Aswanto Sitepu : Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis quenensis Jacq), Coklat (Theobroma cacao) Dan Karet (Havea brasiliensis) Di Desa Belinteng Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat, 2007.
USU Repository © 2009
KELAPA SAWIT (Elaeis quenensis Jacq),
COKLAT (Theobroma cacao) DAN KARET (Havea brasiliensis)
DI DESA BELINTENG KECAMATAN SEI BINGEI
KABUPATEN LANGKAT
SKRIPSI
OLEH:
ASWANTO SITEPU
DEPERTEMEN ILMU TANAH
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Aswanto Sitepu : Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis quenensis Jacq), Coklat (Theobroma cacao) Dan Karet (Havea brasiliensis) Di Desa Belinteng Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat, 2007.
USU Repository © 2009
Judul Skripsi : Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis quinensis Jacq), Coklat (Theobroma cacao) dan Karet (Havea brasiliensis) di Desa Belinteng, Kecamatan Sei Bingai, Kabupaten Langkat
Nama : Aswanto Sitepu
Nim : 010303021
Departemen : Ilmu Tanah Program Studi : Ilmu Tanah
Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing
(Dr. Ir. Masri Sitanggang, MP) (Ir. Bintang Sitorus, MP) Ketua Anggota
Mengetahui
Ketua Departemen/Program Studi
Aswanto Sitepu : Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis quenensis Jacq), Coklat (Theobroma cacao) Dan Karet (Havea brasiliensis) Di Desa Belinteng Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat, 2007.
USU Repository © 2009
ABSTRAK
Penelitian “Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis quenensis Jacq), Coklat (Theobroma cacao) dan Karet (Havea
brasiliensis) di Desa Belinteng, Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat”.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kelas kesesuain lahan untuk tanaman kelapa sawit, karet dan coklat. Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret 2006 sampai dengan September 2007.
Dua profil tanah yang mewakili lokasi penggalian dan contoh tanah P1 dan P2 (98028’48” BT - 98028’55” BT dan 03026’44” LU - 03025’53”LU) yang diambil dari horizon A dan B. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey dengan sistem grid tipe detail. Evaluasi lahan menggunakan lima derajat pembatas mengikuti prosedur FAO (1976) dan Sys,
dkk, (1993), yang dimodifikasi oleh Sehgal (1996).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelas untuk tanaman kelapa sawit adalah kurang sesuai (S3cf), karet tidak sesuai (N1w) dan coklat tidak sesuai (N1w) dan kelas kesesuaian lahan P2 untuk tanaman kelapa sawit yaitu kurang sesuai (S3csf), karet kurang sesuai (S3csf) dan coklat kurang sesuai (S3f).
Aswanto Sitepu : Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis quenensis Jacq), Coklat (Theobroma cacao) Dan Karet (Havea brasiliensis) Di Desa Belinteng Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat, 2007.
USU Repository © 2009
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat rahmat dan karunia-Nyalah penulis dapat mengerjakan usulan
penelitian ini dengan judul “Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman
Kelapa Sawit (Elais quenensis Jacq), Coklat (Theobroma cacao), dan
Karet (Havea brasiliensis) di Desa Belinteng Kecamatan Sei Bingei,
Kabupaten Langkat” yang merupakan salah satu syarat untuk dapat melaksanakan
penelitian di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada
Dr. Ir. Masri Sitanggang, MP sebagai ketua komisi pembimbing yang telah
banyak memberikan bimbingan kepada penulis, juga kepada
Ir. Bintang Sitorus, MP sebagai anggota komisi pembimbing yang telah
memberikan masukan dan arahan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa usulan penelitian ini masih jauh dari sempurna
oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
demi kesempurnaan usulan penelitian ini.
Akhir kata penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak
Aswanto Sitepu : Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis quenensis Jacq), Coklat (Theobroma cacao) Dan Karet (Havea brasiliensis) Di Desa Belinteng Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat, 2007.
USU Repository © 2009
Medan, Maret 2007
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI……… .ii
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 2
Kegunaan Penelitian ... 2
TINJAUAN PUSTAKA Evaluasi Lahan ... 3
Survey Tanah ... 5
Karakteristik Lahan Untuk Evaluasi Kesesuaian ... 6
Sifat Fisik Tanah ... 6
Sifat Kimia Tanah ... 10
Syarat Tumbuh Tanaman Kelapa Sawit (Elais quenensis jack) ... 14
Syarat Tumbuh Tanaman Coklat (Theobroma cacao) ... 15
Syarat Tumbuh Tanaman Karet (Havea brasiliensis) ... 17
BAHAN DAN METODA PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 19
Bahan dan Alat Penelitian... 19
Metode Penelitian ... 19
Pelaksanaan Penelitian ... 20
Tahap Persiapan ... 20
Kegiatan di Lapangan ... 20
Analisa di Laboratorium ... 21
Aswanto Sitepu : Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis quenensis Jacq), Coklat (Theobroma cacao) Dan Karet (Havea brasiliensis) Di Desa Belinteng Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat, 2007.
USU Repository © 2009
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kesesuaian lahan perlu diperhatikan untuk tanaman budidaya untuk
mendapatkan pertumbuhan yang optimal, walau tanaman kelihatan dapat tumbuh
bersama di suatu wilayah, akan tetapi setiap jenis tanaman mempunyai karakter
yang membutuhkan persyaratan yang berbeda-beda. Dengan demikian supaya
produksi dapat optimal maka harus diperhatikan antara kesesuaian lahan untuk
pertanian dan persyaratan tumbuh tiap jenis tanaman.
Evaluasi lahan merupakan proses pendugaan potensi lahan untuk
bermacam alternatif penggunaan lahan. Ini merupakan cara yang biasa digunakan
dalam perencanaan penggunaan lahan (Abdllah, 1993).
Survey tanah adalah satu cara atau metoda untuk mengevaluasi lahan guna
mendapat data langsung dari lapangan. Kegiatan survey terdiri dari kegiatan
lapangan, membuat analisis data, interpretasi data terhadap tujuan dan membuat
laporan survey. Survey tanah menurut Abdullah (1993) merupakan pekerjaan
pengumpulan data kimia, fisik dan biologi di lapangan maupun di laboratorium
Aswanto Sitepu : Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis quenensis Jacq), Coklat (Theobroma cacao) Dan Karet (Havea brasiliensis) Di Desa Belinteng Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat, 2007.
USU Repository © 2009
tanah baru memiliki kegunaan yang tinggi jika teliti dalam pengambilan sample,
deskripsi dan analisa data serta interpretasi yang dilakukan sudah tepat atau benar.
Desa Belinteng adalah salah satu desa di Kecamatan Sei Bingei
Kabupaten Langkat, yang merupakan daerah perkebunan dengan komoditi kelapa
sawit, karet, dan coklat. Informasi kelas kesesuaian lahan untuk perkebunan di
Desa Belinteng masih sangat terbatas. Oleh karena itu penelitian evaluasi
kesesuaian lahan untuk tanaman perkebunan di tempat ini perlu dilakukan,
mengingat daerah ini memiliki lahan yang luas dan berpotensi untuk
pengembangan tanaman perkebunan. Dengan informasi kelas kesesuaian lahan
untuk pengembangan tanaman perkebunan ini diharapkan dapat dilakukan
alternatif manajemen praktis yang tepat, guna meningkatkan produksi dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Desa Belinteng Kecamatan Sei Bingei
Kabupaten Langkat.
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengevaluasi kesesuaian lahan perkebunan di Desa Belinteng Kecamatan
Sei Bingei, Kabupaten Langkat, untuk beberapa tanaman perkebunan yaitu
Kelapa Sawit (Elaeis quenensis Jacq), Karet (Havea brasiliensis), dan
Coklat (Theobroma cacao)
2. Memberikan cara pengelolaan praktis dalam upaya meningkatkan produksi
Kelapa Sawit, Karet, Coklat di Desa Belinteng, Kecamatan Sei Bingei
Aswanto Sitepu : Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis quenensis Jacq), Coklat (Theobroma cacao) Dan Karet (Havea brasiliensis) Di Desa Belinteng Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat, 2007.
USU Repository © 2009
Kegunaan Penelitian
Sebagai bahan informasi bagi pengambil keputusan atau yang memerlukan
dalam pengolahan lahan di Desa Belinteng Kecamatan Sei Bingei
Kabupaten Langkat.
TINJAUAN PUSTAKA
Tanah adalah akumulasi tubuh alam bebas, menduduki sebagian besar
permukaan planet bumi yang mampu menumbuhkan tanaman, dan memiliki sifat
sebagai akibat pengaruh iklim dan jasad hidup yang bertindak terhadap bahan
induk dalam keadaan relief tertentu selama jangka waktu tertentu pula
(Darmawidjaya, 1997).
Tanah merupakan suatu benda alami heterogen yang terdiri atas
komponen-komponen padat, cair dan gas, dan mempunyai sifat serta prilaku yang
dinamik. Benda alami ini terbentuk oleh hasil kerja interaksi antara iklim (i) dan
jasad hidup (o) terhadap suatu bahan induk (b) yang dipengaruhi oleh relief
tempatnya terbentuk (r) dan waktu (w) (Arsyad, 2000).
Pengembangan pertanian pada suatu daerah merupakan salah satu cara
untuk meningkatkan produktifitas pertanian. Secara umum kegiatan
pengembangan daerah tersebut meliputi juga pengenalan pola pertanian secara
Aswanto Sitepu : Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis quenensis Jacq), Coklat (Theobroma cacao) Dan Karet (Havea brasiliensis) Di Desa Belinteng Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat, 2007.
USU Repository © 2009
baik agar dapat digunakan sesuai dengan rencana pengembangannya
(Abdullah, 1993).
Evaluasi Lahan
Evaluasi lahan adalah proses penilaian penampilan atau keragaan lahan
jika dipergunakan untuk tujuan tertentu, yang meliputi pelaksanaan dan
interpretasi survey dan studi bentuk lahan, tanah, vegetasi, iklim, dan aspek lahan
lainnya, agar dapat mengidentifikasi dan membuat perbandingan berbagai
penggunaan lahan yang dikembangkan. Evaluasi lahan merupakan penghubung
antara berbagai aspek dan kualitas fisik, biologi, dan teknologi penggunaan lahan
dengan tujuan sosial ekonominya. Tergantung pada tujuan evaluasi, klasifikasi
lahan dapat berupa klasifikasi kemampuan lahan atau klasifikasi kesesuaian lahan.
( Arsyad, 2000 )
Salah satu cara evaluasi lahan adalah melakukan klasifikasi lahan untuk
penggunaan tertentu. Penggolongan kemampuan lahan didasari tingkat produksi
pertanian tanpa menimbulkan kerusakan dalam jangka waktu yang sangat panjang
(Sitorus, 1985).
Untuk memperoleh lahan yang benar-benar sesuai diperlukan suatu
kriteria lahan yang dapat dinilai secara objektif. Acuan penilaian kesesuaian lahan
digunakan kriteria klasifikasi kesesuaian lahan yang sudah dikenal, baik yang
bersifat umum maupun yang khusus. Tetapi pada umumnya disusun berdasarkan
pada sifat-sifat yang dikandung lahan, artinya hanya sampai pada pembentukan
kelas kesesuian lahan, sedangkan, menyangkut produksi hanya berupa dugaan
Aswanto Sitepu : Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis quenensis Jacq), Coklat (Theobroma cacao) Dan Karet (Havea brasiliensis) Di Desa Belinteng Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat, 2007.
USU Repository © 2009
Evaluasi lahan melibatkan pelaksanaan survey/penelitian bentuk bentang
alam, sifat dan distribusi tanah, macam dan distribusi vegetasi, aspek-aspek lahan.
Keseluruhan evaluasi ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan membuat
perbandingan dari macam-macam penggunaan lahan yang memberikan harapan
positif (Abdullah,1993).
Kelas kesesuain lahan pada prinsipnya ditetapkan dengan mencocokkan
(matching) antara data kualitas / karakteristik lahan dari setiap satuan peta dengan
kriteria kelas kesesuian lahan untuk masing-masing komoditas yang dievaluasi.
Kelas kesesuaian lahan ditentukan oleh kualitas dan atau karakteristik lahan yang
merupakan faktor pembatas yang paling sulit dan atau secara ekonomis tidak
dapat diatasi atau diperbaiki (Djaenudin, 1995).
Survey Tanah
Survey tanah merupakan pekerjaan pengumpulan data kimia, fisik dan
biologi di lapangan maupun di laboratorium dengan tujuan pendugaan
penggunaan lahan umum maupun khusus. Suatu survey tanah baru memiliki
kegunaan yang tinggi jika teliti dalam memetakannya. Hal itu berarti (a). Tepat
mencari tempat yang representif, tepat meletakkan tempat pada peta yang harus
didukung oleh peta dasar yang baik, (b) Tepat dalam mendeskripsi profilnya atau
benar dalam menetapkan sifat-sifat morfologinya, (c) Teliti dalam mengambil
contoh tanah, dan (d) benar menganalisisnya di laboratorium. Relevansi sifat-sifat
yang ditetapkan dengan pengunaaannya atau tujuan pengunaaannya harus tinggi.
Aswanto Sitepu : Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis quenensis Jacq), Coklat (Theobroma cacao) Dan Karet (Havea brasiliensis) Di Desa Belinteng Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat, 2007.
USU Repository © 2009
tanah yang dibagi-bagi berdasarkan kesamaan sifat-sifatnya sehingga terbentuk
soil mapping unit atau satuan peta tanah (SPT). Dengan adanya pola penyebaran
tanah ini maka dimungkinkan untuk menduga sifat-sifat tanah yang dihubungkan
dengan potensi penggunaan lahan dan responsnya terhadap perubahan
pengelolaannya (Abdullah, 1993)
Survey tanah merupakan proses penelitian dan pemetaan permukaan bumi
dimana istilah unitnya disebut tipe tanah. Laporan suatu survey terdiri dari dua
bagian yaitu 1) pada tanah, yang dilengkapi oleh 2) satu diskripsi daerah yang
diperlihat dalam peta. Proses sebenarnya pemetaan atau survey terdiri dari
berjalan diatas lahan dengan interval yang sama dan mencatat
perbedaan-perbedaan tanah dan gambaran yang berhubungan dengan permukaan seperti
tingkat kemiringan lereng, erosi yang terjadi, penggunaan lahan, penutup vegetatif
serta gambaran alami (Foth, 1998)
Survey tanah menetapkan jenis tanah, sifat-sifatnya, penyebarannya,
luasnya, genesis dan tingkah laku tanahnya (a) sifat yang dianggap penting dari
seluruh sifat tanah tersebut, (b) kombinasi sifat-sifat morfologi tanah yang
merupakan hasil proses pembentukan tanah tersebut yang seyogianya dikenal dan
ditetapkan, (c) distribusi jenis tanah ini, (d) luasan masing-masing jenis tersebut,
(d) bagaimana tanah itu terbentuk, (e) apa reaksi tanah jika diusahakan untuk
suatu jenis tanaman tertentu atau jenis hutan tertentu. (Abdullah, 1993)
Karakteristik Lahan untuk Evaluasi Kesesuaian
Sifat fisik tanah
Aswanto Sitepu : Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis quenensis Jacq), Coklat (Theobroma cacao) Dan Karet (Havea brasiliensis) Di Desa Belinteng Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat, 2007.
USU Repository © 2009
Kedalaman tanah atau solum tanah adalah tanah yang berkembang secara
genetis oleh gaya genesa tanah artinya lapisan tanah mineral dari atas sampai
sedikit dibawah batas horizon C (Darmawidjaya, 1997).
Ketebalan tanah lapisan atas dan tanah bawah ini berkepentingan untuk
usaha pertanian jangka panjang yang berkesinambungan (sustainable agriculture).
Lapisan olah yakni pada ketebalan 0-20 cm mempunyai arti yang sangat penting,
karena mengandung berbagai bahan bagi pertumbuhan dan perkembangan
tanaman seperti bahan-bahan organik (humus) dan berbagai zat hara mineral.
Selain itu, pada lapisan tanah tersebut hidup mikroflora dan mikrofauna atau jasad
renik biologis (seperti bakteri, cacing tanah, berbagai serangga tanah) yang
masing-masing dapat menguntungkan dan menyuburkan tanah
(Kartasapoetra, 1990).
b. Struktur tanah
Struktur tanah dapat dibagi dalam struktur makro dan mikro. Yang
dimaksud dengan struktur makro/struktur lapisan bawah tanah yaitu penyusunan
agregat-agregat tanah satu dengan yang lainnya. Sedangkan struktur mikro ialah
penyusunan butir-butir primer tanah ke dalam butir-butir majemuk/
agregat-agregat yang satu sama lainya dibatasi oleh bidang-bidang belah alami. Yang
termasuk struktur mikro yaitu :
• Yang berkondisi remah-lepas, dapat dilihat dengan jelas (tanpa alat
bantu) keadaannya tampak cerai berai, mudah digusur atau didorong ke
Aswanto Sitepu : Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis quenensis Jacq), Coklat (Theobroma cacao) Dan Karet (Havea brasiliensis) Di Desa Belinteng Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat, 2007.
USU Repository © 2009
• Yang berkondisi remah-sedang, tanah yang demikian kondisinya
cenderung tampak agak bergumpal, susunan lapisan-lapisan tanah
tampak ada yang dalam keadaan agregasi atau bergumpal dan terdapat
pula porus yang berlubang-lubang, memudahkan aliran air menerobos
menyerap ke dalam lapisan-lapisan tanah sebelah bawah. Keadaan yang
demikian tidak begitu menyulitkan bagi pengolahan tanah untuk
kepentingan usaha tani, ataupun bagi pekerjaan pemindahan tanah.
( Kartasapoetra, dkk, 1987 )
Beberapa hal yang menentukan sifat fisik tanah adalah tekstur, struktur,
konsistensi, kemiringan tanah, permeabilitas, ketebalan lapisan tanah, dan
kedalaman permukaan air tanah. Secara ideal tanaman kelapa sawit menghendaki
tanah yang gembur, subur, mempunyai solum yang dalam tanpa lapisan padat,
tekstur mengandung liat dan debu 25-30 %, serta berdrainase baik.
(Setyamidjaja, 1999).
Sesungguhnya pada susunan remah terdapat pori-pori makro non kapiler
yang tidak menampung air yang biasanya diisi udara tanah. Struktur remah ini
adalah keadaan agregat yang paling dikehendaki dalam pertanian karena pada
struktur ini terdapat keseimbangan yang baik antara udara yang diperlukan untuk
pernafasan akar tanaman dan air tanah sebagai medium larutan unsur hara
tanaman (Kartasapoetra , dkk, 1987).
c. Tekstur tanah
Tekstur tanah menunjukkan perbandingan butir-butir pasir (2mm-50µ),
Aswanto Sitepu : Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis quenensis Jacq), Coklat (Theobroma cacao) Dan Karet (Havea brasiliensis) Di Desa Belinteng Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat, 2007.
USU Repository © 2009
kelas tekstur di dalamnya yaitu pasir, pasir berlempung, lempung berpasir,
lempung, lempung berdebu, debu, lempung liat, lempung liat berpasir, lempung
liat berdebu, liat berpasir, liat berdebu, dan liat. Apabila di samping kelas tekstur
tersebut tanah mengandung krikil (>2mm) sebanyak 20-50% maka tanah disebut
berkrikil, dan sebagainya. Bila kandungan krikil lebih dari 50% disebut sangat
berkrikil (Hardjowigeno, 1993).
Tekstur tanah yang baik untuk tanaman coklat adalah lempung liat
berpasir dengan komposisi 30-40% fraksi liat, 50% pasir, dan 10-20% debu.
Susunan demikian akan mempengaruhi ketersediaan air dan hara serta aerasi
tanah. Struktur tanah yang remah dengan agregat yang mantap menciptakan
gerakan air dan udara di dalam tanah sehingga menguntungkan bagi akar.
Tanaman coklat dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang memiliki kemasaman
(pH) 6-7,5 tidak lebih tinggi dari 8 serta tidak lebih rendah dari 4, paling tidak
pada kedalaman 1 meter. Hal itu disebabkan terbatasnya ketersediaan hara pada
pH tinggi dan efek racun dari alang-alang, Mn, dan Fe pada pH rendah
(Siregar, dkk, 2000).
Secara ideal tanaman kelapa sawit menghendaki tanah yang gembur,
subur, mempunyai solum yang dalam tanpa lapisan padat, tekstur mengandung
liat dan debu 25% - 30 %, datar, serta berdrainase baik. (Anonimous, 1997)
d. Konsistensi tanah
Menunjukan kekuatan daya kohesi butir-butir tanah atau daya adhesi
butir-butir tanah dengan benda lain. Hal ini ditunjukan oleh daya tahan tanah
Aswanto Sitepu : Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis quenensis Jacq), Coklat (Theobroma cacao) Dan Karet (Havea brasiliensis) Di Desa Belinteng Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat, 2007.
USU Repository © 2009
kandungan air dari tanah yaitu apakah tanah dalam keadaan basah, lembab, atau
kering (Hardjowigeno, 1993).
Sifat-sifat yang cocok untuk tanaman karet adalah sebagai berikut :
• Solum cukup dalam, sampai 100 cm atau lebih, tidak terdapat batu-batuan
• Aerasi dan drainase baik
• Remah, porus dan dapat menahan air
• Tekstur terdiri atas 35% liat dan 30% pasir
• Tidak bergambut, dan jika ada tidak lebih tebal dari 20 cm
• Kandungan unsur hara N,P dan K cukup dan tidak kekurangan unsur
mikro
• pH 4,5-6,5
• Kemiringan tidak lebih dari 16%
• Permukaan air tanah tidak kurang dari 100 cm
(Setyamidjaja, 1999).
e. Drainase permukaan
Adalah cara pengumpulan dan pembuangan air dari permukaan tanah.
Tipe drainase ini cocok untuk daerah rendah yang menerima limpahan air dari
daerah yang lebih tinggi, dan daerah-daerah yang tanah impermeable sehingga
kapasitas melewatkan kelebihan air kedalam profil tanahnya rendah
(Hakim, dkk, 1986).
Tanaman karet dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, baik pada
tanah-tanah vulkanis tua, alluvial dan bahkan tanah-tanah gambut. Tanah-tanah-tanah vulkanis
Aswanto Sitepu : Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis quenensis Jacq), Coklat (Theobroma cacao) Dan Karet (Havea brasiliensis) Di Desa Belinteng Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat, 2007.
USU Repository © 2009
tekstur, solum, kedalam air tanah, aerasi, dan drainasenya. Akan tetapi sifat-sifat
kimia umumnya sudah kurang baik, karena kandungan haranya relatif rendah.
Tanah-tanah alluvial umumnya cukup subur, tetapi sifat fisisnya terutama drainase
dan aerasinya kurang baik. Pembuatan saluran drainase akan menolong
memperbaiki keadaan tanah ini (Setyamidjaja, 1999).
Dengan kemiringan lereng yang tinggi akan menyebabkan terjadinya
aliran permukaan yang besar. Untuk itu perlu dilakukan pembuatan terasering.
Akibatnya biaya produksi akan meningkat (Setyamidjaja, 1992).
Sifat kimia tanah
a. Kapasitas tukar kation tanah
Didefenisikan sebagai kapasitas tanah untuk menjerap dan
mempertukarkan kation. KTK biasanya dinyatakan dalam miliekivalen per 100
gram. Kation-kation yang berbeda dapat mempunyai kemampuan yang berbeda
untuk menukar kation yang dijerap. Jumlah yang dijerap sering tidak setara
dengan yang ditukarkan. Ion-ion divalent biasanya diikat lebih kuat dari pada
ion-ion monovalen, sehingga sulit untuk dipertukarkan (Tan, 1998).
b. pH tanah
Kemasaman tanah berakibat langsung terhadap tanaman karena
meningkatnya kadar ion-ion hidrogen bebas. Tanaman akan tumbuh dan
berkembang dengan baik pada pH optimum yang dikehendakinya. Apabila pH
jenis tanaman itu tidak sesuai dengan persyaratan fisiologinya, pertumbuhan
tanaman akan terhambat. Kemasaman tanah berakibat pula terhadap baik atau
Aswanto Sitepu : Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis quenensis Jacq), Coklat (Theobroma cacao) Dan Karet (Havea brasiliensis) Di Desa Belinteng Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat, 2007.
USU Repository © 2009
sekitar 6,5 tersedianya unsur hara dinyatakan paling baik. Pada pH dibawah 6,0
unsur P, Ca, Mg, Mo ketersediaannya kurang, pada pH dibawah 4,0 ketersediaan
unsur makro dan Mo dinyatakan buruk sekali, pada pH rendah ketersediaan Al,
Fe, Mn, Bo akan meningkat, yang dapat menyebabkan keracunan bagi tanaman
(Sutedjo dan Kartasapoetra, 1991)
Tanaman coklat dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang memiliki
kemasaman (pH) 6-7,5 tidak lebih tinggi dari 8 serta tidak lebih rendah dari 4,
paling tidak pada kedalaman 1 meter. Hal itu disebabkan terbatasnya ketersediaan
hara pada pH tinggi dan efek racun dari Mn, dan Fe pada pH rendah
(Siregar, dkk, 2000).
Pada umumnya hara mudah diserap akar tanaman pada pH tanah sekitar
netral, karena pada pH tersebut kebanyakan hara mudah larut dalam air. Pada
tanah masam P tidak dapat diserap tanaman karena diikat (difiksasi) oleh Al,
sedang pada tanah alkalis P juga tidak dapat diserap tanaman karena difiksasi oleh
Ca. (Hardjowigeno, 1995).
Setiap proses yang akan meningkatkan atau mempertahankan basa tertukar
seperti Ca, Mg, K, dan Na akan menunjang penurunan keasaman dan
meningkatkan kebasaan. Proses pelapukan sangat dipengaruhi karena
membebaskan kation tertukar dari mineral sehingga menjadi tersedia untuk di
adsorbsi. Penambahan yang mengandung basa, misalnya batu kapur merupakan
cara yang sering dipakai untuk menambah kation logam sebagai tambahan yang
telah disediakan oleh alam (Buckman and Brady, 1982).
Aswanto Sitepu : Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis quenensis Jacq), Coklat (Theobroma cacao) Dan Karet (Havea brasiliensis) Di Desa Belinteng Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat, 2007.
USU Repository © 2009
Menunjukan perbandingan antara jumlah kation-kation basa dengan
jumlah semua kation (kation basa dan kation asam) yang terdapat dalam komlpeks
jerapan tanah. Jumlah maksimum kation yang dapat dijerap tanah menunjukan
besarnya nilai kapasitas tukar kation tanah tersebut.
Kejenuhan basa (KB) = Jumlah kation-kation basa x 100% Jumlah kation basa + kation asam
= Jumlah kation basa x 100% KTK
Kation –kation basa umumnya merupakan hara yang diperlukan tanaman. Di
samping itu basa-basa umumnya mudah tercuci, sehingga dengan kejenuhan basa
tinggi menunjukan bahwa tanah tersebut belum banyak mengalami pencucian dan
merupakan tanah yang subur ((Hardjowigeno, 1993).
d. C-Organik
Kandungan C organik dalam tanah dapat ditentukan dengan metoda
pembakaran kering atau pembakaran basah. Pembakaran kering dilakukan dengan
membakar contoh tanah, kemudian mengukur CO2 yang dilepaskan. Hasilnya
secara kuantitatif lebih tepat dari pada pembakaran basah. Pembakaran basah
dilakukan dengan mengoksidasi dengan asam khromat dengan jumlah berlebihan,
kemudian dilakukan titrasi terhadap kelebihan oxidant tersebut (metode
Walkley-Black). Hasilnya lebih bersifat semikuantitatif, tetapi dapat dilakukan lebih cepat
dan sederhana. Nitrogen biasanya ditentukan dengan metode makro Kjedahl
(Hardjowigeno, 1993).
Aswanto Sitepu : Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis quenensis Jacq), Coklat (Theobroma cacao) Dan Karet (Havea brasiliensis) Di Desa Belinteng Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat, 2007.
USU Repository © 2009
Tanaman mengabsorpsi unsur hara dalam bentuk ion yang terdapat di
sekitar daerah perakaran. Unsur-unsur ini harus berada dalam bentuk tersedia dan
dalam konsentrasi optimum bagi pertumbuhan. Selanjutnya unsur-unsur tersebut
harus berada dalam suatu keseimbangan. Hingga sekarang telah dikenal 16
macam unsur hara esensial bagi tanaman. Suatu unsur hara dikatakan esensial bila
kekurangan unsur tersebut dapat menghambat dan mengganggu pertumbuhan baik
vegetatif maupun generatif, kekurangan unsur tersebut tidak dapat diganti oleh
unsur lain dan unsur tesebut harus secara lansung terlibat dalam hara tanaman.
Berdasarkan kebutuhannya bagi tanaman maka keenam belas unsur hara esensial
tersebut dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu kelompok unsur hara makro dan
kelompok unsur hara mikro. Unsur hara makro relatif lebih banyak digunakan /
dibutuhkan bahkan dapat mencapai 100 kg atau lebih untuk setiap hektar.
Sedangkan unsur hara mikro dibutuhkan dalam jumlah lebih sedikit
(Hakim, dkk, 1986).
Tanaman kelapa sawit tidak memerlukan tanah dengan sifat fisik yang
istimewa sebab kekurangan suatu faktor hara dapat diatasi dengan pemupukan.
Pemupukan dengan dosis yang tepat sangat membantu pertumbuhan tanaman
kelapa sawit sehingga akan meningkatkan produksinya. Walaupun begitu, tanah
yang mengandung faktor hara dalam jumlah besar sangat baik untuk pertumbuhan
vegetatif. Sedangkan keasaman tanah menentukan ketersediaan dan keseimbangan
faktor-unsur hara didalam tanah. Kelapa sawit dapat tumbuh pada pH antara
Aswanto Sitepu : Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis quenensis Jacq), Coklat (Theobroma cacao) Dan Karet (Havea brasiliensis) Di Desa Belinteng Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat, 2007.
USU Repository © 2009
Tanaman kakao dapat tumbuh pada tanah yang memiliki kisaran pH
4,0-8,5. Namun pH yang ideal adalah 6,0-7,5 di mana unsure-unsur hara dalam tanah
cukup tersedia bagi tanaman. Pada pH yang tinggi misalnya lebih dari 8,0
kemungkinan tanaman akan kekurangan faktor hara, dan akan keracunan Al, Mn,
dan Fe pada pH yang rendah, misalnya kurang dari 4,0. Tanaman kakao
menghendaki tanah yang memiliki kapasitas tukar kation minimum sebesar 12
me/100 g tanah. Disamping itu kejenuhan basa atau persentase kation Ca, Mg, K
dan Na yang terdapat pada permukaan partikel tanah minimal 35%
(Susanto, 1994).
Syarat Tumbuh Tanaman Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh baik di daerah yang terletak antara
100 LU – 100 LS. Taanaman kelapa sawit dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah
dengan kemasaman tanah antar 4,0 – 6,5. Secara ideal kelapa sawit menghendaki
tanah yang gembur, subur, mempunyai solum yang dalam tanpa lapisan padat,
tekstur mengandung liat dan debu 25% - 30% serta berdrainase yang baik.
( Setyamidjaja, 1999 )
Kelembaban optimum bagi kelapa sawit antara 80-90 %. Kelembaban
dapat mengurangi penguapan sedangkan angin akan membantu proses
penyerbukan secara alamiah. Angin yang kering menyebabkan penguapan lebih
besar, mengurangi kelembaban dan dalam waktu yang lama dapat menyebabkan
tanaman layu (Setyamidjaja, 1992).
Sinar matahari diperlukan untuk memproduksi karbohidrat (dalam proses
Aswanto Sitepu : Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis quenensis Jacq), Coklat (Theobroma cacao) Dan Karet (Havea brasiliensis) Di Desa Belinteng Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat, 2007.
USU Repository © 2009
optimum yang diperlukan tanaman kelapa sawit anatara 5-7 jam/hari. Kekurangan
atau kelebihan sinar matahari akan berakibat buruk bagi tanaman kelapa sawit
(Setyamidjaja, 1992).
Syarat Tumbuh Tanaman Coklat
Tanaman coklat tumbuh baik pada daerah yang terletak antara 100 LU –
100 LS. Tanaman ini tumbuh baik di dataran rendah sampai ketinggian 800 m dpl.
Kebutuhan curah hujan antara 1000 – 3000 mm per tahun. Temperatur ideal untuk
tanaman coklat adalah 300 C maksimum dan pada suhu minimumnya 18 – 210 C.
Sesuai dengan lingkungannya yang berasal dari hutan tropis, tanaman ini tidak
memerlukan penyinaran matahari yang terlalu tinggi sehingga memerlukan
naungan untuk mengurangi cahaya matahari. ( Setyamidjaja, 1992 )
Rendahnya produksi atau kualitas kakao yang dihasilkan selama ini
disebabkan kondisi lingkungan yang tidak sesuai atau cara budidaya yang keliru.
Oleh karena itu dicari cara pemecahannya. Rendahnya produksi pertanian di
Indonesia disebabkan oleh karena satu atau kombinasi beberapa faktor, yaitu
iklim, sifat tanah (lahan tidak subur), lahan sudah tererosi berat,pemakaian pupuk
yang tidak memadai, kurangnya keterampilan petani dan jenis tanaman yang
ditanami tidak sesuai dengan keadaan biofisik daerah (Ramlan, 2003).
Hal terpenting dari curah hujan yang berhubungan dengan pertanaman dan
produksi coklat adalah distribusinya sepanjang tahun. Hal tersebut berkaitan
dengan masa pembentukan tunas muda (flushing) dan produksi. Areal penanaman
Aswanto Sitepu : Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis quenensis Jacq), Coklat (Theobroma cacao) Dan Karet (Havea brasiliensis) Di Desa Belinteng Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat, 2007.
USU Repository © 2009
tahun. Curah hujan yang melebihi 4.500 mm per tahun tampaknya berkaitan erat
dengan serangan penyakit busuk buah (black pods). Daerah curah hujannya lebih
rendah dari 1.200 mm per tahun masih dapat ditanami coklat, tetapi dibutuhkan
air irigasi. Hal itu disebabkan air yang hilang karena transpirasi akan lebih besar
daripada air yang diterima tanaman dari curah hujan, sehingga tanaman perlu
dipasok dengan air irigasi (Siregar, dkk, 2000).
Temperatur berkisar antara 20-35 oC. Curah hujan berkisar antara
1.500-4.000 mm/tahun dengan distribusi merata sepanjang tahun. Tanaman ini toleran
terhadap curah hujan yang sedikit asal tanah selalu dalam keadaan kondisi lembab
(rejim kelembaban tanah udik). Kelembaban udara sekitar 80%
(Djaenudin, dkk, 2000).
Lingkungan hidup alami tanman coklat adalah hutan hujan tropis yang di
dalam pertumbuhannya membutuhkan naungan untuk mengurangi pencahayaan
penuh. Cahaya matahari yang terlalu banyak menyoroti tanaman coklat akan
mengakibatkan lilit batang kecil, daun sempit, dan tanaman relatif pendek. Cahaya
matahari di dalam proses fotosintesis ternyata tidak memberikan pengaruh
merugikan terhadap pertumbuhan dan produksinya (Siregar, dkk, 2000).
Tanah yang baik untuk penanaman kakao mempunyai derajat kemasaman
antara 6 – 7,5. Kandungan zat organik yang dapat meningkatkan laju pertumbuhan
pada masa sebelum panen. Untuk itu kandungan zat organik pada lapisan tanah
0 – 15 cm sebaiknya lebih dari 3%. Dilihat dari sifat fisik tanah, tekstur tanh yang
baik untuk penanaman tanaman ini dalam lempung liat berpasir dengan komposisi
Aswanto Sitepu : Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis quenensis Jacq), Coklat (Theobroma cacao) Dan Karet (Havea brasiliensis) Di Desa Belinteng Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat, 2007.
USU Repository © 2009
Kakao merupakan tanaman perkebunan yang membutuhkan lingkungan
khusus untuk menghasilkan pertumbuhan yang baik dan tingkat produksi yang
tinggi. Sistem perakaran yang lunak dan dangkal menyebabkan coklat
membutuhkan persyaratan tanah yang subur dan bebas dari unsur-unsur yang
bersifat racun. Coklat tergolong tanaman peka terhadap reaksi tanah masam
dengan kadar Al yang tinggi. Tingkat kejenuhan Al 15% sudah berpengaruh
terhadap pertumbuhan dan produksi coklat. Kekahatan Ca dan Mg sering dijumpai
pada areal yang mempunyai kadar K- dd tinggi dengan pemberian pupuk K yang
tinggi ( Panjaitan dan Sugiono, 1989 )
Syarat Tumbuh Tanaman Karet
Tanaman karet dapat tumbuh baik di daratan rendah yang ideal pada
ketinggian 0-200 m dari permukaan laut. Tanaman karet tumbuh baik di daratan
yang mempunyai curah hujan 2000-4000 mm/tahun. Tanaman karet dapat tumbuh
pada suhu rata-rata diantara 25-35 oC. Suhu yang terbaik adalah rata-rata 28 oC
(Sianturi, 1996).
Pembagian curah hujan yang merata dalam 1 tahunnya berakibat baik
terhadap pertumbuhan vegetatif dan generatif, sehingga bunga/buah yang
terbentuk akan lebih banyak. Curah hujan yang optimal adalah berkisar antara
1500-3000 mm/thn, dimana pada saat musim kemarau masih ada hujan turun yang
menyediakan kebutuhan air bagi tanaman dengan lama bulan kering < 2 bulan
(Setyamidjaja, 1999).
Tanaman karet dapat tumbuh pada berbagai berbagai jenis tanah, baik
Aswanto Sitepu : Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis quenensis Jacq), Coklat (Theobroma cacao) Dan Karet (Havea brasiliensis) Di Desa Belinteng Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat, 2007.
USU Repository © 2009
Tanah-tanah vulkanis umumnya memiliki sifat fisik yang baik terutama dari segi
struktur, tekstur, kedalaman air tanah, aerasi dan drainase tetapi sifat kimianya
umumnya kurang baik karena kandungan haranya relatif rendah. Reaaksi tanh
yang umum ditanamai karet mempunyai pH antara 3,0 – 8,0. pH tanah dibawah
3.0 dan diatas 8,0 menyebabkan pertumbuhan tanaman akan terhambat. Sifat
tanah yang baik atau cocok untuk tanaman karet adalah solum cukup dalam
sampai 100 cm atau lebih, aerase dan drainase baik, remah dan dapat menahan air.
Tekstur terdiri dari 35 % liat dan 30 % pasir, kandungan hara N, P, K cukup dan
tidak kakurangan unsur mikro, kemiringan tidak lebih dari 10 %, permukaan air
tanah tidak kurang dari 100 cm. ( Setyamidjaja, 1992 ).
Beberapa faktor yang mempengaruhi suhu yaitu lama penyinaran dan
ketinggian tempat. Makin lama penyinaran atau makin rendah suatu tempat maka
akan terjadi kenaikan suhu. Suhu akan berpengaruh terhadap masa pembungaan
dan pematangan buah (Setyamidjaja, 1999).
BAHAN DAN METODE
Tempat Dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Belinteng Kecamatan Sei Bingei
Kabupaten Langkat yang berjarak 90 km dari Medan dengan ketinggian tempat
200 m di atas permukaan laut (dpl) dengan titik koordinat 98028’48” BT -
98028’55” BT dan 03026’44” LU – 03026’53” LU dan di Laboratorium Sentral,
Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini laksanakan
Aswanto Sitepu : Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis quenensis Jacq), Coklat (Theobroma cacao) Dan Karet (Havea brasiliensis) Di Desa Belinteng Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat, 2007.
USU Repository © 2009
Bahan Dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel tanah Inceptisol
yang diambil dari daerah penelitian, serta bahan kimia untuk menganalisa tanah.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah peta lokasi penelitian
(Skala 1:50.000), peta jenis tanah (Skala 1:50.000), altinometer, klinometer,
kompas, cangkul, kertas label, kantong plastik, karet gelang, dan alat tulis.
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey sistim
grid type detail yaitu pengambilan sample tanah secara garis lurus dengan jarak
tertentu berdasarkan satuan peta tanah. Kelas kesesuaian lahan ditentukan
berdasarkan derajat dan jumlah pembatas yang dimiliki lahan untuk tanaman
tumbuh normal. Dalam hal ini sifat-sifat tanah dibandingkan dengan Faktor kelas
kesesuaian lahan bagi tanaman tertentu sebagaimana garis besarnya ditentukan
oleh FAO (1976) dan Sys, dkk (1993) dan dimodifikasikan oleh sehgal (1996).
Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap kegiatan yaitu tahap persiapan,
Aswanto Sitepu : Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis quenensis Jacq), Coklat (Theobroma cacao) Dan Karet (Havea brasiliensis) Di Desa Belinteng Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat, 2007.
USU Repository © 2009
Tahap persiapan
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah telaah pustaka, konsultasi
dengan dosen pembimbing, penyusunan usulan penelitian, penyediaan bahan dan
peralatan yang akan digunakan di lapangan.
Kegiatan di lapangan
Daerah penelitian ditetapkan berdasarkan peta lokasi penelitian, peta jenis
tanah, kemudian ditentukan titik pengambilan sample yang mewakili kecamatan
tersebut.
Adapun tahap kegiatan pengambilan sample tanah tersebut adalah:
a. Beberapa profil tanah yang mewakili jenis tanah di daerah penelitian digali
dan diambil contoh tanahnya pada kedalaman 0-25 cm dan 25-50 cm..
b. Memasukan contoh tanah kedalam kantong plastik.
c. Mencampur contoh tersebut yang diambil kira-kira 1 kg tanah
d. Melakukan analisis parameter seperti:
1. Temperatur
• Rata-rata temperatur tahunan dalam 10 tahun (oC)
2. Kemiringan lereng
• Lereng 9%) diukur dengan menggunakan klinometer
3. Kedalaman efektif
• Diukur sampai dengan kedalaman akar menembus tanah
4. Ketersediaan udara
• Draenase tanah
Aswanto Sitepu : Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis quenensis Jacq), Coklat (Theobroma cacao) Dan Karet (Havea brasiliensis) Di Desa Belinteng Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat, 2007.
USU Repository © 2009
6. Erosi
Analisis laboratorium
Sample yang berasal dari lapangan kemudian diteliti di laboratorium yang
meliputi sifat fisik dan kimia tanah. Sifat-sifat ini yang diteliti adalah :
1. Tekstur
• Tekstur dengan metode Hidrometer
2. Sifat kimia tanah
• Kapasitas tukar kation (KTK) dengan metode ekstraksi
NH4 OAc 1 NpH7
• pH H2O dengan metode elektrometri (Ph meter)
• C-organik dengan metode Walkley dan Black
• N tersedia dengan metode Alkaline dengan ekstraksi KMnO4
• P tersedia tanah dengan metode Bray II
• K2O dengan metode ekstraksi HCl 25 %
• Kejenuhan basa (KB)
Analisis Kesesuain lahan
Kesesuain lahan untuk tanaman kelapa sawit (Elais quenensis jack), karet
(Havea brasilliensis) dan coklat (Theobrema cacao) dievaluasi dengan
Aswanto Sitepu : Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis quenensis Jacq), Coklat (Theobroma cacao) Dan Karet (Havea brasiliensis) Di Desa Belinteng Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat, 2007.
USU Repository © 2009
ini sebagaimana garis besarnya ditentukan oleh FAO (1976) dan Sys, dkk (1993)
dan Sehgal (1996), dengan menggunakan 4 kategori dan 5 derajat pembatas (0-4)
yaitu tanpa pembatas (0) sampai pembatas sangat berat (4) yaitu :
1). Ordo : menunjukan apakah suatu lahan sesuai atau tidak sesuai untuk
penggunaan tertentu. Dalam hal ini lahan dibedakan atas 2
ordo :
a. Ordo S : Sesuai digunakan untuk penggunaan tertentu
dalam jangka waktu yang tidak terbatas
b. Ordo N : Tidak sesuai digunakan untuk penggunaan
tertentu
2). Kelas : menunjukan tingkat kesesuaian dari masing-masing ordo. Ada
4 kelas dari ordo tanah yang sesuai dan 2 kelas untuk
ordo tidak sesuai
1. S1 : Sangat sesuai (Very Suitable), satuan lahan dengan
tidak ada atau hanya beberapa pembatas ringan.
2. S1-2 : Sesuai (Suitable), satuan lahan dengan pembatas
ringan dan tidak lebih dari satu pembatas sedang yang
dapat diperbaiki.
3. S2 : Sedang (Moderately Suitable), satuan lahan yang
memiliki lebih dari empat pembatas ringan dan tidak lebih
Aswanto Sitepu : Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis quenensis Jacq), Coklat (Theobroma cacao) Dan Karet (Havea brasiliensis) Di Desa Belinteng Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat, 2007.
USU Repository © 2009
4. S3 : Kurang sesuai (Marginally Suitable), satuan lahan
dengan pembatas lebih dari tiga pembatas sedang (moderat)
dan atau tidak lebih dari satu pembatas yang berat.
5. N1 : Tidak sesuai aktual dan sesuai potensial (Actually
unsuitable and potentially suitable), satuan lahan yang
memiliki faktor pembatas sangan berat yang dapat
diperbaiki.
6. N2 : Tidak sesuai aktual dan potensial (Actually and
potentially unsuitable), satuan lahan yang memiliki faktor
pembatas sangat berat yang tidak dapat diperbaiki.
3). Sub kelas : menyatakan jenis faktor pembatas pada masing-masing
kelas. Dalam 1 sub kelas dapat mempunyai lebih dari satu faktor
pembatas.
4). Unit : Kesesuaian lahan dalam tingkat unit merupakan pembagian
Aswanto Sitepu : Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis quenensis Jacq), Coklat (Theobroma cacao) Dan Karet (Havea brasiliensis) Di Desa Belinteng Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat, 2007.
USU Repository © 2009
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Data Lapangan
Hasil pengamatan di lapangan pada kedua pedon dapat dilihat pada Tabel
1. Tabel 1. Hasil Pengamatan Lapangan Kedua Pedon
Pedon Curah Hujan (mm/tahun)
Temperatur (0C)
Kedalaman
efektif (cm) Drainase
Kemiringan lereng (%) PI
P2
1803.3
1803.3
19.045
19.045
90
120
Baik
Baik
15
3
Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa PI dan P2 curah hujan sebesar
1803.3 mm/tahun, temperatur sebesar 19.045 0C, kedalam efektif pada PI adalah
90 cm dan P2 adalah 120 cm, drainase baik dan kemiringan lereng pada PI
sebesar 15 % dan P2 sebesar 3 %.
Data Analisa Laboratorium Untuk Evaluasi Kelas Kesesuaian
Lahan Sifat Kimia Tanah
Hasil analisa laboratorium untuk sifat kimia tanah dapat dilihat pada
Aswanto Sitepu : Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis quenensis Jacq), Coklat (Theobroma cacao) Dan Karet (Havea brasiliensis) Di Desa Belinteng Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat, 2007.
USU Repository © 2009
Tabel 2. Sifat Kimia Tanah
Sampel pH C-Organik N-Tersedia P-Tersedia KTK KB K2O
Horizon
Tanah (H20) (%) (ppm) (ppm) (me/100mg) (%) (%)
Ap 4.97 0.96 0.10 15.39 17.17 16.19 0.169
PI
Bw 5.08 0.84 0.08 8.35 16.65 19.27 0.153
Ap
Hasil analisa laboratorium untuk sifat fisika tanah dapat dilihat
pada Tabel 3.
Tabel 3. Sifat Fisika Tanah
Sampel Kedalaman Fraksi (%)
Horizon Struktur Tekstur BD
Tanah (cm) Pasir Debu Liat (g/cm3)
Bw 43.3 25.8 31.0 Lempung 1.12
82/90 bersudut
Gumpal Liat
Ap 0-15/25 42.« 24.« 32.2 1,10
berpasir
Aswanto Sitepu : Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis quenensis Jacq), Coklat (Theobroma cacao) Dan Karet (Havea brasiliensis) Di Desa Belinteng Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat, 2007.
USU Repository © 2009
P2 Bwl 56.6 34.3 9^2 l.»
78/89
78/89-bersudut
Gumpal
berpasir
Lempung
Bw2 52.5 36.3 11.2 1.13
115/120 bersudut berpasir
Karakteristik Tanah yang Digunakan Untuk Evaluasi Kesesuaian Lahan
Data yang dibutuhkan dalam evaluasi kesesuaian lahan untuk tanaman
kelapa sawit, coklat dan karet dapat dilihat pada Tabel 5-7.
Tabel 4. Karakteristik Tanah yang Digunakan Untuk Evaluasi Kesesuaian
Lahan
Aswanto Sitepu : Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis quenensis Jacq), Coklat (Theobroma cacao) Dan Karet (Havea brasiliensis) Di Desa Belinteng Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat, 2007.
USU Repository © 2009
Iklim Kandungan Hara
KTK tanah (me/100 g) 0.09 (sgt rendah)
23.74 (sedang) 0.161 (sgt rendah)
19.045 0.03 (sgt rendah)
Evaluasi Kesesuaian Lahan
Untuk menentukan kelas kesesuaian lahan bagi tanaman yang sedang
diteliti, karakteristik lahan penelitian yang diperlukan untuk evaluasi dicocokkan
dengan kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman kelapa sawit, karet dan coklat
untuk mendapatkan kelas-kelas kesesuaian lahannya.
1. Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kelapa sawit.
Setelah membandingkan hasil pengamatan lapangan dan analisa
laboratorium dengan kriteria tumbuh tanaman kelapa sawit diperoleh nilai
Aswanto Sitepu : Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis quenensis Jacq), Coklat (Theobroma cacao) Dan Karet (Havea brasiliensis) Di Desa Belinteng Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat, 2007.
USU Repository © 2009
Tabel 5. Kriteria Kelas Kesesuaian Lahan Kelapa sawit
Karakteristik Lahan Derajat Pembatas dan Kelas Kesesuaian Lahan
0 1 2 3 4
SI S2 S3 Nl N2
Keadaan iklim
Curah Hujan Tahunan >2000
2000-1700
700- 1450 1450-1250 <1250
Temperatur
Kedalaman Efiktif (cm) Ketersediaan Hara : - NPK rata-rata (kg/ha) - KTK (me/10%) SRR (N sedang,, P Rendah, K Rendah,), RSR (N Rendah, P Sedang, K Rendah,), Fl
(Ringan), F2 (Sedang), F3 +(Sedang-Berat), PUD (Pasir liat berdebu), LLID (lempung liat berdebu), LLI (Lempung Berliat), LLIP (Lempung liat berpasir), LP (Lempung Berpasir), PhL (Psir halus berlempung), Li (M) (liat masisif), LiP (Liat Berpasir), L (Lempung), LiD (M) (Liat Berdebu massif), PL (Pasir Berlempung), PLiL (Pasir Liat Berlempung), P(h) (Pasir Halus), LiP (s) (Liat Berpasir), (Tanah Berstruktur).
Tabel 6. Kelas Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kelapa sawit
Aswanto Sitepu : Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis quenensis Jacq), Coklat (Theobroma cacao) Dan Karet (Havea brasiliensis) Di Desa Belinteng Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat, 2007.
USU Repository © 2009
Iklim Kandungan Hara
KTK tanah (me/100 g)
Aswanto Sitepu : Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis quenensis Jacq), Coklat (Theobroma cacao) Dan Karet (Havea brasiliensis) Di Desa Belinteng Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat, 2007.
USU Repository © 2009
Setelah membandingkan hasil pengamatan lapangan dan analisa laboratorium dengan kriteria tumbuh tanaman karet diperoleh nilai kesesuaian lahan dari areal penelitian seperti terlihat pada Tabel 8.
Tabel 7. Kriteria Untuk Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Karet
Karateristik Derajat Pembatas dan Kelas Kesesuaian Lahan
0 1 2 3 4
SI S2 S3 Nl N2
Keadaan iklitn Curah
Hujan Tahunan Temperatur
Sumber: Sehgal, 1996
Keterangan:
FO (Tanpa) Fl (Ringan), F2 (Sedang), F3 +(Sedang-Berat), PLID (Pasir liat berdebu), LLID (lempung Hat berdebu), LLI (Lempung Berliat), LLIP (Lempung liat berpasir), LP
Aswanto Sitepu : Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis quenensis Jacq), Coklat (Theobroma cacao) Dan Karet (Havea brasiliensis) Di Desa Belinteng Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat, 2007.
USU Repository © 2009
Tabel 8. Kesesuaian lahan Untuk Tanaman Karet
Karakteristik Lahan Symbol P1 P2
Iklim Kandungan Hara
KTK tanah (me/100 g)
Aswanto Sitepu : Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis quenensis Jacq), Coklat (Theobroma cacao) Dan Karet (Havea brasiliensis) Di Desa Belinteng Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat, 2007.
USU Repository © 2009
3. Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Coklat
Setelah membandingkan hasil pengamatan lapangan dan analisa
laboratorium dengan kriteria tumbuh tanaman coklat diperoleh nilai kesesuaian
lahan dari areal penelitian seperti terlihat pada Tabel 10.
Tabel 9. Kriteria Untuk Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Coklat
Karateristik Derajat Pembatas dan Kelas Kesesuaian Lahan
0 1 2 3 4
SI S2 S3 Nl N2
Keadaan iklim Curah
Hujan Tahunan
Aswanto Sitepu : Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis quenensis Jacq), Coklat (Theobroma cacao) Dan Karet (Havea brasiliensis) Di Desa Belinteng Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat, 2007.
USU Repository © 2009
Tabel 10. Kesesuaian lahan Untuk Tanaman Coklat
Karakteristik Lahan Symbol P1 P2
Iklim Kandungan Hara
KTK tanah (me/100 g)
Aswanto Sitepu : Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis quenensis Jacq), Coklat (Theobroma cacao) Dan Karet (Havea brasiliensis) Di Desa Belinteng Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat, 2007.
USU Repository © 2009
Pembahasan
Untuk karakteristik iklim yang disajikan pada Tabel 1 menunjukkan
bahwa daerah penelitian memiliki rata-rata curah hujan 1803.3 mm dengan
temperatur 19.045 &C. Data mi diperoleh selama 10 tahun terakhir. Nilai curah
hujan dan temperatur ini kurang sesuai vmtuk tanaman kelapa sawit dan karet
(S3), tetapi sangat sesuai untuk tanaman coklat (SI), karena tanaman coklat
umumnya dapat tumbuh pada curah hujan 1500-4000 mm/tahun dengan
temperatur 20-35 °C, sedangkan tanaman kelapa sawit dapat tumbuh pada curah
hujan 2000-2500 mm/tahun dan untuk tanaman karet 2000-4000 mm/tahun
dengan temperatur 25-35 °C. Menurut Setyamidjaya (1995), tanaman coklat
tumbuh baik di dataran rendah sampai ketinggian 800 m dpi. Kebutuhan curah
hujan antara 1000 - 3000 mm per tahun. Temperatur ideal untuk tanaman coklat
adalah 30° C maksimum dan pada suhu minimumnya 18 – 210C
Pada Tabel 6 disajikan bahwa pedon 1 untuk tanaman kelapa sawit
memiliki hambatan yang cukup berat yang terdiri dari temperatur dan kandungan
NPK rata-rata. Untuk kelas kesesuaian lahan pada pedon I adalah kurang sesuai
(S3cf) dengan derajat pembatas adalah temperatur dan jumlah NPK rata-rata. Pada
lokasi penelitian memiliki temperatur 19.045 °C, dan ini kurang sesuai dengan
pertumbuhan tanaman kelapa sawit karena pada umumnya tanaman kelapa sawit
Aswanto Sitepu : Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis quenensis Jacq), Coklat (Theobroma cacao) Dan Karet (Havea brasiliensis) Di Desa Belinteng Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat, 2007.
USU Repository © 2009
jadi faktor pembatas, dapat diperbaiki dengan penambahan pupuk NPK ke dalam
tanah karena tanaman kelapa sawit umumnya membutuhkan NPK rata-rata yang
tinggi. Rendahnya kandungan NPK dalam tanah ini disebabkan karena pada lokasi
penelitian yang memiliki kemiringan lereng sebesar 15%, proses pencucian
menjadi lebih besar sehingga menyebabakan unsur hara menjadi lebih rendah.
Pada pedon 2 untuk tanaman kelapa sawit memiliki hambatan yang terdiri
darai temperatur, tekstur dan NPK rata-rata. Untuk kelas kesesuaian lahan pada
pedon 2 ini adalah SScsf. Temperatur merupakan kendala pada pedon 2 ini yang
hampir sama dengan pedon I. Untuk tekstur tanah yang menjadi faktor
penghambat, hal ini disebabkan karena tanah pada pedon 2 ini didominasi oleh
lempung berpasir, dimana tekstur ini kurang sesuai untuk tanaman kelapa sawit.
Menurut Setyamidjaya (1999), secara ideal kelapa sawit menghendaki tanah yang
gembur, subur, mempunyai solum yang dalam tanpa lapisan padat, tekstur
mengandung Hat dan debu 25% - 30% serta berdrainase yang baik. Faktor
penghambat yang lain yaitu kandungan NPK rata-rata. Hal ini hampir sama
dengan pedon 1, dimana tanaman kelapa sawit membutuhkan NPK rat-rata yang
tinggi untuk pertumbuhannya.
Pada Tabel 8 disajikan bahwa pedon 1 untuk tanaman karet memiliki
hambatan yang cukup berat sehingga menjadikan tanaman karet tersebut menjadi
tidak sesuai jika ditanam di lokasi penelitian. Hambatan tersebut adalah bahaya
banjir (Nlw). Tingginya bahaya banjir di lokasi penelitian ini disebabkan karena
lokasi penelitian untuk pedon 1 ini memiliki kemiringan lereng sebesar 15%,
Aswanto Sitepu : Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis quenensis Jacq), Coklat (Theobroma cacao) Dan Karet (Havea brasiliensis) Di Desa Belinteng Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat, 2007.
USU Repository © 2009
utama untuk tanaman karet jika di tanam di lokasi penelitian. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Setyamidjaya (1992), yang mengatakan bahwa sifat tanah
yang baik atau cocok untuk tanaman karet adalah kemiringan tidak lebih dari 10
%, permukaan air tanah tidak kurang dari 100 cm.
Pada pedon 2 untuk tanaman karet memiliki hambatan yang tidak begitu
berat, tetapi jika untuk di tanam di lokasi penelitian, tanaman karet ini kurang
sesuai (SScsf). Faktor penghambat itu adalah temperatur, tekstur tanah dan
kandungan NPK rata-rata. Untuk faktor temperatur, pada lokasi penelitian
memiliki temperatur 19.045 °C, dan ini kurang sesuai dengan pertumbuhan
tanaman karet karena tanaman karet umumnya dapat tumbuh pada temperatur
25-35 °C. Menurut Sianturi (1996), tanaman karet dapat tumbuh pada suhu rata-rata
diantara 25-35 °C. Suhu yang terbaik adalah rata-rata 28 °C. Untuk tekstur tanah
yang menjadi faktor penghambat, hal ini disebabkan karena tanah pada pedon 2
ini didominasi oleh Hat berpasir, dimana tekstur ini kurang sesuai untuk tanaman
karet, dan untuk kandungan NPK rata-rata yang jadi faktor penghambat,hal ini
dapat diperbaiki dengan penambahan pupuk NPK ke dalam tanah karena tanaman
karet umumnya membutuhkan NPK rata-rata yang tinggi. Menurut Setyamidjaya
(1995), sifat tanah yang baik atau cocok untuk tanaman karet adalah solum cukup
dalam sampai 100 cm atau lebih, aerase dan drainase baik, remah dan dapat
menahan air. Tekstur terdiri dari 35 % liat dan 30 % pasir, kandungan hara N, P,
K cukup dan tidak kakurangan unsur mikro.
Pada Tabel 10 disajikan bahwa pedon 1 untuk tanaman coklat memiliki
Aswanto Sitepu : Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis quenensis Jacq), Coklat (Theobroma cacao) Dan Karet (Havea brasiliensis) Di Desa Belinteng Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat, 2007.
USU Repository © 2009
tidak sesuai jika ditanam di lokasi penelitian. Hambatan tersebut adalah bahaya
banjir (Nlw). Tingginya bahaya banjir di lokasi penelitian ini disebabkan karena
lokasi penelitian untuk pedon 1 ini memiliki kemiringan lereng sebesar 15%,
sehingga bahaya banjir semakin tinggi dan membuat faktor ini menjadi kendala
utama untuk tanaman coklat jika ditanam di lokasi penelitian.
Pada pedon 2 untuk tanaman coklat memiliki hambatan yang tidak begitu
berat, tidak seperti pada pedon 1, dimana pada pedon 2 ini kelas kesesuaian
lahannya adalah kurang sesuai (S3f), dimana faktor penghambatnya adalah
kandungan hara, yaitu pH H2O dan kandungan NPK rata-rata. pH tanah ini
menjadi kendala karena pada lokasi peelitian pH tanahnya adalah 5.21 (rendah).
Hal ini tidak sesuai untuk pertumbuhan tanaman coklat. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Setiawan (2000), yang mengatakan bahwa tanah yang baik untuk
penanaman kakao mempunyai derajat kemasaman antara 6 - 7,5. Untuk
kandungan NPK rata-rata yang jadi faktor pembatas ini disebakan karena tanaman
karet membutuhkan NPK yang cukup tinggi sehingga perlu diberikan pupuk NPK
sehingga dapat meningkatkan kandungan NPK dalam tanah. Menurut Panjaitan
dan Sugiono (1989), kakao merupakan tanaman perkebunan yang membutuhkan
lingkungan khusus untuk menghasilkan pertumbuhan yang baik dan tingkat
produksi yang tinggi. Sistem perakaran yang lunak dan dangkal menyebabkan
coklat membutuhkan persyaratan tanah yang subur dan bebas dari unsur-unsur
yang bersifat racun. Coklat tergolong tanaman peka terhadap reaksi tanah masam
dengan kadar AI yang tinggi. Tingkat kejenuhan Al 15% sudah berpengaruh
Aswanto Sitepu : Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis quenensis Jacq), Coklat (Theobroma cacao) Dan Karet (Havea brasiliensis) Di Desa Belinteng Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat, 2007.
USU Repository © 2009
pada areal yang mempunyai kadar K- dd tinggi dengan pemberian pupuk K yang
tinggi.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Kelas kesesuaian lahan untuk tanaman kelapa sawit pada Pedon 1 adalah
kurang sesuai (S3cf) dan Pedon 2 adalah kurang sesuai (S3csf)
2. Kelas kesesuaian lahan untuk tanaman karet pada Pedon 1 adalah tidak sesuai
(Nlw) dan Pedon 2 adalah kurang sesuai (S3csf)
3. Kelas kesesuaian lahan untuk tanaman coklat pada Pedon 1 adalah tidak sesuai
(Nlw) dan Pedon 2 adalah kurang sesuai (S3f)
Saran
Lahan di Desa Belinteng Kecamatn Sei Bingai Kabupaten Langkat
kurang sesuai jika ditanam tanaman keras tetapi akan menjadi sesuai jika
dilakukan terassering pada lereng yang curam dan ditanam tanaman penutup tanah
Aswanto Sitepu : Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis quenensis Jacq), Coklat (Theobroma cacao) Dan Karet (Havea brasiliensis) Di Desa Belinteng Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat, 2007.
USU Repository © 2009
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah,T.S, 1993. Survey Tanah dan Evaluasi Lahan. Penebar swadaya, Jakarta
Anonimous, 1997. Program Penyuluhan Pertanian. BIPP Simorlap, Kabupaten Karo.
Arsyad, S., 2000. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press, Bandung
Buckman, H. O and N. C. Brady, 1982. Ilmu Tanah. Terjemahan Soegiman. Bhratara Karya Aksara, Jakarta.
Darmawidjaya, 1997:KlasifIkasi Tanah. UGM Press, Yogyakarta.
Djaenudin, Df 1995. Evaluasi Lahan Untuk Arahan Pengembangan Komoditas
Alterriati£Damm Mendukung Kegiatan Agribisnis. Pusat Penelitian Tanah
dan Agroklimat
Djaenudin,D.,Marwan,H., Subagyo, A. Mulyani dan N. SuharuL 2000. Criteria
K.sses"K€Kecn Lahan Tmtnk Komfrditi Pertanian. Pusat
peneirtran_T?Hiah dan Agroklimat.
Foth, H. D., 1998. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Terjemahan : Purbayanti,/E. D. Lukyowati dan R. Triwulatsih. Gadjah Mada Universiw Press, Yogyakarta.
Aswanto Sitepu : Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis quenensis Jacq), Coklat (Theobroma cacao) Dan Karet (Havea brasiliensis) Di Desa Belinteng Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat, 2007.
USU Repository © 2009
Hardjowigeno,S<; 1995. flmu Tanah. Akademika Pressindo, Jakarta. Hal 110 - 114
————————-/^.,1993. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Akademika PressindaJakartaT.
Karim,A., U.S. Wiradisastra., Sudarsono., Yahya,S. 1996. Evaluasi Kesesuaian
Lahan Kopi Arabika CatifnacMiAceh Tengah. Jurnal Tropika no. 03
Kartasapoetra, A.G., 1990. Kerusakan Tanah Pertanian dan Usaha untuk
Merehabilitasinya. Bina Aksara, Jakarta.. Hal 87 -
Kartasapoetra. G., Kartasapoetra.A.G., Sutedjo, M. M. 1987.
Tteknologi Konservasi Tanah dan Air. Bina Aksara, Jakarta.
Panjaitan, A dan Sugiyono., 1989. Hubungan Antara Kesuburan Tanah dan
Produksi kakao di sumatera Utara. Presiding Kongres Nasional V.
Himpunan Ilmu Tanah Indonesia, Medan Indonesia. Hal 285 - 286
Ramlan, 2003. Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kakao Di Kec. Bunta
kabu. Binggai. Jurnal Agroland no 0851-641x.
Sehgal, J., 1996. Pedology Concepts and Applications. Kalyani Publ. Ludhiana, New Delhi.
Setiawan, LA., 2000. Penghijauian Dengan Tanaman Potensial. Penebar Swadaya. Jakarta. Hal 64-65
Siregar, T.HS., S. Riyadi dan L. Nuraeni. 2000. Budidaya, Pengelolaan dan
Pemasaran Coklat. Penebar swadaya, Jakarta. Hal 15-18
Sitorus, S. R. P. 1985. Evaluasi Sumber Daya Lahan. Tarsito, Bandung.
Setyamidjaja, D., 1992. Budidaya Kelapa Sawit. Kanisius, Yogyakarta. Hal 35-36
_______., 1999. Karet Budidaya dan Pengolahan. Kanisius, Yogyakarta.Hal 30 - 35
Aswanto Sitepu : Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis quenensis Jacq), Coklat (Theobroma cacao) Dan Karet (Havea brasiliensis) Di Desa Belinteng Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat, 2007.
USU Repository © 2009
Sutanto, F.X., 1994. Tanaman Kakao, Budidaya dan Pengelolaan Basil. Kanisius, fogyakarta. Hal 47-49
Sutedjo, M. M dan A. G. Kartasapoetra, 1991. Pengantar Ilmu Tanah. Rineka Cipta, Jakarta
Sys, C., V. Ranst, E. Debaveye, J. and Beenmaert, 1993. Land Evaluation Part
III. Crop Requrements. General Administration for Development
Cooperation Placedu Champ de Mars 5 bte 57-1050 Brussels-Belgium.
Tan,K.H., 1998. Dasar-Dasar Kimia Tanah. UGM Press, Yogyakarta.
Lampiran 1. Kriteria Untuk Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kelapa sawit Menurut Sys, dkk, 1993
Karakteristik Lahan Derajat Pembatas dan Kelas Kesesuaian Lahan
0 1 2 3 4
SI S2 S3 Nl N2
Keadaan iklim
Curah Hujan Tahunan >2000 2000-1700 T 700- 1 450 1450-1250 <1250 Temperatur
Aswanto Sitepu : Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis quenensis Jacq), Coklat (Theobroma cacao) Dan Karet (Havea brasiliensis) Di Desa Belinteng Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat, 2007.
USU Repository © 2009
TTT (N Tinggi, P Tinggi,K Tinggi), SSS (N sedang, P sedang, K sedang,), SRR (N sedang,, P Rendah, K Rendah,), RSR (N Rendah, P Sedang, K Rendah,), Fl (Ringan), F2 (Sedang), F3 +(Sedang-Berat), PUD (Pasir liat berdebu), LLID (lempung liat berdebu), LLI (Lempung Berliat), LLIP (Lempung liat berpasir), LP (Lempung Berpasir), PhL (Psir halus berlempung), Li (M) (liat masisif), LiP (Liat Berpasir), L (Lempung), LiD (M) (Liat Berdebu massif), PL (Pasir Berlempung), PLiL (Pasir Liat Berlempung), P(h) (Pasir Halus), LiP (s) (Liat Berpasir), (Tanah Berstruktur).
Lampiran 2. Kriteria Untuk Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Karet Menurut Sehgal, 1996.
Karateristik Derajat Pembatas dan Kelas Kesesuaian Lahan
0 1 2 3 4
Aswanto Sitepu : Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis quenensis Jacq), Coklat (Theobroma cacao) Dan Karet (Havea brasiliensis) Di Desa Belinteng Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat, 2007.
USU Repository © 2009
Keadaan iklitn Curah
Hujan Tahunan
FO (Tanpa) Fl (Ringan), F2 (Sedang), F3 +(Sedang-Berat), PLID (Pasir liat berdebu), LLID (lempung Hat berdebu), LLI (Lempung Berliat), LLIP (Lempung liat berpasir), LP (Lempung Berpasir), PhL (Psir halus berlempung), Li (M) (liat masisif), LiP (Liat Berpasir), L (Lempung), LiD (M) (Liat Berdebu lassif), PL (Pasir Berlempung), PLiL (Pasir Liat Berlempung), P(h) (Pasir Halus), LiP (s) (Liat Berpasir), (Tanah Berstruktur).
Lampiran 3. Kriteria Untuk Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Coklat Menurut Sys, dkk, 1993
Aswanto Sitepu : Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis quenensis Jacq), Coklat (Theobroma cacao) Dan Karet (Havea brasiliensis) Di Desa Belinteng Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat, 2007.
USU Repository © 2009
0 1 2 3 4
SI S2 S3 Nl N2
Keadaan iklim Curah Hujan Tahunan Ketersediaan Hara
- NPK rata-rata
FO (Tanpa) Fl (Ringan), F2 (Sedang), F3 +(Sedang-Berat), PLID (Pasir liat berdebu), LLID (lempung Hat berdebu), LLI (Lempung Berliat), LLIP (Lempung liat berpasir), LP (Lempung Berpasir), PhL (Pasir halus berlempung), Li (M) (liat masisif), LiP (Liat Berpasir), L (Lempung), LiD (M) (Liat Berdebu massif), PL (Pasir Berlempung), PLiL (Pasir Liat Berlempung), P(h) (Pasir Halus), LiP (s) (Liat Berpasir), (Tanah Berstruktur).
Lampiran 4. Data Analisa Lapangan
Pedon Curah Hujan (mm/tahun)
Temperatur (0C)
Kedalaman
efektif (cm) Drainase
Aswanto Sitepu : Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis quenensis Jacq), Coklat (Theobroma cacao) Dan Karet (Havea brasiliensis) Di Desa Belinteng Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat, 2007.
USU Repository © 2009
PI
P2
1803.3
1803.3
19.045
19.045
90
120
Baik
Baik
15
3
Lampiran 5. Data Analisa Laboratorium
- Sifat Kimia Tanah
Sampel pH C-Organik N-Tersedia P-Tersedia KTK KB K2O