PERANAN USAHATANI PADI DI WILAYAH PERI-URBAN BAGI EKONOMI RUMAH TANGGA PETANI
(Studi Kasus di Kabupaten Sleman)
Skripsi
Disusun Oleh :
FRISKA ARSALINA 20120220056
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA YOGYAKARTA
i
PERANAN USAHATANI PADI DI WILAYAH PERI-URBAN BAGI EKONOMI RUMAH TANGGA
(Studi Kasus di Kabupaten Sleman)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Sebagai Bagian Dari Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Sarjana Pertanian
Oleh : Friska Arsalina
20120220056 Program Studi Agribisnis
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA YOGYAKARTA
“Barang siapa yang beramal berdasarkan ilmu pengetahuan niscaya Allah
akan
mengajarkan sesuatu yang belum diketahuinya”
-Q.S. 17:36-
“Wanita adalah sekolah pertama bagi anak-anaknya” -Syair Arab-
“No matter how you feel,
Halaman Persembahan
Alhamdulillah, Puji dan syukur bagi Allah SWT dan Shalawat bagi Nabi Muhammad SAW, karya tulis ini telah selesai setelah proses yang sedemikian rupa. Karya tulis ini saya dedikasikan untuk orang-orang yang mendo’akan kebaikan bagi saya, dan semoga memberi manfaat bagi banyak pihak.
Terima kasih Ayah, terima kasih Mama, Keniya dan Nafisa.
Terima kasih untuk keluarga tercinta atas do’a dan dukungan yang tiada henti. Terima kasih atas kesempatan untuk ikut serta dalam penelitian disertasi Bapak Triyono. SP, MP. beserta teman-teman pejuang skripsi yang luar biasa; Intan, Habibi, Imanuddin dan Mahendra. Terima kasih telah berbagi dukungan, ilmu dan tenaga sejak awal penyusunan skripsi ini.
Teman-teman Agribisnis 2012, especially kelas B (Kak Nisa, Nay, Carlita, Internasional. Thanks for the happiness and sadness, thanks for all experiences and
lessons. It was a great chance to know you and being a part of your life story, and a
sweet memory of being your family. I wish you the best!
Mas dan keluarga, terima kasih telah menjadi bagian dalam perjalanan saya sampai saat ini. Terima kasih untuk motivasi, dukungan, kritik dan saran yang diberikan baik sebelum, saat proses dan setelah penulisan skripsi. Semoga sehat selalu dan dimudahkan segala urusannya.
iii Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat dan karunia-Nya yang tak pernah henti. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan bagi Nabi Muhammad SAW. Alhamdulillah, akhirnya skripsi yang berjudul “Peranan Usahatani Padi di Wilayah Peri-Urban Bagi Ekonomi Rumah Tangga Petani (Studi Kasus di Kabupaten Sleman)” telah selesai disusun dan dipertahankan di depan dewan penguji sebagai salah satu syarat memperoleh derajat sarjana pertanian.
Setiap tahapan dalam penyusunan skripsi ini tidaklah berjalan lancar tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik secara teknis maupun non-teknis. Maka dari itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada Ayah: Ahmad Rosidi dan Mama: Siti Aminah yang senantiasa memberikan dukungan dalam berbagai cara. Terima kasih juga kepada Bapak Triyono. SP, MP. dan Ibu Francy Risvansuna F. SP, MP selaku dosen pembimbing, Ir. Hj. Triwara Buddhi S. MP selaku dosen penguji, serta segenap narasumber atas kesediaannya memberikan waktu dan data yang diperlukan dalam penyusunan skripsi ini.
Skripsi ini tentunya masih memiliki banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis berharap adanya kritik dan saran serta kelanjutan penelitian di bidang yang sama. Agar pengetahuan yang tertuang dalam skripsi ini dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi semua pihak.
Wassalam’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Yogyakarta, 22 Agustus 2016
iv
A. Metode Pemilihan Lokasi dan Sampel ... 17
B. Teknik Pengambilan Data... 19
C. Asumsi dan Pembatasan Masalah ... 19
D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 20
E. Teknik Analisis Data ... 24
IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN ... 29
A. Keadaan Fisik Daerah ... 29
B. Luas Penggunaan Lahan ... 34
C. Penduduk ... 35
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 41
A. Identitas Petani... 41
1. Usia ... 41
2. Tingkat Pendidikan Terakhir. ... 43
3. Anggota Keluarga ... 44
4. Pengalaman Bertani ... 45
5. Status lahan ... 47
6. Jumlah pekerjaan petani ... 48
B. Curahan Kerja ... 52
C. Pendapatan ... 57
D. Produktivitas Tenaga Kerja ... 62
E. Kontribusi pendapatan ... 66
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 70
A. Kesimpulan ... 70
B. Saran ... 71
DAFTAR PUSTAKA ... 73
vi
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Luas Lahan Pertanian dan Bukan Pertanian Menurut Kabupaten/Kota di D.I.
Yogyakarta. ... 2
Tabel 2. Populasi penelitian di masing-masing desa WPU Kabupaten Sleman. ... 18
Tabel 3. Sebaran wilayah Kabupaten Sleman ... 29 Tabel 4. Wilayah administratif dan jumlah pedukuhan masing-masing desa di WPU
Kab. Sleman. ... 31
Tabel 5. Batas wilayah berdasarkan masing-masing desa di WPU Kabupaten Sleman. ... 32 Tabel 6. Luas lahan, ketinggian dan nama sungai yang melintasi desa-desa di WPU
Kabupaten Sleman. ... 33
Tabel 7. Luas penggunaan lahan masing-masing desa di WPU Kabupaten Sleman. . 34 Tabel 8. Jumlah Penduduk masing-masing desa di WPU Kabupaten Sleman. ... 35
Tabel 9. Sebaran pekerjaan dan tenaga kerja di Kabupaten Sleman... 36
Tabel 10. Sebaran produksi padi sawah di Kabupaten Sleman. ... 38 Tabel 11. Produksi padi sawah masing-masing desa di WPU Kabupaten Sleman. .... 39
Tabel 12. Jumlah kelompok tani masing-masing desa di WPU Kabupaten Sleman. . 40
Tabel 13. Usia petani di WPU Kabupaten Sleman tahun 2013-2014. ... 41
Tabel 14. Pendidikan terakhir petani di WPU Kabupaten Sleman tahun 2013-2014. 43 Tabel 15. Jumlah tanggungan keluarga petani di WPU Kabupaten Sleman tahun
2013-2014. ... 45
Tabel 16. Pengalaman bertani petani di WPU Kabupaten Sleman tahun 2013-2014. 46 Tabel 17. Status lahan yang dikelola petani di WPU Kabupaten Sleman tahun
Tabel 19. Curahan kerja petani dalam satu bulan pada usahatani padi sawah di WPU Kabupaten Sleman tahun 2013-2014. ... 52
Tabel 20. Curahan petani pada sektor non-usahatani padi sawah di WPU Kabupaten Sleman tahun 2013-2014 ... 55 Tabel 21. Hasil uji-t sampel berpasangan: curahan kerja petani di WPU Kabupaten
Sleman pada usahatani dan non-usahatani. ... 56
Tabel 22. Pendapatan petani di WPU Kabupaten Sleman dari usahatani padi sawah tahun 2013-2014. ... 58 Tabel 23. Pendapatan petani di WPU Kabupaten Sleman dari sektor non-usahatani
tahun 2013-2014. ... 60
Tabel 24. Hasil uji-t sampel berpasangan: pendapatan petani di WPU Kabupaten Sleman pada usahatani dan non-usahatani. ... 61
Tabel 25. Produktivitas tenaga kerja petani di WPU Kabupaten Sleman pada
usahatani padi sawah di musim hujan 2013. ... 63
Tabel 26. Produktivitas tenaga kerja petani di WPU Kabupaten Sleman pada
usahatani padi sawah di musim kemarau 2014. ... 64
Tabel 27. Produktivitas tenaga kerja petani di WPU Kabupaten Sleman pada sektor non-usahatani padi sawah tahun2013-2014. ... 65 Tabel 28. Hasil uji-t sampel berpasangan: produktivitas tenaga kerja dalam keluarga
petani di WPU Kabupaten Sleman pada usahatani dan non-usahatani. ... 65
Tabel 29. Kontribusi pendapatan usahatani padi sawah dan non-usahatani terhadap pendapatan rumah tangga perbulan pada musim hujan 2013. ... 67
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Identitas Petani Responden ... 77
Lampiran 2. Hasil uji-t paired sample t-test:Curahan Kerja ... 79
Lampiran 3. Hasil uji-t paired sample t-test: Pendapatan ... 80
PERANAN USAHATANI PADI DI WILAYAH PERI-URBAN BAGI EKONOMI RUMAH TANGGA PETANI
(Studi Kasus di Kabupaten Sleman) Friska Arsalina
Triyono SP. MP / Francy Risvansuna F. SP. MP Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
INTISARI
Peranan Usahatani Padi di Wilayah Peri-urban Bagi Ekonomi Rumah Tangga Petani (Studi Kasus di Kabupaten Sleman) bertujuan untuk mengetahui curahan kerja, pendapatan, produktivitas tenaga kerja dan kontribusi pendapatan dari usahatani padi sawah dan non-usahatani terhadap ekonomi rumah tangga petani di WPU Kabupaten Sleman. Sampel diambil sebanyak 30 orang dengan metode acak sederhana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa petani memberikan banyak curahan kerjanya di sektor non-usahatani padi. Pendapatan dan kontribusi sektor usahatani padi bagi ekonomi rumah tangga petani lebih tinggi pada musim kemarau daripada saat musim hujan. Meski demikian, jumlah pendapatan dan kontribusi sektor non-usahatani padi lebih besar pada kedua musimnya. Sementara itu, produktivitas tenaga kerja petani lebih tinggi pada sektor usahatani padi daripada sektor non-usahatani baik pada musim hujan maupun musim kemarau. Hal ini disebabkan oleh rendahnya curahan kerja petani pada sektor usahatani padi. Pendapatan usahatani padi, walaupun jumlahnya lebih sedikit tapi menghasilkan produktivitas yang tinggi dikarenakan curahan kerjanya yang sedikit.
Economy (Case Study in The District Sleman) Friska Arsalina/20120220056
Triyono SP, MP. – Francy Risvansuna SP, MP. Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ABSTRACT
Role of Rice Farming in The in Peri-Urban Areas for Household Economy of the Farmer (Case Study in The District Sleman) aims to know the expended labor, revenue, labor productivity and revenue contribution from rice farming and non-farming toward the farmer’s household economy in peri-urban area of Sleman regency. 30 farmer were choosen using simple random sampling method as the sample in this research. The result shows that farmers give more of their expended labor on non-farming sector. The revenue of rice farming and it’s contribution toward the household earning on sunny season is bigger than rainny season. Although, the revenue of non-farming sector and it’s contribution is bigger than paddy farming sector in both season. In spite of that, the labor productivity on rice farming is higher than non-farming sector in both sunny and rainny season. Because farmes’s expended labor on rice farming sector is less than non-farming sector. The revenue of rice farming, even the amount is less but makes the high productivity of labor because it’s expended is less.
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) atau lebih populer dengan sebutan
Jogja merupakan salah satu destinasi pendidikan dan pariwisata di Indonesia.
Julukannya sebagai kota pelajar didukung dengan jumlah lembaga pendidikan
yang cukup fantastis. Sebagai tujuan pariwisata, DIY memiliki tempat wisata
dengan berbagai kategori. Mulai dari kategori pendidikan, dataran tinggi, perairan,
budaya, industri kerajinan, sejarah bahkan pertanian.
Selain memiliki pertanian sebagai produk wisata, pertanian di DIY juga
memiliki andil yang cukup besar bagi pangan di Indonesia. Badan Urusan
Logistik (Bulog) pada tahun 2013 mencatat ada 10 provinsi penghasil beras
tertinggi di Indonesia yang mana akan dikawal produksinya oleh Bulog guna
menjaga stok beras nasional. Salah satu dari 10 provinsi tersebut adalah Daerah
Istimewa Yogyakarta (DIY). Berdasarkan hasil sensus pertanian, DIY
menghasilkan 721.674 ton beras pada tahun 2012 (Alimoeso, 2013).
Kawasan pengembangan padi, khususnya padi sawah di Daerah Istimewa
Yogyakarta terletak di Kabupaten Sleman dan Bantul. Produksi padi sawah
terbesar dihasilkan oleh Kabupaten Sleman yang didukung dengan luasan lahan
persawahan terbesar, keadaan agroekosistem, kesuburan dan juga irigasi yang
Kabupaten/Kota Luas Lahan Pertanian Luas Lahan
3. Gunungkidul 7.865 117.835 22.836 148.536
4. Sleman 22.642 16.699 18.141 57.482
5. Yogyakarta 76 188 2.986 3.250
DIY 56.364 183.878 78.338 318.580
Sumber : BPS (2013)
Kedua Kabupaten tersebut berbatasan langsung dengan wilayah kota
Yogyakarta. Penyebaran perkembangan kota ke daerah pinggiran yang
diakibatkan oleh keterbatasan lahan perkotaan dan eksistensi aktivitas pedesaan,
akhirnya menimbulkan perkembangan wilayah peri-urban (WPU). Perkembangan
wilayah peri-urban yang muncul sebagai zona transisi dari sifat pedesaan menuju
sifat kekotan. Akibat perkembangan eksternal suatu perkotan ternyata mampu
memberikan karakteristik yang berbeda antar bagian wilayah, terutama pada
aspek fisik maupun sosial ekonominya (Kurnanigsih & Rudiarto, 2014).
Menurut keterangan Arif Setio Laksito (Kasibud Tata Ruang Perkotaan
Sleman) dalam Ganang 2012, Kabupaten Sleman terbagi menjadi 4 wilayah yaitu
: 1) wilayah utara ;dimulai dari jalan yang menghubungkan kota Tempel, Pakem
dan Cangkringan sampai puncak gunung merapi. Wilayah ini merupakan sumber
air dan ekowisata yang berorientasi pada aktivitas gunung merapi dan
ekosistemnya. Pengalihan fungsi lahan sangat terbatas untuk pariwisata,
pemukiman dan industri diperbolehkan untuk mendukung perkembangan
ekonomi wilayah ini. 2) wilayah timur ; meliputi kecamatan Prambanan, sebagian
3
peninggalan purbakala sebagai pusat wisata budaya. Pengalihan fungsi lahan
sangat terbatas untuk pariwisata, industri dan pemukiman karena adanya upaya
konservasi terhadap situs-situs budaya yang ada. 3) wilayah selatan meliputi
kecamatan Mlati, Ngaglik, Sleman, Ngemplak, Depok dan Gamping. Wilayah ini
merupakan pusat pendidikan, perdagangan dan jasa. Memiliki aktivitas ekonomi
yang dominan pada sektor tersier yang merupakan penyumbang terbesar untuk
PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) Kabupaten Sleman secara keseluruhan.
4) wilayah barat ; meliputi kecamatan godean, Minggir, Seyegan, dan Moyudan.
Kawasan pengembangan ini berorientasi pada sektor pertanian karena memiliki
lahan basah dengan air yang cukup serta bahan industri kerajinan. Dari keempat
wilayah tersebut, wilayah selatan merupakan wilayah peri-urban dengan tekanan
untuk alih fungsi lahan dan pekerjaan yang cukup tinggi. Hal ini dikarenakan
menurut Perda No 12 tahun 2012 tentang rencana tata ruang wilayah, rencana
pengembangan kawasan selatan Kabupaten Sleman diarahkan untuk menjadi
pemukiman perkotaan dengan kepadatan penduduk tinggi.
Wilayah peri-urban Kabupaten Sleman adalah kumpulan pedesaan yang
memiliki ciri khas berupa kegiatan pertanian dan memiliki aktivitas ekonomi pada
sektor tersier yang merupakan penyumbang terbesar untuk PDRB Kabupaten
Sleman secara keseluruhan. Wilayah yang termasuk kawasan peri-urban
Kabupaten Sleman adalah kecamatan Gamping, Sidoarum di kecamatan Godean
dan Sinduadi yang termasuk dalam kecamatan Mlati. Wilayah tersebut berada
dekat dengan kota sebagai pusat pendidikan, perdagangan dan jasa. Wilayah
pertanian dan daya serap tenaga kerja pertanian. Aktivitas pertanian yang dominan
pada usahatani padi sawah yang hanya memberikan hasil pada waktu tertentu.
Sebaliknya kawasan urban yang didominasi pekerjaan non-usahatani memberikan
peluang bagi petani untuk menambah pendapatan keluarga. Pekerjaan sektor
non-usahatani padi sawah menawarkan pendapatan yang diberikan setiap bulan dengan
jumlah cenderung stabil. Hal ini menjadi salah satu penyebab petani
mengalokasikan sebagian waktu dan curahan kerjanya untuk bekerja pada sektor
non-usahatani. Berdasarkan hal tersebut, maka timbullah pertanyaan sebagai
berikut :
1. Berapakah curahan kerja usahatani padi dan non-usahatani di wilayah
peri-urban Kabupaten Sleman?
2. Berapakah pendapatan usahatani di wilayah peri-urban Kabupaten
Sleman?
3. Adakah perbedaan antara produktivitas tenaga kerja pada usahatani
padi dan non-usahatani di wilayah peri-urban Kabupaten Sleman?
4. Berapakah kontribusi pendapatan usahatani padi terhadap pendapatan
rumah tangga petani di wilayah peri-urban Kabupaten Sleman?
B. Tujuan
1. Mengetahui besar curahan kerja pada usahatani padi dan non-usahatani
di wilayah peri-urban Kabupaten Sleman.
2. Mengetahui pendapatan usahatani padi di wilayah peri-urban
5
3. Mengetahui produktivitas tenaga kerja pada usahatani dan
non-usahatani di wilayah peri-urban Kabupaten Sleman.
4. Mengetahui kontribusi pendapatan usahatani padi terhadap pendapatan
rumah tangga petani di wilayah peri-urban Kabupaten Sleman.
C. Kegunaan Penelitian
1. Bagi petani dan masyarakat, sebagai sarana informasi serta
pertimbangan untuk menambah pendapatan.
2. Bagi instansi maupun pemerintah, sebagai acuan untuk pembangunan
pedesaan dan pengambilan keputusan.
3. Bagi sesama peneliti, sebagai bahan pertimbangan dan informasi untuk
6
II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Wilayah Peri-urban
Istilah peri merupakan kata sifat yang dapat diberi makna pinggiran
atau sekitar dari suatu objek tertentu. Sementara itu istilah urban juga
merupakan kata sifat yang berarti sifat kekotaan atau sesuatu yang berkenaan
dengan kota. Penggabungan istilah peri dan urban membentuk kata sifat baru
yang secara harfiah berarti sifat kekotaan dan sekitar sehingga apabila
digabungkan dengan kata region, maka kata urban region (wilayah
peri-urban) mempunyai makna sebagai suatu wilayah di sekitar kota.
Batasan WPU atas dasar fisikal lebih menekankan pada performa
pemanfaatan lahan maka batasan dari segi ini tidak jauh pergeserannya dari
batasan WPU dari segi ekonomi. Golongan petani yang mempuyai komitmen
yang tinggi terhadap pekerjaannya dan tetap bertahan di WPU mempunyai
alasan bahwa mereka hanya mampu menjadi petani. Petani yang tetap
mempertahankan lahan pertaniannya dan tidak menjualnya, umumnya
mengalami penurunan produksi dan produktivitas pertaniannya karena banyak
gangguan yang muncul terhadap kegiatan di lahan pertaniannya beberapa
gangguan tersebut antara lain polusi air irigasi oleh limbah rumah tangga,
polusi debu-debu jalan yang menempel pada daun sehingga menghambat
proses fotosintesis, terganggunya saluran irigasi dan kelancaran air oleh
7
(terutama tikus) dan kerusakan tanaman karena binatang peliharaan (Yunus,
2008).
Berdasarkan hasil penelitian Kurniangsih & Rudiarto (2014), diketahui
selama proses transformasi antara 2002-2012 WPU kecamatan Kartasura
mengalami perkembangan menuju pertumbuhan sifat perkotaan pada
wilayahnya, dengan masih adanya pergeseran aktifitas pertanian ke arah
non-pertanian dan perubahan aktivitas sosial ekonomi masyarakatnya, serta
ditambah dengan adanya persebaran laju transformasi yang tidak merata.
Penelitian Manangkot (2012) di pinggiran kota Tondano Manado
menemukan bahwa pekerjaan sampingan petani di pinggiran kota tersebut
antara lain di bidang jasa, kepegawaian/PNS (Pegawai Negeri Sipil) serta
perdagangan. Pendapatan keluarga masyarakat didaerah pinggiran kota
Tondano 62,36 % berasal dari sektor non-usahatani dan dari sektor pertanian
37,64 %. Dengan lebih besarnya pendapatan yang berasal dari sektor
non-usahatani, sehingga perlahan-lahan masyarakat mulai beralih pekerjaan dari
sektor pertanian ke sektor non-usahatani (baik sektor jasa maupun industri).
2. Usahatani
Ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seorang
mengusahakan dan mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan dan
alam sekitarnya sebagai modal sehingga memberikan manfaat yang
sebaik-baiknya. Sebagai ilmu pengetahuan, ilmu usahatani merupakan ilmu yang
mempelajari cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan dan
seefisien mungkin sehingga usaha tersebut memberikan pendapatan
semaksimal mungkin.
Pada dasarnya usahatani berkembang terus dari awal hanya bertujuan
menghasilkan bahan pangan untuk keluarga sehingga hanya merupakan
usahatani-swasembada atau subsistence. Usahatani pada mulanya hanya
mengelola tanaman pangan kemudian berkembang meliputi berbagai komoditi
sehingga bukan usahatani murni tetapi usahatani campuran. Secara garis besar
ada dua bentuk usahatani yang telah dikenal yaitu usahatani keluarga dan
perusahaan pertanian. Tujuan akhir dari usahatani keluarga adalah pendapatan
keluarga petani yang terdiri atas laba, upah tenaga kerja keluarga dan bunga
modal sendiri. Pendapatan yang dimaksud adalah selisih antara nilai produksi
dikurangi dengan biaya yang betul-betul dikeluarkan oleh petani (Suratiyah,
2009).
a. Biaya Produksi
Dalam ilmu ekonomi, biaya adalah nilai dari faktor-faktor produksi yang
dipergunakan untuk menghasilkan barang dan jasa. Dalam hal penggunaan
faktor-faltor produksi, perusahaan memerlukan pengeluaran yang disebut dengan biaya
produksi sebagai pengorbanan untuk mendapatkan output yang diinginkan. Biaya
produksi yang dikeluarkan dapat dibedakan menjadi biaya eksplisit dan implisit.
Menurut T. Gilarso dalam Nurdin (2010) yang dimaksud dengan biaya
implisit adalah biaya yang secara ekonomis harus ikut diperhitungkan sebagai
biaya produksi meskipun tidak dibayar dalam bentuk uang. Misalnya upah
9
dipergunakan untuk membayar faktor produksi. Misalnya benih dan
sebagainya.
b. Pendapatan Petani
Pendapatan rumah tangga petani dapat bersumber dari usahatani dan
non-usahatani. Menurut Suratiyah (2009) usahatani keluarga bertujuan akhir
pada pendapatan keluarga petani yang terdiri atas laba, upah tenaga kerja dan
bunga modal sendiri. Pendapatan yang dimaksud adalah selisih antara nilai
produksi dikurangi dengan biaya yang betul-betul dikeluarkan oleh petani.
Pendapatan petani yaitu selisih antara penerimaan dengan total biaya
per usahatani. Pendekatan nominal tanpa memperhitungkan nilai uang menurut
waktu tetapi yang dipakai adalah harga yang berlaku, sehingga dapat langsung
dihitung jumlah pengeluaran dan jumlah penerimaan dalam suatu proses
produksi. Formula menghitung pendapatan nominal adalah sebagai berikut.
Penerimaan – Biaya Total = Pendapatan
Penerimaan = Py.Y
Py = Harga Produksi (Rp./Kg)
Y= Jumlah Produksi (Kg)
Biaya Total (TC) = Biaya Tetap (FC) + Biaya Variabel (VC).
Menurut Kasim dalam Norlaila, untuk menghitung pendapatan
digunakan rumus:
I = TR – TCe
TR = Py.Y
I = Pendapatan.
TR= Total Revenue (Penerimaan).
TCe= Total Cost Eksplisit.
Py= Harga Produksi.
P= Produksi.
Nurmanaf (2004) dalam penelitiannya di daerah dataran tinggi dan
dataran rendah Kabupaten Bogor menyatakan bahwa Pendapatan sektor
pertanian di wilayah dataran tinggi lebih dominan yang berasal dari
kegiatan-kegiatan usahatani, peternakan dan buruh tani. Walaupun jenis-jenis kegiatan-kegiatan
di sektor luar pertanian lebih beragam, sumbangannya terhadap pendapatan
sangatlah sedikit. Sebaliknya di wilayah dataran rendah, sektor luar
pertanian,dengan keragaman jenis kegiatan yang sedikit, tapi ternyata lebih
berperan terhadap pendapatan petani berlahan sempit sumber-sumber
pendapatan dari sektor ini meliputi kegiatan perdagangan, buruh non-pertanian
dan kiriman.
Suryantini dkk (2015) pada penelitiannya di desa Umbulrejo
Gunungkidul menemukan bahwa kontribusi pendapatan non-usahatani lebih
kecil dari kontribusi pendapatan usahatani pada pendapatan rumah tangga
petani. Pendapatan non-usahatani memiliki peran dalam memperbaiki
ketimpangan pendapatan dan mengentaskan kemiskinan. Faktor-faktor yang
mempengaruhi pendapatan non-usahatani adalah pendidikan, pendapatan
usahatani dan jenis pekerjaan. Meningkatkannya pendidikan akan
11
akan menurunkan pendapatan non-usahatani, dan pendapatan non-usahatani
dari PNS, TNI dan berdagang lebih besar dari pekerjaan non-usahatani lain.
Hasil penelitian Lestari dkk (2015) dalam penelitiannya di Desa
Umbulrejo Gunungkidul juga menyatakan bahwa Usahatani padi tidak hanya
memberikan pengaruh pada ekonomi rumah tangga tani saja, namun juga pada
konsumsi pangan rumah tangga tani. Kontribusi pendapatan usahatani padi
termasuk sedang pada total pendapatan rumah tangga.
3. Curahan Kerja
Tenaga kerja merupakan faktor penting dalam usahatani keluarga
khususnya tenaga kerja petani beserta anggota keluarganya. Rumah tangga tani
yang umumnya sangat terbatas kemampuannya dari segi modal, peranan tenaga
kerja keluarga sangat menentukan. Jika masih dapat diselesaikan oleh tenaga
kerja keluarga maka tidak perlu mengupah tenaga luar yang berarti menghemat
biaya.
Menurut Suratiyah (2009) curahan tenaga kerja sangat dipengaruhi oleh
berbagai faktor, yakni (1) faktor alam yang meliputi curah hujan, iklim,
kesuburan, jenis tanah dan topografi, (2) faktor jenis lahan yang meliputi
sawah, tegal, dan pekarangan, serta (3) luas, letak, dan penyebarannya.
Faktor-faktor tersebut menyebabkan adanya perbedaan kesibukan tenaga kerja,
misalnya yang terjadi pada usahatani lahan kering yang benar-benar hanya
mengandalkan air hujan maka petani akan sibuk hanya pada waktu musim
hujan. Sebaliknya, pada musim kemarau akan mempunyai waktu luang sangat
petani akan sibuk sepanjang tahun karena air bukan merupakan kendala bagi
usahataninya. Maka dengan keadaan-keadaan tersebut maka petani harus dapat
memanfaatkan tenaga kerja keluarga sebaik-baiknya. Disaat sibuk petani
mengutamakan tenaga kerja keluarga sedangkan disaat yang lain petani harus
dapat mencari peluang di luar (off farming activities) agar pendapatanya tetap
terjaga.
Darwis & Nurmanaf (2004) dalam penelitiannya di Kabupaten
Bojonegoro mendapati bahwa walaupun sektor pertanian memberikan
pendapatan yang kecil, tetapi curahan waktu kerja justru di sektor ini yang
paling besar. Hal ini membuktikan bahwa upah di sektor pertanian lebih kecil
dibandingkan di sektor non-usahatani. Dengan lahan yang sempit dan
pendapatan yang tidak mencukupi dari lahan tersebut, anggota keluarga
mencoba melakukan usaha lain yang bisa menambah pendapatan. Jenis
pekerjaan yang dilakukan dikelompokan kedalam buruh tani, usaha dagang,
usaha industri, usaha jasa buruh non-usahatani dan kegiatan lainnya. Pekerjaan
yang tersedia dan paling diminati oleh keluarga responden akan terlihat dari
banyaknya curahan waktu mereka. Dari rataan curahan waktu yang paling
banyak adalah pada pekerjaan buruh non-usahatani, yaitu 62,12 hari dalam satu
tahun, terutama Bulan Agustus dan September.
Berbeda dengan hasil Penelitian Darwis dan Nurmanaf (2004), Hasil
penelitian Nursamsu (2006) di desa Surusunda, Cilacap menyatakan Curahan
kerja untuk sektor non-usahatani sebesar 33,07 HKO dalam sebulan dan 10,97
13
non-usahatani lebih besar daripada untuk sektor pertanian. Jenis pekerjaan
sektor non-usahatani yang banyak dilakukan di desa tersebut antara lain
sebagai buruh, tukang kayu, karyawan, dan tukang batu.
Nurmanaf (2006) dalam penelitiannya mengenai peranan sektor luar
pertanian terhadap kesempatan kerja menemukan bahwa sumber pendapatan
dari kegiatan pertanian, khususnya tanaman pangan bersifat musiman dan
menghasilkan pendapatan hanya saat-saat panen. Sebaliknya, di desa-desa di
mana sektor luar pertanian lebih dominan sebagai sumber pendapatan porsi
pendapatan rumah tangga per bulan lebih terdistribusi dengan derajat fluktuasi
yang rendah. Jenis-jenis kegiatan sebagai sumber pendapatan yang berasal dari
sektor luar pertanian umumnya tidak terkait dengan musim dan dapat
dilakukan setiap saat sepanjang tahun.
a. Produktivitas Tenaga Kerja.
Shanti dalam aqlima (2015) mengungkapkan bahwa tenaga
kerja adalah energi yang dicurahkan dalam suatu proses kegiatan
untuk menghasilkan suatu produk. Tenaga kerja manusia dapat
berasal dari dalam keluarga dan luar keluarga.Menurut Suratiyah
(2009), produktivitas tenaga kerja dapat dihitung dengan rumus
berikut:
B. Kerangka Berfikir
Rumah tangga petani WPU merupakan rumah tangga petani yang berada di
WPU, khususnya WPU Kabupaten Sleman. Wilayah peri urban yang terletak di
pinggiran atau sekitar kota memberikan corak pada kegiatan sosial ekonomi di
WPU. Kegiatan ekonomi masyarakat di WPU yang dominan di sektor pertanian
mulai bertambah dengan sektor non-usahatani yang ditawarkan oleh wilayah
urban sehingga curahan kerja juga terbagi ke sektor usahatani dan non-usahatani.
Curahan kerja pada usahatani mungkin lebih besar atau lebih kecil. Namun belum
tentu curahan kerja yang sedikit terhitung produktif dibandingkan dengan curahan
kerja yang lebih besar. Berdasarkan tinjauan pustaka dan hasil-hasil penelitian
terdahulu, peneliti memetakan permasalahan yang digambarkan dalam bagan
15
Gambar 1. Bagan Kerangka Berfikir
Rumah tangga petani di WPU memberikan curahan kerjanya pada
usahatani dan non-usahatani sebagai sumber pendapatan. Jenis pekerjaan yang
diamati dalam usahatani adalah usahatani padi sawah. Pada sektor non-usahatani
jenis dan jumlah pekerjaan lebih beragam seperti Pegawai Negeri Sipil (PNS),
karyawan, wiraswasta dll. Jumlah pendapatan dari masing-masing sektor
pekerjaan akan menunjukkan total pendapatan dan kontribusinya terhadap
pendapatan total dalam rumah tangga petani. Jumlah pendapatan dari sektor
usahatani dan non-usahatani serta curahan kerjanya akan menunjukkan
C. Hipotesis
Berdasarkan tinjauan pustaka dan landasan teori diatas, peneliti memiliki
hipotesis sebagai berikut :
1. Ada perbedaan curahan kerja, pendapatan dan produktivitas tenaga
kerja petani di WPU Kabupaten Sleman terhadap usahatani padi sawah
18
III. METODE PENELITIAN
Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif. Menurut Nazir (2013-2014) metode deskriptif adalah suatu metode
dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu
sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan
penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan
secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta
hubungan antarfenomena yang diselidiki.
Metode deskriptif ini digunakan untuk memperoleh gambaran mengenai
curahan kerja usahatani padi sawah dan non-usahatani di wilayah peri-urban
Kabupaten Sleman serta mendeskripsikannya. Metode ini juga digunakan untuk
memperoleh gambaran pendapatan usahatani padi maupun non-usahatani serta
kontribusinya terhadap pendapatan rumah tangga petani di wilayah peri urban
Kabupaten Sleman.
Selanjutnya, penelitian ini merupakan bagian dari penelitian disertasi
dengan judul “Efisiensi dan Keberlanjutan Usahatani Padi di Daerah Istimewa
Yogyakarta”. Penelitian disertasi dengan judul diatas memiliki basis penelitian
pada daerah irigasi hulu dan hilir, wilayah peri-urban serta pedesaan di Daerah
Istimewa Yogyakarta.
A. Metode Pemilihan Lokasi dan Sampel
Lokasi penelitian dipilih dengan metode purposive sampling. Menurut
penelitian. Tujuan penelitian adalah mengetahui kontribusi pendapatan usahatani
di wilayah urban Kabupaten Sleman. Terdapat enam desa di wilayah
peri-urban Kabupaten Sleman yang masih memiliki sawah. Enam desa tersebut adalah
desa Banyuraden, Balecatur, Ambarketawang dan Trihanggo yang terletak di
Kecamatan Gamping, Sidoarum di kecamatan Godean dan Sinduadi di kecamatan
Mlati. Selain sebagai bagian dari wilayah peri-urban, lokasi juga dipilih
berdasarkan aliran sungai mengingat penelitian ini merupakan bagian dari
penelitian payung yang memiliki basis penelitian pada irigasi, wilayah peri-urban
dan pedesaan di Kabupaten Sleman. Adapun populasi dari masing-masing desa di
WPU Kabupaten Sleman tercantum dalam tabel berikut:
Tabel 1. Populasi penelitian di masing-masing desa WPU Kabupaten Sleman.
Desa Jumlah populasi (orang)
Sidoarum 44
Banyuraden 76
Balecatur 52
Ambarketawang 38
Trihanggo 27
Sinduadi 11
Jumlah 248
Sumber: Badan Penyuluh Pertanian, Perikanan dan Perkebunan Kabupaten Sleman (2013).
Sampel dari masing-masing desa diambil sebanyak lima orang dengan
sehingga total responden berjumlah 30 orang. Pengambilan sampel secara acak
sederhana tersebut dilakukan oleh ketua kelompok tani yang terpilih dari
20
B. Teknik Pengambilan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data musim tanam
pada tahun 2013/2014, yaitu musim hujan di akhir tahun 2013 dan musim
kemarau pada awal tahun 2014. Menurut jenisnya data yang digunakan adalah
data primer dan data sekunder.
1. Data primer
Data primer merupakan data yang diambil langsung dari sampel
yang ditetapkan. Pengambilan data ini menggunakan teknik wawancara
dengan schedule questionnair. Peneliti mewawancarai petani responden
dengan questionnair tersebut untuk mendapatkan data usahatani dan
non-usahatani yang digelutinya.
2. Data Sekunder
Data sekunder didapatkan dari instansi yang memiliki data yang
dibutuhkan seperti lembaga pendidikan yang menyediakan hasil-hasil
penelitian sebelumnya maupun lembaga pemerintahan seperti Badan
Pusat Statistik (BPS) Daerah Istimewa Yogyakarta. Baik yang diakses
langsung di instansi terkait maupun melalui website resminya. Data
sekunder yang digunakan antara lain monografi dan topografi wilayah
penelitian.
C. Asumsi dan Pembatasan Masalah Peneliti menetapkan asumsi bahwa :
1. Padi yang dihasilkan dianggap terjual semua dalam bentuk gabah
2. Harga input dan output pada usahatani padi tidak berubah selama
penelitian.
3. Teknik budidaya padi sawah dianggap sama.
4. Pendapatan non-usahatani pada musim hujan dan kemarau sama.
Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini antara lain:
1. Penelitian usahatani hanya dilakukan pada padi sawah. Usaha selain
usahatani padi sawah dianggap sebagai pekerjaan atau sumber
pendapatan non-usahatani.
2. Ekonomi rumah tangga yang dimaksud dalam penelitian ini hanya
mencakup curahan kerja, pendapatan, produktivitas tenaga kerja dan
kontribusi pendapatan sektor usahatani padi dan non-usahatani.
3. Pendapatan yang dihitung sebagai pendapatan rumah tangga adalah
pendapatan yang bersumber dari petani atau kepala keluarga saja.
D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
1. Wilayah peri-urban Kabupaten Sleman atau WPU adalah wilayah
Kabupaten Sleman yang berada dipinggir atau disekitar kota
Yogyakarta dengan aktifitas sosial ekonomi pertanian yang diiringi
dengan tumbuh kembang aktifitas sosial ekonomi non-pertanian.
1. Petani adalah orang yang melakukan usahatani padi sawah.
2. Pekerjaan non-usahatani adalah pekerjaan petani selain usahatani
22
3. Curahan tenaga kerja adalah waktu dan tenaga yang dicurahkan oleh
petani untuk usahatani padi dan non-usahatani dengan satuan Hari
Kerja Orang (HKO).
4. Produktivitas tenaga kerja adalah jumlah yang dihasilkan oleh tenaga
kerja dengan satuan Rp/HKO.
5. Status lahan merupakan status kepemilikan lahan oleh pengelola
lahan. Seperti milik sendiri, sewa dan sakap (jawa: bagi hasil).
a. Milik sendiri adalah lahan yang dimiliki oleh pengelola
lahan.
b. Sewa: bahwa lahan yang digunakan untuk budidaya
padi adalah milik orang lain sehingga pengelola lahan
dikenakan biaya atas lahan yang digunakan.
c. Sakap: lahan yang digunakan untuk usahatani padi
sawah merupakan milik orang lain sehingga pengelola
lahan harus membagi hasil antara pemilik lahan dan
pengelola lahan.
6. Luas lahan adalah luas sawah yang dikelola oleh responden dengan
satuan m2.
7. Pendapatan usahatani merupakan pendapatan yang berasal dari
usahatani padi sawah. Pendapatan usahatani adalah selisih antara
penerimaan yang dikurangi dengan total biaya eksplisit dengan
8. Penerimaan adalah jumlah produksi yang dikalikan dengan harga
produk dengan satuan Rp/bln.
9. Produksi adalah jumlah padi yang dihasilkan oleh petani dalam
bentuk gabah kering giling (GKG) dengan satuan Kg.
10. Gabah Kering Giling (GKG), adalah gabah yang siap digiling
menjadi beras.
11. Biaya eksplisit adalah jumlah biaya yang benar-benar dikeluarkan
dengan satuan Rp. Biaya eksplisit meliputi sewa lahan, penyusutan,
benih, pupuk, tenaga kerja luar keluarga, pestisida dan hormon.
a. Sewa lahan adalah biaya yang dibayarkan kepada
pemilik lahan sebagai ganti penggunaan lahan dengan
satuan Rp/m2.
b. Penyusutan sarana pertanian adalah biaya pengurangan
nilai atau harga sarana prod pertanian dengan satuan
Rp/musim.
c. Biaya benih adalah biaya yang dikeluarkan untuk
membeli benih untuk usahatani padi dengan satuan Rp.
d. Biaya pupuk adalah biaya yang dikeluarkan petani
untuk membeli pupuk sebagai penunjang usahatani Rp.
e. Biaya tenaga kerja adalah biaya yang dikeluarkan oleh
petani untuk tenaga kerja luar keluarga yang digunakan
24
f. Biaya hormon adalah biaya yang dikeluarkan petani
untuk membeli perangsang tanaman. Fungsi hormon
antara lain merangsang pertumbuhan ataupun bulir padi
agar lebih berisi (Rp).
g. Biaya pestisida adalah biaya yang dibayarkan petani
untuk membeli pestisida yang digunakan untuk
mengendalikan hama/penyakit yang menyerang
tanaman padi dengan satuan Rp.
12. Biaya lain-lain adalah biaya yang dikeluarkan petani untuk
menunjang usahatani padi, baik berupa kewajiban seperti biaya
pajak, bawon (Jawa), maupun sebagai bentuk sosial (acara
kemasyarakatan) seperti selamatan (Jawa).
a. Pajak adalah biaya yang dikeluarkan oleh petani
sebagai kewajiban pemilik lahan kepada negara (Rp).
b. Bawon: merupakan sistem pembayaran tenaga kerja
panen dengan menggunakan gabah. Umumnya setiap
kelompok panen akan mendapatkan satu kilogram
gabah dari setiap tujuh hingga delapan kilogram gabah
(Rp).
c. Selamatan: merupakan acara sosial kemasyarakatan
berupa makan bersama untuk mengungkapkan rasa
syukur kepada Tuhan dan sebagai ungkapan terima
tani yang sama atau pemilik sawah yang berdekatan).
Biaya ini tidak wajib dikeluarkan, biasanya diadakan
sebelum musim tanam/setelah panen (Rp).
13. Pendapatan non-usahatani merupakan pendapatan yang didapatkan
melalui pekerjaan non-usahatani yang dilakukan oleh petani
dengan satuan Rp. Pekerjaan tersebut dapat berupa pegawai,
pedagang, buruh, karyawan maupun swasta atau yang bergerak
dibidang jasa transportasi seperti supir, tukeng ojeg dan lain-lain.
14. Kontribusi usahatani adalah besaran kontribusi pendapatan dari
usahatani padi terhadap total pendapatan rumah tangga petani
dengan satuan persen (%).
E. Teknik Analisis Data
Untuk mengetahui curahan kerja pada usahatani padi dan non-usahatani
dilakukan dengan metode deskriptif analisis data. Untuk mengetahui
produktivitas tenaga kerja usahatani maupun non-usahatani dihitung
menggunakan rumus:
Sedangkan untuk mengetahui pendapatan usahatani menggunakan
rumus :
I = TR – TCe
TR = Py.Y
26
I = Pendapatan.
TR= Total Revenue (Penerimaan).
TCe= Total Cost Eksplisit.
Py= Harga Produksi.
P= Produksi.
Pendapatan non-usahatani didapatkan melalui data pekerjaan luar
pertanian dan pendapatan dari pekerjaan tersebut. Pekerjaan non-usahatani
dapat berupa guru, pegawai, pedagang, buruh, karyawan maupun swasta atau
yang bergerak dibidang jasa seperti pemilik kos dan lain-lain. Pendapatan
usahatani dan non-usahatani dihitung dengan kurun waktu per-bulan.
Untuk mengetahui kontribusi usahatani padi di wilayah peri-urban
terhadap pendapatan rumah tangga petani didapatkan melalui penghitungan
dengan rumus :
Keterangan :
P = Sumbangan pendapatan usahatani padi.
Ya = Pendapatan petani dari usahatani padi.
Yb = Total pendapatan rumah tangga petani.
Untuk mengetahui perbedaan pendapatan, curahan kerja maupun
produktivitas tenaga kerja pada usahatani padi dan non-usahatani maka
diperlukan pengujian hipotesis. Pada penelitian ini pengujian hipotesis
dilakukan dengan menggunakan metode pengujian rata-rata atau compare
independen ataupun sampel berpasangan dengan menghitung t-student (uji-t)
dan menampilkan probabilitas dua arah selisih dua rata-rata (Teguh, 2004).
Program SPSS akan digunakan sebagai alat analisa data.
Uji-t pada penelitian ini menggunakan paired sample t-test (sampel
berpasangan). Paired sample t-test adalah pengujian beda dua dari subjek yang
sama. Menurut Rahmawati et al (2014) uji-t pada penelitian ini dapat
dilakukan dengan menggunakan rumus berikut:
1. Curahan kerja
Rumusan Hipotesis:
Ho ; µ1 = µ2, maka Ho diterima. Artinya, tidak ada perbedaan antara
curahan kerja petani di WPU Kabupaten Sleman pada
sektor usahatani padi sawah dan non-usahahatani padi
sawah.
Ha : µ1 ≠ µ2, maka Ho ditolak. Artinya, ada perbedaan antara curahan
kerja petani di WPU Kabupaten Sleman pada sektor
usahatani padi sawah dan non-usahahatani padi sawah.
Kriteria Pengujian:
thit ≤ ttab, maka Ho diterima dan Ha ditolak.
thit ≥ ttab, maka Ho ditolak dan Ha diterima.
Pengujian hipotesis ini dilakukan pada tingkat kesalahan 1%
28
Keterangan:
t: Nilai t hitung
̅:Rata-rata selisih pengukuran
: Standar deviasi selisih pengukuran
2. Pendapatan.
Rumusan hipotesis :
Ho ; µ1 = µ2, maka Ho diterima. Artinya, tidak ada perbedaan antara
pendapatan petani di WPU Kabupaten Sleman dari sektor
usahatani padi sawah dan non-usahahatani padi sawah.
Ha : µ1 ≠ µ2, maka Ho ditolak. Artinya, ada perbedaan antara
pendapatanpetani di WPU Kabupaten Sleman dari sektor
usahatani padi sawah dan non-usahahatani padi sawah.
Kriteria Pengujian:
thit ≤ ttab, maka Ho diterima dan Ha ditolak.
thit ≥ ttab, maka Ho ditolak dan Ha diterima.
Pengujian hipotesis ini dilakukan pada tingkat kesalahan 5%
̅
Keterangan:
t: Nilai t hitung
: Standar deviasi selisih pengukuran
3. Produktivitas Tenaga Kerja
Rumusan hipotesis :
Ho ; µ1 = µ2, maka Ho diterima. Artinya, tidak ada perbedaan antara
produktivitas tenaga kerja petani di WPU Kabupaten
Sleman pada sektor usahatani padi sawah dan
non-usahahatani padi sawah.
Ha : µ1 ≠ µ2, maka Ho ditolak. Artinya, ada perbedaan antara
produktivitas tenaga kerja petani di WPU Kabupaten
Sleman pada sektor usahatani padi sawah dan
non-usahahatani padi sawah.
Kriteria Pengujian:
thit ≤ ttab, maka Ho diterima dan Ha ditolak.
thit ≥ ttab, maka Ho ditolak dan Ha diterima.
Pengujian hipotesis ini dilakukan pada tingkat kesalahan 5%
̅
Keterangan:
t: Nilai t hitung
̅:Rata-rata selisih pengukuran
30
IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN
A. Keadaan Fisik Daerah
Wilayah Kabupaten Sleman terbentang mulai 110º 13´ 00´´ sampai dengan
110º 33´ 00´´ Bujur Timur dan mulai dari 7º 34´ 51´´ sampai dengan 7º 47´ 03´´
lintang selatan, dengan ketinggian antara 100 - 2.500 meter di atas permukaan air
laut. Jarak terjauh utara-selatan kira-kira 32 km, timur-barat kira-kira 35 km.
Kabupaten Sleman terdiri dari 17 kecamatan, 86 desa, dan 1.212
padukuhan.Berikut ini merupakan sebaran wilayah Kabupaten Sleman:
Tabel 1. Sebaran wilayah Kabupaten Sleman
Kecamatan Luas (m2) Jumlah Desa Jumlah Pedukuhan
Moyudan 27,62 4 65
Bagian utara Kabupaten Sleman berbatasan dengan Kabupaten Boyolali
Provinsi Jawa Tengah, bagian selatan berbatasan dengan Kabupaten Bantul
danKota Yogyakarta, Provinsi D.I. Yogyakarta dan bagian barat berbatasan
dengan Kabupaten Kulon Progo, Provinsi D.I. Yogyakarta dan Kabupaten
Magelang, Provinsi Jawa Tengah. Wilayah di bagian selatan merupakan dataran
rendah yang subur, sedang bagian utara sebagian besar merupakan tanah kering
yang berupa ladang dan pekarangan, serta memiliki permukaan yang agak miring
ke selatan dengan batas paling utara adalah Gunung Merapi.
Di lereng selatan Gunung Merapi terdapat dua buah bukit, yaitu Bukit
Turgo dan Bukit Plawangan yang merupakan bagian dari Kawasan Wisata
Kaliurang. Beberapa sungai yang mengalir melalui Kabupaten Sleman menuju
Pantai Selatan antara lain Sungai Progo, Krasak, Sempor, Kuning, Boyong,
Winongo, Gendol dan Opak. Berdasarkan pantauan Badan Meteorologi
Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Yogyakarta, hari hujan terbanyak dalam satu
bulan selama tahun 2012 adalah 24 hari. Rata-rata curah hujan tertinggi 699,0mm.
Kecepatan angin maksimum 10,8 m/s dan minimum 0,00 m/s, sementara ratarata
kelembaban nisbi udara tertinggi 100,0 % dan terendah 19,9 %. Temperatur
udara, tertinggi 34,4 0C dan terendah 16,4 0 C.
Secara administrasi, wilayah peri-urban bukan merupakan bagian dari
perkotaan. Namun letaknya yang sangat dekat dengan kota telah memberikan
pengaruh sosial ekonomi urban terhadap WPU. Mayoritas wilayah peri-urban
merupakan desa dengan kegiatan sosial ekonomi campuran. Kegiatan ekonomi
32
Tawaran dan jumlah pekerjaan non-usahatani lebih beragam dari wilayah urban
sehingga mempengaruhi kegiatan sosial dan ekonomi WPU.
Adapun wilayah yang diteliti, secara administratif terletak di Kabupaten
Sleman yang tersebar di tiga kecamatan. Wilayah tersebut terdiri dari enam desa
dengan wilayah sebagai berikut:
Tabel 2. Wilayah administratif dan jumlah pedukuhan masing-masing desa di WPU Kab. Sleman.
No Kecamatan/Desa Kecamatan Jumlah Pedukuhan Gamping
Lokasi penelitian sebagian besar terletak di kecamatan Gamping. Selain
merupakan wilayah peri-urban Kabupaten Sleman yang masih memiliki sawah,
lokasi juga dipilih berdasarkan irigasi/sungai yang mengalir di desa tersebut. Desa
Balecatur, Ambarketawang, Banyuraden dan Trihanggo di Kecamatan Gamping
serta desa Sinduadi di Kecamatan Mlati juga merupakan bagian dari Kabupaten
Sleman selatan yang direncanakan sebagai pusat pemukiman. Sedangkan desa
Sidoarum yang terletak di Kecamatan Godean, meskipun tidak termasuk dalam
wilayah yang direncanakan untuk pemukiman namun letaknya masih dalam
Adapun batas wilayah administratif dari masing-masing lokasi penelitian
1 Balecatur Sidokarto Bangunjiwo Argomulyo Ambarketawang
2 Ambarketawang Sidoarum Tirtonirmolo Balecatur Banyuraden 3 Banyuraden Nogotirto Ngestiharjo Ambarketawang Ngestiharjo
4 Trihanggo Tlogoadi
5 Sidoarum Sidomoyo Sidokarto dan Ambarketawang
Sidokarto Nogotirto
Mlati:
6 Sinduadi Kota
Yogyakarta
Sariharjo Trihanggo Catur Tunggal
Sumber: Badan Pusat Statistik (2013).
Secara administratif, WPU Kabupaten Sleman tidak seluruhnya berbatasan
dengan kota Yogyakarta. Namun jaraknya yang cukup dekat dan corak yang
diberikan oleh kota terhadap kegiatan sosial dan ekonomi pedesaan menyebabkan
perubahan pola pedesaan menjadi kekotaan. Adapun secara fisik, WPU ditandai
dengan adanya areal persawahan dan kegiatan ekonomi di sektor pertanian.
Secara fisik, WPU yang berupa desa masih memiliki persawahan yang
identik dengan ciri pedesaan. Meskipun jumlah bangunan lebih dominan, jumlah
sawah yang ada dan masih dikelola terbilang cukup luas yang tersebar di berbagai
titik. Terkadang sawah tersebut juga terletak persis di pinggiran kota sehingga
34
Luas desa di wilayah peri-urban Kabupaten Sleman berkisar antara
373-986 Ha. Desa yang memiliki luas lahan berbesar adalah desa Balecatur, yaitu
seluas 986 Ha. Desa Balecatur terletak di kecamatan Gamping. Desa ini dilintasi
oleh jalan wates yang juga berfungsi sebagai jalan lintas selatan sehingga cukup
ramai oleh angkutan umum berupa bus kecil hingga besar maupun angkutan berat
seperti truk gandeng maupun kontainer. Luas wilayah, ketinggian dan nama
sungai yang melintasi desa-desa di WPU Kabupaten Sleman disajikan dalam tabel
berikut:
Rata-rata desa yang menjadi lokasi penelitian memiliki sumber irigasi dari
sungai bedog kecuali desa Balecatur dan Sinduadi. Sungai yang melintasi desa
Balecatur adalah sungai konteng. Sedangkan sungai yang melintasi desa Sinduadi
B. Luas Penggunaan Lahan
Luas wilayah Kabupaten Sleman adalah 574,82 Km2 yang terbagi kedalam
17 kecamatan. Lahan di Kabupaten Sleman dimanfaatkan untuk pekarangan,
sawah, tegal, hutan, tanah tandus dan lainnya. Penggunaan lahan tersebut
diusahankan oleh masyarakat untuk memaksimalkan manfaat dari lahan itu
sendiri. Ditahun 2013-2014 luas pekarangan sebesar 18.561 ha, sawah sebesar
24.774 ha, tegal sebesar 3.924 ha, hutan sebesar 530 ha, tanah tandus sebesar
1.263 ha dan lainnya sebesar 8.430 ha. Sawah irigasi di Kabupaten Sleman
sebesar 22.152 ha sedangkan sawah non irigasi sebanyak 2.622 ha. Adapun luas
penggunaan lahan di wilayah peri-urban Kabupaten Sleman menurut
masing-masing desanya adalah sebagai berikut:
Tabel 5. Luas penggunaan lahan masing-masing desa di WPU Kabupaten Sleman.
No Kecamatan/Desa
Di wilayah peri-urban Kabupaten Sleman, areal sawah terbesar terdapat di
36
langsung dengan kota Yogyakarta. Desa Trihanggo yang di sebelah timurnya
berbatasan dengan wilayah kota Yogyakarta juga masih memiliki areal
persawahan yang terbilang cukup luas. Sebaliknya meskipun tidak berbatasan
langsung dengan kota, Banyuraden memiliki areal persawahan lebih sedikit
dibandingkan Trihanggo dan Banyuraden.
C. Penduduk
Jumlah penduduk Kabupaten Sleman adalah 1.114.833 jiwa yang
terdiri dari 557.991 jiwa laki-laki dan 556.922 jiwa perempuan. Jumlah penduduk
terbanyak terletak di kecamatan Depok. Disusul dengan kecamatan Ngaglik dan
Mlati yang terletak pada urutan kedua dan ketiga. Jumlah penduduk di WPU
Kabupaten Sleman yang diteliti disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 6. Jumlah Penduduk masing-masing desa di WPU Kabupaten Sleman. No Kecamatan/Desa Jenis Kelamin (Jiwa) Jumlah
Laki-laki Perempuan
Berdasarkan lokasi penelitian, Sinduadi merupakan desa dengan jumlah
penduduk terbanyak. Hal ini dapat disebabkan karena desa Sinduadi berbatasan
langsung dengan kota Yogyakarta. ditambah adanya universitas terkemuka
yang bermukim di Sinduadi. Berikutnya adalah desa Ambarketawang. Desa
Ambarketawang merupakan yang cukup dekat dengan perguruan tinggi
memungkinkan banyaknya penduduk sementara/pendatang yang ingin belajar
atau bekerja.
Adapun sektor pertanian di kabupaten Sleman secara keseluruhan masih
menjadi mata pencaharian penduduk secara umum. Jumlah penduduk kabupaten
Sleman yang bekerja di sektor pertanian adalah paling banyak jika dibandingkan
dengan sektor lain. Disusul dengan sektor perdagangan dan hotel. Berikut ini
adalah tabel tenaga kerja pada lima sektor kerja yang dominan di Kabupaten
Sleman.
Tabel 7. Sebaran pekerjaan dan tenaga kerja di Kabupaten Sleman.
38
Sumber: Badan Pusat Statistik (2013).
Berdasarkan tabel diatas, sektor kerja yang dominan di Kecamatan Godean
dan Gamping adalah sektor usahatani. Disusul dengan sektor jasa lainnya yang
meliputi jasa fotocopy, jasa cuci pakaian atau laundry dan lain-lain. Namun di
Kecamatan Mlati, sektor perdagangan dan perhotelan lebih dominan. Sektor
pertanian di kecamatan ini kurang dominan karena letaknya yang dekat dengan
kota dan komplek perkantoran Kabupaten Sleman. Hal ini memberikan peluang
bagi sektor perdagangan dan perhotelan untuk lebih berkembang.
D. Iklim dan Pertanian
Berdasarkan pantauan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika
(BMKG) Yogyakarta, di Kabupaten Sleman hari hujan terbanyak dalam satu
bulan selama tahun 2013-2014 adalah 27 hari. Rata-rata curah hujan tertinggi
492,9 mm. Kecepatan angin maksimum 7,4 m/s dan minimum 2,6 m/s. Sementara
kelembaban nisbi udara tertinggi 96,7 % dan terendah 55,0 %. Temperatur udara
tertinggi 31,8 ºC dan terendah 21,5 ºC.
Kabupaten Sleman memproduksi beras sebanyak 311.378 ton GKG dari
sawah (padi sawah) selama 2010-2012 (Data sensus pertanian 2013-2014).
Produksi gabah terbesar di kabupaten ini terletak di kecamatan Godean yang
didukung dengan luas panen sebesar 3.436 Ha. Meskipun demikian, rata-rata
produksi padi/Ha tertinggi justru di Kecamatan Prambanan yaitu 70,07 Kw/Ha.
Hal ini disebabkan oleh luas panen sebesar 2.595 Ha yang menghasilkan 18.183
Turi yaitu 6.610 ton GKG. Berikut ini merupakan sebaran produksi padi sawah di
Kabupaten Sleman beserta jumlah produksinya selama tahun 2010-2012.
Tabel 8. Sebaran produksi padi sawah di Kabupaten Sleman.
Kecamatan Luas Panen (Ha) Produksi (Ton GKG)
Cangkringan 2.666 17.495 65,62
Jumlah 45.832 311.378 1.156,34
Sumber: Badan Pusat Statistik (2013).
Selain menghasilkan padi, Kabupaten Sleman juga merupakan penghasil
salak terbesar di Daerah Istimewa Yogyakarta. Salak pun dijadikan sebagai flora
khas Kabupaten Sleman. Produksi salak di Sleman banyak ditemui di kecamatan
Turi. Pertanian di kecamatan ini lebih banyak menghasilkan buah salak daripada
padi. Adapun produksi padi sawah berdasarkan lokasi penelitian disajikan secara
40
Tabel 9. Produksi padi sawah masing-masing desa di WPU Kabupaten Sleman.
No Kecamatan/Desa Produksi padi sawah (kw/gkg) Gamping:
1 Balecatur 63.196
2 Ambarketawang 29.856
3 Banyuraden 26.781
4 Trihanggo 48.849
Godean:
5 Sidoarum 20.130
Mlati:
6 Sinduadi 2.239
Jumlah 191.051
Sumber: Badan Pusat Statistik (2013)
Produksi padi tertinggi di wilayah peri-urban Kabupaten Sleman terletak
di desa Balecatur dan paling sedikit di desa Sinduadi. Meskipun luas areal
persawahan di desa Sinduadi lebih luas dari Banyuraden dan Sidoarum, namun
padi yang dihasilkan dalam bentuk gabah kering lebih sedikit dibandingkan dua
desa tersebut. Hal ini bisa saja terjadi karena letak sawah yang dekat dengan
pemukiman, jalan atau bangunan tinggi lainnya yang menyebabkan sinar matahari
kurang, polusi air serta udara yang dapat mengganggu pertumbuhan padi.
Umumnya petani yang mengusahakan padi tergabung dalam kelompok tani.
Tabel 10. Jumlah kelompok tani masing-masing desa di WPU Kabupaten Sleman.
No Kecamatan/Desa Jumlah kelompok tani Gamping:
1 Balecatur 36
2 Ambarketawang 25
3 Banyuraden 15
4 Trihanggo 21
Godean
5 Sidoarum 11
Mlati
6 Sinduadi 10
Sumber: Balai Penyuluh Pertanian, Perkebunan dan Perikanan (2013).
Jumlah kelompok tani yang paling sedikit terletak di desa Sinduadi. Hal
ini dikarenakan mayoritas penduduk di desa Sinduadi memiliki pekerjaan di
sektor non-usahatani padi sawah serta memiliki luas lahan sawah cukup
sedikit.Jumlah kelompok tani terbanyak terdapat di desa Balecatur yang letaknya
cukup jauh dari perkotaan. Di desa Balecatur masih cukup banyak penduduk yang
berprofesi sebagai petani maupun buruh tani. Selain itu, luas lahan persawahan
dan produksi padi sawah tertinggi di WPU Kabupaten Sleman juga terdapat di
42
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Identitas Petani
Identitas petani merupakan gambaran umum petani di wilayah peri-urban
Kabupaten Sleman. Identitas petani yang dimaksud meliputi usia, tingkat
pendidikan terakhir, jumlah tanggungan keluarga, pengalaman bertani serta
jumlah pekerjaan yang digeluti. Gambaran identitas tersebut dapat menentukan
dan mempengaruhi petani dalam mengusahakan pendapatan rumah tangganya.
1. Usia
Usahatani khususnya di pedesaan dan negara berkembang, memerlukan
kekuatan fisik manusia sebagai pelaksana kegiatan budidaya. Pada usahatani padi
sawah, kekuatan fisik lebih mendominasi daripada penggunaan mesin.
Penggunaan mesin pada budidaya padi sawah masih sebatas “membantu” yang
artinya mesin tersebut masih dioperasikan oleh manusia dan tenaganya. Tenaga
manusia secara umum berkaitan dengan usia. Usia petani di wilayah peri-urban
Kabupaten Sleman disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 1. Usia petani di WPU Kabupaten Sleman tahun 2013-2014.
Usia (tahun) Jumlah
(orang) Persentase( %)
20-34 1 3,3
35-49 5 16,7
50-64 20 66,7
>64 4 13,3
Jumlah 30 100
Dari tabel diatas, diketahui bahwa 90% petani di WPU Kabupaten Sleman
berada pada usia produktif yaitu usia 15-64 tahun. Pada usia produktif, kekuatan
fisik manusia pada umumnya masih sangat baik. Dengan kekuatan fisik tersebut,
petani dinilai mampu mengelola usahataninya dengan baik. Dengan kekuatan fisik
itu pula, petani berpeluang untuk memiliki pekerjaan atau sumber pendapatan dari
sektor non-usahatani padi sawah. Pekerjaan non-usahatani yang umumnya
digeluti oleh petani di WPU Kabupaten Sleman adalah pekerjaan yang
membutuhkan kekuatan fisik dan usia yang produktif. Petani dengan usia yang
masih produktif mayoritas memiliki pekerjaan sebagai buruh dan karyawan.
Jumlah petani yang sudah berada pada usia tidak produktif hanya sebagian
kecil saja, yaitu 13,3% atau 4 orang dari total responden 30 orang. Petani di usia
ini juga masih terdiri dari petani yang tidak lagi mengelola usahataninya sendiri,
petani yang dapat mengelola usahataninya dengan curahan kerja yang lebih
sedikit, dan masih ada juga yang memberikan curahan kerja yang cukup besar.
Berdasarkan hasil penelitian, petani yang usianya sudah tidak produktif lagi dan
tidak mengelola usahataninya sendiri adalah pensiunan guru PNS dan pensiunan
TNI AD. Petani di WPU Kabupaten Sleman yang tertua berusia 73 tahun. Petani
tersebut memberikan curahan kerja sebesar 4 HKO selama satu musim tanam (4
bulan) atau satu HKO/bulan pada usahatani padi sawah. Selain memberikan
curahan kerja pada sektor usahatani padi sawah, petani yang telah berusia lanjut
ini memberikan curahan kerjanya pada sektor non-usahatani padi sawah berupa
ternak kambing. Meskipun curahan kerja sebagai peternak kambing lebih besar,
44
mengarahkan kambing ke rerumputan dan kandang. Petani lainnya di usia tidak
produktif yang masih memberikan curahan kerja dengan jumlah cukup besar
dikarenakan masih memiliki anak yang bersekolah dan tidak memiliki sumber
pendapatan selain usahatani padi sawah.
2. Tingkat Pendidikan Terakhir.
Tingkat pendidikan yang terakhir dijalani oleh seseorang umumnya akan
mempengaruhi sikap orang tersebut terhadap perubahan. Begitu pula pada petani,
semakin tinggi tingkat pendidikan yang dienyam maka petani cenderung lebih
terbuka terhadap perubahan maupun inovasi dalam usahataninya. Adapun
pengetahuan mengenai budidaya padi lebih banyak didapatkan dari orang tua
maupun lingkungan sekitarnya yang memiliki usahatani padi sawah. Tingkat
pendidikan terakhir petani di WPU Kabupaten Sleman digambarkan dalam tabel
berikut:
Tabel 2. Pendidikan terakhir petani di WPU Kabupaten Sleman tahun 2013-2014.
Pendidikan Terakhir Jumlah
Sumber : Data primer yang diolah
Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa sebagian besar petani memiliki
tingkat pendidikan terakhir di Sekolah Dasar (SD). Mayoritas petani yang
memiliki tingkat pendidikan terakhir pada jenjang ini adalah petani yang sudah
berusia >50 tahun dan memiliki pengalaman bertani >20 tahun. Tingkat
penelitian, diketahui bahwa petani tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan yang
lebih tinggi karena keterbatasan ekonomi, jumlah anggota keluarga yang cukup
banyak, serta dikarenakan sudah memiliki pekerjaan. Petani yang memiliki
tingkat pendidikan terakhir di sekolah dasar umumnya memiliki pekerjaan
sampingan berupa ternak, karyawan warung bakso, pedagang, dan didominasi
oleh buruh.
Tingkat pendidikan terakhir di perguruan tinggi adalah yang paling sedikit
dienyam oleh petani di WPU Kabupaten Sleman. Tingkat pendidikan tersebut
adalah strata satu yang hanya dienyam oleh dua orang responden yang saat ini
sudah pensiun dari pekerjaan non-usahataninya. Dua orang tersebut sebelumnya
bekerja sebagai guru Pegawai Negri Sipil (PNS) dan pegawai di Balai Latihan
Kerja (BLK). Dua pekerjaan ini memang menghendaki perguruan tinggi sebagai
tingkat pendidikan terkahir pegawainya.
3. Anggota Keluarga
Kelurga petani terdiri dari kepala keluarga dan anggota keluarga yang
masih menjadi tanggungan kepala keluarga. Jumlah anggota keluarga petani
mempengaruhi jumlah konsumsi keluarga petani serta biasanya mempengaruhi
penggunaan tenaga kerja dari luar keluarga. Contohnya: untuk menghemat biaya,
seorang petani mengerahkan anggota keluarganya sebagai tenaga kerja dalam
keluarga untuk memanen padi sebagai cara menghemat biaya tenaga kerja panen.
Namun demikian berdasarkan hasil penelitian, mayoritas anggota keluarga petani
enggan membantu pekerjaan di sawah. Jumlah tanggungan keluarga petani di
46
Rata-rata jumlah tanggungan keluarga 4 Sumber: Data primer yang diolah.
Berdasarkan data di atas, 56,7% petani di WPU Kabupaten Sleman
memiliki 1-4 orang tanggungan dalam keluarganya. Kebanyakan anggota
keluarga petani yang masih menjadi tanggungan kepala keluarga petani adalah
istri, anak, serta orang tua. Tanggungan keluarga petani yang terbanyak berjumlah
9 orang. Tanggungan tersebut terdiri dari istri, orang tua, dan anak-anak yang
sebagian masih bersekolah. Semakin banyak jumlah anggota keluarga biasanya
mempengaruhi jumlah konsumsi dalam keluarga. Artinya, menuntut jumlah
pendapatan keluarga. Akhirnya, petani berorientasi mengusahakan padi sawahnya
sebagai pemenuh kebutuhan keluarga (subsistence).
4. Pengalaman Bertani
Pengalaman bertani menunjukkan berapa lama petani telah mengusahakan
padi sawahnya. Semakin lama petani mengusahakan padinya biasanya
menjadikan petani lebih lihai membaca kondisi tanaman dan lingkungannya.
Namun tak jarang juga membuat petani menjadi tertutup terhadap inovasi
teknologi pertanian. Salah satu sikap tertutup petani terhadap inovasi teknologi
pertanian berupa sistem tanam. Tabel berikut ini merupakan ringkasan