• Tidak ada hasil yang ditemukan

Komunikasi Terapeutik Perawat pada Anak Usia Sekolah yang Mendapatkan Tindakan Invasif di RSUP. H. Adam Malik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Komunikasi Terapeutik Perawat pada Anak Usia Sekolah yang Mendapatkan Tindakan Invasif di RSUP. H. Adam Malik"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT PADA ANAK USIA SEKOLAH YANG MENDAPATKAN TINDAKAN INVASIF

DI RSUP. H. ADAM MALIK

SKRIPSI

TRINITA NOVI D. SINAGA NIM. 09101035

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PRAKATA

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya

yang tak terhingga sehingga peneliti dapat menyelesaikan proposal penelitian yang

berjudul “Komunikasi Terapeutik Perawat pada Anak Usia Sekolah yang Mendapatkan

Tindakan Invasif di RSUP. H. Adam Malik”.

Penyusunan skripsi ini telah banyak mendapat bantuan, bimbingan dan dukungan

dari berbagai pihak. Oleh karena itu perkenankanlah peneliti menyatakan penghargaan

dan mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Dedi Ardinata, M. Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas

Sumatera Utara dan Erniyati, S. Kp, MNS sebagai Pembantu Dekan I Fakultas

Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Reni Asmara Ariga, S. Kp, MARS selaku Dosen Pembimbing yang telah

banyak memberikan arahan, masukan, saran, dan kritik kepada peneliti yang sangat

bermanfaat dalam penyusunan skripsi ini.

3. Direktur SDM dan Pendidikan RSUP. H. Adam Malik Medan yang telah

memberikan izin penelitian, beserta seluruh staf dan juga kepada perawat yang

bertugas di RB 4 yang bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.

4. Ibu Wardiah Daulay S. Kep, Ns, M. Kep selaku dosen pembimbing akademik saya,

Ibu Mahnum Lailan Nasution, S. Kep, Ns, M. Kep dan Ibu Farida Linda Siregar, S.

Kep, Ns, Mkep sebagai dosen penguji skripsi yang telah memberi masukan dalam

(3)

5. Seluruh staf pengajar dan civitas akademika Fakultas Keperawatan Universitas

Sumatera Utara.

6. Terima kasih tiada tara peneliti persembahkan kepada orangtua saya Drs. Joman

Sinaga dan Dince Saragih yang selalu mendoakan serta memberikan semangat

kepada peneliti dalam menyelesaikan pendidikan.

7. Terima kasih ditujukan kepada saudara- saudara peneliti, Dinton, Meydo, Yen

Febri, Irene, Erick, Mayrio, Andrei, Megaria, Romaito yang telah memberi penulis

dukungan, doa, kasih sayang dan keceriaan dalam hidup.

8. Terima kasih kepada sahabat-sahabatku: Herdawati, Sri Hartati, Nova, Delfitra,

Suryani, Gerhard, Kristin dan Eunike telah member semangat dan dukungannya

selama penyelesaian skripsi ini.

9. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberi

bantuan dalam terlaksananya penelitian dan penulisan proposal skripsi ini.

Semoga seluruh bantuan baik moril maupun materil yang diberikan kepada

peneliti selama ini mendapat imbalan dari Tuhan Yang Maha Esa dan semoga penelitian

ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Juli 2013

(4)

DAFTAR ISI

Lembar Persetujuan ……… i

Prakata ……… ii

Daftar Isi ……… iii

Daftar Tabel ………... vi

Daftar Skema ………. vii

Abstrak ……… viii

BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang ……….. 1

2. Pertanyaan Penelitian ……….… 3

3. Tujuan Penelitian ………... 4

4. Manfaat Penelitian ………. 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Komunikasi Terapeutik ……… 6

1.1. Defenisi Komunikasi Terapeutik ………..……..…… 6

1.2. Tujuan Komunikasi Terapeutik ………. 7

1.3. Prinsip-prinsip Komunikasi Terapeutik ……….. 9

1.4. Sikap Perawat dalam Berkomunikasi ………. 10

1.5. Tahap Komunikasi Terapeutik ……… 13

1.6. Teknik Komunikasi Terapeutik ……….. 15

1.7. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komunikasi Terapeutik… 21 2. Anak Usia Sekolah ……… 22

3. Tindakan Invasif ………..…. 23

4. Komunikasi Terapeutik Perawat pada Anak Usia Sekolah yang Mendapat Tindakan Invasif………..………. 24

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN 1. Kerangka Konseptual……… 26

2. Defenisi Konseptual ……… 26

3. Defenisi Operasional ……… 27

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 1. Desain Penelitian ……… 28

2. Populasi, Sampel, dan Lokasi Penelitian ……… 28

3. Pertimbangan Etik Penelitian ………. 29

4. Instrumen Penelitian ……….. 30

5. Validitas ……….. 31

6. Reabilitas ……… 32

7. Pengumpulan Data ………. 33

8. Analisa Data ……… 34

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Penelitian ………. 35

1.1. Karakteristik Responden ……… 35

(5)

2. Pembahasan ………. 38

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan ………. 41

2. Saran ……… 42

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

1. Lembar Persetujuan Responden 2. Instrumen Penelitian

3. Hasil Penelitian dan Hasil Uji Reliabilitas 4. Kalender Penelitian

(6)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Tahap komunikasi terapeutik ……… 15 Tabel 3.1 Definisi operasional instrumen penelitian ……….……… 27 Tabel 5.1 Distribusi frekuensi dan persentasi karakteristik responden di

Ruang Rindu B4 RSUP. H. Adam Malik Medan……… 36 Tabel 5.2 Komunikasi terapeutik perawat pada anak usia sekolah yang

mendapatkan tindakan invasif di Ruang Rindu B4 RSUP. H.

(7)

Tabel Skema

(8)
(9)

Judul : Komunikasi Terapeutik Perawat pada Anak Usia Sekolah yang Mendapatkan Tindakan Invasif.

Nama Mahasiswa : Trinita Novi D Sinaga

NIM : 091101035

Jurusan : Ilmu Keperawatan

Tahun : 2013

Abstrak

Komunikasi terapeutik perawat merupakan suatu kegiatan yang harus dilakukan perawat setiap kali berinteraksi dengan klien bertujuan memberi terapi. Komunikasi terapeutik saat pemberian tindakan invasif dapat mengurangi trauma pada anak. Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk melihat gambaran komunikasi terapeutik perawat saat memberikan tindakan invasif pada anak di RSUP. H. Adam Malik Medan. Desain penelitian ini adalah deskriptif dengan jumlah sampel 24 orang dengan teknik total sampling. Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner yang terdiri dari data demografi perawat dan komunikasi terapeutik perawat saat memberikan tindakan invasif pada pasien anak usia sekolah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 20 (83,3%) perawat menggunakan teknik komunikasi terapeutik yang baik dan 4 (16,7%) perawat cukup baik saat memberikan tindakan invasif pada anak usia sekolah. Berdasarkan penelitian ini komunikasi terapeutik perawat dalam kategori baik tetapi ada hal yang mempengaruhinya. Untuk itu disarankan agar Rumah Sakit meningkatkan kemampuan komunikasi perawat dengan pelatihan dan pendidikan tentang komunikasi terapeutik.

(10)

Judul : Komunikasi Terapeutik Perawat pada Anak Usia Sekolah yang Mendapatkan Tindakan Invasif.

Nama Mahasiswa : Trinita Novi D Sinaga

NIM : 091101035

Jurusan : Ilmu Keperawatan

Tahun : 2013

Abstrak

Komunikasi terapeutik perawat merupakan suatu kegiatan yang harus dilakukan perawat setiap kali berinteraksi dengan klien bertujuan memberi terapi. Komunikasi terapeutik saat pemberian tindakan invasif dapat mengurangi trauma pada anak. Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk melihat gambaran komunikasi terapeutik perawat saat memberikan tindakan invasif pada anak di RSUP. H. Adam Malik Medan. Desain penelitian ini adalah deskriptif dengan jumlah sampel 24 orang dengan teknik total sampling. Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner yang terdiri dari data demografi perawat dan komunikasi terapeutik perawat saat memberikan tindakan invasif pada pasien anak usia sekolah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 20 (83,3%) perawat menggunakan teknik komunikasi terapeutik yang baik dan 4 (16,7%) perawat cukup baik saat memberikan tindakan invasif pada anak usia sekolah. Berdasarkan penelitian ini komunikasi terapeutik perawat dalam kategori baik tetapi ada hal yang mempengaruhinya. Untuk itu disarankan agar Rumah Sakit meningkatkan kemampuan komunikasi perawat dengan pelatihan dan pendidikan tentang komunikasi terapeutik.

(11)

BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Anak adalah individu unik yang berada dalam proses tumbuh kembang dan

mempunyai kebutuhan yang spesifik (fisik, psikologis, sosial dan spiritual) yang

berbeda dengan orang dewasa. Anak-anak memiliki daya adaptasi yang berbeda

sesuai perkembangannya. Anak akan mengalami stres akibat perubahan, baik

terhadap status kesehatannya maupun lingkungan sehari-hari dan anak-anak

mengalami keterbatasan dalam mekanisme koping untuk mengatasi masalah

maupun kejadian yang bersifat menekan (Nursalam, 2005).

Banyak anak mengalami sakit dalam jangka waktu yang singkat maupun

dalam kurun waktu lama. Keadaan sakit mungkin disertai dengan pembatasan

aktivitas harian, disabilitas fisik, serta pengobatan dan perumahsakitan berulang dan

sering menyakitkan. Keadaan sakit dan pengobatannya merupakan pengalaman

yang sudah dapat diperkirakan akan mengesalkan bagi anak. Apabila anak sakit, hal

ini akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan optimal sesuai dengan

usianya (Supartini, 2002). Hal ini dikarenakan keadaan sakit dan pengobatan

menunjukkan stresor potensial (Rudolph, 1995).

Hospitalisasi pada pasien anak dapat menyebabkan kecemasan dan stres pada

semua tingkatan usia. Penyebab dari kecemasan dipengaruhi banyak faktor dari

petugas (perawat, dokter, dan tenaga kesehatan lainnya), lingkungan baru, keluarga

(12)

Tindakan invasif adalah sebuah tindakan medis yang memiliki sifat merusak

keutuhan jaringan tubuh. Tindakan invasif dapat berupa pemberian obat melalui

penyuntikan, pemasangan infus, pengambilan spesimen darah dan jaringan, serta

pembedahan. Tindakan invasif sering mengakibatkan nyeri dan dan menimbulkan

bekas. Saat anak mengalami hospitalisasi tindakan invasif diberikan oleh perawat

dalam asuhan mandiri atau kolaborasi dengan dokter.

Akibat sakit dan di rawat di rumah sakit, anak akan bereaksi terhadap rasa

nyeri dengan menyeringai wajah, menangis, mengatupkan gigi, membuka mata

dengan lebar, atau melakukan tindakan agresif seperti menggigit, menendang,

memukul, atau berlari keluar (Nursalam, 2005) serta kehilangan kebebasan

pandangan egosentris dalam mengembangkan otonominya. Hal ini akan

mengakibatkan anak kehilangan otonominya dan pada akhirnya akan menarik diri

dari hubungan interpersonal (Nursalam, 2005).

Dengan adanya pengalaman nyeri atau bekas yang diakibatkan tindakan

invasif menyebabkan adanya interaksi yang sulit karena timbul ekspresi emosi

seperti kemarahan, kecemasan, depresi serta respon terhadap krisis. Situasi seperti

ini dapat mengganggu proses pemberian intervensi.

Dalam bidang keperawatan, komunikasi penting untuk menciptakan hubungan

antara perawat dengan pasien, untuk mengenal kebutuhan pasien dan menentukan

rencana tindakan serta kerja sama dalam memenuhi kebutuhan tersebut (Purwanto,

1994). Komunikasi juga dapat memberikan pertukaran informasi dan dukungan

(13)

Perawat yang menangani anak harus memiliki kemampuan melakukan

pendekatan dengan berkomunikasi. Komunikasi pada anak merupakan bagian

penting dalam membangun kepercayaan kita dengan anak. Melalui komunikasi akan

terjalin rasa percaya, rasa kasih sayang dan selanjutnya anak akan merasa memiliki

suatu penghargaan pada dirinya. Dalam praktik keperawatan istilah komunikasi

sering digunakan pada aspek pemberian terapi pada klien sehingga komunikasi

banyak dikaitkan dengan istilah terapeutik atau dikenal dengan nama komunikasi

terapeutik. Berdasarkan survei pendahuluan di Rumah Sakit Umum Bunda Thamrin

Medan (Fanny, 2011), ditemukan sebesar 39% perawat kurang komunikatif dengan

pasien dan sebesar 31% perawat kurang perhatian dengan pasien.

Berdasarkan paparan di atas saya tertarik membahas komunikasi terapeutik

perawat pada saat memberikan tindakan invasif dimana kondisi emosi anak yang

berbeda-beda. Dalam penelitian ini saya ingin meneliti komunikasi terapeutik

perawat dalam memberikan tindakan invasif pada anak usia sekolah. Anak usia

sekolah sangat peka terhadap stimulus yang dirasakannya akan mengancam

keutuhan tubuhnya. Masa usia sekolah kurang mengandalkan pada apa yang mereka

lihat tetapi lebih pada apa yang mereka ketahui bila dihadapkan pada masalah baru.

Mereka membutuhkan penyelesaian untuk segala sesuatu tetapi tidak butuh

pengesahan dari tindakan yang dilakukan. Pada masa ini anak sudah memahami

penjelasan sederhana dan mampu mendemonstrasikannya.

Penelitian dilakukan di RSUP. H. Adam Malik Medan dengan pertimbangan

jenis penyakit yang membutuhkan tindakan invasif karena merupakan salah satu

(14)

2. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka penulis merumuskan

pertanyaan penelitian: Bagaimana komunikasi terapeutik perawat pada anak usia

sekolah yang mendapatkan tindakan invasif di RSUP. H. Adam Malik Medan?

3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan gambaran komunikasi

terapeutik perawat saat memberikan tindakan invasif pada anak usia sekolah di

RSUP. H. Adam Malik Medan.

4. Manfaat Penelitian

4.1. Pendidikan Keperawatan

Penelitian bermanfaat menjelaskan konsep, teknik dan praktik komunikasi

terapeutik perawat ketika memberikan tindakan invasif terkhusus saat

menghadapi anak usia sekolah guna menurunkan traumatic hospitalisasi pada

anak.

4.2. Praktik Keperawatan

Penelitian bermanfaat untuk meningkatkan motivasi perawat untuk

mengaplikasikan komunikasi terapeutik kepada anak guna mempermudah

pemberian tindakan invasif dan intervensi lainnya sehingga mempercepat

proses penyembuhan anak dan peningkatan pelayanan mutu keperawatan.

4.3. Institusi Rumah Sakit

Penelitian dapat memberikan gambaran praktik komunikasi terapeutik perawat

pada anak usia sekolah yang mendapat tindakan invasif sehingga menjadi

(15)

4.4. Penelitian Keperawatan

Penelitian ini membantu memperjelas bahwa komunikasi terapeutik pada anak

usia sekolah yang mendapat tindakan invasif memiliki metode yang berbeda

(16)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 1. Komunikasi Terapeutik

1.1. Defenisi Komunikasi Terapeutik

Komunikasi dalam keperawatan merupakan alat mengimplementasikan

proses keperawatan. Komunikasi ditujukan untuk mengubah perilaku klien

dalam mencapai tingkat kesehatan yang optimal (Stuart dalam Suryani, 2006).

Komunikasi yang diberikan perawat bertujuan memberi terapi maka

komunikasi keperawatan disebut komunikasi terapeutik. Seorang perawat

dapat membantu klien mengatasi masalah yang dihadapinya melalui

komunikasi. Perawat menggunakan pendekatan terencana mempelajari klien

dan dipimpin oleh seorang profesional (Keltner Schwecke dan Bostrom,

1991). Komunikasi terapeutik mengembangkan hubungan interpersonal antara

klien dan perawat. Proses ini meliputi kemampuan khusus, karena perawat

harus memperhatikan pada berbagai interaksi dan tingkah laku non verbal.

Perawat dengan sengaja memberi informasi untuk kepentingan pasien dan

memaksimalkan rencana perawatan.

1.2.Tujuan Komunikasi Terapeutik

Komunikasi terapeutik sengaja dirancang agar hubungan perawat dan

klien menjadi efektif dalam rangka mencapai kesembuhan.

a. Kesadaran diri, penerimaan diri, dan meningkatkan kehormatan diri

(17)

mengeksplorasi kemampuan komunikasinya dengan memiliki pengetahuan

yang cukup, keterampilan yang memadai serta teknik dan etika komunikasi

yang baik. Perawat akan memberikan memberi kesan bermakna dan

membawa dampak positif bagi klien.

Integritas yang tinggi dari perawat akan mampu meyakinkan klien

akan kemampuan perawat. Klien akan percaya apa yang dilakukan perawat

merupakan tindakan yang akan membantu proses penyembuhan penyakit

sehingga kooperatif dalam berkomunikasi, apa yang diinginkan untuk

terbebas dari keluhan yang dihadapi akan tercapai. Hal itu akan

meningkatkan citra diri yang optimal dengan tetap menjaga kehormatan

dirinya.

b. Identitas pribadi yang jelas dan meningkatkan integritas pribadi

Komunikasi terapeutik antara perawat dan klien mendorong keduanya

saling mamahami, menghargai dan mengetahui keperluan masing-masing.

Perawat berusaha membantu meningkatkan harga diri dan martabat klien,

sebaliknya klien mengakui dan menghargai perawat sebagai pemberi

pelayanan keperawatan tanpa memandang sebelah mata atau meremehkan

kemampuannya.

c. Kemampuan untuk membentuk suatu keintiman, saling ketergantungan,

hubungan interpersonal dengan kapasitas memberi dan menerima.

Hubungan perawat dan klien merupakan hubungan yang saling

menguntungkan. Perawat dengan ikhlas memberikan pelayanan

(18)

keluhannya sesuai dengan apa yang dirasakan tanpa ada sesuatu yang

mengganjal. Perawat dan klien tidak membawa ego masing-masing dan

mengenyampingkan adanya perbedaan sehingga terbentuk hubungan saling

percaya.

Memberikan pelayanan kepada pasien merupakan upaya

mengaplikasikan ilmunya sehingga menjadi ilmu yang bermanfaat dan

menjadi sarana untuk mengembangkan ilmu keperawatan. Untuk

mendapatkan pelayanan yang memuaskan dalam menyelesaikan

masalahnya, klien seharusnya mengutarakan keluhannya sesuai dengan apa

yang dirasakan sehingga dapat dipakai sebagai acuan perawat dalam

memberikan pelayanan keperawatan. Konsep Carl Roger yang

dikembangkan Mundakir (2006) mengidentifikasi tiga faktor dasar dalam

mengembangkan hubungan yang saling membantu (helping relationship), yaitu keikhlasan (genuineness), empati (empathy) dan kehangatan

(warmth).

d. Mendorong fungsi dan meningkatkan kemampuan terhadap kebutuhan yang

memuaskan dan mencapai tujuan yang realistis.

Prinsip dalam pelayanan keperawatan dengan memperhatikan segala

aspek yang dimiliki mempunyai sifat pelayanan yang cepat, tepat, tegas,

serta dengan suasana tenang dan humanistik. Harapan yang diinginkan

seharusnya disesuaikan dengan kondisi sakitnya sehingga memerlukan

penerimaan yang tinggi dan komitmen yang tinggi untuk mau bekerja sama

(19)

menurunnya harga diri dan menjadikan hubungan menjadi sangat renggang

sehingga timbul isolasi sosial: menarik diri. Individu akan merasa

kenyataan hidupnya jauh dari ideal diri akan merasa rendah diri. Hal ini

sangat menyulitkan dalam hubungan terapeutik (Suryani, 2006).

1.3. Prinsip-prinsip Komunikasi Terapeutik

Menurut Mundakir (2006) untuk mengetahui apakah komunikasi yang

dilakukan bersifat terapeutik atau tidak, maka dapat dilihat apakah

komunikasi tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip berikut:

1. Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti memahami dirinya

sendiri serta nilai yang dianut.

2. Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima, saling percaya

dan saling menghargai.

3. Perawat harus memahami, menghayati nilai yang dianut oleh klien.

4. Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik fisik maupun

mental.

5. Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan pasien memiliki

motivasi untuk mengubah dirinya baik sikap maupun tingkah lakunya

sehingga tumbuh makin matang dan dapat memecahkan masalah-masalah

yang dihadapi.

6. Perawat harus mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap untuk

mengetahui dan mengatasi perasaan gembira, sedih, marah, keberhasilan

(20)

7. Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat mempertahankan

konsistennya.

8. Memahami betul arti simpati sebagai tindakan yang terapeutik dan

sebaliknya simpati yang bukan tindakan terapeutik.

9. Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasar dari hubungan

terapeutik.

10.Mampu berperan sebagai role model agar dapat menunjukkan dan meyakinkan orang lain tentang kesehatan, oleh karena itu perawat perlu

mempertahankan suatu keadaan sehat fisik, mental, sosial, spiritual dan

gaya hidup.

11.Disarankan untuk mengekspresikan perasaan yang dianggap mengganggu.

12.Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan pasien bebas

berkembang tanpa rasa takut.

13.Altruisme, mendapatkan kepuasan dengan menolong orang lain secara manusiawi.

14.Berpegang pada etika dengan cara berusaha sedapat mungkin keputusan

berdasarkan prinsip kesejahteraan manusia.

15.Bertanggung jawab dalam dua dimensi yaitu tanggung jawab terhadap

orang lain tentang apa yang dikomunikasikan.

1.4. Sikap Perawat dalam Berkomunikasi

Perawat hadir secara utuh (fisik dan psikologis) pada waktu

(21)

komunikasi dan isi komunikasi tetapi yang sangat penting adalah sikap atau

penampilan dalam berkomunikasi.

1. Kehadiran diri secara fisik

Cara untuk menghadirkan diri secara fisik yaitu berhadapan,

mempertahankan kontak mata, membungkuk ke arah klien,

mempertahankan sikap terbuka dengan tidak melipat kaki atau tangan dan

tetap releks.

Sikap fisik dapat pula disebut sebagai perilaku non verbal yang perlu

dipelajari pada setiap tindakan keperawatan. Beberapa perilaku non verbal

yang dikemukakan Clum (1991 dalam Mundakir, 2006) yang perlu

diketahui dalam merawat anak adalah:

a. Gerakan mata

Gerakan mata dapat dipakai untuk memberikan perhatian. Kontak mata

dan ekspresi muka adalah alat pertama yang dipakai untuk pendidikan

dan sosialisasi. anak sangat peka terhadap sikap perawat dalam

memberikan pelayanannya, misalnya perawat melotot menunjukkan

perawat tidak suka dengan perilaku pasien dan sikap ini menjadi

ancaman bagi pasien.

b. Ekspresi muka

Ekspresi muka umumnya dipakai sebagai bahasa non verbal namun

banyak dipengaruhi budaya. Orang yang tidak percaya pasti akan

tampak dari ekspresi muka tanpa ia sadari. Perawat perlu menyadari dan

(22)

perawat adalah sebagai penolong bagi klien sehingga selalu dituntut

berekspresi yang sejuk dan hangat kepada klien.

c. Sentuhan

Sentuhan merupakan cara interaksi yang mendasar. Konsep diri didasari

oleh asuhan ibu yang memperlihatkan perasaan menerima dan

mengakui. Ikatan kasih sayang dibentuk oleh pandangan, suara dan

sentuhan yang menjadi elemen penting dalam pembentukan ego,

perpisahan dan kemandirian. Sentuhan sangat penting bagi anak sebagai

alat komunikasi dan memperlihatkan kehangatan, kasih sayang yang

pada kemudian hari diharapkan mampu mengembangkan hal yang sama

baginya.

2. Kehadiran Diri Secara Psikologis

Kehadiran diri secara psikologis dapat dibagi menjadi dua dimensi yaitu

dimensi respon dan dimensi tindakan. Dimensi respon merupakan sikap

perawat secara psikologis dalam berkomunikasi dengan klien. Dimensi

respon terdiri dari respon perawat yang ikhlas, menghargai, empati dan

konkrit.

Dimensi tindakan tidak dapat dipisahkan dengan dimensi respon.

Tindakan yang dilaksanakan harus dalam konteks kehangatan dan

pengertian. Dimensi tindakan terdiri dari konfrontasi, kesegeraan,

(23)

1.5.Tahap Komunikasi Terapeutik

Hubungan terapeutik perawat-klien sebagaimana disebutkan Potter dan Perry (2005)

terdiri dari empat fase yang masing-masing fase memiliki karakteristik dan tujuan

yang berbeda. Adapun fase-fase hubungan terapeutik tersebut terdiri dari:

1. Fase Pra-Interaksi

Fase ini dimulai sebelum perawat bertemu dengan klien untuk pertama kalinya

dan merupakan fase dimana perawat merencanakan pendekatan terhadap klien.

Pada fase ini perawat dapat melihat kembali catatan medik klien, mengantisipasi

masalah kesehatan yang mungkin timbul pada interaksi pertama,

mempersiapkan lingkungan yang nyaman dan merencanakan waktu yang cukup

untuk interaksi. Pada fase ini juga perlu mengeksplorasi perasaan, fantasi dan

ketakutan yang ada di dalam dirinya serta menganalisis kekuatan dan

keterbatasan yang dimiliki sebelum melakukan interaksi dengan klien. Perawat

yang berhasil melalui fase ini dengan baik akan menampilkan sikap yang lebih

percaya diri dan lebih siap menghadapi segala macam kemungkinan.

2. Fase Orientasi atau Perkenalan

Fase ini dimulai saat pertama kali perawat bertemu dengan klien dan saling

mengenal satu sama lainnya. Perawat perlu menampilkan sikap yang hangat,

empati, menerima dan bersikap penuh perhatian terhadap klien. Hubungan pada

fase ini masih bersifat superfisial, tidak pasti dan masih tentatif. Klien biasanya

akan menguji kemampuan dan komitmen perawat dalam memberikan asuhan

(24)

3. Fase Kerja

Fase kerja merupakan dimana perawat dan klien bekerja sama untuk

memecahkan suatu masalah dan mencapai tujuan bersama. Perawat perlu

memotivasi klien untuk berekspresi, mengeksplorasi dan menetapkan tujuan

yang hendak dicapai. Pada fase ini perawat dapat menunjukkan sikap caring

dengan memberikan informasi yang dibutuhkan klien, melakukan tindakan yang

sesuai dan menggunakan teknik komunikasi terapeutik. Perawat juga dapat

membantu klien dalam menggali pikiran dan perasaannya, mengeksplorasi

stressor, mendorong perkembangan kesadaran diri klien, mendukung pemakaian

mekanisme koping yang adaptif dan merencanakan program selanjutnya yang

sesuai dengan kemampuan klien. Perawat juga perlu mengatasi penolakan klien

terhadap perilaku adaptif yang hendak diajarkan oleh perawat dengan teknik dan

pendekatan yang sesuai.

4. Fase Terminasi

Fase terminasi merupakan fase untuk mengakhiri hubungan. Perawat bersama

klien dapat saling mengeksplorasi perasaan yang muncul akibat dari perpisahan

yang akan dijalani. Pada fase ini baik perawat maupun klien dapat merasakan

perasaan puas, senang, marah, sedih, jengkel dan perasaan lainnya yang

mungkin menimbulkan ketidaknyamanan. Perawat perlu menghadirkan reaalitas

perpisahan kepada klien dan melakukan evaluasi dari pencapaian tujuan setelah

interaksi dilakukan. Pada fase ini perawat juga perlu menetapkan rencana tindak

lanjut yang perlu dilakukan klien terkait intervensi yang baru saja dilakukan

(25)

Tabel 2.1. Tahap komunikasi terapeutik (Intan dalam Damaiyanti, 2008)

1 Tahap prainteraksi

Mengumpulkan data tentang klien.

Mengeksplorasi perasaan, fantasi dan ketakutan diri.

Membuat rencana pertemuan dengan klien (kegiatan, waktu, tempat).

2 Tahap orientasi

Memberikan salam dan tersenyum pada klien. Melakukan validasi (kognitif, psikomotor, afektif). Memperkenalkan nama perawat.

Menanyakan nama panggilan kesukaan klien. Menjelaskan tanggung jawab perawat dan klien. Menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan. Menjelaskan tujuan.

Menjelaskan waktu yang dibutuhkan untuk melalukan kegiatan Menjelaskan kerahasiaan.

3 Tahap kerja

Memberikan kesempatan pada klien untuk bertanya.

Menanyakan keluhan utama/keluhan yang mungkin berkaitan dengan kelancaran pelaksanaan kegiatan.

Memulai kegiatan dengan cara yang baik. Melakukan kegiatan sesuai dengan rencana.

4 Tahap terminasi

Menyimpulkan hasil kegiatan : evaluasi proses dan hasil. Memberikan reinforcement positif.

Merencanakan tindak lanjut dengan klien.

Melakukan kontrak untuk pertemuan selanjutnya (waktu, tempat, topik). Mengakhiri kegiatan dengan cara yang baik.

Dimensi respon/perilaku non verbal minimal yang perlu ditunjukkan

Berhadapan

Mempertahankan kontak mata. Tersenyum pada saat yang tepat

Membungkuk ke arah klien pada saat yang diperlukan.

Mempertahankan sikap terbuka(tidak bersedekap, memasukkan tangan ke kantung atau melipat kaki)

1.6.Teknik Komunikasi Terapeutik

Menurut Natsir (2011) teknik-teknik komunikasi dengan cara:

1. Mendengarkan dengan Penuh Perhatian

Kesan pertama ketika perawat mau mendengarkan keluhan klien dengan

seksama adalah perawat akan memperhatikan klien. Keluhan yang

(26)

sehingga memudahkan perawat mengelompokkan data sebagai sarana untuk

menentukan diagnosis keperawatan.

Klien yang didengarkan dalam pembicaraan merasa sangat dihargai apabila

perawat mengaggap apa yang dikatakan oleh klien merupakan hal yang sangat

penting. Bahasa nonverbal melalui kontak mata, menganggukkan kepala,

senyum saat yang tepat membantu untuk mencapai maksimal dalam proses

mendengarkan.

2. Menunjukkan penerimaan

Perilaku yang ditampilkan oleh klien dan keluhan yang disampaikan

merupakan masukan yang berharga bagi perawat, walaupun kadang apa yang

diucapkan tidak sesuai dengan penyakit yang diderita atau tanda dan gejala

masalah yang dihadapi klien. Perawat tidak perlu melakukan penolakan

maupun keraguan terhadap apa yang disampaikan klien yang membuat klien

tidak bebas mengutarakan perasaannya. Unsur yang harus dihindari adalah

mengubah pikiran klien. Sebaiknya tidak ada unsur menilai, berdebat dan

mengkritik. Perawat sebaiknya mendengarkan tanpa memutuskan

pembicaraan, memberikan umpan balik verbal yang menampilkan pengertian,

menghindari ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang menunjukkan tidak setuju

begitu juga dengan kata-kata yang yang menimbulkan keraguan atau

ketidakpercayaan.

3. Menanyakan Pertanyaan yang Berkaitan Pertanyaan terbuka

Tujuannya untuk mendapatkan informasi yang spesifik mengenai kondisi riil

(27)

Pertanyaan terbuka memberikan peluang maupun kesempatan klien untuk

menyusun dan mengorganisir pikirannya dalam menggungkapkan keluhannya

sesuai dengan apa yang dirasakan. Kesan yang didapatkan adalah tidak

menginterogasi atau menyelidiki sehingga data yang diperoleh dapat dipakai

menjadi acuan dasar untuk melaksanakan asuhan keperawatan. Hindari

pertanyaan yang diawali dengan kata tanya kenapa atau mengapa. Jika dilihat

lebih dalam pertanyaan itu adalah pertanyaan memvonis yang bisa menambah

kecemasan klien.

4. Mengulang Ucapan Klien dengan Menggunakan Kata-kata Sendiri

Stuart dan Sundeen (1995) mendefinisikan pengulangan adalah pengulangan

pikiran utama yang diekspresikan klien. Pengulangan pikiran utama yang

dimaksud bisa dimaknai sebagai pengulangan apa yang diucapkan dan

pengulangan apa yang dimaksud. Tujuannya adalah memberikan penguatan

dan memperjelas pada pokok bahasan atau isi pesan yang telah disampaikan

oleh klien sebagai umpan balik. Perawat harus mengklarifikasi, validasi

ataupun pengulangan kata yang disampaikan sesuai dengan maksud dan

tujuan.

5. Klarifikasi

Klarifikasi adalah menjelaskan kembali ide atau pikiran klien yang tidak jelas

atau meminta klien untuk menjelaskan arti dari ungkapannya. Klarifikasi dapat

diartikan sebagai upaya untuk mendapatkan persamaan persepsi antara klien dan

perawat tentang perasaan yang dihadapi dalam rangka memperjelas masalah

(28)

6. Memfokuskan

Tujuannya untuk membatasi bahan pembicaraan sehingga lebih spesifik dan

dimengerti. Hal yang penting adalah konsisten dan berkesinambungan serta

tidak menyimpang dari topik pembicaraan guna mencapai keseriusan dan

pemaknaan yang kuat.

7. Menyampaikan Hasil Observasi

Perawat harus memberikan umpan balik kepada klien untuk menyatakan

pemahamannya. Tindakan ini dianjurkan apabila terdapat konflik antara verbal

dan nonverbal klien, serta saat tingkah laku verbal dan nonverbal nyata dan

tidak biasa ada pada klien. Penyampaian hasil pengamatan perawat sering

membuat klien berkomunikasi lebih jelas tanpa harus bertambah memfokuskan

atau mengklarifikasi pesan.

8. Menawarkan Informasi

Tindakan ini memungkinkan penghayatan yang lebih baik bagi klien terhadap

keadaannya. Memberikan tambahan informasi merupakan pendidikan

kesehatan bagi klien. Klien akan lebih percaya kepada perawat yang menguasai

ilmu pengetahuan yang memadai tentang masalah yang dihadapi klien. Apabila

ada informasi yang ditutupi oleh dokter, perawat perlu mengklarifikasi

alasannya. Perawat tidak boleh memberi nasihat kepada klien ketika memberi

informasi, tetapi memfasilitasi klien untuk membuat keputusan.

9. Diam

Tujuan tindakan yang dilakukan perawat untuk menunggu respon klien

(29)

memberikan kesempatan pada klien untuk mengorganisir dan menyusun pikiran

atau ide sebelum diungkapkan kepada perawat. Penggunaan metode diam

memerlukan keterampilan dan ketepatan waktu.

10.Meringkas

Meringkas berarti mengidentifikasi poin-poin penting selama diskusi ataupun

pembicaraan yang telah dilakukan sehingga terdapat kesatuan ide. Meringkas

pembicaraan membantu perawat mengulang aspek penting dalam interaksinya

sehingga dapat melanjutkan pembicaraan dengan topik yang berkaitan.

11.Memberikan Penguatan

Tindakan ini berupa pemberian penghargaan yang bertujuan untuk

meningkatkan motivasi kepada klien untuk berbuat yang lebih baik lagi.

Penghargaan dalam pelayanan keperawatan juga dapat berupa memberi salam

sambil menyebut namanya. Hal ini menunjukkan kesadaran tentang perubahan

yang terjadi pada diri klien, menghargai klien sebagai manusia yang utuh

sebagai individu merupakan bentuk dari pemberian penguatan positif yang

mampu menggugah semangat klien.

12.Menawarkan Diri

Klien yang belum siap berkomunikasi secara verbal dengan orang lain atau klien

tidak mampu untuk membuat dirinya dimengerti. Menawarkan diri merupakan

kegiatan untuk memberikan respon agar seseorang menyadari perilakunya yang

(30)

13.Memberi Kesempatan kepada Klien untuk Memulai Pembicaraan

Berikan kesempatan pada klien untuk berinisiatif dalam dalam memilih topik

pembicaraan. Perawat bisa memberi stimulasi untuk mengambil inisiatif dan

merasakan bahwa ia diharapkan untuk membuka pembicaraan.

14.Menganjurkan untuk Meneruskan Pembicaraan

Teknik ini menganjurkan klien untuk mengarahkan hampir seluruh pembicaraan

yang mengidentifikasikan bahwa klien sedang mengikuti apa yang sedang

dibicarakan dan tertarik dengan apa yang dibicarakan selanjutnya. Perawat lebih

berusaha untuk menafsirkan daripada mengarahkan diskusi.

15.Menempatkan Kejadian secara Teratur akan Menolong Perawat dan Klien untuk

Melihatnya dalam Suatu Perspektif

Tindakan ini membantu perawat dan klien untuk melihatnya dalam suatu

perspektif. Perawat akan dapat menetukan pola kesukaran interpersonal dan

memberi data tentang pengalaman yang memuaskan dan berarti bagi klien dalam

memenuhi kebutuhannya.

16.Menganjurkan Klien untuk Menguraikan Persepsinya. Perawat harus melihat

segala sesuatunya dari perspektif klien. Klien harus merasa bebas untuk

menguraikan persepsinya kepada perawat. Perawat harus waspada akan gejala

kecemasan ketika klien menceritakan pengalamannya.

17.Refleksi

Teknik refleksi digunakan untuk mengembalikan ide, perasaan, dan pertanyaan

kepada klien. Hal yang dilakukan perawat bukan untuk menilai pikiran dan

(31)

yang merupakan bagian dari dirinya sendiri sehingga klien mencoba untuk

menilai lagi pikiran dan perasaan yang telah ada sebagai upaya untuk

mengevaluasi dan menimbang-nimbang keputusan yang akan diambil.

1.7. Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi Terapeutik

Dalam melakukan sebuah komunikasi salah satunya komunikasi terapeutik

dipengaruhi beberapa hal antara lain :

a. Persepsi

Persepsi akan sangat mempengaruhi jalannya komunikasi karena proses

komunikasi harus ada persepsi dan pengertian yang sama tentang pesaan

yang disampaikan dan diterima oleh kedua pihak.

b. Nilai

Perawat perlu memegang nilai-nilai professional dalam berkomunikasi,

perawat tidak harus marah-marah ketika ada klien yang tidak kooperatif

terhadap rencana tindakan yang dilakukan, namun harus menggali semangat

klien untuk harus cepat sembuh melalui pendekatan nilai yag dianut klien.

c. Emosi

Seorang perawat harus menghadirkan perasaannya untuk menolong pasien

dengan cara merasakan apa yang dirasakan kliennya. Perawat harus bisa

membedakan suasana emosi personal dengan suasana emosi profesional.

Komunikasi akan berjalan dengan lancar dan efektif apabila perawat dapat

(32)

d. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan produk atau hasil dari perkembangan pendidikan.

Perawat diharapkan dapat berkomunikasi dengan berbagai tingkat

pengetahuan yang dimiliki klien. Dengan demikian perawat dituntut punya

pengetahuan yang cukup tentang pertumbuhan dan perkembangan klien

karena hal tersebut sangat terkait dengan pengetahuan yang dimiliki oleh

klien.

e. Peran dan Hubungan

Kemajuan hubungan perawat-klien adalah bila hubungan tersebut saling

menguntungkan dalam menjalin ide dan perasaannya. Komunikasi efektif

bila partisipan (perawat-klien) mempunyai efek/ dampak positif dalam

menjalin hubungan sesuai dengan perannya masing-masing.

f. Kondisi Lingkungan

Komunikasi berkaitan dengan lingkungan sosial tempat komunikasi

berlangsung, dan dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial yang merupakan

identitas sosial dari mereka yang terlibat dalam komunikasi antara lain: usia,

jenis kelamin, etnik, status sosial, bahasa, peraturan sosial, peran sosial.

2. Anak Usia Sekolah

Anak usia (6-12 thn) dalam memperoleh informasi anak usia sekolah lebih

mampu memperhatikan detil-detil yang relevan dalam menyelesaikan tugas atau

masalah. Perubahan ini menunjukkan munculnya kontrol kognitif atas perhatian

(33)

Perubahan yang penting dalam perkembangan emosi pada masa ini yaitu

adanya peningkatan kemampuan untuk memahami emosi kompleks, misalnya

kebanggaan dan rasa malu (Kuebli, 1994). Emosi-emosi ini menjadi lebih

terinternalisasi (Self-generated) dan terintegrasi dengan tanggung jawab personal. Anak usia sekolah mengalami peningkatan pemahaman sehingga terdapat

lebih dari satu emosi dalam situasi tertentu. Terjadinya peningkatan kecenderungan

untuk lebih mempertimbangkan kejadian-kejadian yang menyebabkan reaksi emosi

tertentu. Dengan adanya peningkatan kemampuan guna dalam menekan atau

menutupi reaksi emosional yang negatif. Anak usia sekolah menggunakan strategi

personal untuk mengalihkan perasaan tertentu, seperti mengalihkan atensi atau

pikiran ketika mengalami emosi tertentu (Santrock, 2007).

3. Tindakan Invasif

Tindakan invasif adalah tindakan medis yang melibatkan tindakan

memasukkan alat dan sifatnya merusak jaringan tubuh (Berman dkk, 2009).

Tindakan dapat berupa pembedahan, penyuntikan, pemeriksaan dengan radioaktif,

pemeriksaan dengan cairan kontras, memasukkan selang (NGT, kateter, infus) dan

pengambilan cairan dan jaringan tubuh (Nadesul, 2006). Tindakan ini memerlukan

pertimbangan emosi karena dapat menimbulkan gangguan sistem kerja tubuh

seperti metabolisme, meningkatkan stimulasi kelenjar adrenal, denyut jantung dan

(34)

4. Komunikasi Terapeutik Perawat pada Anak Usia Sekolah yang Mendapatkan Tindakan Invasif

Anak yang ditinggalkan di rumah sakit, merasa dirinya tidak aman, karena itu

anak perlu dibantu mengatasi perasaan tersebut. Perawat harus membantu pasien

anak mengatasi perasaan tidak aman dengan sedapat mungkin memperoleh

kepercayaan pasien anak itu terlebih dahulu. Anak pada usia ini senang berbicara

dan dapat diajak bicara untuk mengalihkan perhatian anak. Dalam hubungan

perawat dan pasien anak perlu dijaga agar anak tidak terlalu bergantung dengan

perawat tertentu, sehingga ia tidak mau dirawat oleh perawat lain.

Anak usia sekolah memiliki perkembangan komunikasi dan pola pikir tentang

pemahaman sebab-akibat. Anak mengandalkan pada apa yang mereka lihat tetapi

lebih pada yang mereka ketahui bila dihadapkan pada masalah baru. Situasi hati

dapat berubah dengan tiba-tiba. Anak usia sekolah memiliki sifat egois yang tinggi.

Anak gampang frustasi untuk itu hindari kritikan (Allen, 2010). Anak memahami

penjelasan sederhana dan mendemostrasikannya. Anak harus diizinkan utuk

mengekspresikan rasa takut dan keheranannya (Potter&Perry, 2005).

Perawatan rumah sakit dan tindakan invasif akan menimbulkan kecemasan

pada anak dan mungkin sedikit takut menghadapi tindakan invasif tersebut.

Perawat harus mengobservasi secara ketat untuk mengetahui apakah adanya gejala

distres sebelum dilakukannya tindakan invasif. Perawat mengkaji tingkat

kecemasan dengan mengkomunikasikan secara interpersonal guna memberi

(35)

secara perlahan dan menggantinya dengan takut bahaya badaniah. Perawat harus

memberikan penjelasan prosedur tindakan dan dapat mendemonstrasikannya pada

mainan anak.

Anak usia sekolah mengendalikan rasa nyeri dengan cara mengajak perawat

untuk berkomunikasi selama prosedur tindakan invasif dilakukan, ada yang ikut

berpartisipasi dalam prosedur dan sebagian lagi memilih untuk tidak melihat apa

yang sedang terjadi.

Perawat dapat memberikan kesempatan kepada anak bertindak dalam

hubungan interpersonal. Nada suara yang tenang, bersahabat dan yakin serta

menggunakan bahasa sederhana dalam memberi penjelasan atau petunjuk prosedur.

Perawat tidak boleh berbohong tentang prosedur yang menyakitkan karena dapat

menimbulkan kemarahan pada anak. Perawat harus jujur kepada anak hal apa yang

akan terjadi untuk mengurangi tingkat kecemasan (Potter&Perry, 2005).

Tindakan invasif sifatnya menimbulkan nyeri dan terkadang menimbulkan

bekas. Perawat harus mengingat konsep mengetahui ekspresi nyeri yang

diharapkan atau bahkan diterima dan mendengrkan pengalaman anak. Kunci untuk

berkomunikasi dengan pasien yang merasakan nyeri adalah penilaian dan

intervensi cepat dan kemudian penilaian ulang yang seiring terhadap gejala dan

pereda nyeri untuk menentukan keefektifan intervensi dan perubahan kondisinya.

Bila perawat melakukan prosedur yang menyakitkan maka perawat bisa meminta

bantuan kepada perawat lain untuk menenangkan atau menurunkan kecemasan

(36)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

1. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian ini menjelaskan suatu hubungan atau kaitan antara

konsep satu terhadap konsep lainnya dari masalah yang ingin diteliti guna

menghubungkan atau menjelaskan secara panjang lebar tentang suatu topik yang akan

dibahas. Variabel penelitian ini adalah komunikasi terapeutik perawat dalam

memberikan asuhan keperawatan adalah

Kerangka konseptual dalam penelitian bertujuan melihat pemaparan teknik

komunikasi terapeutik perawat saat memberikan tindakan invasif, Adapun yang

menjadi kerangka dalam penelitian ini dapat dilihat di bagan berikut.

: Variabel yang diteliti

Skema 3.1. Kerangka konseptual komunikasi terapeutik perawat saat memberikan tindakan invasif pada anak usia sekolah.

2. Defenisi Konseptual

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan dan bertujuan serta

kegiatannya difokuskan untuk kesembuhan pasien dan merupakan komunikasi Komunikasi terapeutik

perawat pada anak usia sekolah yang mendapat tindakan invasif

Baik

Cukup

(37)

profesional yang dilakukan perawat atau tenaga kerja lainnya (Purwanto, 1994 dalam

Mundakir, 2006).

3. Defenisi Operasional Penelitian

Defenisi operasional dalam penelitian ini akan dijabarkan pada tabel di bawah ini:

Tabel 3.1. Tabel Defenisi Operasional Instrumen Penelitian

Variabel Defenisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala

Variabel: Komunikasi Terapeutik

(38)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Penelitian dilakukan sedemikian rupa dengan menggunakan metode

deskriptif yang bertujuan memaparkan bentuk komunikasi terapeutik perawat pada

anak usia sekolah saat memberikan tindakan invasif.

2. Populasi, Sampel, dan Lokasi penelitian 2.1. Populasi

Populasi penelitian adalah semua perawat yang berada di Ruang Rindu

B4 RSUP. H. Adam Malik Medan selama penelitian dilaksanakan yang

berjumlah 24 orang perawat.

2.2. Sampel dan Teknik Sampel

Sampel merupakan bagian populasi yang menjadi objek yang diteliti dan

dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2010). Pada penelitian ini

yang menjadi sampel adalah perawat yang memberikan tindakan invasif di

Ruang Rindu B4 RSUP. H. Adam Malik Medan selama penelitian dilaksanakan.

Kriteria inklusi yang ditentukan sebagai sampel penelitian adalah (1) perawat

yang memberikan tindakan invasif di Ruang Rindu B4 RSUP. H. Adam Malik

Medan (2) Pendidikan perawat minimal SPK (3) Bersedia menjadi responden.

Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah total sampling

(39)

2.3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di RSUP. H. Adam Malik Medan pada

bulan Mei-Juni 2013. Rumah sakit ini dipilih sebagai lokasi penelitian,

rumah sakit pendidikan dan rumah sakit rujukan di Sumatera bagian utara

dan jumlah pasien anak yang cukup banyak.

3. Pertimbangan Etik

Penelitian ini dilakukan setelah mendapat izin dari Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara dan Direktur Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam

Malik medan. Dalam penelitian ini ada beberapa pertimbangan etik yang

diperhatikan, yaitu :

3.1. Self Determination

Responden diberi kebebasan untuk menentukan apakah bersedia atau tidak

untuk mengikuti kegiatan penelitian secara sukarela.

3.2. Ananomity

Selama kegiatan penelitian, nama dari responden tidak digunakan. Sebagai

gantinya peneliti mengunakan inisial responden.

3.3. Informed Consent

Seluruh responden bersedia menandatangani lembar persetujuan setelah

peneliti menjelaskan tujuan , manfaat, dan harapan peneliti terhadap

respoden, setelah respoden memahami semua penjelsan peneliti.

3.4. Confidentiality

Peneliti menjamin kerahasiaan informasi responden dan kelompok data

(40)

3.5. Protection From Discomford

Responden bebas dari rasa sakit, baik secara fisik dan tekanan psikologis.

4. Instrumen Penelitian

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan instrument pengumpulan data

berupa kuesioner, yaitu sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk

memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau

hal-hal yang ia ketahui (Arikunto, 2010). Kuesioner dibagi menjadi 2 bagian yaitu,

kuesioner demografi dan kuesioner komunikasi terapeutik .

4.1.Kuesioner data demografi

Kuesioner data demografi digunakan untuk mengkaji data demografi

meliputi jenis kelamin, umur, pendidikan, dan lama pengalaman berkerja di

rumah sakit.

4.2.Kuesioner Komunikasi Terapeutik

Kuesioner komunikasi terapeutik berfungsi mengukur intensitas perawat

dalam melaksanakan komunikasi terapeutik dengan 20 pertanyaan. Kuesioner ini

menggunakan skala Likert dengan nilai setiap pertanyaan 1(tidak pernah

dilakukan), 2 (jarang), 3 (sering), 4 (selalu).

Nilai tertinggi yang diperoleh variabel komunikasi terapeutik adalah 80

dan skor minimal 20, dimana nilainya dengan menggunakan rumus statistik ,

yaitu:

P = Rentang kelas

Banyak kelas

Berdasarkan rumus di atas, maka skor setiap subvariabel komunikasi

(41)

Dimana P = panjang kelas dengan rentang sebesar 80 (nilai tertinggi) dan 20 (nilai

terendah) sehingga didapatkan panjang kelas sebesar 20. Dengan menggunakan

p=20 maka didapatkan interval komunikasi terapeutik dengan perincian kriteria

20-39 : Kurang, 40-59 : Cukup, 60-80 : Baik.

5. Validitas

Sebuah instrumen dikatakan valid apabila instrument itu mampu mengukur

apa-apa yang seharusnya diukur menurut situasi da Kuesioner dibuat sendiri oleh

peneliti berdasarkan tinjauan pustaka, oleh karena itu penting dilakukan uji

validitas. Suatu instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang

diinginkan dan dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat

(Arikunto, 2006).

Uji validitas instrumen ini dilakukan oleh ahli keperawatan yaitu salah satu

dosen keperawatan USU Departemen Keperawatan Jiwa. Uji validitas dilakukan

untuk merevisi beberapa pertanyaan kuesioner guna mendapatkan hasil tujuan

penelitian lebih tepat. Setelah dilakukan uji validitas maka didapatkan hasil bahwa

instrumen penelitian yang digunakan telah valid dan dapat digunakan untuk

penelitian selanjutnya.

6. Reliabilitas

Uji reliabilitas merupakan adanya suatu kesamaan hasil apabila pengukuran

dilaksanakan oleh orang yang berbeda ataupun waktu yang berbeda (Setiadi, 2007).

(42)

menyatakan bahwa suatu instrument baru dikatakan reliable jika nilai reabilitasnya

lebih besar 0,7 atau lebih.

Uji reliabilitas instrument penelitian ini dilakukan pada responden yang

berbeda dari responden penelitian tetapi dengan karateristik yang sama. Responden

untuk uji reliabilitas penelitian ini adalah perawat yang pernah memberikan

tindakan invasif pada anak usia sekolah di Ruang RB 2A dan RB 2B di RSUP. H.

Adam Malik Medan sebanyak 20 orang perawat.

Setelah dilakukan uji reliabilitas dengan menggunakan rumus Cronbach Alpha

maka didapatkan hasil 0.78 yang artinya instrumen telah reliabel dan dapat

dilakukan untuk penelitian selanjutnya.

7. Pengumpulan Data

Penelitian dilakukan setelah memperoleh surat izin dari Fakultas

Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan mengirimkan surat izin ke Rumah

Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan sebagai tempat penelitian. Setelah

mendapat persetujuan maka peneliti melakukan pengumpulan data. Peneliti

menjelaskan dengan calon responden tentang tujuan, manfaat, dan proses pengisian

kuesioner, sebelum menanyakan kesediaan untuk ikut terlibat sebagai responden.

Kemudian peneliti melakukan pendekatan terhadap calon responden lainnya. Calon

responden yang bersedia diminta menandatangani lembar persetujuan (informed consent). Setelah itu responden diminta untuk mengisi kuesioner yang diberikan oleh peneliti dan diberikan kesempatan untuk bertanya bila ada yang tidak

dimengerti. Peneliti menjelaskan bahwa kuesioner terdiri dari dua bagian yaitu

(43)

jenis kelamin, tingkat pendidikan dan lama pengalaman kerja. Bagian yang kedua

yaitu kuesioner berisi tentang komunikasi terapeutik yang dilakukan perawat pada

pada anak usia sekolah yang mendapatkan tindakan invasif terdiri dari 20

peryataan yang memiliki pilihan jawaban yang terdiri dari 4 yaitu tidak pernah,

jarang, sering, dan selalu. Kemudian setelah responden selesai mengisi kuesioner dikumpulkan dan diperiksa kelengkapannya untuk kemudian diolah.

8. Analisa Data

Setelah data pada kuesioner terkumpul, maka dilakukan pengolahan data

melalui beberapa proses. Pertama memeriksakan kelengkapan identitas data dan

juga apakah semua kuesioner telah terjawab atau diisi. Kemudian analisis data

dengan menggunakan sistem komputerisasi yaitu dengan menganalisis data sesuai

dengan jawaban responden.

Metode statistik data untuk analisa data yang digunakan pada penelitian ini

adalah analisis univariat yang bertujuan menjelaskan atau mendeskripsikan variabel

penelitian (Notoatmodjo, 2010). Umumnya analisis ini digunakan untuk

menganalisis distribusi frekuensi dan persentase dari variabel. Analisis univariat

digunakan untuk menyajikan data-data demografi perawat meliputi jenis kelamin,

umur, pendidikan, dan lama pengalaman berkerja di Rumah sakit serta

mendeskripsikan komunikasi terapeutik perawat pada anak usia sekolah yang

(44)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Penelitian

Pada bab ini diuraikan hasil penelitian tentang komunikasi terapeutik perawat

pada anak usia sekolah yang mendapatkan tindakan invasif di RSUP. H. Adam

Malik Medan yang telah dilakukan pada tanggal 3 Mei 2013 sampai dengan 3 Juni

2013. Penyajian analisa data dalam penelitian ini diuraikan berdasarkan data

demografi dan gambaran komunikasi terapeutik perawat di Ruang Rindu B4 di

RSUP. H. Adam Malik Medan. Dalam penelitian ini jumlah responden adalah 24

orang perawat.

1.1. Karakteristik Responden

Karakteristik responden dalam penelitian ini yaitu data demografi

responden yang terdiri dari usia, jenis kelamin, pendidikan, agama dan lama

pengalaman berkerja.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh responden berjenis kelamin

perempuan, usia terbanyak pada rentang 41-60 tahun sebesar 58,3% (14

orang), berpendidikan D3 sebesar 70,8% (17 orang) dan pengalaman kerja di

atas 10 tahun sebesar 62,5% (15 orang). Data selengkapnya dapat dilihat di

(45)

Tabel 5.1. Distribusi frekuensi dan persentasi karakteristik responden (n = 24 orang perawat) di ruang Rindu B4 RSUP H. Adam Malik Medan.

Karakteristik Responden Frekuensi (n) Persentase (%)

Usia :

1.2. Komunikasi Terapeutik Perawat pada Anak Usia Sekolah yang Mendapatkan Tindakan Invasif

Dari analisa data yang dilakukan secara keseluruhan menjelaskan

komunikasi terapeutik perawat pada anak usia sekolah saat mendapatkan

tindakan invasif di ruang Rindu B4 RSUP. H. Adam Malik Medan masuk

dalam kategori baik yaitu sebanyak 20 perawat (83,3%) dengan hasil

penelitian yang diperoleh dari responden yang menjawab pernyataan dengan

(46)

Tabel 5.2. Deskripsi komunikasi terapeutik perawat pada anak usia sekolah yang mendapatkan tindakan invasif di ruang Rindu B4 RSUP. H. Adam Malik Medan

Komunikasi Terapeutik Perawat

Frekuensi Persentase

Baik 20 83,3

Cukup 4 16,7

Total 24 100

2. Pembahasan

Hasil penelitian dianalisa secara keseluruhan dari data demografi (usia,

pendidikan terakhir dan pengalaman kerja responden) dan kuesioner komunikasi

terapeutik perawat pada anak usia sekolah yang mendapat tindakan invasif.

Komunikasi terapeutik perawat secara keseluruhan baik dimana responden

mayoritas berusia dewasa madya (58,3%), pengalaman kerja >10 tahun dan

berpendidikan rata-rata D III. Adapun hal yang mempengaruhi komunikasi

terapeutik dalam kategori baik ialah teknik komunikasi. Semakin sering teknik

komunikasi dilakukan maka semakin tinggi skor yang didapat.

Dengan jenjang pendidikan yang dimiliki perawat ditambah pengalaman

kerja yang cukup lama mendukung dalam praktik pemberian asuhan

keperawatan baik dalam memberikan prosedur tindakan invasif maupun

komunikasi terapeutik. Hal ini didukung oleh teori yang menjelaskan

pengalaman merupakan sumber pengetahuan atau pengalaman merupakan suatu

(47)

pribadi dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan. Hal ini

dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam

memecahkan permasalahan yang dihadapi dan dapat melakukan suatu tindakan

yang tepat (Notoadmodjo, 2003). Semakin lama seseorang bekerja maka akan

semakin terampil dan semakin berpengalaman pula dalam melaksanakan

pekerjaannya. Pengalaman dan keterampilan ini diharapkan meningkatkan

kepercayaan diri perawat sehingga motivasi dan performa kerja yang

ditampilkan dapat lebih baik (Robbins, 2003 dalam Edyana, 2008).

Seiring bertambahnya usia dan pengalaman kerja responden didukung

pendidikan yang diterima responden maka proses perkembangan mentalnya

bertambah baik dan juga dapat berpengaruh pada pertambahan pengetahuan

yang diperolehnya. Tetapi pada umur menjelang lansia, kemampuan penerimaan

atau mengingat suatu pengetahuan akan berkurang (Ahmadi, 2001 dalam

Sigalingging, 2013). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian karena masih ada

perawat yang memiliki usia dewasa madya dan pengalaman kerja yang lama

yang masih melakukan komunikasi terapeutik dalam kategori cukup (16,7%).

Dilihat dari pendidikan terakhir perawat bahwa responden terbanyak

memiliki pendidikan DIII. Abdalrahim, Majali, dan Bergbom (2010)

mengungkapkan bahwa menungkatnya pengetahuan perawat dapat mengubah

sikap terhadap suatu permasalahan tertentu dan hal ini bermanfaat bagi

pengembangan kesadaran diriperawat dalam memberikan pelayanan yang lebih

baik. Selain itu, dengan tingkat pengetahuan yang tinggi perawat juga

(48)

Potter dan Perry (2010) menyebutkan bahwa kedalaman dan keluasan

pengetahuan perawat dapat mempengaruhi kemampuan dalam berpikir kritis dan

meningkatkan kemampuan dalam menangani masalah keperawatan yang

dihadapinya, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan bahwa tingginya

tingkat pengetahuan perawat ternyata tidak mempengaruhi perawat dalam

komunikasi terapeutik (Abdad, 2012) karena komunikasi terapeutik yang

sifatnya keahlian dapat dilatih dengan lamanya pengalaman bekerja yang

dimiliki responden dan walaupun responden memiliki pendidikan S1 tetapi tidak

dilatih secara berkesinambungan maka keahlian tersebut dapat menurun dilihat

dari hasil penelitian bahwa terdapat responden yang berpendidikan S1 memiliki

komunikasi terapeutik yang cukup saat memberikan tindakan invasif pada anak

usia sekolah.

Dari beberapa refrensi yang telah ada diyakini bahwa pelaksanaan

komunikasi terapeutik dalam praktek keperawatan memiliki kedudukan yang

lebih penting daripada sekedar mengetahui teori komunikasi terapeutik karena

dari hasil penelitian ini pendidikan responden tidak berpengaruh terhadap

pelaksanaan komunikasi terapeutik.

(49)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

1. KESIMPULAN

Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa karakteristik yang tergambar

pada perawat di ruang Rindu B4 RSUP H. Adam Malik Medan adalah

keseluruhan perawat adalah perempuan, usia terbanyak adalah dewasa madya,

tingkat pendidikan terakhir terbanyak adalah D3 Keperawatan, dan masa kerja

terbanyak adalah 5-10 tahun. Untuk hasil penelitian ini menunjukkan

komunikasi terapeutik perawat pada anak usia sekolah yang mendapatkan

tindakan invasif dalam kategori baik.

Dengan hasil penelitian ini kiranya perawat di ruang Rindu B4 RSUP H

Adam Malik tetap meningkatkan komunikasi terapeutiknya saat memberikan

tindakan invasif yang sifatnya memerlukan konsentrasi dan keterampilan karena

tindakan ini dilakukan secara bersamaan. Untuk itu perawat diharapkan tetap

menjaga dan lebih meningkatkan kualitas pelayanannya karena pengetahuan dan

keahlian dapat mengalami penurunan setelah beberapa waktu jika tidak

dilakukan pengulangan atau dipraktekkan secara berkesinambungan.

Perawat anak yang memiliki komunikasi terapeutik selalu diikuti dengan

kemampuan dan keahlian dalam melakukan tindakan invasif sehingga

meningkatkan kualitas pelayanan secara holistik. Dengan demikian dapat

(50)

2. SARAN

2.1. Bagi Pendidikan Keperawatan

Diharapkan dapat memberikan pemahaman konsep komunikasi

terapeutik pada saat melakukan tindakan invasif.

2.2. Bagi Praktek Keperawatan

Diharapkan dapat memberikan masukan bagi praktik keperawatan agar

dapat mengaplikasikan pengetahuan tentang komunikasi terapeutik yang baik.

2.3. Bagi Institusi Rumah Sakit

Diharapkan institusi rumah sakit dapat mengambil kebijakan yang

mendukung peningkatan pengetahuan dan perilaku perawat tentang

komunikasi terapeutik perawat-perawatnya, seperti seminar serta latihan

komunikasi terapeutik dan tindakan invasif.

2.4. Bagi Penelitian Keperawatan

Diharapkan dapat memberikan informasi penting mengenai gambaran

komunikasi terapeutik perawat pada anak khususnya penelitian yang mengkaji

komunikasi perawat di rumah sakit. Penelitian selanjutnya diharapkan lebih

menambahkan beberapa karakteristik seperti pelatihan komunikasi terapeutik

dan tindakan invasif, sosial budaya dan beban kerja perawat.

(51)

DAFTAR PUSTAKA

Abdad, Fairus A. (2012). Tingkat Pengetahuan Perawat Tentang Komunikasi Terapeutik di Unit Rawat Inap Umum RS. Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor. Depok: FIK-UI

Allen, E. K., Marotz, L. R. (2010). Profil Perkembangan Anak Prakelahiran Hingga Usia 12 Tahun. Jakarta: Indeks.

Berman, A., Synder, S. J., Kozier, B., Erb, G. (2009). Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis. Jakarta: EGC.

Behrman, Kliegman, Arvin. (2000). NelsonIlmu Kesehatan Anak Vol. 1. Jakarta: EGC

Cipta, Rizki Wahyu. (2012). Gambaran Kecemasan Anak pada Anak Usia Sekolah terhadap Hospitalisasi: Pemasangan Infus di Ruang Anak Rumah Sakit Prita Kasih Jakarta. Dibuka pada tanggal 5 Januari 2013 dari http://library.upnvj.ac.id/.

Damaiyanti, Mukripah. (2008). Komunikasi Terapeutik dalam Praktik Keperawatan.

Jakarta: Refika Aditama.

Dedah, T. (2001). Hubungan Karakteristik dan Tingkat Pengetahuan Perawat tentang Komunikasi Terapeutikdalam Asuhan Keperawatan di RSUD. Karawang. Tesis. Depok. FIK-UI.

Dempsey, P. A., Dempsey, A. D. (2002). Riset Keperawatan Buku Ajar & Latihan Edisi 4. Jakarta: EGC.

Edyana, A. (2008). Faktor yang Berhubungan dengan Kemampuan Perawat Pelaksana dalam Menerapkan Komunikasi Terapeutik di RSJ. Bandung. Cimahi: Tesis. FIK-UI.

Gruendemann, Barbara J. (2006). Buku Ajar Keperawatan Perioperatif. Jakarta: EGC. Mundakir. (2006). Komunikasi Keperawatan Aplikasi dalam Pelayanan. Yogyakarta:

Graha Ilmu.

Natsir, Abdul., Muhith, Abdul. (2011). Dasar-dasar Keperawatan Jiwa: Pengantar dan Teori. Jakarta: Salemba Medika.

Notoatmodjo, Soekidjo. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Nursalam. (2003). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.

(52)

Potter, A. P., Perry, A. G. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses dan Praktik Edisi 4. Jakarta: EGC.

Setiadi. (2007). Konsep & Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta. Graha Ilmu. Sheldon, Lisa K. Komunikasi untuk Keperawatan Berbicara dengan Pasien. Jakarta :

Erlangga.

Sigalingging, Devi S. (2013). Hubungan Pengetahuan Perawat tentang Komunikasi Perawat terhadap Perilaku Perawat saat Berkomunikasi dengan Pasien di RSUD. Pirngadi Medan. Skripsi. USU

Sugiyono. (1991). Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta

Sulistiawati. (2005). Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC. Suryani. (2006). Komunikasi Terapeutik Teori dan Praktik. Jakarta: EGC.

Videbeck, Sheila L. (2008). Buku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC. Weinstein, Sharon M. (2001). Buku Saku Terapi Intravena. Jakarta: EGC.

Wong, D. L., Kenberry, H. C. Wilson, D., Winkelstein, M. L., Scwartz, P. (2009).

(53)

Lampiran 1

FORMULIR PERSETUJUAN MENJADI PESERTA PENELITIAN

KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT PADA ANAK USIA SEKOLAH YANG MENDAPATKAN TINDAKAN INVASIF

DI RSUP. H. ADAM MALIK

Oleh:

Trinita Novi D Sinaga

Saya adalah mahasiswa program S-1 Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara yang sedang melakukan penelitian dengan tujuan untuk

mengetahui dan mendapatkan informasi mengenai komunikasi terapeutik perawat pada

anak usia sekolah yang mendapatkan tindakan invasif di RSUP. H. Adam Malik Medan

yang merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan Program Sarjana Keperawatan.

Saudara dapat berpartisipasi secara sukarela dalam penelitian ini dengan cara

menjawab kuesioner yang akan diberikan oleh peneliti dan menyerahkan kuesioner pada

peneliti jika selesai diisi. Saya mengharapkan jawaban yang Saudara berikan sesuai

dengan pendapat saudara sendiri tanpa dipengaruhi oleh orang lain. Informasi yang

saudara berikan hanya akan dipergunakan untuk mengembangkan ilmu keperawatan

dan tidak akan dipergunakan untuk maksud lain. Saya menjamin kerahasian pendapat

dan identitas saudara. Saudara bebas untuk ikut menjadi responden ataupun menolak

tanpa adanya sangsi apapun.

Jika saudara bersedia menjadi peserta penelitian ini, silahkan saudara

menandatangani formulir ini.

Tanda tangan responden :

Tanggal :

Kode responden :

(54)

Lampiran 2

KUESIONER DATA DEMOGRAFI

Kode :

Tanggal :

Petunjuk Umum Pengisian

Saudara/i (Responden) diharapkan:

1. Menjawab pertanyaan yang tersedia dengan memberikan tanda (√) pada setiap tempat yang disediakan.

2. Semua pertanyaan diisi dengan satu jawaban.

3. Bila ada yang kurang dimengerti dapat ditanyakan pada peneliti.

Kuesioner Data Demografi

Usia : ….. tahun

Jenis Kelamin :

Laki-laki Perempuan

Pendidikan Terakhir :

SPK D3 S1 S2

Agama :

Islam Kristen Hindu Budha

Pengalaman Lama berkerja:

< 1 tahun 1-5 tahun

(55)

KUESIONER KOMUNIKASI TERAPEUTIK

Berikan tanda (√ ) pada kolom yang tersedia untuk pilihan jawaban yang tepat menurut saudara.

- Selalu(SL) : Perawat melakukannya setiap kali berinteraksi dengan pasien. - Sering(SR) : Perawat hanya melakukan 3 kali dalam seminggu

- Jarang (JR) : Perawat hanya melakukan sekali dalam seminggu -Tidak Pernah(TP) : Perawat tidak pernah melakukannya

No Pernyataan SL SR JR TP

1 Saya membaca riwayat kesehatan anak sebelum bertemu memberikan tindakan invasif

2 Saya memperkenalkan diri dan memberi salam ketika pertama kali berinteraksi dengan anak.

3 Saya menanyakan nama anak saat pertama kali bertemu.

4 Saya menjelaskan prosedur tindakan invasif yang akan dilakukan kepada anak.

5 Saya menjelaskan tujuan dari tindakan invasif kepada anak.

6 Saya mendemonstrasikan tindakan invasif dengan menggunakan mainan anak sebagai contoh.

7 Saya memberitahu akibat yang terjadi dari tindakan invasif.

8 Saya mendengarkan dengan cermat tentang perasaan anak pada anak saat tindakan invasif diberikan.

9 Saya berbicara jujur kepada anak berkaitan dengan hal tindakan invasif.

10 Saya meminta anak untuk menjelaskan rasa takut akan tindakan invasif yang akan dilakukan padanya.

(56)

12 Saya berusaha menenangkan anak ketika mereka marah atau ketakutan karena menolak untuk mendapatkan tindakan invasif.

13 Saya mengulang apa yang dikatakan anak untuk mencoba mengerti apa yang mereka ucapkan.

14 Saya melakukan tindakan invasif dengan cepat dan tepat pada anak.

15 Saya mengalihkan perhatian dengan mengajak anak berbicara tentang kesenangannya ketika tindakan invasif dilakukan .

16 Saya meminta orang tua atau keluarga untuk membantu saya mengalihkan perhatian anak ketika tindakan invasif diberikan.

17 Saya memberikan pujian kepada anak ketika anak bekerja sama saat tindakan invasif diberikan

18 Saya menanyakan perasaan anak sesudah mendapat tindakan invasif.

19 Saya memberitahukan jadwal untuk tindakan invasif selanjutnya kepada anak.

(57)

Lampiran 3

a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items

(58)

USIA JENISKELAMIN

PENDIDIKANTE

RAKHIR AGAMA

PENGALAMANB EKERJA

N Valid 24 24 24 24 24

Missing 0 0 0 0 0

Mean 1.58 2.00 2.12 1.71 3.62

Median 2.00 2.00 2.00 2.00 4.00

Mode 2 2 2 2 4

Std. Deviation .504 .000 .537 .464 .770

Variance .254 .000 .288 .216 .592

Minimum 1 2 1 1 2

Maximum 2 2 3 2 4

Sum 38 48 51 41 87

Percentiles 25 1.00 2.00 2.00 1.00 4.00

50 2.00 2.00 2.00 2.00 4.00

Gambar

Tabel 2.1. Tahap komunikasi terapeutik (Intan dalam Damaiyanti, 2008)
Tabel 3.1. Tabel Defenisi Operasional Instrumen Penelitian
Tabel 5.1. Distribusi frekuensi dan persentasi karakteristik responden (n = 24 orang perawat) di ruang Rindu B4 RSUP H
Tabel 5.2. Deskripsi komunikasi terapeutik perawat pada anak usia sekolah     yang mendapatkan tindakan invasif di  ruang Rindu B4 RSUP

Referensi

Dokumen terkait

jadi laba bersih UKM setiap satu ikan asap yaitu Rp.205/buah (wawancara Ibu Maryati, 2016). Untuk gaji karyawan model harian yaitu karyawan laki-laki Rp.60.000/hari dan

Pada penderita pneumonia yang disebabkan oleh bakteri terapi yang diberikan yaitu dimulai dengan pemberian antibiotik secara empiris dengan antibiotik yang

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui struktur komunitas dasar terumbu karang di perairan Kepulauan Seribu kawasan Pulau Pramuka yang meliputi penutupan terumbu

[r]

Model pembelajaran CTL ini bertujuan untuk memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks

Sehingga kegunaan informasi jika suatu perusahaan mengalami financial distress adalah dapat mempercepat tindakan manajemen untuk mencegah masalah sebelum terjadinya

kerja dari kantor pusat bank umum konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah,

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan model Kurt Lewin. Penelitian ini terdiri dari prasiklus, siklus I dan siklus II.