• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Proteksi Formula Empat Tanaman Obat Terhadap Ketahanan Hidup Ayam Broiler Yang Diuji Tantang Dengan Virus Avian Influenza

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Proteksi Formula Empat Tanaman Obat Terhadap Ketahanan Hidup Ayam Broiler Yang Diuji Tantang Dengan Virus Avian Influenza"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

Albertus Aditya Sandy. Kajian Proteksi Formula Empat Tanaman Obat Terhadap Ketahanan Hidup Ayam Broiler Yang Diuji Tantang Dengan Virus Avian Influenza. Dibawah bimbingan Bambang Pontjo Priosoeryanto dan Mawar Subangkit.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proteksi formula empat tanaman obat yaitu temulawak (Curcuma xanthorrhiza), meniran (Phyllanthus niruri L), sambiloto (Andrographis paniculata), dan temuireng (Curcuma aeruginosa) terhadap ketahanan hidup ayam broiler yang diuji tantang dengan virus Avian Influenza. Ayam broiler sebanyak 60 ekor dibagi kedalam 4 kelompok perlakuan pemberian formulasi (F1, kombinasi temulawak, meniran, sambiloto, dan temuireng; F2 kombinasi temulawak, meniran dan temuireng; F3, kombinasi temulawak dan temuireng; F4, kombinasi meniran dan sambiloto; kontrol negatif, ayam tidak diberi perlakuan apapun/spf dan kontrol positif ayam hanya divaksinasi Avian Influenza komersial. Uji tantang dilakukan di fasilitas kandang Biosafety Level 3 menggunakan virus Avian Influenza lapang H5N1 strain Nagrak 0,1 ml 105 EID50 selama 10 hari. Hasil uji tantang terhadap virus Avian Influenza menunjukan bahwa F3 dan F1 mempunyai proteksi sebesar 10% yaitu dengan 1 ekor ayam hidup pada hari terakhir. Berdasarkan hasil di atas dapat disimpulkan bahwa F3 dan F1 dapat dikembangkan menjadi antiviral virus Avian Influenza dan disarankan untuk diadakan penelitian lanjutan.

(2)

DIUJI TANTANG DENGAN VIRUS AVIAN INFLUENZA

ALBERTUS ADITYA SANDY

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

Dengan ini Saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Kajian Proteksi Formula Empat Tanaman Obat Terhadap Ketahanan Hidup Ayam Broiler Yang Diuji Tantang Dengan Virus Avian Influenza adalah karya Saya dengan arahan dari Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari Penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Februari 2012

Albertus Aditya Sandy

(4)

Albertus Aditya Sandy. Protection study of four herbal medicine formula on lifespan of Avian Influenza infected-broiler. Under direction of Bambang Pontjo Priosoeryanto and Mawar Subangkit

The objective of this research was to study the protection of combination between temulawak (Curcuma xanthorrhiza), meniran (Phyllanthus niruri L), sambiloto (Andrographis paniculata), and temuireng (Curcuma aeruginosa) on mortality of Avian Influenza (AI) infected-broiler (challenge test). Sixty broilers were randomly divided into six treatment groups (F1, received combination of temulawak, meniran, sambiloto and temuireng; F2, received temulawak, meniran and temuireng; F3, received temulawak and temuireng; F4, received meniran and sambiloto; negative control was specific pathogen free/SPF (chicken without vaccination and herbal extract), and positive control group that received only AI vaccine. Challenged test was done at Biosafety Level 3 facility. The challenge AI virus used wasH5N1 Nagrak strain 0,1 ml 105 EID50. The length of the challenge

was 10 days. The result showed that F3 and F1 groups give 10% protection within one broiler live at the last days of test. The result mention above concluded that this two combination could be developed as an anti AI virus substance and further study is needed.

(5)

Albertus Aditya Sandy. Kajian Proteksi Formula Empat Tanaman Obat Terhadap Ketahanan Hidup Ayam Broiler Yang Diuji Tantang Dengan Virus Avian Influenza. Dibawah bimbingan Bambang Pontjo Priosoeryanto dan Mawar Subangkit.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proteksi formula empat tanaman obat yaitu temulawak (Curcuma xanthorrhiza), meniran (Phyllanthus niruri L), sambiloto (Andrographis paniculata), dan temuireng (Curcuma aeruginosa) terhadap ketahanan hidup ayam broiler yang diuji tantang dengan virus Avian Influenza. Ayam broiler sebanyak 60 ekor dibagi kedalam 4 kelompok perlakuan pemberian formulasi (F1, kombinasi temulawak, meniran, sambiloto, dan temuireng; F2 kombinasi temulawak, meniran dan temuireng; F3, kombinasi temulawak dan temuireng; F4, kombinasi meniran dan sambiloto; kontrol negatif, ayam tidak diberi perlakuan apapun/spf dan kontrol positif ayam hanya divaksinasi Avian Influenza komersial. Uji tantang dilakukan di fasilitas kandang Biosafety Level 3 menggunakan virus Avian Influenza lapang H5N1 strain Nagrak 0,1 ml 105 EID50 selama 10 hari. Hasil uji tantang terhadap virus Avian Influenza menunjukan bahwa F3 dan F1 mempunyai proteksi sebesar 10% yaitu dengan 1 ekor ayam hidup pada hari terakhir. Berdasarkan hasil di atas dapat disimpulkan bahwa F3 dan F1 dapat dikembangkan menjadi antiviral virus Avian Influenza dan disarankan untuk diadakan penelitian lanjutan.

(6)

©Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

(7)

DIUJI TANTANG DENGAN VIRUS AVIAN INFLUENZA

ALBERTUS ADITYA SANDY

Skripsi

Disusun sebagai salah satu syarat Untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Judul : Kajian Proteksi Formula Empat Tanaman Obat Terhadap Ketahanan Hidup Ayam Broiler Yang Diuji Tantang Dengan Virus Avian Influenza

Nama Mahasiswa : Albertus Aditya Sandy

NIM : B04070019

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Drh. Bambang Pontjo Priosoeryanto, MS., Ph.D. APVet Pembimbing I

Drh. Mawar Subangkit Pembimbing II

Diketahui,

Drh. H. Agus Setiyono, MS., PhD. APVet Wakil Dekan FKH IPB

(9)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Kajian Proteksi Formula Empat Tanaman Obat Terhadap Ketahanan Hidup Ayam Broiler Yang Diuji Tantang Dengan Virus Avian Influenza” telah diselesaikan. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.

Penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar – besarnya, penulis ucapkan kepada

1 Keluarga tercinta, Ayah, Ibu, Cinta, Embah, dan Mbak Sucik atas kesabaran dan hati yang benar – benar sabar untuk menunggu penulis menyelesaikan skripsinya.

2 Prof. Drh. Bambang Pontjo Priosoeryanto, MS., Ph.D. APVet dan Drh. Mawar Subangkit selaku dosen pembimbing tugas akhir yang telah banyak memberikan ilmunya dan menyediakan waktunya untuk membimbing penulis.

3 Drh. Risa Tiura, MS., PhD. dan Ibu Siti Sa’diah MSi., Apt., Ssi. selaku dosen penguji luar komisi.

4 Drh. Andriyanto. M.Si selaku dosen pembimbing akademik atas semua nasehat dan petuah yang membangun penulis.

5 Andre Manik, Olif, Greg, dan Cha – cha selaku teman sepenelitian. 6 Megasari Septyaningrum yang selalu menjadi inspirasi utama penulis. 7 Anggota Suzuran, Pondok Para Gakgik: Rio, Antok, Daud, Olil, Madu,

Rizzar, Opay (Istri Madu), plus Danang dan Fahri serta teman – teman Baskom ISTANA CERIA: Tue, Soki, Rendra, Echo, Guntur, Tampan, Dion, Loris, Nci dan Ika selaku teman seperjuangan penulis yang selalu merusuhi hari – hari penulis.

8 Keluarga Om Albert, Bulik Dwi, Mbak Fel, Mbak Ita, Sam dan Rio yang telah menjaga dan menggantikan peran orang tua penulis di Bogor.

(10)

11 Semua anggota fotokopian Wawan Ngopi Center atas banyaknya kertas yang telah dibuang percuma karena banyak kesalahan dalam penulisan. 12 Semua pihak yang telah terlibat dalam penelitian ini. Semoga Tuhan

membalas semua kebaikan yang telah dilakukan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Bogor, Februari 2012

(11)

Penulis dilahirkan di Probolinggo pada tanggal 10 Maret 1989 dari ayah Yosep Herminto dan Catharina Kristiyani. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara.

Penulis dibesarkan di kota Probolinggo dan menempuh pendidikan sekolah taman kanak – kanak di TKK Mater Dei Probolinggo, kemudian melanjutkan pendidikan di SDK Mater Dei Probolinggo hingga lulus pada tahun 2001. Penulis melanjutkan pendidikan ke SLTP Mater Dei Probolinggo dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di SMAK Santo Albertus di kota Malang. Penulis lulus pada tahun 2007.dan diterima di IPB melalui jalur USMI. Penulis memilih program studi Kedokteran Hewan sebagai pilihan pertama di perguruan tinggi IPB.

(12)

DAFTAR ISI

Temulawak (Curcuma xanthorrhiza ROXB) ... 5

Meniran (Phyllanthus niruri L)... 6

Sambiloto (Andrographis paniculata Nes)... 8

Temuireng (Curcuma aeruginosa Roxb)……….. 9

Ayam broiler………. 10

BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat penelitian ... 12

Alat dan bahan ... 12

Metode penelitian ... 12

Persiapan kandang penelitian ... 12

Penyediaan ekstrak ... 12

Pencekokan ekstrak ... 13

Perlakuan penelitian ... 13

(13)

DAFTAR TABEL

No Teks Halaman

(14)

DAFTAR GAMBAR

No Teks Halaman

Gambar 1 Morfologi virus Avian Influenza ... 4

Gambar 2 Rimpang temulawak ... 6

Gambar 3 Tanaman meniran ... 8

Gambar 4 Tanaman sambiloto ... 9

Gambar 5 Tanaman temuireng ... 10

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia adalah negara yang sedang berkembang dan melaksanakan

pembangunan di segala bidang, baik bidang ekonomi, politik, sosial budaya,

maupun bidang–bidang lainnya. Pertumbuhan pada bidang ekonomi khususnya

telah memacu peningkatan pendapatan masyarakat baik di kota maupun di

pedesaan yang akan mempengaruhi kemampuan masyarakat untuk meningkatkan

asupan gizinya, terutama yang bersumber dari protein hewani yang relatif mudah

didapat.

Kesadaran akan pentingnya kebutuhan protein harus dibarengi dengan

pemahaman akan kelayakan dan kesehatan sumber protein hewani tersebut.

Pemenuhan kebutuhan protein hewani tidak dapat dilepaskan dari penanganan

masalah kesehatan hewan. Kesehatan hewan menjadi sangat penting karena tidak

sedikit hewan yang dapat menjadi perantara penyakit berbahaya bagi kesehatan

manusia, bahkan beberapa penyakit hewan dapat menular ke manusia (bersifat

zoonosis).

Ayam merupakan salah satu penghasil protein hewani dengan tingkat

populasi yang cukup tinggi di Indonesia. Hal tersebut dikarenakan konsumsi hasil

olahan asal ayam dapat dinikmati oleh semua jenis religi dan kepercayaan. Di

samping itu, ayam merupakan ternak yang masa panennya cepat dan

pemeliharaannya relatif lebih mudah dibandingkan hewan lainnya (Akoso 1998).

Masalah kesehatan utama yang paling sering dihadapi oleh peternakan ayam

khususnya di Indonesia adalah Avian Influenza. Virus Avian Influenza yang secara pandemik terjadi di seluruh dunia telah menyebabkan kematian, kerugian serta

kehancuran yang besar bagi kesehatan hewan dan manusia. Kematian massal pada

populasi ternak khususnya ayam berdampak nyata menyebabkan goyahnya

ekonomi global (Cannell et al. 2008).

Adanya kejadian wabah serta ancaman penyakit Avian Influenza sudah tentu secara ekonomis sangat merugikan peternak. Di lain pihak, kejadian penyakit

Avian Influenza dapat menyebabkan manifestasi klinis bagi kesehatan bahkan dapat menimbulkan kematian hewan dan manusia. Untuk menghindari terjadinya

(16)

diperlukan adanya kemampuan untuk mengidentifikasi dan diagnosa secara cepat

dan tepat serta melakukan penanggulangan dan atau pengobatan. Salah satu upaya

untuk mencegah dan menanggulangi penyakit ini di suatu kawasan peternakan

ayam adalah dengan vaksinasi dan pengobatan dengan antivirus.

Vaksinasi merupakan garda terdepan dalam menghadapi serangan virus

ataupun agen infeksius. Vaksinasi harus dilakukan secara rutin selama masa

wabah virus tersebut berdasarkan dari wabah virus pada musim sebelumnya, akan

tetapi wabah epidemik virus Avian Influenza dapat beradaptasi pada keadaan lingkungan yang berbeda maka tidak dapat dipastikan bahwa setiap pemberian

vaksin dapat sukses mencegah terjadinya serangan Avian Influenza (Hudson 2009).

Berdasarkan hasil pengamatan di laboratorium dan lapangan, Swayne

(2005) menyebutkan bahwa syarat-syarat vaksin Avian Influenza yang baik adalah mampu melindungi terhadap gejala klinis dan kematian secara massal, mampu

mengurangi penyebaran virus di lapangan apabila unggas yang divaksin terserang

Avian Influenza, mencegah penularan kontak dengan virus yang ada di lapangan, memberikan proteksi minimal selama 20 minggu, melindungi unggas terhadap

tantangan virus baik dosis tinggi maupun dosis rendah serta meningkatkan daya

tahan tubuh terhadap infeksi virus

Senyawa sintetis yang paling banyak digunakan sebagai antivirus Avian Influenza adalah inhibitor neuroamidase oseltamivir (Tamiflu®) dan zanavir (Relenza®). Penggunaannya sebagai antivirus Avian Influenza telah dilaporkan dapat menciptakan resistensi terhadap virus selama proses aplikasinya, setara

analoginya dengan terjadinya resistensi bakteri terhadap antibiotik (Jefferson et al. 2006).

Masyarakat sekarang sudah mulai beralih kepada pengobatan herbal

tradisional sebagai solusi untuk mengobati masalah-masalah kesehatan baik pada

manusia maupun pada ternak. Pemanfaatan pengobatan dengan menggunakan

tanaman ini telah berkembang sejak lama pada masyarakat khususnya masyarakat

Indonesia. Hal ini diketahui dari kemampuan masyarakat untuk meracik obat dan

tradisi minum jamu yang mengakar kuat. Tradisi ini didukung dengan kekayaan

(17)

Indonesia dikenal sebagai mega diversity country, yaitu bangsa yang memiliki keanekaragaman hayati. Terdapat 30.000 jenis tumbuhan yang hidup

pada hutan tropis di Indonesia. Jumlah ini jauh lebih tinggi dibanding dengan

tumbuhan yang hidup di hutan tropis di Amerika Selatan dan Afrika Barat.

Sejumlah 9600 spesies tanaman diduga memiliki khasiat sebagai obat dan 200

spesies di antaranya merupakan tumbuhan obat yang penting bagi industri farmasi

dan obat tradisional. Beberapa tumbuhan bahkan sedang dalam penelittian sebagai

kontrol dan pencegahan penyakit viral khususnya penyakit Avian Influenza

(Kardinan dan Kusuma 2004).

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh formula 4 tanaman obat

yaitu temulawak (Curcuma xanthorrhiza), meniran (Phyllanthus niruri L), sambiloto (Andrographis paniculata), dan temuireng (Curcuma aeruginosa)

terhadap ketahanan hidup ayam broiler yang diuji tantang dengan virus Avian Influenza. dan mengetahui formula herbal yang tepat dalam menghambat kematian akibat Avian Influenza.

Manfaat

Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

ilmiah mengenai formula empat tanaman obat asal Indonesia untuk menghambat

kematian akibat flu burung dan sebagai kontrol pencegahan terhadap penyakit

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Avian Influenza

Avian Influenza atau biasa disebut flu burung merupakan agen infeksius yang berupa virus. Virus influenza ini merupakan virus RNA yang termasuk

dalam famili Orthomyxoviridae. Asam nukleatnya berantai tunggal, terdiri dari

8 segmen gen yang mengkode sekitar 11 jenis protein. Virus influenza memiliki

selubung yang terdiri dari kompleks protein dan karbohidrat. Untuk proses

penempelannya pada reseptor yang spesifik, virus ini mempunyai tonjolan

(spikes) yang berfungsi menginfeksi sel – sel inangnya (host) pada saat virus ini menginfeksi. Terdapat 2 jenis penonjolan yaitu hemaglutinin (HA) dan

neuroamidase (NA), yang terletak di bagian terluar dari virion. (Horimoto dan

Kawaoka 2001).

Gambar 1 Morfologi virus Avian Influenza (Anonim 2011)

Virus influenza mempunyai empat jenis antigen yang terdiri dari protein

nukleokapsid (NP), hemaglutinin (HA), neuramidase (NA), dan protein matriks

(MP). Berdasarkan jenis antigen NP dan MP, virus influenza digolongkan dalam

virus influenza A, B, dan C (Horimoto dan Kawaoka 2001). Virus influenza A

sangat patogen pada manusia dan binatang, menyebabkan angka kematian dan

kerugian yang tinggi, serta dapat menyebabkan pandemik di seluruh dunia.

Penyebab virus Avian Influenza tipe A ini sangat patogen adalah karena mereka mudah bermutasi, baik berupa antigenik drift ataupun antigenik shift sehingga membentuk varian–varian baru yang lebih patogen. Dari berbagai penelitan

(19)

influenza A telah menyebabkan wabah pandemik antara lain H7N7 (1977), H3N2

(1968), H2N2 (1957), H1N1 (1918), H3N8 (1900), dan H2N2 (1889) (Yuen dan

Wong 2005).

Tipe virus influenza B adalah jenis yang hanya menyerang manusia,

sedangkan virus influenza C adalah jenis yang paling jarang ditemukan walaupun

dapat juga menyebabkan infeksi pada manusia dan binatang. Virus influenza B

dan C jarang sekali atau bahkan tidak meyebabkan wabah pandemik (Horimoto

dan Kawaoka 2001).

Penyakit Avian Influenza di Indonesia pertama kali dilaporkan terjadi di peternakan ayam layer di Kecamatan Legok Tangerang pada tahun 2003. Dari sini penyakit meluas ke 9 provinsi di Indonesia, yang meliputi 51 kota atau kabupaten

dan menyebabkan kematian pada ternak unggas yang diperkirakan mencapai

4,13 juta ekor. Sampai dengan bulan Desember 2004, jumlah kumulatif kematian

ternak unggas akibat Avian Influenza mencapai 6,27 juta ekor yang berasal dari 16 provinsi yang mencakup 100 kota atau kabupaten. Angka kematian tertinggi

pada unggas terutama ditemukan di provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa

Barat dan Lampung dimana jumlah kematian lebih dari 1 juta ekor tiap provinsi

(Ditkeswan RI 2004).

Sekitar bulan Februari 2005 terjadi perluasan kasus Avian Influenza ke daerah baru yang meliputi Sulawesi Selatan lalu menyebar ke Sulawesi Tenggara

dan Sulawesi Barat dan pada akhir 2005, kasus Avian Influenza dilaporkan sudah mencapai Nangroe Aceh Darusalam. Pada akhir tahun 2006, kasus Avian Influenza dilaporkan terjadi di Manokwari, Irian Jaya Barat (Naipospos 2005)

Temulawak (Curcuma xanthorrhiza ROXB)

Di antara tanaman obat yang termasuk suku jahe–jahean (Zingiberaceae),

temulawak merupakan bahan yang terbanyak dipakai di dalam negeri untuk

pabrik jamu atau obat tradisional (Syukur dan Hernani 2002). Rimpang

temulawak adalah bagian yang sering dimanfaatkan untuk pengobatan alternatif

dan dipercaya dapat meningkatkan kinerja ginjal dan bersifat antiinflamasi.

(20)

antikanker, antidiabetes, antimikroba, antilipidemia, antijamur, obat jerawat,

penambah nafsu makan, dan antioksidan (Nurcholis 2008).

Menurut Sugiharto (2004), rimpang temulawak mengandung senyawa

metabolit aktif, seperti kurkumin, xanthorrizol, minyak atsiri, zat pati, flavonoid,

kamfer, turmerol, phellandrene, myrcene, isofuranogermacen, p-tolymetilkarbitol, kation Fe, Ca, Na, dan K. Sedangkan menurut Hwang et al. (2000), kandungan pati dalam temulawak dapat berkhasiat sebagai senyawa imunomodulator.

Taksonomi temulawak menurut Supriadi (2008) adalah:

kingdom : Plantae

divisi : Magnoliophyta

kelas : Monocotyledonae

ordo : Zingiberales

famili : Zingiberaceae

genus : Curcuma

spesies : Curcuma xanthorrhiza ROXB

Gambar 2 Rimpang temulawak (Supriadi 2008)

Meniran (Phyllanthus niruri L)

Meniran merupakan tanaman yang telah dipergunakan turun temurun

sebagai obat tradisional karena memiliki banyak khasiat. Khasiat tanaman

meniran karena adanya kandungan berbagai senyawa kimia berkhasiat, di

antaranya adalah alkaloid (sekurinin), flavonoid (kuersetin, kuersitrin,

isokuersitrin, astragalin, nirurin, niruside, rutin, leukodelfinidin, dan galokatekin),

(21)

Bagian–bagian tanaman meniran telah dimanfaatkan untuk mengobati

berbagai penyakit. Daun dan batang meniran dipakai sebagai obat penyakit

kelamin. Ekstrak air dari meniran dipakai sebagai pelarut batu ginjal dan batu di

saluran kencing oleh masyarakat di Brazil dan Peru (Freitas et al. 2002). Taksonomi meniran menurut Tjandrawinata (2005)adalah:

Kingdom : Plantae

divisi : Magnoliophyta

kelas : Magnoliopsida

ordo : Euphorbiales

famili : Euphorbiaceae

genus : Phyllanthus

spesies : Phyllanthus niruri L

Kandungan flavonoid dari meniran dipakai sebagai pemacu aktivitas sistem

imun (imunomodulator). Sebagai imunomodulator, kandungan flavonoid pada

meniran tidak semata-mata berefek meningkatkan sistem imun, namun juga

menekan sistem imun apabila aktivitasnya berlebihan. Jika aktivitas sistem imun

berkurang, maka kandungan flavonoid dalam meniran akan mengirimkan sinyal

intraseluler pada reseptor sel untuk meningkatkan aktivitasnya. Sebaliknya jika

sistem imun kerjanya berlebihan, maka meniran berkhasiat dalam mengurangi

kerja sistem imun tersebut. Jadi meniran berfungsi sebagai penyeimbang sistem

imun (Suhirman dan Winarti 2010).

Tjandrawinata et al. (2005), telah melakukan uji pra-klinis untuk menguji aktivitas ekstrak daun meniran. Uji pra-klinis dilakukan terhadap tikus dan

mencit, untuk menentukan keamanan dan karakteristik imunomodulasi dari

ekstrak daun meniran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak P.niruri dapat memodulasi sistem imun melalui proliferasi dan aktivasi limfosit T & B, sekresi

sitokin spesifik (gamainterferon, interleukin, tumor nekrosis, dan faktor alfa),

aktivasi sistem komplemen, dan aktivasi sel fagosit (makrofag dan monosit).

(22)

Gambar 3 Tanaman meniran (Tjandrawinata et al.2005)

Sambiloto (Andrographis paniculata Nees)

Sambiloto merupakan tanaman liar yang banyak tersebar di Asia Tenggara,

termasuk Indonesia. Sambiloto juga dikenal dengan nama yang berbeda pada tiap

daerah, yaitu sambilata (Sumatra), Ki Oray (Sunda), sambiloto (Jawa), papaitan

(Maluku), dan ampadu tanah (Minang). Sambiloto mengandung metabolit

sekunder turunan lakton, yang terdiri dari andrografolid, deoksiandrografolid,

saponin, tannin, flavonoid, homoanografolid, 14-deoksi-11,

12-didehidroandrografolid (Aji 2009).

Taksonomi sambiloto menurut Aji (2009) adalah:

kingdom : Plantae

divisi : Magnoliophyta

kelas : Magnoliopsida

ordo : Scrophulariales

famili : Acanthaceae

genus : Andrographis

spesies : Andrographis paniculata

Komponen aktif dari sambiloto yang diisolasi dari ekstrak metanol

mempunyai efek imunomodulator dan dapat menghambat induksi sel penyebab

HIV. Komponen komponen tersebut, dapat meningkatkan proliferasi dan induksi

IL-2 limfosit perifer darah manusia (Elfahmi 2006). Menurut Puri et al. (1993), sambiloto dapat merangsang sistem imun tubuh, baik berupa respon antigen

spesifik, maupun respon imun non spesifik yang kemudian akan menghasilkan sel

(23)

diproduksinya limfosit dalam jumlah besar, terutama limfosit B. Limfosit B akan

menghasilkan antibodi yang merupakan plasma glikoprotein dan akan mengikat

antigen, serta merangsang proses fagositosis (Decker 2000).

Gambar 4 Tanaman sambiloto (Decker 2000)

Temuireng (Curcuma aeruginosa Roxb)

Tanaman temuireng berupa semak, berbatang semu. Daun tungal, berwarna

hijau kecoklatan, memiliki bunga majemuk dan rimpang induk yang besar,

berdaging dan mengerucut. Rimpang temuireng adalah bagian yang paling umum

digunakan sebagai obat herbal.

Taksonomi temuireng menurut Sastroamidjojo (2001) adalah:

kingdom : Plantae

divisi : Magnoliophyta

kelas : Liliopsida

ordo : Zingiberales

famili : Zingiberaceae

genus : Curcuma

spesies : Curcuma aeruginosa Roxb

. Rimpang temuireng berkhasiat untuk menambah nafsu makan,

menyembuhkan cacingan, obat perut kembung, obat luka, mempercepat masa

nifas, obat batuk, asma, kudis, encok, meningkatkan kontraksi uterus dan sebagai

obat antijamur (Syukur dan Hernani 2002). Kandungan kimia ekstrak rimpang

temuireng mengandung minyak atsiri, tannin, kurkumol, kurkumenol,

(24)

inderazulene, kurkumin, demethyoxykurkumin, saponin, bisdemetyoxykurkumin,

monoterpene, sesquiterpene, flavonoid dan alkaloid (Chinami et al. 2006).

Gambar 5 Tanaman Temuireng (Planthus 2008)

Ayam Broiler

Ayam adalah vertebrata darah panas dengan tingkat metabolisme tinggi.

Anak ayam umur sehari (DOC – Day Old Chick) memiliki suhu tubuh 39°C dan suhu tersebut meningkat secara bertahap setelah hari ke-4 sampai ayam tersebut

mencapai suhu maksimal pada hari ke-10. Suhu ayam dewasa berkisar antara

40,6°C – 40,7°C (Suprijatna et al. 2005). Ayam peliharaan yang ada di Indonesia sekarang merupakan keturunan dari ayam hutan hasil perbaikan mutu genetis

sesuai dengan manfaat dan tujuan pemeliharaannya.

Berikut adalah taksonomi Zoologi ayam menurut Suprijatna et al. (2005): kingdom :Animalia

filum :Chordata

subfilum :Vertebrata

kelas :Aves

ordo :Galliformes

genus :Gallus

spesies :Gallus domesticus

Ayam broiler adalah sebutan untuk ayam ras pedaging, merupakan jenis ras

unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya

produktivitas tinggi, terutama dalam memproduksi daging ayam karena mampu

tumbuh cepat sehingga dapat menghasilkan daging dalam waktu relatif singkat (5-

(25)

maka banyak peternak baru serta peternak musiman yang bermunculan diberbagai

wilayah Indonesia (Pramudyati dan Effendy 2009).

Kelompok ayam yang dihasilkan melalui proses pemuliabiakan oleh

breederfarm untuk tujuan ekonomis tertentu disebut dengan strain (Suprijatna et al. 2005). Adapun jenis strain ayam broiler yang banyak beredar di pasaran adalah: Super 77, Tegel 70, ISA, Kim cross, Lohman 202, Hyline, Vdett, Missouri, Hubbard, Shaver Starbro, Pilch, Yabro, Goto, Cobb, Arbor arcres, Tatum, Indianriver, Hybro, Cornish, Brahma,Langshans, Hypeco-Broiler, Ross, Marshall”m”, Euribrid, A.A 70, H&N, Sussex, Bromo, CP 707 (Pramudyati dan Effendy 2009).

(26)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juni 2011. Kegiatan

pemeliharaan dan perlakuan hewan coba bertempat di fasilitas kandang hewan

percobaan Bagian Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Uji ketahanan

hidup ayam yang diinfeksi dengan virus Avian Influenza (uji tantang) dilakukan di PT Vaksindo Satwa Nusantara, Gunung Putri, Cicadas, Bogor.

Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah 60 ekor ayam broiler

(strain Cobb) yang dibagi dalam 6 kelompok perlakuan yang dapat dilihat pada Tabel 1, vaksin Newcastle Disease aktif dan inaktif, vaksin gumboro aktif, vaksin

Avian Influenza inaktif, virus Avian Influenza lapang H5N1 strain Nagrak 0,1 ml

105 EID50, dan formula tanaman obat Indonesia yaitu F1 (temulawak, meniran,

sambiloto, dan temuireng), F2 (temulawak, meniran, dan temuireng), F3

(temulawak dan temuireng), dan F4 (meniran dan sambiloto).

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah alat pemeliharaan dan

perlakuan ayam yang meliputi 6 petak kandang ayam, pipet atau stomach tube

untuk mencekok ramuan herbal, peralatan kebutuhan harian ayam seperti air

minum, pakan, dan sekam sebagai alas kandang.

Metode Penelitian

Persiapan Kandang Penelitian

Kandang ayam dibuat menurut sistem lantai (floor). Seluruh dinding dan lantai ruangan percobaan dikapur dengan kapur tembok berwarna putih,

didesinfeksi dengan desinfektan kelompok fenol sintetik dan difumigasi dengan

gas formalin 10% v/v sehari sebelum ayam percobaan dimasukkan.

Penyediaan Ekstrak

Ekstrak tanaman obat yang digunakan adalah ekstraksi tanaman temulawak,

(27)

yang menggunakan pelarut air. Pembuatan ekstraksi dan formula dari kombinasi

tanaman obat dilakukan di Pusat Studi Biofarmaka Institut Pertanian Bogor.

Pencekokan Ekstrak

Setiap hari, tiap kelompok ayam dicekok dengan masing-masing formula

tanaman obat dengan menggunakan stomach tube. Ayam diangkat dan dibuka mulutnya lalu stomach tube dimasukkan ke dalam mulut ayam dan disemprot formula tanaman obat yang telah dilarutkan di dalam aquades. Aturan pencekokan

adalah 1 kali sehari pada pukul 16.00 WIB selama 26 hari.

Perlakuan penelitian

Penelitian ini menggunakan ayam pedaging atau broiler (strain Cobb) yang berumur 1 hari dengan bobot badan seragam. Sebelum perlakuan dimulai,

diadakan masa adaptasi selama 4 hari untuk mengembalikan kondisi ayam dari

stres karena pemindahan dan transportasi. Selama masa ini diberikan vitamin dan

elektrolit lewat air minum sesuai dengan rekomendasi pabrik pembuat. Selain itu

juga dilakukan vaksinasi Newcastle Disease dan vaksinasi Gumboro sebagai prosedur wajib pemeliharaan ayam untuk penelitian di lapang. Sebanyak 60 ekor

ayam pedaging dibagi ke dalam 6 kelompok perlakuan yaitu (Tabel 1) :

Tabel 1 Kelompok Perlakuan

Perlakuan Keterangan

Kontrol – (SPF) 10 ekor ayam tanpa diberi perlakuan apa–apa baik divaksin maupun

diberi formula tanaman obat.

Kontrol + 10 ekor ayam divaksin Avian Influenza inaktif tanpa diberi formula

tanaman obat.

F1 10 ekor ayam tidak divaksin Avian Influenza dan diberi formula

temulawak, meniran, sambiloto, dan temuireng.

F2 10 ekor ayam tidak divaksin Avian Influenza dan diberi formula

temulawak, meniran dan temuireng.

F3 10 ekor ayam tidak divaksin Avian Influenza dan diberi formula

temulawak dan temuireng.

F4 10 ekor ayam tidak divaksin Avian Influenza diberi formula meniran

(28)

Uji Ketahanan Hidup

Setelah masa perlakuan dan pemeliharaan selama 26 hari, semua kelompok

perlakuan diinfeksi dengan virus Avian Influenza lapang strain Nagrak 0,1 ml 105 EID50 melalui rute perinhalasi yang dilakukan di dalam fasilitas kandang

Biosafety Level 3 PT Vaksindo Satwa Nusantara, Gunung Putri, Cicadas, Bogor. Pengamatan kematian ayam dilakukan sampai 10 hari pasca infeksi.

Analisis Data

Data jumlah dan hari kematian ayam dicatat hingga hari ke-10, kemudian

dianalisis secara deskriptif dan naratif disertai penyajian tabel serta dibandingkan

(29)

HASIL PEMBAHASAN

Uji Tantang Ayam Broiler Terhadap Virus Avian Influenza

Seluruh kelompok perlakuan terhadap ayam dan juga kontrol baik kontrol

tervaksin maupun kontrol tanpa perlakuan diuji tantang dengan menggunakan

virus Avian Influenza. strain Nagrak 0,1 ml 105 EID50 melalui rute perinhalasi

dalam fasilitas kandang Biosafety Level 3. Penggunaan fasilitas kandang Biosafety Level 3 dimaksudkan agar tidak mencemari lingkungan dan meminimalisasi faktor luar yang dapat menyebabkan kematian ayam selain infeksi dari virus

Avian Influenza.

Parameter yang digunakan pada penelitian ini adalah persen proteksi, yaitu

persentase ayam yang hidup setelah uji tantang dibandingkan dengan jumlah

ayam total. Selain itu, gradasi kematian ayam setiap harinya dianalisis secara

deskriptif dan dibandingkan dengan literatur dan pustaka yang telah ada. Uji

tantang dilakukan selama 10 hari untuk mendapatkan data yang optimal karena

kematian ayam akibat infeksi virus Avian Influenza terjadi pada 3-4 hari sesudah terjadinya infeksi. Hasil penelitian dari uji tantang ayam broiler terhadap virus

Avian Influenza didapatkan jumlah sisa ayam hidup yang berbeda-beda setiap harinya seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.

Kelompok Perlakuan

Jumlah Sisa Ayam Hidup Pada Hari Ke- Mortalitas (∑mati /

Tabel 2 Jumlah sisa ayam hidup setiap harinya selama 10 hari masa uji tantang ayam broiler terhadap virus Avian Influenza

Berdasarkan data hasil penelitian di atas dapat diamati bahwa ayam broiler

yang dapat bertahan sampai hari terakhir adalah ayam pada kelompok perlakuan

(30)

1 ekor ayam. Formula 3 (F3) adalah kelompok ayam broiler tanpa pemberian

vaksin tetapi dicekok dengan formula kombinasi antara temulawak dan temuireng.

Pada hari ke-2 terjadi kematian 1 ekor ayam, 3 ekor ayam pada hari ke-3, 3 ekor

ayam pada hari ke-4, 1 ekor pada hari ke-5, dan kematian 1 ekor pada hari ke-9

sehingga tersisa 1 ekor pada hari terakhir.

Kelompok formula 1 (F1) adalah kelompok ayam broiler tanpa vaksin

tetapi dicekok dengan formula kombinasi antara temulawak, meniran, sambiloto,

dan temuireng. Kelompok formula 1 (F1) juga menyisakan 1 ekor ayam pada hari

ke-10, terjadi gradasi kematian ayam yang tinggi pada kelompok perlakuan 1

(F1). Pada hari ke-3, terjadi kematian 4 ekor ayam, 4 ekor ayam pada hari ke-4,

dan 1 ekor pada hari ke-5. Jadi sejak hari ke-5 pada kelompok perlakuan 1 (F1)

sudah tersisa 1 ekor ayam yang bertahan sampai hari terakhir.

Perlakuan yang diberikan pada kelompok formula 3 yaitu ayam dicekok

dengan kombinasi formula temulawak dan temuireng tetapi tidak mendapat

vaksinasi Avian Influenza. Pada hasil penelitian pada kelompok formula 3 terlihat bahwa pemberian formula kombinasi antara temulawak dan temuireng dapat

memberikan daya tahan hidup yang lebih lama dengan adanya 1 ekor ayam yang

masih hidup pada hari terakhir perlakuan walaupun tanpa pemberian vaksinasi.

Tingkat kematian ayam yang berbeda-beda pada tiap kelompok perlakuan

menandakan adanya aktifitas yang terjadi akibat pemberian formula yang berasal

dari temulawak dan temuireng. Avian Influenza merupakan penyakit pada unggas yang memiliki morbiditas dan mortalitasnya sangat tinggi. Persentase kematian

pada unggas dapat mencapai angka 100%. Pada gejala awal ditemukan adanya

penurunan nafsu makan, lemah, penurunan produksi telur, gangguan pernapasan

berupa batuk, bersin, menjulurkan leher, hiperlakrimasi (leleran mata berlebih),

dan bulu kusam. Terlihat pembengkakan (edema) pada muka dan kaki, ptechiae

subkutan pada kaki sehingga kaki terlihat kemerahan, seperti bekas kerokan.

Gejala diare sering juga ditemukan. Penampakan khas adalah sianosis pada pial

dan jenggernya, eksudat cair dari rongga hidung dan kematian mendadak secara

beruntun dalam jumlah yang besar. (Damayanti et al. 2004).

Temulawak dan temuireng merupakan tanaman obat yang berasal dari

(31)

memproduksi senyawa fenolik kurkuminoid sebagai hasil metabolit sekunder.

Kandungan utama dari kurkuminoid tersebut adalah kurkumin berwarna kuning

yang telah lama dimanfaatkan dalam industri farmasi, parfum, dan lain-lain.

Literatur dan data penelitian selama ini menyebutkan bahwa kurkumin memiliki

aktifitas farmakologi yaitu efek antiinflamasi, antiimunodefisiensi, antivirus (virus

flu burung), antibakteri, antijamur, antioksidan, antikarsinogenik dan antiinfeksi

(Araujo dan Leon 2001). Selain mengandung zat kuning kurkumin, rimpang

temulawak juga mengandung minyak atsiri, pati, protein, lemak, selulosa, dan

mineral (Ketaren 1988). Rimpang kering temulawak dengan kadar air 10%

memiliki komposisi yang terdiri dari pati, lemak, kurkumin, serat kasar, protein,

mineral, dan minyak atsiri.

Kurkumin (C2H20O6) atau diferu-loyl methane pertama kali diisolasi pada

tahun 1815. Kemudian tahun 1910, kurkumin didapatkan berbentuk kristal dan

diketahui dapat dilarutkan dalam aseton dan etanol pada tahun 1913. Kurkumin

merupakan struktur kimia yang tidak dapat larut dalam air. (Araujo dan Leon

2001).

Menurut Nidom (2005), kurkumin yang terdapat pada temulawak dan

temuireng dapat berfungsi sebagai antisitokin. Seperti diketahui, bila terjadi

infeksi virus Avian Influenza maka kadar sitokin dalam tubuh akan naik. Kenaikan sitokin dalam tubuh ini berbahaya karena dapat menyebabkan perubahan oksigen

(O2) menjadi peroksida (H2O2) yang meracuni sel-sel paru-paru. Peningkatan

sitokin pada paru-paru dalam jumlah besar menyebabkan terjadinya reaksi badai

atau banjir sitokin (cytokine storm) yang mengakibatkan kerusakan sel yang parah pada sel paru-paru sehingga menyebabkan pneumoni yang akut. Pneumoni akut

inilah yang sering menyebabkan kematian pada unggas atau manusia yang

terinfeksi Avian Influenza karena terjadinya kegagalan fungsi pernapasan.

Replikasi virus Avian Influenza memicu produksi besar–besaran sitokin proinflamasi (badai sitokin) seperti interleukin 1 (IL-1), interleukin 6 (IL-6) dan

tumor necrosis factor (TNF-α). Sitokin inilah yang masuk ke sirkulasi sistemik

dan paru–paru sehingga menyebabkan pneumonia. Berdasarkan penelitian Liza

(2010), kurkumin diketahui dapat menghambat perlekatan pada replikasi virus

(32)

Pemanfaatan temulawak dan temuireng untuk mengatasi infeksi Avian Influenza telah banyak diaplikasikan oleh masyarakat, khususnya masyarakat Indonesia. Penggunaan kurkumin dalam temu-temuan sebagai jamu untuk unggas

telah lama dilakukan oleh masyarakat yang tinggal di daerah sekitar Gunung

Kidul - Jawa Tengah. Masyarakat memberikan ramuan jamu yang terdiri dari

temulawak, kunyit putih, temuireng, laos, jahe, daun sereh, secang, daun salam,

cengkeh, arang batok kelapa dan ginseng pada unggas dan ayam yang

disekitarnya telah terserang flu burung (Nidom 2005).

Pada penelitian ini, selain digunakan temulawak dan temuireng sebagai

variabel, juga digunakan tanaman meniran dan sambiloto. Pada data hasil

penelitian terlihat bahwa pemberian meniran dan sambiloto tidak begitu

mempengaruhi ketahanan hidup ayam yang terinfeksi virus Avian Influenza. Dapat dilihat dengan membandingkan data perlakuan kelompok F1 dan F3,

walaupun sama-sama terdapat 1 ekor ayam pada hari terakhir, tetapi pada hari

ke-4 telah terjadi lebih banyak jumlah kematian sebanyak ke-4 ekor pada kelompok

perlakuan F1.

Berdasarkan data kematian diketahui bahwa bahan aktif dalam ekstrak

meniran dan sambiloto tidak mampu menginaktifkan virus AI, tetapi hanya

mampu menghambat virus untuk menginfeksi sel. Zat aktif kemungkinan bekerja

dalam meningkatkan kekebalan tubuh sehingga virus dapat dikendalikan dan tidak

menyebar ke sel lain (Madav et al. 1995). Terlihat pada kelompok perlakuan F2 (temulawak, meniran, dan temuireng) dan F4 (meniran dan sambiloto), terdapat

100% kematian pada hari ke-6 untuk kelompok F2 dan hari ke-7 untuk kelompok

perlakuan F4.

Perlakuan pada kelompok F2 (temulawak, meniran, dan temuireng) bila

dibandingkan dengan perlakuan F3 (temulawak, temuireng) dimana terdapat

penambahan meniran malah menghasilkan kematian 100% pada hari ke 6. Hal ini

terkait dengan potensi toksisitas kombinasi temulawak dan meniran. Berdasarkan

penelitian Hutabarat (2010), kombinasi ekstrak temulawak dan meniran memiliki

nilai LC50 (nilai toksisitas) sebesar 246,0993 ppm lebih besar daripada nilai

toksisitas temulawak yaitu 17,9456 ppm. Disebutkan bahwa penggunaan ekstrak

(33)

meniran dalam kombinasi kurang begitu efektif dalam memperkuat daya hidup

ayam dikarenakan meniran hanya berpotensi sebagai imunomodulator. Senyawa

turunan flavonoid dalam tanaman meniran dilaporkan memiliki potensi untuk

meningkatkan sistem kekebalan tubuh, dan mampu menangkal serangan virus,

bakteri, atau mikroba lainnya, namun tidak bersifat menginaktivasi virus tersebut

(Suhirman dan Winarti 2010).

Selain itu menurut Tjandrawinata (2005), uji praklinis pada mencit dan

tikus didapatkan hasil bahwa pemberian ekstrak meniran malah akan merangsang

sekresi sitokin spesifik (interferon-gamma, tumor necrosis factor, dan interleukin) dimana sudah diketahui bahwa penyebab kematian utama pada kasus infeksi

Avian Influenza pada ayam adalah badai sitokin.

Aktifitas pada sambiloto berbeda dengan meniran. Menurut Puri et al. (1993), sambiloto diduga memiliki fungsi ganda baik sebagai imunostimulan

maupun sebagai imunomodulator. Sambiloto dapat merangsang sistem imun

tubuh (imunostimulan), baik berupa respon imun spesifik yang akan memproduksi

limfosit, maupun respon imun non spesifik yang kemudian akan menghasilkan sel

fagosit. Respon imun spesifik terutama akan menghasilkan limfosit B. Limfosit B

akan menghasilkan antibodi yang merupakan plasma glikoprotein dan akan

mengikat antigen, serta merangsang proses fagositosis (Decker 2000).

Mardisiswojo dan Harsono (1975) menyatakan bahwa zat aktif pada

sambiloto yang berfungsi sebagai obat adalah andrografolid dan neoandragrafolid

yang rasanya sangat pahit. Andrografolide yang terkandung di dalam sambiloto

diantaranya laktone, flavonoid, alkane, keton, dan aldehide. Aktivitas kerja

andrografolide terletak pada kelenjar adrenal. Hal ini dikarenakan, sambiloto

dapat merangsang pelepasan hormon adrenokortikotropik (ACTH) dari kelenjar

pitutiari anterior, yang berada di dalam otak. Selanjutnya, kelenjar adrenal bagian

korteks akan terangsang untuk memproduksi kortisol. Kortisol yang dihasilkan

inilah yang kemudian akan bertindak sebagai imunosupresan. Efek

imunosupresan akan mengakibatkan timbulnya penurunan respon imun sebagai

mekanisme umpan balik dari adanya respon imun yang tinggi terhadap suatu

(34)

Vaksin Avian Influenza yang ada di pasaran khususnya yang ada di Indonesia selama ini dipercaya dapat memberikan efek kekebalan dan proteksi

terhadap unggas. Pada penelitian ini vaksinasi digunakan sebagai kontrol untuk

mengamati aktivitas kerja vaksin terhadap daya tahan hidup ayam broiler.

Berdasarkan grafik perbandingan hasil uji tantang terlihat bahwa mulai hari ke-3

sebenarnya tingkat mortalitas pada ayam kelompok kontrol tervaksin memiliki

tingkat mortalitas yang lebih kecil dibandingkan dengan kelompok F3 dan F1.

Akan tetapi pada hari terakhir kelompok tervaksin tetap mengalami mortalitas

100%. Tindakan vaksinasi seharusnya bertujuan untuk memberikan proteksi pada

unggas yang diinduksi vaksin tersebut. Proteksi vaksin dapat dilakukan dengan uji

tantang menggunakan virus yang memiliki tingkat virulensi tinggi. Vaksin yang

baik harus memberikan proteksi lebih dari 95% terhadap hewan coba atau tidak

lebih dari 5% hewan yang terinfeksi atau sakit (Kayne dan Jepson 2004).

Efektivitas vaksinasi dan tingkat kegagalannya tergantung banyak faktor,

diantaranya kualitas vaksin, program penerapan di lapangan, cara penanganan

vaksin, kondisi ayam, serta cara vaksinasinya. Vaksin Avian Influenza bukan barang bebas sehingga penggunaannya harus di bawah pengawasan dokter hewan

(Fadilah et al. 2007). Penggunaan vaksin yang memiki strain berbeda juga menjadi penyebab tindakan vaksinasi pada penelitian ini menghasilkan mortalitas

100%, lebih tinggi daripada kelompok perlakuan F3 dan F1. Virus yang

digunakan pada uji tantang ini adalah virus strain baru yaitu virus Avian Influenza

H5N1 strain Nagrak 0,1 ml 105 EID50, sedangkan vaksin Avian Influenza yang

digunakan adalah vaksin komersil dengan strain lama. Di samping itu,

pelaksanaan vaksinasi pada ayam pedaging atau ayam potong juga masih menjadi

perdebatan, karena umur ayam potong (broiler) yang relatif singkat (28 hari),

sedangkan vaksin baru merangsang titer yang protektif untuk kekebalan pada 3

(35)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

  Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa F3

(temulawak dan temuireng) dan F1 (temulawak, meniran, sambiloto, dan

temuireng) lebih efektif menghambat kematian ayam brolier akibat virus Avian Influenza dibandingkan F2 (temulawak, meniran, dan temuireng) dan F4 (meniran dan sambiloto). Kombinasi tanaman obat pada F3 dan F1 memiliki potensi untuk

pencegahan flu burung.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kombinasi F3

(temulawak dan temuireng) dan F1 (temulawak, meniran, dan temuireng) dengan

parameter lain sehingga didapatkan bahan alternatif pencegahan flu burung yang

(36)

DAFTAR PUSTAKA

[Anonim]. 2011. Avian Influenza Reported in Indonesia.[terhubung berkala]

http://imakahi.wordpress.com/2011/04/20/avian-influenza-reported-in-indonesia/ [11 Januari 2012].

Aji W. 2009. Uji aktivitas antioksidan tablet effervescent kombinasi ekstrak etanol daun dewandaru (Egenia uniflora L) dan herbal sambiloto (Andrographis paniculata Ness) dengan metode DPPH [skripsi]. Surakarta:Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Akoso BT. 1998. Kesehatan Unggas Panduan Bagi Petugas Teknis, Penyuluh dan Peternak. Yogyakarta: Kanisius.

Araujo CAC dan Leon LL. 2001. Biological activities of Curcuma longa L. Mem. Inst. Oswaldo Cruz, Rio de Janeiro 96 (5) : 723 - 728.

Badan POM. 2006. Meniran Phyllanthus niruri L, Jakarta: Badan POM.

Balai Penelitian Veteriner. 2004. Monitoring titer antibodi pasca vaksinasi Avian Influenza. Bogor: Laporan APBN.BALIVET.

Baskin CR, Ohmann HB, Tumpey TM, Sabourin PJ, Long JP, Sastre AG, Tolnay AE, Albrecht R, Pyles JA, Olson PH, Aicher LD, Rosenzweig ER, Krishna KM, Clark EA, Kotur MS, Fornek JL, Proll S, Palermo RE, Sabourin CL dan Katze G. 2009. Early and sustained innate immune response defines pathology and death in nonhuman primates infected by highly pathogenic influenza virus. PNAS. 106: 345-346.

Cannell JJ, Zasloff M, Garland CF, Scragg R, dan Giovannucci E. 2008. On the epidemiology of influenza. Virol. J. 5:29.

Chinami K., Tetsuo N., Made SP., Andrai A, dan Kazuyoshi O. 2006. Comparison of Curcuma sp. In Yakushima With C. aeruginosa and C. zedoaria in Java by trnK genesequence, RAPD pattern and essentials oil

component. http://www.Spingerlink.com/Spingerlink-Journal Article/%2Findex%2 FKT1269M388194TXX.pdf. [5 Desember 2011].

Damayanti R, Dharmayanti NLPI, Indriani R, Wiyono A, dan Darminto. 2004. Gambaran klinis dan patologis pada ayam terserang flu burung sangat patogenik (HPAI) di beberapa peternakan di Jawa Timur dan Jawa Barat.

JITV 9: 128-135.

Decker JM. 2000. Introduction to Immunology 11th. USA: Blackwell Science.

(37)

Elfahmi. 2006. Phytochemical and biosynthetic studies of lignands with a focus on Indonesian medicinal plants[thesis]. Nedherlands: Facilitas Beddrif of Gronigen.

Fadilah R, Iswandari, dan Polana A. 2007. Beternak Unggas Bebas Flu Burung. Jakarta: Agromedia Pustaka.

Freitas AM, Schor N, dan Boim MA. 2002. The effect of Phyllanthus niruri on urinary inhibitors of calcium oxalate crystallization and other factors associated with renal stone formation, British Journal of Urology International, 829 – 834.

Horimoto T, dan Kawaoka Y. 2001. Pandemicthreat posed by Avian InfluenzaA viruses. ClinMicrobiol Rev. 14(1) : 129-149.

Hudson JB. 2009. The use of herbal extracts in the control of influenza. J. Med. Plant. Res. 3(13). 1190.

Hutabarat N. 2010. Profil kimiawi dari formula ekstrak meniran, kunyit, dan temulawak berdasarkan toksisitas terbaik[skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Hwang JK, Shim JS, dan Pyun YR. 2000. Antibacterial activity of xanthorrizol from Curcuma Xanthorriza againts oral pathogens. Fitotherapia 71: 321-323.

Jefferson T, Demicheli V, Jones M, Di Pietrantonj C, dan Rivetti A. 2006. Antivirals for influenza in healthy adults: systematic review. Lancet 367: 303-313.

Kardinan A dan Kusuma FR. 2004. Meniran Penambah Daya Tahan Tubuh Alami. Jakarta: AgroMedia Pustaka.

Kayne SB dan Jepson MH. 2004. Veterinary Pharmacy. London: Pharmaceutical Press.

Ketaren S. 1988. Penentuan komponen utama minyak atsiri temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) [tesis]. Bandung: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Bandung.

Liza. 2010. Temulawak, dari uji empiris hingga uji klinis. Mitra Sehat Alami keluarga. [terhubung berkala]. http//www. Lizaherbal.com/main. [24 Desember 2011]

(38)

Murphy FA, Paul EJ, Marian CH, dan Michael JS. 1999. Veterinary Virology Third Edition. USA: Academic Press.

Mardisiswojo S dan Harsono R. 1975. Cabe Puyang Warisan Nenek Moyang. Jakarta: Karya Wacana. Hlm 23-30

Naipospos TP. 2005. Upaya Pengendalian Avian Influenza Pada Hewan. Artikel Seminar ASOHI: Pengendalian Flu Burung Pada Hewan dan Manusia, Jakarta.

Nidom CA. 2005. Tangerang Miniatur Indonesia. Jakarta: Majalah Poultry Indonesia.

305.

Nurcholis W. 2008.Profil senyawa penciri bioaktivitas tanaman temulawak pada agrobiofisik berbeda[tesis]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Planthus. 2008. Temu hitam (Curcuma aeruginosa Roxb.). [terhubung berkala] http://www. iptek.net.id/html.[26 Desember 2011].

Pramudyati JS, dan Effendy J. 2009. Petunjuk Teknis : Budidaya Ayam Pedaging (Broiler). Materi Pelatihan Petani Pengembangan Usaha Budidaya Ternak Ayam Bagi KMPH Di Wilayah Binaan GTZ Merang Reed Pilot Project Tanggal 19 s.d 21 Agustus 2009. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Selatan. Palembang.

Puri A, Saxena RP, Saxena KC, Srivastava V, dan Tanden JS. 1993. Immunostimulant agent from Andrographis paniculata. J Nat Prod July 56 (7): 995-999. http://www.rechnature.com/products/ herbal/articles/Aleanson.html.

Sastroamidjojo S. 2001. Obat Asli Indonesia. Jakarta: Dian Rakyat.

Sugiharto. 2004. Pengaruh infus rimpang temulawak (Curcuma Xanthorriza Roxb.) terhadap kadar hemoglobin dan jumlah eritrosit tikus putih yang diberi larutan timbal nitrat [Pb(NO3)2]. Jurnal Hayati Berkala 10: 53-57.

Suhirman S dan Winarti C. 2010. Prospek dan fungsi tanaman obat sebagai imunomodulator. Bogor: Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik & Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian.

Supriadi D. 2008. Optimalisasi ekstraksi kurkuminoid temulawak (Curcuma Xanthorriza Roxb.) [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

(39)

Swayne D. 2005. Avan Influenza, poultry vaccines: a review AI-16 A ProMed-mail post. (http://www.promedmail.org)

Syukur C dan Hernani. 2002. Budidaya Tanaman Obat Komersial. Depok: Penebar Swadaya.

Tizard IR. 2004. Veterinary Immunology. China: W. B. Saunders Company.

Tjandrawinata RR, Maat S, dan Noviyanty D. 2005. Effect of standarized

Phyllantus niruri extract on changes in immunologic parameters: corelation between pre-clinical and clinic studies. Medika XXI (6): 367-371.

(40)
(41)

Lampiran 1 Jadwal perlakuan penelitian

Waktu (hari ke - ) Kegiatan

0 Ayam untuk hewan percobaan masuk kandang dan diistiharatkan

selama 4 hari untuk beradaptasi dengan kandang disertai pemberian air

gula dan vitamin.

4 Vaksinasi Newcastle Disease dengan vaksin aktif lewat tetes mata dan

hidung serta pemberian antibiotik.

Hari ke-1 pemberian perlakuan formula tanaman obat indonesia :

F1 : temulawak, meniran, sambiloto, dan temuireng

F2 : temulawak, meniran, dan temuireng

F3 : temulawak dan temuireng

F4 : meniran dan sambiloto

pada ayam dan terus diberikan secara berkala setiap hari sampai hari

ke 30

11 Vaksinasi Gumboro dengan vaksin aktif secara oral.

14 Vaksinasi Avian Influenza khusus untuk ayam kontrol tervaksinasi

tanpa pemberian formulasi

17 Vaksinasi Newcastle Disease dengan vaksin inaktif.

30 Infeksi ayam dengan virus Avian Influenza H5N1 strain Nagrak 0,1 ml

105 EID50 dengan rute infeksi perinhalasi dan pengamatan uji

ketahanan hidup di PT Vaksindo Satwa Nusantara, Gunung

Putri-Bogor dalam fasilitas kandang Biosafety Level 3 selama 10 hari.

40 Analisis data secara deskriftif dan naratif tentang uji ketahanan hidup

(42)

Lampiran 2 Dokumentasi kegiatan

Ayam dan kandang perlakuan penelitian.

Ekstrak herbal yang dipakai (F1,F2,F3,F4)

(43)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia adalah negara yang sedang berkembang dan melaksanakan

pembangunan di segala bidang, baik bidang ekonomi, politik, sosial budaya,

maupun bidang–bidang lainnya. Pertumbuhan pada bidang ekonomi khususnya

telah memacu peningkatan pendapatan masyarakat baik di kota maupun di

pedesaan yang akan mempengaruhi kemampuan masyarakat untuk meningkatkan

asupan gizinya, terutama yang bersumber dari protein hewani yang relatif mudah

didapat.

Kesadaran akan pentingnya kebutuhan protein harus dibarengi dengan

pemahaman akan kelayakan dan kesehatan sumber protein hewani tersebut.

Pemenuhan kebutuhan protein hewani tidak dapat dilepaskan dari penanganan

masalah kesehatan hewan. Kesehatan hewan menjadi sangat penting karena tidak

sedikit hewan yang dapat menjadi perantara penyakit berbahaya bagi kesehatan

manusia, bahkan beberapa penyakit hewan dapat menular ke manusia (bersifat

zoonosis).

Ayam merupakan salah satu penghasil protein hewani dengan tingkat

populasi yang cukup tinggi di Indonesia. Hal tersebut dikarenakan konsumsi hasil

olahan asal ayam dapat dinikmati oleh semua jenis religi dan kepercayaan. Di

samping itu, ayam merupakan ternak yang masa panennya cepat dan

pemeliharaannya relatif lebih mudah dibandingkan hewan lainnya (Akoso 1998).

Masalah kesehatan utama yang paling sering dihadapi oleh peternakan ayam

khususnya di Indonesia adalah Avian Influenza. Virus Avian Influenza yang secara pandemik terjadi di seluruh dunia telah menyebabkan kematian, kerugian serta

kehancuran yang besar bagi kesehatan hewan dan manusia. Kematian massal pada

populasi ternak khususnya ayam berdampak nyata menyebabkan goyahnya

ekonomi global (Cannell et al. 2008).

Adanya kejadian wabah serta ancaman penyakit Avian Influenza sudah tentu secara ekonomis sangat merugikan peternak. Di lain pihak, kejadian penyakit

Avian Influenza dapat menyebabkan manifestasi klinis bagi kesehatan bahkan dapat menimbulkan kematian hewan dan manusia. Untuk menghindari terjadinya

(44)

diperlukan adanya kemampuan untuk mengidentifikasi dan diagnosa secara cepat

dan tepat serta melakukan penanggulangan dan atau pengobatan. Salah satu upaya

untuk mencegah dan menanggulangi penyakit ini di suatu kawasan peternakan

ayam adalah dengan vaksinasi dan pengobatan dengan antivirus.

Vaksinasi merupakan garda terdepan dalam menghadapi serangan virus

ataupun agen infeksius. Vaksinasi harus dilakukan secara rutin selama masa

wabah virus tersebut berdasarkan dari wabah virus pada musim sebelumnya, akan

tetapi wabah epidemik virus Avian Influenza dapat beradaptasi pada keadaan lingkungan yang berbeda maka tidak dapat dipastikan bahwa setiap pemberian

vaksin dapat sukses mencegah terjadinya serangan Avian Influenza (Hudson 2009).

Berdasarkan hasil pengamatan di laboratorium dan lapangan, Swayne

(2005) menyebutkan bahwa syarat-syarat vaksin Avian Influenza yang baik adalah mampu melindungi terhadap gejala klinis dan kematian secara massal, mampu

mengurangi penyebaran virus di lapangan apabila unggas yang divaksin terserang

Avian Influenza, mencegah penularan kontak dengan virus yang ada di lapangan, memberikan proteksi minimal selama 20 minggu, melindungi unggas terhadap

tantangan virus baik dosis tinggi maupun dosis rendah serta meningkatkan daya

tahan tubuh terhadap infeksi virus

Senyawa sintetis yang paling banyak digunakan sebagai antivirus Avian Influenza adalah inhibitor neuroamidase oseltamivir (Tamiflu®) dan zanavir (Relenza®). Penggunaannya sebagai antivirus Avian Influenza telah dilaporkan dapat menciptakan resistensi terhadap virus selama proses aplikasinya, setara

analoginya dengan terjadinya resistensi bakteri terhadap antibiotik (Jefferson et al. 2006).

Masyarakat sekarang sudah mulai beralih kepada pengobatan herbal

tradisional sebagai solusi untuk mengobati masalah-masalah kesehatan baik pada

manusia maupun pada ternak. Pemanfaatan pengobatan dengan menggunakan

tanaman ini telah berkembang sejak lama pada masyarakat khususnya masyarakat

Indonesia. Hal ini diketahui dari kemampuan masyarakat untuk meracik obat dan

tradisi minum jamu yang mengakar kuat. Tradisi ini didukung dengan kekayaan

(45)

Indonesia dikenal sebagai mega diversity country, yaitu bangsa yang memiliki keanekaragaman hayati. Terdapat 30.000 jenis tumbuhan yang hidup

pada hutan tropis di Indonesia. Jumlah ini jauh lebih tinggi dibanding dengan

tumbuhan yang hidup di hutan tropis di Amerika Selatan dan Afrika Barat.

Sejumlah 9600 spesies tanaman diduga memiliki khasiat sebagai obat dan 200

spesies di antaranya merupakan tumbuhan obat yang penting bagi industri farmasi

dan obat tradisional. Beberapa tumbuhan bahkan sedang dalam penelittian sebagai

kontrol dan pencegahan penyakit viral khususnya penyakit Avian Influenza

(Kardinan dan Kusuma 2004).

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh formula 4 tanaman obat

yaitu temulawak (Curcuma xanthorrhiza), meniran (Phyllanthus niruri L), sambiloto (Andrographis paniculata), dan temuireng (Curcuma aeruginosa)

terhadap ketahanan hidup ayam broiler yang diuji tantang dengan virus Avian Influenza. dan mengetahui formula herbal yang tepat dalam menghambat kematian akibat Avian Influenza.

Manfaat

Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

ilmiah mengenai formula empat tanaman obat asal Indonesia untuk menghambat

kematian akibat flu burung dan sebagai kontrol pencegahan terhadap penyakit

(46)

TINJAUAN PUSTAKA

Avian Influenza

Avian Influenza atau biasa disebut flu burung merupakan agen infeksius yang berupa virus. Virus influenza ini merupakan virus RNA yang termasuk

dalam famili Orthomyxoviridae. Asam nukleatnya berantai tunggal, terdiri dari

8 segmen gen yang mengkode sekitar 11 jenis protein. Virus influenza memiliki

selubung yang terdiri dari kompleks protein dan karbohidrat. Untuk proses

penempelannya pada reseptor yang spesifik, virus ini mempunyai tonjolan

(spikes) yang berfungsi menginfeksi sel – sel inangnya (host) pada saat virus ini menginfeksi. Terdapat 2 jenis penonjolan yaitu hemaglutinin (HA) dan

neuroamidase (NA), yang terletak di bagian terluar dari virion. (Horimoto dan

Kawaoka 2001).

Gambar 1 Morfologi virus Avian Influenza (Anonim 2011)

Virus influenza mempunyai empat jenis antigen yang terdiri dari protein

nukleokapsid (NP), hemaglutinin (HA), neuramidase (NA), dan protein matriks

(MP). Berdasarkan jenis antigen NP dan MP, virus influenza digolongkan dalam

virus influenza A, B, dan C (Horimoto dan Kawaoka 2001). Virus influenza A

sangat patogen pada manusia dan binatang, menyebabkan angka kematian dan

kerugian yang tinggi, serta dapat menyebabkan pandemik di seluruh dunia.

Penyebab virus Avian Influenza tipe A ini sangat patogen adalah karena mereka mudah bermutasi, baik berupa antigenik drift ataupun antigenik shift sehingga membentuk varian–varian baru yang lebih patogen. Dari berbagai penelitan

(47)

influenza A telah menyebabkan wabah pandemik antara lain H7N7 (1977), H3N2

(1968), H2N2 (1957), H1N1 (1918), H3N8 (1900), dan H2N2 (1889) (Yuen dan

Wong 2005).

Tipe virus influenza B adalah jenis yang hanya menyerang manusia,

sedangkan virus influenza C adalah jenis yang paling jarang ditemukan walaupun

dapat juga menyebabkan infeksi pada manusia dan binatang. Virus influenza B

dan C jarang sekali atau bahkan tidak meyebabkan wabah pandemik (Horimoto

dan Kawaoka 2001).

Penyakit Avian Influenza di Indonesia pertama kali dilaporkan terjadi di peternakan ayam layer di Kecamatan Legok Tangerang pada tahun 2003. Dari sini penyakit meluas ke 9 provinsi di Indonesia, yang meliputi 51 kota atau kabupaten

dan menyebabkan kematian pada ternak unggas yang diperkirakan mencapai

4,13 juta ekor. Sampai dengan bulan Desember 2004, jumlah kumulatif kematian

ternak unggas akibat Avian Influenza mencapai 6,27 juta ekor yang berasal dari 16 provinsi yang mencakup 100 kota atau kabupaten. Angka kematian tertinggi

pada unggas terutama ditemukan di provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa

Barat dan Lampung dimana jumlah kematian lebih dari 1 juta ekor tiap provinsi

(Ditkeswan RI 2004).

Sekitar bulan Februari 2005 terjadi perluasan kasus Avian Influenza ke daerah baru yang meliputi Sulawesi Selatan lalu menyebar ke Sulawesi Tenggara

dan Sulawesi Barat dan pada akhir 2005, kasus Avian Influenza dilaporkan sudah mencapai Nangroe Aceh Darusalam. Pada akhir tahun 2006, kasus Avian Influenza dilaporkan terjadi di Manokwari, Irian Jaya Barat (Naipospos 2005)

Temulawak (Curcuma xanthorrhiza ROXB)

Di antara tanaman obat yang termasuk suku jahe–jahean (Zingiberaceae),

temulawak merupakan bahan yang terbanyak dipakai di dalam negeri untuk

pabrik jamu atau obat tradisional (Syukur dan Hernani 2002). Rimpang

temulawak adalah bagian yang sering dimanfaatkan untuk pengobatan alternatif

dan dipercaya dapat meningkatkan kinerja ginjal dan bersifat antiinflamasi.

(48)

antikanker, antidiabetes, antimikroba, antilipidemia, antijamur, obat jerawat,

penambah nafsu makan, dan antioksidan (Nurcholis 2008).

Menurut Sugiharto (2004), rimpang temulawak mengandung senyawa

metabolit aktif, seperti kurkumin, xanthorrizol, minyak atsiri, zat pati, flavonoid,

kamfer, turmerol, phellandrene, myrcene, isofuranogermacen, p-tolymetilkarbitol, kation Fe, Ca, Na, dan K. Sedangkan menurut Hwang et al. (2000), kandungan pati dalam temulawak dapat berkhasiat sebagai senyawa imunomodulator.

Taksonomi temulawak menurut Supriadi (2008) adalah:

kingdom : Plantae

divisi : Magnoliophyta

kelas : Monocotyledonae

ordo : Zingiberales

famili : Zingiberaceae

genus : Curcuma

spesies : Curcuma xanthorrhiza ROXB

Gambar 2 Rimpang temulawak (Supriadi 2008)

Meniran (Phyllanthus niruri L)

Meniran merupakan tanaman yang telah dipergunakan turun temurun

sebagai obat tradisional karena memiliki banyak khasiat. Khasiat tanaman

meniran karena adanya kandungan berbagai senyawa kimia berkhasiat, di

antaranya adalah alkaloid (sekurinin), flavonoid (kuersetin, kuersitrin,

isokuersitrin, astragalin, nirurin, niruside, rutin, leukodelfinidin, dan galokatekin),

(49)

Bagian–bagian tanaman meniran telah dimanfaatkan untuk mengobati

berbagai penyakit. Daun dan batang meniran dipakai sebagai obat penyakit

kelamin. Ekstrak air dari meniran dipakai sebagai pelarut batu ginjal dan batu di

saluran kencing oleh masyarakat di Brazil dan Peru (Freitas et al. 2002). Taksonomi meniran menurut Tjandrawinata (2005)adalah:

Kingdom : Plantae

divisi : Magnoliophyta

kelas : Magnoliopsida

ordo : Euphorbiales

famili : Euphorbiaceae

genus : Phyllanthus

spesies : Phyllanthus niruri L

Kandungan flavonoid dari meniran dipakai sebagai pemacu aktivitas sistem

imun (imunomodulator). Sebagai imunomodulator, kandungan flavonoid pada

meniran tidak semata-mata berefek meningkatkan sistem imun, namun juga

menekan sistem imun apabila aktivitasnya berlebihan. Jika aktivitas sistem imun

berkurang, maka kandungan flavonoid dalam meniran akan mengirimkan sinyal

intraseluler pada reseptor sel untuk meningkatkan aktivitasnya. Sebaliknya jika

sistem imun kerjanya berlebihan, maka meniran berkhasiat dalam mengurangi

kerja sistem imun tersebut. Jadi meniran berfungsi sebagai penyeimbang sistem

imun (Suhirman dan Winarti 2010).

Tjandrawinata et al. (2005), telah melakukan uji pra-klinis untuk menguji aktivitas ekstrak daun meniran. Uji pra-klinis dilakukan terhadap tikus dan

mencit, untuk menentukan keamanan dan karakteristik imunomodulasi dari

ekstrak daun meniran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak P.niruri dapat memodulasi sistem imun melalui proliferasi dan aktivasi limfosit T & B, sekresi

sitokin spesifik (gamainterferon, interleukin, tumor nekrosis, dan faktor alfa),

aktivasi sistem komplemen, dan aktivasi sel fagosit (makrofag dan monosit).

(50)

Gambar 3 Tanaman meniran (Tjandrawinata et al.2005)

Sambiloto (Andrographis paniculata Nees)

Sambiloto merupakan tanaman liar yang banyak tersebar di Asia Tenggara,

termasuk Indonesia. Sambiloto juga dikenal dengan nama yang berbeda pada tiap

daerah, yaitu sambilata (Sumatra), Ki Oray (Sunda), sambiloto (Jawa), papaitan

(Maluku), dan ampadu tanah (Minang). Sambiloto mengandung metabolit

sekunder turunan lakton, yang terdiri dari andrografolid, deoksiandrografolid,

saponin, tannin, flavonoid, homoanografolid, 14-deoksi-11,

12-didehidroandrografolid (Aji 2009).

Taksonomi sambiloto menurut Aji (2009) adalah:

kingdom : Plantae

divisi : Magnoliophyta

kelas : Magnoliopsida

ordo : Scrophulariales

famili : Acanthaceae

genus : Andrographis

spesies : Andrographis paniculata

Komponen aktif dari sambiloto yang diisolasi dari ekstrak metanol

mempunyai efek imunomodulator dan dapat menghambat induksi sel penyebab

HIV. Komponen komponen tersebut, dapat meningkatkan proliferasi dan induksi

IL-2 limfosit perifer darah manusia (Elfahmi 2006). Menurut Puri et al. (1993), sambiloto dapat merangsang sistem imun tubuh, baik berupa respon antigen

spesifik, maupun respon imun non spesifik yang kemudian akan menghasilkan sel

(51)

diproduksinya limfosit dalam jumlah besar, terutama limfosit B. Limfosit B akan

menghasilkan antibodi yang merupakan plasma glikoprotein dan akan mengikat

antigen, serta merangsang proses fagositosis (Decker 2000).

Gambar 4 Tanaman sambiloto (Decker 2000)

Temuireng (Curcuma aeruginosa Roxb)

Tanaman temuireng berupa semak, berbatang semu. Daun tungal, berwarna

hijau kecoklatan, memiliki bunga majemuk dan rimpang induk yang besar,

berdaging dan mengerucut. Rimpang temuireng adalah bagian yang paling umum

digunakan sebagai obat herbal.

Taksonomi temuireng menurut Sastroamidjojo (2001) adalah:

kingdom : Plantae

divisi : Magnoliophyta

kelas : Liliopsida

ordo : Zingiberales

famili : Zingiberaceae

genus : Curcuma

spesies : Curcuma aeruginosa Roxb

. Rimpang temuireng berkhasiat untuk menambah nafsu makan,

menyembuhkan cacingan, obat perut kembung, obat luka, mempercepat masa

nifas, obat batuk, asma, kudis, encok, meningkatkan kontraksi uterus dan sebagai

obat antijamur (Syukur dan Hernani 2002). Kandungan kimia ekstrak rimpang

temuireng mengandung minyak atsiri, tannin, kurkumol, kurkumenol,

Gambar

Gambar 1 Morfologi virus Avian Influenza (Anonim 2011)
Gambar 3 Tanaman meniran (Tjandrawinata et al.2005)
Gambar 4 Tanaman sambiloto (Decker 2000)
Gambar 5 Tanaman Temuireng (Planthus 2008)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian yang dilakukan oleh Gibbons (1988) menyatakan bahwa diperkirakan sejumlah 50%80% penderita skizofrenia maupun gangguan psikotik lainnya yang berhubungan secara rutin

4 observasi atau pengamatan adalah alat pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengamati dan mencatat secara sistematik gejala-gejala

dibolehkan. Dalam hal upah, memberikan upah hendaknya setelah ada ganti dan yang di upah tidak berkurang nilainya, seperti : memberi upah kepada yang menyusui, upah

Pelayanan pasien yang lemah, manula dengan ketergantungan bantuan diarahkan oleh kebijakan dan prosedur yang sesuai.. Pasien lemah, manula dengan ketergantungan bantuan

Pokja ULP/Panitia Pengadaan Jasa Konstruksi Universitas Negeri Padang akan melaksanakan Pelelangan Umum dengan pascakualifikasi untuk paket pekerjaan konstruksi secara

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi penggunaan beton pracetak dibanding dengan beton konvensional pada proyek konstruksi.. Penelitian ini bertujuan untuk

Guru tidak pernah memusuhi siswanya meskipun suatu ketika siswanya berbuat kurang sopan pada orang lain. Bahkan dengan sabar dan bijaksana guru memberikan nasihat bagaimana

Untuk negara berkembang dengan kebergantungan yang relatif tinggi pada produksi yang energi intensif, seperti logam dan manufaktur, pertumbuhan ekonomi akan sangat berhubungan