i
DEVELOPMENT STRATEGY OF HANDMADE BATIK AS REGION FEATURED PRODUCT IN BANTUL REGENCY
TESIS
Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Strata 2
Program Studi Magister Manajemen
Diajukan Oleh HENRI KRISMAWAN
20101020101
Kepada:
PROGRAM PASCASARJANA
i
DEVELOPMENT STRATEGY OF HANDMADE BATIK AS REGION FEATURED PRODUCT IN BANTUL REGENCY
TESIS
Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Strata 2
Program Studi Magister Manajemen
Diajukan Oleh HENRI KRISMAWAN
20101020101
Kepada:
PROGRAM PASCASARJANA
ii
STRATEGI PENGEMBANGAN KERAJINAN BATIK TULIS SEBAGAI PRODUK UNGGULAN DAERAH (PUD) DI
KABUPATEN BANTUL
Diajukan Oleh HENRI KRISMAWAN
20101020101
Pembimbing I
iii
SEBAGAI PRODUK UNGGULAN DAERAH (PUD) DI KABUPATEN BANTUL
Diajukan Oleh HENRI KRISMAWAN
20101020101
Tesis ini telah dipertahankan dan disahkan di depan Dewan Penguji Program Megister Manajemen
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Tanggal: 20 Desember 2016
Yang Terdiri Dari :
Prof. Dr. Heru Kurnianto Tjahjono Ketua Tim Penguji
Dr. Aris Suparman W. Akt., MM. Anggota Tim Penguji
Fauziah, SE., M.Si. Anggota Tim Penguji
Mengetahui
Ketua Program Magister Manajemen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
iv
Dengan ini saya menyetakan bahwa tesis ini bukan merupakan hasil plagiat karya orang lain , melainkan hasil karya saya sendiri dan belum pernah diterbitkan oleh pihak manapun. Demikian pernyataan inisaya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila dikemudian hari ada yang mengklaim bahwa karya ini adalah milik orang laian dan dibenarkan secara hukum, maka saya bersedia dituntut berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia.
Yogyakarta, Desember 2016 Yang Membuat Pernyataan:
v
… da de ikia lah pula dia tara a usia, bi ata g-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya dan jenisnya. Sesungguhnya yang tahut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah
ulama (orang-orang yang mengetahui kebesaran dan kuasaan Allah). Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun...
(Qs.: Faathir: 28)
Manisnya keberhasilan akan menghapus pahitnya kesabaran. Nikmatnya memperoleh kemenangan akan menghilangkan letihnya perjungan menuntaskan pekerjaan. Hidup adalah perjuangan yang harus dimenangkan. Pengalaman akan membawa kita pada kegagalan dan keberhasilan, yang keduanya bersama-sama
akan menempa kita untuk terus berkembang dan akhirnya menggapai kesuksesan.
Allah selalu memberikan apa yang kita butuhkan, bukan apa yang kita inginkan, karena apa yang terbaik bagi kita belum tentu baik bagi Allah SWT, namun apa yang baik bagi Allah SWT itulah yang terbaik buat kita. tetapi sering kali kita tidak
bisa melihat apa yang kita butuhkan, melainkan selalu melihat apa yang kita inginkan.
vi
Y
ang Utama Dari Segalanya...Sembah sujud serta syukur kepada Allah SWT. Taburan cinta dan kasih sayang-Mu telah memberikanku kekuatan, membekaliku dengan ilmu serta
memperkenalkanku dengan cinta. Dari semua yang telah engkau tetapkan baik itu rencana indah yang engkau siapkan untuk masa depanku sebagai harapan kesuksesan. Atas karunia serta kemudahan yang Engkau berikan akhirnya tesis yang sederhana ini dapat terselesaikan. Sholawat dan salam selalu terlimpahkan
keharibaan Rasullah Muhammad SAW.
K
upersembahkan karya sederhana ini kepada orang yang sangat kukasihi dan kusayangi Sebagai tanda bakti, hormat, dan rasa terima kasih yang tiada terhingga kupersembahkan karya kecil ini kepada Ibu, Bapak, dan keluargaku yang telah memberikan kasih sayang, segala dukungan, dan cinta kasih yang tiada terhinggayang tiada mungkin dapat kubalas hanya dengan selembar kertas yang bertuliskan kata cinta dan persembahan.
K
upersembahkan karya sederhana ini kepada keluarga kecilku(Istriku Sri Wahyuningsih & Buah Hatiku Nursyifa Hardiknasri K & Elqi Al Faathir K)
Sebagai tanda cinta kasihku, aku persembahkan karya kecil ini buat kalian semua. Terima kasih atas kasih sayang, perhatian, dan kesabaranmu yang telah
vii
Penulis mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik. Tesis dengan judul “STRATEGI PENGEMBANGAN KERAJINAN BATIK TULIS SEBAGAI PRODUK UNGGULAN DAERAH (PUD) DI KABUPATEN BANTUL” ini adalah salah satu syarat memperoleh gelar sarjana strata 2 (S-2) pada Program Pascsarjana Magister Manajemen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan tesis ini masih terdapat kekurangan, hal ini karena keterbatasan penulis. Keberhasilan penulisan karya ilmiah ini tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terimakasih sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Heru Kurnianto Tjahjono selaku ketua program studi Magister Manajemen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, sekaligus sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, masukan dan selalu memotifasi selama proses penyelesaian tesis ini.
2. Bapak Dr. Aris Suparman W. Akt., MM. dan Ibu Fauziah, SE., M.Si. selaku dosen penguji tesis ini, yang telah menguji dengan penuh kesabaran.
3. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, semoga amal ibadah yang bapak/ibu/saudara/I berikan mendapatkan balasan kebaikan dari Allah SWT. Aamiin.
Akhirnya harapan penulis semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak terutama bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada Program Studi Magister Manajemen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Yogyakarta, Desember 2016
viii
Halaman
Halaman Judul ... i
Halaman Persetujuan ... ii
Halaman Pengesahan ... iii
Halaman Pernyataan ... iv
Halaman Motto ... v
Halaman Persembahan ... vi
Kata Pengantar ... vii
2.1. Konsep Produk Unggulan Daerah ... 10
2.1.1. Pengertian Produk Unggulan Daerah... 10
2.1.2. Konsep Pembangunan Ekonomi Daerah dan Pedekatan Produk/Komoditas Unggulan Daerah ... 17
2.2. Otonomi Daerah dan Produk Unggulan ... 21
2.3. Pengembangan PUD Model Klaster ... 26
2.3.1. Pengembangan PUD Berbasis Klaster ... 26
2.3.2. Manfaat Klaster ... 32
ix
2.5. Pengembangan PUD Model OVOP ... 39
2.5.1. Pengertian One Village One Product ... 39
2.5.2. Tujuan One Village One Product ... 40
2.5.3. Kriteria One Village One Product... 41
2.5.4. Lingkup Produk One Village One Product ... 41
2.5.5. Konsep Dasar dan Prinsip-Prinsip Dalam Pelaksanaan One Village One Product ... 42
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 46
3.1. Metodologi dan Prosedur Pelaksanaan Studi ... 46
3.2. Teknis Analisis ... 47
3.2.1. Statistik Deskriptif ... 47
3.2.2. Metode SWOT ... 48
3.2.3. Manfaat Analisis SWOT ... 50
3.2.4. Tahapan Analisis SWOT ... 50
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 56
4.1. Identifikasi Responden ... 56
4.2. Hasil dan Pembahasan ... 61
4.2.1. Hasil Penilaian Responden ... 62
4.2.2. Hasil Analisis SWOT ... 82
4.3. Langkah Strategis Stakeholders ... 91
4.3.1. Pemerintah Daerah ... 91
4.3.2. Promosi Inovasi ... 93
4.3.3. Pengembangan SDM ... 94
4.3.4. Dukungan Finansial ... 95
4.3.5. Strategi Pemasaran ... 98
x
5.1. Kesimpulan ... 102
5.2. Rekomendasi ... 105
Daftar Pustaka ... 107
xi
Gambar 2.1. Pengelompokan Klaster Kedalam Empat Jenis. ... 32 Gambar 3.1. Diagram SWOT ... 53 Gambar 4.1. Diagram Responden Berdasarkan Jenis Batik ... 58 Gambar 4.2. Diagram Daerah Pemasaran Batik Tulis ... 59 Gambar 4.3. Diagram Responden Berdasarkan Lokasi
Terpilih ... 60 Gambar 4.4. Diagram Kulitas Produk Mempermudah
Penjualan ... 62 Gambar 4.5. Lingkungan Kerja Memberikan Kenyamanan ... 63 Gambar 4.6. Diagram Tentang Produk Batik Mudah Didapat .. 64 Gambar 4.7. Diagram Tentang Promosi Penjualan Efektif ... 65 Gambar 4.8. Diagram Tentang Peningkatan SDM Melalui
Pelatihan ... 66 Gambar 4.9. Diagram Tentang Tenaga Kerja Produktif
Berasal Daerah Setempat ... 67 Gambar 4.10. Diagram Tentang Lokasi Bahan Baku ... 68 Gambar 4.11. Diagram Tentang Bahan Baku Mudah Didapat .... 69 Gambar 4.12. Diagram Tentang Akses Ke Lokasi Mudah ... 70 Gambar 4.13. Diagram Peralatan Produksi Lengkap ... 71 Gambar 4.14. Diagram Prospek Penjualan di Luar Bantul... 72 Gambar 4.15. Diagram Adanya Bantuan Sarana dan Prasaran ... 73 Gambar 4.16. Diagram Adanya Pelangan Loyal ... 74 Gambar 4.17. Diagram Pelayanan Kepada Pelanggan
Memuaskan ... 75 Gambar 4.18. Diagram Dukungan Modal Usaha ... 76 Gambar 4.19. Diagram Adanya Produk Baru Pesaing dari Luar. 77 Gambar 4.20. Diagram Adanya Informasi Produk Kepada
Masyarakat ... 78 Gambar 4.21. Diagram Gencarnya Promosi dari Pesaing Luar
Bantul ... 79 Gambar 4.22. Diagram Ketatnya Persaingan Usaha di Luar
xii
Tabel 3.1 Format Matrik SWOT ... 55 Tabel 4.1. Nama Responden dan Lokasi... 56 Tabel 4.2. Jenis Batik Berdasarkan Responden ... 58 Tabel 4.3. Daerah Pemasaran Batik Berdasarkan Responden .. 59 Tabel 4.4. Lokasi Kelompok Pengrajin Batik Berdasarkan
xiii
Penetapan batik tulis sebagai salah satu Produk Unggulan Daerah (PUD) di Kabupaten Bantul tentunya harus dibarengi dengan strategi pengembangan yang harus dilakukan pada masing-masing bagian yang nantinya mempunyai peran masing-masing. Bagaimana peran pemerintah daerah melakukan peran dan tanggungjawabnya yang hanya bersifat mengarah dan membina bukan menentukan (steering than rowing). Peran sektor pengrajin industri batik tulis mampu menciptakan peluang pasar yang lebih luas dan mampu menciptakan brand atau merk, serta mampu memberikan produk yang berkualitas, kuantitas, dan kontinuitas sesuai dengan harapan pasar.
Sampel yang digunakan adalah pengrajin batik tulis sebanyak 51 pengrajin batik tulis dengan bahan baku kain, logam, kayu, dan kulit yang terebar di beberapa kecamatan di Kabupaten Bantul.
Hasil dari penelitian ini memberikan arahan perlunya optimalisasi peran pemerintah Kabupaten Bantul dalam melestarikan batik serta mendorong pengembangan pengrajin batik agar batik Bantul go-internasional, peningkatan kualitas produk batik dalam menghadapi daya saing pada pasar global dan MEA, peningkatan kemampuan sumberdaya manusia, pemanfaatan teknologi, inovasi model dan desain, kemudahan dalam mengakses permodalan, serta peningkatan kemampuan pengrajin batik tulis dalam mendukung pelayanan distribusi dan pemasaran produk batik tulis tersebut melalui tehnologi informasi.
xiv
The determination of handmade batik as one of the Regional Featured Products (RFD) in Bantul Regancy must be hand in hand with the development strategy that must be performed on each part, and it will have their roles. How the role of local governments perform their roles and responsibilities which merely leads and nurture not determine (steering than rowing) are. The role of industrial sector batik artisans are able to create a broader market opportunity, are able to create a brand, and are able to provide a quality product, quantity, and continuity in line with market expectations.
The samples used were 51 artisans of handmade batik with raw materials of cloth, metal, wood, and leather which are spread across several districts in Bantul Regency.
The results of this study provides guidance need to optimize the role of government Bantul Regency in preserving batik and encourage the development of batik artisans for batik of Bantul go-international, improving the quality of batik products in the face of competitiveness on global market and MEA, capacity building of human resources, use of technology, model and design innovation, ease of access to capital, and increasing the ability of handmade batik artisans in supporting distribution and marketing services batik products through information technology.
xiii
The determination of handmade batik as one of the Regional Featured Products (RFD) in Bantul Regancy must be hand in hand with the development strategy that must be performed on each part, and it will have their roles. How the role of local governments perform their roles and responsibilities which merely leads and nurture not determine (steering than rowing) are. The role of industrial sector batik artisans are able to create a broader market opportunity, are able to create a brand, and are able to provide a quality product, quantity, and continuity in line with market expectations.
The samples used were 51 artisans of handmade batik with raw materials of cloth, metal, wood, and leather which are spread across several districts in Bantul Regency.
The results of this study provides guidance need to optimize the role of government Bantul Regency in preserving batik and encourage the development of batik artisans for batik of Bantul go-international, improving the quality of batik products in the face of competitiveness on global market and MEA, capacity building of human resources, use of technology, model and design innovation, ease of access to capital, and increasing the ability of handmade batik artisans in supporting distribution and marketing services batik products through information technology.
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Semakin berkembangnya zaman menuntut tiap negara untuk
mengikuti arus globalisasi dimana terdapat persaingan antar negara di
sektor-sektor potensial atau unggulan, khususnya pada negara-negara
berkembang termasuk Indonesia. Tiap-tiap negara berusaha
memperkuat ekonominya dengan mengembangkan sektor-sektor
unggulan agar dapat bersaing dengan negara lain. Dalam lingkup
yang lebih kecil atau dalam lingkup daerah/regional pada suatu
negara juga memiliki sektor unggulan yang berbeda satu sama lain.
Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya
perbedaan kondisi daerah, serta potensi sumberdaya alam dan
manusia. Untuk menciptakan pembangunan yang optimal serta
merata perlu adanya kesesuaian dengan potensi yang terdapat di
masing-masing daerah serta didasarkan atas kekhasan daerah yang
bersangkutan (endogeneous development).
Menurut Sjafrizal (1997), tiap daerah memiliki potensi yang
berbeda beda satu sama lain. Karena itulah untuk memajukan
perekonomian suatu daerah harus disesuaikan dengan potensi yang
dimiliki oleh masing-masing daerah. Bila prioritas pembangunan
tidak sesuai dengan karakteristik daerah masing- masing, maka
pembangunan ekonominya akan menjadi relatif lambat dan tidak
optimal. Karena terdapat perbedaan potensi dan corak struktur
ekonomi dari masing-masing daerah maka dalam proses
pembangunan daerah perlu mengenali karakter ekonomi, sosial dan
fisik dari daerah yang bersangkutan.
Perbedaan potensi satu daerah dengan daerah yang lain
menyebabkan perbedaan strategi pembangunan dari masing-masing
daerah dan tidak ada strategi yang sama yang dapat diterapkan untuk
semua daerah. Keberhasilan pembangunan suatu daerah ditunjukkan
dari peningkatan pertumbuhan ekonomi serta semakin kecilnya
kesenjangan distribusi pendapatan baik dalam skala kecil maupun
dalam skala yang lebih luas. Pemerintah dalam hal ini turut berperan
dalam pembangunan suatu daerah dengan berbagai kebijakannya.
Dengan diberlakukannya otonomi daerah, dimana dalam hal ini
pemerintah pusat memberikan wewenang kepada pemerintah daerah
pemerintah daerah dapat mengatur daerahnya dengan lebih baik
karena sudah mengenal karakteristik daerah tersebut.
Peningkatan pertumbuhan ekonomi di suatu daerah akan
menggerakkan dan memacu pembangunan dalam rangka
meningkatkan pendapatan masyarakat. Untuk itu, dalam lingkup
daerah atau regional digunakan Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) daerah yang bersangkutan sebagai tolok ukur pertumbuhan
ekonomi. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) didefinisikan
sebagai jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha
dalam suatu daerah atau merupakan jumlah seluruh nilai barang dan
jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi di suatu
wilayah.
Pembangunan ekonomi daerah dalam era otonomi daerah
menghadapi berbagai tantangan. Di satu pihak, kesenjangan ekonomi
antar daerah yang berakibat pada rendahnya tingkat pendapatan
masyarakat dan bahkan kemiskinan, adalah masalah yang belum
terselesaikan. Di lain pihak, upaya pembangunan masih berorientasi
sektoral dan kurang memperhatikan karakteristik dan kondisi dari
sumber daya suatu wilayah, sedangkan sumber-sumber daya
daerah ke depan adalah mengupayakan pengelolaan jalannya
pembangunan ekonomi daerah yang efektif dan efisien, dengan
memanfaatkan seoptimal mungkin potensi wilayah, termasuk sumber
daya alam dan sumber daya manusianya, serta mengoptimalkan
seluruh sumber-sumber dana untuk membiayai pembangunan
ekonomi daerahnya.
Sementara itu, globalisasi mengharuskan daerah-daerah dalam
wilayah nasional untuk bersaing dalam perdagangan bebas secara
kompetitif dengan produk negara-negara dari seluruh dunia.
Pembangunan ekonomi daerah diharapkan mampu menghasilkan
produk unggulan bermutu yang dapat bersaing dalam kompetisi, baik
di dalam negeri maupun di luar negeri. Wilayah provinsi dan
kabupaten/kotamadya sebagai wilayah terdepan dari perwilayahan
nasional dalam pembangunan ekonomi daerah diharapkan mampu
melaksanakan percepatan pembangunan ekonomi daerah secara
terfokus pada produk-produk unggulannya agar tidak tertinggal
dalam persaingan pasar bebas minimal di wilayah sendiri. Dengan
demikian diperlukan berbagai upaya percepatan pengembangan
produk unggulan berorientasi pasar yang memperhatikan berbagai
meningkatkan daya saing produk sekaligus memberikan nilai tambah
bagi pengembangan ekonomi daerah.
Produk Unggulan Daerah (PUD) menggambarkan
kemampuan daerah menghasilkan produk, menciptakan nilai,
memanfaatkan sumber daya secara nyata, memberi kesempatan kerja,
mendatangkan pendapatan bagi masyarakat maupun pemerintah,
memiliki prospek untuk meningkatkan produktivitas dan
investasinya. Sebuah produk dikatakan unggul jika memiliki daya
saing sehingga mampu untuk menangkal produk pesaing di pasar
domestik dan/atau menembus pasar ekspor.
Pengembangan produk unggulan merupakan strategi yang
efektif dalam pengembangan ekonomi daerah yang menghasilkan
produk-produk inovasi berbasis keunggulan lokal. Pemerintah
Daerah Kabupaten Bantul telah mempunyai kebijakan untuk
mendorong produk unggulan daerah melalui penetapan Batik Tulis
sebagai PUD Kabupten Bantul. Namun demikian, menjadikan produk
unggulan daerah tersebut sebagai sebuah world class product di satu
sisi masih terdapat beberapa kendala-kendala, seperti; uniqness
(keunikan produk) yang tidak dikembangkan, para pelaku ekonomi
berorientasi mutu global; kondisi rendahnya kelembagaan dan SDM,
terbatasnya akses pasar dan tingkat persaingan antar daerah yang
semakin tinggi, sehingga, pelaku ekonomi seringkali tidak dapat
memenuhi harapan memasuki area pasar yang lebih luas.
Kinerja dari keberhasilan pengembangan produk unggulan
daerah adalah kontinuitas ketersediaan produk dipasar; manajemen
pengelolaan, rantai supplai dan rantai nilai menjadi bagian terpenting
dalam manajemen logistik industri, dan terakhir persoalan konsistensi
mutu produk, volume produksi dan pencapaian waktu yang konsisten
dan tepat waktu, semua ini dimulai dengan kemampuan
merencananakan produksi dan memasarkan produk. Di lain pihak
karena skala ekonominya rendah, maka perlu pengaturan kerjasama
antar industri kecil menengah dalam mencapai skala ekonomis
tertentu agar upaya menuju pencapaian produk unggulan daerah
yang berdaya saing dapat berhasil.
Berdasarkan hal tersebut Pemerintah Daerah Kabupaten
Bantul perlu melakukan langkah-langkah strategis guna
mengembangkan PUD sebagai bagian dari upaya-upaya untuk
1.2. BATASAN MASALAH
Penelitian ini hanya terbatas pada ruang lingkup sebagai
berikut:
1. Komoditas batik tulis yang tersebar pada setiap kecamatan
di Kabupaten Bantul.
2. Jenis produk batik tulis yang berbahan baku pada media
kain, besi, kulit dan kayu yang berada di Kabupaten
Bantul.
3. Sampel yang digunakan adalah seluruh potensi pengrajin
batik tulis yang berada di Kabupaten Bantul.
1.3. PERUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang yang telah diuraikan pada bagian atas tadi,
maka peneliti mandapatkan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apakah peran pemerintah Kabupaten Bantul dalam
mengembangkan produk batik tulis sebagai produk
unggulan daerah?
2. Apakah yang dilakukan pengrajin batik tulis di Kabupaten
Bantul dalam mengembangkan produknya sebagai produk
3. Apakah kendala yang dihadapi pengrajin batik tulis di
Kabupaten Bantul?
4. Apakah kendala yang dihadapi oleh pemerintah dalam
pengembangan batik tulis di Kabupaten Bantul?
5. Apakah strategi yang harus diterapkan dalam
pengembangan kerajinan batik tulis sebagai produk
unggulan daerah di Kabupaten Bantul?
1.4. TUJUAN PENELITIAN
Secara umum tujuan penelitian yang ingin dicapai dari tesis
ini antara lain untuk mengetahui:
1. Mengindentifikasi peran pemerintah daerah Kabupaten
Bantul dalam rangka mengembangkan batik tulis sebagai
produk unggulan daerah.
2. Mengidentifikasi permasalahan, kendala, dan hambatan
pengrajin batik tulis di Kabupaten Bantul.
3. Menyusun konsep, strategi dan program akselerasi
pengembangan batik tulis sebagai produk unggulan daerah
1.5. MANFAAT PENELITIAN
Manfaat penelitian strategi pengembangan kerajinan batik
tulis sebagai produk unggulan daerah di Kabupaten Bantul antara:
1. Bagi Pemerintah Kabupaten Bantul
Bagi pemerintah Kabupaten Bantul diharapkan dapat
meningkatkan sarana dan prasarana yang diperlukan untuk
menunjang pengembangan produk unggulan daerah batik
tulis tersebut, baik infrastruktur wilayah, sarana produksi
maupun pemasaran.
2. Bagi Pengrajin Batik Tulis
Bagi pengrajin batik tulis di Kabupaten Bantul dapat
menjadi masukan dalam mengembangkan produk
unggulan daerah batik tulis pada sektor SDM,
kelembagaan, kapasitas dan produktifitasnya, serhingga
secara ekonomi dapat meningkatkan kesejahteraan.
3. Bagi Penulis
Bagi penulis sendiri dapat bermanfaat dalam menambah
wawasan tentang pengembangan produk unggulan daerah
di Kabupaten Bantul yaitu produk batik tulis yang
BAB II.
LANDASAN TEORI
2.1. KONSEP PRODUK UNGGULAN DAERAH
2.1.1. Pengertian Produk Unggulan Daerah
Produk Unggulan Daerah (PUD) merupakan suatu barang
atau jasa yang dimiliki dan dikuasai oleh suatu daerah, yang
mempunyai nilai ekonomis dan daya saing tinggi serta menyerap
tenaga kerja dalam jumlah besar, yang diproduksi berdasarkan
pertimbangan kelayakan teknis (bahan baku dan pasar), talenta
masyarakat dan kelembagaan (penguasaan teknologi, kemampuan
sumberdaya manusia, dukungan infrastruktur, dan kondisi sosial
budaya setempat) yang berkembang di lokasi tertentu. Pengembangan
ekonomi lokal merupakan proses membangun dialog dan kemitraan
aksi para pihak yang meliputi pemerintah daerah, para pengusaha,
dan organisasi-organisasi masyarakat lokal. Pilar-pilar pokok
strateginya adalah meningkatkan daya tarik, daya tahan, dan daya
saing ekonomi lokal. Tujuan utamanya adalah untuk menciptakan
pertumbuhan yang tinggi dan pembangunan berkelanjutan yang
bermanfaat bagi semua pihak di daerah dalam rangka meningkatkan
kesempatan kerja baru, peningkatan dan pengurangan kemiskinan
secara signifikan.
Dalam rangka upaya pembangunan ekonomi daerah,
inventarisasi potensi wilayah/masyarakat/daerah mutlak diperlukan
agar dapat ditetapkan kebijakan pola pengebangan baik secara
sektoral maupun secara multisektoral. Salah satu langkah
inventarisasi/identifikasi potensi ekonomi daerah adalah dengan
mengidentifikasi produk-produk potensial, andalan dan unggulan
daerah pada tiap-tiap sub sektor. Produk unggulan daerah
menggambarkan kemampuan daerah menghasilkan produk,
menciptakan nilai, memanfaatkan sumberdaya secara nyata, memberi
kesempatan kerja, mendatangkan pendapatan bagi masyarakat
maupun pemerintah, memiliki prospek untuk meningkatkan
produktivitas dan investasinya. Sebuah produk dikatakan unggul jika
memiliki daya saing sehingga mampu untuk menangkal produk
pesaing di pasar domestic dan /atau menembus pasar ekspor
(Sudarsono, 2001).
Kriteria produk unggul menurut Unkris Satya Wacana
Salatiga, adalah komoditi yang memenuhi persyaratan kecukupan
bersaing. Dari kriteria ini memunculkan pengelompokkan komoditas
berikut:
1. Komoditas potensial adalah komoditas daerah yang
memiliki potensi untuk berkembang karena keunggulan
komparatif. Keunggulan komparatif terjadi misalnya
karena kecukupan ketersediaan sumberdaya, seperti bahan
baku lokal, keterampilan sumberdaya lokal, teknologi
produksi lokal serta sarana dan prasarana lokal lainnya.
2. Komoditas andalan adalah komoditas potensial yang
dipandang dapat dipersandingkan dengan produk sejenis
di daerah lain, karena disamping memiliki keunggulan
komparatif juga memiliki efisiensi usaha yang tinggi.
Efisiensi usaha itu tercermin dari efisiensi produksi,
produktivitas pekerja, profitabilitas dan lain-lain.
3. Komoditas unggulan adalah komoditas yang memiliki
keunggulan kompetitif, karena telah memenangkan
persaingan dengan produk sejenis di daerah lain.
Keunggulan kompetitif demikian dapat terjadi karena
efisiensi produksinya yang tinggi akibat posisi tawarnya
saignya yang tinggi terhadap pesaing, pendatang baru
maupun barang substitusi.
Produk Unggulan Daerah yang selanjutnya disingkat PUD
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2014
merupakan produk, baik berupa barang maupun jasa, yang dihasilkan
oleh koperasi, usaha skala kecil dan menengah yang potensial untuk
dikembangkan dengan memanfaatkan semua sumber daya yang
dimiliki oleh daerah baik sumber daya alam, sumber daya manusia
dan budaya lokal, serta mendatangkan pendapatan bagi masyarakat
maupun pemerintah yang diharapkan menjadi kekuatan ekonomi bagi
daerah dan masyarakat setempat sebagai produk yang potensial
memiliki daya saing, daya jual, dan daya dorong menuju dan mampu
memasuki pasar global. Sedangkan yang disebut pengembangan
adalah upaya yang dilakukan pemerintah, pemerintah daerah dan
masyarakat dalam mengembangkan produk unggulan daerah melalui
perencanaan, pengorganisasian, pembiayaan, pengawasan,
pengendalian, dan evaluasi kegiatan.
Perencanaan pengembangan PUD jangka menengah daerah
dapat dilakukan antara lain dengan model; Inkubator, Klaster, One
Model pengembangan PUD jangka menengah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan antara lain melalui:
1. Peningkatan kualitas daya tarik PUD;
2. Peningkatan kualitas infrastruktur;
3. Peningkatan promosi dan investasi PUD;
4. Peningkatan kerjasama;
5. Peningkatan peran serta masyarakat; dan
6. Peningkatan perlindungan terhadap PUD.
Mengacu urgensi identifikasi produk-produk unggulan di
daerah terkait penerapan otonomi daerah dan relevansinya dengan
penyerapan basis ekonomi lokal untuk bisa memacu PAD serta
penyerapan tenaga kerja maka kajian tentang produk unggulan
menjadi kian menarik untuk ditelaah lebih lanjut.
Selain itu, pengembangan produk unggulan daerah juga
relevan dengan tuntutan era global karena saat ini nilai keunggulan
komparatif sudah tak lagi relevan sebab yang terpenting justru
komitmen memacu keunggulan kompetitif. Terkait hal ini,
keunggulan kompetitif pada dasarnya bisa diciptakan sehingga tidak
ada alasan bagi semua pihak untuk tidak menciptakan keunggulan
ditentukan keunggulan yang dimiliki atau keunggulan produk.
Bahkan, ini bisa disebut dengan keunggulan kompetitif. Di sisi lain,
potensi keunggulan komparatif sudah tidak menjamin secara kontinu
atas persaingan global.
Dalam konteks pengembangan keunggulan ini, pemerintah
daerah harus mulai mengembangkan konsep produk unggulan. Proses
ini dilakukan dengan mengidentifikasi produk unggulannya terutama
yang berasal dari sektor informal dan usaha kecil menengah dengan
asumsi sifatnya yang padat karya sebagai proses pengembangan
sumber daya lokal dan juga optimalisasi atas potensi ekonomi daerah
(Asmara, 2004).
Sebagai suatu strategi pembangunan, terutama terkait otonomi
daerah, pengembangan produk unggulan dinilai mempunyai
kelebihan karena dianggap bahwa suatu daerah yang menerapkan ini
relatif lebih mandiri dalam pengembangan ekonomi. Pengembangan
produk unggulan dan pengembangan UKM dapat merupakan strategi
yang efektif dalam pengembangan ekonomi daerah. Esensi atas
penciptaan produk-produk unggulan di daerah menjadi sangat penting
ekonomi terhadap daerah lain, termasuk juga daerah perbatasan
(Asmara, 2004).
Era otonomi daerah yang dititikberatkan pada pembangunan
Kabupaten dan Kota membawa konsekuensi dan tantangan cukup
berat bagi pengelola administratif pemerintahan, baik pada tahap
implementasi maupun pada tahap pengendalian program program
pembangunan. Tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan otonomi
daerah dapat diatasi jika daerah memiliki kemampuan dalam
menggalang berbagai potensi yang dimilikinya yang didukung oleh
kemampuan aparat (SDM) dan kelembagaan, untuk menambah
perbesaran sumber-sumber penerimaan daerah (Darmawansyah,
2003).
Peranan produk unggulan sangat krusial karena merupakan
produk yang mampu memberi kontribusi terbesar terhadap perolehan
penerimaan daerah, terutama jika dilihat kontribusinya terhadap
PAD-PDRB. Hal ini terlihat dari besarnya peranan produk unggulan
terhadap total perekonomian (Darmawansyah, 2003).
Dari rujukan diatas dan dalam rangka pelaksanaan otonomi
daerah maka produk unggulan perlu mendapatkan perhatian khusus
hasilnya. Meski demikian potensi yang ada di Kabupaten Bantul
belum dimanfaatkan optimal dan masih banyak produk unggulan
yang belum teridentifikasi sehingga output yang ada belum diolah
secara optimal sehingga produktivitas produk unggulan sebenarnya
masih dapat lebih ditingkatkan.
2.1.2. Konsep Pembangunan Ekonomi Daerah dan Pendekatan Produk/Komoditas Unggulan Daerah
Pemberdayaan ekonomi masyarakat merupakan unsur penting
dan utama dalam menciptakan daerah yang mandiri yang
dicita-citakan melalui kebijakan desentralisasi. Pembangunan ekonomi
daerah dapat diartikan sebagai suatu proses dimana pemerintah
daerah dan masyarakatnya mengelola suberdaya yang ada dan
membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan
sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan
merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam wilayah
tersebut.
Oleh karena itu pemerintah daerah beserta partisipasi
masyarakat dengan menggunakan sumberdaya yang ada harus
merancang dan membangun perekonomian daerahnya. Masalah
pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan
terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada
kekhasan daerah yang bersangkutan dengan menggunakan potensi
sumberdaya manusia, sumberdaya alam, sumberdaya finansial dan
bahkan sumberdaya kelembagaan.
Orientasi ini mengarahkan kita kepada pengambilan
inisiatif-inisiatif yang berasal dari daerah tersebut dalam proses pembangunan
untuk menciptakan kesempatan kerja baru dan merangsang
peningkatan kegiatan ekonomi. Menurut Sudarsono (2001), dinamika
keunggulan daerah di masa mendatang ditandai dengan mempu
tidaknya daerah dalam meraih peluang menghadapi kompetisi pasar
bebas baik di tingkat regional maupun global. Beberapa langkah dan
strategi yang perlu dilakukan agar daerah mampu berkompetisi antara
lain:
1. Birokrasi pemerintah perlu melakukan reorientasi peran
dan tanggungjawabnya yakni hanya bersifat mengarah dan
membina bukan menentukan (steering than rowing).
Sehingga peran dan tanggungjawab pemerintah daerah
atau pihak ketiga lainnya tidak memungkinkan untuk
melakukan tugas tersebut, misalnya dalam situasi
terjadinya kegagalan pasar.
2. Birokrasi Pemda harus dapat berkiprah secara efektif dan
efisien dalam memberikan pelayanan prima untuk meraih
investasi dalam dan luar negeri
3. Membentuk system dan jaringan kerja dengan
lembaga/asosiasi bisnis dan atase perdagangan luar negeri,
khususnya dalam mendukung pemasaran produks ekspor.
4. Mengembangkan lembaga R&D (research and
development) terhadap jenis produksi unggulan untuk
menjamin kualitas produk, kestabilan harga, kebutuhan
pasar dan jaminan kontinuitas ketersediaannya.
5. Memfasilitasi lembaga keuangan agar bersedia
memberikan modal usaha bagi industri skala kecil dan
menengah pada berbagai sektor unggulan daerah,
sehingga mereka dapat menjamin dan mempertahankan
keberlangsungan usahanya.
6. Berperan mentransportasikan ilmu pengetahuan dan
daerah, agar proses produksi dapat mencapai efektifitas,
efisiensi, dan ekonomis.
7. Mendorong agar para produsen mengembangkan
jenis-jenis produk unggulan yang bersifat komplementer baik
intern maupun antar region, memiliki nilai tambah dan
menghasilkan manfaat ganda baik secara
backward-linkage dan forward linkage terhadap berbagai sektor,
dengan demikian dapat memperkuat posisi daerah dari
pengaruh fluktuasi ekonomi
8. Memposisikan birokrasi pemerintah daerah cukup
berperan sebagai katalisator, stimulator, dan regulator agar
mekanisme pasar dapat bekerja secara sehat
9. Memprioritaskan program pembangunan infrastuktur yang
dibutuhkan dalam rangka kemudahan aksebilitas usaha di
bidang industri meliputi sarana transprtasi, komunikasi,
energi, lokasi industri, sarana dan prasarana pelayanan
umum yang baik serta situasi lingkungan yang sehat dan
2.2. OTONOMI DAERAH DAN PRODUK UNGGULAN
Identifikasi atas produk-produk unggulan daerah terkait
implementasi era otonomi daerah bukan tanpa masalah. Hal ini
terutama mengacu pada harapan pemberdayaan masyarakat di daerah
dan juga optimalisasi sumber-sumber daya yang ada, baik SDA atau
SDM di daerah.
Oleh karena itu, salah satu ancaman atas penumbuh
kembangan produk-produk unggulan daerah yaitu terjadinya
eksplorasi dan eksploitasi sumber daya. Hal ini nampaknya memang
disadari menjadi dilema dan secara tidak langsung adalah
konsekuensi logis dari tuntutan pembangunan di era otonomi daerah
yang menuntut optimalisasi PAD sebagai sumber pendanaan
pembangunan era otonomi daerah (Elmi dan Ika, 2002).
Adanya perubahan politik dari sentralistik-otoriter ke
desentralistik-demokratis yang ditandai pelaksanaan otonomi daerah
telah membawa dampak semakin tajamnya degradasi sumber daya
alam dan ekosistemnya.
Perubahan tersebut akan mendorong adanya kegiatan yang
mengarah pada perlombaan membangun daerah. Kegiatan itu
menuju kesejahteraan masyarakat. Keadaan ini akan mengakibatkan
terjadinya eksploitasi kekayaan sumber daya dan ekosistemnya,
sehingga pada gilirannya akan memacu keadaan lingkungan menjadi
berbahaya bagi kehidupan.
Di sisi lain, ancaman ini adalah konsekuensi riil dibalik
penumbuh kembangan produk-produk unggulan yang tentu harus
diminimalisasi kejadiannya. Terjadinya penurunan kualitas sumber
daya merupakan suatu indikasi adanya ketidakseimbangan antara
kebutuhan manusia dengan ketersediaan sumber daya alam (Hasan,
2002).
Adanya ragam peraturan pemerintah yang kurang memberi
penekanan pada upaya pelestarian sumber daya alam dan lebih
memprioritaskan sisi perolehan pendapatan belaka maka bisa
membawa dampak yang sulit dihindari dalam pengelolaan sumber
daya alam dan ekosistemnya. Terkait kasus ini misalnya bisa menjadi
contoh untuk kasus daerah yang kaya sumber kayu dari hutan bahwa
laju pengurangan luas hutan di Sumatera 2 % per tahun, di Jawa 0,4
% per tahun, di Kalimantan 0,9 % per tahun, di Sulawesi 1 % per
tahun, dan di Irian Jaya mencapai 0,7 % per tahun. Adanya
hutan (degradasi) dan pengundulan hutan (deforestasi). Degradasi
dan deforestasi hutan memberikan implikasi yang luas dan
mengkhawatirkan bagi masa depan (Wardojo, 2001).
Ada berbagai masalah yang akan terjadi pada sumber daya
alam dan ekosistemnya, jika dalam penjabaran dan pelaksanaan era
otonomi daerah termasuk penumbuhkembangan produk-produk
unggulan tersebut tak ditangani secara hati-hati. Masalah yang akan
muncul itu akan berupa degradasi sumber daya alam dan
ekosistemnya. Sebagai contoh adanya degradasi sumber daya
kelautan, sumber daya sungai dan alirannya, sumber daya hutan, serta
adanya berbagai dampak pencemaran akibat aktivitas pembangunan
ekonomi antar daerah, dan lain-lain. Oleh sebab itu, sumber daya
yang semula mampu menjadi sumber utama peningkatan pendapatan
daerah melalui komitmen penumbuhkembangan produk unggulan,
jika pemanfaatannya pada jangka panjang tidak disertai dukungan
kebijakan yang mengarah kepada upaya perbaikan dan
memperhatikan pelestarian sumber daya alam, maka hal tersebut
justru menjadi sumber konflik antar pemerintah daerah di masa yang
Ini juga bisa mengancam terjadinya pemusnahan budaya lokal
yang terkait dengan aspek sumber daya masyarakat lokal di daerah.
Bahkan, jika ini berlanjut, maka ancaman urbanisasi akan makin
menguat karena daerah sudah tidak ada lagi potensi sumber daya
yang bisa memberikan kemanfaatan bagi masyarakat lokal dan
kekhawatiran ini harus diwaspadai (Karmadi, 2007).
Merujuk ancaman kekhawatiran itu, bahwa pasca
implementasi otonomi daerah terlihat gejala makin cepatnya
degradasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Di berbagai
daerah telah terjadi perusakan hutan, baik itu hutan lindung, hutan
peyangga, hutan tanaman industri, dan juga kawasan konservasi.
Rusaknya hutan, berarti telah terjadi kerusakan-kepunahan
keanekaragaman hayati, baik itu tumbuhan maupun satwa. Juga
berbagai macam perusakan baik di laut, daerah aliran sungai,
pertambangan, tanah, udara dan air. Kasus tersebut telah terjadi
secara merata di berbagai wilayah di Indonesia dengan akibat yang
akan dirasakan semua lapisan masyarakat.
Oleh karena itu, wajarlah jika muncul tuntutan etika bisnis
terkait penumbuhkembangan produk-produk unggulan agar terjadi
bersamaan dengan aspek tuntutan penumbuhkembangan
produk-produk unggulan terkait pelaksanaan otonomi daerah kini, maka
diperlukan kesadaran kolektif pada semua lapisan masyarakat, baik
penyelenggara pemerintahan, pelaku ekonomi dan masyarakat pada
umumnya untuk mendukung era otonomi daerah. Bagaimanapun juga
implementasi era otonomi daerah adalah proses jangka panjang bagi
peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal (Sidik, 2002).
Adanya kepentingan terhadap keseimbangan sumber daya dan
ekosistem terkait pada implementasi otonomi daerah dan
penumbuhkembangan produk-produk unggulan daerah bahwa kini
potret kebebasan pemanfaatan sumber daya alam cenderung
mengarah pada perusakan dan degradasi sumber daya alam itu
sendiri. Oleh karena itu dalam penyelenggaraan otonomi daerah
memang dituntut untuk menggali potensi agar dapat
menyelenggarakan urusan rumah tangga sendiri, tetapi bukan berarti
bahwa kebebasan menggali potensi ini adalah merusak sumber daya
yang ada. Pelaksanaan otonomi daerah tidak terpaku pada perjuangan
untuk memanfaatkan sumber daya alam dan ekosistemnya, jika
nantinya yang akan menanggung segala kerugiannya justru
Oleh karena itu, perlu adanya pemberdayaan masyarakat
lokal. Intinya bahwa keyakinan atas urgensi produk unggulan
memang tak bisa disangkal, meski orientasi untuk menentukannya
bukan pekerjaan mudah, terutama dikaitkan dengan aspek prioritas
penetapannya (Pranadji, 2003).
2.3. PENGEMBANGAN PUD MODEL KLASTER
2.3.1. Pengembangan PUD Berbasis Klaster
Klaster pada hakekatnya adalah upaya untuk
mengelompokkan industri inti yang saling berhubungan, baik industri
pendukung (supporting industries), industri terkait (related
industries), jasa penunjang, infrastruktur ekonomi, penelitian,
pelatihan, pendidikan, infrastruktur informasi, infrastruktur teknologi,
sumber daya alam, serta lembaga-lembaga-lembaga terkait. Klaster
juga merupakan cara untuk mengatur beberapa aktivitas
pengembangan ekonomi.
Diantara beberapa hal yang sebenarnya sangat mendasar
dalam konsep klaster industri dan membedakan satu konsep dengan
Dengan pertimbangan dimensi rantai nilai, secara umum terdapat 2
pendekatan klaster industri dalam literatur, yaitu:
1. Beberapa literatur, terutama yang berkembang terlebih
dahulu dan lebih menyoroti aspek aglomerasi, merupakan
pendekatan berdasarkan pada (menekankan pada) aspek
keserupaan (similarity) sehimpunan aktivitas bisnis.
Dalam hal ini misalnya, sentra industri/bisnis, industrial
district, dan sejenisnya yang mempunyai “keserupaan”
aktivitas bisnis dianggap sebagai suatu klaster industri;
2. Beberapa literatur yang berkembang dewasa ini, termasuk
yang ditekankan oleh Porter, merupakan pendekatan yang
lebih menyoroti “keterkaitan” (interdependency) atau
rantai nilai sehimpunan aktivitas bisnis. Dalam pandangan
ini, sentra industri/bisnis dan/atau industrial district pada
dasarnya merupakan bagian integral dari jalinan rantai
nilai sebagai suatu klaster industri.
Pendekatan klaster model Porter merupakan pengembangan
dari industrial district atau kawasan industri yang dikembangkan oleh
Alfred Marshall pada 1920 (Desrochers dan Sautet, 2004). Berbeda
sejenis, klaster model Porter tidak membatasi hanya pada satu
industri, tetapi lebih luas lagi. Diamond Cluster Model, meliputi
industri-industri terkait, serta perusahaan-perusahaan yang lain yang
mempunyai keterkaitan dalam teknologi, input yang sama. Dengan
bekerja sama dalam satu klaster, maka perusahaan-perusahaan atau
industri-industri terkait akan memperoleh manfaat sinergi dan
efisiensi yang tinggi dibandingkan dengan mereka bekerja
sendiri-sendiri. Menurut Porter (2000) klaster dapat terbentuk pada kota,
kawasan regional, bahkan dalam suatu negara.
Porter menganalisis klaster industri dengan pendekatan
diamond model. Adapun elemen dari diamond model tersebut terdiri
dari: (1) faktor input (factor/input condition), (2) kondisi permintaan
(demand condition), (3) industri pendukung dan terkait (related and
supporting industries), serta (4) strategi perusahaan dan pesaing
(context for firm and strategy). Berikut adalah penjelasan untuk
masing-masing elemen tersebut:
1. Faktor Input
Faktor input dalam analisis Porter adalah variabel-variabel
yang sudah ada dan dimiliki oleh suatu klaster industri
(capital resource), infrastruktur fisik (physical
infrastructure), infrastruktur informasi (information
infrastructure), infrastruktur ilmu pengetahuan dan
teknologi (scientific and technological infrastructure),
infrastruktur administrasi (administrative infrastructure),
serta sumber daya alam. Semakin tinggi kualitas faktor
input ini, maka semakin besar peluang industri untuk
meningkatkan daya saing dan produktivitas.
2. Kondisi Permintaan
Kondisi permintaan menurut diamond model dikaitkan
dengan sophisticated and demanding lokal customer.
Semakin maju suatu masyarakat dan semakin demanding
pelanggan dalam negeri, maka industri akan selalu
berupaya untuk meningkatkan kualitas produk atau
melakukan inovasi guna memenuhi keinginan pelanggan
lokal yang tinggi. Namun dengan adanya globalisasi,
kondisi permintaan tidak hanya berasal dari lokal tetapi
3. Industri Pendukung dan Terkait
Adanya industri pendukung dan terkait akan
meningkatkan efisiensi dan sinergi dalam klaster. Sinergi
dan efisiensi dapat tercipta terutama dalam transaction
cost, sharing teknologi, informasi maupun skill tertentu
yang dapat dimanfaatkan oleh industri atau perusahaan
lainnya. Manfaat lain industri pendukung dan terkait
adalah akan terciptanya daya saing dan produtivitas yang
meningkat.
4. Strategi Perusahaan dan Pesaing
Strategi perusahaan dan pesaing dalam diamond model
juga penting karena kondisi ini akan memotivasi
perusahaan atau industri untuk selalu meningkatkan
kualitas produk yang dihasilkan dan selalu mencari
inovasi baru. Dengan adanya persaingan yang sehat,
perusahaan akan selalu mencari strategi baru yang cocok
dan berupaya untuk selalu meningkatkan efisiensi.
Dalam menganalisis klaster, terdapat 3 dimensi pengukuran,
1. Keterkaitan (Linkage):
Mencakup inovasi, tenaga kerja, dan input. Hal ini
menentukan apakah yang akan terbentuk adalah klaster
mata rantai nilai (value chains clusters), klaster
berbasiskan tenaga kerja (labor-based clusters), ataukah
klaster inovasi (innovation clusters).
2. Geografi (Geography)
Yaitu apakah terkonsentrasi di suatu wilayah (lokalized)
atau menyebar antar wilayah (non lokalized).
3. Waktu (Time)
Apakah eksisting (yaitu dimana klaster memang sudah
memiliki peran yang signifikan dan memiliki keterkaitan
yang tinggi), penurunan (eksisting klaster yang
mengalami penurunan peran), peningkatan (klaster yang
menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan),
ataukah potensial (klaster yang memiliki potensi
mengalami peningkatan atau keberuntungan di masa
mendatang).
Sementara dilihat dari perkembangnya klaster dapat
Gambar. 3.1
Tahapan Perkembangan Cluster
Gambar 2.1. Pengelompokkan Klaster Kedalam Empat Jenis
2.3.2. Manfaat Klaster
Penargetan program pengembangan industri dengan klaster
diyakini Porter akan memberikan manfaat yang besar terhadap
pertumbuhan ekonomi. Adapun manfaat-manfaat klaster tersebut
adalah sebagai berikut (Porter, 2000):
1. Klaster Mampu Memperkuat Perekonomian Lokal
Konsentrasi industri pada sebuah lokasi tertentu dapat
berdampak pada penghematan biaya bagi perusahaan
dalam klaster. Penghematan biaya tersebut dikenal sebagai
lokalization economies. Penghematan tersebut dapat
bersumber dari bertambahnya ketersediaan specialized
dan terspesialisasi; investasi infrastruktur publik yang
dilakukan demi kebutuhan industri tertentu; pasar
keuangan yang terkait erat dengan industri; dan
meningkatnya kecenderungan transfer informasi dan
teknologi antarperusahaan.
2. Klaster Mampu Memfasilitasi Reorganisasi Industri
Transisi organisasi industri dari perusahaan besar yang
berproduksi secara masal ke perusahaan kecil yang
memfokuskan pada speciality production telah
terdokumentasi dengan baik. Perubahan struktur industri
ini terjadi berkat meningkatnya kompetisi global dan
timbulnya teknologi produksi baru (misal: komputerisasi
produksi). Klaster merupakan lokasi industri yang
menarik bagi perusahaan kecil yang terspesialisasi dan
terkomputerisasi dalam produksi. Spesialisasi produk dan
pengadopsian teknologi produksi terbaru lebih menonjol
dan mudah untuk dilakukan bagi perusahaan di dalam
Cluster industri tersebut.
Kedekatan antara perusahaan yang terspesialisasi dengan
meningkatkan aliran barang melalui sistem produksi.
Kesiapan akan akses terhadap pasar produk dan input juga
memungkinkan perusahaan untuk beradaptasi dengan
perubahan-perubahan yang terjadi di pasar. Maka,
konsentrasi spasial dari perusahaan-perusahaan tersebut
mampu menyediakan kumpulan tenaga kerja terlatih yang
diperlukan oleh teknologi produksi yang terkomputerisasi.
3. Klaster Meningkatkan Networking Antar Perusahaan
Networking merupakan kerjasama antarperusahaan untuk
mengambil manfaat kerjasama, mengembangkan pasar
produk baru, mengintegrasikan aktivitas, atau
menghimpun sumber daya dan pengetahuan. Kerjasama
ini secara alamiah akan sering terjadi antaranggota klaster.
Survei terhadap manufacturing networks menunjukkan
bahwa perusahaan yang memiliki networking yang kuat
mendapatkan manfaat dari kolaborasi dan transfer
informasi mengenai pemasaran, pengembangan produk
baru, dan peningkatan teknologi. Perusahaan-perusahaan
profitabilitas melalui kerjasama dan kolaborasi antar
perusahaan.
4. Klaster Memungkinkan Penitikberatan pada Sumber Daya
Publik
Penargetan pembangunan industri melalui klaster
memungkinkan suatu kawasan untuk menggunakan
sumber daya pembangunan ekonomi yang dimiliki secara
terbatas dengan lebih efisien. Pertama, klaster industri
memungkinkan suatu kawasan untuk lebih memfokuskan
pada sistem rekrutmen, pemeliharaan dan ekspansi, serta
program pengembangan usaha kecil daripada
menyediakan program bantuan bagi berbagai jenis industri
yang berbeda. Upaya pembangunan terencana seperti ini
memberikan identifikasi yang lebih jelas terhadap
kebutuhan industri yang lebih spesifik dan memungkinkan
(dengan anggaran pengeluaran tertentu) penyediaan
program yang lebih sedikit, namun lebih bernilai. Kedua,
karena keterkaitan antarperusahaan dalam klaster,
program-program yang mendukung usaha tertentu akan
lebih besar kepada perekonomian daerah tersebut. Total
penyerapan tenaga kerja dan pendapatan dari membentuk
(atau mempertahankan) anggota klaster akan melebihi
total penyerapan tenaga kerja dan pendapatan dari
perusahaan-perusahaan yang besarnya sama namun tidak
tergabung dalam klaster.
5. Klaster Meningkatkan Produktivitas dan Efisiensi
Dengan adanya klaster maka maka efisiensi akan tercipta
dalam prekonomian. Perusahaan-perusahaan akan
mendapat akses untuk mendapatkan input tertentu,
jasa-jasa, tenaga kerja, informasi , karena sudah tersedia dalam
klaster. Demikian juga dengan koordinasi antara
perusahaan dalam klaster akan terjalin lebih baik dan
mudah. Best practises dalam klaster akan lebih cepat
ditularkan sehingga maksimum efisiensi akan didapat oleh
banyak perusahaan.
6. Klaster Mendorong dan Mempermudah Inovasi
Adanya klaster akan meningkatkan kemampuan
anggota-anggota dalam klaster untuk melihat peluang-peluang
melakukan eksperimen dengan menggunakan sumber
daya yang ada dalam klaster juga merupakan manfaat lain
dari klaster.
2.4. PENGEMBANGAN PUD MODEL KOMPETENSI INTI 2.4.1. Pengertian Kompetensi Inti
Pada dasarnya, kompetensi inti dibangun atas dasar
produk/komoditas unggulan, namun tidak semua produk /komoditas
unggulan dapat menjadi suatu kompetensi inti suatu daerah. Dan bisa
jadi suatu kompetensi inti daerah, bukan berasal dari produk
unggulan daerah tersebut. Hal ini disebabkan, defenisi dari
kompetensi inti yang lebih luas dan detail ketimbang
produk/komoditas unggulan.
Menurut departemen perindustrian, kompetensi inti adalah
suatu kumpulan yang terintegrasi dari serangkaian keahlian dan
teknologi yang merupakan akumulasi dari pembelajaran, yang akan
bermanfaat bagi keberhasilan bersaing suatu bisnis. Dalam perspektif
ekonomi regional, kompetensi inti adalah kemampuan suatu daerah
maupun investasi dalam negeri serta memfasilitasi perekonomian
yang menghasilkan nilai tambah.
Suatu komoditas unggulan atau suatu industri unggulan tidak
akan dikatakan memiliki kompetensi inti jika pengembangannya
bersifat tradisional. Dalam arti bahwa sifat tradisional ini
menggunakan teknologi dan keahlian yang sederhana, sehingga
mudah dicontoh oleh pihak lain dalam pengembangannya serta
memiliki nilai tambah yang rendah
2.4.2. Konsep SAKA-SAKTI (Satu Kabupaten-Satu Kompetensi Inti)
Konsep Saka-Sakti adalah salah satu konsep penciptaan
kompetensi inti di tiap kabupaten di Indonesia. Konsep ini
diperkenalkan oleh Martani Huseini dalam pidato pengukuhan guru
besarnya di Universitas Indonesia, pada tahun 1999, memperkenalkan
model Sakasakti (satu kabupaten satu kompetensi inti) untuk
membangun daya saing daerah yang dapat dikatakan memanfaatkan
konsep kompetensi inti tentang sumber sumber daya saing organisasi
dan tentang daya saing berbasis sumber daya. Darmawansyah (2003).
Model saka-sakti lebih difokuskan pada identifikasi
sumber terciptanya suatu produk unggulan. Artinya, model saka-sakti
difokuskan pada usaha menggali dan mengidentifikasi kompetensi
yang dimiliki (atau soyogyanya dimiliki) suatu daerah
(kabupaten/kota) dengan mempertimbangkan kekayaan sumber daya
yang ada di suatu daerah. Darmawansyah (2003).
Model konseptual Saka-Sakti, merupakan keterkaitan antara
rantai nilai dari komoditas unggulan yang dibentuk dari 3 (tiga)
komponen utama yaitu pembelajaran kolektif (collective learning),
kompetensi (competency) dan sumber daya (reseources: tangible
maupun intangible). Ketiga komponen utama ini dipengaruhi oleh
social capacity yang terbentuk dari sembilan faktor yang
dikembangkan oleh Choo and Moon yaitu: politisi dan birokrat,
tenaga kerja, manajer dan insinyur professional, wirausahawan,
lingkungan bisnis, sumber daya, permintaan domestik, industri terkait
dan pendukung, dan peluang eksternal.
2.5. PENGEMBANGAN PUD MODEL OVOP
2.5.1. Pengertian One Village One Product
One Village One product (OVOP) atau satu desa satu produk
untuk menghasilkan satu produk kelas global yang unik khas daerah
dengan memanfaatkan sumber daya lokal. Satu desa sebagaimana
dimaksud dapat diperluas menjadi kecamatan, kabupaten/kota,
maupun kesatuan wilayah lainnya sesuai dengan potensi dan skala
usaha secara ekonomis.
One Village One Product Movement (Gerakan OVOP)
pertama kali dicetuskan oleh Morihiko Hiramatsu saat menjabat
sebagai Gubernur Prefektur Oita di timur laut Pulau Kyushu. Masa
jabatannya di Oita selama 6 periode (1979-2003) benar-benar
digunakan untuk mengentaskan kemiskinan warganya dengan
menerapkan konsepsi pembangunan wilayah hasil buah pikirannya
itu.
2.5.2. Tujuan One Village One Product
Untuk menggali dan mempromosikan produk inovatif dan
kreatif lokal, dari sumber daya, yang bersifat unik khas daerah,
bernilai tambah tinggi, dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan,
memiliki image dan daya saing yang tinggi. Tujuan Pengembangan
Produk Unggulan Daerah Melalui Pendekatan OVOP
1. Mengembangkan produk unggulan daerah yang memiliki
2. Mengembangkan dan meningkatkan kualitas serta nilai
tambah produk, agar dapat bersaing dengan produk dari
luar negeri (impor)
3. Khusus kegiatan OVOP yang dilakukan oleh Kementerian
Koperasi dan UKM dalam mengembangkan OVOP harus
melalui Koperasi dan UKM, serta Meningkatkan
pendapatan masyarakat setempat.
2.5.3. Kriteria One Village One Product
1. Produk unggulan daerah dan/atau produk kompetensi inti
daerah
2. Unik khas budaya dan keaslian lokal
3. Berpotensi pasar domestik dan ekspor
2. Bermutu dan berpenampilan baik
3. Diproduksi secara kontinyu dan konsisten
2.5.4. Lingkup Produk One Village One Product
1. Produk makanan olahan berbasis hasil pertanian dan
perkebunan.
2. Produk aneka minuman dari hasil pengolahan hasil
pertanian dan perkebunan.
4. Produk kebutuhan rumah tangga termasuk produk
dekoratif atau interior.
5. Produk barang seni dan kerajinan termasuk produk
cinderamata.
4. Produk herbal dan minyak atsiri khas masyarakat lokal.
2.5.5. Konsep Dasar dan Prinsip-Prinsip Dalam Pelaksanaan One Village One Product
Konsep One Village One Product (OVOP) adalah suatu
gerakan revitalisasi daerah, untuk mengembangkan potensi asli
daerah supaya mampu bersaing di tingkat global. OVOP akan
disesuaikan dengan kompetensi daerah, di mana akan dipilih produk
unggulan yang unik dan khas di daerah tersebut untuk menjadi
produk kelas global. Konsep OVOP dalam pelaksanaannya
mempunyai tiga prinsip yang harus dimilki oleh daerah-daerah
maupun negara yang akan menerapkan konsep ovop untuk
mengembangkan produk-produk unggulan lokal yang dimiliki oleh
daerah maupun negaranya, prinsip tersebut diantaranya:
1. Pikiran secara global, kegiatan secara lokal semakin lokal
berarti semakin global. Maksudnya, komoditas yang
internasional. Biasanya orang menilai bahwa komoditas
lokal tidak mempunyai sifat universal, dan komoditas
internasional mempunyai sifat kosmopolitan. Pada
nyatanya bukan demikian. Sebaliknya, makin tinggi
keaslian dan kekhasan lokal suatu daerah, semakin tinggi
pula nilai dan perhatiaan secara internasional terhadap
daerah tersebut. Namun, komoditas lokal itu sendiri harus
dipatenkan dan mutunya harus ditingkatkan setinggi
mungkin. Dengan usaha ini, komoditas lokal baru bisa
mendapat penilaian dunia dan dapat dipasarkan dipasar
secara global.
2. Usaha mandiri dengan inisiatif dan kreativitas, pada
umumnya, suatu gerakan yang dicanangkan dari tingkat
atas sulit dijalankan dan berkelanjutan. Jika memakai
uang atau dana swadaya, terpaksa usaha tersebut harus
bersungguh-sungguh dalam pelaksanaannya. Apa yang
akan dilaksanakan oleh daerah masing-masing diserahkan
kepada daerah-daerah tersebut. Penerapan OVOP pada
umumnya berdasarkan inisiatif masyarakat lokal, oleh
adalah keinginan yang berdasarkan inisiatif masyarakat.
“satu desa satu produk” merupakan sebuah istilah. Namun
secara implementasi satu desa diperkenankan
menghasilkan tiga produk, ataupun dapat pula dua desa
satu produk. Sedangkan fungsi pemerintah, hanya
berfungsi sebagai pembantu secara tidak langsung atau
sebagai fasilitator.
3. Perkembangan sumber daya manusia (SDM), artinya
suatu daerah yang berhasil, akan selalu mempunyai “lokal
leader” yang bagus. Jika daerah ingin membuat sesuatu
yang bagus dalam skala besar atau nasional, dapat
memanfaatkan penanaman modal besar dari luar daerah.
Namun, ada pula daerah yang tidak mengikuti cara ini.
Daerah tersebut, berusaha memperhatikan sekaligus
meningkatkan keaslian dan kekhasan lokal. Masyarakat
bergerak dengan inisiatif dan kreativitas mereka sendiri,
dengan pertanggungjawaban sendiri. Dengan cara ini,
OVOP dapat berjalan dan berkelanjutan. Pemodal besar
berkepentingan untuk mencapai hasil dengan cepat,
Anda harus berpikir siapa yang bertanggungjawab
BAB III.
METODE PENELITIAN
1.1. METODE DAN PROSEDUR PELAKSANAAN STUDI
Pada dasarnya metode penelitian yang digunakan untuk
merumuskan studi ini adalah metode deskriptif kualitatif. Data-data
sekunder (data statistik resmi pemerintah Kabupaten Bantul maupun
literatur) yang tersedia dijadikan sebagai titik tolak. Kontekstualisasi
disusun setelah dilakukan tinjauan lapangan yang bersifat observasi.
Upaya kontekstualisasi pada dasarnya merumuskan sifat dasar
Kabupaten Bantul sebagai suatu wilayah yang mempunyai fenomena
dan dinamika khas.
1. Pengumpulan data yang berupa existing statistic data
dilakukan dengan mengumpulkan data-data statistik
daerah yang berasal dari berbagai laporan yang diberikan
oleh lembaga pemerintah seperti maupun swasta dan
berbagai laporan penelitian sebelumnya.
2. Pengumpulan data tentang pengembangan dan alternatif
strategi kebijakan PUD berdasarkan persepsi stakeholders
dilakukan dengan survei face to face interviews. Interview
melibatkan pihak-pihak yang expert dan pelaku usaha.
Jumlah responden adalah 2 (dua) sampai 3 (tiga) orang
responden untuk masing-masing kriteria responden.
3. Kuesioner yang digunakan untuk survei dirumuskan
secara terstruktur, sistematis serta pemilihan responden
yang representatif dan expert pada permasalahan,
sehingga memungkinkan data yang diisi merupakan data
yang telah mempunyai nilai obyektivitas yang tinggi
sesuai dengan pengetahuan/ pengertian/ persepsi individu
tentang obyek sikap (kognitif) karena pengalaman, lama
bekerja atau dalam menghadapi persoalan yang diteliti.
1.2. TEKNIK ANALISIS 1.2.1. Statistik Deskriptif
Analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan berbagai
kondisi dan perkembangan dari waktu ke waktu dan terbaru dari
berbagai indikator yang nantinya diperlukan. Deskripsi nantinya
dapat ditampilkan baik dalam bentuk tabel, gambar/grafik, maupun
penjelasan umum sehingga memudahkan pembaca umum dalam
Analisis dapat dilakukan untuk statistik pemusatan (antara lain
berupa rata-rata, nilai minimal, dan nilai maksimal), persebaran
(berupa standar deviasi, dan lain-lain), dan arah perkembangan (trend
baik positif, negatif, maupun konstan).
1.2.2. Metode SWOT
Kerangka kerja analisis SWOT yang multi dimensional
memungkinkan penggunaan metode ini secara luas dalam berbagai
konteks studi, terutama dalam kajian terhadap perencanaan dan
perumusan kebijakan, serta strategi pembangunan. Dalam konteks
studi kebijakan pembangunan di tingkat kabupaten/kota, maka obyek
analisisnya adalah kabupaten yang menjadi unit organisasi. Dengan
demikian aspek-aspek yang berhubungan dan berpengaruh terhadap
kebijakan dan strategi pembangunan daerah menjadi variabel analisis.
Karena metode SWOT memungkinkan untuk meninjau secara
komprehensif aspek-aspek dimaksud, maka dalam studi ini metode
SWOT ditempatkan sebagai terminal analisis. Dimana, hasil-hasil
analisis model kuantitatif maupun kualitatif lainnya selanjutnya
menjadi input atau bahan analisis SWOT.
Proses pengambilan keputusan strategis umumnya senantiasa