• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis pembentukan intensi dan perilaku pro lingkungan keluarga di daerah rawan dan tidak rawan masalah lingkungan di Kabupaten Banyumas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis pembentukan intensi dan perilaku pro lingkungan keluarga di daerah rawan dan tidak rawan masalah lingkungan di Kabupaten Banyumas"

Copied!
201
0
0

Teks penuh

(1)

ANA

PRO L

DE

ALISIS P

LINGKUN

TIDAK

PARTEM

FA

IN

PEMBENT

NGAN KE

K RAWAN

DI KABU

GITA

MEN ILM

AKULTA

NSTITUT

TUKAN I

ELUARGA

N MASAL

UPATEN

HANUNG

U KELUA

AS EKOL

T PERTA

2011

INTENSI

A DI DAE

LAH LIN

BANYU

G KINAN

ARGA DA

LOGI MAN

ANIAN BO

1

DAN PE

ERAH RA

GKUNGA

MAS

NTI

AN KON

NUSIA

OGOR

ERILAKU

AWAN D

AN

SUMEN

U

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Analisis Pembentukan Intensi dan Perilaku Pro Lingkungan Keluarga di Daerah Rawan dan Tidak Rawan Masalah Lingkungan di Kabupaten Banyumas adalah karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi maupun kutipan yang berasal dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Januari 2011

(3)

ABSTRACT

GITA HANUNG KINANTI. Analysis of Family Pro Environmental Intention and Behavioral Formation in Critical and Non Critical Environment Area in Banyumas Regency. Under direction of LILIK NOOR YULIATI.

In the last decade, environment functioning is decreasing and becomes more uncomfortable for people. Pro environmental behavior included awareness, ascribed responsibility, and personal norm from each individual in implementing their social function in keeping the environment preservation. The aim of this study is to analyze family pro environmental intention and behavioral formation in critical and non critical environment area in Banyumas Regency. This study located in Tipar Kidul Village and Ajibarang Kulon Village with 100 respondents. Almost all respondents’ awareness, ascribed responsibility, and personal norm were on medium level. The behavior level was on low level. The personal norm has significant effect to intention and knowledge has significant effect to pro environmental behavior.

(4)

GITA HANUNG KINANTI. Analisis Pembentukan Intensi Perilaku Pro Lingkungan Keluarga di Daerah Rawan dan Tidak Rawan Masalah Lingkungan di Kabupaten Banyumas. Dibimbing oleh LILIK NOOR YULIATI.

Buruknya pengelolaan lingkungan yang disebabkan oleh masing-masing individu berdampak buruk terhadap semua sektor, khususnya perekonomian dan masyarakat miskin (IEH 2004). Semakin maraknya permasalahan lingkungan dan semakin menonjolnya perhatian berbagai kalangan menunjukkan kesadaran akan pentingnya pemeliharaan lingkungan hidup agar penghuni bumi ini juga bisa hidup secara berkelanjutan (Widiyanta 2002). Sebagaimana yang telah terjadi dalam beberapa dekade terakhir bahwa keberfungsian lingkungan semakin menurun dan tidak nyaman di kalangan masyarakat. Intensi atau maksud perilaku pro-lingkungan mencakup kesadaran, norma personal, dan peranan tanggung jawab dari masing-masing responden dalam menjalankan fungsi sosialnya dalam menjaga kelestarian pro-lingkungan (Garling et al 2001).

Penelitian ini secara umum bertujuan menganalisis pembentukan intensi perilaku pro lingkungan keluarga di daerah rawan dan tidak rawan masalah lingkungan di Kabupaten Banyumas. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah: (1) Membedakan karakteristik dan pengetahuan responden di daerah rawan masalah lingkungan (RML) dan daerah tidak rawan masalah lingkungan (TRML); (2) Membedakan akses informasi responden di daerah RML dan daerah TRML; (3) Membedakan kesadaran, norma personal, tanggung jawab, dan intensi perilaku pro lingkungan responden di daerah RML dan daerah TRML; (4) Membedakan perilaku pro lingkungan responden di daerah RML dan daerah TRML; (5) Menganalisis hubungan antara karakteristik responden (lama pendidikan dan pendapatan), pengetahuan, kesadaran, norma personal, tanggung jawab, intensi, dan perilaku pro lingkungan; (6) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi intensi dan perilaku pro lingkungan pada responden.

(5)

Tidak terdapat perbedaan yang nyata pada karakteristik responden (usia, lama pendidikan, dan pendapatan) di daerah RML dan TRML. Lebih dari separuh (56%) responden berjenis kelamin laki-laki. Secara keseluruhan 37 persen responden berada pada rentang usia 31-40 tahun (dewasa madya). Secara keseluruhan 49 persen responden menempuh pendidikan hingga tamat SMA. Pekerjaan responden secara keseluruhan adalah karyawan swasta (43%). Hampir seluruh (88%) responden memiliki pendapatan per kapita di atas garis kemiskinan, yaitu lebih dari Rp 179 982 (BPS Jawa Tengah 2010).

Terdapat perbedaan yang nyata tingkat pengetahuan responden dimana tingkat pengetahuan responden di daerah TRML lebih tinggi daripada di daerah RML. Lebih dari separuh responden memiliki tingkat pengetahuan sedang. Pengetahuan dasar mengenai lingkungan hidup akan mampu mengembangkan perhatian terhadap lingkungan dan mempunyai perilaku positif serta lebih bertanggung jawab terhadap lingkungan. Media elektronik merupakan sumber informasi yang paling banyak diterima oleh responden dan dipercaya oleh responden sebagai sumber informasi mengenai lingkungan. Hampir seluruh responden menerima sedikit informasi tentang lingkungan.

Tidak terdapat perbedaan yang nyata dalam tingkat kesadaran dan norma personal, dan intensi responden, serta terdapat perbedaan yang nyata dalam tingkat tanggung jawab responden di daerah RML dan TRML. Tingkat kesadaran dan norma personal responden di daerah RML lebih tinggi daripada di daerah TRML, serta tingkat tanggung jawan dan intensi responden di daerah TRML lebih tinggi daripada di daerah RML. Hampir seluruh responden memiliki tingkat kesadaran, tanggung jawab, norma personal, dan intensi perilaku pro lingkungan sedang.

Terdapat perbedaan yang nyata tingkat perilaku responden, dimana tingkat perilaku responden di daerah TRML lebih tinggi daripada di daerah RML. Seluruh responden memiliki tingkat perilaku pro lingkungan yang rendah. Perilaku pro lingkungan tergantung dari norma personal yang berasal dari kesadaran dan tanggung jawab yang penting untuk masing-masing responden dan juga orang lain.

Lama pendidikan memiliki hubungan yang nyata negatif dengan umur, pendapatan memiliki hubungan yang nyata positif dengan jumlah informasi yang diterima responden, jumlah informasi memiliki hubungan yang nyata positif dengan kesadaran dan nyata negatif dengan intensi perilaku pro lingkungan, norma personal memiliki hubungan yang nyata positif dengan tanggung jawab dan intensi. Terdapat hubungan yang nyata positif antara perilaku pro lingkungan dengan pengetahuan.

Norma personal berpengaruh nyata terhadap intensi perilaku pro lingkungan dan pengetahuan berpengaruh nyara terhadap perilaku pro lingkungan. Pengetahuan dasar mengenai lingkungan hidup akan mampu mengembangkan perhatian terhadap lingkungan dan mempunyai perilaku positif serta lebih bertanggung jawab terhadap lingkungan.

Berdasarkan hasil penelitian disarankan adanya program atau kegiatan dari pemerintah maupun LSM pro lingkungan yang dapat meningkatkan pengetahuan responden sejak dini melalui berbagai program. Penelitian pro lingkungan sebaiknya lebih ditekankan pada permasalahan wilayah yang lebih spesifik di lokasi penelitian. Penelitian selanjutnya sebaiknya mengembangkan faktor-faktor yang belum diteliti dalam penelitian ini.

(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(7)

ANALISIS PEMBENTUKAN INTENSI DAN PERILAKU

PRO LINGKUNGAN KELUARGA DI DAERAH RAWAN DAN

TIDAK RAWAN MASALAH LINGKUNGAN

DI KABUPATEN BANYUMAS

GITA HANUNG KINANTI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(8)

di Kabupaten Banyumas Nama : Gita Hanung Kinanti NIM : I24063276

Disetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Lilik Noor Yuliati, MFSA

Diketahui,

Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen

Dr. Ir. Hartoyo, M.Sc

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah SWT atas rahmat, hidayah, dan inayah-Nya sehingga skripsi dengan judul “Analisis Pembentukan Intensi Perilaku Pro Lingkungan pada Masyarakat di Kabupaten Banyumas” ini dapat terselesaikan dengan baik. Penyusunan skripsi ini digunakan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen.

Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Lilik Noor Yuliati, MFSA selaku dosen Pembimbing Skripsi atas bimbingan, arahan, waktu, kesabaran, dan ilmu pengetahuan yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini, sekaligus sebagai dosen Pembimbing Akademik selama tiga tahun di Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen atas perhatian dan motivasi yang telah diberikan. 2. Dr. Ir. Istiqlaliyah Muflikhati, M.Si dan Alfiasari, SP, M.Si selaku dosen penguji

atas masukan dan saran yang bermanfaat untuk perbaikan skripsi penulis. 3. Irni Rahmayani Johan, SP, MM selaku dosen pemandu seminar atas waktu

dan masukan yang telah diberikan kepada penulis selama seminar.

4. Kepala Desa, aparat desa, serta masyarakat Kelurahan Ajibarang Kulon dan Tipar Kidul yang telah memberikan informasi dan membantu dalam pelaksanaan pengambilan data.

5. Seluruh staf pengajar Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan.

6. Bapak Bisri dan Ibu Iin Siswati selaku orangtua penulis yang tidak pernah lelah memberikan dukungan, motivasi, bimbingan, doa, dan kasih sayang baik yang bersifat fisik, mental, dan spiritual hingga penulis mampu menempuh pendidikan di perguruan tinggi.

7. Tri Wibowo, Nisa Nungnurfathma, Rizki Jordika, dan Mbah Uti yang senantiasa telah memberikan doa, semangat, dan perhatian kepada penulis. 8. Avi, Ina, Tri, Rahmi, Irma, Ayu, Syifa, Arina, Dinar, Uci, Shanti, Sylvia yang

(10)

selama menjalani perkuliahan di IKK.

10. Keluarga “Enji Houz” Mba Shanti, Mba Nia, Mba Fru, Mba Wulan, Mba Fuji, Mba Nana, Mba Putri, Mba Achi, Mba Idha, Mba Iiek, Bu Wati, Kak Rini, Rizka, Dian, Wawat, Yani, Inke, dan Desi yang telah memberikan semangat, dukungan, serta keceriaan kepada penulis.

11. Semua pihak yang telah berpartisipasi dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini yang semata-mata adalah kesalahan yang datangnya dari penulis. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini diterima dan bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

Bogor, Januari 2011

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 11 Oktober 1987. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari Bapak Bisri dan Ibu Iin Siswati. Penulis menempuh pendidikan di TK Xaverius 2 Tanjungkarang tahun 1992-1994, SD Fransiskus 1 Tanjungkarang tahun 1994-2000, SMP Negeri 1 Ajibarang tahun 2000-2003, dan SMA Negeri 1 Purwokerto tahun 2003-2006.

Tahun 2006 penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri (SPMB). Pada tahun 2007, penulis diterima di Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen (IKK), Fakultas Ekologi Manusia dengan minor Gizi Masyarakat. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam berbagai macam kegiatan dan organisasi di kampus. Pengalaman penulis menjadi anggota Divisi Syiar Ikatan Keluarga Muslim TPB IPB 43 (IKMT 43) tahun 2006-2007, anggota English Club Himpunan Mahasiswa Ilmu Keluarga dan Konsumen (HIMAIKO) tahun 2007-2008, anggota Infokom, Balitbang dan Bendahara Divisi Syiar Forum Syiar Islam FEMA (FORSIA) tahun 2007-2010, anggota dan Sekretaris Departemen Kominfo BEM Fakultas Ekologi Manusia tahun 2007-2009, serta berbagai kegiatan pelatihan dan kepanitiaan kampus lainnya.

(12)

Halaman

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 4

Tujuan Penelitian ... 6

Kegunaan Penelitian ... 6

TINJAUAN PUSTAKA ... 9

Faktor Perilaku Pro Lingkungan ... 9

Lingkungan ... 14

Karakteristik Contoh ... 26

Akses Informasi ... 28

KERANGKA PEMIKIRAN ... 31

METODE PENELITIAN ... 33

Desain, Tempat dan Waktu Penelitian ... 33

Cara Pengambilan Contoh ... 33

Jenis dan Cara Pengumpulan Data ... 35

Pengolahan dan Analisis Data ... 36

Definisi Operasional ... 38

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 41

Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 41

Kelurahan Tipar kidul ... 41

Kelurahan Ajibarang Kulon ... 44

Karakteristik Responden ... 45

Jenis Kelamin ... 45

Usia ... 46

Pendidikan ... 46

Pekerjaan ... 48

Pendapatan ... 48

Akses Informasi ... 50

Pengetahuan mengenai Lingkungan ... 54

Faktor-faktor Pembentuk Intensi Perilaku Pro Lingkungan ... 57

Kesadaran ... 57

Tanggung Jawab ... 59

Norma Personal ... 61

Intensi Perilaku Pro Lingkungan ... 63

Perilaku Pro Lingkungan ... 65

Hubungan antara Karakteristik Contoh, Pengetahuan, Kesadaran, Norma Personal, Tanggung jawab, Intensi, Perilaku Pro Lingkungan .... 70

(13)

xx

Halaman

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Pro Lingkungan ... 73

Keterbatasan Penelitian ... 76

KESIMPULAN DAN SARAN ... 77

Kesimpulan ... 77

Saran ... 78

DAFTAR PUSTAKA ... 81

(14)

Halaman

1 Limbah padat yang dihasilkan di sejumlah kota di Indonesia ... 4

2 Gambar umum sebagian manfaat dan resiko lingkungan di Indonesia .. 17

3 Pengaruh bahan pencemar kendaraan bermotor terhadap kesehatan .. 21

4 Akses penduduk terhadap media massa, tahun 1998-2006 ... 29

5 Jenis dan cara pengumpulan data ... 35

6 Variabel, kategori, dan skala pengumpulan data ... 36

7 Penduduk Desa Tipar Kidul berdasarkan mata pencaharian Tahun 2009 ... 42

8 Penduduk Kelurahan Ajibarang Kulon berdasarkan mata pencaharian Tahun 2009 ... 44

9 Sebaran responden berdasarkan jenis kelamin ... 46

10 Sebaran responden berdasarkan usia ... 46

11 Sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan ... 47

12 Sebaran responden berdasarkan lama pendidikan ... 47

13 Sebaran responden berdasarkan pekerjaan ... 48

14 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan keluarga per kapita per bulan ... 49

15 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan per kapita per bulan ... 49

16 Sumber informasi yang diperoleh responden ... 50

17 Sebaran responden berdasarkan jumlah sumber informasi yang diperoleh ... 52

18 Persentase responden berdasarkan indikator pernyataan pro lingkungan dan sumber informasi terpercaya ... 53

19 Persentasi responden menjawab benar pernyataan pengetahuan ... 55

20 Sebaran responden berdasarkan tingkat pengetahuan tentang lingkungan ... 56

21 Sebaran responden berdasarkan tingkat kesadaran lingkungan ... 58

22 Persentase responden berdasarkan tingkat kesadaran dan rataan skor ... 58

23 Sebaran responden berdasarkan tingkat tanggung jawab lingkungan ... 60

24 Persentase responden berdasarkan tingkat tanggung jawab dan rataan skor ... 61

25 Sebaran responden berdasarkan tingkat norma personal ... 62

(15)

xxii

(16)

Halaman

1 Teori NAM (Norm Activation Theory)... 11

2 Diagram masalah-masalah lingkungan ... 18

3 Kerangka pemikiran ... 32

4 Cara pengambilan contoh ... 34

5 TPA Tipar Kidul (daerah RML) ... 43

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Uji beda rataan T-test (2 kelompok) ... 86 2 Hasil uji regresi linear berganda intensi perilaku pro lingkungan (total) .... 88 3 Hasil uji regresi linear berganda intensi perilaku pro lingkungan (daerah

RML dan TRML) ... 89 4 Hasil uji regresi linear berganda perilaku pro lingkungan (total) ... 91 5 Hasil uji regresi linear berganda perilaku pro lingkungan (daerah RML

(18)

Latar Belakang

Hubungan antara manusia dengan lingkungan adalah sirkuler. Perubahan pada lingkungan pada gilirannya akan mempengaruhi manusia. Interaksi antara manusia dengan lingkungannya tidaklah sederhana, melainkan kompleks karena pada umumnya di dalam lingkungan itu terdapat banyak unsur. Pengaruh terhadap suatu unsur akan merambat pada unsur lain, sehingga pengaruhnya terhadap manusia sering tidak dapat dengan segera terlihat dan terasakan. Manusia hidup dari unsur-unsur lingkungan, yaitu udara untuk pernapasan, air untuk minum, keperluan rumah tangga untuk kebutuhan lain, tumbuhan dan hewan untuk makanan, tenaga dan kesenangan, serta lahan untuk tempat tinggal dan produksi pertanian (Soemarwoto 2004).

Pada hakekatnya manusia mempunyai keinginan dan kebutuhan yang sangat beragam. Kebutuhan dan keinginan bermacam-macam baik berupa fisik maupun non fisik. Apabila setiap kebutuhan dan keinginan fisik dan non fisik terpenuhi maka akan terpuaskan, akan tetapi jika tidak terpenuhi maka akan menimbulkan rasa tidak puas. Kebutuhan terdiri dari kebutuhan yang mendasar yang harus dipenuhi secara rutin atau disebut juga kebutuhan sehari-hari hingga kebutuhan pada tingkat yang lebih tinggi. Kenyataan bahwa pembangunan juga melaju dengan cepat agar kebutuhan penduduk dapat tercapai.

Manusia dapat memenuhi kebutuhannya yang berupa sandang, pangan dan papan jika memanfaatkan hasil penemuan baru ilmu pengetahuan dan teknologi yang mengeruk hasil kekayaan alam yang ada sebanyak-banyaknya dan secepat-cepatnya. Perkembangan teknologi dan industri yang pesat dewasa ini di lain pihak menimbulkan dampak positif maupun negatif bagi kehidupan manusia. Dampak yang bersifat positif memang diharapkan dapat meningkatkan kualitas dan kenyamanan hidup, sebaliknya dampak yang bersifat negatif tidak diharapkan karena dapat menurunkan kualitas dan kenyaman hidup.

(19)

2

consumption), dan meraup sumber daya alam tanpa memperhitungkan dampaknya bagi masa depan (eksploitating technology).

Kenyataannya sering terjadi bahwa orientasi pembangunan di masa lalu seolah-olah mengorbankan lingkungan demi kepentingan manusia. Muncul konsep yang mencerminkan besarnya perhatian terhadap masalah lingkungan. Diantaranya adalah konsep daya dukung dan daya tampung lingkungan, keserasian interaksi kependudukan dengan lingkungan serta pembangunan berkelanjutan. Berbagai konsep tersebut menempatkan pentingnya kepedulian manusia terhadap lingkungan yang seharusnya diimplementasikan ke dalam berbagai bentuk perilaku manusia (Faturochman & Himam 1995 dalam Widiyanta 2002).

Buruknya pengelolaan lingkungan yang disebabkan oleh masing-masing individu berdampak buruk terhadap semua sektor, khususnya perekonomian dan masyarakat miskin (IEH 2004). Permasalahan yang timbul antara lain polusi, banjir atau tanah longsor, keterbatasan air bersih atau kekeringan saat musim kemarau, limbah rumah tangga yang tidak dikelola dengan baik, dan enggannya masyarakat untuk mengkonsumsi produk ramah lingkungan.

Polusi kendaraan bermotor maupun asap rokok yang menyebabkan turunnya kualitas udara sehingga berakibat pada meningkatnya masalah kesehatan dan rendahnya produktivitas. Ketersediaan sumber utama air menurun dengan sangat cepat, diakibatkan kurangnya pencarian sumber air tanah yang baru untuk daerah perkotaan dan meningkatnya polusi terhadap air permukaan dan air tanah. Penebangan liar dapat menyebabkan banjir yang menggenangi daerah-daerah tertentu rawan banjir.

Badan Perlindungan Lingkungan Hidup AS (Environmental Protection Agency, EPA) memproyeksikan bahwa bila permukaan air laut naik satu meter saja, akan dapat merusak daerah pantai sekitar 26-65 persen. Kadar garam di daerah muara sungai, danau, dan daratan dekat pantai akan naik sehingga cadangan airnya tidak dapat digunakan lagi sebagai air minum, karena air laut sudah mengintrusi air tanah. Maka krisis air bersihpun terjadi (Mukhlis 2009).

(20)

Daerah-daerah miskin di perkotaan secara umum dilayani secara setengah-setengah atau justru tidak dilayani sama sekali. Sekitar 15-20 persen dari limbah dibuang secara baik dan tepat, sisanya dibuang di sungai dan kali, menciptakan masalah banjir. Diperkirakan 85 persen dari kota-kota kecil dan lebih dari 50 persen kota berukuran menengah secara resmi membuang limbah di tempat-tempat terbuka (IEH 2004).

Tabel 1 Limbah padat yang dihasilkan di sejumlah kota di Indonesia

Kota Limbah yang

dihasilkan (m2/hari)

Limbah harian yang dihasilkan tiap orang

(kg/orang/hari)

Jakarta, Jawa 24,025 0.66

Bandung, Jawa 6,862 0.70

Semarang, Jawa 3,215 0.69

Yogyakarta, Jawa 1,240 0.78

Padang, Sumatra 1,922 0.90

Ujung Pandang, Sulawesi 2,424 0.86

Sumber: Indonesia Environment Monitor (2003) dalam Indonesia Expanding Horizon (2004)

Tingkat partisipasi masyarakat Indonesia dalam pengelolaan lingkungan hidup dan sumber daya alam, masih sangat rendah. Pengambilan keputusan dalam berbagai rencana pembangunan tidak secara penuh meminta pendapat publik dan sering kali tidak transparan. Dalam lima tahun terakhir, kelompok-kelompok masyarakat sipil dan LSM-LSM telah lebih berani dalam menyuarakan perlindungan lingkungan yang lebih besar dan pengelolaan yang lebih baik dalam sumber daya alam, namun kesadaran dalam keaktifan dari masyarakat sipil belum dapat menciptakan momentum yang cukup untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan yang secara aktif mendorong partisipasi yang lebih luas dari penduduk setempat dalam mengelola lingkungan mereka.

(21)

4

selama ini yang lebih menekankan pada pendekatan sektor dan cenderung terpusat, menyebabkan pemerintah daerah kurang mendapat kesempatan untuk dapat terus mengembangkan kapasitas dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan masyarakat secara optimal (Imansyah 2010).

Kemerosotan lingkungan hidup di banyak negara berkembang berada pada situasi yang berbahaya. Semakin maraknya permasalahan lingkungan dan semakin menonjolnya perhatian berbagai kalangan menunjukkan kesadaran akan pentingnya pemeliharaan lingkungan hidup agar penghuni bumi ini juga bisa hidup secara berkelanjutan. Semakin maraknya permasalahan lingkungan dan semakin menonjolnya perhatian berbagai kalangan menunjukkan kesadaran akan pentingnya pemeliharaan lingkungan hidup agar penghuni bumi ini juga bisa hidup secara berkelanjutan (Widiyanta 2002). Salah satu upaya untuk menjaga kelestarian lingkungan adalah pengkonsumsian produk-produk ramah lingkungan, tetapi sejauh ini masyarakat masih enggan untuk melaksanakannya karena adanya faktor informasi maupun persepsi harga produk yang relatif tidak terjangkau bagi masyarakat menengah ke bawah padahal tidak semua produk ramah lingkungan harganya mahal.

Perumusan Masalah

Kurangnya peranan dan tanggung jawab masyarakat atau individu dalam perhatian dan pemeliharaan lingkungan menunjukkan rendahnya norma personal yang berkembang luas di kalangan masyarakat Indonesia yang mengikat pribadi masing-masing agar setidaknya mampu mentaati peraturan atau undang-undang pemerintahan yang mencakup kelestarian lingkungan.

Semakin pesat pertumbuhan penduduk maka semakin meningkat pula jumlah kebutuhan yang diperlukan oleh masing-masing individu. Pengembangan teknologi yang memenuhi kebutuhan penduduk berdampak signifikan terhadap meningkatnya limbah rumah tangga dan polutan bahan bakar industri yang dapat membahayakan kesehatan masyarakat. Buruknya pengelolaan lingkungan, rendahnya pengetahuan maupun akses informasi berdampak buruk terhadap semua sektor apabila tidak diimbangi kesadaran, tanggung jawab, dan peran masing-masing individu dalam menjaga kelestarian lingkungannya.

(22)

meluas di kawasan yang semula tidak terjadi masalah lingkungan telah berlangsung kondisi ini. Hal ini dapat dilihat dengan munculnya bencana banjir, tanah longsor, kekeringan, eksploitasi sumberdaya alam, polusi udara, pengelolaan limbah yang tidak tepat, dan adanya kegiatan rawan lainnya yang berlangsung di wilayah Indonesia. Daerah rawan masalah lingkungan ini ditandai dengan adanya permasalahan lingkungan yang ekstrem dibandingkan dengan wilayah yang tidak memiliki permasalahan lingkungan.

Akibat eksploitasi sumberdaya alam yang tidak terkendali menyebabkan terganggunya keseimbangan alam dan lingkungan, sehingga timbul berbagai macam masalah lingkungan dan polusi, yang pada hakekatnya diciptakan oleh manusia itu sendiri. Manusia dan sistem sosial lah yang juga akan langsung merasakan akibatnya dengan berbagai masalah. Disinilah diperlukan adanya kesadaran terhadap lingkungan dari setiap anggota keluarga, yang merupakan bagian terkecil dari sistem sosial masyarakat (Guhardja et al 1989). Untuk mengatasi hal tersebut dapat dilakukan dengan meningkatkan pemahaman lingkungan di seluruh masyarakat. Hal ini bertujuan untuk membangkitkan niat (intensi) masyarakat dalam menyadari pentingnya menjaga kelestarian lingkungan. Intensi atau maksud perilaku pro lingkungan mencakup kesadaran, peranan tanggung jawab, dan norma personal dari masing-masing individu dalam menjalankan fungsi sosialnya dalam menjaga kelestarian pro lingkungan (Garling et al 2001). Hubungan antara sikap dengan perilaku lingkungan masih terlalu jauh dan diperlukan adanya faktor yang berperan sebagai penghubung yaitu intensi. Intensi perilaku pro lingkungan dapat memprediksi tingkah laku yang berhubungan dengan perilaku pro lingkungan dengan berbagai alasan.

Pengetahuan, akses informasi, kesadaran, tanggung jawab, dan norma personal terhadap lingkungan masing-masing individu mengarah kepada intensi atau maksud perilaku pro lingkungan yang akan memberi gambaran seberapa besar peran aktual individu dalam mengembangkan sumberdaya pribadinya dalam perilaku pro lingkungan.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang penting untuk diteliti, yaitu:

1. Bagaimana karakteristik dan pengetahuan responden di daerah rawan masalah lingkungan dan daerah tidak rawan masalah lingkungan?

(23)

6

3. Bagaimana kesadaran, tanggung jawab, norma personal, dan intensi perilaku pro lingkungan responden di daerah rawan masalah lingkungan dan daerah tidak rawan masalah lingkungan?

4. Bagaimana perilaku pro lingkungan responden di daerah rawan masalah lingkungan dan daerah tidak rawan masalah lingkungan?

5. Bagaimana hubungan antara karakteristik responden (umur, lama pendidikan dan pendapatan), pengetahuan, jumlah informasi, kesadaran, norma personal, tanggung jawab, intensi, dan perilaku pro lingkungan?

6. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi intensi dan perilaku pro lingkungan pada responden?

Tujuan Penelitian Tujuan umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah menganalisis pembentukan intensi dan perilaku pro lingkungan keluarga di daerah rawan dan tidak rawan masalah lingkungan di Kabupaten Banyumas.

Tujuan khusus

1. Membedakan karakteristik dan pengetahuan responden di daerah rawan masalah lingkungan dan daerah tidak rawan masalah lingkungan.

2. Membedakan akses informasi responden di daerah rawan masalah lingkungan dan daerah tidak rawan masalah lingkungan.

3. Membedakan kesadaran, tanggung jawab, norma personal, dan intensi perilaku pro lingkungan responden di daerah rawan masalah lingkungan dan daerah tidak rawan masalah lingkungan.

4. Membedakan perilaku pro lingkungan responden di daerah rawan masalah lingkungan dan daerah tidak rawan masalah lingkungan.

5. Menganalisis hubungan antara karakteristik responden (umur, lama pendidikan dan pendapatan), pengetahuan, jumlah informasi, kesadaran, norma personal, tanggung jawab, intensi, dan perilaku pro lingkungan.

6. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi intensi dan perilaku pro lingkungan pada responden.

Kegunaan Penelitian

(24)

1. Penulis, sebagai bahan pembelajaran dalam memahami konsep pembentukan intensi dan perilaku pro lingkungan.

2. Peneliti, sebagai bahan informasi yang dapat menambah pengetahuan tentang pembentukan intensi dan perilaku pro lingkungan.

3. Pemerintah, sebagai bahan masukan dalam menentukan kebijakan pro lingkungan dan memperbaiki fasilitas-fasilitas yang ramah lingkungan.

4. LSM, Ormas, dan pemerhati lingkungan sebagai bahan masukan untuk menentukan bentuk pelayanan secara sukarela kepada masyarakat.

(25)

TINJAUAN PUSTAKA

Faktor Perilaku Pro lingkungan

Perilaku adalah respon individu terhadap suatu stimulus atau suatu tindakan yang dapat diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi dan tujuan baik disadari maupun tidak. Perilaku merupakan kumpulan berbagai faktor yang saling berinteraksi. Sering tidak disadari bahwa interaksi tersebut amat kompleks sehingga kadang-kadang tidak sempat memikirkan penyebab seseorang menerapkan perilaku tertentu (Felix 2008).

Perilaku seseorang dikelompokkan ke dalam perilaku wajar, perilaku dapat diterima, perilaku aneh, dan perilaku menyimpang. Dalam sosiologi, perilaku dianggap sebagai sesuatu yang tidak ditujukan kepada orang lain dan oleh karenanya merupakan suatu tindakan sosial manusia yang sangat mendasar. Perilaku tidak boleh disalahartikan sebagai perilaku sosial, yang merupakan suatu tindakan dengan tingkat lebih tinggi, karena perilaku sosial adalah perilaku yang secara khusus ditujukan kepada orang lain. Penerimaan terhadap perilaku seseorang diukur relatif terhadap norma sosial dan diatur oleh berbagai kontrol sosial. Intervensi terhadap perilaku seringkali dilakukan dalam rangka penatalaksanaan yang holistik dan komprehensif. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku antara lain genetika, norma sosial, sikap, dan kontrol perilaku pribadi.

(26)

Dalam penelitian Junaedi (2008) hubungan antar-variabel model persamaan struktural penelitian ini baik konsumen pria maupun wanita memiliki kesamaan, kecuali pada konsumen wanita orientasi nilai individualistik berpengaruh pada keinginan untuk membayar pangan organik dengan harga premium. Temuan ini mendukung hasil penelitian sebelumnya yang menyebutkan bahwa konsumen yang selalu mencari produk pangan organik secara aktif kebanyakan adalah wanita yang memiliki anak, mereka lebih dipengaruhi oleh kualitas produk daripada harga dalam membuat keputusan pembelian. Para konsumen wanita ini memiliki nilai-nilai yang berorientasi pada kemakmuran, citra diri, kesuksesan, kemampuan, kecerdasan, kenikmatan hidup, tantangan hidup dan pilihan tujuan hidup yang mempengaruhi rendahnya sensitivitas terhadap produk-produk yang ramah lingkungan.

Kesadaran lingkungan seorang konsumen akan mempengaruhi keinginannya untuk membeli produk ramah lingkungan dengan harga premium dan meningkatkan komitmen konsumen untuk bersikap dan berperilaku ramah lingkungan. Jadi seseorang yang sadar untuk tetap selalu menjaga tanggung jawab lingkungan ternyata akan meningkatkan komitmen konsumen untuk mengaktualisasikan pembelian konsumen pada produk-produk yang ramah lingkungan. Temuan ini sangat menarik untuk didalami lebih lanjut apa sebenarnya yang menyebabkan niat beli seorang konsumen untuk menunjang tanggung jawab pada lingkungan sekitarnya kecuali dipengaruhi kesadaran terhadap lingkungan (Junaedi 2008).

Perilaku konsumen pada hakikatnya untuk memahami “why do consumer do what they do”. Perilaku konsumen adalah semua kegiatan, tindakan, serta proses psikologis yang mendorong tindakan tersebut pada saat sebelum membeli, ketika membeli, menggunakan, menghabiskan, produk atau jasa setelah melakukan hal-hal di atas atau kegiatan mengevaluasi (Sumarwan 2002).

(27)

11

Dalam intensi perilaku pro lingkungan, Schwartz (1977) mengembangkan teori NAT (Norm-Activation Theory) atau teori tindakan norma untuk menjelaskan perilaku altruistik. Nilai suatu objek lingkungan dapat dihargai berdasarkan norma harapan diri (normative self-expectation) yaitu norma personal sebagai bentuk konsekuensi dari kesadaran dan tanggung jawab pribadi. Kesatuan antara kesadaran, tanggung jawab, dan norma personal mempengaruhi intensi dan perilaku individu dalam pro lingkungan (Wall et al 2007).

Perkembangan dari teori sikap dan perilaku lingkungan, teori intensi dalam NAM (Norm Activation Theory) yang menjelaskan bahwa NAM sebagai model pengaruh dalam faktor penentu intensi perilaku. Norma personal adalah sebagai penengah antara hubungan tanggung jawab dengan perilaku, sedangkan tanggung jawab sendiri adalah penengah hubungan antara kesadaran dan norma personal, yang akhirnya kesadaran sebagai penengah antara orientasi nilai dengan tanggung jawab. Secara keseluruhan NAM sebagai model pengengah mencontohkan dalam penelitian (Eriksson, Garvill & Nordlund 2006) mengenai pengurangan bahan bakar kendaraan bahwa intensi sebagai faktor penentu dalam implementasi pemecahan masalah dan polusi lingkungan (De Groot et al 2007).

Value orientation Beliefs Personal norms ESB

Secara ringkas, bagan teori NAM dapat dilihat dalam gambar di bawah ini:

(28)

Kesadaran individu dalam masyarakat mengenai lingkungan hidup dan kelestariannya merupakan hal yang amat penting dimana pencemaran dan perusakan lingkungan merupakan hal yang sulit dihindari. Kesadaran masyarakat terwujud dalam berbagai aktifitas lingkungan maupun aktifitas kontrol lainnya adalah hal yang sangat diperlukan untuk mendukung apa yang dilakukan pemerintah melalui kebijakan-kebijakan penyelamatan lingkungan. Kesadaran lingkungan tidak hanya bagaimana menciptakan suatu yang indah atau bersih saja, akan tetapi sudah masuk pada kewajiban manusia untuk menghormati hak-hak orang lain. Hak orang lain tersebut adalah untuk menikmati dan merasakan keseimbangan alam secara murni (Arif 2007).

Kesadaran menurut Sartre berifat itensional dan tidak dapat dipisahkan di dunia. Kesadaran selalu terarah pada etre en sio (ada begitu saja) atau berhadapan dengannya. Kesadaran sebagai keadaan sadar, bukan merupakan keadaan yang pasif melainkan suatu proses aktif yang terdiri dari dua hal hakiki, yaitu diferensiasi dan integrasi. Meskipun secara kronologis perkembangan kesadaran manusia berlangsung pada tiga tahap, yaitu sensansi (pengindraan), perseptual (pemahaman), dan konseptual (pengertian). Secara epistemologi dasar dari segala pengetahuan manusia adalah tahap perseptual, yaitu kesadaran yang terdiskreminasi pada tingkatan persepsi dimana manusia memahami fakta dan memahami realitas. Kesadaran lingkungan di dalam Revolusi dari Belgrade International Conference an Enviromental Education (1875) adalah kepekaan terhadap lingkungan secara keseluruhan termasuk permasalahan-permasalahan yang terkait di dalamnya (Rahman 2007).

(29)

13

Hampir semua masyarakat memiliki norma. Norma lebih spesifik daripada nilai. Norma akan mengarahkan seseorang tentang perilaku yang diterima dan yang tidak diterima. Norma adalah aturan masyarakat tentang sikap baik dan buruk, tindakan yang boleh dan tidak boleh. Ada tiga jenis norma, yaitu kebiasaan (custom), larangan (mores), dan konvensi (Sumarwan 2002).

Norma personal digambarkan sebagai bentuk etika moral maupun kewajiban terhadap sesuatu yang menyangkut orientasi dalam memperlakukan sesuatu. pendekatan etis dalam menyikapi masalah lingkungan hidup sungguh sangat diperlukan. Pendekatan tersebut dimaksudkan untuk menentukan sikap, tindakan dan perspektif etis serta manejemen perawatan lingkungan hidup dan seluruh anggota ekosistem di dalamnya dengan tepat. Maka, sudah sewajarnyalah jika saat ini dikembangkan etika lingkungan hidup dengan opsi “ramah” terhadap lingkungan hidup (Parwiyanto 2010).

Etika lingkungan hidup sendiri secara singkat dapat diartikan sebagai sebuah usaha untuk membangun dasar-dasar rasional bagi sebuah sistem prinsip-prinsip moral yang dapat dipakai sebagai panduan bagi upaya manusia untuk memperlakukan ekosistem alam dan lingkungan sekitarnya. Paling tidak pendekatan etika lingkungan hidup dapat dikategorikan dalam dua tipe yaitu tipe pendekatan human-centered (berpusat pada manusia atau antroposentris) dan tipe pendekatan life-centered (berpusat pada kehidupan atau biosentris). Teori etika human-centered mendukung kewajiban moral manusia untuk menghargai alam karena didasarkan atas kewajiban untuk menghargai sesama sebagai manusia. Sedangkan teori etika life-centered adalah teori etika yang berpendapat bahwa kewajiban manusia terhadap alam tidak berasal dari kewajiban yang dimiliki terhadap manusia. Dengan kata lain, etika lingkungan bukanlah subdivisi dari etika human-centered (Parwiyanto 2010).

(30)

Masalah lingkungan hidup merupakan suatu fenomena besar yang memerlukan perhatian khusus dari kita semua. Setiap orang diharapkan berpartisipasi dan bertanggung jawab untuk mengatasinya (Harun 2009). Menurut Siahaan (2004) asas baru dalam hukum lingkungan adalah asas tanggung jawab yang bersifat khusus yang disebut dengan strict liability. Asas ini oleh sarjana-sarjana hukum lingkungan disebut sebagai asas tanggung jawab langsung dan seketika.

Asas baru tersebut termuat dalam Pasal 35 ayat (1) UUPLH yang bunyi lengkapnya adalah “Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang usaha dan kegiatannya menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup yang menggunakan bahan berbahaya dan beracun, dan/atau mungkin menghasilkan limbah berbahaya atau beracun, bertanggung jawab secara mutlak atas kerugian yang ditimbulkan, dengan kewajiban membayar ganti rugi secara langsung dan seketika pada saat terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup” (Siahaan 2004).

Lingkungan Definisi lingkungan

Lingkungan adalah suatu sistem kompleks yang berada di luar individu yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan organisme. Setiap organisme hidup dalam lingkungannya masing-masing. Faktor-faktor yang ada dalam lingkungan selain berinteraksi dengan organisme, juga berinteraksi sesama faktor tersebut sehingga sulit untuk memisahkan dan mengubahnya tanpa mempengaruhi bagian lain dari lingkungan itu. Lingkungan bersifat dinamis dalam arti berubah-ubah setiap saat. Perubahan dan perbedaan terjadi baik secara mutlak maupun relatif dari faktor-faktor lingkungan akan berbeda menurut waktu, tempat, dan keadaanya (Irwan 2007). Hari Lingkungan Hidup Sedunia diperingati pada 5 Juni setiap tahunnya sejak PBB mengadakan Konferensi Lingkungan Hidup di Stockholm pada tahun 1977. Peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia diselenggarakan di bawah kordinasi United Nations Environmental Programme (UNEP), yang dibentuk PBB sejak 1977.

(31)

15

tata surya kita atau malahan seluruh alam semesta dapat menjadi objek tujuan. Sifat lingkungan hidup ditentukan oleh bermacam-macam faktor, yaitu jenis dan jumlah masing-masing jenis unsur lingkungan hidup tersebut, hubungan atau interaksi antara unsur dalam lingkungan, kelakuan atau kondisi unsur lingkungan, serta faktor non-materiil (suhu, cahaya, dan kebisingan). Salah satu hakikat lingkungan adalah sifatnya tidak statis dan berproses secara terus-menerus dengan hukum alam meskipun terdapat suatu homeostatis berupa kemampuan menahan berbagai perubahan (Siahaan 2004).

Hubungan antara manusia dengan lingkungan adalah sirkuler. Perubahan pada lingkungan itu pada gilirannya akan mempengaruhi manusia. Interaksi antara manusia dengan lingkungannya tidaklah sederhana, melainkan kompleks karena pada umumnya dalam lingkungan itu terdapat banyak unsur. Pengaruh terhadap suatu unsur akan merambat pada unsur lain, sehingga pengaruhnya terhadap manusia sering tidak dapat dengan segera terlihat dan terasakan. Manusia hidup dari unsur-unsur lingkungan, yaitu udara untuk pernapasannya, air untuk minum, keperluan rumah tangga untuk kebutuhan lain, tumbuhan dan hewan untuk makanan, tenaga dan kesenangan, serta lahan untuk tempat tinggal dan produksi pertanian (Soemarwoto 2004).

Manusia selalu berusaha mengubah lingkungannya untuk memperoleh keperluannya. Kadang-kadang dalam kegiatannya demikian manusia seolah-olah mengganggu dan bahkan merusak komponen-komponen yang ada di dalamnya. Manusia adalah heterotrof dan phagototrof, ketergantungannya dari lingkungan tetap akan terjadi, tidak peduli bagaimanapun rumitnya teknologi yang dimilikinya (Irwan 2007).

Mutu lingkungan

(32)

Tidak semua kebutuhan hidup bersifat esensial, melainkan ada yang bersifat hanya sekedar tambahan agar dapat menikmati hidup dengan lebih baik. Kebutuhan hidup yang esensial disebut dengan kebutuhan dasar yang mutlak diperlukan untuk dapat hidup dengan sehat, aman, dan manusiawi. Persepsi orang tentang kebutuhan dasar berbeda-beda, karena dipengaruhi oleh faktor sosial budaya, ekonomi, dan waktu, serta pertimbangan kebutuhan jangka pendek dan jangka panjang. Mutu hidupnya sangatlah tergantung pada pemenuhan kebutuhan dasarnya. Makin baik kebutuhan dasar itu dipenuhi makin baik pula mutu hidupnya (Soemarwoto 2004).

Menurut Soemarwoto (2004) mutu lingkungan dapat diartikan sebagai kondisi lingkungan dalam hubungannya dengan mutu hidup. Makin tinggi derajat mutu hidup dalam suatu lingkungan tertentu, makin tinggi pula derajat mutu lingkungan tersebut, dan sebaliknya. Karena mutu hidup tergantung dari derajat pemenuhan kebutuhan dasar, mutu lingkungan dapatlah diartikan sebagai derajat pemenuhan kebutuhan dasar dalam kondisi lingkungan tersebut. Makin tinggi derajat pemenuhan kebutuhan dasar itu, makin tinggi pula mutu lingkungan dan sebaliknya.

Adanya mutu lingkungan dengan derajat pemenuhan kebutuhan dasar berarti lingkungan itu merupakan sumberdaya. Dari lingkungan itu diperoleh unsur-unsur yang diperlukan untuk produksi dan konsumsi. Sebagian dari sumberdaya itu dimiliki oleh perorangan dan badan tertentu, misalnya lahan dan sepetak hutan. Sebagian lagi sumberdaya itu merupakan milik umum, misalnya udara, sungai, pantai, laut, dan ikan laut (Soemarwoto 2004).

(33)

17

Manfaat dan resiko lingkungan

[image:33.595.85.519.300.661.2]

Setiap orang mengetahui bahwa dari segi lingkungan, cara hidup sekarang tidak dapat dipertahankan lagi. Ekonomi global secara harfiah menghancurkan sistem alami yang menopangnya, namun rencana kerja yang terinci dan masuk akal tentang ekonomi yang dapat dipertahankan dimana energinya akan didapat, bagaimana produk dan jasanya dihasilkan, bagaimana mengangkutnya dan memberi makan kepada penduduknya tidak terdapat dalam lingkaran resmi (Brown 1992). Pada hakekatnya orang menganalisis manfaat dan resiko lingkungan agar kebutuhan hidupnya dapat terpenuhi secara optimum (Soemarwoto 2004).

Tabel 2 Gambaran umum sebagian manfaat dan resiko lingkungan di Indonesia Sumber manfaat dan

resiko lingkungan

Manfaat yang dapat

didapat Resiko yang dihadapi

Iklim:

Suhu dan kelembaban tinggi sepanjang tahun, curah hujan tinggi di sebagian besar tempat, angin lemah,

penyinaran matahari tinggi

- Baik untuk pertumbuhan banyak tumbuhan dan hewan sepanjang tahun - Tidak perlu investasi besar

untuk rumah dan pakaian khusus

- Persediaan air cukup untuk di sebagian besar tempat

- Pertumbuhan yang cepat untuk hama, vektor penyakit, dan patogen - Resiko kejang panas - Banjir dan erosi

- Pedangkalan danau, sungai, waduk, dan saluran irigasi Gunung berapi - Penyuburan tanah

- Sumberdaya energi - Pemandangan yang indah - Air panas

- Pembentukan hujan dan penyimpanan air

- Letusan yang merusak dan kematian ternak dan manusia

- Banjir lahar hujan

Gempa bumi Sumberdaya energi Merusak dan menyebabkan kematian ternak dan manusia Flora dan fauna - Sumberdaya hayati dan

gen yang kaya - Pemandangan yang

mengasyikkan dan menarik - Objek ilmu pengetahuan

yang kaya

Banyak hama, vektor, dan penyakit patogen

Penduduk Sumberdaya manusia - Penyusutan sumberdaya - Pencemaran oleh limbah

domestik

Pembangunan - Perbaikan sanitasi

- Berkurangnya vektor penyakit

- Bertambahnya pengairan

- Penyusutan sumberdaya - Pencemaran oleh industri

dan transportasi Sumber: The Worldwacth Reader, on Global Enviromental Issues (Brown 1992)

Masalah lingkungan

(34)

tercemar semakin luas sehingga berakumulasi dan intensifikasi pertanian yang berlebihan, aktifitas penambangan dan industri, serta pemukiman. Perubahan iklim global timbul sejak sisa dari buangan CO2 (karbondioksida) yang besar-besaran dan meluasnya kerusakan hutan. Degradasi hutan atau kepunahan keanekaragaman hayati melonjak secara eksponensial sebagai akibat dari intensifikasi pertanian, kerusakan hutan, dan pemukiman penduduk (Adiwibowo 2006 dalam Septiana 2010).

[image:34.595.75.470.329.727.2]

Menurut Siahaan (2004) masalah lingkungan telah menyusup dalam berbagai bentuk dan variasi, lalu membawa rentetan akibat kepada ekosistem-ekosistem lainnya secara meluas. Bukan saja pada tingkatan lokal, daerah, pulau, atau seluruh bagian negara, namun juga telah meluas secara trans-nasional, yakni ke tingkat regional dan global (dunia keseluruhan). Kini, masalah lingkungan telah menjadi masalah internasional yang sangat populer dan mendesak. Adapun bentuk dan variasi rentetan masalah lingkungan dapat digambarkan seperti berikut ini:

Gambar 2 Diagram masalah-masalah lingkungan (Siahaan 2004). Pencemaran

Ledakan penduduk

Teknologisasi modernisasi

Ketidak-seimbangan

ekosistem sosial Kelaparan

Kemiskinan

Konsu-merisasi Eksploitasi secara tidak

kendali

Interaksi manusia Terhadap lingkungannya

Kapasitas lingkungan

(environmental capacity)

(35)

19

Kota-kota besar merupakan parasit semata dalam biosfer. Makin besar kota itu makin banyak mereka meminta dari daerah pinggiran di sekitarnya dan makin besar bahaya serta kemungkinan dari perusakan lingkungannya. Sedemikian jauh manusia dengan ilmu pengetahuan dan teknologinya telah sibuk menaklukkan alam sehingga kurang memperhatikan atau menenggang kesejahteraan makhluk hidup lain sebagai penghuni lingkungan (Irwan 2007).

Menurut Frans Doorman dari Global Development dalam Susanto (2010), walaupun ada kemajuan di negara-negara kaya dalam mengendalikan polusi dan melindungi ekosistem namun di belahan bumi lainnya kondisinya sangat memprihatinkan. Negara kaya menilai bahwa hanya 20 persen dari daratan bumi yang benar-benar aman dari dampak negatif kerusakan lingkungan, selebihnya dalam kondisi beresiko terhadap kerusakan dan dampak negatif. Beberapa kondisi di bawah ini merupakan contoh betapa kerusakan lingkungan mengancam planet bumi kita:

1. Ekosistem alami hilang secara cepat. Jika hal ini terjadi terus maka dalam 20-30 tahun hutan tropis dan hutan pegunungan akan habis. Demikian juga lahan basah akan musnah atau setidaknya terkena polusi berat.

2. Polusi udara dan air akan menimpa jutaan orang setiap tahun, sehingga menyebabkan infeksi akut dan permasalahan kesehatan yang kronis dan berujung pada kematian prematur. Polusi tanah akan meningkat dan akan menurunkan kualitas air tanah.

3. Pemanasan global akan menaikkan permukaan laut dalam beberapa kaki dan akan mengancam setengah penduduk yang bermukim di pesisir. Spesies flora dan fauna terancam existensinya di daerah yang kering bertambah luas. 4. Menurunnya kualitas dan kuantitas hasil pertanian karena meningkatnya

salinasi air irigasi. Hal ini terutama pada daerah-daerah yang padat penduduk. 5. Diperkirakan tahun 2050 baik negara kaya maupun miskin akan menghadapi

permasalahan serius dalam penyediaan air bersih.

(36)

keinginan yang mendominasi masalah lingkungan dapat dibagi dalam beberapa pola. Pola-pola keinginan ini didasarkan pada potensinya dalam mempengaruhi keseimbangan tata ekologi, yaitu sebagai berikut:

1. Pola individual, tergolong lagi ke dalam faktor-faktor yang berupa faktor tidak adanya perangkat-perangkat norma yang mengatur interaksi-interaksi individu pada lingkungannya, faktor tidak adanya sarana-sarana pembinaan lingkungan, faktor egoisme atau mementingkan diri sendiri, serta faktor pengawasan dan penegakan hukum

2. Pola politik pembangunan, pola ini meliputi ambisi yang tidak pernah memuaskan dan politik pembangunan versus politik lingkungan

3. Pola negara-negara industri, meliputi ketidakjujuran negara-negara maju dan negara berkembang yang haus pembangunan.

Ada enam sasaran pengelolaan lingkungan, yaitu:

1. Tercapainya keselarasan, keserasian, dan keseimbangan antara manusia dengan lingkungan hidup

2. Terwujudnya manusia Indonesia sebagai insane dan pembina lingkungan. Salah satu corak atau karakteristik masalah lingkungan adalah bersifat transfortir, yaitu bersifat lintas batas atau tidak mengenal batas-batas yang dibuat oleh manusia. Oleh karena itu pembinaan ekologi merupakan kebutuhan yang bersifat universal, sehingga wajar jika bangsa Indonesia turut ambil bagian dalam upaya pembinaan lokal dan regional

3. Terjaminnya kepentingan generasi kini dan generasi mendatang 4. Tercapainya kelestarian fungsi lingkungan

5. Terkendalinya pemanfaatan sumberdaya secara bijaksana

6. Terlindunginya negara dari dampak kegiatan di luar wilayah negara berupa kerusakan dan pencemaran lingkungan

Menurut Soemarwoto (2004) pembuangan limbah ke udara dan perairan juga terus bertambah. Di banyak tempat telah tampak gejala-gejala bahwa daya udara dan air untuk mengasimilasi limbah itu telah dilampaui dan menghadapkan pada masalah pencemaran. Dengan adanya pencemaran udara, pernapasan dan air untuk rumah tangga telah terganggu.

Pencemaran / polusi kendaraan bermotor

(37)

21

udara yang mayoritas berasal dari asap kendaraan bermotor, mengandung zat-zat yang sangat berbahaya jika terhirup oleh manusia, antara lain CO2 (karbondioksida), HCL (asam klorida), dan NOx (nitrooksida) yang akan menimbulkan berbagai macam penyakit saluran pernapasan seperti bronchitis dan asma. Bahkan, dalam taraf yang paling berbahaya zat-zat tersebut dapat mengakibatkan tingkat kecerdasan otak anak dan dewasa.

Ketiga jenis gas tersebut sangat berbahaya bagi kesehatan. CO adalah gas beracun yang apabila terhirup berlebihan bisa menyebabkan kematian mendadak. NOx dan HCL sama beracunnya yang dapat merusak paru-paru sedikit demi sedikit. Bahaya akibat racun sisa pembakaran dan pemanasan global demikian memaksa otoritas transportasi untuk menerbitkan regulasi terkait dengan pembatasan polusi di dunia (Ilham 2007).

[image:37.595.78.518.449.715.2]

Penanganan masalah polusi kendaraan bermotor ini sudah dilakukan oleh pemerintah pusat melalui keputusan dari kementrian lingkungan hidup tentang pengendalian pencemaran udara. Di lingkup daerah, belum semua daerah melakukan penanganan ekstra terhadap masalah ini. Baru ada satu daerah yaitu Jakarta yang telah membuat peraturan perundang-undangan melalui Perda DKI Jakarta No.22 tentang pencemaran udara (Isnaini 2008). Tabel 3 Pengaruh bahan pencemar kendaraan bermotor terhadap kesehatan Bahan pencemar Pengaruh terhadap kesehatan

Karbon monoksida Mengganggu kemampuan darah untuk menyerap oksigen, merusak persepsi dan berpikir, memperlambat reflex, menimbulkan kantuk, dan dapat menyebabkan pingsan dan kematian; kalau dihirup wanita hamil, dapat

mengancam pertumbuhan dan perkembangan mental dari janin

Timah Mempengaruhi sistem sirkulasi, reproduksi, syaraf, ginjal; diduga penyebab kegiatan yang luar biasa (hiperaktif), dan pada anak-anak mengurangi kemampuan belajar;

berbahaya bahkan sesudah penyingkapan berakhir Nitrogen oksida Dapat menambah kerentanan terhadap infeksi oleh virus

seperti influenza. Dapat pula merangsang paru-paru dan menyebabkan bronkitis dan pneumonia

Ozon Merangsang selaput lendir sistem pernapasan;

menyebabkan kantuk, tercekik, dan mengganggu fungsi paru-paru; mengurangi ketahanan terhadap pilek dan pneumonia; dapat menambah buruk penyakit jantung kronis, asma, bronkitis, dan emphysema

(38)

Limbah rumah tangga

Pembuangan limbah ke udara dan perairan juga terus bertambah. Di banyak tempat telah tampak gejala-gejala bahwa daya udara dan air untuk mengasimilasi limbah itu telah dilampaui dan menghadapkan pada masalah pencemaran. Dengan adanya pencemaran udara, pernapasan dan air untuk rumah tangga telah terganggu (Soemarwoto 2004).

Limbah rumah tangga adalah limbah yang berasal dari dapur, kamar mandi, cucian, limbah bekas industri rumah tangga dan kotoran manusia. Limbah merupakan buangan atau bekas aktifitas yang berbentuk cair, gas dan padat. Dalam air limbah terdapat bahan kimia sukar untuk dihilangkan dan berbahaya. Bahan kimia tersebut dapat memberi kehidupan bagi kuman-kuman penyebab penyakit disentri, tipus, kolera, dan sebagainya. Air limbah tersebut harus diolah agar tidak mencemari dan tidak membahayakan kesehatan lingkungan. Air limbah harus dikelola untuk mengurangi pencemaran air, tanah, maupun udara (Menristek 2010).

Menurut AMPL (2008) limbah rumah tangga dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu sampah, air buangan yang dihasilkan dari kegiatan mandi dan mencuci, serta kotoran yang dihasilkan manusia. Limbah-limbah ini jika tak dikelola baik maka akan berpotensi tinggi mencemari lingkungan sekitar, yaitu: 1. Pemanfaatan sampah organik

Di tingkat rumah tangga diperlukan kesadaran untuk memisahkan sampah antara sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik antara lain dapat berupa sampah persiapan masakan, kulit telur, kulit buah-buahan, rumput, daun, ranting, rambut, bulu, dan sebangsanya. Sedangkan sampah anorganik adalah sampah yang terdiri dari sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui seperti mineral, minyak bumi, atau proses industri. Sampah anorganik antara lain plastik, kaleng, kertas, kaca dan Styrofoam. Sampah anorganik seperti botol plastik, kaleng minuman, kertas, dapat diolah dalam industri menjadi beraneka bahan baku.

(39)

23

dan serangga dari dalam tanah, perlu juga sampah tersebut diaduk seminggu sekali agar seluruh bagiannya terkena udara.

2. Pemanfaatan grey water

Grey water biasanya berupa air sabun bekas kegiatan rumah tangga seperti mencuci dan mengepel, mandi, dan lain sebagainya. Air ini disalurkan lewat selokan terbuka. Untuk memanfaatkan grey water sebagai sumber air bersih, dibutuhkan instalasi khusus yang tidak mudah dibuat sendiri. Grey water masih dapat digunakan untuk menyiram kebun, namun perlu dipastikan bahwa air tidak mengandung detergen yang keras, pemutih, ataupun zat kimia berbahaya lainnya. Grey water bekas mencuci sayuran dan buah dapat langsung ditampung untuk menyiram kebun.

Untuk memaksimalkan grey water sebagai air penyiram tanaman, dapat dipilih sabun deterjen atau sabun cuci piring yang bebas dari zat kimia. Saat ini beberapa produsen sabun telah membuat produk yang hanya mengandung sedikit zat kimia bahkan marnpu menyuburkan tanah saat larut di dalam air. Pastikan grey water yang masih mengandung bahan kimia dialirkan melalui saluran yang baik, memiliki penampang yang memadai sesuai volumenya agar limbah dapat mengalir dengan baik menuju saluran pembuangan sehingga tidak menimbulkan penyakit ataupun bau yang tidak sedap.

3. Pemanfaatan air tinja/Black Water

Air tinja adalah kotoran manusia baik padat maupun cair, ditambah dengan air siram. Air tinja mengandung kolibakteri (E. coli) dan kuman yang dapat mengganggu kesehatan manusia, serta berbau tidak sedap. Maka pembuangan air tinja harus disalurkan dalam pipa tertutup. Air tinja dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik dengan menggunakan instalasi septictank yang tepat.

(40)

mencemari air lewat pipa atau sumur resapan, septictank harus dibuat kedap. Septictank sebaiknya berjarak minimal 11 m dari sumur air.

Menurut Anwar (2007) limbah atau sampah domestik dapat berarti sampah yang dihasilkan oleh sampah rumah tangga baik organik atau anorganik. Sampah ini biasanya terdiri dari campuran sisa-sisa makanan, potongan daging, hingga daun kering. Sampah organik merupakan sampah basah seperti sayuran, kulit buah-buahan, kulit udang, sisa udang, sisa daging, ikan, dan ayam, daun kering, pangkasan tanaman, potongan rumput, bunga layu, jerami, dan serbuk gergaji. Jumlah sampah organik ini mencapai 300-500 gram per hari untuk satu keluarga terdiri dari ayah, ibu, dan tiga orang anak. Angka ini dihitung dari sisa makanan yang dikonsumsi sehari-hari oleh satu keluarganya. Sampah yang berasal dari pohon volumenya tergantung dari luas halaman dan banyaknya tanaman. Lebih dari 60 persen total produksi sampah penduduk yang mencapai 6000 ton per hari berasal dari limbah rumah tangga.

Sampah anorganik berasal dari limbah bahan pabrikasi, misalnya sisa-sisa kertas yang tidak terpakai dan plastik bekas bungkus makanan atau detergen, juga potongan kain atau benang. Sumber sampah ini berada di ruang kerja, ruang keluarga, dapur, juga teras belakang (Anwar 2007).

Ekosistem Lingkungan Keluarga

Lingkungan dari suatu sistem adalah berbagai kondisi dan karakteristik tertentu yang mempengaruhi sistem tersebut, tetapi bukan sistem, sedang di dalam sistem ada elemen sistem. Hubungan yang terjadi antar elemen sistem struktur internal, sedangkan antara elemen dengan lingkungan disebut struktur eksternal. Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap sistem keluarga yaitu faktor dari dari lingkungan makro maupun lingkungan mikro (Deacon dan Firebaugh 1988).

(41)

25

hakekatnya diciptakan oleh manusia itu sendiri. Manusia dan sistem sosial lah yang juga akan langsung merasakan akibatnya dengan berbagai masalah. Disinilah diperlukan adanya kesadaran terhadap lingkungan dari setiap anggota keluarga, yang merupakan bagian terkecil sistem sosial (Guhardja et al 1989).

Perhatian terhadap lingkungan perlu ditumbuhkan untuk meningkatkan pengenalan terhadap hubungan antar berbagai sistem. Perubahan terhadap lingkungan alami seringkali dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan manusia yang lebih baik. Tiap keluarga mempunyai kontribusi penting dalam melestarikan dan memelihara lingkungan, karena keluarga yang biasanya memilih lahan untuk pemukiman (Guhardja et al 1989).

Menurut Puspitawati dan Herawati (2009) revolusi hijau dimulai sejak tahun 1960-an yang pada dasarnya adalah merubah sistem pertanian tradisional menjadi sistem mekanisasi dimana dengan menggunakan alat-alat mesin seperti traktor, mesin penyemprot, penyemprot air, dan variasi hasil panen. Hal tersebut juga tidak terlepas dari penggunaan insektisida, pupuk, dan benih-benih yang berkualitas tinggi untuk hasil panen. Keluarga sebagai konsumen menghasilkan atau membuang berbagai limbah dan polusi secara langsung melalui alat-alat yang digunakannya, seperti asap kendaraan, gas dari ruang pemanasan dan pembakaran, berbagai bunyi dari mesin dan sampah (Guhardja et al 1989).

(42)

Karakteristik Contoh Umur

Umur seseorang dapat mempengaruhi seleranya terhadap beberapa barang dan jasa. Umur merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi persepsi seseorang dalam pembuatan keputusan untuk menerima segala sesuatu, seperti barang dan jasa, sebagai sesuatu yang baru. Hal tersebut disebabkan oleh umur yang berpengaruh terhadap kecepatan seseorang dalam menerima informasi baru. Seseorang yang berumur relatif muda akan relatif lebih cepat dalam menerima sesuatu yang baru (Kotler 2002).

Sumarwan (2002) menyatakan bahwa memahami usia konsumen adalah penting, karena konsumen yang berbeda usia akan mengkonsumsi produk dan jasa yang berbeda pula. Perbedaan usia juga akan mengakibatkan perbedaan selera dan kesukaan terhadap merek. Para pemasar harus memahami apa kebutuhan dari konsumen dengan berbagai tingkat usia, dan membuat beragam produk yang dapat memenuhi kebutuhan tersebut.

Jenis Kelamin

Pada setiap masyarakat, sangat umum sekali untuk menemukan sesuatu produk yang khusus diasosiasikan pada jenis kelamin tertentu. Di Amerika Serikat misalnya, alat cukur, rokok, dan dasi diasosiasikan sebagai produk pria, sedangkan gelang, hair spray, dan pengering rambut diasosiasikan sebagai produk wanita. Oleh sebab itulah, jenis kelamin telah menjadi dasar segmentasi pasar yang digunakan pada berbagai produk (Schiffman & Kanuk 1994).

Pendidikan dan Pekerjaan

Pendidikan dan pekerjaan adalah dua karakteristik konsumen yang saling berhubungan. Pekerjaan juga mempengaruhi pola konsumsi seseorang (Kotler 2003). Pendidikan akan menentukan jenis pekerjaan yang dilakukan oleh konsumen. Menurut Gunarsa dan Gunarsa (1991) pendidikan adalah proses yang dilakukan secara sadar, terus-menerus, sistematis, dan terarah yang mendorong terjadinya perubahan-perubahan di dalam setiap individu. Keterlibatan seseorang dalam proses pendidikan atau tingkat pendidikan yang dicapainya akan mempengaruhi dan membentuk cara, pola dan kerangka berpikir, persepsi, pemahaman, dan kepribadian.

(43)

27

informasi (Sumarwan 2002). Semakin tinggi pendidikan yang dimiliki seseorang, semakin tinggi pendapatan dan posisi orang tersebut dalam pekerjaan (Schiffman dan Kanuk 1994).

Kotler (1997) menyatakan bahwa pilihan produk sangat dipengaruhi oleh keadaan ekonomi seseorang. Keadaan ekonomi terdiri atas penghasilan yang dapat dibelanjakan, tabungan, hutang, kemampuan untuk meminjam, dan sikap atas belanja atau menabung.

Orangtua berpendidikan tinggi cenderung lebih mengembangkan diri dan pengetahuannya serta lebih terbuka untuk mengikuti perkembangan masyarakat dan perkembangan informasi dibandingkan dengan orangtua yang berpendidikan rendah (Pulungan 1993 dalam Widianti 2004). Pendidikan juga merupakan indikator sosial ekonomi yang dapat mempengaruhi cara pengasuhan (Berns 1997 dalam Wahini 2001).

Pendapatan

Pendapatan merupakan sumberdaya material bagi konsumen untuk membiayai kegiatan konsumsinya. Jumlah pendapatan yang diperoleh akan menggambarkan besarnya daya beli dari konsumen. Jumlah pendapatan menggambarkan besarnya daya beli seorang konsumen. Daya beli akan menggambarkan banyaknya barang/jasa yang dapat dibeli dan dikonsumsi oleh seorang konsumen dan seluruh anggota keluarganya. Pendapatan yang diukur dari konsumen biasanya bukan hanya pendapatan yang diterima individu, melainkan pendapatan yang diterima oleh seluruh anggota keluarga. (Sumarwan 2002).

Pengetahuan

Menurut Engel et al (2004) Pengetahuan dapat didefinisikan sebagai informasi yang disimpan dalam ingatan. Psikolog kognitif mengemukakan bahwa ada dua jenis pengetahuan dasar yaitu deklaratif dan prosedural. Pengetahuan deklaratif melibatkan faktor subjektif yang sudah diketahui. Arti subjektif disini adalah pengetahuan seseorang tersebut mungkin tidak selalu sesuai dengan realitas yang sebenarnya. Sedangkan pengetahuan prosedural mengacu pada pengertian bagaimana fakta-fakta tersebut dapat digunakan.

(44)

panjang konsumen. Pengetahuan subjektif adalah persepsi konsumen mengenai apa dan berapa banyak yang diketahui mengenai kelas produk. Konsumen mungkin juga memiliki informasi mengenai pengetahuan berbagai hal lainnya.

Pengetahuan deklaratif dibagi menjadi dua kategori yaitu episodik dan semantik. Pengetahuan episodik melibatkan pengetahuan yang dibatasi dalam lintasan waktu. Sebaliknya, pengetahuan semantik mengandung pengetahuan yang digeneralisasikan yang memberikan arti bagi dunia seseorang (Engel et al 2004). Pengetahuan di dalam Revolusi dari Belgrade International Conference an Enviromental Education (1875) adalah pemahaman terhadap lingkungan, permasalahan-permasalahan yang terkait, serta kehadiran manusia yang menyandang peran dan tanggung jawab di dalamnya (Rahman 2007).

Riset yang dilakukan oleh Said et al (2003) dalam judul ”Environmental concerns, knowledge and practices gap among Malaysian teachers” menyimpulkan bahwa pengetahuan mengenai isu-isu lingkungan sudah relatif baik namun demikian tingkat pengetahuan dan perhatian terhadap lingkungan tidak berbanding lurus dengan perilaku ramah lingkungan terutama yang berkaitan dengan aktifitas reduce, reuse, recycle produk yang dikonsumsi (Rahayu 2008).

Akses Informasi

Konsumen membutuhkan informasi, karena informasi mempunyai berbagai fungsi bagi konsumen. Informasi membantu konsumen untuk mengambil keputusan dengan rasional dan efisien, sehingga konsumen dapat menggunakan sumberdayanya dengan baik. Informasi juga dapat mengurangi resiko dan ketidakpastian. Konsumen bukan sekedar membutuhkan informasi, melainkan informasi yang benar. Informasi yang salah bukan saja akan berakibat fatal bagi konsumen dalam mengambil keputusan, tetapi juga akan menghilangkan kepercayaan konsumen kepada produsen (Sumarwan 2002).

(45)
[image:45.595.117.512.104.187.2]

29

Tabel 4 Akses penduduk terhadap media massa, tahun 1998-2006

Indikator Terpilih 1998 2000 2003 2006

Persentase Penduduk Berumur 10 Tahun Ke

Atas yang Mendengarkan Radio 64,52 43,72 50,29 40,26

Persentase Penduduk Berumur 10 Tahun Ke

Atas yang Menonton Televisi 88,72 87,97 84,94 85,86

Persentase Penduduk Berumur 10 Tahun Ke

Atas yang Membaca Koran/Majalah 28,36 17,47 22,06 23,46 Sumber: Akses terhadap media massa, BPS 2009

Menurut Junaedi (2008) informasi yang diperoleh konsumen akan mempengaruhi pemahaman pengetahuan ekologikal konsumen. Sumber informasi ini didapatkan seseorang dari berbagai sumber media, misalnya televisi, surat khabar, majalah, tabloid dan artikel ilmiah. Dalam pemilihan media pada kenyataannya juga dapat mengindikasi karakteristik demografi dari segmen konsumen yang dipilih sebagai konsumen yang memiliki kepedulian dan kesadaran terhadap lingkungan.

(46)

KERANGKA PEMIKIRAN

Pembentukan intensi dan perilaku pro lingkungan dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain karakteristik responden, akses informasi, kesadaran, tanggung jawab, dan norma personal. Karakteristik responden meliputi jenis kelamin, umur, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, dan tingkat pengetahuan. Akses atau media informasi memberikan gambaran kepada responden mengenai pengetahuan dan informasi pembentukan intensi dan perilaku pro lingkungan.

Karakteristik contoh mempengaruhi kesadaran, norma personal, dan tanggung jawab pro lingkungan. Kesadaran lingkungan dilakukan dengan berbagai kegiatan aktifitas lingkungan yang mampu memelihara keseimbangan antara pemenuhan kepentingan pribadi dengan kepentingan lingkungan. Tanggung jawab merupakan wujud nyata dari kesadaran lingkungan responden dimana ketika responden melalaikan tanggung jawabnya terhadap lingkungan maka kualitas diri serta lingkungan menjadi rendah. Norma personal digambarkan sebagai bentuk etika moral maupun kewajiban terhadap sesuatu yang menyangkut orientasi dalam memperlakukan sesuatu, serta pendekatan etis dalam menyikapi masalah lingkungan hidup. Norma personal merupakan bentuk konsekuensi dari kesadaran dan tanggung jawab pribadi.

Kesadaran, tanggung jawab, dan norma personal mempengaruhi terbentuknya intensi atau maksud pro lingkungan. Intensi sendiri diartikan sebagai niat responden untuk melakukan sesuatu di masa depan, artinya responden akan melakukan sesuatu tingkah laku hanya jika ia benar-benar ingin melakukannya. Intensi pro lingkungan akan terwujud dalam tingkah laku yang sebenarnya jika responden tersebut mempunyai kesempatan dan waktu yang tepat untuk merealisasikannya.

(47)
[image:47.842.98.752.156.365.2]

Model Pembentukan Intensi

Gambar 3 Kerangka pemikiran analisis pembentukan intensi dan perilaku pro lingkungan keluarga di daerah rawan dan tidak rawan masalah lingkungan di Kabupaten Banyumas.

Karakteristik individu: 1. Jenis kelamin 2. Umur

3. Pendidikan dan pekerjaan 4. Pendapatan 5. Tingkat

pengetahuan

Kesadaran Tanggung

jawab

Norma

personal Intensi

Perilaku pro lingkungan Akses informasi

pro lingkungan

(48)

Desain, Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian survey dengan desain cross sectional study. Desain cross sectional study dicirikan oleh pengambilan data pada satu populasi, pengumpulan data dilakukan dalam satu titik yang sama dan

menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data pokok. Pemilihan lokasi

didasarkan pada tujuan penelitian yang membedakan daerah rawan masalah

lingkungan (RML) dan tidak rawan masalah lingkungan (TRML) di Kabupaten

Banyumas. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Tipar Kidul dan Kelurahan

Ajibarang Kulon, Kecamatan Ajibarang, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.

Pemilihan tempat berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Lingkungan

Hidup (BLH) Kabupaten Banyumas, dimana Desa Tipar Kidul merupakan salah

satu daerah rawan masalah lingkungan (RML) dan terdapat salah satu TPA

(Tempat Pembuangan Akhir) Kabupaten Banyumas yang tidak memiliki kriteria

kelayakan dari anjuran, serta Kelurahan Ajibarang Kulon yang merupakan

daerah tidak rawan masalah lingkungan (TRML) termasuk wilayah yang

menjalani perilaku pro lingkungan seperti penanaman pohon, penanggulangan

daerah longsor maupun kekurangan air bersih. Waktu pelaksanaan penelitian ini

adalah bulan Mei-November 2010.

Cara Pengambilan Contoh

Terdapat 27 kecamatan di Kabupaten Banyumas dimana 12 kecamatan

termasuk dalam daerah RML dan 15 kecamatan termasuk dalam daerah TRML.

Secara purposif Kecamatan Ajibarang diambil sebagai wilayah penelitian yang

mewakili kriteria lokasi dan populasi penelitian. Populasi yang digunakan dalam

penelitian ini adalah keluarga di Kecamatan Ajibarang yang diwakili oleh

keluarga yang tinggal di Desa Tipar Kidul sebagai daerah RML dengan jumlah 2

710 kepala keluarga (KK) dan Kelurahan Ajibarang Kulon sebagai daerah TRML

dengan jumlah jumlah 2 480 KK. Total kepala keluarga di wilayah penelitian

sebanyak 5 290 KK. Pemilihan contoh melalui pendekatan keluarga dengan

kriteria contoh yang telah tinggal atau menetap di lokasi penelitian

sekurang-kurangnya 10 tahun terakhir. Contoh dipilih dengan menggunakan metode

(49)

34

RML dan TRML, kepala keluarga atau istri atau anak yang berusia dewasa.

Jumlah responden yang diambil berdasarkan rumus Slovin, yaitu salah satu

teknik penentuan jumlah responden untuk penelitian sosial dengan tingkat

kesalahan 10% (Umar 2006).

Rumus yang digunakan yaitu: n N

N

Keterangan:

n = ukuran responden

N = ukuran populasi

e = Persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan

respnden yang masih dapat ditolerir atau diinginka. Tingkat kesalahan

yaitu 10 persen.

Berdasarkan rumus Slovin diperoleh jumlah responden yang digunakan

pada penelitian ini, yaitu:

n NN . . ≈

Jumlah contoh yang digunakan dalam penelitian ini adalah 98.14

responden, sehingga dibulatkan menjadi 100 responden dengan pembagian

responden di daerah RML yaitu 60 orang dan responden di daerah TRML yaitu

40 orang. Teknik pengambilan sampel atau responden dilakukan dengan cara

convenience sampling yaitu anggota populasi atau contoh yang ditemui peneliti dan bersedia menjadi responden.

purposive

purposive

[image:49.595.79.478.497.717.2]

convenience sampling

Gambar 4 Cara pengambilan contoh.

Kecam

Gambar

Tabel 2  Gambaran umum sebagian manfaat dan resiko lingkungan di Indonesia
Gambar 2 Diagram masalah-masalah lingkungan (Siahaan 2004).
Tabel 3  Pengaruh bahan pencemar kendaraan bermotor terhadap kesehatan
Tabel 4  Akses penduduk terhadap media massa, tahun 1998-2006
+7

Referensi

Dokumen terkait

Anak panah juga menandai mana yang menjadi variabel aksi (yang mempengaruhi) dan variabel reaksi (yang terpengaruh). Ada dua tipe korelasi yang terjadi, yaitu:

Perubahan yang sangat menonjol yaitu terjadi pengurangan pada gelombang lambat, terutama stadium 4, gelombang alfa terjadi pengurangan pada gelombang lambat, terutama

Jawatankuasa Pembangunan Profesionalisme Berterusan (CPD) Jawatankuasa Pelaksanaan Program Transformasi Minda (PTM) Jawatankuasa Penyelaras JITU8. Jawatankuasa Penyelidikan (JIP)

Dari hasil analisis pada kasus Pemilihan Gubernur Jawa Barat 2008, maka dapat disimpulkan bahwa metode sampling stratified random sampling adalah metode sampling

Buku cerita bergambar interaktif yang akan dirancang ini bertujuan untuk dapat mengajarkan mengenai bentuk etika berkomunikasi yang baik dan sopan kepada orang tua dan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI.. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN

Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dengan pihak lain untuk penyimpanan dana atau pembiayaan kegiatan usaha atau kegiatan

Penelitian ini mendiskripsikan dan menguji pengaruh dari variabel terikat, maka pada bagian ini akan disajikan deskripsi data dari masing-masing variabel berdasarkan