• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, Jumlah Penduduk dan Nilai Tambah Industri terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kabupaten Tapanuli Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, Jumlah Penduduk dan Nilai Tambah Industri terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kabupaten Tapanuli Selatan"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

PENGARUH PENGELUARAN PEMERINTAH, JUMLAH PENDUDUK DAN NILAI TAMBAH INDUSTRI TERHADAP PERTUMBUHAN

EKONOMI DI KABUPATEN TAPANULI SELATAN

SKRIPSI Diajukan Oleh : IDA ROULI T MANIK

070501060

EKONOMI PEMBANGUNAN

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

(2)

Universitas Sumatera Utara Fakultas Ekonomi

Medan

Penanggung Jawab Skripsi Nama : Ida Rouli T Manik

NIM : 070501060

Departemen : Ekonomi Pembangunan Konsentrasi : Perencanaan

Judul Skripsi : Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, Jumlah Penduduk dan Nilai Tambah Industri terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kabupaten Tapanuli Selatan.

Tanggal,___________________

Pembimbing

(3)

Universitas Sumatera Utara Fakultas Ekonomi

Medan

Berita Acara Ujian

Hari : Jumat

Tanggal : 3 Juni 2011

Nama : Ida Rouli T Manik

NIM : 070501060

Departemen : Ekonomi Pembangunan Konsentrasi : Perencanaan

Judul Skripsi : Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, Jumlah Penduduk dan Nilai Tambah Industri terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Tapanuli Selatan

Ketua Program Studi Pembimbing

Irsyad Lubis, SE, M.Soc.Sc, Ph.D Drs. Murbanto Sinaga, MA NIP: 19710503 200312 1 003 NIP: 19600418 198703 1 002

Penguji I Penguji II

Prof. Dr. lic. Rer. Reg Sirojuzilam, SE Drs. Rahmad Sumanjaya, M.Si

(4)

Universitas Sumatera Utara Fakultas Ekonomi

Medan

Persetujuan Administrasi Akademik Nama : Ida Rouli T Manik

NIM : 070501060

Departemen : Ekonomi Pembangunan Konsentrasi : Perencanaan

Judul Skripsi : Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, Jumlah Penduduk dan Nilai Tambah Industri terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Tapanuli Selatan

Tanggal,___________________ Ketua

Irsyad Lubis, SE, M.Soc.Sc, Ph.D NIP: 19710503 200312 1 003

Tanggal,___________________ Dekan

(5)

ABSTRACT

This research entitled "The Influence of Government Expenditure, Population and Industry Value Added of Economic Growth in South Tapanuli Regency". This research uses data series from 1989 until 2009. The purpose of this research is to know the effect of government expenditure, population and industry value added to economic growth in South Tapanuli Regency.

This research uses a multiple linear regression. Data are used is annual time series from 1989 until 2009 with OLS (Ordinary Least Square) approach method and to process the data used E-Views 5.1.

The result of estimation show that all independent variables can explain the dependent variable as much as 94,62%, while 5,38% can be explained by other variables that are not in the model. Based from the result of estimation, so hypothesis which states that government spending, population, industry value added have positive influence on economic growth in South Tapanuli Regency can be accepted.

(6)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, Jumlah Penduduk dan Nilai Tambah Industri terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Tapanuli Selatan”. Penelitian ini menggunakan data series dari tahun 1989 sampai dengan tahun 2009. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada pengaruh antara pengeluaran pemerintah, jumlah penduduk dan nilai tambah industri terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Tapanuli Selatan.

Penelitian ini menggunakan model regresi linier berganda. Data yang digunakan adalah time series tahunan yaitu periode 1989-2009 dengan metode pendekatan OLS (Ordinary Least Square) dan untuk mengolah data digunakan E-views 5.1.

Hasil estimasi menunjukkan bahwa semua variabel independen dapat menjelaskan variabel dependen sebesar 94,62%, sedangkan 5,38% dapat dijelaskan oleh variabel lain yang tidak terdapat dalam model. Berdasarkan hasil estimasi ini, maka hipotesa yang menyatakan bahwa pengeluaran pemerintah, jumlah penduduk dan nilai tambah industri berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Tapanuli Selatan dapat diterima.

(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan karunia-Nya yang luar biasa kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan guna memenuhi salah satu syarat dalam mencapai gelar sarjana di program strata 1 Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Penulisan skripsi yang berjudul “Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, Jumlah Penduduk dan Nilai Tambah Industri terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Tapanuli Selatan”. Isi dan materi skripsi ini didasarkan pada penelitian kepustakaan dan data-data sekunder yang terkait dengan hal yang diteliti.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan berupa dorongan semangat maupun sumbangan pikiran dari berbagai pihak. Maka dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang tiada terhingga kepada semua pihak terutama kepada :

1. Ayahanda D.M. Manik dan Ibunda tersayang Os. Rajagukguk yang selalu memberikan doa, perhatian, didikan, nasihat dan dukungan yang tak habis-habisnya kepada penulis. Sehingga penulis selalu tetap semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

(8)

3. Bapak Wahyo Ario Pratomo, SE, M.Ec, selaku Ketua, dan kepada Bapak Drs. Syahrir Hakim Nasution, M.Si, selaku Sekertaris Depertemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Irysad Lubis SE, M.Soc.Sc, Ph.D selaku Ketua, dan kepada Bapak Paidi Hidayat, SE, M.Si, selaku Sekertaris Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Drs. Murbanto Sinaga, MA selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan kritikan selama dalam pengerjaan skripsi ini.

6. Bapak Prof. Dr. lic. Rer. Reg Sirojuzilam, SE selaku dosen penguji I yang telah memberi saran dan masukan yang membangun guna penyempurnaan skripsi ini.

7. Bapak Drs. Rahmad Sumanjaya Hasibuan, M.Si selaku dosen penguji II yang telah memberikan saran dan masukan yang membangun guna penyempurnaan skripsi ini.

8. Seluruh staff pengajar dan staf administrasi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara khususnya Departemen Ekonomi Pembangunan.

9. Kakak penulis satu-satunya Ira Yanti A Manik, S.Pd dan saudara-saudara penulis ( Isnesia, Maria, Linda, Ernesth, b’Arisandy, Nita, Febri, Arly, Willy, Era, dan teman-teman EP lainnya) sebagai rasa sayang, perhatian, doa dan semangat yang diberikan dalam penyelesain skripsi ini.

(9)

Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, Juni 2011 Hormat Saya

(10)

D A F T A R I S I

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pertumbuhan Ekonomi ... 7

2.1.1 Pengertian Pertumbuhan Ekonomi ... 7

2.1.2 Teori Pertumbuhan Ekonomi ... 8

2.1.2.1 Teori Pertumbuhan Klasik ... 8

2.1.2.2 Teori Pertumbuhan Harrod-Domar ... 9

2.1.2.3 Teori Pertumbuhan Neo-klasik ... 11

2.1.2.4 Teori Schumpeter ... 13

2.1.2.5 Teori Tahap-Tahap Pertumbuhan Ekonomi ... 14

(11)

2.3 2 Pengaruh Pertambahan Penduduk dalam Pembangunan 26

2.4 Nilai Tambah Industri (besar/sedang) ... 27

2.4.1 Konsep Nilai Tambah dalam Konteks Makroekonomi .. 28

2.4.1.1 Konsep Haller dan Stolowy (1995) ... 28

2.4.1.2 Konsep Accounting System Haller dan Stolowy (1995) ... 28

2.4.2 Peranan Nilai Tambah Industri Terhadap Pertumbuhan Ekonomi ... 29

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian ... 31

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian ... 39

4.1.1 Kondisi Geografis ... 39

4.1.2 Kondisi Demografis ... 39

4.1.3 Kondisi Iklim dan Topografi ... 43

4.2 Gambaran Perekonomian Kabupaten Tapanuli Selatan ... 45

4.2.1 Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto ... 46

4.2.2 Perkembangan Pengeluaran Pemerintah ... 50

4.2.3 Perkembangan Jumlah Penduduk ... 52

4.2.4 Perkembangan Nilai Tambah Industri ... 54

(12)

4.3.1 Analisis Data ... 55

4.3.2 Interpretasi Model ... 56

4.4 Uji Kesesuaian (Test of Goodness of Fit) ... 58

4.4.1 Koefisien Determinasi (R-square) ... 58

4.4.2 Uji F-statistik ... 58

4.4.3 Uji T-statistik ... 59

4.5 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ... 63

4.5.1 Uji Multikolinearitas ... 63

4.5.2 Uji Autokorelasi ... 64

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 67

5.2 Saran ... 68

(13)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman 4.1 Kecamatan, Ibukota Kecamatan dan Luas Wilayah Kecamatan

di Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2008 …………... 40 4.2 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Rasio Jenis

Kelamin di Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2008 ………… 41 4.3 PDRB Kabupaten Tapanuli Selatan ADHB 1989-2009 (Milyar Rp) 47 4.4 PDRB Kabupaten Tapanuli Selatan Menurut lapangan Usaha

Tahun 2009 (Juta Rp) ………... 50 4.5 Pengeluaran Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun

1989-2009 (Milyar Rp) ... 51 4.6 Jumlah Penduduk Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun

1989-2009 (Jiwa) ... 52 4.7 Jumlah Penduduk Kabupaten Tapanuli Selatan Menurut

Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2008 (Milyar Rp) ... 54 4.8 Nilai Tambah Industri Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

2.1 Fungsi Pengeluaran Pemerintah …………..………... 25

3.1 Uji F-statistik ………..…... 34

3.2 Uji T-statistik ……….………... 35

3.3 Durbin-Watson ….………..…... 37

4.1 Struktur Ekonomi Kabupaten Tapanuli Selatan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2009 (%) ………….…………... 49

4.2 Uji F-statistik ………..……...…... 59

4.3 Uji T-statistik Pengeluaran Pemerintah ……….... 60

4.4 Uji T-statistik Jumlah Penduduk ... 61

4.5 Uji T-statistik Nilai Tambah Industri ………... 62

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

No. LAMPIRAN JUDUL 1. Data Variabel Tahun 1989-2009 2. Hasil Uji Ordinary Least Square

(16)

ABSTRACT

This research entitled "The Influence of Government Expenditure, Population and Industry Value Added of Economic Growth in South Tapanuli Regency". This research uses data series from 1989 until 2009. The purpose of this research is to know the effect of government expenditure, population and industry value added to economic growth in South Tapanuli Regency.

This research uses a multiple linear regression. Data are used is annual time series from 1989 until 2009 with OLS (Ordinary Least Square) approach method and to process the data used E-Views 5.1.

The result of estimation show that all independent variables can explain the dependent variable as much as 94,62%, while 5,38% can be explained by other variables that are not in the model. Based from the result of estimation, so hypothesis which states that government spending, population, industry value added have positive influence on economic growth in South Tapanuli Regency can be accepted.

(17)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, Jumlah Penduduk dan Nilai Tambah Industri terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Tapanuli Selatan”. Penelitian ini menggunakan data series dari tahun 1989 sampai dengan tahun 2009. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada pengaruh antara pengeluaran pemerintah, jumlah penduduk dan nilai tambah industri terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Tapanuli Selatan.

Penelitian ini menggunakan model regresi linier berganda. Data yang digunakan adalah time series tahunan yaitu periode 1989-2009 dengan metode pendekatan OLS (Ordinary Least Square) dan untuk mengolah data digunakan E-views 5.1.

Hasil estimasi menunjukkan bahwa semua variabel independen dapat menjelaskan variabel dependen sebesar 94,62%, sedangkan 5,38% dapat dijelaskan oleh variabel lain yang tidak terdapat dalam model. Berdasarkan hasil estimasi ini, maka hipotesa yang menyatakan bahwa pengeluaran pemerintah, jumlah penduduk dan nilai tambah industri berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Tapanuli Selatan dapat diterima.

(18)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Pertumbuhan ekonomi adalah proses dimana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan nasional riil. Jadi perekonomian dikatakan tumbuh atau berkembang bila terjadi pertumbuhan output riil. Definisi pertumbuhan ekonomi yang lain adalah bahwa pertumbuhan ekonomi terjadi bila ada kenaikan output perkapita. Pertumbuhan ekonomi menggambarkan kenaikan taraf hidup diukur dengan output riil per orang (Boediono, 1981:2).

Salah satu cara untuk menilai prestasi pertumbuhan ekonomi adalah melalui penghitungan Produk Domestik Bruto (PDB). Nilai PDB dapat dihitung menurut harga yang berlaku yaitu pada harga-harga yang berlaku pada tahun di mana PDB dihitung dan menurut harga tetap yaitu pada harga-harga yang berlaku pada tahun dasar (base year) perbandingan (Sukirno, 2006:10). PDB untuk tingkat daerah disebut Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).

(19)

tahun 2008 tumbuh sebesar 4,97 persen. Pertumbuhan ekonomi ini lebih tinggi dibandingkan tahun 2007, dimana pada tahun 2007 masih tergabung Kabupaten Padang Lawas dan Padang Lawas Utara. Pada tahun 2009 perekonomian Kabupaten Tapanuli Selatan tumbuh sebesar 4,05 persen. Pertumbuhan ini sedikit lebih rendah dibandingkan tahun 2008 dimana pada tahun 2009 terjadi perlambatan hampir semua sektor ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yg sedikit melambat ini juga terjadi di daerah-daerah lain di Sumatera Utara pada umumnya (BPS, Tapsel Dalam Angka:2009).

Masih banyak faktor yang mendukung pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Tapanuli Selatan walaupun sektor ekonominya mengalami pelambatan. Yaitu pengeluaran pemerintah, jumlah penduduk dan nilai tambah industri. Faktor-faktor ini juga merupakan beberapa elemen penting dalam menunjang pertumbuhan ekonomi di suatu negara.

Pengeluaran pemerintah dapat menentukan tingkat pertumbuhan ekonomi. Pengeluaran pemerintah diukur dari total belanja rutin dan belanja pembangunan pemerintah daerah. Pengeluaran pemerintah yang terlalu kecil akan merugikan pertumbuhan ekonomi, pengeluaran pemerintah yang proporsional akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pengeluaran pemerintah yang boros akan menghambat pertumbuhan ekonomi. Tetapi pada umumnya pengeluaran pemerintah membawa dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi (Marganda & Sirojuzilam, 2008:95).

(20)

tenaga kerja, dan penambahan tersebut memungkinkan negara itu menambah produksi. Disamping itu perlu diingat pula, bahwa pengusaha adalah sebagian dari penduduk. Maka luasnya kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh suatu negara juga bergantung kepada jumlah pengusaha dalam ekonomi. Apabila tersedianya pengusaha dalam sejumlah penduduk tertentu adalah lebih banyak, maka akan lebih banyak kegiatan ekonomi yang dijalankan. Pada tahun 2008, jumlah penduduk Tapanuli selatan adalah sebesar 263.812 jiwa. Dan pada tahun 2009 jumlah penduduk Tapanuli Selatan mengalami peningkatan menjadi 265.885 jiwa (BPS, Sumut Dalam Angka:2009)

Apabila sektor industri di suatu daerah mengalami peningkatan, pastinya akan menghasilkan nilai tambah industri yang semakin meningkat pula. Peningkatan nilai tambah industri, akan meningkatkan pendapatan daerah dan kemudian menciptakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Oleh sebab itu, perkembangan industri diarahkan kepada usaha yang berorientasi ekspor sekaligus dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri dan menyerap tenaga kerja yang ada. Dilihat dari segi industri, sumbangan sektor industri Kabupaten Tapanuli Selatan adalah sebesar 0,96 persen terhadap pertumbuhan ekonomi pada tahun 2009. Adapun sektor industri yang berkembang di Kabupaten Tapanuli Selatan adalah industri pengalengan buah salak, industri Plywood dan kayu hutan olahan, industri minyak goreng dan pabrik pengolahan kelapa sawit, industri pengolahan pisang, industri kayu karet olahan, pabrik pengolahan kelapa sawit dan pengolahan kayu karet, produksi jagung, pengolahan minyak goreng dan oli kimia.

(21)

PEMERINTAH, JUMLAH PENDUDUK DAN NILAI TAMBAH INDUSTRI TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI KABUPATEN TAPANULI SELATAN”.

1.2Perumusan Masalah

Perumusan masalah dibuat untuk lebih mempermudah dan membuat lebih sistematis penulisan skripsi ini serta diperlukan sebagai suatu cara untuk mengambil keputusan dari akhir penulisan skripsi ini. Berdasarkan apa yang telah diuraikan pada latar belakang, maka perumusan masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah:

1) Apakah pengaruh jumlah pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tapanuli Selatan?

2) Apakah pengaruh jumlah penduduk terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tapanuli Selatan?

3) Apakah pengaruh nilai tambah industri terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tapanuli Selatan?

1.3 Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang ada, dimana keberadaanya masih perlu dikaji dan diteliti melalui data yang terkumpul. Berdasarkan perumusan permasalahan diatas maka penulis membuat hipotesis sebagai berikut:

1) Pengeluaran pemerintah memiliki pengaruh positif terhadap terjadinya pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tapanuli Selatan.

(22)

3) Nilai tambah industri memiliki pengaruh positif terhadap terjadinya pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tapanuli Selatan.

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1) Untuk mengetahui pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tapanuli Selatan.

2) Untuk mengetahui pengaruh jumlah penduduk terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tapanuli Selatan.

3) Untuk mengetahui pengaruh nilai tambah industri terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tapanuli Selatan.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan dan masukan bagi pemerintah dalam mengambil kebijakan dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

2) Sebagai sumbangan pemikiran bahan studi atau tambahan ilmu pengetahuan khususnya bagi mahasiswa/i Departemen Ekonomi Pembangunan.

3) Sebagai penambah, pelengkap, sekaligus pembanding hasil-hasil penelitian yang sudah ada menyangkut topik yang sama.

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1Pertumbuhan Ekonomi

2.1.1Pengertian Pertumbuhan Ekonomi

Secara umum, pertumbuhan ekonomi didefenisikan sebagai peningkatan kemampuan dari suatu perekonomian dalam memproduksi barang-barang dan jasa-jasa. Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu indikator yang amat penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara. Pertumbuhan ekonomi menunjukkan sejauh mana aktivitas perekomian akan menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu. Karena pada dasarnya aktivitas perekonomian adalah suatu proses penggunaan faktor-faktor produksi untuk menghasilkan output, maka proses ini pada gilirannya akan menghasilkan suatu aliran balas jasa terhadap faktor produksi yang dimiliki oleh masyarakat. Dengan adanya pertumbuhan ekonomi maka diharapkan pendapatan masyarakat sebagai pemilik faktor produksi juga akan meningkat.

Dengan perkataan lain bahwa pertumbuhan ekonomi lebih menunjuk kepada perubahan yang bersifat kuantitatif (quantitative change) dan biasanya diukur dengan menggunakan data Produk Domestik Bruto (PDB) atau pendapatan atau nilai akhir pasar (total market value) dari barang-barang akhir dan jasa-jasa (final goods and services) yang dihasilkan dari suatu perekonomian selama kurun waktu tertentu (biasanya satu tahun).

(24)

ekonomi yang berlaku. Tetapi biasanya, istilah ini digunakan dalam konteks yang berbeda. Pertumbuhan selalu digunakan sebagai suatu ungkapan umum yang menggambarkan tingkat perkembangan sesuatu negara, yang diukur melalui persentasi pertambahan pendapatan nasional riil. Istilah pembangunan ekonomi biasanya dikaitkan dengan perkembangan ekonomi di negara-negara berkembang. Dengan perkataan lain, dalam mengartikan istilah pembangunan ekonomi, ahli ekonomi bukan saja tertarik kepada masalah perkembangan pendapatan nasional riil, tetapi juga kepada modernisasi kegiatan ekonomi, misalnya kepada usaha merombak sektor pertanian yang tradisional, masalah mempercepat pertumbuhan ekonomi dan masalah perataan pembagian pendapatan (Sukirno, 2006:423)

2.1.2Teori Pertumbuhan Ekonomi

Teori-teori pertumbuhan ekonomi yang berkembang antara lain: (Sadono Sukirno, 2006:243-270).

2.1.2.1 Teori Pertumbuhan Klasik

(25)

pendapatan perkapita dengan jumlah penduduk disebut dengan teori penduduk optimal.

Menurut teori ini, pada mulanya pertambahan penduduk akan menyebabkan kenaikan pendapatan perkapita. Namun jika jumlah penduduk terus bertambah maka hukum hasil lebih yang semakin berkurang akan mempengaruhi fungsi produksi yaitu produksi marginal akan mengalami penurunan, dan akan membawa pada keadaan pendapatan perkapita sama dengan produksi marginal.

Pada keadaan ini pendapatan perkapita mencapai nilai yang maksimal. Jumlah penduduk pada waktu itu dinamakan penduduk optimal. Apabila jumlah penduduk terus meningkat melebihi titik optimal maka pertumbuhan penduduk akan menyebabkan penurunan nilai pertumbuhan ekonomi.

2.1.2.2 Teori Pertumbuhan Harrod-Domar

Teori ini dikembangkan hampir pada waktu yang bersamaan oleh Roy F. Harrod (1984) di Inggris dan Evsey D. Domar (1957) di Amerika Serikat. Mereka menggunakan proses perhitungan yang berbeda tetapi memberikan hasil yang sama, sehingga keduanya dianggap mengemukakan ide yang sama dan disebut teori Harrod-Domar. Teori ini melengkapi teori Keynes, dimana Keynes melihatnya dalam jangka pendek (kondisi statis), sedangkan Harrod-Domar melihatnya dalam jangka panjang (kondisi dinamis). Teori Harrod-Domar didasarkan pada asumsi :

(26)

b) Hasrat menabung (MPS = s) adalah konstan.

c) Proses produksi memiliki koefisien yang tetap (constant return to

scale).

d) Tingkat pertumbuhan angkatan kerja adalah konstan dan sama dengan tingkat pertumbuhan penduduk.

Model ini menerangkan dengan asumsi supaya perekonomian dapat mencapai pertumbuhan yang kuat (steady

growth) dalam jangka panjang. Asumsi yang dimaksud di sini adalah

kondisi dimana barang modal telah mencapai kapasitas penuh, tabungan memiliki proposional yang ideal dengan tingkat pendapatan nasional, rasio antara modal dengan produksi (Capital

Output Ratio/COR) tetap perekonomian terdiri dari dua sektor (Y =

C + I).

Atas dasar asumsi-asumsi khusus tersebut, Harrod-Domar membuat analisis dan menyimpulkan bahwa pertumbuhan jangka panjang yang mantap (seluruh kenaikan produksi dapat diserap oleh pasar) hanya bisa tercapai apabila terpenuhi syarat-syarat keseimbangan sebagai berikut :

g = K = n Dimana :

g = Growth (tingkat pertumbuhan output) K = Capital (tingkat pertumbuhan modal) n = Tingkat pertumbuhan angkatan kerja

(27)

kesimpulannya menunjukkan bahwa pemerintah perlu merencanakan besarnya investasi agar terdapat keseimbangan dalam sisi penawaran dan permintaan barang.

2.1.2.3 Teori Pertumbuhan Neo-klasik

Teori pertumbuhan neo-klasik dikembangkan oleh Robert M. Solow (1970) dan T.W. Swan (1956). Model Solow-Swan menggunakan unsur pertumbuhan penduduk, akumulasi kapital, kemajuan teknologi, dan besarnya output yang saling berinteraksi.

Perbedaan utama dengan model Harrod-Domar adalah dimasukkannya unsur kemajuan teknologi dalam modelnya. Selain itu, Solow-Swan menggunakan model fungsi produksi yang memungkinkan adanya substitusi antara kapital (K) dan tenaga kerja (L). Dengan demikian, syarat-syarat adanya pertumbuhan ekonomi yang baik dalam model Solow-Swan kurang restriktif disebabkan kemungkinan substitusi antara tenaga kerja dan modal. Hal ini berarti ada fleksibilitas dalam rasio modal-output dan rasio modal-tenaga kerja.

(28)

terlihat dari peningkatan skill atau kemajuan teknik, sehingga produktivitas capital meningkat. Dalam model tersebut, masalah teknologi dianggap sebagai fungsi dari waktu.

Teori neo-klasik sebagai penerus dari teori klasik menganjurkan agar kondisi selalu diarahkan untuk menuju pasar sempurna. Dalam keadaan pasar sempurna, perekonomian bisa tumbuh maksimal. Sama seperti dalam ekonomi model klasik, kebijakan yang perlu ditempuh adalah meniadakan hambatan dalam perdagangan, termasuk perpindahan orang, barang, dan modal. Harus dijamin kelancaran arus barang, modal, dan tenaga kerja, dan perlunya penyebarluasan informasi pasar. Harus diusahakan terciptanya prasarana perhubungan yang baik dan terjaminnya keamanan, ketertiban, dan stabilitas politik. Analisis lanjutan dari paham neoklasik menunjukkan bahwa untuk terciptanya suatu pertumbuhan yang mantap (steady growth ), diperlukan suatu tingkat

saving yang tinggi dan seluruh keuntungan pengusaha diinvestasikan

kembali.

2.1.2.4 Teori Schumpeter

(29)

tambahan untuk menyerap angkatan kerja yang bertambah setiap tahunnya.

Didorong oleh adanya keinginan untuk memperoleh keuntungan dari inovasi tersebut, maka para pengusaha akan meminjam modal dan mengadakan investasi. Investasi ini akan mempertinggi kegiatan ekonomi suatu negara. Kenaikan tersebut selanjutnya juga akan mendorong pengusaha-pengusaha lain untuk menghasilkan lebih banyak lagi sehingga produksi agregat akan bertambah.

Selanjutnya Schumpeter menyatakan bahwa jika tingkat kemajuan suatu perekonomian semakin tinggi maka keinginan untuk melakukan inovasi semakin berkurang, hal ini disebabkan oleh karena masyarakat telah merasa mencukupi kebutuhannya. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi akan semakin lambat jalannya dan pada akhirnya tercapai tingkat keadaan tidak berkembang (stationary

state). Namun keadaan tidak berkembang yang dimaksud di sini

berbeda dengan pandangan klasik. Dalam pandangan Schumpeter keadaan tidak berkembang itu dicapai pada tingkat pertumbuhan ekonomi tinggi. Sedangkan dalam pandangan klasik, keadaan tidak berkembang terjadi pada waktu perekonomian berada pada kondisi tingkat pendapatan masyarakat sangat rendah.

2.1.2.5 Teori Tahap-Tahap Pertumbuhan Ekonomi

(30)

didasarkan pada keyakinan bahwa pertumbuhan ekonomi akan tercapai sebagai akibat dari timbulnya perubahan yang fundamental dalam corak kegiatan ekonomi, juga dalam kehidupan politik dan hubungan sosial dalam suatu masyarakat dan negara.

Adapun kelima tahapan tersebut adalah:

1) Tahap Masyarakat Tradisional (The Traditional Society)

Rostow mengartikan bahwa masyarakat tradisional sebagai suatu masyarakat yang:

a) Cara-cara memproduksi yang relatif primitif dan sikap masyarakat serta cara hidupnya yang sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dicetuskan oleh cara pemikiran yang bukan rasional, tetapi oleh kebiasaan yang telah berlaku secara turun-temurun. Tingkat produksi yang dapat dicapai masih sangat terbatas, karena ilmu pengetahuan dan teknologi modern belum ada atau belum digunakan secara sistematis dan teratur.

(31)

kebijakan-kebijakan dari pemerintah pusat selalu dipengaruhi oleh pandangan tuan-tuan tanah di berbagai daerah tersebut.

2) Tahap Prasyarat Lepas Landas

Tahap ini adalah tahap sebagai suatu masa transisi pada saat masyarakat mempersiapkan dirinya ataupun dipersiapkan dari luar untuk mencapai pertumbuhan yang mempunyai kekuatan untuk terus berkembang (self-sustain growth). Pada tahap ini dan sesudahnya pertumbuhan ekonomi akan berlaku secara otomatis. Tahap prasyarat lepas landas ini dibedakan menjadi dua, yaitu:

a) Tahap prasyarat untuk lepas landas yang dicapai oleh negara-negara Eropa, Asia, Timur Tengah, dan Afrika yang dilakukan dengan merubah struktur masyarakat tradisional yang sudah ada.

(32)

3) Tahap Lepas Landas (Take Off)

Adalah suatu tahap interval dimana tahap masyarakat tradisional dan tahap prasyarat untuk lepas landas telah dilewati. Pada periode ini, beberapa penghalang pertumbuhan dihilangkan dan kekuatan-kekuatan yang menimbulkan kemajuan ekonomi diperluas dan dikembangkan, serta mendominasi masyarakat sehingga menyebabkan efektivitas investasi dan meningkatnya tabungan masyarakat.

Ciri-ciri tahap lepas landas yaitu:

a) Adanya kenaikan dalam penanaman modal investasi (yang produktif, dari 5% atau kurang, menjadi 10% dari Produk Nasional Neto). NNP=GNP-D (penyusutan). b) Adanya perkembangan beberapa sektor industri dengan

laju perkembangan yang tinggi.

c) Adanya atau terciptanya suatu kerangka dasar politik, sosial dan institusional yang akan menciptakan: 1) Kenyataan yang membuat perluasan di sektor modern. 2) Potensi ekonomi ekstern sehingga menyebabkan petumbuhan terus-menerus berlangsung.

4) Tahap Gerakaan ke Arah Kedewasaan (The Drive of

Maturity)

(33)

modern dalam mengolah sebagian besar faktor-faktor produksi dan kekayaan alamnya.

Ciri-ciri gerakan ke arah kedewasaan adalah:

a) Kematangan teknologi, dimana struktur keahlian tenaga kerja mengalami perubahan.

b) Sifat kepemimpinan dalam perusahaan mengalami perubahan.

c) Masyarakat secara keseluruhan merasa bosan dengan keajaiban yang diciptakan oleh industrialisasi, karena berlakunya hukum kegunaan batas semakin berkurang. 5) Tahap Masa Konsumsi Tinggi.

Pada masa ini perhatian masyarakat mengarah kepada masalah-masalah yang berkaitan dengan konsumsi dan kesejahteraan masyarakat dan bukan lagi kepada masalah produksi. Leading sectors, bergerak ke arah barang-barang konsumsi yang tahan lama serta jasa-jasa. Pada periode ini terdapat tiga macam tujuan masyarakat untuk mendapatkan sumber-sumber daya yang tersedia dan dukungan politis, yaitu:

a) Memperbesar kekuasaan dan pengaruh negara tersebut ke luar negeri dan kecenderungan ini dapat berakhir pada penaklukan atas negara-negara lain.

(34)

lebih merata melalui sistem perpajakan yang progresif, dalam sistem perpajakan seperti ini makin besar pendapatan maka makin besar pajaknya.

c) Mempertinggi tingkat konsumsi masyarakat di atas konsumsi dasar yang sederhana atas makanan, pakaian, rumah keluarga secara terpisah dan juga barang-barang konsumsi tahan lama serta barang-barang mewah.

2.2Pengeluaran Pemerintah

Pengeluaran pemerintah merupakan salah satu aspek penggunaan sumber daya ekonomi yang secara langsung dikuasai oleh pemerintah dan secara tidak langsung dimiliki oleh masyarakat melalui pembayaran pajak. Pada umumnya, pengeluaran pemerintah akan meningkat sejalan dengan peningkatan kegiatan perekonomian suatu negara. Keadaan ini dapat dijelaskan dalam kaidah yang dikenal sebagai Hukum Wagner, yaitu mengenai adanya korelasi positif antara pengeluaran pemerintah dengan tingkat pendapatan nasional. Walaupun demikian, peningkatan pengeluaran pemerintah yang besar belum tentu berakibat baik terhadap aktivitas perekonomian. Untuk itu perlu dilihat efisiensi penggunaan pengeluaran pemerintah tersebut.

(35)

1) Proporsi pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan terhadap produk domestik bruto.

2) Perbandingan pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. 3) Komposisi pengeluaran rutin.

Di Indonesia, pengeluaran pemerintah dapat dibedakan menurut dua klasifikasi, yaitu:

2.2.1 Pengeluaran Rutin

Pengeluaran rutin pemerintah yaitu pengeluaran untuk pemeliharaan atau penyelenggaraan pemerintahan sehari-hari. Termasuk dalam pengeluaran rutin adalah belanja pegawai, belanja barang, subsidi daerah otonom, bunga, cicilan utang dan lain-lain.

(36)

2.2.2 Pengeluaran Pembangunan

Pengeluaran pembangunan yaitu pengeluaran yang ditujukan untuk membiayai program-program pembangunan, baik fisik, seperti jalan, jembatan, gedung-gedung, dan pembelian kendaraan, maupun pembangunan nonfisik spiritual seperti misalnya penataran, training dan sebagainya, sehingga anggarannya selalu disesuaikan dengan dana yang berhasil dimobilisasi, dana ini kemudian dialokasikan pada berbagai bidang sesuai dengan prioritas yang direncanakan dalam Repelita. Misalnya dalam Pelita 1 pembangunan dititik beratkan pada sektor pertanian dan industri yang mendukung pertanian, dan Pelita II tetap menitik beratkan pada sektor pertanian dengan meningkatkan industri yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku dan seterusnya.

(37)

serta beberapa faktor yang disesuaikan dengan masing-masing wilayah, seperti banyaknya penduduk dan luas wilayah. Dengan demikian proyek-proyek yang akan dibangun dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi masing-masing daerah sejalan dengan pembangunan di daerah lain.

Agar proyek-proyek pembangunan yang akan dibiayai dengan dana bantuan pembangunan daerah tersebut dapat lebih sesuai dengan kebutuhan dan kondisi masing-masing daerah, serta mampu mendukung proyek-proyek pembangunan lainnya dalam perumusan program dan proyek pembangunan bagi daerah, maka dalam proses perencanaannya senantiasa diikutsertakan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) dari tiap daerah yang bersangkutan (Djamin, 1993:73)

2.2.3 Penentu–Penentu Pengeluaran Pemerintah

Jumlah pengeluaran pemerintah yang akan dilakukan dalam suatu periode tertentu tergantung kepada banyak faktor. Yang penting diantaranya adalah: jumlah pajak yang akan diterima, tujuan-tujuan kegiatan ekonomi jangka pendek dan pembangunan ekonomi jangka panjang, dan pertimbangan politik dan keamanan.

1) Proyeksi Jumlah Pajak yang Diterima

(38)

2) Tujuan-Tujuan Ekonomi yang Ingin Dicapai

Faktor yang lebih penting dalam penentuan pengeluaran pemerintah adalah tujuan-tujuan ekonomi yang ingin dicapai pemerintah. Pemerintah penting sekali peranannya dalam perekonomian. Kegiatannya dapat memanipulasi/mengatur kegiatan ekonomi ke arah yang diinginkan. Beberapa tujuan penting dari kegiatan pemerintah adalah mengatasi masalah pengangguran, menghindari inflasi dan mempercepat pembangunan ekonomi dalam jangka panjang. Untuk memenuhi tujuan-tujuan tersebut, seringkali pemerintah membelanjakan uang yang lebih besar dari pendapatan yang diperoleh dari pajak. Untuk mengatasi pengangguran dan pertumbuhan ekonomi yang lambat, misalnya, pemerintah perlu membiayai pembanguan infrastruktur, irigasi, jalan-jalan, pelabuhan dan mengembangkan pendidikan. Usaha seperti itu memerlukan banyak uang, dan pendapatan dari pajak saja tidak cukup untuk membiayainya. Maka, untuk memperoleh dana yang diperlukan, pemerintah terpaksa meminjam atau mencetak uang.

3) Pertimbangan Politik dan Keamanan

(39)

dalam pemgeluaran ketentaraan dan akan memaksa pemerintah membelanjakan uang yang jauh lebih besar dari pendapatan pajak.

2.2.4 Fungsi Pengeluaran Pemerintah

Dari uraian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pengeluaran pemerintah di atas, dapat disimpulkan bahwa pendapatan nasional tidak memegang peranan yang penting dalam menentukan perbelanjaan pemerintah. Dengan perkataan lain, pengeluaran pemerintah pada suatu periode tertentu dan perubahannya dari satu periode ke periode lainnya tidak didasarkan kepada tingkat pendapatan nasional dan pertumbuhan pendapatan nasional. Dalam masa kemunduran ekonomi misalnya, pendapatan pajak berkurang. Tetapi untuk mengatasi pengangguran itu pemerintah perlu melakukan lebih banyak program-program pembangunan, maka pengeluaran pemerintah perlu ditambah. Sebaliknya, pada waktu inflasi dan tingkat kemakmuran tinggi, pemerintah harus lebih berhati-hati dalam perbelanjaannya. Harus dijaga agar pengeluaran pemerintah tidak memperburuk keadaan inflasi yang berlaku.

(40)

misalkan terjadi pengangguran yang sangat buruk dan untuk mengatasinya pemerintah melakukan perbelanjaan yang lebih banyak, yaitu sebanyak G1. Langkah ini memindahkan fungsi G ke atas. Sebaliknya, apabila perekonomian mengalami masalah inflasi pemerintah berusaha menurunkan

pengeluarannya dan perubahan ini digambarkan oleh perpindahan fungsi perbelanjaan pemerintah dari G menjadi G2 (Sukirno, 2006:169).

Pengeluaran G1

Pemerintah Tambahan Pengeluaran

G Pengurangan Pengeluaran G2

0

Pendapatan Nasional

Gambar 2.1

Fungsi Pengeluaran Pemerintah 2.3Jumlah Penduduk

Penduduk merupakan unsur penting dalam kegiatan ekonomi dan dalam membangun perekonomian suatu negara. Di negara berkembang masalah penduduk dan lapangan kerja selalu menjadi pokok perhatian. Persoalan yang timbul dari jumlah penduduk sudah sangat mendesak dan mempengaruhi kehidupan masyarakat.

2.3.1 Masalah penduduk

(41)

masalah penduduk adalah masalah yang paling sukar dihadapi dan diatasi. Sudah sejak lama ahli ekonomi dan para ahli kependudukan menyadari bahwa pengurangan laju pertambahan penduduk di negara berkembang adalah solusi penting yang harus dilakukan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi.

Akibat buruk yang mungkin ditimbulkan oleh perkembangan penduduk terhadap pembangunan akan tercipta apabila produktivitas sektor produksi sangat rendah dan dalam masyarakat terdapat banyak pengangguran. Dengan adanya kedua keadaan ini, pertambahan penduduk tidak akan menaikkan produksi secara signifikan. Yang lebih buruk lagi, masalah pengangguran akan bertambah serius. Disamping itu produktivitas yang sangat rendah akan menyebabkan perkembangan produksi pertanian yang sangat rendah pula.

Hal ini menurunkan tingkat pendapatan perkapita. Dan akhirnya dalam keadaan penduduk telah sangat berlebihan jumlahnya, pertambahan penduduk menimbulkan akibat yang kurang menguntungkan terhadap tingkat tabungan, penanaman modal, pembagian pendapatan, migrasi penduduk, kemampuan mengekspor dan beberapa faktor lain yang mempengaruhi laju pembangunan.

2.3.2 Pengaruh Pertambahan Penduduk dalam Pembangunan

Ahli-ahli ekonomi pada umumnya sependapat bahwa perkembangan penduduk dapat menjadi faktor pendorong maupun penghambat pembangunan, hal ini dianggap sebagai faktor pendorong karena:

(42)

2) Pertambahan penduduk dan pemberian pendidikan kepada mereka sebelum menjadi tenaga kerja, memungkinkan sesuatu masyarakat memperoleh bukan saja tenaga kerja yang ahli, akan tetapi juga tenaga kerja terdidik dan terampil. Hal ini akan memberikan sumbangan yang lebih besar bagi pengembangan kegiatan ekonomi.

3) Perluasan pasar, luas pasar barang-barang dan jasa ditentukan oleh dua faktor penting, yaitu pendapatan masyarakat dan jumlah penduduk. Maka apabila penduduk bertambah dengan sendirinya luas pasar akan bertambah pula. Karena peranannya ini maka perkembangan penduduk akan merupakan pemacu bagi sektor produksi untuk meningkatkan kegiatannya.

2.4 Nilai Tambah Industri (besar/sedang)

Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1994) dalam Ajidedim (2008), definisi nilai tambah adalah perbedaan antara nilai dari output suatu perusahaan atau suatu industri, yaitu total pendapatan yang diterima dari penjualan output tersebut, dan biaya masukan dari bahan-bahan mentah, komponen-komponen atau jasa-jasa yang dibeli untuk memproduksi komponen tersebut. Nilai tambah adalah nilai yang ditambahkan oleh suatu perusahaan ke bahan-bahan dan jasa-jasa yang dibelinya melalui produksi dan usaha-usaha pemasarannya. Nilai tambah diketahui dengan melihat selisih antara nilai output dengan nilai input suatu industri.

(43)

periode tertentu dan jumlah yang tetap. Sedangkan biaya variabel meliputi biaya bahan baku utama, bahan penolong, upah tenaga kerja, biaya bahan bakar, dan biaya pemasaran. Sedangkan yang nilai input suatu industri (penerimaan) merupakan hasil kali antara harga produk barang dengan jumlah barang yang diproduksi. Dalam hal ini nilai tambah industri yang dimaksud adalah nilai tambah yang dihasilkan oleh industri besar dan sedang.

2.4.1 Konsep Nilai Tambah dalam Konteks Makroekonomi 2.4.1.1 Konsep Haller dan Stolowy (1995)

Nilai tambah atau value added adalah pengukuran

performance entitas ekonomi. Value added merupakan konsep utama

pengukuran income suatu negara. Konsep ini secara tradisional berakar pada ilmu ekonomi makro, terutama yang berhubungan dengan penghitungan pendapatan nasional yang diukur dengan performance produktif dari ekonomi nasional yang biasanya dinamakan Produk Nasional atau Produk Domestik. Hal ini dalam periode tertentu dapat mempresentasikan nilai tambah perekonomian nasional.

2.4.1.2Konsep Accounting System Haller dan Stolowy (1995)

(44)

perbandingan internasional berkaitan dengan gambaran mengenai harmonisasi metode perhitungan value added.

2.4.2 Peranan Nilai Tambah Industri terhadap Pertumbuhan Ekonomi Pembangunan industri di daerah merupakan bagian dari segi pembangunan industri secara nasional, dimana keberhasilan dari pembangunan industri didaerah merupakan salah satu kunci pokok suksesnya pelaksanaan pembangunan industri nasional. Sektor industri, dalam hal ini adalah industri besar dan sedang harus dikembangkan karena merupakan sektor yang potensial dalam membantu suksesnya pelaksanaan pembangunan, dimana sektor ini dapat menyerap tenaga kerja yang banyak, mempunyai peluang pasar yang lebih baik dibanding sektor lainnya.

Sektor industri yang maju tentunya akan menghasilkan nilai tambah industri yang semakin meningkat pula. Peningkatan nilai tambah industri ini pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan daerah dan menciptakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Oleh karena itu, perkembangan industri diarahkan kepada usaha yang berorientasi ekspor sekaligus dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri dan menyerap tenaga kerja yang ada.

(45)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tapanuli Selatan. Faktor-faktor itu adalah pengeluaran pemerintah, jumlah penduduk, dan nilai tambah industri. 3.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dalam bentuk urut waktu (time series) yang bersifat kuantitatif yaitu data dalam bentuk angka. Dari tahun 1989 – 2009. Data – data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS). Selain itu, data lainnya yang mendukung penelitian ini diperoleh dari sumber bacaan seperti jurnal, artikel, dan buku bacaan yang berkaitan dengan penelitian ini.

3.3 Pengolahan Data

Dalam mengelola data pada penelitian ini, penulis menggunakan program

Eviews 5.1 sebagai software utama untuk mengolah data dalam penelitian. Selain

itu, juga digunakan software Microsoft Excel sebagai software pembantu dalam mengkonversi data dalam bentuk baku yang disediakan oleh sumber ke dalam bentuk yang lebih representatif untuk digunakan pada software utama di atas dengan tujuan untuk meminimalkan kesalahan dalam pencatatan data jika dibandingkan dengan pencatatan ulang secara manual.

3.4 Model Analisis Data

(46)

meregresikan variabel – variabel yang ada dengan menggunakan metode kuadrat terkecil biasa (Ordinary Least Square).

Fungsi matematika yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Y = f (X1,X2,X3)………..(1)

Kemudian fungsi diatas ditransformasikan ke dalam model ekonometrika dengan persamaan regresi linear sederhana sebagai berikut :

Y = α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + μ...(2)

Dimana :

Y = Pertumbuhan ekonomi yang diukur dengan PDRB atas dasar harga berlaku di Kabupaten Tapanuli Selatan (Milyar Rupiah). α = Intercept / konstanta.

X1 = Pengeluaran Pemerintah (Milyar Rupiah). X2 = Jumlah Penduduk ( Ribu Jiwa).

X3 = Nilai Tambah Industri (Milyar Rupiah). β1, β2,β3 = Koefisien Regresi.

μ = Error Term.

Selanjutnya untuk mendapatkan model penelitian, logaritma digunakan terhadap variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini. Untuk menguji pengaruh antar variabel penjelas terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi digunakan metode (Ordinary Least Square/OLS).

LogY = α + β1LogX1 + β2LogX2 + β3LogX3 + μ...(3)

Secara sistematis bentuk hipotesisnya adalah sebagai berikut :

1

LX LY

∂∂ > 0 , artinya apabila Pengeluaran Pemerintah (LX1) mengalami kenaikan

maka Pertumbuhan Ekonomi (LY) akan mengalami kenaikan,

(47)

2

LX LY

∂∂ > 0 , artinya apabila Jumlah Penduduk (LX2) mengalami kenaikan maka

Pertumbuhan Ekonomi (LY) akan mengalami kenaikan, ceteris

paribus.

3

LX LY

∂∂ > 0 , artinya apabila Nilai Tambah Industri (LX3) mengalami kenaikan

maka Pertumbuhan Ekonomi (LY) akan mengalami kenaikan,

cateris paribus.

3.5 Uji Kesesuaian (Test of Goodness of Fit) 3.5.1 Koefisien Determinasi (R-square)

Koefisien determinasi (R-square) dilakukan untuk melihat seberapa besar kemampuan variabel independen secara bersama-sama mampu memberi penjelasan terhadap variabel dependen, dimana nilai R2 berkisar antara 0 sampai 1 (0 ≤ R2≤ 1).

3.5.2 Uji F-statistik

Uji F-Statistik ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh koefisien regresi secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Untuk pengujian ini digunakan hipotesa sebagai berikut:

H0 : b1 = b2= b3= 0... (tidak ada pengaruh)

Ha : b1 ≠ b2≠ b3≠ 0... (ada pengaruh)

Hasil pengujian akan menunjukkan :

(48)

Nilai F-hitung dapat diperoleh dengan rumus:

R2= koefisien determinasi

k = jumlah variabel independen ditambah intercept dari suatu model persamaan 3.5.3 Uji T- statistik

Uji t merupakan suatu pengujian yang bertujuan untuk mengetahui apakah masing-masing koefisien regresi signifikan atau tidak terhadap variabel dependen dengan menganggap variabel independen lainnya konstan. Dalam hal ini digunakan hipotesis sebagai berikut :

Ho : bi = 0... (tidak signifikan) Ha : bi ≠ 0... (signifikan)

(49)

tertentu Ho ditolak. Hal ini berarti bahwa variabel independen yang diuji berpengaruh secara nyata (signifikan) terhadap variabel dependen. Dan bila t-hitung < t-tabel maka pada tingkat kepercayaan tertentu Ho diterima. Ini artinya bahwa variabel independen yang diuji tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.

Nilai t-hitung dapat diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

t-hitung = ) (bi

S bi

Dimana:

bi = koefisien variabel ke-i

Sbi = simpangan baku dari variabel independen ke-i Kriteria pengambilan keputusan :

Ho diterima t-hitung < t-tabel artinya variabel independen secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap varibel dependen.

Ha diterima t-hitung > t-tabel artinya variabel independen secara parsial berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.

Ha diterima Ha diterima

Ho diterima

0 Gambar 3.2

(50)

3.6 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik 3.6.1 Uji Multikolinearitas

Multikolinearitas adalah alat untuk mengetahui suatu kondisi, apakah terdapat korelasi variabel independen di antara satu sama lainnya. Untuk mengetahui ada tidaknya multikolinearitas dapat dilihat dari nilai R-square, F-hitung, t-F-hitung, serta standard error.

Adanya multikolinearitas ditandai dengan: 1) Standard error tidak terhingga.

2) Tidak ada satupun t-statistik yang signifikan pada α = 1%, α = 5%, α = 10%.

3) Terjadi perubahan tanda atau tidak sesuai dengan teori.

4) R2 sangat tinggi. 3.6.2 Uji Autokorelasi

Autokorelasi didefinisikan sebagai korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu dan ruang.

Autokorelasi terjadi bila error term (μ) dari waktu yang berbeda berkorelasi. Dikatakan bahwa error term berkorelasi atau mengalami korelasi serial apabila : variabel (ei.ej) ≠ 0; untuk i ≠ j, dalam hal ini dikatakan memiliki masalah autokorelasi.

Ada beberapa cara untuk mengetahui keberadaan autokorelasi, yaitu: 1) Dengan menggunakan atau memplot grafik.

2) Dengan uji Durbin – Watson (D-W Test).

(51)

Dengan Hipotesis sebagai berikut : H0 : ρ=0, artinya tidak ada autokorelasi

Ha : ρ ≠0, artinya ada autokorelasi

Dengan jumlah sampel tertentu dan jumlah variabel independen tertentu diperoleh nilai kritis dl dan du dalam tabel distribusi Durbin - Watson

untuk berbagai nilai ⍺. Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut:

Gambar 3.3 Durbin-Watson Keterangan:

H0 : tidak ada autokorelasi

0 < Dw < dl : tolak H0 (ada korelasi positif) (4 – dl) < Dw < 4 : tolak H0 (ada korelasi negatif) du < Dw < 4 – du : terima H0 (tidak ada autokorelasi)

dl ≤ Dw ≤ du : pengujian tidak bisa disimpulkan (inconclusive)

(52)

3.7 Definisi Operasional

1) Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output perkapita masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan dari tahun 1989-2009 yang diukur berdasarkan PDRB harga berlaku (Milyar Rupiah).

2) Pengeluaran pemerintah adalah besarnya anggaran yang dikeluarkan pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan dari tahun 1989-2009 di dalam APBD pertahun (Milyar Rupiah).

3) Jumlah penduduk adalah angka yang menunjukkan banyaknya penduduk Kabupaten Tapanuli Selatan dari tahun 1989-2009 (Ribu Jiwa).

(53)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1Gambaran Umum Daerah Penelitian

4.1.1 Kondisi Geografis

Kabupaten Tapanuli Selatan merupakan salah satu wilayah kabupaten yang terletak di propinsi Sumatera Utara. Kabupaten Tapanuli Selatan ibukotanya adalah Sipirok. Kabupaten ini awalnya merupakan kabupaten yang besar dan beribukota di Padang Sidempuan. Daerah-daerah yang telah berpisah dari Kabupaten Tapanuli Selatan adalah Mandailing Natal, Kota Padang Sidempuan, Padang Lawas Utara dan Padang Lawas Selatan. Setelah pemekaran, kabupaten ini pindah ke Sipirok.

Kabupaten Tapanuli Selatan terletak pada garis 0°58’35” – 2°07’33” LU dan 98°42’50”–99°34’16” BT. Luas wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan adalah 4.367.05 km2.

Daerah ini bebatasan dengan:

Sebelah Utara : Kabupaten Tapanuli Tengah dan Tapanuli Utara.

Sebelah Timur : Kabupaten Padang Lawas dan Kabupaten Padang Lawas Utara dan Labuhan Batu.

Sebelah Selatan : Kabupaten Mandailing Natal.

Sebelah Barat : Kabupaten Mandailing Natal dan Samudra Indonesia.

4.1.2 Kondisi Demografis

(54)

Tabel 4.1

Kecamatan, Ibukota Kecamatan dan Luas Wilayah Kecamatan di Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2008

Sumber: BPS Tapanuli Selatan Dalam Angka 2009

Jumlah penduduk Kabupaten Tapanuli Selatan tahun 2008 sebesar 263.812 jiwa yang terdiri dari 130.218 jiwa laki-laki dan 133.594 jiwa perempuan serta 60.490 rumah tangga. Bila dibandingkan dengan luas Kabupaten Tapanuli Selatan (4.367.05 km2) maka rata-rata tingkat kepadatan penduduknya mencapai 57,48 jiwa/km2 dan rata-rata sebanyak 4 jiwa disetiap rumah tangga.

No Kecamatan Ibukota Luas wilayah

1 Batang Angkola Pintu Padang 474,70 2 Sayur Matinggi Pasar Sayurmatinggi 519,60 3 Angkola Timur Pargarutan 286,40 4 Angkola Selatan Simarpinggan 301,31

5 Angkola Barat Sitinjak 413,6

6 Batang Toru Batang Toru 384,20

7 Marancar Pasar Marancar 86,88

8 Sipirok Pasar Sipirok 577,18

9 Arse Jonggol Julu 248,75

10 Saiper Dolok Hole Sipagimbar 474,13

11 Aek Bilah Biru 327,17

12 Muara Batang Toru Hutaraja 273,13

(55)

Tabel 4.2

Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Rasio Jenis Kelamin di Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2008

No Kecamatan Jenis Kelamin Total Rasio Jenis Kelamin

Sumber : BPS Tapanuli Selatan Dalam Angka 2009

Dilihat dari agama yang dianut berdasarkan sensus penduduk tahun 2000, penduduk Kabupaten Tapanuli Selatan sebagian besar adalah beragama Islam 91,42 persen, Protestan 7,63 persen, Katolik 0,81 persen, Budha 0,12 persen, Hindu 0,1 persen, lainnya 0,02 persen.

(56)

persen, SLTA 23,18 persen. Demikian juga penduduk perempuan berumur 15 tahun ke atas, pendidikan tertinggi yang ditamatkan SD 33,94 persen, SLTP 25,53 persen, SLTA 22,21 persen.

Berdasarkan lapangan usaha utama dapat dilihat bahwa penduduk yang bekerja di sektor pertanian menempati urutan teratas yaitu 79,08 persen, kemudian sektor perdagangan besar, eceran, rumah makan dan hotel yaitu 10,39 persen dan sektor jasa kemasyarakatan yaitu 5,01 persen.

Untuk tahun 2009 Kabupaten Tapanuli Selatan memiliki 295 sekolah pendidikan tingkat dasar yang terdiri dari 289 Sekolah Dasar negeri dan swasta dan 6 Madrasah Ibtidiyah negeri dan swasta, dengan jumlah guru keseluruhan sebanyak 2.765 guru dan 41.841 murid. Sementara jumlah sekolah lanjutan tingkat pertama ada 65 sekolah yang terdiri dari 42 SLTP negeri dan swasta dan 26 MTS negeri dan swasta dengan jumlah guru dan murid seluruhnya masing-masing 1.415 guru dan banyaknya murid 18.533. pada tahun yang sama jumlah sekolah lanjutan tingkat atas ada sebanyak 29 sekolah yang terdiri dari 13 SMU negeri dan swasta, 16 MA negeri dan swasta dengan jumlah guru dan murid seluruhnya masing–masing 589 guru dan 8.043 murid. Sedangkan jumlah sekolah menengah kejuruan ada sebanyak 9 sekolah yang terdiri dari 7 MA negeri dan swasta. Jumlah guru sebanyak 135 dan 2.450 murid.

4.1.3 Kondisi Iklim dan Topografi

(57)

disepanjang tahunnya. Pada bulan maret terjadi curah hujan tertinggi (650mm) dan juga hari hujan terbanyak (23 hari).

Keadaan Topografis Kabupaten Tapanuli Selatan terdiri dari Dataran Rendah, Berbukit, Bergelombang dan Bergunung. Daerah ini dikelilingi oleh Gunung Lubuk Raya di Kecamatan Angkola Barat, Gunung Gongonan di Kecamatan Batang Angkola, dan Gunung Sibual-buali di Kecamatan Sipirok.

Berdasarkan Kemiringan Lahan, Kabupaten Tapanuli Selatan secara umum dibagi dalam 4 kawasan yaitu:

1) Kawasan Gunung dan perbukitan sebagian besar adalah jalur pergunungan Bukit Barisan yang merupakan kawasan hutan lindung (kemiringan diatas 40%) yang harus dijaga kelestariannya sebagai kawasan penyangga air bagi sungai-sungai yang melintas di daerah Kabupaten Tapanuli Selatan. Kawasan gunung dan perbukitan terdapat di sebagian besar Kecamatan Batang Angkola, Sipirok, Saipar Dolok Hole dan Aek Bilah.

2) Kawasan bergelombang hingga berbukit (kemiringan 15-40%) merupakan kawasan potensial untuk pertanian dan perkebunan rakyat meliputi Kecamatan Sipirok, Arse, Saipar Dolok Hole, Angkola Barat dan Batang Toru.

(58)

4) Kawasan Dataran (kemiringan 0-2%) sebagain besar merupakan lahan sawah, padang rumput yang potensial sebagai kawasan penggembalaan ternak yang meliputi Kecamatan Batang Angkola dan sebagian dataran adalah merupakan kawasan pantai dengan garis pantai sepanjang ± 35 km yangterdapat di dua kecamatan yaitu Kecamatan Angkola Barat dan Kecamatan Batang Toru merupakan kawasan potensial bagi pengembangan usaha tambak dan perikanan darat serta potensi pariwisata.

Selain memiliki gunung-gunung, Kabupaten Tapanuli Selatan juga memiliki panorama yang indah seperti Danau Siais di Kecamatan Angkola Barat dan Danau Marsabut di Kecamatan Sipirok. Disamping itu di Kabupaten Tapanuli Selatan terdapat enam satuan wilayah sungai dan anak sungai yang tergolong besar yang cukup prospektif untuk dapat dijadikan sebagai sumber lahan pertanian, perikanan air tawar maupun objek pariwisata yaitu :

1) Sungai Batang Toru, dengan panjang 69,32 km melintasi Kecamatan Batang Toru dan bermuara ke Samudera Hindia dan merupakan ekosistem penting dari Danau Siais serta sangat potensial untuk dikembangkan kegiatan Arung Jeram.

(59)

3) Sungai Batang Angkola, dengan panjang 64,20 km melintasi Kecamatan Angkola Timur, Batang Angkola dan Kecamatan Sayur Matinggi bermuara di Sungai Batang gadis Kabupaten Mandailing Natal.

4.2 Gambaran Perekonomian Kabupaten Tapanuli Selatan

Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tapanuli Selatan pada periode 2001 s/d 2003 relatif cukup tinggi dibandingkan periode 2003 s/d 2007. Hal ini disebabkan masih tergabungnya wilayah Kota Padang Sidempuan dengan Kabupaten Tapanuli Selatan.

Perekonomian Kabupaten Tapanuli Selatan pada tahun 2008 tumbuh sebesar 4,97 persen. Pertumbuhan ekonomi ini lebih tinggi dibandingkan tahun 2007, dimana pada tahun 2007 masih tergabung Kabupaten Padang Lawas dan Padang Lawas Utara.

Pada tahun 2009, perekonomian Kabupaten Tapanuli Selatan tumbuh sebesar 4,05 persen, pertumbuhan ini bersumber dari output riil yang terjadi pada setiap sektor ekonomi. Namun pertumbuhan ekonomi ini sedikit lebih rendah dibandingkan tahun 2008, dimana pada tahun 2009 terjadi perlambatan hampir semua sektor ekonomi.

Sektor yang mengalami pertumbuhan tertinggi adalah sektor pertambangan dan penggalian (6,04 persen), diikuti oleh sektor pertanian (5,47 persen) dan sektor bangunan (5,39 persen). Sedangkan pertumbuhan terendah terjadi pada sektor listrik, gas dan air bersih sebesar (2,26persen) dan sektor industri pengolahan (2,49 persen).

(60)

Untuk menilai kinerja perekonomian suatu daerah, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sering digunakan sebagai indikatornya terutama yang dikaitkan dengan kemampuan suatu daerah dalam mengelola sumber daya yang dimilikinya. Perkembangan besaran nilai PDRB merupakan salah satu indikator yang dapat dijadikan ukuran untuk menilai keberhasilan pembangunan daerah atau dapat juga dikatakan pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat tercermin melalui pertumbuhan nilai PDRB.

(61)

Tabel 4.3

PDRB Kabupaten Tapanuli Selatan ADHB 1989-2009 (Milyar Rupiah)

TAHUN PDRB

Sumber: BPS Tapanuli Selatan Dalam Angka 2009

Produk Domestik Regional Bruto merupakan proxi dari pertumbuhan ekonomi.

(62)

Kabupaten Tapanuli Selatan mengalami peningkatan sebesar 2.761,51 Milyar rupiah, dengan tingkat pertumbuhan perekonomian sebesar 4,05 persen.

PDRB dibentuk dari Sembilan sektor/lapangan usaha yang terdiri dari:

1) Sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan. 2) Sektor pertambangan dan penggalian.

3) Sektor industri pengolahan. 4) Sektor listrik, gas dan air bersih. 5) Sektor bangunan atau konstruksi. 6) Sektor perdagangan, hotel dan restoran. 7) Sektor transportasi dan komunikasi.

8) Sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. 9) Sektor jasa.

Struktur ekonomi Kabupaten Tapanuli Selatan sejak tahun 2000 hingga saat ini belum banyak mengalami perubahan. Secara umum ada tiga sektor yang cukup dominan dalam pembentukan total PDRB Kabupaten Tapanuli Selatan yaitu sektor pertanian, sektor industri pengolahan, dan sektor perdagangan, hotel dan restoran.

(63)

Gambar 4.1

Struktur Ekonomi Kabupaten Tapanuli Selatan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2009 (%)

Sektor pertanian selalu menjadi sektor utama jika dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya, ini menunjukkan bahwa perekonomian Kabupaten Tapanuli Selatan masih bergantung pada sektor pertanian (yang meliputi sub sektor tanaman bahan makanan, perkebunan, peternakan dan hasil-hasilnya, kehutanan dan perikanan).Sektor pertanian pada tahun 2009 lalu memberikan kontribusi terhadap PDRB atas dasar harga berlaku sebesar 41,92 persen. Sub sektor tanaman bahan makanan adalah penyumbang terbesar terhadap sektor pertanian yaitu tercatat 27,79 persen diikuti sub sektor tanaman perkebunan sebesar 9,03 persen, sub sektor peternakan dan

hasil-Pertanian 41.92%

Pertambangan & Penggalian 0.30%

Industri Pengolahan 29.22%

(64)

hasilnya sebesar 3,32 persen, sub sektor kehutanan sebesar 1,24 persen dan terakhir sub sektor perikanan sebesar 0,54 persen.

Tabel 4.4

PDRB Kabupaten Tapanuli Selatan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2009 (Juta Rupiah)

Lapangan Usaha PDRB ADHB PDRB ADHK

Pertanian 1.157.557,52 522.614,68

Pertambangan dan Penggalian 8.693,39 2.758,64

Industri Pengolahan 803.938,22 645.447,88

Listrik, Gas dan Air Bersih 2.743,33 1.116,58

Bangunan 91.136,11 74.132,68

Perdagangan, Hotel dan Restoran 391.627,07 268.914,13

Pengangkutan dan Komunikasi 74.671,09 32.981,42

Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan

15.463,70 8.794,57

Jasa – jasa 216.997,93 141.154,02

Total 2.761.514,37 1.697.914,58

Sumber: BPS Tapanuli Selatan Dalam Angka 2009 4.2.2 Perkembangan Pengeluaran Pemerintah

Pengeluaran pemerintah daerah juga merupakan salah satu faktor utama yang menentukan tingkat pertumbuhan ekonomi regional. Pengeluaran pemerintah berbentuk pembelanjaan pemerintah baik dalam bentuk rutin maupun pembangunan. Pengeluaran pemerintah dipengaruhi oleh berbagai faktor baik dari luar daerah maupun di dalam daerah. Faktor-faktor yang mempengaruhi dari luar dapat berupa kebijakan pemerintah pusat dan pemerintah provinsi yang berkaitan dengan pelaksanaan pembangunan, kondisi daerah dan kebijakan daerah terutama berkaitan dengan program berkelanjutan. Pengeluaran pemerintah bertujuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dalam menjalankan roda pemerintahan dan pembangunan.

(65)

Tabel 4.5

Pengeluaran Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 1989-2009 (Milyar Rupiah)

Tahun Pengeluaran Pemerintah

1989 14,5

Sumber: BPS Tapanuli Selatan Dalam Angka 2009

Berdasarkan data yang ada pada tabel di atas, pengeluaran pemerintah mengalami perubahan yang berfluktuatif dari tahun ketahunnya, namun pengeluaran pemerintah terus mengalami peningkatan hingga tahun 2007 sebesar 665,0 Milyar rupiah jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya 2006 yang hanya sebesar 538,3 Milyar rupiah dan untuk tahun 2008 pengeluaran pemerintah sebesar 553,0 Milyar rupiah sedangkan pada tahun 2009 sebesar 530,0 Milyar rupiah.

4.2.3 Perkembangan Jumlah Penduduk

(66)

perempuan terdapat 9.754 laki-laki. Berikut adalah jumlah penduduk di Kabupaten Tapanuli Selatan.

Tabel 4.6

Jumlah Penduduk Tahun Kabupaten Tapanuli Selatan 1989-2009 (Jiwa)

Tahun Jumlah Penduduk

1989 946.577

Sumber: BPS Tapanuli Selatan Dalam Angka 2009

(67)

mempengaruhi peningkatan laju pertambahan penduduk adalah tingkat kelahiran, tingkat kematian dan arus urbanisasi.

Komposisi penduduk menurut umur, menunjukkan bahwa penduduk di Kabupaten Tapanuli Selatan persentase kelompok usia muda (0-14 tahun) sekitar 35,15 persen, kelompok usia produktif (15-64 tahun) sekitar 60,83 persen dan kelompok usia lanjut (65+ tahun) hanya ada sekitara 4,02 persen pada tahun 2009. Dikelompokkan usia muda berumur kurang dari 15 tahun, persentase penduduk laki-laki lebih tinggi, yaitu 35,51 persen dibandingkan penduduk perempuan yang hanya sebesar 34,80 persen. Semakin besar persentase usia muda dan tua, menunjukkan semakin besar beban yang ditanggung oleh penduduk usia produktif.

Tabel 4.7

Jumlah Penduduk Kabupaten Tapanuli Selatan Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2008

Umur Jenis Kelamin

Laki - laki Perempuan Total

Jumlah 130.218 133.594 263.812

(68)

Industri besar dan sedang diharapkan bisa memberi nilai tambah yang besar sehingga bisa meningkatkan perekonomian.Nilai tambah industri besar dan sedang meningkat selamakurun waktu 1989-1995. Namun pada tahun 1996 terjadi penurunan sebesar 27,99 Milyar rupiah. Tetapi pada tahun 1997-2007 nilai tambah industri di Kabupaten Tapanuli Selatan mulai ada peningkatan lagi. Sedangkan untuk tahun 2008-2009, terjadi penurunan karena sudah terpisahnya Kabupaten Padang Lawas dan Padang Lawas Utara dari Kabupaten Tapanuli Selatan.

Tabel 4.8

Nilai Tambah Industri Tahun 1989-2009 (Milyar Rupiah)

Tahun Nilai Tambah Industri

1989 9.80

Sumber: BPS Tapanuli Selatan Dalam Angka 2009 4.3 Hasil Estimasi dan Interpretasi Penelitian

(69)

Analisis regresi merupakan metode yang digunakan untuk menganalisa hubungan persamaan antar variabel. Untuk menganalisis pengaruh pengeluaran pemerintah, jumlah penduduk dan nilai tambah industri terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Tapanuli Selatan digunakan analisa regresi linier berganda dimana variabel terikat (dependent variable) adalah pertumbuhan ekonomi kurun waktu 1989-2009. Sedangkan variabel bebas (independent variable) adalah pengeluaran pemerintah, jumlah penduduk dan nilai tambah industri kurun waktu 1989-2009.

Berdasarkan regresi linier berganda dengan bantuan program komputer Eviews 5,1 dengan metode Ordinary Least Square (OLS) diperoleh hasil estimasi sebagai berikut:

Tabel 4.9 Hasil Estimasi

LogY = 0,779000+ 0,073773LogX1 + 0,063063LogX2 + 0,007221LogX3 t-statistik (6,884726)*** (3,818711)*** (1,151143)

R2 = 0,946188 F-statistik = 99,63781 DW-Stat = 1,497432

Keterangan :

(***) Signifikan pada α 1% = 2,898

(**) Signifikan pada α5% = 2,110

(*) Signifikan pada α10% = 1,740

4.3.2 Interpretasi Model

(70)

(pertumbuhan ekonomi) dapat dijelaskan secara keseluruhan oleh variasi variabel-variabel independen (pengeluaran pemerintah, jumlah penduduk dan nilai tambah industri) sedangkan sisanya 5,38% dijelaskan oleh variasi variabel diluar model yang tidak diikut sertakan dalam penelitian ini.

Dari hasil estimasi diatas, dijelaskan pengaruh variabel independen yaitu pengeluaran pemerintah, jumlah penduduk dan nilai tambah industri. Berikut ini interpretasi koefisien regresi variabel-variabel dalam model regresi linier yaitu sebagai berikut:

1) Pengeluaran pemerintah memiliki pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Tapanuli Selatan. Hasil perhitungan menunjukkan koefisien pengeluaran pemerintah sebesar 0,073773.Hal ini berarti apabila pengeluaran pemerintah mengalami peningkatan sebesar 1%, cateris

paribus, maka akan mendorong perkembangan tingkat pertumbuhan

ekonomi di Kabupaten Tapanuli Selatan sebesar 0,073773%.

2) Jumlah penduduk memiliki pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Tapanuli Selatan. Hasil perhitungan menunjukkan koefisien jumlah penduduk sebesar 0,063063. Hal ini berarti bahwa apabila jumlah penduduk mengalami peningkatan sebesar 1%, cateris

paribus, maka akan mendorong perkembangan tingkat pertumbuhan

ekonomi di Kabupaten Tapanuli Selatan sebesar 0,063063%.

(71)

peningkatan sebesar 1%, cateris paribus, maka akan mendorong perkembangan tingkat pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Tapanuli Selatan sebesar 0,007221%.

4.4 Uji Kesesuaian (Test of Goodness of Fit) 4.4.1 Koefisien Determinasi (R-square)

Koefisien Determinasi (R2) adalah koefisien yang menyatakan hubungan yang dijelaskan oleh variabel terikat (dependent variable) dan variabel bebas (independent variable) tersebut.

Dari tabel regresi diatas dapat diperoleh Koefisien Determinasi (R-

Square) sebesar 0,946188 atau 94,62% hal ini menunjukkan bahwa variasi

variabel bebas (pengeluaran pemerintah, jumlah penduduk dan nilai tambah industri) mampu memberikan penjelasan terhadap variabel terikat (pertumbuhan ekonomi) sebesar 94,62% sedangkan sisanya sebanyak 5,38% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak disertakan dalam model estimasi. 4.4.2 Uji F-statistik

Pengujian ini dilakukan untuk melihat sebesar besar pengaruh variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Untuk pengujian ini digunakan hipotesa sebagai berikut:

a. Hipotesis : H0 : b1 = b2 = 0………….Tidak Signifikan

Ha : b1≠b2 ≠0………….Signifikan b. V1 = k = 3

V2 = n-k-1 = 21-3-1 = 17 c. α = 1%

Gambar

Gambar                 Judul                                                                      Halaman
Gambar 2.1  Fungsi Pengeluaran Pemerintah
Gambar 3.1 Uji F-statistik
Gambar 3.2 Uji T-statistik
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini yang membuat peneliti ingin melihat bagaimana pengaruh kepuasan komunikasi terhadap motivasi kerja karyawan BPR khususnya wilayah Bogor, yaitu pada PD BPR Bank Pasar Bogor,

Harta Bawaan adalah harta yang dimiliki seseorang laki-laki pada masa bujangan, yang didapatkan melalui penghibaan dan wasiat atau dari usaha sendiri, maka Apabila harta

〔下級審民訴事例研究七九〕再生債務者が関連会社の新規の借入に際して担保のために行った約

Memahami konsep-konsep umum Proses, Fungsi, &amp; Manajemen organisasi &amp; bisnis (termasuk perilaku.. ITS Curru culu m : 2014 -2019 3 organisasi, model bisnis,

Inti dari Backpropagation adalah untuk mencari error suatu node. Dari hasil forward phase akan dihasilkan suatu output , dari output tersebut, pastilah tidak sesuai

Apabila pada seri terakhir Pembalap tersebut tidak ikut (Tidak Start) dikelas yang dimaksud dengan alasan apapun, maka gelar Juara Region akan di hapus/dicabut, tetapi

Saba ayat 10-11 mengandung esensi, yaitu: (1) Allah telah memberikan potensi dasar dalam diri manusia, dan potensi tersebut dapat berkembang apabila kita mampu

Fungsi-fungsi manajemen adalah hal yang sangat penting dalam sebuah kegiatan perusahaan, baik perusahaan yang berorientasi kepada laba maupun perusahaan nirlaba, tak