• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hukum perkawinan beda agama tinjauan agama-agama yang diakui di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hukum perkawinan beda agama tinjauan agama-agama yang diakui di Indonesia"

Copied!
143
0
0

Teks penuh

(1)

HU KUM PERKA WIN AN BEDA AGAMA TINJAUAN :

AGAMA-AGAMA YANG DI AKUI DI INDONESIA

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Syari'ah dan Hukum untuk memenuhi syarat-syarat mencapai Gelar Sarjana Strata Satu (S-1)

Olch:

JAI\1ALUDIN

NIM: 101044222192

PROGRAl'tf STUDI ADMINISTRASI KEPERDATAAN ISLAI\l

JURUSAN AL-AKHWAL AS-SY AKHSIYYAH

FAKULTAS SYARI'AH DAN HUKUJ\f

UNIVERSITAS ISLAJ\1 NEGERI

SY ARIF HIDA YATULLAH

JAKARTA

(2)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Syari'ah dan Hukum untuk memenuhi syarat-syarat mencapai Gelar Sarjana Strata Satu (S-1)

Oleh:

JAMALUDIN

NIM: 1010442221

Di Bawah bゥュ「ゥョァセjQ@ :

Prqf. DR. H. Ahmad Sukardja, S.H,. M.A.

NIP. 150 033 300

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI KEPERDATAAN ISLAM

JURUSAN AL-AKHWAL AS-SYAKHSIYY AH

FAKUL TAS SY ARI' AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(3)

LEMI3AR PENGESAHAN PANITIA U.JIAN

Skripsi yang berjudul "HUKUM PERKWINAN BEDA AGAMA TINJAUAN: AGAMA-AGAMA YANG DIAKUI DI INDONESIA" telah diujikan dalam sidang munaqhasyah Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Syarif HidayatullahJaka11a pada tanggal 27 Oktober 2005. skripsi ini teiah di terima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata I (SJ) pada Jurusan Al-Akhwal As-Syakhsiyyah program studi Administrasi Keperdataan Islam.

Penguji I

\

H. Fathurahman Djamil, S.H, M.A .. NIP. 150 222 824

Pembimbing I

=======---=-$;,

Jakaita, 20 Januari 2006 Mengesahkan,

. lfas:rnudin. AF MA .. NIP. 150 050 917

Drs. Ase Svarifudin S.H IP.150268783

(4)

dcngan taufiq dan hidayahNya schingga penulis dapat menyclcsaikan skripsi ini. Shalawat dan salam scmoga Allah mclimpahkan kcpada Nabi bcsar Muhammap SAW. dan para sahabatnya scna kcluarga dan ummatnya.

Adapun maksud dan tujuan dari pcnulisan skripsi ini untuk mclengkapi syarat-syarat guna mcmpcrolch gclar sarjana pada Fakultas Syari'ah dan Hukum Universitas I slam ?" egeri Syarif Hidayatullah Jakana.

Dalam penulisan ini tidak scdikit hambatan yang pcnulis tcmukan, tctapi bcrkat bimbingan dan dorongan dari scmua pihak hambatan tersebut dapat pcnulis atasi, schingga pcnulisan skripsi ini dapat pcnulis sclcsaikan.

Olch karenanva dalam kcscmpal<ln ini pcnulis mcngucapkan tcrima kasih yang sedalam-dalamnya tcrutama kcpada :

1. Bapak Prof. DR. H. Hasanuddin, A.F., M.A., Dekan Fakultas Syari'ah dan Hukum bcrscna para Pcmbantu Dckan, scluruh Dosen dan Karyawan Fakultas Syaii'ah dan Hukum dengan bakti dan pengabdiannya エセャ。ィ@

melancarkan proses studi di Fakultas Syari'ah dan Hukum tempat penulis menimba ilmu secara formal.

(5)

3. Bapak Pro( DR. H. Ahmad Sukardja, S.H., M.A. sebagai Dosen Pembimbing penulis yang telah mengarahkan dan memberikan bimbingan dalam penulisan skripsi ini.

4. Kepada seluruh lnstani atau Individu yang turut membantu memudahkan proses skripsi ini melalui izin dan kesediaannya me!ayani penulis dalam hal wawancara, mencari data dan lain-lain.

5. Teristimewa penulis ucapkan terima kasih kepada kedua Orang Tua penu!is yang telah mendidik clan membesarkan penulis, serta selllillh Keluarga penulis yang selalu memberikan motivasi dalam penyelesaian penulisan skrpsi ini.

6. Kepada rekan-rekan kuliahan ataupun di luar kuliahan yang telah memberikan bantuan dan dorongan kepada penu!is.

Mudah-mudahan semua bantuan dan bimbingan dari semua pihak di sisi Allah SWT. marupakan amal shaleh clan mendapatkan imbalan yang setimpal dari-Nya.

Amiin. Dan kiranyd. Tuhan Yang Malm Esa se!alu melimpahkan kasih dan sayang-Nya kepada kita semua dan dengan harapan skripsi ini dapat memberikan kontribusi positifbagi khazanah intelektual kita bagi proses perjalanan hidup yang alam datang.

Amin Ya Rabbal Alamii.'1.

Jakarta, 20 September 2005

Penulis

(6)

KATA PENGANTAR ...

DAFT AR ISI --··-·-·---·---· BAB I. PENDAHULUAN

···-··-··-··-···-··--·-·-·--·--·-- ···-··-···-··- ···---··-····--··---iii

···-···-···--··-···--···-···---···- ···-···-···-···-··-·-·-···-·--·-··--1

A Latar Belakang Masalah ····-···---·---'

B. Pembatasan Masalah ... ···-··-·--···-···---··-··--·--.5

C. Metode Pembahasan dan Telmik Penulisan ·-···---··--···-·-·---···-->

D. Sistcmatika Penulisan ---···-····---··--··-···· ···-···--···---·-··-·----·-···--· 7

BAB IL SEPUTAR PERh:A WINAN HEDA AGAMA 9

A. Pcngcrtian Pcrkawinan Beda Agama ··· ···-·· ···-·-···-··--····-·· ···-···9

B. Fal1or-Fak1or Yang Mendornng Tcijadinya Pcrkawinan B<.,>da Aganm

I. Aneka Ragam Pcnduduk dan Agama yang Di Anut

2. Struktur Ekonomi dan Penghidupan Masyamkatnya

12 12

15

3. Pengaruh Budaya Asing Terhadap Corak Pergaulan Masyarakat

---· --- __ !8

C. Perkawinan Beda Agama Menumt Undang-Undang Nomor Tahun

1974 - ... ··· .... ... - ··· - .... 20

(7)

\\'

BAB III. HUKUM PERKA \VIN AN BEDA A GAMA DALAM BERBAGAI PERSFEKTIF AGAMA YANG DIAKUI DI INDONESIA -·-·--30 A. Mcnurut Agama Islam ... +·-·---·-... --... --.--·----·---'·-·---31

B. Menurut Agama Kristen Katolik - -... - -... _ _ ·---41

C. Menurut Agama Ktisten Protestan ... _ ... -·-43

D. Menurut Agama Hindu

45

E. Menurut Agarna Buclha 48

f_ Menurut Agarna Khonghucu 50

BAB IV. PROBLEMATIK DAN DAMPAK HUKUM AKIBAT PERKA\VINAN BEDAAGAMA ... - ... 56

A ProblematikAkibat Perkawinan Beda Agama ___ ... -. --·--- _56 L Pengantlmya Tcrliadap Kcluarga ... __________ ... - ... 56 2. Pcngantlmya Terl1adap Kchidupan Sosial ... ____ ... 63 B. Dampak Hukum Bagi Anak Menumt Hukmn Positif ·--·----·-·-... 66

'

I. Dalam Masalah Nasab ... - ... , ... _____ ... --... 6 7

2. Dalam Masalal1 Waris - - - 7 0

3. Dalarn Masalah Perwalian da!am Nikah - - - 7 5

BAB V. PENUTUP -·-·-·---.. - - - - -... --... - - - 7 9 A Kesimpulan

(8)

DAFTAR PlJSTAKA

(9)

A. Latar Belalmng Masalah

BABI PENDAHULUAN

Sudah kodrat manusia antara satu sama lain saling membutuhkan, homo sacra homini, mannsia makhluk sosial ( zoon politicoon). Menurut Aristoteles, sejak lalur mannsia telal1 dilengkapi dengan naluri untuk senantiasa hidup bersama dengan orang Iain. Naluri nntuk hidnp bersama dengan orang lain mengakibatkan hasrat yang kuat untuk hidup tera!ur ( Soerjono Soekanto, 1982 : 9 ). Demikian pul:l diantara wanila dm1 pria itu selalu pula saling mcmbutuhkan. Dan di anlara landa-tanda kckuas.1k1n-Nya : Dia ciptakan unlukmu is11i -is11i dari j<..'11ismu scndiri supaya kanm ccrulcrnng

dan mcrasa lcntram kcpadanya d;m dijadikan-Nya dianlara suami dan istri ilu kasih sayang. (QS : XXX : 21 ). Mmmsia adalah makhluk yang paling dimuliakan dan diulamakan Allah chlnmdingkan dcngan makhluk--makhluk lainnya. Dan untuk menyatukan hasral biologisnya, Allah tidak membiarkan manusia bcrbuat semaunya sepcrti binatang, kawin dengan Iawan jcnis semau-mannya atau sepcrti tmnbuhan yang kawin dengan pcrantaraan angin dan sebagainya. Oleh karena itu Allah telah menetapkan adanya peraluran tentang perkawinan bagi rnarmsia dengan a!uran-aturan yang tidak bolch di langgar, dan mannsia tidak boleh berbuat semaunya.

(10)

dan kokoh untuk hidup beI>atna secara sah antara seorang lelaki dengan seorang perernpuan mernbentuk keluarga yang kekal, di mana antara suarni istri itu saling rnenyantuni, kasih rnengasihi, terdapat keadaan aman dan tentram penuh kebahagiaan baik moral, spiritual dan materil berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa.1 Uudang-Undang No I Talnm 1974 mcrupakan sebuah unifikasi hukum yang dilalaikan oleh seluruh tmsur rnasyarakat Indonesia, yang didalamnya di atur segala ha! yang

berkaitan dengan perkawinan, baik itu untuk aganm Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Hindu, Budha dan Khonghucu. Uudang-Undang ini juga menghapus segala Peraturan ataupun Undang-Undang yang ada atau berlaf...'U sebelumnya, dengan kata Iain seluruh peraturan yang rncngatur perkawinan sejauh telah di atur dalam UU ini dinyatakan tidak berlaku, sebagaimrum bunyi P.asal 6 UU No. I Talmn 1974.

Pennasalahannya adalah ketika sepasa.ng manusia yang ingin melaksanakan pemikahan tapi berlainru1 agama antara satu dengru1 yru1g lainnya, maka

Uudang-Undang ini tidak mengatur ha! tcrsebut, karena pcrkawinan camptrran yang di maksud dalam Undang-Undm1g ini adalah dua orru1g yang di Indonesia tm1duk pada hukmn yang berlainan, karena berlainan kewarganegaraan dan salal1 satu pibak berkewarganegaraan Indonesia, bukan pcrkawinan campuran agama satu dcngru1

agama yang lainnya. Akan tetapi dimungkinkan yang ingin melaksanakan pcmikahan

1

(11)

3

beda agama untuk dapat melangsungkan pemikahannya selama dibolehkan oleh

agarnanya masing-masing. 2

Seperti yang terjadi pada pemikahan Jamal Mirdad dengan Lidiya Kanda11, Katon Bagaskara dengan Ira Wibowo atau Bucek Deep dengan Unique pricilia

"

Perbedaan agama tidak membuat pasangan tersebut menyumtkan langkah lmtuk menikah, meskipun mereka mengetalmi bal1wa proses yang harus mereka lalui untuk melaksanakan pemikahan membutuhkan pengorbanan yang culrup banyak, baik dari segi wakiu maupun materi. Pasangan Jamal Mirdad dan Lidiya Kandau misalnya, mereka mengakui bahwa peroses yang hams dilalui cukup melelal1kan, akan tetapi apapun itu tidak men1buai :nereka menyerah (Tempo Edisi I Nopember 1986), namun di balik kegigihan mereka untuk menikah secara resmi temyata

m:la

motiv-.isi yang sangat berarti bagi mcrcka, yaitu secara diam-diam temyata mcreka tclah memiliki seor:mg anak yang bcmama Hana Natasya Maria dan ha! ini baru diketalmi satu tahun setelah pemikahan mercka. 3 Begitu jU6'3 dengar1 pasangan Bucek Deep dan Unique, mereka melaksanakan prosesi pemikal1an dua kali, di depan Penghulu dan pemberkatan pemikalian di rumal1 Unique. Sedangkan Katon dan Ira lebih mernilih menikah di Gereja Protestar1 lantaran Gereja Katolik tidak mernungkinkan untuk menikal1kan mereka, sehingga Katon berpindal1 aganra ke Kristen Protestan. 4

z Depag RI,. "Hin1p10Jan Peraiuran J>cnmdang-undcmgan dulan1 Lingkllngan Pcradilan Aga111a ", (Jakarta, 200 I). Hal. 144

3

(12)

Pernikahan agama ini masih terjadi, yang dila!..-ukan oleh para selebritis itu hanya bcbcrapa contoh yang mw1gkin dapat kila jadikan scbagai bahan diskusi dalam bidang perkawinan bcda agarna, karena perkawinan antar pemeluk agama tidak di atur dalam Undang-Undang Perkawinan, demikian juga dalam Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975. Undang-Undang Pcrkawinan hanya mengatur perkawinan di luar Indonesia dan perkawinan campuran. Dan dalan1 Kompilasi sendiri melarang perkawinan beda agama ( KHI Pa'><ll 40 dan 44 ), sedangkan dalam Islam yang tennuat dalam kitab--kitab fiqil1 umumuya, perkawinan antar pcmcluk agama masil1 dimungkinkan yaitu anlara seorang lelaki muslim menikahi wanita i..;1abiyal1 yang menumt bcbcrapa pendapat adalah mercka ya: g bcragama Y almdi dan Nasrani. Kebolehan laki-laki muslim mengawini wanita kitabiyah, karC11a wanita kitabiyah becpedoman pada kitab--kitabnya yang asli yang berasal dari wahyu Allah. Lalu bagaimana mcmrrut pandangan agama yang diakui di Indonesia mengenai pcrkawinan beda agam tersebut.

Inilah

yang menarik hati penulis untuk bisa sedikit banyaknya mencari dan menggali pengetalman tersebut. Oleh karenanya Skripsi kali ini penulis mengambil judul "HUKUM PERKA WINAN BEDA AGAMA TJNJAUAN : AGAMA-AGAMA YANG DIAKUI DI INDONESIA", dan mencari tahu problematika dalam keluarga dan dampak hukum bagi seorang anak akibat dari perkawinan berbeda agama terscbuL
(13)

5

-darnpak yang terjadi pada keluarga khususnya pada anak hasil dari perkawinan beda ag.a.-na tersebut, bagaimana setatus anak, waris, dan peiwalian menurut hulnnn positif

di Indonesia dan a1,>ania-agama yang ada.

A. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di alas, maka fokus pennasalahan yang ingin

di bahas pada penuJjsan skripsi ini dibatasi hanya ur.tuk meojawab bagaimana pandangan agmna-agama di Indonesia mengenai perkawinan be<la agama. lalu bagaimm1a problematika dan dampak hukum yang akm1 timbul akibat perkawinan tersebut, khm;usnya pada diri sang anak. Sejalan dengru1 pcmbataS'dlt masalal1 di atas, timbul bcbcrapa pertanyaan yang ingin di jawab, dan pcrtanyaan tcrscbut dinunuskan scbagai bcrikkut :

I. Apa yang di maksud dan bagaimana keabsahan pcrkawinan beda ag;nna di Indonesia menurut UUP No. I Talmn 1974 ?

2. Bagaimana hukrnnnya perkawinan beda agruna menurnt berbagai agama yang diakui di Indonesia ?

"

3. Problen1atika apa saja yang dihadapi dalarn keluarga dan bagaimana dampak hu!ann pada sang miak dalmn masalah waris, nasab clan peiwa]jru1 ?

B. Metode Pembahasan dan Teknik Penulisan

(14)

(Library Research). Dalam tcknik: pengumpulan data kcpustakaan ini penulis akan mengumpulkan data dari sember--sumber bacaan yang ada, seperti ; bu1.11--buku, artukel, majalah, Koran dan surnber lain yang mernpuny<!i relevansi dengan masalah yang di balIBS. Kedua : Teknik pengumpulau data dengan menggunakau wawancara mendalam (Deep Interview), pada teknik kedua ini penulis, mengadakan Wa\1mncara rnendalarn kepada para pihak yang terkait seperti pada keluarga yang sampai pada saat ini rnasih dalam perkawinan beda a,,oama, dan begitn jug.a terhadap Kepala Kantor Catalan Sipil, mungkin scikit bauyak akan dibutuhkan laporau dan tanggapan dari kepala KCS tersebut tentang perkawinan beda agama yang terjadi di kantor tersebut, dan hasil wawancara tersebut akan penulis jadikan acuan da<>ar yang merupakan bukti konkrit dalam mcndukung pcnulisan ini. Tctapi yang lcbih ditckankan pada penulisan skripsi ini adalah mcngctahui hukum pcrkawinan beda agama mcnurut agama--ag.ama yang diakui di Indonesia.

(15)

7

adanya komparasi dari berbagai agama tersebut dan kaitannya dengan hu1.'Uill positf di Indonesia.

Adapun teknik penulisan pada skripsi ini penulis menggunakan standar buku "Pedoman Penulisan Skripsi, Tes is dan Disertasi U!N Syari/ Hidayatullah". Dengan ketentuan sebagai berikut :

r

Terjemahan ayat-ayat al-Quran dan hadis dalan1 penulisannya diketik satu

sepasi walaupun kurang dari enam baris.

}.> Kutipan dari bulo.1-buku yang masih dalam CJallll lama disesuaikan dengan ejaiu1 yang di sempumakan ( EYD ).

r

Dalam daftar pustaka al-Qur'an di tulis pada urntan pertama sebelurn sumber

lainnya, yang kcmudian di susul dcngan sumbcr bcrikutnya sesuai dcngan urntan alfabct.

C. Sistematika Penulisan

Sistcmatika pcnulisan shipsi ini di bagi alas lima bab, tiap bab tenliri dari sub-sub bab. Perincian Sistematika terscbut adalah sebagai berikut :

Bab I : Pendalmluan yang mencakup latar belakang masalah, pembatasan dan pernmusan masalah, metode pembahasan dan sistematika peuulisan.

(16)

Keanekaragarnan dari segi agarn,a yang di anut rnasyarakat h.1donesia rnerupakan realita yang tidak dapat dipungkiri. Begitu pula interaksi antar orang berlainan agarna pun merupakan suatu kenyataan pula. Terrnasuk pergaulan, yang pada akhirnya dapat rnembawa pada perkawinan atas dasar jalinan cinta antar orang yang berlainan agama itu, sering sulit di bendung. Hal itu karena cinta sering tidak mengenal batas karena perbcdaan agama itu. Perbedaan agama biasanya membawa pada perbedaan huku111 di antara golongan penduduk, ter111asuk dalam ketentuan hukum perkawinannya. Perbedaan mengenai hukum perkawinan agama-agama itu 111c1nang relatiC ada yang sangat ckstir111 dan ada puln yang sangal longgar. l3ila

tcrdapat perbedaan anwr huku111 agarna itu, maka sulitlah bagi seseorang yang bcragama untuk melangsungkan pcrkawinan dcngan ー」Nセョ・ャオォ@ agama lain.

A. J>cngcrti;111 Pcrk;1wi11au ャセ」、。@ Aga111a

Menurut Rusli, dan R. Tama, bahwa: perkawinan antar agama adalah merupakan ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan wanita, yang karena berbeda agama, menyebabkan tersangkutnya dua peraturan yang berlainan mengenai syarat-syarat dan tata cara pelaksanaan perkawinan sesuai dangan hukum agamanya

(17)

IO

agamanya masiug-masiug, deugan tujuan membeutuk keluarga bahagia dan kekal

berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.1

I Ketut Mandra, S.H, dan I Ketut Artadi, S.H, menyatakan perkawinan antar

agama adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita yang

masing-masiug berbeda agamanya dan mcmpertahankan perbedaan agamanya itu

sebagai suami istri dengan tujuan membentuk nunah tangga yang bahagia dan kekal

berdasarkan Ketuhanan Yang Malia Esa 2

Peudapat Abdurrahman, S.H, meuyatakan bahwa : pcrkawinan antar agama

yaitu suatu perkawinan yang dilaknkan oleh orang-orang yang mcmeluk agama dan

kepercayaan yang be• x.'<la satu dengm1 yang lainnya. 3

Dari pendapat yang tclal1 dikcmukakan di atas pcnulis bcrkcsimpulm1 bahwa

ym1g di maksud adalah pcrkawinan mitara dua orang yang berbcda agama dan

masing-masing tetap mempcrtahm1kan agmna yang dianutnya.

Namun demikim1, olch karcna Undang-Undm1g Pe1kawi11m1 No. l Tahun

1974 tidak mengatur tentm1g perkawinan m1tar agmna, maka kenyataan yang terjadi

dalan1 masyarakat apabila ada dua orang yang berbeda agama akan mengadakan

perkawinan sering mengalami hambatan. Hal ini disebabkan antara lain karena para

Pejabat Pelaksana Pcrkawinan dan Pemimpin Agama atau Ulama mengangi,>ap bahwa

perkawinan yang demikian di larang oleh a&'l!lna dm1 karena bertentangan dengan

1

0. S. Eoh. Ms .. .. l)crkau•in,ur anlara Agmua da/wu 1'cori dan J>rakfck ", (Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada), hal. 35 2 ゥ「ゥセ@

haJ. 3 5

(18)

Undang-Undang Perkawinan tersebut. Walaupun Undang-Undang Perkawinan tidak

mengatur tentang perkawinan antar agarna tetapi dalam GHR (Regeling op de

(Jemende Hue/ijken), diatur tentang ha! ini. Di samping itu ketentuan dalam GHR ini

masih berlaku berdasarkan ketentuan Pasal 66 Undang-Undng Perkawimm No. I

Talmn 1974.

Dalam memahan1i Undang-Undang Perkawinan dalam hubungannya dengan

perkawinan antar agama, Juswo Hudowo, S.H. dan Indra Warga Daleni, S.H.

mengemukakan bahwa sekurang-kurangnya ada tiga pal1am yang berbeda, yaitu :

a. Pcrkawinan antar agama merupakan pelanggaran terhadap Undang-Undang

Perkawina berdasarkan Iandasan Pa-;aJ 2 ayat (I) dan Pasal 8 huruf (t) ya11g dcngan tcgas mcnyatakan hal itu, dan di tambah dcngan argumcntasi bahwa

sci iap agama di Indonesia menccgah tcrjadinya pcrkawinan antar agama atau

sckurang-kurangnya tidak menyenangi pcrkawinan amtar agama.

b. Pe1kawinan antar agama adalal1 sah dan oleh karenanya dapat dilangsungkan.

karena perkawinan terscbut tercah1p dalam Perkawinan Campuran. Titik berat

Pasal 57 tentang Perkawinan Campuran terletak pada "Dua orang yang di

Indonesia /unduk pada hukum yang herlainan ", demikian menurut pendukung

paharn ini. Karena itu pasal ini tidak saja mengatur perkawinan antar dua

orang yang berlainan kewarganegaraan, akan tetapi juga antar dua orang yang

berlainan agama, yang masing-masing agania memiliki hula1m yang berbeda.

Untuk pclaksanaannya dilakukan menurut

tata

cara yang di atur oleh Pasal 6
(19)

12

c. Undang-Undang Perkawinan tidak mengatur sama sekali masalah perkawi:nan a:ntar agama. Berdasarkan ha! tersebut menyuk Pasal 66 Undang-Undang perlrnwinan, paham ini menganggap bahwa peratura:n-peraturan lama selan1a Undang-Unda:ng Perlrnwinan belum mengatumya, dapat diberlalaikan. Oleh karena itu persoalaan perkawina:n antar agama, hams merujuk kepada Peraturan Perkawinan Campura:n.4

B. Faktor- Faktor yang Mcndorng Terjadinya Perkawinan Bcda Agama

I. Aneka Ragam Penduduk dan Agama yang Dianutnya

Heteroginitas penduduk Indonesia yang meliputi ,.erbedaa:n asal usu! kebangsam1, s1iku bm1gsa, adat kcbia<>aan dan agama yang dimmtnya, mempakm1 salal1 salu faklor penyebab lerjadinya pcrkawinan anlar orang ym1g berlainan agama. Kea:nekaragaman sangal dirasakan tcmlama di kota-kota besar, scpcrti di Jakarta yang mcmpak:m pusat perekonomian dam pcrdagangan, pusal kcbudayaan dan kesenian, juga pusal pcndidikm1 dan ilmu pcngetahuan, bahkan scbagai kota pariwisata. 5 Oleh karena itu kota-kota besar pada llllllllllnya menjadi pusat periiatian masyarakat bangsa Indonesia, bal1kan boogsa-ba:ngsa asing apapun agamanya Sebab itu banyaklah orang-orang dari scluruh pe1tjum dunia yang datang dan hidup menetap di kota-kota.

•ibid. hal. 35-36

'Pemerintah Daerah !Gusus !bi Kota Jakarta, "Jakarta Dalam Angka Tahun 1977",

(20)

DaJam keanekaragaman tersebut, tidak berarti pada setiap orang dengan yang lainnya selalu berbeda daJam segala ha!, dalam satu segi berbeda, tetapi daJam beberapa segi lainnya mempunyai persamaan. Di antara orang-orang Ambon misalnya, sarna kesukuan, sarna balrasa dan istiadatnya, tetapi bisa berbeda agarnanya, baJlkan kewarganegaraannya bisa berbeda pula. Sebaliknya antara orang Jawa dan orang Batak misaJnya, pasti berbeda kesukuannya, balrasa daerahnya, adat istiadatnya, tetapi banyak yang sama dalam agan1anya. Dan pada umumnya perbedaan-perbedaan itu ma.sing-ma.sing seeara relatif akan membawa pengaruh. baik positif nraupun negatif dalam hubungan pergaulan bennasyarakat {interakl-i sosial), hanya tingkat pengarulmya yang berbeda-beda.

Di antara perbedaan yang paling besar pengaruhnya dalam pergaulan, ialah perbedaan dalam ha! agama yang dianutnya. Hal itu karcna kcbenara agamanya diyakini secara mutlak, ia datang dari Tuhan Maha Pcncipta alam scmcsta. Karena ketcntuan hukum Tuhan di anggap suci clan absolut, maim faktor kcyakinan itu menyebabkan nom1a-nonna huktun agmna itu mcmpunyai ー」ョァ。ョセQ@ yang sangat besar terhadap pemeluk-pemeluknya.6

Bagi pemeluk-pemeluknya, ajaran agarna itu pada nmumnya dipedomani sebagai nonna kebenaran yang absolut. Kebaliagiaan dunia dan akhirat diyakini hanya akan di peroleh dari mentaati segaJa perintal1 agarna, mengingkarinya akim berarti kehinaan dan berdosa. AdalaJ1 suatn kenyataan, tidak semua penduduk kota

6

Harun Nasution, "Islam di 1i,yau dari /Jcroagai Aspeknya ", (Jakarta: Bulan Bintang.

(21)

14

besar menganut agama yang sama, tetapi justm banyak yang berlain-lainan. Hampir scmua agama yang hidup di Indonesia, dapat disaksikan pcnganulnya di kota-kota besar, yaitu pengariut agama Katolik, Protestan, Hindu, Budlia, Khonghucu, dan Islam yang merupakan niayoritas penduduk. Dan setiap agama pada prinsifuya menganjurkan para pemclu!G1ya untuk selalu melakukan kebaikan dan menghindari perbuatan tidak terpuji, hanya saja dalam bentuk clan fonnalitasnya yang berbecia-bed a.

Akibat perbcdaaan keyakinan itu, biasanya pemeluk agama mempunyai rasa fanatisme yang tinggi, ia hanya meyakini dan memandang hanya agamanya yang paling benar clan paling baik rnelebihi agama-agama yang lainnya. Secara teoritis perbedaan agarna akan menimbulkan kesulitan dalam hubunt,'llll hukum antar umat yang berlainan agama itu. Namun di kota-kota besar seperti kota metropolitan Jakarta, sikap fanatisrne tersebut dirasakan tidak terlalu tampak, karena frekwcnsi dalam berintcraksi sosial antar umat yang berlainan agama itu cukup tinggi, baik dalam lingkungan hidup ym1g bersifat fonnal maupun pcrgaulan ュ。セケ。イ。ォ。エ@ luas.

Tidak semua golongan pcnganut suatu agama hidup dalam suatu lingl..'l!llgan tertentu, tetapi banyak di antara mereka hidup membanr dengan pemeluk agania lain. Selain dalam lingkun1,'lll1 masyarakat, juga membaur dalmn lir1gl..'l!llgan seperti di

'

kantor, dalam pcrdagangan, orgauisasi politilc., kesatIJan kesenia.q, klub olali raga, pendidikan clan lain-lain yang mllllgkin adanya hubllllgan dan ix:rganlan yang Jebih

(22)

masing-masmg, bahkan tidak mustahil dapat pula mengurangi tingkat keimanan pada agamanya masing-masing, seperti dikemukakan oleh al-Ghazali.7

Dalam kondisi masyarakat seperti iht, maka tidaklah mengherankan pula apabila di kota-kota banyak terjadi perkawinan beda agama, karena rasa fanatisme mnngkin melemah dan berbuah menjadi toleransi yang berlebihan. Inteaksi a.'!tar orang berlainan agama akan bersifat positif, bila toleransi diartikan saling menghormati, namun tetap berpegang pada keyakinan masing-masing.8 Sikap toleransi,yang diartikan sepakat dalam -perbedaan tanpa mengorbankan keyakinan masing-masing, adalah terpuji demi kerukunan antar umat lx.--ragama kesepakatan nntuk hidup berdampingan antar sesama umat yang berlainan agama itu, justru akan menguntungkan persatuan dan kesatuan bangsa, Karena itu, maka tepatlah Pancasila dengan Ketuhanan YME, mcmpersatukan bangsa dcngan !clap mc1tiamin adanya variasi sebagai hak asasi scsuai keyakinan masing-masing

'.L

Struktur Ekonomi dan Pcnghidupan Masyantkllt

Sebagaimana Jazinmya di kota-kota besar manapun, struktur ekonomi kota besar tennasuk kota Jakarta sebagai kota metropolitan, berbeda dengan kondisi pada umurnnya daeral1 pedesaan. Industri dan pen:lagangan merupakan ciri perekonomian kota di banding ckonomi pedesaan yang agraris. Akibatnya terdapat pula perbedaan

7

AJ.(iJiozali, '"lh;u ·wumudin ", terj. Prof. lk H. Ismail Jakub, MA., SH.,

'"JhyaAl-Ghazali ". (Surabaya: CV. Fauzan, 1969), Jilid セ@ hal 281-282

'A. Mukti Ali," Agama dan Pembang1man di Indonesia, Bagian /", (Jalarta: Biro Hubungan

(23)

16

pengamh masing-masing yang cukup si&'Tlifikan terl1adap ュ。セケ。イ。ォ。エョケ。N@ Kondisi seperti itu menyebabkan pusat perhatian hampir semua warga kota Jebih banyak diarahka.n kepada usaha mencari nafka.'i. Hal itu di 'dorong oleh kebutuhan hidup di · kota yang relatif sangat tinggi, karena kebutuhan mereka lebih banyak clan lebih kompleks clan hampir tidak ada bidang kehidupan yang tidak memerlukan biaya besar. Karena itu tidak mengherankan bila warga perkotaan, kebanyakan lebih bersikap matre/ialistik di banding warga pedesaan.

Banyaknya fasilitas untuk mencari rez.eki di kota-kota pada umumnya itu, mendorong warga kota lebih a1.1if dan lebih sibuk berinteraksi, seperti di pabrik-pabrik, pasar-pasar, kantor-kantor, usaha-usaha di bidang jasa dan lain sebagainya. Banyaknya fusilitas tersebut di atas tidaklah selalu membuat warga masyarakat kola sejahtera hidupnya, bahkan banyak pula pengangguran dan orang-orang yang hidup terlantar, ha! itu antara lain discbabkan urbanisasi tcrus mengalir.9 Akibatnya perjuang,>n dan pcrsaingan hidup yang bersifat material mcnjadi Jebih kcras. Sikap individualistis dan mementingkan hidup sendiri, mempakan ciri-ciri masyarakat kola. Cara berpikir rasional yang banyak diwamai perhitungan untung rugi yang bersifat material pula, menyebabkan perl1atian terhadap yang bcrsifat spiritual keagamaa.n pada sebagian warga perkotaan mengendur dan sangat k'llrallg apabila dlbandingkan dengan warga pedesaan.

9

Soerjono Soekanto, "Sosio/ogi Stiatu Pcngamar" (Jakarta: Y ayasan Peoerl:>it Univecsitas

(24)

Memang di kota-kota besar seperti Jakarta, mayoritas penududuknya beragama dan kegiatannya pun di bidang ini tampak baik, akan tetapi pada sebahagian kegiatan keagamaan hanya tampak dalam bidang beribadat yang bersifat fonnal, pemahaman dan penghayatan yang lebih lnas mengenai hnkum-huknmnya seperti tentang perkawinan dirasakan masih sanc,>at kurang. Selain itu pendidikan agama pada mmmmya sangat kurang, masyarakat lebih terkonsentrasi pada kegiatan ekonomi dan fisik materil. Cara hidup yang demikian, mempimyai kecenderung;m kc arah keduniawian (sekuler trend) dibandingkan dengan kehidupan warga desa yang cenderm1g kearah keagamaan Hイ・ャゥァゥッオセ@ trend).10

Kehi 'upan yang sekuleristik itu, menimbulkan pandangan terliadap nilai yang bersifat niaterial itu begitu tinggi dan Iebih di utamakan. Sebalik:nya pandangan terhadap nilai keagamaan yang bcrsifat spiritual itu semakin kurang dan scnng diabaikan. Dalam ha! terjadi pertcntangan kepentingan ru1tara nilai-nilai agama dikesampingkan.11 Maka tidaklah menghcnmkan apabila pada scbagi;m masyarakat kola terdapat orang--0nmg yang mcngabaikan hukum agamanya, bahkm1 rcla mengganti agarnanya itu sckedar untuk: melangsungkan perkawinan. Hal itu tidak berarti nilai agama di anggap tidak penting, hanya kesadaran dan keyakinan kepada llb'llmanya tidak selo.iat pandangannya terhadap k:eduniawian, sehingga tidak terdapat k:eseimbangan antara keduanya.

IO Ibid. hal. 122

11 Elizabeth K Notingham,

"Agama dan Masyarakat: Suatu Pengantar Sosiologi Agama ",

(25)

19

itikad baik, paling tidak lliltuk mengurangmya. Pengaruh yang sangat menonjol te1jadi di kalangan remaja, karena mereka baik sebagai individu maupllil sebagai kelompok, mudal1 Qai1 dapat menerima unsur-tJnsur kebudyaan asing yang dinilainya modem. Hal itu lcrjadi karna bclum meresapnya nonna-nonna keagamaan pada JIWanya, schingga mudah mcnerima yang baru, walaupun secara moral, bal1kan secara fisik dan mental, diyakininya akan sangat merngikan kehidupan termasuk masa depan mereka. 13

Salah satu aspek yang paling mempengarohi kalangan remaJa, antara lain ialah pola pergaulan hidup orang Baral yang mengandm1g 1msur-1msur kebebasan dari

ikatan-ikatan nonna-nom1a susila maupun agama. 14 penghargaan dan rasa ke\. 1guman pada kebudayaan barat yang scbcnamya sangat tidak cocok itu, menyebabkan diabaikannya nom1a-nonna agama karena di anggap kolot dan tidak cocok lagi dengan kehidupan modem. Akibatnya, banyak kelompok para muda mndi yang tidak mau lagi terikat oleh aturan-aturan tradisi maupun agama di satu pihak, dan di pihak lain terdapat gcnerasi tua yang di anggap scbagai penghalang kcmajuan, karena sulit bahkan tidak mau menerima hal-hal yang bertentangan dengan agama. Hal ini adalah wajar karena pada generasi tua, nonna-nonna lanm seperti agan1a itu sudah mendarah dagi.ng, sehingga sulit sekali untuk mengubah nonna-norma yang sudah meresap pada

.. 15

11wanya.

D Soerjooo Soekanto, Op Ci1. hal. 70

" Muhammad Mwntaz Ali, "Conceps of Islamic Ummah & Sharia/I: Contemporary

Methodological /mies" (Malaysia, Slangor: Pelanduk Publications, 1992), Cet. Ke-1.hal. I l

(26)

Menjamumya fasilitas-fasilitas seperti night club dan tempat-tempat hiburan Jainnya, menambah subumya pengaruh kebudayaan barat tersebut. Begitu pula masih kurangnya fasilitas pendidikan klmsus yarig menangani bidang mental keagamaan, juga dapat memberikan peluang bagi peningkatan pengarnh kebudayaan asing tersebut. Akibatnya, terjadilah pernbal1an sikap terntama terhadap nilai-nilai hukum agama yang justrn dianggapnya tidak cocok lagi (out ()f date), walaup1m pada segi-segi lainnya ketentuan agama masih tetap di pegang teguh.

Perkawinan antar orang berlainan agama mernpakan bukti adanya perubahan nilai-nilai tersebut. Banyak diantaranya yang tidak direstni orang tnanya, bahkan banyak juga yang direstui, sungi,'Uhpun hukum agama yang bersangkutan tegas tidak membenarkannya. Perkawinan seperti itu nampak banyak mempengaruhi masyarakat kola, sebingga sulit sekali meneegahnya, karena diizinkan oleh Pengadilan Negeri (PN). Bahkan oleh Mahkamah Agama, antara lain Putusan Kasasi No. 1400 K/Pdt/1986, berkaitan dengan kasus Andy Vonny Gani P (Muslimah) dengan Andrianus Petrn Hendrik Nelwan (Kristen). 16

C. Perkawinan Beda Agama Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahon 1974 Undang-Undang Perkawinan 1974 yang mulai berlaku secara efek'tif pada tanggal I Oktober 1975 adalal1 hasil usaha rakyat Indonesia untuk menciptakan hula1m perkawinan yang bersifat nasional, yaitu hukum yang berlaku bagi selurnh

16

W einata Sairin dan JM_ Pattiasina, セp」ャ。ォウ。ョ。。ョ@ Undang-Undang Perkawilian daJam

(27)

21

wargancgara Indonesia, scbagaimana tercantum dalam butir 3 Penjelasan Umwn Undang-Undang tersebut.

Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor I Tahun 1974, maka scmua perundang-undangan tentang perkawinan yang ada sebelwn tahun 1974 dinyatakan tidak berlaku scjauh telah di atur materinya dalam Undang-Undang terscbut. Hai ini telah ditegaskan dalam Pasal 66 yang berbunyi "Untuk perkawinan dan segala scsuatu yang bcrhubw1gan bcrdasarkan atas Undang-Undang ini, maka dengan berlalnrnya Undang-Undang ini ketentuan-ketentuan yang di attr- dalam Kitab

'

Undang-Undang Hukum Perdata (Burgelijk Wetboek), Ordonansi Perkawinan h1donesia Kristen (Huwalijk Ordonantie Christen lndonesiers S. i933 No. 74), Peraluran Perkawinan Campunm (Regeling op de Gemengde Huwclijken S. 1898 No. 158), dan peraluran lain yang mengatur tentang perkawinan sejauh telah di atur oleh Undang-Undang ini, dinyatakan tidak berlaku".

Prof. Dr. Hazairin dalmn bukunya "Tinjamm Mcngenai Undang-Undang Nomor I Talmn 1974" mcnamakan Undang-Undang ini scbagai "sualu unitikasi yang unik dengan menghonnati seeara penuh adanya variasi bcrdasm·kan agama dan kepercayaau yang ber-Ketuhm1m1 Yang Maha Esa. Lagi pula unifikasi tcrsebut bertujuan hendak memperlcngkapi segala apa yang tidak diatur hul-..'llmnya dalam agama dan kepercayaan , karena ha! tersebut Negara berhak mengaturnya sendiri scsuai dengar1 perkembangar1 masyarakat dan tuntutan zaman".

(28)

bagaimana posisi huk'll111 perkawinan beda agama di Indonesia. Karena dalam Undang-Undang ini Peii-awinan Campman yang dimaksud adalah "Perl.:.awinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada lmkum yang berlaimin, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewargancgaraan Indonesia". Bukan perkawinan antar umat yang berbeda agama.

Dan w1tuk menjawab pertanyaan tersebut Prof. Dr. Muhammad Daud Ali membaginya kepada tiga pendapat Pendapat Pertama adalah pendapat yang mengatakan bal1wa perkawinan antara orang-orang yang berbeda agarna dapat saja dilangstmgkan sebagai pelaksanaan hak asasi manusia dan kebebasan seS<.."'Orang untuk menentukan pasangannya. 17 Pendapat ini menyandarkan dasarnya kepada Pasal

16 ayat (!) Dcklarasi Universal HAM PBB yang berbunyi "Pria dan wanita dewasa tanpa dihatasi ras, kehangsan, atm1 agama memiliki Jwk rmtuk kawin dan

memhangun .111a/11 keluarga. Mereka memiliki hak-hak soma prihal perkawinan,

selama dalam perkawinan dan sesudah dibatalkannya perkawinan ". 18 Lalu Pasal 7

ayat 2 GHR S. 1898 No. ! 58 yang berbunyi "Perbedaan agama, hangsa atau asa! itu

soma sekali hukanlah menjadi halangan umuk perkawinan ". 19

Pendapat inilal1 yang teflITllus dalam Pasal 11 ayat (2) Rancangan Undang-Undang Perkawinan dalmlu yang kcmudian di tolak oleh DPR dan dikeluarkan dari

11

Muhammad Daud Ali, "Perkawinan Campuran Antara Orang-Orang Berfxx/aagama", (Jakarta Al-Hikmah & Dit. Binbapera, 1993),hal.57

"Syafii Nadi, "Bahaya Nikah BedaAgama" (Majalah Tabligh, Vol. OJ/No. 03/0ktober 2002). Hal.15

19 K.

(29)

?'

--'

Undang-Undang Perkawina..ri, karena tidak sesuaJ dengan

Landasan

Falsafah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.20

Pendapat Kedua adalah pcndapat yang mengatakan bal1wa Undang-Undang

Nomor l Talmn 197 4 tidak mengatur perkawinan campuran antara orang-orang yang berbeda agama. Namun menurut pcndapat ini, pcrkawinan antar pasangan yang berbeda agan1a adalah suatu kenyataan. Hal ini didasarkan kepada Surat Ketua Mahkamah Agung Nornor KMA/72/!V/!981 tanggal 20 April 198! prihal Pelaksanaan Perkawinan Campuran, yang ditw1jukan kepada Menteri Agama dan Mentri Dalam Negeri.21 Inti dari surat tersebut rnenyatakan bahwa karena UU No. l Tahun 1974 tidak mengatur pcrkawinan beda agama, maka menurut Pa.."31 66 UU tersebut masih dimungkinkan bagi mcrcka yang ingin mclaksanakan pcrkawinan bcd;1

agama mcmakai dasar GHR S.1989 No. 158 dan untuk ォ」ー\lセエゥ。ョ@ hukurn. MA mengharapkan adanya pctunjuk pclaksanaan daii dua Dcpartcmcn di atm; tcntang pelaksanaan pcrkawinai1 beda agama.

Pendapat Ketiga ailiilah pcndapat ym1g mcnyatakan bahwa pcrkawimm

can1puran antara orang-orang yang bcrbcda agama tidak dikehendaki oleh pcmbentuk undai1g-undai1g, yaitu Pcmcrintal1 dan DPR Republik Indonesia. Kchendak itu ai1tara lain dengan tegas dinyatakan dalam Pasal 2 ayat (I) mengenai sahnya pcrkawinan, Pasal 8 huruf (f) mengenai Larangan Perkawinan dai1 Pasal 57 mengenai Perkawinan Cainpuran. Dalam Pasal 8 huruf (f) UU Perkawinan dengan jelas dirumuskan bahwa

20

Mul1ammad Daud Ali, Op Cit. ha!. 57 ,

" 0.S Eoh, Sh, MS,. "Pcrkawinan Amar Agama Dalam Tcori dan Prak/ck··. (Jakarta: PT.

(30)

Yahudi di fudonesia yang menurut Imam al-Syafi'i tidak dik:ategorikan sebagai ahli kitab. Dan tampal"llya fatwa itu dik:eluarkan karena

di

dorong oleh kesadaran akan adanya, persaingan keagarnaan. Para Ulama ment,'llllggap bahwa persaingan tersebut telah mencapai titik rawan bagi kcpentingan dan pcrtumbuhan masyarakat muslim. Karenanya, menurut mereka, pintu kemungkinan pernikahan antar agarna harus di tut up sama sekali.

Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tersebut selengkapnya sebagai berikut:

I. Pemikahan wanita muslimah dengan laki-laki non rnuslim adalah haram hulnunnya

2. seonmg laki-laki muslim diharamkan menga 11m wanita bukan

111uslint.

3. Ten tang pemikahan antara laki-laki nrnslim dan wanita ahli kitab terdapat perbedaan pendapat. Selelah mempertimbangkan bahwa mafvadalmya lcbih besar dari pada maslahatnya, Majclis Ulama Indonesia mcmfatwakan pcmikahan terscbut haram lmkumnya.21

D. Keabsahan Perkawinan Beda Agama

Keabsalian perkawinan beda at,•arna sebelum berlak'l!nya Undang-undang Nomor l Tahun 1974 'diukur oleh ketentuan yar1g terdapat pada Pasal 7 ayat (2) GHR. Ketentuan itu pada dasarnya mengacu kepada Burger/Uk Wetboek (BW) yang

22 Majelis Ulama Indonesia,

(31)

26

tidak mengindahkan ketentuan agama dari mereka yang melangsungkan perkawinan

beda agama. Akan tetapi setelah lahimya Undang-Undang Nomor I Tahun 1974, · maka kelentuan-ketentuan yang ada dalam GHR mengenai perkawinan telah dihapus

dan tidak bisa lagi dijadikan dasar hukun1, sebagaimana bunyi Pasal 66 UU No. I

Tahun 1974.

Beberapa ahli hukmn ada yang berpendapat, sekalipun telah ada UU No.

Talmn 1974, karena didalamnya tidak menyebutkan perkawinan beda agama maka keabsaliau perkawinan itu dilarang oleh agama dari mereka yang melangsungkan perkawinan tersebut. Lalu ada juga beberapa ahli hukum yang berpendapal bahwa

masalal1 perkawinan menyangkut hak asasi manusia. Setiap orang harus diberikan

kebcbasan unl11k mernilih pasangan hidupnya mclalui pcrkawinan, oleh karcnanya

pcrkawinan antara orang yang bcrbeda agama han.,; disahkan karcna jika tidak

disahkan rnaka akan terjadi yang namanya "kumpul ke/10" (hidup bersarna t;mpa

ikalan perkawinan).

Kemudian di kalangan para ahli dan prakl isi hukum juga dapal dijump;1i

adanya riga paham y.mg bertx.'<ll1 HセQャ。ュ@ Undang-Undang P<.,'fkawinan bila

dihubungkan dengan Perkawi1ian Beda Agama. Paham Perlama berpendapat bal1wa

perkawinan beda agarna merupakan pela.nggaran terhadap Undang-Undang No. I

Tahun 1974 Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 8 huruf (f) berbunyi, "Mempunyai hubungan

yang oleh agamanya a/au peraturan lain yang berlaku di /orang kawin ".

(32)

pendukung paham ini Pasal 57 yang mengatur tentang perkawinan campuran menitikberatkan pada dua orang yang di Indonesia tunduk pada hu1.'1llll yang berlainan, karena pasal ini tidak saja mengatur perkawinan antara dua orang yang berbeda agama. Dan untuk pelaksanaannya dilalaikan menurut tata cara yang di atur Pasal 6 Peraturan Perkawinan Campuran.

Semenlara Paham Ketiga berkeyakinan bal1wa perkawinan beda agama sama sekali tidak di atur dalan1 Undang-Undang No. I Talmn 1974, penduh.'llilg palJaJ11 ini menganggap peraturan-peraturan lama, dapat diberla1a1kan dengan dernikian untuk persoalan perkawinan beda agama harus merujuk kepada Peraturan Perkawinan Campuran. 23

Terhadap ketiga pandangan tersebut Prof DR. 1-1. Ahmad Sukarja, S.H., M.A., sebagaimana dikutip oleh Budi Handrianto mengemukakan komcntar sebagai berikut. Perkawinan bed.a agama tidak di atur dalan1 Undang-Undang Pwekawinan No. I Tal1un 1974 sehingga dapat dilaksanakan dengan merujuk Pasal 66 UUP No. l Tal1un I 974 jo Pasal 2 dan PasaJ 7 ayal (2) GHR adalal1 ktrrang lepat. Tidak diaturnya perkawinan beda aganJa secara tegas dalam UU No. I Tahun 1974 karena perkawinan itu kurang dikehcndaki pelaksanaannya. Hal ini sesuai dengan Pas<il 2 ayat (I) UU No. I Tal1un 1974 yang mengisyaratkan bahwa hukum agama dan kepercayaan menen!ukan salmya perkawinan. Kemndian pabam lain yang berpendapal babwa perkawinan beda agama diperkenakan, karena di buka kemungkinannya berdasarkan

23

Budi ャセ。ョエッ@ ... J>erkmvi11a11 JJcda Aga111a dalan1 SJariat !slan1 ", (Jal.:arta:: Khairul Bayan,.

(33)

28

Pasal 57 UUP No. I Tahun 1974. Prof. DR. H. Ahmad Sukarja, S.H., M.A., rnenilai pandangan ini tidak tepat, karena penafsiran kalimat, "Pcrkawinan antara dua orang

yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan ", hatus dJlmbungkan dengan

konteks perbedaan kewarganegaraan yang merupakan kesatuan pengertian dcngan Perkawinan Carnpuran di dalam Pasal 57 UU No. I Talmn 1974. dengan demikian Pasal 57 ini tidak dapat dijadikan pembuka peluang diatumya perkawinan beda agama.

Adapun Paham Ketiga yang beipendapat bahwa perkawinan beda agama acL1lal1 tidak dikehendaki atau di tutup peluangnya dalam Undang-Undang Perkawinan. Menurnt Prof. DR. H. Ahmad Sukaija, S.H., M.A, pendapat

ini

lebih dekat dengai1 kebenarat1 oleh karcna landasan hukmn agama merupakan crucial point dalam UUP No. 1 Talum 1974 ini. Deng;m demikiat1 maka penentuan boleh tidaknya perkawinan bergar1tung pada kctentuan agarna. Jadi, untuk perkawinan beda agama, penentuan boleh tidaknya beq,'lllltung pada ketenh1at1 agama.24

Lahimya pendapat-pendapat di atas semestinya tidak terjadi jika mcreka memahan1i dan mengikuti kronologis lahimya UU Perkawinat1 yang disalikan oleh wakil-wakil rah.)'at di DPR, karena pendapat-pendapat di atas scbenamya telah ada dat1 telah dibahas olch DPR, akan tctapi anggota DPR yang mensahkan UUP ini menolak dimasukatmya pcndapat di atas dalatn UUP dcngan alasan tidak scsum dent,'llll Falsafal1 Pancasila, khususnya Sila Pertmna dan UUD 1945 (alcnia ketiga

24

Budi Handrianto, "/'crkawinan Bcda Agama dalam Syariat !.l'lam ", (Jakarta: Khairul Bayan, 2003),

(34)

Pembukaan UUD 1945 dan Pasal 29 UUD 1945). Hal ini juga didasarkan pada

keinginan kita bahwa ma>.-yarakat yang mengarnalkan Pancasila secara konsekuen

adalah masyarakat yang taat kepada agama yang dipeluknya, agama yang· diyakini

kebenaram1ya, bukan sebaliknya.

Oleh karenanya san6>at besar jika Undang-undang Perkawinan menyebutkan

salmya perkawinan diseral1kan kcpada ketentuan agama, bukan ketentuan GHR atau

alasan apapun. Seba6'3imana bunyi Pasal 2 ayat (l) yang menyatakan babwa :

"Pcrkawinan adalal1 sali, apabila dilala1ka11 menurut hukum masing-masing agamanya

(35)

BAB III

PERKA WINAN BEDA A GAMA DALAM BERBAGAI PERSPEKTIF AGAMA YANG DIAKUI DI INDONESIA

Jika kita membaca clan memahami UU Perkawinan, temyata kebuluhan hukum dari waq,'ll masyarakat khususnya bagi mereka yang akan mengadakan perkawinan beda agama tidak ada ketentuannya. Dengan tidak adanya ketentuan tentang perkawinan beda agama di dalam UU Perkawinan, maka dapal menimbulkan masalah: apakah UU Perkawinan membolehkan atau melarang aclanya perkawinan antar agama, karena sekai セQァ@ ini sering terjadi dan tidak mungkin dapat dipungkiri, mengingat penduduk Indonesia terdiri dari berbagai agama.

Tclah kita kctahui ben;;una bahwa UU Pcrkawinan Indonesia mcnycrahkm1 scpcnuhnya sah at.au tidaknya suatu pcrkawinan kcpada n1asing-1n.asing aga1na yan? di anut oleh kedua calon mempelai. Sebagaimana bunyi Pasal 2 ayal (I) UU No. I Talmn 1974 bal1wa "pemikaha.n adalal1 sah, apabila dilakukan menurul hulann masing-masing agamanya dan kepercayaallllya itu". Jadi untuk menentukan sah atau tidaknya suatu perkawinan dasamya adalah huk'lllll agama clan bukan huk'lllll negara, sehi.ngga diharapkan tidak akan ada perkawinan yang dilakukan di luar hukum masing-masing agama clan kepercayaan yang diakui di Indonesia

(36)

Tentang Pencegahan dan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama.1 Penjelasan Pasal I, antara lain rnenegaskan:

"Agama-agama yang dapat di peluk oleh penduduk Indonesia ialah Islam, Kristen., Katolik, Hindu, Budha dan Khonglmcu. lni tidal< berarti bahwa agama-agama lain, rnisalnya

Y

almdi, Zaratustrian, Shinto dan Taoisme di larang di Indonesia. Mereka mendapat jaminan penuh seperti ylll1g diberiklllt Pasal 29 ayat (2)

UUD 45' dan mereka dibiarkan adanya, asal tidal< melanggar ketentuan-ketentuan ylll1g terdapat dalam peraturan ini atau peraturaJJ perundangan lain". 2 Agama-agama tersebut yang kepeutingaunya di

urus secara

langsung oleh Pemerintah., dalan1 hal ini Departemen Agama hanya 5 (lima) agarna, kecual" agama Khonglmcu. Agama yang di sebut terakhir tampaknya belurn dial'lli sepenulmya sebagai agama yang berdiri sen.diri., karena dikesaJ1kan tidak mengajarkan keimlll1an kepada adanya Tuhan YME

dan Hari Akhir., sehingga kepentingllJlllya belnm secara llll1gstmg di wus pemerintah. 3 Dan masing-rnasing agama yang dial'lli ini rnempunyai ketentuan hulmrn sendiri tentang perkawinan ylll1g berbeda satu daJ1 lainnya. Olch karenanya penulis ingin memberikan gambaraJ1 ten tang bagainuma sikap atau ,, pcndapat hukum masing-masing agaJna tersebut dalllln menyikapi perkawinllll berbeda agama.

A. Menurut Agama Islam

1

Departcmen Agama riセ@ '""Pedo1nan [Jasar Ken1/a1nan Hidup /Jeragan1a ", (Jakarta Logos Wacana !lmu, l 979). hal. 83

2

Tambahan Lembaran Nc>gara Nornor 2726, Pcnjelasan UU (Pcprcs) J/I %5

3

(37)

32

!slam banyak memberikan perhatiannya kepada masalah-masalah perkawinan karena perkawinan itu mengandung maksud-maksud yang mulia, dialah jalan yang meni,>ikat keluarga dan jama 'al1 dan dialah hubungan yang sani,>at teguh. Dari perkawinan tersebut berdirilah kemakmuran alam, anak-anak yang cerdas dan berkualitas.

Semua aganrn membolehkan akad perkawinan unttlk pemeluk-pemeluknya dan mensyariatkan antara putra putri seagama. Perbedaan antara calon mempelai laki-laki dan perempuan itulah yang akan penulis bahas di sini, sebagaimana hal tersebut sudal1 bauyak di uegara kita.

Adapw1 pembahasannya akan penulis bai,>i kcpada tiga bagian antara Iain : ,. Hukmn perkawinan antara Laki-laki MlL';lim dcngan Wanita Musynlrnh ;... Hukum pcrkawinan antara Laki-laki Muslim dcngan Wm1ita Ahli Kitab, dm1 ;... Huklllll perkawinan antara Wanita Muslimah dengan Laki-laki Non Muslim

;... Hukum Perkawinan antarn Laki-Laki Muslim dengan \Vanita Musyrikah

(38)

... ... ...

,.

Jl

,

lゥ[セ@

2.-Wjl

Artinya : "!)an janganlah kamu nikahi wanila-wanita ョュセケイゥォL@ sebelum mereka

beriman. s・ウオQQァセWQOQQQケ。@ wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita mu.1yrik,

wa/aupun dia menarik hat imu. Dan jangan/ah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebe/um mereka beriman. Se.111nggulmya budak yang mukmin /ebih baik dari orang 111u..1yrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampw1an dengan izinNya. Dan Allah menerangkan ayat-aya1Nya (perintah-perintahNya ) kepada manusia .111paya mereka mengambi/ pelajaran.

Ayat di alas diturunkan unluk mengharamkan adanya perkawinan antara laki-laki muslim dengan wanita muyrikah. Dalam kitab Tafsir al-Azhar disebutkan bahwa sebab tunumya ayat ini adalah peristiwa Mursyid bin Abi Mursyid al-Ganawi sewaktu akan menikahi musyrikah yaitu Anaq. Sedang Mursyid sudah masuk agama Islan1, lalu Mursyid minta izin kepada Rasulallah w1tuk menikal1i Anaq (lnaq). Wanita itu diriwayatkan sangat cantik tetapi musyrik. Kemudian turunlal1 ayat tersebut di atas.4

Berdasarkan scbab tunumya ayat 221 Surat al-Baqarah tcrscbul jclas dan nyatalah bahwa seorang pna muslim diharamkan menikah dengan wanita-wanita

(39)

34

musyrikah walauptm wanita tersebut sangat mengagumkan, baik karena wajahnya, keturunannya, mauptm karena kekayaannya. Islam melarang seseorang mengaw1111 karena kecantikan atau hanya kekayaannya semata-mafa,

lbnu Ham1 berkata : "Haram hukumnya wanita musyrikah dikawini oleh laki-laki muslim. Dan orang kafir tidak boleh memiliki budak laki-laki-laki-laki bcragama Islam atau budak-budak wanita muslimah"

.5

Berdasarkan kepada pendapat di atas maka penulis dapat membcrikan kesimpulan bahwa perkawinan antara seseorang pna yang bcra6>ama Islam dengan wanita yang musyrikah diharamkan oleh al-Quran ayat 221 Surat al-Baqarah. Maka

hal ini dapat diharapkan oleh penulis dapat diperl1atikan oleh Pemuda Islam, kalau hendak menika11 dengan seorang wanita yang dicintainya, karena ha! ini akan membawa dampak bagi kcduanya.

f- Hukum Perkawinan Antara Laki-laki Muslim dcngan Wanita Ahli Ki tab

Mengenai hukum pekawinan antara laki-laki muslim dcn6>all w:mita alili kitab, para Ulama bcrselisih pendapat mengenai hal ini. Masalal1 alili kitab ini muncul pennasala11an "Siapaka11 yang di makud dengan a111i kitab, dan samakah ahli kitab yang disebutkan dalam ayat 5 Surat al-Maidah tersebut dengan ahli kitab yang ada pada masa sekarang".

セa「、オャ@ Mutaal Muharnmad al-Jabary, "J>erkawinan (£in111uran !11fcnun11 J>anJangan ls/mu",

(40)

yang discbutkan dalam ayat 5 Surat al-Maidah tersebut dengan al1li l'itab yang ada pada 1nas.:1 sckan.u1g"_

Term "Ahli Kitab" dalam a!-Qur'an ditemukan sebanyak 3 l kali yang tersebar dalam 9 sural1. Secara umum semuanya menunjuk pada dua komunitas, yaitu kawn Yal1udi dan Nasrani. Begitu pula pada masa awal perkembangan }セZャ。ュL@ khususnya masa Rasulallah SAW. dan para saliabalnya, tenn Ahli K.itab ditujukan pada kawn Yahudi dan Na.>-rani, selain mereka tidak di sebut sebagai Ahli K.itab.

Kawn

Majusi misalnya, mekipun Rasulallal1 dalam hadislnya menytuuh memperlakukan mereka seperti Ahli Ki tab, tetapi mereka tidak termasuk komm1itas Ahli Kitab. 6

Cakupan batasan Ahli Kitab mcngalami perkcmbangan pada masa Tabi'in (genernsi murid Sal1abat Nabi). Abu AliyaJ1 (w. 39 H) mcngatakan bahwa kaum . Shabi 'tm adalah kelompok Ahli Ki tab yang mcmbaca Ki tab Suci Zabur. Imam Abu Hanifah (w.150 H) clan Ulama lain daii Mazhab Hanafi scrta scbagian Ma?Jtab Hanbal! berpendapat, siapapun yang mcmpercayai salal1 seorang Nabi., atau kitab yang pcmah diturunkan Allah., maka ia tenna.suk Ahli Kitab. Tcnninology Ahli Kitab,mcnwut mcrcka tidak tcrbala.s pada kclompok pcnganul againa Y almdi dan Nasrani saja. 7

Imam Syafi'i menel,>askan bal1wa yang di makud dengan ahli kitab adalah orang-orang Y almdi atau Kristen (Nasrai1i) yang bera.sal dari ketunmai1 Bani lsrail.

6

Prof. KH. Ali Mustafa Yakub, MA, "Nikah ikda Agama dalam Pcrspcktif al-Quran &

(41)

36

Sedang bangsa-bangsa lain yang ikut-ik-utan mengadopsi agama Yahudi atau Kristen (Nasrani) sebagai agamanya, maka tidak tcrmasuk dalam kategori "Ahli Kitab".8

Perkawinan anlara Islam dengan ahli kitab itu jika prianya Islam, maka terdapat dua pendapat :

a.

Yang tidak 111e111boleltkan

Karena tidak ada ahli kitab yang sebenarnya, sebab kitab yang ada di tangan mereka di masa kini bukan otentik/ejati/asli, karena telah di buat oleh manusia-manusia tertenlu seperti Matius (Mathias), Paulus (L' Aporte des gentils), Lucas dan Johannes yang menciptakan Kitab lnjil itu. Maka mereka ini tidak berpegang kepada lnjil yang benar, yai.,; 。セャゥL@ seolah-olah mcreka ilu musyrik yang tclah mclanggar hak Allah terutaina mcrcka tclah 111c1ijadikan Isa anak Allah dan orang Yahudi menjadikai1 Uzair anak Allah.

Kaum ahli kitab ini hai1ya terdapat sebelum mcrcka mcngadakan perubahai1 pendapat mengenai keesaan Allah hingga keluar dari agama langit yang di k;rim oleh Allah dengan perantaraai1 Daud a.s., Musa a.s., dan Isa a.s.

b. Yang 111embolel1kan

Perkawinan pria Islam dengan wanita ahli kitab adalah dengan alasaii mereka pada dasarnya mempunyai kitab, maka perubahan apapun yang mereka lakukan adalah tanggung jawab mereka sendiri. Namun kitab itu masih ada berarti dia

(42)

mempunyai pengikut secara terendiri. Maka kitab itu tetap ada dalam sejarah hidup dunia dan manusia. 9

Mengenai dibolehkannya perkawinan dengan ahli kitab hal mt didasarkan kepada Finnan Allah dalam ayat 5 Surat al-Maidah yang bemnyi :

I

セN⦅LLLiNILL@ ッセN@ \ ;:; Io I

Jo,-1...T -' LZ⦅イセi@

.

-0 0 } ,, ,, ,, 0

( o

o..Ulll) ::f-.rWI

セ@

[セGji@

_j

Y,)

d.S-

セ@

:W

0c:.;)'li

,, ,.. ,, ,.. ,.. ,.. ,..

Artinya: "Pada hari ini diha/a/kan bagimu yang baik-baik. Makanan (vemblihan) orang-orang yang di beri al-Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula bagi mereka. (Dan dihala/kan mengawini) wanila-wanila yang menjaga kehormalan diantara orang-orang yang di beri a/-Kilab sebe/um kamu, bi/a kamu le/ah

membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, !idak dengan maksud

berzina dan tidak (pula) menjadikannya g1111dik-gundik. Barang siapa yang kcifir sesudah beriman (tidak menerima huk11m-hukum Islam) maka /erhapuslah ama/annya dan ia di akhiml lermasuk orang-{>rang memgi.

Namun demikian mengawini perempuan ahli kitab di anggap ha! yang makruh, karena adanya rasa tidak aman dari gangguan-gangguan l.eagarnaan bagi suaminya atau bisa saja dia menjadi alat golongan agamanya. Imam Abu A'la

al-9

(43)

38

Maududi menyatakan kawin dengan wanita kitabiyah kalaupun diperbolehkan bagi laki-laki, huJ..·mnnya makntl1. 10

Jika pcrcmpuannya ' dari golongan ahli kitab yang ·bcnnusuhan dengan kita (agama Islam) maka di angb'llP lebih mahuh lagi scbab berarti akan mernperbanyak jumlah orang yang menjadi musuh kita .11

Mengenai makna al-Muhsanat dalam al muhsanat minal ladziina uutul kitaah, al- Thabary misalnya mengatakan ballwa yang di maksud adalall mereka yang telal1 memeluk agama Islam. Sedang yang di maJ..-ud al muhsanat minal ladziina amanuu adalal1 mereka yang sejak awal sudall mukmin karena terlal1ir dari keluarga muslim. Menurnt al-Hasan, al-Sya'bi dan Ibrahim, makna al muhsanat dalam ayat tcrscbu. adalal1 pcrempuan yang mcmclihara harga dirinya. Mcnurnt mオェセエャュ、ゥL@ yang di maksud al muhsanat adalah perempuan yang mcrdeka. Mcnurnt al-Jama'al1, yang di maksnd al muhsanat adalah wanita merdcka dan memelihara harga diri. Menurnt Ibnu Abbas yang di maksud al muhsanat adalall ahlul kitab yang berstatus dzimi sedang ahlul kitab yang berstasus harhi tidak boleh dinikahi.12

Karena scbagaimana yang kita kctal1ui bahwa orang-or:mg Kristen di dunia sekarang ini sudal1 amat bcrbeda denb>an ajaran pokok dan ajaran cabang agama Kristen yang dalmlu. Hal ini dibuktikan dengan adanya bermacam-macam jemaat

10 Abdul MutaaI Muharnmad al-Jabary, j^・イォョセᄋゥQQPQQ@

Ca1tqn,ra11.Afcnun1I J)andangan Js/aru ". (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1996), Hal. II

II Sayid Sabiq, Op. cit, Ila! 140

12 Muhammad Ghalib M, "Ah/11/ Kitab; Makna dan CakupmmJU ", (Jakarta: Parnrnadina,

(44)

yang berbeda-beda, yang mana setiap tahtD111ya semakin banyak, seiring dengan

timbulnya perpecahan aliran Kristen yang sudal1 diketahui oleh orang banyak.

Berdasarkan kelerangan di alas pennlis berkesimpulan bahwa perkawinan antar pria muslim sekalipun di dalam al-Qnran itn diperbolehkan namun nntnk masa

sekarang ini sudah banyak melaJ...'llkan penyimpangan-penyimpangan dari ketentuan

kitab sebelumnya. s・ィゥョセ^。@ dalam menikahi atan mengawini seorang wanita ahli

kitab seseorang itn hams berhati-hati <lan kalau bisa ha! tersebut dihindari oleh pria

muslim untuk masa sekarang ini.

r

Huknm Perkawinan antara Wanita Muslimah dengan Laki-laki Non

Muslim

Para Ulania sepakat bal1wa perempuan muslimal1 tidak halal untnk kawin

dengan laki-laki non muslim, baik <lia musyrik ataupun altli kitab. Alasan m1

(45)

40

Artinya "Hai orang-orang yang beriman, apabila dalang bed1ijrah kepadamu

perempuan-peremuan yang beriman, maka hendak/ah kamu uji

(keimanan) mereka, Allah /ebih mengelahui 1entang keimanan mereka, maka jika kmnu telah mengelahui bahwa mereka te/ah (benar-benar)

beriman maka jangan/ah kamu kemba/ikan mereka kepada HNセオ。ュゥMNュ。ュゥ@

mereka) orang-orang ka_fir. Mereka tioda halal bagi orang-orang kafir ilu dan orang-orang kajir ilu liada halal bagi mereka. Dan berikanlah kepada (.w1ami-suami) mereka mahar yang le/ah mereka bayar, dan liada dosa bagimu mengawini mereka .apabi/a kamu bayar kepada mereka

mahamya. Dan janganlah kamu lelap berpegang kepada tali

(perkawinml) dengan perempuan-perempuan kqfir, dGJJ hendaklah kamu min/a mahar yang le/ah kamu ba)-<?r dan hendak/ah mereka meminla mahar yang telah mereka bayar. Demikianlah huk11111 Allah J-<?ng ditelapkanNya di anntara kamu. Dan Allah Maha Mengetahui /agi Maha

B!jaksana ".

Dalam ayal ini Allah mcmerintahkan kcpada kaum mukminin, jika mcreka didatangi olch perempuan-pcrempuan y;mg hijrah hendaklah mereka ini terlebih

'

.

dahulu bilamana terbukti keimanan mercka, maka janganlah dikembalikan kepada suami-suaminya yang masih kafir, sebab pcrcmpuan mukmin tidak halal bagi laki-laki kafir dan sebaliknya

Yang di maksud dengan mcnt,'l!JI dalam ayat ini yaitu menanyakan

alasan-alasan kedatangan rnercka bcrhijra11 ke Madinah dan zneniuggalkan suanli-sua.ini

mcrcka apakah mcrcka bcrhijrah itu adalah karcna cinta kcpada Allah dan RasuINya

dan rindu kcpada Islam. Jika demikian yang jadi niatnya maka hendaknya merdca itu

(46)

Pertimbangan dari pada ketentuan ini adalah bahwa di tangan suamilah kekuasaan terhadap istrinya, dan bagi istri wajib taat kepada perintah suarninya selama suaminya tidak mengingkari Allah SWT. dalam pengertian seperti inilah maksud dari kekuasaan suami terhadap istri, karena istri tidak punya wewenang sepe11i suarni.

Namun, melihat kondisi sekarang ini di mana gerakan emans1pas1 wanita sudah begitu tinggi untuk menentukan agar kcdudukan wanita itu sejajar dengan kaum pria dan tidak lagi berada di bawah kedudukan kaurn pria, maka tidak mustahil kaum wanitapun dapat menguasai pria. Begitu juga dalam ha! perkawinan, bi la suami istri berbeda agama dan istrinya beragama Kristen (non Islam), apalagi jika istri terrnasuk orang terpandang di rnata suaminya, maka tidaklah sulit untuk merubah aqidah suaminya dan mengikuti agarna istrinya.

Hal seperti inipun sudah banyak terjadi, bila suaminya itu kuat imannya maka dia lebih rela bercerai, dari pada harus melepaskan aqidahnya tetapi jika lelaki tersebut lemah imannya, maka suami akan mengikuti apa saja yang di minta oleh istrinya.

>

Hikmah Aturan Beda Agama dalam Islam

Dimanapun kita mendapati hokum Islam, kita akan mendapat manfaat didalamnya. Kaidah ushul fiqih mcngatakan, "Haits11111a tak11111111 as-.1ym· '11, tak111111

(47)

42

karcna Islam tidak mcnl(cnal asas manfaat. Adapun manfaat yang timbul dari bcrlakunya hukum Islam adalah hikmah yang terkandung didalamnya.

Demikian pula dengan hikmah hukum perkawinan beda agama dalam Islam. Bagi larangan yang bersifat mutlak perkawinan beda 。ァ。ュセ@ membawa dampak negatif yang sangat nyata. Dampak negatif ini juga akan menimpa perkawinan mereka yang dibolehkan sebagian ulama, yaitu perkawinan pria muslim dengan wanita ahli kitab.

L Dampak Negatif

Perkawinan bed a agama berpengaruh negatif setidaknya pada:

:.- Kondisi Keluarga

(48)

Seorang n1usli1n yang 111enikahi wanita l(ristcn barangkali 1ne1npunya1 pandangan bahwa kalau dirinya kuat menjaga iman pasti tidak akan terpengaruh

aqidah istri. Narnun demikian persoalannya tidak semudah itu. Masalah terpenting

adalah rnasalah anak. Bisakah suarni menarik semua anak-anaknya masuk Islam.

Mengapa kita rnerasa bahwa wanita Kristen itu merelakan anaknya masuk !shun ikut

agama sang suarni. Tentu mereka ada perasaan ingin rnenarik anak-anaknyake agarna

mereka, dan harus diakui istri Jebih banyak di rumah dan lebih sering bergaul dengan

anak-anak.

).- Kondisi Masyarnkat

Masyarakat yang banyak rnelakukan perkawinan beda agarna adalah

rnasyarakat yang le•nah imannya, clan rnasyarakat mu slim yang sud ah terkristenka n

keluarganya akan 1nudah dirusak. Nilai-nilai keislamarn akan hilang dalam

masyarakat. lde-ide sesat akan mudah masuk dan meracuni generasi rnudanya.

Mereka sudah tidak mengenal halal haram rneskipun barangkali agarna dalam

KTP-nya rnasih Islam. AwalKTP-nya kebebasan dan ide-icle, budaya dan kebiasaan barat akan

dipasarkan di generasi muda Islam. Kemudian イョNゥセイ・「。ォ@ tradisi kumpul antara pria

dan wanita, memamerkan anggola tubu, narkoba dan budaya kekerasan. Proyek atau

program jangka panjang ini sudah terlihal hasilnya di negcri ini.

2. Dampak Positif

(49)

44

pria muslim dengan wanita ahli kitab? Hal terscbut sepe1ti disampaikan Humaidy bin Abdul Aziz mengandung hikmah:

).- Ahli kitab tennasuk orang-orang yang paling dekat kepada petunjuk apabila c;lisampaikan bukti penjelasan kepada 111ereka sehingga besar kernungkinan cahaya Islam akan masuk kedalam sa1lubarinya, kemudian ia rnemeluk agama Islam. Inilah yang dituntut dari perkawinan it..1.

).- Boleh jadi seorang pria muslim jatuh hati kepada wanita ahli kitab dan sangat dicintainya. Sehingga andai kata dibuka jalan baginya untuk rnendapatkan apa yang diinginkannya ia bisa terjerumus ke dalarn perbuatan yang diharamkan.

).- Boleh jadi seorang muslim menetap dim suatu nege1. yang di situ tidak terdapat seorang wanita muslimah pun ia takut akhlaknya lama kelamaan akan menjadi rusak bila hiclup terus mernbujang. Maka dalam keadaan sepcrti itu ia harus ada keringanan dengan suatu alas an te1tentuuntuk menikahi wanita ahli kitab tersebujt, dengan tetap mernperhatikan segi kemaslahatan dan menekan kemaudharatan seminim mungkin.

B. Menurut Agama Kristen Katolik

(50)

kepada Allah serta menghasilkan pengkudusan manusia. 13 Jadi sekramen adalah suatu tanda lahiriyah bahwa penerimaan sekramen telah dipersatukan dengan Kristus dalam unannya.

Huh.'11111 Gereja Katolik merumuskan perkawinan sebagai: peIJanJtan perkawinan, dengan mana pria dan wanita membentuk antara mereka kebersarnaan seluruh hidup, dari sifat kodratinya terarah pada kesejahteraan suan1i istri serta pada kelahiran dan pendidikan oleh Kristus Tuhan perkawinan antara orang-orang yang di baptis di angkat kc martabat sekramen (Kan. I 055: l ). l'erkawinan juga bertujuan untuk saling melengkapi antara lak.i-laki ( suami) dengan perempuan (istri) karena satu sama lain saling membutuhkan, lalu juga untuk melaksanakan perintah Tuhan Kristus dalam Kitab Kcjadian I :28 yang berbunyi "Beranak cucu/ah dan BeHamhah

banyak,. ... ".

Dalam melaksanakan suatu pemikahan seorang pna Katolik harus mcnikah dengan seorang wanita Katolik juga. Karena dalam syarat sah perkawinan memnut agan1a Katolik adalah "kedua mempelai hams beragama Katolik" (Kan. 1086), dan juga penikahan tersebut harus dilakukan, dite!,'ltl1kan dan diberkati oleh Pcjabat GerejaM Akan tetapi meskiptm demikian, bagi mereka yang sudalt tidak mungkin dipisallkan Iagi karena cintanya sudah tcrlanjur mendalam, pejabat gereja yang berwenang yakni Uskup dapat memberikan dispensasi (pengecualian dari aturan ummu untnk suatu keadaan khusns) dcngan jalan menikahkan pemeluk-pemcluk

13 O.S, Eoh. Sh, Ms., Op. cit., 1

(51)

46

agama Katolik dengan pemeluk agama lain itu, asalkan keduanya memenuhi syara·; yang ditcntukan olch hukum gcrcja dalam Kanon 1125 yakni (I) Yang bcragama Katolik bcrjm1ji (i) akm1 · tetap setia pada iman Katolik, dan (ii) bemsaha mempennandikan dan mendidik semua anak-anak mereka secara Katolik. Sedang (2) Yang tidak beragama Katolik berjaaji antara Iain (i) menerima perkawinan secara Katolik, (ii) Tidak akm1 menceraikan pihak yang berac,•ama Katolik, (iii) Tidak akan menghalang-halangi pihak yang Katolik melaksanakan imannya, clan (iv) bersedia mendidik anak

Referensi

Dokumen terkait

Pemikiran diusung oleh para ulama dan intelektual Islam sehingga menyebabkan kebingungan di masyarakat terutama umat Islam.Oleh karena itu dalam skripsi ini

Pertimbangan hakim dalam menentukan pembuktian dan penetapan hakim dalam pemberian ijin perkawinan beda agama adalah bahwa permohonan yang diajukan oleh para

Deep interview data yang diambil dengan cara wawancara atau secara mendalam kepada informan-informan dengan harapan mendapatkan informasi yang selengkap mungkin

Mereka melakukan perkawinan di luar negeri karena di Indonesia perkawinan beda agama dilarang hal ini tersirat di dalam Pasal 2 ayat (1) UUP yang menyatakan bahwa perkawinan

Sebenarnya jika merujuk kepada sumber-sumber hukum perkawinan di Indonesia, tidak ada aturan ataupun pasal yang menyatakan hak asuh seorang ibu gugur karena

terbangun dalam hukum nasional, penulis mencoba menarasikan secara rinci perkawinan beda agama dalam sistem hukum Islam sebagaimana dalam Kompilasi Hukum Islam,

Karena pada prinsipnya kelima agama tersebut yakni; agama Islam, Kristen Protestan, Katholik, Hindu dan Budha, menentang keras tentang adanya perkawinan beda agama

Berdasarkan pasal 57 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Perkawinan campuran dimaksudkan perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum