• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi Dan Strategi Pengembangan Pertanian Periurban Di Kabupaten Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Potensi Dan Strategi Pengembangan Pertanian Periurban Di Kabupaten Bogor"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

POTENSI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN PERTANIAN

PERIURBAN DI KABUPATEN BOGOR

HERWITA ANDRIAMASARI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa penelitian berjudul “Potensi dan Strategi Pengembangan Pertanian Periurban di Kabupaten Bogor” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi baik yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2015 Herwita Andriamasari NIM A451120011

(4)

RINGKASAN

HERWITA ANDRIAMASARI. Potensi dan Strategi Pengembangan Pertanian Periurban di Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh WAHJU QAMARA MUGNISJAH dan ARIS MUNANDAR.

Kabupaten Bogor merupakan bagian dari kesatuan wilayah mega-city Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi) yang terkena dampak perkembangan kota secara langsung. Dampak ini ditandai dengan perubahan lahan, salah satunya pertanian. Terdapat trend baru dalam pengembangan pertanian di dunia, dengan menganalisis potensi produksi pangan di kota-kota besar dengan mengintegrasikan kebijakan dan program penggunaan lahan serta mengelola sumber daya alam dan perubahan lanskap pedesaan di area metropolitan. Pertanian yang dilakukan secara konvensional menyebabkan pertanian tidak difungsikan secara optimal sehingga dapat dengan mudah dikalahkan oleh sektor lain dan terkonversi. Pertanian multifungsi menjadi suatu paradigma baru yang muncul saat ini sebagai cara yang cocok untuk mempertahankan lahan pertanian yang tersisa dan mengembangkan pertanian tersebut.

Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi tipologi wilayah yang mengalami urbanisasi, menganalisis dinamika perubahan lahan pertanian di Kabupaten Bogor dan kesesuaiannya terhadap RTRW Kabupaten Bogor tahun 2005—2025, dan menganalisis potensi pengembangan pertanian perkotaan dengan penerapan multifungsi. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan penginderaan jauh, GIS, dan AHP.

Hasil analisis menunjukan bahwa Kabupaten Bogor secara umum memiliki tipologi wilayah periurban, dari 40 kecamatan yang dimilikinya, 34 kecamatan termasuk ke tipologi PU_1 dan 5 kecamatan termasuk ke tipologi PU_2. Dinamika perubahan lahan pertanian dominan terjadi pada tipe PU_1 yang pada awalnya (tahun 1999) berupa hutan kemudian berubah menjadi lahan pertanian kebun pada tahun 2006, lalu pada tahun 2014 sebagian berubah menjadi lahan kosong dan lahan terbangun, sebagian lagi tetap menjadi lahan pertanian kebun. Ketidaksesuaian penutupan lahan pertanian aktual tahun 2014 dengan RTRW 2005—2025 adalah rata-rata < 30 persen, di antaranya, berupa badan air, lahan terbangun, lahan kosong, dan hutan. Rekomendasi utama dari alternatif pengembangan pertanian multifungsi adalah dengan pengembangan pertanian ramah lingkungan dengan strategi utama sebagai penyediaan lapangan pekerjaan dan pangan. Implementasinya dengan cara peningkatan pengetahuan sumber daya petani melalui peningkatan pendidikan, pelatihan, demplot, dan kegiatan-kegiatan lapang yang bersifat meningkatkan keterampilan petani dalam memahami pertanian ramah lingkungan dan menguasai teknologi-teknologi di dalam sistem pertanian yang ramah lingkungan.

(5)

SUMMARY

HERWITA ANDRIAMASARI. Potency and Strategic Development of Peri-urban Agriculture in Kabupaten Bogor. Supervised by WAHJU QAMARA MUGNISJAH and ARIS MUNANDAR.

Bogor District is one of the peri-urban areas of Jakarta Greater Area (Jabodetabek) which is directly affected by its development as one of the world’s mega-city. This impact is marked by land use changes in Bogor District, where the agricultural land has experienced significant changes. There is a growing new trend of studies internationally for analyzing the potential of food production in cities by exploring the implications for land use policies and programs, management of natural resources and changes in rural landscapes in a metropolitan area. Conventional agriculture does not optimally functioned so that it can be easily defeated by other sectors and converted. Multifunctional agriculture is a new paradigm that emerged at this time that is suitable way to retain the remaining agricultural land and develop it.

This study aims to identify the typology of urbanized areas, analyzing the dynamics change of agricultural land in Bogor District and its suitability to Bogor District Spatial Planning (RTRW) of 2005—2025, and also analyzing the potential development of urban agriculture with a multifunctional application. This research was conducted by using remote sensing, geographycal information system and analytical hierarchy process.

The analysis results showed that Bogor Distict generally have a typology of peri-urban area, from its 40 districts, 34 districts is PU_1 which means the typology to peri-urban area with a high density area, while five districts is typology to PU_2 with a low density area. Dynamics changes in the dominant agricultural land scattered in Bogor District type PU_1 initially (in 1999) in the form of the forest and then turned into mix garden in 2006, then in 2014 partly turned into bare land and built up area, some agricultural land remains mix garden. The suitability between actual agricultural land in 2014 with the Bogor District Spatial Planning (RTRW) of 2005—2025 is average of <30 percent. There are water body, built up area, bare land, and forests. The main recommendation of the alternative development of multifunctional agriculture is environmentally friendly agriculture with a major strategy as providing employment and food. Implementation by increasing farmers through increased education, training, demonstration plots and field activities that are improving farmers' skills in understanding and mastering environmentally friendly farming technologies.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

POTENSI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN PERTANIAN

PERIURBAN DI KABUPATEN BOGOR

HERWITA ANDRIAMASARI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015 Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

Pada

(8)
(9)

Judul Tesis : Potensi dan Strategi Pengembangan Pertanian Periurban di Kabupaten Bogor

Nama : Herwita Andriamasari

NIM : A451120011

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Wahju Qamara Mugnisjah, M.Agr. Ketua

Dr. Ir. Aris Munandar, M.Si. Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Arsitektur Lanskap

Dr. Ir. Nizar Nasrullah, M.Agr.

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.

(10)
(11)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah subhanahuwata’ala yang telah memberi kekuatan dan hidayah sehingga penelitian ini dapat diselesaikan. Penelitian dengan judul “Potensi dan Strategi Pengembangan Pertanian Periurban di Kabupaten Bogor” dipilih karena terdorong oleh keinginan penulis untuk dapat memberikan kontribusi kepada Kabupaten Bogor.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Wahju Qamara Mugnisjah, M.Agr. dan Dr. Ir. Aris Munadar, M.Si. yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama kegiatan penyusunan tesis ini. Di samping itu, penulis menyampaikan terima kasih juga kepada Dr. Ir. Alinda F. M. Zain, M.Si dan Dr. Ir. Syartinilia Wijaya M.Si selaku dosen penguji atas kritik dan saran serta Dr. Ir. Nizar Nasrullah, M.Agr selaku Ketua Program Arsitektur Lanskap atas semangat dan dukungannya. Penulis mengucapkan terima kasih juga kepada rekan-rekan Pascasarjana Arsitektur Lanskap 2012, rekan-rekan peneliti dan sekretariat Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah (P4W)-LPPM IPB yang telah memberikan dorongan yang tulus baik moral maupun material. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Galuh Syahbana Indraprahasta, ST., M.Si, Raihana Janna Az Zahra, Halimah Janna Khairunniswah, mama Sawiherti, SH., mama Dr. Iin Siti Djunaedah, dan papa Dr. Endhay Kusnendar serta keluarga atas cinta, doa, semangat, dan dukungannya.

Penulis menyadari dengan semua keterbatasan yang dimiliki penulis yang masih rendah sehingga pembuatan karya ilmiah ini masih terdapat banyak kekurangan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL iii

DAFTAR GAMBAR iii

DAFTAR LAMPIRAN iv

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1!

Perumusan Masalah 3!

Tujuan Penelitian 3!

Manfaat Penelitian 3!

Ruang Lingkup 4!

2 TINJAUAN PUSTAKA 5

Pertanian Perkotaan 5!

Sistem Informasi Geografis dan Penginderaan Jauh 6!

Pertanian Multifungsi 7!

Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) 10!

3 METODE 15

Lokasi dan Waktu Penelitian 15!

Metode 15!

Identifikasi karakteristik tipologi wilayah yang mengalami urbanisasi 17 Identifikasi dinamika perubahan lahan pertanian 18 Penyusunan strategi pengembangan pertanian multifungsi 19

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 20

Kondisi Umum 20!

Karakteristik Penutupan Lahan dan Pertanian 23!

Karakteristik penutupan lahan tahun 1999 23

Karakteristik penutupan lahan tahun 2006 23

Karakteristik penutupan lahan tahun 2014 24

Pertanian 26

Tipologi Wilayah yang Mengalami Urbanisasi 27!

Analisis Dinamika Perubahan Lahan Pertanian dan Kesesuaiannya terhadap

RTRW Kabupaten Bogor tahun 2005-2025 31!

Analisis dan Kendala Pengembangan Pertanian Periurban 40! Rekomendasi Pengembangan Pertanian Perkotaan dengan Penerapan

Pertanian Multifungsi 45!

Komponen ekonomi umum 46

Komponen sosial umum 47

Komponen ekologi umum 48

(13)

DAFTAR ISI (lanjutan)

5 SIMPULAN DAN SARAN 55

Simpulan 55!

Saran 55!

DAFTAR PUSTAKA 56

GLOSARIUM 59

LAMPIRAN 61

RIWAYAT HIDUP 75

DAFTAR TABEL

1. Data yang digunakan dalam penelitian 16

2. Kriteria deliniasi urban, peri-urban, dan rural (Zasada et al. 2013) 18!

3. Keadaan cuaca di Kabupaten Bogor tahun 2012 21!

4. Jumlah penduduk menurut kecamatan di Kabupaten Bogor tahun 2012 21! 5. Luas area penutupan lahan di Kabupaten Bogor tahun 2014 26! 6. Tipologi per Kecamatan menurut Zasada et al. (2013) 28! 7. Dinamika penutupan lahan pertanian secara detil di Kabupaten Bogor

Tahun 1999, 2006, dan 2014 35!

8. Evaluasi kesesuaian RTRW Kabupaten Bogor 2005—2025 dengan penutupan lahan pertanian Kabupaten Bogor tahun 2014 39! 9. Evaluasi ketidaksesuaian RTRW Kabupaten Bogor 2005—2025 dengan

penutupan lahan pertanian Kabupaten Bogor tahun 2014 39! 10. Keragaan pertanian periurban di Kabupaten Bogor 41! 11. Rekomendasi pengembangan pertanian multifungsi di Kabupaten Bogor 49!

!

DAFTAR GAMBAR

1. Kerangka pemikiran 4!

2. Struktur hierarki yang complete 12!

3. Struktur hierarki yang incomplete 13!

4. Lokasi penelitian 15!

5. Bagan alur penelitian 17!

6. Hierarki AHP 19!

7. Penutupan lahan di Kabupaten Bogor tahun 1999 23! 8. Penutupan lahan di Kabupaten Bogor tahun 2006 24! 9. Penutupan lahan di Kabupaten Bogor tahun 2014 25! 10. Lahan terbuka berupa sawah, kebun, dan lahan kosong yang ada di

Kabupaten Bogor 25!

(14)

DAFTAR GAMBAR (lanjutan)

13. Klasifikasi Penutupan Lahan Kabupaten Bogor Tahun 1999, 2006, dan

2014 32!

14. Dinamika perubahan penutupan lahan Kabupaten Bogor tahun 1999—

2014 32!

15. Proporsi dinamika perubahan lahan pertanian tahun 1999, 2006, dan

2014 34!

16. Dinamika perubahan lahan pertanian tahun 1999, 2006, dan 2014 34! 17. Sebaran spasial dinamika perubahan lahan pertanian tahun 1999, 2006,

dan 2014 35!

18. Ketidaksesuaian alokasi ruang kawasan pertanian di Kabupaten Bogor tahun 2014 berdasarkan RTRW Kabupaten Bogor tahun 2005—2025 40! 19. Komponen strategi pengembangan pertanian multifungsi di Kabupaten

Bogor 45!

20. Alternatif strategi pengembangan pertanian multifungsi di Kabupaten

Bogor 46!

DAFTAR LAMPIRAN

1! Luas penutupan lahan di Kabupaten Bogor pada tahun 1999, 2006, dan

2014 63!

2! Nilai akurasi umum dan akurasi kappa 64!

(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kabupaten Bogor merupakan bagian dari kesatuan wilayah mega-city1 Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi). Dalam klasifikasi fungsional. Jakarta merupakan wilayah pusat atau perkotaan (urban), sedangkan Kabupaten Bogor disebut sebagai wilayah periurban (pinggiran kota). Mega-city Jabodetabek merupakan konsentrasi pertumbuhan aktivitas sosial-ekonomi nasional yang mendorong penduduk luar untuk bermigrasi masuk. Sebagai gambaran, walaupun luas area Jabodetabek hanya 0,32 persen dari Indonesia, wilayah ini memiliki pertumbuhan penduduk yang sangat pesat, pada tahun 1961 tercatat sebanyak 5.917.988 jiwa dan meningkat menjadi 26.755.962 jiwa (11,26 persen dari populasi nasional) pada tahun 2012 (Rustiadi et al., 2012). Peningkatan aktivitas sosial-ekonomi ini menyebabkan terjadinya perubahan penggunaan lahan cukup besar. Diperkirakan bahwa antara tahun 1972 dan 2005, hutan (40.565 ha), pertanian (18.956 ha) dan ruang terbuka hijau (180.199 ha) terkonversi menjadi area permukiman dan ruang terbangun lainnya di wilayah Jabodetabek (Rustiadi, 2007).

Sebagai wilayah periurban, Kabupaten Bogor terkena dampak (spill-over) pembangunan Jakarta yang pesat, yang ditandai dengan pembangunan fisik yang menghasilkan terjadinya perubahan penggunaan lahan. Pola umum yang terjadi adalah perubahan penggunaan lahan yang ditandai dengan peralihan fungsi kota inti (core) atau perkotaan (urban) dari aktivitas manufaktur menjadi aktivitas tersier, termasuk keuangan. Sebagai konsekuensinya, kegiatan manufaktur bergeser ke arah pinggiran kota karena faktor harga lahan yang lebih murah, tetapi dengan akses yang relatif terjangkau ke noda transportasi utama (pelabuhan dan bandara). Perubahan lahan tersebut menggiring terjadinya pergeseran fungsi lahan (restrukturisasi ruang), yakni kawasan pusat kota mengalami perubahan penggunaan lahan yang intensif dari kawasan tempat tinggal menjadi kawasan bisnis perdagangan, perkantoran, dan jasa lainnya. Selain itu, pada kawasan pinggir kota juga terjadi alih fungsi (konversi) penggunaan lahan dari tanah pertanian ke kawasan industri dan permukiman baik skala besar maupun skala kecil.

Saat ini timbul suatu kecenderungan baru di level internasional yaitu beragam studi yang terkait dengan potensi produksi pangan di perkotaan maupun wilayah metropolitan dan kaitannya dengan program dan kebijakan penggunaan lahan, pengelolaan sumber daya alam, dan perubahan dalam lanskap pedesaan. Berbagai perencanaan dan kebijakan di wilayah periurban, terkait dengan aspek pertanian menjadi isu utama yang dijadikan objek studi, khususnya pada dampak yang dihasilkan dari konversi lahan pertanian menjadi wilayah perkotaan dan lahan terbangun, serta relasinya dalam mengurangi kemiskinan dan menjamin pasokan pangan (Lima et al., 2010).

Terkonversinya lahan pertanian menjadi kawasan industri dan permukiman, baik yang terjadi di kota maupun pinggirannya, disebabkan oleh nilai lahan

1

(16)

2

pertanian yang kalah bersaing dengan lahan-lahan yang digunakan untuk non-pertanian, khususnya industri dan perumahan. Dalam konteks ini, para petani mendapatkan insentif yang lebih tinggi jika menjual lahan pertaniannya ke pengembang jika dibandingkan dengan pendapatan yang diterimanya dari hasil bertani. Berdasarkan hasil sensus pertanian yang dilakukan BPS Provinsi Jawa Barat pada tahun 2013, usaha pertanian di Kabupaten Bogor dalam rentang tahun 2003—2013 mengalami penurunan sebesar 19,89 persen. Menurut Fajarini (2014), lahan di Kabupaten Bogor yang paling banyak berubah dari tahun 1989 hingga 2013 adalah lahan pertanian, baik lahan pertanian basah (sawah) maupun lahan pertanian kering (kebun dan tegalan) dengan total perubahan menjadi lahan terbangun sebesar 47.953 ha atau 16,04 persen dari total luas wilayah.

Penurunan tersebut menandakan bahwa pembangunan di Kabupaten Bogor yang terjadi saat ini cenderung tidak melihat pertanian sebagai sektor yang juga potensial untuk dikembangkan. Di wilayah yang sedang mengalami proses urbanisasi seperti Kabupaten Bogor, aktivitas pertanian sering dianggap sebagai suatu aktivitas yang tidak menjadi bagian dari lanskap fisik perkotaan. Padahal, seperti beragam tren di dunia, pertanian perkotaan dapat dianggap sebagai bagian dari kegiatan perkotaan yang dapat memiliki beragam tujuan, antara lain untuk ketahanan pangan, aktivitas sosial-ekonomi, perlindungan lingkungan, dan pendidikan (Indraprahasta, 2013).

Terdapat beragam keuntungan bagi wilayah perkotaan untuk tetap mengembangkan pertanian (FAO, 2011): (a) tidak terlalu membutuhkan pengepakan, penyimpanan, dan transportasi, (b) berpotensi menciptakan kesempatan kerja serta sumber pendapatan, (c) memberikan akses pangan yang lebih luas bagi konsumen miskin, (d) menjamin ketersediaan bahan pangan yang lebih segar, dan (e) memiliki akses yang lebih luas terhadap pelayanan-pelayanan menyangkut pengelolaan limbah serta kemungkinan daur ulang. Di samping potensi tersebut, terdapat beberapa resiko yang dihadapi dari aktivitas pertanian perkotaan yang mencakup: (a) risiko lingkungan dan kesehatan yang timbul sebagai akibat dari praktek kultur teknis atau budi daya yang kurang bijaksana, (b) kompetisi yang semakin ketat untuk memperoleh lahan, air, energi, dan tenaga kerja, serta (c) penurunan kapasitas lingkungan dalam mengabsorpsi polusi (FAO, 2011).

Salah satu alasan utama terjadinya konversi lahan pertanian akibat tekanan urbanisasi adalah praktik pertanian konvensional yang memposisikan aktivitas ini hanya sebagai penghasil pangan. Pertanian jenis ini menyebabkan aktivitas pertanian tidak difungsikan secara optimal sehingga dapat dengan mudah kalah bersaing oleh sektor lain. Pertanian multifungsi menjadi suatu paradigma baru yang muncul saat ini sebagai upaya alternatif untuk mempertahankan lahan pertanian yang tersisa dan mengembangkannya. Pertanian multifungsi ini bertujuan mengintegrasikan secara spasial dan temporal penggunaan lahan dan fungsi selain untuk produksi pangan, seperti menambah nilai estetika dan rekreasi, konservasi alam, dan keseimbangan hidrologi (Renting et al., 2009). Pertanian multifungsi ini merupakan gambaran pertanian secara utuh baik sebagai penghasil pangan maupun dalam menjaga kualitas lingkungan, menjaga nilai-nilai tradisi dan sosial-budaya lokal, meningkatkan estetika lingkungan, dan menjadi sumber pendapatan dan pertumbuhan ekonomi lokal.

(17)

3 Rencana Jangka Panjang Daerah (RPJPD) 2005-2025. Dalam dokumen ini, visi Kabupaten Bogor adalah “Terwujudnya Masyarakat Kabupaten Bogor yang Bertaqwa, Berdaya dan Berbudaya Menuju Sejahtera” dengan salah satu misinya adalah mengarahkan pembangunan Kabupaten Bogor masa depan untuk menjadi kota yang berkualitas dan interintegrasi secara berkelanjutan dan memiliki perekonomian daerah yang berdaya saing dengan bertitik berat pada revitalisasi pertanian dan pembangunan yang berbasis pada perdesaan. Hal tersebut dapat dijadikan landasan yang kuat dalam menyusun strategi yang tepat untuk mempertahankan lahan pertanian yang ada dan mengembangkannya secara optimal.

Pengembangan pertanian di Kabupaten Bogor sebagai wilayah periurban akan membutuhkan usaha yang sangat besar dan membutuhkan keterlibatan berbagai pihak. Penelitian ini berusaha untuk memandang pertanian secara utuh dan lengkap dengan berbagai fungsinya agar dapat digunakan secara optimal pada lahan pertanian yang tersebar di Kabupaten Bogor. Sebagai langkah awal, diperlukan upaya pemetaan terutama terkait dengan persebaran lahan pertanian yang tersisa untuk kemudian dianalisis berbagai fungsi potensial yang dapat dikembangkan pada setiap lahan pertanian yang ada agar keberadaannya tetap terjaga.

Perumusan Masalah

Konversi lahan pertanian ke nonpertanian terjadi dengan mudah di Kabupaten Bogor sebagai wilayah periurban akibat fungsinya yang belum dioptimalkan. Hal ini terjadi karena aktivitas pertanian tersebut dianggap sebagai suatu aktivitas homogen dan berkarakter perdesaan yang tidak menjadi penciri utama perkotaan.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian secara umum adalah menganalisis potensi pengembangan lanskap pertanian perkotaan di Kabupaten Bogor. Secara khusus, tujuan penelitian ini terbagi menjadi tiga:

1. mengidentifikasi tipologi wilayah yang mengalami urbanisasi,

2. menganalisis dinamika perubahan lahan pertanian di Kabupaten Bogor dan kesesuaianya dengan RTRW Kabupaten Bogor tahun 2005—2025, dan 3. menganalisis potensi pengembangan pertanian perkotaan dengan penerapan

pertanian multifungsi.

Manfaat Penelitian

(18)

4

Ruang Lingkup

Batasan penelitian meliputi lingkup kajian dan lingkup area wilayah kajian. Lingkup kajian penelitian ini dibatasi pada penyusunan strategi pengembangan pertanian periurban dengan penerapan pertanian multifungsi. Hal ini membuat penelitian ini dibatasi hanya pada pertanian dengan kegiatan budidaya tanaman atau bercocok tanam. Kerangka pikir penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

Jabodetabek sebagai Wilayah Megacity Terbesar

Kedua di Dunia (RIHN, 2014)

Dampak: 1. Percepatan Pertumbuhan

2. Tingginya Kepadatan Penduduk

3. Tingginya Konsumsi Pangan

Tiga Masalah Global (Beatley, 2000):

1. Meningkatnya Kebutuhan Pangan

2. Peningkatan Populasi 3. Degradasi Lingkungan Prov. Jakarta

Kota Bogor Kota Depok Kota/Kab Tangerang

Kota/Kab Bekasi

Kabupaten Bogor pada Tahun 2014 Memiliki Lahan Terbuka Sebesar 80%

dari Total Luas Wilayah Lahan Pertanian Mengalami

Penurunan Luas Sebesar 16,04% (47.953 ha) dalam Rentang Tahun

1989—2013 (Fajarini, 2014)

Kota dan Area Perkotaan Dijadikan Salah Satu Penyebab dari Masalah (OECD, 2010)

Penerapan Pertanian Multifungsi

Analisis Dinamika Lahan Pertanian & Kesesuaiannya

dengan RTRW Kabupaten Bogor Tahun 2005—2025 Identifikasi Karakteristik

Tipologi Wilayah yang Mengalami Urbanisasi

Strategi Pengembangan Pertanian Peri-urban Berdasarkan Tipologi Wilayah

Optimalisasi Lahan Pertanian

(19)

5

2

TINJAUAN PUSTAKA

Pertanian Perkotaan

Pertanian perkotaan (urban agriculture) sudah mulai berkembang di berbagai belahan dunia terutama sejak tahun 1990-an. Pertanian perkotaan memiliki berbagai macam pengertian. Mougeot (1999) memberikan pengertian pertanian perkotaan sebagai suatu industri yang mengembangkan, memproses, dan mendistribusikan keberagaman produksi pangan dan nonpangan, berlokasi di dalam atau pinggiran kota, menggunakan sumber daya manusia dan alam (tanah, air, genetik, udara, dan energi matahari) dengan skala besar, dengan produksi dan pelayanan ditemukan di sekitar area kota dan dapat memasok kebutuhan pangan kota tersebut.

Menurut RUAF Foundation (2015), pertanian perkotaan adalah suatu tempat untuk menumbuhkan dan mengembangkan peternakan di dalam dan sekitar kota. Pertanian perkotaan berinterasi dengan sistem ekonomi dan ekologi kota serta tertanam dan berinteraksi di dalam sistem kota. Berdasarkan UNDP (1996), pertanian perkotaan memiliki pengertian suatu aktivitas produksi, proses, dan pemasaran produksi pangan dan lainnya, baik dataran maupun perairan dalam area kota maupun periurban, mengaplikasikan metode produksi intensif, dan menggunakan kembali sumber daya alam dan limbah/buangan kota untuk mengembangkan berbagai tanaman pangan dan peternakan.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pertanian perkotaan mengandung arti sebagai suatu aktivitas pertanian yang dapat berupa kegiatan pertanian, peternakan, perikanan, dan kehutanan yang berlokasi di dalam kota atau di pinggiran suatu kota, dengan melakukan proses pengolahan, menghasilkan, dan menjual serta mendistribusikan berbagai macam hasil produk makanan dan nonmakanan dengan menggunakan sumber daya manusia dan sumber daya alam (tanah, air, unsur hara, udara, dan sinar matahari) serta bertujuan untuk menyediakan dan memenuhi konsumsi produk pangan bagi masyarakat yang tinggal di suatu kota. Selain itu, pertanian perkotaan terintegrasi pada sistem ekonomi dan ekologi suatu kota sehingga merupakan satu kesatuan sistem yang berada di kota.

(20)

6

Pertanian perkotaan secara generik merupakan kegiatan pertanian dalam kota (intra) dan pada pinggiran kota (periurban). Di dalamnya ada aktivitas menanam tanaman setahun, buah-buahan dan sayuran; membangun hutan (hutan kota), taman, kebun, kebun buah, peternakan, perkebunan, hutan tanaman untuk kayu bakar, akuakultur dan aktivitas terkait lainnya (Takeuchi, 2005). Pada asal pengertiannya di Jepang, pertanian kota berkembang karena latar belakang keamanan rumah tangga miskin di perkotaan (Tsubota, 2010). Selanjutnya, Tsubota me-review bahwa pertanian perkotaan di negara-negara Asia berkembang karena keinginan untuk menataguna lahan yang lebih baik dari sisi proteksi kawasan pertanian dan jaminan kepemilikan lahan pertanian bagi petani di daerah perkotaan, khususnya dalam hal perpajakan dan pengaruh polusi.

Lardon et al. (2010) mengenalkan konsep pertaniaan pinggiran kota (pertanian periurban) sebagai pertanian multi-aktor, multi-fungsi, multi-skala berdasarkan persediaan pangan sejalan dengan jasa lingkungan dan sosial. Tujuan akhirnya adalah memenuhi permintaan kota dan desa berbasis lokal atau memenuhi permintaan komunitas kota yang baru.

Keuntungan daerah perkotaan melakukan pembangunan pertanian perkotaan, di antaranya, adalah (a) tidak terlalu membutuhkan pengepakan, penyimpanan dan transportasi, (b) berpotensi menciptakan kesempatan kerja serta sumber pendapatan, (c) memberikan akses pangan yang lebih luas bagi konsumen miskin, (d) menjamin ketersediaan bahan pangan yang lebih segar, dan (e) menyediakan akses yang lebih luas terhadap pelayanan-pelayanan menyangkut pengelolaan limbah serta kemungkinan daur ulang. Sementara itu, risiko yang dihadapi mencakup (a) risiko lingkungan dan kesehatan yang timbul sebagai akibat dari praktik kultur teknis atau budi daya yang kurang bijaksana, (b) kompetisi yang semakin ketat untuk memperoleh lahan, air, energy, dan tenaga kerja, serta (c) penurunan kapasitas lingkungan dalam mengabsorpsi polusi (FAO, 1999).

Mengacu pada kondisi spesifik daerah perkotaan, pengembangan atau perancangan model sistem produksi pertanian perkotaan paling tidak harus memperhatikan dua kriteria, yaitu hemat lahan dan produk relatif bersih. Dua kriteria ini perlu dipertimbangkan untuk memenuhi beberapa persyaratan usaha pertanian perkotaan sebagai berikut:

a. sesuai dengan tata ruang kota dan tata ruang wilayah, b. tidak merusak keindahan atau estetika kota,

c. tidak menimbulkan dampak masalah sosial akibat penggunaan lahan d. tidak mengganggu serapan air dan tidak menghambat aliran air pada

saluran/selokan/sungai sebagai sarana pembuangan kelebihan air,

e. tidak menggunakan input kimiawi berlebih yang dapat mencemari air dan lingkungan serta menghadapkan konsumen kepada risiko kesehatan, dan f. tidak mengaplikasikan cara budi daya yang dapat mendorong peningkatan

erosi dan mempercepat degradasi lingkungan.

Sistem Informasi Geografis dan Penginderaan Jauh

(21)

7 menganalisis, memperagakan, dan menampilkan data spatial untuk merencanakan, mengolah dan meneliti suatu masalah. Berdasarkan definisi tersebut dapat terlihat komponen-komponen penting yang mendasari GIS, yaitu hardware, software, data, metode, dan pengguna. Menurut Murray dan O Kelly (1996), GIS didefinisikan sebagai sistem informasi yang terdiri dari enam langkah proses, yang dapat digunakan untuk menghasilkan output data yang memiliki referensi geografis.

GIS memiliki berbagai keunggulan yang dapat mempermudah dalam penayangan dan pengolahan data. Kegiatan yang sebelumnya dikerjakan secara manual yang memakan waktu, pikiran, dan tenaga, kini dapat dikerjakan dengan komputer sehingga dapat dengan mudah dan cepat terselesaikan. GIS mempunyai kemampuan analisis keruangan (spatial analysis) dan waktu (temporal analysis) dengan baik (Prahasta, 2002). Kemampuan GIS dapat dimanfaatkan dalam perencanaan apapun karena pada dasarnya semua perencanaan akan terkait dengan ruang dan waktu. Setiap perubahan yang terjadi dalam pelaksanaannya akan terpantau dan terkontrol dengan baik. Kehadiran GIS akan mengatasi berbagai permasalahan dan membantu pengambilan keputusan. GIS dapat digunakan baik untuk proses pembelajaran maupun monitoring, evaluasi, dan pertimbangan dalam mengambil kebijakan (Openshaw dan Clarke, 1996).

Remote sensing atau pengideraan jauh adalah ilmu, seni, dan teknik untuk memperoleh informasi tentang objek, area, dan gejala dengan menggunakan alat dan tanpa kontak langsung dengan objek, area, dan gejala tersebut. Alat pengindera tersebut adalah sensor. Sensor yang digunakan dalam penginderaan jauh dapat berfungsi jika ada zat antara (media) dan tenaga. Zat antara ini umumnya berupa atmosfir, sedangkan tenaga dapat berupa sinar matahari. Objek-objek yang terekam oleh sensor buatan dapat diidentifikasi dan diteliti dengan mengkaji data hasil rekaman. Hasil perekaman tersebut disebut dengan data atau citra. Hasil remote sensing inilah yang kemudian menjadi salah satu data input untuk diolah dan dianalisis menggunakan GIS (Lilliesand dan Kiefer, 1990).

Secara garis besar, data input yang dapat diolah dengan GIS terdiri dari dua macam, yaitu data atribut dan data spasial. Data atribut adalah data yang terdapat pada suatu ruang atau tempat. Atribut menjelaskan suatu informasi, misalnya sawah, ladang, dan kota. Data spasial adalah data yang menunjukkan ruang, lokasi, atau tempat-tempat di permukaan bumi. Data keruangan dapat disajikan dalam dua model, yaitu model raster dan model vektor. Data yang dihasilkan dari perekaman remote sensing (RS) biasanya berupa model raster. Pada model raster, semua objek disajikan dalam bentuk sel-sel yang disebut piksel (picture element). Setiap sel mempunyai koordinat serta informasi. Koordinat titik adalah titik perpotongan antara garis bujur dan garis lintang di permukaan bumi. Pada model raster, semua objek memiliki bentuk berupa titik, garis, atau bidang, sedangkan pada model vektor, objek disajikan sebagai titik atau segmen-segmen garis.

Pertanian Multifungsi

(22)

8

untuk produksi pangan, seperti menambah nilai estetika dan rekreasi, konservasi alam, dan keseimbangan hidrologi (Brandt dan Vejre, 2004). Pertanian multifungsi merupakan gambaran pertanian secara utuh baik sebagai penghasil pangan maupun dalam menjaga kualitas lingkungan, menjaga nilai-nilai tradisi dan sosial-budaya lokal, meningkatkan estetika lingkungan, serta menjadi sumber pendapatan dan pertumbuhan ekonomi lokal.

Konsep multifungsi dari pertanian memiliki arti penting dalam mereposisikan peran sektor pertanian pada kedudukan yang semestinya, artinya memperhitungkan nilai berbagai jasa pertanian dan biaya untuk menghasilkan jasa tersebut yang saat ini masih berada di luar perhitungan ekonomi dan kebijakan. Tidak diperhitungkannya multifungsi pertanian menyebabkan sektor pertanian mudah dikalahkan oleh sektor lain, seperti sektor industri dan permukiman (Irawan et al. 2005).

Melalui pendekatan orientasi pelaku, isu pertanian multifungsi berada pada skala mikro, yaitu para pelaku pengambil keputusan yang terlibat dalam suatu konstruksi sosial pada setiap proses pertanian multifungsi. Konsep pertanian multifungsi dengan pendekatan orientasi pelaku merupakan proses-proses yang berhubungan dengan pertanian, masyarakat pedesaan, dan masyarakat dalam skala besar, yang berimplikasi pada cakupan aktivitas pertanian dan fungsinya yang terkait dengan kerangka pikir multifungsi tersebut. Dari sudut pandang orientasi pelaku, pertanian multifungsi ini tidak secara langsung diasosiasikan dengan atribut barang, jasa, dan produksinya melainkan adanya manfaat umum pertanian secara nonpasar, yang patut dipertimbangkan dalam menganalisis pertanian multifungsi ini, seperti manfaat untuk meningkatkan kualitas hidup, ketahanan pangan, dan pemeliharaan pola pemukiman yang menyebar (Renting et al. 2009). Berbagai penelitian dilakukan dalam menelaah pertanian multifungsi melalui pendekatan orientasi pelaku. Secara umum penelitian tersebut berfokus pada tiga hal, yaitu (1) keberagaman strategi bertani sebagai dasar perbedaan “cara bertani” atau sistem aktivitas yang mengacu pada motivasi petani, pola aktivitasnya, serta jaringan pada masyarakat luas dan pasar sebagai sesuatu yang telah tertanam (tradisi), (2) fokus penelitian terhadap dampak sosial akibat lintasan pengembangan pertanian yang berbeda dan terutama kedudukannya secara ekonomi dalam level regional dan nasional, (3) pengembangan motivasi dan identitas para pelaku sebagai pemicu pertanian multifungsi, biasanya penelitian yang dilakukan secara sosial dan ekonomi, menempatkan pertanian sebagai aktivitas dalam meningkatkan keuntungan semata, dan bermakna sebagai peningkatan kesejahteraan bagi rumah tangga pertanian. Namun, beberapa penelitian mengindikasikan aktivitas pertanian juga dipicu oleh alasan nonkomersial seperti menjaga budaya patrilineal, penyebaran risiko, dan kekeluargaan dan juga meningkatkan preferensi pemukiman dan gaya hidup (Laurent dan Remy, 1998).

(23)

9 Beberapa contoh multifungsi pertanian berikut ini merupakan hasil penelitian Balai Penelitian Tanah bersama mitranya di DAS Citarum, Jawa Barat, dan DAS Kaligarang, Jawa Tengah, yang dirangkum oleh Husein (2006).

1) Mengurangi Risiko Banjir di Daerah Hilir

Kemampuan lahan suatu DAS menahan air merupakan indikator fungsi mitigasi banjir. Kemampuan menahan air lahan sawah setara dengan sistem pertanian berbasis pohon-pohonan meskipun lebih rendah daripada hutan. Petakan sawah berfungsi sebagai kolam-kolam penampung air selama dan sesaat sesudah hujan sehingga mengurangi pasokan air ke sungai. Kemampuan menahan air sistem pertanian berbasis tanaman semusim (tegalan) jauh lebih rendah daripada sawah, tetapi sistem ini masih jauh lebih baik jika dibandingkan dengan areal permukiman dan industri. Oleh karena itu, konversi lahan pertanian ke areal permukiman dan industri akan meningkatkan frekuensi dan intensitas banjir di daerah hilir.

2) Mengendalikan Erosi dan Pendangkalan Badan Air

Sistem pertanian multistrata, yaitu sawah dengan pematang dan teras-teras dan lahan yang dikonservasi dengan baik, mampu mengendalikan erosi dan hanyutnya senyawa kimia ke hilir. Tajuk tanaman yang berlapis pada sistem pertanian multistrata menurunkan energi kinetik curah hujan sehingga berperan sebagai pengendali erosi yang baik. Teras sawah dan pematang berfungsi menahan air dan mengendapkan partikel-partikel tanah beserta unsur-unsur hara yang hanyut dari daerah hulu sehingga mencegah pendangkalan dan pengayaan badan-badan air (sungai dan waduk). Erosi tanah dari hamparan sawah sama rendahnya dengan erosi pada hutan primer. Pada lahan pertanian yang curam, tindakan konservasi seperti penerasan, penanaman strip rumput, dan penanaman mengikuti kontur mengurangi percepatan erosi. Jika lahan pertanian dikonversi ke nonpertanian, kemampuan daerah ini menahan air akan menurun dan aliran permukaan meningkat yang selanjutnya mempercepat erosi dan sedimentasi. 3) Memelihara Sumber Daya Air

Pada lahan persawahan, sebagian air irigasi dan air hujan akan masuk ke dalam tanah sebagai air perkolasi. Sekitar 25% dari air perkolasi ini akan mengisi air tanah dan sisanya akan mengalir ke sungai dan waduk. Air ini dapat kembali dimanfaatkan untuk berbagai tujuan.

4) Memperbaiki Iklim Lokal

Pelepasan gas rumah kaca dari berbagai pabrik/industri dan kendaraan bermotor menimbulkan udara panas dan tidak nyaman. Penguapan air baik dari genangan air sawah maupun dari tajuk tanaman menurunkan suhu udara. Fotosintesis tanaman selain menyerap panas juga menghasilkan oksigen yang memberikan efek segar bagi lingkungan di sekitarnya. Pada saat yang bersamaan, tanaman mampu membersihkan bahan-bahan pencemar di udara seperti SO2 dan NO2.

5) Mengurangi Penumpukan Sampah Organik

(24)

10

sampah organik dapat ditingkatkan jika masyarakat sudah terdidik dan terbiasa memisahkan sampah organik yang dapat lapuk dan yang sulit lapuk (seperti plastik dan kaleng) sehingga proses pengomposan lebih mudah. 6) Menjadi Habitat Flora dan Fauna

Berbagai sistem pertanian menyediakan beraneka jenis makanan bagi burung, hewan menyusui, serangga, binatang kecil, dan mikroorganisme. Konservasi sumber daya hayati ini penting dalam bidang medis dan ilmu pengetahuan, dan juga untuk berlangsungnya berbagai proses biokimia dan keseimbangan alami.

7) Memelihara Nilai Sosial-Budaya dan Daya Tarik Perdesaan

Nilai-nilai sosial-budaya dan tradisi masyarakat pedesaan melekat pada sistem pertanian dan pertanian memberikan daya tarik bagi daerah perdesaan. Nilai-nilai sosial-budaya ini, ditambah dengan panorama alam pertanian yang indah, menciptakan daya tarik tersendiri bagi masyarakat perkotaan. Pengalaman kunjungan atau praktik kerja siswa di lingkungan pertanian dapat meningkatkan kepekaan, penghargaan, dan kepedulian untuk memelihara lingkungan.

8) Menyediakan Lapangan Kerja

Sektor pertanian mempekerjakan sekitar 46% angkatan kerja Indonesia atau lebih dari dua kali lipat penyerapan tenaga kerja di sektor perdagangan dan industri. Meskipun saat ini pekerjaan bertani kurang diminati generasi muda, pertanian berperan sebagai jaring pengaman bagi para pencari kerja. Tantangan ke depan adalah bagaimana membuat pertanian menjadi suatu usaha yang menarik bagi generasi muda. Pemberian imbalan/penghargaan bagi petani yang telah menyediakan berbagai jasa (multifungsi) pertanian perlu dipikirkan atau ditingkatkan untuk memperkecil kendala yang banyak dijumpai dalam usaha tani.

Uraian multifungsi pertanian di atas kemudian dapat dirangkum hingga menjadi beberapa fungsi utama (secara garis besar), yaitu secara ekologi, sosial-budaya, dan ekonomi. Fungsi ekologi meliputi fungsi nomor (1) hingga (6), fungsi sosial-budaya meliputi fungsi nomor (7), dan fungsi ekonomi meliputi fungsi nomor (8).

Metode Analytical Hierarchy Process (AHP)

Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dikembangkan oleh Prof. Thomas Lorie Saaty dari Wharton Business School di awal tahun 1970, yang digunakan untuk mencari ranking atau urutan prioritas dari berbagai alternatif dalam pemecahan suatu permasalahan (Saaty, 1991). Dalam kehidupan sehari-hari, seseorang senantiasa dihadapkan untuk melakukan pilihan dari berbagai alternatif. Di sini diperlukan penentuan prioritas dan uji konsistensi terhadap pilihan-pilihan yang telah dilakukan. Dalam situasi yang kompleks, pengambilan keputusan tidak dipengaruhi oleh satu faktor saja melainkan multifaktor dan mencakup berbagai jenjang dan kepentingan.

(25)

11 jelas, ketidakpastian pendapat dari pengambil keputusan, pengambil keputusan lebih dari satu orang, serta ketidakakuratan data yang tersedia. Dengan menggunakan AHP suatu persoalan yang akan dipecahkan dalam suatu kerangka berpikir yang terorganisir sehingga memungkinkan dapat diekspresikan untuk pengambilan keputusan yang efektif dalam persoalan tersebut (Marimin, 2004). Metode AHP ini membantu memecahkan persoalan yang kompleks dengan menstruktur suatu hierarki kriteria, pihak yang berkepentingan, dan hasil serta dengan menarik berbagai pertimbangan guna mengembangkan bobot atau prioritas. Metode ini juga menggabungkan kekuatan dari perasaan dan logika yang bersangkutan pada berbagai persoalan, lalu mensintesis berbagai pertimbangan yang beragam menjadi hasil yang cocok dengan perkiraan kita secara intuitif sebagaimana yang dipresentasikan pada pertimbangan yang telah dibuat. Selain itu, AHP juga memiliki perhatian khusus tentang penyimpangan dari konsistensi, pengukuran, dan kebergantungan di dalam dan di luar kelompok elemen strukturnya (Saaty, 2008).

Menurut Saaty (2008), AHP mempunyai landasan aksiomatik yang terdiri dari

1. resiprocal comparison, yang mengandung arti bahwa matriks perbandingan berpasangan yang terbentuk harus bersifat berkebalikan, misalnya, jika A adalah k kali lebih penting daripada B, B adalah 1/k kali lebih penting dari A; 2. homogenity, yang mengandung arti kesamaan dalam melakukan

perbandingan, misalnya, tidak dimungkinkan membandingkan jeruk dengan bola tenis dalam hal rasa, tetapi lebih relevan jika membandingkan dalam hal bobotnya;

3. dependence, yang berarti setiap level mempunyai kaitan (complete hierarchy) walaupun mungkin saja terjadi hubungan yang tidak sempurna (incomplete hierarchy);

4. expectation, yang berarti menonjolkon penilaian yang bersifat ekspektasi dan preferensi dari pengambilan keputusan, dalam bentuk data kuantitatif atau kualitatif.

Secara umum pengambilan keputusan dengan metode AHP (Saaty, 2008) didasarkan pada langkah-langkah berikut:

1. mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan;

2. membuat struktur hierarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan kriteria–kriteria dan alternatif–alternatif pilihan yang ingin diranking; 3. membentuk matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan

kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing–masing tujuan atau kriteria yang setingkat di atasnya, perbandingan dilakukan berdasarkan pilihan atau judgement dari pembuat keputusan dengan menilai tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan dengan elemen lainnya;

4. menormalkan data, yaitu dengan membagi nilai dari setiap elemen di dalam matriks yang berpasangan dengan nilai total dari setiap kolom;

5. menghitung nilai eigen vector dan menguji konsistensinya, jika tidak konsisten, pengambilan data (preferensi) perlu diulangi, nilai eigen vector yang dimaksud adalah nilai eigen vector maksimum yang diperoleh dengan menggunakan matlab atau dengan manual;

(26)

12

7. menghitung eigen vector dari setiap matriks perbandingan berpasangan, nilai eigen vector merupakan bobot setiap elemen; langkah ini untuk mensintesis pilihan dalam penentuan prioritas elemen–elemen pada tingkat hierarki terendah sampai pencapaian tujuan;

8. menguji konsistensi hierarki, jika tidak memenuhi dengan (CR) < 0,100, penilaian harus diulang kembali.

Rasio konsistensi (CR) merupakan batas ketidakkonsistenan (inconsistency) yang ditetapkan Saaty. Rasio konsistensi (CR) dirumuskan sebagai perbandingan indeks konsistensi (RI). Angka pembanding pada perbandingan berpasangan adalah skala 1 sampai 9, dengan

Skala 1 = setara antara kepentingan yang satu dengan kepentingan yang lainnya;

Skala 3 = kategori sedang jika dibandingkan dengan kepentingan lainnya; Skala 7 = kategori amat kuat dibandingkan dengan kepentingan lainnya; Skala 9 = kepentingan yang satu secara ekstrim lebih kuat daripada kepentingan lainnya.

Prioritas alternatif terbaik dari total rangking yang diperoleh merupakan ranking yang dicari dalam AHP ini.

Dalam menyelesaikan persoalan dengan metode (AHP) terdapat beberapa prinsip dasar yang harus dipahami, yaitu decomposition, comparative judgement, synthesis of priority, dan logical consistency (Saaty, 2008).

1. Decomposition

Pengertian decomposition adalah memecahkan atau membagi problema yang utuh menjadi unsur–unsurnya ke bentuk hierarki proses pengambilan keputusan, yang setiap unsur atau elemen saling berhubungan. Untuk mendapatkan hasil yang akurat, pemecahan dilakukan terhadap unsur–unsur sampai tidak mungkin dilakukan pemecahan lebih lanjut sehingga didapatkan beberapa tingkatan dari persoalan yang hendak dipecahkan. Struktur hierarki keputusan tersebut dapat dikategorikan sebagai complete dan incomplete. Suatu hierarki keputusan disebut complete jika semua elemen pada suatu tingkat memiliki hubungan terhadap semua elemen yang ada pada tingkat berikutnya. Hierarki keputusan incomplete kebalikan dari hierarki yang complete, yakni tidak semua unsur pada masing-masing jenjang mempunyai hubungan (lihat Gambar 2 dan 3). Pada umumnya, problem nyata mempunyai karakteristik struktur yang incomplete. Bentuk struktur dekomposition adalah (1) tingkat pertama berupa tujuan keputusan (goal); (2) tingkat kedua berupa kriteria – kriteria; dan (3) tingkat ketiga berupa alternatif – alternatif.

Sumber: Saragih (2010)

(27)

13

Sumber: Saragih (2010)

Gambar 3 Struktur hierarki yang incomplete

Hierarki masalah disusun untuk membantu proses pengambilan keputusan dengan memperhatikan seluruh elemen keputusan yang terlibat dalam sistem. Sebagian besar masalah menjadi sulit untuk diselesaikan karena proses pemecahannya dilakukan tanpa memandang masalah sebagai suatu sistem dengan suatu struktur tertentu.

2. Comparative Judgement

Comparative judgement dilakukan dengan penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkatan di atasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP karena akan berpengaruh terhadap urutan prioritas dari elemen–elemennya. Hasil dari penilaian ini lebih mudah disajikan dalam bentuk matrix pairwise comparisons, yaitu matriks perbandingan berpasangan yang memuat tingkat preferensi beberapa alternatif untuk tiap kriteria. Skala preferensi yang digunakan adalah Skala 1 yang menunjukkan tingkat yang paling rendah (equal importance) sampai dengan Skala 9 yang menunjukkan tingkatan yang paling tinggi (extreme importance).

3. Synthesis of Priority

Synthesis of priority dilakukan dengan menggunakan eigen vektor method untuk mendapatkan bobot relatif bagi unsur – unsur pengambilan keputusan.

4. Logical Consistency

Logical consistency merupakan karakteristik penting AHP. Hal ini dicapai dengan mengagresikan seluruh eigenvektor yang diperoleh dari berbagai tingkatan hierarki dan selanjutnya diperoleh suatu vektor komposit tertimbang yang menghasilkan urutan pengambilan keputusan.

(28)

14

memperkirakan kemungkinan dari suatu hal/peristiwa yang dihadapi. Matriks tersebut terdapat pada setiap level of hierarchy dari suatu struktur model AHP yang membagi habis suatu persoalan.

Jika decision maker sudah memasukkan persepsinya atau penilaian untuk setiap perbandingan antara kriteria – kriteria yang berada dalam satu level (tingkatan) atau yang dapat diperbandingkan, untuk mengetahui kriteria mana yang paling disukai atau paling penting, disusun sebuah matriks perbandingan di setiap level. Untuk melengkapi pembahasan tentang eigen value dan eigen vector, akan diberikan definisi – definisi mengenai matriks dan vektor.

1) Matriks

Matriks adalah sekumpulan himpunan objek (bilangan riil atau kompleks, variabel–variabel) yang disusun secara persegi panjang (yang terdiri dari baris dan kolom) yang biasanya dibatasi dengan kurung siku atau biasa. Jika sebuah matriks memiliki m baris dan n kolom, matriks tersebut berukuran (ordo) m x n. Matriks dikatakan bujur sangkar (square matrix) jika m = n. Skalar–skalarnya berada di baris ke-i dan kolom ke-j yang disebut (ij) matriks entri.

2) Vektor dari n dimensi

Suatu vektor dengan n dimensi merupakan suatu susunan elemen – elemen yang teratur berupa angka–angka sebanyak n buah, yang disusun baik menurut baris, dari kiri ke kanan (disebut vektor baris atau row vector dengan ordo 1 x n) maupun menurut kolom, dari atas ke bawah (disebut vektor kolom atau colomn vector dengan ordo n x 1). Himpunan semua vektor dengan n komponen dengan entri riil dinotasikan dengan Rn .

3) Eigen value dan Eigen vector

Jika A adalah matriks n x n, vektor tidak nol x di dalam Rn dinamakan eigen vector dari A jika Ax kelipatan skalar x. Ini dinamakan persamaan karakteristik A, skalar yang memenuhi persamaan ini adalah eigen value dari A. Jika diketahui bahwa nilai perbandingan elemen Ai terhadap elemen Aj adalah aij, secara teoritis

matriks tersebut berciri positif berkebalikan, yakni aij = 1/aij. Bobot yang dicari

dinyatakan dalam vektor.

(29)

15

3

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di wilayah Kabupaten Bogor dan berlangsung mulai bulan Januari 2014 hingga Januari 2015. Kabupaten Bogor terletak di Provinsi Jawa Barat, berada di antara 60 18’60 LS dan 1060 23’ 45—1070 13’ 30 BT dan terdiri dari 40 kecamatan. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Lokasi penelitian

Metode

(30)

16

Tabel 1 Data yang digunakan dalam penelitian

No Tujuan

Penelitian

Jenis Data Teknik Analisis Hasil

1 Identifikasi

mengenai kondisi

sosial, ekonomi, dan

budaya setempat

(wawancara tidak

terstruktur).

Analisis AHP Arahan

(31)

17

Strategi Pengembangan Pertanian Peri-urban di Kabupaten Bogor

Gambar 5 Bagan alur penelitian

Identifikasi karakteristik tipologi wilayah yang mengalami urbanisasi

(32)

18

Tabel 2 Kriteria deliniasi urban, peri-urban, dan rural (Zasada et al. 2013)

Sub-wilayah Kriteria deliniasi

Urban, kepadatan tinggi (U_1) Area dengan fungsi komersial dan

administratif (pusat kota), termasuk di dalamnya U_2

Urban, kepadatan rendah (U_2) Populasi lebih dari 20.000 jiwa

Peri-urban, kepadatan area tinggi

(PU_1)

Kepadatan penduduk > 75 jiwa/km2 atau populasi > 10.000 sampai U_2

Peri-urban, kepadatan area rendah

(PU_2)

Kepadatan penduduk > 40 jiwa/km2 dan

maksimal 300 m dari area urban

Rural, kepadatan area tinggi (R_1) Kepadatan penduduk >10 jiwa/km2

Rural, kepadatan area rendah (R_2) Kepadatan penduduk > 0 jiwa/km2

Identifikasi dinamika perubahan lahan pertanian

Identifikasi dinamika perubahan penutupan lahan pertanian lahan Kabupaten Bogor dilakukan dengan analisis spasial. Analisis spasial dilakukan dengan mengiterpretasikan teknologi GIS dan RS pada software ARCGIS 9.3 dan dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama adalah pengunduhan citra landsat, penggabungan kanal citra (layer stack), pemotongan citra, koreksi geometri, klasifikasi terbimbing (supervised), dan pengecekan lapang. Citra landsat diunduh dari http:///govis.usgs.gov/ pada tahun 1999, 2006, dan 2014. Setelah diunduh kemudian digabung dan dipotong sesuai batas luar peta administrasi Kabupaten Bogor. Selanjutnya, koreksi geometri pada citra menggunakan peta dasar (sungai dan jalan) agar memiliki koordinat yang sama.

Setelah koreksi geometri, kemudian dalam membangun peta penutupan lahan dilakukan klasifikasi terbimbing dengan membuat training area sebanyak 70 buah berdasarkan interpretasi sesuai ukuran, pola, tekstur, dan warna pada citra. Klasifikasi penutupan lahan yang diamati adalah hutan, badan air, lahan terbangun, kebun campuran, rumput/tanah kosong, sawah, sawah kering, semak, dan tegalan. Klasifikasi dilakukan pada semua citra tahun pengamatan sehingga diperoleh peta penutupan lahan tahun 1999, 2006, dan 2014. Pengecekan klasifikasi dilakukan untuk mengklarifikasi penggunaan lahan tahun 2014 dengan cek pada citra resolusi tinggi (Quickbird) dan cek kondisi lapang secara langsung.

(33)

19 dengan perubahan lahan pertanian (kebun, sawah, tegalan), baik pada tahun awal, tengah, maupun akhir pengamatan, kemudian dibuat layout secara khusus.

Penyusunan strategi pengembangan pertanian multifungsi

Hasil identifikasi dinamika perubahan lahan pertanian, penyimpangan terhadap RTRW Kabupaten Bogor tahun 2005—2025, dan identifikasi tipologi wilayah serta hasil observasi mengenai kondisi sosial-ekonomi-budaya lokal menjadi dasar dalam menyusun kriteria menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP). AHP digunakan untuk menentukan alternatif strategi sesuai dengan kriteria, subkriteria, dan tujuan yang ingin dicapai dalam pengembangan pertanian periurban di Kabupaten Bogor. Tujuan analisis ini adalah menentukan strategi pengembangan pertanian multifungsi di Kabupaten Bogor. Kriteria AHP terdiri dari ekonomi, sosial, dan ekologi, kemudian dijabarkan lebih detil dalam subkriterianya. Alternatif yang ingin dikembangkan terdiri dari perlindungan terhadap lingkungan dan gaya hidup masyarakat (Gambar 6).

Kuisioner AHP diisi oleh para pakar. Pakar yang akan dimintai partisipasinya, antara lain adalah pakar pertanian dalam arti luas, sosial pedesaan (kelembagaan), lanskap, lingkungan, perencanaan wilayah, dan pemerintah Kabupaten Bogor (Dinas Pertanian dan Bappeda). Informasi yang telah dikumpulkan dari para pakar ini kemudian diolah dengan menggunakan perangkat lunak Expert Choice 11. Produk akhir dari penelitian ini berupa strategi pengembangan pertanian perkotaan di Kabupaten Bogor.

Strategi Pengembangan Pertanian Multifungsi di Kabupaten Bogor

Ekonomi Ekologi Sosial

Penyediaan Lapangan Pekerjaan

Penyediaan Pangan

Perlindungan Daerah Aliran

Sungai

Mencegah Erosi

Pengelolaan Sampah Organik Perlindungan Sumber Daya Air

Perbaikan Iklim Mikro Habitat Flora dan Fauna

Pendidikan Wisata Budaya

Organisasi antar Petani

Perlindungan terhadap Lingkungan Gaya Hidup Tujuan

Kriteria

Alternatif

(34)

20

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini terdiri beberapa bagian yang disusun untuk memberikan pemahaman mengenai kedudukan pertanian di Kabupaten Bogor sebagai periurban dalam payung mega-city Jabodetabek. Bagian pertama membahas kondisi umum untuk mengetahui secara singkat profil fisik dan ekonomi wilayah. Bagian kedua membahas karakteristik lahan pertanian dan kondisi pertanian di Kabupaten Bogor untuk melihat secara lebih jauh keadaan pertanian di Kabupaten Bogor. Bagian ketiga membahas tipologi wilayah untuk memberikan penjelasan yang lebih baik mengenai pembagian wilayah Kabupaten Bogor berdasarkan peri-urban dan rural. Bagian keempat mengemukakan dinamika perubahan penggunaan lahan dan kesesuainnya dengan RTRW. Bagian kelima membahas hasil analisis dan kendala pengembangan pertanian di Kabupaten Bogor. Bagian terakhir mengemukakan rekomendasi pengembangan pertanian perkotaan dengan penerapan pertanian multifungsi

Kondisi Umum

Kondisi umum wilayah Kabupaten Bogor dijabarkan sesuai dengan dokumen Kabupaten Bogor dalam Angka Tahun 2013 (BPS, 2014). Secara geografis, Kabupaten Bogor terletak di antara 6,190 LU—6,470 LS dan 1060 1’— 1070 103’ Bujur Timur. Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah metropolitan mega-city dengan luas 2.301,95 km2, terdiri dari 40 kecamatan dengan Kecamatan Cibinong sebagai ibukota kabupaten. Jarak terjauh dari ibukota kecamatan ke ibukota kabupaten adalah 89 km, dengan Kecamatan Parungpanjang merupakan kecamatan terjauh. Batas-batas strategis Kabupaten Bogor adalah sebagai berikut:

1. Kabupaten Sukabumi di sebelah selatan; 2. Kabupaten Lebak di sebelah barat;

3. Kabupaten Tangerang di sebelah barat daya; 4. Kota Depok di sebelah utara;

5. Kabupaten Purwakarta di sebelah timur; 6. Kabupaten Bekasi di sebelah timur laut; 7. Kabupaten Cianjur di sebelah tenggara; 8. Kota Bogor di sebelah tengah.

(35)

21 Tabel 3 Keadaan cuaca di Kabupaten Bogor tahun 2012

Bulan Temperatur (

0 C)

Rata-rata Maximum Minimum

Januari 25,1 32,6 21,6

Februari 25,6 33,4 21

Maret 26 34 21

April 26 34 21,8

Mei 26,1 34 21

Juni 26,2 33,8 20,6

Juli 25,8 34 19,4

Agustus 25,8 34,6 19,6

September 26 34,8 19

Oktober 26,3 35,4 21

Nopember 25,8 33,5 21,8

Desember 26 33 21,4

Sumber: Kabupaten Bogor dalam Angka tahun 2013

Jumlah penduduk Kabupaten Bogor pada tahun 2012 adalah 5.077.210 jiwa, persebaran penduduk pada masing-masing kecamatan terlihat pada Tabel 4. Rata-rata kepadatan penduduk Kabupaten Bogor pada tahun 2012 adalah 19 jiwa/ha, dengan kepadatan penduduk tertinggi sebesar 98 jiwa/ha berada di Kecamatan Ciomas dan kepadatan terendah sebesar 4 jiwa/ha berada di Kecamatan Tanjungsari. Jumlah pencari kerja terbanyak di Kabupaten Bogor adalah penduduk dengan tingkat pendidikan SLTA/setaranya diikuti dengan tingkat pendidikan Sarjana.

Tabel 4 Jumlah penduduk menurut kecamatan di Kabupaten Bogor tahun 2012

No Kecamatan Jumlah Penduduk (jiwa) Proporsi(%)

1 Nanggung 85.996 1,69

2 Leuwiliang 117.240 2,31

3 Leuwisadeng 72.830 1,43

4 Pamijahan 137.831 2,71

5 Cibungbulang 129.187 2,54

6 Ciampea 152.692 3,01

7 Tenjolaya 56.747 1,12

8 Dramaga 104.825 2,06

9 Ciomas 159.432 3,14

10 Tamansari 96.658 1,90

11 Cijeruk 82.192 1,62

12 Cigombong 93.550 1,84

13 Caringin 118.841 2,34

14 Ciawi 108.216 2,13

15 Cisarua 117.372 2,31

16 Megamendung 101.076 1,99

17 Sukaraja 184.074 3,63

18 Babakan Madang 110.093 2,17

19 Sukamakmur 76.915 1,51

20 Cariu 46.707 0,92

21 Tanjungsari 51.171 1,01

(36)

22

Tabel 4 Jumlah penduduk menurut kecamatan di Kabupaten Bogor tahun 2012 (Lanjutan)

No Kecamatan Jumlah Penduduk Proporsi

23 Cileungsi 274.671 5,41

24 Kelapa Nunggal 103.021 2,03

25 Gunung Putri 349.137 6.88

26 Citeureup 209.789 4.13

27 Cibinong 356.454 7.02

28 Bojong Gede 264.331 5.21

29 Tajur Halang 105.250 2.07

30 Kemang 98.648 1.94

31 Ranca Bungur 51.855 1.02

32 Parung 121.910 2.40

33 Ciseeng 103.772 2.04

34 Gunung Sindur 111.771 2.20

35 Rumpin 133.925 2.64

36 Cigudeg 121.194 2.39

37 Sukajaya 56.992 1.12

38 Jasinga 95.268 1.88

39 Tenjo 68.475 1.35

40 Parung Panjang 117.068 2.31

Total 5,077,210 100.00

Sumber: Kabupaten Bogor dalam Angka tahun 2013

Peningkatan sumber daya manusia dan kesejahteraan penduduk Kabupaten Bogor dapat diciptakan dengan menyediakan sarana dan prasarana yang memadai. Fasilitas yang terkait dengan pendidikan, kesehatan, ibadah, dan sosial budaya merupakan sarana utama yang harus selalu ditingkatkan, baik kuantitas maupun kualitasnya. Selain fasilitas, program-program terkait dengan pendidikan dan kesehatan yang disusun dan dicanangkan oleh pemerintah sangat membantu dalam menciptakan kesejateraan yang lebih baik.

Kabupaten Bogor termasuk daerah potensi pertanian. Pengembangan industrinya perlu diarahkan ke arah agroindustri agar keseimbangan pembangunan industri dan pertanian dapat berjalan secara mantap. Data yang disajikan untuk sektor industri ini adalah industri dengan kategori industri menengah besar dan industri menengah kecil. Pada tahun 2012 jumlah industri menengah besar di Kabupaten Bogor sebanyak 1.003 perusahaan dengan 89.778 orang tenaga yang terserap dan industri menengah kecil sebanyak 1.742 perusahaan dengan tenaga kerja yang terserap sebanyak 21.172 orang.

Sarana perdagangan yang terdapat di Kabupaten Bogor cukup memadai dan lengkap. Sebanyak 490 mini market hampir tersebar di setiap kecamatan, kecuali Kecamatan Nanggung, Sukamakmur dan Sukajaya. Sedangkan pasar modern (11 buah), pasar tradisional (24 buah), pasar desa (41 buah), dan pertokoan (901 buah) hanya terdapat di beberapa kecamatan saja.

(37)

23 Struktur perekonomian Kabupaten Bogor yang digambarkan oleh distribusi PDRB atas dasar harga berlaku menunjukkan bahwa kontribusi nilai tertinggi PDRB Kabupaten Bogor pada tahun 2012 dicapai oleh sektor industri pengolahan, disusul oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor bangunan; masing-masing sebesar 59,59 persen, 19,34 persen, dan 4,26 persen. Sektor pertanian, perkebunan, peternakan, kehutanan dan perikanan hanya sebesar 3,74 persen dan kontribusi terkecil diberikan oleh sektor pertambangan dan penggalian sebesar 1,42 persen.

Karakteristik Penutupan Lahan dan Pertanian

Karakteristik penutupan lahan tahun 1999

Pada tahun 1999, penutupan lahan di Kabupaten Bogor masih didominasi oleh lahan tidak terbangun, berupa hutan, sawah, tegalan, kebun campuran, dan lahan kosong/semak. Lahan terbangun yang tampak secara masif hanya memusat di kecamatan-kecamatan yang berbatasan dengan depok, yaitu Kecamatan Cibinong, Gunung Putri dan Cileungsi. Penutupan lahan terluas saat itu adalah hutan. Lebih jelas, persebaran penutupan lahan di Kabupaten Bogor pada tahun 1999 terlihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Penutupan lahan di Kabupaten Bogor tahun 1999

Karakteristik penutupan lahan tahun 2006

(38)

24

Sebaliknya, hutan menjadi penutupan lahan yang mengalami penurunan luas. Terlihat jelas bahwa dalam rentang waktu tahun 1999 hingga 2006 banyak terjadi pembukaan lahan hutan menjadi lahan yang dapat diproduksi, seperti kebun campuran, tegalan dan sawah. Penutupan lahan tersebut terlihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Penutupan lahan di Kabupaten Bogor tahun 2006

Karakteristik penutupan lahan tahun 2014

(39)

25

Gambar 9 Penutupan lahan di Kabupaten Bogor tahun 2014

(40)

26

Dengan luasnya lahan terbuka yang ada, khususnya kebun, hutan, dan sawah, potensi untuk pengembangan pertanian di wilayah Kabupaten Bogor ini masih sangat tinggi. Namun, tekanan pembangunan yang sangat besar yang berasal dari wilayah-wilayah sekitarnya, khususnya DKI Jakarta, dan penambahan penduduk yang sangat cepat dikhawatirkan dapat mengancam lahan terbuka yang ada saat ini.

Tabel 5 Luas area penutupan lahan di Kabupaten Bogor tahun 2014 Tutupan Lahan Luas (km2) Proporsi (%)

Badan Air 40,28 1,75

Bangunan 218,69 9,50

Hutan 655,37 28,47

Kebun Campuran 772,99 33,58

Rumput/Tanah Kosong 143,41 6,23

Sawah 78,04 3,39

Sawah Kering 105,43 4,58

Semak 129,14 5,61

Tegalan/Ladang 158,60 6,89

Jumlah 2.301,95 100

Pertanian

Pembahasan sebelumnya memberikan gambaran potensi pertanian secara luasan lahan. Meskipun tidak signifikan secara ekonomi, sektor pertanian bukanlah sektor yang dapat diabaikan begitu saja. Pelaksanaan pembangunan pertanian pada tahun 2012 diarahkan untuk memperbaiki sumber daya manusia (SDM) dan teknologi tepat guna secara optimal dan sekaligus mengupayakan perluasan kesempatan kerja dan peningkatan pendapatan petani yang pada akhrinya memeratakan pembangunan pedesaan dalam rangka memakmurkan masyarakat secara menyeluruh. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan usaha-usaha penyuluhan untuk melaksanakan intensifikasi, diversifikasi, dan rehabilitasi. Berdasarkan data Kabupaten dalam Angka Tahun 2013, luas lahan sawah pada tahun 2012 sebesar 47.932 ha atau 18 persen dari total luas wilayah Kabupaten Bogor. Sebesar 85 persen dari sawah tersebut ditanami padi. Tiga kecamatan di Kabupaten Bogor yang memiliki area sawah terluas berturut-turut adalah Jonggol, Pamijahan, dan Sukamakmur.

Penurunan luas lahan panen dari tahun 2011 hingga 2012 sebesar 0,14 persen, tidak membuat produksi padi sawah dan padi ladang turun. Peningkatan produksi padi sawah dan padi ladang terjadi di Kabupaten Bogor, yaitu sekitar 4,25 persen. Selain tanaman padi, tersebar juga berbagai jenis tanaman palawija, yaitu jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, ubi jalar, dan talas. Untuk tanaman palawija, produksi terbanyak adalah tanaman ubi kayu dan ubi jalar dengan masing-masing produksi sebanyak 159.670 ton dan 56.255 ton. Beberapa kecamatan menghasilkan tanaman ubi kayu tertinggi adalah Cibungbulang, Sukaraja, Babakan Madang, dan Sukamakmur. Sedangkan kecamatan tertinggi yang menghasilkan tanaman ubi jalar adalah Cibungbulang.

(41)

27 kacang panjang. Komoditas jamur sayuran, kangkungan dan bayam paling banyak dihasilkan di Kecamatan Kemang. Tanaman buah-buahan yang tersebar merata di semua kecamatan adalah tanaman buah pisang, yaitu di Kecamatan Sukajaya. Produksi tertinggi buah-buahan di Kabupaten Bogor adalah buah Rambutan yang tersebar di 35 kecamatan, produksi tertingginya di Kecamatan Cileungsi dan Gunung Sindur.

Luas tanaman perkebunan rakyat untuk beberapa jenis tanaman umumnya tidak mengalami banyak perubahan dari tahun ke tahun. Produksi perkebunan yang paling dominan di Kabupaten Bogor adalah kelapa (16.208,40 ton) dan kopi (9.694,43 ton). Produksi kelapa tersebar di seluruh kecamatan di Kabupaten Bogor, dengan produksi tertinggi di Kecamatan Ciampea dan Leuwiliang, sedangkan produksi kopi hanya terdapat di 35 kecamatan, dengan produksi tertinggi di Kecamatan Jonggol.

Produksi komoditi peternakan di Kabupaten Bogor tertinggi adalah ayam ras pedaging sekitar 81 persen dari keseluruhan produksi peternakan yang ada. Komoditi ayam ras pedaing ini tersebar di 35 kecamatan, dengan produksi tertinggi di Kecamatan Pamijahan dan Gunung Sindur. Komoditi sapi lokal sebesar 5 persen juga tersebar di semua kecamatan, dengan produksi tertinggi di Kecamatan Cibinong.

Kabupaten Bogor tidak memiliki perikanan laut, hanya ada perikanan darat. Produksi perikanan daratnya didominasi oleh tempat usaha kolam air tenang dengan produksi 68.366,81 ton, sedangkan dari jenis komoditi didominasi oleh ikan lele, mas dan nila dengan produksi masing-masing sebesar 47.733,14 ton dan 5.762,43 ton yang berada di Kecamatan Ciseeng. Produksi terendahnya adalah komoditi ikan tambakan dengan jumlah produksi 26,57 ton.

Meskipun secara struktur ekonomi didominasi oleh industri pengolahan dan tersier (perdagangan, hotal, dan restoran), luas lahan pertanian di Kabupaten Bogor relatif masih luas. Dapat dikatakan bahwa terdapat potensi pertanian dan pengembangan industri juga perlu diarahkan pada agroindustri sehingga keseimbangan pembangunan industri dan pertanian dapat berjalan secara lebih baik.

Tipologi Wilayah yang Mengalami Urbanisasi

Secara keseluruhan, Kabupaten Bogor dapat dikatakan sebagai wilayah periurban dalam konstelasi mega-city Jabodetabek. Untuk memberikan pendalaman yang lebih baik terhadap tipologi periurban (maupun rural/ perdesaan) diperlukan analisis tipologi wilayah. Setiap tipologi dapat secara langsung dan tidak langsung terkait dengan jenis dan upaya pengembangan pertanian yang berbeda.

Gambar

Tabel 1 Data yang digunakan dalam penelitian
Gambar 5 Bagan alur penelitian
Tabel 3 Keadaan cuaca di Kabupaten Bogor tahun 2012
Tabel 4 Jumlah penduduk menurut kecamatan di Kabupaten Bogor tahun 2012 (Lanjutan)
+7

Referensi

Dokumen terkait

TOYOTA AVANZA G 2005 silver met tangan pertama pajak panjang barang mulus KM 91rb. Kramat Kwitang Senen

Dari hasil penilaian kelengkapan dan kebenaran dokumen administrasi atas peserta lelang yang memasukan dokumen penawaran diatas, dokumen administrasi yang dinyatakan memenuhi syarat

tak terlupakan.. Kontribusi Media Pembelajaran, Motivasidan Kondisi Tempat Belajar Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas X Sekolah Menengah Kejuruan

DEPARTMENT OF SUNNI THEOLOGY ALIGARH MUSLIM UNIVERSITY. ALIGARH (INDIA)

Pelaksanaan Administrasi Keuangan dan Umum merupakan serangkaian kegiatan yang dilaksanakan Pabrik Gula Tasikmadu Karanganyar untuk mengolah data dan mengkoordinasi di

Hasil penelitian menunjukan bahwa pelaksanaan rekrutmen, seleksi dan penempatan tenaga kerja di koperasi BMT-UGT Sidogiri Pasuruan lebih memprioritaskan para alumni

Pengambilan sampel dilakukan secara berjenjang ( multistages ), yakni setiap UPBJJ-UT dibagi berdasarkan kota dan kelompok belajar. Sampel secara acak ditentukan satu

Internet adalah teknologi yang mengantarkan manusia untuk sampai pada kehidupan virtual yang merupakan kehidupan ke duanya ( second life ). Pada masyarakat Indonesia,