• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan kitosan sebagai absorben pengotor dalam aplikasi pemurnian agar dan karagenan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengembangan kitosan sebagai absorben pengotor dalam aplikasi pemurnian agar dan karagenan"

Copied!
223
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN KITOSAN SEBAGAI ABSORBEN PENGOTOR

DALAM APLIKASI

PEMURNIAN AGAR DAN KARAGENAN

PIPIH SUPTIJAH

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI KELAUTAN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

Bersama ini saya menyatakan bahwa disertasi Pengembangan Kitosan sebagai Absorben Pengotor dalam Aplikasi Pemurnian Agar dan Karagenan, adalah karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun, kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutif dari karya yang diterbikan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir disertasi ini.

Bogor, Januari 2012

(3)

RINGKASAN

Kitosan adalah polimer glukosamin yang sangat banyak dialam setelah selulosa. Sebagai polimer alami kitosan mempunyai muatan ionik yang reaktif sehingga dapat mengikat dan mengabsorbsi komponen lain yang bermuatan berlawanan, oleh karena itu kitosan mempunyai kemampuan sebagai absorben. Kitosan dimanfaatkan sebagai absorben terhadap pengotor dalam proses pemurnian rumput laut sehingga dihasilkan produk (agar dan karagenan) yang bermutu baik.

Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) Menentukan karakteristik fisika, kimia dan mikroskopis kitosan yang akan dikembangkan sebagai absorben (2) Mengujikemampuan kitosan sebagai absorben logam berat (Fe Cu, Pb), pigmen ekstrak wortel dan bakteri Escherichia coli (E. coli) (3) Mengaplikasikan kitosan sebagai absorben terhadap pengotor pada ekstraksi agar dan karagenan (4) Menganalisis mutu agar dan karagenan yang dihasilkan dari metoda tersebut.

Penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan yang meliputi: tahap preparasi, tahap karakterisasi, dan tahap aplikasi. Tahap preparasi yaitu tahap produksi kitosan dengan memodifikasi kondisi proses, melalui 36 perlakuan diantaranya variasi larutan NaOH (0,5-2N) dan waktu proses deproteinisasi (2-5 jam) serta deasetilasi dengan NaOH (1,5-6N) dilanjutkan dengan analisis mutu hasilnya. Tahap karakterisasi meliputi penentuan sifat fisika (ukuran dan viskositas), kimia (proksimat dan derajat deasetilasi) dan mikroskopis (morfologi permukaan-pori-pori) dari kitosan serta uji kemampuan absorbsinya terhadap logam (Fe, Cu, Pb), pigmen ekstrak wortel, dan bakteri (E. coli). Tahap aplikasi meliputi tahap penggunaan absorben pada ekstraksi agar dan karagenan serta uji mutu hasil aplikasinya dengan viskometer (viskositas), rheoteks (gel strength), FTIR (gugus fungsi), SEM (morfologi), autosorp (distribusi pori), ONPG: Orto Nitro Phenil Glikosida (bakteri) dan HPLC (untuk uji komponen pengotor yang tersisa dan komponen utama/ -galaktosa yang sudah bersih).

Hasil kitosan yang dibuat dengan kondisi deproteinisasi: NaOH 1N, waktu proses 4jam, dan deasetilasi: NaOH 6N, waktu 2jam, terpilih sebagai absorben, adalah kitosan dengan derajat deasetilasi 90%, mempunyai karakteristik fisika-kimia sebagai berikut: rendemen 13,5%, tidak berwarna, lebih transparan, kadar N 4%, kadar mineral 0,2%, kadar air 10%, viskositas 247 cPs, gugus fungsi amin terdeteksi oleh FTIR pada bilangan gelombang 1639 cm-1 dan gugus fungsi hidroksi pada bilangan gelombang 3410 cm-1. Analisis SEM menunjukan morfologi kitosan yang ber pori- pori dan melalui analisis autosorp menunjukkan distribusi pori dengan variasi diameter pori antara 37,2 Å sampai 1802205 Å.

Kitosan 0,1% mempunyai kemampuan mengabsobsi 1% larutan logam Fe 32%, logam Cu 26%, logam Pb 22%, ekstrak wortel sebanyak 50% (100% b/v) pewarna minuman bersoda 55% dan 2% b/v biomas E. coli 80,58%.

(4)

350,15 gF).

Hasil aplikasi kitosan pada ekstraksi karagenan menunjukkan kualitas karagenan sebagai produk: kadar sulfat 12,40%, kekuatan gel 80gF, kadar air15% dan viskositas 26,4cPs. Hasil analisis FTIR pada karagenan mengkonfirmasi tujuh gugus fungsi (OH terdeteksi pada 3000-3450cm-1, CH pada 2920 cm-1, amida pada 1650 cm-1, sulfat ester pada 1350-1355 cm-1, glikosidik pada 1150 cm-1 , 3.6 anhidro galaktan pada 930 cm-1 dan C2-O-S dalam galaktan pada 830 cm-1), sementara gugus fungsi sulfat terdeteksi pada bilangan gelombang 1350 cm-1. Hasil analisis HPLC karagenan menunjukkan karakteristik serapan paling bersih pada penambahan kitosan 0,1%. Dengan demikian penggunaan kitosan 0,1% baik diaplikasikan sebagai absorben dalam pemurnian agar dan karagenan.

(5)

ABSTRACT

Chitosan, a polymer of glucosamine is the largest polysaccharides after cellulose. A natural polymer chitosan has reactive ionic charge that has ability to bind and absorb other components of opposite charge as an absorbent. This research utilized chitosan in the process of seaweed purification .

The purpose of this study were (1) To determine physical, chemical and microscopic characteristics of chitosan that will be developed as an absorbent (2) To test the ability of chitosan as an absorbent of heavy metals (Fe, Cu, Pb), pigments (carrot extract) and bacteria (E. coli ) (3) To apply chitosan to absorb impurity in the extraction of agar and carrageenan (4) To analyze the quality of agar and carrageenan produced from these methods.

This study consisted of several stages which included: preparation, characterization and application phase. Preparation of chitosan production was conducted by modifying the process conditions, through 36 variations treatment NaOH concentrations (0.5-2N) and deproteinisation time (2-5 hours) and deacetylation with NaOH (1.5-6N), followed by quality analysis. The characterization phase involved determining the physical properties (size and viscosity), chemical (proximate and degree of deacetylation) and microscopic (morphology-surface pores) of chitosan.In addition the chitosan was tested to absorp metal (Fe, Cu, Pb), pigments (carrot extract) , and bacteria (Escherichia coli). Stage of the application included the use of chitosan product on agar and carrageenan extraction, the product was analysed using viscometer for viscosity, rheotex for gel strength, FTIR for functional group, SEM for morphology, Autosorp for pore distribution, ONPG: Ortho Nitro Phenil glycosides for bacteria and HPLC for analysis of the remaining components of impurities and main components/ -galactose. The selected results were obtained using chitosan with deacetylation degree 90%,which was made by using NaOH 1N for 4 hours of deproteinization and deacetylation time for 2 hours with 6N NaOH. The chitosan showed a physical-chemical characteristics as follows: 13.5% yield, colorless, transparent, N concentration of 4%, 0.2% mineral content, water content 10%, viscosity 247cPs at 1.5%, have amine functional groups detected at 1639cm-1 and hydroxy group at 3410 cm-1. SEM analysis showed the morphology of chitosan-containing pores and through autosorp analysis showed the distribution of pores with pore diameter variation between 37.2 Å up to 1,802,205 Å

(6)

cheaper, simpler and non-chemical.

(7)

Hak cipta milik IPB, tahun 2010 Hak cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(8)

PEMURNIAN AGAR DAN KARAGENAN

PIPIH SUPTIJAH C.526014011

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Teknologi Kelautan

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI KELAUTAN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(9)

Ujian Tertutup

Penguji Luar Komisi : 1. Prof Dr Ir Latifah Kadarusman MS. Guru Besar Dept Kimia Analitik

Fakultas MIPA.

Institut Pertanian Bogor

2. Prof Dr Ir Mulyono S. Baskoro. M.Sc Guru Besar Dept Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor

Ujian Terbuka

Penguji Luar Komisi : 1. Prof Dr Ir Bambang Prasetyo M.Sc

Guru Besar Deputi Ilmu Pengetahuan Hayati Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia 2. Dr Ir Kiagus Dahlan M.Sc

Wakil Dekan Fakultas MIPA

(10)

Nama : Pipih Suptijah

NIM : C526014011

Program Studi : Teknologi Kelautan

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Linawati Hardjito, M.Sc. Ketua

Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc. Prof. Dr. Ir. Maggy T. Suhartono Anggota Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi Dekan Pascasarjana Teknologi Kelautan

Prof. Dr. Ir. Mulyono S Baskoro. M.Sc. Dr. Ir. Dahrul Syah. M.Sc Agr.

(11)

syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Taufik dan Hidayah Nya kepada penulis hingga selesainya penulisan disertasi dengan judul Pengembangan Kitosan sebagai Absorben Pengotor dalam Aplikasi Pemurnian Agar dan Karagenan, sebagai persyaratan dalam memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Teknologi Kelautan Sekolah Pascasarjana IPB Bogor.

Dalam penulisan disertasi ini penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak,baik secara langsung maupun tidak langsung oleh karena itu perkenankan penulis menyampaikan rasa hormat dan terimakasih yang tidak terhingga kepada:

1. Dr Ir. Linawati Hardjito MSc. selaku Ketua Komisi Pembimbing, Prof Dr Ir. John Haluan MSc, Prof Dr Ir. Maggy T Suhartono. Sebagai anggota Komisi Pembimbing atas bimbingan dan arahannya.

2. Prof Dr Ir. John Haluan MSc. selaku Ketua Program Studi Tekhnologi Kelautan yang telah memberi kesempatan menyelesaikan studi di program Strata Tiga, kepada penulis.

3. Prof Dr Ir Bambang Prasetyo M.Sc. dan Dr Ir Kiagus Dahlan M.Sc. selaku Penguji Luar Komisi pada Ujian Terbuka, atas kesediaannya menguji di sidang terbuka.

4. Prof Dr Ir Latifah Kadarusman MS dan Prof Dr Ir Mulyono S Baskoro M.Sc. atas kesediaannya menguji, di sidang tertutup.

5. Prof Dr Drh. Daniel R Monintja MSc. ( mantan KPS TKL ) atas dukungan dan rekomendasinya untuk melanjutkan studi S3 di TKL.

6. Prof Dr Drh Maria Bintang MS, yang telah memberi bantuan dan fasilitas laboratorium dalam melakukan penelitian selama penyelesaian disertasi. 7. Dekan dan Wakil Dekan FPIK-IPB atas kesediaannya memimpin sidang 8. Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc. Selaku Komisi Pendidkan

Pascasarjana TKL dan selaku penguji sidang.

9. Prof Dr Ir. Enang Haris (Dekan FPIK Tahun 2002) dan Dr Ir Wini Trilaksani MSc (Kajur THP tahun 2002) atas rekomendasi dan dukungannya untuk melanjutkan studi S3 di TKL.

10. Orang tua (Almarhum) serta kakak di Bandung, Cianjur, Bogor, Saudara, Keluarga, dan Teman-teman atas segala Do’a, pengertian dan bantuan moril ataupun materil.

(12)

tahun 1953 dari pasangan Alm Bapak Aan Shabana dengan Alm ibu Mimi, sebagai anak ke 7 dari 7 bersaudara. Penulis telah menikah dengan bapak Irianto dan dikaruniai seorang putri bernama Irfi Panrephi.

Penulis memulai pendidikan di SD Negeri 7, SMP Negeri 1 dan SMA Negeri 1 Tasikmalaya. Tahun 1972 penulis melanjutkan studi di jurusan kimia Fakultas MIPA, UNPAD Bandung. Tahun 2000 penulis mengikuti pendidikan bidang managemen di Saint John Institute of Management Studies filial Indonesia Jakarta. Pada tahun ajaran 2002-2003 penulis di terima sebagai mahasiswa program S3 Pasca Sarjana IPB pada program studi Teknologi kelautan dengan beasiswa BPPS.

Pada tahun 1985 penulis memulai jenjang karir sebagai staf pengajar dijurusan Pengolahan Hasil Perikanan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor yang sekarang menjadi Departemen Teknologi Hasil Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.

Karya ilmiah yang dihasilkan penulis antara lain berjudul: Amobilisasi Bakteri (E. coli) dengan Matriks Kitosan yang telah diajukan di Jurnal MPHPI (Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia). Efektivitas Kitosan sebagai Matriks Amobil dalam Memerangkap Enzim -galaktosidase. Telah diajukan untuk di publikasi di Jurnal Ilmu Perikanan dan Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan Universitas Persatuan Guru Republik Indonesia. Palembang. Aplikasi Kitosan sebagai Absorben pada Pembuatan Agar Bakto yan telah di terbitkan di jurnal Aquatik, Fakultas Perikanan Universitas Bangka Belitung.

(13)

Halaman

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

DAFTAR ISTILAH ... xvi

1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 2

1.3 Perumusan Masalah ... 2

1.4 Hipotesis ... 3

1.5 Ruang Lingkup ………...……….. 3

1.6 Manfaat Penelitian ……….…….……. 4

1.7 Kerangka Pemikiran ……….... 5

2 TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Serapan (Adsorpsi dan Absorpsi) ... 7

2.2 Kitosan ... 9

2.2.1 Sumber kitosan ... 9

2.2.2 Sifat-sifat kitosan ... 13

2.2.3 Kitosan dan kegunaannya ... 15

2.2.4 Kitosan sebagai absorben ... 18

2.3 Agar-Agar ... 20

2.4 Karagenan ... 21

2.5 Penelitian Terdahulu ... 24

2.6 Originalitas dan Kebaharuan ... 26

3 METODOLOGI ... 29

3.1 Waktu dan Tempat ... 29

3.2 Bahan ... 29

3.3 Alat ... 29

(14)

3.4.1 Tahap preparasi kitosan sebagai absorben ... 29

3.4.2 Tahap karakterisasi kitosan sebagai absorben ... 32

3.4.3 Tahap aplikasi kitosan sebagai absorben ... 36

3.4.4 Prosedur analisis hasil ... 39

4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 47

4.1 Preparasi Kitosan Sebagai Absorben…… ... 47

4.2 Karakterisasi Kitosan Sebagai Absorben ... 49

4.2.1 Karakteristik mutu kimia dan rendemen ... 49

4.2.2 Karakteristik absorbsi berbagai derajat deasetilasi kitosan ... 50

4.2.3 Karakteristik gugus fungsi kitosan hasil analisis FTIR ... 51

4.2.4 Karakteristik fisik hasil analisis SEM ... 53

4.2.5 Karakteristik absorbsi logam berat ... 55

4.2.6 Karakteristik absorbsi ekstrak wortel... 57

4.2.7 Karakteristik absorbsi E coli ... 59

4.3 Aplikasi Kitosan Dalam Pemurnian Agar-Agar ... 60

4.3.1 Kadar sulfat agar ... 63

4.3.2 Nilai viskositas agar ... 64

4.3.3 Nilai TPC agar ... 65

4.3.4 Nilai kekuatan gel agar ... 65

4.3.5 Kadar garam agar... 66

4.3.6 Nilai proksimat agar ... 67

4.4 Aplikasi Absorben Dalam Pemurnian Karagenan ... 67

4.4.1 Hasil analisis fisiko-kimia karagenan ... 68

4.4.2 Hasil analisis FTIR karagenan ... 72

4.4.3 Hasil analisis HPLC karagenan ... 74

4.4.4 Hasil analisis SEM pada kitosan setelah ekstraksi ... 75

5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 77

5.1 Kesimpulan ... 77

5.2 Saran ... 77

DAFTAR PUSTAKA ... 79

(15)

DAFTAR GAMBAR

6. Ukuran matriks kitosan pada suhu kamar (A) dan mengembang pada suhu 90 OC (B) ... 20

7. Struktur agar-agar (Phillips 2000)... 21

8. Struktur karagenan, kappa (a), iota (b) dan lambda (c) (Falshave 2003) .... 22

9. Skema penelitian ... 30

10. Diagram alir proses pembuatan kitosan (hasil modifikasi) ... 32

11. Diagram alir proses absorbsi logam berat oleh kitosan ... 34

12. Diagram alir ekstraksi agar-agar dengan perlakuan kitosan sebagai absorben... 37

13. Diagram alir ekstraksi karagenan dengan perlakuan kitosan sebagai absorben... ... 38

14. Grafik pembacaan sifat gel pada Recorder Curd Tension Meter ... 41

15. Gambaran reaksi deproteinisasi ... 48

16. Gambaran reaksi demineralisasi ... 48

17. Gambaran reaksi deasetilasi ... 49

18. Spektrum FTIR kitosan hasil modifikasi proses ... 52

19. Scanning elektron mikroskop dari (a) kitosan (b) pori kitosan ... 53

20. Mekanisme pengikatan berbagai komponen pada gugus aktif ... 54

21. Histogram absorbsi ekstrak wortel pada berbagai konsentrasi kitosan... 58

22. Histogram sisa absorbsi ekstrak wortel dan pewarna minuman ... 59

23. Histogram absorbsi E. coli oleh kitosan ... 60

24. Histogram kadar sulfat agar-agar dengan perlakuan kitosan ... 63

25. Histogram nilai viskositas agar-agar dengan perlakuan kitosan ... 64

26. Histogram nilai TPC agar-agar dengan perlakuan kitosan ... 65

(16)

28. Histogram proksimat agar-agar dengan perlakuan kitosan ... 67

29. Histogram kadar sulfat karagenan dengan perlakuan kitosan ... 68

30. Histogram viskositas karagenan dengan perlakuan kitosan ... 70

31. Histogram kekuatan gel karagenan dengan perlakuan kitosan ... 71

32. Histogram nilai pH karagenan dengan perlakuan kitosan ... 72

33. Histogram proksimat karagenan dengan perlakuan kitosan ... 72

34. Spektrum FTIR ekstrak karagenan hasil absorbsi kitosan ... 74

35. Kromatogram HPLC karagenan hasil absorbsi kitosan ... 75

(17)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Spesifikasi mutu kitin kitosan ... 13

2. Komponen – kimiawi penyusun alga merah ... 23

3. Komponen mineral pada alga merah ... 24

4. Mikroorganisme yang ditemukan dalam alga merah ... 24

5. Karakteristik gugus fungsi ekstrak wortel hasil deteksi FTIR ... 26

6. Perbandingan kondisi proses pembuatan kitosan metode terdahulu dan modifikasi ... 26

7. Perlakuan konsentrasi-NaOH dan waktu proses pada deproteinisasi dan deasetilasi ... 31

8. Karakteristik mutu kitosan hasil modifikasi terbaik ... 50

9. Karakteristik mutu kitosan terpilih ... 51

10. Karakteristik gugus fungsi dari kitosan... 52

11. Hasil deteksi AAS pada logam terabsorbsi ... 56

12. Absorbsi ekstrak wortel pada berbagai konsentrasi kitosan ... 58

13. Karakteristik mutu agar bakto (pembanding) ... 61

14. Karakteristik mutu agar-agar hasil absorbsi kitosan ... 62

15. Karakteristik mutu karagenan hasil absorbsi kitosan ... 69

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Tabel US Paten mengenai pengunaan kitosan sebagai absorben……. ... 86

2. Hasil analisis karotenoid teradsobsi... 88

3. Komposisi kimia buffer pospat ... 89

4. Gambar alat SEM dan AAS ... 90

5. Spektrogram FTIR dari kitosan terpilih ... 91

6. Spektogram FTIR dari kitosan komersil.... ... 92

7. Hasil analisis Autosorp... ... 93

8. Hasil analisis spektrofotometer dari FeSO4.... ... 94

9. Hasil analisis spektrofotometer dari CuSO4... ... 95

10. Hasil analisis spektrofotometer dari Pb Asetat ... 96

11. Hasil Analisis Spektrofotometer dari E. coli ... 97

12. Struktur karagenan dan typical bend dari karagenan ... 98

13. Gambar spektrum HPLC dari karagenan ... 99

14. Diagram alir proses produksi kitosan dengan sistem zero waste ... 100

(19)

DAFTAR ISTILAH

Kitin : Adalah polisakarida alam, terdapat, pada karapas / cangkang udang, kepiting, rajungan juga pada insekta, bakteri dan fungi, tidak larut dalam pelarut organik kecuali asam format atau asam sulfat pekat panas, contoh kitin murni di alam adalah eksoskelet dari cumi-cumi.

Kitosan : Polisakarida beramin, turunan dari kitin (hasil deasetilasi kitin) larut dalam asam organik diantaranya asam asetat dan asam sitrat, mempunyai fungsi sebagai bahan pengikat, penstabil, koagulan, flokulan, absorben dan adsorben serta tidak toksik dengan LD 50 = 16g/kg berat badan.

Absorben : Komponen organik atau anorganik yang mempunyai struktur berpori, dapat menyerap komponen lain yang mempunyai ukuran sesuai dengan ukuran pori-porinya. Contoh absorben antara lain: arang aktif, bentonit, zeolit dan kitosan.

Impurity : Komponen pengotor yang terdapat dalam suatu campuran khususnya pada proses isolasi atau ekstraksi yang umumnya harus dihilangkan untuk memperoleh komponen murni yang diinginkan.

FTIR : Fourrier Transformation Infra Red adalah Alat yang dapat menganalisis gugus fungsi dari suatu senyawa berdasarkan pendeteksian dengan sinar infra merah, dengan prinsip kerja adanya vibrasi dari pasangan gugus atom dalam suatu senyawa. SEM : Scanning Electron Miscroscopy Alat yang dapat mendeteksi

morfologi suatu permukaan benda yang sudah dilapisi dahulu dengan emas/perak malalui mekanisme light scattering, alat ini mempunyai resolusi sangat tinggi dapat mencapai perbesaran 50000 kali.

Autosorp : Alat yang dapat mendeteksi pori-pori suatu benda (matriks) sehingga dapat di ketahui ukuran, diameter, volume dan distribusi pori-porinya.

Derajat deasilasi : Besaran kualitas untuk kitin dan kitosan yang menunjukkan persentasi (%) tereliminasinya gugus asetil dari kitin atau kitosan. Kitin mempunyai derajat deasetilasi <70% dan kitosan >70%.

(20)

1 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kitosan adalah polimer glukosamin yang merupakan selulosa beramin, nomer dua terbanyak di alam setelah selulosa. Kitosan ditemukan pada cangkang invetebrata hewan perairan. Sumber potensial bahan kitosan adalah limbah pengolahan udang dan rajungan yang diprediksi mencapai 68.230 ton limbah udang dan 22.815 ton limbah rajungan (Irianto 2010).

Kitosan banyak diaplikasikan diberbagai bidang, diantaranya dalam penanganan limbah industri sebagai adsorben dan absorben terutama logam berat. Sebagai adsorben atau absorben yang efektif kitosan dibuat dalam bentuk campuran dengan komponen lain yaitu konjugat: kitosan dengan poliamid (Kawamura 1993, Silva 2005), kopolimerkitosan dengan polivinil alkohol atau EDTA (Liu 2003, Rahayu 2003), krosling kitosan dengan grup karboksil, glutaraldehid atau asam glutarat (Knorr 1982, Liang 2009), kitosan butiran campuran dengan asam asetat (Kim and Cho 2005).

Melalui pembentukan campuran/konjugat, interaksi molekuler kitosan menjadi lebih kuat, kekuatan ion meningkat serta porositas meningkat sehingga dapat meningkatkan kemampuannya dalam berikatan dengan komponen lain untuk di adsorbsi atau absorbsi, pada gugus aktifnya yaitu grup hidroksil, amin atau karboksilat. Kitosan serpihan belum dimanfaatkan sebagai absorben karena strukturnya yang padat dengan porositas yang lebih kecil, yang mengakibatkan daya absorbsinya rendah.

Penelitian ini menggunakan kitosan serpihan sebagai absorben dengan alasan bahwa kitosan serpihan apabila dimasukan ke dalam air dapat meningkatkan kekuatan ioniknya dan dapat mengembangkan strukturnya, menyebabkan terjadinya pengembangan seluruh pori-porinya sehingga dapat meningkatkan daya absorbsinya, yang dilakukan pada suhu proses 100 °C, karena daya absorbsi kitosan dipengaruhi oleh temperatur (Jansen 1992).

(21)

(Husain 2011). Sudah saatnya rumput laut yang berlimpah itu diolah sendiri menjadi produk (agar dan karagenan) untuk kebutuhan lokal bahkan prospektif untuk ekspor. Dengan demikian diperlukan suatu alternatif metode produksi yang tepat guna dan efisien supaya masyarakat pengolah, petani atau produsen rumput laut dapat menerapkannya.

Mengingat karakteristik kitosan yang cukup unik dengan gugus amin dan hidroksilnya yang sangat reaktif, ditunjang dengan struktur porositasnya yang membentuk matriks (Higuera et al. 2003), serta dapat mengembang dalam media air, pada suhu tinggi, maka kitosan digunakan sebagai absorben pengotor dalam proses ekstraksi agar dan karagenan dalam media air pada suhu 100 oC. Adapun komponen pengotor tersebut diantaranya pigmen, logam berat dan bakteri atau mikroorganisme, yaitu komponen yang dapat berpengaruh pada penurunan mutu produk akhir. Dengan demikian agar dan karagenan dapat diperoleh dengan cara yang mudah, sederhana, bermutu baik dan aman bagi kesehatan.

1.2 Tujuan

(1) Memproduksi kitosan dengan variasi konsentrasi NaOH dan waktu proses (2) Menentukan karakteristik fisika, kimia dan mikroskopik kitosan sebagai

absorben.

(3) Menguji kemampuan kitosan dalam mengabsorbsi senyawa yang identik dengan komponen pengotor pada rumput laut (pigmen, logam, E.coli).

(4) Mengaplikasikan kitosan sebagai absorben dalam pemurnian agar-agar dan karagenan.

(5) Menganalisis mutu produk agar dan karagenan hasil absorbsi kitosan.

1.3 Perumusan Masalah

(22)

antar polimernya pendek sehingga daya difusi antar partikelnya menjadi rendah (Guibal 1997) tapi kitosan dapat mengembang dalam air dan dapat meningkat porositasnya dengan meningkatnya temperatur (Kim dan Cho 2005).

Ekstraksi agar dan karagenan umumnya dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu dekolorasi, ekstraksi, filtrasi, pengendapan dan pengeringan. Proses ekstraksi dan penjendalan biasanya sarat dengan penggunaan bahan kimia. Untuk mengurangi penggunaan bahan kimia dan menyempurnakan keamanan pangannya, maka dikembangkan kitosan sebagai absorben pengotor pada proses ekstraksi agar dan karaginan.

Kitosan serpihan dapat dimanfaatkan sebagai absorben pengotor pada ekstraksi agar dan karagenan yang berlangsung pada temperatur 100 0C. Pada suhu tinggi itulah kitosan dapat mengembang dan meningkatkan porositasnya sehingga dapat mengabsorbsi dengan baik komponen pengotor yang berukuran lebih kecil dari agar dan karagenan. Dengan demikian dapat diproduksi agar dan karagenan melalui metode absorbsi oleh kitosan dalam media air.

1.4 Hipotesis

(1) Perlakuan konsentrasi larutan NaOH dan waktu proses pada deproteinisasi dan deasetilasi akan mempengaruhi karakteristik mutu kitosan yang dihasilkan.

(2) Penggunaan kitosan dengan konsentrasi yang berbeda berpengaruh terhadap kemampuan absorbsi.

(3) Kitosan dapat diaplikasikan sebagai absorben pada ekstraksi agar dan karagenan

(4) Penggunaan kitosan pada ekstraksi agar dan karagenan melalui absorbsi pengotormerupakan alternatif ekstraksi agar atau karagenan dengan air yang sederhana dan tanpa bahan kimia.

1.5 Ruang Lingkup

Kajian yang dilakukan penelitian ini:

(1) Memproduksi kitosan dengan perlakuan konsentrasi NaOH, waktu proses deproteinisasi dan deasetilasni.

(23)

(3) Mengaplikasikan kitosan sebagai absorben dalam ekstraksi agar dan karagenan.

(4) Karakterisasi mutu agar dan karagenan hasil absorbsi oleh kitosan dengan HPLC, FTIR dan SEM

1.6Manfaat Penelitian

1. Kitosan serpihan dapat dikembangkan sebagai absorben dalam suhu tinggi . 2. Metode ekstraksi komponen primer rumput laut dengan media air seperti:

ekstraksi karagenan, agar dan lainnya, dapat dilakukan dengan sederhana menggunakan kitosan sebagai absorben pengotor, sehingga lebih sederhana dan efisien , disamping itu kitosan yang sudah digunakan dapat dicuci dan digunakan ulang.

3. Kitosan serpihan yang diperoleh (sebagai adsorben) dapat dikembangkan sebagai absorben untuk keperluan lain diantaranya dalam pemisahan dan pemurnian komponen aktif dari hasil-hasil perairan seperti: pemisahan komponen anti bakteri, anti tumor, pigmen, enzim, dan lain-lain. Juga dapat digunakan sebagai matriks amobil untuk menyimpan enzim dan bakteri . 4. Produk agar dapat ditingkatkankan sebagai media kultur bakteri atau kultur

jaringan.

(24)

Manfaat penelitian terhadap pengelolaan perikanan tangkap.

1. Bahan baku kitosan adalah limbah krustasea maka pemanfaatan limbah krustasea yang terus meningkat akan memacu peningkatan armada serta teknologi penangkapan krustasea yang lebih berkembang.

2. Memacu sistem transportasi hasil tangkapan yang efisien, dengan kitosan sebagai pengawet dalam es termal (es germisida).

3. Kitosan dapat digunakan sebagai desinfektans bagi peralatan penangkapan sehingga dapat meningkatkan nilai tambah dan kualitas transportasi hasil tangkapan.

1.7Kerangka Pemikiran

Kitosan adalah polimer alami yang tersusun dari unit glukosa beramin, mempunyai muatan positif dan mempunyai struktur seperti matriks. Kitosan dapat berfungsi sebagai penstabil, pengkelat (pengikat), koagulan, flokulan adsorben dan lain-lain. Selama ini kitosan banyak dimanfaatkan untuk penanganan limbah industri logam, kimia, tekstil dan limbah pangan. Umumnya kitosan yang digunakan dalam bentuk kopolimer (Boddu and Smith 1999), krosling (Bailey et al. 1997, Liang et al. 2009), kitosan butiran (Shahidi et al 1999, Kim and Cho 2005, Liu 2003), Komposit (Olin et al 1996, Nam 1999, Rahayu 2007), kitosan larutan (Bought 1975, Alfian 2003) dan juga kitosan dalam bentuk bubuk untuk penanganan limbah logam (Kumar et al 1998, Alfian 2003, Rachdiati et al. 2007). Sehubungan penggunaan kitosan dalam bentuk bubuk atau serpihan masih sedikit maka penulis memilih kitosan serpihan untuk dimanfaatkan sebagai absorben, mengingat karakteristiknya yang seperti matriks, dapat mengembang dalam air dan kapasitas porinya meningkat pada suhu tinggi. Dengan demikian kitosan bubuk atau serpihan cocok diaplikasikan pada proses suhu tinggi seperti pada ekstraksi komponen primer rumput laut (agar, karagenan, alginat)

(25)

pengotor oleh kitosan, maka metoda produksi karagenan dapat dilakukan lebih sederhana, efisien dan tanpa bahan kimia penjendal. Kerangka penelitian disajikan pada Gambar 1.

Penelitian yang Melatarbelakangi Penggunaan Kitosan sebagai Absorben

Gambar 1 Kerangka penelitian.

Uji coba pada logam, pigmen dan bakteri

(26)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Serapan (Adsorpsi dan Absorbsi)

Serapan adalah suatu proses dimana suatu partikel menempel pada suatu permukaan akibat adanya perbedaan muatan lemah diantara kedua benda (gaya Van Der Walls), sehingga terbentuk suatu lapisan tipis dari partikel-partikel halus pada permukaan. Permukaan karbon yang mampu menarik molekul organik merupakan salah satu contoh mekanisme serapan antara air, gas dan juga menyerap molekul protein yang polar (Boshi et al. 2003).

Penetrasi adsorbat kedalam adsorben dapat terjadi pada ketebalan beberapa lapis. Jika penetrasi molekul terjadi pada seluruh bagian material padat, maka prosesnya disebut absorbsi (absorbtion). Dalam banyak kasus sulit dibedakan antara absorbsi dan adsorbsi sehingga munculah istilah sorbsi (sorbtion) yang mengacu pada proses absorbsi dan adsorbsi (Van Tessel et al. 1994). Absorbsi merupakan suatu proses dimana suatu partikel terperangkap ke dalam suatu media dan seolah-olah menjadi bagian dari keseluruhan media tersebut. Absorbsi terdiri dari dua jenisyaitu:

1) Absorbsi fisika (physical absorbtion) 2) Absorbsi kimia (chemosorbtion). Absorbsi fisika dicirikan dengan tarik menarik antara absorbat dan absorben sangat lemah dengan energi kurang dari 40 Kj/mol dan antar keduanya tidak membentuk senyawa kimia. Absorbsi fisika umumnya reversible dan irreversible. Sifat ini ditemukan dalam batas antar muka kimia dengan medium gas, dimana ikatan yang terjadi diakibatkan dari gaya Van Der Walls dan gaya London (Prutton1982).

Absorbsi kimia (chemosorbtion) ditandai dengan pertukaran elektron/electron exchange antara absorbat dengan absorben. Interaksi yang terjadi sangat kuat sehingga terbentuk senyawa kimia dengan energi ikatnya sekitar 300 Kj/mol (Nieuwenhuizen dan Barendez 1987). Akibat dari berbagai sebab/perlakuan, ikatan dalam absorbsi fisik dan kimia dapat lepas, proses ini disebut desorbsi.

(27)

diatomea dan arang aktif. Suatu absorben dapat memisahkan molekul berdasarkan ukurannya. Proses absorbsi molekul dipengaruhi oleh beberapa hal (Doffner 1991) antara lain:

(1) Ukuran molekul: ukuran pori suatu absorben menentukan ukuran molekul yang melewatinya.

(2) Efek pertukaran ion: pasangan rangka kation membentuk ukuran efektif tertentu dengan menyatukan kation melalui proses pertukaran kation.

(3) Efek suhu: baik molekul absorbat maupun kisi host menjadi tidak rigid, dan dapat terpolarisasi, keduanya bergetar secara kontinu sehingga ikatan yang menjaga keduanya melentur oleh pengaruh suhu.

(4) Konsep pori-efektif : molekul terbesar yang dapat lolos atau masuk secara efektif terhadap absorben melalui efek difusi dan faktor lain.

Pertukaran ion merupakan suatu proses dimana ion-ion yang terserap pada suatu media polar ditukar dengan ion-ion lain yang berada dalam air. Proses ini dimungkinkan melalui fenomena tarik menarik antara permukaan media bermuatan dengan molekul-molekul bersifat polar (Sanford 1987).

Apabila suatu molekul bermuatan menyentuh suatu permukaan yang memiliki muatan berlawanan, maka molekul tersebut akan terikat secara kimiawi pada permukaan tersebut. Pada kondisi tertentu molekul-molekul ini dapat ditukar posisinya dengan molekul lain yang memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk diikat, dengan demikian maka proses pertukaran dapat terjadi (Domard 1998). Proses pertukaran mengikuti kaidah-kaidah tertentu (Jansen 1992), sebagai berikut:

1) Kation dengan valensi besar akan dipertukarkan lebih dahulu sebelum kation valensi kecil. Contoh : dalam air terdapat Fe3+, Ca2+, NH4+ dalam jumlah yang

sama kemudian diberi adsorben (zeolit) maka besi akan lebih dulu diserap oleh zeolit menyusul Ca2+ dan NH4+.

2) Kation yang konsentrasinya paling tinggi dalam air akan diserap lebih dahulu walaupun valensi lebih kecil, misal konsentrasi amonium lebih besar dari yang lain.

(28)

(2) Konsentrasi kation yang dipertukarkan

(3) Jenis anion yang yang berhubungan dengan kation (4) Jenis pelarut

(5) Temperatur

(6) Sifat khas struktur kerangka

2.2 Kitosan

Kitosan adalah produk alami turunan dari kitin, polisakarida yang ditemukan dalam eksoskeleton krustasea seperti udang, rajungan dan kepiting. Secara kimiawi, kitosan adalah selulosa seperti serat tanaman yang mempunyai sifat-sifat sebagai serat tetapi punya kemampuan untuk mengikat lemak seperti busa penyerap lemak dalam saluran pencernaan. Sebagaimana serat tanaman, kitosan tidak dapat dicerna, oleh karena itu tidak bernilai kalori tetapi kitosan dapat difungsikan sebagai penyerap dan pengikat lemak sehingga, mencegah dan menghambat LDL dan meningkatkan HDL.

Kitosan bersifat antasid (menyerap zat racun), mencegah pembentukan plak atau kerusakan gigi, membantu mengontrol tekanan darah, membantu menjaga pengkayaan kalsium (Ca) atau memperkuat tulang, dan bersifat antitumor (Shahidi 1999). Dalam tiga dekade terakhir kitosan digunakan dalam proses detoksifikasi air. Apabila kitosan disebarkan di atas permukaan air, mampu menyerap lemak, minyak, logam berat dan zat yang berpotensi toksik lainnya (Kumaret al 1998).

2.2.1 Sumber kitosan

Kitin merupakan polisakarida panjang yang tidak bercabang, bernama 2-asetil-2-amino dioksi-D-glukosa, yang monomernya berikatan satu sama lain

melalui ikatan 1-4. Kitin diproduksi dari kulit udang melalui proses isolasi dan purifikasi yang didahului proses demineralisasi dan dilanjutkan dengan proses deproteinasi (Muzzarelli 1977). Kitin adalah polisakarida yang membentuk kristal, dan terdapat di alam dalam tiga bentuk kristal kitin yang dibedakan berdasarkan susunan rantai molekul yang membangun kristalnya. Jenis-jenis kristal tersebut adalah sebagai berikut:

(29)

(2) kitin yang mempunyai susunan paralel.

(3) kitin yang mempunyai tiga rantai dan dua diantaranya tersusun paralel. (4) kitin yang mempunyai tiga rantai dan satu rantai lainnya tersusun

antiparalel.

Adapun contoh bentuk kristal kitin dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Kristal kitin dan kitosan (Rudall 1976).

Fungsi utama kitin pada krustasea atau pada fungi, adalah sebagai struktur kerangka dalam yang mendukung eksoskelet hewan tersebut atau bagian dari dinding sel fungi. Kitin dari kulit krustasea sebagai komponon eksoskelet, berbentuk jaring yang kompleks (matriks), yang mengandung protein dan mineral (CaCO3), sedangkan kompleks jaring kitin dari fungi adalah polisakarida lain

seperti α dan glukan, manan dan selulosa (Knorr 1982).

Kitin mempunyai banyak kegunaan diantaranya bahan talk yang digunakan pada sarung tangan saat dilakukan operasi bedah. Selain itu kitin dapat digunakan sebagai absorben seperti arang aktif dan campuran pupuk pada

αkitin

kitin kitin

(30)

pertanian. Apabila ditambahkan pada pakan ikan hias, kitin dapat meningkatkan pertumbuhan dan warna ikan yang cemerlang, hal ini diduga oleh kandungan protein dan pigmen yang terdapat dalam kitin tersebut (Brezki 1987).

Kristal kitin tidak larut dalam air dan dalam pelarut organik tetapi larut dalam asam kuat pekat panas. Arai et al. (1968) menyatakan bahwa kitin mudah mengalami degradasi secara biologis, tidak beracun, tidak larut dalam air dan asam organik, tetapi larut dalam larutan dimetilasetamida dan lithium klorida. Contoh struktur molekul kitin kitosan dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Struktur molekul kitin (a), kitosan (b) Sumber: Muzarelli (1977).

Kerangka utama penyusun kitin dan kitosan adalah grup heksosa (glukosa) sama dengan selulosa, oleh karena itu kitin kitosan dikelompokan pada selulosa alam tetapi mempunyai muatan berlawanan dengan selulosa lainnya. Polimer kitin atau kitosan terdiri dari 2000-3000 monomer, sehingga menpunyai banyak muatan yang akan mempengaruhi sifat biologi dan sifat fungsionalnya melalui kemampuan berikatan dengan molekul lain (Ornum 1992).

Perbedaan struktur kitin dan kitosan hanya pada kandungan gugus asetil saja, pada kitosan gugus asetilnya sebagian besar (lebih dari 70%) sudah dihilangkan dan terbentuklah gugus fungsi NH (amin) yang reaktif. Semakin banyak gugus asetil yang hilang, semakin tinggi mutu kitosan (Muzarelli 1985).

Melalui proses deasetilasi kitin dengan NaOH pekat akan terbentuk turunannya yaitu kitosan yang mempunyai sifat berbeda dengan kitin. Penggunaan

O

(31)

NaOH 50% dengan perbandingan 1: 20 disertai dengan pemanasan 140 oC selama 1 jam, dapat menghasilkan padatan yang hampir sama dengan bahan awalnya (kitin) dan dengan penetralan dan pencucian sampai pH netral menghasilkan serbuk putih yang disebut kitosan (Johnson 1982). Skema proses pembuatan kitosan disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4 Diagram alir proses pembuatan kitosan Sumber: Suptijah et al. (1992).

Mutu kitosan ditentukan berdasarkan parameter fisika dan kimia, parameter fisis diantaranya penampakan, ukuran (mesh size) dan viskositas,

Pencucian dengan air (Netralisasi)

Deproteinisasi

NaOH 3N,1:10, 1000 C, 1jam

Pencucian sampai netral

Kitin

Deasetilasi

NaOH 50%, 1:10, 130oC, 1jam

Pencucian (Netralisasi)

Kitosan Demineralisasi HCl 1N/ 1:7 1000C, 1 jam.

(32)

sedangkan parameter kimia yaitu nilai Proksimat dan Derajat Deasetilasi (DD). Semakin baik mutu kitosan semakin tinggi nilai derajat deasetilasinya dan semakin banyak fungsinya dalam aplikasinya. Adapun spesifikasi mutu kitin kitosan dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.

Tabel 1 Spesifikasi mutu kitin kitosan.

Spesifikasi Kitin

Derajat Deasetilasi <70% 70-100% >90%

(33)

Menurut Knorr (1982) serpihan kitosan dalam air mempunyai gugus amino bebas (NH3+) sebagai polikationik, pengkelat dan pembentuk dispersi

dalam larutan asam asetat. Ornum (1992), menambahkan bahwa gugus amino bebas (NH3+) inilah yang banyak memberikan kegunaan pada kitosan. Apabila

dilarutkan dalam asam, kitosan akan menjadi polimerkationik dengan struktur linier sehingga dapat digunakan dalam proses flokulasi, pembentuk film atau imobilisasi dalam beberapa agen biologi termasuk enzim. Bought (1975) menambahkan bahwa karakter kitosan sebagai polielektrolit dapat digunakan untuk bahan pengkoagulasi limbah secara fisika dan kimia. Hirano (1989) mengemukakan kelebihan kitin dan kitosan yaitu:.

(1) Merupakan sumber daya yang dapat diperbaharui.

(2) Merupakan senyawa biopolimer yang dapat terdegradasi dan tidak mencemari lingkungan.

(3) Tidak bersifat toksik (LD50 16 gram per kg berat badan tikus).

(4) Konformasi molekulnya dapat dirubah. (5) Mempunyai fungsi biologis.

(6) Dapat membentuk gel, koloid dan film (dari larutan).

(7) Mengandung gugus amino (NH2) dan gugus hidroksil (OH) yang dapat

dimodifikasi.

Kitosan merupakan kerangka heksosa yang memiliki gugus amin bermuatan, sehingga menunjukan sifat yang unik yaitu bermuatan positif, berlainan dengan polisakarida alam lainnya yang bermuatan negatif atau netral. Boddu et al. (1999) menyatakan bahwa muatan positif pada polimer kitosan mengakibatkan afinitas atau daya tarik menarik yang sangat baik dengan suspensi dalam cairan selulosa dan polimer glikoprotein.

(34)

Proses penyerapan berhubungan dengan adanya gugus hidrofilik (OH) dalam molekul kitosan, sehingga kitosan mempunyai kemampuan untuk mengikat air dan bahan-bahan yang tersuspensi dalam air. Berdasarkan survei literatur, Olin et al. (1996) dan Bailey et al. (1997) telah mengidentifikasi penyerap yang murah untuk penanganan kontaminasi logam berat pada air dan limbah cair. Mereka mengidentifikasi dua belas penyerap yang potensial untuk Pb, Cd, Cu, Zn, dan Hg, diantaranya kitosan mempunyai kapasitas serapan yang tinggi untuk ion-ion metal (Masri et al. 1974). Kitosan mengikat atau mengkelat sejumlah logam lima kali lebih besar dari kitin, hal ini ditandai oleh adanya grup amino bebas (NH3+)

dalam kitosan (Muzarelli 1977).

2.2.3 Kitosan dan kegunaannya.

Kitosan mempunyai bentuk spesifik mengandung gugus amin dalam rantai karbonnya yang bermuatan positif, sehingga dalam keadaan cair sensitif terhadap kekuatan ion tinggi, daya repulsif antara fungsi amin menurun sesuai dengan fleksibilitas rantai kitosan dan pendekatannya dalam ruang distabilkan oleh ikatan hidrogen di dalam dan di luar rantai (Sanford 1989), artinya kitosan dalam bentuk polimer memanjang mempunyai daya repulsif yang menurun dibanding kitosan yang bentuk polimernya menggulung (Shahidi et al. 1999, Suptijah et al.1992). Kitosan dapat digunakan dalam berbagai bidang diantaranya:

(1) Klarifikasi pada limbah pengolahan industri buah, pengolahan wine dan minuman beralkohol, penjernihan air minum, penjernihan kolam renang, penjernihan zat warna dan penjernihan tanin.

(2) Pertanian untuk pelapis biji-bijian dan enkapsulasi.

(3) Biomedik untuk menurunkan kadar kolesterol, mempercepat penyembuhan luka dan dapat digunakan sebagai lensa kontak.

(4) Pengembalian protein dalam mengendapkan bahan-bahan protein dari limbah industri.

(5) Detoksifikasi limbah industri untuk menghilangkan logam-logam berbahaya dan bahan kimia berbahaya lainnya.

(35)

(7) Bioteknologi untuk proses pembuatan enzim teramobilisasi, pembentuk senyawa kompleks dengan protein.

(8) Kertas dan tekstil sebagai zat aditif.

(9) Pembungkus makanan berupa film khusus. (10) Kulit sebagai perekat.

(11) Cat, sebagai koagulan, pensuspensi dan flokulan. (12) Makanan sebagai aditif.

Penggunan kitosan begitu meluas karena karakteristik kationiknya yakni mempunyai muatan listrik positif unik. Disamping itu, sifat-sifat kimia yang lain juga sangat menunjang penggunaannya. Karena kitosan merupakan hasil sintesis senyawa alami dan bukan dari bahan kimia sintetik, maka keamanan penggunaan kitosan dapat dijamin. Penggunaan kitosan paling luas dan sudah begitu mapan dalam pengolahan limbah air. Melalui reaksi pengikatan (chelating), kitosan mampu menarik limbah beracun dan logam berat seperti plumbum, merkuri, cadmium, uranium, arsenik dan lain-lain (Alfian 2003, Rahayu 2007).

Zat pembentuk kelat mempunyai kemampuan untuk mengikat ion logam dengan selektif dan dapat menyebabkan logam kehilangan aktifitas biologisnya. Konsentrasi ion logam bebas dalam cairan ekstra sel menurun dengan jelas karena pengikatan ion ini oleh pembentuk kelat, karena itu dapat juga ditarik (diserap) dari jaringan. Pembentukan kelat melalui reaksi antara pembentuk kelat dengan ion logam, dapat menyebabkan ion logam tersebut kehilangan sifat ionnya,dengan demikian akan menyebabkan kehilangan sebagian besar sifat toksiknya (Kawamura et al. 1993). Oleh karena itu kitosan dapat digunakan sebagai agen detoksifikasi.

Kitosan bersifat sebagai pembentuk kelat (zat pengikat) yang dapat mengikat logam dalam bentuk ikatan kompleks sehingga dapat mengalahkan sifat dan pengaruh negatif dari logam berat yang terdapat dalam suatu bahan. Molekul atau ion dengan pasangan elektron bebas dapat membentuk kompleks dengan ion logam, karena itulah senyawa-senyawa yang mempuyai dua atau lebih gugus fungsional seperti –OH, -SH, -COOH, -PO3H2, -C=O, -NR2, -S- dan –O- dapat

(36)

sekuestran (Winarno 1993). Melalui reaksi pengikatan (chelating), kitosan mampu menyerap logam berat, hal ini dimungkinkan dengan adanya gugus CH2OH dan

NHCOCH3, yang merupakan gugus reaktif dari kitosan yang dapat mengikat ion

logam, bentuk senyawa kompleks logam Cu dengan kitosan dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Bentuk senyawa kompleks logam (Cu) dengan kitosan Sumber : Hirano (1989).

Dalam bidang pertanian penggunaan kitosan sangat luas dan banyak negara telah mempraktekannya. Kitosan yang dicampurkan ke dalam tanah dapat mengurangi resiko serangan cacing parasit tanah terhadap tanaman.Senyawa kitosan ini, tidak menimbulkan masalah lebih lanjut seperti residu, pencemaran dan lain-lain. Aplikasi kitosan dalam bidang industri pangan antara lain sebagai pengisi, penstabil, film, pembentuk tekstur dan pengawet (anti bakteri).

Senyawa kompleks Microcrystalline Chitin (MCC), merupakan salah satu turunan kitosan yang banyak digunakan dalam industri pangan (Shahidi et al. 1999). Kitosan juga digunakan sebagai immobilizing agents pada enzim tubuh, untuk memberikan efek lebih tinggi pada laju metabolisme sel dan meningkatkan permeabilitas sel. Kitosan dapat menyaring dengan efektif terhadap zat-zat yang tak diinginkan seperti tanin pada kopi (Bought 1975).

(37)

sehingga sangat ideal untuk penyembuhan luka bakar pada kulit. Karena sifatnya itu pula kitosan dapat digunakan sebagai pembungkus kapsul sehingga di dalam tubuh mampu melepaskan kandungan obatnya secara terkontrol (Kumar 2000).

Kitosan juga dapat digunakan untuk bahan pembuatan lensa kontak (soft lens) maupun hard lens karena lebih murah dan awet, dapat digunakan sebagai obat anti kolesterol, karena pada binatang percobaan pemberian zat ini mampu menurunkan kadar kolesterol tubuh. Kitosan bersifat non-thrombogenic (tidak menggumpalkan darah) maka kitosan dapat digunakan sebagai pengganti tulang atau tulang rawan dan juga pengganti saluran darah diantaranya arteri maupun vena. Kitosan (khususnya nano kitosan) dapat menggumpalkan sel-sel leukemia, zat ini cocok untuk agent anti tumor. Kitosan juga diusulkan untuk digunakan sebagai bahan pembuatan membran ginjal buatan (Shahidi et al. 1999).

2.2.4 Kitosan sebagai adsorben.

Model keseimbangan sorpsi terdiri dari 3 jenis: Model Langmuir Freundlich dan Sips isoterm (Kim and Cho 2005). Absorbsi dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya pH, temperatur, entalpi dan entropi, sedangkan kinetika sorpsi dipengaruhi oleh ukuran partikel dan kondisi polimer, dimana kondisi polimer tersebut berkaitan erat dengan porositas dan jarak antar lapisan polimer yang akan mempengaruhi gejala difusi. Difusi yang terjadi meliputi difusi eksternal dan difusi antar partikel.

Kitosan sebagai makropolimer, mempunyai sifat yang unik (Guibal1995):

Berstruktur rombis, Mempunyai bentuk matriks (berongga dengan pori-pori yang banyak). Merupakan makromolekul yang dengan air dapat meningkatkan kapasitas adsorpsinya (mengembang), tahan panas tapi dapat mengembang dengan meningkatkan kapasitas porositasnya, serta dapat didaur ulang.

(38)

modifikasi kristal. Hasil tersebut dapat dikembangkan untuk meningkatkan sifat transfer masa. Misal: membentuk formasi gel, meningkatkan pembukaan jaringan polimer untuk akses ke site sorpsinya dan membentuk gel kitosan dalam bentuk speris (Kawamura 1993).

Liu (2003) menggunakan kitosan dalam bentuk membran dan menyatakan bahwa dalam bentuk membran luas permukaan jadi lebih besar sehingga dapat meningkatkan kapasitas adsorbsinya. Kawamura (1993) dan Kim (2005) menyatakan bahwa butiran kitosan gel menunjukan absorbsi dan kecepatan pengikatan yang lebih besar daripada kitosan serpihan, sehingga kitosan butiran dapat meningkatkan sifat sorbsinya melalui ekspansi jaringan polimernya.

Penggunaan kitosan campuran sudah banyak diteliti dalam penanganan limbah logam berat dan pewarna (Rahayu 2007). Rahmi (2007) menggunakan kitosan komposit dalam penanganan limbah fenol dan membuktikan bahwa gugus H+ dan gugus amin dapat mempengauhi laju adsorpsi yang semakin meningkat dengan meningkatnya konsentrasi H+. Sementara Rahayu dan Purnavita (2007) mengatakan semakin meningkat pH media yang digunakan semakin tinggi adsorbsi logam Hg (merkuri) oleh kitosan serbuk yang dibuat dari cangkang rajungan, hal tersebut menunjukan bahwa pH media pengadsobsi harus diobservasi saat dilakukan pengadsorpsian oleh kitosan.

Alfian (2003) melaporkan bahwa absorbsi logam Cu+2 dalam limbah oleh kitosan bubuk dan kitosan larutan. Hasilnya menunjukkan bahwa kitosan bubuk lebih tinggi daya absorsinya terhadap logam Cu2+ (76,7%) dibandingkan kitosan larutan (45,5%). Rachdtati et al (2007) menggunakan kitosan serbuk untuk menghilangkan Crom4+ dalam air limbah dan menunjukkan hasil bahwa kitosan dapat menyerap 9,1-9,5 mg Cr4+ per gram kitosan pada pH 4-7,3.

(39)

Efek temperatur terhadap kitosan dalam media air

Kitosan yang mempunyai bentuk matriks dapat mengembang dalam media air. Peningkatan temperatur media dapat menimbulkan peningkatan pengembangan porositas dan jarak antar layer polimer kitosan (Guibal 1995), sehingga meningkatkan kapasitas site sorbsinya, dan meningkatkan difusi eksternal serta difusi antar partikelnya. Dengan demikian dapat meningkatkan absorbsi ke dalam kitosan (Kim 2005). Kitosan yang mengembang dalam media air dan pada suhu 90 oC, dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Ukuran matriks kitosan pada suhu kamar (A) dan mengembang pada suhu 90oC (B)

Sumber : dokumen pribadi.

2.3 Agar-agar

Agar adalah polisakarida yang terdapat dalam dinding sel alga agarofit, berstruktur fiber dari polisakarida. Kandungan agar dalam rumput laut bervariasi tergantung spesis dan musim tanamnya. Bentuk monomer agar dengan berat molekul yang kecil dan bersulfat dihasilkan oleh badan golgi dari sel rumput laut, juga berkumpul dalam dinding sel yang secara enzimatik terpolimerisasi dan desulfatisasi selama berubah menjadi agarosa yang membuat agar tersebut mempunyai kekuatan gel, sisanya adalah bentuk agaropektin. Matsuhashi (1990) menduga agar-agar dapat berikatan dengan fiber selulosa melalui ion Ca2+. Agar merupakan polisakarida dengan struktur unitnya hanya mempunyai grup

(40)

semipolar sulfat yang berikatan dengan galaktosa pada ikatan 3,6-anhidro-L-galaktosa. Struktur agar-agar disajikan dalam Gambar 7.

Gambar 7 Struktur agar-agar (Phillip 2000).

Agarobiosa sebagai gel esensial, merupakan fraksi dari agar yang mempunyai bobot molekul lebih dari 100.000 Dalton bahkan lebih dari 150.000 Dalton dengan kandungan sulfat yang rendah ≤ 0.5%.Agaropektin sisa dari agarobiosa mempunyai bobot molekul< 20.000 Dalton (14.000 Dalton) dengan komponen sulfat yang lebih besar 5%-8% (Armisen et al. 2000). Karagenan mengandung sulfat 24% - 53% dan fulselaran 17%. Seperti halnya karagenan, dalam agar komponen-komponen selain agar merupakan pengotor yang akan mempengaruhi mutu produk agar-agar dan kekuatan gelnya. Oleh karena itu, berbagai cara yang tepat dan efisien dibutuhkan untuk mendapatkan agar yang lebih baik mutunya dengan daya gel yang lebih baik sehingga dapat diterapkan dalam pembuatan agar, agar media, agarosa dan agar termodifikasi.

2.4 Karagenan

Karagenan mempunyai berat molekul yang besar seperti polisakarida yang terdiri dari unit-unit galaktosa dan 3,6-anhidro-L-galaktosa (3,6 AG), keduanya bersulfat atau tidak bersulfat yang dihubungkan melalui ikatan glikosidik L (1,3) dan D (1,4). Tipe-tipe karagenan meliputi Kappa (K), Iota (I) dan Lamda (L) (Gambar 8)

(41)

Gambar 8 Struktur karagenan kappa (A), iota (B) dan lambda (C) (Falshave 2003).

Kandungan ester sulfat dari 3,6-anhidro-L-galaktosa pada karagenan sekitar 25% - 35%. Pada kappa karagenan kandungan sulfat 32% - 36% dan iota karagenan (karagenan bersulfat sebanyak 24% - 53% dan fulselaran 17%) (Martin et al. 2000).

Karagenan mengandung 35% ester sulfat dengan sedikit atau tanpa, pada 3,6-anhidro-L-galatosa. Kandungan sulfat dalam rumput laut terdiri dari dua jenis yaitu yang terikat dalam struktur yang umumnya 1,5%-2,5% dan sebagai garam sulfat. Untuk aplikasi pangan karagenan yang baik mengandung ester sulfat 20% (Navarro and Stortz 2003).

Pengolahan rumput laut jenis Euchema cottonii secara ekstraksi tradisional menghasilkan karagenan dengan 0,5% zat tak larut asam yang terdiri dari sebagian besar selulosa. Kandungan logam berat pada rumput laut Euchema cottoni lebih besar daripada ekstrak karagenannya (Glicksman 1983).

Karagenan mempunyai berat molekul yang besar (200-1000 kDa). Ekstrak kappa karagenan komersil mempunyai bobot molekul 400-560 kDa. Sedangkan rumput laut Euchema bobot molekulnya sekitar 615 kDa. Secara keseluruhan karagenan mengandung 5% fraksi zat dengan bobot molekul lebih kecil dari 100 kDa, seperti disajikan dalam Tabel 2, 3 dan 4. Komponen dengan bobot molekul rendah ini akan mempengaruhi sifat-sifat rumput laut (Phillips 2000).

-OSO

ί

(42)

Sifat gel dan pengisi dari jenis-jenis karagenan berbeda beda. Karagenan membentuk gel yang baik dengan adanya ion kalium. Karagenan hanya sedikit pengaruh interaksinya dengan ion Ca2+ yang menghasilkan gel lembut yang elastis, sedangkan NaCl tidak menimbulkan efek perubahan pada sifat-sifat karagenan (Falshave 2003). Dalam proses ekstraksi jaringan selulosa akan mengurangi kecepatan hidrasi, sehingga membutuhkan waktu proses yang lama dan dengan pemanasan yang cukup tinggi. Adanya selulosa pada produk akhir akan menimbulkan rendahnya kekuatan gel. Partikel selulosa menimbulkan produk dengan bentuk dan gel yang kurang jernih dalam aplikasinya. Karagenan murni harus tidak bau dan tidak berwarna (Phillips 2000), komposisi kimiawi rumput laut disajikan dalam Tabel 2 dan 3, sedangkan jenis mikroorganisme yang ditemukan dalam alga merah ditunjukkan pada Tabel 4.

Tabel 2 Komponen-kimiawi penyusun alga merah

(43)

Tabel 3 Komponen mineral pada alga merah

Tabel 4 Mikroorganisme yang ditemukan dalam alga merah

Mikroorganisme Ukuran-Diameter (µm) Keterangan

Bakteri 1000-3000 (0,5-1x 2-5) - Mikoplasma 150-200 (panjang 125-250) -

Riketsia 250-400 -

Virus 10-300 -

Dinding sel gram positif 15-80 -

Dinding sel gram negatif 10-15 -

Staphylococcus 0,75-1,25 bentuk bola

Streptococcus 0,75-1,25 -

Bakteri tifoid 0,5-1 (lebar) batang Sumber: Martin et al. (2000)

2.5 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh penulis berkaitan dengan kitosan antara lain:

(1) Optimasi proses pembuatan kitosan dengan reagen teknis.

(2) Modifikasi proses pembuatan kitosan dengan perlakuan variasi suhu dan konsentrasi NaOH untuk menghasilkan produk dengan mutu bervariasi. (3) Uji kemampuan kitosan dalam mengabsorbsi zat warna pada limbah cair serta

absorbsi logam berat pada limbah industri, daging kerang, mikroorganisme E.coli, enzim galaktosidase, ekstrak wortel dan klorofil A (murni).

(4) Uji penurunan kadar kolesterol pada mencit.

(5) Pembuatan agar bakto dengan proses absorbsi oleh kitosan.

(44)

diuji coba dengan reagen teknis diperoleh kondisi proses yang optimum sebagai berikut: Proses demineralisasi dengan larutan HCl 1 N pada suhu 90 0C selama 1 jam, proses deproteinisasi dengan larutan NaOH 3 N pada suhu 90 0C selama 1 jam proses deasetilasi dengan larutan NaOH 50% pada suhu140 0C selama 1 jam, dengan demikian biaya proses dapat ditekan. Kondisi inilah yang dijadikan proses baku pembuatan kitosan. Dengan memodifikasi proses melalui variasi suhu dan konsentrasi NaOH diperoleh variasi mutu produk diantaranya: grade farmasi, pangan, kosmetik dan industri.

Penanganan campuran limbah industri (logam dan pewarna tekstil) yang berwarna hitam dapat diperlakukan dengan penambahan larutan kitosan pada konsentrasi 0,1% - 1%. Diperoleh penurunan warna yang cukup efektif yaitu reduksi warna sampai 85%, dari warna hitam menjadi kuning muda. Walaupun belum optimum masih dapat dioptimumkan dengan dugaan dua kali proses. Uji kemampuan kitosan mengabsorbsi logam berat dalam limbah buatan, (1%), diperoleh penurunan konsentrasi Fe3+ mencapai rata-rata 54,78%, untuk logam tembaga (Cu) mencapai 49,90% dan untuk logam merkuri (Hg) mencapai 80% dalam waktu absorbsi satu jam.

Uji absorbsi sel E.coli pada konsentrasi 0,2 g sel/10 ml menghasilkan daya absorbsi terbaik pada kitosan 0,3 mg dengan rata-rata 80,58% dalam waktu absorbsi 30 menit. Untuk absorbsi enzim galaktosidase murni 1% diperoleh kemampuan kitosan dalam mengabsorbsi enzim mencapai rata-rata 70%.

Penambahan kitosan pada pembuatan agar bakto, optimum pada perlakuan kitosan 1% dengan waktu proses absorbsi 45 menit, diperoleh mutu fisika-kimia hasil yang hampir sama dengan agar bakto komersial produksi Difco yaitu: rendemen 21,35%, kadar sulfat 1,10%, kadar air 16,89%, kadar abu 3,15%, kadar garam 0,0215%, pH 5,88, kekuatan gel 341,01gF, totalplate count (TPC) 1,25 CFU dengan pembanding agar Difco mempunyai TPC 2,04CFU.

(45)

gelombang 670 cm-1 (alkena), 758 cm-1 (aromatik), 1217cm-1 (ester) dan 3024 cm-1 (alkena).

Tabel 5 Karakteristik gugus fungsi ekstrak wortel hasil deteksi FTIR Karotenoid ekstrak wortel Βkarotin komersial Bil. Gelombang cm-1 Gugus fungsi Gugus Fungsi

3024 - CH alkena - CH alkena OH alkohol

Berdasarkan penelusuran pustaka-pustaka pada umumnya proses produksi kitosan dilakukan dalam berbagai metode antara lain metode kimiawi, enzimatis, elektro kimia dan irradiasi. Metode paling sederhana adalah metode kimiawi, karena itu telah dicoba proses produksi dengan metode kimiawi yang awalnya menggunakan reagen ProAnalis (PA) yang cukup mahal, dengan pemanas hot plate, kemudian dilanjutkan dengan modifikasi proses menggunakan reagen teknis dengan pemanas uap (boiller), dengan kapasitas 30 liter. Untuk meningkatkan keamanan proses pembuatan, maka diupayakan menurunkan konsentrasi reagen yang digunakan, tetapi dengan menambah waktu proses dan akhirnya diperoleh kondisi proses yang optimum sehingga dapat menurunkan biaya produksi. Adapun kondisi tersebut disajikan pada Tabel 6.

(46)

Dari penelusuran pustaka terbaru bahwa kitosan dapat berfungsi sebagai absorben seperti halnya arang aktif, bentonit, zeolit dan lain-lain. Dengan didukung oleh struktur kristal kitosan yaitu berbentuk matriks dengan pori-porinya dan keunikan gugus fungsi NH2 (gugus amin) yang reaktif. Dengan

proses dalam media air pada suhu tinggi, dapat diasumsikan bahwa dalam keadaan tersebut kitosan mampu mengembangkan seluruh polimernya dan meningkatkan kapasitas pori-porinya untuk digunakan sebagai absorben berbagai molekul yang bermuatan berlawanan dan yang ukuran molekulnya sesuai dengan ukuran pori-pori kitosan. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan uji coba absorbsi molekul-molekul yang mempunyai berat molekul bervariasi melalui uji spektroskopis.

Hasil uji absorbsi dapat diaplikasikan pada pemurnian komponen primer rumput laut yang mempunyai berat molekul cukup besar (nomor dua setelah selulosa). Tetapi dalam rumput laut tersebut terdapat lebih dari dua puluh komponen lain dengan berat molekul lebih kecil selain komponen primer. Melalui pemanfaatan kitosan yang mempunyai berat molekul hampir sama dengan komponen primer rumput laut, tetapi kitosan mempunyai pori-pori yang mampu mengabsorbsi komponen yang bermuatan dan berukuran sesuai dengan pori-pori kitosan, maka kitosan dapat dikembangkan sebagai absorben pengotor dalam pemurnian agar dan kaaragenan.

(47)
(48)

3 METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dimulai pada bulan Juni tahun 2004 di Laboratorium Kimia dan Biokimia Hasil Perairan Departemen Teknologi Hasil Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, Laboratorium Biokimia FMIPA IPB. Laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Laboratorium Biokimia UPI Bandung, Laboratorium Teknik Kimia Universitas Indonesia, dan Laboratorium Analisis BRKP-DKP Jakarta.

3.2 Bahan

Bahan baku yang digunakan adalah cangkang udang jenis udang windu, yang berasal dari industri pembekuan udang Muara Baru Jakarta. Bahan kimia: natrium hidroksida, asam klorida, asam asetat, ammonium fosfat, natrium klorida, natrium karbonat, timbal sulfat, tembaga sulfat, fero sulfat, merkuri sulfat, kloroform, media TPC, media kultur E. coli, pewarna minuman, metilen biru, klorofil, ekstrak wortel, reagen analisis: nitrogen Kjeldahl, reagen Nesler, asam sulfat, tiosulfat, ONPG (Ortho Nitro Phenyl Glycoside)

3.3 Alat

Peralatan yang digunakan meliputi alat gelas, plastik dan alat analisis: tanur, boiller, hotplate, filter, blender, inkubator Memert, centrifuge, Kjelteks, Spektrofotometer UV-VIS Shimadzu, Autosorp Quantachrome, AAS Perkin Elmer, FTIR IR-480 easy deep, HPLC Shimadzu, SEM.

3.4 Metode

Penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan yang meliputi: tahap preparasi absorben, tahap karakterisasi dan tahap aplikasi. Proses masing masing tahapan dapat dilihat pada Gambar 9.

3.4.1 Tahap preparasi kitosan sebagai absorben

(49)

a. Pencucian bahan baku limbah udang.

b. Demineralisasi (penghilangan mineral) dengan asam klorida 0,5 - 1 N dengan perbandingan 1:7, b/v disertai pemanasan 90 0C selama satu jam, setelah proses demineralisasi selesai dilakukan pemisahan residu dengan cairannya dan residu dicuci sampai netral.

c. Deproteinisasi dengan perlakuan NaOH 1,5-2N pada perbandingan 1 : 10 disertaipemanasan dengan suhu 90 0C selama 3–5jam. Setelah pemanasan, residu dipisah dan dicuci sampai netral sebagai kitin.

d. Deasetilasi dengan larutan NaOH 1,5-6N pada perbandingan 1 : 10 dengan suhu pemanasan sekitar 140 0C selama 2-4 jam.

Netralisasi dilakukan dengan pencucian berulang sampai pH 7, untuk mempercepat penetralan maka pencucian pertama dilakukan dengan air panas.

Gambar 9 Skema penelitian.

Preparasi absorben Karakterisasi Aplikasi

(50)

Pengeringan dilakukan dengan cara penjemuran atau dapat juga dengan pengovenan untuk memperoleh produk kitosan. Modifikasi kondisi proses dilakukan melalui berbagai perlakuan konsentrasi NaOH (0,5N – 2N) pada proses deproteinisasi dan NaOH (1,5N - 6N) pada poses deasetilasi, waktu proses dan suhu proses deasetilasi. Total perlakuan adalah 36, disajikan pada Tabel 7. Hasil dari ke-36 perlakuan tersebut diuji kelarutannya dengan asam asetat 1%-2%, hasil kelarutan yang sempurna dalam asam asetat 2% disertai terjadinya pembentukan gel adalah terbentuknya kitosan. Diagram alir proses pembuatan kitosan termodifikasi disajikan pada Gambar 10.

Tabel 7 Perlakuan konsentrasi NaOH dan waktu proses pada deproteinasi dan deasetilasi

(51)

Pencucian dengan air (Netralisasi)

Kitin

Perendaman NaOH 3N, 1:5, 1 hari

Deasetilasi

NaOH 1,5 N, 130 0C, 3 jam

Pencucian (Netralisasi)

Kitosan

Gambar 10 Diagram alir proses pembuatan kitosan (hasil modifikasi).

3.4.2 Tahap karakterisasi kitosan sebagai absorben

Tahap karakterisasi merupakan tahap analisis fisika dan kimia kitosan yang dihasilkan serta pemilihan salah satu kitosan terbaik untuk aplikasi, melalui uji absorbsi klorofil dan larutan Pb asetat. Pada tahap ini dilakukan pengujian fisiko-kimia dan mikroskopik pada kitosan yang terbaik, serta diuji kemampuannya

(52)

dalam mengabsorbsi beberapa senyawa yang mempunyai bobot molekul bervariasi. Dalam hal ini diuji cobakan pada zat warna ekstrak wortel, logam berat Pb2+, Cu2+, Fe2+ dan mikroba E.coli. Analisis hasil dideteksi dengan spektrofotometer UV-VIS, FTIR dan AAS.

Analisis kimia kitosan meliputi parameter-parameter warna, kadar air, kadar abu, kadar nitrogen, dan derajat deasetilasi. Analisis fisika kitosan meliputi parameter-parameter rendemen, ukuran, dan viskositas. Disamping karakteristik fisika kimia, ditentukan pula karakteristik mikroskopiknya untuk mengetahui gambarsan morfologi permukaan kitosan yang berhubungan dengan sifat kemampuannya sebagai adsorben dan absorben. Uji distribusi pori dengan autosorp untuk mengetahui kapasitas absorbsi kitosan. Tahap uji absorbsi merupakan tahap pembuktian bahwa kitosan dalam bentuk kristal dapat mengabsorsi berbagai molekul yang bervariasi bobotnya.

Kristal kitosan adalah suatu bentuk matriks yang mempunyai struktur rambah. Oleh karena itu, kristal kitosan mempunyai sifat mengabsorsi molekul-molekul yang bermuatan berlawanan dan mempunyai ukuran sesuai dengan ruang antara dalam matriks.

Hal ini dibuktikan dengan cara memasukkan kitosan ke dalam larutan yang mengandung molekul murni, kemudian dihomogenkan selama 30 menit dan dipisahkan antara kitosan dan larutannya, kemudian dilakukan analisis dengan spektrofotometer UV-VIS, untuk uji mikroorganisme (E coli) dilakukan dengan metode enzimatis ONPG (Ortho Nitro Phenol Glycoside).

Prosedur :

1) Absorbsi Fe, Cu, Pb oleh kitosan(Holme and Peck 1993)

Dibuat seri larutan FeSO4, CuSO4, PbCl2, masing-masing 1% b/v,

(53)

absorbansi larutan logam sebelum digunakan adalah 100%. Diagram alir proses absorbsi logam berat dapat dilihat pada Gambar 11.

Larutan 1% b/v: FeS04, CuS04, PbCl2.

Penambahan kitosan (0,1%. 0,3%. 0,5%. 1%)

Pengabsorbsian 30 menit

Pemisahan supernatan

Pengujian dengan spektrofotometer

A. Supernatan

Gambar 11 Diagram alir proses absorbsi logam berat oleh kitosan.

Perhitungan absorbansi (A) terabsorbsi

A k = A Supernatan + A Terabsorbsi---A.Terabs = A k – A supernatan

A k = Absorbans kontrol (tanpa penambahan kitosan)

A = Absorbans

2) Absorbsi zat warna ekstrak wortel dan klorofil oleh kitosan

Gambar

Gambar 4 Diagram alir proses pembuatan kitosan
Gambar 6  Ukuran matriks kitosan pada suhu kamar (A) dan mengembang pada o
Gambar 8 Struktur  karagenan kappa (A), iota (B) dan lambda (C)
Tabel 2 Komponen-kimiawi penyusun alga merah
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam permasalahan ini yang bisa dilakukan manusia adalah mengumpulkan berbagai framing, pendapat, ilmu pengetahuan, teori-teori yang berkembang, agar penafsiran islam semakin

Dari tabel V.26 di atas tentang rekapitulasi tanggapan responden terhadap Pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri - Simpan Pinjam Untuk Kelompok

Penelitian yang merupakan bagian dari program pengembangan galur padi tahan WBC ini bertujuan menguji ketahanan varietas padi untuk pemilihan calon tetua persilangan,

Lokasi dimana user dapat mengakses melalui mobile computer ( seperti Laptop atau PDA ) tanpa menggunakan koneksi kabel dengan tujuan suatu jaringan

Dapat dilihat pada tabel 5.5 statistik deskriptif variabel gender dari setiap dimensi diperoleh angka mean yaitu sebesar 4,10, angka tersebut menandakan bahwa

Web service yang ditanam di WebApplicationForETicketing server bertujuan agar para pengguna aplikasi ini dapat mengambil data penerbangan dari berbagai perusahaan penerbangan

Variabel yang digunakan adalah penerapan IFRS sebagai variabel independen dan terdapat berbagai variabel kontrol seperti ukuran perusahaan, rasio total hutang terhadap

Berdasarkan hasil tersebut dari ketiga dosis terapi ekstrak mahoni yang diberikan, yang memiliki pengaruh terapi optimal adalah pemberian terapi dosis 250 mg/kgBB