• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR:05/PID./2014/PT.TK.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR:05/PID./2014/PT.TK.)"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

Kalsum Sari Asih

ABSTRAK

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN YANG DILAKUKAN OLEH

ANAK (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR:05/PID./2014/PT.TK.) Oleh

Kalsum Sari Asih

Tindak pidana pencurian dengan kekerasan yang mengakibat hilangnya nyawa orang lain adalah salah satu masalah yang serius di kalangan masyarakat, terlebih jika pelakunya adalah anak-anak yang usianya masih sangat muda, perkebangan jasmani, rohani, dan sosialnya belum sempurna, dalam bertindak belum didasarkan atas pertimbangan yang matang (labil), dan mudah terpengaruh oleh lingkungan pergaulan. Anak sebagai pelaku tindak pidana juga harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Sama halnya dalam kasus pencurian dengan kekerasan yang dilakukan oleh Merza Yuhanda, seorang anak berusia 15 tahun yang melakukan tindak pidana pencurian dengan kekerasan ini telah diputus oleh Pengadilan Negeri Kota Bumi dengan Nomor: 400/Pid.b/Anak/2013/PN.KB dan naik banding di Pengadilan Tinggi Tanjung Karang dengan Nomor:05/Pid./2014/PT.TK. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah pertanggungjawaban pidana bagi anak yang melakukan tindak pidana pencurian dengan kekerasan yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain serta apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan.

Metode penelitian yang digunakan melalui pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Penentuan narasumber dalam penelitian ini meliputi Pejabat Peradilan pada Pengadilan Tinggi Tanjung Karang, Hakim Pengadilan Negeri Kota Bumi, Jaksa pada Kejaksaan Tinggi Lampung serta Dosen/ Akademisi Fakultas Hukum Bagian Pidana Universitas Lampung. Pengumpulan data berdasarkan studi kepustakaan dan studi lapangan, sedangkan pengolahan data dilakukan dengan metode editing, sistematisasi dan interpretasi.

(2)

masyarakat, terdakwa dan kepentingan korban, hakim menyesuaikan dengan keadaan dan pidana yang wajar bagi pelaku, berdasarkan pendekatan keilmuan, pendekatan pengalaman, tuntutan jaksa dan alat bukti

Saran dalam penelitian ini yaitu Hakim dalam memutus suatu perkara yang ditangannginya agar tidak keliru dan bersungguh-sungguh, karena dikhawatirkan merugikan salah satu pihak yang sedang berperkara di pengadilan.

(3)

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN YANG DILAKUKAN OLEH

ANAK (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR:05/PID./2014/PT.TK.)

Oleh

Kalsum Sari Asih

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)

(Skripsi)

Oleh

Kalsum Sari Asih

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(5)
(6)
(7)

DAFTAR ISI

Halaman

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah dan Ruang Lingkup Penelitian ... 6

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 7

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ... 8

E. Sistematika Penulisan ... 14

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana dan Unsur-Unsur Tindak Pidana .... 16

1. Pengertian Tindak Pidana ... 16

2. Unsur-Unsur Tindak Pidana ... 17

B. Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan ... 20

C. Pengertian Anak dan Undang-undang yang Mengatur Tentang Anak ... 22

1. Pengertian Anak ... 22

2. Undang-undang yang Mengatur Tentang Anak ... 23

D. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana ... 30

E. Dasar Pertimbangan Hakim ... 33

III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah ... 36

B. Sumber dan Jenis Data ... 37

C. Penentuan Narasumber ... 38

(8)

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Perkara Nomor:05/Pid./2014/PT.TK ... 41

B. Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Anak Sebagai Pelaku

Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan yang

Mengakibatkan Hilangnya Nyawa Orang Pada Putusan

Nomor:05/Pid./2014/PT.TK. ... 45

C. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana Terhadap

Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Pencurian Dengan

Kekerasan yang Mengakibatkan Hilangnya Nyawa Orang

(Studi Kasus Putusan Nomor:05/Pid./2014/PT.TK.) ... 51

V. PENUTUP

A. Simpulan ... 64

B. Saran ... 65

(9)

MOTO

TIDAK PANTAS BAGI ORANG YANG BODOH ITU MENDIAMKAN KEBODOHANNYA DAN

TIDAK PANTAS PULA ORANG YANG BERILMU MENDIAMKAN ILMUNYA

(H.R ATH-THABRANI)

KESABARAN ITU TIADA BATAS,

DIKATAKAN MENCAPAI BATAS KETIKA KITA MULAI MENYERAH

YAKIN, USAHA, SEMANGAT DAN BERDO A (PENULIS)

AKULAH PENENTU NASIBKU, AKULAH SANG NAHKODA JIWAKU

(WILLIAM ERNEST HENRY)

HAL PALING MENYENANGKAN DI DUNIA ADALAH MELAKUKAN SESUATU, DIMANA ORANG MENGATAKAN KAMU TIDAK BISA.

(10)

Alhamdulillahirobbilalamin, segala puji bagi Allah SWT yang

telah memberikan kesempatan sehingga dapat ku selesaikan

sebuah karya ilmiah ini dan kepada junjungan kita Nabi

Muhammad SAW yang selalu kita harapkan Syafaatnya di

hari akhir kelak. Aku persembahkan karya ini kepada:

Kedua orang tua yang selalu mencintai, menyayangi,

mendo akan dan mendidikku:

Ngatori dan Marsini

Serta untuk adikku yang senantiasa memberikan dukungan

kepada ku dengan kasih sayang yang tulus, serta seluruh

keluarga yang melengkapi hari-hariku:

Riki Junaidi

Untuk sahabat dan teman-teman seperjuangan yang selalu

memberikan dukungan dan motivasi serta menemaniku

dalam suka dan duka dalam mencapai keberhasilanku.

Almamater Universitas Lampung

(11)

RIWAYAT HIDUP

Kalsum Sari Asih dilahirkan di Desa Sidosari, Kecamatan

Natar, Kabupaten Lampung Selatan, pada tanggal 02 April

1993, anak pertama dari dua bersaudara pasangan dari Bapak

Ngatori dan Ibu Marsini.

Pendidikan Sekolah Dasar Negeri (SDN) Sidosari yang diselesaikan pada Tahun

2005, Sekolah Menengah Pertama (SMP) Madrasah Tsanawiyah (MTs)

Al-Hidayah Sukajaya Rajabasa yang diselesaikan pada Tahun 2008, dan Sekolah

Menengah Atas (SMA) Muhammadiyah 2 Bandarlampung yang diselesaikan pada

Tahun 2011.

Pada tahun yang sama peneliti terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Hukum

Universitas Lampung Melalui Jalur Penerimaan Mahasiswa Perluasan Akses

Pendidikan (PMPAP). Peneliti mengikuti program Kuliah Kerja Nyata periode

2014 mulai tanggal 11 Agustus 2014 sampai dengan 18 September 2014 di Desa

(12)

Alhamdulillahirobbilalamin, Puji syukur kehadirat Allah SWT, dengan melantunkan nama-Mu yang Maha Pengasih dan Penyayang yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

penyusunan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung dengan judul:

“Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Tindak Pidana Pencurian Dengan

Kekerasan yang Dilakukan Oleh Anak (Studi Kasus Putusan

Nomor:05/Pid./2014/PT.TK)”.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari

bimbingan, bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik itu secara langsung

maupun tidak langsung. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati penulis

mengucapkan terimakasih yang tulus kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M.S. selaku Rektor Universitas

Lampung.

2. Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum

(13)

3. Ibu Diah Gustiniati Maulani, S.H.,M.H., selaku Ketua Bagian Hukum

Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung.

4. Ibu Hj. Firganefi, S.H., M.H., selaku Sekretaris Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung.

5. Ibu Hj. Firganefi, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing I, yang telah

meluangkan waktunya juga kepada penulis untuk memberikan bimbingan,

arahan serta dukungan sehingga dapat terselesaikannya Skripsi ini.

6. Ibu Diah Gustiniati Maulani, S.H.,M.H., selaku Dosen Pembimbing II

yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan masukan dan

dukungan sehingga dapat terselesaikannya skripsi ini.

7. Bapak Eko Raharjo, S.H., M.H., selaku Dosen Pembahas I, yang telah

memberikan masukan serta saran sehingga dapat terselesaikannya skripsi

ini.

8. Bapak Budi Riski H, S.H., M.,H., selaku Dosen Pembahas II, yang telah

memberikan masukan serta saran dan masukan sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini.

9. Ibu Rini Fathonah selaku Pembimbing Akademik yang telah memberi

bimbingan akademik, bantuan dan saran kepada penulis selama ini.

10. Seluruh Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Lampung yang tidak

(14)

11. Bapak Indra Lasman Karim, S.H., Bapak Nasaruddin, S.H., Bapak

Parman, S.H., dan seluruh staf yang telah meluangkan Waktunya untuk

memberikan arahan, dukungan dan do’a pada saat penulis melakukan

reseach.

12. Teristimewa untuk Mamak dan Bapak, Marsini dan Ngatori. Terimakasih

atas semua pengorbanan, dukungan serta do’a yang tulus disetiap sujudmu

yang selalu mengiringi setiap langkahku dan menanti keberhasilanku. I

LOVE YOU.

13. Adiku Riki Junaidi dan semua saudaraku tercinta, terimakasih atas

dukungannya.

14. Teman-teman seperjuangan yang paling istimewa, Emilia Sari, Elsa Stella

Nova, Lasmaida Manik, Ernawati Sihombing, Tika Dolok, Nurul, Novi,

Tina, Yulia, Mimin Elsha, Mbak Yessi, Kodri Ubaidillah dan yang

lainnya. Terimakasih banyak atas dukungan, keceriaan, dan kebersamaan

kalian selama 4 tahun terakhir di Fakultas Hukum Universitas Lampung.

15. Teman-teman KKN di Desa Way Gelam Kecamatan Candi Puro Kab.

Lampung Selatan, Luluk Jazila Issa, M. Iqbal Imadudin, Istiyana, Wilyan

Pratama. Terimakasih atas kebersamaan dan kerjasamanya selama proses

(15)

16. MAHUSA UNILA, Terimakasih atas didikan dan dukungan Mahusa

selama ini. Angkatan 29 Mahusa Unila, Boleng, Lempem, my beloved

sister Ceti Penelope, Balung, dan Gomes. Terimakasih atas keceriaan,

kekonyolan serta kerjasamanya selama ini. Serta seluruh Senior dan

adik-adik yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, terimakasih dan tetap

semangat. SALAM LESTARI!!!!!!!!!

17.Seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam proses penyelesaian

skripsi yang tidak penulis sebutkan satu-persatu.

18. Almamaterku tercinta Universitas Lampung, terimakasih.

Wassalamualaikum, Wr.Wb

Bandar Lampung, Agustus 2015

(16)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu bentuk kejahatan yang sering terjadi di masyarakat adalah pencurian.

Dimana melihat keadaan masyarakat sekarang ini sangat memungkinkan orang

untuk mencari jalan pintas dengan mencuri. Dari media-media massa dan media

elektronik menunjukkan bahwa seringnya terjadi kejahatan pencurian dengan

berbagai jenisnya dilatarbelakangi karena kebutuhan hidup yang tidak tercukupi.

Dengan berkembangnya tindak pidana pencurian maka berkembang pula

bentuk-bentuk lain dari pencurian. Salah satunya yang sering dilakukan adalah tindak

pidana pencurian dengan kekerasan.

Tindak pidana pencurian dengan kekerasan yang mengakibatkan hilangnya nyawa

orang lain adalah salah satu masalah yang sering muncul dikalangan masyarakat,

perbuatan tersebut sangat bertentangan dengan norma-norma yang ada dalam

masyarkat yaitu norma agama dan adat-istiadat, sekaligus bertentangan dengan

norma ketentuan hukum pidana dan melanggar hak asasi manusia yaitu hak untuk

hidup.

Pasal 365KUHP menentukanbahwa:

(17)

2

(2) tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan diri sendirinatau peserta lainnya atau untuk tetap menguasai barang yang dicuri.

(3) Diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun:

1. Jika perbuatan dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, di jalan umum, atau dalam kereta api atau trem yang sedang berjalan.

2. Jika perbuatan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu. 3. Jika masuk ketempat melakukan kejahatan dengan merusak atau

memanjat atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu.

4. Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat.

(4) Jika perbuatan mengakibatkan kematian, maka diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

Berkaitan dengan pelaku tindak pidana tersebut adalah anak, maka berlakulah

Pasal 81 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan

Pidana Anak yang menerangkan bahwa pidana penjara yang dapat dijatuhkan

kepada Anak paling lama ½ (satu perdua) dari maksimum ancaman pidana

penjara bagi orang dewasa.

Anak pelaku tindak pidana juga harus mempertangungjawabkan atas

perbuatannya. Pertanggungjawaban pidana dalam istilah asing disebut dengan

teorekenbaarheid atau criminal responsbility yang mejurus kepada pemidanaan pelaku dengan meksud untuk menentukan seseorang terdakwa atau tersangka

dapat dipertanggungjawabkan atas suatu tindakan pidana yang terjadi atau tidak.1

Pertanggungjawaban pidana anak tidaklah cukup kalau hanya didasarkan pada

hukum materiil seperti yang diatur dalam KUHP, karena KUHP tersebut

ketentuan hukumnya bersifat konvensional yang mengacu kepada kepentingan

hukum kolonial Belanda, tetapi juga karena perilaku dan peradaban manusia

1

(18)

sudah sedemikian kompleks bahkan perkembangannya jauh lebih cepat dari

peraturan yang ada.2

Syarat penjatuhan pidana dalam teori hukum pidana dan praktik hukum pidana

yangmerujuk pada ajaran dualistis meliputi, syarat objektif yaitu tindak pidana

yang menunjuk padapelanggaran terhadap perbuatan yang telah ditetapkan dalam

suatu peraturan perundang-undangansebagai perbuatan terlarang dan tercela,

syarat subjektif yakni adanyapertanggungjawaban pidana yang dinilai dari adanya

kemampuan bertanggung jawab, adanyakesalahan yang terdiri dari kesengajaan

(dolus) dan atau kelalaian (culpa), dan tidak ada alasanpemaaf. Adapun 3 (tiga) unsur dari pertanggungjawaban pidana adalah sebagai berikut :Pertama, adanya

kemampuan bertanggung jawab pada si pembuat (unsur mampu bertanggung

jawab). Kedua,hubungan batin antara si pembuat dengan perbuatannya yang

berupa kesengajaan (dolus)atau kealpaan (culpa) ini disebut bentuk-bentuk kesalahan (unsur kesalahan). Ketiga,tidak adaalasan penghapus kesalahan atau

tidak ada alasan pemaaf.

Pertimbangan hakim tidak kalah pentingnya dibandingkan dengan bagian amar

putusan hakim dan justru bagian pertimbangan itulah yang menjadi roh dari

seluruh materi isi putusan, bahkan putusan yang tidak memuat pertimbangan yang

cukup dapat menjadi alasan untuk diajukannya suatu upaya hukum baik itu

banding maupun kasasi, yang dapat menimpulkan potensi putusan tersebut akan

dapat dibatalkan oleh pengadilan yang lebih tinggi.3

2

Bunadi Hidayat,Pemidanaan Anak Di Bawah Umur, Bandung: P.T.Alumni, 2010, hlm. 49. 3

(19)

4

Hakim dalam menjatuhan pidanaterhadap pelaku tindak pidana, pada dasarnya

haruslah mempertimbangkan segala aspek tujuan, yaitu sebagai berikut:4

1. Sebagai upaya untuk melindungi masyarakat dari ancaman suatu kejahatan yang dilakukan oleh pelakunya.

2. Sebagai upaya represif agar penjatuhan pidana membuat pelakunya jera dan tidak akan melakukan tindak pidana dikemudian hari.

3. Sebagai upaya preventif agar masyarakat luas tidak melakukan tindak pidana sebagaimana yang dilakukan oleh pelakunya.

4. Mempersiapkan mental masyarakat dalam menyikapi suatu kejahatan dan pelaku kejahatan tersebut, sehingga pada saatnya nanti pelaku tindak pidana dapat diterima dalam pergaulan masyarakat.

Proses penjatuhan putusan yang dilakukan hakim merupakan suatu proses yang

kompleks dan sulit, sehingga memerlukan pelatihan, pengalaman, dan

kebijaksanaan.Dalam proses penjatuhan putusan tersebut, seorang hakim harus

meyakini apakahseorang terdakwa melakukan tindak pidana ataukah tidak,

dengan tetap berpedomanpada pembuktian untuk menentukan kesalahan dari

perbuatan yang dilakukan olehpelaku pidana. Setelah menerima dan memeriksa

suatu perkara, selanjutnya hakimakan menjatuhkan keputusan, yang dinamakan

dengan putusan hakim, pernyataanhakim yang merupakan sebagai pernyataan

pejabat negara yang diberi wewenanguntuk putusan itu. Jadi putusan hakim

bukanlah semata-mata didasarkan padaketentuan yuridis saja, melainkan juga

didasarkan pada hati nurani.5

Ada beberapa faktor kenapa orang melakukan tindak pidana pencurian dengan

kekerasan, salah satu diantaranya adalah perasaan dendam dan iri. Pelaku tindak

pidana tersebut bahkan tidak lagi mengenal batas usia, baik orang dewasa maupun

anak-anak yang belum cukup umur. Sama halnya dengan tindak pidana yang telah

4

Ibid. Hlm. 111. 5

(20)

memperoleh kekuatan hukum tetap di wilayah hukum Pengadilan Tinggi Tanjung

Karang sebagaimana tertuang dalam putusan Nomor : 05/Pid./2014/PT.TK, dalam

putusan tersebut terdakwa yang bernama Merza Yuhanda dinyatakan terbukti

secara sah dan bersalah melakukan tindak pidana “Pencurian dengan kekerasan

yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain” sebagaimana diatur dalam

Pasal 365 KUHP dan dijatuhi pidana penjara selama 6 (enam) tahun.

Sebelum dijatuhi Putusan Nomor : 05/Pid./2014/PT.TK, terdakwa telah di Putus

di Pengadilan Negri Kotabumi atas tindak pidana yang telah diperbuat. Dalam

Putusan Nomor : 400/Pid.b/Anak/2013/PN.KB, terdakwa terbukti secara sah dan

meyakinkan melakukan tindak pidana “Pecurian dengan kekerasan

mengakibatkan mati”dan menjatuhkan tindakan terhadap terdakwa berupa

menyerahkan terdakwa tersebut kepada Negara untuk mengikuti pendidikan,

pembinaan, dan latihan kerja.

Jaksa Penuntut Umum telah mengajukan permintaan banding terhadap putusan

Pengadilan Negri Kotabumi karena Pengadilan Negri Kotabumi dianggap sudah

salah dalam menerapkan hukuman terhadap terdakwa, dimana dampak dari

penjatuhan hukuman seperti itu tidak hanya meninggalkan luka yang mendalam

kepada keluarga korban, tetapi juga akan menghantui rasa ketakutan masyarakat

umum terhadap perbuatan terdakwa tersebut karena dimungkinkan perbuatan

sekejam itu akan terulang lagi ditengah masyarakat.

Hakim tingkat banding menilai penjatuhan tindakan terhadap terdakwa tersebut

sangat ringan jika dibandingkan dengan perbutan terdakwa yang telah

(21)

6

berteman dengan terdakwa. Sehingga penjatuhan pidana tersebut tidak memenuhi

rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat, karena tidak sebanding dengan

kejahatan yang telah dilakukan oleh terdakwa. Pengadilan Tinggi Tanjung Karang

menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak

pidana kejahatan Pencurian dengan Kekerasan Mengakibatkan Mati dan

menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 6 (enam)

tahun.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk mengetahui

lebih mendalammengenai pertanggungjawaban pidana bagi anak yang melakukan

tindak pidana pencurian dengan kekerasan dan menuangkan dalam judul

penelitian “Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Tindak Pidana Pencurian

Dengan Kekerasan Yang Dilakukan Oleh Anak (Studi Kasus Putusan

Nomor:05/Pid./2014/Pt.Tk.)”.

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. BagaimanakahPertanggungjawaban pidana terhadap anak sebagai pelaku

tindak pidana pencurian dengan kekerasan yang mengakibatkan hilangnya

(22)

2. Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan

terhadap Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan dalam Putusan

Nomor:05/Pid./2014/PT.TK?

2. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah kajian ilmu Hukum Pidana, khususnya

yang berkaitan dengan Pertanggungjawaban Pidana terhadap Pelaku Tindak

Pidana Pencurian dengan Kekerasan yang Dilakukan Oleh Anak dan Dasar

Pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan Putusan terhadap pelaku Pencurian

dengan kekerasan sebagaimana terdapat dalam Putusan

Nomor:05/Pid./2014/PT.TK. sedangkan ruang lingkup tempat penelitian yaitu

pada wilayah hukum Pengadilan Tinggi Tanjung Karang dan Pengadilan Negeri

Kotabumi tahun 2015.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui secara jelas tentang :

a. Pertanggungjawaban pidana terhadap anak sebagai pelakutindak pidana

pencurian dengan kekerasan yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain

(Studi Kasus Putusan Nomor:05/Pid./2014/PT.TK.).

b. Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap Tindak

Pidana Pencurian dengan Kekerasan dalam Putusan

(23)

8

2. Kegunaan Penelitian

a. Kegunaan Teoritis

Secara teoritis, penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat

serta sebagai bahan masukan bagi pengembangan ilmu hukum dengan

mengungkapkan secara objektif tentangkenyataan-kenyataan yang terjadi di

dalam pelaksanaan pemidanaan terhadap anak serta penjatuhan pidana

terhadap anak.

b. Kegunaan Praktis

Secara praktis, untuk memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka

pelaksanaan koordinasi penegak hukum oleh hakim memberikan penjatuhan

pidana, khususnya terhadap anak di bawah umur.

D. Kerangka Teoritis Dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Kerangka teoritis adalah susunan dari beberapa anggapan, pendapat, cara, aturan,

asas, keterangan dari suatu kesatuan yang logis yang menjadi landasan, acuan, dan

pedoman untuk mencapai tujuan dalam penelitian atau penulisan.

Menurut hukum adat seseorang dikatakan belum dewasa apabila seseorang itu

belummenikah dan belum terlepas dari tanggungjawab orang tua.Batas umur

(24)

matang untuk bersetubuh (geslachtssrijp) tetapi tidak boleh kurang dari 9 (sembilan) tahun.6

Pertanggungjawaban pidana harus memenuhi unsur-unsur sebagai berikut :

1. Mampu Bertanggungjawab

Kemampuan bertanggung jawab (dalam arti kesalahan) ditetapkanoleh hubungan

kausal (sebab akibat) antara penyimpangan jiwa terdakwa dandelik. Untuk adanya

kemampuan bertanggung jawab harus ada:

1) Kemampuan untuk membeda-bedakan antara perbuatan yang baik dan

yang buruk, yang sesuai hukum dan yang melawan hukum.

2) Kemampuan untuk menentukan kehendaknya menurut keinsyafan tentang

baik dan buruknya perbuatan tadi.7

Pertama adalah faktor akal (intelektual factor) yaitu dapat membeda-bedakan antara perbuatan yang diperbolehkan dan yang tidak. Yang kedua adalah faktor

perasaan atau kehendak (volitional factor) yaitu dapat menyesuaikan tingkah lakunya dengan keinsyafan atas mana yang diperbolehkan dan mana yang tidak

diperbolehkan.

2. Kesalahan

a. Kesengajaan (dolus)

Petunjuk tentang arti kesengajaan dapat diketahui dari WvT (Meorie van Toelichting), yang memberi arti kesengajaan sebagai : “menghendaki dan mengethui”. Dengan demikian, sengaja dapat diartikan menghendaki dan

6

Maidin gultom,perlindungan hukum terhadap anak, Bandug: Rafika Aditaa, 2008, hlm.31. 7

(25)

10

mengetahui apa yang dilakukan. Dalam hukum pidana dikenal beberapa teori

yang berkaitan dengan dengan kesengajaan sebagai berikut:8

1) Teori kehendak (Wilstheorie)

Inti kesengajaan adalah kehendak untuk mewujudkan unsur-unsur delik

dalam rumusan undang-undang.

2) Teori pengetahuan atau Membayangkan (Voorstel-lingtheorie)

Sengaja berarti membayangkan akan timbulnya akibat perbuatannya; orang

tidak bisa menghendaki akibat, melainkan hanya dapat membayangkan.

b. Kealpaan (culpa)

Menurut Van Hamel, kealpaan mengandung dua syarat, yaitu:9

1) Tidak mengadakan penduga-duga sebagaiana diharuskan oleh hukum.

2) Tidak mengadakan penghati-hati sebagaimana diharuskan oleh hukum.

Kealpaan seseorang itu harus ditentukan secara normatif, dan tidak secara fisik

atau psychis. Maksudnya adalah tidaklah mungkin diketahui bagaimana sikap batin seseorang yang sesungguhnya, maka haruskah ditetapkan dari luar

bagaimana seharusnya ia berbuat dengan mengambil ukuran sikapbatin orang

pada umumnya, apabila ada dalam situasi yang sama dengan si pembuat. Yang

harus memegang ukuran normatif dari kealpaan adalah haki. Hakimlah yang harus

menilai suatu perbuatan in corcreto dengan ukuran norma penghati-hati atau penduga-duga, dengan memperhitungkan di dalam segala keadaan dan keadaan

pribadi si pembuat.

8

Diah Gustiniati dan Budi Rizki H,Asas-asas dan Pemidanaan di Indonesia, Bandar Lampung: Justice Publisher, 2014, hlm. 121

9

(26)

3. Tidak Ada Alasan Pemaaf

Alasan pemaaf atau schulduitsluitingsground ini manyangkut pertanggungjawaban seseorang terhadap perbuatan pidana yang telah

dilakukannya atau criminal responbility, alasan pemaaf ini menghapuskan kesalahan orang yang melakukan delik atas dasar beberapa hal.

Menurut Mackenzei dalam bukunya Ahmad Rifai, ada beberapa teori atau

pendekatan yang dapatdipergunakan oleh hakim dalam mempertimbangkan

penjatuhan putusan dalam suatuperkara, yaitu sebagai berikut:10

1. Teori keseimbangan

Yang dimaksud dengan keseimbangan disin adalah keseimbangan antarasyarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang dan kepentinagan pihak-pihak yangtesangkut atau berakitan dengan perkara, yaitu anatara lain seperti adanyakeseimbangan yang berkaitan dengan masyarakat, kepentingan terdakwa dankepentingan korban.

2. Teori pendekatan seni dan intuisi

Penjatuhan putusan oleh hakim merupakan diskresi atau kewenangan darihakim. Sebagai diskresi, dalam penjatuhan putusan hakim menyesuaikan dengankeadaan dan pidana yang wajar bagi setiap pelaku tindak pidana, hakim akan melihatkeadaan pihak terdakwa atau penuntut umum dalam perkara pidana. Pendekatan senidipergunakan oleh hakim dalam penjatuhan suatu putusan, lebih ditentukan olehinstink atau intuisi dari pada penegtahuan dari hakim.

3. Teori pendekatan keilmuan

Titik tolak dari teori ini adalah pemikiran bahwa proses penjatuhan pidanaharus dilakukan secara sistematik dan penuh kehati-hatian khususnya dalam kaitannyadengan putusan-putusan terdahulu dalam rangka menjamin konsistensi dari putusanhakim. Pendekatan keilmuan ini merupakan semacam peringatan bahwa dalammemutus suatu perkara, hakim tidak boleh semata-mata atas dasar intuisi atau instinksemata, tetapi harus dilengkapi dengan ilmu pengetahuan hukum dan juga wawasankeilmuan hakim dalam menghadapi suatu perkara yang harus diputuskannya.

4. Teori Pendekatan Pengalaman

Pengalaman dari seorang hakim merupakan hal yang dapat membantunyadalam menghadapi perkara-perkara yang dihadapinya sehari-hari, dengan pengalamanyang dimilikinya, seorang hakim dapat

10

(27)

12

mengetahui bagaimana dampak dari putusanyang dijatuhkan dalam suatu perkara pidana yang berkaitan dengan pelaku, korbanmaupun masyarakat. 5. TeoriRatio Decidendi

Teori ini didasarkan pada landasan filsafat yang mendasar, yangmempertimbangkan segala aspek yang berkaitan dengan pokok perkara yangdisengketakan, kemudian mencari peraturan perundang-undangan yang relevan denganpokok perkara yang disengketakan sebagai dasar hukum dalam penjatuhan putusan,serta pertimbangan hakim harus didasarkan pada motivasi yang jelas untukmenegakkan hukum dan memberikan keadilan bagi para pihak yang berperkara.

Pasal 183 KUHAP menentukan bahwa:

Hakim tidak boleh menjatuhkan Pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan

sekurang-kurangnya ada dua alat bukti yang sah, ia memperoleh keyakinan bahwa

suatu tindak pidana telah terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah

melakukannya.

Pasal184 KUHAP menentukan bahwa:

(1) Alat bukti yang sah ialah :

a. Keterangan saksi;

b. Keterangan ahli;

c. Surat;

d. Petunjuk;

e. Keterangan terdakwa;

(2) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.

Peran hakim sebagai pihak yang memberikan pemidanaan tidak mengabaikan

hukum atau norma serta peraturan yang hidup dalam masyarakat, sebagaimana

diatur dalam Pasal 28 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan

(28)

mengadili, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam

masyarakat”.

2. Konseptual

Konseptual adalah susunan berbagai konsep yang menjadi fokus pegamatan

dalam penelitian. 11 Berdasarkan definisi tersebut, maka batasan pengertian dari

istilah yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Pertanggungjawaban pidana adalah suatu perbuatan yang harus

dipertanggungjawabkan secara pidana terhadap seseorang yang melakukan

tindak pidana.12

b. Tindak pidana (Strafbaar feit)menurut Moeljatno dalam bukunya Tri Andrisman adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan

mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang

siapa melanggar larangan tersebut.13

c. Pencurian adalah Barangsiapa mengambil barng sesuatu yang seluruhnya atau

sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara

melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana paling lama lima

tahun dan atau denda paling banyak enam puluh rupiah ( Pasal 362 tentang

pencurian KUHP ).

d. Kekerasan merupakan tindakan agresi dan pelanggaran (penyiksaan,

pemukulan, pemerkosaan, dan lain-lain) yang menyebabkan atau

dimaksudkan untuk menyebabkan penderitaan atau menyakiti orang lain, dan

hingga batas tertentu tindakan menyakiti binatang dapat dianggap sebagai

11

Soerjono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia: Press Jakarta, 1983, hlm.121.

12

Tri Andrisman,Hukum Pidana. Buku Ajar Universitas Lampung, 2009, hlm. 94. 13Ibid,

(29)

14

kekerasan, tergantung pada situasi dan nilai-nilai sosial yang terkait dengan

kekejaman terhadap binatang.14

e. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun,

termasuk anak yang dalam kandungan (Pasal 1 angka 1 Undang-undang

Nomor 23 tahun 2002). Sementara menurut Pasal 1 angka 1 Undang-undang

Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, anak adalah

orang yangdalam perkara anak nakal telah mencapai umur 12 (dua belas)

tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum

pernah kawin.

E. Sistematika Penulisan

Agar skripsi ini dapat tersusun secara teratur dan berurutan sesuai apa yang

hendak dituju dan dimaksud dengan judul skripsi, maka dalam sub bab ini penulis

akan membuat sistematika sebagai berikut:

I. PENDAHULUAN

Dalam bab ini penulis akan menguraikan gambaran umum mengenai penulisan

hukum yang mencakup latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian yang digunakan dan sistematika

penulisan hukum, pendekatan masalah sumber dan jenis data, lokasi penelitian,

penentuan populasi dari sempel, metode pengumpulan data dan pengolahan data,

serta analisis data.

14

(30)

II. TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini penulis akan menguraikan mengenai menjelaskan teori-teori yang

berhubungan dengan judul. Pada bab II memberikan penjelasan mengenai

tinjauan umum tentang kejahatan, dan tinjauan umum tentangpemidanaan

terhadap anak.

III. METODE PENELITIAN

Bab ini mengemukakan tentang langkah-langkah yang digunakan dalam

melakukan penelitian, meliputi pendekatan masalah, sumber dan jenis data, lokasi

penelitian, penentuan narasumber, metode pengumpulan data dan pengolahan

data, serta analisis data.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisikan pembahasan terhadap permasalahan yang terdapat dalam

penulisan ini dengan menggunakan data yang diperoleh dilapangan baik berupa

data primer maupun data sekunder yang menyajikan hasil penelitian disertai

dengan pembahasan mengenai tindak pidana pencurian dengan kekerasan yang

dilakukan oleh anak.

V. PENUTUP

Bab ini merupakan penutup yang merupakan kesimpulan tentang hal-hal yang

telah diuraikan dalam bab-bab terdahulu, guna menjawab permasalahan yang

telah diajukan. Dalam bab ini diberikan juga sumbangan pemikiran berupa

(31)

6

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tindak Pidana

1. Pengertian Tindak Pidana

Istilah tindak pidana merupakan terjemahan dari strafbaarfeit, di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak terdapat penjelasan dengan yang

dimaksud strafbaarfeit itu sendiri. Biasanya tindak pidana disinonimkan dengan delik, yang berasal dari bahasa Latin yakni kata delictum. Dalam kamus hukum pembatasan delik tercantum sebagai berikut:

“Delik adalah perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena merupakan

pelanggaran terhadap undang-undang (tindak pidana).”1

Tindak pidana yang dalam bahasa Belanda disebut strafbaarfeit, terdiri atas tiga suku kata, yaitu straf yang diartikan sebagai pidana dan hukum, baar diartikan sebagai dapat dan boleh, dan feit yang diartikan sebagai tindak, peristiwa, pelanggaran dan perbuatan.

Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

dikenal dengan istilah strafbaarfeitdan dalam kepustakaan tentang hukum pidana sering mempergunakan delik, sedangkan pembuat undang-undang merumuskan

1

(32)

suatu undang- undang mempergunakan istilah peristiwa pidana atau pebuatan

pidana atau tindakan pidana.2

Pada umumnya tindak pidana disinonimkan dengan delik , yang berasaldari

bahasa Latin, yakni delictum. Dalam bahasa Jerman disebut delict,dan dalam bahasa Belanda disebut delict. Dalam Kamus Besar BahasaIndonesia menggunakan istilah delik yaitu perbuatan yang dapatdikenakan hukuman karena

merupakan pelanggaran terhadap undang-undangtindak pidana.3

Moeljatno menggunakan istilah “perbuatan pidana” yaituperbuatan yang dilarang

oleh suatu aturan hukum, laranganmana disertai ancaman (sanksi) yang berupa

pidana tertentu,bagi barang siapa yang berupa pidana tertentu.

Sedangkan Roeslan Saleh mengemukakan pendapatnya mengenaipengertian

perbuatan pidana, yaitu sebagai perbuatan yangoleh aturan hukum pidana

dinyatakan sebagai perbuatan yangdilarang.4

2. Unsur-Unsur Tindak Pidana

Menurut Lamintang5

,unsur delik terdiri atas dua macam, yakniunsur subjektif dan

unsur objektif. Yang dimaksud dengan unsur subjektifadalah unsur yang melekat

pada diri si pelaku atau yang berhubunganpada diri si pelaku dan termasuk

didalamnya segala sesuatu yangterkandung di dalam hatinya. Adapun yang

dimaksud dengan unsurobjektif adalah unsur yuang ada hubungannya dengan

2

Amir Ilyas,Op.Cit., hlm. 20. 3

Teguh Prasetyo,Hukum Pidana, Jakarta: Rajawali Pers, 2011, hlm. 47. 4

Mahrus Ali,Dasar-Dasar Hukum Pidana, Jakarta: Sinar Grafika, 2011, hlm. 97-98. 5

(33)

18

keadaan-keadaan,yaitu dalam keadaan ketika tindakan-tindakan dari si pelaku itu

harusdilakukan.

Unsur-unsur subjektif dari suatu tindakan itu adalah sebagai berikut:

a. Kesengajaan atau ketidaksengaajan (dolusatauculpa) b. Maksud atauvoornemenpada suatu percobaan ataupoging.

c. Berbagai maksud atau oogmerk seperti yang terdaptmisalnya di dalam kejahatan pencurian, penipuan,pemerasan, pemalsuan, dan lain-lain.

d. Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedache raad,seperti yang terdapat di dalam kejahatan pembunuhanmenurut Pasal 340 KUHPidana.

e. Perasaan takut seperti yang antara lain terdapat dalamrumusan tindak

pidana menurut Pasal 308 KUHPidana.

Unsur-unsur objektif dari suatu tindak pidana adalah sebagai berikut:

a. Sifat melawan hukum atauwederrechtelijkheid

b. Kualitas dari si pelaku. Kualitas, yakni hubungan antara suatu tindakan

sebagai penyebab dengan suatu kenyataan sebagai akibat.

Menurut simon, seorang penganut aliran monistis dalam merumuskan pengertian

tindak pidana, ia memberikan unsurunsur tindak pidana sebagai berikut:6

1. Perbuatan manusia (positif atau negatif, berbuat atau tidak berbuat atau

membiarkan.

2. Diancam dengan pidana.

3. Melawan hukum.

4. Dilakukan dengan kesalahan dan orang yang mampu bertanggungjawab.

6

(34)

Mengenai kapan unsur melawan hukum itu berupa melawan hukumobjektif atau

subjektif bergantung dari bunyi redaksi rumusan tindakpidana yang bersangkutan.

Unsur yang bersifat objektif adalah semuaunsur yang berada di luar keadaan batin

manusia atau si pembuat, yaknisemua unsur mengenai perbuatannya, akibat

perbuatan dan keadaan-keadaantertentu yang melekat (sekitar) pada perbuatan dan

objek tindakpidana. Sementara itu, unsur yang bersifat subjektif adalah semua

unsuryang mengenai batin atau melekat pada keadaan batin orangnya.7

Dalam KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) hukuman dibedakan

menjadi dua, yaitu hukuman pokok dan hukuman tambahan. Pengaturan ini

terdapat dalam Pasal 10 KUHP, yaitu:

a. Pidana Pokok

1. Pidana mati;

2. Pidana penjara;

3. Pidana kurungan;

4. Pidana denda;

5. Pidana tutupan.

b. Pidana Tabahan

1. Pencabutan hak-hak tertentu;

2. Perampasan barang-barang tertentu;

3. Pengumuman putusan hakim.

Pengaturan mengenai hukuman tambahan juga terdapat dalam beberapa peraturan

perundang-undangan lainnya, KUHP sendiri memang tidak membatasi bahwa

7

(35)

20

hukuman tambahan tersebut terbatas pada 3 bentuk di atas saja. Pada prinsipnya

memang pidana tambahan tidak dapat dijatuhkan secara berdiri sendiri tanpa

pidana pokok oleh karena sifatnya hanyalah merupakan tambahan dari sesuatu hal

yang pokok.

B. Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan

Tindak pidana pencurian dengan kekerasan itu telah diatur dalam Pasal 365

KUHP, yangrumusannya sebagai berikut:8

1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun pencurian yang

didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan,

terhdap orang dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah

pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan

diri sendiri atau peserta lainnya, atau untuk tetap menguasai barang yang

dicuri.

2) Diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun:

a. jika perbuatan dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah atau di

pekarangan tertutup yang ada rumahnya, diberjalan,

b. Jika perbuatan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu

c. Jika masuk ke tempat melakukan kejahatan dengan merusak atau emanjat

atau dengan memakia anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian

jabatan palsu.

d. Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat.

8

(36)

3) Jika perbuatan mengakibatkan kematian maka diancam dengan pidana

penjara paling lama lima belas tahun.

4) Diancam dengan pidana mati atau pidana seumur hidup atau selama waktu

tertentu paling lama dua puluh tahun, jika perbuatan mengakibatkan luka

berat atau kematian dan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan

bersekutu, disertaipula oleh salahsatu hal yang diterangkan dalam nomor 1

dan 3.

Dengan demikian maka yang diatur dalam Pasal 365 KUHPidanasesungguhnya

hanyalah satu kejahatan, dan bukan dua kejahatan yangterdiri atas kejahatan

pencurian dan kejahatan pemakaian kekerasan terhadap orang, ataupun bukan

merupakan suatusamenloopdarikejahatan pencurian dengan kejagatan pemakaian kekerasan terhadaporang.

Pencurian yang diatur dalam Pasal 365 KUHP, yang pada intinya memiliki unsur :

1. Maksud untuk “mempersiapkan pencurian”, yaitu perbuatan kekerasan

atau ancaman kekerasan yang mendahului pengambilan barang. Misalnya :

mengikat penjaga rumah, memukul dan lain-lain.

2. Maksud untuk “mempermudah pencurian”, yaitu pengambilan barang

dipermudah dengan kekerasan atau ancaman kekerasan. Misalnya :

menodong agar diam, tidak bergerak, sedangkan si pencuri lain

mengambil barang-barang dalam rumah.9

Pencurian dengan kekerasan bukanlah merupakan gabungandalam artian

gabungan antara tindak pidana pencurian dengan tindakpidana kekerasan maupun

9

(37)

22

ancaman kekerasan, kekerasan dalam hal inimerupakan keadaan yang

berkualifikasi, maksudnya adalah kekerasanadalah suatu keadaan yang mengubah

kualifikasi pencurian biasa menjadipencurian dengan kekerasan. Dengan

demikian unsur-unsurnya dikatakansama dengan Pasal 362 KUHPidana

ditambahkan unsur kekerasan atauancaman kekerasan.

C. Pengertian Anak dan Undang-Undang yang Mengatur Tentang Anak

1. Pengertian Anak

Secara umum, kita ketahui yang dimaksud dengan anak yaitu orang yang masih

belum dewasa atau masih belum kawin. Terdapat beberapa pengertian

tentanganak menurut Peraturan Perundan-undangan dan para ahli.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, penjelasan

tentang anak terdapat dalam Pasal 1 ayat (1) Anak adalah seorang yang belum

berusia 18 (delapan belas) tahun termasuk anak yang berada dalam kandungan.

Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan

Pidana Anak Pasal 1 Ayat (3) Anak adalah anak yang telah berumur 12 (duabelas)

tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan

tindak pidana.

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK), Nomor: 1/PUU-VII/2010, Tanggal 24

Februari 2011, Terhadap Pengadilan Anak Mahkamah Konstitusi (MK)

menyatakan bahwa frase 8 tahun dalam pasal 1 angka 1, pasal 4 ayat (1) dan pasal

(38)

bertentangan dengan UUD 1945, sehingga MK memutuskan batas minimal usia

anak yang bisa dimintai pertanggungjawaban hukum adalah 12 tahun.

Sedangkan pembatasan pengertian anak menurut beberapa ahli yakni sebagai

berikut:

Menurut Sugiri sebagai mana yang dikutip dalam buku karya Maidi Gultom

mengatakan bahwa:

“selama di tubuhnya masih berjalan proses pertumbuhan dan perkembangan, anak

itu masih menjadi anak dan baru menjadi dewasa bila proses perkembangan dan pertumbuhan itu selesai, jadi batas umur anak-anak adalah sama dengan permulaan menjadi dewasa, yaitu 18 (delapan belas) tahun untuk wanita dan 21 (dua puluh) tahun untuk laki-laki.”10

Pada penulisan skripsi ini penulis memberikan batasan pengertian anak yakni

seseorang telah mencapai usia 8 (delapan) tahun dan belum 18 (delapan belas)

tahun serta belum kawin.

2. Undang-Undang yang Mengatur Tentang Anak

a. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anakjo

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

Terdapat beberapa perubahan dan perkembangan, khususnya dalam

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang telah

disahkan oleh Presiden bersama DPR pada akhir bulan juli 2012 lalu dibanding

dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.

10

(39)

24

Tujuannya adalah untuk semakin efektifnya perlindungan anak dalam sistem

peradilan demi terwujudnya Sistem Peradilan Pidana yang Terpadu (integrated criminal justice system) atau juga bisa jadi pemunduran terhadap nilai-nilai yang telah ada sebelumnya.

Pada Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana

Anak terdapat perubahan-perubahan dibandingkan dengan Undang-undang

Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, diantaranya :

1. Definisi anak

Pada Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, terdapat

definisi Anak dan Anak Nakal.

“Anak adalah orang yang dalam perkara Anak Nakal telah mencapai umur 8

(delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum

pernah kawin.”

Anak Nakal adalah :

a. anak yang melakukan tindak pidana; atau

b. anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik

menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum

lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.”

Sedangkan dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem

Peradilan Pidana Anak pengertian anak diperluas lagi, dan cenderung kepada

penggunaan anak dalam sistem peradilan, yaitu Anak yang Berhadapan dengan

Hukum, Anak yang Berkonflik dengan Hukum, Anak yang Menjadi Korban

(40)

terlepas dengan adanya Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang

Perlindungan Saksi dan Korban sehingga mempengaruhi definisi anak dalam

Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

2. Lembaga yang Mengatur Tentang Anak

Pada Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, tidak

disebutkan secara rinci tentang lembaga-lembaga apa saja yang terdapat dalam

SPPA (Sistem Peradilan Pidana Anak). Tetapi dalam perkembangannya dalam

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak,

terdapat lembaga-lembaga antara lain : Lembaga Pembinaan Khusus Anak

(LPKA), Lembaga Penempatan Anak Sementara (LPAS), dan Lembaga

Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (LPKS).

a. Lembaga Pembinaan Khusus Anak yang selanjutnya disingkat LPKA adalah

lembaga atau tempat Anak menjalani masa pidananya.

b. Lembaga Penempatan Anak Sementara yang selanjutnya disingkat LPAS

adalah tempat sementara bagi Anak selama proses peradilan berlangsung.

c. Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial yang selanjutnya disingkat

LPKS adalah lembaga atau tempat pelayanan sosial yang melaksanakan

penyelenggaraan kesejahteraan sosial bagi Anak.

3. Asas-asas

Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak tidak menyebut

secara khusus bahwa pengadilan anak didasarkan atas asas-asas apa saja, tetapi

dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana

(41)

26

“Sistem Peradilan Pidana Anak dilaksanakan berdasarkan asas:

a. pelindungan;

b. keadilan;

c. nondiskriminasi;

d. kepentingan terbaik bagi Anak;

e. penghargaan terhadap pendapat Anak;

f. kelangsungan hidup dan tumbuh kembang Anak;

g. pembinaan dan pembimbingan Anak;

h. proporsional;

i. perampasan kemerdekaan dan pemidanaan sebagai upaya terakhir; dan

j. penghindaran pembalasan.

4. Sanksi pidana

undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak maupun

Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak memuat

sanksi pidana, baik pokok maupun tambahan, antara lain :

Undang-undangNo. 3 Tahun 1997 Undang-undang No. 11 Tahun 2012

(42)

5. Ketentuan pidana11

6. Diversi dan Keadilan Restoratif

Tidak adanya pengaturan secara jelas alternatif penyelesaian masalah anak

yang berkonflik dengan hukum melalui upaya diversi. Dalam upaya diversi

ini Lembaga Kepolisian dapat menggunakan kewenangan diskresioner yang

dimilikinya. Antara lain tidak menahan anak, tetapi menetapkan suatu

tindakan berupa mengembalikan anak kepada orang tuanya atau

menyerahkannya kepada negara. Pada tingkat penuntutan, upaya diversi tidak

dapat dilakukan karena lembaga penuntutan tidak memiliki kewenangan

diskresioner. Sedangkan pada tingkatan pengadilan diversi terbatas pada

tindakan pengadilan untuk tidak menjatuhkan pidana penjara atau kurungan.

Untuk itu perlu adanya pengaturan tentang upaya diversi secara jelas baik

pada tingkat kepolisian, kejaksaan maupun pengadilan sebagaimana halnya

diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan

pidana anak. Sehingga aparat kepolisian tidak menggunakannya

kewenangannya itu sekehendak hatinya, tetapi berlandaskan

ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku. Kemudian dalam pelaksanaan proses

peradilan Undang-Undang Nomor 3 tahun 1997 belum mengutamakan

pendekatan hukum dengan keadilan Restoratif, sama halnya dengan

pendekatan yang dimuat dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 yang

mengutamakan pendekatan keadila restorative.

11

(43)

28

7. Jangka waktu atau masa penangkapan danpenahanan

Tidak adanya pengaturan secara jelas tentang aturan penangkapan dan

penahanan terhadap anak nakal. Dalam prakteknya penangkapan terhadap

anak nakal disamakan dengan orang dewasa. Yang membedakan hanya

jangka waktu penahanan terhadap anak lebih singkat dari orang dewasa.

Perlunya pengaturan secara jelas terhadap penangkapan dan penahanan

terhadap anak agar lebih memberikan perlindungan yang maksimal terhadap

anak dan terhindar dari perlakuan-perlakuan yang salah dari aparat penegak

hukum. Dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 Pasal 81 ayat (2) telah

menetapkan bahwapidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada anak paling

lama ½ (satu per dua) dari maksimum ncaman pidana orang dewasa.

b. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak disahkan pada

tanggal 22 Oktober 2002. Penyelenggaraan undang-undang ini berasaskan

Pancasila dan berlandaskan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun

1945 serta prinsip-prinsip dasar Konvensi Hak-hak Anak yang meliputi:

a. Non Diskriminasi;

b. Kepentingan yang terbaik untuk anak;

c. Hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangannya;

d. Penghargaan terhadap anak.

Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar

dapat hidup, tumbuh dan berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai

(44)

kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas,

berakhlak mulia dan sejahtera (Pasal 3) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002

memuat 20 hak anak dan keawajiban anak. Karena anak adalah subyek hukum

yang kepadanya melekat hak dan kewajiban yang harus dijamin pelaksanaannya.

Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 mengatur tentang Hak dan Kewajiban

Anak yang tertuang dalam Pasal 4 hingga Pasal 19.

c. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak

Anak dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 adalah seseorang yang

belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin.

Mewujudkan kesejahteraan anak menjadi hak setiap anak tanpamembeda-bedakan

jenis kelamin, agama, pendirian politik, dan kedudukan sosial.

Pasal 2 menentukan bahwa:

(1) Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan

berdasarkan kasih sayang baik dalam keluarganya maupun di dalam

asuhan khusus untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar.

(2) Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan

kehidupan sosialnya, sesuai dengan kebudayaan dan kepribadian bangsa,

untuk menjadi warganegara yang baik dan berguna.

(3) Anak berhak atas pemeliharaan dan perlidungan, baik semasa dalam

kandungan maupun sesudah dilahirkan.

(4) Anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat

membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangannya

(45)

30

Usaha kesejahteraan anak terdiri atas usaha pembinaan, pengembangan,

pencegahan, dan rehabilitasi yang dilakukan oleh Pemerintah dan atau

masyarakat.

D. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana

Pertanggungjawaban pidana adalah pertanggungjawaban orang terhadap tindak

pidana yang dilakukannya. Tegasnya, yang dipertanggungjawabkan orang itu

adalah tindak pidana yang dilakukannya. Maka, terjadinya pertanggungjawaban

pidana karena telah ada tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang.

Seseorang yang melakukan tindak pidana baru boleh dihukum apabila si pelaku

sanggup mempertanggungjawabkan perbuatan yang telah diperbuatnya, masalah

penanggungjawaban erat kaitannya dengan kesalahan, oleh karena adanya asas

pertanggungjawaban yang menyatakan dengan tegas "Tiada Pidana tanpa

kesalahan" (Geen Straf Zonder Schuld) untuk menentukan apakah seorang pelaku tindak pidana dapat dimintai pertanggungjawaban dalam hukum pidana, akan

dilihat apakah orang tersebut pada saat melakukan tindak pidana mempunyai

kesalahan.Kesalahan diartikan sebagai keadaan pysikis yang tertentu pada orang

yang melakukan perbuatan tindak pidana dan adanya hubungan antara kesalahan

tersebut dengan perbuatan yang dilakukan dengan sedemikian rupa, sehingga

orang tersebut dapat dicela karena, melakukan perbuatan pidana.

Pembicaraan mengenai pertanggungjawaban pidana tidak dapat dilepaskan dari

pembicaraan mengenai perbuatan pidana. Orang tidak mungkin

(46)

Para penulis sering menggambarkan bahwa dalam menjatuhkan pidana, unsur

tindak pidana dan pertanggungjawaban pidana harus terpenuhi.

Unsur perbuatan pidana terletak dalam lapangan obyektif yang diikuti oleh unsur

sifat melawan hukum, sedangkan unsur pertanggungjawaban pidana merupakan

unsur subyektif yang terdiri dari kemampuan bertanggungjawab dan adanya

kesalahan (kesengajaan dan kealpaan).

Pasal 44, 48, dan Pasal 49 ayat (2) KUHP menentukan bahwa tidak semua orang

yang telah melakukan tindak pidana dapat dipidana, hal ini terkait dengan alasan

pemaaf dan alasan pembenar. Alasan pemaaf yaitu suatu alasan tidak dapat

dipidananya seseorang dikarenakan keadaan orang tersebut secara hukum

dimaafkan. Alasan pembenar yaitu tidak dapat dipidananya seseorang yang telah

melakukan tindak pidana dikarenakan ada undang-undang yang mengatur bahwa

perbuatan tersebut dibenarkan. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 48, 49 ayat (1),

50 dan 51 KUHP.

Pasal 44 KUHP menentukan bahwa:

(1) Barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjwabkan kepedanya karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit, tidak dipidana.

(2) Jika ternyata perbuatannya itu tidak dapat dipertanggungjawabkan kepda pelakunya karenapertumbuhan jiwanya cacat atau terganggu karena penyakit, maka hakim dapat memerintahkan supaya orang dimasukan ke rumah sakit jiwa, paling lama satu tahun sebagai waktu percobaan.

(3) Ketentun dalam ayat (2) hanya berlaku bagi Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negri.

Pasal 48 KUHP menentukan bahwa barangsiapa melakukan perbuatan karena

(47)

32

Pengertian perbuatan pidana tidak termasuk hal pertanggungjawaban. Perbuatan

pidana hanya menunjuk pada dilarangnya perbuatan. Apakah orang yang telah

melakukan perbuatan itu kemudian juga dipidana tergantung pada soal, apakah

dia dalam melakukan perbuatan itu mempunyai kesalahan atau tidak apabila orang

yang melakukan perbuatan pidana itu memang mempunyai kesalahan, maka tentu

dia akan dipidana. Tetapi, manakala dia mempunyai kesalahan, walaupun dia

telah melakukan perbuatan yang terlarang dan tercela, dia tidak dipidana. Asas

yang tidak tertulis : “Tidak dipidana jika tidak ada kesalahan”, merupakan tentu

dasar daripada dipidananya si pembuat.

Dilihat dari sudut terjadinya satu tindakan yang terlarang, seseorang akan

dipertanggungjawabkan atas tindakannya apabila tindakan tersebut bersifat

melawan hukum (dan tidak ada peniadaan sifat melawan hukum atau

rechtsvaardigingsgrond atau alasan pembenar) untuk orang itu dilihat dari sudut kemampuan bertanggungjawab maka hanya seseorang yang mampu

bertanggungjawab yang dapat dipertanggungjawabkan.

Menurut Moeljatno, seseorang harus bertanggungjawab secara sendiri atau

bersama orang lain, karena kesengajaan atau kelalaian secara aktif atau pasif

dilakukan dalam wujud perbuatan melawan hukum, baik dalam tahap pelaksanaan

maupun dalam tahap percobaan. Pendapat para sarjana kiranya dapat diambil

kesimpulan bahwa untuk adanya kemampuan bertanggungjawab harus ada:12

1. Kemampuan untuk membeda-bedakan antara perbuatan yang baik dan yang

benar, yang sesuai dengan hukum dan yang melawan hukum.

12

(48)

2. Kemampuan untuk menentukan kehendaknya menurut keinsafan tentang baik

dan buruknya perbuatan tadi.

Pertanggungjawaban pidana tidak hanya menyangkut soal hukum semata,

melainkan juga menyangkut soal nilai-nilai moral atau kesusilaan umum yang

dianut oleh masyarakat atau kelompok-kelompok dalam masyarakat.

Van Hemel menyatakan bahwa pertanggungjawaban yaitu keadaan normal dan

kematangan psikis yang membawa 3 (tiga) macam kemampuan untuk:13

1. Memahami arti dan akibat perbuatan sendiri

2. Memahami bahwa perbuatannya itu tidak dibenarkan atau dilarang oleh masyarakat.

3. Menetapkan kemampuan terhadap perbuatan-perbuatan itu sehingga dapat disimpulkan bahwa pertanggungjawaban mengandung pengertian kemampuan atau kecakapan.

Pertanggungjawaban pidana adalah pengertian kesalahan yang luas, yang tidak

boleh dicampuradukan dengan yang disebutkan dalam Pasal 44 KUHP. Pasal 44

KUHP merumuskan tentang keadaan mengenai kapan seseorang tidak mampu

bertanggungjawab agar tidak dipidana, artinya merumuskan perihal kebalikan dari

kemampuan bertanggungjawab. Dipidananya seseorang tidaklah cukup apabila

orang itu telah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau

perbuatan melawan hukum.

E. Dasar Pertimbangan Hakim

Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 (KUHAP), Hakim adalah

pejabat Peradilan Negara yangdiberi wewenang oleh undang-undang untuk

13

(49)

34

mengadili. Kemudian kata “mengadili”sebagai rangakain tindakan hakim untuk

menerima, memeriksa, dan memutus perkara berdasarkan asas bebas, jujur, dan

tidak memihak dalam sidang suatu perkara danmenjunjung tinggi 3 (tiga) asas

peradilan yaitu sederhana, cepat dan biaya ringan.

Menurut Ahmad Rifai, hakim dalam membuat putusan harus memperhatikan

segala aspek di dalamnya, mulai dari perlunya kehati-hatian, dihindari sekecil

mungkin ketidakcermatan, baik yang bersifat formal maupun materiil sampai

dengan adanya kecakapan teknik membuatnya. Oleh karena itu hakim tidak

berarti dapat berbuat sesuka hatinya, melainkan hakim juga harus

mempertanggungjawabkan putusnnya.14

Kebebasan hakim dalam memeriksa dan mengadili suatu perkara merupakan

mahkota bagi hakim dan harus tetap dikawal dan dihormati oleh semua pihak

tanpa kecuali, sehingga tidak ada satu pihak yang dapat menginterpensi hakim

dalam menjalankan tugasnya tertentu. Hakim dalam menjatuhkan putusan harus

mempertimbangkan banyak hal, baik itu yang berkaitan dengan perkara yang

sedang diperiksa, tingkat perbuatan dan kesalahan yang dilakukan pelaku, sampai

kepentingan pihak korban maupun keluarganya serta mempertimbangkan pula

rasa keadilan masyarakat.15

Putusan hakim haruslah berisi alasan-alasan dan pertimbanga-pertimbangan yang

bisa memberikan rasa keadilan bagi terdakwa. Dimana dalam

pertimbangan-pertimbangan itudapat dibaca motivasi yang jelas dari tujuan putusan yang

diambil. Dalam proses penjatuhan putusan tersebut, seorang hakim harus

14

Ahmad Rifai.Op.Cit., hlm.94. 15Ibid

(50)

meyakini apakah seorang terdakwa melakukan tindak pidana ataukah tidak,

dengan tetap berpedoman pada pembuktian untuk menentukan kesalahan dari

(51)

✁6

III. METODE PENELITIAN

Untuk menjawab permasalahan tersebut diatas, diperlukan data dan informasi

yang relevan terhadap judul dan perumusan masalah serta identifikasi masalah,

untuk itu agar diperoleh data yang akurat, penulis menggunakan metode

penelitian sebagai berikut :

A. Pendekatan Masalah

Dalam penelitian ini penulis melakukan dua hal pendekatan, yaitu:

1. Pendekatan Yuridis Normatif

Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan yang dilakukan penulis dalam

usaha mencari kebenaran dengan melihat asas-asas yang terdapat dalam berbagai

peraturan undang-undang terutama yang berhubungan dengan Putusan Pengadilan

Nomor:05/Pid./2014/Pt.Tk, yang berlokasi di wilayah hukum Pengadilan Negeri

KotaBumi dan Pengadilan Tinggi Tanjung Karang tentang Tindak Pidana

Pencurian dengan Kekerasan yang Mengakibatkn Orang Mati.

2. Pendekatan Yuridis Empiris

Pendekatan yuridis empiris yaitu menelaah hukum sebagai pola perilaku yang

ditunjukkan pada penerapan peraturan hukum. Pendekatan yuridis empiris

dilakukan dengan cara mengumpulkan informasi-informasi di lapangan yang

(52)

Pencurian dengan Kekerasan yang Mengakibatkn Orang Mati tersebut.

Penggunaan kedua macam pendekatan tersebut dilakukan untuk memperoleh

gambaran dan pemahaman yang jelas danbenar terhadap permasalahan yang akan

dibahas dalam penelitian guna penulisan skripsi ini.

B. Sumber dan Jenis Data

Sumber data penelitian ini berasal dari data lapangan dan data kepustakaan.

Sedangkan jenis data terdiri atas data primer dan data sekunder.

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber pertama.1 Data

primer dalam penulisan ini diperoleh dari pengamatan atau wawancara dengan

para responden, dalam hal ini adalah pihak-pihak yang berhubungan langsung

dengan masalah skripsi ini.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari studi kepustakaan, yang terdiri dari

bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.

a. Bahan hukum primer antara lain:

1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 jo Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958 tentang Berlakunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

(KUHP).

1

(53)

38

2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana (KUHAP).

3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak.

4) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

Republik Indonesia.

5) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana

Anak.

6) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak

b. Bahan hukum sekunder, yaitu putusan hakim pada Pengadilan Tinggi

Tanjung Karang Nomor:05/Pid./2014/Pt.Tk, Putusan pada Pengadilan Negeri

Kotabumi Nomor:400/Pid.b/Anak/2013/PN.KB,serta bahan-bahan yang

memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti

undang-undang, literatur-literatur, makalah-makalah, dan lain-lain yang berhubungan

dengan permasalahan yang diteliti.

c. Bahan hukum tersier, yaitu kamus-kamus yang memberikan penjelasan

mengenai bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

C. Penentuan Narasumber

Narasuber adalah keseluruhan dari unit analisis yang ciri-cirinya akan diduga.

Dalam penelitian ini yang menjadi narasumber yaitu Hakim pada Pengadilan

Tinggi Tanjung Karang, Hakim Pengadilan Negeri Kota Bumi, Jaksa pada

Kejaksaan Tinggi Lampung dan Dosen bagian Hukum Pidana Universitas

Lampung. Untuk mendapatkan data yang diperlukan dari narasumber yang telah

(54)

Metode penentuan narasumber yang akan diteliti yaitu menggunakan metode

Purposive Sampling, yaitu penarikan narasumber yang dilakukan berdasarkan penunjukan yang sesuai dengan wewenang atau kedudukan sampel. Adapun

narasumberdalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Pejabat Peradilan pada Pengadilan Tinggi Tanjung Karang = 1 orang

b. Hakim Pengadilan Negeri Kota Bumi = 1 orang

c. Jaksa pada Kejaksaan Tinggi Lampung = 1 orang

d. Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum

Universitas Lampung = 1 orang

Jumlah = 4 orang

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data ditentukan dengan cara sebagai berikut:

a. Studi Lapangan

Studi lapangan dilakukan untuk memperoleh dataprimer. Studi lapangan ini

dilakukan dengan metode wawancara terpimpin, yaitu dengan mengajukan

pertanyaan kepada para responden yang telah ditentukan dimana pertanyaan

tersebut telah disiapkan terlebih dahulu.

b. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan dilakukan untuk memperoleh data sekunder, dengan studi

(55)

40

dilakukan dengn cara membaca, mengutip dan menelaah bahan-bahan hukum

dan literatur yang ada relevansinya dengan permasalahan yang akan dibahas.

2. Pengolahan Data

Data yang diperoleh dari data sekunder maupun data primer kemudian dilakukan

metode sebagai berikut:

a. Editing, yaitu data yang diperoleh kemudian diperiksa untuk diketahui apakah

masih terdapat kekurangan ataupun apakah data tersebut sesuai dengan

penulisan yang akan dibahas

b. Sistematisasi, yaitu data yang diperoleh dan telah diediting kemudian

dilakukan penyusunan dan penempatan data pada tiap pokok bahasan secara

sistematis.

c. Interpensi, yaitu mehubungkan, membandingkan, dan menguraikan data serta

mendeskripsikan data dalam bentuk uraian, untuk kemudian ditarik suatu

kesimpulan.

E. Analisis Data

Data yang sudah terkumpul dan tersusun secara sistematis kemudian dianalisis

dengan metode kualitatif, yaitu mengungkapkan dan memahami kebenaran

masalah dan pembahasan dengan menafsirkan data yang diperoleh dari hasil

penelitian, lalu data tersebut diuraikan dalam bentuk kalimat-kalimat yang disusun

secara terperinci, sistematis dan analisis sehingga akan mempermudah dalam

Referensi

Dokumen terkait

Masalah yang dihadapi dalam penelitian ini adalah masalah rendahnya hasil belajar siswa pada materi instalasi sistem operasi di kelas X SMK Swasta Harapan Stabat.. Penelitian

Dari hal tersebut untuk menguarngi berat badan yang berlebihan pada ibu Post Partum maka salah satunya yang perlu dilakukan yaitu memberikan ASI eksklusif kepada

Analisa statistik yang digunakan adalah koefisien korelasi Rank Spearman untuk mengetahui hubungan faktor internal dan faktor eksternal terhadap motivasi kerja karyawan

Penelitian ini dilatar belakangi oleh adanya salah satu kegiatan pemerintah yang berusaha untuk menjamin akses penduduk miskin terhadap pelayanan kesehatan melalui

Make sure that you keep a certain portion above the ground level to prevent surface water from flowing inside. waste water from a factory, waste water from workers’ village,

Selain itu, terdapat penemuan bahwa untuk menyukseskan kinerja perusahaan dapat dicapai melalui daya saing yang berasal dari strategi dife- rensiasi, yang terkait

Gambar 6 Kapas Sebagai Media Budi Daya Semut Jepang. Universitas

Selain geometri Euclid yang pembahasannya seperti disebutkan di atas, dalam matematika ada pula yang dikenal dengan geometri Riemann. Geometri Riemaan hadir