• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN HISTORIS MASUK DAN BERKEMBANGNYA ISLAM DI TELUK BETUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TINJAUAN HISTORIS MASUK DAN BERKEMBANGNYA ISLAM DI TELUK BETUNG"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

TINJAUAN HISTORIS MASUK DAN BERKEMBANGNYA ISLAM DI TELUK BETUNG

INTISARI

Oleh : Zafran Febriadi

Kedatangan Islam di Teluk Betung pada mulanya terjadi di wilayah pesisir. Wajar saja dikarenakan pelabuhan alam Teluk Betung sejak masa lampau telah dikenal sebagai pusat perdagangan. Manakala terdapat penduduk yang telah memeluk Islam, maka lambat laun Islam mulai tersebar ke segala lapisan masyarakat. Hal ini disebabkan ajaran Islam yang menyatakan bahwa sampaikanlah ajaran Islam walaupun hanya satu ayat. Atas dasar ajaran tersebut, maka dakwah Islamiyah terus menerus terjalin antara orang satu dan yang lainnya, dari satu tempat ke tempat lainnya.

Berdasarkan uraian tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah proses masuknya Islam di Teluk Betung ?. Serta, apa pola pengembangan ajaran Islam di Teluk Betung ?. Tujuan dari penelitan ini adalah untuk mengetahui proses masuknya Islam dan pola pengembangan ajaran Islam di Teluk Betung. Metode penelitian ini menggunakan metode historis. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik dokumentasi dan kepustakaan. Sedangkan teknik analisis data dalam penelitan ini adalah teknik analisis data kualitatif.

(4)
(5)
(6)
(7)
(8)

DAFTAR ISI

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, PARADIGMA A. Tinjauan Pustaka ... 8

6. Konsep Pengembangan Ajaran Islam ... 13

(9)

1. Kepustakaan ... 20

1. Periode Awal Masuknya Islam di Teluk Betung ... 38

2. Jalur Masuknya Islam di Teluk Betung ... 39

3. Sebab Masuknya Islam di Teluk Betung ... 40

4. Pembawa dan penerima Islam pertama di Teluk Betung ... 41

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Peta lokasi peninggalan sejarah Islam di Teluk Betung... 90

2. Peta Kota Bandar Lampung ... 3. Masjid Jami Al Anwar sebelum di renovasi pada akhir abad XIX ... 89

4. Meriam peninggalan portugis di Masjid Jami Al Anwar ... 90

5. Koleksi buku kuno di Masjid Jami Al Anwar ... 91

6. Pintu tua di Masjid Jami Al Anwar ... 92

7. Tiang utama didalam Masjid Jami Al Anwar ... 93

8. Al qur-an kuno di Masjid Jami Al Anwar ... 94

9. Menara Masjid Jami Al Anwar ... 95

10.Makam Penyebar Agama Islam di gunung Kunyit ... 96

11.Silsilah keluarga Daeng Muhammad Soleh ... 97

12.Silsilah keluarga Daeng Muhammad Ali ... 98

13.Makam Daeng Muhammad Soleh ... 99

14.Tanda kebesaran Tumenggung Muhammad ... 100

15.Makam Tubagus Machdum ... 101

16.Makam Tubagus Yahya ... 102

17.Makam kerabat Tubagus Yahya ( euyem ) ... 103

18.Rumah adat di kampung Negeri Olok Gading ... 104

19.Rumah Adat Kebandaran Balak Marga Teluk Betung ... 105

20.Peninggalan Pangeran Pemuka di Lamban Balak ... 106

21.Kopiah dan sarung peninggalan Pangeran Pemuka ... 107

(11)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sejak tahun pertama masehi, Lampung telah dihuni oleh manusia. Hal ini dibuktikan

dengan berbagai peninggalan yang tersebar diberbagai wilayah Lampung. Meskipun

tidak dapat diketahui secara pasti kapan masa prasejarah berakhir, namun dengan

prasasti, patung dan peninggalan lain serta adat-istiadat yang masih tertinggal dalam

tradisi masyarakat dapat diperkirakan bahwa masa prasejarah berakhir dengan

masuknya pengaruh Hindu-Budha di Lampung ( Depdikbud Kanwil Propinsi

Lampung, 1997 : 1 ).

Masuknya pengaruh Hindu-Budha di Lampung menyebabkan masyarakat Lampung

mulai meninggalkan kepercayaan animisme dan dinamisme. Puncak penyebaran

agama Hindu di Lampung ditandai dengan berdirinya Kerajaan Tulang Bawang.

Menurut sumber Cina dari dinasti Han dapat diketahui bahwa kerajaan Tulang

Bawang berdiri sekitar abad VII ( Depdikbud Kanwil Propinsi Lampung, 1997 : 17 ).

Selain terdapat masyarakat Lampung yang memeluk agama Hindu, adapula

masyarakat Lampung yang memeluk agama Budha akibat dari pengaruh Kerajaan

Sriwijaya. Pasca runtuhnya Kerajaan Sriwijaya pada tahun 1377 M, kekuasaan di

Sumatera dipegang oleh Maharaja Adityawarman. Sejak itulah masyarakat Lampung

mulai menganut aliran Bhairawa atau agama Budha bercampur Hindu Sywa (

(12)

2 Bukti- bukti bahwa orang Lampung sebagai penganut aliran Bhairawa, yakni dalam hal

adat wanita Lampung yang beradat pepadun marga jika akan pergi ke sesat, sebelum

menaiki kereta, maka yang digunakan untuk tumpuan kaki ialah orang yang tidur

bertelentang, mirip arca Adityawarman. Adat orang Lampung jika akan menghapus malu,

maka harus menganiaya diri sendiri atau orang lain sampai mati ( Depdikbud Kanwil

Propinsi Lampung, 1997 : 36 ). Orang yang dibunuh demikian disebut irawan.

Pengorbanan seperti ini merupakan pengaruh Hindu yang terkandung dalam kitab

Bharatayudha. Mengenai irawan dapat dibuktikan dari peninggalan berupa batu

kepampang di Kenali yang digunakan sebagai tempat pemotongan kepala orang yang

bersalah dan makam bujang gadis di Wonosobo, Lampung Selatan ( Dewan Harian

Daerah Angkatan’45, 1990 : 37 ).

Peninggalan berbentuk fisik atau kebendaan pada masa Hindu-Budha di Lampung, di

antaranya batu bersurat atau dikenal dengan nama prasasti, seperti prasasti Palas

Pasemah, Harakuning, Batu Bedil dan Ulu Belu ( Dewan Harian Daerah Angkatan’45,

1990 : 42 ). Peninggalan Hindu-Budha lainnya, yakni berupa arca dan reruntuhan candi,

seperti Arca Lembu Nandi, Arca Ular, Arca Orang, Arca Gajah, Arca Ganesya dan

reruntuhan candi berukuran kecil yang ditemukan tidak jauh dari prasasti Harakuning,

yaitu di dekat danau Ranau dan kampung Kenali ( Depdikbud Kanwil Propinsi Lampung,

1997 : 33 ).

Pada perkembangan berikutnya, pengaruh Hindu-Budha berakhir setelah masuk dan

berkembangnya Islam di Lampung. Periode masuknya Islam di Lampung terjadi sejak

abad XVI, pada masa itu Islam menjadi sebuah kekuatan politik di kesultanan Banten

dengan tokoh utama, yaitu Fatahillah dan putranya yang bernama Sultan Hasanuddin.

Melalui kedua tokoh ini, Islam mulai tersebar ke wilayah pedalaman kesultanan Banten

bahkan menyeberangi selat Sunda ke wilayah Lampung ( Hamka, 1975 : 178 ). Pada

(13)

3 Angkatan’45, 1990 : 44). Ketika berada di Lampung, Fatahillah menikahi putri dari

Minak Raja Jalan Ratu dari Keratuan Pugung yang bernama Puteri Sinar Alam. Dari

pernikahan tersebut, lahirlah Hurairi atau Haji Muhammad Zaka Waliyullah Ratu Darah

Putih dengan gelar Minak Kejala Ratu. Selanjutnya setelah memasuki usia dewasa, Ratu

Darah Putih mendirikan Keratuan Darah Putih di Kuripan ( Depdikbud Kanwil Propinsi

Lampung, 1997 : 45 ).

Masuknya pengaruh Islam di Lampung sejalan dengan upaya kesultanan Banten

menguasai daerah penghasil lada. Lampung yang kaya akan lada dan terletak di

pinggiran selat Sunda sangat penting artinya bagi kesultanan Banten, patut diketahui

bahwa Kesultanan Banten dapat menghasilkan lada tetapi tidak sebanyak Lampung. Oleh

karena itu, Lampung dijadikan sentra penghasil dan penyuplai Lada ke Banten. Setelah

kesultanan Banten berhasil menanamkan pengaruhnya di Lampung, maka dakwah

Islamiyah berjalan dengan lancar. Di Lampung bagian selatan mulai dari Teluk

Semangka hingga Teluk Lampung pengaruh Islam datangnya dari kesultanan Banten (

DHD Angkatan 45 Lampung, 1994 : 53 ).

Telah disinggung sebelumnya bahwa masyarakat pesisir Teluk Lampung menganut ajaran

Islam yang bersumber dari kesultanan Banten. Adapun wilayah pesisir Teluk Lampung

yang dimaksud adalah Kuripan dan Teluk Betung. Kedua daerah ini memiliki keunikan

yang berbeda. Kuripan dikenal dengan Keratuan Darah Putih yang begitu masyhur,

sedangkan Teluk Betung dikenal dengan pelabuhan alamnya yang tersiar hingga

mancanegara. Teluk Betung ditinjau dari sudut geografi dan ekonomi memiliki letak

yang strategis sebagai mata rantai pelayaran dan perdagangan Nusantara bagian barat .

Bentuk administratif Teluk Betung pada masa awal kedatangan Islam belum

diketahui secara pasti dikarenakan minimnya literatur yang ada. Hanya terdapat

(14)

4 perkampungan, yakni Kampung Negeri. Perkampungan ini didirikan oleh Ibrahim

gelar Pangeran Pemuka yang hijrah dari Bengkunat untuk mendirikan wilayah

kedudukan adat di Teluk Betung ( Tambo Kebandaran Balak Marga ).

Keberadaan situs-situs sejarah Islam seperti peninggalan Bandar Balak Marga Teluk

Betung, makam keramat Tubagus Machdum di Kuala, Teluk Betung Selatan, makam

keramat Poeang atau Daeng Haji Mohammad Soleh beserta keturunannya di Gunung

Kunyit, Kelurahan Bumi Waras, Teluk Betung Selatan dan makam keramat Tubagus

Yahya di Lempasing, Kahuripan, Teluk Betung Barat, memberikan petunjuk bahwa

Bandar Balak Marga yang bercirikan Islam telah berdiri sejak abad XVII ( Naskah

Tambo Kebandaran Balak Marga Teluk Betung ). Tubagus Machdum menyebarkan Islam

di Teluk Betung pada abad XVIII ( Naskah Makam Keramat Tubagus Machdum ). Daeng

Mohammad Soleh dan Daeng Mohammad Alie adalah putra dari Kraeng Poeta

Djanggoek dari Keraton Bone, Sulawesi Selatan, menyebarkan Islam di Teluk Betung

pada abad XIX ( R. I Jayaputra, 2008 : 2 ). Kemudian penyebaran Islam dilanjutkan oleh

keturunan Mohammad Soleh dan Daeng Mohammad Alie sehingga pada akhirnya berdiri

sebuah Masjid Jami’ Al Anwar yang merupakan masjid tertua dan bersejarah di Teluk

Betung bahkan termasuk masjid tertua di Lampung (Fachruddin. 2002 : 6 ). Adapun

Tubagus Yahya dan K.H Ali Thasim menyebarkan Islam di Teluk Betung pada awal

Abad XX ( Naskah Masjid Jami Al Yaqin ).

Kurang jelasnya kisah tentang masuk dan berkembangnya Islam di Teluk Betung sampai

saat ini, mendorong penulis untuk melakukan penelitan terhadap proses masuknya Islam

di Teluk Betung dan pola pengembangan ajaran Islam di Teluk Betung. Dalam pada itu,

patut diketahui bahwa bukti-bukti peninggalan Islam di Lampung khususnya Teluk

Betung hanya menjadi tumpukan benda-benda kuno yang mati dan sulit untuk diteliti.

(15)

5 Literatur mengenai penulisan sejarah Islam di Teluk Betung pun terasa sangat langka

dan terbatas. Sehingga ada suatu kesan bahwa penulisan sejarah Islam di Teluk

Betung terisolir dari penulisan sejarah Islam Indonesia bahkan dunia. Dengan

demikian untuk mengetahui keadaan sebenarnya mengenai proses masuk dan

berkembangnya Islam di Teluk Betung diperlukan penelitian yang Intensif sehingga

diperoleh riwayat sejarah yang sebenar-benarnya mengenai proses masuk dan

berkembangnya Islam di Teluk Betung.

B. Analisis Masalah

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka identifikasi masalah

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Proses masuknya Islam di Teluk Betung.

2. Pola pengembangan Islam di Teluk Betung.

2. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah diatas, maka dalam penelitian ini kedua

identifikasi masalah diatas menjadi masalah penelitian.

3. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan

pembatasan masalah, maka rumusan masalah dalam penelitian ini, antara

lain :

1. Bagaimanakah proses masuknya Islam di Teluk Betung ?

(16)

6 C. Tujuan, Kegunaan dan Ruang Lingkup Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui proses masuknya

agama Islam di Teluk Betung dan pola pengembangan Islam di Teluk

Betung.

2. Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini, antara lain :

1. Hasil penelitian ini dapat memperkaya kepustakaan sejarah agama

Islam di Lampung khususnya Teluk Betung sehingga dapat

menjadi rujukan bagi generasi berikutnya dalam hal penelitian

lebih lanjut.

2. Memberikan dorongan kepada masyarakat untuk melestarikan

peninggalan sejarah agama Islam di Teluk Betung.

3. Memberikan dorongan kepada pemerintah Kota Bandar Lampung

untuk melestarikan peninggalan sejarah agama Islam di Teluk

Betung.

3. Ruang Lingkup Penelitian

Penulis tertarik untuk menggali sejarah masuk dan berkembangnya agama

Islam di Teluk Betung dikarenakan kecintaan yang begitu besar kepada tanah

(17)

7 subjek penelitian ini, antara lain peneliti sendiri. Adapun objek penelitian ini

meliputi berbagai sumber sejarah agama Islam di Teluk Betung, berupa sumber

primer dan sekunder. Penulis melakukan penelitian di tempat-tempat bersejarah

mengenai masuk dan berkembangnya agama Islam di Teluk Betung. Batasan

waktu dalam penelitian ini adalah sejak periode awal masuknya Islam di Teluk

Betung hingga puncak penyebaran Islam di Teluk Betung. Bidang ilmu dalam

penelitian ini adalah Ilmu Penulisan Sejarah atau historiografi.

(18)

8 REFERENSI

Depdikbud Kanwil Propinsi Lampung. 1997. Sejarah Daerah Lampung. Bandar Lampung : Bagian Proyek Pengkajian dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya Lampung. Halaman 1.

Ibid. Halaman 17

Ibid. Halaman 35.

Dewan Harian Daerah Angkatan’45. 1990. Sejarah Perkembangan Pemerintahan di

Lampung Buku 1 dan II. Bandar Lampung : Badan Penggerak Pembina Potensi

Angkatan-45. Halaman 37.

Ibid. Halaman 42.

Depdikbud Kanwil Propinsi Lampung. Op. Cit. Halaman 53.

Hamka. 1975. Sejarah Ummat Islam Jilid IV. Jakarta : Bulan Bintang. Halaman 178

Dewan Harian Daerah Angkatan’45. . Op. Cit. Halaman 44.

Depdikbud Kanwil Propinsi Lampung . Op. Cit. Halaman 45.

Dewan Harian Daerah Angkatan’45. . Op. Cit. Halaman 53.

R.I. Jayaputra. 2008. Usulan Penataan Makam Keramat Poeang. Bandar Lampung :

Keluarga Ahli Waris Keramat Poeang. Halaman 2.

Fachruddin. 2002. Risalah Masjid Jami Al Anwar. Bandar Lampung : Yayasan Masjid

(19)

8

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA

A. Tinjauan Pustaka.

1. Konsep Proses.

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, proses memiliki arti antara

lain runtunan perubahan ( peristiwa ), perkembangan sesuatu, kemajuan

sosial, berjalan terus, rangkaian tindakan atau pengolahan yang

menghasilkan produk ( Departemen Pendidikan Nasional, 2005 : 899 ).

Setiap proses terdiri atas fase atau tahap-tahap yang berlangsung diantara

titik awal dan titik akhir. Proses menunjukan perubahan yang setengahnya

terjadi secara cepat dan setengahnya secara lambat. Proses sejarah adalah

momentum dari perubahan sosial, maka disatu pihak kejadian sejarah atau

peristiwa yang terjadi merupakan proses (Sartono Kartodirdjo, 1993 :

108-113 ).

Dalam penelitian ini perlu digarisbawahi bahwa Islamisasi merupakan suatu

proses. Proses tersebut dapat diklasifikasikan secara vertikal dan juga secara

horisontal. Pelaku Islamisasi adalah muslim, sedangkan sasarannya adalah

non muslim. Hasil kegiatan Islamisasi dapat berwujud kuantitas, yaitu

(20)

9 berupa tingkat keIslaman seorang muslim, baik yang menyangkut tingkat

keimanan, tingkat penguasaan ilmu, maupun tingkat pengamalannya ( Wawan

Kurniawan. 2012 : 4 ).

Berdasarkan pengertian konsep yang telah dikemukakan, maka Islamisasi di

Teluk Betung dapat digambarkan sebagai suatu tahapan dalam mencapai tingkat

perkembangan Islam, baik perkembangan dalam bentuk kuantitas maupun dalam

bentuk kualitas. Islamisasi di Teluk Betung dapat terjadi secara cepat ataupun

lambat disesuaikan dengan keadaan masyarakat pada saat itu.

2. Konsep Agama Islam.

Didalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Islam diartikan sebagai Agama yang

diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW, berpedoman pada kitab suci Al Qur-an

dan diturunkan ke dunia melalui wahyu Alllah SWT ( Departemen Pendidikan

Nasional, 2005 : 444 ).

Menurut Mohammad Daud Ali, kata “Islam” merupakan kata turunan atau

jadian yang berarti ketundukan, ketaatan, kepatuhan kepada Allah SWT. Berasal

dari kata “salama” yang artinya patuh atau menerima. Islam adalah kedamaian,

kesejahteraan, keselamatan, penyerahan diri, ketaatan dan kepatuhan (

Mohammad Daud Ali, 2005 : 49 ).

Berdasarkan pengertian yang telah dikemukakan, Islam dapat diartikan sebagai

ajaran yang dibawa dan dikembangkan oleh Nabi Muhammad S.A.W. Ajaran

(21)

10 Islam adalah Masjid atau Mushola, sedangkan hari raya Islam antara lain, hari

raya Idul Fitri dan Idul Adha.

3. Konsep Teluk Betung.

Letak geografis Teluk Betung berada tepat di pesisir Teluk Lampung. Bentuk

administratif Teluk Betung pada masa awal kedatangan Islam abad XVI belum

diketahui secara pasti dikarenakan minimnya literatur yang ada. Hanya terdapat

satu sumber sejarah yang menyatakan di Teluk Betung telah terdapat

perkampungan, yakni Kampung Negeri. Perkampungan ini didirikan oleh

Ibrahim gelar Pangeran Pemuka yang hijrah dari Bengkunat untuk mendirikan

wilayah kedudukan adat di Teluk Betung ( Tambo Kebandaran Balak Marga ).

Beberapa abad berselang, Teluk Betung menjadi wilayah kedudukan Belanda.

Tepat pada tahun 1856 , pemerintah Belanda mengangkat Muhammad bin

Daeng Muhammad Ali sebagai reagent di Teluk Betung dengan wilayah

kekuasaan meliputi perairan Teluk Lampung sampai daerah Simpur Tanjung

Karang disebelah utara, lalu dari pantai Srengsem sampai Pantai Hurun

disebelah barat ( Fachruddin, 2002 : 9 ).

4. Teori Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia

Berkaitan dengan masuknya Islam di Teluk Betung, maka perlu diketengahkan

beberapa teori tentang masuknya Islam di Nusantara secara keseluruhan. Ahmad

Mansyur Suryanegara berpendapat bahwa masuknya Islam di Indonesia dapat

(22)

11 Islam masuk di Indonesia dibawa oleh pedagang muslim yang berasal dari Gujarat

pada abad ke-13 Masehi. Sejalan dengan pendapat tersebut, teori Persia

mengutarakan pula bahwa Islam masuk ke Indonesia dibawa oleh pedagang muslim

yang berasal dari Persia pada abad ke-13 Masehi. Teori yang terakhir menerangkan

bahwa Islam masuk di Indonesia dibawa oleh pedagang Arab dari Mekkah pada

abad ke-7 Masehi ( Musrifah Sunanto, 2005 : 7 )

Berlandaskan pada ketiga teori diatas, Hamka menerangkan bahwa Islam masuk di

Indonesia, bukanlah dari arab melainkan dari Pantai Malabar dan Persia yang

merupakan tangan kedua ( Hamka, 1976 :39 ). Pendapat para ahli yang saling

bertentangan dan simpang siur kemudian mulai disatukan dalam Seminar masuk

dan berkembangnya Islam di Indonesia di Medan tahun 1963 serta di Aceh tahun

1978 dan tahun 1980. Hasil seminar menyimpulkan bahwa agama Islam telah

berangsur-angsur datang ke Indonesia sejak abad-abad pertama Hijriyah atau

sekitar abad ke-7 dan 8 Masehi , langsung dari Arab. Di antara para mubaligh Islam

pertama ini terdapat orang-orang dari Malabar, Gujarat, dan Persia. Sekalipun

mubaligh itu dari Malabar, Gujarat, dan Persia, para mubaligh tersebut hanya

singgah sementara dan mereka berasal dari Arab ( K. H. O Gadjahnata, ,Sri-Edi

Swasono, 1986 : 12 ).

Terlepas dari hasil seminar yang masih dalam perdebatan. Uka Candra Sasmita dan

Hasan Muarif Ambary membagi masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia

kedalam beberapa fase. Pertama, abad ke-10 Masehi merupakan fase kedatangan

Islam yang ditandai dengan kehadiran para pedagang muslim yang singgah di

berbagai pelabuhan di Sumatera, Fase kedua abad 10 M sampai dengan abad

(23)

12 Jawa, bukti dari fase ini adalah makam Fatimah binti Maimun yang ditemukan

di Leran Gresik tahun 1082 M dan pemukiman muslim di Perlac Aceh. Fase

ketiga abad ke-13 hingga ke-16 M merupakan fase berdirinya kerajaan-kerajaan

Islam di Nusantara. Fase yang terakhir yakni abad 16 M sampai seterusnya

merupakan fase perkembangan Islam dan masa menghadapi penjajahan barat (

K. H. O Gadjahnata, ,Sri-Edi Swasono, 1986 : 13-18).

5. Konsep Masuk dan Berkembangnya Islam di Teluk Betung

Ketidakpastian mengenai waktu dan pembawa Islam pertama di Indonesia,

berdampak pula terhadap teori sejarah Islam di Teluk Betung. Ketika terdapat

perdebatan mengenai awal mula masuknya Islam di Indonesia, seperti terdapat

ahli yang mengatakan abad ke-7, 10, 12, 13 dan seterusnya, kesemua pendapat

ini dapat dibenarkan berdasarkan bukti-bukti yang diajukan.

Mengenai awal mula masuknya Islam di Teluk Betung belum terjadi perdebatan

yang berarti dikarenakan keterbatasan jumlah ahli yang meneliti hal ini.

Demikian pula dengan golongan pembawa Islam pertama di Teluk Betung yang

belum menemukan perdebatan .

Berlandaskan teori-teori sejarah Islam yang telah ada, disimpulkan bahwa Islam

telah masuk di Teluk Betung apabila telah terdapat seorang atau beberapa orang

asing yang beragama Islam di Teluk Betung. Islam dapat pula dikatakan telah

masuk di Teluk Betung apabila telah terdapat seorang atau beberapa orang

(24)

13 masuk di Teluk Betung apabila Islam telah melembaga dalam masyarakat Teluk

Betung ( K. H. O. Gadjahnata, Sri-Edi Swasono, 1984 : 135 ).

Penyebaran Islam di Teluk Betung dilakukan secara bertahap, berkelanjutan dan

dengan berbagai cara. Penyebaran Islam di Teluk Betung sejalan dengan

berkembangnya kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara, selain itu penyebaran

Islam di Teluk Betung sejalan dengan masa perjuangan menghadapi tantangan

dan rintangan dari kolonialisme Belanda.( K. H. O Gadjahnata, ,Sri-Edi

Swasono, 1986 : 270 ). Dalam tahapan-tahapan itu akan terlihat proses Islamisasi sampai mencapai tingkat seperti masa sekarang. ( Musrifah Sunanto,

2005 : 12 )

Penyebaran Islam di Teluk Betung sejalan dengan berkembangnya

kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara, selain itu penyebaran Islam di Teluk Betung

sejalan dengan masa perjuangan menghadapi tantangan dan rintangan dari

kolonialisme Belanda ( K. H. O Gadjahnata, ,Sri-Edi Swasono, 1986 : 270 ). Dalam tahapan-tahapan itu akan terlihat proses Islamisasi sampai mencapai

tingkat seperti masa sekarang ( Musrifah Sunanto, 2005 : 12 )

6. Konsep Pola Pengembangan Ajaran Islam

Kedatangan agama Islam ke Teluk Betung dan penyebarannya kepada golongan

bangsawan dan rakyat umumnya, dilakukan secara damai. Pola Islamisasi yang

berkembang ada lima, yaitu:

a. Saluran Perdagangan

(25)

14 melalui perdagangan. Hal ini sesuai dengan kesibukan lalu lintas perdagangan

pada masa lampau, yaitu perdagangan antara daerah Nusantara di bagian barat

dan Timur dimana pedagang-pedagang Muslim (Bugis, Banten dan Palembang)

turut serta menggambil bagiannya di Teluk Betung. Penggunaan saluran

islamisasi melaluiperdagangan itu sangat menguntungkan. Hal ini menimbulkan

jalinan di antara masyarakat Teluk Betung dan pedagang Muslim.

Secara umum Islamisasi yang dilakukan oleh para pedagang melalui

perdagangan mula-mula mereka berdatangan di tempat-tempat pusat

perdagangan dan kemudian diantaranya ada yang bertempat tinggal, baik untuk

sementara maupun untuk menetap. Lambat laun tempat tinggal mereka

berkembang menjadi perkampungan-perkampungan.

b. Saluran Perkawinan

Perkawinan merupakan salah satu dari saluran-saluran Islamisasi yang paling

memudahkan. Karena ikatan perkawinan merupakan ikatan lahir batin, tempat

mencari kedamaian diantara dua individu. Kedua individu yaitu suami isteri

membentuk keluarga yang justru menjadi inti masyarakat. Dalam hal ini berarti

membentuk masyarakat muslim.

Saluran Islamisasi melalui perkawinan yakni antara pedagang atau saudagar

dengan wanitia pribumi juga merupakan bagian yang erat berjalinan dengan

Islamisasi. Jalinan baik ini kadang diteruskan dengan perkawinan antara putri

kaum pribumi dengan para pedagang Islam. Melalui perkawinan inilah terlahir

seorang muslim. Dari sudut ekonomi, para pedagang muslim memiliki status

(26)

15 Sebelum menikah, keluarga pribumi diIslamkan terlebih dahulu. Setelah setelah

mereka mempunyai kerturunan, lingkungan mereka makin luas. Akhirnya timbul

kampung-kampung, daerah-daerah, dan kerajaan-kerajaan muslim.

d. Saluran Pendidikan

Para ulama, guru-guru agama, raja berperan besar dalam proses Islamisasi,

mereka menyebarkan agama Islam melalui pendidikan yaitu dengan mendirikan

Mushola, Masjid, pondok-pondok pesantren dan Madrasyah. Tempat-tempat ini

merupakan tempat pengajaran agama Islam bagi para santri. Pada umumnya di

tempat ini diajarkan oleh guru-guru agama, kyai-kyai, atau ulama-ulama.

Mereka setelah belajar ilmu-ilmu agama dari berbagai kitab-kitab, setelah keluar

dari suatu pesantren itu maka akan kembali ke masingmasing kampung atau

desanya untuk menjadi tokoh keagamaan, menjadi kyai.

e. Saluran Politik

Pengaruh kekuasan sangat berperan besar dalam proses Islamisasi. Ketika

seorang penguasa memeluk agama Islam, maka rakyat juga akan mengikuti jejak

rajanya. Rakyat memiliki kepatuhan yang sangat tinggi dan raja sebagai panutan

bahkan menjadi tauladan bagi rakyatnya. Misalnya di Teluk Betung, kebanyakan

rakyatnya masuk Islam setelah Tumenggung Muhammad menjadi Regent

Lampung yang berpusat di Teluk Betung dan Pangeran Pemuka menjadi

pemimpin adat di kampung Negeri.

B. Kerangka Pikir

(27)

16 Islam di Teluk Betung, maka penelitian ini harus mampu mengungkap tabir

kegelapan mengenai proses masuknya Islam di Teluk Betung dan pola

pengembangan Islam di Teluk Betung. Mengenai proses masuk Islam di Teluk

Betung titik pokok penelitian ini berkisar pada periode awal masuk, jalur masuk,

sebab masuk, pembawa dan penerima Islam pertama. Mengenai pola

pengembangan Islam di Teluk Betung titik pokok penelitian ini adalah pola

perdagangan, perkawinan, politik dan perdagangan.

C. Paradigma.

Garis Proses

Garis Akibat

Masuknya Islam di Teluk Betung

Proses Masuknya Islam Di Teluk Betung.

1. Periode Awal Masuk 2. Jalur Masuk

3. Sebab Masuk

4. Pembawa dan penerima Islam di Teluk Betung

Pola Pengembangan Islam Di Teluk Betung.

1. Politik/kekuasaan 2. Perdagangan 3. Perkawinan 4. Pendidikan

(28)

17 REFERENSI

Depdiknas. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta : Balai Pustaka.

Halaman 899.

Depdiknas. Op. Cit. Halaman 444 .

Sartono Kartodirdjo. 1993. Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi. Jakarta: P.T. Gramedia Pustaka Utama. Halaman 108 - 113.

Wawan Kurniawan. 2013. http://aweygaul.wordpress.com/2012/08/09/pelopor-islamisasi-di-tatar-pasundan- abad-xv/ . Diakses pada tanggal 20 maret 2013, pukul 19.37.

Mohammad Daud Ali. 1998. Pendidikan Agama Islam. Jakarta : Grafindo Persada. Halaman 49.

Tambo Kebandaran Balak Marga Teluk Betung.

Fachruddin. 2002. Risalah Masjid Jami Al Anwar. Bandar Lampung : Yayasan Masjid Jami Al Anwar. Halaman 9.

Musyrifah Sunanto. 2005. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Halaman 7 .

Hamka. 1975. Sejarah Ummat Islam Jilid IV. Jakarta : Bulan Bintang. Halaman 178

K .H.O. Gadjahnata , Sri-Edi Swasono,. 1986. Masuk dan berkembangnya Islam di Sumatera Selatan. Jakarta : Universitas Indonesia. Halaman 12.

Ibid. Halaman 13-18.

Ibid. Halaman 270.

(29)

17 III. METODE PENELITIAN

A. Metode yang digunakan

Metode yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu metode Historis dengan

menggunakan sumber primer dan sekunder sebagai objek penelitian.

“ Metode Historis merupakan prosedur pemecahan masalah dengan menggunakan data masa lalu atau peninggalan-peninggalan masa lalu untuk memahami kejadian atau suatu keadaan yang berlangsung pada masa lalu. Hasil dari penelitian historis dapat dipergunakan untuk meramalkan kejadian atau keadaan masa yang akan datang. Metode Historis lebih memusatkan pada data masa lalu berupa peninggalan atau artefak, dokumen, arsip, dan tempat-tempat yang dianggap keramat. Tujuan penelitian historis adalah membuat rekontruksi masa lampau secara objektif, dan sistematis dengan mengumpulkan, memverifikasikan, menginterpretasi, mensintesa dan menuliskan menjadi kisah sejarah”. (Kuntowijoyo, 1995 : 89-103 ).

Prosedur analitis sejarah ialah cara kerja sejarawan untuk menganalisa

dokumen-dokumen yang ada sebagai bukti yang dapat dipercaya mengenai

masa lampau manusia.

Langkah-langkah atau cara kerja sejarawan dalam penelitian Historis, yaitu sebagai berikut :

1. Pengumpulan objek yang berasal dari suatu zaman dan pengumpulan bahan-bahan tertulis dan lisan yang relevan

( Heuristik )

(30)

18 3. Menyimpulkan kesaksian yang dapat dipercaya berdasarkan

bahan-bahan yang otentik ( Interpretasi )

4. Penyusunan kesaksian dan bukti-bukti yang dapat dipercaya menjadi suatu kisah atau tulisan bersejarah. ( Historiografi ) ( P. K. Poerwantana, Hugiono, 1987 : 25-26 ).

Kuntowijoyo membagi penelitian Historis menjadi empat tahapan meliputi :

1. Heuristik, yaitu mencari dan mengumpulkan sumber-sumber sejarah yang diperlukan. Sumber sejarah dapat berupa sumber tulisan, lisan, audio visual, primer dan sekunder.

2. Kritik/verifikasi, yaitu melakukan seleksi terhadap sumber-sumber sejarah yang telah ditemukan. Kritik sejarah dapat berupa otensitas atau keaslian sumber ( kritik ekstern ) dan kredibelitas atau dapat dipercaya ( kritik intern )

3. Interpretasi, yaitu memberikan penafsiran terhadap data-data yang telah diperoleh selama penelitian sehingga menjadi sebuah urutan peristiwa yang kronologis. Interpretasi terbagi atas analisis dan sintesis.

4. Sintesa,yaitu proses penulisan dalam bentuk hasil penelitian. ( Kuntowijoyo, 1995 : 89-103 ).

Penggunaan metode Historis dalam penelitian ini bertujuan untuk

mendapatkan gambaran yang jelas tentang perkembangan agama Islam di

Teluk Betung secara utuh dan menyeluruh sehingga dapat membantu para

peminat sejarah memahami liku-liku perjalanan sejarah Islam di Teluk

Betung.

B. Variabel Penelitian

Menurut Sugiyono, variabel adalah suatu atribut, sifat atau nilai dari orang,

objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya ( Sugiyono,

(31)

19 Menurut Sumadi Suryabrata, variabel adalah gejala sesuatu yang akan menjadi

objek pengamatan, penelitian atau gejala yang akan diteliti ( Sumadi

Suryabrata, 1983 : 79 ).

Berdasarkan pengertian konsep tersebut, maka yang dimaksud dengan

variabel adalah objek suatu penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian

didalam penelitian. Adapun variabel dalam penelitian ini adalah proses

masuknya agama Islam di Teluk Betung dan pola pengembangan ajaran

agama Islam di Teluk Betung.

C. Definisi Operasional variable

Definisi operasional variabel adalah suatu definisi yang diberikan pada suatu

variabel dengan cara memberikan arti atau mempersiapkan kegiatan ataupun

memberikan suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur konstruk atau

variabel tersebut ( Muhammad Nasir, 1985 : 162 ).

Definisi operasional variabel adalah unsur penelitian yang memberitahukan

bagaimana cara mengukur suatu variabel atau dengan kata lain semacam

petunjuk pelaksanaan caranya mengukur variabel ( Masri Singarimbun, 1991 :

46 ).

Berdasarkan konsep tersebut maka definisi operasional variabel merupakan

petunjuk untuk mengukur variabel penelitian dengan cara memberikan suatu

operasional yang diperlukan untuk mengukur konstruk atau variabel tersebut.

(32)

20 masuknya agama Islam di Teluk Betung dan pola pengembangan ajaran

agama Islam oleh para penyebar agama Islam di Teluk Betung.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu teknik

kepustakaan dan dokumentasi.

1. Kepustakaan

Menurut Koentjaraningrat teknik kepustakaan merupakan cara

pengumpulan data bermacam-macam material yang terdapat diruang

kepustakaan, seperti koran, buku-buku, majalah, naskah, dokumen dan

sebagainya yang relevan dengan penelitian ( Koentjaraningrat, 1983 :

420).

Menurut Sugiyono, studi kepustakaan berkaitan dengan kajian teoritis dan

referensi lain yang berkaitan dengan nilai, budaya dan norma yang

berkembang pada situasi sosial yang diteliti, selain itu studi kepustakaan

sangat penting dalam melakukan penelitian, hal ini dikarenakan penelitian

tidak akan lepas dari literatur-literatur Ilmiah ( Sugiyono, 2012 : 291 ).

Berdasarakan pengertian tersebut, maka penelitian tentang proses masuk

dan berkembangnya Islam di Teluk Betung menggunakan

bermacam-macam material yang terdapat diruang kepustakaan, seperti peninggalan

atau artefak, dokumen, arsip, tempat-tempat yang dianggap keramat dan

(33)

21 2. Dokumentasi

Teknik dokumentasi adalah sesuatu yang memberi bukti atau bahan-bahan

untuk membandingkan suatu keterangan atau informasi, penjelasan atau

dokumentasi dalam naskah asli atau informasi tertulis ( Kamaruddin, 1972 :

50 ).

Teknik dokumentasi adalah cara pengumpulan data melalui peninggalan

tertulis berupa arsip-arsip dan termasuk juga buku-buku tentang pendapat

teori, dalil-dalil atau buku-buku lain yang berkenaan dengan masalah-masalah

penyelidikan (Hadari Nawawi, 1991 : 133 ).

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa

berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang.

Dokumen yang berbentuk tulisan, misalnya catatan harian, sejarah kehidupan,

ceritera, biografi, peraturan, kebijakan. Dokumen yang berbentuk gambar,

misalnya foto, gambar hidup, sketsa, dan lain sebagainya. Dokumen yang

berbentuk karya, misalnya karya seni yang dapat berupa gambar, patung, film,

dan lain sebagainya ( Sugiyono, 2012 : 240 ).

Berdasarkan pengertian teknik dokumentasi tersebut, maka penelitian ini

dilakukan dengan cara mengumpulkan dokumen berupa naskah-naskah kuno

yang berkaitan dengan proses masuk dan berkembangnya Islam di Teluk

(34)

22 E. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data adalah serangkaian kegiatan mengolah data yang telah

dikumpulkan dari lapangan menjadi seperangkat hasil, baik dalam bentuk

penemuan-penemuan baru maupun dalam bentuk kebenaran hipotesa

( Mohammad Hasyim, 1982 : 41 ).

Teknik Analisis data merupakan proses mencari dan menyusun secara

sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan

dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data kedalam kategori,

menjabarkan kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam pola,

memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari kemudian membuat

kesimpulan ( Sugiyono, 2012 : 244 ).

Berdasarkan pengertian para ahli tersebut, maka teknik analisis data

merupakan serangkaian kegiatan mengolah data yang telah dikumpulkan dari

lapangan menjadi seperangkat hasil yang bermakna dan berguna dalam

memecahkan masalah sehingga hasil dari penelitian dilapangan dapat

dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.

Adapun teknik analisis data dalam penelitian ini adalah teknik analisis data

kualitatif dengan berlandaskan pada data-data historis atau bersifat

kesejarahan tentang masuk dan berkembangnya agama Islam di Teluk

(35)

23 Dengan menggunakan teknik analisis data kualitatif maka peneliti akan

terbimbing dalam memperoleh penemuan-penemuan yang tidak terduga

sebelumnya. Selain itu peneliti dapat menyajikan hasil yang berbentuk cerita

yang menarik dan meyakinkan pembaca ( Suwardi Endraswara, 2006 : 81 ).

Dengan dikemukakan landasan teori dan nilai-nilai budaya yang ada pada

konteks sosial yang diteliti, maka hal ini merupakan indikator bagi peneliti,

apakah peneliti memiliki wawasan yang luas atau tidak terhadap situasi sosial

yang diteliti. Validasi awal bagi peneliti kualitatif adalah seberapa jauh

kemampuan peneliti mendeskripsikan teori-teori yang terkait dengan bidang

dan konteks sosial yang diteliti. Dalam landasan teori ini perlu dikemukakan

definisi setiap fokus yang akan diteliti, ruang lingkup, keluasan serta

kedalamannya. Selanjutnya, dalam penelitian kualitatif teori hanya bersifat

sementara dan teori tersebut dapat berkembang setelah peneliti berada

(36)

24 REFERENSI

Kuntowijoyo. 1995. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta : Yayasan Bentang Budaya.

Halaman 89 - 103.

P.K, Poerwantana, Hugiono. 1987. Pengantar Ilmu Sejarah. Jakarta : PT. Bina Aksara.

Halaman 25 - 26.

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta. Halaman 38.

Sumadi Suryabrata. 1983. Metodologi Penelitian. Jakarta : Rajawali. Halaman 79.

Muhammad Nasir. 1985. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia. Halaman 162.

Masri Singarimbun. 1989. Metode Penelitian Survey. Jakarta : LP3ES. Halaman 46.

Koentjaraningrat. 1984. Kamus Istilah Anhtropologi. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Jakarta : Depdikbud. Halaman 420.

Sugiyono. Op. Cit. Halaman 291.

Kamarudin. 1972. Pengantar Metodologi Riset. Bandung : Angkasa. Halaman 50.

Hadari Nawawi. 1991. Metodologi Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta : UGM Press. Halaman 133.

Sugiyono. Op. Cit. Halaman 240.

Mohammad Hasyim. 1982. Penuntun Dasar Kearah Penelitian Masyarakat. Surabaya:

Bina Ilmu. Halaman 41.

Sugiyono.Op. Cit. Halaman 244.

Suwardi Endraswara. 2006. Metode, teori, Teknik Penelitian Kebudayaan. Yogyakarta

: Pustaka Wdyatama. Halaman 81.

(37)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Proses masuknya agama Islam di Teluk Betung terjadi secara bertahap,

berkelanjutan dan dengan berbagai cara. Islamisasi tingkat awal atau proses

masuknya agama Islam di Teluk Betung pada mulanya terjadi daerah pesisir.

Hal ini disebabkan kondisi geografis yang memudahkan adanya hubungan

dengan daerah lain. Setelah penduduk pesisir menerima dan memeluk agama

Islam, kemudian terjadi penyebaran agama Islam dari penduduk satu dengan

yang lain melalui dakwah. Pada akhirnya masyarakat Teluk Betung dari

daerah pesisir hingga pedalaman memeluk agama Islam.

Tahapan masuknya agama Islam di Teluk Betung dimulai sejak berdirinya

Keratuan Darah Putih di Kuripan. Berdirinya Keratuan Darah Putih oleh Zaka

Waliyullah Ratu Darah Putih di Kuripan pada akhir abad XVI mengakibatkan

masyarakat peminggir di daerah pesisir Lampung mulai memeluk agama

Islam. Masyarakat peminggir adalah masyarakat yang mendiami daerah Krui,

(38)

63 Selain berdirinya Keratuan Darah Putih di Kuripan, agama Islam masuk ke

Teluk Betung manakala terjadi perpindahan kedudukan Ibrahim gelar -

Pangeran Pemuka dari Bengkunat ke Kampung Negeri Olok Gading Teluk

Betung pada awal abad XVII.

Pada perkembangan berikutnya, penyebaran agama Islam di Teluk Betung

dilakukan oleh para Ulama atau Penghulu Besar yang berasal dari luar

Lampung. Tubagus Machdum menyebarkan Agama Islam di Teluk Betung

pada abad XVIII. Daeng Mohammad Soleh dan Daeng Mohammad Alie

yang merupakan putra dari Kraeng Poeta Djanggoek dari Keraton Lama Bone

Sulawesi Selatan menyebarkan agama Islam di Teluk Betung pada abad XIX.

Tubagus Yahya dan K.H Ali Thasim menyebarkan agama Islam di Teluk

Betung pada awal abad XX.

Bukti-bukti peninggalan sejarah Islam di Teluk Betung, antara lain Masjid

Jami Al Anwar, Masjid Jami Al Yaqin, makam keramat Poeang, makam

keramat Tubagus Machdum, makam Tubagus Yahya, rumah adat Kebandaran

Balak Marga Teluk Betung dan lain sebagainya.

Penyebaran Islam di Teluk betung menggunakan berbagai pola

pengembangan seperti politik, perdagangan, perkawinan, pendidikan dan.

Pengembangan ajaran Islam melalui pola politik dan kekuasaan terjadi pada

saat berdirinya Keratuan Darah Putih di Kuripan abad XVI dan berdirinya

kampung Negeri di Teluk Betung tahun 1618 M.melalui pola perdagangan.

Penyebaran Islam melalui pola perdagangan terjadi akibat adanya kesibukan

(39)

64 Sunda yang melibatkan pedagang-pedagang muslim ( Bugis, Banten dan

Palembang). Perkawinan merupakan salah satu dari pola Islamisasi yang

paling memudahkan dikarenakan ikatan perkawinan merupakan ikatan lahir

batin, tempat mencari kedamaian diantara dua individu. Melalui perkawinan,

maka akan terbentuk keluarga yang agamais menurut ajaran agama Islam. Di

wilayah Teluk Betung terdapat pemukiman muslim yang terbentuk akibat

pola perkawinan, antara lain kampung Bugis, kampung Palembang, kampung

Negeri dan kampung Olok Gading. Pengembangan ajaran Islam di Teluk

Betung dilakukan pula melalui pola pendidikan. Tokoh-tokoh pelopor

pendidikan Islam di Teluk Betung, diantaranya adalah Tubagus Machdum,

Daeng Muhammad Soleh, Daeng Muhammad Ali, Tubagus Yahya dan K.H

Ali Thasim. Para tokoh ini melaksanakan kegiatan pengajian di Rumah,

Masjid, Mushola, Pesantren ataupun Madrasyah. Tempat-tempat ini

merupakan tempat pengembangan ajaran agama Islam bagi para santri.

B. Saran

1. Kepada Majelis Ulama Daerah Lampung dan Masyarakat Sejarah

Indonesia untuk mengadakan seminar ataupun diskusi terkait masuk dan

berkembangnya Islam di Lampung dengan tujuan menggali fakta sejarah

Islam yang terpendam di daerah Lampung.

2. Kepada Pemerintah Kota Bandar Lampung agar memperhatikan keadaan

peninggalan sejarah Islam dan tidak membiarkan peninggalan sejarah

(40)

65 3. Kepada seluruh ummat muslim agar senantias menjaga ukhuwah

islamiyah dan sebisa mungkin melaksanakan pernikahan iman dan

(41)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Taufik. 1979. Sejarah Lokal di Indonesia. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta. 227 halaman.

. 1987. Sejarah dan Masyarakat. Jakarta : Penerbit Pustaka Firdaus. 156 halaman.

Ali, Mohammad Daud. 1998. Pendidikan Agama Islam. Jakarta : Grafindo Persada. 478 halaman.

Ali, Muhammad. 1985. Penelitian Prosedur dan Strategi. Angkasa. Bandung. 139 halaman.

Alwi, Al-Habib. 1995. Sejarah Masuknya Islam di Timur Jauh. Jakarta : Penerbit Lentera. 172 halaman.

Ankersmit, F. R. 1987. Refleksi Tentang Sejarah, pendapat-pendapat modern tentang Filsafat Sejarah. Jakarta : Gramedia. 383 halaman.

Arikunto, Suharsimi. 1989. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Bina Aksara. 314 halaman.

Bappeda Lampung. 2011. Selayang Pandang Kota Bandar Lampung. Bandar Lampung : Pemerintah Kota Bandar Lampung. 109 halaman.

Depdikbud. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka. 860 halaman.

Depdikbud Kanwil Propinsi Lampung. 1997. Sejarah Daerah Lampung. Bandar Lampung : Bagian Proyek Pengkajian dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya Lampung. 179 halaman.

Depdiknas. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta : Balai Pustaka. 412 halaman.

Dewan Harian Daerah Angkatan’45. 1990. Sejarah Perkembangan Pemerintahan di

(42)

. 1990. Sejarah Perkembangan Pemerintahan di Lampung Buku II. Bandar Lampung : Badan Penggerak Pembina Potensi

Angkatan-45. 171 halaman

Endraswara, Suwardi. 2006. Metode, teori, Teknik Penelitian Kebudayaan. Yogyakarta : Pustaka Wdyatama. 234 halaman.

Fachruddin. 2002. Risalah Masjid Jami Al Anwar. Bandar Lampung : Yayasan Masjid Jami Al Anwar. 24 Halaman

Fas-Kal. 1994. Ensiklopedia Islam 2. Jakarta: PT.Ichtiar Baru Van Hoeve. 87 halaman. Gadjahnata, K. H. O, Sri-Edi Swasono,. 1986. Masuk dan berkembangnya Islam di Sumatera Selatan. Jakarta : Universitas Indonesia. 272 halaman.

Hamka. 1976. Sejarah Ummat Islam Jilid IV. Jakarta: Penerbit Bulan Bintang. 388 halaman.

Hasyim, Mohammad. 1982. Penuntun Dasar Kearah Penelitian Masyarakat. Surabaya: Bina Ilmu. 89 halaman.

abad-xv/ . Diakses pada tanggal 20 maret 2013, pukul 19.37.

Jayaputra, R.I. 2008. Usulan Penataan Makam Keramat Poeang. Bandar Lampung : Keluarga Ahli Waris Keramat Poeang. 16 Halaman.

Kamarudin. 1972. Pengantar Metodologi Riset. Bandung : Angkasa. 133 halaman.

Kartodirdjo, Sartono. 1993. Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi. Jakarta: P.T. Gramedia Pustaka Utama. 282 halaman.

Koentjaraningrat. 1984. Kamus Istilah Anhtropologi. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Jakarta : Depdikbud. 197 halaman.

Kuntowijoyo. 1995. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta : Yayasan Bentang Budaya. 210 halaman.

Nasir, Muhammad. 1985. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia. 597 halaman.

Naskah Makam Keramat Tubagus Machdum

Naskah Makam Keramat Tubagus Yahya.

Naskah Masjid Jami Al Yaqin.

Naskah Tambo Kebandaran Balak Marga Teluk Betung.

(43)

Press. 200 halaman

Poerwantana, P.K , Hugiono. 1987. Pengantar Ilmu Sejarah. Jakarta : PT. Bina Aksara. 104 halaman.

Sayuti, Husin. 1989. Pengantar Metodologi Riset. Fajar Agung : Jakarta. 87 halaman.

Siddiqi, Nourouzzaman. 1984. Menguak Sejarah Muslim. Yogyakarta : PLP2M. 171 halaman.

Singarimbun, Masri. 1989. Metode Penelitian Survey. Jakarta : LP3ES. 336 halaman.

Soekanto, Soerjono. 2006. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : Rajawali Press. 517 halaman.

Sudarsono. 1993. Kamus Agama Islam. Jakarta : PT. Rineka Cipta. 356 halaman.

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta. 334 halaman.

Sunanto, Musyrifah. 2005. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta : Raja Grafindo Persada. 342 halaman.

Surachmad, Winarno. 1978. Dasar dan Teknik Research Pengantar Metodolog Ilmiah. Bandung : Tarsito. 282 halaman.

. 1982.Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar Metode dan Teknik. Bandung : Tarsito. 466 halaman.

Suryabrata, Sumadi. 1983. Metodologi Penelitian. Jakarta : Rajawali. 127 halaman.

Suyanto, Edi. 2009. Penggunaan Bahasa Indonesia Laras Ilmiah. Jakarta : Ardana Media. 180 halaman.

Widodo, Erna. 2000. Konstruksi Kearah Penelitian Deskriptif. Yogyakarta : Avyrouz. 210 halaman.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai menurunnya jumlah wisatawan yang berkunjung di Taman Bumi Kedaton Kalurahan Batu Putu Kecamatan Teluk Betung

Profil dan tingkat kebugaran guru pendidikan jasmani dan kesehatan sekolah dasar diwilayah Kecamatan Teluk Betung Utara Tahun 2012 diaharapkan menjadi barometer yang dapat

Hasil penelitian menunjukkan bahwa realisasi ketidaksantunan berbahasa dalam komunikasi remaja di daerah Teluk Betung Barat banyak dilakukan saat penutur sedang marah, atau

Untuk mengetahui Bagaimana Kepercayaan masyarakat Samosir sebelum masuknya agama Katolik, Untuk mengetahui Tokoh-tokoh perintis atau pembawa agama Katolik di Kecamatan

Bahkan, Indonesia bagi orang- orang Barat sering dinamakan sebagai negara Islam terbesar di Asia, karena secara kuantitas telah menunjukkan bahwa jumlah

Proses masuk dan berkembangnya Islam ke Indonesia pada dasarnya dilakukan dengan jalan damai melalui beberapa jalur/saluran yaitu melalui perdagangan seperti yang dilakukan

Kerajaan Islam pertama di Indonesia adalah kerajaan Samudra Pasai, yang didirikan pada abad ke-10 M dengan raja pertamanya Malik Ibrahim

MASUK DAN BERKEMBANGNYA ISLAM DI MAKASSAR M Bisma Zakawali1, Hudaidah2 Jurusan Pendidikan Sejarah,FKIP,Universitas Sriwijaya Email: 1mbismazkwl04@gmail.com ,