• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERANAN USAHATANI PADI DI WILAYAH PERI-URBAN BAGI EKONOMI RUMAH TANGGA PETANI (Studi Kasus di Kabupaten Sleman)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERANAN USAHATANI PADI DI WILAYAH PERI-URBAN BAGI EKONOMI RUMAH TANGGA PETANI (Studi Kasus di Kabupaten Sleman)"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

PERANAN USAHATANI PADI DI WILAYAH PERI-URBAN BAGI EKONOMI RUMAH TANGGA PETANI

(Studi Kasus di Kabupaten Sleman)

Skripsi

Disusun Oleh :

FRISKA ARSALINA 20120220056

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA YOGYAKARTA

(2)

i

PERANAN USAHATANI PADI DI WILAYAH PERI-URBAN BAGI EKONOMI RUMAH TANGGA

(Studi Kasus di Kabupaten Sleman)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Sebagai Bagian Dari Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Sarjana Pertanian

Oleh : Friska Arsalina

20120220056 Program Studi Agribisnis

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA YOGYAKARTA

(3)

“Barang siapa yang beramal berdasarkan ilmu pengetahuan niscaya Allah

akan

mengajarkan sesuatu yang belum diketahuinya”

-Q.S. 17:36-

“Wanita adalah sekolah pertama bagi anak-anaknya” -Syair Arab-

“No matter how you feel,

(4)

Halaman Persembahan

Alhamdulillah, Puji dan syukur bagi Allah SWT dan Shalawat bagi Nabi Muhammad SAW, karya tulis ini telah selesai setelah proses yang sedemikian rupa. Karya tulis ini saya dedikasikan untuk orang-orang yang mendo’akan kebaikan bagi saya, dan semoga memberi manfaat bagi banyak pihak.

Terima kasih Ayah, terima kasih Mama, Keniya dan Nafisa.

Terima kasih untuk keluarga tercinta atas do’a dan dukungan yang tiada henti. Terima kasih atas kesempatan untuk ikut serta dalam penelitian disertasi Bapak Triyono. SP, MP. beserta teman-teman pejuang skripsi yang luar biasa; Intan, Habibi, Imanuddin dan Mahendra. Terima kasih telah berbagi dukungan, ilmu dan tenaga sejak awal penyusunan skripsi ini.

Teman-teman Agribisnis 2012, especially kelas B (Kak Nisa, Nay, Carlita, Internasional. Thanks for the happiness and sadness, thanks for all experiences and

lessons. It was a great chance to know you and being a part of your life story, and a

sweet memory of being your family. I wish you the best!

Mas dan keluarga, terima kasih telah menjadi bagian dalam perjalanan saya sampai saat ini. Terima kasih untuk motivasi, dukungan, kritik dan saran yang diberikan baik sebelum, saat proses dan setelah penulisan skripsi. Semoga sehat selalu dan dimudahkan segala urusannya.

(5)

iii Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat dan karunia-Nya yang tak pernah henti. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan bagi Nabi Muhammad SAW. Alhamdulillah, akhirnya skripsi yang berjudul “Peranan Usahatani Padi di Wilayah Peri-Urban Bagi Ekonomi Rumah Tangga Petani (Studi Kasus di Kabupaten Sleman)” telah selesai disusun dan dipertahankan di depan dewan penguji sebagai salah satu syarat memperoleh derajat sarjana pertanian.

Setiap tahapan dalam penyusunan skripsi ini tidaklah berjalan lancar tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik secara teknis maupun non-teknis. Maka dari itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada Ayah: Ahmad Rosidi dan Mama: Siti Aminah yang senantiasa memberikan dukungan dalam berbagai cara. Terima kasih juga kepada Bapak Triyono. SP, MP. dan Ibu Francy Risvansuna F. SP, MP selaku dosen pembimbing, Ir. Hj. Triwara Buddhi S. MP selaku dosen penguji, serta segenap narasumber atas kesediaannya memberikan waktu dan data yang diperlukan dalam penyusunan skripsi ini.

Skripsi ini tentunya masih memiliki banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis berharap adanya kritik dan saran serta kelanjutan penelitian di bidang yang sama. Agar pengetahuan yang tertuang dalam skripsi ini dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi semua pihak.

Wassalam’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Yogyakarta, 22 Agustus 2016

(6)

iv

A. Metode Pemilihan Lokasi dan Sampel ... 17

B. Teknik Pengambilan Data... 19

C. Asumsi dan Pembatasan Masalah ... 19

D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 20

E. Teknik Analisis Data ... 24

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN ... 29

A. Keadaan Fisik Daerah ... 29

B. Luas Penggunaan Lahan ... 34

C. Penduduk ... 35

(7)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 41

A. Identitas Petani... 41

1. Usia ... 41

2. Tingkat Pendidikan Terakhir. ... 43

3. Anggota Keluarga ... 44

4. Pengalaman Bertani ... 45

5. Status lahan ... 47

6. Jumlah pekerjaan petani ... 48

B. Curahan Kerja ... 52

C. Pendapatan ... 57

D. Produktivitas Tenaga Kerja ... 62

E. Kontribusi pendapatan ... 66

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 70

A. Kesimpulan ... 70

B. Saran ... 71

DAFTAR PUSTAKA ... 73

(8)

vi

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Luas Lahan Pertanian dan Bukan Pertanian Menurut Kabupaten/Kota di D.I.

Yogyakarta. ... 2

Tabel 2. Populasi penelitian di masing-masing desa WPU Kabupaten Sleman. ... 18

Tabel 3. Sebaran wilayah Kabupaten Sleman ... 29 Tabel 4. Wilayah administratif dan jumlah pedukuhan masing-masing desa di WPU

Kab. Sleman. ... 31

Tabel 5. Batas wilayah berdasarkan masing-masing desa di WPU Kabupaten Sleman. ... 32 Tabel 6. Luas lahan, ketinggian dan nama sungai yang melintasi desa-desa di WPU

Kabupaten Sleman. ... 33

Tabel 7. Luas penggunaan lahan masing-masing desa di WPU Kabupaten Sleman. . 34 Tabel 8. Jumlah Penduduk masing-masing desa di WPU Kabupaten Sleman. ... 35

Tabel 9. Sebaran pekerjaan dan tenaga kerja di Kabupaten Sleman... 36

Tabel 10. Sebaran produksi padi sawah di Kabupaten Sleman. ... 38 Tabel 11. Produksi padi sawah masing-masing desa di WPU Kabupaten Sleman. .... 39

Tabel 12. Jumlah kelompok tani masing-masing desa di WPU Kabupaten Sleman. . 40

Tabel 13. Usia petani di WPU Kabupaten Sleman tahun 2013-2014. ... 41

Tabel 14. Pendidikan terakhir petani di WPU Kabupaten Sleman tahun 2013-2014. 43 Tabel 15. Jumlah tanggungan keluarga petani di WPU Kabupaten Sleman tahun

2013-2014. ... 45

Tabel 16. Pengalaman bertani petani di WPU Kabupaten Sleman tahun 2013-2014. 46 Tabel 17. Status lahan yang dikelola petani di WPU Kabupaten Sleman tahun

(9)

Tabel 19. Curahan kerja petani dalam satu bulan pada usahatani padi sawah di WPU Kabupaten Sleman tahun 2013-2014. ... 52

Tabel 20. Curahan petani pada sektor non-usahatani padi sawah di WPU Kabupaten Sleman tahun 2013-2014 ... 55 Tabel 21. Hasil uji-t sampel berpasangan: curahan kerja petani di WPU Kabupaten

Sleman pada usahatani dan non-usahatani. ... 56

Tabel 22. Pendapatan petani di WPU Kabupaten Sleman dari usahatani padi sawah tahun 2013-2014. ... 58 Tabel 23. Pendapatan petani di WPU Kabupaten Sleman dari sektor non-usahatani

tahun 2013-2014. ... 60

Tabel 24. Hasil uji-t sampel berpasangan: pendapatan petani di WPU Kabupaten Sleman pada usahatani dan non-usahatani. ... 61

Tabel 25. Produktivitas tenaga kerja petani di WPU Kabupaten Sleman pada

usahatani padi sawah di musim hujan 2013. ... 63

Tabel 26. Produktivitas tenaga kerja petani di WPU Kabupaten Sleman pada

usahatani padi sawah di musim kemarau 2014. ... 64

Tabel 27. Produktivitas tenaga kerja petani di WPU Kabupaten Sleman pada sektor non-usahatani padi sawah tahun2013-2014. ... 65 Tabel 28. Hasil uji-t sampel berpasangan: produktivitas tenaga kerja dalam keluarga

petani di WPU Kabupaten Sleman pada usahatani dan non-usahatani. ... 65

Tabel 29. Kontribusi pendapatan usahatani padi sawah dan non-usahatani terhadap pendapatan rumah tangga perbulan pada musim hujan 2013. ... 67

(10)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Identitas Petani Responden ... 77

Lampiran 2. Hasil uji-t paired sample t-test:Curahan Kerja ... 79

Lampiran 3. Hasil uji-t paired sample t-test: Pendapatan ... 80

(11)
(12)

PERANAN USAHATANI PADI DI WILAYAH PERI-URBAN BAGI EKONOMI RUMAH TANGGA PETANI

(Studi Kasus di Kabupaten Sleman) Friska Arsalina

Triyono SP. MP / Francy Risvansuna F. SP. MP Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

INTISARI

Peranan Usahatani Padi di Wilayah Peri-urban Bagi Ekonomi Rumah Tangga Petani (Studi Kasus di Kabupaten Sleman) bertujuan untuk mengetahui curahan kerja, pendapatan, produktivitas tenaga kerja dan kontribusi pendapatan dari usahatani padi sawah dan non-usahatani terhadap ekonomi rumah tangga petani di WPU Kabupaten Sleman. Sampel diambil sebanyak 30 orang dengan metode acak sederhana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa petani memberikan banyak curahan kerjanya di sektor non-usahatani padi. Pendapatan dan kontribusi sektor usahatani padi bagi ekonomi rumah tangga petani lebih tinggi pada musim kemarau daripada saat musim hujan. Meski demikian, jumlah pendapatan dan kontribusi sektor non-usahatani padi lebih besar pada kedua musimnya. Sementara itu, produktivitas tenaga kerja petani lebih tinggi pada sektor usahatani padi daripada sektor non-usahatani baik pada musim hujan maupun musim kemarau. Hal ini disebabkan oleh rendahnya curahan kerja petani pada sektor usahatani padi. Pendapatan usahatani padi, walaupun jumlahnya lebih sedikit tapi menghasilkan produktivitas yang tinggi dikarenakan curahan kerjanya yang sedikit.

(13)

Economy (Case Study in The District Sleman) Friska Arsalina/20120220056

Triyono SP, MP. – Francy Risvansuna SP, MP. Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ABSTRACT

Role of Rice Farming in The in Peri-Urban Areas for Household Economy of the Farmer (Case Study in The District Sleman) aims to know the expended labor, revenue, labor productivity and revenue contribution from rice farming and non-farming toward the farmer’s household economy in peri-urban area of Sleman regency. 30 farmer were choosen using simple random sampling method as the sample in this research. The result shows that farmers give more of their expended labor on non-farming sector. The revenue of rice farming and it’s contribution toward the household earning on sunny season is bigger than rainny season. Although, the revenue of non-farming sector and it’s contribution is bigger than paddy farming sector in both season. In spite of that, the labor productivity on rice farming is higher than non-farming sector in both sunny and rainny season. Because farmes’s expended labor on rice farming sector is less than non-farming sector. The revenue of rice farming, even the amount is less but makes the high productivity of labor because it’s expended is less.

(14)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) atau lebih populer dengan sebutan

Jogja merupakan salah satu destinasi pendidikan dan pariwisata di Indonesia.

Julukannya sebagai kota pelajar didukung dengan jumlah lembaga pendidikan

yang cukup fantastis. Sebagai tujuan pariwisata, DIY memiliki tempat wisata

dengan berbagai kategori. Mulai dari kategori pendidikan, dataran tinggi, perairan,

budaya, industri kerajinan, sejarah bahkan pertanian.

Selain memiliki pertanian sebagai produk wisata, pertanian di DIY juga

memiliki andil yang cukup besar bagi pangan di Indonesia. Badan Urusan

Logistik (Bulog) pada tahun 2013 mencatat ada 10 provinsi penghasil beras

tertinggi di Indonesia yang mana akan dikawal produksinya oleh Bulog guna

menjaga stok beras nasional. Salah satu dari 10 provinsi tersebut adalah Daerah

Istimewa Yogyakarta (DIY). Berdasarkan hasil sensus pertanian, DIY

menghasilkan 721.674 ton beras pada tahun 2012 (Alimoeso, 2013).

Kawasan pengembangan padi, khususnya padi sawah di Daerah Istimewa

Yogyakarta terletak di Kabupaten Sleman dan Bantul. Produksi padi sawah

terbesar dihasilkan oleh Kabupaten Sleman yang didukung dengan luasan lahan

persawahan terbesar, keadaan agroekosistem, kesuburan dan juga irigasi yang

(15)

Kabupaten/Kota Luas Lahan Pertanian Luas Lahan

3. Gunungkidul 7.865 117.835 22.836 148.536

4. Sleman 22.642 16.699 18.141 57.482

5. Yogyakarta 76 188 2.986 3.250

DIY 56.364 183.878 78.338 318.580

Sumber : BPS (2013)

Kedua Kabupaten tersebut berbatasan langsung dengan wilayah kota

Yogyakarta. Penyebaran perkembangan kota ke daerah pinggiran yang

diakibatkan oleh keterbatasan lahan perkotaan dan eksistensi aktivitas pedesaan,

akhirnya menimbulkan perkembangan wilayah peri-urban (WPU). Perkembangan

wilayah peri-urban yang muncul sebagai zona transisi dari sifat pedesaan menuju

sifat kekotan. Akibat perkembangan eksternal suatu perkotan ternyata mampu

memberikan karakteristik yang berbeda antar bagian wilayah, terutama pada

aspek fisik maupun sosial ekonominya (Kurnanigsih & Rudiarto, 2014).

Menurut keterangan Arif Setio Laksito (Kasibud Tata Ruang Perkotaan

Sleman) dalam Ganang 2012, Kabupaten Sleman terbagi menjadi 4 wilayah yaitu

: 1) wilayah utara ;dimulai dari jalan yang menghubungkan kota Tempel, Pakem

dan Cangkringan sampai puncak gunung merapi. Wilayah ini merupakan sumber

air dan ekowisata yang berorientasi pada aktivitas gunung merapi dan

ekosistemnya. Pengalihan fungsi lahan sangat terbatas untuk pariwisata,

pemukiman dan industri diperbolehkan untuk mendukung perkembangan

ekonomi wilayah ini. 2) wilayah timur ; meliputi kecamatan Prambanan, sebagian

(16)

3

peninggalan purbakala sebagai pusat wisata budaya. Pengalihan fungsi lahan

sangat terbatas untuk pariwisata, industri dan pemukiman karena adanya upaya

konservasi terhadap situs-situs budaya yang ada. 3) wilayah selatan meliputi

kecamatan Mlati, Ngaglik, Sleman, Ngemplak, Depok dan Gamping. Wilayah ini

merupakan pusat pendidikan, perdagangan dan jasa. Memiliki aktivitas ekonomi

yang dominan pada sektor tersier yang merupakan penyumbang terbesar untuk

PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) Kabupaten Sleman secara keseluruhan.

4) wilayah barat ; meliputi kecamatan godean, Minggir, Seyegan, dan Moyudan.

Kawasan pengembangan ini berorientasi pada sektor pertanian karena memiliki

lahan basah dengan air yang cukup serta bahan industri kerajinan. Dari keempat

wilayah tersebut, wilayah selatan merupakan wilayah peri-urban dengan tekanan

untuk alih fungsi lahan dan pekerjaan yang cukup tinggi. Hal ini dikarenakan

menurut Perda No 12 tahun 2012 tentang rencana tata ruang wilayah, rencana

pengembangan kawasan selatan Kabupaten Sleman diarahkan untuk menjadi

pemukiman perkotaan dengan kepadatan penduduk tinggi.

Wilayah peri-urban Kabupaten Sleman adalah kumpulan pedesaan yang

memiliki ciri khas berupa kegiatan pertanian dan memiliki aktivitas ekonomi pada

sektor tersier yang merupakan penyumbang terbesar untuk PDRB Kabupaten

Sleman secara keseluruhan. Wilayah yang termasuk kawasan peri-urban

Kabupaten Sleman adalah kecamatan Gamping, Sidoarum di kecamatan Godean

dan Sinduadi yang termasuk dalam kecamatan Mlati. Wilayah tersebut berada

dekat dengan kota sebagai pusat pendidikan, perdagangan dan jasa. Wilayah

(17)

pertanian dan daya serap tenaga kerja pertanian. Aktivitas pertanian yang dominan

pada usahatani padi sawah yang hanya memberikan hasil pada waktu tertentu.

Sebaliknya kawasan urban yang didominasi pekerjaan non-usahatani memberikan

peluang bagi petani untuk menambah pendapatan keluarga. Pekerjaan sektor

non-usahatani padi sawah menawarkan pendapatan yang diberikan setiap bulan dengan

jumlah cenderung stabil. Hal ini menjadi salah satu penyebab petani

mengalokasikan sebagian waktu dan curahan kerjanya untuk bekerja pada sektor

non-usahatani. Berdasarkan hal tersebut, maka timbullah pertanyaan sebagai

berikut :

1. Berapakah curahan kerja usahatani padi dan non-usahatani di wilayah

peri-urban Kabupaten Sleman?

2. Berapakah pendapatan usahatani di wilayah peri-urban Kabupaten

Sleman?

3. Adakah perbedaan antara produktivitas tenaga kerja pada usahatani

padi dan non-usahatani di wilayah peri-urban Kabupaten Sleman?

4. Berapakah kontribusi pendapatan usahatani padi terhadap pendapatan

rumah tangga petani di wilayah peri-urban Kabupaten Sleman?

B. Tujuan

1. Mengetahui besar curahan kerja pada usahatani padi dan non-usahatani

di wilayah peri-urban Kabupaten Sleman.

2. Mengetahui pendapatan usahatani padi di wilayah peri-urban

(18)

5

3. Mengetahui produktivitas tenaga kerja pada usahatani dan

non-usahatani di wilayah peri-urban Kabupaten Sleman.

4. Mengetahui kontribusi pendapatan usahatani padi terhadap pendapatan

rumah tangga petani di wilayah peri-urban Kabupaten Sleman.

C. Kegunaan Penelitian

1. Bagi petani dan masyarakat, sebagai sarana informasi serta

pertimbangan untuk menambah pendapatan.

2. Bagi instansi maupun pemerintah, sebagai acuan untuk pembangunan

pedesaan dan pengambilan keputusan.

3. Bagi sesama peneliti, sebagai bahan pertimbangan dan informasi untuk

(19)

6

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka 1. Wilayah Peri-urban

Istilah peri merupakan kata sifat yang dapat diberi makna pinggiran

atau sekitar dari suatu objek tertentu. Sementara itu istilah urban juga

merupakan kata sifat yang berarti sifat kekotaan atau sesuatu yang berkenaan

dengan kota. Penggabungan istilah peri dan urban membentuk kata sifat baru

yang secara harfiah berarti sifat kekotaan dan sekitar sehingga apabila

digabungkan dengan kata region, maka kata urban region (wilayah

peri-urban) mempunyai makna sebagai suatu wilayah di sekitar kota.

Batasan WPU atas dasar fisikal lebih menekankan pada performa

pemanfaatan lahan maka batasan dari segi ini tidak jauh pergeserannya dari

batasan WPU dari segi ekonomi. Golongan petani yang mempuyai komitmen

yang tinggi terhadap pekerjaannya dan tetap bertahan di WPU mempunyai

alasan bahwa mereka hanya mampu menjadi petani. Petani yang tetap

mempertahankan lahan pertaniannya dan tidak menjualnya, umumnya

mengalami penurunan produksi dan produktivitas pertaniannya karena banyak

gangguan yang muncul terhadap kegiatan di lahan pertaniannya beberapa

gangguan tersebut antara lain polusi air irigasi oleh limbah rumah tangga,

polusi debu-debu jalan yang menempel pada daun sehingga menghambat

proses fotosintesis, terganggunya saluran irigasi dan kelancaran air oleh

(20)

7

(terutama tikus) dan kerusakan tanaman karena binatang peliharaan (Yunus,

2008).

Berdasarkan hasil penelitian Kurniangsih & Rudiarto (2014), diketahui

selama proses transformasi antara 2002-2012 WPU kecamatan Kartasura

mengalami perkembangan menuju pertumbuhan sifat perkotaan pada

wilayahnya, dengan masih adanya pergeseran aktifitas pertanian ke arah

non-pertanian dan perubahan aktivitas sosial ekonomi masyarakatnya, serta

ditambah dengan adanya persebaran laju transformasi yang tidak merata.

Penelitian Manangkot (2012) di pinggiran kota Tondano Manado

menemukan bahwa pekerjaan sampingan petani di pinggiran kota tersebut

antara lain di bidang jasa, kepegawaian/PNS (Pegawai Negeri Sipil) serta

perdagangan. Pendapatan keluarga masyarakat didaerah pinggiran kota

Tondano 62,36 % berasal dari sektor non-usahatani dan dari sektor pertanian

37,64 %. Dengan lebih besarnya pendapatan yang berasal dari sektor

non-usahatani, sehingga perlahan-lahan masyarakat mulai beralih pekerjaan dari

sektor pertanian ke sektor non-usahatani (baik sektor jasa maupun industri).

2. Usahatani

Ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seorang

mengusahakan dan mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan dan

alam sekitarnya sebagai modal sehingga memberikan manfaat yang

sebaik-baiknya. Sebagai ilmu pengetahuan, ilmu usahatani merupakan ilmu yang

mempelajari cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan dan

(21)

seefisien mungkin sehingga usaha tersebut memberikan pendapatan

semaksimal mungkin.

Pada dasarnya usahatani berkembang terus dari awal hanya bertujuan

menghasilkan bahan pangan untuk keluarga sehingga hanya merupakan

usahatani-swasembada atau subsistence. Usahatani pada mulanya hanya

mengelola tanaman pangan kemudian berkembang meliputi berbagai komoditi

sehingga bukan usahatani murni tetapi usahatani campuran. Secara garis besar

ada dua bentuk usahatani yang telah dikenal yaitu usahatani keluarga dan

perusahaan pertanian. Tujuan akhir dari usahatani keluarga adalah pendapatan

keluarga petani yang terdiri atas laba, upah tenaga kerja keluarga dan bunga

modal sendiri. Pendapatan yang dimaksud adalah selisih antara nilai produksi

dikurangi dengan biaya yang betul-betul dikeluarkan oleh petani (Suratiyah,

2009).

a. Biaya Produksi

Dalam ilmu ekonomi, biaya adalah nilai dari faktor-faktor produksi yang

dipergunakan untuk menghasilkan barang dan jasa. Dalam hal penggunaan

faktor-faltor produksi, perusahaan memerlukan pengeluaran yang disebut dengan biaya

produksi sebagai pengorbanan untuk mendapatkan output yang diinginkan. Biaya

produksi yang dikeluarkan dapat dibedakan menjadi biaya eksplisit dan implisit.

Menurut T. Gilarso dalam Nurdin (2010) yang dimaksud dengan biaya

implisit adalah biaya yang secara ekonomis harus ikut diperhitungkan sebagai

biaya produksi meskipun tidak dibayar dalam bentuk uang. Misalnya upah

(22)

9

dipergunakan untuk membayar faktor produksi. Misalnya benih dan

sebagainya.

b. Pendapatan Petani

Pendapatan rumah tangga petani dapat bersumber dari usahatani dan

non-usahatani. Menurut Suratiyah (2009) usahatani keluarga bertujuan akhir

pada pendapatan keluarga petani yang terdiri atas laba, upah tenaga kerja dan

bunga modal sendiri. Pendapatan yang dimaksud adalah selisih antara nilai

produksi dikurangi dengan biaya yang betul-betul dikeluarkan oleh petani.

Pendapatan petani yaitu selisih antara penerimaan dengan total biaya

per usahatani. Pendekatan nominal tanpa memperhitungkan nilai uang menurut

waktu tetapi yang dipakai adalah harga yang berlaku, sehingga dapat langsung

dihitung jumlah pengeluaran dan jumlah penerimaan dalam suatu proses

produksi. Formula menghitung pendapatan nominal adalah sebagai berikut.

Penerimaan – Biaya Total = Pendapatan

Penerimaan = Py.Y

Py = Harga Produksi (Rp./Kg)

Y= Jumlah Produksi (Kg)

Biaya Total (TC) = Biaya Tetap (FC) + Biaya Variabel (VC).

Menurut Kasim dalam Norlaila, untuk menghitung pendapatan

digunakan rumus:

I = TR – TCe

TR = Py.Y

(23)

I = Pendapatan.

TR= Total Revenue (Penerimaan).

TCe= Total Cost Eksplisit.

Py= Harga Produksi.

P= Produksi.

Nurmanaf (2004) dalam penelitiannya di daerah dataran tinggi dan

dataran rendah Kabupaten Bogor menyatakan bahwa Pendapatan sektor

pertanian di wilayah dataran tinggi lebih dominan yang berasal dari

kegiatan-kegiatan usahatani, peternakan dan buruh tani. Walaupun jenis-jenis kegiatan-kegiatan

di sektor luar pertanian lebih beragam, sumbangannya terhadap pendapatan

sangatlah sedikit. Sebaliknya di wilayah dataran rendah, sektor luar

pertanian,dengan keragaman jenis kegiatan yang sedikit, tapi ternyata lebih

berperan terhadap pendapatan petani berlahan sempit sumber-sumber

pendapatan dari sektor ini meliputi kegiatan perdagangan, buruh non-pertanian

dan kiriman.

Suryantini dkk (2015) pada penelitiannya di desa Umbulrejo

Gunungkidul menemukan bahwa kontribusi pendapatan non-usahatani lebih

kecil dari kontribusi pendapatan usahatani pada pendapatan rumah tangga

petani. Pendapatan non-usahatani memiliki peran dalam memperbaiki

ketimpangan pendapatan dan mengentaskan kemiskinan. Faktor-faktor yang

mempengaruhi pendapatan non-usahatani adalah pendidikan, pendapatan

usahatani dan jenis pekerjaan. Meningkatkannya pendidikan akan

(24)

11

akan menurunkan pendapatan non-usahatani, dan pendapatan non-usahatani

dari PNS, TNI dan berdagang lebih besar dari pekerjaan non-usahatani lain.

Hasil penelitian Lestari dkk (2015) dalam penelitiannya di Desa

Umbulrejo Gunungkidul juga menyatakan bahwa Usahatani padi tidak hanya

memberikan pengaruh pada ekonomi rumah tangga tani saja, namun juga pada

konsumsi pangan rumah tangga tani. Kontribusi pendapatan usahatani padi

termasuk sedang pada total pendapatan rumah tangga.

3. Curahan Kerja

Tenaga kerja merupakan faktor penting dalam usahatani keluarga

khususnya tenaga kerja petani beserta anggota keluarganya. Rumah tangga tani

yang umumnya sangat terbatas kemampuannya dari segi modal, peranan tenaga

kerja keluarga sangat menentukan. Jika masih dapat diselesaikan oleh tenaga

kerja keluarga maka tidak perlu mengupah tenaga luar yang berarti menghemat

biaya.

Menurut Suratiyah (2009) curahan tenaga kerja sangat dipengaruhi oleh

berbagai faktor, yakni (1) faktor alam yang meliputi curah hujan, iklim,

kesuburan, jenis tanah dan topografi, (2) faktor jenis lahan yang meliputi

sawah, tegal, dan pekarangan, serta (3) luas, letak, dan penyebarannya.

Faktor-faktor tersebut menyebabkan adanya perbedaan kesibukan tenaga kerja,

misalnya yang terjadi pada usahatani lahan kering yang benar-benar hanya

mengandalkan air hujan maka petani akan sibuk hanya pada waktu musim

hujan. Sebaliknya, pada musim kemarau akan mempunyai waktu luang sangat

(25)

petani akan sibuk sepanjang tahun karena air bukan merupakan kendala bagi

usahataninya. Maka dengan keadaan-keadaan tersebut maka petani harus dapat

memanfaatkan tenaga kerja keluarga sebaik-baiknya. Disaat sibuk petani

mengutamakan tenaga kerja keluarga sedangkan disaat yang lain petani harus

dapat mencari peluang di luar (off farming activities) agar pendapatanya tetap

terjaga.

Darwis & Nurmanaf (2004) dalam penelitiannya di Kabupaten

Bojonegoro mendapati bahwa walaupun sektor pertanian memberikan

pendapatan yang kecil, tetapi curahan waktu kerja justru di sektor ini yang

paling besar. Hal ini membuktikan bahwa upah di sektor pertanian lebih kecil

dibandingkan di sektor non-usahatani. Dengan lahan yang sempit dan

pendapatan yang tidak mencukupi dari lahan tersebut, anggota keluarga

mencoba melakukan usaha lain yang bisa menambah pendapatan. Jenis

pekerjaan yang dilakukan dikelompokan kedalam buruh tani, usaha dagang,

usaha industri, usaha jasa buruh non-usahatani dan kegiatan lainnya. Pekerjaan

yang tersedia dan paling diminati oleh keluarga responden akan terlihat dari

banyaknya curahan waktu mereka. Dari rataan curahan waktu yang paling

banyak adalah pada pekerjaan buruh non-usahatani, yaitu 62,12 hari dalam satu

tahun, terutama Bulan Agustus dan September.

Berbeda dengan hasil Penelitian Darwis dan Nurmanaf (2004), Hasil

penelitian Nursamsu (2006) di desa Surusunda, Cilacap menyatakan Curahan

kerja untuk sektor non-usahatani sebesar 33,07 HKO dalam sebulan dan 10,97

(26)

13

non-usahatani lebih besar daripada untuk sektor pertanian. Jenis pekerjaan

sektor non-usahatani yang banyak dilakukan di desa tersebut antara lain

sebagai buruh, tukang kayu, karyawan, dan tukang batu.

Nurmanaf (2006) dalam penelitiannya mengenai peranan sektor luar

pertanian terhadap kesempatan kerja menemukan bahwa sumber pendapatan

dari kegiatan pertanian, khususnya tanaman pangan bersifat musiman dan

menghasilkan pendapatan hanya saat-saat panen. Sebaliknya, di desa-desa di

mana sektor luar pertanian lebih dominan sebagai sumber pendapatan porsi

pendapatan rumah tangga per bulan lebih terdistribusi dengan derajat fluktuasi

yang rendah. Jenis-jenis kegiatan sebagai sumber pendapatan yang berasal dari

sektor luar pertanian umumnya tidak terkait dengan musim dan dapat

dilakukan setiap saat sepanjang tahun.

a. Produktivitas Tenaga Kerja.

Shanti dalam aqlima (2015) mengungkapkan bahwa tenaga

kerja adalah energi yang dicurahkan dalam suatu proses kegiatan

untuk menghasilkan suatu produk. Tenaga kerja manusia dapat

berasal dari dalam keluarga dan luar keluarga.Menurut Suratiyah

(2009), produktivitas tenaga kerja dapat dihitung dengan rumus

berikut:

(27)

B. Kerangka Berfikir

Rumah tangga petani WPU merupakan rumah tangga petani yang berada di

WPU, khususnya WPU Kabupaten Sleman. Wilayah peri urban yang terletak di

pinggiran atau sekitar kota memberikan corak pada kegiatan sosial ekonomi di

WPU. Kegiatan ekonomi masyarakat di WPU yang dominan di sektor pertanian

mulai bertambah dengan sektor non-usahatani yang ditawarkan oleh wilayah

urban sehingga curahan kerja juga terbagi ke sektor usahatani dan non-usahatani.

Curahan kerja pada usahatani mungkin lebih besar atau lebih kecil. Namun belum

tentu curahan kerja yang sedikit terhitung produktif dibandingkan dengan curahan

kerja yang lebih besar. Berdasarkan tinjauan pustaka dan hasil-hasil penelitian

terdahulu, peneliti memetakan permasalahan yang digambarkan dalam bagan

(28)

15

Gambar 1. Bagan Kerangka Berfikir

Rumah tangga petani di WPU memberikan curahan kerjanya pada

usahatani dan non-usahatani sebagai sumber pendapatan. Jenis pekerjaan yang

diamati dalam usahatani adalah usahatani padi sawah. Pada sektor non-usahatani

jenis dan jumlah pekerjaan lebih beragam seperti Pegawai Negeri Sipil (PNS),

karyawan, wiraswasta dll. Jumlah pendapatan dari masing-masing sektor

pekerjaan akan menunjukkan total pendapatan dan kontribusinya terhadap

pendapatan total dalam rumah tangga petani. Jumlah pendapatan dari sektor

usahatani dan non-usahatani serta curahan kerjanya akan menunjukkan

(29)

C. Hipotesis

Berdasarkan tinjauan pustaka dan landasan teori diatas, peneliti memiliki

hipotesis sebagai berikut :

1. Ada perbedaan curahan kerja, pendapatan dan produktivitas tenaga

kerja petani di WPU Kabupaten Sleman terhadap usahatani padi sawah

(30)

18

III. METODE PENELITIAN

Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

deskriptif. Menurut Nazir (2013-2014) metode deskriptif adalah suatu metode

dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu

sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan

penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan

secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta

hubungan antarfenomena yang diselidiki.

Metode deskriptif ini digunakan untuk memperoleh gambaran mengenai

curahan kerja usahatani padi sawah dan non-usahatani di wilayah peri-urban

Kabupaten Sleman serta mendeskripsikannya. Metode ini juga digunakan untuk

memperoleh gambaran pendapatan usahatani padi maupun non-usahatani serta

kontribusinya terhadap pendapatan rumah tangga petani di wilayah peri urban

Kabupaten Sleman.

Selanjutnya, penelitian ini merupakan bagian dari penelitian disertasi

dengan judul “Efisiensi dan Keberlanjutan Usahatani Padi di Daerah Istimewa

Yogyakarta”. Penelitian disertasi dengan judul diatas memiliki basis penelitian

pada daerah irigasi hulu dan hilir, wilayah peri-urban serta pedesaan di Daerah

Istimewa Yogyakarta.

A. Metode Pemilihan Lokasi dan Sampel

Lokasi penelitian dipilih dengan metode purposive sampling. Menurut

(31)

penelitian. Tujuan penelitian adalah mengetahui kontribusi pendapatan usahatani

di wilayah urban Kabupaten Sleman. Terdapat enam desa di wilayah

peri-urban Kabupaten Sleman yang masih memiliki sawah. Enam desa tersebut adalah

desa Banyuraden, Balecatur, Ambarketawang dan Trihanggo yang terletak di

Kecamatan Gamping, Sidoarum di kecamatan Godean dan Sinduadi di kecamatan

Mlati. Selain sebagai bagian dari wilayah peri-urban, lokasi juga dipilih

berdasarkan aliran sungai mengingat penelitian ini merupakan bagian dari

penelitian payung yang memiliki basis penelitian pada irigasi, wilayah peri-urban

dan pedesaan di Kabupaten Sleman. Adapun populasi dari masing-masing desa di

WPU Kabupaten Sleman tercantum dalam tabel berikut:

Tabel 1. Populasi penelitian di masing-masing desa WPU Kabupaten Sleman.

Desa Jumlah populasi (orang)

Sidoarum 44

Banyuraden 76

Balecatur 52

Ambarketawang 38

Trihanggo 27

Sinduadi 11

Jumlah 248

Sumber: Badan Penyuluh Pertanian, Perikanan dan Perkebunan Kabupaten Sleman (2013).

Sampel dari masing-masing desa diambil sebanyak lima orang dengan

sehingga total responden berjumlah 30 orang. Pengambilan sampel secara acak

sederhana tersebut dilakukan oleh ketua kelompok tani yang terpilih dari

(32)

20

B. Teknik Pengambilan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data musim tanam

pada tahun 2013/2014, yaitu musim hujan di akhir tahun 2013 dan musim

kemarau pada awal tahun 2014. Menurut jenisnya data yang digunakan adalah

data primer dan data sekunder.

1. Data primer

Data primer merupakan data yang diambil langsung dari sampel

yang ditetapkan. Pengambilan data ini menggunakan teknik wawancara

dengan schedule questionnair. Peneliti mewawancarai petani responden

dengan questionnair tersebut untuk mendapatkan data usahatani dan

non-usahatani yang digelutinya.

2. Data Sekunder

Data sekunder didapatkan dari instansi yang memiliki data yang

dibutuhkan seperti lembaga pendidikan yang menyediakan hasil-hasil

penelitian sebelumnya maupun lembaga pemerintahan seperti Badan

Pusat Statistik (BPS) Daerah Istimewa Yogyakarta. Baik yang diakses

langsung di instansi terkait maupun melalui website resminya. Data

sekunder yang digunakan antara lain monografi dan topografi wilayah

penelitian.

C. Asumsi dan Pembatasan Masalah Peneliti menetapkan asumsi bahwa :

1. Padi yang dihasilkan dianggap terjual semua dalam bentuk gabah

(33)

2. Harga input dan output pada usahatani padi tidak berubah selama

penelitian.

3. Teknik budidaya padi sawah dianggap sama.

4. Pendapatan non-usahatani pada musim hujan dan kemarau sama.

Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini antara lain:

1. Penelitian usahatani hanya dilakukan pada padi sawah. Usaha selain

usahatani padi sawah dianggap sebagai pekerjaan atau sumber

pendapatan non-usahatani.

2. Ekonomi rumah tangga yang dimaksud dalam penelitian ini hanya

mencakup curahan kerja, pendapatan, produktivitas tenaga kerja dan

kontribusi pendapatan sektor usahatani padi dan non-usahatani.

3. Pendapatan yang dihitung sebagai pendapatan rumah tangga adalah

pendapatan yang bersumber dari petani atau kepala keluarga saja.

D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

1. Wilayah peri-urban Kabupaten Sleman atau WPU adalah wilayah

Kabupaten Sleman yang berada dipinggir atau disekitar kota

Yogyakarta dengan aktifitas sosial ekonomi pertanian yang diiringi

dengan tumbuh kembang aktifitas sosial ekonomi non-pertanian.

1. Petani adalah orang yang melakukan usahatani padi sawah.

2. Pekerjaan non-usahatani adalah pekerjaan petani selain usahatani

(34)

22

3. Curahan tenaga kerja adalah waktu dan tenaga yang dicurahkan oleh

petani untuk usahatani padi dan non-usahatani dengan satuan Hari

Kerja Orang (HKO).

4. Produktivitas tenaga kerja adalah jumlah yang dihasilkan oleh tenaga

kerja dengan satuan Rp/HKO.

5. Status lahan merupakan status kepemilikan lahan oleh pengelola

lahan. Seperti milik sendiri, sewa dan sakap (jawa: bagi hasil).

a. Milik sendiri adalah lahan yang dimiliki oleh pengelola

lahan.

b. Sewa: bahwa lahan yang digunakan untuk budidaya

padi adalah milik orang lain sehingga pengelola lahan

dikenakan biaya atas lahan yang digunakan.

c. Sakap: lahan yang digunakan untuk usahatani padi

sawah merupakan milik orang lain sehingga pengelola

lahan harus membagi hasil antara pemilik lahan dan

pengelola lahan.

6. Luas lahan adalah luas sawah yang dikelola oleh responden dengan

satuan m2.

7. Pendapatan usahatani merupakan pendapatan yang berasal dari

usahatani padi sawah. Pendapatan usahatani adalah selisih antara

penerimaan yang dikurangi dengan total biaya eksplisit dengan

(35)

8. Penerimaan adalah jumlah produksi yang dikalikan dengan harga

produk dengan satuan Rp/bln.

9. Produksi adalah jumlah padi yang dihasilkan oleh petani dalam

bentuk gabah kering giling (GKG) dengan satuan Kg.

10. Gabah Kering Giling (GKG), adalah gabah yang siap digiling

menjadi beras.

11. Biaya eksplisit adalah jumlah biaya yang benar-benar dikeluarkan

dengan satuan Rp. Biaya eksplisit meliputi sewa lahan, penyusutan,

benih, pupuk, tenaga kerja luar keluarga, pestisida dan hormon.

a. Sewa lahan adalah biaya yang dibayarkan kepada

pemilik lahan sebagai ganti penggunaan lahan dengan

satuan Rp/m2.

b. Penyusutan sarana pertanian adalah biaya pengurangan

nilai atau harga sarana prod pertanian dengan satuan

Rp/musim.

c. Biaya benih adalah biaya yang dikeluarkan untuk

membeli benih untuk usahatani padi dengan satuan Rp.

d. Biaya pupuk adalah biaya yang dikeluarkan petani

untuk membeli pupuk sebagai penunjang usahatani Rp.

e. Biaya tenaga kerja adalah biaya yang dikeluarkan oleh

petani untuk tenaga kerja luar keluarga yang digunakan

(36)

24

f. Biaya hormon adalah biaya yang dikeluarkan petani

untuk membeli perangsang tanaman. Fungsi hormon

antara lain merangsang pertumbuhan ataupun bulir padi

agar lebih berisi (Rp).

g. Biaya pestisida adalah biaya yang dibayarkan petani

untuk membeli pestisida yang digunakan untuk

mengendalikan hama/penyakit yang menyerang

tanaman padi dengan satuan Rp.

12. Biaya lain-lain adalah biaya yang dikeluarkan petani untuk

menunjang usahatani padi, baik berupa kewajiban seperti biaya

pajak, bawon (Jawa), maupun sebagai bentuk sosial (acara

kemasyarakatan) seperti selamatan (Jawa).

a. Pajak adalah biaya yang dikeluarkan oleh petani

sebagai kewajiban pemilik lahan kepada negara (Rp).

b. Bawon: merupakan sistem pembayaran tenaga kerja

panen dengan menggunakan gabah. Umumnya setiap

kelompok panen akan mendapatkan satu kilogram

gabah dari setiap tujuh hingga delapan kilogram gabah

(Rp).

c. Selamatan: merupakan acara sosial kemasyarakatan

berupa makan bersama untuk mengungkapkan rasa

syukur kepada Tuhan dan sebagai ungkapan terima

(37)

tani yang sama atau pemilik sawah yang berdekatan).

Biaya ini tidak wajib dikeluarkan, biasanya diadakan

sebelum musim tanam/setelah panen (Rp).

13. Pendapatan non-usahatani merupakan pendapatan yang didapatkan

melalui pekerjaan non-usahatani yang dilakukan oleh petani

dengan satuan Rp. Pekerjaan tersebut dapat berupa pegawai,

pedagang, buruh, karyawan maupun swasta atau yang bergerak

dibidang jasa transportasi seperti supir, tukeng ojeg dan lain-lain.

14. Kontribusi usahatani adalah besaran kontribusi pendapatan dari

usahatani padi terhadap total pendapatan rumah tangga petani

dengan satuan persen (%).

E. Teknik Analisis Data

Untuk mengetahui curahan kerja pada usahatani padi dan non-usahatani

dilakukan dengan metode deskriptif analisis data. Untuk mengetahui

produktivitas tenaga kerja usahatani maupun non-usahatani dihitung

menggunakan rumus:

Sedangkan untuk mengetahui pendapatan usahatani menggunakan

rumus :

I = TR – TCe

TR = Py.Y

(38)

26

I = Pendapatan.

TR= Total Revenue (Penerimaan).

TCe= Total Cost Eksplisit.

Py= Harga Produksi.

P= Produksi.

Pendapatan non-usahatani didapatkan melalui data pekerjaan luar

pertanian dan pendapatan dari pekerjaan tersebut. Pekerjaan non-usahatani

dapat berupa guru, pegawai, pedagang, buruh, karyawan maupun swasta atau

yang bergerak dibidang jasa seperti pemilik kos dan lain-lain. Pendapatan

usahatani dan non-usahatani dihitung dengan kurun waktu per-bulan.

Untuk mengetahui kontribusi usahatani padi di wilayah peri-urban

terhadap pendapatan rumah tangga petani didapatkan melalui penghitungan

dengan rumus :

Keterangan :

P = Sumbangan pendapatan usahatani padi.

Ya = Pendapatan petani dari usahatani padi.

Yb = Total pendapatan rumah tangga petani.

Untuk mengetahui perbedaan pendapatan, curahan kerja maupun

produktivitas tenaga kerja pada usahatani padi dan non-usahatani maka

diperlukan pengujian hipotesis. Pada penelitian ini pengujian hipotesis

dilakukan dengan menggunakan metode pengujian rata-rata atau compare

(39)

independen ataupun sampel berpasangan dengan menghitung t-student (uji-t)

dan menampilkan probabilitas dua arah selisih dua rata-rata (Teguh, 2004).

Program SPSS akan digunakan sebagai alat analisa data.

Uji-t pada penelitian ini menggunakan paired sample t-test (sampel

berpasangan). Paired sample t-test adalah pengujian beda dua dari subjek yang

sama. Menurut Rahmawati et al (2014) uji-t pada penelitian ini dapat

dilakukan dengan menggunakan rumus berikut:

1. Curahan kerja

Rumusan Hipotesis:

Ho ; µ1 = µ2, maka Ho diterima. Artinya, tidak ada perbedaan antara

curahan kerja petani di WPU Kabupaten Sleman pada

sektor usahatani padi sawah dan non-usahahatani padi

sawah.

Ha : µ1 ≠ µ2, maka Ho ditolak. Artinya, ada perbedaan antara curahan

kerja petani di WPU Kabupaten Sleman pada sektor

usahatani padi sawah dan non-usahahatani padi sawah.

Kriteria Pengujian:

thit ≤ ttab, maka Ho diterima dan Ha ditolak.

thit ≥ ttab, maka Ho ditolak dan Ha diterima.

Pengujian hipotesis ini dilakukan pada tingkat kesalahan 1%

(40)

28

Keterangan:

t: Nilai t hitung

̅:Rata-rata selisih pengukuran

: Standar deviasi selisih pengukuran

2. Pendapatan.

Rumusan hipotesis :

Ho ; µ1 = µ2, maka Ho diterima. Artinya, tidak ada perbedaan antara

pendapatan petani di WPU Kabupaten Sleman dari sektor

usahatani padi sawah dan non-usahahatani padi sawah.

Ha : µ1 ≠ µ2, maka Ho ditolak. Artinya, ada perbedaan antara

pendapatanpetani di WPU Kabupaten Sleman dari sektor

usahatani padi sawah dan non-usahahatani padi sawah.

Kriteria Pengujian:

thit ≤ ttab, maka Ho diterima dan Ha ditolak.

thit ≥ ttab, maka Ho ditolak dan Ha diterima.

Pengujian hipotesis ini dilakukan pada tingkat kesalahan 5%

̅

Keterangan:

t: Nilai t hitung

(41)

: Standar deviasi selisih pengukuran

3. Produktivitas Tenaga Kerja

Rumusan hipotesis :

Ho ; µ1 = µ2, maka Ho diterima. Artinya, tidak ada perbedaan antara

produktivitas tenaga kerja petani di WPU Kabupaten

Sleman pada sektor usahatani padi sawah dan

non-usahahatani padi sawah.

Ha : µ1 ≠ µ2, maka Ho ditolak. Artinya, ada perbedaan antara

produktivitas tenaga kerja petani di WPU Kabupaten

Sleman pada sektor usahatani padi sawah dan

non-usahahatani padi sawah.

Kriteria Pengujian:

thit ≤ ttab, maka Ho diterima dan Ha ditolak.

thit ≥ ttab, maka Ho ditolak dan Ha diterima.

Pengujian hipotesis ini dilakukan pada tingkat kesalahan 5%

̅

Keterangan:

t: Nilai t hitung

̅:Rata-rata selisih pengukuran

(42)

30

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

A. Keadaan Fisik Daerah

Wilayah Kabupaten Sleman terbentang mulai 110º 13´ 00´´ sampai dengan

110º 33´ 00´´ Bujur Timur dan mulai dari 7º 34´ 51´´ sampai dengan 7º 47´ 03´´

lintang selatan, dengan ketinggian antara 100 - 2.500 meter di atas permukaan air

laut. Jarak terjauh utara-selatan kira-kira 32 km, timur-barat kira-kira 35 km.

Kabupaten Sleman terdiri dari 17 kecamatan, 86 desa, dan 1.212

padukuhan.Berikut ini merupakan sebaran wilayah Kabupaten Sleman:

Tabel 1. Sebaran wilayah Kabupaten Sleman

Kecamatan Luas (m2) Jumlah Desa Jumlah Pedukuhan

Moyudan 27,62 4 65

Bagian utara Kabupaten Sleman berbatasan dengan Kabupaten Boyolali

(43)

Provinsi Jawa Tengah, bagian selatan berbatasan dengan Kabupaten Bantul

danKota Yogyakarta, Provinsi D.I. Yogyakarta dan bagian barat berbatasan

dengan Kabupaten Kulon Progo, Provinsi D.I. Yogyakarta dan Kabupaten

Magelang, Provinsi Jawa Tengah. Wilayah di bagian selatan merupakan dataran

rendah yang subur, sedang bagian utara sebagian besar merupakan tanah kering

yang berupa ladang dan pekarangan, serta memiliki permukaan yang agak miring

ke selatan dengan batas paling utara adalah Gunung Merapi.

Di lereng selatan Gunung Merapi terdapat dua buah bukit, yaitu Bukit

Turgo dan Bukit Plawangan yang merupakan bagian dari Kawasan Wisata

Kaliurang. Beberapa sungai yang mengalir melalui Kabupaten Sleman menuju

Pantai Selatan antara lain Sungai Progo, Krasak, Sempor, Kuning, Boyong,

Winongo, Gendol dan Opak. Berdasarkan pantauan Badan Meteorologi

Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Yogyakarta, hari hujan terbanyak dalam satu

bulan selama tahun 2012 adalah 24 hari. Rata-rata curah hujan tertinggi 699,0mm.

Kecepatan angin maksimum 10,8 m/s dan minimum 0,00 m/s, sementara ratarata

kelembaban nisbi udara tertinggi 100,0 % dan terendah 19,9 %. Temperatur

udara, tertinggi 34,4 0C dan terendah 16,4 0 C.

Secara administrasi, wilayah peri-urban bukan merupakan bagian dari

perkotaan. Namun letaknya yang sangat dekat dengan kota telah memberikan

pengaruh sosial ekonomi urban terhadap WPU. Mayoritas wilayah peri-urban

merupakan desa dengan kegiatan sosial ekonomi campuran. Kegiatan ekonomi

(44)

32

Tawaran dan jumlah pekerjaan non-usahatani lebih beragam dari wilayah urban

sehingga mempengaruhi kegiatan sosial dan ekonomi WPU.

Adapun wilayah yang diteliti, secara administratif terletak di Kabupaten

Sleman yang tersebar di tiga kecamatan. Wilayah tersebut terdiri dari enam desa

dengan wilayah sebagai berikut:

Tabel 2. Wilayah administratif dan jumlah pedukuhan masing-masing desa di WPU Kab. Sleman.

No Kecamatan/Desa Kecamatan Jumlah Pedukuhan Gamping

Lokasi penelitian sebagian besar terletak di kecamatan Gamping. Selain

merupakan wilayah peri-urban Kabupaten Sleman yang masih memiliki sawah,

lokasi juga dipilih berdasarkan irigasi/sungai yang mengalir di desa tersebut. Desa

Balecatur, Ambarketawang, Banyuraden dan Trihanggo di Kecamatan Gamping

serta desa Sinduadi di Kecamatan Mlati juga merupakan bagian dari Kabupaten

Sleman selatan yang direncanakan sebagai pusat pemukiman. Sedangkan desa

Sidoarum yang terletak di Kecamatan Godean, meskipun tidak termasuk dalam

wilayah yang direncanakan untuk pemukiman namun letaknya masih dalam

(45)

Adapun batas wilayah administratif dari masing-masing lokasi penelitian

1 Balecatur Sidokarto Bangunjiwo Argomulyo Ambarketawang

2 Ambarketawang Sidoarum Tirtonirmolo Balecatur Banyuraden 3 Banyuraden Nogotirto Ngestiharjo Ambarketawang Ngestiharjo

4 Trihanggo Tlogoadi

5 Sidoarum Sidomoyo Sidokarto dan Ambarketawang

Sidokarto Nogotirto

Mlati:

6 Sinduadi Kota

Yogyakarta

Sariharjo Trihanggo Catur Tunggal

Sumber: Badan Pusat Statistik (2013).

Secara administratif, WPU Kabupaten Sleman tidak seluruhnya berbatasan

dengan kota Yogyakarta. Namun jaraknya yang cukup dekat dan corak yang

diberikan oleh kota terhadap kegiatan sosial dan ekonomi pedesaan menyebabkan

perubahan pola pedesaan menjadi kekotaan. Adapun secara fisik, WPU ditandai

dengan adanya areal persawahan dan kegiatan ekonomi di sektor pertanian.

Secara fisik, WPU yang berupa desa masih memiliki persawahan yang

identik dengan ciri pedesaan. Meskipun jumlah bangunan lebih dominan, jumlah

sawah yang ada dan masih dikelola terbilang cukup luas yang tersebar di berbagai

titik. Terkadang sawah tersebut juga terletak persis di pinggiran kota sehingga

(46)

34

Luas desa di wilayah peri-urban Kabupaten Sleman berkisar antara

373-986 Ha. Desa yang memiliki luas lahan berbesar adalah desa Balecatur, yaitu

seluas 986 Ha. Desa Balecatur terletak di kecamatan Gamping. Desa ini dilintasi

oleh jalan wates yang juga berfungsi sebagai jalan lintas selatan sehingga cukup

ramai oleh angkutan umum berupa bus kecil hingga besar maupun angkutan berat

seperti truk gandeng maupun kontainer. Luas wilayah, ketinggian dan nama

sungai yang melintasi desa-desa di WPU Kabupaten Sleman disajikan dalam tabel

berikut:

Rata-rata desa yang menjadi lokasi penelitian memiliki sumber irigasi dari

sungai bedog kecuali desa Balecatur dan Sinduadi. Sungai yang melintasi desa

Balecatur adalah sungai konteng. Sedangkan sungai yang melintasi desa Sinduadi

(47)

B. Luas Penggunaan Lahan

Luas wilayah Kabupaten Sleman adalah 574,82 Km2 yang terbagi kedalam

17 kecamatan. Lahan di Kabupaten Sleman dimanfaatkan untuk pekarangan,

sawah, tegal, hutan, tanah tandus dan lainnya. Penggunaan lahan tersebut

diusahankan oleh masyarakat untuk memaksimalkan manfaat dari lahan itu

sendiri. Ditahun 2013-2014 luas pekarangan sebesar 18.561 ha, sawah sebesar

24.774 ha, tegal sebesar 3.924 ha, hutan sebesar 530 ha, tanah tandus sebesar

1.263 ha dan lainnya sebesar 8.430 ha. Sawah irigasi di Kabupaten Sleman

sebesar 22.152 ha sedangkan sawah non irigasi sebanyak 2.622 ha. Adapun luas

penggunaan lahan di wilayah peri-urban Kabupaten Sleman menurut

masing-masing desanya adalah sebagai berikut:

Tabel 5. Luas penggunaan lahan masing-masing desa di WPU Kabupaten Sleman.

No Kecamatan/Desa

Di wilayah peri-urban Kabupaten Sleman, areal sawah terbesar terdapat di

(48)

36

langsung dengan kota Yogyakarta. Desa Trihanggo yang di sebelah timurnya

berbatasan dengan wilayah kota Yogyakarta juga masih memiliki areal

persawahan yang terbilang cukup luas. Sebaliknya meskipun tidak berbatasan

langsung dengan kota, Banyuraden memiliki areal persawahan lebih sedikit

dibandingkan Trihanggo dan Banyuraden.

C. Penduduk

Jumlah penduduk Kabupaten Sleman adalah 1.114.833 jiwa yang

terdiri dari 557.991 jiwa laki-laki dan 556.922 jiwa perempuan. Jumlah penduduk

terbanyak terletak di kecamatan Depok. Disusul dengan kecamatan Ngaglik dan

Mlati yang terletak pada urutan kedua dan ketiga. Jumlah penduduk di WPU

Kabupaten Sleman yang diteliti disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 6. Jumlah Penduduk masing-masing desa di WPU Kabupaten Sleman. No Kecamatan/Desa Jenis Kelamin (Jiwa) Jumlah

Laki-laki Perempuan

Berdasarkan lokasi penelitian, Sinduadi merupakan desa dengan jumlah

penduduk terbanyak. Hal ini dapat disebabkan karena desa Sinduadi berbatasan

langsung dengan kota Yogyakarta. ditambah adanya universitas terkemuka

(49)

yang bermukim di Sinduadi. Berikutnya adalah desa Ambarketawang. Desa

Ambarketawang merupakan yang cukup dekat dengan perguruan tinggi

memungkinkan banyaknya penduduk sementara/pendatang yang ingin belajar

atau bekerja.

Adapun sektor pertanian di kabupaten Sleman secara keseluruhan masih

menjadi mata pencaharian penduduk secara umum. Jumlah penduduk kabupaten

Sleman yang bekerja di sektor pertanian adalah paling banyak jika dibandingkan

dengan sektor lain. Disusul dengan sektor perdagangan dan hotel. Berikut ini

adalah tabel tenaga kerja pada lima sektor kerja yang dominan di Kabupaten

Sleman.

Tabel 7. Sebaran pekerjaan dan tenaga kerja di Kabupaten Sleman.

(50)

38

Sumber: Badan Pusat Statistik (2013).

Berdasarkan tabel diatas, sektor kerja yang dominan di Kecamatan Godean

dan Gamping adalah sektor usahatani. Disusul dengan sektor jasa lainnya yang

meliputi jasa fotocopy, jasa cuci pakaian atau laundry dan lain-lain. Namun di

Kecamatan Mlati, sektor perdagangan dan perhotelan lebih dominan. Sektor

pertanian di kecamatan ini kurang dominan karena letaknya yang dekat dengan

kota dan komplek perkantoran Kabupaten Sleman. Hal ini memberikan peluang

bagi sektor perdagangan dan perhotelan untuk lebih berkembang.

D. Iklim dan Pertanian

Berdasarkan pantauan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika

(BMKG) Yogyakarta, di Kabupaten Sleman hari hujan terbanyak dalam satu

bulan selama tahun 2013-2014 adalah 27 hari. Rata-rata curah hujan tertinggi

492,9 mm. Kecepatan angin maksimum 7,4 m/s dan minimum 2,6 m/s. Sementara

kelembaban nisbi udara tertinggi 96,7 % dan terendah 55,0 %. Temperatur udara

tertinggi 31,8 ºC dan terendah 21,5 ºC.

Kabupaten Sleman memproduksi beras sebanyak 311.378 ton GKG dari

sawah (padi sawah) selama 2010-2012 (Data sensus pertanian 2013-2014).

Produksi gabah terbesar di kabupaten ini terletak di kecamatan Godean yang

didukung dengan luas panen sebesar 3.436 Ha. Meskipun demikian, rata-rata

produksi padi/Ha tertinggi justru di Kecamatan Prambanan yaitu 70,07 Kw/Ha.

Hal ini disebabkan oleh luas panen sebesar 2.595 Ha yang menghasilkan 18.183

(51)

Turi yaitu 6.610 ton GKG. Berikut ini merupakan sebaran produksi padi sawah di

Kabupaten Sleman beserta jumlah produksinya selama tahun 2010-2012.

Tabel 8. Sebaran produksi padi sawah di Kabupaten Sleman.

Kecamatan Luas Panen (Ha) Produksi (Ton GKG)

Cangkringan 2.666 17.495 65,62

Jumlah 45.832 311.378 1.156,34

Sumber: Badan Pusat Statistik (2013).

Selain menghasilkan padi, Kabupaten Sleman juga merupakan penghasil

salak terbesar di Daerah Istimewa Yogyakarta. Salak pun dijadikan sebagai flora

khas Kabupaten Sleman. Produksi salak di Sleman banyak ditemui di kecamatan

Turi. Pertanian di kecamatan ini lebih banyak menghasilkan buah salak daripada

padi. Adapun produksi padi sawah berdasarkan lokasi penelitian disajikan secara

(52)

40

Tabel 9. Produksi padi sawah masing-masing desa di WPU Kabupaten Sleman.

No Kecamatan/Desa Produksi padi sawah (kw/gkg) Gamping:

1 Balecatur 63.196

2 Ambarketawang 29.856

3 Banyuraden 26.781

4 Trihanggo 48.849

Godean:

5 Sidoarum 20.130

Mlati:

6 Sinduadi 2.239

Jumlah 191.051

Sumber: Badan Pusat Statistik (2013)

Produksi padi tertinggi di wilayah peri-urban Kabupaten Sleman terletak

di desa Balecatur dan paling sedikit di desa Sinduadi. Meskipun luas areal

persawahan di desa Sinduadi lebih luas dari Banyuraden dan Sidoarum, namun

padi yang dihasilkan dalam bentuk gabah kering lebih sedikit dibandingkan dua

desa tersebut. Hal ini bisa saja terjadi karena letak sawah yang dekat dengan

pemukiman, jalan atau bangunan tinggi lainnya yang menyebabkan sinar matahari

kurang, polusi air serta udara yang dapat mengganggu pertumbuhan padi.

Umumnya petani yang mengusahakan padi tergabung dalam kelompok tani.

(53)

Tabel 10. Jumlah kelompok tani masing-masing desa di WPU Kabupaten Sleman.

No Kecamatan/Desa Jumlah kelompok tani Gamping:

1 Balecatur 36

2 Ambarketawang 25

3 Banyuraden 15

4 Trihanggo 21

Godean

5 Sidoarum 11

Mlati

6 Sinduadi 10

Sumber: Balai Penyuluh Pertanian, Perkebunan dan Perikanan (2013).

Jumlah kelompok tani yang paling sedikit terletak di desa Sinduadi. Hal

ini dikarenakan mayoritas penduduk di desa Sinduadi memiliki pekerjaan di

sektor non-usahatani padi sawah serta memiliki luas lahan sawah cukup

sedikit.Jumlah kelompok tani terbanyak terdapat di desa Balecatur yang letaknya

cukup jauh dari perkotaan. Di desa Balecatur masih cukup banyak penduduk yang

berprofesi sebagai petani maupun buruh tani. Selain itu, luas lahan persawahan

dan produksi padi sawah tertinggi di WPU Kabupaten Sleman juga terdapat di

(54)

42

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Identitas Petani

Identitas petani merupakan gambaran umum petani di wilayah peri-urban

Kabupaten Sleman. Identitas petani yang dimaksud meliputi usia, tingkat

pendidikan terakhir, jumlah tanggungan keluarga, pengalaman bertani serta

jumlah pekerjaan yang digeluti. Gambaran identitas tersebut dapat menentukan

dan mempengaruhi petani dalam mengusahakan pendapatan rumah tangganya.

1. Usia

Usahatani khususnya di pedesaan dan negara berkembang, memerlukan

kekuatan fisik manusia sebagai pelaksana kegiatan budidaya. Pada usahatani padi

sawah, kekuatan fisik lebih mendominasi daripada penggunaan mesin.

Penggunaan mesin pada budidaya padi sawah masih sebatas “membantu” yang

artinya mesin tersebut masih dioperasikan oleh manusia dan tenaganya. Tenaga

manusia secara umum berkaitan dengan usia. Usia petani di wilayah peri-urban

Kabupaten Sleman disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 1. Usia petani di WPU Kabupaten Sleman tahun 2013-2014.

Usia (tahun) Jumlah

(orang) Persentase( %)

20-34 1 3,3

35-49 5 16,7

50-64 20 66,7

>64 4 13,3

Jumlah 30 100

(55)

Dari tabel diatas, diketahui bahwa 90% petani di WPU Kabupaten Sleman

berada pada usia produktif yaitu usia 15-64 tahun. Pada usia produktif, kekuatan

fisik manusia pada umumnya masih sangat baik. Dengan kekuatan fisik tersebut,

petani dinilai mampu mengelola usahataninya dengan baik. Dengan kekuatan fisik

itu pula, petani berpeluang untuk memiliki pekerjaan atau sumber pendapatan dari

sektor non-usahatani padi sawah. Pekerjaan non-usahatani yang umumnya

digeluti oleh petani di WPU Kabupaten Sleman adalah pekerjaan yang

membutuhkan kekuatan fisik dan usia yang produktif. Petani dengan usia yang

masih produktif mayoritas memiliki pekerjaan sebagai buruh dan karyawan.

Jumlah petani yang sudah berada pada usia tidak produktif hanya sebagian

kecil saja, yaitu 13,3% atau 4 orang dari total responden 30 orang. Petani di usia

ini juga masih terdiri dari petani yang tidak lagi mengelola usahataninya sendiri,

petani yang dapat mengelola usahataninya dengan curahan kerja yang lebih

sedikit, dan masih ada juga yang memberikan curahan kerja yang cukup besar.

Berdasarkan hasil penelitian, petani yang usianya sudah tidak produktif lagi dan

tidak mengelola usahataninya sendiri adalah pensiunan guru PNS dan pensiunan

TNI AD. Petani di WPU Kabupaten Sleman yang tertua berusia 73 tahun. Petani

tersebut memberikan curahan kerja sebesar 4 HKO selama satu musim tanam (4

bulan) atau satu HKO/bulan pada usahatani padi sawah. Selain memberikan

curahan kerja pada sektor usahatani padi sawah, petani yang telah berusia lanjut

ini memberikan curahan kerjanya pada sektor non-usahatani padi sawah berupa

ternak kambing. Meskipun curahan kerja sebagai peternak kambing lebih besar,

(56)

44

mengarahkan kambing ke rerumputan dan kandang. Petani lainnya di usia tidak

produktif yang masih memberikan curahan kerja dengan jumlah cukup besar

dikarenakan masih memiliki anak yang bersekolah dan tidak memiliki sumber

pendapatan selain usahatani padi sawah.

2. Tingkat Pendidikan Terakhir.

Tingkat pendidikan yang terakhir dijalani oleh seseorang umumnya akan

mempengaruhi sikap orang tersebut terhadap perubahan. Begitu pula pada petani,

semakin tinggi tingkat pendidikan yang dienyam maka petani cenderung lebih

terbuka terhadap perubahan maupun inovasi dalam usahataninya. Adapun

pengetahuan mengenai budidaya padi lebih banyak didapatkan dari orang tua

maupun lingkungan sekitarnya yang memiliki usahatani padi sawah. Tingkat

pendidikan terakhir petani di WPU Kabupaten Sleman digambarkan dalam tabel

berikut:

Tabel 2. Pendidikan terakhir petani di WPU Kabupaten Sleman tahun 2013-2014.

Pendidikan Terakhir Jumlah

Sumber : Data primer yang diolah

Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa sebagian besar petani memiliki

tingkat pendidikan terakhir di Sekolah Dasar (SD). Mayoritas petani yang

memiliki tingkat pendidikan terakhir pada jenjang ini adalah petani yang sudah

berusia >50 tahun dan memiliki pengalaman bertani >20 tahun. Tingkat

(57)

penelitian, diketahui bahwa petani tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan yang

lebih tinggi karena keterbatasan ekonomi, jumlah anggota keluarga yang cukup

banyak, serta dikarenakan sudah memiliki pekerjaan. Petani yang memiliki

tingkat pendidikan terakhir di sekolah dasar umumnya memiliki pekerjaan

sampingan berupa ternak, karyawan warung bakso, pedagang, dan didominasi

oleh buruh.

Tingkat pendidikan terakhir di perguruan tinggi adalah yang paling sedikit

dienyam oleh petani di WPU Kabupaten Sleman. Tingkat pendidikan tersebut

adalah strata satu yang hanya dienyam oleh dua orang responden yang saat ini

sudah pensiun dari pekerjaan non-usahataninya. Dua orang tersebut sebelumnya

bekerja sebagai guru Pegawai Negri Sipil (PNS) dan pegawai di Balai Latihan

Kerja (BLK). Dua pekerjaan ini memang menghendaki perguruan tinggi sebagai

tingkat pendidikan terkahir pegawainya.

3. Anggota Keluarga

Kelurga petani terdiri dari kepala keluarga dan anggota keluarga yang

masih menjadi tanggungan kepala keluarga. Jumlah anggota keluarga petani

mempengaruhi jumlah konsumsi keluarga petani serta biasanya mempengaruhi

penggunaan tenaga kerja dari luar keluarga. Contohnya: untuk menghemat biaya,

seorang petani mengerahkan anggota keluarganya sebagai tenaga kerja dalam

keluarga untuk memanen padi sebagai cara menghemat biaya tenaga kerja panen.

Namun demikian berdasarkan hasil penelitian, mayoritas anggota keluarga petani

enggan membantu pekerjaan di sawah. Jumlah tanggungan keluarga petani di

(58)

46

Rata-rata jumlah tanggungan keluarga 4 Sumber: Data primer yang diolah.

Berdasarkan data di atas, 56,7% petani di WPU Kabupaten Sleman

memiliki 1-4 orang tanggungan dalam keluarganya. Kebanyakan anggota

keluarga petani yang masih menjadi tanggungan kepala keluarga petani adalah

istri, anak, serta orang tua. Tanggungan keluarga petani yang terbanyak berjumlah

9 orang. Tanggungan tersebut terdiri dari istri, orang tua, dan anak-anak yang

sebagian masih bersekolah. Semakin banyak jumlah anggota keluarga biasanya

mempengaruhi jumlah konsumsi dalam keluarga. Artinya, menuntut jumlah

pendapatan keluarga. Akhirnya, petani berorientasi mengusahakan padi sawahnya

sebagai pemenuh kebutuhan keluarga (subsistence).

4. Pengalaman Bertani

Pengalaman bertani menunjukkan berapa lama petani telah mengusahakan

padi sawahnya. Semakin lama petani mengusahakan padinya biasanya

menjadikan petani lebih lihai membaca kondisi tanaman dan lingkungannya.

Namun tak jarang juga membuat petani menjadi tertutup terhadap inovasi

teknologi pertanian. Salah satu sikap tertutup petani terhadap inovasi teknologi

pertanian berupa sistem tanam. Tabel berikut ini merupakan ringkasan

Gambar

Tabel 1. Sebaran wilayah Kabupaten Sleman
Tabel 3. Batas wilayah berdasarkan masing-masing desa di WPU Kabupaten Sleman.
Tabel 4. Luas lahan, ketinggian dan nama sungai yang melintasi desa-desa di WPU Kabupaten Sleman
Tabel 5. Luas penggunaan lahan masing-masing desa di WPU Kabupaten Sleman.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Olimpiade musim dingin yang diadakan di Korea Selatan merupakan sebuah ajang olahraga internasional sekaligus sebuah momen yang dimanfaatkan oleh Korea Utara untuk

Hasil perhitungan aspek finansial meliputi perhitungan nilai operating profit (OP) sebesar Rp.60.435.500, dapat digunakan untuk biaya produksi berikutnya, net profit

Dengan adanya kesadaran merek terhadap M yang tinggi dari konsumen, asosiasi merek yang kuat dari konsumen terhadap Minute Maid Pulpy, serta adanya pemberian

Dari ke tiga tahap perancangan, penulis merekomendasikan rancangan tahap tiga sebagai alternatif, dengan pertimbangan pada perancangan tahap tiga diameter lengan renograf

Tugas akhir dengan judul: Eksistensialisme Tokoh Utama dalam Novel Gerhana Karya AA Navis adalah hasil karya saya dan naskah tugas akhir ini tidak terdapat karya ilmiah

Penyelenggaraan Pelatihan Dasar CPNS Gelombang XtII untuk Goloagan Ii sesuai rencana akan dilaksanakan di Kupang dari tanggal 25 Juli s/d, 22.. September

155-164 Rumah Orang Huaulu, Pulau Seram Kabupaten Maluku Tengah memiliki beberapa aspek yang terkait dengan pola bangunan, bahan bangunan yang digunakan, serta

Jika data yang dikirim klien terdapat karakter yang dibaca “ON” maka server akan memberikan nilai 1 pada salah satu pin- nya sesuai karakter pertama yang dikirim klien