KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT PADA ANAK USIA SEKOLAH YANG MENDAPATKAN TINDAKAN INVASIF
DI RSUP. H. ADAM MALIK
SKRIPSI
TRINITA NOVI D. SINAGA NIM. 09101035
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PRAKATA
Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya
yang tak terhingga sehingga peneliti dapat menyelesaikan proposal penelitian yang
berjudul “Komunikasi Terapeutik Perawat pada Anak Usia Sekolah yang Mendapatkan
Tindakan Invasif di RSUP. H. Adam Malik”.
Penyusunan skripsi ini telah banyak mendapat bantuan, bimbingan dan dukungan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu perkenankanlah peneliti menyatakan penghargaan
dan mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Dedi Ardinata, M. Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera Utara dan Erniyati, S. Kp, MNS sebagai Pembantu Dekan I Fakultas
Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Reni Asmara Ariga, S. Kp, MARS selaku Dosen Pembimbing yang telah
banyak memberikan arahan, masukan, saran, dan kritik kepada peneliti yang sangat
bermanfaat dalam penyusunan skripsi ini.
3. Direktur SDM dan Pendidikan RSUP. H. Adam Malik Medan yang telah
memberikan izin penelitian, beserta seluruh staf dan juga kepada perawat yang
bertugas di RB 4 yang bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.
4. Ibu Wardiah Daulay S. Kep, Ns, M. Kep selaku dosen pembimbing akademik saya,
Ibu Mahnum Lailan Nasution, S. Kep, Ns, M. Kep dan Ibu Farida Linda Siregar, S.
Kep, Ns, Mkep sebagai dosen penguji skripsi yang telah memberi masukan dalam
5. Seluruh staf pengajar dan civitas akademika Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera Utara.
6. Terima kasih tiada tara peneliti persembahkan kepada orangtua saya Drs. Joman
Sinaga dan Dince Saragih yang selalu mendoakan serta memberikan semangat
kepada peneliti dalam menyelesaikan pendidikan.
7. Terima kasih ditujukan kepada saudara- saudara peneliti, Dinton, Meydo, Yen
Febri, Irene, Erick, Mayrio, Andrei, Megaria, Romaito yang telah memberi penulis
dukungan, doa, kasih sayang dan keceriaan dalam hidup.
8. Terima kasih kepada sahabat-sahabatku: Herdawati, Sri Hartati, Nova, Delfitra,
Suryani, Gerhard, Kristin dan Eunike telah member semangat dan dukungannya
selama penyelesaian skripsi ini.
9. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberi
bantuan dalam terlaksananya penelitian dan penulisan proposal skripsi ini.
Semoga seluruh bantuan baik moril maupun materil yang diberikan kepada
peneliti selama ini mendapat imbalan dari Tuhan Yang Maha Esa dan semoga penelitian
ini bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Juli 2013
DAFTAR ISI
Lembar Persetujuan ……… i
Prakata ……… ii
Daftar Isi ……… iii
Daftar Tabel ………... vi
Daftar Skema ………. vii
Abstrak ……… viii
BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang ……….. 1
2. Pertanyaan Penelitian ……….… 3
3. Tujuan Penelitian ………... 4
4. Manfaat Penelitian ………. 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Komunikasi Terapeutik ……… 6
1.1. Defenisi Komunikasi Terapeutik ………..……..…… 6
1.2. Tujuan Komunikasi Terapeutik ………. 7
1.3. Prinsip-prinsip Komunikasi Terapeutik ……….. 9
1.4. Sikap Perawat dalam Berkomunikasi ………. 10
1.5. Tahap Komunikasi Terapeutik ……… 13
1.6. Teknik Komunikasi Terapeutik ……….. 15
1.7. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komunikasi Terapeutik… 21 2. Anak Usia Sekolah ……… 22
3. Tindakan Invasif ………..…. 23
4. Komunikasi Terapeutik Perawat pada Anak Usia Sekolah yang Mendapat Tindakan Invasif………..………. 24
BAB 3 KERANGKA PENELITIAN 1. Kerangka Konseptual……… 26
2. Defenisi Konseptual ……… 26
3. Defenisi Operasional ……… 27
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 1. Desain Penelitian ……… 28
2. Populasi, Sampel, dan Lokasi Penelitian ……… 28
3. Pertimbangan Etik Penelitian ………. 29
4. Instrumen Penelitian ……….. 30
5. Validitas ……….. 31
6. Reabilitas ……… 32
7. Pengumpulan Data ………. 33
8. Analisa Data ……… 34
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Penelitian ………. 35
1.1. Karakteristik Responden ……… 35
2. Pembahasan ………. 38
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan ………. 41
2. Saran ……… 42
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1. Lembar Persetujuan Responden 2. Instrumen Penelitian
3. Hasil Penelitian dan Hasil Uji Reliabilitas 4. Kalender Penelitian
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Tahap komunikasi terapeutik ……… 15 Tabel 3.1 Definisi operasional instrumen penelitian ……….……… 27 Tabel 5.1 Distribusi frekuensi dan persentasi karakteristik responden di
Ruang Rindu B4 RSUP. H. Adam Malik Medan……… 36 Tabel 5.2 Komunikasi terapeutik perawat pada anak usia sekolah yang
mendapatkan tindakan invasif di Ruang Rindu B4 RSUP. H.
Tabel Skema
Judul : Komunikasi Terapeutik Perawat pada Anak Usia Sekolah yang Mendapatkan Tindakan Invasif.
Nama Mahasiswa : Trinita Novi D Sinaga
NIM : 091101035
Jurusan : Ilmu Keperawatan
Tahun : 2013
Abstrak
Komunikasi terapeutik perawat merupakan suatu kegiatan yang harus dilakukan perawat setiap kali berinteraksi dengan klien bertujuan memberi terapi. Komunikasi terapeutik saat pemberian tindakan invasif dapat mengurangi trauma pada anak. Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk melihat gambaran komunikasi terapeutik perawat saat memberikan tindakan invasif pada anak di RSUP. H. Adam Malik Medan. Desain penelitian ini adalah deskriptif dengan jumlah sampel 24 orang dengan teknik total sampling. Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner yang terdiri dari data demografi perawat dan komunikasi terapeutik perawat saat memberikan tindakan invasif pada pasien anak usia sekolah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 20 (83,3%) perawat menggunakan teknik komunikasi terapeutik yang baik dan 4 (16,7%) perawat cukup baik saat memberikan tindakan invasif pada anak usia sekolah. Berdasarkan penelitian ini komunikasi terapeutik perawat dalam kategori baik tetapi ada hal yang mempengaruhinya. Untuk itu disarankan agar Rumah Sakit meningkatkan kemampuan komunikasi perawat dengan pelatihan dan pendidikan tentang komunikasi terapeutik.
Judul : Komunikasi Terapeutik Perawat pada Anak Usia Sekolah yang Mendapatkan Tindakan Invasif.
Nama Mahasiswa : Trinita Novi D Sinaga
NIM : 091101035
Jurusan : Ilmu Keperawatan
Tahun : 2013
Abstrak
Komunikasi terapeutik perawat merupakan suatu kegiatan yang harus dilakukan perawat setiap kali berinteraksi dengan klien bertujuan memberi terapi. Komunikasi terapeutik saat pemberian tindakan invasif dapat mengurangi trauma pada anak. Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk melihat gambaran komunikasi terapeutik perawat saat memberikan tindakan invasif pada anak di RSUP. H. Adam Malik Medan. Desain penelitian ini adalah deskriptif dengan jumlah sampel 24 orang dengan teknik total sampling. Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner yang terdiri dari data demografi perawat dan komunikasi terapeutik perawat saat memberikan tindakan invasif pada pasien anak usia sekolah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 20 (83,3%) perawat menggunakan teknik komunikasi terapeutik yang baik dan 4 (16,7%) perawat cukup baik saat memberikan tindakan invasif pada anak usia sekolah. Berdasarkan penelitian ini komunikasi terapeutik perawat dalam kategori baik tetapi ada hal yang mempengaruhinya. Untuk itu disarankan agar Rumah Sakit meningkatkan kemampuan komunikasi perawat dengan pelatihan dan pendidikan tentang komunikasi terapeutik.
BAB 1
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Anak adalah individu unik yang berada dalam proses tumbuh kembang dan
mempunyai kebutuhan yang spesifik (fisik, psikologis, sosial dan spiritual) yang
berbeda dengan orang dewasa. Anak-anak memiliki daya adaptasi yang berbeda
sesuai perkembangannya. Anak akan mengalami stres akibat perubahan, baik
terhadap status kesehatannya maupun lingkungan sehari-hari dan anak-anak
mengalami keterbatasan dalam mekanisme koping untuk mengatasi masalah
maupun kejadian yang bersifat menekan (Nursalam, 2005).
Banyak anak mengalami sakit dalam jangka waktu yang singkat maupun
dalam kurun waktu lama. Keadaan sakit mungkin disertai dengan pembatasan
aktivitas harian, disabilitas fisik, serta pengobatan dan perumahsakitan berulang dan
sering menyakitkan. Keadaan sakit dan pengobatannya merupakan pengalaman
yang sudah dapat diperkirakan akan mengesalkan bagi anak. Apabila anak sakit, hal
ini akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan optimal sesuai dengan
usianya (Supartini, 2002). Hal ini dikarenakan keadaan sakit dan pengobatan
menunjukkan stresor potensial (Rudolph, 1995).
Hospitalisasi pada pasien anak dapat menyebabkan kecemasan dan stres pada
semua tingkatan usia. Penyebab dari kecemasan dipengaruhi banyak faktor dari
petugas (perawat, dokter, dan tenaga kesehatan lainnya), lingkungan baru, keluarga
Tindakan invasif adalah sebuah tindakan medis yang memiliki sifat merusak
keutuhan jaringan tubuh. Tindakan invasif dapat berupa pemberian obat melalui
penyuntikan, pemasangan infus, pengambilan spesimen darah dan jaringan, serta
pembedahan. Tindakan invasif sering mengakibatkan nyeri dan dan menimbulkan
bekas. Saat anak mengalami hospitalisasi tindakan invasif diberikan oleh perawat
dalam asuhan mandiri atau kolaborasi dengan dokter.
Akibat sakit dan di rawat di rumah sakit, anak akan bereaksi terhadap rasa
nyeri dengan menyeringai wajah, menangis, mengatupkan gigi, membuka mata
dengan lebar, atau melakukan tindakan agresif seperti menggigit, menendang,
memukul, atau berlari keluar (Nursalam, 2005) serta kehilangan kebebasan
pandangan egosentris dalam mengembangkan otonominya. Hal ini akan
mengakibatkan anak kehilangan otonominya dan pada akhirnya akan menarik diri
dari hubungan interpersonal (Nursalam, 2005).
Dengan adanya pengalaman nyeri atau bekas yang diakibatkan tindakan
invasif menyebabkan adanya interaksi yang sulit karena timbul ekspresi emosi
seperti kemarahan, kecemasan, depresi serta respon terhadap krisis. Situasi seperti
ini dapat mengganggu proses pemberian intervensi.
Dalam bidang keperawatan, komunikasi penting untuk menciptakan hubungan
antara perawat dengan pasien, untuk mengenal kebutuhan pasien dan menentukan
rencana tindakan serta kerja sama dalam memenuhi kebutuhan tersebut (Purwanto,
1994). Komunikasi juga dapat memberikan pertukaran informasi dan dukungan
Perawat yang menangani anak harus memiliki kemampuan melakukan
pendekatan dengan berkomunikasi. Komunikasi pada anak merupakan bagian
penting dalam membangun kepercayaan kita dengan anak. Melalui komunikasi akan
terjalin rasa percaya, rasa kasih sayang dan selanjutnya anak akan merasa memiliki
suatu penghargaan pada dirinya. Dalam praktik keperawatan istilah komunikasi
sering digunakan pada aspek pemberian terapi pada klien sehingga komunikasi
banyak dikaitkan dengan istilah terapeutik atau dikenal dengan nama komunikasi
terapeutik. Berdasarkan survei pendahuluan di Rumah Sakit Umum Bunda Thamrin
Medan (Fanny, 2011), ditemukan sebesar 39% perawat kurang komunikatif dengan
pasien dan sebesar 31% perawat kurang perhatian dengan pasien.
Berdasarkan paparan di atas saya tertarik membahas komunikasi terapeutik
perawat pada saat memberikan tindakan invasif dimana kondisi emosi anak yang
berbeda-beda. Dalam penelitian ini saya ingin meneliti komunikasi terapeutik
perawat dalam memberikan tindakan invasif pada anak usia sekolah. Anak usia
sekolah sangat peka terhadap stimulus yang dirasakannya akan mengancam
keutuhan tubuhnya. Masa usia sekolah kurang mengandalkan pada apa yang mereka
lihat tetapi lebih pada apa yang mereka ketahui bila dihadapkan pada masalah baru.
Mereka membutuhkan penyelesaian untuk segala sesuatu tetapi tidak butuh
pengesahan dari tindakan yang dilakukan. Pada masa ini anak sudah memahami
penjelasan sederhana dan mampu mendemonstrasikannya.
Penelitian dilakukan di RSUP. H. Adam Malik Medan dengan pertimbangan
jenis penyakit yang membutuhkan tindakan invasif karena merupakan salah satu
2. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka penulis merumuskan
pertanyaan penelitian: Bagaimana komunikasi terapeutik perawat pada anak usia
sekolah yang mendapatkan tindakan invasif di RSUP. H. Adam Malik Medan?
3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan gambaran komunikasi
terapeutik perawat saat memberikan tindakan invasif pada anak usia sekolah di
RSUP. H. Adam Malik Medan.
4. Manfaat Penelitian
4.1. Pendidikan Keperawatan
Penelitian bermanfaat menjelaskan konsep, teknik dan praktik komunikasi
terapeutik perawat ketika memberikan tindakan invasif terkhusus saat
menghadapi anak usia sekolah guna menurunkan traumatic hospitalisasi pada
anak.
4.2. Praktik Keperawatan
Penelitian bermanfaat untuk meningkatkan motivasi perawat untuk
mengaplikasikan komunikasi terapeutik kepada anak guna mempermudah
pemberian tindakan invasif dan intervensi lainnya sehingga mempercepat
proses penyembuhan anak dan peningkatan pelayanan mutu keperawatan.
4.3. Institusi Rumah Sakit
Penelitian dapat memberikan gambaran praktik komunikasi terapeutik perawat
pada anak usia sekolah yang mendapat tindakan invasif sehingga menjadi
4.4. Penelitian Keperawatan
Penelitian ini membantu memperjelas bahwa komunikasi terapeutik pada anak
usia sekolah yang mendapat tindakan invasif memiliki metode yang berbeda
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA 1. Komunikasi Terapeutik
1.1. Defenisi Komunikasi Terapeutik
Komunikasi dalam keperawatan merupakan alat mengimplementasikan
proses keperawatan. Komunikasi ditujukan untuk mengubah perilaku klien
dalam mencapai tingkat kesehatan yang optimal (Stuart dalam Suryani, 2006).
Komunikasi yang diberikan perawat bertujuan memberi terapi maka
komunikasi keperawatan disebut komunikasi terapeutik. Seorang perawat
dapat membantu klien mengatasi masalah yang dihadapinya melalui
komunikasi. Perawat menggunakan pendekatan terencana mempelajari klien
dan dipimpin oleh seorang profesional (Keltner Schwecke dan Bostrom,
1991). Komunikasi terapeutik mengembangkan hubungan interpersonal antara
klien dan perawat. Proses ini meliputi kemampuan khusus, karena perawat
harus memperhatikan pada berbagai interaksi dan tingkah laku non verbal.
Perawat dengan sengaja memberi informasi untuk kepentingan pasien dan
memaksimalkan rencana perawatan.
1.2.Tujuan Komunikasi Terapeutik
Komunikasi terapeutik sengaja dirancang agar hubungan perawat dan
klien menjadi efektif dalam rangka mencapai kesembuhan.
a. Kesadaran diri, penerimaan diri, dan meningkatkan kehormatan diri
mengeksplorasi kemampuan komunikasinya dengan memiliki pengetahuan
yang cukup, keterampilan yang memadai serta teknik dan etika komunikasi
yang baik. Perawat akan memberikan memberi kesan bermakna dan
membawa dampak positif bagi klien.
Integritas yang tinggi dari perawat akan mampu meyakinkan klien
akan kemampuan perawat. Klien akan percaya apa yang dilakukan perawat
merupakan tindakan yang akan membantu proses penyembuhan penyakit
sehingga kooperatif dalam berkomunikasi, apa yang diinginkan untuk
terbebas dari keluhan yang dihadapi akan tercapai. Hal itu akan
meningkatkan citra diri yang optimal dengan tetap menjaga kehormatan
dirinya.
b. Identitas pribadi yang jelas dan meningkatkan integritas pribadi
Komunikasi terapeutik antara perawat dan klien mendorong keduanya
saling mamahami, menghargai dan mengetahui keperluan masing-masing.
Perawat berusaha membantu meningkatkan harga diri dan martabat klien,
sebaliknya klien mengakui dan menghargai perawat sebagai pemberi
pelayanan keperawatan tanpa memandang sebelah mata atau meremehkan
kemampuannya.
c. Kemampuan untuk membentuk suatu keintiman, saling ketergantungan,
hubungan interpersonal dengan kapasitas memberi dan menerima.
Hubungan perawat dan klien merupakan hubungan yang saling
menguntungkan. Perawat dengan ikhlas memberikan pelayanan
keluhannya sesuai dengan apa yang dirasakan tanpa ada sesuatu yang
mengganjal. Perawat dan klien tidak membawa ego masing-masing dan
mengenyampingkan adanya perbedaan sehingga terbentuk hubungan saling
percaya.
Memberikan pelayanan kepada pasien merupakan upaya
mengaplikasikan ilmunya sehingga menjadi ilmu yang bermanfaat dan
menjadi sarana untuk mengembangkan ilmu keperawatan. Untuk
mendapatkan pelayanan yang memuaskan dalam menyelesaikan
masalahnya, klien seharusnya mengutarakan keluhannya sesuai dengan apa
yang dirasakan sehingga dapat dipakai sebagai acuan perawat dalam
memberikan pelayanan keperawatan. Konsep Carl Roger yang
dikembangkan Mundakir (2006) mengidentifikasi tiga faktor dasar dalam
mengembangkan hubungan yang saling membantu (helping relationship), yaitu keikhlasan (genuineness), empati (empathy) dan kehangatan
(warmth).
d. Mendorong fungsi dan meningkatkan kemampuan terhadap kebutuhan yang
memuaskan dan mencapai tujuan yang realistis.
Prinsip dalam pelayanan keperawatan dengan memperhatikan segala
aspek yang dimiliki mempunyai sifat pelayanan yang cepat, tepat, tegas,
serta dengan suasana tenang dan humanistik. Harapan yang diinginkan
seharusnya disesuaikan dengan kondisi sakitnya sehingga memerlukan
penerimaan yang tinggi dan komitmen yang tinggi untuk mau bekerja sama
menurunnya harga diri dan menjadikan hubungan menjadi sangat renggang
sehingga timbul isolasi sosial: menarik diri. Individu akan merasa
kenyataan hidupnya jauh dari ideal diri akan merasa rendah diri. Hal ini
sangat menyulitkan dalam hubungan terapeutik (Suryani, 2006).
1.3. Prinsip-prinsip Komunikasi Terapeutik
Menurut Mundakir (2006) untuk mengetahui apakah komunikasi yang
dilakukan bersifat terapeutik atau tidak, maka dapat dilihat apakah
komunikasi tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip berikut:
1. Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti memahami dirinya
sendiri serta nilai yang dianut.
2. Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima, saling percaya
dan saling menghargai.
3. Perawat harus memahami, menghayati nilai yang dianut oleh klien.
4. Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik fisik maupun
mental.
5. Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan pasien memiliki
motivasi untuk mengubah dirinya baik sikap maupun tingkah lakunya
sehingga tumbuh makin matang dan dapat memecahkan masalah-masalah
yang dihadapi.
6. Perawat harus mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap untuk
mengetahui dan mengatasi perasaan gembira, sedih, marah, keberhasilan
7. Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat mempertahankan
konsistennya.
8. Memahami betul arti simpati sebagai tindakan yang terapeutik dan
sebaliknya simpati yang bukan tindakan terapeutik.
9. Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasar dari hubungan
terapeutik.
10.Mampu berperan sebagai role model agar dapat menunjukkan dan meyakinkan orang lain tentang kesehatan, oleh karena itu perawat perlu
mempertahankan suatu keadaan sehat fisik, mental, sosial, spiritual dan
gaya hidup.
11.Disarankan untuk mengekspresikan perasaan yang dianggap mengganggu.
12.Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan pasien bebas
berkembang tanpa rasa takut.
13.Altruisme, mendapatkan kepuasan dengan menolong orang lain secara manusiawi.
14.Berpegang pada etika dengan cara berusaha sedapat mungkin keputusan
berdasarkan prinsip kesejahteraan manusia.
15.Bertanggung jawab dalam dua dimensi yaitu tanggung jawab terhadap
orang lain tentang apa yang dikomunikasikan.
1.4. Sikap Perawat dalam Berkomunikasi
Perawat hadir secara utuh (fisik dan psikologis) pada waktu
komunikasi dan isi komunikasi tetapi yang sangat penting adalah sikap atau
penampilan dalam berkomunikasi.
1. Kehadiran diri secara fisik
Cara untuk menghadirkan diri secara fisik yaitu berhadapan,
mempertahankan kontak mata, membungkuk ke arah klien,
mempertahankan sikap terbuka dengan tidak melipat kaki atau tangan dan
tetap releks.
Sikap fisik dapat pula disebut sebagai perilaku non verbal yang perlu
dipelajari pada setiap tindakan keperawatan. Beberapa perilaku non verbal
yang dikemukakan Clum (1991 dalam Mundakir, 2006) yang perlu
diketahui dalam merawat anak adalah:
a. Gerakan mata
Gerakan mata dapat dipakai untuk memberikan perhatian. Kontak mata
dan ekspresi muka adalah alat pertama yang dipakai untuk pendidikan
dan sosialisasi. anak sangat peka terhadap sikap perawat dalam
memberikan pelayanannya, misalnya perawat melotot menunjukkan
perawat tidak suka dengan perilaku pasien dan sikap ini menjadi
ancaman bagi pasien.
b. Ekspresi muka
Ekspresi muka umumnya dipakai sebagai bahasa non verbal namun
banyak dipengaruhi budaya. Orang yang tidak percaya pasti akan
tampak dari ekspresi muka tanpa ia sadari. Perawat perlu menyadari dan
perawat adalah sebagai penolong bagi klien sehingga selalu dituntut
berekspresi yang sejuk dan hangat kepada klien.
c. Sentuhan
Sentuhan merupakan cara interaksi yang mendasar. Konsep diri didasari
oleh asuhan ibu yang memperlihatkan perasaan menerima dan
mengakui. Ikatan kasih sayang dibentuk oleh pandangan, suara dan
sentuhan yang menjadi elemen penting dalam pembentukan ego,
perpisahan dan kemandirian. Sentuhan sangat penting bagi anak sebagai
alat komunikasi dan memperlihatkan kehangatan, kasih sayang yang
pada kemudian hari diharapkan mampu mengembangkan hal yang sama
baginya.
2. Kehadiran Diri Secara Psikologis
Kehadiran diri secara psikologis dapat dibagi menjadi dua dimensi yaitu
dimensi respon dan dimensi tindakan. Dimensi respon merupakan sikap
perawat secara psikologis dalam berkomunikasi dengan klien. Dimensi
respon terdiri dari respon perawat yang ikhlas, menghargai, empati dan
konkrit.
Dimensi tindakan tidak dapat dipisahkan dengan dimensi respon.
Tindakan yang dilaksanakan harus dalam konteks kehangatan dan
pengertian. Dimensi tindakan terdiri dari konfrontasi, kesegeraan,
1.5.Tahap Komunikasi Terapeutik
Hubungan terapeutik perawat-klien sebagaimana disebutkan Potter dan Perry (2005)
terdiri dari empat fase yang masing-masing fase memiliki karakteristik dan tujuan
yang berbeda. Adapun fase-fase hubungan terapeutik tersebut terdiri dari:
1. Fase Pra-Interaksi
Fase ini dimulai sebelum perawat bertemu dengan klien untuk pertama kalinya
dan merupakan fase dimana perawat merencanakan pendekatan terhadap klien.
Pada fase ini perawat dapat melihat kembali catatan medik klien, mengantisipasi
masalah kesehatan yang mungkin timbul pada interaksi pertama,
mempersiapkan lingkungan yang nyaman dan merencanakan waktu yang cukup
untuk interaksi. Pada fase ini juga perlu mengeksplorasi perasaan, fantasi dan
ketakutan yang ada di dalam dirinya serta menganalisis kekuatan dan
keterbatasan yang dimiliki sebelum melakukan interaksi dengan klien. Perawat
yang berhasil melalui fase ini dengan baik akan menampilkan sikap yang lebih
percaya diri dan lebih siap menghadapi segala macam kemungkinan.
2. Fase Orientasi atau Perkenalan
Fase ini dimulai saat pertama kali perawat bertemu dengan klien dan saling
mengenal satu sama lainnya. Perawat perlu menampilkan sikap yang hangat,
empati, menerima dan bersikap penuh perhatian terhadap klien. Hubungan pada
fase ini masih bersifat superfisial, tidak pasti dan masih tentatif. Klien biasanya
akan menguji kemampuan dan komitmen perawat dalam memberikan asuhan
3. Fase Kerja
Fase kerja merupakan dimana perawat dan klien bekerja sama untuk
memecahkan suatu masalah dan mencapai tujuan bersama. Perawat perlu
memotivasi klien untuk berekspresi, mengeksplorasi dan menetapkan tujuan
yang hendak dicapai. Pada fase ini perawat dapat menunjukkan sikap caring
dengan memberikan informasi yang dibutuhkan klien, melakukan tindakan yang
sesuai dan menggunakan teknik komunikasi terapeutik. Perawat juga dapat
membantu klien dalam menggali pikiran dan perasaannya, mengeksplorasi
stressor, mendorong perkembangan kesadaran diri klien, mendukung pemakaian
mekanisme koping yang adaptif dan merencanakan program selanjutnya yang
sesuai dengan kemampuan klien. Perawat juga perlu mengatasi penolakan klien
terhadap perilaku adaptif yang hendak diajarkan oleh perawat dengan teknik dan
pendekatan yang sesuai.
4. Fase Terminasi
Fase terminasi merupakan fase untuk mengakhiri hubungan. Perawat bersama
klien dapat saling mengeksplorasi perasaan yang muncul akibat dari perpisahan
yang akan dijalani. Pada fase ini baik perawat maupun klien dapat merasakan
perasaan puas, senang, marah, sedih, jengkel dan perasaan lainnya yang
mungkin menimbulkan ketidaknyamanan. Perawat perlu menghadirkan reaalitas
perpisahan kepada klien dan melakukan evaluasi dari pencapaian tujuan setelah
interaksi dilakukan. Pada fase ini perawat juga perlu menetapkan rencana tindak
lanjut yang perlu dilakukan klien terkait intervensi yang baru saja dilakukan
Tabel 2.1. Tahap komunikasi terapeutik (Intan dalam Damaiyanti, 2008)
1 Tahap prainteraksi
Mengumpulkan data tentang klien.
Mengeksplorasi perasaan, fantasi dan ketakutan diri.
Membuat rencana pertemuan dengan klien (kegiatan, waktu, tempat).
2 Tahap orientasi
Memberikan salam dan tersenyum pada klien. Melakukan validasi (kognitif, psikomotor, afektif). Memperkenalkan nama perawat.
Menanyakan nama panggilan kesukaan klien. Menjelaskan tanggung jawab perawat dan klien. Menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan. Menjelaskan tujuan.
Menjelaskan waktu yang dibutuhkan untuk melalukan kegiatan Menjelaskan kerahasiaan.
3 Tahap kerja
Memberikan kesempatan pada klien untuk bertanya.
Menanyakan keluhan utama/keluhan yang mungkin berkaitan dengan kelancaran pelaksanaan kegiatan.
Memulai kegiatan dengan cara yang baik. Melakukan kegiatan sesuai dengan rencana.
4 Tahap terminasi
Menyimpulkan hasil kegiatan : evaluasi proses dan hasil. Memberikan reinforcement positif.
Merencanakan tindak lanjut dengan klien.
Melakukan kontrak untuk pertemuan selanjutnya (waktu, tempat, topik). Mengakhiri kegiatan dengan cara yang baik.
Dimensi respon/perilaku non verbal minimal yang perlu ditunjukkan
Berhadapan
Mempertahankan kontak mata. Tersenyum pada saat yang tepat
Membungkuk ke arah klien pada saat yang diperlukan.
Mempertahankan sikap terbuka(tidak bersedekap, memasukkan tangan ke kantung atau melipat kaki)
1.6.Teknik Komunikasi Terapeutik
Menurut Natsir (2011) teknik-teknik komunikasi dengan cara:
1. Mendengarkan dengan Penuh Perhatian
Kesan pertama ketika perawat mau mendengarkan keluhan klien dengan
seksama adalah perawat akan memperhatikan klien. Keluhan yang
sehingga memudahkan perawat mengelompokkan data sebagai sarana untuk
menentukan diagnosis keperawatan.
Klien yang didengarkan dalam pembicaraan merasa sangat dihargai apabila
perawat mengaggap apa yang dikatakan oleh klien merupakan hal yang sangat
penting. Bahasa nonverbal melalui kontak mata, menganggukkan kepala,
senyum saat yang tepat membantu untuk mencapai maksimal dalam proses
mendengarkan.
2. Menunjukkan penerimaan
Perilaku yang ditampilkan oleh klien dan keluhan yang disampaikan
merupakan masukan yang berharga bagi perawat, walaupun kadang apa yang
diucapkan tidak sesuai dengan penyakit yang diderita atau tanda dan gejala
masalah yang dihadapi klien. Perawat tidak perlu melakukan penolakan
maupun keraguan terhadap apa yang disampaikan klien yang membuat klien
tidak bebas mengutarakan perasaannya. Unsur yang harus dihindari adalah
mengubah pikiran klien. Sebaiknya tidak ada unsur menilai, berdebat dan
mengkritik. Perawat sebaiknya mendengarkan tanpa memutuskan
pembicaraan, memberikan umpan balik verbal yang menampilkan pengertian,
menghindari ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang menunjukkan tidak setuju
begitu juga dengan kata-kata yang yang menimbulkan keraguan atau
ketidakpercayaan.
3. Menanyakan Pertanyaan yang Berkaitan Pertanyaan terbuka
Tujuannya untuk mendapatkan informasi yang spesifik mengenai kondisi riil
Pertanyaan terbuka memberikan peluang maupun kesempatan klien untuk
menyusun dan mengorganisir pikirannya dalam menggungkapkan keluhannya
sesuai dengan apa yang dirasakan. Kesan yang didapatkan adalah tidak
menginterogasi atau menyelidiki sehingga data yang diperoleh dapat dipakai
menjadi acuan dasar untuk melaksanakan asuhan keperawatan. Hindari
pertanyaan yang diawali dengan kata tanya kenapa atau mengapa. Jika dilihat
lebih dalam pertanyaan itu adalah pertanyaan memvonis yang bisa menambah
kecemasan klien.
4. Mengulang Ucapan Klien dengan Menggunakan Kata-kata Sendiri
Stuart dan Sundeen (1995) mendefinisikan pengulangan adalah pengulangan
pikiran utama yang diekspresikan klien. Pengulangan pikiran utama yang
dimaksud bisa dimaknai sebagai pengulangan apa yang diucapkan dan
pengulangan apa yang dimaksud. Tujuannya adalah memberikan penguatan
dan memperjelas pada pokok bahasan atau isi pesan yang telah disampaikan
oleh klien sebagai umpan balik. Perawat harus mengklarifikasi, validasi
ataupun pengulangan kata yang disampaikan sesuai dengan maksud dan
tujuan.
5. Klarifikasi
Klarifikasi adalah menjelaskan kembali ide atau pikiran klien yang tidak jelas
atau meminta klien untuk menjelaskan arti dari ungkapannya. Klarifikasi dapat
diartikan sebagai upaya untuk mendapatkan persamaan persepsi antara klien dan
perawat tentang perasaan yang dihadapi dalam rangka memperjelas masalah
6. Memfokuskan
Tujuannya untuk membatasi bahan pembicaraan sehingga lebih spesifik dan
dimengerti. Hal yang penting adalah konsisten dan berkesinambungan serta
tidak menyimpang dari topik pembicaraan guna mencapai keseriusan dan
pemaknaan yang kuat.
7. Menyampaikan Hasil Observasi
Perawat harus memberikan umpan balik kepada klien untuk menyatakan
pemahamannya. Tindakan ini dianjurkan apabila terdapat konflik antara verbal
dan nonverbal klien, serta saat tingkah laku verbal dan nonverbal nyata dan
tidak biasa ada pada klien. Penyampaian hasil pengamatan perawat sering
membuat klien berkomunikasi lebih jelas tanpa harus bertambah memfokuskan
atau mengklarifikasi pesan.
8. Menawarkan Informasi
Tindakan ini memungkinkan penghayatan yang lebih baik bagi klien terhadap
keadaannya. Memberikan tambahan informasi merupakan pendidikan
kesehatan bagi klien. Klien akan lebih percaya kepada perawat yang menguasai
ilmu pengetahuan yang memadai tentang masalah yang dihadapi klien. Apabila
ada informasi yang ditutupi oleh dokter, perawat perlu mengklarifikasi
alasannya. Perawat tidak boleh memberi nasihat kepada klien ketika memberi
informasi, tetapi memfasilitasi klien untuk membuat keputusan.
9. Diam
Tujuan tindakan yang dilakukan perawat untuk menunggu respon klien
memberikan kesempatan pada klien untuk mengorganisir dan menyusun pikiran
atau ide sebelum diungkapkan kepada perawat. Penggunaan metode diam
memerlukan keterampilan dan ketepatan waktu.
10.Meringkas
Meringkas berarti mengidentifikasi poin-poin penting selama diskusi ataupun
pembicaraan yang telah dilakukan sehingga terdapat kesatuan ide. Meringkas
pembicaraan membantu perawat mengulang aspek penting dalam interaksinya
sehingga dapat melanjutkan pembicaraan dengan topik yang berkaitan.
11.Memberikan Penguatan
Tindakan ini berupa pemberian penghargaan yang bertujuan untuk
meningkatkan motivasi kepada klien untuk berbuat yang lebih baik lagi.
Penghargaan dalam pelayanan keperawatan juga dapat berupa memberi salam
sambil menyebut namanya. Hal ini menunjukkan kesadaran tentang perubahan
yang terjadi pada diri klien, menghargai klien sebagai manusia yang utuh
sebagai individu merupakan bentuk dari pemberian penguatan positif yang
mampu menggugah semangat klien.
12.Menawarkan Diri
Klien yang belum siap berkomunikasi secara verbal dengan orang lain atau klien
tidak mampu untuk membuat dirinya dimengerti. Menawarkan diri merupakan
kegiatan untuk memberikan respon agar seseorang menyadari perilakunya yang
13.Memberi Kesempatan kepada Klien untuk Memulai Pembicaraan
Berikan kesempatan pada klien untuk berinisiatif dalam dalam memilih topik
pembicaraan. Perawat bisa memberi stimulasi untuk mengambil inisiatif dan
merasakan bahwa ia diharapkan untuk membuka pembicaraan.
14.Menganjurkan untuk Meneruskan Pembicaraan
Teknik ini menganjurkan klien untuk mengarahkan hampir seluruh pembicaraan
yang mengidentifikasikan bahwa klien sedang mengikuti apa yang sedang
dibicarakan dan tertarik dengan apa yang dibicarakan selanjutnya. Perawat lebih
berusaha untuk menafsirkan daripada mengarahkan diskusi.
15.Menempatkan Kejadian secara Teratur akan Menolong Perawat dan Klien untuk
Melihatnya dalam Suatu Perspektif
Tindakan ini membantu perawat dan klien untuk melihatnya dalam suatu
perspektif. Perawat akan dapat menetukan pola kesukaran interpersonal dan
memberi data tentang pengalaman yang memuaskan dan berarti bagi klien dalam
memenuhi kebutuhannya.
16.Menganjurkan Klien untuk Menguraikan Persepsinya. Perawat harus melihat
segala sesuatunya dari perspektif klien. Klien harus merasa bebas untuk
menguraikan persepsinya kepada perawat. Perawat harus waspada akan gejala
kecemasan ketika klien menceritakan pengalamannya.
17.Refleksi
Teknik refleksi digunakan untuk mengembalikan ide, perasaan, dan pertanyaan
kepada klien. Hal yang dilakukan perawat bukan untuk menilai pikiran dan
yang merupakan bagian dari dirinya sendiri sehingga klien mencoba untuk
menilai lagi pikiran dan perasaan yang telah ada sebagai upaya untuk
mengevaluasi dan menimbang-nimbang keputusan yang akan diambil.
1.7. Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi Terapeutik
Dalam melakukan sebuah komunikasi salah satunya komunikasi terapeutik
dipengaruhi beberapa hal antara lain :
a. Persepsi
Persepsi akan sangat mempengaruhi jalannya komunikasi karena proses
komunikasi harus ada persepsi dan pengertian yang sama tentang pesaan
yang disampaikan dan diterima oleh kedua pihak.
b. Nilai
Perawat perlu memegang nilai-nilai professional dalam berkomunikasi,
perawat tidak harus marah-marah ketika ada klien yang tidak kooperatif
terhadap rencana tindakan yang dilakukan, namun harus menggali semangat
klien untuk harus cepat sembuh melalui pendekatan nilai yag dianut klien.
c. Emosi
Seorang perawat harus menghadirkan perasaannya untuk menolong pasien
dengan cara merasakan apa yang dirasakan kliennya. Perawat harus bisa
membedakan suasana emosi personal dengan suasana emosi profesional.
Komunikasi akan berjalan dengan lancar dan efektif apabila perawat dapat
d. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan produk atau hasil dari perkembangan pendidikan.
Perawat diharapkan dapat berkomunikasi dengan berbagai tingkat
pengetahuan yang dimiliki klien. Dengan demikian perawat dituntut punya
pengetahuan yang cukup tentang pertumbuhan dan perkembangan klien
karena hal tersebut sangat terkait dengan pengetahuan yang dimiliki oleh
klien.
e. Peran dan Hubungan
Kemajuan hubungan perawat-klien adalah bila hubungan tersebut saling
menguntungkan dalam menjalin ide dan perasaannya. Komunikasi efektif
bila partisipan (perawat-klien) mempunyai efek/ dampak positif dalam
menjalin hubungan sesuai dengan perannya masing-masing.
f. Kondisi Lingkungan
Komunikasi berkaitan dengan lingkungan sosial tempat komunikasi
berlangsung, dan dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial yang merupakan
identitas sosial dari mereka yang terlibat dalam komunikasi antara lain: usia,
jenis kelamin, etnik, status sosial, bahasa, peraturan sosial, peran sosial.
2. Anak Usia Sekolah
Anak usia (6-12 thn) dalam memperoleh informasi anak usia sekolah lebih
mampu memperhatikan detil-detil yang relevan dalam menyelesaikan tugas atau
masalah. Perubahan ini menunjukkan munculnya kontrol kognitif atas perhatian
Perubahan yang penting dalam perkembangan emosi pada masa ini yaitu
adanya peningkatan kemampuan untuk memahami emosi kompleks, misalnya
kebanggaan dan rasa malu (Kuebli, 1994). Emosi-emosi ini menjadi lebih
terinternalisasi (Self-generated) dan terintegrasi dengan tanggung jawab personal. Anak usia sekolah mengalami peningkatan pemahaman sehingga terdapat
lebih dari satu emosi dalam situasi tertentu. Terjadinya peningkatan kecenderungan
untuk lebih mempertimbangkan kejadian-kejadian yang menyebabkan reaksi emosi
tertentu. Dengan adanya peningkatan kemampuan guna dalam menekan atau
menutupi reaksi emosional yang negatif. Anak usia sekolah menggunakan strategi
personal untuk mengalihkan perasaan tertentu, seperti mengalihkan atensi atau
pikiran ketika mengalami emosi tertentu (Santrock, 2007).
3. Tindakan Invasif
Tindakan invasif adalah tindakan medis yang melibatkan tindakan
memasukkan alat dan sifatnya merusak jaringan tubuh (Berman dkk, 2009).
Tindakan dapat berupa pembedahan, penyuntikan, pemeriksaan dengan radioaktif,
pemeriksaan dengan cairan kontras, memasukkan selang (NGT, kateter, infus) dan
pengambilan cairan dan jaringan tubuh (Nadesul, 2006). Tindakan ini memerlukan
pertimbangan emosi karena dapat menimbulkan gangguan sistem kerja tubuh
seperti metabolisme, meningkatkan stimulasi kelenjar adrenal, denyut jantung dan
4. Komunikasi Terapeutik Perawat pada Anak Usia Sekolah yang Mendapatkan Tindakan Invasif
Anak yang ditinggalkan di rumah sakit, merasa dirinya tidak aman, karena itu
anak perlu dibantu mengatasi perasaan tersebut. Perawat harus membantu pasien
anak mengatasi perasaan tidak aman dengan sedapat mungkin memperoleh
kepercayaan pasien anak itu terlebih dahulu. Anak pada usia ini senang berbicara
dan dapat diajak bicara untuk mengalihkan perhatian anak. Dalam hubungan
perawat dan pasien anak perlu dijaga agar anak tidak terlalu bergantung dengan
perawat tertentu, sehingga ia tidak mau dirawat oleh perawat lain.
Anak usia sekolah memiliki perkembangan komunikasi dan pola pikir tentang
pemahaman sebab-akibat. Anak mengandalkan pada apa yang mereka lihat tetapi
lebih pada yang mereka ketahui bila dihadapkan pada masalah baru. Situasi hati
dapat berubah dengan tiba-tiba. Anak usia sekolah memiliki sifat egois yang tinggi.
Anak gampang frustasi untuk itu hindari kritikan (Allen, 2010). Anak memahami
penjelasan sederhana dan mendemostrasikannya. Anak harus diizinkan utuk
mengekspresikan rasa takut dan keheranannya (Potter&Perry, 2005).
Perawatan rumah sakit dan tindakan invasif akan menimbulkan kecemasan
pada anak dan mungkin sedikit takut menghadapi tindakan invasif tersebut.
Perawat harus mengobservasi secara ketat untuk mengetahui apakah adanya gejala
distres sebelum dilakukannya tindakan invasif. Perawat mengkaji tingkat
kecemasan dengan mengkomunikasikan secara interpersonal guna memberi
secara perlahan dan menggantinya dengan takut bahaya badaniah. Perawat harus
memberikan penjelasan prosedur tindakan dan dapat mendemonstrasikannya pada
mainan anak.
Anak usia sekolah mengendalikan rasa nyeri dengan cara mengajak perawat
untuk berkomunikasi selama prosedur tindakan invasif dilakukan, ada yang ikut
berpartisipasi dalam prosedur dan sebagian lagi memilih untuk tidak melihat apa
yang sedang terjadi.
Perawat dapat memberikan kesempatan kepada anak bertindak dalam
hubungan interpersonal. Nada suara yang tenang, bersahabat dan yakin serta
menggunakan bahasa sederhana dalam memberi penjelasan atau petunjuk prosedur.
Perawat tidak boleh berbohong tentang prosedur yang menyakitkan karena dapat
menimbulkan kemarahan pada anak. Perawat harus jujur kepada anak hal apa yang
akan terjadi untuk mengurangi tingkat kecemasan (Potter&Perry, 2005).
Tindakan invasif sifatnya menimbulkan nyeri dan terkadang menimbulkan
bekas. Perawat harus mengingat konsep mengetahui ekspresi nyeri yang
diharapkan atau bahkan diterima dan mendengrkan pengalaman anak. Kunci untuk
berkomunikasi dengan pasien yang merasakan nyeri adalah penilaian dan
intervensi cepat dan kemudian penilaian ulang yang seiring terhadap gejala dan
pereda nyeri untuk menentukan keefektifan intervensi dan perubahan kondisinya.
Bila perawat melakukan prosedur yang menyakitkan maka perawat bisa meminta
bantuan kepada perawat lain untuk menenangkan atau menurunkan kecemasan
BAB 3
KERANGKA PENELITIAN
1. Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian ini menjelaskan suatu hubungan atau kaitan antara
konsep satu terhadap konsep lainnya dari masalah yang ingin diteliti guna
menghubungkan atau menjelaskan secara panjang lebar tentang suatu topik yang akan
dibahas. Variabel penelitian ini adalah komunikasi terapeutik perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan adalah
Kerangka konseptual dalam penelitian bertujuan melihat pemaparan teknik
komunikasi terapeutik perawat saat memberikan tindakan invasif, Adapun yang
menjadi kerangka dalam penelitian ini dapat dilihat di bagan berikut.
: Variabel yang diteliti
Skema 3.1. Kerangka konseptual komunikasi terapeutik perawat saat memberikan tindakan invasif pada anak usia sekolah.
2. Defenisi Konseptual
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan dan bertujuan serta
kegiatannya difokuskan untuk kesembuhan pasien dan merupakan komunikasi Komunikasi terapeutik
perawat pada anak usia sekolah yang mendapat tindakan invasif
Baik
Cukup
profesional yang dilakukan perawat atau tenaga kerja lainnya (Purwanto, 1994 dalam
Mundakir, 2006).
3. Defenisi Operasional Penelitian
Defenisi operasional dalam penelitian ini akan dijabarkan pada tabel di bawah ini:
Tabel 3.1. Tabel Defenisi Operasional Instrumen Penelitian
Variabel Defenisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Variabel: Komunikasi Terapeutik
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
1. Desain Penelitian
Penelitian dilakukan sedemikian rupa dengan menggunakan metode
deskriptif yang bertujuan memaparkan bentuk komunikasi terapeutik perawat pada
anak usia sekolah saat memberikan tindakan invasif.
2. Populasi, Sampel, dan Lokasi penelitian 2.1. Populasi
Populasi penelitian adalah semua perawat yang berada di Ruang Rindu
B4 RSUP. H. Adam Malik Medan selama penelitian dilaksanakan yang
berjumlah 24 orang perawat.
2.2. Sampel dan Teknik Sampel
Sampel merupakan bagian populasi yang menjadi objek yang diteliti dan
dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2010). Pada penelitian ini
yang menjadi sampel adalah perawat yang memberikan tindakan invasif di
Ruang Rindu B4 RSUP. H. Adam Malik Medan selama penelitian dilaksanakan.
Kriteria inklusi yang ditentukan sebagai sampel penelitian adalah (1) perawat
yang memberikan tindakan invasif di Ruang Rindu B4 RSUP. H. Adam Malik
Medan (2) Pendidikan perawat minimal SPK (3) Bersedia menjadi responden.
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah total sampling
2.3. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di RSUP. H. Adam Malik Medan pada
bulan Mei-Juni 2013. Rumah sakit ini dipilih sebagai lokasi penelitian,
rumah sakit pendidikan dan rumah sakit rujukan di Sumatera bagian utara
dan jumlah pasien anak yang cukup banyak.
3. Pertimbangan Etik
Penelitian ini dilakukan setelah mendapat izin dari Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara dan Direktur Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam
Malik medan. Dalam penelitian ini ada beberapa pertimbangan etik yang
diperhatikan, yaitu :
3.1. Self Determination
Responden diberi kebebasan untuk menentukan apakah bersedia atau tidak
untuk mengikuti kegiatan penelitian secara sukarela.
3.2. Ananomity
Selama kegiatan penelitian, nama dari responden tidak digunakan. Sebagai
gantinya peneliti mengunakan inisial responden.
3.3. Informed Consent
Seluruh responden bersedia menandatangani lembar persetujuan setelah
peneliti menjelaskan tujuan , manfaat, dan harapan peneliti terhadap
respoden, setelah respoden memahami semua penjelsan peneliti.
3.4. Confidentiality
Peneliti menjamin kerahasiaan informasi responden dan kelompok data
3.5. Protection From Discomford
Responden bebas dari rasa sakit, baik secara fisik dan tekanan psikologis.
4. Instrumen Penelitian
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan instrument pengumpulan data
berupa kuesioner, yaitu sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk
memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau
hal-hal yang ia ketahui (Arikunto, 2010). Kuesioner dibagi menjadi 2 bagian yaitu,
kuesioner demografi dan kuesioner komunikasi terapeutik .
4.1.Kuesioner data demografi
Kuesioner data demografi digunakan untuk mengkaji data demografi
meliputi jenis kelamin, umur, pendidikan, dan lama pengalaman berkerja di
rumah sakit.
4.2.Kuesioner Komunikasi Terapeutik
Kuesioner komunikasi terapeutik berfungsi mengukur intensitas perawat
dalam melaksanakan komunikasi terapeutik dengan 20 pertanyaan. Kuesioner ini
menggunakan skala Likert dengan nilai setiap pertanyaan 1(tidak pernah
dilakukan), 2 (jarang), 3 (sering), 4 (selalu).
Nilai tertinggi yang diperoleh variabel komunikasi terapeutik adalah 80
dan skor minimal 20, dimana nilainya dengan menggunakan rumus statistik ,
yaitu:
P = Rentang kelas
Banyak kelas
Berdasarkan rumus di atas, maka skor setiap subvariabel komunikasi
Dimana P = panjang kelas dengan rentang sebesar 80 (nilai tertinggi) dan 20 (nilai
terendah) sehingga didapatkan panjang kelas sebesar 20. Dengan menggunakan
p=20 maka didapatkan interval komunikasi terapeutik dengan perincian kriteria
20-39 : Kurang, 40-59 : Cukup, 60-80 : Baik.
5. Validitas
Sebuah instrumen dikatakan valid apabila instrument itu mampu mengukur
apa-apa yang seharusnya diukur menurut situasi da Kuesioner dibuat sendiri oleh
peneliti berdasarkan tinjauan pustaka, oleh karena itu penting dilakukan uji
validitas. Suatu instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang
diinginkan dan dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat
(Arikunto, 2006).
Uji validitas instrumen ini dilakukan oleh ahli keperawatan yaitu salah satu
dosen keperawatan USU Departemen Keperawatan Jiwa. Uji validitas dilakukan
untuk merevisi beberapa pertanyaan kuesioner guna mendapatkan hasil tujuan
penelitian lebih tepat. Setelah dilakukan uji validitas maka didapatkan hasil bahwa
instrumen penelitian yang digunakan telah valid dan dapat digunakan untuk
penelitian selanjutnya.
6. Reliabilitas
Uji reliabilitas merupakan adanya suatu kesamaan hasil apabila pengukuran
dilaksanakan oleh orang yang berbeda ataupun waktu yang berbeda (Setiadi, 2007).
menyatakan bahwa suatu instrument baru dikatakan reliable jika nilai reabilitasnya
lebih besar 0,7 atau lebih.
Uji reliabilitas instrument penelitian ini dilakukan pada responden yang
berbeda dari responden penelitian tetapi dengan karateristik yang sama. Responden
untuk uji reliabilitas penelitian ini adalah perawat yang pernah memberikan
tindakan invasif pada anak usia sekolah di Ruang RB 2A dan RB 2B di RSUP. H.
Adam Malik Medan sebanyak 20 orang perawat.
Setelah dilakukan uji reliabilitas dengan menggunakan rumus Cronbach Alpha
maka didapatkan hasil 0.78 yang artinya instrumen telah reliabel dan dapat
dilakukan untuk penelitian selanjutnya.
7. Pengumpulan Data
Penelitian dilakukan setelah memperoleh surat izin dari Fakultas
Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan mengirimkan surat izin ke Rumah
Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan sebagai tempat penelitian. Setelah
mendapat persetujuan maka peneliti melakukan pengumpulan data. Peneliti
menjelaskan dengan calon responden tentang tujuan, manfaat, dan proses pengisian
kuesioner, sebelum menanyakan kesediaan untuk ikut terlibat sebagai responden.
Kemudian peneliti melakukan pendekatan terhadap calon responden lainnya. Calon
responden yang bersedia diminta menandatangani lembar persetujuan (informed consent). Setelah itu responden diminta untuk mengisi kuesioner yang diberikan oleh peneliti dan diberikan kesempatan untuk bertanya bila ada yang tidak
dimengerti. Peneliti menjelaskan bahwa kuesioner terdiri dari dua bagian yaitu
jenis kelamin, tingkat pendidikan dan lama pengalaman kerja. Bagian yang kedua
yaitu kuesioner berisi tentang komunikasi terapeutik yang dilakukan perawat pada
pada anak usia sekolah yang mendapatkan tindakan invasif terdiri dari 20
peryataan yang memiliki pilihan jawaban yang terdiri dari 4 yaitu tidak pernah,
jarang, sering, dan selalu. Kemudian setelah responden selesai mengisi kuesioner dikumpulkan dan diperiksa kelengkapannya untuk kemudian diolah.
8. Analisa Data
Setelah data pada kuesioner terkumpul, maka dilakukan pengolahan data
melalui beberapa proses. Pertama memeriksakan kelengkapan identitas data dan
juga apakah semua kuesioner telah terjawab atau diisi. Kemudian analisis data
dengan menggunakan sistem komputerisasi yaitu dengan menganalisis data sesuai
dengan jawaban responden.
Metode statistik data untuk analisa data yang digunakan pada penelitian ini
adalah analisis univariat yang bertujuan menjelaskan atau mendeskripsikan variabel
penelitian (Notoatmodjo, 2010). Umumnya analisis ini digunakan untuk
menganalisis distribusi frekuensi dan persentase dari variabel. Analisis univariat
digunakan untuk menyajikan data-data demografi perawat meliputi jenis kelamin,
umur, pendidikan, dan lama pengalaman berkerja di Rumah sakit serta
mendeskripsikan komunikasi terapeutik perawat pada anak usia sekolah yang
BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil Penelitian
Pada bab ini diuraikan hasil penelitian tentang komunikasi terapeutik perawat
pada anak usia sekolah yang mendapatkan tindakan invasif di RSUP. H. Adam
Malik Medan yang telah dilakukan pada tanggal 3 Mei 2013 sampai dengan 3 Juni
2013. Penyajian analisa data dalam penelitian ini diuraikan berdasarkan data
demografi dan gambaran komunikasi terapeutik perawat di Ruang Rindu B4 di
RSUP. H. Adam Malik Medan. Dalam penelitian ini jumlah responden adalah 24
orang perawat.
1.1. Karakteristik Responden
Karakteristik responden dalam penelitian ini yaitu data demografi
responden yang terdiri dari usia, jenis kelamin, pendidikan, agama dan lama
pengalaman berkerja.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh responden berjenis kelamin
perempuan, usia terbanyak pada rentang 41-60 tahun sebesar 58,3% (14
orang), berpendidikan D3 sebesar 70,8% (17 orang) dan pengalaman kerja di
atas 10 tahun sebesar 62,5% (15 orang). Data selengkapnya dapat dilihat di
Tabel 5.1. Distribusi frekuensi dan persentasi karakteristik responden (n = 24 orang perawat) di ruang Rindu B4 RSUP H. Adam Malik Medan.
Karakteristik Responden Frekuensi (n) Persentase (%)
Usia :
1.2. Komunikasi Terapeutik Perawat pada Anak Usia Sekolah yang Mendapatkan Tindakan Invasif
Dari analisa data yang dilakukan secara keseluruhan menjelaskan
komunikasi terapeutik perawat pada anak usia sekolah saat mendapatkan
tindakan invasif di ruang Rindu B4 RSUP. H. Adam Malik Medan masuk
dalam kategori baik yaitu sebanyak 20 perawat (83,3%) dengan hasil
penelitian yang diperoleh dari responden yang menjawab pernyataan dengan
Tabel 5.2. Deskripsi komunikasi terapeutik perawat pada anak usia sekolah yang mendapatkan tindakan invasif di ruang Rindu B4 RSUP. H. Adam Malik Medan
Komunikasi Terapeutik Perawat
Frekuensi Persentase
Baik 20 83,3
Cukup 4 16,7
Total 24 100
2. Pembahasan
Hasil penelitian dianalisa secara keseluruhan dari data demografi (usia,
pendidikan terakhir dan pengalaman kerja responden) dan kuesioner komunikasi
terapeutik perawat pada anak usia sekolah yang mendapat tindakan invasif.
Komunikasi terapeutik perawat secara keseluruhan baik dimana responden
mayoritas berusia dewasa madya (58,3%), pengalaman kerja >10 tahun dan
berpendidikan rata-rata D III. Adapun hal yang mempengaruhi komunikasi
terapeutik dalam kategori baik ialah teknik komunikasi. Semakin sering teknik
komunikasi dilakukan maka semakin tinggi skor yang didapat.
Dengan jenjang pendidikan yang dimiliki perawat ditambah pengalaman
kerja yang cukup lama mendukung dalam praktik pemberian asuhan
keperawatan baik dalam memberikan prosedur tindakan invasif maupun
komunikasi terapeutik. Hal ini didukung oleh teori yang menjelaskan
pengalaman merupakan sumber pengetahuan atau pengalaman merupakan suatu
pribadi dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan. Hal ini
dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam
memecahkan permasalahan yang dihadapi dan dapat melakukan suatu tindakan
yang tepat (Notoadmodjo, 2003). Semakin lama seseorang bekerja maka akan
semakin terampil dan semakin berpengalaman pula dalam melaksanakan
pekerjaannya. Pengalaman dan keterampilan ini diharapkan meningkatkan
kepercayaan diri perawat sehingga motivasi dan performa kerja yang
ditampilkan dapat lebih baik (Robbins, 2003 dalam Edyana, 2008).
Seiring bertambahnya usia dan pengalaman kerja responden didukung
pendidikan yang diterima responden maka proses perkembangan mentalnya
bertambah baik dan juga dapat berpengaruh pada pertambahan pengetahuan
yang diperolehnya. Tetapi pada umur menjelang lansia, kemampuan penerimaan
atau mengingat suatu pengetahuan akan berkurang (Ahmadi, 2001 dalam
Sigalingging, 2013). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian karena masih ada
perawat yang memiliki usia dewasa madya dan pengalaman kerja yang lama
yang masih melakukan komunikasi terapeutik dalam kategori cukup (16,7%).
Dilihat dari pendidikan terakhir perawat bahwa responden terbanyak
memiliki pendidikan DIII. Abdalrahim, Majali, dan Bergbom (2010)
mengungkapkan bahwa menungkatnya pengetahuan perawat dapat mengubah
sikap terhadap suatu permasalahan tertentu dan hal ini bermanfaat bagi
pengembangan kesadaran diriperawat dalam memberikan pelayanan yang lebih
baik. Selain itu, dengan tingkat pengetahuan yang tinggi perawat juga
Potter dan Perry (2010) menyebutkan bahwa kedalaman dan keluasan
pengetahuan perawat dapat mempengaruhi kemampuan dalam berpikir kritis dan
meningkatkan kemampuan dalam menangani masalah keperawatan yang
dihadapinya, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan bahwa tingginya
tingkat pengetahuan perawat ternyata tidak mempengaruhi perawat dalam
komunikasi terapeutik (Abdad, 2012) karena komunikasi terapeutik yang
sifatnya keahlian dapat dilatih dengan lamanya pengalaman bekerja yang
dimiliki responden dan walaupun responden memiliki pendidikan S1 tetapi tidak
dilatih secara berkesinambungan maka keahlian tersebut dapat menurun dilihat
dari hasil penelitian bahwa terdapat responden yang berpendidikan S1 memiliki
komunikasi terapeutik yang cukup saat memberikan tindakan invasif pada anak
usia sekolah.
Dari beberapa refrensi yang telah ada diyakini bahwa pelaksanaan
komunikasi terapeutik dalam praktek keperawatan memiliki kedudukan yang
lebih penting daripada sekedar mengetahui teori komunikasi terapeutik karena
dari hasil penelitian ini pendidikan responden tidak berpengaruh terhadap
pelaksanaan komunikasi terapeutik.
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
1. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa karakteristik yang tergambar
pada perawat di ruang Rindu B4 RSUP H. Adam Malik Medan adalah
keseluruhan perawat adalah perempuan, usia terbanyak adalah dewasa madya,
tingkat pendidikan terakhir terbanyak adalah D3 Keperawatan, dan masa kerja
terbanyak adalah 5-10 tahun. Untuk hasil penelitian ini menunjukkan
komunikasi terapeutik perawat pada anak usia sekolah yang mendapatkan
tindakan invasif dalam kategori baik.
Dengan hasil penelitian ini kiranya perawat di ruang Rindu B4 RSUP H
Adam Malik tetap meningkatkan komunikasi terapeutiknya saat memberikan
tindakan invasif yang sifatnya memerlukan konsentrasi dan keterampilan karena
tindakan ini dilakukan secara bersamaan. Untuk itu perawat diharapkan tetap
menjaga dan lebih meningkatkan kualitas pelayanannya karena pengetahuan dan
keahlian dapat mengalami penurunan setelah beberapa waktu jika tidak
dilakukan pengulangan atau dipraktekkan secara berkesinambungan.
Perawat anak yang memiliki komunikasi terapeutik selalu diikuti dengan
kemampuan dan keahlian dalam melakukan tindakan invasif sehingga
meningkatkan kualitas pelayanan secara holistik. Dengan demikian dapat
2. SARAN
2.1. Bagi Pendidikan Keperawatan
Diharapkan dapat memberikan pemahaman konsep komunikasi
terapeutik pada saat melakukan tindakan invasif.
2.2. Bagi Praktek Keperawatan
Diharapkan dapat memberikan masukan bagi praktik keperawatan agar
dapat mengaplikasikan pengetahuan tentang komunikasi terapeutik yang baik.
2.3. Bagi Institusi Rumah Sakit
Diharapkan institusi rumah sakit dapat mengambil kebijakan yang
mendukung peningkatan pengetahuan dan perilaku perawat tentang
komunikasi terapeutik perawat-perawatnya, seperti seminar serta latihan
komunikasi terapeutik dan tindakan invasif.
2.4. Bagi Penelitian Keperawatan
Diharapkan dapat memberikan informasi penting mengenai gambaran
komunikasi terapeutik perawat pada anak khususnya penelitian yang mengkaji
komunikasi perawat di rumah sakit. Penelitian selanjutnya diharapkan lebih
menambahkan beberapa karakteristik seperti pelatihan komunikasi terapeutik
dan tindakan invasif, sosial budaya dan beban kerja perawat.
DAFTAR PUSTAKA
Abdad, Fairus A. (2012). Tingkat Pengetahuan Perawat Tentang Komunikasi Terapeutik di Unit Rawat Inap Umum RS. Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor. Depok: FIK-UI
Allen, E. K., Marotz, L. R. (2010). Profil Perkembangan Anak Prakelahiran Hingga Usia 12 Tahun. Jakarta: Indeks.
Berman, A., Synder, S. J., Kozier, B., Erb, G. (2009). Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis. Jakarta: EGC.
Behrman, Kliegman, Arvin. (2000). NelsonIlmu Kesehatan Anak Vol. 1. Jakarta: EGC
Cipta, Rizki Wahyu. (2012). Gambaran Kecemasan Anak pada Anak Usia Sekolah terhadap Hospitalisasi: Pemasangan Infus di Ruang Anak Rumah Sakit Prita Kasih Jakarta. Dibuka pada tanggal 5 Januari 2013 dari http://library.upnvj.ac.id/.
Damaiyanti, Mukripah. (2008). Komunikasi Terapeutik dalam Praktik Keperawatan.
Jakarta: Refika Aditama.
Dedah, T. (2001). Hubungan Karakteristik dan Tingkat Pengetahuan Perawat tentang Komunikasi Terapeutikdalam Asuhan Keperawatan di RSUD. Karawang. Tesis. Depok. FIK-UI.
Dempsey, P. A., Dempsey, A. D. (2002). Riset Keperawatan Buku Ajar & Latihan Edisi 4. Jakarta: EGC.
Edyana, A. (2008). Faktor yang Berhubungan dengan Kemampuan Perawat Pelaksana dalam Menerapkan Komunikasi Terapeutik di RSJ. Bandung. Cimahi: Tesis. FIK-UI.
Gruendemann, Barbara J. (2006). Buku Ajar Keperawatan Perioperatif. Jakarta: EGC. Mundakir. (2006). Komunikasi Keperawatan Aplikasi dalam Pelayanan. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Natsir, Abdul., Muhith, Abdul. (2011). Dasar-dasar Keperawatan Jiwa: Pengantar dan Teori. Jakarta: Salemba Medika.
Notoatmodjo, Soekidjo. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Nursalam. (2003). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.
Potter, A. P., Perry, A. G. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses dan Praktik Edisi 4. Jakarta: EGC.
Setiadi. (2007). Konsep & Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta. Graha Ilmu. Sheldon, Lisa K. Komunikasi untuk Keperawatan Berbicara dengan Pasien. Jakarta :
Erlangga.
Sigalingging, Devi S. (2013). Hubungan Pengetahuan Perawat tentang Komunikasi Perawat terhadap Perilaku Perawat saat Berkomunikasi dengan Pasien di RSUD. Pirngadi Medan. Skripsi. USU
Sugiyono. (1991). Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta
Sulistiawati. (2005). Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC. Suryani. (2006). Komunikasi Terapeutik Teori dan Praktik. Jakarta: EGC.
Videbeck, Sheila L. (2008). Buku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC. Weinstein, Sharon M. (2001). Buku Saku Terapi Intravena. Jakarta: EGC.
Wong, D. L., Kenberry, H. C. Wilson, D., Winkelstein, M. L., Scwartz, P. (2009).
Lampiran 1
FORMULIR PERSETUJUAN MENJADI PESERTA PENELITIAN
KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT PADA ANAK USIA SEKOLAH YANG MENDAPATKAN TINDAKAN INVASIF
DI RSUP. H. ADAM MALIK
Oleh:
Trinita Novi D Sinaga
Saya adalah mahasiswa program S-1 Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara yang sedang melakukan penelitian dengan tujuan untuk
mengetahui dan mendapatkan informasi mengenai komunikasi terapeutik perawat pada
anak usia sekolah yang mendapatkan tindakan invasif di RSUP. H. Adam Malik Medan
yang merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan Program Sarjana Keperawatan.
Saudara dapat berpartisipasi secara sukarela dalam penelitian ini dengan cara
menjawab kuesioner yang akan diberikan oleh peneliti dan menyerahkan kuesioner pada
peneliti jika selesai diisi. Saya mengharapkan jawaban yang Saudara berikan sesuai
dengan pendapat saudara sendiri tanpa dipengaruhi oleh orang lain. Informasi yang
saudara berikan hanya akan dipergunakan untuk mengembangkan ilmu keperawatan
dan tidak akan dipergunakan untuk maksud lain. Saya menjamin kerahasian pendapat
dan identitas saudara. Saudara bebas untuk ikut menjadi responden ataupun menolak
tanpa adanya sangsi apapun.
Jika saudara bersedia menjadi peserta penelitian ini, silahkan saudara
menandatangani formulir ini.
Tanda tangan responden :
Tanggal :
Kode responden :
Lampiran 2
KUESIONER DATA DEMOGRAFI
Kode :
Tanggal :
Petunjuk Umum Pengisian
Saudara/i (Responden) diharapkan:
1. Menjawab pertanyaan yang tersedia dengan memberikan tanda (√) pada setiap tempat yang disediakan.
2. Semua pertanyaan diisi dengan satu jawaban.
3. Bila ada yang kurang dimengerti dapat ditanyakan pada peneliti.
Kuesioner Data Demografi
Usia : ….. tahun
Jenis Kelamin :
Laki-laki Perempuan
Pendidikan Terakhir :
SPK D3 S1 S2
Agama :
Islam Kristen Hindu Budha
Pengalaman Lama berkerja:
< 1 tahun 1-5 tahun
KUESIONER KOMUNIKASI TERAPEUTIK
Berikan tanda (√ ) pada kolom yang tersedia untuk pilihan jawaban yang tepat menurut saudara.
- Selalu(SL) : Perawat melakukannya setiap kali berinteraksi dengan pasien. - Sering(SR) : Perawat hanya melakukan 3 kali dalam seminggu
- Jarang (JR) : Perawat hanya melakukan sekali dalam seminggu -Tidak Pernah(TP) : Perawat tidak pernah melakukannya
No Pernyataan SL SR JR TP
1 Saya membaca riwayat kesehatan anak sebelum bertemu memberikan tindakan invasif
2 Saya memperkenalkan diri dan memberi salam ketika pertama kali berinteraksi dengan anak.
3 Saya menanyakan nama anak saat pertama kali bertemu.
4 Saya menjelaskan prosedur tindakan invasif yang akan dilakukan kepada anak.
5 Saya menjelaskan tujuan dari tindakan invasif kepada anak.
6 Saya mendemonstrasikan tindakan invasif dengan menggunakan mainan anak sebagai contoh.
7 Saya memberitahu akibat yang terjadi dari tindakan invasif.
8 Saya mendengarkan dengan cermat tentang perasaan anak pada anak saat tindakan invasif diberikan.
9 Saya berbicara jujur kepada anak berkaitan dengan hal tindakan invasif.
10 Saya meminta anak untuk menjelaskan rasa takut akan tindakan invasif yang akan dilakukan padanya.
12 Saya berusaha menenangkan anak ketika mereka marah atau ketakutan karena menolak untuk mendapatkan tindakan invasif.
13 Saya mengulang apa yang dikatakan anak untuk mencoba mengerti apa yang mereka ucapkan.
14 Saya melakukan tindakan invasif dengan cepat dan tepat pada anak.
15 Saya mengalihkan perhatian dengan mengajak anak berbicara tentang kesenangannya ketika tindakan invasif dilakukan .
16 Saya meminta orang tua atau keluarga untuk membantu saya mengalihkan perhatian anak ketika tindakan invasif diberikan.
17 Saya memberikan pujian kepada anak ketika anak bekerja sama saat tindakan invasif diberikan
18 Saya menanyakan perasaan anak sesudah mendapat tindakan invasif.
19 Saya memberitahukan jadwal untuk tindakan invasif selanjutnya kepada anak.
Lampiran 3
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
USIA JENISKELAMIN
PENDIDIKANTE
RAKHIR AGAMA
PENGALAMANB EKERJA
N Valid 24 24 24 24 24
Missing 0 0 0 0 0
Mean 1.58 2.00 2.12 1.71 3.62
Median 2.00 2.00 2.00 2.00 4.00
Mode 2 2 2 2 4
Std. Deviation .504 .000 .537 .464 .770
Variance .254 .000 .288 .216 .592
Minimum 1 2 1 1 2
Maximum 2 2 3 2 4
Sum 38 48 51 41 87
Percentiles 25 1.00 2.00 2.00 1.00 4.00
50 2.00 2.00 2.00 2.00 4.00