersih: Studi Pada Masyarakat Kota Medan Pelanggan Pdam Tirtanadi Cabang Medan, 2010.
jasa, sehingga secara langsung memberikan perlindungan prefentif terhadap
konsumen.35
2. Konsepsi
Dalam UUPK telah diatur hak dan kewajiban konsumen itu sendiri. Bahwa
apabila ada hak pasti harus ada kewajiban, dengan kata lain antara hak dan kewajiban
itu sudah merupakan pasangan yang tidak dapat dipisahkan. Dengan demikian agar
keduanya dapat berjalan seimbang sehingga tercipta masyarakat yang adil dan
makmur. Hak konsumen untuk dihindari dari akibat negatif persaingan tidak sehat
dapat dilakukan sebagai upaya yang harus dilakukan, khususnya oleh pemerintah,
guna mencegah munculnya akibat-akibat langsung yang merugikan konsumen. Itu
sebabnya, gerakan konsumen sudah selayaknya menaruh perhatian terhadap
keberadaan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan hak ini. Maka
dengan undang-undang perlindungan konsumen diharapkan dapat memberikan
kenyamanan serta kepastian hukum dalam hal perlindungan terhadap konsumen itu
sendiri, khususnya dalam pelayanan air bersih dari PDAM/PAM.
Konsep adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Konsepsi diterjemahkan
sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang konkrit, yang
disebut dengan operational definition.36
35
Zoemrotin K. Susila, Penyambung Lidah Konsumen, Puspa Swara, Jakarta, 1999, hal. 10. 36
Sutan Remy Sjahdeini, op.cit, hal. 10.
Pentingnya definisi operasional adalah untuk
Jan Rohtuahson Sinaga : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pelayanan Air Bersih: Studi Pada Masyarakat Kota Medan Pelanggan Pdam Tirtanadi Cabang Medan, 2010.
istilah yang dipakai.37
a. Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun
makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Oleh karena itu untuk menjawab permasalahan dalam
penelitian ini harus didefinisikan beberapa konsep dasar, agar secara operasional
diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan, sebagai
berikut:
38
b. Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang
berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan
berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik
Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian
menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.39
c. Barang adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak
maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang
dapat untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh
konsumen.40
d. Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian
hukum untuk memberi kepada konsumen.41
37
Tan Kamelo, “Perkembangan Lembaga Jaminan Fiducia: Suatu Tinjauan Putusan Pengadilan dan Perjanjian di Sumatera Utara”, Disertasi, PPs-USU, Medan, 2002, hal. 35.
Jan Rohtuahson Sinaga : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pelayanan Air Bersih: Studi Pada Masyarakat Kota Medan Pelanggan Pdam Tirtanadi Cabang Medan, 2010.
e. Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat adalah lembaga
non-pemerintah yang terdaftar dan diakui oleh non-pemerintah yang mempunyai kegiatan
menangani perlindungan konsumen.42
G. Metode Penelitian 1. Spesifikasi Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, maksudnya suatu penelitian yang
menggambarkan, menelaah, menjelaskan dan menganalisis hukum baik dalam bentuk
teori maupun praktek pelaksanaan dari hasil penelitian di lapangan,43
Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan yuridis normatif, yaitu penelitian
kepustakaan atau studi dokumen yang dilakukan atau ditujukan hanya pada
peraturan-peraturan yang tertulis atau bahan hukum yang lain.
dalam hal ini
pelaksanaan perlindungan hukum terhadap konsumen dalam pelayanan air bersih.
44
2. Sumber Data
Kalaupun ada
digunakan pendekatan yuridis empiris hanyalah sebagai pendukung penelitian ini.
Pengumpulan data diperoleh dari penelitian kepustakaan yang didukung
penelitian lapangan, sebagai berikut:
42
Pasal 1 angka 9 UUPK. 43
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986, hal. 63. 44
Jan Rohtuahson Sinaga : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pelayanan Air Bersih: Studi Pada Masyarakat Kota Medan Pelanggan Pdam Tirtanadi Cabang Medan, 2010.
a. Penelitian Kepustakaan (library research) yaitu menghimpun data dengan
melakukan penelaahan bahan kepustakaan atau data sekunder yang
meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier.45
1) Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, yakni:
a) Norma atau kaidah dasar, yaitu Pembukaan UUD 1945.
b) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
2) Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer, seperti: hasil-hasil penelitian dan karya ilmiah
dari kalangan hukum, yang berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap
konsumen dalam pelayanan air bersih.
3) Bahan tertier adalah bahan pendukung di luar bidang hukum seperti kamus
ensiklopedia atau majalah yang terkait dengan perlindungan hukum terhadap
konsumen dalam pelayanan air bersih.
b. Penelitian Lapangan (field research) untuk mendapatkan data yang terkait dengan
masalah pelayanan air bersih terhadap konsumen atau masyarakat, dengan
melakukan wawancara kepada:
1) Pimpinan/Pejabat PDAM Tirtanadi Medan;
2) Konsumen atau masyarakat pengguna air bersih dari PDAM Tirtanadi Medan,
sebanyak 10 (sepuluh) orang.
45
Jan Rohtuahson Sinaga : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pelayanan Air Bersih: Studi Pada Masyarakat Kota Medan Pelanggan Pdam Tirtanadi Cabang Medan, 2010.
3. Alat Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan 2 (dua) alat pengumpulan data, yaitu:
1.
Studi Dokumen untuk mengumpulkan data sekunder yang terkait denganpermasalahan yang diajukan, dengan cara mempelajari buku-buku, hasil
penelitian dan dokumen-dokumen perundang-undangan yang ada kaitannya
dengan pelayanan air bersih bagi konsumen PDAM Tirtanadi Medan yang
selanjutnya digunakan untuk kerangka teoritis pada penelitian lapangan.
2.
Wawancara, yang dilakukan dengan pedoman wawancara yang terstruktur kepadainforman yang telah ditetapkan tentang pelayanan air bersih bagi konsumen
PDAM Tirtanadi Medan.
4. Analisis Data
Analisis data penelitian ini adalah menggunakan teknik analisis kualitatif,
sehingga hasil analisis ditentukan berdasarkan uraian-uraian fakta di lapangan untuk
memperkuat argumentasi yang dapat dijadikan sebagai dasar penarikan kesimpulan.
Sebagaimana layaknya pelaksanaan jenis deskriptif, penelitian ini pada dasarnya tidak
hanya terbatas pada pengumpulan dan penyusunan data, tetapi meliputi analisis dan
Jan Rohtuahson Sinaga : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pelayanan Air Bersih: Studi Pada Masyarakat Kota Medan Pelanggan Pdam Tirtanadi Cabang Medan, 2010.
BAB II
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DALAM PELAYANAN AIR BERSIH OLEH PDAM SESUAI DENGAN
UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
Jan Rohtuahson Sinaga : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pelayanan Air Bersih: Studi Pada Masyarakat Kota Medan Pelanggan Pdam Tirtanadi Cabang Medan, 2010.
Dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (Ketetapan MPR No. II/MPR/1993)
disebutkan kata konsumen dalam rangka membicarakan tentang sasaran bidang
perdagangan. Sama sekali tidak ada penjelasan lebih lanjut tentang pengertian istilah
ini dalam ketetapan tersebut.
Di antara ketentuan normatif itu terdapat Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
(diberlakukan 5 Maret 2000, satu tahun setelah diundangkan). Undang-undang ini
memuat suatu definisi tentang konsumen, yaitu setiap pemakai dan atau pengguna
barang dan atau jasa, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan
orang lain. Batasan itu mirip dan garis besar makanya diambil alih oleh UUPK.
Istilah lain yang agak dekat dengan konsumen adalah “pembeli” (koper).
Istilah ini dapat dijumpai dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pengertian
konsumen jelas lebih luas daripada pembeli. Luasnya pengertian konsumen
dilukiskan secara sederhana oleh mantan Presiden Amerika Serikat, John F. Kennedy
dengan menyatakan, “Consumers by definition include us all”.46
Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999
menyebutkan bahwa “Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa
yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang
lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”. Az. Nasution
46
Jan Rohtuahson Sinaga : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pelayanan Air Bersih: Studi Pada Masyarakat Kota Medan Pelanggan Pdam Tirtanadi Cabang Medan, 2010.
adalah “setiap orang yang mendapatkan secara sah dan menggunakan barang atau
jasa untuk suatu kegunaan tertentu”.47
Konsumen dalam arti luas mencakup kedua kriteria itu, sedangkan konsumen
dalam arti sempit hanya mengacu pada konsumen pemakai terakhir. Di Spanyol,
pengertian konsumen didefinisikan secara lebih luas, yaitu: “Any individual or
company who is the ultimate buyer or user of personal or real property, products,
service or activities, regardless of whether the seller, supplier or producer is a public
a private entity, acting alone or collectively”.48
Secara harafiah arti kata consumer itu adalah “(lawan dari produsen) setiap
orang yang menggunakan barang”.
Konsumen diartikan tidak hanya individu (orang), tetapi juga suatu
perusahaan yang menjadi pembeli atau pemakai terakhir. Adapun yang menarik
di sini, konsumen tidak harus terikat dalam hubungan jual beli sehingga dengan
sendirinya konsumen tidak identik dengan pembeli.
Istilah konsumen berasal dari alih bahasa dari kata consumer
(Inggris-Amerika), atau consument/konsument (Belanda). Pengertian dari consumer atau
consument itu tergantung dalam posisi mana ia berada.
49
47
A.Z. Nasution, Konsumen dan Hukum., Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1995, hal. 69. 48
R.A. Anderson dan W.A. Krumpt, Business Law, South-Western, Publishing Co., Cincinnati, 1972, hal. 553.
49
A.S. Hornby, Oxford Advance Learner’s Dictionary of Current English. Oxford University Press, Oxford, 1989, hal. 183. “(opp to producer) person who uses goods”.
Tujuan penggunaan barang atau jasa itu nanti
Jan Rohtuahson Sinaga : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pelayanan Air Bersih: Studi Pada Masyarakat Kota Medan Pelanggan Pdam Tirtanadi Cabang Medan, 2010.
Kamus Bahasa Inggris-Indonesia50
Selanjutnya konsumen (sebagai alih bahasa dari consumer), secara harfiah
pula berarti “seseorang yang membeli barang atau menggunakan jasa”, atau
“seseorang atau sesuatu perusahaan yang membeli barang tertentu atau menggunakan
jasa tertentu”, juga “sesuatu atau seseorang yang menggunakan suatu persediaan atau
sejumlah barang”.
memberi arti kata consumer sebagai “pemakai
atau konsumen”.
51
Adapula yang memberikan arti lain, yaitu konsumen adalah
“setiap orang yang menggunakan barang atau jasa”.52
Dari berbagai studi yang dilakukan berkaitan dengan perlindungan konsumen
diperoleh batasan tentang konsumen (akhir) antara lain:53
2. Hak-hak Konsumen
a. Pemakai akhir dari barang, digunakan untuk keperluan diri sendiri atau orang lain dan tidak untuk diperjualbelikan.
b. Pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, bagi keperluan diri sendiri atau keluarganya atau orang lain dan tidak untuk diperdagangkan kembali.
c. Setiap orang atau keluarga yang mendapatkan barang untuk dipakai dan tidak untuk diperdagangkan.
Secara umum dikenal ada empat hak dasar konsumen, yaitu:
1) hak untuk mendapatkan keamanan (the right to safety);
2) hak untuk mendapatkan informasi (the right to be informed);
50
John M. Echlos & Hasan Sadly, Kamus Inggris-Indonesia. Gramedia, Jakarta, 1986, hal. 124.
51
John Sinclair, Collins Cobuild English Language Dictionary. William Collins Sons & Co, Glasgow, 1988, hal. 303.
52
As. Hornby, op.cit, hal. 185. 53
Jan Rohtuahson Sinaga : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pelayanan Air Bersih: Studi Pada Masyarakat Kota Medan Pelanggan Pdam Tirtanadi Cabang Medan, 2010.
3) hak untuk memilih (the right to choose);
4) hak untuk didengar (the right to be heard).
Empat hak dasar ini diakui secara internasional. Dalam perkembangannya,
organisasi-organisasi konsumen yang tergabung dalam The International
Organization of Consumers Union (IOCU) menambahkan lagi beberapa hak, seperti
hak kerugian, dan hak mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat.54
Di samping hak-hak dalam Pasal 4, juga terdapat hak-hak konsumen yang
dirumuskan dalam pasal-pasal berikutnya, khususnya dalam Pasal 7 UUPK yang Ada delapan hak yang secara eksplisit dituangkan dalam Pasal 4 UUPK,
sementara satu hak terakhir dirumuskan secara terbuka. Hak-hak konsumen itu
adalah:
a. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
b. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/ atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
c. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
d. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
f. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
g. hak unduk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
h. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
i. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
54
Jan Rohtuahson Sinaga : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pelayanan Air Bersih: Studi Pada Masyarakat Kota Medan Pelanggan Pdam Tirtanadi Cabang Medan, 2010.
mengatur tentang kewajiban pelaku usaha. Kewajiban dan hak merupakan antinomi
dalam hukum, sehingga kewajiban pelaku usaha dapat dilihat sebagai hak konsumen.
Selain hak-hak yang disebutkan itu, ada juga hak untuk dilindungi dari akibat
negatif persaingan curang. Hal ini berangkat dari pertimbangan, kegiatan bisnis yang
dilakukan pengusaha sering dilakukan tidak secara jujur, yang dalam hukum dikenal
dengan terminologi “persaingan curang” (unfair competition).55
Dalam hukum positif Indonesia, masalah persaingan curang (dalam bisnis) ini
diatur secara khusus pada Pasal 382 bis KUHPidana.
56
B. Hukum Perlindungan Konsumen
Selanjutnya, sejak 5 Maret
2000 diberlakukannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan diperuntukkan bagi sesama pelaku usaha, tidak
bagi konsumen langsung, tetapi pada dasarnya ketentuan ini juga dalam rangka
memenuhi hak-hak konsumen.
1. Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen
Hukum konsumen terdiri dari rangkaian peraturan perundang-undangan yang
mengatur tentang perilaku orang dalam pergaulan hidup untuk memenuhi kebutuhan
55
Ibid, hal. 17. 56
Jan Rohtuahson Sinaga : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pelayanan Air Bersih: Studi Pada Masyarakat Kota Medan Pelanggan Pdam Tirtanadi Cabang Medan, 2010.
hidup mereka. Orang-orang tersebut terutama terdiri dari (pengusaha) penyedia
barang atau penyelenggara jasa yang merupakan kebutuhan hidup manusia serta
konsumen pengguna barang atau jasa tersebut.
Asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah
konsumen itu terdapat di dalam berbagai bidang hukum, baik tertulis maupun tidak
tertulis: antara lain hukum perdata, hukum internasional, terutama konvensi-konvensi
yang berkaitan dengan kepentingan-kepentingan konsumen. Oleh karena itu, menjadi
penting penggunaan instrumen-instrumen hukum perdata, hukum pidana, hukum
administrasi, hukum internasional, dan hukum-hukum acara yang berkaitan dengan
instrumen hukum itu, dalam pembahasan hubungan dengan masalah atau
perlindungan konsumen.
Secara universal, berdasarkan berbagai hasil penelitian dan pendapat para
pakar, ternyata konsumen umumnya berada pada posisi yang lebih lemah dalam
hubungannya dengan pelaku usaha, baik secara ekonomis, tingkat pendidikan,
maupun kemampuan atau daya bersaing/daya tawar. Kedudukan konsumen ini, baik
yang bergabung dalam suatu organisasi apalagi secara individu, tidak seimbang
dibandingkan dengan kedudukan pengusaha. Oleh sebab itu, untuk menyeimbangkan