ABSTRAK
KARAKTERISTIK PASIEN YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN JASA LAYANAN KESEHATAN DI RSUD KOTA BEKASI
Oleh :
RISDIAN DINATA
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik pasien yang mempengaruhi permintaan jasa layanan kesehatan di RSUD Kota Bekasi. Objek penelitian ini adalah masyarakat yang melakukan kunjungan ke RSUD Kota Bekasi berupa rawat jalan dan rawat inap pada tahun 2013. Data yang digunakan adalah data primer.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik pasien yang mempengaruhi permintaan layanan kesehatan yang ada di RSUD Kota Bekasi pada tahun 2013 bisa dijelaskan bahwa variabel pendapatan, biaya alternatif, pendidikan, kualitas pelayanan dan total sakit 3 bulan berpengaruh signifikan terhadap permintaan jasa layanan kesehatan di RSUD Kota Bekasi sedangkan biaya kunjungan dan jarak tidak berpengaruh signifikan terhadap permintaan jasa layanan kesehatan di RSUD Kota Bekasi.
ABSTRACT
CHARACTERISTIC PATIENT AFFECTING DEMAND FOR HEALTH SERVICE IN THE BEKASI CITY HOSPITAL
By :
Risdian Dinata
This research is aiming to know about influence characteristic of influencing patient medical service demand in Local hospital of Bekasi City. This research object is people that has visiting
to Local Hospital of Bekasi city, it’s kind of outpatient or hospitalization in 2013. Database in
this research is using primary database.
The results showed that the patient characteristics that affect the demand for health services that exist in Bekasi City Hospital in 2013 can be explained that the income variable, the cost of alternatives, education, quality of care and total hospital 3 months significantly influence the demand for health care services in hospitals Bekasi while the cost of the visit and the distance does not significantly influence the demand for health care services in hospitals Bekasi.
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada dasarnya kesehatan merupakan salah satu aspek yang menentukan tinggi
rendahnya standar hidup seseorang (Todaro,2002). Oleh karena itu, status
kesehatan yang relatif baik dibutuhkan oleh manusia untuk menopang semua
aktivitas hidupnya. Setiap individu akan berusaha mencapai status kesehatan
tersebut dengan menginvestasikan dan atau mengkonsumsi sejumlah barang dan
jasa kesehatan (Grossman, 1972). Maka untuk mencapai kondisi kesehatan yang
baik tersebut dibutuhkan sarana kesehatan yang baik pula.
Kehidupan manusia yang semakin modern dalam berbagai aspek kehidupan
termasuk aspek kesehatan lambat laun seiring dengan perkembangan zaman yang
terjadi mampu menjelaskan secara rasional bagaimana mengoptimalkan status
kesehatan, sehingga berbagai upaya dilakukan melalui kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi (IPTEK) seperti diantaranya : menemukan cara
penyembuhan berbagai penyakit, penemuan obat-obat baru, teknik kedokteran
yang lebih mutakhir, pengenalan dan antisipasi penyakit yang lebih dini dan
berbagai hal tentang upaya mewujudkan status kesehatan yang lebih baik dan
Tumbuh suburnya tempat-tempat penyedia layanan kesehatan seperti rumah sakit,
klinik, balai pengobatan, dll, merupakan salah satu bukti bahwa produsen telah
merespon dan melihat peluang usaha dari kebutuhan masyarakat akan jasa
pelayanan kesehatan tersebut.RSUD Kota Bekasi merupakan salah satu penyedia
jasa pelayanan kesehatan yang berada di daerah Kota Bekasi. RSUD Kota Bekasi
membuka layanan kesehatan selama 24 jam atau dengan kata lain bahwa dokter
jaga yang bertugas selalu stand by kapanpun dibutuhkan oleh pasien yang
membutuhkan penanganan medis. Hal ini untuk mengantisipasi keadaan dimana
penyakit dapat menyerang seseorang dengan tiba-tiba, kapanpun tanpa bisa
diprediksi. Jika seseorang terserang penyakit yang datang tanpa kompromi mereka
tidak dapat lagi menunda atau mengesampingkan jasa pelayanan kesehatan.
Apalagi bila penyakitnya memerlukan penanganan medis dengan segera, maka
seseorang mau tidak mau akan mendatangi tempat-tempat pelayanan kesehatan
atau dengan memanggil dokter datang ke rumah untuk mendapatkan penanganan
medis secepatnya. Fasilitas tersebut diberikan RSUD Kota Bekasi kepada
masyarakat untuk mempermudah masyarakat apabila membutuhkan jasa RSUD
Kota Bekasi dengan segera. Sehingga kapanpun masyarakat membutuhkan,
RSUD Kota Bekasi akan siap melayaninya.
Hal ini menunjukkan bahwa fasilitas merupakan sarana maupun prasarana yang
penting dalam usaha meningkatkan kepuasan seperti memberi kemudahan,
memenuhi kebutuhan dan kenyamanan bagi pengguna jasa. Apabila fasilitas yang
disediakan sesuai dengan kebutuhan, maka konsumen akan merasa puas. Menurut
kesehatan adalah pemenuhan kebutuhan dan tuntutan dari para pemakai jasa
pelayanan kesehatan (pasien), dimana pasien mengharapkan suatu penyelesaian
dari masalah kesehatannya. Pasien memandang bahwa penyedia jasa pelayanan
kesehatan harus mampu memberikan pelayanan medis dalam upaya penyembuhan
penyakit dan pemulihan kesehatan yang berkualitas, cepat tanggap atas keluhan
pasien, serta penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan yang nyaman. Untuk itu,
RSUD Kota Bekasi harus selalu berusaha fokus terhadap kepuasan pelanggan dan
tanggap terhadap setiap pasien yang datang dan dalam memberikan pelayanan
kesehatan memakai tenaga yang terampil dan profesional agar pelayanan yang
diberikan dapat memenuhi harapan dari pasien.
Sebagai penyedia jasa pelayanan kesehatan, maka di dalam menjalankan
kegiatannya RSUD Kota Bekasi mempunyai fungsi yang senantiasa melekat yaitu
fungsi sosial dan fungsi bisnis. Dalam menjalankan fungsi sosialnya RSUD Kota
Bekasi melayani setiap pasien yang datang untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan tanpa membeda-bedakan status sosial ekonominya. Setiap pasien yang
datang akan dilayani dengan baik walaupun pasien yang datang merupakan orang
yang tidak mampu. Untuk menjalankan fungsi bisnisnya sebagai penyedia jasa
pelayanan kesehatan swasta, RSUD Kota Bekasi perlu untuk mempertahankan
dan meningkatkan jumlah kunjungan pasien agar mampu memperoleh keuntungan
dari kunjungan pasien untuk menjaga keberlangsungan usahanya.
RSUD Kota Bekasi sebagai salah satu penyedia jasa pelayanan kesehatan tidak
terlepas dari persaingan dengan sesama penyedia jasa pelayanan kesehatan
banyak faktor yang dipertimbangkan untuk memilih, akan tetapi salah satu cara
untuk menarik pelanggan dan memenangkan persaingan adalah dengan cara
memberikan jasa pelayanan yang sesuai dengan keinginan pelanggan yang dapat
memberikan kepuasan. Organisasi yang tidak berkualitas dalam memberikan
pelayanan akan ketinggalan dan terlindas dalam persaingan bisnis. Maka dari itu,
RSUD Kota Bekasi harus selalu berusaha meningkatkan mutu pelayanan yang
berorientasi kepada kepuasan pelanggan agar dapat bersaing secara sehat dengan
tempat penyedia layanan jasa kesehatan yang lainnya dengan cara selalu berusaha
memberikan produk dengan mutu yang lebih baik, harga bersaing, penyerahan
produk lebih cepat dan pelayanan yang lebih baik dari pada pesaingnya. Produk
dengan kualitas yang jelek, harga yang mahal, penyerahan produk yang lambat
dan cara pemberian pelayanan yang kurang baik dapat menimbulkan rasa tidak
puas kepada pelanggannya yang pada akhirnya tidak akan menggunakan produk
tersebut di kemudian hari (Suprapto, 2001 dalam Martianawati, 2009).
Hal tersebut bisa menunjukkan bahwa harga merupakan salah satu penyebab
ketidakpuasan para pelanggan. Adanya kesesuaian antara harga dan produk atau
jasa dapat membuat kepuasan bagi pelanggan. Jika pelanggan tidak puas, maka
akan meninggalkan perusahaan yang akan menyebabkan penurunan penjualan dan
selanjutnya akan menurunkan laba bahkan kerugian bagi perusahaan. Menurut
Schnaars dalam Tjiptono dan Chandra (2005), pada dasarnya tujuan sebuah bisnis
adalah menciptakan para pelanggan yang puas. Kualitas pelayanan yang baik
tentunya akan menciptakan kepuasan terhadap pengguna layanan. Kualitas
layanan yang baik pada akhirnya dapat memberikan beberapa manfaat, di
dengan pelanggan, memberikan dasar yang baik bagi terciptanya loyalitas
pelanggan dan membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke mulut yang
menguntungkan bagi penyedia jasa tersebut (Tjiptono et al, 2003). Dengan
berorientasi pada kualitas layanan yang baik, RSUD Kota Bekasi akan mampu
mendapatkan profitabilitas jangka panjang yang diperoleh dari kepuasan pasien.
Kotler dan Keller (2008) mengemukakan kualitas produk dan jasa, kepuasan
pelanggan dan profitabilitas perusahaan adalah tiga hal yang terkait erat.
Dilihat dari perspektif ekonomi, kesehatan merupakan faktor penentu tinggi
rendahnya kualitas sumber daya manusia. Teori ekonomi mikro tentang
permintaan jasa pelayanan kesehatan menyebutkan bahwa harga berbanding
terbalik dengan jumlah permintaan jasa pelayanan kesehatan. Teori ini
mengatakan bahwa jika jasa pelayanan kesehatan merupakan normal good, makin
tinggi pendapatan keluarga maka makin besar permintaan terhadap jasa pelayanan
kesehatan tersebut. Sebaliknya jika jenis jasa pelayanan kesehatan tersebut
merupakan inferiorgood, meningkatnya pendapatan keluarga akan menurunkan
permntaan terhadap jenis jasa pelayanan kesehatan tersebut (Folland et al., 2001).
Faktor kesehatan bukan merupakan barang inferior, karena semakin tinggi tingkat
kekayaan akan meningkatkan akses jasa pelayanan kesehatan. Faktor-faktor lain
yang cenderung meningkatkan akses jasa pelayanan kesehatan adalah usia dan
banyaknya gangguan kesehatan yang diderita. Faktor pendidikan cenderung
menurunkan akses jasa pelayanan kesehatan adalah hal yang harus disikapi
Faktor kesehatan berkaitan erat dengan kualitas sumber daya manusia itu sendiri.
Tinggi rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM) akan ditentukan oleh
status kesehatan, pendidikan dan tingkat pendapatan per kapita (Ananta dan
Hatmadji, 1985). Dalam kegiatan perekonomian, ketiga indikator kualitas sumber
daya manusia tersebut secara tidak langsung juga akan berimbas pada tinggi
rendahnya produktifitas sumber daya manusia, dalam hal ini khususnya
produktifitas tenaga kerja .
Sebagai indikator kesejahteraan rakyat, tujuan jangka panjang pembangunan
kesehatan Indonesia adalah peningkatan kesadaran, kemauan dan kemampuan
hidup sehat bagi setiap warga negara Indonesia agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat di masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan
masyarakat yang semaksimal mungkin. Pemerintah melalui instansi terkait telah
merumuskan program jangka menengah mengenai keadaan masyarakat yang ingin
dicapai melalui pembangunan kesehatan yakni melalui program “Visi Indonesia
Sehat 2010”. Dalam visi Indonesia Sehat 2010, bermaterikan gambaran
masyarakat, bangsa dan negara yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan
perilaku yang sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan
kesehatan yang bermutu, dan memiliki derajat kesehatan yang optimal.
Guna merealisasikan visi tersebut dalam mencapai tujuan pembangunan kesehatan
secara khusus telah dilakukan langkah-langkah melalui beberapa program baik
secara sektoral kesehatan maupun secara lintas sektor. Program- program tersebut
antara lain mengenai penyediaan berbagai sarana kesehatan, tenaga kesehatan dan
Jasa pelayanan kesehatan terdiri dari dua macam yaitu jasa pelayanan kesehatan
modern dan tradisional. Jasa pelayanan kesehatan modern adalah jasa yang
memberikan pelayanan kesehatan berdasarkan ilmu pengetahuan kedokteran yang
modern, termasuk di dalamnya adalah jasa pelayanan kesehatan swasta dan
pemerintah. Pelayanan kesehatan harus dapat dirasakan oleh seluruh lapisan
masyarakat dan mampu meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Maka
pelayanan kesehatan juga harus memenuhi beberapa persyaratan, diantaranya
sesuai dengan kebutuhan pemakai jasa pelayanan dan terjamin mutunya
(ascessibility, affordability, quality assurance).
Ronald Andersen et al (1975), membagi faktor yang menentukan pemanfaatan
pelayanan kesehatan menjadi tiga yaitu faktor predisposing yaitu kecenderungan
individu dalam menggunakan pelayanan kesehatan yang di tentukan oleh
serangkaian variabel seperti keadaan demografi (umur, jenis kelamin, status
perkawinan), keadaan sosial (pendidikan, ras, jumlah keluarga, agama, etnik,
pekerjaan), sikap/kepercayaan yang muncul (terhadap pelayana kesehatan,
terhadap tenaga kerja, perilaku masyarakat terhadap sehat dan sakit) ; faktor
pendukung yaitu faktor yang menunjukkan kemampuan individu dalam
menggunakan pelayanan kesehatan, yang ditunjukkan oleh variabel sumber
pendapatan keluarga (pendapatan dan tabungan keluarga, asuransi/sumber
pendapatan lain, jenis pelayanan kesehatan yang tersedia serta keterjangkauan
pelayanan kesehatan baik segi jarak maupun harga pelayanan), sumber daya yang
ada di masyarakat yang tercermin dari ketersediaan kesehatan termasuk jenis dan
rasio masing-masing pelayanan dan tenaga kesehatannya dengan jumlah
kemampuan mereka); faktor kebutuhan yaitu faktor yang menunjukkan
kemampuan individu untuk menggunakan pelayanan kesehatan yang ditunjukkan
dengan adanya kebutuhan karena alasan yang kuat seperti pendekatan terhadap
penyakit yang dirasakan serta adanya jawaban atas penyakit tersebut dengan cara
mencari pelayanan kesehatan. Pelayanan terhadap suatu penyakit merupakan
bagian dari kebutuhan.
Menurut Fuchs (1998), Dunlop dan Zubkoff (1981) dalam Laksono (2005)
menyebutkan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi permintaan
terhadap pelayanan kesehatan yaitu : kebutuhan berbasis fisiologis, penilaian
pribadi akan status kesehatan, variabel-variabel ekonomi tarif, penghasilan
masyarakat, adanya asuransi kesehatan dan dan jaminan kesehatan,
variabel-variabel demografis dan umur, dan jenis kelamin.
Beberapa studi atau penelitian yang pernah dilakukan sehubungan dengan
penggunaan pelayanan kesehatan di mulai pada tahun 1980-an. Ascobat (1981)
dalam Tjiptoherijanto (1990) menemukan pengeluaran per kapita mempengaruhi
kecenderungan untuk memanfaatkan (berkunjung) ke fasilitas pelayanan
kesehatan tradisional atau modern. Semakin tinggi pengeluaran per kapita maka
semakin besar kemungkinan si individu untuk memilih dan mampu membayar
pelayanan kesehatan modern dibandingkan pelayanan kesehatan tradisional.
Faktor harga atau biaya kunjungan juga mempengaruhi tingkat kunjungan ke
fasilitas pelayanan.
Data yang diperoleh dari Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Kota
jumlah tempat tidur sebanyak 3.023 buah. Ini berarti bahwa rasio Rumah Sakit
terhadap penduduk adalah 1,21 RS ( rasio ) per 100.000 penduduk, sedangkan
rasio tempat tidur (TT) terhadap penduduk adalah 245 TT per 100.000 penduduk.
Pemanfaatan rumah sakit juga diukur dengan Bed Occupancy Rate ( rata-rata
pemakaian tempat tidur ), Length Of Stay ( lama perawatan ), Turn Over Interval
(lamanya penggantian pasien di tempat tidur), Bed Turn Over (penggantian
tempat tidur), Net Death Rate (angka kematian bersih rata-rata) dan Gross Death
Rate (rata-rata angka kematian kasar).
Secara nasional rata-rata BOR sebesar 55%, LOS adalah 5 hari, TOI 4 hari, BTO
40 kali, NDR 18 pasien per 1.000 pasien keluar dan GDR 37 pasien per 1.000
pasien keluar. Sedangkan untuk RS yang ada di Kota Bekasi pada tahun 2007,
BOR sebesar 70,2 %, LOS adalah 11 hari (jika termasuk RS.Jiwa DADI yang
rata-rata LOS=57,58) tanpa RS Dadi LOS= 6 hari , TOI 40.8 , NDR 9,6 % dan
GDR 15,2 %. Adapun jumlah sarana kesehatan (Rumah Sakit) yang mampu
memberikan pelayanan 4(empat) spesialis dasar sebanyak 14 buah RS dari 15 RS
yang ada di Kota Bekasi (93 %) (Profil Kesehatan Kota Bekasi, 2007).
Jumlah kunjungan rawat jalan dan rawat inap di sarana pelayanan kesehatan di
Kota Bekasi tahun 2009 adalah untuk rawat jalan sebanyak 172.912 dan rawat
inap sebanyak 6.135 (Kota Bekasi Dalam Angka, 2010).Berikut disajikan data
jumlah kunjungan pada RSUD Kota Bekasi pada bulan Mei 2010 sampai April
Tabel 1. Data Jumlah Pasien Bulan Mei 2010 - April 2011
Bulan. Jumlah Pasien. Rata-Rata Per Hari
Mei 204 8
Juni 304 10
Juli 400 13
Agustus 382 12
September 295 9
Oktober 421 14
November 427 14
Desember 496 16
January 459 15
February 511 18
Maret 532 17
April 517 17
Jumlah 4.988
Sumber : RSUD Kota Bekasi
Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa jumlah kunjungan pasien RSUD Kota
Bekasi dari bulan Mei 2010 - April 2011 masih fluktuatif. Hal tersebut
berpengaruh kepada pendapatan RSUD Kota Bekasi yang secara otomatis juga
berfluktuatif mengikuti fluktuasi jumlah pasien yang datang. Selain itu pencapaian
jumlah kunjungan pasien tersebut belum memenuhi harapan dari manajemen yang
menetapkan target tahun pertama bisa mencapai angka 600 pasien per bulan atau
rata-rata 20 pasien per hari. Dari tabel 1. diketahui bahwa total kunjungan pasien
yang mempunyai kartu berobat, dimana setiap pasien yang baru pertama kali
berobat diberikan kartu berobat.
Berdasarkan uraian di atas, maka saya melakukan penelitian guna membuat
skripsi tentang sejauh mana pengaruh beberapa faktor seperti pendapatan, biaya
atau harga kunjungan, jarak, biaya atau harga obat alternatif, pendidikan, jenis
penyakit dan kualitas pelayanan dapat mempengaruhi permintaan jasa layanan
kesehatan di RSUD Kota Bekasi. Oleh karena itu penelitian ini berjudul
“Karakteristik Pasien Yang Mempengaruhi Permintaan Jasa Layanan Kesehatan Di RSUD Kota Bekasi”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka masalah yang
diangkat dalam penelitian ini adalah : Apakah ada pengaruh antara pendapatan,
biaya atau harga kunjungan, biaya atau harga obat alternatif, pendidikan, kualitas
layanan, total sakit 3 bulan, dan jarak terhadap permintaan jasa layanan kesehatan
di RSUD Kota Bekasi.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian. 1. Tujan Penelitian.
Tujuan dalam penelitian ini adalah :
Untuk menganalisis dan mengukur besarnya pengaruh pendapatan, biaya atau
harga kunjungan, biaya atau harga obat alternatif, pendidikan, kualitas layanan,
total sakit 3 bulan dan jarak terhadap permintaan jasa layanan kesehatan di RSUD
2. Manfaat Penelitian
Setelah penelitian ini dilaksanakan diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai
berikut :
1. Menambah pengetahuan dan wawasan mengenai bagaimana perilaku dan pilihan yang dilakukan oleh individu atau keluarga untuk mencapai status
kesehatan yang optimum yang tercermin pada pemanfaatan fasilitas jasa
pelayanan kesehatan yang disediakan oleh Pemerintah kota Bekasi.
2. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi pemerintah kota Bekasi setempat maupun pihak-pihak yang terkait untuk menentukan kebijakan
pengembangan jasa pelayanan kesehatan.
3. Sebagai bahan informasi dan menambah literatur bagi pihak-pihak lain yang ingin mengadakan penelitian lebih lanjut dan mendalam tentang permintaan
jasa pelayanan kesehatan.
D. Kerangka Pemikiran.
Berangkat dari apa yang telah diungkapkan Grossman bahwa ada sejumlah stok
kesehatan disetiap invidu, maka seorang individu pasti akan berusaha menjaga
stok kesehatannya dengan mengkonsumsi ( atau investasi) sejumlah pelayanan
kesehatan. Namun, mengingat karakteristik pelayanan kesehatan yang heterogen,
maka konsumen harus menentukan pilihan pelayanan kesehatan apa yang
dibutuhkannya.
Pilihan konsumen atas suatu pelayanan kesehatan tidak berdiri sendiri. Pilihan
faktor-faktor penentu yang ada sedianya dapat diketahui bagaimana proses pilihan
si konsumen dalam memilih pelayanan kesehatan.
Setiap individu akan berusaha mencapai status kesehatan tertentu dengan
menginvestasikan dan atau mengkonsumsi sejumlah barang dan jasa kesehatan
(Grossman, 1972). Dalam hal ini investasi dianggap sebagai jumlah permintaan
individu terhadap pelayanan kesehatan, dengan unit analisis yaitu jumlah atau
frekuensi kunjungan ke fasilitas kesehatan dalam kurun waktu tertentu. Jadi,
investasi inilah yang akan menjadi variabel bebas dalam analisis ini. diasumsikan
bahwa jumlah atau frekuensi kunjungan ke fasilitas kesehatan merupakan
kuantitas permintaan individu terhadap pelayanan kesehatan atas permasalahan
kesehatan yang dimiliki individu tersebut.
Ada hubungan (asosiasi) antara tingginya pendapatan dengan besarnya
permintaan akan pemeliharaan kesehatan, terutama dalam hal pelayanan
kesehatan modern. Jika pendapatan meningkat maka garis pendapatan akan
bergeser kekanan sehingga jumlah barang dan jasa kesehatan meningkat. Pada
masyarakat berpendapatan rendah, akan mencukupi kebutuhan barang terlebih
dahulu, setelah kebutuhan akan barang tercukupi akan mengkonsumsi kesehatan
(Andersen et al, 1975; Fuchs et al dalam Laksono, 2005; Santerre & Neun, 2000;
Mills & Gilson,1990).
Harga berperan dalam menentukan permintaan terhadap pemeliharaan kesehatan.
Biaya atau harga pelayanan kesehatan dengan permintaan pelayanan kesehatan
berpengaruh negatif. Meningkatnya harga mungkin akan lebih mengurangi
kelompok yang berpendapatan tinggi. (Santerre & Neun, 2000; Mills & Gilson,
1990).
Jarak antara tempat tinggal dengan tempat pelayanan kesehatan berpengaruh
negatif terhadap jumlah pelayanan kesehatan. Semakin jauh tempat tinggal dari
tempat pelayanan kesehatan akan semakin mahal. Hal ini sesuai dengan teori
permintaan yaitu jika barang yang diminta semakin mahal, maka jumlah barang
yang dibeli akan semakin sedikit (Andersen et al,1975; Mills & Gilson,1990).
Obat alternatif merupakan komoditas yang dapat menggantikan fungsi dari biaya
atau harga kunjungan ke rumah sakit sehingga harga komoditas pengganti dapat
mempengaruhi permintaan komoditas yang dapat digantikannya. Pada umumnya
bila harga komoditas pengganti bertambah murah maka komoditas yang
digantikannya akan mengalami pengurangan dalam permintaan (Sugiarto,2005).
Tingkat pendidikan seseorang dapat memberikan pengaruh terhadap kemampuan
berpikir, daya tangkap dan pengetahuan yang dimiliki seseorang. Tingkat
pendidikan dan pengetahuan mempengaruhi nilai pentingnya kesehatan.
Masyarakat yang berpendidikan lebih tinggi menganggap penting nilai kesehatan
Semakin tinggi tingkat pendidikannnya, masyarakat lebih menganggap penting
faktor kesehatan (Andersen et al, 1975; Fuchs et al dalam Laksono, 2005; Santerre
& Neun, 2000).
Kualitas layanan kesehatan berpengaruh terhadap permintaan layanan kesehatan,
kualitas layanan meliputi penilaian mengenai keputusan dokter, penanganan
medis yang dilakukan, tingkat kemanjuran dll. Jarak antara tempat tinggal dengan
pelayanan kesehatan. Semakin jauh tempat tinggal dari tempat pelayanan
kesehatan akan semakin
mahal. Hal ini sesuai dengan teori permintaan yaitu jika barang yang diminta
semakin mahal, maka jumlah barang yang dibeli akan semakin sedikit (Andersen
et al,1975; Mills & Gilson,1990).
E. Hipotesis.
Hipotesis adalah pendapat sementara dan pedoman serta arah dalam penelitian
yang disusun berdasarkan pada teori yang terkait, dimana hipotesis selalu
dirumuskan dalam pernyataan yang menghubungka dua variabel atau lebih
(Supranto, 2000). Dalam penelitian ini hipotesisnya adalah :
1. Diduga karakteristik pasien yang melakukan permintaan jasa layanan
kesehatan di RSUD Kota Bekasi adalah pasien yang memiliki pendapatan
tinggi.
2. Diduga karakteristik pasien yang melakukan permintaan jasa layanan
kesehatan di RSUD Kota Bekasi adalah pasien yang menganggap bahwa
biaya kunjungan ke RSUD Kota Bekasi sangat murah.
3. Diduga karakteristik pasien yang melakukan permintaan jasa layanan
kesehatan di RSUD Kota Bekasi adalah pasien yang menganggap bahwa
biaya alternatif selain ke RSUD Kota Bekasi sangat tinggi.
4. Diduga karakteristik pasien yang melakukan permintaan jasa layanan
kesehatan di RSUD Kota Bekasi adalah pasien yang memiliki tingkat
5. Diduga karakteristik pasien yang melakukan permintaan jasa layanan
kesehatan di RSUD Kota Bekasi adalah pasien yang mengangap bahwa
kualitas pelayanan di RSUD Kota Bekasi sangat memuaskan.
6. Diduga karakteristik pasien yang melakukan permintaan jasa layanan
kesehatan di RSUD Kota Bekasi adalah pasien yang total sakitnya 3 bulannya
di RSUD Kota Bekasi meningkat.
7. Diduga karakteristik pasien yang melakukan permintaan jasa layanan jasa
kesehatan di RSUD Kota Bekasi adalah pasien yang jarak tempuhnya ke
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1. Teori Tentang Pelayanan Publik
Jasa sering dipandang sebagai suatu fenomena yang rumit. Kata jasa itu sendiri
mempunyai banyak arti, dari mulai pelayanan personal (personal service) sampai
jasa sebagai produk. Berbagai konsep mengenai pelayanan banyak dikemukakan
oleh para ahli seperti Haksever et al (2000) menyatakan bahwa jasa atau
pelayanan (services) didefinisikan sebagai kegiatan ekonomi yang menghasilkan
waktu, tempat, bentuk dan kegunaan psikologis.
Menurut Edvardsson et al (2005) jasa atau pelayanan juga merupakan kegiatan,
proses dan interaksi serta merupakan perubahan dalam kondisi orang atau sesuatu
dalam kepemilikan pelanggan.Sinambela (2010, hal : 3), pada dasarnya setiap
manusia membutuhkan pelayanan, bahkan secara ekstrim dapat dikatakan bahwa
pelayanan tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia. Menurut Kotlern
dalam Sampara Lukman, pelayanan adalah setiap kegiatan yang menguntungkan
dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun
hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik. Selanjutnya Sampara
berpendapat, pelayanan adalah sutu kegiatan yang terjadi dalam interaksi
langsung antarseseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik, dan
Sementara itu, istilah publik berasal dari Bahasa Inggris public yang berarti
umum, masyarakat, negara. Kata publik sebenarnya sudah diterima menjadi
Bahasa Indonesia Baku menjadi Publik yang berarti umum, orang banyak, ramai.
Inu dan kawan-kawan mendefinisikan publik adalah sejumlah manusia yang
memiliki kebersamaan berpikir, perasaan, harapan, sikap atau tindakan yang benar
dan baik berdasarkan nilai-nilai norma yang merasa memiliki.
Oleh karena itu pelayanan public diartikan sebagai setiap kegiatan yang dilakukan
oleh pemerintah terhadap sejumlah manusia yang memiliki setiap kegiatan yang
menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan
meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik. lebih lanjut
dikatakan pelayanan publik dapat diartikan, pemberi layanan ( melayani )
keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi
itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan.
Kualitas Pelayanan Publik
Dalam Sinambela (2010, hal : 6), secara teoritis tujuan pelayanan publik pada
dasarnya adalah memuaskan masyarakat. Untuk mencapai kepuasan itu dituntut
kualitas pelayanan prima yang tercermin dari :
1. Transparan
Pelayanan yang bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak
yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti
Pelayanan yang dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
3. Kondisional
Pelayanan yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima
pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektivitas.
4. Partisipatif
Pelayanan yang dapat mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan
pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan
masyarakat.
5. Kesamaan Hak
Pelayanan yang tidak melakukan diskriminasi dilihat dari aspek apapun
khususnya suku, ras, agama, golongan, status sosial dan lain-lain.
6. Keseimbangan Hak Dan Kewajiban
Pelayanan yang mempertimbangkan aspek keadilan antara pemberi dan penerima
pelayanan publik.Selanjutnya, jika dihubungkan dengan administrasi publik,
pelayanan adalahkualitas pelayanan birokrat terhadap masyarakat. Kata kualitas
memiliki banyak definisi yang berbeda dan bervariasi mulai dari yang
konvensional hingga yang lebih strategis. Definisi konvesional dari kualitas
biasanya menggambarkan karakteristik langsung dari suatu produk, seperti :
2. Kehandalan (reliability)
3. Mudah dalam penggunaan (easy of use)
4. Estetika (esthetics), dan sebagainyaAdapun dalam definisi strategis dinyatakan
bahwa kualitas adalah segala sesuatu yang mampu memenuhi keinginan atau
kebutuhan pelanggan (meeting the needs ofcustomers). Salah satu faktor yang
menentukan tingkat keberhasilan dan kualitas perusahaan menurut Lupiyoadi
(2001, hal : 147) adalah kemampuan perusahaan dalam memberikan pelayanan
kepada pelanggan. Salah satu pendekatan kualitas pelayanan yang banyak
dijadikan acuan dalam riset pemasaran adalah model SERVQUAL (Service
Quality) yang dikembangkan oleh Parasuraman, Zeithaml, dan Berry dalam
serangkaian penelitian mereka yang melibatkan 800 pelanggan terhadap enam
sector jasa : reparasi, peralatan rumah tangga, kartu kredit, asuransi, sambungan
telepon jarak jauh, perbankan ritel, dan pialang sekuritas disimpulkan bahwa
terdapat lima dimensi SERVQUAL sebagai berikut (Parasuraman et al, 1998) :
a) Tangibles, atau Bukti Fisik.
b) Yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan eksistensinya
kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik
perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan
yang diberikan oleh pemberi jasa. Yang meliputi fasilitas fisik (gedung, gudang,
dan lain sebagainya), perlengkapan dan peralatan yang dipergunakan (teknologi),
serta penampilan pegawainya.
Yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan sesuai yang
dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus sesuai dengan harapan
pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang sama, untuk semua
pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik, dan dengan akurasi yang tinggi.
c) Responsiveness atau Ketanggapan.
Yaitu suatu kemampuan untuk membantu dan memberi pelayanan yang cepat
(responsif) dan tepat kepada pelanggan, dengan penyampaian informasi yang
jelas. Membiarkan konsumen menunggu tanpa adanya suatu alasan yang jelas
menyebabkan persepsi yang negative dalam pelayanan.
d) Assurance atau Jaminan dan Kepastian.
Yaitu pengetahuan, kesopansantunan, dan kemampuan para pegawai perusahaan
untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada perusahaan. Terdiri dari
beberapa komponen antara lain komunikasi (communication), kredibilitas
(credibility), keamanan (security), kompetensi (competence), dan sopan santun
(courtesy).
e) Emphaty.
Yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi yang
diberikan kepada para pelanggan dengan berupayamemahami keinginan
konsumen. Dimana suatu perusahaan diharapkan memiliki pengertian dan
pengetahuan tentang pelanggan, memahami kebutuhan pelanggan secara spesifik,
Abidin (2010) mengatakan bahwa pelayanan publik yang berkualitas bukan hanya
mengacu pada pelayanan itu semata, juga menekankan pada proses
penyelenggaraan atau pendistribusian pelayanan itu sendiri hingga ke tangan
masyarakat sebagai konsumer. Aspek-aspek kecepatan, ketepatan, kemudahan,
dan keadilan menjadi alat untuk mengukur pelayanan publik yang berkualitas. Hal
ini berarti, pemerintah melalui aparat dalam memberikan pelayanan publik kepada
masyarakat harus memperhatikan aspek kecepatan, ketepatan, kemudahan, dan
keadilan.
2. Prinsip Pelayanan Publik
Selain beberapa asas pelayanan public yang harus dipenuhi, instansi penyedia
pelayanan publik dalam memberikan pelayanan harus memperhatikan
prinsip-prinsip pelayanan publik. Prinsip pelayanan publik yaitu :
a) Kesederhanaan
prosedur pelayanan hendaknya mudah dan tidak berbelit-belit. Prinsip “ apabila
dapat dipersulit mengapa dipermudah “ harus ditinggalkan dan diganti dengan
“hendaknya dipermudah jangan dipersulit; bahagiakan masyarakat, jangan
ditakut-takuti”.
b) Kejelasan
Kejelasan dalam hal persyaratan teknis dan administratif pelayanan publik; unit
kerja/pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam memberikan
pelayanan dan penyelesaian keluhan, persoalan, sengketa, atau tuntutan dalam
pembayarannya. Kejelasan ini penting bagi masyarakat untuk menghindari
terjadinya berbagai penyimpangan yang merugikan masyarakat, misalnya praktek
pencaloan dan pungutan liar diluar ketentuan yang ditetapkan.
c) Kepastian Waktu.
Pelaksana pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah
ditentukan dalam hal ini harus ada kejelasan berapa lama proses pelayanan
diselesaikan.
d) Akurasi Produk Pelayanan Publik.
Produk pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat harus akurat,
benar, tepat dan sah.
e) Kelengkapan Sarana Dan Prasarana.
Tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung
lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana dan prasarana teknologi
informasi dan komunikasi.
f) Keamanan.
Proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan kepastian hukum.
Tidak boleh terjadi intimidasi atau tekanan kepada masyarakat dalam memberikan
pelayanan.
g) Tanggung Jawab.
Pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk
bertanggungjawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian keluhan atau
h) Kemudahan Akses.
Tempat dan lokasi serta pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh
masyarakat, dan dapat memanfaatkan teknologi komunikasi dan informatika.
i) Kedisiplinan, Kesopanan, dan Keramahan.
Pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah, serta
memberikan pelayanan dengan sepenuh hati (ikhlas).
j) Kenyamanan.
Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu yang
nyaman, bersih, rapih, lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapi dengan
fasilitas pendukung pelayanan seperti parkir, toilet, tempat ibadah dan sebagainya.
3. Jasa
Pengertian Jasa
Pengertian Jasa Kotler dan Keller (2006) mengemukakan pengertian jasa sebagai
berikut, jasa adalah setiap tindakan atau kinerja yang ditawarkan oleh satu pihak
ke pihak lain yang secara prinsip tidak berwujud dan tidak menyebabkan
perpindahan kepemilikan. Produksi jasa dapat terikat atau tidak terikat pada suatu
produk fisik. Menurut William. J Stanton (2003:220) “Jasa adalah kegiatan yang
dapat diidentifikasikan secara tersendiri, yang pada hakekatnya bersifat tidak
terasa,yang merupakan pemenuhan kebutuhan, dan tidak harus terikat pada
penjualan produk atau jasa lain. Untuk menghasilkan jasa mungkin perlu atau
mungkin pula tidak diperlukan penggunaan benda nyata. Akan tetapi, sekalipun
atas benda tersebut (pemilikan permanen)”. Menurut Lupiyoadi dan Hamdani
(20066)Pada dasarnya jasa merupakan semua aktivitas ekonomi yang hasilnya
bukan berbentuk produk fisik atau kontruksi,yang umumnya dihasilkan dan di
konsumsi secara bersamaan serta memberi nilai tambah konsumen
4. Sifat dan Karakteristik Jasa
Menurut Kotler (2005), penawaran jasa dibagi menjadi lima kategori :
1. Barang Berwujud Murni
Tawaran yang terdiri atas barang yang bewujud dan tidak ada jasa yang
menyertainya. Contoh : garam, sabun, pasta gigi
2. Barang Berwujud Dengan Disertai PelayananTawaran yang terdiri dari barang
berwujud yang disertai satu atau beberapa pelayanan. Contoh : mobil, sepeda
motor.
3. Campuran Tawaran terdiri dari barang dan jasa dengan proporsi yang sama.
Contoh restoran.
4. Jasa Utama Yang Disertai Barang Dan Jasa Tambahan Tawaran terdiri dari
suatu jasa utama disertai jasa tambahan dan/atau barang pendukung. Contoh : para
penumpang kereta api
5. Jasa Murni Tawaran hanya terdiri dari jasa. Contoh : jasa menjaga bayi,
Menurut Kotler (2000 ; 660) jasa memiliki empat karakteristik utama yang
membedakan dari suatu barang, yaitu:
1. Intangibility
Jasa adalah suatu perbuatan, kinerja, atau usaha yang hanya bisa dikonsumsi tetapi
tidak bisa dimiliki. Jasa bersifat intangible maksudnya tidak dapat dilihat, dirasa,
dicium, didengar atau diraba sebelum dibeli dan dikonsumsi. Dengan demikian,
seseorang tidak dapat menilai kualitas dari jasa sebelum
merasakan/mengkonsumsi sendiri.
2. Inseparability
Barang biasanya diproduksi, kemudian dijual lalu dikonsumsi. Sedangkan jasa
umumnya dijual terlebih dahulu, baru kemudian diproduksi dan dikonsumsi
secara bersamaan. Interaksi antara penyedia jasa dan pelanggan merupakan ciri
khusus dalam pemasaran jasa. Dalam hubungan penyedia jasa dan pelanggan ini,
efektivitas individu yang menyampaikan jasa (contact-personnel) merupakan
unsur penting.
3. Variability
Jasa bersifat sangat variabel karena merupakan non-standarized output, artinya
banyak variasi bentuk, kualitas, dan jenis, tergantung pada siapa, kapan, dan
dimana jasa tersebut dihasilkan. Para pembeli jasa sangat peduli dengan
variabilitas yang tinggi ini dan seringkali mereka meminta pendapat orang lain
4. Perishability
Jasa merupakan komoditas tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan. Hal ini
tidak menjadi masalah bila permintaannya tetap karena mudah untuk menyiapkan
pelayanan untuk permintaan tersebut sebelumnya. Bila permintaan berfluktuasi,
berbagai permasalahan muncul berkaitan dengan kapasitas menganggur (saat
permintaan sepi) dan pelanggan tidak terlayani dengan resiko mereka kecewa atau
beralih ke penyedia jasa lainnya (saat permintaan puncak).
Sedangkan menurut Griffin dalam Lupiyoadi (2001) menyebutkan bahwa jasa
memiliki karakteristik sebagai berikut :
1. Tidak Berwujud.
Jasa tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, didengar, atau dicium sebelum jasa tersebut
dibeli. Nilai penting dari hal ini adalah nilai tidak berwujud yang dialami
konsumen dalam bentuk kenikmatan, kepuasan, atau rasa aman.
2. Tidak Dapat Disimpan.
Jasa tidak mengenal persediaan atau penyimpanan dari produk yang telah
dihasilkan. Sifat ini disebut juga sebagai tidak dapat dpisahkan, mengingat pada
umumnya jasa dihasilkan dan dikonsumsi secara bersamaan.
3. Customization
Jasa sering kali didesain khusus sesuai kebutuhan pelanggan, sebagaimana pada
5. Tinjauan Teoristis
5.1 Teori Kebutuhan Dasar Manusia
Kebutuhan manusia sangatlah beragam dari kebutuhan yang paling mendasar
(fisiologis) yang lebih diarahkan pada upaya mempertahankan kelangsungan
hidup sampai dengan kebutuhan manusia akan keindahan. Upaya
pengklasifikasian kebutuhan manusia telah banyak dilakukan oleh psikolog,
antara lain oleh Abraham Maslow pada tahun 1970 dengan hipotesisnya
kebutuhan diorganisir sedemikian rupa untuk menetapkan prioritas dan hierarki
kepentingan. Menurut Maslow terdapat lima tingkatan kebutuhan yang berjajar
dalam prioritas dari urutan terendah hingga urutan yang tertinggi.
Tingkatan-tingkatan ini masuk kedalam tiga Tingkatan-tingkatan kategori dasar, yaitu (1) kelangsungan
hidup dan keamanan, (2) interaksi manusia, cinta dan afilasi, (3) aktualisasi diri
(kompetensi, ekspresi diri dan pengertian) (Andhika: 2010).
Maslow mengidentifikasikan hierarki tujuh tingkatan kebutuhan yang disusun
berjenjang dengan urutan manusia. Orang akan tetap berada dalam sebuah tingkat
kebutuhannya dalam tingkat itu terpuaskan. Kemudian kebutuhan yang baru
muncul pada tingkat yang lebih tinggi. Untuk kebutuhan pengetahuan dan
keindahan diidentifikasikan Maslow sebagai tambahan kebutuhan kognitif bagi
sejumlah orang yang memenuhi kebutuhan aktualisasi diri (Andhika: 2010).
Dalam konteks kebutuhan Maslow, kesehatan merupakan bagian dari kebutuhan
fisiologis yang paling mendasar di samping kebutuhan fisiologis lainnya seperti
makan, minum dan perumahan. Menurut Mills dan Gilson (1990) kesehatan
perbandingan antara situasi nyata dan standar teknis tertentu yang telah disepakati.
Selain itu juga kesehatan merupakan kebutuhan yang dirasakan (felt need) yaitu
kebutuhan yang dirasakan sendiri oleh individu. Sehingga keputusan untuk
memanfaatkan suatu jasa pelayanan kesehatan merupakan pencerminan kombinasi
normatif dan kebutuhan yang dirasakan (Andhika: 2010).
5.2 Teori Permintaan.
Teori permintaan menerangkan tentang ciri hubungan antara jumlah permintaan
dan harga. Beberapa penentu permintaan seseorang atau sesuatu masyarakat
kepada sesuatu barang ditentukan oleh banyak faktor.
Diantara faktor-faktor tersebut yang terpenting adalah seperti yang dinyatakan
dibawah ini :
a) Harga barang itu sendiri.
Variable yang termasuk dalam poin ini adalah biaya atau harga kunjungan.
b) Harga barang lain yang berkaitan erat dengan barang tersebut.
Variable yang termasuk dalam poin ini adalah biaya atau harga obat alternative
c) Pendapatan rumah tangga dan pendapatan rata-rata masyarakat.
Variable yang termasuk dalam poin ini adalah tingkat pendapatan, pendidikan.
d) Corak distribusi pendapatan dalam masyarakat.
e) Cita rasa masyarakat.
f) Variable yang termasuk dalam poin ini adalah kualitas pelayanan, jenis
g) Jumlah penduduk.
Variable yang termasuk dalam poin ini adalah jumlah total yang sakit.
h) Ramalan mengenai keadaan dimasa yang akan datang.
Adalah sangat sukar untuk secara sekaligus menganalisis pegaruh berbagai factor
tersebut terhadap permintaan suatu barang. Oleh sebab itu, dalam membicarakan
teori permintaan, ahli ekonomi membuat analisis yang lebih sederhana. Dalam
analisis ekonomi dianggap bahwa permintaan suatu barang terutama dipengaruhi
oleh tingkat harganya. Oleh sebab itu, dalam teori permintaan yang terutama
dianalisis adalah hubungan antara jumlah permintaan suatu barang dengan harga
barang tersebut.
Dalam analisis tersebut diasumsikan bahwa “ factor-faktor lain tidak mengalami
perubahan atau cateris paribus. Tetapi dengan asumsi yang dinyatakan ini tidaklah
berarti bahwa kita mengabaikan factor-faktor yang dianggap tetap tersebut.
Setelah menganalisis hubungan antara jumlah permintaan dan tingkat harga maka
selanjutnya boleh mengasumsikan bahwa harga adalah tetap dan kemudian
menganalisis bagaimana komponen permintaan suatu barang dipengaruhi oleh
berbagai factor lainnya. Dengan demikian dapatlah diketahui bagaimana
permintaan suatu barang akan berubah apabila : cita rasa, atau pendapatan, atau
harga barang lain mengalami perubahan pula.
5.3 Harga dan Permintaan.
Dalam hukum permintaan dijelaskan sifat hubungan antara permintaan suatu
barang dengan tngaingkat harga. Hukum permintaan pada hakikatnya merupakan
banyak permintaan terhadap barang-barang tersebut. Sebaliknya, makin tinggi
harga suatu barang, maka makin sedikit permintaan terhadap barang itu sendiri.
Mengapa jumlah permintaan dan tingkat harga memiliki sifat hubungan seperti
pernyataan diatas? Yang pertama, sifat hubungan seperti itu disebabkan karena
kenaikkan harga menyebabkan para pembeli mencari barang lain yang dapat
digunakan sebagai pengganti terhadap barang yang mengalami kenaikkan harga.
Sebaliknya, apabila harga turun maka orang akan mengurangi pembelian terhadap
barang lain yang sama jenisnya dan menambah pembelian terhadap barang yang
mengalami penurunan harga. Yang kedua, kenaikkan harga menyebabkan
pendapatan rill para pembeli berkurang. Pendapatan yang merosot tersebut
memaksa para pembeli untuk mengurangi pembeliannya terhadap berbagai jenis
barang, dan terutama barang-barang yang mengalami kenaikkan harga.
5.4 Harga Barang-Barang Lain.
Hubungan antara sesuatu barang dengan berbagai jenis barang lainnya dapat
dibedakan menjadi tiga golongan, yaitu : barang lain itu merupakan barang
pengganti, barang lain itu merupakan barang pelengkap, kedua barang itu tidak
ada kaitannya sama sekali.
a. Barang Pengganti.
Dikatakan barang pengganti kepada barang lain apabila ia dapat menggantikan
fungsi barang lain tersebut. Harga barang pengganti dapat mempengaruhi
permintaan barang yang dapat digantikannya. Sekira harga barang pengganti lebih
murah maka barang yang akan digantikannya akan mengalami pengurangan
permintaan terhadap barang lain akan berkurang. Sebaliknya apabila harga barang
tersebut naik, maka permintaan terhadap barang lain pun akan ikut meningkat.
b. Barang Pelengkap.
Apabila sesuatu barang selalu digunakan bersama dengan barang lainnya, maka
barang tersebut dinamakan barang pelengkap kepada barang lain. Kenaikkan atau
penurunan permintaan terhadap barang pelengkap selalu sejalan dengan
perubahan permintaan barang yang digenapinya.
c. Barang Netral.
Apabila dua macam barang tidak mempunyai hubungan yang rapat maka
perubahan terhadap permintaan salah satu barang tersebut tidak akan
mempengaruhi permintaan barang lainnya. Barang seperti itu dinamakan barang
netral.
d. Barang Inferior.
Adalah barang yang banyak diminta oleh orang-orang yang berpendapatan
rendah. Kalau pendapatan bertambah tinggi maka permintaan terhadap
barang-barang yang tergolong barang-barang inferior akan berkurang. Pada pendapatan yang
sangat rendah orang-orang akan mengkonsumsi barang-barang murah dari pada
barang mahal, kalau pendapatan meningkat maka konsumen mempunyai
kemampuan untuk memiliki barang lain yang lebih mahal dan mengurangi barang
yang murah.
f. Disebut barang esensial adalah barang yang sangat penting, artinya dalam
kehidupan masyarakat sehari-hari biasanya barang itu sendiri dari kebutuhan
pokok masyarakat.
g. Barang Normal.
Dinamakan barang normal apabila ia mengalami kenaikan dalam permintaan
sebagai akibat dari kenaikan pendapatan. Kebanyakan barang yang ada dalam
masyarakat termasuk dalam golongan ini. Ada 2 faktor yang menyebabkan
barang-barang seperti itu permintaannya akan mengalami kenaikkan kalau
pendapatan para konsumen bertambah, yaitu :
a) Pertambahan pendapatan menambah kemampuan untuk membeli lebih
banyak barang.
b) Pertambahan pendapatan memungkinkan para pembeli menukar konsumsi
mereka dari barang yang kurang baik kepada barang-barang yang lebih baik.
5.5 Distribusi Pendapatan
Juga dapat mempengaruhi corak permintaan kepada berbagai jenis barang
sejumlah pendapatan masyarakat yang tertentu besarnya akan menimbulkan corak
permintaan masyarakat yang berbeda apabila corak pendapatan tersebut diubah
corak distribusinya. Sekiranya pemerintah menaikkan pajak terhadap orang-orang
kaya dan kemudian menggunakan pajak ini untuk menaikkan pendapatan yang
bergaji rendah maka corak permintaan terhadap berbagai jenis barang akan
mengalami perubahan. Barang-barang yang digunakan oleh orang-orang kaya
oleh orang-orang yang berpendapatan rendah yang mengalami kenaikkan
pendapatan akan bertambah permintaannya. Contoh permintaan akan mobil-mobil
mewah.
5.6 Cita Rasa Masyarakat
Mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap keinginan masyarakat untuk
membeli barang-barang. Contohnya permintaan akan kendaraan yang terbuat dari
Amerika dan Eropa.
5.7 Jumlah Penduduk
Pertambahan penduduk tidak dengan sendirinya menyebabkan pertambahan
permintaan. Tetapi biasanya pertambahan penduduk di ikuti oleh perkembangan
dalam kesempatan kerja. Dengan demikian lebih banyak orang yang menerima
pendapatan dan ini akan menambah daya beli dalam masyarakat. Pertambahan
akan daya beli masyarakat akan menambah permintaan.
5.8 Ekspektasi Tentang Masa Depan
Perubahan-perubahan yang diramalkan mengenai keadaan pada masa yang akan
datang akan mempengaruhi permintaan. Ramalan para konsumen bahwa
harga-harga akan menjadi bertambah tinggi pada masa depan dan akan mendorong
mereka untuk membeli lebih banyak pada masa kini, untuk menghemat
pengeluaran pada masa datang. Sebaliknya, ramalan akan lowongan kerja akan
akan bertambah sukar diperoleh dan kegiatan ekonomi akan mengalami resesi,
B. Perbedaan Permintaan (Demand), Kebutuhan (Need), dan Keinginan (Wants) Atas Kesehatan.
Dalam manajemen pemasaran (Kasali, 2000) terdapat dua konsep yang sangat
mendasar yaitu kebutuhan (needs) dan keinginan (wants). Kebutuhan adalah
hal-hal yang mendasar yang dibutuhkan makhluk hidup untuk melangsungkan
kehidupannya. Tanaman membutuhkan air, tanah, pupuk dan udara untuk hidup.
Manusia tidak hanya membutuhkan makanan dan minuman, tetapi juga cinta,
penghargaan, persaudaraan, pengetahuan dan sebagainya. Kalau kebutuhan itu
tidak terpenuhi, mereka akan merasa tidak bahagia, ada yang dirasakan kurang
dalam kehidupannya. Kebutuhan manusia amat bervariasi dan kompleks.
Sedangkan keinginan adalah pernyataan manusia terhadap
kebutuhan-kebutuhannya yang dipertajam oleh budaya dan kepribadiannya. perbedaannya
dengan kebutuhan terletak pada barang-barang yang dipilih untuk melangsungkan
kehidupannya.
Untuk membahas pengertian ini, model dari Cooper (Posnett 1988) dalam
Palutturi (2005) juga sangat menarik untuk dibahas. Dalam model Cooper,
keinginan diartikan sebagai keinginan seseorang untuk menjadi lebih sehat dalam
hidup. Keinginan ini didasarkan pada penilaian diri terhadap status kesehatannya.
Permintaan merupakan keinginan untuk lebih sehat diwujudkan dalam perilaku
mencari pertolongan tenaga kedokteran. Sedangkan kebutuhan adalah keadaan
kesehatan yang dinyatakan oleh tenaga kedokteran harus mendapatkan
penanganan medis.
Persoalan kesehatan, kebutuhan pelayanan kesehatan dan permintaan pelayanan
harus dijelaskan untuk menghindari kerancuan karena ketiga istilah tersebut kerap
digunakan secara bergantian satu sama lain.Ada 3 situasi yang dapat diperhatikan
atas tingkat persoalan kesehatan dan kebutuhan pelayanan kesehatan yang
dirasakan oleh seorang individu. Permintaan pelayanan kesehatan timbul melalui
proses perubahan persoalan kesehatan menjadi persoalan kesehatan yang
dirasakan, dilanjutkan dengan merasa dibutuhkannya pelayanan kesehatan dan
akhirnya dinyatakan dengan permintaan aktual. Dalam upayanya mengubah
kebutuhan pelayanan yang dirasakan menjadi suatu bentuk permintaan yang
efektif, konsumen harus memiliki kesediaan dan kemampuan untuk membeli atau
membayar sejumlah jenis pelayanan kesehatan yang diperlukan (Andhika, 2010).
Dengan memahami konsep kebutuhan dan permintaan pelayanan kesehatan yang
diperlukan dapat dijelaskan tentang mengapa dan bagaimanam kerap timbul
kesenjangan dalam banyak hal antara penyedia dan konsumen pelayanan
kesehatan. Kesenjangan antara kebutuhan dan permintaan, misalnya timbul akibat
kuantitas pelayanan yang diinginkan masyarakat (dalam membentuk kesediaan
untuk membayar) dan kuantitas pelayanan professional yang seharusnya mereka
inginkan jarang bertemu dan bersesuaian.
C. Kualitas Pelayanan
Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berpengaruh dengan produk, jasa,
manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan (Tjiptono,
2001). Sehingga definisi kualitas pelayanan dapat diartikan sebagai upaya
pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen serta ketepatan penyampaiannya
dapat diketahui dengan cara membandingkan persepsi para konsumen atas
pelayanan yang nyata-nyata mereka terima / peroleh dengan pelayanan yang
sesungguhnya mereka harapkan / inginkan terhadap atribut-atribut pelayanan
suatu perusahaan. Jika jasa yang diterima atau dirasakan (perceived service)
sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas pelayanan dipersepsikan baik dan
memuaskan, jika jasa yang diterima melampaui harapan konsumen, maka kualitas
pelayanan dipersepsikan sangat baik dan berkualitas. Sebaliknya jika jasa yang
diterima lebih rendah daripada yang diharapkan, maka kualitas pelayanan
dipersepsikan buruk. Kualitas jasa atau layanan merupakan tingkat kesenjangan
antara harapan atau keinginan pelanggan dengan persepsi atau performa yang
telah mereka rasakan. Menurut Schnaars dalam Tjiptono dan Chandra (2005),
pada dasarnya tujuan sebuah bisnis adalah menciptakan para pelanggan yang
puas. Selanjutnya Kotler (2004) mengatakan pelayanan adalah setiap kegiatan atau
manfaat yang ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain dan dasarnya tidak
berwujud, serta tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu. Konsep dasar dari suatu
pelayanan (jasa) ataupun kualitas dari suatu produk dapat didefinisikan sebagai
pemenuhan yang dapat melebihi dari apa yang diinginkan atau diharapkan
pelanggan (konsumen).
Menurut Kotler (2002:83) definisi pelayanan adalah setiap tindakan atau kegiatan
yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya
tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun. Produksinya dapat
dikaitkan atau tidak dikaitkan pada satu produk fisik. Pelayanan merupakan
perilaku produsen dalam rangka memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen
bahwa perilaku tersebut dapat terjadi pada saat, sebelum dan sesudah terjadinya
transaksi. Pada umumnya pelayanan yang berkualitas tinggi akan menghasilkan
kepuasan yang tinggi serta pembelian ulang yang lebih sering.
Dari definisi-definisi tentang kualitas pelayanan tersebut dapat diambil
kesimpulan bahwa kualitas pelayanan adalah segala bentuk aktivitas yang
dilakukan oleh perusahaan guna memenuhi harapan konsumen. Pelayanan dalam
hal ini diartikan sebagai jasa atau service yang disampaikan oleh pemilik jasa
yang berupa kemudahan, kecepatan, hubungan, kemampuan dan
keramah-tamahan yang ditujukan melalui sikap dan sifat dalam memberikan pelayanan
untuk kepuasan konsumen.
Menurut Parasuraman, dkk (1998), dimensi-dimensi yang mewakili persepsi
konsumen terhadap suatu kualitas pelayanan jasa adalah sebagai berikut :
1. Keandalan.
adalah dimensi yang mengukur keandalan suatu pelayanan jasa kepada konsumen.
Dimensi keandalan didefinisikan sebagai kemampuan untuk memberikan jasa
yang dijanjikan dengan terpercaya dan akurat.
2. Daya tanggap.
adalah kemauan untuk membantu dan memberikan jasa dengan cepat kepada
konsumen yang meliputi kesigapan tenaga kerja dalam melayani konsumen,
kecepatan tenaga kerja dalam menangani transaksi dan penanganan atas keluhan
dinamis. Hal ini dipengaruhi oleh faktor perkembangan teknologi. Salah satu
contoh aspek daya tanggap dalam pelayanan adalah kecepatan.
3. Kepastian.
adalah dimensi kualitas pelayanan yang berhubungan dengan kemampuan
dalammenanamkan kepercayaan dan keyakinan kepada konsumen. Dimensi
kepastian meliputi kemampuan tenaga kerja atas pengetahuan terhadap produk
meliputi kemampuan karyawan atas pengetahuan terhadap produk secara tepat,
kualitas keramah-tamahan, perhatian dan kesopanan dalam memberi pelayanan,
ketrampilan dalam memberikan keamanan didalam memanfaatkan jasa yang
ditawarkan dan kemampuan di dalam menanamkan kepercayaan konsumen
terhadap jasa yang ditawarkan. Dimensi kepastian atau jaminan ini merupakan
gabungan dari aspek-aspek :
a) Kompetensi, yaitu ketrampilan dan pengetahuan yang dimiliki oleh para
tenaga kerja untuk melakukan pelayanan.
b) Kesopanan, yang meliputi keramahan, perhatian dan sikap para tenaga
kerja.
c) Kredibilitas, yang meliputi hal-hal yang berhubungan dengan kepercayaan
kepada penyedia jasa seperti reputasi, prestasi dan sebagainya. Keamanan, yang
meliputi hal-hal yang berhubungan dengan kemampuan tenaga kerja untuk
memberikan rasa aman pada konsumen.
adalah kesediaan untuk peduli dan memberikan perhatian pribadi kepada
pengguna jasa. Pelayanan yang empatik sangat memerlukan sentuhan/perasaan
pribadi. Dimensi empati adalah dimensi yang memberikan peluang besar untuk
menciptakan pelayanan yang “surprise” yaitu sesuatu yang tidak diharapkan oleh
pengguna jasa tetapi ternyata diberikan oleh penyedia jasa.
Dimensi empat ini merupakan penggabungan dari aspek :
1. Akses meliputi kemudahan memanfaatkan jasa yang ditawarkan penyedia
jasa.
2. Komunikasi, yaitu merupakan kemampuan melakukan komunikasi untuk
menyampaikan informasi kepada konsumen atau memperoleh masukan dari
konsumen.
3. Pemahaman pada konsumen, meliputi usaha penyedia jasa untuk mengetahui
dan memahami kebutuhan dan keinginan konsumen.
4. Dimensi berwujud didefinisikan sebagai penampilan fasilitas peralatan dan
petugas yang memberikan pelayanan jasa karena suatu service jasa tidak dapat
dilihat, dicium, diraba atau didengar maka aspek berwujud menjadi sangat penting
sebagai ukuran terhadap pelayanan jasa.
Salah satu faktor pendorong kepuasan konsumen adalah kualitas pelayanan.
Untuk meningkatkan kepuasan konsumen, maka RSUD Kota Bekasi harus
meningkatkan kualitas pelayanan. Untuk menilai kualitas pelayanan, dapat diukur
dengan 5 faktor, yaitu tangible (bukti fisik), reliability (keandalan),
Kotler dan Armstrong (1996), produk jasa yang berkualitas mempunyai peranan
penting untuk membentuk kepuasan pelanggan. Semakin berkualitas produk dan
jasa yang diberikan, maka kepuasan yang dirasakan oleh pelanggan semakin
tinggi. Bila kepuasan pelanggan semakin tinggi, maka dapat menimbulkan
keuntungan bagi badan usaha tersebut. Salah satu cara utama mempertahankan
sebuah perusahaan jasa adalah memberikan jasa dengan kualitas pelayanan yang
lebih tinggi dari pesaing secara konsisten dan memenuhi harapan pelanggan. Bila
kualitas pelayanan yang dirasakan lebih kecil dari pada yang diharapkan maka
pelanggan menjadi tidak tertarik pada penyedia jasa, akan tetapi apabila yang
terjadi adalah sebaliknya ada kemungkinan para pelanggan akan terus
mengunakan penyedia jasa itu lagi. Penelitian yang dilakukan Dabholkar et. al
(2000) dalam Tjiptono (2005) menyatakan bahwa kualitas jasa mempunyai
pengaruh yang positif terhadap kepuasan pelanggan.
Parasuraman et al. (1998) dalam Hadi (2003) berpendapat bahwa
kualitapelayanan sejalan dengan kepuasan pelanggan, dimana meningkatnya
(semakin positif) kualitas pelayanan digunakan sebagai refleksi dari
meningkatnya kepuasan pelanggan.
D. Karakteristik Permintaan Jasa Pelayanan Kesehatan dalam Konteks Ekonomi
Pokok bahasan dalam ilmu ekonomi akan selalu mengarah pada permintaan dan
distribusi komoditi, dimana komoditinya adalah pelayanan kesehatan bukan
kesehatan itu sendiri Dari sudut pandang permintaan, masyarakat ingin
kesehatan sebagai salah satu cara untuk mencapai status kesehatan yang lebih
tinggi. Sedangkan produksi utama dari pelayanan kesehatan adalah kesehatan dan
sekaligus menghasilkan outpun lainnya. Kesehatan sendiri tidak dapat
diperjualbelikan, dalam pengertian bahwa kesehatan itu tidak dapat secara
langsung dibeli atau dijual di pasar kesehatan merupakan salah satu ciri komoditi.
Singkatnya kesehatan tidak dapat dipertukarkan. Kesehatan hanya memiliki value
in use dan bukannya value in exchange (Tjiptoherijanto, 1990 dalam Andhika,
2010).
Hubungan antara keinginan kesehatan permintaan akan pelayanan kesehatan
hanya kelihatannya saja yang sederhana, namun sebenarnya sangat kompleks.
Penyebab utamanya karena persoalan kesenjangan informasi. Menerjemahkan
keinginan sehat menjadi konsumsi pelayanan kesehatan melibatkan berbagai
informasi tentang berbagai hal, antara lain : aspek status kesehatan saat ini,
informasi status kesehatan yang lebih baik informasi tentang macam pelayanan
yang tersedia,tentang kesesuaian pelayanan tersebut, dan lain sebagainya. Hal ini
disebabkan karena permintaan pelayanan kesehatan mengandung masalah
uncertainty (ketidakpastian), sakit sebagai ciri-ciri persoalan kesehatan
merupakan suatu ketidakpastian. Keduanya, imperfect information dan
uncertainty merupakan karakteristik umum dari permintaan pelayanan kesehatan
dan kesehatan.
Jasa pelayanan kesehatan berbeda dengan barang dan jasa pelayanan ekonomi
lainnya. Jasa pelayanan kesehatan atau jasa pelayanan medis sangat heterogen,
memperbaiki, memulihkan kesehatan fisik dan jiwa seorang. Karena sifatnya yang
sangat heterogen, jasa pelayanan kesehatan sulit diukur secara kuantitatif.
Beberapa karakteristik khusus jasa pelayanan kesehatan yaitu intangibility,
inseparability, inventory, dan inkonsistensi (Santerre dan Neun, 2000) dalam
Andhika (2010). Intangibility merupakan karakteristik jasa pelayanan kesehatan
yang tidak bisa dinilai oleh panca indera. Konsumen (pasien) tidak bisa melihat,
mendengar, membau, merasakan, atau mengecap jasa pelayanan kesehatan.
Inseparability yaitu karakteristik dimana produksi dan konsumsi jasa pelayanan
kesehatan terjadi secara simultan (bersama). Makanan bisa dibuat dulu, untuk
dikonsumsi kemudian. Tindakan operatif yang dilakukan dokter bedah pada saat
yang sama digunakan oleh pasien. Inventory merupakan karakteristik dimana jasa
pelayanan kesehatan tidak bisa disimpan untuk digunakan pada saat dibutuhkan
oleh pasien nantinya. Inkonsistensi merupakan karakteristik jasa pelayanan
kesehatan dimana komposisi dan kualitas jasa pelayanan kesehatan yang diterima
pasien dari seorang dokter dari waktu ke waktu, maupun jasa pelayanan kesehatan
yang digunakan antar pasien, bervariasi.
Jadi jasa pelayanan kesehatan sulit diukur secara kuantitatif. Biasanya jasa
pelayanan kesehatan diukur berdasarkan ketersediaaan (jumlah dokter atau tempat
tidur rumah sakit per 1.000 penduduk) atau penggunaan (jumlah konsultasi atau
E. Hubungan antara Pendapatan, Biaya atau Harga Kunjungan, Jarak, Biaya atau Harga Obat Alternatif, Pendidikan, Kualitas Layanan terhadap Permintaan Jasa Pelayanan Kesehatan Pengaruh Pendapatan terhadap Permintaan Jasa Pelayanan Kesehatan
Pengaruh Pendapatan Terhadap Permintaan Jasa Layanan Kesehatan.
Pendapatan merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan corak
permintaan terhadap berbagai barang. Perubahan pendapatan selalu menimbulkan
perubahan terhadap permintaan berbagai jenis barang. Ada hubungan (asosiasi)
antara tingginya pendapatan dengan besarnya permintaan akan pemeliharaan
kesehatan, terutama dalam hal pelayanan kesehatan modern. Jika pendapatan
meningkat maka garis pendapatan akan bergeser kekanan sehingga jumlah barang
dan jasa kesehatan meningkat. Pada masyarakat berpendapatan rendah, akan
mencukupi kebutuhan barang terlebih dahulu, setelah kebutuhan akan barang
tercukupi akan mengkonsumsi kesehatan (Andersen et al, 1975; Santerre & Neun,
2000 dalam Andhika 2010; Mills & Gilson,1990).
Sebagian besar jasa pelayanan kesehatan merupakan barang normal di mana
kenaikan pendapatan keluarga akan meningkatkan demand untuk jasa pelayanan
kesehatan. Akan tetapi ada kecenderungan mereka yang berpendapatan tinggi
tidak menyukai jasa pelayanan kesehatan yang menghabiskan banyak waktu. Hal
ini diantisipasi oleh rumah sakit-rumah sakit yang menginginkan pasien dari
golongan mampu. Masa tunggu dan antrean untuk mendapatkan jasa pelayanan
medis harus dikurangi (Palutturi, 2005).
Kerangka teori yang mendasari penelitian ini adalah teori konsumsi dan ekonomi
kesejahteraan tertentu individu akan mengkonsumsi sejumlah barang dan jasa,
yang dalam hal ini konsumsi jasa ditekankan dalam bentuk jasa pelayanan
kesehatan. Kurva kepuasan konsumsi barang dan kesehatan menjelaskan bahwa
kepuasan seseorang ditentukan oleh konsumsi kesehatan dan konsumsi barang
yang dibatasi oleh garis pendapatan (Joko: 2005).
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pendapatan dan biaya jasa pelayanan
kesehatan akan juga berpengaruh terhadap jumlah jasa pelayanan kesehatan yang
diminta. Jika pendapatan meningkat, maka garis pendapatan akan bergeser ke
kanan sehingga jumlah barang dan kesehatan meningkat. Meningkatnya konsumsi
barang dan kesehatan berimplikasi pada meningkatnya kesejahteraan individu
tersebut. Jadi dalam hal ini konsumsi kesehatan ditentukan oleh besarnya tingkat
pendapatan. Oleh karena itu faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pendapatan
juga akan mempengaruhi konsumsi kesehatan. Faktor tersebut antara lain biaya
jasa kesehatan dan jarak tempat tinggal dengan tempat pelayanan kesehatan serta
jumlah tanggungan keluarga (Joko: 2005).
Faktor lainnya yang mempengaruhi konsumsi kesehatan sangat banyak, terutama
yang berhubungan dengan keadaan sosial ekonomi, dan budaya seperti tingkat
pendidikan, pengetahuan, pengalaman dan kebiasaan. Besar kecilnya kekayaan
dapat mempengaruhi konsumsi kesehatan. Misalnya pada masyarakat yang
berpendapatan rendah, akan mencukupi kebutuhan barang lebih dulu, setelah
kebutuhan akan barang tercukupi akan mengkonsumsi kesehatan. Faktor yang
berpengaruh langsung terhadap pendapatan, misalnya biaya yang terkait dengan
jasa pelayanan kesehatan, menjadikan biaya jasa pelayanan kesehatan naik.
kesehatan akan menurukan pendapatan relatif, yaitu pendapatan tetap sementara
biaya kesehatan naik (Joko: 2005).
Menurut Miler dan Meineres (1997) dalam Andhika (2010), Engel sebagai
pelopor dalam penelitian tentang pengeluaran rumah tangga. Penelitian Engel
melahirkan empat butir kesimpulan, yang kemudian dikenal dengan hukum Engel.
Keempat butir kesimpulannya yang dirumuskan tersebut adalah jika pendapatan
meningkat, maka persentase pengeluaran untuk konsumsi pangan semakin kecil,
persentase pengeluaran untuk konsumsi pakaian relatif tetap dan tidak tergantung
pada tingkat pendapatan, persentase pengeluaran untuk konsumsi keperluan
rumah relatif tetap dan tidak tergantung pada tingkat pendapatan dan jika
pendapatan meningkat, maka persentase pengeluaran untuk pendidikan,
kesehatan, rekreasi, barang mewah dan tabungan semakin meningkat.
Menurut Scheiber (1990) dalam Essential of health economics karangan Diane M.
Dewar (2009) menyebutkan bahwa permintaan untuk pelayanan kesehatan
bergantung pada status usia, pendapatan, pendidikan dan kesehatan itu sendiri.
Permintaan untuk kesehatan sangat sensitif terhadap harga dan pendapatan.
Hubungan antara pendapatan dan jumlah permintaan penggunaan jasa pelayanan
kesehatan dapat menjadi barang normal ketika penelitian di dasarkan kepada
respon individu. Namun data makroekonomi yang membandingkan agregat
pendapatan dan pengeluaran kesehatan secara luas menunjukkan bahwa pelayanan
kesehatan merupakan barang yang superior. Hal ini berlaku baik pada