• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Komparatif Tingkat Pendapatan Dan Produksi Petani Tri (Tebu Rakyat Intensifikasi) Sistem Tanam Awal Dan Sistem Keprasan Di Desa Kwala Begumit Dengan Desa Kwala Bingei Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Komparatif Tingkat Pendapatan Dan Produksi Petani Tri (Tebu Rakyat Intensifikasi) Sistem Tanam Awal Dan Sistem Keprasan Di Desa Kwala Begumit Dengan Desa Kwala Bingei Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat"

Copied!
136
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KOMPARATIF TINGKAT PENDAPATAN DAN

PRODUKSI PETANI TRI (Tebu Rakyat Intensifikasi) SISTEM

TANAM AWAL DAN SISTEM KEPRASAN DI DESA KWALA

BEGUMIT DENGAN DESA KWALA BINGEI KECAMATAN

STABAT KABUPATEN LANGKAT

SKRIPSI

OLEH :

ASTIKA YUNA SITORUS

070304016

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

ANALISIS KOMPARATIF TINGKAT PENDAPATAN DAN

PRODUKSI PETANI TRI (Tebu Rakyat Intensifikasi) SISTEM

TANAM AWAL DAN SISTEM KEPRASAN DI DESA KWALA

BEGUMIT DENGAN DESA KWALA BINGEI KECAMATAN

STABAT KABUPATEN LANGKAT

SKRIPSI

OLEH :

ASTIKA YUNA SITORUS

070304016

Skripsi sebagai syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan

Disetujui Oleh:

Komisi Pembimbing

Ketua

Anggota

(Dr.Ir. Salmiah, MS)

(Dr.Ir.Rahmanta Ginting, M.Si)

NIP.195702171986032001

NIP.196309281998031001

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

ABSTRAK

ASTIKA YUNA SITORUS (070304016) dengan judul penelitian

ANALISIS KOMPARATIF TINGKAT PENDAPATAN PETANI TRI (Tebu

Rakyat Intensifikasi) SISTEM TANAM AWAL DAN SISTEM KEPRASAN

DI DESA KWALA BEGUMIT DENGAN DESA KWALA BINGEI

KECAMATAN STABAT KABUPATEN LANGKAT. Penelitian ini dibimbing

oleh Ibu Dr.Ir. Salmiah,MS dan Bapak Dr. Ir. Rahmanta Ginting,M.Si.

Pendapatan merupakan

jumlah yang tersisa setelah biaya, yaitu semua

nilai input untuk produksi, baik yang benar-benar dibayar maupun yang hanya

diperhitungkan, telah dikurangkan dari penerimaan. Untuk mendapatkan

penerimaan itu sendiri dipengaruhi oleh produksi yaitu suatu usaha untuk

meningkatkan nilai guna suatu barang atau produk. Tujuan dari penelitian ini

adalah untuk mengetahui penerapan masing-masing system baik tanam awal

maupun keprasan, menganalisis biaya produksi mana yang lebih besar di kedua

daerah baik sistem tanam awal maupun keprasan, membandingkan produksi,

produktivitas dan pendapatan di kedua daerah penelitian baik sistem tanam awal

dan sistem keprasan.

Penentuan daerah penelitian dilakukan secara

purposive

(sengaja), dengan pertimbangan bahwa Desa Kwala Begumit dan Desa Kwala

Bingei merupakan daerah dengan luas lahan TRI terbesar dan jumlah petani TRI

terbanyak disamping itu Desa Kwala Begumit memiliki pengalaman bermitra

daripada Desa Kwala Bingei sehingga menjadi salah satu alasan pemilihan daerah.

Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian adalah stratifield

random sampling yaitu 15 sampel di Desa Kwala Begumit dan 15 sampel di Desa

Kwala Bingei.

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan: tidak ada perbedaan penerapan

system tanam awal dan keprasan di kedua daerah penelitian, biaya produksi

sistem tanam awal lebih besar daripada biaya produksi sistem keprasan dan biaya

produksi kedua sistem lebih besar di desa Kwala Begumit, produksi dan

produktivitas lebih tinggi di Desa Kwala Begumit daripada Desa Kwala Bingei

pada system keprasan, pendapatan petani TRI lebih besar di Desa Kwala Begumit

daripada Desa Kwala Bingei pada sistem keprasan.

(4)

RIWAYAT HIDUP

ASTIKA YUNA SITORUS, dilahirkan di Petumbukan, Galang pada tanggal 10

Desember 1989 dari ayahanda Syaidun Sitorus, SH dan ibunda Hasni Kalsum

Sinaga, Penulis merupakan anak kedua dari lima bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan formal di SD Negeri Impres Emplasment,

Rantau Prapat tahun 2001, Ponpes/MTs Atthoyyibah Indonesia (PAI) Pinang

Lombang, Rantau Prapat tahun 2004, Ponpes (MAS) Modern Muhammadiyah

Kwala Madu, Binjai tahun 2007. Tahun 2007 penulis diterima di Program Studi

Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi

Pengembangan Minat dan Prestasi (PMP).

Selama masa perkuliahan penulis mengikuti organisasi kemahasiswaan Ikatan

Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian (IMASEP).

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmad, hidayah,

serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“ANALISIS KOMPARATIF TINGKAT PENDAPATAN DAN PRODUKSI

PETANI TRI (Tebu Rakyat Intensifikasi) SISTEM TANAM AWAL DAN

SISTEM KEPRASAN DI DESA KWALA BEGUMIT DENGAN DESA

KWALA BINGEI KECAMATAN STABAT KABUPATEN LANGKAT ”.

Sholawat dan salam juga penulis hadiahkan atas junjungan besar Nabi

Muhammad SAW yang telah mengajarkan ilmu kepada umatnya.

Dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada kedua orang tua, kakak

saya Lisna Sari Sitorus yang telah banyak membantu dalam penelitian, adik dan

keluarga yang selalu memberi motivasi dan dukungan sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya.

Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya

kepada

Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS selaku ketua komisi pembimbing, yang telah banyak

(6)

Ucapan terima kasih juga penulis haturkan kepada:

1.

Ibu Dr. Ir. Salmiah,MS dan Bapak Dr. Ir. Satia Negara, M.Ec, selaku ketua

dan sekretaris program studi Agribisnis FP USU

2.

Seluruh staff pengajar dan pegawai di Program Studi Agribisnis, juga kepada

Kakak Yani, Kakak Lisbet, dan Kakak Runi yang telah banyak membantu.

3.

Seluruh instansi dan responden yang terkait dengan penelitian ini serta

membantu penulis dalam memperoleh data yang diperlukan Bapak Ridwan

mewakili Dinas Kehutanan dan Perkebunan Langkat dan Bapak Sagiman

mewakili petani.

Terima kasih yang sebesar-besarnya juga penulis ucapkan kepada seluruh teman–

teman seperjuangan di stambuk 2007 program studi Agribisnis Fakultas Pertanian

USU, yang telah banyak membantu penulis baik dalam penulisan juga dorongan

semangat yang sangat berarti bagi penulis.

Ucapan terima kasih kepada teman saya Sri Suci Wahyu Ningsih, Afreri Purnama

Dewi, Afrida Amalia, Rizka Hasanah, Elpa Lestari Pakolo SP, Siti Satriya Gusri

SP, Dini Maysaroh, Wiwik Mardiana Sinaga, Friska J. Simbolon, Evan Triputra,

Faisal Rusdy, M.Abdul Hakim, yang telah banyak membantu penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini hingga selesai.

Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Desember 2011

(7)

DAFTAR ISI

Hal.

ABSTRAK ...

i

RIWAYAT HIDUP ...

ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ...

v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR………. . viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN ...

1

Latar Belakang...

1

Identifikasi Masalah ...

6

Tujuan Penelitian ...

7

Kegunaan Penelitian ...

7

TINJAUAN PUSTAKA ...

8

Tinjauan Pustaka...

6

Landasan Teori ... 11

Kerangka Pemikiran ... 14

Hipotesis Penelitian ... 18

METODE PENELITIAN ... 19

Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 19

Metode Pengambilan Sampel ... 20

Metode Pengumpulan Data ... 21

Metode Analisis Data ... 21

Defenisi dan Batasan Operasional ... 23

Defenisi ... 23

Batasan Operasional ... 25

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN... 26

Letak dan Batas-batas Desa... 26

Keadaan Penduduk ... 27

(8)

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

Perbedaan Penerapan TRI Sistem Tanam Awal dan Keprasan ... 32

Teknik Budidaya TRI Sistem Tanam Awal (PC) ... 33

Teknik Budidaya TRI Sistem Keprasan ... 37

Perbedaan Biaya Usahatani Petani TRI Sistem Tanam Awal dan TRI

Sistem Keprasan Desa Kwala Begumit dengan Desa Kwala Bingei ... 39

Perbedaan Produksi dan Produktivitas Usahatani Petani TRI Sistem

Tanam Awal dan TRI Sistem Keprasan Desa Kwala Begumit dengan

Desa Kwala Bingei... ... 49

Perbedaan Produksi dan Produktivitas Usahatani Petani TRI Sistem

Tanam Awal dan TRI Sistem Keprasan Desa Kwala Begumit dengan

Desa Kwala Bingei... ... 51

KESIMPULAN DAN SARAN ... 56

Kesimpulan... 56

Saran ... 57

DAFTAR PUSTAKA

(9)

DAFTAR TABEL

No.

Hal.

1.

Data Produksi Perkebunan Rakyat Tahun 1973-1977 ... 1

2.

Data Produksi Perkebunan Besar Negara Tahun 1973-1977 ...

1

3.

Luas Tanaman/Area (Ha) Tebu di Sumatera Utara Tahun 2006-2009 ...

3

4.

Kelompok Tani Desa Kwala Begumit Tahun 2010 ... 15

5.

Kelompok Tani Desa Kwala Bingei Tahun 2011 ... 16

6.

Jumlah Petani TRI Berdasarkan Desa dan Luas Lahan Tahun 2010 ... 19

7.

Jumlah Penduduk Desa Kwala Begumit dan Kwala Bingei Berdasarkan

Jenis Kelamin ... 27

8.

Jumlah Penduduk Desa Kwala Begumit dan Kwala Bingei Berdasarkan

Umur Tahun 2010 ... 28

9.

Karakteristik Sampel Petani TRI Desa Kwala Begumit dan Desa Kwala

Bingei Kecamatan Stabat Tahun 2011 ... 29

10.

Jumlah Sarana Produksi TRI Desa Kwala Begumit dan Desa Kwala

Bingei ... 39

11.

Total Biaya Produksi Rata-rata Petani TRI per Ha Sistem Tanam Awal

dan Keprasan di Desa Kwala Begumit dan Desa Kwala Bingei ... 43

12.

Hasil Analisis Perbedaan Biaya Produksi Rata-rata Petani TRI per Ha

Sistem Tanam Awal dan Keprasan di Desa Kwala Begumit dan Desa

Kwala Bingei ... 48

13.

Perbedaan Produksi dan Produktivitas Rata-rata Petani TRI per Ha

Sistem Tanam Awal dan Keprasan di Desa Kwala Begumit dan Desa

Kwala Bingei ... 49

14.

Hasil Analisis Perbedaan Produktivitas Rata-rata Petani TRI per Ha

Sistem Tanam Awal dan Keprasan di Desa Kwala Begumit dan Desa

Kwala Bingei ... 50

15.

Penerimaan dan Pendapatan Rata-rata Petani TRI per Ha Sistem

Tanam Awal dan Keprasan di Desa Kwala Begumit dan Desa Kwala

Bingei ... 52

(10)

DAFTAR GAMBAR

No.

Hal.

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No.

Hal.

1.

Karakteristik Petani TRI Desa Kwala Begumit ...

58

2.

Karakteristik Petani TRI Desa Kwala Bingei ...

58

3.

Distribusi Pencurahan Tenaga Kerja Pria dan Wanita TRI Sistem Tanam

Awal Per Petani Desa Kwala Begumit...

59

4.

Distribusi Pencurahan Tenaga Kerja Pria dan Wanita TRI Sistem Tanam

Awal Per Petani Desa Kwala Bingei...

61

5.

Distribusi Pencurahan Tenaga Kerja Pria dan Wanita TRI Sistem Tanam

Awal Per Ha Desa Kwala Begumit ...

63

6.

Distribusi Pencurahan Tenaga Kerja Pria dan Wanita TRI Sistem Tanam

Awal Per Ha Desa Kwala Bingei ...

65

7.

Distribusi Pencurahan Tenaga Kerja Pria dan Wanita TRI Sistem Keprasan

Per Petani Desa Kwala Begumit ...

67

8.

Distribusi Pencurahan Tenaga Kerja Pria dan Wanita TRI Sistem Keprasan

Per Petani Desa Kwala Bingei ...

69

9.

Distribusi Pencurahan Tenaga Kerja Pria dan Wanita TRI Sistem Keprasan

Per Ha Desa Kwala Begumit ...

71

10.

Distribusi Pencurahan Tenaga Kerja Pria dan Wanita TRI Sistem Keprasan

Per Ha Desa Kwala Bingei ...

73

11.

Distribusi Pencurahan TKDK dan TKLK TRI Sistem Tanam Awal Per

Petani Desa Kwala Begumit ...

75

12.

Distribusi Pencurahan TKDK dan TKLK TRI Sistem Tanam Awal Per

Petani Desa Kwala Bingei ...

76

13.

Distribusi Pencurahan TKDK dan TKLK TRI Sistem Tanam Awal Per

Ha Desa Kwala Begumit ...

77

14.

Distribusi Pencurahan TKDK dan TKLK TRI Sistem Tanam Awal Per

Ha Desa Kwala Bingei ...

78

15.

Distribusi Pencurahan TKDK dan TKLK TRI Sistem Tanam Keprasan

Per Petani Desa Kwala Begumit ...

79

16.

Distribusi Pencurahan TKDK dan TKLK TRI Sistem Tanam Keprasan

(12)

17.

Distribusi Pencurahan TKDK dan TKLK TRI Sistem Tanam Keprasan

Per Ha Desa Kwala Begumit ...

81

18.

Distribusi Pencurahan TKDK dan TKLK TRI Sistem Tanam Keprasan

Per Ha Desa Kwala Bingei ...

82

19.

Penggunaan Sarana Produksi TRI Sistem Tanam Awal Per Petani Desa

Kwala Begumit... .. 83

20.

Penggunaan Sarana Produksi TRI Sistem Tanam Awal Per Petani Desa

Kwala Bingei ...

83

21.

Penggunaan Sarana Produksi TRI Sistem Tanam Awal Per Ha Desa Kwala

Begumit ...

84

22.

Penggunaan Sarana Produksi TRI Sistem Tanam Awal Per Ha Desa Kwala

Bingei ...

84

23.

Penggunaan Sarana Produksi TRI Sistem Keprasan Per Petani Desa Kwala

Begumit ...

85

24.

Penggunaan Sarana Produksi TRI Sistem Keprasan Per Petani Desa Kwala

Bingei ...

85

25.

Penggunaan Sarana Produksi TRI Sistem Keprasan Per Ha Desa Kwala

Begumit ...

86

26.

Penggunaan Sarana Produksi TRI Sistem Keprasan Per Ha Desa Kwala

Bingei ...

86

27.

Biaya Tenaga Kerja TRI Sistem Tanam Awal Per Petani Desa Kwala

Begumit ...

87

28.

Biaya Tenaga Kerja TRI Sistem Tanam Awal Per Petani Desa Kwala

Bingei ...

88

29.

Biaya Tenaga Kerja TRI Sistem Tanam Awal Per Ha Desa Kwala

Begumit ...

89

30.

Biaya Tenaga Kerja TRI Sistem Tanam Awal Per Ha Desa Kwala Bingei

...

90

31.

Biaya Tenaga Kerja TRI Sistem Keprasan Per Petani Desa Kwala

Begumit ...

91

32.

Biaya Tenaga Kerja TRI Sistem Keprasan Per Petani Desa Kwala Bingei

...

92

33.

Biaya Tenaga Kerja TRI Sistem Keprasan Per Ha Desa Kwala Begumit

...

93

34.

Biaya Tenaga Kerja TRI Sistem Keprasan Per Ha Desa Kwala Bingei

...

94

35.

Biaya Sarana Produksi TRI Sistem Tanam Awal Per Petani Desa Kwala

(13)

36.

Biaya Sarana Produksi TRI Sistem Tanam Awal Per Petani Desa Kwala

Bingei ...

95

37.

Biaya Sarana Produksi TRI Sistem Tanam Awal Per Ha Desa Kwala

Begumit ...

96

38.

Biaya Sarana Produksi TRI Sistem Tanam Awal Per Ha Desa Kwala

Bingei ...

96

39.

Biaya Sarana Produksi TRI Sistem Keprasan Per Petani Desa Kwala

Begumit ...

97

40.

Biaya Sarana Produksi TRI Sistem Keprasan Per Petani Desa Kwala

Bingei ...

97

41.

Biaya Sarana Produksi TRI Sistem Keprasan Per Ha Desa Kwala

Begumit ...

98

42.

Biaya Sarana Produksi TRI Sistem Keprasan Per Ha Desa Kwala Bingei

...

98

43.

Biaya Penyusutan Peralatan TRI Sistem Tanam Awal Per Petani Desa

Kwala Begumit ...

99

44.

Biaya Penyusutan Peralatan TRI Sistem Tanam Awal Per Petani Desa

Kwala Bingei ... 100

45.

Biaya Penyusutan Peralatan TRI Sistem Tanam Awal Per Ha Desa

Kwala Begumit ... 101

46.

Biaya Penyusutan Peralatan TRI Sistem Tanam Awal Per Ha Desa Kwala

Bingei ... 102

47.

Biaya Produksi TRI Sistem Tanam Awal Per Petani Desa Kwala Begumit

... 103

48.

Biaya Produksi TRI Sistem Tanam Awal Per Petani Desa Kwala Bingei .... 103

49.

Biaya Produksi TRI Sistem Tanam Awal Per Ha Desa Kwala Begumit ... 104

50.

Biaya Produksi TRI Sistem Tanam Awal Per Ha Desa Kwala Bingei ... 104

51.

Biaya Produksi TRI Sistem Keprasan Per Petani Desa Kwala Begumit ... 105

52.

Biaya Produksi TRI Sistem Keprasan Per Petani Desa Kwala Bingei ... 105

53.

Biaya Produksi TRI Sistem Keprasan Per Ha Desa Kwala Begumit ... 106

54.

Biaya Produksi TRI Sistem Keprasan Per Ha Desa Kwala Bingei ... 106

55.

Pendapatan dan Produktivitas Usahatani TRI Sistem Tanam Awal Per Petani

Desa Kwala Begumit ... 107

56.

Pendapatan dan Produktivitas Usahatani TRI Sistem Tanam Awal Per Petani

Desa Kwala Bingei ... 107

(14)

58.

Pendapatan dan Produktivitas Usahatani TRI Sistem Tanam Awal Per Ha

Desa Kwala Bingei ... 108

59.

Pendapatan dan Produktivitas Usahatani TRI Sistem Keprasan Per Petani

Desa Kwala Begumit ... 109

60.

Pendapatan dan Produktivitas Usahatani TRI Sistem Keprasan Per Petani

Desa Kwala Bingei ... 109

61.

Pendapatan dan Produktivitas Usahatani TRI Sistem Keprasan Per Ha Desa

Kwala Begumit ... 110

62.

Pendapatan dan Produktivitas Usahatani TRI Sistem Keprasan Per Ha Desa

Kwala Bingei ... 110

63.a Hasil Uji Beda Rata-rata Biaya Produksi TRI Desa Kwala Begumit dan

Kwala Bingei Sistem Tanam Awal ... 111

63.b Hasil Uji Beda Rata-rata Biaya Produksi TRI Desa Kwala Begumit dan

Kwala Bingei Sistem Keprasan ... 112

64.a Hasil Uji Beda Rata-rata Produktivitas TRI Desa Kwala Begumit dan Kwala

Bingei Sistem Tanam Awal ... 113

64.b Hasil Uji Beda Rata-rata Produktivitas TRI Desa Kwala Begumit dan Kwala

Bingei Sistem Keprasan ... 114

65.a Hasil Uji Beda Rata-rata Pendapatan TRI Desa Kwala Begumit dan Kwala

Bingei Sistem Tanam Awal ... 115

65.b Hasil Uji Beda Rata-rata Pendapatan TRI Desa Kwala Begumit dan Kwala

(15)

ABSTRAK

ASTIKA YUNA SITORUS (070304016) dengan judul penelitian

ANALISIS KOMPARATIF TINGKAT PENDAPATAN PETANI TRI (Tebu

Rakyat Intensifikasi) SISTEM TANAM AWAL DAN SISTEM KEPRASAN

DI DESA KWALA BEGUMIT DENGAN DESA KWALA BINGEI

KECAMATAN STABAT KABUPATEN LANGKAT. Penelitian ini dibimbing

oleh Ibu Dr.Ir. Salmiah,MS dan Bapak Dr. Ir. Rahmanta Ginting,M.Si.

Pendapatan merupakan

jumlah yang tersisa setelah biaya, yaitu semua

nilai input untuk produksi, baik yang benar-benar dibayar maupun yang hanya

diperhitungkan, telah dikurangkan dari penerimaan. Untuk mendapatkan

penerimaan itu sendiri dipengaruhi oleh produksi yaitu suatu usaha untuk

meningkatkan nilai guna suatu barang atau produk. Tujuan dari penelitian ini

adalah untuk mengetahui penerapan masing-masing system baik tanam awal

maupun keprasan, menganalisis biaya produksi mana yang lebih besar di kedua

daerah baik sistem tanam awal maupun keprasan, membandingkan produksi,

produktivitas dan pendapatan di kedua daerah penelitian baik sistem tanam awal

dan sistem keprasan.

Penentuan daerah penelitian dilakukan secara

purposive

(sengaja), dengan pertimbangan bahwa Desa Kwala Begumit dan Desa Kwala

Bingei merupakan daerah dengan luas lahan TRI terbesar dan jumlah petani TRI

terbanyak disamping itu Desa Kwala Begumit memiliki pengalaman bermitra

daripada Desa Kwala Bingei sehingga menjadi salah satu alasan pemilihan daerah.

Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian adalah stratifield

random sampling yaitu 15 sampel di Desa Kwala Begumit dan 15 sampel di Desa

Kwala Bingei.

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan: tidak ada perbedaan penerapan

system tanam awal dan keprasan di kedua daerah penelitian, biaya produksi

sistem tanam awal lebih besar daripada biaya produksi sistem keprasan dan biaya

produksi kedua sistem lebih besar di desa Kwala Begumit, produksi dan

produktivitas lebih tinggi di Desa Kwala Begumit daripada Desa Kwala Bingei

pada system keprasan, pendapatan petani TRI lebih besar di Desa Kwala Begumit

daripada Desa Kwala Bingei pada sistem keprasan.

(16)

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebelum tahun 1975, keikutsertaan petani dalam pengadaan tebu hanya terbatas

sebagai pihak yang menyewakan lahan atau sebagai buruh kasar. Saat itu,

sebagian besar bahan baku tebu berasal dari tebu sendiri dan tebu pabrik gula.

Sebagian kecil saja yang berasal dari tebu rakyat. Hal ini disebabkan karena

produktivitas tebu rakyat sangat rendah dibanding tebu sendiri atau perkebunan

negara (Tim Penulis, 2000).

Tabel 1. Data Produksi Perkebunan Rakyat Tahun 1973 — 1977 (ribu ton)

J e n i s

1973

1974

1975

1976

1977

Karet

599

571

536

540

570

Kelapa/kopra

1.233

1.335

1.370

1.389

1.490

Teh

14

14

14

13

17

Kopi

140

132

144

170

170

Cengkeh

22

15

15

17

25,7

Gula tebu

199

250

223

267

280

Lada

29

27

23

37

39

Tembakau

69

69

74

76

103

Kapas

2,7

6,7

5,2

2,6

2,3

Sumber : Bappenas.go.id Tahun 2009

Tabel 2. Produksi Perkebunan Besar Negara Tahun 1973 – 1977 (Ribu Ton)

Sumber : Bappenas.go.id Tahun 2009

Jenis

1973

1974

1975

1976

1977

Karet

137

138

137

142

148

Minyak sawit

207

244

271

286

338

Inti sawit

46

52

57

56

64

The

43

40

46

49

51

Kopi

6

10

10

10

10

Gula tebu

693

860

878

902

927

(17)

Jika dilihat dari data produksi gula tebu Indonesia diatas, produksi gula lebih

besar pada perkebunan besar negara daripada perkebunan rakyat, produksi gula

terus meningkat setiap tahunnya, akan tetapi perkebunan rakyat mengalami

penurunan produksi pada tahun 1975 disebabkan rendahnya jumlah uang sewa

yang ditetapkan pemerintah (tidak disebutkan jumlahnya), dibandingkan dengan

penerimaan petani dari hasil menggarap tanaman padi atau palawija dalam jangka

waktu yang sama. Menjawab masalah diatas (Mubyarto, 1992) menjelaskan pada

1975 pemerintah mengeluarkan Inpres Nomor 9 Tanggal 22 April 1975 yang

isinya menentukan bahwa untuk selanjutnya tanaman tebu tidak ditanam sendiri

oleh pabrik gula namun diserahkan kepada petani untuk dikelola di atas tanahnya

sendiri. Program itu dikenal dengan nama Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) dan

atas dikeluarkannya program itu setidaknya lebih sesuai dengan isi kandungan

Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) pasal 10 tahun 1960 yang menghendaki

agar tanah pertanian diusahakan secara aktif oleh pemiliknya sendiri.

Tebu merupakan tanaman yang mempunyai prospek kedepan karena merupakan

salah satu bahan baku pembuatan gula, daerah penghasil dan pabrik pengolahan

tebu di Sumatera Utara juga masih sedikit yaitu Pabrik Gula Kwala Madu dan Sei

Semayang.

Kemerosotan produktivitas tanaman tebu/gula yang dialami sejak

pemberlakuan TRI

disebabkan petani lebih mementingkan tanaman pangan dan

konversi lahan menjadi tanaman perkebunan lain, sehingga tanaman tebu menjadi

tersampingkan, selain itu petani lebih sering menanam tebu di lahan rendah

tingkat kesuburannya menjadi

salah satu alasan pemilihan komoditi ini untuk

dijadikan penelitian. Tebu termasuk jenis komoditi yang budidayanya

(18)

Di Sumatera Utara salah satu daerah yang memproduksi dan mengolah tebu

terdapat di Kabupaten Langkat, hal ini dapat dilihat pada tabel dibawah ini, bahwa

Kabupaten Langkat merupakan penghasil tebu terbesar di Sumatera Utara.

Tabel 3.Luas Tanaman/Area (Ha) Tebu di Sumatera Utara Tahun 2006-2009

Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010

Kabupaten

regency

Luas Tanaman / Area (Ha)

Produksi

Production

(Ton)

T B M

Not Yet

Productive

TM

Productive

T T M

Unpro-

ductive

Jumlah

Total

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

1. Nias

2. Mandailing Natal

3. Tapanuli Selatan

4. Tapanuli Tengah

5. Tapanuli Utara

6. Toba Samosir

7. Labuhan Batu

8. Asahan

9. Simalungun

10.Dairi

11.Karo

12. Deli Serdang

13. Langkat

14. Nias Selatan

15. Hbg Hasundutan

16. Pakpak Bharat

17. Samosir

18. Serdang Bedagai

19. Batu Bara

20. Padang Lawas Utara

21. Padang Lawas

22. Labuhan Batu Selatan

23. Labuhan Batu Utar

24. Nias Utara

24. Nias Barat

(19)
(20)

Kajian usahatani tebu yang telah dilakukan antara lain oleh Rahmat (1992) yang

mendeskripsikan profil tebu rakyat di Jawa Timur secara umum, bahwa tebu telah

diterima petani sebagai komoditas yang memberi harapan sumber pendapatan

rumah tangga. Usahatani tebu rakyat cenderung ekstensif dan petani cenderung

untuk melakukan pengeprasan secara berulang. Seiring program akselerasi,

kelayakan usahatani tebu masih harus terus ditingkatkan guna meyakinkan petani

bahwa usahatani tebu masih dapat diharapkan sebagai sumber pendapatan

keluarga.

Demikian juga usahatani tebu di Desa Kwala Begumit dan Kwala Bingei masih

tetap menjadi salah satu usahatani yang terus dikembangkan dan menjadi

perhatian dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Langkat, karena

secara umum usahatani ini dianggap masih menghasilkan pendapatan yang dapat

memenuhi kebutuhan rumah tangga petani, dan petani diharapkan mampu

meningkatkan produktivitas tebu.

Di Desa Kwala Begumit dan Kwala Bingei proses produksi tebu itu sendiri

terdapat dua sistem, yaitu sistem tanam awal dan sistem Keprasan. Sistem tanam

awal adalah sistem yang dimulai dari tanaman baru yang dihasilkan dari bibit

yang telah disediakan atau dijual pihak pemilik tanah (PTP) yang akan

menghasilkan setelah 1 tahun, sedangkan pada sistem keprasan setelah proses

pemanenan tahun pertama, batang dipotong atau dikepras dan dibiarkan tumbuh

kembali. Secara kasat mata sistem tanam awal dianggap membutuhkan biaya yang

lebih besar dibandingkan sistem keprasan karena pada sistem tanam awal petani

harus mengeluarkan biaya persiapan lahan, dari segi produksi sistem tanam awal

(21)

satu tujuan keprasan adalah untuk meningkatkan produksi, maka akan dilihat

mana yang lebih besar produksinya dari segi sistem maupun dari masing-masing

desa. Menurut Dinas Kehutanan dan Perkebunan Langkat, biasanya petani TRI

murni bisa mengepras tebunya lebih dari 7 kali atau lebih jika tebunya dianggap

masih menghasilkan, sedangkan untuk TRI ini memiliki standar keprasan

maksimal sebanyak 3 kali saja, hal ini agar sistem tanam awal dapat dilakukan

secara serentak, sebab jika dilakukan lebih dari 3 kali tidak semua batang tebu

masih bisa menghasilkan.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dirumuskan beberapa permasalahan

sehubungan dengan topik yang akan diteliti, yaitu :

1.

Bagaimana penerapan TRI sistem tanam awal dan TRI sistem keprasan ?

2.

Berapa besar biaya usahatani yang dikeluarkan oleh petani TRI sistem

tanam awal dan TRI sistem keprasan di Desa Kwala Begumit dengan Desa

Kwala Bingei ?

3.

Bagaimana perbandingan produksi dan produktivitas yang dihasilkan oleh

petani TRI sistem tanam awal dan TRI sistem keprasan di Desa Kwala

Begumit dengan Desa Kwala Bingei ?

4.

Bagaimana perbandingan pendapatan antara petani TRI sistem tanam awal

dan TRI sistem keprasan di Desa Kwala Begumit dengan Desa Kwala

(22)

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan Identifikasi masalah yang telah diuraikan tersebut, maka tujuan

penelitian dirumuskan sebagai berikut :

1.

Untuk mengetahui penerapan TRI sistem tanam awal dan TRI sistem

keprasan

2.

Untuk menganalisis biaya usahatani yang dikeluarkan oleh petani TRI

sistem tanam awal dan TRI sistem keprasan di Desa Kwala Begumit

dengan Desa Kwala Bingei

3.

Untuk menganalisis perbandingan produksi dan produktivitas yang

dihasilkan oleh petani TRI sistem tanam awal dan petani TRI sistem

keprasan di Desa Kwala Begumit dengan Desa Kwala Bingei

4.

Untuk menganalisis perbandingan pendapatan antara petani TRI sistem

tanam awal dan petani TRI sistem keprasan di Desa Kwala Begumit

dengan Desa Kwala Bingei

1.4 Kegunaan Penelitian

Berdasarkan Tujuan Penelitian yang telah diuraikan tersebut, maka kegunaan

penelitian dirumuskan sebagai berikut :

1.

Sebagai bahan informasi bagi petani TRI untuk mengembangkan usaha

tani tebu

2.

Sebagai bahan informasi bagi masyarakat yang ingin berusahatani tebu

3.

Sebagai referensi bagi pihak-pihak lain yang berhubungan dengan

(23)

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA

PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Tinjauan Pustaka

Tebu atau

Saccharum officinarum

termasuk keluarga rumput-rumputan. Mulai

dari pangkal sampai ujung batangnya mengandung air gula dengan kadar

mencapai 20%. Air tebu inilah yang kelak dibuat kristal-kristal gula atau gula

pasir. Disamping itu, tebu juga dapat digunakan menjadi bahan baku pembuatan

gula merah. Soejardi (2003) juga menjelaskan tebu adalah tanaman yang

membutuhkan musim hujan pada saat penanaman dan sedikit hujan pada saat

dipanen (ditebang). Kebetulan kondisi ini sesuai kondisi iklim di Indonesia yang

memiliki dua macam iklim yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Tebu

yang digunakan sebagai bahan baku pabrik merupakan tanaman keturunan hasil

persilangan antara tebu alam dan pimping. Maka untuk memperoleh hasil yang

sesuai dengan yang diharapkan maka ditanam jenis (varietas) tertentu yang sesuai

dengan kondisi alam dan iklim (suhu, angin, dan intensitas curah hujan) agar

didapat hasil gula yang cukup tinggi.

Sebagaimana yang di kutip dalam http://www.deptan.go.id, (2010), tebu keprasan

adalah sistem penanaman tebu dengan cara menumbuhkan kembali bekas tebu

yang telah ditebang, baik bekas tebu giling atau tebu bibitan, kebun yang akan

dikepras harus dibersihkan dari kotoran bekas tebangan yang lalu, sebaiknya tanah

(24)

Menurut Dinas Kehutanan dan Perkebunan Langkat (2011), sistem keprasan

dilakukan untuk mengurangi biaya bibit untuk penanaman awal kembali, dimana

keprasan dilakukan pada tahun kedua produksi tebu. Keprasan juga dilakukan

akibat kesalahan pada proses pemanenan dimana tebu yang seharusnya dipanen

dengan cara memotong secara datar pada tanaman tidak dihabiskan sampai kandas

ketanah sehingga dilakukan keprasan dengan menghabiskan tanggul sampai

kebawah. Bibit tebu yang digunakan bermacam-macam ada yang berasal dari

Brazil , Lampung memiliki warna agak kekuningan dan daun yang agak lebar,

bibit yang berasal dari pasuruan memilki ciri-ciri batang yang berwarna

kemerahan dan daun yang membengkok kebawah.

Pada tebu sistem tanam awal dilakukan pembibitan terlebih dahulu selama lebih

kurang 3 bulan atau 100 hari ditempat pembibitan setelah itu dipindahkan diarea

yang akan diusahakan, 1 ha bibit tebu dapat digunakan untuk menanami 10 ha

lahan tebu, karena pada saat pembibitan jarak tanam antar satu tebu dengan yang

lainnya rapat. Tebu dikatakan masak setelah berumur 8 bulan akan tetapi biasanya

dipanen setelah berumur 1 tahun hal ini bertujuan untuk mendapatkan

produktivitas yang tinggi, dengan kata lain air tebu yang dikandung banyak,

rendemen sekitar 6 % dan apabila lebih dari satu tahun maka produktivitas akan

menjadi rendah karena tebu menjadi terlalu tua. Sutardjo (1994), menjelaskan

dalam bukunya bahwa Setelah dilakukan pemanenan maka bekas panen tersebut

akan dibakar untuk memperbaiki fisik tanah dan menghindari gangguan dari

masyarakat atau orang usil yang akan mencuri hasil panen ataupun merusak lahan.

Masa kemasakan tebu adalah suatu gejala bahwa pada akhir pertumbuhannya

(25)

kadar sukrosa tertinggi berada didalam ruas-ruas bawah dan kadar sukrosa

diruas diatasnya hamper sama tingginya. Adapun dalam proses kemasakan, di

ruas-ruas yang termuda mengandung kadar glukosa tertua, rendahnya kadar sakarosa

diruas-ruas atas berhubungan dengan belum dewasanya ruas-ruas itu. Sakarosa

adalah bahan baku yang terpenting. Semula, semasa tebu masih dalam masa

pertumbuhan, sakarosa ini merupakan hasil asimilasi daun tebu. Jadi factor -

faktor lingkungan baik yang ada dipermukaan tanah seperti iklim, maupun yang

berada dibawah tanah, besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan tebu.

Rendemen tebu adalah kadar kandungan gula didalam batang tebu yang

dinyatakan dengan persen. Bila dikatakan rendemen tebu 10 %,artinya ialah

bahwa dari 100 kg tebu yang digilingkan di Pabrik Gula akan diperoleh gula

sebanyak 10 kg. Ada 3 macam rendemen,yaitu: rendemen contoh,rendemen

sementara, dan rendemen efektif.

1. Rendemen Contoh

Rendemen ini merupakan contah yang dipakai untuk mengetahui apakah suatu

kebun tebu sudah mencapai masak optimal atau belum. Dengan kata lain

rendemen contah adalah untuk mengetahui gambaran suatu kebun tebu berapa

tingkat rendemen yang sudah ada sehingga dapat diketahui kapan kapan saat

tebang yang tepat dan kapan tanaman tebu mencapai tingkat rendemen yang

memadai.

(26)

2. Rendemen Sementara

Perhitungan ini dilaksanakan untuk menentukan bagi hasil gula,namun sifatnya

masih sementara.Hal ini untuk memenuhi ketentuan yang menginstruksikan agar

penentuan bagi hasil gula dilakukan secepatnya setelah tebu petani digiling

sehingga petani tidak menunggu terlalu lama sampai selesai giling namun

diberitahu lewat perhitungan rendemen sementara.

Cara mendapatkan rendemen sementara ini adalah dengan mengambil nira

perahan pertama tebu yang digiling untuk dianalisis di laboratorium untuk

mengetahui berapa besar rendemen sementara tersebut.

Rumus : Rendemen Sementara = Faktor Rendemen x Nilai Nira.

3. Rendemen Efektif

Rendemen efektif disebut juga rendemen nyata atau rendemen terkoreksi.

Rendemen efektif adalah rendemen hasil perhitungan setelah tebu digiling habis

dalam jangka waktu tertentu.Perhitungan rendemen efektif ini dapat dilaksanakan

dalam jangka waktu 15 hari atau disebut 1 periode giling sehingga apabila pabrik

gula mempunyai hari giling 170 hari,maka jumlah periode giling adalah 170/15 =

12 periode.Hal ini berarti terdapat 12 kali rendemen nyata/efektif yang bisa

diperhitungkan dan diberitahukan kepada petani tebu. Tebu yang digiling di suatu

pabrik gula jelas hanya sebagian kecil saja yang akan menjadi gula.Kalau 1

kuintal tebu mempunyai rendemen 10 % maka hanya 10 kg gula yang didapat dari

1 kuintal tebu tersebut.

(27)

Karena dalam sistem TRI petani menjadi pengusaha (manajer dan wiraswasta)

dalam usahatani tebu, maka petani sekaligus menghadapi berbagai masalah yang

berhubungan dengan usaha memperoleh sarana-sarana produksi yang diperlukan

yaitu bibit, pupuk, obat-obatan anti hama dan penyakit, biaya sarana produksi

tersebut, modal dari lembaga-lembaga perkreditan yang ada baik di bank-bank

Pemerintah maupun lembaga-lembaga kredit swasta.

Perbedaan yang terdapat

antara sewa tanah dan TRI adalah bahwa dalam sistem TRI lebih banyak pihak

yang terlibat, seperti sektor swasta menjadi lebih penting dalam peranannya

melakukan berbagai proses. Hal yang paling menarik dari sistem TRI itu adalah

bertambah besarnya peran pemerintah dalam penyampaian dan penerangan

peraturan pemerintah mengenai penyelenggaraan sistem TRI. Seharusnya

pekerjaan pabrik gula menjadi lebih ringan karena tugasnya semata-mata hanya

menggiling, namun pada kenyataannya justru sebaliknya pabrik gula menjadi

bagian dari pemerintah yang mempunyai tugas memberikan pengarahan, membina

petani, dan menjadi anggota terpenting pemerintah yang berhubungan dengan

TRI.

(Mubyarto, 1984).

2.2 Landasan Teori

Soekartawi (1995), menjelaskan dalam bukunya bahwa Ilmu usahatani biasanya

diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan

sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh

pendapatan yang tinggi pada waktu tertentu. Dikatakan efektif bila petani atau

produsen dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki (yang dikuasai)

sebaik-baiknya, dan dikatakan efisien bila pemanfaatan sumberdaya tersebut

(28)

melakukan analisis usahatani ini, seseorang dapat melakukannya menurut

kepentingan untuk apa analisis usahatani yang dilakukannya.

Soekartawi,dkk (1984) juga menjelaskan karena ilmu usahatani pada dasarnya

memperhatikan cara-cara petani memperoleh dan memadukan sumberdaya (lahan,

kerja, modal dan waktu pengelolaan) yang terbatas untuk mencapai tujuannya,

maka disiplin induknya ialah ilmu ekonomi.

Hal

yang

diperhatikan

dalam

usahatani

diantaranya

adalah

biaya.

Tjakrawiralaksana dan Cuhaya (1983) berpendapat, bahwa biaya adalah semua

pengeluaran, dinyatakan dengan uang, yang diperlukan untuk menghasilkan suatu

produk dalam satu periode produksi, disebut pula ongkos-ongkos yang merupakan

nilai dari seluruh pengorbanan (unsur produksi) atau input. Adapun yang

termasuk biaya ialah sarana produksi, lahan, biaya dari alat-alat produksi, tenaga

kerja dan biaya-biaya lain, termasuk sewa alat dan hewan penarik.

Teori biaya tradisional menganalisa biaya dalam kerangka waktu yang berbeda

yaitu dalam jangka pendek dan jangka panjang. Dalam jangka pendek terdapat

biaya tetap. Sedangkan dalam jangka panjang semua biaya adalah variabel seperti

halnya semua faktor juga variabel dalam kerangka waktu ini. Biaya tetap

didefenisikan sebagai biaya yang jumlahnya tidak tergantung atas besar kecilnya

kuantitas produksi yang dilaksanakan. Bahkan bila untuk sementara produksi

dihentikan biaya tetap ini harus dibayar dalam jumlah yang sama, yaitu termasuk

dalam biaya tetap ini adalah misalnya gaji tenaga administratif, penyusutan mesin,

gedung dan alat-alat lain dan keuntungan normal yang diperhitungkan sebagai

persentase tertentu dari faktor produksi tetap. Jelas bahwa sifat tetapnya biaya

(29)

ditambah atau dikurangi dalam jangka panjang. Akan tetapi dalam jangka pendek

perubahan ini tidak mungkin. Biaya variabel dapat didefenisikan sebagai biaya

yang jumlahnya berubah-ubah sesuai dengan perubahan kuantitas produk yang

dihasilkan. Makin besar kuantitas produksi, makin besar pula jumlah biaya

variabel. Yang termasuk dalam biaya variabel ini adalah biaya bahan mentah,

biaya tenaga kerja langsung dan biaya eksploitasi dalam rangka pemanfaatan

faktor tetap misalnya bahan bakar minyak, kerusakan kecil-kecil dan biaya

perawatan lain. Biaya ini mempunyai hubungan langsung dengan kuantitas

produksi. Secara matematis biaya dapat ditulis :

TC = FC + VC

Dimana :

TC

= Total Biaya

FC

= Biaya Tetap

VC

= Biaya tidak tetap

(Sudarsono, 1995).

Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan

harga jual. Pernyataan ini dapat dituliskan sebagai berikut :

TR = Y . Py

Dimana :

TR

= Total Penerimaan

Y

= Produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani

(30)

Menurut Iskandar Putong (2005), yang dimaksud dengan produksi atau

memproduksi adalah suatu usaha atau kegiatan yang menambah kegunaan (nilai

guna suatu barang. Kegunaan suatu barang akan bertambah bila memberikan

manfaat baru atau lebih dalam bentuk semula. Produktivitas berkenaan dengan

perbandingan hasil produksi dengan input.

Sedangkan pendapatan usahatani dapat kita hitung dengan mengurangi nilai

output total (penerimaan) dengan nilai total input (biaya). Sisa itu kita namakan

pendapatan pengelola atau management income. Jadi pendapatan itu jumlah yang

tersisa setelah biaya, yaitu semua nilai input untuk produksi, baik yang

benar-benar dibayar maupun yang hanya diperhitungkan, telah dikurangkan dari

penerimaan. Singkatnya adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya

Persamaan ini dapat ditulis sebagai berikut :

Pd = TR – TC

Dimana :

Pd

= Pendapatan usahatani

TR

= Total Penerimaan

TC

= Total Biaya

(31)

2.3

Kerangka Pemikiran

Hal pertama yang akan dijelaskan adalah penerapan masing-masing sistem.

Perbedaan kedua sistem ini adalah cenderung terletak pada biaya karena sistem

tanam awal merupakan tahun pertama usahatani TRI sehingga memerlukan biaya

yang cukup besar saat pra produksi, sebab jika lahan tidak sesuai akan

mempengaruhi produksi TRI, untuk masalah pengolahan yang perlu diperhatikan

adalah sarana produksi karena merupakan variabel penting yang harus

diperhatikan.

Dari hasil wawancara langsung dengan Dis.hutbun dan Salah seorang Ketua

Kelompok Tani setempat bahwa keadaan petani tebu di kedua desa ini tidak

berbeda dimana rata-rata petani TRI menggunakan lahan yang disewa dan

bekerjasama atau bermitra dengan PTP, biaya awal yang harus dibayar adalah

uang sewa sebesar 1,5 juta per tahun pada awal penggunaan lahan atau setelah

panen pada tahun berikutnya, biaya lainnya adalah biaya bibit, pupuk, tenaga

kerja dan biaya-biaya pemeliharaan lain. bibit diperoleh atau dibeli dari PTP dan

akan dihitung atau dipotong pada saat petani mendapatkan hasil dari pabrik.

Masalah yang dihadapi petani adalah lahan yang disewa dari PTP ini dianggap

kurang memuaskan karena merupakan lahan sisa atau telah dipilih, dimana yang

bagus untuk pemilik (PTP) sedangkan lahan yang kurang bagus diserahkan

kepada petani, hal ini menyebabkan petani harus mengeluarkan biaya yang besar

untuk memperbaiki lahan dan produksi tebu tahun pertama bisa kurang baik,

lahan petani juga terletak agak kedalam dan jauh dari jalan raya, sehingga pada

(32)

Pada dasarnya petani tebu di Kwala Begumit dan Kwala Bingei memiliki

kelompok tani sehingga hal ini memudahkan petani untuk memecahkan masalah

baik internal maupun eksternal antar petani. Dan memudahkan dalam

memproduksi tebu. Produksi didapatkan setelah dilakukan pemanenan baik secara

borongan maupun per kelompok tani, setelah pemanenan biasanya lahan

diistirahatkan dulu untuk menjaga kondisi fisik tanah ataupun dilakukan

pembakaran tunggul tebu yang tersisa. Tujuan lain dari pembakaran ini adalah

untuk menghindari kebakaran lahan akibat ulah orang lain.

Adapun kelompok-kelompok tani masing-masing di Desa Kwala Begumit dan

[image:32.595.111.498.400.650.2]

Desa Kwala Bingei dapat dilihat pada tebel dibawah ini :

Tabel 4. Kelompok Tani Desa Kwala Begumit Tahun 2010

No. Nama Kelompok Jumlah Anggota (orang)

Luas Lahan (Ha)

1.

Bersama

41

78.60

2.

Anugrah

31

80.20

3.

Tebu Merah

14

36.80

4.

Mulya Karya

8

16.00

5.

Tani Jaya

11

23.90

6.

Suko Beno

14

23.80

7.

Bantenan

31

41.70

Jumlah

158

314.00

Sumber : Dinas Kehutanan dan Perkebunan Langkat, 2011

dari tabel diatas dapat dilihat jumlah petani di Desa Kwala Begumit adalah

(33)
[image:33.595.113.479.113.386.2]

Tabel 5. Kelompok Tani Desa Kwala Bingei Tahun 2011

No. Nama Kelompok Jumlah Anggota (orang) Luas Lahan (Ha)

1.

Alas Samudra

24

50.80

2.

Setia Kawan

3

8.10

3.

Harapan Tani

30

23.20

4.

Mandiri

2

2.00

5.

Serba Guna

4

10.30

6.

Bantenan

18

20.10

7.

Suko Beno

8

14.50

8.

Cinta Manis

3

6.10

9

Ingin Maju

5

9.50

10.

Citra

11

24.70

11.

Gohor Jaya

26

29.70

Jumlah

136

199.00

Sumber : Dinas Kehutanan Perkebunan dan PTPN II Kwala Bingei,2011

Setelah panen petani langsung mengantarkan tebu tersebut kepada ke Pabrik Gula

Kwala Madu (PGKM) atau Pabrik Gula Sei Semayang dengan pembagian hasil

sesuai Keputusan Mentri Perkebunan 65% untuk petani dan 35% untuk pabrik,

masa penggilingan ini juga dibatasi oleh pihak pabrik yaitu dari awal Maret - 23

Juni, jika lewat dari tanggal itu maka petani tidak dapat melakukan penggilingan

dan akan menyebabkan kerugian yang besar. Adapun hasil yang diperoleh petani

bisa dalam bentuk gula 10% dan uang 90% berdasarkan kesepakatan kedua belah

pihak (informasi diperoleh dari Dis.hutbun Langkat), akan tetapi dapat juga

berupa uang 100% atau gula dijual kepabrik jika petani sedang membutuhkan

uang, uang baru dapat diterima setelah 1 atau 2 bulan masa penggilingan dan

nantinya akan diserahkan kepada ketua kelompok yang kemudian akan diserahkan

(34)

Gbr. Kerangka Pemikiran

SISTEM TANAM AWAL SISTEM KEPRASAN

Produktivitas Produktivitas

Produksi

Pendapatan

Untung / Rugi

Biaya Produksi :

Sewa Tanah

Sarana : bibit, pupuk, obat-obatan

Prasarana ; transportasi

Tenaga Kerja

penyusutan

Penerimaan

Harga

Produksi

PETANI TRI

KW. Begumit (10 thn) KW. Bingei (3 thn)

SISTEM TANAM AWAL SISTEM KEPRASAN

Produksi

Produktivitas

Harga

Penerimaan

Pendapatan

Produktivitas

Produksi

Harga

Harga

Penerimaan

Penerimaan

Pendapatan

Pendapatan

Untung / Rugi

Biaya Produksi :

Sewa Tanah

Sarana : bibit, pupuk, obat-obatan

Prasarana ; transportasi

Tenaga Kerja

penyusutan

Biaya Produksi :

Sewa Tanah

Sarana : bibit, pupuk, obat-obatan

Prasarana ; transportasi

Tenaga Kerja

penyusutan

Biaya Produksi :

Sewa Tanah

Sarana : bibit, pupuk, obat-obatan

Prasarana ; transportasi

(35)

Keterangan :

(36)

Hipotesis

1.

Ada perbedaan proses produksi TRI sistem tanam awal dengan TRI sistem

keprasan.

2.

Biaya usahatani TRI sistem tanam awal lebih besar daripada Biaya

usahatani TRI sistem keprasan dikedua desa.

3.

Produksi dan Produktivitas TRI Keprasan lebih besar daripada Produksi

dan produktivitas TRI sistem Tanam Awal dikedua desa.

4.

Pendapatan petani TRI Keprasan lebih besar daripada pendapatan TRI

(37)

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian

Daerah penelitian TRI sistem tanam awal dan keprasan dilakukan secara

purposif, yaitu di Desa Kwala Begumit dan desa Kwala Bingei Kecamatan Stabat

Kabupaten Langkat dengan pertimbangan didaerah tersebut memiliki luas lahan

TRI terbesar dan jumlah petani TRI terbanyak, disamping itu rata-rata

pengalaman bermitra petani TRI Desa Kwala Begumit lebih lama (± 10 tahun)

daripada Desa Kwala Bingei (± 3 tahun). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada

[image:37.595.156.464.411.609.2]

tabel dibawah ini.

Tabel 6. Jumlah Petani TRI Berdasarkan Desa dan Luas Lahan Tahun 2010

No.

Nama Desa

Luas Lahan

Jumlah Petani TRI

1.

Mangga

82.10

66

2.

Kwala Begumit

314.00

158

2.

Pantai Gemi

10.00

6

3.

Paya Mabar

41.70

31

4.

Karang Rejo

20.20

11

6.

Kwala Bingei

199.00

136

Sumber : Dinas Kehutanan dan Perkebunan Langkat, 2011

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa dari segi luas lahan dan jumlah petani Kwala

Begumit adalah terbesar pertama, luas lahan dan jumlah petani terbesar berikutnya

(38)

3.2 Metode Pengambilan Sampel

Teknik penentuan sampel yang digunakan adalah stratifield proportional random

sampling, teknik pengambilan sampel proporsi atau sampel imbangan ini

dilakukan untuk menyempurnakan penggunaan teknik sampel berstrata atau

sampel wilayah. Adakalanya banyaknya subjek yang terdapat pada setiap strata

atau setiap wilayah tidak sama. Oleh karena itu untuk memperoleh sampel yang

representatif, pengambilan subjek dari setiap strata atau setiap wilayah ditentukan

seimbang atau sebanding dengan banyaknya subjek dalam masing-masing strata

atau wilayah (Arikunto, 2006).

Metode Gay juga merupakan salah satu dasar penentuan jumlah sampel

tiap-tiap

strata atau wilayah pada penelitian ini, sebagaimana

Sevilla,dkk (1993) dalam

bukunya yang berjudul “ Pengantar Metode Penelitian” mengatakan bahwa Gay

(1976) menawarkan beberapa ukuran minimum yang dapat diterima berdasarkan

tipe penelitian, sebagai berikut :

1.

Penelitian deskriptif 10 % dari populasi, untuk populasi yang sangat kecil

diperlukan minimum 20%.

2.

Penelitian korelasi 30 subjek

3.

Penelitian kasual komparatif 15 subjek per kelompok

4.

Penelitian eksperimen 15 subjek per kelompok. Beberapa ahli percaya

bahwa 30 subjek per kelompok dapat dipertimbangkan sebagai ukuran

minimum.

Dalam penelitian ini dari 294 populasi petani TRI yang ada diambil 30 sampel,

Dimana Strata I petani TRI Desa Kwala Begumit Sebanyak 15 sampel dan strata

(39)

3.3. Metode Pengumpulan Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data

sekunder. Data primer diperoleh langsung dari petani dari hasil wawancara

langsung dengan daftar pertanyaan (kuisioner) yang telah dipersiapkan terlebih

dahulu sesuai dengan tujuan dan kebutuhan penelitian maupun wawancara

langsung apabila jawaban yang diberikan oleh responden belum jelas atau sebagai

tambahan informasi.

Sedangkan data sekunder merupakan data pelengkap yang diperoleh dari instansi

atau lembaga terkait seperti Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten

Langkat, Badan Pusat Statistik, Kantor Kepala Desa Kwala Begumit, Kantor

Kepala Desa Kwala Bingei, Kelompok Tani masing-masing desa serta dari

literatur yang berhubungan dengan penelitian ini.

3.4. Metode Analisis Data

Untuk identifikasi masalah (1) dianalisis dengan menggunakan metode

deskriptif

,

yaitu dilihat bagaimana penerapan sistem tanam awal dan sistem keprasan pada

TRI

Untuk idenifikasi masalah (2) dianalisis dengan menggunakan rumus sebagai

berikut :

TC = TFC +TVC

Dimana :

TC

=

Total Cost

TFC

=

Total Fixed Cost

(Total Biaya Tetap)

(40)

Untuk identifikasi masalah (3), dan (4) dianalisis dengan menggunakan metode

yang sama, yaitu dengan menggunakan uji beda rata-rata (t hitung) atau

simple

paired test

digunakan untuk membandingkan dua variabel.

Keterangan :

X

1

= Rata-rata variabel 1

X

2

= Rata-rata variabel 2

S

1

= Rata-rata standar deviasi variabel 1

S

2

= Rata-rata standar deviasi variabel 2

n

1

= Jumlah Sampel variabel 1

n

2

= Jumlah Sampel variabel 2

Kriteria uji :

t

hit

< t

tabel

H

0

diterima, H

1

ditolak

t

hit

> t

tabel

H

0

ditolak, H

1

diterima

dengan formulasi H

0

dan H

1

H

0

= U1 = U2

H

1

= U1

≠ U2

U

1

= Rata-rata variabel 1

(41)

1.5.

Defenisi dan Batasan Operasional

Untuk memperjelas dan menghindari kesalahpahaman mengenai pengertian

tentang istilah-istilah dalam penelitian, maka dibuat defenisi dan batasan

operasional sebagai berikut :

3.5.1. Defenisi

1.

Sistem adalah sekelompok bagian-bagian alat yang bekerjasama untuk

melakukan sesuatu maksud atau tujuan.

2.

Komparasi adalah menghitung perbedaan baik biaya, produksi dan

pendapatan antara tebu dengan sistem tanam awal dengan tebu system

keprasan.

3.

Tebu Rakyat Intensifikasi menurut impress No. 9 tahun 1975 yaitu

langkah-langkah yang bertujuan untuk mengalihkan pengusahaan tanaman tebu untuk

produksi gula diatas tanah sewa, menjadi diatas lahan/ tanah milik sendiri.

4.

Pendapatan adalah jumlah penerimaan yang diperoleh petani dari hasil

usahatani dikurangi biaya produksi.

5.

Produksi adalah jumlah tebu yang dihasilkan (ton) dalam satuan luas tanam

(ha).

6.

Produktivitas adalah keseimbangan antara seluruh faktor-faktor produksi

yang memberikan keluaran yang lebih banyak melalui penggunaan

sumberdaya, produktivitas berkenaan dengan sekumpulan perbandingan

antara output dengan input.

7.

Biaya Produksi adalah biaya yang dikeluarkan petani tebu dalam proses

(42)

8.

Sistem tanam awal adalah penanaman tebu tahun pertama atau dimulai dari

bibit untuk kemudian diusahakan

9.

Sistem keprasan adalah penggunaan kembali tebu setelah proses pemanenan

tahun pertama atau PC yang kemudian dibiarka tumbuh kembali setelah

sebelumnya diratakan atau dikepras.

10.

Petani adalah seseorang yang bergerak dibidang bisnis pertanian dengan cara

melakukan pengelolaan tanah dengan tujuan untuk menumbuhkan dan

memelihara tanaman, dengan harapan untuk memperoleh hasil dari tanaman

tersebut untuk digunakan sendiri ataupun menjualnya kepada orang lain.

11.

Kelompok tani adalah kumpulan petani yang tumbuh berdasarkan keakraban

dan keserasian, serta kesamaan kepentingan dalam memanfaatkan

sumberdaya pertanian untuk bekerjasama meningkatkan produktivitas

usahatani dan kesejahteraan anggotanya.

12.

Penerimaan adalah jumlah produk yang bersedia dibeli oleh konsumen pada

tingkat harga tertentu.

13.

Sampel adalah yang mewakili petani TRI sistem tanam awal dan sistem

keprasan di Desa Kwala Begumit dan Desa Kwala Bingei.

14.

Populasi adalah seluruh petani petani TRI sistem tanam awal dan sistem

keprasan di Desa Kwala Begumit dan Desa Kwala Bingei.

15.

Hipotesis adalah dugaan sementara dari dua perbandingan sistem usaha TRI

di Desa Kwala Begumit dan Kwala Bingei yang masih memerlukan

pengujian.

(43)

3.5.2. Batasan Operasional

1.

daerah penelitian adalah Desa Kwala Begumit dan Desa Kwala Bingei

sebagai daerah usahatani tebu yang menggunakan sistem tanam awal dan

sistem keprasan.

2.

Waktu penelitian adalah pada tahun 2011

3.

Sampel adalah petani TRI yang berusahatani tebu di Desa Kwala Begumit

(44)

IV. DESKRIPSI DERAH PENELITIAN

4.1 Letak dan Batas-batas Desa

Penelitian ini dilaksanakan di 2 desa, yaitu Desa Kwala Begumit dan Desa Kwala

Bingei Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat. Kecamatan Stabat terdiri dari

11desa, dengan luas wilayah 90.640 km², jumlah penduduk 83.223

jiwa dan

kepadatan penduduk 851 jiwa/km². Adapun batas-batas geografi Kecamatan

Stabat adalah sebagai berikut :

Sebela

Sebelah

Sebela

Sebelah

Adapun Kedua desa yaitu Kwala Begumit dan Kwala Bingei merupakan sampel

lokasi penelitian TRI dengan sistem tanam awal dan keprasan. Desa Kwala

memiliki batas-batas geografis sebagai berikut :

Sebelah Utara

: Desa Ara Condong

Sebelah Selatan

: Desa Suka Makmur

Sebelah Timur

: Desa Karang Rejo

(45)

Sedangkan Desa Kwala Bingei terletak di pusat ibukota stabat dan memiliki 6

lingkungan dengan batas-batas geografis sebagai berikut

Sebelah Utara

: Desa Gumit Binjai

Sebelah Selatan

: Kec. Stabat

Sebelah Timur

: Desa Sidomulyo

Sebelah Barat

: Kec. Tanjung Pura

4.2 Keadaan Penduduk

[image:45.595.146.504.452.534.2]

Penduduk desa Kwala Begumit berjumlah 6664 Jiwa dengan kepala keluarga

sebanyak 2234 KK dan Desa Kwala Bingei berjumlah 10.682 Jiwa dengan kepala

keluarga sebanyak 2866 KK, dimana berdasarkan jenis kelamin jumlah penduduk

dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 7. Jumlah Penduduk Desa Kwala Begumit dan Kwala Bingei

Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2010

Desa

Laki-Laki

Perempuan

Kwala Begumit

2.907

3.747

Kwala Bingei

5.254

5.428

Sumber : Kantor Kepala Desa Kwala Begumit dan Kwala Bingei Tahun 2011

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pada masing-masing desa jumlah penduduk

yang berjenis kelamin perempuan lebih besar dari pada penduduk dengan jenis

kelamin laki-laki. Akan tetapi untuk jumlah penduduk keseluruhan lebih besar di

Desa Kwala Bingei yaitu 10.682 jiwa daripada jumlah penduduk di Desa Kwala

Begumit dengan jumlah 6664 jiwa.

(46)

Tabel 8. Jumlah Penduduk Desa Kwala Begumit dan Kwala Bingei

Berdasarkan Umur Tahun 2010

No.

Golongan

umur (tahun)

Desa Kwala Begumit

Desa Kwala Bingei

Jumlah (orang)

%

Jumlah (orang)

%

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

0 - <1

1 - 4

5 - 6

7 - 15

16 - 21

22 – 59

> 60

471

487

262

879

982

2869

714

7.10

7.30

4.00

13.20

14.70

43.00

10.70

225

369

490

1944

2657

4386

611

2.10

3.50

4.60

18.20

24.90

41.00

5.70

Jumlah

6664

100.00

10.682

100.00

Sumber : Kantor Kepala Desa Kwala Begumit dan Kwala Bingei Tahun 2011

[image:46.595.117.511.131.412.2]
(47)

4.3 Karakter Sampel

[image:47.595.108.546.388.557.2]

Berdasarkan batasan operasional pada bab sebelumnya, adapun yang menjadi

sampel dalam penelitian ini adalah petani TRI sistem tanam awal dan keprasan

dimana lahan pertaniannya terdapat di Desa Kwala Begumit dan Kwala Bingei

sedangkan tempat tinggal petani tidak semuanya berada di Desa Kwala Begumit

ataupun Kwala Bingei. Ada beberapa karakteristik petani sampel yang perlu

diperhatikan dalam penelitian ini yang secara tidak langsung juga berpengaruh

terhadap kegiatan usahatani tebu ataupun pendapatan petani. Adapun karakteristik

petani TRI didaerah penelitian dapat dilihat pada tabel. Berikut ini :

Tabel 9. Karakteristik Sampel Petani TRI Desa Kwala Begumit dan Desa

Kwala Bingei Kecamatan Stabat Tahun 2011

No.

Uraian

Desa Kwala Begumit

Desa Kwala Bingei

Rata-rata

Range

Rata-rata

Range

1.

2.

3.

4.

Umur (Tahun)

Pendidikan (Tahun)

Jumlah Tanggungan (Jiwa)

Pengalaman Bertani (Tahun)

46.06

11,40

2,13

14,66

38-57

9-15

1-4

5-24

44,60

11,00

2,33

12,86

35-57

9-12

1-5

3-24

Sumber : Data diolah dari lampiran 1 dan 2 Tahun 2011

(48)

1.

Umur

Umur petani termasuk salah satu faktor yang berkaitan dengan kemampuan kerja

dalam melaksanakan kegiatan usahatani. Biasanya semakin tua petani maka

kemampuan kerjanya cenderung semakin menurun, sehingga biasanya petani akan

menggunakan tenaga kerja luar untuk bekerja ataupun mengusahakan tebunya.

Rata-rata umur petani sampel di Desa Kwala Begumit adalah 46,06 tahun dengan

range berkisar antara 38-57 tahun, sedangkan di Desa Kwala Bingei adalah 44,60

tahun atau 35-57 tahun. Kesimpulannya adalah umur petani sampel di Desa

Kwala Begumit dan Desa Kwala Bingei ini termasuk golongan umur yang masih

produktif atau usia bekerja.

2.

Pendidikan

(49)

3.

Jumlah Tanggungan

Anak dari petani sampel merupakan jumlah tanggungan yang harus dibiayai oleh

keluarga. Dimana jumlah tanggungan keluarga akan mempengaruhi kehidupan

ekonomi keluarga petani. Sebab jika petani tidak dapat memberikan ekonomi

yang sesuai maka anak petani tersebut tidak akan mendapatkan pendidikan yang

lebih tinggi dari petani tersebut. Rata-rata tanggungan keluarga petani sampel di

Desa Kwala Begumit adalah 2,13 jiwa dengan range 1-4 jiwa. Sedangkan rata-rata

jumlah tanggungan petani sampel di Desa Kwala Bingei adalah 2,33 jiwa dengan

range 1-5 jiwa atau lebih besar dari Desa Kwala Begumit.

4.

Pengalaman bertani

(50)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Perbedaan Penerapan Sistem Tanam Awal dan Sistem Keprasan

Yang dimaksud dengan budidaya tebu adalah upaya menciptakan kondisi fisik

lingkungan tanaman tebu, berdasarkan ketersediaan sumberdaya lahan, alat dan

tenaga yang memadai agar sesuai dengan kebutuhan pada fase pertumbuhannya,

sehingga menghasilkan produksi (gula) seperti yang diharapkan. Dewasa ini

budidaya yang efisien adalah pengelolaan tanaman tertentu yang diusahakan

menyesuaikan dengan lingkungan agroklimat (ketersediaan lahan). Karekteristik

agroklimat terdiri dari iklim, kesuburan tanah dan topografi.

Dalam budidaya tebu faktor yang perlu diperhatikan diantaranya adalah sebagai

berikut :

1.

Kesesuaian iklim

(51)

hujan 4 bulan, ketinggian tempat adalah 5-500 mdpl, desa penelitian ini memiliki

tinggi tempat 9 mdpl. Sedangkan untuk suhu sangat menentukan kecepatan

pertumbuhan tanaman tebu, sebab suhu terutama mempengaruhi pertumbuhan

menebal dan memanjang tanaman ini. Suhu optimum tanaman tebu adalah

berkisar antara 24

0

-30

0

C, dengan suhu maksimum 32

0

C, desa Kwala Begumit

memiliki suhu rata-rata harian maksimal sebesar 32

0

C sehingga masih memenuhi

syarat tumbuh tanaman tebu.

2.

Kesesuaian tanah

Tanah merupakan faktor fisik yang terpenting bagi pertumbuhan tebu. Tanaman

tebu dapat tumbuh dalam berbagai jenis tanah, namun tanah yang baik untuk

pertumbuhan tebu adalah tanah yang dapat menjamin kecukupan air yang optimal

dan tidak tergenang, sehingga tidak memerlukan drainase yang membutuhkan

biaya yang besar.

3.

Sarana dan prasarana

(52)

Dari hasil penelitian teknik budidaya TRI sistem tanam awal dan keprasan di Desa

Kwala Begumit dan Desa Kwala Bingei tidak berbeda, adapun tahap-tahapnya

adalah :

5.1.1 Teknik Budidaya TRI sistem tanam awal (PC)

1.

Pengolahan tanah

Seperti disebutkan dalam bab sebelumnya bahwa kondisi lahan merupakan

pilihan, maka tidak sedikit petani yang harus mengeluarkan biaya yang cukup

besar untuk memperbaiki kondisi fisik tanah, beberapa kegiatan yang dilakukan

petani adalah pembabatan atau pencangkulan yang bertujuan untuk memecah

tanah atau menggemburkan tanah baik secara manual ataupun mesin (traktor)

yang disewa, pembakaran jika lahan tersebut adalah bekas hutan, atau untuk

membakar sampah - sampah bekas pembabatan dan sebagainya. Untuk drinase

dibuat paret disekeliling lahan dengan lebar 6 cm dan kedalaman 70 cm.

2.

Pembibitan

(53)

3.

Penanaman

Penanaman dilakukan dengan metode penjuringan dengan lebar 50 cm

kedalaman 30 cm untuk tanah basah dan 25 cm untuk tanah kering dimana bibit

tebu diletakkan diatas tanah secara jigjag atau bagian pangkal tebu bertemu

dengan bagian ujung tebu.yang kemudian akan dicacah sepanjang 10 cm atau

dipotong-potong menjadi 2 – 3 mata tunas. Hal ini dilakukan agar tunas dapat

tumbuh dengan merata pada masing-masing bagian, perkecambahan tebu dapat

menjadi seragam serta dapat cepat tumbuh. Selanjutnya ditutup dengan tanah

(covering) harus tebal (10 – 15 cm) sehingga bibit mendapat ruang yang lebih

besar untuk tumbuh. Jika areal pertanaman kering, maka dilakukan penyiraman

dengan irigasi. biasanya bibit mulai tumbuh setelah 1 minggu.

4.

Penyisipan (penyulaman)

(54)

5.

Pemupukan I

Setelah berumur 1 bulan dilakukan pemupukan pertama, pupuk yang digunakan

adalah pupuk ZA, POSCA, dan KCL sesuai kebutuhan tanaman tetapi KCL

sangat jarang digunakan, dan ada juga penyemprotan disinsektisida dan herbisida.

Setelah pupuk ditabur merata dan ditimbun tanah, segera siram tanaman

agar`pupuk meresap kedalam tanah dan dihisap oleh akar-akar tanaman dan juga

mencegah pupuk menguap.

6.

Penyiangan

Kegiatan ini dilakukan pada saat tanaman berumur 1 ½

bulan yaitu dengan

mencabuti rumput-rumput yang tumbuh disekitar tanaman atau disebut gulma

yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman karena menyerap unsur hara yang

seharusnya diserap tanaman tebu tersebut.

7.

Pembumbunan

Pembumbunan tanah atau biasa disebut tambah tanah biasanya dilakukan pada

saat tanaman berumur 2-3 bulan dimana tanah-tanah disekitar tanaman yang keras

dipecah sehingga menjadi gembur. Dengan demikian udara dapat masuk

disela-sela butiran tanah, sehingga struktur tanah menjadi sempurna. Alat yang

digunakan untuk mengge

Gambar

Tabel 2. Produksi Perkebunan Besar Negara Tahun 1973 – 1977 (Ribu Ton)
Tabel 3.Luas Tanaman/Area (Ha) Tebu di Sumatera Utara Tahun 2006-2009
Tabel 4.  Kelompok Tani Desa Kwala Begumit Tahun 2010
Tabel 5. Kelompok Tani Desa Kwala Bingei Tahun 2011
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sejalan dengan pembahasan di atas, permasalahan umum yang diajukan dalam penelitian ini adalah : bagaimana pengaruh penggunaan metode demonstrasi terhadap

32.Gaya tarik bumi yang menyebabkan benda tidak jatuh meskipun bumi berotasi disebut .... 33.Sebutkan paling tidak 5 Planet-planet yang ada pada Tata Surya yang

Jika ukuran kotak mainan tersebut panjang = 40 cm, lebar = 24 cm, dan tinggi 20 cm, maka luas triplek yang diperlukan untuk membuat kotak mainan tersebut adalah. Atap

(peran domestik), sebagai perempuan yang bekerja (peran publik). Faktor – faktor yang menimbulkan konflik peran

[r]

- Pembinaan dan penyelenggaraan pemerintahan di kecamatan, kelurahan dan desa dan masyarakat (koordinasi, bimbingan, supervisi.. dan konsultasi, perencanaan, penelitian,

Indah Mayang Sari P

Bagi kode RDF yang tidak menggunakan node kosong misalnya pada contoh RDF Standar, maka pencarian informasi dapat dilakukan cukup dengan menggunakan kueri