PENGARUH KEBISINGAN DAN GETARAN TERHADAP
PERUBAHAN TEKANAN DARAH MASYARAKAT
YANG TINGGAL DI PINGGIRAN REL
KERETA API LINGKUNGAN XIV
KELURAHAN TEGAL SARI
KECAMATAN MEDAN DENAI
TAHUN 2008
TESIS
Oleh
MUSTAR RUSLI
067031009/MKLI
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009
S E K
O L A
H
P A
S C
A S A R JA
N
PENGARUH KEBISINGAN DAN GETARAN TERHADAP
PERUBAHAN TEKANAN DARAH MASYARAKAT
YANG TINGGAL DI PINGGIRAN REL
KERETA API LINGKUNGAN XIV
KELURAHAN TEGAL SARI
KECAMATAN MEDAN DENAI
TAHUN 2008
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan dalam Program Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri pada Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara
Oleh
MUSTAR RUSLI
067031009/MKLI
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : PENGARUH KEBISINGAN DAN GETARAN TERHADAP PERUBAHAN TEKANAN DARAH MASYARAKAT YANG TINGGAL DI PINGGIRAN
REL KERETA API LINGKUNGAN XIV
KELURAHAN TEGAL SARI KECAMATAN
MEDAN DENAI TAHUN 2008
Nama Mahasiswa : Mustar Rusli
Nomor Pokok : 067031009
Program Studi : Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Dr. Ir. Erna Mutiara, M.Kes) (dr. Halinda Sari Lubis, M.KKK)
Ketua Anggota
Ketua Program Studi, Direktur,
(Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, MS) (Prof. Dr. Ir. T Chairun Nisa B, M.Sc)
Telah diuji pada
Tanggal 21 Februari 2009
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Ir. Erna Mutiara, M.Kes
Anggota : 1. dr. Halinda Sari Lubis, M.KKK
2. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, M.S
PERNYATAAN
TESIS
Dengan ini menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Februari 2009
ABSTRAK
Salah satu jenis transportasi darat yang cukup diminati oleh masyarakat adalah kereta api. Perkeretaapian tidak saja memberi dampak yang positif bagi masyarakat sekitarnya, tetapi juga kemungkinan dampak negatif berupa pencemaran udara akibat kebisingan dan getaran. Keadaan ini akan sangat mempengaruhi kesehatan masyarakat yang tinggal di sekitar rel kereta api. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kebisingan dan getaran terhadap tekanan darah masyarakat yang tinggal di daerah pinggiran rel kereta api.
Penelitian ini adalah penelitian survai deskriptif analitik dengan pendekatan
cross sectional. Populasi penelitian adalah seluruh penduduk yang tinggal di daerah
pinggiran rel kereta api di Lingkungan XIV Kelurahan Tegal Sari Kecamatan Medan Denai Kota Medan tahun 2008, sampel adalah masyarakat dengan kriteria inklusi sebagai berikut: usia 20 – 45 tahun, tinggal menetap di lokasi penelitian, tidak mengalami obesitas. Metode pengumpulan data penelitian ini dengan data primer dan sekunder dengan instrumen penelitian mercury sphygmomanometer, sound level
meter, vibration dan kuesioner.
Kondisi kebisingan rata-rata di area 11 meter dari rel kereta api adalah 100,45 dB(A) dan tingkat getaran rata-ratanya 6,69 ì. Bila dibandingkan dengan NAB baik kebisingan (85 dB(A) maupun getaran (6 ì), Hasil penelitian ini menujukkan ada pengaruh yang signifikan antara kebisingan dengan perubahan tekanan darah sistolik nilai p value 0,001 dan diastolik nilai p value 0,031 dan ada pengaruh getaran dengan perubahan tekanan darah sistolik nilai p value 0,002 dan diastolik nilai p value 0, 000. sementara yang paling berpengaruh terhadap perubahan tekanan darah adalah kebisingan dengan nilai beta 1,964.
Dari hasil penelitian disarankan secara lintas sektoral bagi PT. Kereta Api (Persero) Divisi Regional I Sumatera Utara. Dinas Kesehatan Kota Medan serta Dinas Tata Kota agar mempertegas aturan, menata ulang serta memberikan pengawasan bagi masyarakat yang tinggal pada jarak 11 meter dari rel kereta api, untuk terciptanya tata ruang dan pemukiman yang nyaman.
ABSTRACT
Train is one of the types of land transportation which is adequately liked by the community. In fact, train not only brings positive but also negative impacts in the forms of air pollution caused by noise and vibration that can influence the health of those living along the railway. The purpose of this analytical descriptive survey study with cross-sectional approach is to examine the influence of the noise and vibration produced by the moving train on the change of blood pressure of those living along the railway.
The population of this study was all of those living along the railway in the Lingkungan XIV, Kelurahan Tegal Sari, Medan Denai Sub-district, Medan in 2008. The samples selected through the inclusive criterion were those who are 20 – 45 years old, living in this area and not developing obesity. The primary and secondary data for this study were obtained trough Mercury Sphygmomanometer, sound level meter
and questionnaires.
The mean condition of noise in the area of 11 meters from the railway is 100.45 dB A and the mean level of vibration is 6.69 µ. If compared to the NAB either the noise 85 dB A or vibration 6 µ, the result of this study shows that the noise has a significant influence on the change of systolic blood pressure (p = 0.000). Noise is the factor which has the most influence on the change of blood pressure (Coeficient â = 1.964).
To create a comfortable land use and residential area, it is intersectorally suggested that PT. Kereta Api (Persero) Divisi Regional I Sumatera, Medan Health Servise and Land Use Service make a strict regulation, replan and control those living in the distance if 11 meters from the railway.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah dan karunia-NYA kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tesis ini yang berjudul: Pengaruh Kebisingan dan Getaran
terhadap Perubahan Tekanan Darah Masyarakat yang Tinggal di Pinggiran Rel
Kereta Api Lingkungan XIV Kelurahan Tegal Sari Kecamatan Medan Denai
Tahun 2008.
Terima kasih penulis ucapkan kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tesis ini, sehingga dalam kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
3. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, MS selaku Ketua Program Studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
5. dr. Halinda Sari Lubis, M.KKK selaku Pembimbing Anggota yang telah berkenan dengan penuh arahan dan kesabaran memberikan bimbingan.
6. Drs. Zailani, MA, M.Kes selaku Direktur Poltekkes NAD dan Hamdani, ST selaku Ketua Jurusan Kesehatan Lingkungan Poltekkes Banda Aceh yang telah banyak memberikan dukungan.
7. Kedua orang tua Zulhelmi dan Zainab Lubis serta istri yang tercinta Yuni Elvina yang telah banyak memberikan semangat dan dorongan serta kupersembahkan buat anak yang tersayang, Syifa Elvita, Asmaul Khairi, Qamarul Akhyar dan Adlil Fakhri.
8. Keluarga besar MKLI teristimewa A. Faisal M, Ermi Girsang, Marlinang, Mahyudi dan Meirinda yang telah memberikan motivasi dan kerja sama. 9. Semua pihak yang turut memberikan sumbangsih kepada penulis dalam
penyelesaian tesis ini.
Dengan segala keterbatasan kemampuan penulis dirasakan masih banyak ketidaksempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan masukan serta saran yang membangun demi kesempurnaan tesis ini, sehingga dapat bermanfaat bagi penulis, peneliti selanjutnya ataupun pembaca pada umumnya.
Medan, 21 Februari 2009
RIWAYAT HIDUP
N a m a : MUSTAR RUSLI
Tempat/Tgl Lahir : Kayukul, Aceh Tengah/08 Juni 1969 A g a m a : Islam
Status Perkawinan : Kawin
Alamat : Jalan Kawat III No. 27, Kelurahan Tanjung Mulia – Medan Deli
RIWAYAT PENDIDIKAN
1. SD Neg No. 2 Pegasing Aceh Tengah, Tamat 1985. 2. SMP Neg Pegasing Aceh Tengah, Tamat 1987. 3. SMA Neg Pegasing Aceh Tengah Tamat 1989. 4. SPPH Dep Kes R.I Banda Aceh, Tamat 1990. 5. AKL Dep Kes R.I Kabanjahe, Tamat 1996. 6. AKTA Unsyiah Banda Aceh, Tamat 1997. 7. FKM USU Medan, Tamat 2003.
8. Sekolah Pascasrjana MKLI – USU Medan, Tamat 2009.
RIWAYAT PEKERJAAN
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK... i
ABSTRACT... ii
KATA PENGANTAR... iii
RIWAYAT HIDUP... v
DAFTAR ISI... vi
DAFTAR TABEL... ix
DAFTAR GAMBAR... xii
DAFTAR LAMPIRAN... xiii
BAB I PENDAHULUAN... 1
1.1. Latar Belakang... 1.2. Permasalahan... 1.3. Tujuan Penelitian... 1.3.1. Tujuan Umum... 1.3.2. Tujuan Khusus... 1.4. Hipotesis Penelitian... 1.5. Manfaat Penelitian... 1 5 5 5 5 6 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 8
2.1. Kebisingan... 2.1.1. Tingkatan Kebisingan... 2.1.2. Jenis-jenis Kebisingan... 2.1.3. Efek-efek Kebisingan... 2.1.4. Baku Tingkat Kebisingan... 2.2. Getaran...………...…. 2.2.1. Jenis Getaran..………... 2.2.2. Baku Tingkat Getaran... 2.3. Tekanan Darah...
2.3.1. Pengaturan Tekanan Darah... 2.3.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tekanan
Darah... 2.4. Landasan Teori... 2.5. Kerangka Konsep...
BAB III METODE PENELITIAN ... 27
3.1. Jenis Penelitian... 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian………..………
3.3. Populasi dan Sampel... 3.4. Metode Pengumpulan dan Instrumen Data... 3.4.1. Metode Pengumpulan Data... 3.4.2. Instrumen Penelitian... 3.5. Definisi Operasional Variabel... 3.6. Metode Pengukuran ... 3.7. Pengolahan dan Analisis Data ...
27 27 27 29 29 30 30 31 34
BAB IV HASIL PENELITIAN………. 36
4.1. Sejarah PT. Kereta Api Divisi Regional Sumatera Utara... 4.2. Gambaran Umum Lokasi Penelitian………... 4.3. Analisis Univariat... 4.3.1. Distribusi Karakteristik Responden... 4.3.2. Gambaran Tingkat Kebisingan ………
4.3.3. Gambaran Intensitas Getaran ………
4.3.4. Distribusi Responden Menurut Kebiasaan Merokok, Konsumsi Alkohol dan Konsumsi Kopi... 4.3.5. Gambaran Tekanan Darah Responden ... 4.4. Analisis Bivariat...
4.4.1. Pengaruh Kebisingan terhadap Perubahan Tekanan Darah... 4.4.2. Pengaruh Kebisingan terhadap Perubahan Tekanan
Darah Sistolik... 4.4.3. Pengaruh Kebisingan terhadap Perubahan Tekanan
Darah Diastolik... 4.4.4. Pengaruh Intensitas Getaran terhadap Perubahan
Tekanan Darah... 4.4.5. Pengaruh Kebiasaan Merokok terhadap Perubahan
Tekanan Darah... 4.4.6. Pengaruh Kebiasaan Mengkonsumsi Alkohol
terhadap Perubahan Tekanan Darah... 4.4.7. Pengaruh Kebiasaan Mengkonsumsi Alkohol
terhadap Perubahan Tekanan Darah Diastolik... 4.4.8. Pengaruh Kebiasaan Mengkonsumsi Kopi terhadap
Perubahan Tekanan Darah Sistolik dan Diastolik ... 4.5. Analisis Multivariat...
4.5.1. Pengaruh Tingkat Kebisingan, Getaran, Kebiasaan Merokok, Mengkonsumsi Alkohol dan Kopi terhadap Perubahan Tekanan Darah Sistolik
Maupun Diastolik... 4.5.2. Tekanan Darah Diastolik...
52 53
BAB V PEMBAHASAN………... 55
5.1. Tingkat Kebisingan... 5.2. Tingkat Getaran... 5.3. Pengaruh Kebisingan terhadap Perubahan Tekanan Darah... 5.4. Pengaruh Intensitas Getaran terhadap Perubahan Tekanan
Darah ... 5.5. Pengaruh Kebiasaan Merokok terhadap Perubahan
Tekanan Darah Sistolik dan Diastolik... 5.6. Pengaruh Kebiasaan Mengkonsumsi Alkohol terhadap
Perubahan Tekanan Darah Sistolik dan Diastolik... 5.7. Pengaruh Kebiasaan Mengkonsumsi Kopi dengan
Perubahan Tekanan Darah Sistolik dan Diastolik... 5.8. Pengaruh Tingkat Kebisingan, Getaran, Kebiasaan
Merokok, Mengkonsumsi Alkohol dan Kopi terhadap Perubahan Tekanan Darah Sistolik Maupun Diastolik...
55 56 57 58 60 60 61
62
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 65 6.1. Kesimpulan ... 6.2. Saran...
65 66
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
2.1. Baku Tingkat Kebisingan... 14 2.2. Klasifikasi Stockholm Dua Tahap untuk Sindroma Getaran
Tangan Lengan (a) Tahapan Fenomena Raynaud Akibat
Dingin... 19 2.3. Baku Tingkat Getaran untuk Kenyamanan dan Kesehatan... 19 3.1. Uraian Definisi Operasional Variabel Penelitian, Pengaruh
Kebisingan dan Getaran terhadap Perubahan Tekanan Darah... 30 4.1 Distribusi Responden Menurut Karakteristik Responden
di Kelurahan Tegal Sari Mandala II Kecamatan Medan Denai
Tahun 2008... 38 4.2. Hasil Pengukuran Tingkat Kebisingan pada Lingkungan XIV
Kelurahan Tegal Sari Mandala II Kecamatan Medan Denai
Tahun 2008... 39 4.3. Hasil Pengukuran Tingkat Intensitas Getaran dengan
Frekuensi 63 Hz pada Lingkungan XIV Kelurahan Tegal Sari
Mandala II Kecamatan Medan Denai Tahun 2008... 40 4.4. Distribusi Frekuensi Menurut Kebiasaan Merokok,
Mengkonsumsi Alkohol, dan Minum Kopi di Kelurahan
Tegal Sari Mandala II Kecamatan Medan Denai Tahun 2008... 41 4.5. Distribusi Frekuensi Menurut Perubahan Tekanan Darah
Sistolik dan Diastolik pada Lingkungan XIV Kelurahan Tegal
Sari Mandala II Kecamatan Medan Denai Tahun 2008... 42 4.6. Distribusi Responden Menurut Rata-Rata Tekanan Darah
Sistolik dan Diastolik pada Lingkungan XIV Kelurahan Tegal
4.7. Distribusi Responden Menurut Tingkat Kebisingan dan Perubahan Tekanan Darah Sistolik pada Lingkungan XIV Kelurahan Tegal Sari Mandala II Kecamatan Medan Denai
Tahun 2008... 44 4.8. Distribusi Responden Menurut Tingkat Kebisingan dan
Perubahan Tekanan Darah Diastolik pada Lingkungan XIV Kelurahan Tegal Sari Mandala II Kecamatan Medan Denai
Tahun 2008... 45 4.9. Distribusi Responden Menurut Tingkat Getaran dan Perubahan
Tekanan Darah Sistolik pada Lingkungan XIV Kelurahan
Tegal Sari Mandala II Kecamatan Medan Denai Tahun 2008... 46 4.10. Distribusi Responden Menurut Tingkat Getaran dan Perubahan
Tekanan Darah Diastolik pada Lingkungan XIV Kelurahan
Tegal Sari Mandala II Kecamatan Medan Denai Tahun 2008... 47 4.11. Distribusi Responden Menurut Kebiasaan Merokok dan
Perubahan Tekanan Darah Sistolik pada Lingkungan XIV Kelurahan Tegal Sari Mandala II Kecamatan Medan Denai
Tahun 2008... 48 4.12. Distribusi Responden Menurut Kebiasaan Merokok dan
Perubahan Tekanan Darah Diastolik Saat Kereta Api Lewat pada Lingkungan XIV Kelurahan Tegal Sari Mandala II
Kecamatan Medan Denai Tahun 2008... 49 4.13. Distribusi Responden Menurut Kebiasaan Mengkonsumsi
Alkohol terhadap Perubahan Tekanan Darah Sistolik pada Lingkungan XIV Kelurahan Tegal Sari Mandala II
Kecamatan Medan Denai Tahun 2008... 50 4.14. Distribusi Responden Menurut Kebiasaan Mengkonsumsi
Alkohol dan Perubahan Tekanan Darah Diastolik pada
Lingkungan XIV Kelurahan Tegal Sari Mandala II Kecamatan Medan Denai Tahun 2008... 51 4.15. Hasil Analisis Bivariat Pengaruh Variabel Independen terhadap
Perubahan Tekanan Darah Sistolik dan Diastolik pada
Lingkungan XIV Kelurahan Tegal Sari Mandala II Kecamatan
4.16. Hasil Analisis Regresi Logistik Ganda Pengaruh Kebisingan dan Getaran terhadap Perubahan Tekanan Darah Sistolik pada Lingkungan XIV Kelurahan Tegal Sari Mandala II
Kecamatan Medan Denai Tahun 2008... 53 4.17. Hasil Analisis Regresi Logistik Ganda Pengaruh Tingkat
Kebisingan dan Getaran terhadap Perubahan Tekanan Darah Diastolik pada Lingkungan XIV Kelurahan Tegal Sari
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1 Kuesioner Penelitian... ... 70
2 Hasil Analisis Pengolahan Data Penelitian... 73
3 Sertifikat Calibration Vibration Meter ... 98
4 Sertifikat Kalibrasi Sound Level Meter ... 99
5 Sertifikat Kalibrasi Mercury Sphygmomanometer... 100
6 Surat Keterangan Pemeriksaan Alat Timbangan Pegas Kep 130 Kg. Dan Alat ukur Tinggi Badan... 101
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Persaingan pada era globalisasi menuntut bahwa setiap kegiatan harus memperhatikan aspek lingkungan hidup. Landasan pembangunan nasional yang berorientasi global ini menuntut para pemrakarsa maupun pengelola industri, baik industri manufaktur maupun industri jasa untuk mengubah pola pikir serta aspirasi kegiatan usahanya yang kontroversional ke arah bisnis modern yang berwawasan lingkungan yang memperhatikan kesehatan. Disisi lain tantangan dan antisipasi menghadapi era globalisasi dan pasar bebas sudah terasa gejalanya. Semua industri baik sektor pertanian, pengolahan dan jasa perlu melakukan langkah konkret untuk mampu berkompetisi secara lokal, regional maupun internasional (Jusuf dalam Aditama, 2006).
Salah satu jenis transportasi darat yang cukup diminati oleh masyarakat adalah kereta api. Di mana kita ketahui bahwa sebagian kebutuhan mobilisasi penduduk di daerah Ibukota Jakarta dipenuhi oleh jasa kereta api ini. Kereta api merupakan transportasi dengan multi keunggulan komparatif: hemat lahan dan energi, rendah polusi, bersifat massal, adaptif dengan perubahan teknologi, yang memasuki era kompentisi, potensinya diharapkan dapat dimobilisasi dalam skala nasional, sehingga mampu menciptakan keunggulan, kompetisi terhadap produksi dan jasa domestik di pasar global. Dengan tugas pokok dan fungsi memobilisasi arus penumpang dan barang di atas jalan rel, maka kereta api ikut berperan dalam menunjang pertumbuhan ekonomi nasional. Peranan tersebut juga dialami oleh perkeretaapian di Sumatera Utara, di mana selain menjadi alat transportasi penumpang, kereta api juga berpotensi pada pasar pengangkutan barang terutama
Crude Palm Oil (CPO) (PT Kereta Api Indonesia, 2006).
Perkeretaapian tidak saja memberi dampak yang positif bagi masyarakat sekitarnya, tetapi juga kemungkinan dampak negatif berupa pencemaran udara akibat kebisingan dan getaran. Keadaan ini akan sangat mempengaruhi kesehatan masyarakat yang tinggal di sekitar rel kereta api. Fenomena di kota adalah kurangnya lahan untuk tempat tinggal bahkan lahan yang tersedia hanya mampu dimiliki oleh masyarakat pada kalangan ekonomi menengah keatas karena harganya yang cukup mahal, sedangkan bagi masyarakat ekonomi rendah terpaksa memanfaaatkan lahan-lahan sempit seperti daerah pinggiran rel kereta api sebagai tempat tinggal. Maka
jalur rel kereta api, lahan ‘kosong’ dan semacamnya, menjadi sasaran empuk akhirnya menjadi daerah permukiman (Purnomohadi, 2001).
Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan masyarakat dan kenyamanan lingkungan. Sedangkan getaran adalah pergerakan bolak-balik suatu massa/berat melalui keadaan seimbang terhadap suatu titik tertentu (Keputusan MENLH, 1996).
Dampak kebisingan di suatu daerah besar pengaruhnya bagi kesehatan dan kenyamanan hidup masyarakat, hewan ternak maupun satwa liar dan gangguan terhadap ekosistem alam. Bagi kesehatan manusia, kebisingan dapat menimbulkan gangguan pada sistem pendengaran dan pencernaan, stress, sakit kepala, peningkatan tekanan darah serta dapat menurunkan prestasi kerja (Gunarwan, 1992).
Dampak getaran terhadap manusia terutama terjadi pada bagian organ-organ tertentu seperti: dada, kepala, rahang dan persendian lainnya. Di samping rasa ketidaknyamanan yang ditimbulkan oleh goyangan organ seperti ini, menurut beberapa penelitian, telah dilaporkan efek jangka lama yang menimbulkan
orteoartritis tulang belakang (Harrington dan Gill, 2005).
maupun sesudah terjadi kebisingan. Ternyata hasil yang diperoleh dari 18 responden menunjukkan kenaikan tekanan darah pada 13 responden (72 %) (Kryter, 1985).
Keterpaparan terhadap kebisingan dan getaran yang melebihi nilai ambang batas pada kurun waktu yang cukup lama akan berakibat pada gangguan pendengaran ringan dan jika terjadi terus menerus akan menyebabkan ketulian permanen. Selain itu kebisingan juga diduga menimbulkan gangguan emosional yang memicu meningkatnya tekanan darah. Energi kebisingan yang tinggi mampu juga menimbulkan efek viseral, seperti perubahan frekuensi jantung, perubahan tekanan darah dan tingkat pengeluaran keringat, dapat juga terjadi efek psikososial dan psikomotor ringan jika seseorang berada di lingkungan yang bising. Demikian juga dengan getaran yang dapat menimbulkan efek vaskuler dan efek neurologik, meskipun belum ada penelitian atau pengujian yang cukup definitif getaran diduga dapat menyebabkan perubahan atau peningkatan tekanan darah yang pada tingkat tertentu dapat mengakibatkan hipertensi (Harrington dan Gill, 2005).
1.2. Permasalahan
Permasalahan yang timbul akibat kebisingan dan getaran yang berasal dari Kereta Api yang setiap hari melintasi wilayah tempat tinggal masyarakat Lingkungan XV Kelurahan Tegal Sari Medan Denai tentunya sangat berhubungan dengan kenyamanan hidup, permasalahan ini disebabkan kerena adanya suara bising dan getaran yang diakibatkan oleh kereta api yang melintas lebih kurang setiap hari 20 kali dalam sehari, di samping itu juga letak rumah masyarakat dengan rel kereta api sangat dekat yaitu 3 mater sampai 18 meter dari rel kereta api.
Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: apakah ada pengaruh kebisingan dan getaran terhadap perubahan tekanan darah pada masyarakat yang tinggal di pinggiran rel kereta api di Lingkungan XIV Kelurahan Tegal Sari Kecamatan Medan Denai tahun 2008.
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh kebisingan dan getaran terhadap perubahan tekanan darah masyarakat yang tinggal di daerah pinggiran rel kereta api di Lingkungan XIV Kelurahan Tegal Sari Kecamatan Medan Denai tahun 2008.
1.3.2. Tujuan Khusus
2. Menganalisis tingkat getaran yang ditimbulkan oleh kereta api di Lingkungan XIV Kelurahan Tegal Sari Kecamatan Medan Denai tahun 2008.
3. Menganalisis rata-rata tekanan darah masyarakat yang tinggal di daerah pinggiran rel kereta api di Lingkungan XIV Kelurahan Tegal Sari Kecamatan Medan Denai tahun 2008.
4. Menganalisis pengaruh kebisingan kereta api terhadap perubahan tekanan darah pada masyarakat di Lingkungan XIV Kelurahan Tegal Sari Kecamatan Medan Denai tahun 2008.
5. Menganalisis pengaruh getaran kereta api terhadap perubahan tekanan darah pada masyarakat di Lingkungan XIV Kelurahan Tegal Sari Kecamatan Medan Denai tahun 2008.
6. Menganalisis pengaruh kebisingan dan getaran terhadap perubahan tekanan darah pada masyarakat di Lingkungan XIV Kelurahan Tegal Sari Kecamatan Medan Denai tahun 2008.
1.4. Hipotesis Penelitian
1. Ada pengaruh kebisingan kereta api terhadap perubahan tekanan darah pada masyarakat di Lingkungan XIV Kelurahan Tegal Sari Kecamatan Medan Denai tahun 2008.
1.5. Manfaat Penelitian
1. Sebagai masukan bagi PT Kereta Api (Persero) Divisi Regional I Sumatera Utara dalam upaya pengembangan serta penanganan yang berhubungan dengan kenyamanan dan kesehatan masyarakat.
2. Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan Kota Medan dalam menyusun kebijakan dan strategi dalam meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat. 3. Sebagai bahan informasi bagi Dinas Tata Kota dalam menyusun perencanaan tata
ruang yang sehat dan nyaman bagi masyarakat yang tinggal di pinggiran rel kereta api.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kebisingan
Bising adalah campuran dari berbagai suara yang tidak dikehendaki ataupun yang merusak kesehatan, saat ini kebisingan merupakan salah satu penyebab
“penyakit lingkungan” yang penting (Slamet, 2006). Sedangkan kebisingan sering
digunakan sebagai istilah untuk menyatakan suara yang tidak diinginkan yang disebabkan oleh kegiatan manusia atau aktifitas-aktifitas alam (Schilling, 1981).
Di bidang elektronik, fisiologi persarafan dan teori komunikasi bising bermakna sebagai tanda-tanda tidak dikenal yang intensitasnya selalu berubah-ubah sepanjang waktu. Perkataan bising kadang-kadang dipakai di bidang suara, tetapi di sini diartikan sebagai sebuah energi akustik pendengaran yang pengaruhnya merugikan secara fisiologi atau psikologi bagi kesejahteraan masyarakat. Ini sesuai dengan definisi bising yang umum yaitu suara yang tidak diinginkan (Kryter, 1985).
Bunyi merupakan perubahan tekanan dalam udara yang ditangkap oleh gendang telinga dan disalurkan ke otak. Tekanan diukur dalam pascal (Pa). Ambang pendengaran manusia diperkirakan 0,00002 Pa. Frekuensi bunyi paling rendah yang dapat dideteksi oleh telinga manusia ialah sekitar 20 Hz dan yang paling tinggi, pada orang muda sampai 18 KHz. Dengan bertambahnya usia, telinga makin kurang peka terhadap frekuensi tinggi. Penggandaan frekuensi akan meningkatkan nada not sebesar satu oktaf. Telinga paling peka terhadap suara antara 500 Hz - 4 kHz, diantaranya 500 Hz – 2 kHz adalah frekuensi bicara. Kecuali nada murni yang tidak lazim, banyak kebisingan terdiri atas banyak frekuensi dan intensitas (Harrington dan Gill, 2005).
Gelombang bunyi adalah gelombang mekanis longitudinal, gelombang bunyi tersebut dapat dijalarkan di dalam benda padat, benda cair dan gas. Partikel-partikel yang mentransmisikan sebuah gelombang seperti itu berosilasi di dalam arah penjalaran gelombang itu sendiri. Ada suatu jangkauan frekuensi yang besar di dalam mana dapat menghasilkan gelombang mekanis longitudinal dan gelombang bunyi adalah dibatasi oleh jangkauan frekuensi yang dapat merangsang telinga dan otak manusia kepada sensasi pendengaran (Halliday, 1990).
Berdasarkan frekuensi, tingkat tekanan bunyi, tingkat bunyi dan tenaga bunyi maka bising dibagi dalam 3 kategori:
1. Occupational noise (bising yang berhubungan dengan pekerjaan) yaitu bising
2. Audible noise (bising pendengaran) yaitu bising yang disebabkan oleh
frekuensi bunyi antara 31,5 – 8.000 Hz.
3. Impuls noise (Impact noise = bising impulsif) yaitu bising yang terjadi akibat
adanya bunyi yang menyentak, misal pukulan palu, ledakan meriam, tembakan bedil.
Banyak pendapat yang mengemukakan tentang definisi kebisingan seperti yang tertulis dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 718/Menkes/Per/XI/1987: Kebisingan adalah terjadinya bunyi yang tidak diinginkan sehingga mengganggu dan atau dapat membahayakan kesehatan. Bising ini merupakan kumpulan nada-nada dengan bermacam-macam intensitas yang tidak diingini sehingga mengganggu ketentraman orang terutama pendengaran (Dirjen P2M dan PLP Depkes RI, 1993).
Sedangkan menurut surat edaran Menteri Tenaga Kerja Transmigrasi dan Koperasi Nomor SE 01/Men/1978: Kebisingan ditempat kerja adalah semua bunyi-bunyi atau suara-suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat produksi di tempat kerja (Rizeddin, dalam Suheryanto, 1994).
2.1.1. Tingkatan Kebisingan
situasi. Kurva bising yang diukur yang terletak dekat di atas pita analisis menyatakan NR kebisingan tersebut (Harrington dan Gill, 2005).
Menurut SK Dirjen P2M dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman Departemen Kesehatan RI Nomor 70-1/PD.03.04.Lp, (Petunjuk Pelaksanaan Pengawasan Kebisingan yang Berhubungan dengan Kesehatan Tahun 1992), tingkat kebisingan diuraikan sebagai berikut:
1. Tingkat kebisingan sinambung setara (Equivalent Continuous Noise Level =Leq) adalah tingkat kebisingan terus menerus (=steady noise) dalam ukuran dBA, berisi energi yang sama dengan energi kebisingan terputus-putus dalam satu periode atau interval waktu pengukuran.
2. Tingkat kebisingan yang dianjurkan dan maksimum yang diperbolehkan adalah rata-rata nilai modus dari tingkat kebisingan pada siang, petang dan malam hari. 3. Tingkat ambien kebisingan (=Background noise level) atau tingkat latar belakang
kebisingan adalah rata-rata tingkat suara minimum dalam keadaan tanpa gangguan kebisingan pada tempat dan saat pengukuran dilakukan, jika diambil nilainya dari distribusi statistik adalah 95% atau L-95.
2.1.2. Jenis-jenis Kebisingan
1. Kebisingan kontinyu yaitu kebisingan dengan spektrum berfrekuensi luas misal:
suara yang timbul oleh kompresor, kipas angin, dapur pijar serta spektrum yang
berfrekuensi sempit contoh: suara gergaji sirkuler, katup gas.
2. Kebisingan terputus-putus misal suara lalu lintas, suara pesawat udara yang
tinggal landas.
3. Kebisingan implulsif (= impact or impulsive noise) seperti: pukulan martil,
tembakan senapan, ledakan meriam dan lain-lain.
2.1.3. Efek-efek Kebisingan
Dampak negatif yang timbul sebagai akibat dari kebisingan adalah efek kesehatan dan non kesehatan. Hal ini dapat terjadi karena telinga tidak diperlengkapi untuk melindungi dirinya sendiri dari efek kebisingan yang merugikan. Bunyi mendadak yang keras secara cepat diikuti oleh reflek otot di telinga tengah yang akan membatasi jumlah energi suara yang dihantarkan ke telinga dalam. Meskipun demikian di lingkungan dengan keadaan semacam itu relatif jarang terjadi. Kebanyakan seseorang yang terpajan pada kebisingan mengalami pajanan jangka lama, yang mungkin intermiten atau terus menerus. Transmisi energi seperti itu, jika cukup lama dan kuat akan merusak organ korti dan selanjutnya dapat mengakibatkan ketulian permanen (Harrington dan Gill, 2005).
yang keras selalu di atas 85 dBA, dapat menyebabkan ketulian sementara. Biasanya ketulian akibat kebisingan terjadi tidak seketika sehingga pada awalnya tidak disadari oleh manusia. Baru setelah beberapa waktu terjadi keluhan kurang pendengaran yang sangat mengganggu dan dirasakan sangat merugikan. Pengaruh-pengaruh kebisingan selain terhadap alat pendengaran dirasakan oleh para pekerja yang terpapar kebisingan keras mengeluh tentang adanya rasa mual, lemas, stres, sakit kepala bahkan peningkatan tekanan darah. Apakah kebisingan dapat menyebabkan perubahan yang menetap seperti penyakit tekanan darah tinggi (Pulat, 1992).
Gangguan kesehatan lainnya selain gangguan pendengaran biasanya disebabkan karena energi kebisingan yang tinggi mampu menimbulkan efek viseral, seperti perubahan frekuensi jantung, perubahan tekanan darah, dan tingkat pengeluaran keringat. Sebagai tambahan, ada efek psikososial dan psikomotor ringan jika dicoba bekerja di lingkungan yang bising (Harrington dan Gill, 2005).
2.1.4. Baku Tingkat Kebisingan
Beberapa negara telah membuat ketentuan tentang NAB dalam undang-undang, seperti di Amerika Serikat, Inggris, Jerman Barat, Yugoslavia dan Jepang menetapkan nilai ambang batas 90 dBA, Belgia dan Brazilia 80 dBA, Denmark, Finlandia, Italia, Swedia, Switzerland dan Rusia 85 dBA (Suheryanto, 1994).
[image:32.612.105.522.269.657.2]Di Indonesia nilai ambang batas kebisingan ditetapkan 85 dBA berdasarkan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Transmigrasi dan Koperasi No. 1/1978. Baku tingkat kebisingan yang diperuntukan kawasan/lingkungan kegiatan sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan No. KEP-48/MENLH/11/1996 adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1. Baku Tingkat Kebisingan
PERUNTUKAN KAWASAN/ LINGKUNGAN KEGIATAN
TINGKAT KEBISINGAN dB(A)
a. Peruntukan Kawasan
1. Perumahan dan Pemukiman 2. Perdagangan dan Jasa
3. Perkantoran dan Perdagangan 4. Ruang Terbuka Hijau
5. Industri
6. Pemerintah dan Fasilitas Umum 7. Rekreasi
8. Khusus:
- Bandar Udara* - Stasiun Kereta Api* - Pelabuhan Laut - Cagar Budaya
b. Lingkungan Kegiatan
1. Rumah sakit atau sejenisnya 2. Sekolah atau sejenisnya 3. Tempat ibadah atau sejenisnya
55 70 65 50 70 60 70 70 60 55 55 55 Keterangan:
2.2. Getaran
Menteri Negara Lingkungan Hidup dalam surat keputusannya mencantumkan bahwa getaran adalah gerakan bolak-balik suatu massa melalui keadaan setimbang terhadap suatu titik acuan, sedangkan yang dimaksud dengan getaran mekanik adalah getaran yang ditimbulkan oleh sarana dan peralatan kegiatan manusia (Kep.MENLH No: KEP-49/MENLH/11/1996).
Pendapat tersebut ditegaskan dalam buku saku Kesehatan dan Keselamatan Kerja dari Sucofindo (2002) yang menyatakan bahwa getaran ialah gerakan
ossillatory/bolak-balik suatu massa melalui keadaan setimbang terhadap suatu titik
tertentu. Dalam kesehatan kerja, getaran yang terjadi secara mekanis dan secara umum terbagi atas:
a. Getaran seluruh badan, b. Getaran tangan-lengan.
Besaran getaran dinyatakan dalam akar rata-rata kuadrat percepatan dalam satuan meter per detik (m/detik2 rms). Frekuensi getaran dinyatakan sebagai putaran per detik (Hz). Getaran seluruh tubuh biasanya dalam rentang 0,5 – 4,0 Hz dan tangan-lengan 8-1000 Hz (Harrington dan Gill, 2005).
Vibrasi atau getaran, dapat disebabkan oleh getaran udara atau getaran mekanis misalnya mesin atau alat-alat mekanis lainnya, oleh sebab itu dapat dibedakan dalam 2 bentuk:
2. Vibrasi karena getaran mekanis mengakibatkan timbulnya resonansi/turut bergetarnya alat-alat tubuh dan berpengaruh terhadap alat-alat tubuh yang sifatnya mekanis pula (Gabroel, 1996).
Penjalaran vibrasi mekanik melalui sentuhan/kontak dengan permukaan benda yang bergerak, sentuhan ini melalui daerah yang terlokasi (tool hand vibration) atau seluruh tubuh (whole body vibration). Bentuk tool hand vibration merupakan bentuk yang terlazim di dalam pekerjaan.
Efek getaran terhadap tubuh tergantung besar kecilnya frekuensi yang mengenai tubuh:
3 – 9 Hz : Akan timbul resonansi pada dada dan perut.
6 – 10 Hz : Dengan intensitas 0,6 gram, tekanan darah, denyut jantung, pemakaian O2 dan volume perdenyut sedikit berubah. Pada intensitas 1,2 gram terlihat banyak perubahan sistem peredaran darah.
10 Hz : Leher, kepala, pinggul, kesatuan otot dan tulang akan beresonansi.
13 – 15 Hz : Tenggorokan akan mengalami resonansi.
2.2.1. Jenis Getaran
2.2.1.1.Getaran seluruh tubuh
Getaran seluruh tubuh biasanya dialami pengemudi kendaraan; traktor, bus, helikopter, atau bahkan kapal. Efek yang timbul tergantung kepada jaringan manusia, seperti: (Sucofindo, 2002)
a. 3 – 6 Hz untuk bagian thorax (dada dan perut), b. 20-30 Hz untuk bagian kepala,
c. 100-150 Hz untuk rahang.
Di samping rasa tidak ketidaknyamanan yang ditimbulkan oleh goyangan organ seperti ini, menurut beberapa penelitian, telah dilaporkan efek jangka lama yang menimbulkan orteoartritis tulang belakang (Harrington dan Gill, 2005).
2.2.1.2.Getaran tangan-lengan
Getaran jenis ini biasanya dialami oleh tenaga kerja yang diperkerjakan pada: a. Operator gergaji rantai,
b. Tukang semprot, potong rumput, c. Gerinda,
d. Penempa palu.
Menurut buku saku K3 Sucofindo tahun 2002 efek getaran pada tangan ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
Efek getaran pada tangan lengan ini lebih mudah dijelaskan daripada menguraikan patofisiologisnya. Efek ini disebut sebagai sindroma getaran tangan lengan (Hand Vibration Arm Syndrome = HVAS) yang terdiri atas:
a. Efek vaskuler-pemucatan episodik pada buku jari ujung yang bertambah parah pada suhu dingin (fenomena raynaud),
b. Efek neurologik-buku jari ujung mengalami kesemutan total dan baal. Efek bersifat progresif apabila pemajanan terhadap alat bergetar berlanjut dan menyebabkan, dalam kasus yang parah, gangren. Aneka klasifikasi dan tahapan HVAS sudah dirumuskan. Yang terakhir ialah Modifikasi Stockholm (1987) menurut skala Taylor and Elmear (1974) seperti ditampilkan dalam tabel berikut:
Tabel 2.2. Klasifikasi Stockholm Dua Tahap untuk Sindroma Getaran Tangan Lengan (a) Tahapan Fenomena Raynaud Akibat Dingin
Tahapan Derajat Uraian
0 1
2
3
4
Ringan
Sedang
Berat
Sangat berat
Tidak ada serangan
Serangan sekali-sekali hanya pada satu ujung jari atau lebih
Serangan sekali-sekali pada falang distal dan tengah (jarang juga proksimal) dari satu jari atau lebih
Serangan sering pada semua falang dari sebagian besar jari
Seperti pada tahap 3, dengan perubahan tropik kulit pada sebagian besar jari
[image:36.612.110.537.216.636.2]kebaalan, kesemutan dan perubahan warna dapat dinilai secara terpisah (Harrington dan Gill, 2005).
2.2.2. Baku Tingkat Getaran
Baku tingkat getaran adalah batas maksimal tingkat getaran yang diperbolehkan dari usaha atau kegiatan pada media padat sehingga tidak menimbulkan gangguan terhadap kenyamanan dan kesehatan serta keutuhan bangunan. Begitu juga dengan batas maksimal tingkat getaran kereta api seyogyanya tidak akan mengganggu terhadap kenyamanan dan kesehatan masyarakat sekitarnya, disaat kereta api lewat getaran yang dirasakan harus dalam taraf tidak mengganggu, sehingga tetap menjamin kenyamanan. Penetapan baku tingkat getaran ini telah diatur dalam suatu Surat Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. KEP-49/MENLH/11/1996 sebagai berikut:
Tabel 2.3. Baku Tingkat Getaran untuk Kenyamanan dan Kesehatan
Nilai Tingkat Getaran, dalam Mikron (10-6 meter) Frekuensi
(Hz) Tidak
Mengganggu
Mengganggu Tidak Nyaman
Sumber: Himpunan Peraturan di Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan Konversi:
percepatan = (2ðf)2 x simpangan kecepatan = 2ðf x simpangan ð = 3,14
2.3. Tekanan Darah
Tekanan darah adalah menunjukkan keadaan di mana tekanan yang dikenakan oleh darah pada pembuluh arteri ketika darah dipompa oleh jantung ke seluruh anggota tubuh, dengan kata lain tekanan darah juga berarti kekuatan yang dihasilkan oleh darah terhadap setiap satuan luas dinding pembuluh (Guyton dan Hall, 1997).
Tekanan darah juga sering disebut sebagai suara di mana detak jantung pertama kali didengar dengan bantuan alat stetoskop. Tekanan darah dapat dilihat dengan mengambil dua ukuran dan biasanya ditunjukkan dengan angka seperti berikut: 120/80 mmHg, angka 120 mmHg menunjukkan tekanan pada pembuluh arteri ketika jantung berkontraksi, yang biasa disebut tekanan darah sistolik. Angka 80 mmHg menunjukkan ketika jantung sedang berelaksasi disebut tekanan diastolik (Ganong, 1999).
air raksa telah dipakai sebagai rujukan baku untuk pengukuran tekanan darah (Singgih, 1995).
2.3.1. Pengaturan Tekanan Darah
Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa cara sebagai berikut: (Aditama, 2005)
a. Jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya.
b. Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka tidak dapat mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut. Karena itu darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempit daripada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan. Inilah yang terjadi pada usia lanjut, di mana dinding arterinya telah menebal dan kaku karena arteriosklerosis. Dengan cara yang sama, tekanan darah juga meningkat pada saat terjadi “vasokonstriksi”, yaitu jika arteri kecil (arteriola)
untuk sementara waktu mengkerut karena perangsangan saraf atau hormon di dalam darah.
c. Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh meningkat, sehingga tekanan darah juga meningkat.
atau menjadi lebih kecil. Penyesuaian terhadap faktor-faktor tersebut dilaksanakan oleh perubahan di dalam fungsi ginjal dan sistem saraf otonom (bagian dari sistem saraf yang mengatur berbagai fungsi secara otomatis).
Sistem saraf simpatis merupakan bagian dari sistem saraf otonom, yang untuk sementara waktu berfungsi untuk: (Aditama, 2005)
a. Meningkatkan tekanan darah selama respon fight-or-flight (reaksi fisik tubuh terhadap ancaman dari luar).
b. Meningkatkan kecepatan dan kekuatan denyut jantung, juga mempersempit sebagian besar arteiola, tetapi memperlebar arteriola di daerah tertentu (misalnya otot rangka, yang memerlukan pasokan darah yang lebih banyak). c. Mengurangi pembuangan air dan garam oleh ginjal, sehingga akan
meningkatkan volume darah dalam tubuh.
d. Melepaskan hormon epinefrin (adrenalin) dan norepinefrin (noradrenalin), yang merangsang jantung dan pembuluh darah.
2.3.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tekanan Darah
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tekanan darah yaitu (Kozier, 1987):
a. Usia.
b. Latihan.
Latihan fisik meningkatkan Cadiac output oleh karena itu meningkatkan tekanan darah.
c. Emosi dan stres fisik.
Emosi, kecemasan, rasa takut, stres fisik dan rasa sakit dapat meningkatkan tekanan darah oleh karena rangsangan terhadap saraf simpatis menghasilkan peningkatan cardiac output dan vasokonstruksi arteri.
d. Obesitas adalah massa tubuh (body mass) yang meningkat disebabkan jaringan lemak yang jumlahnya berlebihan, jaringan ini meningkatkan kebutuhan metabolik dan konsumsi oksigen secara menyeluruh sehingga curah jantung bertambah untuk memenuhi kebutuhan metabolik yang lebih tinggi, berat badan yang semakin tinggi akan mempunyai kecenderungan tekanan darahnya semakin tinggi juga (Basha, 1994).
e. Merokok
Nikotin menyebabkan kenaikan tekanan arteri dan denyut jantung oleh beberapa mekanisme: (Kaplan dan Norman, 1996):
a. Nikotin merangsang pelepasan epinetrin lokal dari saraf adrenergik dan meningkat sekresi katekolamin dari modula adrenalis dan dari jaringan kromafin di jantung.
b. Nikotin bekerja pada kemoreseptor di glomus caroticus dan glomera aotica yang menyebabkan peningkatan denyut jantung dan tekanan arteri.
c. Nikotin bekerja langsung pada miokardium untuk menginduksi efek inotropik dan kronotropik positif.
Menurut pendapat Singgih (1995) nikotin dalam merokok dapat mengakibatkan jantung berdenyut lebih cepat dan penyempitan saluran-saluran nadi sehingga menyebabkan jantung terpaksa memompa dengan lebih kuat untuk memenuhi kebutuhan darah ke seluruh tubuh.
Rokok mengandung nikotin sebagai penyebab ketagihan yang akan merangsang jantung, saraf, otak dan organ tubuh lainnya bekerja tidak normal, nikotin juga merangsang pelepasan adrenalin sehingga meningkatkan tekanan darah, denyut nadi dan tekanan kontraksi otot jantung (Sidabutar dan Wiguno, 1990)
f. Konsumsi alkohol
minuman berakohol dalam jumlah besar dapat meningkatkan tekanan darah (Riyadina, 2002).
Diperkirakan mengkonsumsi alkohol yang berlebihan akan meningkatkan tekanan darah sekitar 5-20 %, dan sudah menjadi kenyataan bahwa dalam jangka panjang akan merusak jantung dan organ-organ lain (Aditama, 2005). g. Minum kopi
Minum kopi yang mengandung kafein disebut dapat menghasilkan perubahan dalam hemodinamik diantaranya dapat meningkatkan tekanan darah (James, 1993).
2.4. Landasan Teori
Bising adalah campuran dari berbagai suara yang tidak dikehendaki ataupun yang merusak kesehatan, saat ini kebisingan merupakan salah satu penyebab
“Penyakit Lingkungan” yang penting (Slamet, 2006).
Dampak kebisingan di suatu daerah besar pengaruhnya bagi kesehatan dan kenyamanan hidup masyarakat, hewan ternak maupun satwa liar dan gangguan terhadap ekosistem alam (Gunarwan, 1992).
Dampak getaran terhadap manusia terutama terjadi pada bagian organ-organ tertentu seperti: dada, kepala, rahang dan persendian lainnya. Di samping rasa ketidaknyamanan yang ditimbulkan oleh goyangan organ seperti ini, menurut beberapa penelitian, telah dilaporkan efek jangka lama yang menimbulkan
orteoartritis tulang belakang. Getaran dapat juga menimbulkan efek vaskuler dan
efek neurologik, meskipun belum ada penelitian atau pengujian yang cukup definitif getaran diduga dapat menyebabkan perubahan atau peningkatan tekanan darah yang pada tingkat tertentu dapat mengakibatkan hipertensi (Harrington dan Gill, 2005).
2.5. Kerangka Konsep
[image:44.612.115.503.279.661.2]Variabel Bebas Variabel Terikat
Gambar 2.1. Kerangka Konsep Kebisingan
Getaran
Perubahan Tekanan Darah
- Kebiasaan merokok
- Konsumsi
minuman alkohol
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian survei deskriptif analitik dengan pendekatan
cross sectional di mana seluruh variabel dalam penelitian ini diukur satu kali pada
saat yang sama dengan tujuan untuk menganalisis pengaruh dari kebisingan dan getaran yang ditimbulkan oleh kereta api terhadap perubahan tekanan darah.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian adalah daerah pemukiman penduduk yang berada di pinggiran rel kereta api di Lingkungan XIV Kelurahan Tegal Sari Kecamatan Medan Denai Kota Medan. Waktu penelitian dimulai bulan Maret sampai dengan Agustus 2008.
3.3. Populasi dan Sampel
Populasi penelitian adalah seluruh penduduk yang tinggal di daerah pinggiran rel kereta api di Lingkungan XIV Kelurahan Tegal Sari Kecamatan Medan Denai Kota Medan tahun 2008. Sampel adalah masyarakat dengan kriteria inklusi sebagai berikut:
2. Tinggal menetap di lokasi penelitian, 3. Tidak mengalami obesitas.
Obesitas diperoleh dari penghitungan Body Mass Index (BMI).
Sesuai dengan kriteria sampel di atas maka besar sampel minimal diambil menggunakan rumus sebagai berikut: (Sastroasmoro dan Ismael, 1995)
20 2 0 P P Q P Z Q P Z n a a a o Keterangan
n = Besar sampel
P0 = Proporsi perubahan tekanan darah pada responden berdasarkan penelitian Ortiz (1974) (P0 = 0,72)
Pa = Proporsi perubahan tekanan darah yang diharapkan dalam penelitian ini (Pa = 0,5)
á = Tingkat kemaknaan (5 % = 0,05)
Zá = Nilai deviasi normal pada á 5 % = 1,96
Zâ = Nilai deviasi normal pada â 20 % = 0,842
Kekuatan uji (power of test) = 1 – â = 1 – 0,2 = 0,8
22 5 , 0 72 , 0 5 , 0 5 , 0 842 , 0 28 , 0 72 , 0 96 , 1 n
22 22 , 0 25 , 0 842 , 0 2016 , 0 96 , 1 n 048 , 0 693 , 1 n 26 , 35
Dari hasil penghitungan besar sampel di atas diperoleh sampel minimal 36 orang dan untuk mengantisipasi terjadinya kekurangan sampel yang disebabkan karena responden tidak dapat memberikan informasi sesuai dengan data yang dibutuhkan (non respon) serta untuk memenuhi kriteria sampel agar dapat menggambarkan populasi yang ada (representatif) maka peneliti mengambil sampel sebesar 50 orang. Adapun metode pengambilan sampel yang dilakukan adalah
random sampling menggunakan tabel random.
3.4. Metode Pengumpulan dan Instrumen Data
3.4.1. Metode Pengumpulan Data
1. Data primer tentang karakteristik responden (berat badan, tinggi badan, pendidikan, pekerjaan dan jenis kelamin), kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, minum kopi, tingkat kebisingan, getaran dan perubahan tekanan darah diperoleh melalui pengukuran langsung terhadap sampel di lokasi penelitian. Sampel yang diambil adalah masyarakat yang tinggal pada jarak dari rel kereta api sebagai berikut:
a. Jarak ≤ 11 meter b. Jarak > 11 meter
3.4.2. Instrumen Penelitian
1. Pemeriksaan tekanan darah diukur menggunakan mercury sphygmomanometer. Merk, Gea Medical Product Conpenhagen, Denmark, Model/Type: 0 – 300 mmHg.
Pengukuran tingkat kebisingan di sekitar rel kereta api dilakukan menggunakan
sound level meter QUESP.2700.
2. Pengukuran getaran dilakukan menggunakan vibration meter QUESP V100. Pendataan mengenai karakteristik responden (jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan) dan kebiasaan responden (merokok, konsumsi alkohol dan minum kopi) dikumpulkan menggunakan kuesioner.
3.5. Definisi Operasional Variabel
Tabel 3.1. Uraian Definisi Operasional Variabel Penelitian, Pengaruh Kebisingan dan Getaran terhadap Perubahan Tekanan Darah
Variabel Definisi Operasional Hasil Ukur Alat Ukur Cara Ukur Skala Kategori
Kebisingan Bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan kereta api dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan masyarakat dan kenyamanan lingkungan atau melebihi nilai ambang batas pendengaran (> 85 desibel)
dBA Sound level
meter.
Pengukuran langsung
Ordinal 0. Sesuai NAB 1. Tdk
Sesuai NAB
Getaran Pergerakan bolak-balik suatu massa/berat melalui keadaan seimbang terhadap suatu titik
tertentu, yang dapat
menimbulkan gangguan
kesehatan dan kenyamanan melebihi nilai ambang batas 9 –
12 Hz
Frek = Hz Percepatan getaran = mm/det
Vibration meter
Pengukuran langsung
Ordinal 0. Sesuai NAB 1. Tidak
[image:48.612.94.550.205.676.2]Lanjutan Tabel 3.1
Perubahan Tekanan Darah
Selisih hasil pengukuran tekanan darah sebelum dan sesudah terpapar oleh kebisingan dan getaran
mmHg Mercury
Sphygmom anometer dan stetoskop Pengukuran langsung
Nominal 0 Tidak Berubah 1 Berubah
Merokok Tindakan responden dalam mengkonsumsi rokok
- Kuesioner Kuesioner Ordinal 0 Tidak Perokok
1 Perokok Minum
alkohol
Tindakan responden dalam
mengkonsumsi minuman
beralkohol
- Kuesioner Kuesioner Ordinal 0. Tidak
Peminum 1. Peminum Minum kopi Kebiasaan responden dalam
mengkonsumsi kafein dalam minuman kopi
- - Kuesioner Ordinal 0. Tidak
Peminum 1. Peminum
3.6. Metode Pengukuran
1. Kebisingan diukur berdasarkan baku tingkat kebisingan yang diperuntukkan kawasan perumahan dan pemukiman sesuai dengan KEP-48/MENLH/11/1996 sebagai berikut: Menentukan titik pengukuran sesuai dengan keakuratan alat ukur yang mewakili pada jarak ≤ 11 meter dari rel kereta api, yaitu:
a. 3 meter dari rel, b. 6 meter dari rel, c. 9 meter dari rel.
Menentukan titik pengukuran yang mewakili pada jarak > 11 meter yaitu: a. 12 meter dari rel,
Pengukuran dengan cara pengambilan data dari setiap kereta api yang melintasi titik pengukuran yang telah ditentukan, waktu pengukuran disesuaikan dengan jadwal keberangkatan dan kedatangan kereta api.
Data akan didapat dari hasil pembacaan alat Sound Level Meter sebanyak 60 data setiap satu kali pengukuran dan data tersebut akan dimasukkan kedalam tabel yang telah dipersiapkan serta dilakukan perhitungan untuk mendapatkan nilai rata-rata tingkat kebisingan.
2. Getaran diukur berdasarkan baku tingkat getaran untuk kenyamanan dan kesehatan sesuai dengan KEP-49/MENLH/11/1996, sebagai berikut: Menentukan titik pengukuran sesuai dengan kemampuan sensitivitas alat ukur untuk mewakili pada jarak ≤ 11 meter yaitu:
a. 3 meter dari rel, b. 6 meter dari rel, c. 9 meter dari rel.
Menentukan titik pengukuran yang mewakili pada jarak > 11 meter, yaitu: a. 12 meter dari rel,
b. 15 meter dari rel, c. 18 meter dari rel.
Waktu pengukuran disesuaikan degan jadwal keberangkatan dan kedatangan kereta api.
[image:50.612.123.527.233.602.2]yang telah dipersiapkan serta dilakukan perhitungan untuk mendapatkan nilai rata-rata tingkat getaran.
3. Pengukuran tekanan darah responden dilakukan dengan cara:
1. Pengukuran dilakukan oleh tenaga medis, pengukuran pertama sebelum kereta api melintasi wilayah pemukiman masyarakat, pengukuran dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali dalam keadaan responden duduk dan tenang (Singgih, 1995),
2. Pengukuran kedua dilakukan pada saat kereta api melintasi pemukiman masyarakat, pengukuran dilakukan responden dalam keadaan duduk dan dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali,
3. Perubahan tekanan darah, jika terjadi penambahan atau pengurangan tekanan darah ± 10 mmHg (Soeripto, 1994).
4. Kebiasaan merokok diukur dengan wawancara dengan kategori: 1. Tidak Merokok,
2. Merokok.
5. Konsumsi minuman alkohol dengan wawancara dengan kategori: 1. Tidak minum alkohol,
2. Minum alkohol.
6. Minum kopi diukur dengan wawancara dengan kategori: 1. Tidak minum kopi,
7. Mengukur tinggi badan dengan menggunakan alat ukur tinggi badan model Idass-Seca/120x1322x34 mm. Metode pengukuran dilakukan dalam keadaan berdiri tegak tanpa menggunakan alas kaki.
Mengukur berat badan dengan menggunakan timbangan pegas kapasitas 130 kg model BR.2016. dengan cara berdiri di atas timbangan tanpa ada beban, kemudian menetapkan BMI dengan rumus BB/TB² sesuai nomogram (Bray, 1973 dalam Kaplan dan Jeremiah, 1996), dengan ketentuan bagi wanita diantara 24-30 dan pria 25-30 dan di atas 30 adalah obesitas.
3.7. Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh diolah melalui proses editing dan coding dengan bantuan komputer menggunakan program pengolahan data statistik sebagai berikut:
1. Analisis Univariat
Analisis ini dilakukan secara deskriptif dengan distribusi frekuensi terhadap variabel-variabel yang meliputi: kebisingan, getaran, tekanan darah, kebiasaan merokok, kebiasaan mengkonsumsi minuman alkohol, minum kopi, serta tekanan darah untuk melihat gambaran karakteristik responden.
2. Analisis Bivariat
Untuk melihat pengaruh antara variabel bebas dengan terikat digunakan uji
3. Analisis Multivariat
Untuk melihat variabel bebas secara bersama-sama terhadap variabel terikat
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1. Sejarah PT. Kereta Api Divisi Regional Sumatera Utara
Perkembangan kereta api di Indonesia khususnya di Sumatera Utara terus menerus mengalami perubahan terutama setelah Indonesia dijajah Jepang. Di daerah Jawa jaringan kereta api berada di bawah koordinasi angkutan darat Jepang dengan Rikuyu Kokuyu yang kemudian berganti nama menjadi Tetsudo Kyku dengan kantor pusat di Bandung. Perubahan selanjutnya terjadi setelah Jepang dikalahkan sekutu tahun 1945. Pada saat inilah menjadi momen penting terutama karena secara bertahap aktivitas kereta api di Indonesia mulai dikelola oleh Pemerintah Indonesia.
Melalui beberapa tahapan maka pada tahun 1999 perusahaan umum kereta api berubah menjadi PT. Kereta Api (Persero) Sumatera Utara (SUMUT) berdasarkan Surat Keputusan No. 19 Tahun 1998 dan mulai diberlakukan pada tanggal 1 Juni 1999. Selanjutnya PT. Kereta Api (Persero) SUMUT terus menerus melakukan pengembangan baik dalam hal pelayanan maupun pembangunan lintasan-lintasan kereta api dengan tujuan untuk meningkatkan kepuasan pelanggan.
yang dirasakan saat ini masih memerlukan pembenahan di segala bidang untuk menjadikan kereta api terpercaya sebagai sarana transportasi utama.
4.2. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Lingkungan XIV berada di wilayah pemerintahan Kota Medan yaitu di Kecamatan Tegal Sari Kecamatan Medan Denai, yang mempunyai 420 kepala keluarga, di mana seluruh masyarakat lingkungan tersebut mayoritas menganut agama Kristen dengan beragam mata pencaharian, terdiri dari karyawan swasta, peternak, dan pedagang.
Masyarakat lingkungan XIV seluruhnya tinggal dan menetap di sepanjang pinggiran rel Kereta Api yang menuju arah Medan - Tanjung Balai pada kilometer 5 dari arah Medan.
Masyarakat yang tinggal di pinggiran rel kereta api menempati tanah milik PT. Kereta Api (Persero) Divisi Regional Sumut, sedangkan jarak rumah masyarakat dengan rel kereta api berkisar antara 3 meter sampai 18 meter.
4.3. Analisis Univariat
4.3.1. Distribusi Karakteristik Responden
tentang berbagai karakteristik responden yang meliputi: umur, jenis kelamin, jarak rumah penduduk dengan rel kereta api, sebagaimana pada tabel berikut:
Tabel 4.1. Distribusi Responden Menurut Karakteristik Responden di Kelurahan Tegal Sari Mandala II Kecamatan Medan Denai Tahun 2008
Karakteristik Jumlah Persentase
Umur
21 - 27 28 – 34 35 - 43
14 14 22
28,0 28,0 44,0
Total 50 100,0
Jenis Kelamin
Laki-laki Perempuan
17 33
34,0 66,0
Total 50 100,0
Jarak Rumah dengan Rel Kereta Api
< 11 meter > 11 meter
22 28
44,0 56,0
Total 50 100,0
[image:56.612.119.542.220.621.2]kelompok umur antara 21 – 27 tahun masing-masing sebanyak 14 orang (28%). Responden yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 33 orang (66%) sedangkan 17 orang (36%) yang berjenis kelamin laki-laki. 28 (56%) responden tinggal pada jarak > 11 meter dari rel kereta api dan yang tinggal pada jarak < 11 meter dari rel kereta api sebanyak 22 orang (44%). Berdasarkan tabel di atas ternyata mayoritas responden berumur 35 – 43 tahun (44%), jenis kelamin perempuan (66%) dan jarak rumah dengan rel pada jarak > 11 meter (56%).
4.3.2. Gambaran Tingkat Kebisingan
Pengukuran kebisingan kereta api dilakukan pada jarak yang telah ditentukan yaitu 3 meter, 6 meter, 9 meter, 12 meter, 15 meter, dan 18 meter. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan selain dikarenakan tingkat sensitivitas alat ukur, juga berdasarkan pendugaan bahwa tingkat kebisingan dan intensitas getaran biasanya masih tetap sama pada jarak 3 meter sehingga dalam penelitian ini interval jarak pengukuran adalah 3 meter.
Tabel 4.2. Hasil Pengukuran Tingkat Kebisingan pada Lingkungan XIV Kelurahan Tegal Sari Mandala II Kecamatan Medan Denai Tahun 2008
Jarak Tingkat Kebisingan (dB A)
Rata-rata NAB (dB A)
3 m 108,75
6 m 98,00
Jarak < 11 meter
9 m 94,60
100,45
12 m 91,05
15 m 83,35
Jarak > 11 meter
18 m 78,75
84,38
Tabel 4.2 di atas menunjukkan bahwa semakin jauh jarak antara tempat tinggal penduduk dengan rel kereta api maka akan semakin rendah kebisingan yang ditimbulkan, namun demikian dapat dilihat bahwa pada jarak 12 meter (91,05 dB A) tingkat kebisingan yang ditimbulkan masih melebihi nilai ambang batas kebisingan yaitu 85 dB A.
4.3.3. Gambaran Intensitas Getaran
Berdasarkan hasil pengukuran intensitas getaran yang dihasilkan oleh kereta api barang dan kereta api penumpang di lingkungan XIV Kelurahan Tegal Sari Mandala II maka diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 4.3. Hasil Pengukuran Tingkat Intensitas Getaran dengan Frekuensi 63 Hz pada Lingkungan XIV Kelurahan Tegal Sari Mandala II Kecamatan Medan Denai Tahun 2008
Jarak Intensitas Getaran (ì)
Rata-Rata NAB (ì)
3 m 7,00
6 m 6,73
Jarak < 11 meter
9 m 6,35
6,69
12 m 5,96
15 m 5,73
Jarak > 11 meter
18 m 5,49
5,73
6,00
[image:58.612.114.534.288.617.2]pada jarak kurang dari 11 meter maupun lebih dari 11 meter. Getaran yang timbul melebihi Nilai Ambang Batas dapat mengganggu dalam arti tidak nyaman atau bahkan menyakitkan bagi seseorang yang mengalaminya. Hal ini sesuai dengan KEP-49/MENLH/11/1996 bahwa untuk frekuensi 63 Hz tingkat getaran yang aman adalah < 6 mikron.
4.3.4. Distribusi Responden Menurut Kebiasaan Merokok, Konsumsi Alkohol dan Konsumsi Kopi
Berdasarkan hasil penelitian mengenai kebiasaan merokok, konsumsi alkohol dan konsumsi kopi pada responden dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Menurut Kebiasaan Merokok, Mengkonsumsi Alkohol, dan Minum Kopi di Kelurahan Tegal Sari Mandala II Kecamatan Medan Denai Tahun 2008
Variabel Jumlah Persentase
Kebisaan Merokok
Tidak Perokok 35 70,0
Perokok 15 30,0
Total 50 100,0
Kebiasaan Mengkonsumsi Alkohol
Tidak Mengkonsumsi alkohol 32 64,0
Mengkonsumsi alkohol 18 36,0
Total 50 100,0
Kebiasaan Minum Kopi
Tidak Minum kopi 50 100,0
Minum kopi 0 0
[image:59.612.125.509.344.615.2]Pada Tabel 4.4 menunjukkan bahwa kebiasaan responden 30,0% merokok, 36,0% mengkonsumsi alkohol dan tidak ada responden yang meminum kopi.
4.3.5. Gambaran Tekanan Darah Responden
Hasil pengukuran perubahan dan rata-rata tekanan darah terhadap 50 responden di Lingkungan XIV Kelurahan Tegal Sari Mandala II dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Menurut Perubahan Tekanan Darah Sistolik dan Diastolik pada Lingkungan XIV Kelurahan Tegal Sari Mandala II Kecamatan Medan Denai Tahun 2008
Variabel Frekuensi Persentase
Perubahan Tekanan Darah Sistolik
Tidak Berubah 30 60,0
Berubah 20 40,0
Total 50 100,0
Perubahan Tekanan Darah Diastolik
Tidak Berubah 36 72,0
Berubah 14 28,0
Total 50 100,0
[image:60.612.119.521.266.500.2]Tabel 4.6. Distribusi Responden Menurut Rata-rata Tekanan Darah Sistolik dan Diastolik pada Lingkungan XIV Kelurahan Tegal Sari Mandala II Kecamatan Medan Denai Tahun 2008
Variabel Rata-rata (mm Hg )
Jumlah
Tekanan darah Sistolik
Tekanan Sistolik sebelum KA lewat 120,20 50 Tekanan Sistolik saat KA lewat 124,40 50
Selisih Sistol 1 dan 2 4,20 50
Tekanan Darah Diastolik
Tekanan Diastolik sebelum ka lewat 82,00 50 Tekanan Diastolik saat KA lewat 84,80 50
Selisih Diastol 1 dan 2 2,80 50
4.4. Analisis Bivariat
4.4.1. Pengaruh Kebisingan terhadap Perubahan Tekanan Darah
Analisis bivariat dilakukan untuk mencari pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Pengujian ini menggunakan uji chi-square. Dikatakan ada pengaruh yang bermakna secara statistik jika diperoleh nilai p< 0,05.
4.4.2. Pengaruh Kebisingan terhadap Perubahan Tekanan Darah Sistolik
Hasil analisis pengaruh kebisingan terhadap perubahan tekanan darah sistolik dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.7. Distribusi Responden Menurut Tingkat Kebisingan dan Perubahan Tekanan Darah Sistolik pada Lingkungan XIV Kelurahan Tegal Sari Mandala II Kecamatan Medan Denai Tahun 2008
Perubahan Tekanan Darah Sistolik
Tidak Berubah
Berubah Total p
Tingkat Kebisingan
n % n % n %
Sesuai dengan NAB 19 90,5 2 9,5 21 100,0
Tidak Sesuai dengan NAB
11 37,9 18 62,1 29 100,0
Total 30 60,0 20 40,0 50 100,0
0,001
[image:62.612.122.528.329.537.2]0,001< á (0,05) dengan demikian ada pengaruh antara kebisingan terhadap perubahan tekanan darah sistolik.
4.4.3. Pengaruh Kebisingan terhadap Perubahan Tekanan Darah Diastolik
Pengaruh kebisingan terhadap perubahan tekanan darah diastolik dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.8. Distribusi Responden Menurut Tingkat Kebisingan dan Perubahan Tekanan Darah Diastolik pada Lingkungan XIV Kelurahan Tegal Sari Mandala II Kecamatan Medan Denai Tahun 2008
Perubahan Tekanan Darah Diastolik
Tidak Berubah Berubah
Total p
Tingkat Kebisingan
n % n % n %
Sesuai NAB 19 90,5 2 9,5 21 56,0 Tidak Sesuai
NAB
17 58,6 12 41,4 29 100,0
Total 36 72,0 14 28,0 50 100,0
0,031
[image:63.612.115.525.248.522.2]4.4.4. Pengaruh Intensitas Getaran terhadap Perubahan Tekanan Darah
4.4.4.1.Pengaruh intensitas getaran terhadap perubahan tekanan darah sistolik
Hasil analisis terhadap variabel getaran terhadap perubahan tekanan darah sistolik dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.9. Distribusi Responden Menurut Tingkat Getaran dan Perubahan Tekanan Darah Sistolik pada Lingkungan XIV Kelurahan Tegal Sari Mandala II Kecamatan Medan Denai Tahun 2008
Perubahan Tekanan Darah Sistolik
Berubah Tidak Berubah
Total p
Tingkat Getaran
n % n % n %
Tidak Sesuai NAB 20 54,1 17 45,9 37 100,0
Sesuai NAB 0 0,0 13 100,0 13 100,0
Total 20 40,0 30 60,0 50 100,0
0,001
Pada Tabel 4.9 menunjukkan bahwa dari 37 responden yang bertempat tinggal di daerah dengan tingkat getaran tidak sesuai NAB 20 orang (54,1%) mengalami perubahan tekanan darah sistolik pada saat kereta api lewat, dan dari 13 responden yang bertempat tinggal di daerah dengan tingkat getarannya sesuai NAB tidak ada yang mengalami perubahan tekanan darah sistolik. Hasil uji statistik terlihat nilai p 0,002 < á (0,05), artinya ada pengaruh getaran terhadap perubahan tekanan darah sistolik.
4.4.4.2.Pengaruh getaran terhadap perubahan tekanan darah diastolik
[image:64.612.113.528.252.540.2]Tabel 4.10. Distribusi Responden Menurut Tingkat Getaran dan Perubahan Tekanan Darah Diastolik pada Lingkungan XIV Kelurahan Tegal Sari Mandala II Kecamatan Medan Denai Tahun 2008
Perubahan Tekanan Darah Diastolik
Tidak Berubah
Berubah Total p
Tingkat Getaran
n % n % n %
Sesuai NAB 31 88,6 4 11,4 35 100,0
Tidak Sesuai NAB 5 33,3 10 66,7 15 100,0
Total 36 72,0 14 28,0 50 100,0
0,000
Tabel 4.10 menunjukkan bahwa dari 35 responden yang bertempat tinggal di daerah dengan tingkat getaran yang sesuai NAB, sebanyak 4