• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis interaksi batang bawah dan batang atas pada okulasi tanaman karet

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis interaksi batang bawah dan batang atas pada okulasi tanaman karet"

Copied!
206
0
0

Teks penuh

(1)

▸ Baca selengkapnya: psikotes atas bawah

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)
(22)
(23)
(24)
(25)
(26)
(27)
(28)
(29)
(30)
(31)
(32)
(33)
(34)
(35)
(36)
(37)
(38)
(39)
(40)
(41)
(42)
(43)
(44)
(45)
(46)
(47)
(48)
(49)
(50)
(51)
(52)
(53)
(54)
(55)
(56)
(57)
(58)
(59)
(60)
(61)
(62)
(63)
(64)
(65)
(66)
(67)
(68)
(69)
(70)
(71)
(72)
(73)
(74)
(75)
(76)
(77)
(78)
(79)
(80)
(81)
(82)
(83)
(84)
(85)
(86)
(87)
(88)
(89)
(90)
(91)
(92)
(93)
(94)
(95)
(96)
(97)
(98)
(99)
(100)
(101)
(102)
(103)
(104)
(105)
(106)
(107)
(108)
(109)

ANALISIS INTERAKSI BATANG BAWAH

DAN BATANG ATAS PADA OKULASI

TANAMAN KARET

OLEH:

L I Z A W A T I

(110)

ABSTRAK

Liavrati. Analisis Interaksi Batang Bawah dan Batang Atas Pada Okulasi Tanaman Karet. Dibimbing oleh Dr. Ir. Hajrial Aswidinnoor, MSc dan Dr. Nurita Toruan- Mathius, MS. APU.

Salah satu masalah dalam sistem okulasi pada tanaman karet adalah inkon~patibilitas antara batang bawah dengan batang atas, yang baru dapat dideteksi bebempa tahun setelah tanaman menghasilkan. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari interaksi berbagai batang bawah dengan batang atas dari klon karet yang sama berdasarkan data pertumbuhan yaitu tebal kulit asli dan lilit batang, kandungan sukrosa, fosfat inorganik (Pi), tiol dan magnesium ( M ~ ~ ' ) lateks, polimorfisme pola pita protein dan isoenzim tertentu pada daunlserum lateks batang atas.

Penelitian terdiri dari dua percobaan yang berkaitan yaitu: (1) Analisis fisiologi

clan

agronomi, serta (2) Analisis SDS-PAGE protein dan isoenzim. Bahan tanantan yang digunakan berurnur 66 bulan dengan kombinasi batang atasibatang bawah asal kebun Sembawa, Palembang adalah BPM1, BPM24, RRIC100, dan RRIC102 dikombinasikan dengan batang bawah BPM1, BPM24, RRIC100, RRIC101, RRIC102, dan RRICllO. Sedangkan asal Ciomas, Bogor adalah PB260 yang dikombinasikan dengan batang bawah PR255, BPMI, PR300, RRIM712, AVRlOS2037, dan GTlIGT1. Percobaan dilaksanakan dengan Rancangan acak kelonlpok yang diulang tiga kali.
(111)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul :

Analisis Interaksi Batang Bawah dan Batang Atas Pada Okulasi Tanaman Karet.

(112)

ANALISIS INTERAKSI BATANG BAWAH

DAN BATANG ATAS PADA OKULASI

TANAMAN KARET

L I Z A W A T I

Tesis

sebagai salah satu syarat

untuk

memperoleh gelar Magister Sains pada

Program studi Bioteknologi

(113)

Judi~l Tesis

Nama

NRF'

Program Studi

: Analisis Interaksi Batang Bawah dan Batang Atas Pada Okulasi Tanamau Karet

: L i z a w a t i

: 99620 : Bioteknologi

Menyetujui,

1. Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Hajrial Aswidinnoor, MSc Ketua

Mengetahui,

2. Ketua Program Studi Bioteknologi rogram Pascasarjana

-

(114)

Penulis dilahirkan

d~

Desa Kotomajidin Kabupaten Kerinci Propinsi Jambi pada tanggal 5 Desember 1970 anak bungsu dari empat bersaudara pasangan Ibundii Hj. Azizah dan Ayahanda Drs.H. M.Rusli.

Penulis menyelesaikan pendidikan Dasar tahun 1984, Sekolah Lanjutan Pertarna tahun 1987 dan sekolah Lanjutan Atas tahun 1990. Pada tahun 1995 penulis memperoleh gelar Sarjana Pertanian dari Jurusan Agronomi Universitas Jambi. Dan pada tahun 1995 tersebut penulis diterima sebagai staf pengajar tetap di Jurusan Agror~omi Fakultas Pertanian Universitas Jambi. Pada tahun 1999 penulis mendapat keserr~patm untuk melanjutkan pendidikan Pascasarjana (S2) di lnstitut Pertanian Bogo~; Program studi Bioteknologi dengan beasiswa dari Departemen Pendidikan Dan Kebutlayaan melalui program Bantuan Pendidikan Pascasajana (BPPS).

(115)

P ' R A K A T A

Puji dan syukur ke hadirat Alloh SWT, atas limpahan rahmat dan hidayahNya, sehing,ga tesis yang bejudul Analisis Interaksi Batang Bawah dan Batang Atas Pads (Dkulasi Tanaman Karet dapat diselesrukan.

Terima kasih diucapkan kepada Dr. Ir. Hajrial Aswidinnoor, MSc dan Dr. Nurita Toruan-Matius. MS. APU selaku pembimbing, atas arahan dan dorongan melalui diskusi yang sangat berguna dalam menambah serta memperluas wawasan untuk menyelesaikan penelitian serta penulisan tesis. Keberhasilan dalam menyt:lesaikan tesis ini tidak lepas dari bantuan dan biaya beasiswa BPPS dan Proyek penelitian APBN a.n. Dr. Nurita Toruan-Mathius MS. APU. Untuk itu penulis menglcapkan terima kasih atas dana beasiswa

dan

dana penelitian yang telah diberikan. Ucapan yang sama juga penulis sampaikan kepada Ketua Program studi Bioteknologi beserta staf atas kepercayaan dan kesediaannya memberikan ilmu serta mem~erluas wawasan penulis, Direktur Program Pascasaqana IPB beserta staf atas pelayanan selama penulis menempuh pendidikan, Rektor Universitas Jambi yang telah lnemberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan,

Terima kasih juga diucapkan kepada kepala Unit Penelitian Bioteknologi Perkebunaan, Bogor beserta staf yang telah memberi izin serta fasilitas tempat pene1:itian; Bapak Ir.Island Boerhendhy, MS atas bantuannya dalam koleksi data dan bahm, tanaman untuk penelitian di kebun percobaan milik Balai Penelitian Sembawa. Bapak Tolhas Hutabarat, BSc-Dipl.Kim atas

arahan

yang berharga, Bapak Suhartono,

Mbak Nani, Dra. Ummi Djulaika, Sumaryadi, Sudrajad, Dra. Nurhaimi-Haris MSi atas t~antuan dan kejasamanya yang sangat besar artinya; dan kepada semua teman Program Bioteknologi angkatan 99, rekan-rekan IMPASJA dan khusus kepada lsroi, Yulfita Fami, Andi Wijanarko dan Dirvamena Boer terima kasih telah banyak meml~antu.

Terima kasih yang utama kepada suami tercinta dan anakku tersayang Puja Ahmad Habibi yang telah mengiklaskan dan mendo'akan selalu, serta terima kasih kepatla Ibu dan Bapak serta mertua

dan

saudara-saudaraku yang telah memberikan do'a dan kasih sayang yang selalu menyertai untuk menyelesaikaan studi, semoga Alloti SWT melimpahkan balasan yang berlipat ganda.

Akhimya saya berharap semoga tulisan ini dapat memberikan informmi yang bermanfaat bagi kemaajuan ilmu pengetahuan khususnya tentang tanman karet.

(116)

DAFTAR IS1

Halaman DAFTAR TABEL ... vi DAFTAR GAMBAR ... vii ... DAFTAR LAMPIRAN ... viii I . PENDAHULUAN ... 1

...

Latar Belakang

. .

1

...

Tujuan Penellban 4

. .

...

Kegunaan Penelltian 4

Hipotesis ... 4

I1 . TlNJAUAN PUSTAKA ... 5 Tanaman Karet ...

.

.

... 5

Cara Perbanyakan Tanaman Kar 6

Kompatibilitas-Inkompatibilitas

... 6 Protein Lateks ... 8

...

lsoenzim 10

Elektroforesis ... 12

111

.

METODE PENELITIAN

...

14

...

Tempat dm Waktu Penelitian 14

. .

...

Tahapan Penelit~an 14

IV

.

PtNALISIS AGRONOMI DAN FISIOLOGI PADA BERBAGAI

...

C)KULASI TANAMAN KARET

Pendahuluan

...

16 Bahan dan Metode ... 18 Hasil dan Pembahasan

...

21

...

Kesimpulan dan Saran 32

IV

.

ANALISIS SDS-PAGE PROTEIN DAN ISOENZIM PADA

ElERBAGAI OKULASl TANAMAN KARET ... 34

Pendahuluan 34

Bahan dan Metode ... 36 Hasil dan Pembahasan ... 41 Kesimpulan dan Saran ... 58

V . F'EMBAHASAN UMUM ... 61

KESIMPULAN DAN SARAN ... 68

(117)

DAFTAR TABEL

No Teks Halaman

1 Rata-tara lilit batang dan tebal kulit asli serta kandungan sukrosa, PI, tiol, dan M$' dan lateks batang atas tanarnan karet yang dikombinasikan dengan berbagai jenis batang bawah tanaman

kiuet asal kebun Sembawa ... 22

2 R.ata-rata kandungan sukrosa, Pi, tiol, dan M~'+ dari batang atas tanaman karet asal Ciomas yang dikombinasikan dengan berbagai

. .

jc:nis batang bawah ... 23

3 Rataan di dalam setiap gerombol untuk semua parameter kuantitatif

diui 24 kombinasi klon karet asal Sembawa ... 26

4 Rataan di dalam setiap gerombol untuk semua parameter kuantitatif

dari delapan kombinasi klon karet asal Ciomas

...

27

5 K'mbinasi okulasi yang menyebabkan tejadinya polimorfisme

(118)

DAFTAR GAMBAR

No Teks Halaman

. .

...

I Bagan alair prosedur penelltlan 15

2 Dendrogram dari dua puluh empat kombinasi klon karet asal Sembawa ... .... ...

...

3 D~:ndrogram dari delapan kombinasi klon karet asal Ciomas 27 4 Elektroforegram protein lateks dari hasil ekstmksi dengan cara

(A,) pembekuan -20 % (lajur 1 & 3) dan sentrifugasi (Iajur 2 & 4). (B) pembekuan -20 "C (lajur 2 & 4) dan

asam asetat (lajur 1 & 3). Pengujian tersebut menggunakan

lateks tanaman karet klon PB260 dan PR300 ... 42

5 Elektroforegram protein lateks batang atas tanaman karet klon (A) BPM 1, (B) BPM 24, (C) RRIC 100, (D) RRIC 102 yang dikombinasikan dengan enam klon batang bawah, yaitu; (1) BPM 1, (2) BPM 24, (3) RRIC 100, (4) RRIC 101, (5) RRIC 102,

...

(6) RRlC 1 10, dan (M) Standar protein. 44

6 Elektroforegram protein lateks batang atas tanaman karet klon PB 260 dikombinasikan dengan 7 klon batang bawah, yaitu ( I ) PR 255,

(Z!) BPM 1, (3) PR 300, (4) GT 1, (M) standar protein,

...

(5) AVROS 2037, (6) LCB 1320, (7) RRIM 712, dan GTIIGTI 44

7 Elektroforegram isoenzim esterase lateks batang atas tanaman karet klon (A) BPM 1, (B) BPM 24, (C) RRIC 100, dan (D) RRIC102 dikombinasi dengan enam klon batang bawah, yaitu ( I ) BPM 1, (2) BPM 24, (3) RRIC 100, (4) RRIC 101, (5) RRIC 102, dan

(6:1 RRIC 110 ... 49

8 Elektroforegram isoenzim Asam Fosfat lateks batang atas tanaman karet klon (A) BPM 1, (B) BPM 24, (C) RRIC 100,

dam (D) RRIC102 dikombinasi dengan enam klon batang bawah, yaitu :

( I) BPM 1. (2) BPM 24, (3) RRIC 100, (4) RRIC 101. (5) RRIC 102,

(2) dan (6) RRlC 110 ... 49

9 Elektroforegram isoenzim (A) Esterase, (B) Asam Fosfat, (C) Malat D~~hidrogenase, dan (D) Sikimit Dehidrogenase dari daun

brltang atas klon PB 260, yang dikombinasi dengan tujuh klon bzltang bawah, yaitu (I) PR 255, (2) BPM 1, (3) PR 300,

(119)

dan (8) GT IIGT 1 (kontrol) ...

...

...

...

...

... 51 10 E:lektroforegram isoenzim (A) Esterase, (B) Asam Fosfat, (C) Malat

Dehidrogenase dan (D) Sikimit Dehidrogenase dari lateks biltang atas Mon PB 260, yang dikombinasi dengan tujuh

klon batang bawah, yaitu (I) PR 255, (2) BPM 1, (3) PR 300,

(4) LCB 1320, (5) ALTOS 2037, (6) GT 1 (kontrol), (7) RRIM 712,

dan (8) GT l/GT 1 (kontrol) ... 5 1

1 1 Dendrogram 24 kombinasi okulasi tanaman karet asal

S~:mbawa berdasarkan analisis (A) SDS-PAGE protein, (B) analisis isoenzim dan (C) gabungan analisis SDS-PAGE protein dan

12 Dendrogran delapan kombinasi okttlasi tanaman karet asal C:iomas berdasarkan analisis (A) SDS-PAGE protein,

(120)

DAFTAR LAMPIRAN

No Teks Halaman

1. Dafiar klon tanaman karet dan tetuanya, yang digunakan . .

dsilam peneht~an ... 77 2 Hisit analisis sidik ragam untuk sukrosa, Pi, tiol, dan

~ g ' + dan batang atas klon BPM1, BPM24, RRIC100, dan

FUUC 102 asal Sembawa yang dkombinasikan dengan bebempa

.

.

je;nls batang bawah ... 77

3 Hasil analisis sidlk ragam unttk sukrosa, Pi, tiol, dan Mg'dan ba~mg atas klon PB 260 asal Ciomas yang dikombinasikan dalgan beberapa jenis batang bawah ...

4 Pembuatan gel poliakrilamida dengan menggunakan metode

di!ikontinyu (Lebrun & Chevallier, 1988) ...

.

.

... 78

5 Komposisi larutan pewarna isoenzim ... 79 I

6 Bt:rat molekul protein lateks batang atas klon BPMI, BPM24, RlUC100, dan RRIC102 yang dikombinasikan dengan berbagai kllsn batang bawah ...

7. Bt:rat molekul protein lateks batang atas klon PB 260 yang

di'kombinasikan dengan berbagai klon batang bawah

...

8 1 8 Skor pita polimortik isoenzim lateks batang atas klon BPM1,

BPM24, RRIC100, dan RRIClO2 dengan sistem enzim

EST dan AP ... 8 1

7 Skor polimorfik isenzim daun dan lateks batang atas

klon PB260 dengan sistem enzim EST, AP, MDH dan SKD ... 82

10 Mahik SDS-PAGE protein klon karet asal kebun Sembawa ... 83 I I Matrik isoenzim lateks klon karet asal kebun Sembawa ... 84

12 Miabik gabungan SDS-PAGE protein dan isoenzim lateks

klon karet asal kebun Sembawa ... 85

13 h4amk SDS-PAGE protein dan isoenzim daunllateks kombinasi okulasi

(121)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tanaman karet (Havea brasiliensis Muell Agr) merupakan penghasil devisa negara di luar minyak dan gas bumi dengan luas total areal perkebunan sekitar 3.7 juta hektar, dimana 85 % (3.2 juta hektar) merupakan perkebunan rakyat, sisanya perkebunan negara dan swasta (Drjenbun, 2000). Pada saat ini Indonesia merupakan negara eksportir karet dam terbesar kedrm di dunia setelah Thailand, sedangkan posisi ketiga diduduki negara Malaysia (IRSG, 1999).

Dalam perluasan areal dan peremajaan kebun-kebun tua, klon-klon karet yang mempr~nyai produktivitas lebih tinggi dari klon sebelumnya sudah digunakan. Namun demlkian usaha untuk mendapatkan klon unggul baru yang lebih baik lagi masih tetap dilakukan, mengingat potensi produksi karet kering per hektar per tahun belum tercapai. Karet rakyat hanya mencapai produksi rata-rata 413 kgihdth, sedangkan perkebunan besar 833 kgihdth. Angka ini masih jauh di bawah potensi produksi klon yang dapat mencapai 3000 kgihdth atau sekitar 7.5 kg/pohon/th (Aidi-Daslin et al., 2000).

(122)

Pada sistirn okulasi yang melibatkan dua individu yang berbeda menyebabkan timbulr~ya interaksi antar batang bawah dengan batang atas, interaksi ini menimbulkan reaksi negatif disebut ketidaksesuaian atau inkompatibilitas. Lord et al. (1985) menemukan pada kombinasi batang bawah-batang atas tanaman ape1 menunjukkan adanya perbedaan dalam pertumbuhan, konsentrasi mineral di dam, hasil dan kualitas buah. Alenurut Agbaria et al. (1997) penyambungan mempengamhi aktivitas enzim mtuk pembungaan pada bunga ros yaitu nitrat reduktase clan glutamin sintetase dalam

diiun.

Noda e.l al. (2000) melaporkan bahwa batang bawah mempengamhi konsentrasi IAA

batang atas 'Eureka' Lemon (Cltnrs llmon var 'Eureka').

Inkompatibilitas pada tanam* karet dapat berupa pembengkakan batang di sekitar tempat pertautan, penghambatan pertumbuhan, dan p e n m a n produksi sampai 40% (Madjid, 1974; Boehendhy, 1989). Sebaliknya, apabila terdapat kombinasi yang sesuai, okulasi akan dapat mempercepat pertumbdaii

dh

meningkatkan produksi. Produksi suatu klon karet pada umumnya ditentukan oleh koinponen hasil yang dimiliki oleh klon tersebut. Komponen hasil yang selama ini digunakan adalah perkembangan lilit batang dan tebal kulit bidang sadap yang merupakan karakter pertumbuhan dan menentukan tingkat has11 tanaman karet (Danimihardja, 1986; Boerhendhy, 1989). Karakttz fisiologi yang juga digunakan adalah kadar sukrosa, fosfat inorganlk (PI), tiol, dan magnesium ( M ~ ~ + ) yang merupakan bahan dasar dalam flembentukan lateks (Serres et al., 198'8; Jacob et a[., 1988; D'Auzac, 2001).
(123)

Inkompatibilitas pada okulasi tanaman karet diketzhui setelah tanaman menghasilkan (TM). Hal ini menimbulkan kemgian yang cukup besar bagi pekebun karena diperlukan biaya untuk penanaman, pemellharaan tanaman dan areal penanaman yang 1:ukup luas. Berdasarkan pennasalahan tersebut di atas diperlukan suatu tekmk yang mampu mendeteksi kesesuaian batang bawah-batang atas pada sistim okulasi tanaman karet pada fase h i (tanam muda) antara lain dengan isoenzim (Moore & Collins, 1983).

Isoenzim adalah enzim polimorfis yang terdapat dalam suatu organisme, mengkatalisis reaksi kimia yang sama namun berbeda berat molekul dan muatan listriknya (Weeden & Wendel, 1989). Perbedaan suatu sistem enzim yang mengkatalisis suatu reaksi kimia dapat dilihat melalui perbedaan pola pita apabila dipisahkan secara elekhoforesis. Perbedaan pola pita ini berkaitan langsung dengan perbedaan susunan asam amino dari enzim yang dianalisis.

Melalui studi pewarisan pola pita isoenzim dapat diketahui jumlah lokus dan ale1 yang mengontrol ekspresi suatu sistem enzim (Wendel & Weeden, 1989), identifikasi varielas (Corts & Marbnez, 2000; Posvec & Griga, 2000; Elisiario el al, 1999; Hackehberg & Kohler, 1996), ketahanan terhadap penyakit (Lebeda et al., 1999), mem~:riksa sidik jari (Weeden & Lamb, 1985; Estilai et al., 1990), dan mempelajari hubulngan gen dan pewarisan sifat (Mowrey & Werner, 1990), Chaidamsari & Darussamin (1993) juga melaporkan adanya polimorfisme isoenzim beberapa tetua dari hasil persilangan tanaman karet.

(124)

1.2. T'ujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari interaksi berbagai batang bawah

dengan batang atas dari klon karet yang sama berdasarkan data pertumbuhan yaitu tebal kulit asli dan lilit batang, kandungan sukrosa, fosfat inorganik (Pi), ti01 dan

magnesium (M~'+) lateks, polimorfisme pola pita protein dan isoenzim tertentu pada daun ~nuda dan serum lateks batang atas.

1.3. ILegunaan Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai : (1) Adanya interaksi yang positif maupun yang negatif antara batang bawah dengan

b:~tang atas pada kombinasi klon-klon karet tertentu.

(2) Kombinasi batang bawahlbatang atas pada tanaman karet yang mempunyai tingkat kesesuaian yang lebih tinggi.

1.4. Elipotesis

(1) likuran lilit batang dan tebal M i t asli dipengaruhi oleh interaksi batang bawah dengan batang atas

(2) Terdapat perbedaan kandungan sukrosa, fosfat inorganik pi), tiol, dan Magnesium OM$') pada batang atas yang dikombinasikan dengan berbagai klon batang bawah (3) Adanya protein dengan BM dm isoenzim tertenh~ mengindikasikan tejadi interaksi

(125)

11.

TlNJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Karet

Tanaman karet (Hevea brasiliensis Muell Arg.) masuk ke Indonesia lebih dari satu abad yang lalu dan mempakan tanaman introduksi dari Brasil. Tanaman tersebut tumbuh baik di daerah dengan rata-rata curah hujan 2000 mm/th, suhu 27 'C dan tanah bertekstur ringan, dengan pH 4.5. Pohon karet umumnya dapat disadap pada umur sekitar 5 tahun, yaitu setelah 60 % populasi tanaman mempunyai lilit batang 45 cm, dengan umur produktif kurang lebih 25 tahun (Raswil, 1998).

H. brasiliensis adalah pohon yang dapat tumbuh cepat dengan batang lurus berkay dan berkulit kayu. Warna permukaan batangnya abu-abu dan halus atau variasinya. Karet adalah spesies yang memiliki pertumbuhan batang tertinggi di dalam genusnya, tingginya bisa mencapai 40 m dan mencapai umur 100 tahun. Di perkebunan umurrlnya karet hanya mencapai ketinggian 25 m karena pertumbuhan direduksi oleh penyadapan dan peremajaan setelah 25-35 tahun (Webster & Paardekooper, 1990).

(126)

2.2. Cara Perbanyakan Tanaman Karet

Perbanyakan tanaman karet dilakukan secara vegetatif melalui okulasi. Klon anjuran untuk batang bawah adalah biji dari klon-klon tertentu seperti AVROS 2037, GT 1, LCB 1320, PR 228 dan PR 300. Biji diproduksi dari pohon induk yang berumur minin~al 10 tahun dan diketahui tetuanya, memiliki daya kecarnbah dan kesegaran yang baik serta kemurnian jenis (Siagian & Husny, 1995). Semaian klonal tersebut diokulasi dengan mata tunas yang juga berasal dari kayu okulasi klon-klon anjuran dan hasilnya bempa stum mata tidur dipakai sebagai bahan tanaman. Bentuk bahan tanaman karet seperti sttun mata tidur, shun mini, slum tinggi dan tanaman polibag adalah berasal dari hasil okulasi. Program perbanyakan dan seleksi dengan cara okulasi pada tanarnan karet bertujuan untuk mendapatkan kombinasi genetik yang lebih bak, seperti produksi yang tinggi, tahan penyakit, toleran terhadap kondisi lingkungan yang buruk dan mempersingkat masa TBM (Siagian, 1993; Boerhendhy, 1990; Lasminingsih, 1990).

Metode okulasi pada tanaman karet ada tiga macam, yaitu okulasi dini, okulasi hijau dan okulasi cokelat. Okulasi dini dilakukan pada batang tanaman karet yang beru~nur dua sampai empat bulan, okulasi hijau pada umur empat sampai enam bulan dan okul:~i cokelat dilakukan pada umur delapan sampai sepuluh bulan. Okulasi cokelat menlpakan okulasi yang paling banyak dilakukan (Santoso & Lubis, 1989).

2.3. Kompatibilitas-lnkompatibilitas Okulasi

(127)

pada beberapa tahapan, dimulai sejak gagalnya okulasi hingga matinya tanaman. Menwut Hartman et al. (1997) inkompatibilitas dapat disebabkan ketidak sesuaian matomi, respon fisiologis yang tidak cocok antara kedua bagian tanaman, transmisi vims atau fitoplasma dan abnormalitas jaringan vaskuler dalam pertautan

Tingkat kompatibilitas pada okulasi tanaman karet beqman sangat penting dalam proses translokasi senyawa anorgad dari batang bawah melalui jaringan ikat pembuluh

kayu dan translokasi senyawa organik dari batang atas melalui jaringan ikat pembuluh kulit kayu. Proses biosintesis senyawa organik dan pengangkutan unsur hara pada okulasi karet ;rang kompatibel akan bejalan lancar. Sedangkan inkompatibilitas okulasi tanaman karet dapat bempa pembengkakan batang di sekeliling pertautan, atau penghambatan pemindahan air, hara, dan hasil biosintesis seperti protein dan sukrosa. lnkompatibilitas okula:ii ini karena struktur anatomi batang bawah dan batang atas, atau susunan komponen biokimia dan genetik berbeda, sehingga batang yang digunakan bertindak sebag,i individu terpisah. Keadaan ini akan menghambat laju translokasi protein dan sukro:;a hasil biosintesis lateks pada batang karet (Boerhendhy, 1992; Toman-Matius el al., 15199).

(128)

PB26CIPR255 dan PB 260PR 300 terjadi penyambungan batang yang tidak mdus dan pada claerah floem terjadi pembentukan sel batu yang lebib banyak.

lnkompatibilitas pada okulasi juga dapat menyebabkan terjadmya penunman kandungan protein dan asam amino diseluruh organ pada okulasi tanaman peach dengan plum (Moreno et al., 1994). C m s o et al. (1996) juga menemukan pada kombinasi okulasi batang bawah

dari

lima kultivar peach dengan Prunus perslca Lo secara nyata mempengamhi hasil panen. Batang bawah mempengaruhi kandungan mineral (N, K, Fe

dan ZII), gula (sukrosa dan fruktosa) dan asam organik (suksinat) buah peach

Lord et al. (1985) melaporkan bahwa kombinasi batang bawah pada tanaman 'Emp~re' ape1 (Malus domestrca Borkh.) menyebabkan adanya perbedaan pertumbuhan, konsentrasi

M n

di dalam dam, ukuTan buah yang tidak tetap, dan perbedaan hngkat kmaiangan buah serta perbedaan kandungan zat yang telarut di dalam buah ape1 namun tidak 1,erpengamh terhadap efesiensi produksi batang atas.

3.4. Protein lateks

Lateks merupakan suatu larutan koloid dari partikel karet dan bukan karet yang tersuspensi di dalam suatu media cair. Lateks segar hemama putih susu sampai kuning tergar~tung dari klon (varietas) tanaman karet. Selain mengandung partikel karet (Cis-1,4 - polyisoprene) lateks juga mengandung lemak 2.4 %, protein 2.2 %, glikolipida- fosfolipida 1.0 % , karbohidrat 0.4 %, bahan-bahan organik 0.2 %, dan lain-lain 0.1 % (Tanaka, 1998). Men~m~t Oh et al. (1999) lateks segar dapat dipisahkan dengan ultra

(129)

partikel karet dan serum C. Terdapat variasi dalam jumlah protein yang terlarut dalam ketiga. eaksi tersebut di atas. Hashim (1993) memperoleh besaran sekitar 2 % protein dalm lateks, dimana 27 % berada di M s i atas, 25 % dalam serum B, dan 48 % dalam serum C.

Protein merupakan senyawa organik yang berbobot molekul besar berkisar antara beberapa ribu sampai jutaan. Protein disusun oleh banyak asam amino yang unit masing- masin~g monomernya dihubungkan oleh tkatan peptida. Semua sel mengandung protein yang berfungsi sebagai penyusun struktur, biokatalis, hormon, sumber energi, penyangga racun, dan pengatur pH.

Unit-unit protein yang membentuk suatu sel organisme dapat diidentifikasi melalui metode elektroforesis gel poliaknlamida. Unit-unit protein akan terpisah-pisah sesuai dengan ukuran, bentuk dan besar muatanya dalam bentuk pola pita-pita protein, banyzlknya pola pita protein yang terbentuk dan hasil elektroforesis menunjukkan jumlah unit pembentuk suatu protein dan merupakan ciri yang khas untuk suatu genotipe tertentu, serta dapat menunjukkan asal usul suatu organisme (Lasminingsih, 1987).

Pola pita protein hasil elektroforesis telah banyak digunakan untuk mengidentifikasi berbagai tanaman, dan pada tanaman karet dilakukan untuk memlbandingkan pola pita protein lateks dari berbagai klon karet (Arreguin et al, 1988); isola!;i, karakterisasi dan analisis fungsi Sn~all Rubber Particle Protein (SSRP) (Oh et al., 1999); identifikasi protein lateks yang dikode oleh Hev b 5 (Slater et a[., 1996); kand~mgan protein lateks di dalam karet alam (Siler & Cornish, 1995); protein yang berpr:ran dalam koagulasi lateks( Gidrol el al., 1994).

(130)

tananlan karet muda tidak berbeda dengan tanaman tua, sehmgga pola pita protein dapat diguriakan untuk mengidentifikasi klon karet dalam waktu yang tepat dan relatif tidak dipengamhi oleh umur.

Toman-Mathius et al. (1999) melaporkan pada okulasi tanaman karet menggunakan berbagai jenis batang bawah dengan batang atas yang sama, mengakibatkan p e ~ t ~ ~ h a n pola pita protein kulit batang atas. Pembahan pola pita protein batang atas yang terbesar diperoleh pada kombinasj okulasi PB 260PR 255 dan PB 260PR 300.

3.5. Isoenzim

Isoenzim adalah enzim yang mempakan produk lansung dari gen, terdiri dari berbagai molekul aktif yang mempunyai sbuktur kimia yang berbeda tetapi mengkatalisis reakri kimia yang sama (Adam, 1983). Enzim merupakan protein biokatalisator untuk prost:s-proses fisiologis tanaman yang pengadaan dan pengaturanya dikonirol secara

genetis.

Perbedaan suatu sistem enzim yang mengkatalis suatu reaksi dalam sel, dapat dilih,~t melalui perbedaan pola pita dengan metode elektroforesis gel sesudah diwamai. Perbedaan pola pita ini berkaitan langsung dengan perbedaan bobot dan muatan listrik asam amino penyusun enzim yang dianalisis dan susunan asam amino yang rnernbentuk maciun-macam protein ini disandikan oleh susunan basa nukleotida dalam DNA yang khas untuk setiap jenis enzim (Ghesquiere, 1984).

Analisis isoenzim telah diterapkan pada banyak tanaman. Isoenzim Peroksidase (PER) digunakan untuk mengidentifikasi kultivar Cucurbita pepo dan ketahanan terhadap jamur (Lebeda et al., 1999). Isoenzim Phosphoglucomutase (PGM) dan

(131)

ditemukzn dua lokus untuk PGM dan satu lokus untuk IDH. Ketiga lokus isoenzim tersebut ditemukan di sitosol (Corts & Martinez, 2000).

Chaidamsari & Dmssamin (1993) melaporkan adanya polimorfisme isoenzim bebempa tetua dari hasil persilangan karet. Dan' lima macam sistim enzim yaitu Esterase (EST>l, Alkohol Dehrdrogenase (ADH), Leusrn Amrnopeptrdase (LAP), Acrd Phospatase (AP), dan Srkrmrc Dehrdrogenase (SK) yang diisolasi ditemukan tujuh macam lokus gen dari klon tetuanya yaitu ADH, SK, LAP-1, LAP-2, AP, EST-4 dan EST-5, sedangkan dari empat macam sistim enzim yaitu EST, AP, LAP dan ADH, dari ortet hail persilangannya ditemllkan enam lokus gen yang semuanya polimorfik yaitu; ADH, AP, LAP-I, LAP-2, EST4, EST-5, yang bertumt-turut mempunyai 4,3,2,5,2 dan 3 alel.

Analisis isoenzim dapat juga digunakan untuk mengetahui kesesua~an antara batan;: bawah-batang atas yang digunakan pada okulasi. Degani et al. (1990) mempelajari pola pita isoenzim dari Akonitase, Isositrat Dehidrogenase, Leusin Amin~~peptidase dan Glukosa Fosfat Isomerase pada okulasi kultivar mangga, dan mendapatkan pola pita isoenzim yang tidak tetap pada setiap perbedaan genomik dari batan;; atas-batang bawah pada tanaman mangga.

(132)

Elektroforesis adalah suatu cara pemisahan dalam suatu lamtan atas dasar proses perpir~dahan partikel-partikel bermuatan karena pengaruh medan listrik. Molekul-moleln~l biologis yang bermuatan listrik, di dalam lamtan akan bergerak ke

arah

elektroda yang polaritasnya berlawanan dengan muatan molekul. Metode ini akan memisahkan nukleotida berbeda dan tiap protein (enzim) yang dianalisis ke dalam pola pita yang dapat dilihat melalui pewamaan. Pola pita tersebut adalah hasil reaksi enzimatik dari substrat dengan enzim yang diamati. Perbedaan jarak migrasi pada pita-pita merupakan wujud dari perbedaan muatan dan bentuk molekul enzim.

Struktur isoenzim tersusun dari asam-asam amino yang mengandung gugus karb~~rsil dan gugus amino tertentu. Urutan asam amino yang berbeda dari suatu polipeptida ditentukan oleh susunan nukleotida atau gen yang berbeda. Dengan demikian hasil tdektroforesis isoenzim suatu tanaman dapat digunakan untuk menganalisis gen itu

sendiri (Simpson & Withers, 1986).

Menurut Pasteur 62 Pasteur (1987) ada dua teknik elektroforesis yang digunakan untuk menganalisis isoenzim yaitu poliakrilamida ( N,N'-metilena-bis akrilamida) dan gel pati. Gel poliakrilamida diperoleh dengan polimerisasi akrilamida (20%

-

40%) dengan agen i m g k a t silang seperb metilen bis-akrilamida (3%) dan amonium per sulfat (0.2 -

0.4%) sebagai katalisnya. Untuk mengawali terjadinya proses polimerisasi diperlukan

0.23%) tetrametil-etilenadiamine (TEMED) sebagai katalis.

(133)

basa sehingga seluruhnya bermigrasi ke kutub positip medan listrik (Sambrook er al., 1989)

Dalam analisis protein, gel poliakrilamida mempunyai keunggulan dibandingkan dengal bahan lain karena substansinya yang bersifat stabil dan tidak bebas dalam medan listik. porositasnya seragam dan transparan. Di samping itu pita yang terbentuk oleh protein dengan berat molekul besar leblh tajam dan juga menguntungkan dalam penye'diaan matriks yang tidak bermuatan yang diperlukan pada pemisahan campuran molekul atas dasar ukuran molekul dan perbedaan mobilitas. Kekurangan sistem gel ini jika dibandingkan dengan pati antara lain adalah sifat racun, tingkat viskositasnya, dan jumlah ekstrak yang mampu dipisahkan.

Feret & Bergman (1976) mengemukakan untuk mencapai pemisahan yang optimim, protein dan enzim membutuhkan sistem penyangga khusus. Ini disebabkan karenii sifat molekul protein selama pemisahan gel tergantung pada nilai pH, kekuatan ion dan tipe penyangganya. Sistem penyangga berfungsi untuk mempertahankan pH dalam bejani~ dan dalam gel akrilamida agar selalu stabil, clan sebagai elektrolit pembawa arus listrik Pada umwnnya sistem penyangga terdiri dari dua bagian yaitu penyangga

elektmsda dan penyangga gel.

(134)

111. METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratoriwn Biomolekuler clan Immunologi, Unit l?enelitian Bioteknologi Perkebunan (UPBP) Jalan Taman Kencana No. I Bogor,

kebun Percobaan Ciomas milik UPBP di Bogor, dan kebun Percobaan Balai Penelitian Sembsawa, Palembang. Penelitian dilakukan mulai bulan Januari 2001 hngga

November 2001.

2.2. Tahapan Penelitian

Penelitian ini terdiri dari dua percobaan, yaitu :

1. Analisis agronomi dan fisiologi berbagai kombinasi okulasi tanaman karet

(135)

Berbagai

kombinasi okulasi

tanaman karet

Anahsls agronoml dan fis~olog~ Analis~s SDS-PAGE protern dan

berbaga komblnasi okulas~ lsoenzlm berbaga kombrnas~ okulasl

tanaman karet tanaman karet

a

Analisis Fisiologi

a

Magnesium

A malisis Agronomi Elektroforesis SDSPAGE Elektroforesis lsoenzim

Tebal kulit as11 s mlatek batang atas lateks batang atas tanaman tanaman karet yang karet yang d~kombmaskan

dkombrnaslkrm dengan dengan berbagm jems

berbaga~ jenls batang bawah batang bawah Optimalisasi analisis Optimalisasi analisis

isoenzim

Pengukuran konsentrasi (kontinu/diskontinu)

protein dalam serum Jenis enzim yang

lateks digunakan

[image:135.598.80.511.100.678.2]

Analisis interaksi batang bawah dan batang atas serta klon- klon yang mempunyai tingkat kesesuaian yang tinggi

(136)

IV. ANALISIS AGRONOMI DAN FISIOLOGI

PADA BERBAGAI KOMBINASI

OKULASI TANAMAN KARET

IV. 1. Pendahuluan

Perbanyakan tanaman karet sampai saat ini yang dlanggap paling berhasil dan telah dilakukan secara besar-besaran adalah dengan sistem okulasi. Batang atas bempa mata tunas dari klon yang dianjurkan, sedangkan batang bawah berupa semaian dari biji suatu klon karet yang dianjurkan untuk batang bawah. Pertumbuhan dan hasil karet yang diokulasi bergantung pada tingkat kompatibilitas antara batang bawah dan batang atas. Inko~npatibilitas antara batang bawah dan batang atas dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan dan menurunnya produksi. Sebaliknya bila terdapat kombinasi yang

kompatibel, okulasi akan dapat mempercepat pemunbuhan dan meningkatkan produksi. Dalam okulasi, kompatibilitas antara jaringan batang bawah dan batang atas mem,tgang peran penting. Agar pengaliran lateks dapat bejalan lancar, maka pembuluh lateks batang bawah dan batang atas harus bertautan dengan baik dan mempakan kesatuan yang harmonis. Kompatibilitas ini ditunjukkan mulai dari keberhasilan okulasi sampai karakter agmnomi, fisiologi, dan ada juga yang bersifat morfologi. Menurut Sagay & Omalrhafe (1997) keberhasilan okulasi akibat kesesuaian batang atas dan batang bawah bewariasi dari 55 sampai 90 persen. Madjid (1974) mengemukakan bahwa okulasi tanaman karet yang inkompatibel dapat menurunkan produksi sampai 40%. Sedang inkornpatibilitas baru dapat diketahui setelah tanaman menghasilkan (TM).

(137)

mengindikasikan kesesuaian batang atas dengan batang bawah pada sistem okulasi (Na~litupulu, 1992; Kuswanhadi, 1992). Seperti halnya lilit batang, tebal M i t batang juga mmpakan salah satu tolak u k u ~ untuk memilih klon yang baik karena menunjukkan korelasi yang tinggi dengan produksi (Boerhendhy, 1990).

Produksi lateks yang diperoleh dari basil penyadapan ditentukan antara lain oleh lamanya aliran dan kecepatan biosintesis lateks. Sedangkan biosintesis lateks ditentukan oleh ketersediaan bahan dasar pembentt~k lateks berupa sukrosa dan oleh aktivitas enzim yang berperan secara langsung. Lacrotte et al. (1988) menyatakan pasokan sukrosa ke pembu~luh lateks merupakan faktor utama potensi produksi suatu klon

Kandungan sukrosa yang tinggi menunjukkan adanya influks yang cukup baik dalarn sel pembuluh lateks. Kandungan fosfat inorganik (Pi) yang tinggi mencerminkan metabolisme yang aktif, karena Pi berfungsi sebagai senyawa fosforilasi dan sebagai komponen pembentuk energi. Kandungan ti01 dalam lateks dapat mencerminkan fungsi

ganda yaitu aliran lateks dan metabolisme lateks (Jacob et al., 1998). Sedangkan M$ berpt:ran dalam pengendalian reaksi enzimatis yaitu befingsi sebagai kofaktor pada proses pembentukan molekul karet (Raswil, 1998).

(138)

1V.2. Bahan dan Metode

Percobaan ini dilakukan di Laboratorium Biomolekul dan Imunologi, Unit Penelitian Bioteknologi Perkebunan (UPBP), Bogor. Kebun percobaan milk UPBP Ciontas, Bogor dan kebun percobaan Balai Penelitian Sembawa, Pelembang.

IV.2.1. Bahan tanaman

Bahan tanaman karet yang digunakan adalah okulasi berumur 66 bulan yang dipelihara di kebun percobaan Unit Penelitian Biotelcnologi Perkebunan (UF'BP), Bogor, dan I3alai penelitian Sembawa (Tabel Lampiran 1). Kombinasi batang atashatang bawah pertanaman yang berasal dari kebun percobaan Ciomas, UPBP di Bogor adalah 8 kombinasi sebagai berikut : PB 2601PB 255, PB260lBPM 1, PB260PR 300, PB260lLCB 1320, PB260lAVROS 2037, PB260lGT1, dan PB260/RRIM 712 dan GTlIGT1 sebagai konb.01. Sedangkan tanaman karet yang dipelihara di kebun percobaan Balai Penelitian Sembawa, Palembang dengan kombinasi batang atashatang bawah adalah sebagai berikut : bat;mg atas BPM 1, BPM 24, RRIC 100, dan RRIC 102 dikombinasikan dengan batang bawah BPM 1, BPM 24, RRIC 100, RRIC 101, RRIC 102, dan RRIC 110 (24 kombinasi). Kombinasi batang atashatang bawah dari okulasi klon tanaman karet yang sama digur~akan sebagai kontrol.

1V.2.2. Rancangan Percobaan

(139)

Pada analisis fisiologi, semn lateks diekstraksi menggunakan Trichloro Acetic Acid (TCA) 2.5% (IRRDB, 1993). Unhk memisahkan partikel karet dari serum dilahkan dengan caTa sebanyak 1 ml lateks segar hcampur dengan 9 ml TCA 2.5 % di dalan~ botol film. Gumpalan partikel karet dikeluarkan dari botol film dan larutan serum disaring dengan kertas Whatman kemudian disimpan pada suhu 4 'C untuk digunakan pada analisis selanjutnya.

Penentuan kadar sukrosa. Kadar sukrosa dianalisis berdasarkan metode Dische (1962). Ke dalam 5 pl contoh senun lateks ditambahkan TCA 2.5% hingga

volunne total 500 p1, kemudian direaksikan dengan 3 ml pereaksi antron (&So4 70%, dan 0.1 g anhon) dan divortek. Campuran tersebut dipanaskan pada suhu 100 "C selama 15 menit untuk menghasilkan derifatif furfural yang berwama hijau. Selanjutnya kadar sukrosa ditetapkan dengan spehofotometer pada panjang gelombang h 627 nm.

Penentuan kadar fosfat inorganik (Pi). Kadar Pi dianalisis berdasarkan metotle Taussky dan Shon (1953). Ke dalam 0.3 ml contoh serum lateks ditambahkan TCA 2.5% hingga volume 1.5 ml, kemudian direaksikan dengan 1 ml perekasi campuran 1 g FeS04, 2 ml lan~tan stok molibdat, ditera dengan akuades hingga 18 ml, dan didia~mkan 10 menit pada suhu kamar agar menghasilkan kompleks Pi-molibdat yang berwma bim. Kadar Pi ditetapkan dengan spehofotometer pada panjang gelombang h

750 rim.

Penentuan kadar tiol. Kadar tiol dianalisis berdasarkan metode McMullen (1 960). Ke dalam 1.5 ml contoh serum lateks ditambahkan 75 pl pereaksi asam di-tiobis-

nitrobensoat (DTNB) 10 mM (79.3 mg DTNB, 148.8 mg EDTA, 6.25 ml Tris 0.5 M, dan

(140)

selama 30 menit, kemudian kadar ti01 ditetapkan dengan spektrofotometer pada panjang gelombang h 412 nm.

Penentuan kadar Magnesium

( ~ f i .

Pengukuran kadar M$ dilakukan dengan menggunakan metode Jones dan Benton (1984). Kedalam 1 ml contoh serum lateks ditambahkan 9 ml HzO, kemudian diambil sebanyak 2 ml contoh dan ditambahkan 2 ml larutan lantan (111) khlorida 4000 ppm (2.675 gl250 ml + 5 tetes HC1 pa) clan divoriek. Kadar M$ ditetapkan dengan menggunakan alat spektroskopi serapan atom (SSA:).

IV.2.3. Analisis Data

Untuk menetapkan pengaruh perlakuan yakni kombinasi antara batang atas dan batan,g bawah tanaman karet, maka data hasil pengukuran ditransformaskan terlebh dahulu, dalam bentuk tansfonnasi aka

untuk

sukrosa dan transfonnasi logaritma

untuk

Pi, Ti01 dan M$'. Data hasil pengukuran dianalisis sidik ragarn dan uji beda Duncan dengitn menggunakan program Statistical Analysis System (SAS) versi 6.12 (SAS User S

Guide: 1990).

Data karakter agronomi yang dianalisis dalam tulisan ini adalah data sekunder yang diperoleh dari Bapak Boerhendhy (komunikasi pribadi, 2001). Data sekunder karakter agronomi tersebut adalah data lilit batang dan tebal kulit asli untuk tanaman karet yang dipelihara di kebum percobaan Balai Penelitian Sembawa, Palembang, diperoleh dalarr~ benttlk rataan dari tiga ulangan sehingga tidak bisa dianalisis secara statistik. Adaplun metode pengukuran kedila karakter agronomi tersebut adalah sebagai berikut (Boerhendhy, kornunikasi pribadi, 2001) :

(141)

Pengukuran tebal kulit asli (mm). Kulit tanaman karet diambil pada ketinggian 100 cm dari permukaan okulasi (dpo), kemudian diukur tebalnya.

Untuk menetapkan perbedaan dan persamaan

di

antara kombinasi

dan

di dalan~ kombinasi okulasi itu sendiri serta kesesuaian kombinasi berdasarkan peubah

agronomi dan fisiologi maka dilakukan analisis gerombol. Seluruh proses

pengt:rombolan dilakukan dengan menggunakan program Statistical Analysis System

(SAS) versi 6.12 (SAS User's Guide, 1990).

IV.3. Hasil dan Pembahasan

IV.3.1. Analisis Karakter Agronomi dan Fisiologis

IV.3.1.1. Bahan tanaman asal Sembawa

Rataan lilit batang dan tebal kulit asli serta kandungan sukrosa, Pi, tiol dan M ~ ~ + dari lateks batang atas yang dikombinasikan dengan berbagai jenis batang

bawah tanaman karet asal kebun Sembawa disajikan pada Tabel 1. Secara mum

klon BPMl sebagai batang atas dan RRIC102 sebagai batang bawah menghasilkan nilai

rataan lilit batang tertinggi apabila dibandingkan dengan klon RRICIOO dan BPM24. Sedangkan untuk tebal kulit asli yang tertinggi dihasilkan dari klon RRICIOO sebagai batang atas dan klon BPMl sebagai batang bawah.

Dan seluruh kombinasi okulasi yang diuji ternyata BPMI RRIC 10 1,

BPM24lBPM1, RRIC100RRIC100, dan RRIC102/RRIC10 1 memiliki nilai rataan

lilit batang terbesar. Sedangkan tebal kulit asli terbesar diperoleh dari kombinasi BPM l/RRICIOI, BPM24BPM1, RRIC100BPM24, dan RRIC 102iRRIC 1 10.

(142)

nyata (Tabel Lamp~ran 2). Kandungan sukrosa pada klon RRIC 102 sebagai batang

atas relatif lebih tinggi dibandingkan dengan klon BPM 1, BPM 24 dan RRIC 100 sebagai batang atas, sedangkan kandungan sukrosa pada kombinasi seluruh batang bawah yang sama lebih bervariasi. Didapatkan lebih dan 42 % kombinasi dengan kandungan sukrc~sa berlusar antara 0.26 - 0.42 %.

Tabel 1. Rata-tara lilit batang dan tebal kulit asli serta kandungan sukrosa, Pi, tiol, clan M ~ ~ + dari lateks batang atas tanaman karet yang dikombinasikan dengan berbagai jenis batang bawab tanaman karet asal kebun Sembawa

-

Kombinasi A g r o n o m i F i s i o l o g i

Bac ang atasl

batrng bawah Lll11 Tebal Sulirosa PI Ttol M ~ ' '

Batang Kulit asli ( 'Yo ( P P ~ P) ( P P ~ ) ( P P ~ (cm) (rnrn)

BPMllBPMl BPMlIBPM24 BPMllRRlClOO BPM 1,'RRIC 101 BPMI/RRICIO2 BPMllRRlC l I0

BPM241 BPM24 BPM241 BPMl BPM241 RRlC100 BPM241 RRIClOl BPM24RRIC 102 BPM24RRICI I0 RRICl(lO/RRIC100 RRICIOO/BPMl RRIClOOI BPM24 RRIC10O/RRIC101 RRICI (IOIRRIC I02 RR1C l (IOIRRIC 1 10

47.62 7.25 0.31 bcdef 47.24 7.36 0.28 bcdef 48.96 7.47 0.36 bcdef 49.13 7.48 0.13 def 48.47 7.01 0.36 bcdef 48.08 7.28 0.14 cdef

46.48 7.43 0.42 bcdef 45.12 7.21 0.12 def 43.62 6.99 0.47 bcdef 46.47 7.34 0.26 bcdef 46.34 7.41 0.35 bcdef

47.99 7.55 0.08 f 46.78 7.46 0.10 ef 46.51 7.84 0.30 bcdef 46.13 7.48 0.19 cdef 46.73 7.12 0.13 def 47.69 7.22 0.18 cdcf

482.00 abed

321.30 W e 343.00 bcde 424.30 abcd 935.00 ab 482.00 abcd

507.70 bcdc 363.00 abcd 252.00 cde 471.70 abcd 200.30 de

299.00 cde

353.00 abcd 537.33 abc 399.67 abcd

148.67 e 231.67 cde 441.00 a d

89.67 f 129.00 dc

145.00 cde 86.67 f

144.33 cde 113.00 ef

167.67 abcd 150.00 bcde 162.33 abcd 126.67 de

158.67 abcde 156.67 bde

158.00 abcdc 223.67 a 168.00 abcd 161.00 abcd 165.33 abcde 208.00 ab

226.33 abcd 252.00 ab 224.67 abcd 243.00 ab 199.67 abcd 234.33 abc

213.33 abcde 217.00 abcde 225.00 abcde 152.33 bcdef 257.00 ab 288.00 a

131.67 cdefg 126.67 defg 166.33 abcdcf 123.33 efg 172.00 abcdcf 168.67 aWef

RRICIC12RRlC102 47.57 7.62 0.60 abcd 334.00 bcde 206.33 ab 74.00 h RRlC 1(12/ BPM L 45.13 7.00 0.96 ab 762.30 ab 2W.33 abc 100.39 gh

RRICI C'ZIBPM24 47.70 7.14 0.42 bcdef 400.70 nbcd 200.00 abc 96.33 fgh RRIC 1C~2/RR[C100 46.61 7.23 0.66 abc 351.00 abcd 168.33 a b d 95.33 gh RRICIC2RRlCIOI 49.02 7.66 0.72 abcdc 981.70 a 196.00 abc 77.69 fgh

RRIClCZ/RRICI I0

-

45.35 7.88 1.56 a 248.30 cde 180.00 a b d 73.33 fgh [image:142.608.81.512.284.665.2]
(143)

Kandungan fosfat inorganik ( Pi ) pada k:on RRIClO2 sebagai batang atas

relatif lebih tinggi dibandingkan dengan klon batang atas lainnya. Lebih dari 42% kombinasi kandungan Pi berkisar antara 351.00 - 482.00 ppm. Sementara kandilngan ti01 pada klon RRIC102 dan RRIClOO sebagai batang atas relatif lebih

tinggi sedangkan pada klon batang bawah yang sama sangat bewariasi.

Kandungan magnesium (klg2+) pada klon batang atas BPMl dan BPM24 relatif' lebih tinggi

dm

klon RRIC102 dan RRIClOO sebagai batang atas. Klon RRIC102 sebagai batang atas menghasilkan kandungan Mg2+ terendah.

IV.3.1.2. Bahan Tanaman Asal Ciomas

Rata-rata kandungan sukrosa, Pi, ti01 dan M ~ ~ + dari lateks kombinasi batang

atas dengan batang bawah tanaman karet asal kebun Ciomas disajikan pada Tabel 2. Hasil analisis ragam kombinasi okulasi pada tanaman tersebut karet asal kebun Ciomas tidak berbeda nyata terhadap kandungaan sukrosa, Pi, ti01 dan Mg2+ (Tabel

Lampiran 3).

Tabel 2. Rata-rata kandungan sukrosa, Pi, tiol, dan M ~ ~ + dari lateks batang atas tanaman karet asal Ciomas yang dikombinasikan dengan berbagai jenis batang bawah

-

Kombinasi SSrosa Pi Ti01 M&*

E'atang ataslbatang bawah ( % ) ( P P ~ P) ( P P ~ ) ( P P ~ )

-

PB 26OlGT 1 1.82 a 3 6 1 . 0 0 a 474.00 a b 41.50 a b

PB 2601BPM 1 0.80 a 443.50 n 381.33 a b 31.50 a b

PB 160PR300 1.06 a 313.70 a 365.00 b 22.67 b

PB 260PR 255 0.85 a 260.50 a 329.00 a b 85.00 a b

PB 2 601RRIM 7 12 1.42 a 238.00 a 521.00 a 59.67 a b

PB 2601AVROS 2037 1.28 a 184.00 a 465.00 a b 32.33 a b

PB 26OlLCB 1320 1.17 a 151.00 a 381.00 a b 31.67 a b

GT I IGT 1

-

1.78 a 142.00 a 532.67 a 83.67 a
(144)

Kandungan sukrosa dan Pi pada seluruh kombinasi klon tidak berbeda narnun ada kecendrungan kombinasi klon PB 260lGTl menghasilkan sukrosa dan Pi

yang lebih tinggi. Kandungan sukrosa lateks klon karet a d Ciomas berkisar 0.50

- 1.82 %. Kandungan tiol pada kombinasi GTlIGTI, PB260/RRIM712 relatif lebih

tingg~ apabila dibandingkan dengan kombinasi PB260tGT1, PB260BPM1, PB260IPR255, dan PB260tAVROS2037 (Tabel 2). Kandungan M$+ lateks pada

selunlh kombinasi klon karet Ciomas berkisar antara 22.67 - 85.00 ppm.

IV.3.2 Pengerombolan kombinasi okulasi tanaman karet berdasarkan karakter agronomi dan fisiologi

IV.3.2.1. Bahan tanam asal Sembawa

Pengerombolan kombinasi okulasi berdasarkan kemiripan sifat agonomi dan

(145)

I RRlC 1001BPM 24

BPM 24lBPM 1 BPM 241RRIC 101 RRIC102lRRIC 101 RRIC 102BPM 1 BPM llRRlC 102 RRIC1021RRIC110 RRICl02RRIC100 RRIC102BPM24 RRIC1001RRIC102 BPMllRRlClMl RRIC102/RRlC102 RRIClC€I/RRIClOl RRIC100lRRI 1W RRICl00IRRIC110 RRlC lOOlBPM 1 BPM 24lRRIC 110 BPM24lRRIC 102

BPM 24lRRIClM) BPM 24lBPM24 BPM 1lRRlCllO BPM 1lBPM24 BPM IIRRIC 101 BPM 1IBPM 1

Dl0 0.09 0.08 0.07 0.06 0.05 0.W 001 0.02 001 O.IX1

[image:145.598.89.505.76.688.2]

J a r s k

(146)

Tabel 3. Rataan di dalam sitiap gerombol untuk semua parameter kuantitatif dari 24 kombinasi klon tanaman karet asal Sembawa

-

Gerc'm- Batang Atad Lilit Tebal Kulit Sulcrosa Pi Ti01 M ~ " bol Batang Bawah Batang asli ( % ) ( P P ~ P ) ( P P ~ ) ( P P ~ )

BPMIiBPMl BPMIBPM24 BPM IIRRIC 101 BPMlmRICllO

RRlC100/RRIC102 RRIC 102BPM24 RRIC 102lRRIC 100

BPMllRRlC102 RRIClO2l BPMl

BPM241 BPM24 BPM241 RRlC I 0 0

BPM241 RRlC I0 l

BPM241 BPMl

[image:146.605.77.515.122.568.2]
(147)

1V.3.2.2. Bahan Tanaman Asal Ciomas

J a r a k

Garnbar 3. Dendrogram delapan kombinasi okulasi klon karet asal Ciomas

Tabel 4. Rataan di dalam setiap gerombol untuk semua parameter kuantitatif dari delapan kombinasi klon karet asal Ciomas

Gerombol Kombinasi Sukrosa Pi Tiol M$'

Batang atasbatang bawah ( % ) (ppm P) (ppm) ( P P ~ )

PB 260lAVROS 2037

1 PB 260lLCB 1320 1.17 2 16.22 381.56 28.89

PB 260lPR 300

Kombinasi RR1C102/RR1C101, BPMl/RRIClOI, BPMlRRIC100 dan

RR1C100/RR1C100 menghasilkan lilit batang dan tebal kulit terbesar. Hal ini

memberikan dugaan awal bahwa antara okulasi tersebut tejadi interaksi batang

[image:147.605.88.475.82.317.2]
(148)

menghasilkan li!it batang dan tebal kulit terkecil. Menurut Boerhendhy (1990) ukuran

lilit biitang dan tebal kulit merupakan parameter untuk mengukur pertumbuhan dan

tolak ukur untuk memilih klon yang baik pada tanaman karet. Danimihardja (1986)

menyiltakan bahwa ciri lilit batang pada tanaman karet muda urnumnya berkolerasi

positif dengan hasil tanaman dewasa sehingga ciri lilit batang tanaman karet muda dapat digunakan untuk menduga hasil tanaman karet dewasa.

Menurut Webster & Paardekooper (1990) bahwa dengan bertambah besarnya lilit batang, kulit batang yang terpotong sewaktu penyadapan semahn panjang, jumlah penyuimbatan yang tejadi pada ujung pembuluh lateks kecil, sehingga produksi yang diperoleh juga tinggi. Sebaliknya semakin kecil lilit batang, kulit batang yang terpotong sewaktu penyadapan semakin pendek, jumlah pembuluh lateks yang terpotong juga sedikil:, indeks penyumbatan pada pembuluh lateks tinggi, sehingga produksi yang diperoleh rendah. Dari hasil penelitian Gomez (1982), korelasi tebal kulit dengan

jumlalh pembuluh lateks sangat nyata dengan koefisien korelasi sebesar 0.594. Lebih

lanjut disebutkan bahwa korelasi tebal kulit dengan produksi juga nyata dengan koefisien sebesar 0.49.

Kombinasi klon karet berpengaruh nyata terhadap perbedaan kandungan

sukro!;a, Pi, ti01 dan lateks yang mengindikasikan adanya interaksi antara

batanj; bawah dan batang atas pada seluruh kombinasi klon karet yang diuji. Secara umum kombinasi RRIC 102 sebagai batang atas menghasilkan kandungan sukrosa, Pi dan t~,ol tertinggi serta kandungan M~~~ yang terendah. Berdasarkan karakter

tersebut diduga bahwa kombinasi RRIClO2 sebagai batang atas memiliki tingkat kesestlaian yang lebih tinggi dibandingkan dengan kombinasi batang atas lainnnya.

(149)

influb yang cukup baik dalam sel pembuluh lateks yang mungkin hikuti oleh suatu

metabolisme aktif namun kandungan sukrosa yang tinggi mungkin juga disebabkan

oleh rendahnya metabolisme penggunaan sukrosa yang akhimya produksinya juga rendali. Menurut Lukman (1992) sukrosa bukan saja diperlukan sebagai bahan dasar

biosintesis tetapi juga berperan aktif dalam diferensiasi jaringan pembuluh baik secara

kualitiltif maupun kuantitatif.

Menurut Jacob et al. (1988) bahwa Pi adalah elemen yang penting untuk

pemtk.aran sel dalam aktivitas metabolisme dan biosintesis lateks dalam sitosol sel latisiferus. Menurut Siswanto (1994), Pi yang tinggi mencerminkan metabolisme yang

aktif, karena fospat berfungsi sebagai senyawa fosforilasi dan sebagai komponen

pembcntuk energi. Menurut Jacob et al. (1998) dan Wenxian et al. (1988) bahwa tiol

berfur~gsi sebagai aktivator, berhubungan dengan stabilitas membran lutoid, kecepatan aliran lateks dan meningkatkan produksi.

Mg2+ dalam sitoplasma berperan sebagai aktivator beberapa enzim antara

ATPase, PPase, PEPcase, namun apabila tejadi kebocoran membran, konsentrasinya yang !;angat tinggi dalam lutoid akan mempercepat prakoagulasi yang akhirnya akan mengl~entikan aliran lateks (Siswanto, 1994). Menurut Anas et al. (1998) lateks yang mempunyai kandungan ion logam terutama ion M$f di atas 250 ppm dapat menganggu kestabilan lateks, karena dapat bertindak sebagai prooksidan atau sebagai katalis pada

reaksi oksidasi partikel karet yang menimbulkan wama kehitaman pada karet.

(150)

analisds kesamaan genetik antar kedua klon tersebut yang di lakukan oleh Nurliaimi- Haris et al. (1998). Temyata RRIC102 dengan RRIClOl memiliki kesamaan genetik yang cukup tinggi ( 87% ) dibandingkan dengan klon karet lainnya. Klon karet RRIC102 merul~akan persilangan antara (RRIC52 X RRIC7) dan RRIC110 (LCB1320 X RRIC7) (R~slitbum Bogor, 2000).

Pada kombinasi PB260PR225 yang terletak pada gerombol V menghasilkan kandungan sukrosa, Pi, dan tiol yang lebih rendah serta

M ~ Z '

yang lebih tinggi. Hal ini diduga mengindikasikan tingkat kesesuaian yang lebih rendah dibandingkan dengan kombinasi oktdasi lainnya. Hasil yang diperoleh didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Toman-Mathius et al. (1999) yang menemukan bahwa dari anatomi kulit batang pada kombinasi PB260PR300 dan PB260iPR255 terjadi penyambungan batang yang tidak mulus dan pada daerah floem terjadi pembentukan sel batu yang lebih banyak. Pembentukan sel batu meng&batkan berkurangnya fungsi floem dan saluran lateks yang dapat mengakibatkan suplai nutrisi menjadi terhambat.

Menurut Azwar (1990) bahwa, klon PR255 memiliki karakter pertumbuhannya yang lambat, memerlukan pemupukan yang tepat dan kontinu untuk berproduksi tinggi, sedang kombinasi PB260lBPMl menghasilkan tebal kulit yang nyata lebh rendah dibandingkan dengan kombinasi okulasi tanaman karet lainnya. Menurut Wutscher (19851) terdapat hubungan timbal balik antara batang atas dengan batang bawah. Hubungan ini melibatkan keragaman dalam pola distribusi hara dan kemampuan hara ilntuk bergerak melintas1 bagian penyatuan sambungan.

(151)

M$' yang cukup rendah. Apabila dilihat dari kesamaan genetik sebagaimana hasil penr:litian Toman-Mathius et al. (1999) menunjukkan bahwa PB260 dengan GT1 menuliki kesamaan genetik yang cukup tinggi ( 82% ).

Menurut Hartrnan et al. (1997) bahwa keberhasilan penyambungan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain daya gabung, hubungan kekerabatan antara batang atas dan batang bawah, dan aktivitas pertumbuhan batang bawah. Keadaan ini diduga &pat menlgindiikan adanya interaksi antara batang bawah dengan batang atas pada okulasi tanzlman karet. Batang atas akan &pat tumbuh baik apabila mendapat hara dan batang bawah dalam bentuk dan perbandingan yang tepat. Syarat ini akan dapat dipenuhi apabila sifat batang atas clan batang bawah tidak jauh berbeda. Oleh sebab itu karakter lilit batang, tebal kulit asli, kandungan sukrosa, Pi, tiol dan M? dalam lateks dapat digunakan sebagai indikator dari potensi produksi dan regenerasi lateks suatu klon, tetapi kenlungkinan dapat juga menjadi indikator adanya penyambungan yang kurang serasi

akibat interaksi batang atas dengan batang bawah yang tidak serasi.

(152)

IV.4. Kesimpulan dan Saran

IV. 4.1. Kesimpulan

1. D~ari data sekunder karakter agronomi yang diperoleh mengindikasikan klon

BPMl sebagai batang atas dan RRIClO2 sebagai batang bawah menghasilkan

lilit batang tertinggi sedangkan tebal kulit asli yang tertinggi dihasilkan klon

RRlC100 sebagai batang atas dan klon RRIC110 sebagai batang bawah.

2. Kombinasi okulasi RRIC102RRIC101, BPMlRRIClOl, BPMl/RRIClOO dan

RRIC 100RRIC 100 memperlihatkan pertumbuhan lilit batang dan tebal kulit asli y,mg tertinggi.

3. Kandungan sukrosa, Pi dan ti01 yang tinggi selalu disertai dengan kandungan

blg2+ Iateks yang rendah.

4. K.lon RRIC102 sebagai batang atas menghasilkan kandungan sukrosa, Pi dan ti01

y,mg tinggi serta kandungan M ~ ~ + yang rendah.

5. Kombinasi RRIC102/RRIC101 menghasilkan lilit batang dan tebal kulit serta kandungan sukrosa, Pi, ti01 yang tinggi serta M$+ yang rendah mengindikasikan tingkat kesesuaian yang lebih tinggi.

6. PB2601GT1 menghasilkan kandungan sukrosa, Pi, ti01 yang tinggi serta kandungan

h4$' yang cukup rendah mengindikasikan tingkat kesesuaian yang lebih tinggi.

IV.4.;!. Saran

(153)

2. Hal yang sama juga perlu dilakukan untuk pengumpulan data kandungan sukrosa, Pi, ti01 dan

M ~ Z '

lateks.

3. Urttuk mendapatkan hasil yang lebih konkrit mengenai hubungan ad 2 dengan

pt:mbuhan dan produksi batang atas, perlu dilakukan pengamatan untuk jumlah

pc:mbuluh lateks, produksi lateks per pohon, kadar karet k e ~ g , kecepatan aliran

(154)

V. ANALISIS SDS-PAGE PROTEIN DAN ISOENZIM

PADA BERBAGAI KOMBINASI OKULASI

TANAMAN KARET

V.1. Pendahuluan

Protein merupakan senyawa organjk yang berbobot molekul besar berkisar antam beberapa ribu sampai jutaan. Protein disusun oleh banyak asam amino yang unit masu~g-masing manomemya dihubungkan oleh ikatan peptida. Semua sel mengandung protein yang berfungsi sebagai penyusun struktur, biokatalis, hormon, sumber energi, penyangga racun dan pengatur pH.

Analisis pola pita protein hasil elektroforesis telah banyak digunakan pada berbagai tanaman, dan pada tanaman karet dilakukan untuk mengidentifikasi klon dengan

cara membandingkan pola pita protein Iateks dari berbagai klon karet (Arreguin et a/.,

1988); isolasi, karakterisasi dan analisis fungsi Small Rubber Particle Protein (SSRP) (Oh et a/., 1999); identifikasi protein lateks yang dikode oleh Hev b 5 (Slater et al.,

1996); kandungan protein lateks di dalam karet alam (Siler & Comish, 1995); serta protein yang berperan d a m koagulasi lateks ( Gidrol et al, 1994).

Elektroforesis protein juga digunakan untuk mengetahui pengaruh okulasi tajuk terhadap protein lateks tanaman karet (Mubiyanto, 1983). Lasminingsih (1989) melaporkan bahwa dari elektroforesis serum lateks yang dielektroforesis pada gel aknlamida terdapat 6 kelompok pola pita protein dari 36 klon karet. Toruan-Mathius el

(155)

Isoenzim dapat juga digunakan sebagai penanda genetik unt..k mempelajari keanekaragaman antar individu dalam suatu populasi serta mengidentifikasi varietas (Corts & Martinez, 2000), menyeleksi sifat ketahanan terhadap penyakrt (Lebeda et al., 1999). Pada tanaman karet analisis isoenzim juga sudah dilakukan untuk mempelajari kera:gaman genebk plasma nutfah karet yang berasal dari beberapa lokasi (Lebum & Chevallier et al., 1985), polimorfisme isoenzim beberapa tetua dari hasil persilangan kareit (Chaidamsari & Darussamin, 1993).

Analisis isoenzim dapat pula digunakan sebagai salah satu upaya untuk menduga kesesuaian batang

Gambar

Gambar 1. Bagan alir prosed~u penelitian
Tabel 1. Rata-tara lilit batang dan tebal kulit asli serta kandungan sukrosa, Pi, tiol, clan M ~ ~ +  dari lateks batang atas tanaman karet yang dikombinasikan dengan berbagai jenis batang bawab tanaman karet asal kebun Sembawa
Gambar 2. Dendrogram dari dua puluh empat ko~nbinasi okulasi klon karet asal
Tabel 3. Rataan di dalam sitiap gerombol untuk semua parameter kuantitatif dari 24 kombinasi klon tanaman karet asal Sembawa
+7

Referensi

Dokumen terkait

Interaksi dari Posisi Dahan Batang Bawah dan Jenis Kultivar Batang Atas Terhadap Pertumbuhan Panjang Tunas Apel (cm).. pada Berbagai Umur Pengamatan

Grafting tanaman jambu mete antara batang atas varietas unggul dengan batang bawah lokal terpilih di pembibitan dilakukan sebagai berikut: (1) batang bawah berupa

Berdasarkan hasil analisis statistik diperoleh bahwa tidak ada interaksi antara perlakuan batang bawah dengan batang atas, namun secara terpisah tinggi tanaman sampai dengan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan batang bawah umur 30 hari dengan kondisi batang atas berwarna hijau kecoklatan menghasilkan tingkat keberhasilan grafting

Berdasarkan hasil analisis statistik diperoleh bahwa tidak ada interaksi antara perlakuan batang bawah dengan batang atas, namun secara terpisah tinggi tanaman sampai dengan umur

Tingkat keberhasilan okulasi hijau pada tanaman karet sebagai akibat perlakuan media tumbuh (Gambar 7) tidak terlepas dari pengaruh peningkatan pertumbuhan tinggi, diameter

Grafting tanaman jambu mete antara batang atas varietas unggul dengan batang bawah lokal terpilih di pembibitan dilakukan sebagai berikut: (1) batang bawah berupa benih jambu

Pada batang bawah dari klon PB 260 dan GT 1 dengan umur 7 bulan ternyata menghasilkan keberhasilan okulasi sampai 100% dan berbeda nyata dengan umur 4 dan 5 bulan, sedangkan