BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kehidupan manusia terus berkembang sesuai dengan tahapan perkembanganya. Mulai dari masa prenatal yaitu masa ketika berada didalam kandungan, bayi, anak-anak, remaja, dewasa, dan lansia. Setiap fase memiliki tugas-tugas perkembangan tertentu yang harus dijalankan oleh tiap individu.
Ketika memasuki masa tua, sebagian lanjut usia (lansia) dapat menjalaninya dengan bahagia, namun tidak sedikit dari mereka yang mengalami hal sebaliknya, masa tua dijalani dengan rasa ketidakbahagiaan, sehingga menyebabkan rasa ketidaknyamanan. Usia tua merupakan periode penutup dalam rentang hidup seseorang, yaitu suatu periode di mana seseorang telah “beranjak jauh” dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan, atau beranjak dari waktu yang penuh dengan manfaat (Hurlock, 1999;380).
Individu dibekali dengan kondisi fisik dan jiwa yang sehat pada masa awal perkembanganya. Sejalan dengan bertambahnya usia semakin lama kondisi tersebut semakin menurun. Proses menua (lansia) adalah proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling ber interaksi satu sama lain. Keadaan itu cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa secara khusus pada lansia. Usia lanjut ditandai dengan perubahan fisik dan psikologis tertentu. Efek-efek tersebut menentukan lansia dalam melakukan penyesuaian diri secara baik atau buruk, akan tetapi ciri-ciri usia lanjut cenderung menuju dan membawa penyesuaian diri yang buruk daripada yang baik dan kepada kesengsaraan daripada kebahagiaan, itulah sebabnya usia lanjut lebih rentan dari usia madya (Hurlock, 1999:380).
aktivitas-aktivitas kehidupannya. Belum lagi berbagai penyakit degeneratif yang menyertai keadaan lansia membuat mereka memerlukan perhatian ekstra dari orang-orang disekelilingnya.
Mengingat kondisi yang semakin menurun dan terbatas lansia membutuhkan kasih sayang dan perawatan yang lebih dari keluarganya dibandingkan pada tahun-tahun sebelumnya. Dimana lansia berharap akan menjalani hidup dengan tenang, damai, serta menikmati masa pensiun bersama anak dan cucu tercinta dengan penuh kasih sayang, namun keadaan seringkali tidak sesuai dengan apa yang diharapkan lansia. Merawat lansia tidak hanya terbatas pada perawatan kesehatan fisik saja namun juga pada faktor psikologis dan sosiologis. Perlu diingat bahwa kualitas hidup lansia terus menurun seiring dengan semakin bertambahnya usia. Penurunan kapasitas mental, perubahan peran sosial, dementia (kepikunan), juga depresi yang sering diderita oleh lansia ikut memperburuk kondisi mereka.
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa yang terkumpul dan tinggal disuatu tempat dibawah atap dalam keadaan saling ketergantungan (Friedman, 1998), dukungan keluarga merupakan suatu proses hubungan antar anggota keluarga dengan adanya hubungan timbal balik, umpan balik dan keterlibatan emosional. Dukungan keluarga dapat memberikan kekuatan satu sama lain dan kemampuan anggota keluarga menciptakan suasana saling memiliki, untuk memenuhi kebutuhan pada perkembangan keluarga usia lanjut.
menyedihkan. Dalam konteks ke-Indonesian pada umumnya lanjut usia seringkali menghayati penempatan mereka di panti sebagai bentuk pengasingan dan pemisahan dari perasaan kehangatan yang terdapat dalam keluarga, apalagi lansia yang masih punya anak dengan kondisi hidup berkecukupan. Nilai-nilai seperti anak harus berbakti pada kedua orang tua yang masih kuat mengakar pada masyarakat, menjadi beban tersendiri bagi lanjut usia untuk melepaskan ketergantungan dari anak-anaknya. perasaan-perasaan negatif akan muncul dalam benak lansia, perasaan kecewa, tidak dihargai, sedih, dendam, marah dan sebagainya.
Penelitian yang berhubungan dengan penduduk lansia telah banyak dilakukan, diantaranya adalah penelitian Siti Partini (1997) yang menyimpulkan bahwa dari hasil wawancara secara mendalam kepada para lansia, 90 % dari informan menyatakan keinginannya untuk bertempat tinggal di rumah sendiri, bukan di rumah anaknya atau dipanti jompo. Penelitian lain yang dilakukan oleh BKKBN (1999) menyimpulkan bahwa pada 1990 orang tua yang tinggal dengan anak dan menantu sebanyak 1, 04 %, sedangkan pada tahun 1999 menurun menjadi 0,12 %. Hal ini menunjukkan bahwa budaya keluarga batih mulai berkurang, padahal hubungan keluarga memberikan kenyamanan bagi lanjut usia.
Seperti saat ini era globalisasi menuntut banyak perhatian serta tenaga untuk berproduksi, sehingga anak-anak yang sibuk bekerja dan mempunyai orang tua lanjut usia tidak punya waktu cukup untuk mengurusi orang tuanya. Sehingga menitipkan orang tua mereka di Panti Jompo yang dianggap bisa memenuhi kebutuhan orang tuanya. Lansia yang tinggal di Panti Jompo mempunyai lingkungan yang berbeda dengan lansia yang tinggal di rumah sendiri atau tinggal dengan keluarga. Sikap masyarakat atau lingkungan terhadap lansia yang banyak mempengaruhi harga diri mereka (http://creasoft.kompas.com/2011/04/15/lansia/).
dalam UU No. 12 Tahun.1996 (Direktorat Jenderal, Departemen hukum dan HAM).
Keputusan keluarga untuk menempatkan orang lanjut usia di Panti jompo belum tentu dapat diterima oleh lansia tersebut. Mereka mungkin saja merasa terbuang, tidak dibutuhkan lagi, terisolasi, dan kehilangan orang-orang yang dicintai. Selain itu Panti jompo merupakan tempat yang relatif asing bagi lansia jika dibandingkan dengan tinggal di rumah sendiri bersama keluarganya. Karena menurut mereka, tempat yang terbaik adalah di rumahnya sendiri atau di rumah keluarganya, karena mereka masih dapat dijadikan simbol kejayaan keluarga besarnya, dihormati, dihargai, dijunjung tinggi dan diberikan peranan. Namun, tidak semua lansia berada di panti jompo dikarenakan perubahan sistem nilai akan tetapi meningkatnya usia harapan hidup, keinginan pribadi lansia yang lebih memilih tinggal di panti jompo merupakan alasan lansia umtuk berpisah dari keluarga mereka.
Penempatan lansia di panti jompo menuntut lansia untuk lebih mandiri, dan bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri seiring dengan kemunduran yang mereka alami. Saat kemunduran terus terjadi pada lansia baik secara fisik dan psikologis, lansia yang tinggal di panti jauh dari keluarga, teman dan lingkungan yang akrab,mereka dituntut untuk menyesuaikan diri dan bertahan dengan kehidupan panti yang terkadang bersahabat terkadang tidak. Akan tetapi dilihat dari uraian diatas banyak lansia yang ingin tinggal bersama keluarga mereka, akan tetapi bukan jaminan juga kalau tinggal bersama keluarga akan menjadi lebih baik, dilihat dari fenomena bahwa orang madya sekarang merasa tidak ingin direpotka oleh lansia. Meskipun lansia diajak tinggal bersama keluarga belum tentu mereka memberikan perawatan intensif pada lansia mereka.
tersebut diperlukan oleh lanjut usia agar dapat mandiri. Selain itu kemampuan berpikir positif menerima keadaan, bertahan dan menyesuaikan diri sangat dibutuhkan untuk memperoleh kebahagiaan dan kepuasan serta mengurangi perasaan negatif yang muncul akibat kehidupan di panti atau tinggal bersama keluarga yang dianggap tidak menyenangkan karena menghadapi masa lansia. Kemampuan tersebut dapat dicapai individu yang sehat secara psikologis. Individu yang sehat disini adalah individu yang sehat secara psikologis kesejahteraan psikologi dapat disebut juga psychological well-being.
Psychological well-being penting untuk dilakukan karena nilai positif dari kesehatan mental yang ada di dalamnya membuat seseorang dapat mengidentifikasi apa yang hilang dalam hidupnya (Ryff, 1995). Kebahagian yang dialami setiap individu itu bersifat subjektif karena setiap individu memiliki tolak ukur kebahagiaan yang berbeda-beda setiap individu juga memiliki faktor yang berbeda sehingga mendatangkan kebahagiaan yang diinginkannya sendiri. Hal ini didukung oleh beberapa hasil penelitian (Akhtar, 2009) yang menyatakan bahwa psychological well being dapat membantu lansia untuk menumbuhkan emosi
positif, merasakan kepuasan hidup dan kebahagiaan, mengurangi kecendrungan mereka untuk berprilaku negatif.
Kebahagiaan dan kesejahteraan lansia itu berbeda-beda, salah satu hal yang membedakanya adalah tempat tinggal lansia. Psychological well-being mempunyai konsep yang mengacu pada pengalaman dan fungsi psikologis yang optimal (Ryan & Decy, 2001). Menurut pandangan hedonic adalah well being tersusun atas kebahagiaan subjektif dan berfokus pada pengalaman yang mendatangkan kenikmatan. Kesejahteraan psikologis dapat ditandai dengan diperolehnya kebahagiaan, kepuasan hidup dan tidak adanya gejala-gejala depresi (Ryff, 1995). Menurut Bradburn, dkk (dalam Ryff, 1989) kebahagian (hapiness) merupakan hasil dari kesejahteraan psikologis dan merupakan tujuan tertinggi yang ingin dicapai oleh setiap manusia.
Ryff (1995) pondasi untuk diperolehnya kesejahteraan psikologis adalah Individu yang secara psikologis dapat berfungsi secara positif (positive psychological functioning). Adapun komponen individu yang mempunyai fungsi
lain, Otonomi, Memiliki tujuan hidup, dan Mempunyai kemampuan dalam penguasaan terhadap lingkungannya.
Sedangkan Hurlock (1991) menyebutkan bahwa psychological well being atau kebahagiaan pada lansia tergantung dipenuhi atau tidaknya “tiga A” yaitu acceptance (penerimaan), affection (kasih sayang), dan achievement (pencapaian). Apabila seseorang lansia tidak dapat memenuhi “tiga A” tersebut maka akan sulit baginya untuk dapat mencapai kebahagiaan.
Penelitian terdahulu (Nezhar,2005) menyatakan bahwa hasil penelitian menunjukkan tidak semua lansia dipanti jompo subyek penelitian memiliki psychological well being yang cukup baik. Hal tersebut dikarenakan beberapa
faktor yaitu dukungan sosial, faktor ekonomi, religiusitas dan kepribadian. Adapun subyek yang memiliki psychological well being yang baik adalah mereka yang tinggi pada dimensi hubungan positif dengan orang lain, penguasaan terhadap lingkungan, dan pengembangan diri. Sedangkan subyek yang psychological well being buruk mereka cenderung memiliki dimensi negative
pada dimensi hubungan positif dengan orang lain, panguasaan terhadap lingkungan dan pengembangan diri.
Selain melihat dari dimensi psychological well being juga dapat dilihat dari faktor-faktor pendukungnya seperti status sosial, dukungan keluarga dan religiusitas serta kepribadiaan. Mereka yang memiliki psychological well being adalah mereka yang masih merasa didukung oleh keluarga, masih sering berhubungan dengan keluarga, kemudian mereka juga memiliki status sosial yang baik, rajin melaksanakan ibadah dan semakin mendekat dengan Tuhan serta memiliki pribadi yang positif, yaitu terbuka dengan penglaman baru dan sebagainya. Sebaliknya pada subyek yang psikological well beingya cenderung kearah negative adalah mereka yang jarang dikunjungi dan bahkan merasa tidak mendapat dukungan keluarganya, serta merasa tidak memiliki apa-apa lagi dan merasa status sosialnya rendah, jarang beribadah dan memiliki pribadi yang negative yaitu sulit bergaul dan membuka diri dengan orang lain.
lansia mengeluh tentang ketidakberdayaan mengendalikan air seninya, jauh dari keluarga dan sekarang tinggal bersama para lansia yang sama-sama tidak berdayannya, lansia penghuni panti sejak tahun 2009, Ia masuk panti karena mengalami stroke dan atas rekomendasi dari Mayor panti terdahulu yang merupakan rekan kerjanya. subyek ini terkenal pendiam dan jarang berinteraksi dengan teman-temannya. Setiap pagi subyek hanya duduk duduk dengan teman sekamar di depan kamar hingga menjelang makan siang. Lansia ini kalau berjalan harus merambat berpegangan dinding, waktu itu lansia buang air kecil di celana dan langsung dimarahin oleh perawatnya dan nenek itu berjalan tertatih sambil pegangan dinding menuju kamar mandi. Hal ini membuat lansia terlihat takut dan merasa bersalah pada perawat di panti. Lansia ini terkadang mencari-cari anaknya yang tidak datang menjenguk dan juga lansia sangat ingin melihat cucunya. Hal ini hanyalah salah satu potret kehidupan lansia yang menghabiskan sisa umurnya di panti jompo. Namun tidak semua lansia disana demikian karena lansia di panti jompo ada beberapa lansia yang mampu mengisi kesepian mereka dengan hal-hal yang lebih positif seperti membantu teman sekamarnya, bercerita tentang pengalaman, menghabiskan waktu dengan membaca, dan lain sebagainya.
Maka dari uraian tersebut memunculkan masalah yang ingin dikaji oleh peneliti ingin mengetahui apa ada perbedaan psychological well being pada lansia yang tinggal di panti jompo dengan yang tinggal bersama keluarga yang bisa memberika sedikit informasi bagaimana keadaan para lansia yang tinggal ditempat yang berbeda.
B. RUMUSAN MASALAH
Apakah ada perbedaan psychological well being antara lansia yang tinggal di panti jompo dengan yang tinggal bersama keluarga.
C. TUJUAN
Untuk mengetahui apakah ada perbedaan psychological well being pada lansia yang tinggal di panti jompo dengan yang tinggal bersama keluarga.
D. MANFAAT PENELITIAN
Adapun manfaat yang diharapkan dengan dilakukannya penelitian ini, adalah: 1. Manfaat teoritis
a. Memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu psikologi klinis dan psikologi positif , terutama yang terkait dengan pengetahuan tentang lansia dan psychological well being.
b. Dapat mendukung kajian psikologi positif secara ilmiah, terutama yang berkaitan dengan lansia dan psychological well being.
2. Manfaat praktis
a. Diharapkan dapat memberikan pemahaman pschological well being sehingga dapat mengoptimalkan segala potensi dalam hidup individu.
b. Diharapkan dapat memberikan sebuah informasi mengenai perbedaan psychological well being pada lansia yang tinggal di panti dengan yang
tinggal bersama keluarga sehingga dapat mengarahkan pada para keluarga untuk membangun emosi positif, pikiran yang positif dan prilaku positif dalam menghadapi lansianya.
PERBEDAAN
PSYCHOLOGICAL WELL BEING
ANTARA
LANSIA TINGGGAL DI PANTI JOMPO DENGAN LANSIA
BERSAMA KELUARGA
SKRIPSI
Oleh:
Marita Firodiyah
08810262
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
i
PERBEDAAN
PSYCHOLOGICAL WELL BEING
ANTARA LANSIA
TINGGGAL DI PANTI JOMPO DENGAN LANSIA BERSAMA
KELUARGA
SKRIPSI
Diajukan kepada Universitas Muhammadiyah Malang
Sebagai salah satu persyaratan memperoleh
Gelar Sarjana Psikologi
Oleh:
Marita Firodiyah
08810262
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2012
ii
1. Judul Skripsi : Perbedaan Psychological Well Being antara
Lansia di Panti Jompo dengan Lansia Bersama Keluarga 2. Nama Peneliti : Marita Firodiyah
3. Tempat, Tanggal Lahir : Gresik, 04 Maret 1990 4. NIM : 08810262
5. Fakultas : Psikologi
6. Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Malang 7. Waktu Penelitian : 26 Mei-9 juni 2012
8. Tanggal Ujian : 03 Agustus 2012
Malang, 3 Agustus 2012
Pembimbing I Pembimbing II
iii
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi ini telah diuji oleh dewan penguji Pada tanggal 3 Agustus 2012
Dewan Penguji
Ketua Penguji : Dr. Latipun, M.Kes ( )
Anggota Penguji : Zainul Anwar, S.Psi, M.Psi ( )
Yuni Nurhamida, S.Psi, M.Si ( )
Diana Savitri H., S.Psi, M.Psi ( )
Mengesahkan, Dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang
iv
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Marita Firodiyah
Tempat, Tanggal Lahir : Gresik, 04 Maret 1990
NIM : 08810262
Fakultas : Psikologi
Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Malang
Menyatakan bahwa karya ilmiah (skripsi) dengan judul:
Perbedaan Psychological Well Being antara Lansia di Panti Jompo dengan Lansia Bersama Keluarga
1. Adalah bukan karya tulis ilmiah orang lain, baik sebagian ataupun seluruhnya, kecuali dalam bentuk kutipan yang telah saya sebutkan sumbernya.
2. Hasil tulisan karya ilmiah/skripsi dari penelitian yang saya lakukan merupakan Hak bebas Royalti non ekslusif, apabila digunakan sebagai sumber pustaka
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila pernyataan ini tidak benar, saya bersedia mendapatkan sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Mengetahui, Malang, 3 Agustus 2012
Ketua Program Studi Yang Menyatakan,
v
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam dan Dengan mengucap syukur
Alhamdulillah atas rahmat NYA Serta shalawat dan salam untuk sang idola Rasulullah
Muhammad SAW sehingga saya mampu menyelesaikan studi ini serta memperoleh hasil yang
diharapkan. Hasil studi dan gelar ini saya persembahkan untuk Ayah dan Ibuku tercinta
yang selalu mendidik, memberikan kasih sayang, nasehat serta supportnya sehingga saya
mampu berjuang demi mencapai cita-cita dan masa depan yang lebih baik
Penelitian dengan judul “Perbedaan Psychological Well Being antara Lansia di Panti Jompo dengan Lansia Bersama Keluarga” dibuat sebagai salah satu persyaratan menyelesaikan studi tingkat strata satu (S-1) di Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang.
Penulis menyadari bahwa kelancaran penyusunan penelitian ini tidak lepas dari dukungan, bantuan dan dukungan semua pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada :
1. Dra. Cahyaning Suryaningrum, M.Si selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang.
2. Dr. Latipun, M.Kes selaku dosen pembimbing I atas dorongan, nasehat dan masukan yang sangat berarti dalam penulisan skripsi ini.
3. Zainul Anwar, S.Psi, M.Psi selaku dosen pembimbing II atas bimbingan dan saran-saran selama penyusunan skripsi ini.
4. Pimpinan Panti Wreda Usia Tresno Mukti dan atas kerjasama dan bantuannya dalam kelancaran penelitian ini.
5. Bapak dan Ibuku, terimakasih atas cinta, kasih sayang, doa, semangat dan kepercayaan yang diberikan. Karya ini saya persembahkan sebagai hadiah kecil dan tanda cintaku kepada Bapak dan Ibu.
vi
7. Buat adikku semangat jangan lupa pesan Ibu, buat beliau selalu bangga pada kita, semoga ini bisa menjadi sedikit panutan.
8. Teman-teman ku tersayang dan semua anak kls D angkatan 08 yang tidak bisa disebutin satu-satu.. I love n Miss u all.
9. semua dosen & staf fakultas psikologi yang telah membantu penulis menyelesaikan skripsi ini, karena keterbatasan sehingga tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. saran dan kritik sangat penulis harapkan untuk kebaikan bersama. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi kita semua
Malang, 3 Agustus 2012
Penulis
vii A. Psychological Well-Being ... 10
B. Lansia ... 18
C. Panti Jompo dan Keluarga ... 23
D. Perbedaan Psychological Well-Being antara Lansia tinggaldi Panti Jompo dengan yang tinggal Bersama Keluarga ... 26
E. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 28
F. Hipotesis ... 29
BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian ... 30
B. Variabel dan Definisi Operasional ... 30
C. Subjek Penelitian ... 31
D. Jenis Data dan Metode Pengumpul Data ... 32
E. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 33
F. Prosedur Penelitian ... 33
G. Teknik Analisa Data ... 34
viii
B. Analisa Data ... 36 C. Pembahasan ... 38 BAB V PENUTUP
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Deskripsi Subjek Penelitian Lansia ……….. 35
Tabel 4.2 Deskripsi Psychological Well being pada Lansia ………. 36
Tabel 4.3 Hasil Analisa Uji t-test ………... 37
x
DAFTAR LAMPIRAN
Blue Print Skala Try Out Psychological Well Being... 46
Skala Try Out Psychological Well Being ………. 47
Data try out skala Psychological Well Being ……… 51
Validitas dan reliabilitas data try out ……….. 52
Skala penelitian Psychological Well Being ………63
Data penelitian ... 67
Hasil analisis uji t-test ……….. 69
xi
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, S. (2010). Metode penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
. (2009). Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
. (2009). Reliabilitas dan validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Halim, D. K. (2008). Psikologi lingkungan perkotaan. Jakarta: Bumi Aksara.
Hurlock, E.B. (1999). Psikologi perkembangan, suatu pendekatan sepanjang rentang
kehidupan. Jakarta: Erlangga.
Hauser, R. M., Springer, K. W., and Pudrovska, T. (2005). Temporal structures of
psychological well-being: continuity or Change?. University of
Wisconsin-Madison: Center for Demography of Health and Aging.
Kerlinger, F. N. (2000). Asas-asas penelitian behaviour-third edition. Yogyakarta: UGM.
Melo, Rita. (2008). Generativity and subjective well-being in active midlife and older adults.
European masters programme of gerontology masters Thesis: San Frasncisco State
University.
Nezar, Reshma. 2009. Psychological well being pada lansia di panti jompo. Skripsi. Malang:
Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang.
Papalia, D. E., Olds, S. W., and Feldman, R. D. (2009). Human development edisi 10.
Jakarta: Salemba Humanika.
Ryff, C. D., and Keyes, C. L. M. (1995). The structure of psychological well-being revisited.
Journal of personality and social psychology. 4,719-727.
Ryff, D.C. (1989). Happiness is everything, or is it? Exsploration on the meaning of
psychological well-being. Journal of personality and social psychology.
57.1069-1081.
Santrock, J. W. (2002). Life-span development, perkembangan masa hidup (Jilid Dua).
xii
Partini, Siti. (2006). Pengembangan modul resosialisasi budaya jawa, laporan penelitian.
Yogyakarta: DPPM.
Sugiyono. (2011). Metode penelitian kuantitatif dan kualitatif. Bandung : Alfabeta.
Snyder, C. R., and Lopes, S. J. (2002). Handbook of positive psychology. New York: Oxford
University Press.
Springer, K. W., and Hauser, R. M. (2002). An assessment of the construct validity of Ryff’s
scales of psychological well-being: method, mode, and measurement effects.
Social science research 35: 1080–1102.
Winarsunu, T. (2009). Statistik, dalam penelitian psikologi & pendidikan. Malang: UMM