• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Makna Simbolik dari Simbol-simbol yang Terdapat pada Yoroi Milik Toyotomi Hideyoshi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Makna Simbolik dari Simbol-simbol yang Terdapat pada Yoroi Milik Toyotomi Hideyoshi"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS MAKNA SIMBOLIK DARI SIMBOL-SIMBOL YANG TERDAPAT PADA “YOROI” MILIK TOYOTOMI HIDEYOSHI

TOYOTOMI HIDEYOSHI NO YOROI NI OKERU SHINBORU KARA NO SHOUCHOU TEKINA IMI NO BUNSEKI

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat ujian sarjana dalam

bidang ilmu Sastra Jepang

Oleh:

SURYA DHARMA 080708024

(2)

SKRIPSI

ANALISIS MAKNA SIMBOLIK DARI SIMBOL-SIMBOL YANG TERDAPAT PADA “YOROI” MILIK TOYOTOMI HIDEYOSHI

TOYOTOMI HIDEYOSHI NO YOROI NI OKERUSHINBORU KARA NO SHOUCHOU TEKINA IMI NO BUNSEKI

Oleh:

Nama : Surya Dharma

Nim : 080708024

Program Studi : Sastra Jepang

Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat ujian sarjana dalam

bidang ilmu Sastra Jepang

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Hamzon Situmorang, MS, Ph.D

Nip: 19580704 1984 12 1 001 Nip: 19691011 2002 12 1 001 Muhammad Pujiono, S.S., M.Hum

Menyetujui

Departemen Sastra Jepang Ketua,

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah Swt. Selawat dan salam kepada baginda Rasulullah Saw. Skripsi ini berjudul “Analisis Makna Simbolik dari Simbol-simbol yang Terdapat pada Yoroi milik Toyotomi Hideyoshi”. Penyusunan skripsi ini ditujukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana pada jurusan Sastra Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak menemui kesulitan-kesulitan, Namun berkat bantuan dari berbagai pihak maka skripsi ini dapat diselesaikan. Untuk itu dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Bapak Drs. Syahron Lubis, M.A, selaku Dekan Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum, selaku Ketua Jurusan Program Studi Sastra Jepang fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. 3. Ibu Adriana Hasibuan, S.S, M.Hum, selaku Sekretaris Jurusan Program

Studi Sastra Jepang fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. 4. Bapak Prof. Drs. Hamzon Situmorang, MS, Ph.D, selaku Dosen

Pembimbing I.

5. Bapak Muhammad Pujiono, S.S., M.Hum selaku Dosen Pembimbing II 6. Bapak/ Ibu Dosen Program Sastra Jepang Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara.

(4)

8. Kedua Orangtua dan adik penulis yang tercinta. 9. Ingrid Hestia Yasin

10.Teman-teman penulis di Program Studi Sastra Jepang. 11.Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Mengingat keterbatasan penulis sendiri, penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penelitian ini. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diperlukan untuk memperbaikinya sehingga akhirnya skripsi ini dapat berguna dengan baik untuk penulis maupun pembelajar bahasa Jepang atau pihak-pihak yang memerlukan.

Medan, Juli 2012

(5)

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1Latar Belakang Masalah 1

1.2Perumusan Masalah 3

1.3Ruang Lingkup Pembahasan 4

1.4Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori 5

1.5Tujuan dan Manfaat Penelitian 9

1.6Metode Penelitian 9

BAB II PERKEMBANGAN PAKAIAN TEMPUR DAN “YOROI”

MILIK TOYOTOMI HIDEYOSHI 11

2.1Perkembangan Pakaian Tempur Jepang dari Akhir

Periode Yayoi Hingga Edo 11

2.1.1 Akhir Periode Yayoi 12

2.1.2 Periode Kofun 13

2.1.2.1 Tanko 13

2.1.2.2 Keiko 14

2.1.3 Periode Nara 15

(6)

2.1.4.1 O-Yoroi 15

2.1.4.2 Haraate 19

2.1.4.3 Doumaru 19

2.1.5 Periode Nanbokucho 20

2.1.5.1 Haramaki 21

2.1.6 Periode Sengoku 23

2.1.6.1 Tousei gusoku 23

2.1.7 Periode Edo 24

2.1.8 Yoroi Pasukan Pejalan Kaki (Ashigaru) 25

2.2 Yoroi Milik Toyotomi Hideyoshi 26

2.3 Simbol-simbol yang Terdapat pada Yoroi

Milik Toyotomi Hideyoshi 29

2.3.1 Go shici kiri 29

2.3.2 Oda mokkou 29

2.3.3 Omodaka 29

2.3.4 Hi no maru 29

2.3.5 Kuro tetsuji hossu nari ushiro date kabuto 29

(7)

2.3.7 Barin kabuto 30

2.3.8 Ogon taiko 30

BAB III ANALISIS MAKNA SIMBOL-SIMBOL YANG TERDAPAT

PADA YOROI MILIK TOYOTOMI HIDEYOSHI 31

3.1 Go shici kiri 31

3.2 Oda mokkou 32

3.3 Omodaka 33

3.4 Hi no maru 34

3.5 Barin kabuto 35

3.6 Kuro tetsuji hossu nari ushiro date kabuto 36

3.7 Kuro kuma ue shii nari kabuto 36

3.8 Ogon taiko 37

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 38

4.1 Kesimpulan 38

4.2 Saran 40

DAFTAR PUSTAKA 41

(8)

ABSTRAK

Salah satu wujud kebudayaan ialah objek material atau benda-benda. Di setiap Negara di dunia memiliki benda-benda khas yang melambangkan kebudayaannya masing-masing. Seperti menara Eiffel di Perancis, alat musik angklung di Indonesia dan sebagainya. Jepang juga mempunyai berbagai macam benda-benda khas yang salah satunya ialah Yoroi.

Yoroi ialah alat yang digunakan pada tubuh untuk melindungi tubuh dari serangan panah, pedang, tombak, senjata api dll. Menurut sejarah, Yoroi muncul sejak zaman Yayoi. Seiring dengan dimulainya kegiatan pertanian terjadilah pertempuran-pertempuran untuk memperebutkan lahan. Dan yoroi sebagai alat untuk melindungi tubuh saat bertempur pun muncul.

Sejak saat itu pertempuran tidak juga berakhir. Di zaman selanjutnya, zaman Kofun muncul Tanko, Keiko, dan Menkatchu. Di abad pertengahan saat keluarga samurai berkuasa, muncul O-Yoroi, Domaru, Domaru yoroi, Haramaki, dan Haraate. Kemudian sampai pada abad modern muncul Tousei gusoku. Pada masa-masa itulah Yoroi mengalami perkembangan.

Sejak zaman Meiji, Yoroi sudah tidak digunakan lagi karena Jepang telah mengadopsi peralatan-peralatan ala Barat.

(9)

Hal yang menarik dari Yoroi selain bentuknya yang unik ialah adanya simbol-simbol yang dikenakan pada Yoroi milik Jendral-jendral. Simbol-simbol tersebut digunakan untuk menunjukkan identitas diri mereka, dan juga untuk menunjukkan kepercayaan religius dan cita rasa seni mereka.

Salah satu Jendral perang yang paling terkenal di Jepang ialah Toyotomi Hideyoshi. Toyotomi Hideyoshi (1537-1598) ialah Samurai yang hidup pada periode Azuchi-momoyama, periode dimana Jepang tercabik-cabik oleh perang saudara seseantero negeri, disebut juga dengan periode Sengoku. Toyotomi hideyoshi hampir di sepanjang karirnya mengabdi pada bangsawan bernama Lord Nobunaga. Dari seorang petani yang dipanggil “monyet” ia mendaki hingga menjangkau puncak kejayaan sebagai penguasa mutlak Jepang. Tugas demi tugas dijalaninya dengan penuh dedikasi, hingga sulit dipercaya, di kemudian hari menjadi seorang penguasa negeri.

Simbol-simbol yang terdapat pada Yoroi milik Toyotomi Hideyoshi ialah: Go sichi kiri, Oda Mokkou, Omodaka, Hi no maru, Barin kabuto, Kuro tetsuji hossu nari ushiro date kabuto, Kuro kuma ue shii nari kabuto, dan Ogon taiko.

(10)
(11)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Koentjaraningrat (2004:5-8) menyatakan bahwa kebudayaan itu mempunyai tiga wujud :

a. Wujud kebudayaan sebagai suatu yang kompleks dari ide-ide, gagasan-gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya.

b. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat.

c. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.

(12)

seluruh negeri sekitar abad ke 15-16. Saat ini Yoroi menjadi salah satu benda pusaka nasional Jepang.

Pada awalnya kata Yoroi hanya menunjukkan lapisan besi pada pelindung dada, namun akhirnya secara umum digunakan untuk menunjukkan pakaian tempur secara keseluruhan.

Faktanya, pakaian tempur Jepang dipengaruhi oleh negara-negara asing. Misalnya China dan Korea pada awal mula dan Negara-negara Barat di akhir periode Edo. Namun, didukung oleh letak geografis Jepang berupa kepulauan yang dikelilingi oleh Samudra Pasifik serta terpisah dari daratan utama Asia dan sikap politik penutupan Negara dalam jangka waktu yang panjang, menjadikan para Samurai seiring hidup matinya selama masa perang mengkreasikan karakteristik yang khas, dan menghasilkan bentuk original yang berbeda dari Negara lain dan juga unik. “Pakaian tempur Jepang sangat berbeda dengan model dari Negara lain dalam hal desain dan estetika” (Chung-Chuen-Yeung dkk, 2011: 23-24)

(13)

1.2 Perumusan Masalah

Aart van Zoest dan Lavers, t.th dalam Indah (2011) mengatakan bahwa manusia adalah Homo Semioticus, yaitu manusia mencari arti pada barang-barang dan gejala-gejala yang mengelilinginya.

Yoroi yang dikenakan oleh Samurai kelas atas seperti para Daimyo dan Jendral-jendralnya selalu memiliki simbol-simbol khusus. Simbol-simbol tersebut pastilah memiliki suatu makna. Geertz dalam Indah (2011) mengatakan Simbol adalah sebagai ajang/ tempat/ wahana yang memuat sesuatu nilai bermakna.

Oleh karena itu penulis meneliti apa makna dari simbol yang terdapat pada Yoroi. Dan agar pembahasan tidak terlalu luas maka penulis memutuskan untuk meneliti Yoroi milik Toyotomi Hideyoshi. Toyotomi Hideyoshi adalah satu dari tiga serangkai yang berhasil menyatukan Jepang saat pecahnya perang seluruh negeri yang telah berlangsung hingga 100 tahun lebih. Ia digelari gelar Taiko oleh Kaisar yang menandakan bahwa dirinya seorang penguasa.

Setiap samurai kelas atas memiliki Yoroi yang mencirikan dirinya sendiri. Lalu seperti apakah Yoroi milik Toyotomi Hideyoshi dan simbol apa saja yang dikenakan oleh Hideyoshi merupakan sesuatu yang menjadi tanda tanya. Untuk itu penulis merumuskan masalahnya sebagai berikut:

1. Apa saja simbol yang terdapat pada Yoroi milik Toyotomi Hideyoshi?

(14)

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan

Pembahasan dalam skripsi ini ialah mengenai sejarah perkembangan Yoroi dari zaman Yayoi sampai zaman Edo. Juga membahas Yoroi milik Toyotomi Hideyoshi, dari bentuk hingga simbol-simbol yang menghiasinya. Dan makna simbolik dari simbol-simbol tersebut.

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori

Iris Varner & Linda Beamer dalam Indah (2011) mengatakan Kebudayaan adalah sebagai pandangan yang koheren tentang sesuatu yang dipelajari, yang dibagi, atau yang dipertukarkan oleh sekelompok orang.

Larry A. Samovar dan Richard E. Porter dalam Indah (2011) mengatakan Kebudayaan dapat berarti simpanan akumulatif dari pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna, hirarki, agama, pilihan waktu, peranan, relasi ruang, konsep yang luas, dan objek material atau kepemilikan yang dimiliki dan dipertahankan oleh sekelompok orang atau suatu generasi.

Gudkunts & Kim dalam Indah (2011) mengatakan, Kebudayaan adalah sistem pengetahuan yang dipertukarkan oleh sejumlah orang dalam sebuah kelompok yang besar.

Rene Char dalam Indah (2011) mengatakan, Kebudayaan adalah warisan kita yang diturunkan tanpa surat wasiat.

(15)

masyarakat), kerja (ilmu alam dan teknologi), dan kegiatan-kegiatan lain yang lebih sederhana.

Banyak hal yang tidak "terbaca" di dunia ini karena selalu ada sesuatu yang tidak bisa terungkap secara langsung. Oleh karena itu simbol merupakan cara paling tepat untuk membahasakan sesuatu yang tidak bisa diungkapkan dengan mudah.

Lonergan dalam Indah (2011) mengatakan, Simbol adalah intensionalitas yang mendasar artinya. Subyek merasa tertarik pada suatu obyek atau sebaliknya; subyek menanggapi secara spontan.

Pierce dalam Indah (2011) mengatakan, simbol adalah salah satu bagian dari hubungan antara tanda dengan acuannya, yaitu hubungan yang akan menjelaskan makna dari sebuah referen tertentu dalam kehidupan secara umum atau sebuah karya sastra sebagai replika kehidupan.

Helena dalam Indah (2011) mengatakan, simbol adalah tanda untuk menunjukkan hubungan dengan acuan dalam sebuah hasil konvensi atau kesepakatan bersama, contohnya adalah bahasa (verbal, non-verbal, atau tulisan), dan juga benda-benda yang mewakili sebuah eksistensi yang secara tradisi telah disepakati.

Geertz dalam Indah (2011) mengatakan, simbol adalah sebagai ajang/tempat/wahana yang memuat sesuatu nilai bermakna (meaning).

(16)

Kamus Webster menjelaskan simbol adalah sesuatu yang berarti atau mengacu pada sesuatu yang berdasarkan hubungan nalar, asosiasi, konvensi, kebetulan ada kemiripan...tanda yang dapat dilihat dari sesuatu yang tak terlihat.

Oleh karena pembahasan pada penulisan ini mengenai makna dari simbol pada suatu objek, maka teori yang digunakan ialah teori Semiotika. Berikut ini penjelasan teori semiotika oleh para pakarnya :

Semiotika, ilmu tanda dan istilah ini berasal dari kata Yunani semion yang berarti tanda. Panuti Sudjiman & Aart van Zoest (1996) mengatakan Tanda bisa terdapat dimana-mana, misalnya: lampu lalu lintas, bendera, karya sastra, bangunan dan lain-lain. Hal ini disebabkan manusia adalah Homo Semioticus, yaitu manusia mencari arti pada barang-barang dan gejala-gejala yang mengelilinginya.

Semiotika moderen mempunyai dua orang pelopor, yaitu Charles Sanders Peirce (1839-1914) dan Ferdinand de Saussure. Pierce mengusulkan kata semiotika untuk bidang penelaahan ini, sedangkan Saussure memakai kata semiologi. Sebenarnya kata semiotika tersebut telah digunakan oleh para ahli filsafat Jerman bernama Lambert pada abad XVIII.

(17)

yang bersifat transindividual. Banyak tanda yang bertitik tolak dari ground yang bersifat sangat individual.

Teori Semiotik oleh Ferdinand De Saussure (1857-1913). Dalam teori ini semiotik dibagi menjadi dua bagian (dikotomi) yaitu penanda (signifier) dan pertanda (signified). Penanda dilihat sebagai bentuk/wujud fisik dapat dikenal melalui wujud karya arsitektur, sedang pertanda dilihat sebagai makna yang terungkap melalui konsep, fungsi dan/atau nilai-nlai yang terkandung didalam karya arsitektur. Eksistensi semiotika Saussure adalah relasi antara penanda dan petanda berdasarkan konvensi, biasa disebut dengan signifikasi. Semiotika signifikasi adalah sistem tanda yang mempelajari relasi elemen tanda dalam sebuah sistem berdasarkan aturan atau konvensi tertentu. Kesepakatan sosial diperlukan untuk dapat memaknai tanda tersebut.

Menurut Saussure, tanda terdiri dari: Bunyi-bunyian dan gambar, disebut signifier atau penanda, dan konsep-konsep dari bunyi-bunyian dan gambar, disebut signified.

(18)

Begitulah, menurut Saussure, “Signifier dan signified merupakan kesatuan, tak dapat dipisahkan, seperti dua sisi dari sehelai kertas.” (Sobur, 2006).

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penulisan skripsi ini ialah:

1. Untuk mengetahui simbol apa saja yang ada pada Yoroi milik Toyotomi Hideyoshi.

2. Untuk mengetahui makna simbolik dari simbol-simbol yang ada pada Yoroi milik Toyotomi Hideyoshi.

Manfaat penulisan skripsi ini ialah:

1. Bagi penulis, mendapatkan pemahaman tentang makna simbolik dari simbol-simbol yang terdapat

2. Bagi pelajar dan pengajar bidang Kejepangan, menambah referensi bacaan tentang Kebudayaan masyarakat Jepang.

1.6 Metode Penelitian

(19)

karena peneliti tak perlu mencari data dengan terjun langsung ke lapangan tapi cukup mengumpulkan dan menganalisis data yang tersedia dalam pustaka.

Penerjemahan semantis (semantic translation) biasanya lebih luwes daripada penerjemahan setia. Penerjemahan setia lebih kaku dan tidak kompromi dengan kaidah bahasa sasaran atau lebih terikat dengan bahasa sumber, sedangkan penerjemahan semantis lebih fleksibel dengan bahasa sasaran. Penerjemahan semantis biasanya mempertimbangkan unsur estetika teks bahasa sumber dengan cara mengkompromikan makna selama masih dalam batas kewajaran (Machali, 2000:52).

Langkah-langkah dalam penulisan skripsi ini ialah:

a. Mengumpulkan data dengan teknik studi pustaka untuk kemudian menentukan masalah.

b. Menggunakan metode penerjemahan semantis untuk menerjemahkan referensi-referensi dari bahasa asing.

(20)

BAB II

PERKEMBANGAN PAKAIAN TEMPUR DAN “YOROI” MILIK

TOYOTOMI HIDEYOSHI

2.1 Perkembangan Pakaian Tempur Jepang dari Akhir Periode Yayoi

hingga Periode Edo

Kachu ialah alat yang digunakan untuk melindungi tubuh dari serangan panah, tombak, pedang dll. yang dikenakan pada badan disebut dengan yoroi, dan yang dipakai untuk melindungi kepala disebut dengan kabuto. Namun saat ini pakaian tempur Jepang secara umum disebut juga dengan Yoroi.

Awalnya pakaian tempur Jepang diadopsi secara langsung dari pengaruh kebudayaan timur seperti China, Korea dll. Namun, dengan pengaruh dan pengembangan teknik, ide, senjata original Jepang, peraturan pertempuran Jepang, dan seni pertempuran Jepang menghasilkan suatu bentuk yang khas dan unik. Diawali dengan bahan dari bulu hewan dan kulit tebal, pakaian tempur Jepang kemudian berkembang dengan bahan kulit yang dilekatkan dengan potongan kayu, selanjutnya berkembang dengan metode bahan kulit yang dikeraskan dengan vernis, sampai akhirnya penggunaan potongan besi.

(21)

Ada beragam variasi dari Yoroi. Sejak periode Yayoi hingga Periode Edo Yoroi mengalami perubahan. Pakaian tempur dari bahan kayu pada akhir periode Yayoi (abad 2-3). Model Keiko dan Tankou yang berbahan baja dan kulit hewan yang muncul pada periode Kofun (abad 4-7). O-Yoroi, domaru, dan Domaru-yoroi pada periode Heian (abad 8-12). Pada periode Kamakura (abad 12-14) muncul Haramaki dan Hara-ate. Pada awal periode Muromachi (abad 14) kaum bushi tampil dengan perpaduan dari model-model yang telah ada sebelumnya ditambah dengan beragam corak dan aksesoris-aksesoris yang sangat eksentrik. Nakanishi (2008:86) mengatakan bahwa di awal periode Muromachi, para prajurit mengenakan kostum yang sangat eksentrik, sambil membawa senjata berat dan kelihatan seperti parade iblis di malam hari. Memasuki periode Sengoku Jidai (abad 15-16) muncul Gusoku dan Tousei gusoku. Dan di periode Edo (abad 17-19) yang penuh kedamaian pun, pakaian tempur yang glamor tetap diproduksi dalam jumlah besar sebagai kebanggaan bagi kaum Samurai.

Berikut ini perkembangan baju tempur Jepang dari akhir periode Yayoi sampai periode Edo:

2.1.1 Akhir Periode Yayoi (Abad ke 2 sampai Abad ke 3)

Baju tempur pada periode Yayoi termasuk kedalam kategori itamonoyoroi (板物 甲) berupa potongan kayu yang disusun dan disambung dengan paku maupun

(22)

dilekatkan pada bagian punggung dengan ukiran-ukiran. Melihat bentuknya diperkirakan digunakan untuk acara-acara ritual. “Tanko yang terdapat pada periode Yayoi terbuat dari kayu dan kulit (kulit sapi yang diolah) dilihat dari bentuknya, daripada digunakan untuk bertempur lebih terlihat seperti perlengkapan upacara ritual” (Miura, 2010:26).

2.1.2 Periode Kofun (Abad ke 4 sampai abad ke 7)

Pada periode Kofun ada 2 karakteristik baju tempur yang muncul; Tanko dan Keiko.

2.1.2.1 Tanko

Tanko, sesuai namanya yang berarti “baju tempur pendek” hanya melindungi bagian dada, perut dan punggung. terdiri dari potongan besi berbentuk persegi panjang yang tersusun dan disambung dengan paku. Pada akhir abad ke 4 muncul potongan-potongan berbentuk segitiga dan segi empat. Bagian membuka dan menutup terdapat pada bagian depan dengan cara diikat dengan tali. Pada abad ke 5 pemakaian engsel untuk membuka dan menutup menjadi tren. Cara pemakaiannya ialah dengan sambungan tali dan mengikatnya pada bahu. Digunakan untuk bertempur dengan berjalan kaki. Model Tanko ini tidak ditemukan lagi pada Kofun abad ke 6.

2.1.2.2 Keiko

(23)

berbentuk persegi panjang. Yang disusun kebawah dan kesamping dan disambung dengan menggunakan benang. Bagian do 胴dan kusazuri 草摺 (pelindung bawah perut sampai paha atas) terhubung menjadi satu bagian. Bagian buka-tutupnya terdapat pada bagian depan. Berbeda dengan model tanko yang termasuk itamono yoroi 板物 yang kaku, keiko termasuk kedalam bentuk kozane yoroi 小札甲 yang elastis, sehingga digunakan pada pertempuran dengan menunggang kuda, munculnya keiko juga menjadi awal pemakaian kuda pada pertempuran di Jepang. Namun bentuk kozane yang terdapat pada keiko berbeda dengan kozane pada periode Heian. Kozane pada keiko secara khusus disebut dengan keikozane.

Ada 2 jenis baju tempur yang muncul pada periode Kofun, begitu juga dengan Kabuto 兜. Pada periode kofun muncul shoukakutsukikabuto 衝 角 付 冑 dan mabisashitsukikabuto 眉庇付冑.

(24)

2.1.3 Periode Nara (Abad 8)

2.1.3.1 Menkachu

Periode Nara ialah saat terbentuknya sistem militer Negara Jepang yang berbasis model militer China yang disebut Taihou Ritsuryou. Seluruh produksi dan pengelolaannya dilaksanakan oleh divisi militer pemerintah, jadi bentuknya seragam dan kepemilikan pribadi dilarang. Ada perubahan besar dari periode sebelumnya. Keiko sedikit lebih panjang dan muncul Menkachu (綿甲冑) baju tempur katun, seluruh baju tempur berbahan katun dengan potongan-potongan dari besi dan kulit yang dilekatkan pada permukaan luarnya. Model ini sama dengan baju tempur Dinasti Tang pada saat itu juga.

2.1.4 Periode Heian (Abad ke 8 sampai abad ke 12)

2.1.4.1 O-yoroi

(25)

Yang disebut dengan O-Yoroi ialah Yoroi yang ukurannya besar dan model ini dikatakan sebagai bentuk orisinil pakaian tempur Jepang karena memiliki bentuk yang indah. Karakter dasar dari O-Yoroi ialah penggunaannya dalam pertempuran berkuda. Dimana tubuh harus dapat bergerak bebas ke kiri dan ke kanan agar bisa menyerang dengan tombak maupun panah secara maksimal. O-yoroi memiliki kapasitas menyerang dan bertahan secara seimbang. Perlengkapan O-Yoroi ialah: Kabuto (pelindung kepala), waidate (pelindung badan bagian samping kanan), do (pelindung dada), sode (pelindung bahu), sawan nomi kote (Pelindung tangan sebelah kiri), suneate (pelindung tulang kering). Bahan-bahan materialnya ialah: kulit sapi, kulit rusa, vernis, benang, tali, kuningan, batang pohon, emas, perak. Kesemuanya adalah benda-benda yang sangat mahal dan oleh karena itu hanya digunakan oleh para Jenderal dan samurai kelas atas. Salah satu karakteristik lainnya ialah termasuk ke dalam jenis kozane (potongan besi kecil-kecil) yang sesuai digunakan dalam pertempuran menggunakan tombak sambil berkuda. Komponennya terdiri dari: Kozane, bulu-bulu hewan, kulit, benang, bahan emas dan perak. Kabuto atau pelindung kepalanya ialah tipe hoshi kabuto. Dan pengganti tameng ialah O-sode.

(26)

menggunakan kote (pelindung tangan). Kemudian agar mendapatkan gerakan tubuh yang bebas struktur O-yoroi terbentuk dari kozane yaitu potongan-potongan kecil berbentuk persegi panjang yang tersusun. Kemudian, agar anak panah musuh tidak tersangkut maka bagian do strukturnya dibuat lebar.

Pemakaian O-yoroi berbeda dengan Gusoku pada sengoku jidai. Bagian dibawah do tidak dikencangkan. Hal ini pun merupakan faktor penting untuk mendapatkan gerakan yang lebih ringan. Untuk menghubungkan bagian do depan dan punggung terdapat tameng kecil yang melindungi bagian samping dada, sebelah kanan disebut dengan sendan no ita, sedangkan sebelah kiri disebut dengan kyuubi no ita.

(27)

pinggang hingga pantat. Dibawah kusazuri, untuk melindungi lutut terdapat alat pelindung yang disebut hizayoroi, yang mirip dengan haidate pada periode-periode selanjutnya.

Ketika memakai O-yoroi, pertama-tama kita harus mengikuti langkah-langkahnya, dibutuhkan waktu lama untuk memakainya. Agar tidak terlepas disaat berperang. Hal ini merupakan hal yang sangat penting. Dan juga untuk mendapatkan kenyamanan disaat memakainya. Lebih jauh lagi, saat berada di dalam air atau ketika terjatuh kelaut, penting untuk dapat melepaskannya dengan cepat. Dengan maksud ini ikatan-ikatan benang pada O-yoroi diikat dengan simpul kupu-kupu, sehingga bisa langsung terlepas. Teknik ini merupakan peraturan dasar.

(28)

Pada pertempuran samurai, pertempuran dengan berkuda menjadi hal yang utama, selain itu para samurai pejalan kaki bertempur dengan berjalan kaki dengan alat tempur berupa tachi, katana, dll. Dan oleh karena itu, untuk pertempuran dengan berkuda lahirlah O-yoroi dan pertempuran dengan kaki lahirlah haraate dan haramaki yang digunakan pada pertempuran Shouhei, tengyo no ran, zenkunen no eki, gosannen no eki, henkyou no han ran. Seiring berjalannya waktu kedua model ini semakin mendapatkan improvisasi.

2.1.4.2 Haraate

Diantara yoroi ada model yang paling simpel. Hanya melindungi bagian dada dan perut. Hanya terdiri dari bagian depan do dan samping kiri-kanan badan dengan bentuk setengah lingkaran. Cara memakainya ialah dengan mengaitkan tali dari kulit pada bagian atas do hinngga punggung bagian bawah do. Biaya produksi hara ate ialah yang paling murah. Ringan dan mudah digunakan, merupakan alat perlindungan bagi para bawahan. Seiring berjalannya waktu diilhami oleh hara ate muncullah haramaki.

2.1.4.3 Doumaru

Setelah O-yoroi, berkembanglah do yoroi, melingkar dari pinggan hingga punggung, karena terdapat perlindungan pada bagian samping kanan, maka menambah beratnya. Bentuknya ialah ditarik dan diikat pada pinggang sebelah kanan. Biasanya memiliki 7 sampai 8 buah kusazuri.

(29)

kalangan samurai kelas atas. Dan tidak lama kemudian mereka juga menambahkan sode, kabuto, dan kogusoku. Pada periode Nanbokucho model seperti ini menjadi populer dan mirip dengan model gusoku. Strukturnya simpel, termasuk kedalam pakaian tempur karakteristik ringan.

2.1.5 Periode Nanbokucho (awal abad ke 14)

Dengan dipengaruhi oleh perang-perang saudara seperti perang Bun ei, kou an, dan yang lebih besar perang Nanbokucho, dan juga persaingan diantara kaum samurai, peralatan-peralatan tempur mengalami perkembangan yang besar. Pada masa ini banyak terjadi pertempuran di area kastil, dan pertempuran dengan berkuda maupun dengan berjalan kaki pun semakin berkembang, begitu juga dengan senjata-senjata yang semakin beragam seperti: tachi, nagamaki, choutou, dll. Panah dan tombak semakin lazim dibawa oleh kalangan kelas bawah, begitu juga dengan baju tempur, perlengkapan pertahanan yang kuat menjadi sangat penting. Untuk tujuan itu, tidak adanya celah dalam melindungi tubuh menjadi hal yang sangat diperhatikan. Hal inilah yang menjadi dasar berkembangnya kogusoku.

(30)

Pada periode muromachi haramaki lebih banyak digunakan daripada doumaru. Style pemakaian haramaki oleh kalangan samurai kelas atas ialah, melengkapinya dengan shuji kabuto, o-sode, atau tsuba sode. Dan juga Hara ate, yoroi yang paling ringan dan simpel pun lahir pada periode ini. Dibandingkan pertempuran sebelumnya, pada masa nanbokucho permintaan akan pakaian tempur meningkat.

Kozane yang lebih simpel, iyozane lahir pada masa ini, digunakan pada tateage, chougawa, dan bagian atas kusazuri. Penggunaan iyozane ialah pada doumaru dan haramaki, dibuat juga untuk haraate.

(31)

2.1.5.1 Haramaki

(32)

2.1.6 Periode Sengoku (abad ke 15 sampai abad ke 16)

2.1.6.1 Tousei Gusoku

Pada periode Azuchi-momoyama bersamaan dengan periode Sengoku pertempuran yang terjadi ialah pertempuran jarak dekat, dan tombak menjadi senjata utama. Kemudian mulai muncul senjata api. Untuk mengantisipasi senjata api maka pakaian tempur pun bertambah berat. O-yoroi yang merupakan bentuk dasar dari pakaian tempur Jepang sudah tidak digunakan lagi pada pertempuran. Terlihat model dengan struktur yang baru pada yoroi. Mulai akhir periode Muromachi sampai periode Sengoku banyak komponen-komponen baru yang diciptakan. Hasilnya disebut dengan Tousei gusoku. Dan Secara umum disebut dengan gusoku saja. Kata gusoku berarti persiapan penuh. Dengan kata lain menunjukkan satu set lengkap pakaian tempur Jepang. Domaru, haramaki dll lengkap dengan kabuto, sode, kogusoku, seluruhnya disebut dengan gusoku.

(33)

haramaki, dll. Yang memiliki satu bentuk dan satu fungsi, tousei gusoku memiliki beragam bentuk dan beragam fungsi. Khususnya untuk beradaptasi dari serangan panah, senjata api, dll. Dan juga pengaruh dari negeri asing, menghasilkan bentuk yang sangat kuat. Disisi lain, sode, dengan berbagai perlengkapan dari nanban gusoku lama-kelamaan menjadi tidak berfungsi lagi. Dan juga untuk mengekspresikan diri dan meningkatkan tensi para samurai menggunakan kabuto, tate mono, sashi mono dengan ide-ide sendiri. Pada bagian belakang do dipasang gattari dan mochiuke. Dengan menggunakan ukezuke pada bagian ini dipasang sashimono. Kabuto pun berubah dari model yang selama ini dipakai, lahir bentuk baru yang disebut kawari kabuto, bentuk dan komponen-komponennya bertambah. Tatemono dipasang pada bagian depan, samping, maupun belakang secara bebas, menghasilkan bentuk yang sangat eksentrik.

2.1.7 Periode Edo

(34)

militer, dan menggunakan senjata model barat, tanpa membawa pedang, dan dengan ini mengakhiri pemakaian pakaian tempur ala Jepang.

2.1.8 Yoroi Para Pasukan Pejalan Kaki (Ashigaru)

Seperti yang disebut sebelumnya, pada periode Sengoku pasukan ashigaru tidak bisa juga dikatakan sebagai penentu kemenangan atau kekalahan. Para ashigaru direkrut dari para petani di wilayah kekuasan daimyo. Mereka biasanya tidak memiliki persiapan dalam menghadapi peperangan. Banyak kasus dimana mereka tidak membawa gusoku maupun katana. Berdasarkan hal itu, ada yang disebut o-kashi gusoku, yaitu gusoku yang dipinjam dari daimyo tetangga. Satu set o-o-kashi gusoku terdiri dari do yoroi, kote, suneate, dan jingasa (bentuknya seperti topi petani). Ini merupakan bentuk simpel dari tousei gusoku dalam keadaan darurat. Dengan demikian, tentu saja persiapan gusoku dalam jumlah yang banyak merupakan suatu keharusan.

Para ashigaru karena termasuk kedalam pasukan pejalan kaki, kemampuan mobilitasnya sangat ditekankan, yoroi nya pun semakin ringan semakin baik. Dan juga, pada jingasa dan do disematkan lambang sebagai identitas. Hal ini dimaksudkan agar bisa segera mengetahui sesama anggota pasukan. Pedangnya terdiri dari pedang panjang dan pedang pendek. Pedang ini pun merupakan satu paket dari o-kashi gusoku. Akan tetapi, tidak disebutkan tombak sebagai senjata utama ashigaru pada masa ini, senjata utamanya ialah tombak dengan pegangan yang panjang yang disebut nagae ashigaru.

(35)

Toyotomi Hideyoshi (1537-1598) ialah Samurai yang hidup pada periode Azuchi-momoyama, periode dimana Jepang tercabik-cabik oleh perang saudara seseantero negeri, disebut juga dengan periode Sengoku. Dari seorang anak petani yang dipanggil “monyet” ia mendaki hingga menjangkau puncak kejayaan sebagai penguasa mutlak Jepang. Tugas demi tugas dijalaninya dengan penuh dedikasi, hingga sulit dipercaya, sang pelayan rendahan itu di kemudian hari menjadi seorang penguasa negeri yang berhasil menyatukan Jepang. Dialah Toyotomi hideyoshi hampir di sepanjang karirnya mengabdi pada bangsawan bernama Lord Nobunaga. Atas pencapaian besarnya berhasil menyatukan Jepang dibawah satu pedang, dunia mengakuinya sebagai salah satu tokoh besar.

Ada kisah yang sangat populer bagi masyarakat Jepang yang menggambarkan integritas tinggi sosok Hideyoshi. Pada saat ingin menyerang benteng terkuat klan Saito, benteng Inabayama. Lord Nobunaga mendengar berita terjadinya perselisihan di dalam tubuh klan Saito. Lalu memerintahkan Hideyoshi untuk menjalin persekutuan militer dengan penguasa dari benteng-benteng lain didaerah itu, yang dapat dijadikan batu loncatan untuk meyerang Inabayama.

(36)

Hideyoshi terdorong untuk meyakinkan Osawa Motoyasu, pimpinan pasukan pertahanan Benteng Unuma, untuk bergabung dengan Oda Nobunaga. Berkat kelihaiannya berbicara, ia berhasil menemui Osawa. Namun belum selesai Hideyoshi mengutarakan maksudnya, ia sudah dijebloskan ke dalam penjara. Di dalam penjara, di keremangan obor Hideyoshi melihat seseorang yang tubuhnya tinggal tulang berbalut kulit, bergerak lemah dalam borgol besi. Sebelumnya ia mengira orang itu sudah mati.

Ketika Hideyoshi menanyakan berapa lama ia dipenjara di sel tersebut, orang itu mengatakan bahwa ia sudah dipenjara selama tiga tahun. Seketika Hideyoshi melompat, berteriak memanggil penjaga, dan menggedor-gedor pintu sel.

Berkat keterampilannya dalam berbicara, ia bisa meyakinkan penjaga bahwa ia adalah utusan yang membawa pesan untuk Osawa. Jika ia tahu soal itu, ia akan murka pada siapapun yang bertanggung jawab atas keterlambatan pesan itu. hideyoshi berhasil membujuk penjaga dan dipertemukan dengan sang pemimpin untuk kedua kalinya. Perbincangan kali ini berhasil dengan baik, Hideyoshi bisa membujuknya untuk beralih dan bersekutu dengan Nobunaga, dengan persyaratan mereka bisa terus berkuasa di daerahnya.

(37)

akan berdampak buruk. Namun Nobunaga tetap memutuskan untuk membunuh Osawa.

Hideyoshi menemui suasana yang sangat dilematis: mengingkari janji dan membiarkan Osawa mati, atau membangkang perintah pemimpin sendiri yang akan membuatnya kehilangan jabatan. Akhirnya Hideyoshi tetap mempertahankan keyakinan dan janjinya untuk menyelamatjan Osawa dan menjadikannya sebagai tumbal Osawa. Melihat keteguhan hati Hideyoshi yang sampai rela mengorbankan nyawanya akhirnya Nobunaga menyadari bahwa Osawa penting bagi klan Oda.

Namun dibalik kisah yang tampak sederhana ini, ada yang berpendapat bahwa keputusan Hideyoshi untuk melindungi Osawa ialah karena ia berpikir apabila Osawa dibunuh, maka pada masa yang akan datang tidak akan ada lagi orang yang mau berkhianat.

(38)

2.3Simbol-simbol yang Terdapat pada Yoroi Milik Toyotomi Hideyoshi

Pada tousei gusoku milik Toyotomi Hideyoshi terdapat beberapa simbol-simbol yaitu:

2.3.1 Go Sichi Kiri

Go sichi kiri ialah lambang keluarga Toyotomi, yaitu bunga paulownia.

2.3.2 Oda Mokkou

Simbol ini terdapat pada Jinbaori. Oda mokkou ialah lambang keluarga Oda Nobunaga.

2.3.3 Omodaka

Simbol ini terdapat pada Haidate. Omodaka ialah tanaman yang tumbuh di pinggiran air pada danau dan rawa, bentuknya seperti panah. Disebut-sebut sebagai bunga militer. Juga dijadikan kamon bagi beberapa keluarga Samurai.

2.3.4 Hi no maru

Simbol ini terdapat pada bagian do. Hi no maru ialah lambang matahari, yang juga merupakan lambang Negara Jepang.

2.3.5 Barin kabuto

Barin ialah kabuto yang diambil dari bentuk tanaman neji ayame dari jenis ayame. Terdiri dari 29 tangkai neji ayame yang bersusun satu-satu membentuk sebuah halo (fenomena cahaya pada matahari).

(39)

2.3.6 Kuro tetsuji hossu nari ushiro date kabuto

Simbol ini terdapat pada kabuto yang merupakan pasangan dari yoroi yang bernama iroiro odoshi ni mai do gusoku. Yang berupa kabuto dengan bahan baja berwarna hitam berbentuk mousu, yaitu kerudung yang digunakan para pendeta Buddha dengan tatemono atau aksesorisnya berupa hossu, yaitu salah satu perkakas pada altar Buddha.

2.3.7 Kuro kuma ue shii nari kabuto

Simbol ini terdapat pada kabuto yang merupakan pasangan dari yoroi yang bernama gin iyozane shiro ito odoshi doumaru gusoku. Yang berupa kabuto berbentuk tumbuhan chinquapin dengan menempelkan bulu beruang hitam dan bulu yak putih. Aksesorisnya berupa dua buah gunbai atau kipas pemimpin perang berwana emas yang terdapat pada bagian depan dan belakang. Yang depan bergambar bulan kecil, sedangkan yang belakang bergambar matahari.

2.3.8 Ogon Taiko

(40)

BAB III

ANALISIS MAKNA SIMBOLIK DARI SIMBOL-SIMBOL YANG

TERDAPAT PADA YOROI MILIK TOYOTOMI HIDEYOSHI

3.1 Go shici kiri

Go sichi kiri ialah kamon, yaitu lambang keluarga milik Toyotomi hideyoshi. Lambang ini berupa pohon kiri (pohon paulownia) dengan jumlah bunganya berpola 5-7-5. Lambang ini terdapat pada sode, pelindung bahu juga pada kabuto, pelindung kepala dan juga pada jinbaori yaitu baju luar pada Yoroi yang awal fungsinya sebagai pelindung dari hujan kemudian pada periode sengoku beralih fungsinya sebagai fashion.

Kamon ialah desain gambar yang menunjukkan nama keluarga. Juga digunakan untuk menunjukkan silsilah keturunan, pangkat, dan kedudukan sosial keluarga. Kamon pertama kali digunakan pada akhir periode Heian, dimana para bangsawan menggunakan lambang-lambang seperti goshouguruma dan sebagainya. Pada perang Genpei pihak Heike mengibarkan bendera merah dan pihak Genji mengibarkan bendera putih, tanpa lambang keluarga. Penggunaan kamon oleh para Samurai dalam peperangan dimulai pada periode Kamakura. Mereka menyertakan kamon pada peralatan perangnya untuk tujuan menunjukkan keberanian, dan juga bertujuan untuk membedakan lawan.

(41)

kiri dianggap sebagai pohon yang suci. Kemudian, pohon kiri menjadi simbol malaikat suci.

Lambang ini kemudian juga digunakan oleh keluarga kaisar Jepang. Dari kaisar, lambang ini diturunkan ke bawahannya, kemudian dari bawahannya diturunkan ke bawahannya lagi. Dengan cara inilah lambang ini menyebar. Dan contoh yang paling mudah dimengerti adalah kasus Toyotomi Hideyoshi. karena ia menjadi penguasa maka ia dianugerahi nama keluarga Toyotomi. Selain lambang pohon kiri, lambang pohon kiku pun dianugerahi oleh kaisar. Hideyoshi sendiri mewariskan lambang kiri kepada jenderal- jenderalnya.

Dengan menggunakan lambang yang sama diharapkan dapat menimbulkan rasa solidaritas dan kedekatan. Jumlah bunga pada lambang kiri di klasifikasikan menjadi 2 bagian yaitu, 5-3 dan 5-7.

3.2 Oda Mokkou

Oda Mokkou ialah kamon, lambang keluarga Oda Nobunaga. Lambang ini terdapat pada jinbaori yang dihadiahkan Oda Nobunaga kepada Hideyoshi saat ia masih menjadi pengikut klan Oda.

(42)

Ada juga yang menyebutkan ini adalah lambang yang muncul dari Cina. Di Jepang sendiri, pada bagian ujung bambu yang tertutup yang terdapat di kuil Shinto, diletakkan semacam hiasan. Bagian hiasan ini disebut dengan mokou. Ada pendapat bahwa kata Mokkou lahir dari sini.

Pada periode Sengoku, keluarga Asakura yang mula-mula menggunakan lambang ini dan disebut-sebut bahwa Asakura Tarou mewariskan lambang ini dari Minamoto no yoritomo. Kemudian lambang ini juga digunakan oleh Oda nobunaga. Yang memiliki hubungannya dengan lambang milik keluarga Asakura. Perbedaannya ialah Oda mokkou terdiri dari satu buah mokkou, sedangkan milik keluarga Asakura terdiri dari tiga buah mokkou.

(43)

3.3 Omodaka

Lambang ini terdapat pada Haidate, yaitu pelindung paha pada yoroi. Omodaka tumbuh di pinggiran air pada danau dan rawa-rawa. Pada musim panas mengeluarkan bunga berwarna putih. Biasanya bunganya memiliki 3 lembar daun bunga. Sejak dulu omodaka disebut sebagai rumput kemenangan atau juga rumput Shogun.

Sejarahnya sebagai rumput yang bagus, menjadikannya sangat disukai. Karena komunitas omodaka yang bersusun terlihat seperti busur dan anak panah, menjadikannya sangat populer dimata para samurai sebagai bunga militer.

Pada lambang omodaka, terdapat beberapa klasifikasi oleh kombinasi daun dan bunganya. Terdiri dari omodaka yang memiliki 1 daun sampai yang memiliki 9 daun. Omodaka yang tertanam didalam air disebut dengan omodaka air. Omodaka yang terdiri dari 1 daun dan 5 bunga adalah bentuk dasar. Tetapi ada juga yang memiliki 7 bunga maupun 9 bunga.

3.4 Hi no maru

Hi no maru berarti matahari. Lambang ini terdapat pada bagian do yoroi. Konon jepang adalah negeri yang diciptakan oleh dewa matahari, dan bendera nasionalnya juga berasal dari legenda itu.

(44)

memasukkan panah kedalam laut dan ketika mengangkatnya jatuhlah tetesan air yang kemudian membentuk pulau Jepang. Kemudian mereka juga menciptakan Dewa matahari, Amaterasu untuk memimpin bumi. Mereka juga menciptakan Susawono dewa badai untuk menemani Amaterasu. Susawono dikirim ke bumi dan anaknya menjadi orang Jepang pertama. Amaterasu kemudian mengirim cucunya Ninigi untuk memimpin mereka, dan untuk memastikan mereka semua mendapatkan kekuatannya, dia memberikan kepada Ninigi cermin. Permata dan pedang. Benda-benda ini merupakan simbol yang sacral pada abad-abad awal pemerintahan Jepang.

(45)

3.5 Barin Kabuto

Barin ialah kabuto, pelindung kepala yang diambil dari bentuk tanaman neji ayame dari jenis ayame. Terdiri dari 29 tangkai neji ayame berwarna emas yang bersusun satu-satu membentuk sebuah halo (fenomena cahaya pada matahari). Ini disebut juga dengan kyakujitsu-shouten, yaitu menunjukkan keadaan dimana matahari pagi yang sedang naik. Lambang ini juga menunjukkan keyakinan Toyotomi Hideyoshi bahwa masa kejayaan dan impian menyatukan Jepang akan segera tiba.

3.6 Kuro tetsuji hossu nari ushiro date kabuto

Ialah kabuto yang berbentuk mousu, yaitu kerudung kepala yang dipakai oleh para pendeta Buddha. Dibuat dan didekorasi dengan bahan besi. Kemudian permukaannya dilapisi dengan ginpaku, yaitu lembaran sangat tipis yang terbuat dari bahan metal. Hiasan pada bagian belakang ialah Hossu, yaitu salah satu perabot pada altar Buddha yang fungsinya sebagai pengusir serangga. Kabuto ini ialah pasangan dari iro-iro odoshi nimai do gusoku, yaitu yoroi yang merupakan harta warisan pusaka keluarga toyotomi. Masih berbekas figur hideyoshi pada yoroi ini.

(46)

3.7 Kuro kuma ueshii nari kabuto

Kabuto berbentuk shii atau tumbuhan pasania, pada bagian atasnya ditanam bulu beruang hitam, dipinggirnya ditanam bulu yak berwarna putih yang ditarik kebawah menutupi daerah belakang leher. Hiasan pada bagian depan dan belakang ialah gunbai, yaitu kipas pemimpin dalam perang, dilapisi dengan ginpaku, yaitu lembaran sangat tipis yang terbuat dari bahan metal. Pada kipas depan terdapat gambar bulan yang kecil, pada kipas belakang terdapat gambar janome atau mata ular. Gambar janome juga bisa diartikan sebagai nichirin, yaitu matahari. Ini adalah kabuto yang dipakai Hideyoshi untuk menunjukkan dirinya sebagai putra matahari.

3.8 Ougon taiko

(47)
(48)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Alat yang digunakan orang Jepang untuk melindungi tubuh dari serangan senjata musuh seperti panah, tombak, pedang, dll disebut dengan kachu. Kachu awalnya terdiri dari dua bagian utama yaitu yang melindungi tubuh disebut dengan yoroi, dan yang melindungi kepala disebut dengan kabuto. Namun akhirnya kata yoroi juga digunakan untuk menyebut seluruh bagian dari kachu. Catatan sejarah menyatakan bahwa yoroi mulai ada sejak akhir periode yayoi dan terus berkembang hingga periode Edo. Seiring perkembangannya yoroi menjadi semakin lengkap dan beragam. Ada beberapa karakteristik dari yoroi yaitu: Tanko, keiko, O-yoroi, hara ate, haramaki, doumaru, doumaru yoroi, gusoku, tousei gusoku. Namun O-yoroi yang lahir pada periode Heian disebut-sebut merupakan bentuk original pakaian tempur Jepang.

(49)

Salah satu Jenderal perang pada masa sengoku ialah Toyotomi hideyoshi. Toyotomi hideyoshi hampir di sepanjang karirnya mengabdi kepada Lord Nobunaga. Ketika Nobunaga terbunuh Hideyoshi yang diangkat menjadi pemimpin dan pada akhirnya mampu mewujudkan cita-cita mereka untuk menyatukan Jepang yang telah porak-poranda oleh perang saudara seseantero negeri selama lebih dari 100 tahun. Hideyoshi juga memiliki lambang-lambang yang mencerminkan kepribadian dan keyakinannya yang ditunjukkan pada Yoroinya. Salah satunya ialah Barin kabuto, yaitu kabuto berbentuk halo (fenomena cahaya pada matahari) dengan warna emas. Kabuto ini menunjukkan cahaya matahari pagi yang sedang naik. Yang bisa dipahami sebagai bentuk keyakinan hideyoshi bahwa kejayaan akan segera dapat diraih.

Selain simbol-simbol pada kabuto, juga terdapat kamon atau lambang keluarga pada bagian-bagian yoroi yang lainnya. Kamon sendiri sudah muncul pada periode Heian, namun baru digunakan sebagai atribut pada peperangan sejak periode Kamakura. Kamon Toyotomi ialah go sichi kiri. Namun tidak hanya go sichi kiri, kamon oda mokkou dan omodaka juga digunakan oleh Toyotomi Hideyoshi. Selain itu juga ada lambang nichirin dan ougon taiko. Semua simbol-simbol tersebut memiliki makna dan menunjukkan kepribadian Toyotomi Hideyoshi.

(50)

4.2 Saran

(51)

DAFTAR PUSTAKA

Agustian, Ari G. 2010. Spiritual samurai. Jakarta: Arga tilanta

Boris Petrov Bedrosov. 2003. The Evolution of Japanese Armour. [online]. 2012)

Chung-Chuen-Yeung, Melissa K dkk. 2011. THE EVOLUTION OF MATERIALS IN ARMS AND ARMORS: MEDIEVAL ERA. [pdf].

(http://www.me.wpi.edu/research/IMDC/IQP%20Website/IQP-EvolutionOfMaterials-MedievalEra.pdf. Diakses tanggal 4 Maret 2012)

Indah F. 2011. Pengertian dan Definisi Kebudayaan Menurut Para Ahli. [online].

Indah F. 2011. Pengertian dan Definisi Simbol Menurut Para Ahli. [online].

Koentjaraningrat. 2000. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : Radar Jaya Offset. Machali, Rochayah. 2000. Pedoman bagi Penerjemah. Jakarta : PT Grasindo Mancabelli, A. 2006.A Handbook for understanding Japanese tangible properties: Juyo bunkazai- An armor perspective. [pdf].

(http://www.yamabushiantiques.com/BM%20Collection/JUYOBUNKAZAI.pdf. Diakses tanggal 8 Februari 2012)

Miura, Ichiro. 2010. Nihon Kachu Zukan. Tokyo: Shinkigensha

Nakanishi, Ritta. 2008. The History of Japanese Armor [Volume 1] From the Yayoi period to Muromachi period. Tokyo: Dainippon Kaiga

Nakanishi, Ritta. 2009. The History of Japanese Armor [Volume 2] From the Warring States period to Edo period. Tokyo: Dainippon Kaiga

Nakanishi, Takeshi dan Oyama Itaru. 2010. Sengoku Buki Kachu Jiten. Seibundo Shinkosha

Ogawa, M. 1989. “A Famous Fourteenth-Century Japanese Armor”.Metropolitan Museum Journal .Edisi 24. Hal 75-83.

(52)

Poerwanto, Hari. 2000. Kebudayaan dan lingkungan: dalam perspektif antropologi. Pustaka Pelajar

Septiani, Dwii. 2011. Teknik pengumpulan data dengan studi kepustakaan. [online]. (http://septianidwii.blogspot.com/2011/12/teknik-pengumpulan-data-dengan-studi.html. Diakses tanggal 2 Maret 2012)

Setiawan, Agus. 2008. Ilmu semiotika.[online].

(http://goestoge.wordpress.com/2008/11/18/ilmu-semiotika/. Diakses tanggal 1 Maret 2012)

Shigeki, Sudo. 2010. Sengoku busho kawari kabuto zukan. Tokyo: Shinjin mono ou raisha

Sinclaire, C. 2008. Japanese armour. [online].

(http://www.to-ken.com/articles/ArmourMay08.htm. Diakses tanggal 8 Februari 2012)

Sudjiman, Panuti H.M dan Aart van Zoest. 1996. Serba-serbi Semiotika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

____ . 2011. Kumpulan Teori Konsep Kebudayaan, [online],

(53)

LAMPIRAN GAMBAR

Yoroi milik Toyotomi Hideyoshi

Gambar 1.

Gambar

Gambar 1.  Yoroi milik Toyotomi Hideyoshi dengan Barin Kabuto

Referensi

Dokumen terkait

Gaduh secara sederhana dapat kita artikan sebagai seseorang yang memberikan sapi yang dimilikinya untuk dikembangkan dengan orang lain, dan keuntungan dari hasil

Data harga saham dan likuiditas saham Index Consumer Goods, berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dari Bursa Efek Indonesia untuk periode 13 hari bursa

www.rb.lapan.go.id | 10 2011 2014 2019 2025 Seluruh Kementerian dan lembaga (K/L) serta pemda ditargetkan telah memiliki komitmen dalam melaksanakan proses

Bila dilihat dari penciptaan sumber pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Selatan tahun 2016, Komponen Pembentukan modal tetap bruto (PMTB) memiliki sumber pertumbuhan

Oleh karena itu, lahirnya UU No 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah dilengkapi dengan lahirnya UU No 25/1999 tentang Central dan Proporsi Keuangan Daerah, dan update dari UU No

Penelitian yang berjudul “Peran Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) Jawa Timur dalam Membantu Pemerintah Tiongkok untuk Mempererat Hubungan Bilateral

Dari data tersebut dapat kita lihat bahwa jumlah pasien lebih banyak dibanding jumlah perawat sehingga mempengaruhi proses pelayanan terhadap tingkat kepuasan

Tidak jarang diskriminasi yang seringkali kami orang papua dapat- kan dalam pergaulan adalah masih banyak orang yang beranggapan bahwa orang hitam dianggap sebagian