• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran pekerja sosial terhadap biopsikososial spiritual anak tunarungu wicara di panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Bambu Apus Jakarta Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peran pekerja sosial terhadap biopsikososial spiritual anak tunarungu wicara di panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Bambu Apus Jakarta Timur"

Copied!
168
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN PEKERJA SOSIAL

TERHADAP BIOPSIKOSOSIAL SPIRITUAL

ANAK TUNARUNGU WICARA DI PANTI

SOSIAL BINA RUNGU WICARA “MELATI”

BAMBU APUS JAKARTA TIMUR

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk

Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Disusun oleh:

IKA NURJAYANTI

1110054100045

PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)

1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi sala satu persyaratan memperoleh gelar sarjana strata satu di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya

atau merupakan jiplakan karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang belaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, September 2014

Penulis

Ika Nurjayanti

(5)

i

ABSTRAK Ika Nurjayanti

Peran Pekerja Sosial Terhadap Biopsikososial Spiritual Anak Tunarungu Wicara Di Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” Bambu Apus Jakarta Timur.

Anak merupakan anugerah dari Allah SWT yang di dalam dirinya mempunyai harkat dan martabat sebagaimana manusia seutuhnya. Setiap orang tua pasti berharap dapat melahirkan anaknya dengan selamat dan mendapatkan anak yang sehat jasmani maupun rohani. Namun, terkadang Tuhan berkendak lain, yang lahir adalah kurang sehat, tidak sempurna atau memiliki kecacatan fisik maupun psikis. Para orang tua pastinya akan merasakan kenikmatan besar apabila mereka bisa melihat anak-anak mereka dapat tumbuh dengan sehat. Salah satu anak yang mengalami kekurangan atau abnormal adalah anak tunarungu wicara. Ketunarunguan adalah kekurangan seseorang dalam pendengaran yang mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap berbagai rangsangan terutama pada indera pendengaran dan pengecapannya. Mereka membutuhkan peranan dari orang-orang yang berkompeten di bidangnya, yaitu pekerja sosial. Salah satu lembaga yang peduli terhadap perkembangan dan pertumbuhan anak tunarungu wicara adalah Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” Bambu Apus Jakarta Timur. Sebagai pekerja sosial perananannya terhadap klien pada pendekatan biopsikososial spiritual. Dari latar belakang tersebut penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian dan ingin mengetahui apa sajakah peranan pekerja sosial dalam memberikan pelayanan biopsikososial spiritual terhadap anak tunarungu wicara.

Dalam penulisan skripsi ini, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu penggambaran secara akurat sesuai kondisi sebenarnya atas apa adanya. Teori yang digunakan sebagai mengkaji adalah teori biologi, psikososial, spiritual untuk anak tunarungu wicara. Tekhnik analisis datanya adalah deskriptif.

Peran yang terlihat dan sering digunakan adalah peranan sebagai

pendidik (educational) dan tenaga ahli (expert). Kondisi biopsikososial

spiritual anak tuna rungu wicara yang berada di Panti Sosial Bina Rungu

Wicara “Melati” Jakarta Timur memiliki kondisi biologis yang normal berat

badan dan tinggi badan yang normal. Kodisi psikososial anak tunarungu

wicara mereka cenderung memiliki emosi yang lebih tinggi dibanding anak

normal. Secara spiritual anak tunurungu wicara sudah mengenal Tuhannya

(6)

ii

KATA PENGANTAR

Assamu’alaikum Wr.Wb

Bismillahirhmanirohim dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur alhamdulillahi robbil alamin, puji syukur atas rahmat dan pertolongan Allah SWT yang telah memberikan kesehatan dan kepada kita semua hingga salawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada baginda Rasullullah SAW sebagai suri tauladan kita menuju jalan yang diridhoi Allah SWT.

Berkat rahmat dan ridho Allah SWT penyusunan skripsi ini dapat

terselesaikan dengan judul “PERAN PEKERJA SOSIAL TERHADAP

BIOPSIKOSOSIAL SPIRITUAL ANAK TUNARUNGU WICARA DI PANTI SOSIAL BINA RUNGU WICARA “MELATI” (PSBRW

“MELATI”) BAMBU APUS JAKARTA TIMUR.”

(7)

iii

Dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini, penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak yang telah memberi banyak dukungan, baik dukungan moril maupun materil. Dengan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan.

Ucapan terimakasih tersebut kepada :

1. Pertama-tama saya panjatkan puji dan syukur kepada Allah SWT yang

telah memberikan kesehatan dan pemikiran yang jernih kepada penulis, karena berkat rahmat, hidayah serta pertolongannya skripsi ini dapat terselesaikan, karena penulis sadar tanpa rahmat dan hidayahnya, penulis bukanlah apa-apa.

2. Yang terhormat dan yang terkasih Ayahanda Suroso dan Ibunda

Nurzaidah, serta adiku tersayang Ari Dwi Prasetyo yang telah mencurahkan cinta dan kasih sayangnya, memberikan support doa baik materil maupun imateril, bimbingan, dorongan, motivasi serta perhatiannya. Semoga Allah SWT selalu mencurahkan karunia dan nikmat yang tiada henti sebagai balasan yang telah diberikan kepada penulis.

3. Bapak Dr. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Dakwah dan

(8)

iv

dan perhatiannya kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini sampai selesai.

4. Ibu Siti Napsiah Ariefuzzaman, MSW dan Bapak Ahmad Zaki, M.Si

sebagai ketua Jurusan Kesejahteraan Sosial dan Sekretaris Jurusan Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Seluruh Dosen Staff Pengajar Fakultas Dakwah dan iImu Komunikasi

yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat sebagai bekal untuk meraih cita-cita di masa depan.

6. Kepada Bapak dan Ibu Pimpinan Perpustakaan Utama dan

Perpustakaan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah membantu penulis dengan menyediakan bahan-bahan dalam mengerjakan skripsi.

7. Ibu Tri Sukreni selaku ketua Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” yang telah memberikan izin serta memberikan informasi penulis dalam melakukan penelitian, Ibu Yuyun Susilawati selaku Koordinator Pekerja Sosial di Panti Sosial Bina Rungu Wicara atas bimbingan, arahan, serta motivasinya selama penulis melakukan penelitian.

8. Ibu Sunarni, Ibu Suminah, Bapak Sulis, Ibu Yani, Ibu Isti, Ibu Sri

(9)

v

9. Untuk Seluruh Para Penerima Manfaat di Panti Sosial Bina Rugu

Wicara “Melati” yang telah membantu dan menemani penulis selama

peulis melakukan penelitian sehingga penulis mendapatkan ilmu baru yaitu bisa menggunakan bahasa isyarat.

10.Untuk Keluarga besarku terkhusus tante May, serta sepupuku yang

paling kece Mas Riski, adek M.Ikraam, Satrio Hutama Meyza, Thariq Pratama, serta sepupu lainnya yang selalu memberikan motivasi, selalu menjadi mood booster dan mengingatkan penulis untuk segera menyelesaikan skripsi.

11.Para kesayanganku sahabat-sahabat yang cantik yang senantiasa

menemani penulis, memberikan motivasi, mencari buku bersama-sama dari cuaca panas hingga hujan, menghibur penulis di kala sedih maupun senang (Pipit Febrianti, Siti Jumartina, Isnaniyah, Fifi Nurmagfirah, Shabrina Dwi Pitarini, Chaerani Amalia, Delli Wani Utami, Nadia Syafrina dan Intan Mayzura).

12.Sahabat-Sahabat Praktikum 1 PSMP “Handayani” dan Praktikum II

Lebak Banten Desa Wantisari (Vinasti, Reizki Riyadi, Ihsan, Gina Rainyssa, Ma’mur Rizki, Dinda, M. Haviz, Risdiyanto, Bangkit).

13.Sahabat kece sejak di SMKN 28 sampai kuliah yang selalu setia

(10)

vi

kawan bersendagurau dan bermain bersama di UIN (Lusi Melani, Farid Al Machzummi, Bani Fauziah Jehan dan Dysa Restiani)

14.Teman-teman, adik-adik serta kakak-kakak SKETSA (Komunitas

Edukasi Seni Tari Saman Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi), dan VOC (Voice Of Communication Fak Dakwah dan Ilmu Komunikasi) yang telah memberikan semangat, serta doanya hingga terselesaikannya skripsi ini, sukses terus untuk LSO Sketsa dan Voc semoga semakin jaya selalu.

15.Teman-teman Kesejahteraan Sosial angkatan 2010 yang telah berbagi

ilmu, melalui hari-hari belajar bersama, serta senior dan junior Kesejahteraan Sosial yang telah memberikan support dan semangat.

16.Untuk teman yang lebih dari sahabat yakni Putera Mahesa

Kusumawardhana, terimakasih untuk waktu, tenaga, kasih sayang serta supportnya yang telah diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini sehingga dapat memacu dan menyemangati penulisan ini.

17.Terakhir kepada seluruh pihak yang telah membantu dan berpartisipasi

dalam penulisan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Dengan tidak mengurangi rasa hormat, penulis mengucapkan banyak terimakasih.

Akhirnya atas kesemuanya ini, penulis mendo’akan semoga Allah

(11)

vii

yang mebaca skripsi ini dan harapan penulis semoga penulisan skripsi ini ada manfaat baik untuk fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, maupun bagi

masyarakat pada umunya. Amin yaa robbal alamin

Ciputat, September, 2014

Penulis

(12)

viii

KATA PENGANTAR...ii

DAFTAR ISI...viii

DAFTAR TABEL...xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah...1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah...6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian...7

D. Metode Penelitian...8

E. Tinjauan Pustaka...20

F. Sistematika Penulisan...22

BAB II LANDASAN TEORI A. Peran...24

1. Pengertian Peran...24

2. Tinjauan Sosiologi Tentang Peran...24

B. Pekerja Sosial...25

1. Pengertian Pekerja Sosial...26

2. Fungsi dan Tugas Pekerja Sosial...28

3. Peranan Pekerja Sosial...29

4. Prinsip-prinsip Pekerja Sosial...34

(13)

ix

C. Teori Biologis...47

D. Psikososial...48

1. Fase-fase Perkembangan Psikososial...49

2. Perkembangan Emosi Anak Tunarungu Wicara...53

3. Perkembangan Sosial Anak Tunarungu Wicara...54

4. Faktor-faktor Psikososial...56

E. Spiritual...58

F. Anak Tunarungu Wicara...60

1. Karakteristik Tunarungu...61

2. Klasifikasi Tunarungu...63

BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Kelembagaan Panti...66

1. Latar Belakang...66

2. Visi Misi...66

3. Motto dan Maklumat...67

4. Tugas...67

5. Fungsi...67

6. Struktur Organisasi...68

7. Sasaran Garapan...69

8. Kapasitas Tampung...69

9. Syarat Penerimaan...70

(14)

x

2. Pelaksanaan Program Rehabilitasi Sosial...85

BAB IV PERAN PEKERJA SOSIAL TERHADAP BIOPSIKOSOSIAL SPIRITUAL ANAK TUNARUNGU WICARA DI PANTI SOSIAL BINA RUNGU WICARA MELATI BAMBU APUS JAKARTA TIMUR A. Identitas Informan...86

1. Informan Penerima Manfaat “N”...86

2. Informan Penerima Manfaat “Y”...89

3. Informan Orang Tua Penerima Manfaat “NM”...91

B. Peran Pekerja Sosial Terhadap Biopsikososial Spiritual...92

1. Peran Pekerja Sosial Terhadap Biologis Anak Tunarungu Wicara...93

2. Peran Pekerja Sosial Terhadap Psikososial Anak Tunarungu Wicara...98

3. Peran Pekerja Sosial Terhadap Spiritual Anak Tunarungu Wicara...116

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan...120

B. Saran-saran...124

DAFTAR PUSTAKA...126

(15)

xi

Tabel 1.1. Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial ODK Tahun

2012...2

Tabel 1.2. Sumber Data Primer...11

Tabel 1.3. Identitas Informan Utama...12

(16)

1

A. Latar Belakang Masalah

Anak merupakan salah satu anugerah dari Allah SWT, untuk itu tidak boleh disia-siakan serta harus dijaga dan dipelihara dengan sebaik-baiknya yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Menurut Sobur (1988), mengartikan anak sebagai orang yang mempunyai pikiran, sikap, dan minat yang berbeda dengan orang dewasa dengan segala keterbatasan. Selain itu anak merupakan bagian dari keluarga, dan keluarga memberikan kesempatan bagi anak untuk belajar tingkah laku yang penting untuk perkembangan yang cukup baik dalam kehidupan bersama yang

nantinya mereka juga menjadi generasi penerus bagi orang tuanya.1

Pada abad keduapuluh, hampir di semua masyarakat Barat, disabilitas telah dihubungkan dengan kekurangan pikiran dan tubuh, yaitu meliputi orang pincang, duduk di kursi roda, menjadi korban keadaan seperti kebutaan, kekurangan pendengaran, sakit jiwa dan gangguan jiwa. Orang-orang yang memiliki kekurangan biasanya sangat tergantung kepada keluarga, teman, dan

pelayanan sosial yang kadang berlebihan ditempatkan dalam sebuah lembaga.2

Sebagian besar dari penyandang cacat tersebut adalah mereka yang masih dikategorikan anak. Anak-anak butuh perhatian khusus terlebih lagi keadaan sosial mereka masih sangat rentan mendapatkan diskriminasi dari

1Dunia Psikology, “Pengertian Anak” artikel diakses pada

18 Februari 2014 dari http://www.duniapsikology.com/pegertian-anak-sebagai-makhluk-sosial/.html

2

(17)

lingkungan mereka yang tergolong normal, keluargalah yang berperan penting dalam perkembangan sosial anak agar menjadi pribadi yang baik di masa depannya. Setiap anak juga memiliki Hak Asasi Manusia termasuk di dalamnya anak berkebutuhan khusus mereka juga diakui oleh masyarakat Bangsa-bangsa di dunia dan merupakan landasan bagi kemerdekaan, keadilan dan perdamaian di seluruh dunia. Diakui dalam masa pertumbuhan secara fisik dan mental, anak membutuhkan perawatan, perlindungan yang khusus, serta

perlindungan hukum baik sebelum maupun sesudah lahir.3

Jumlah disabilitas tahun 2012, menurut usia yakni sebagai berikut : Tabel 1.1.4

Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial Orang Dengan Kecacatan Tahun 2012

Dari perkembangan data di atas, terdapat jumlah penyandang tunarungu pada tahun 2012 menurut Bappenas data penyandang masalah

3

Syamsu Yusuf, Psikology Perkembangan Anak dan Remaja (Bandung: Penerbit PT Remaja Rosdakarya, Januari 2011), h. 36.

4

(18)

kesejahteraan sosial orang dengan kecacatan, usia sekolah yakni <18 Thn, tercatat 7.632 Jiwa Apabila melihat dari data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial tersebut, dapat terlihat bahwa penyandang disabilitas tunarungu wicara menurut usia <18 Thn di Indonesia masih terhitung banyak, dan berada pada peringkat ke empat dari enam kategori Orang Dengan Kecacatan. Dan apabila dilihat dari kategori usia orang dengan kecacatan rungu wicara, pada usia <18 Thn berada pada urutan kedua di bawah usia 25-55 Thn.

Orang dengan kecacatan rungu wicara adalah seseorang yang menurut ilmu kedokderan dinyatakan mempunyai kelaianan atau gangguan pada fungsi pendengaran dan bicara, sehingga tidak dapat melakukan komunikasi secara

wajar.5 Setiap orang tua pasti berharap dapat melahirkan anaknya dengan

selamat dan mendapatkan anak yang sehat jasmani maupun rohani. Namun, terkadang Tuhan berkendak lain, yang lahir adalah kurang sehat, tidak sempurna atau memiliki kecacatan fisik maupun psikis. Para orang tua pastinya akan merasakan kenikmatan besar apabila mereka bisa melihat anak-anak mereka dapat tumbuh dengan sehat, dapat berkomunikasi dengan baik di lingkungan sekitarnya serta tanggap terhadap keadaan di lingkungan sekitarnya agar ia dapat berinteraksi dengan orang-orang di sekitarnya.

Anak-anak tunarungu wicara yang secara fisik jasmani memang terlihat seperti anak-anak normal di luar sana, mereka juga diharapkan menjadi anak yang cerdas dalam meraih prestasi belajar di dunia pendidikan

5

(19)

dan nantinya di dunia kerja. Manusia sebagai makhluk sosial selalu memerlukan kebersamaan dengan orang lain, demikian pula dengan anak tunarungu wicara ia tidak terlepas dari kebutuhan tersebut. Akan tetapi karena mereka memiliki kelainan dalam segi kesehatannya, biasanya akan

menyebabkan suatu kelainan dalam penyesuaian diri terhadap lingkungannya.6

Setiap manusia yang diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa telah memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Begitu juga dengan anak yang memiliki keterbatasan khusus seperti tunarungu wicara, mereka sering dipandang sebelah mata, karena mereka tidak dapat berkomunikasi dengan baik di lingkungannya. Di samping keterbatasan yang mereka miliki

mereka juga dianugerahi kelebihan–kelebihan yang luar biasa dan bermanfaat

bagi lingkungan sekitarnya. Tergantung bagaimana mereka mendapatkan bimbingan dan arahan dari orang-orang sekitarnya serta stimulus yang positif yang didapat dari orang-orang sekitarnya. Bimbingan dan arahan tersebut dapat menstimulus terhadap kelebihan yang ia miliki. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa anak tunarungu wicara sangatlah membutuhkan pendamping yang bisa membuat mereka merasa aman dalam melakukan aktifitasnya, dalam menghadapi situasi sosial yang ada yang mana mereka memiliki keterbatasan di dalam situasi tersebut. Seseorang pendamping yang profesional yang mendampingi klien di suatu panti sosial dalam program rehabilitasi sosialnya adalah Pekerja sosial.

Anak-anak Disabilitas juga mendapatkan perlindungan khusus. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang penyandang cacat

6

(20)

menyebutkan bahwa pada BAB 1 Ketentuan Umum Pasal 1 sebagai berikut : Penyandang cacat adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik, dan/atau mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan secara selayaknya, yang terdiri dari : (a.) penyandang cacat fisik, (b.) Penyandang cacat mental, (c.) Penyandang cacat

fisik dan mental. 7 Selanjutnya pada BAB III Hak dan Kewajiban Pasal 5

sebagai berikut setiap penyandang cacat mempunyai hak dan kesempatan yang

sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan.8

Lalu dalam Al Qur’an dijelaskan pula dalam Surah Al Hujjurat (49:11)

 olokan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokkan) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olokan) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita yang (di perolok-olokan) lebih baik dari wanita yang (mengolok-olokkan) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri) dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman) dan barang siapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah adalah orang-orang yang zalim.”

Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” merupakan salah satu Unit

Pelayanan Tekhnis di bawah naungan Kementerian Sosial Republik Indonesia panti sosial ini yang menaungi penyandang disabilitas tunarungu wicara. Berdasarkan pada Keputusan Menteri Sosial RI Nomor : 40/HUK/2004

7

Undang-Undang RI Nomor 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat Pasal 1 BAB 1

8

(21)

tentang prosedur kerja panti sosial di lingkungan Departemen Sosial RI. Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” juga memiliki staf-staf yang

berkompeten, profesi pekerja sosial yang merupakan peranan yang dibutuhkan dalam memecahkan masalah yang dihadapi para penyandang disabilitas. Berdasarkan latar belakang dan alasan yang telah dijelaskan di atas peneliti

tertarik untuk meneliti mengenai “Peran Pekerja Sosial Terhadap

Biopsikososial Spiritual Anak Tunarungu Wicara Di Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” Bambu Apus Jakarta Timur.”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Pekerja sosial merupakan kegiatan profesional yang membantu individu, kelompok ataupun masyarakat, untuk meningkatkan dan memperbaiki kemaampuan mereka dalam berfungsi sosial serta menciptakan kondisi masyarakat yang memungkinkan mereka mencapai tujuan. Fokus pekerjaan sosial adalah relasi sosial antara klien (Individu,

kelompok, dan masyarakat) dengan lingkungan sosial.9 Besarnya tugas

dan tanggung jawab serta peran pekerja sosial mendorong peneliti untuk melakukan penelitian serta pengkajian tentang bagaimana peranan pekerja sosial dalam perkembangan biopsikososial spiritual anak tunarungu

wicara di Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” Bambu Apus Jakarta

Timur. Pembatasan masalah ini difokuskan pada masalah yang diteliti, karena keterbatasan waktu, tenaga, dan dana peneliti. Peneliti batasi pada

9

(22)

masalah peran pekerja sosial terhadap biopsikososial spiritual anak tunarungu wicara.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan Pembatasan masalah dalam penelitian peran pekerja sosial terhadap biopsikososial spiritual anak tunarungu wicara di atas maka perumusan masalah sebagai berikut :

Bagaimana peran pekerja sosial terhadap biopsikososial spiritual anak

tunarungu wicara di Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” Bambu

Apus Jakarta Timur ?

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian a. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui peran atau tugas pekerja sosial dalam

perkembangan biopsikososial spiritual anak tunarungu wicara di Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” Bambu Apus Jakarta Timur.

b. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian yang peneliti lakukan ini diharapkan akan memberikan manfaat dari berbagai pihak-pihak berikut:

1. Manfaat Akademik

Secara teoritis hasil penelitian diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran dalam rangka kajian akademis anak-anak

disabilitas (tunarungu wicara) khususnya di bidang

(23)

a. Memberikan masukan atau saran kepada para pekerja sosial dalam menjalankan kewajibannya/tugas/peran di Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” Bambu Apus Jakarta

Timur.

b. Memberikan Masukan pada lembaga-lembaga dalam

mengimplementasikan kebijakan sehingga tercipta iklim yang kondusif bagi para pekerja sosial untuk menjalankan perannya secara efektif dan efisien.

E. Metode Penelitian 1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, yaitu pengamatan, wawancara, dan penelaahan dokumen. Menurut Borgan dan Taylor dalam buku Moleong, metode kualitatif adalah prosedur penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari

orang-orang dan perilaku diamati.10 Dalam hal ini yang diteliti adalah

Peran Pekerja Sosial Terhadap Biopsikososial Spiritual Anak

Tunarungu Wicara Di Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” Bambu

Apus Jakarta Timur.

Metode kualitatif digunakan karena beberapa pertimbangan. Pertama, menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan jamak. Kedua, metode ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dan informan. Ketiga,

10

(24)

metode ini lebih peka dan dapat menyesuaikan diri dan banyak pengaruh bersama terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.

Penelitian kualitatif dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada. Biasanya dimanfaatkan untuk wawancara,

pengamatan, dan pemanfaatan dokumen.11 Peneliti memilih pendekatan

kualitatif dalam melakukan penelitian karena berharap dengan menggunakan pendekatan kualitatif, didapatkan hasil penelitian yang menyajikan data yang akurat, dan digambarkan secara jelas dari kondisi sebenarnya.

2. Jenis Penelitian

Dilihat dari jenis penelitian, maka penelitian ini adalah deskriptif.

Pada jenis penelitian deskriptif, data yang dikumpulkan berupa kata-kata,

gambar-gambar dan bukan angka-angka. Dengan demikian, laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut. Data tersebut berasal dari naskah wawancara secara lapangan, catatan atau memo, video-tape, dokumentasi lainnya dan

dokumen resmi lainnya.12

3. Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu penelitian ini dimulai sejak bulan Mei 2014 tepatnya

tanggal 5 Mei 2014 hingga tanggal 26 Juni 2014. Adapun tempat penelitiannya di Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” Bambu Apus

Jakarta Timur. Intensitas peneliti melakukan penelitian dilakukan tepatnya

11

M. Djunaidi Ghoniy & Fauzan Almansyur, Metodelogi Penelitian Kualitatif, (Depok: Ar-Ruz Media, 2012), h.26-27.

12

(25)

seminggu empat kali yang dimulai dari hari Senin-Kamis, dan dilakukan dari jam 09.00-16.00 WIB.

4. Tekhnik dan Penelitian Subjek Penelitian

Sesuai dengan karakteristik penelitian kualitatif, dalam memilih

informan ini peneliti mengunakan tekhnik Purposive Sampling dipilih

(26)

(Tabel 1.2.) pekerja sosial Panti Sosial

Bina Rungu Wicara

3. Orangtua penerima manfaat

(27)

Identitas Informan Primer Utama

Pemakaman Pekan Baru Provinsi Riau.

Pada tahun 2009 bulan Februari awal. Dipindah tugaskan ke Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” dan menjadi staff, setelah itu pada tahun 2013 diangkat menjadi Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial.

pertama bertugas di Panti Narkotika di Lembang.

Dipindah tugaskan pada tahun 1994 ke panti Gelandangan Pengemis. Pada tahun 2010 dipindah tugaskan ke PSBRW “Melati”

(28)

Pengalaman bekerja Pengalaman bekerja 33 tahun. beliau bertugas di Panti Sosial Karya Wanita Pasar Rebo dan bertuga di

Pendidikan Terakhir S1 Kesejahteraan Sosial Widuri

Pengalaman Bekerja Pernah bekerja di Sekolah Luar Biasa

(29)

Nama Lengkap

Pengalaman kerja Pernah di Kamdepsos Bengkalip

provinsi Riau, dari tahun 1987-2000.

Pendidikan terakhir SMPSN (Sekolah Menengah Pekerja

Sosial Negeri Jakarta)

Pendidikan Terakhir S1 STKS Bandung

Pengalaman Bekerja Sebelum bertugas di PSBRW

(30)

Jenis Kelamin Perempuan

Umur 16 Tahun

Agama Islam

Tanggal Masuk PSBRW “Melati” 26 Juni 2013

Profil Orang Tua Penerima Manfaat

Nama Inisial NM

Data sekunder, diperoleh melalui catatan/dokumentasi di

Panti Sosial Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” Jakarta

Timur.

Adapun untuk pelaksanaan penelitian ini, teknik

pengumpulan data yang akan dilaksanakan adalah melalui:

a) Observasi, observasi merupakan tekhnik pengumpulan data

yang mengharuskan peneliti turun ke lapangan mengamati hal-hal yang berkaitan dengan ruang, tempat, pelaku, kegiatan, benda-benda, waktu, peristiwa, tujuan dan perasaan. Metode ini sangat baik untuk mengamati perilaku subjek dalam lingkungan

(31)

atau ruang dalam waktu tertentu.14 Dalam penelitian ini peneliti menggunakan bentuk observasi terus terang atau samar. Dengan demikian peneliti melakukan pengumpulan data menyatakan terus terang kepada subjek penelitian sebagai sumber data, bahwa dia sebagai peneliti sedang melakukan penelitian.

b) Interview atau wawancara, dalam tekhnik ini lebih menekankan

pada tekhnik wawancara, khususnya wawancara mendalam (depth interview). Tekhnik ini merupakan tekhnik pengumpulan data yang khas penelitian kualitatif. Untuk memahami persepsi, perasaan dan pengetahuan orang-orang adalah dengan

wawancara yang mendalam dan intensif.15 Pada tekhnik

wawancara yang dilakukan oleh peneliti untuk memperoleh data dari berbagai narasumber seperti Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial, Kepala Koordinator Pekerja Sosial, Pekerja Sosial, Psikolog, Guru Bimbingan Agama Islam, Pengasuh dan Orang tua Penerima manfaat.

c) Dokumentasi, yaitu peneliti menyelidiki benda-benda tertulis

seperti : buku-buku, brosur, foto-foto, dan lain sebagainya seperti Buku Profile Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati”,

foto-foto kegiatan, ruangan dan tampak depan Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati, foto bersama dengan para pekerja sosial yang terkait dan para pegawai PSBRW “Melati.”

14

M. Djunaidi Ghoniy & Fauzan Almansyur, Metodelogi Penelitian Kualitatif, h. 165.

15

(32)

5. Tekhnik Pencatatan Data

Penelitian yang biasa digunakan adalah catatan lapangan

(data lapangan). Catatan lapangan (data) merupakan catatan yang dibuat oleh peneliti sewaktu mengadakan wawancara terbuka (para subyek penelitian tahu bahwa mereka sedang diwawancarai dan mengetahui pula maksud dan tujuan wawancara itu) atau menyaksikan kejadian tertentu. Catatan yang dibuat di lapangan sangat berbeda dengan catatan lapangan. Catatan itu berupa corat coretan seperlunya yang betul-betul dipersingkat, berisi kata-kata kunci, frasa, pokok-pokok isi pembicaraan atau percakapan, hasil pengamatan berupa gambar, sketsa, sosiogram, diagram dan sebagainya. Catatan itu baru berubah ke dalam bentuk catatan yang lengkap dan disebut catatan lapangan setelah peneliti tiba rumah tempat tinggal. Proses itu dilakukan setiap kali selesai mengadakan pengamatan atau wawancara.

Catatan lapangan, adalah catatan tertulis tentang apa yang

(33)

relatif sederhana dan secara garis besar sehingga data atau

informasi saat itu tidak hilang dari ingatan peneliti.16

Berdasarkan pada konteks tersebut, maka penelitian

menggunakan tekhnik pencatatan data, dengan mencatat data yang didapat dari hasil penelitian di lapangan, baik itu berasal dari hasil wawancara (penerima manfaat) dan menyaksikan kejadian tertentu. Kemudian dilengkapi dan disempurnakan apabila sudah di tempat tinggal.

6. Tekhnik Analisis data

Data yang ada dianalisis dengan cara Analisis data dalam

penelitian kualitatif secara teoritis merupakan proses penyusunan data untuk memudahkan penafsirannya. Analisa data pada penelitian kualitatif dilakukan melalui pengamatan data secara logis dan sistematis dan analisis data itu dilakukan sejak awal peneliti terjun ke lokasi penelitian hingga pada akhir penelitian (pengumpulan data). Data yang dikumpulkan dalam penelitian kualitatif biasanya berbentuk data deskriptif, yaitu data yang berbentuk uraian yang memaparkan keadaan obyek yang diteliti berdasarkan fakta-fakta aktual atau sesuai kenyataannya sehingga menuntut penafsiran peneliti yang dinyatakan oleh sasaran penelitian yang bersangkutan secara tertulis atau lisan, dan perilaku nyata. Yang diteliti dan dipelajari adalah obyek penelitian yang utuh.

16

(34)

Pengolahan data dilakukan berdasarkan pada setiap perolehan data dari hasil observasi, wawancara dengan tiap-tiap informan dan studi dokumentasi untuk direduksi, dideskripsikan, dianalisis, dan kemudian ditafsirkan. Prosedur analisis terhadap masalah tersebut lebih difokuskan pada upaya menggali fakta

sebagaimana adanya (natural setting), dengan teknik analisis

pendalaman kajian. Untuk memberikan gambaran data tentang hasil penelitian. Dalam penulisan skripsi ini peneliti menyajikan data deskriptif mengenai Peran Pekerja Sosial terhadap Biopsikososial Spiritual Anak Tunarungu Wicara di Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” Bambu Apus Jakarta Timur.

7. Tekhnik Penulisan

Adapun dalam penulisan skripsi ini, peneliti berpedoman pada buku “pedoman penulisan karya ilmiah skripsi, tesis, dan disetasi”,

yang diterbitkan oleh Centre For Quality Development And

Assurance (CeQDA), UIN Jakarta Press Tahun 2007. 8. Keabsahan Data

Tekhnik pemeriksaan keabsahan data dalam penelitian ini memilih kriteria sebagai berikut :

a) Ketekunan pengamatan, ketekunan pengamatan bermaksud

(35)

maksudnya peneliti hanya memusatkan dan mencari jawaban

sesuai dengan rumusan masalah aja.17

b) Kriterium kepastian, menurut Scriven yaitu masih ada unsur

“kualitas” yang melekat pada objektifitas. Hal itu digali dari

pengertian bahwa jika sesuatu itu objektif, berarti dapat dipercaya,

faktual dan dapat dipastikan.18 Dalam hal ini peneliti dapat

membuktikan data-data ini terpercaya yaitu dengan data-data yang di dapat dari hasil wawancara terhadap subjek penelitian. Adapun dari segi faktual, adalah melihat perannya Pekerja sosial dalam terhadap biopsikososial spiritual anak tunarungu wicara di Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” Jakarta Timur. Dalam hal ini

peneliti dapat memastikan, bahwa kepastian peran Pekerja sosial terhadap biopsikososial spiritual anak tunarungu wicara melalui

hasil wawancara terhadap subjek penelitian.19

F. Tinjauan Pustaka

Setelah penulis melakukan studi kepustakaan, terdapat buku dan beberapa artikel dari internet yang berhubungan dengan peran pekerja sosial dan anak tunarungu wicara, melalui pendekatan komprehensif.

Penulis juga melakukan studi kepustakaan terhadap beberapa skripsi terdahulu yang berkaitan dengan permasalahan terutama yang melakukan penelitian mengenai peran pekerja sosial, biopsikososial

spiritual dan di Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati”:

17

M. Djunaidi Ghoniy & Fauzan Almansyur, Metodelogi Penelitian Kualitatif, h. 321.

18

(36)

1. Peran Pekerja Sosial Dalam Penanganan Rehabilitasi Psikososial Korban Trafficking (Studi Kasus Pada Dua Korban Trafficking di Rumah Perlindungan dan Trauma Center Bambu Apus Jakarta Timur) skripsi ini mengkaji mengenai peran pekerja sosial dalam pelayanan rehabilitasi psikososial korban trafficking. Oleh

Hanifah Sya’adillah. Jurusan Kesejahteraan Sosial. Fakultas Ilmu

Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Lulusan 2014. Perbedaannya terletak pada objek dan lokasi penelitiannya, yang menyamakan dengan skripsi penulis terletak pada subjek penelitiannya.

2. Analisis Biopsikososial Spiritual Seorang Anak Hipospadia dan

Attention Defisit Hyperactive Disorder (ADHD di Yayasan Sayap Ibu (YSI) Bintaro. Oleh: Tri Nugrahaning Martiwi. Jurusan Kesejahteraan Sosial. Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Lulusan 2013. Skripsi ini mengkaji mengenai Analisis Biopsikososial Spiritual, perbedaannya terletak pada subjek dan lokasi penelitiannya, dan persamaannya terletak pada objek penelitian.

3. Pelaksanaan Bimbingan Dalam Meningkatkan Kreativitas Anak

(37)

konseling dalam meningkatkan kreatifitas anak tunarungu, kedua apa saja metode atau tekhnik bimbingan yang digunakan dalam meningkatkan kreatifitas anak tunarungu, ketiga apa saja hasil kreatifitas anak tunarungu di panti sosial bina rungu wicara melati setelah diberi bimbingan, keempat apa faktor penghambat dan penunjang bagi anak tunarungu dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling untuk meningkatkan kreatifitasnya. Perbedaan terletak pada subjek dan objek penelitian. Dan persamaannya terletak pada lokasi penelitian.

G. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah penelitian skripsi ini, maka peneliti membuat sistematika penulisan dalam beberapa bab, yaitu:

BAB I Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodelogi penelitian, tinjauan pustaka, sistematika penulisan.

(38)

tunarungu wicara, karakteristik tunarungu wicara, klasifikasi tunarungu.

BAB III Gambaran Umum yang terdiri dari kelembagaan panti (latar belakang berdirinya panti, visi dan misi, moto dan maklumat, tugas, fungsi, struktur organisasi, sasaran garapan, kapasitas tampung, syarat penerimaan, dan fasilitas panti), kegiatan panti (pelaksanaan tahapan proses pelayanan dan pelaksanaan program rehabilitasi sosial)

BAB IV Peran Pekerja Sosial Terhadap Biopsikososial Spiritual Anak Tunarungu Wicara di Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” Bambu Apus Jakarta Timur peran pekerja sosial dalam

perkembangan biopsikososial spiritual anak tunarungu wicara (pemaparan hasil pengamatan dan wawancara dengan sumber Primer pendukung, peran pekerja sosial terhadap biologis, peran pekerja sosial terhadap psikososial, peran pekerja sosial terhadap spiritualitas.)

(39)

24

BAB II

LANDASAN TEORITIS

A.Pengertian Peran

Peranan memiliki kata dasar dari kata peran, berbicara mengenai

peran, tentu tidak bisa dilepaskan dengan status kedudukan, kedudukan dan peranan tidak dapat dipisahkan satu sama lain, akibat hubungan saling ketergantungan atau dengan yang lainnya. Artinya tidak ada peranan tanpa kedudukan dan tidak ada kedudukan tanpa peranan. Setiap individu didalam kehidupannya mempunyai peran yang harus dijalankan, mereka mempunyai peran karena orang tersebut mempunyai status dalam masyarakat, walaupun keduanya itu berbeda antara satu dengan orang lain tersebut. Akan tetapi masing-masing darinya berperan sesuai dengan statusnya. Sedangkan definisi peran dan peranan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, peran adalah seperangkat tingkat yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat. Sedangkan definisi

peranan adalah bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan.1

2. Tinjauan Sosiologi Tentang Peran

Dilihat dari pengertian peran yang telah dijabarkan diatas, ada

hubungan yang erat sekali antara peran dengan kedudukan. Peranan (role)

merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang

1

(40)

melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka dia menjalankan suatu peranan. Keduanya tidak dapat dipisah-pisahkan karena yang satu tergantung pada pada yang lain dan sebaliknya. Tak ada peranan

tanpa kedudukan atau kedudukan tanpa peranan.2Seseorang mempunyai

peran dalam lingkungan sosial dikarenakan ia mempuyai status sosial atau kedudukan dalam lingkungan sosialnya di masyarakat. Peranan muncul akibat dari proses interaksi sosial itu sendiri, sebab tanpa interaksi sosial

maka tidak akan ada peranan.3

B. Profesi Pekerja Sosial

Pekerja Sosial merupakan suatu profesi yang baru muncul di abad ke 20. Berbeda dengan profesi lain, yang muncul lebih dulu yang mengembangkan spesifikasi untuk mencapai kematangannya, maka pekerja sosial berkembang dan dikembangkan dari berbagai spesifikasi pada berbagai lapangan praktis. Dalam sejarah perkembangannya, pengertian profesi pekerjaan sosial sendiri mengalami perkembangan. Pekerjaan sosial mengintervensi ketika seseorang berinteraksi dengan lingkungannya. Prinsip-prinsip hak-hak manusia dan keadilan sosial merupakan hal yang

fundamental bagi Pekerja Sosial.4

Elly M. Setiadi dan Usman Kolip, Pengantar Sosiologi (Pemahaman Fakta dan Gejala Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya (Jakarta: Kencana 2011), h.111-112.

4

(41)

1) Pengertian Pekerja Sosial

Tercatat ada beberapa ahli terkemuka tentang pekerjaan sosial seperti :

a) Walter A. Friedlander :Pekerja Sosial merupakan suatu

pelayanan proffesional yang prakteknya didasarkan pada pengetahuan dan keterampilam ilmiah dalam hubungan kemanusiaan yang membantu individu-individu baik secara perorangan maupun dalam kelompok untuk mencapai kepuasan dan kebebasan sosial dan pribadi.

b) Allan Pincus dan Anne Minahan: Pekerja Sosial adalah

menitikberatkan pada permasalahan interaksi manusia dengan lingkungan sosialnya sehingga mereka mampu melaksanakan

tugas-tugas kehidupan, mengurangi ketegangan, serta

mewujudkan aspirasidan nilai-nilai mereka. Jadi Pekerja Sosial dalam konteks ini melihat masalah yang dihadapi orang dengan melihat situasi sosial tempat orang tersebut berada atau terlibat.

c) Leonora Serafica de Guzman: Pekerja Sosial adalah profesi

(42)

dengan menggunakan metode pekerja sosial sehingga individu

maupun masyarakat dapat menjadi lebih baik.5

Diatas telah dikemukakan para ahli termuka, beberapa mengenai

pekerjaan sosial pun mendapatkan perhatian yang luas dari ahli Ilmuan di Indonesia, dan termasuk di dalamnya para akademisi. Pengertian Pekerja Sosial yang dikemukakannya sebagai berikut:

Pekerja Sosial adalah suatu bidang keahlian yang mempunyai

tanggung jawab untuk memperbaiki dan mengembangkan interaksi antara orang dengan lingkungan sosial sehingga tugas-tugas kehidupan mereka mengatasi kesulitan-kesulitan, serta mewujudkan aspirasi-aspirasi dan

nilai-nilai mereka.6

Profesi pekerja sosial di Indonesia belum sepopuler di

Negara-Negara berkembang, masih banyak orang yang menganggap rendah Pekerja Sosial, padahal di Negara-negara berkembang pekerja sosial telah dianggap sebagai sebuah profesi yang serius. Menjadi seorang pekerja sosial tidak semata-mata tanpa mempunyai modal keterampilan. Pekerja sosial sebagai pekerja professional harus membekali diri mereka dengan keterampilan-keterampilan khusus. Keberadaan Pekerja Sosial di Indonesia telah mendapat pengakuan dari Pemerintah Indonesia antara lain melalui Penerbitan Surat Keputusan Menteri Sosial RI Nomor : 11/ HUK/ 1989, tanggal 02 Maret 1989 tentang pendelegasian wewenang

5

Istiana Hermawati, Metode Dan Tekhnik Dalam Praktek Pekerjaan Sosial, (Yogyakarta: Adicita Karya Nusa, 2001), h. 1-4.

6

(43)

pengangkatan, pembebasan sementara, pemberhentian dan pengangkatan jabatan pekerja sosial di lingkungan Departemen Sosial. Sementara itu, definisi pekerja sosial menurut Buku Panduan Pekerjaan Sosial adalah sebagai berikut: Pekerja Sosial adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang

berwenang untuk melaksanakan pelayanan kesejahteraan sosial

dilingkungan instansi pemerintah maupun badan atau organisasi sosial

lainnya.7

Berbicara mengenai peran pekerja sosial terutama mengenai

kehidupan individu, kelompok dan masyarakat akan membawa kita kepada diskusi yang panjang. Seseorang pekerja sosial diharapkan dapat memainkan perannya yang lebih besar dari peranan yang selama ini dilakukan.

2) Fungsi dan Tugas Pekerja Sosial

Fungsi dan tugas Pekerjaan Sosial, pekerja sosial bertujuan untuk

membantu orang meningkatkan kemampuannya dalam menjalankan tugas kehidupan, memecahkan permasalahan yang dihadapi dalam berinteraksi dengan orang lain maupun sistem sumber, dan mempengaruhi kebijakan

yang ada. Dengan demikian, orang tersebut dapat mencapai

kesejahteraannya, baik sebagai individu maupun kolektif.

7

(44)

Untuk mencapai tujuan tersebut, pekerjaan sosial melaksanakan fungsi sebagai berikut :

a. Membantu orang meningkatkan dan menggunakan

kemampuannya secara lebih efektif untuk melaksanakan tugas-tugas kehidupan dan memecahkan masalah mereka.

b. Mengaitkan orang dengan sistem sumber

c. Mempermudah interaksi, mengubah dan menciptakan hubungan

baru antara orang dan sistem sumber kemasyarakatan.

d. Mempermudah interaksi, mengubah dan menciptakan relasi antar

orang dilingkungan sistem sumber.

e. Memberikan sumbangan bagi perubahan, perbaikan, serta

perkembangan kebijakan dan perundang-undangan sosial.

f. Meratakan sumber-sumber material

g. Bertindak sebagai pelaksanan kontrol sosial.8

3) Peranan Pekerja Sosial

Pekerja sosial juga memiliki peranan yang harus ia jalankan, berikut adalah peran pekerja sosial yang dikemukakan oleh Parsons, Jorgensen, dan Hernandez :

a. Fasilitator, dalam literatur pekerja sosial, peranan “fasilitator”

sering disebut sebagai “pemungkin” (enabler). Keduanya

bahkan sering dipertukarkan satu sama lain. Barker juga memberikan definisi pemungkin atau fasilitator sebagai tanggung jawab untuk membantu klien menjadi mampu

8

(45)

menangani tekanan situasional atau transisional. Peranan pekerja sosial adalah memfasilitasi atau memungkinkan klien mampu melakukan perubahan yang telah ditetapkan dan disepakati bersama.

b. Broker, Pemahaman pekerja sosial yang menjadi broker

mengenai kualitas pelayanan sosial disekitar lingkungan menjadi sangat penting dalam memenuhi keinginan kliennya memperoleh “keuntungan” maksimal. Peranan sebagai broker

mencangkup menghubungkan klien dengan barang-barang dan pelayanan dan mengontrol kualitas barang dan pelayanan tersebut.

c. Mediator, pekerja sosial sering melakukan peran mediator dalam

berbagai kegiatan pertolongannya. Peran ini sangat penting dalam paradigma generalis. Peran mediator diperlukan terutama pada saat terdapat perbedaan yang mencolok dan mengarah pada conflik antara berbagai pihak. Lee dan Swenson memberikan contoh bahwa pekerja sosial dapat memerankan sebagai “fungsi

kekuatan ketiga” untuk menjembatani antara keanggotaan

kelompok dan sistem lingkungan yang menghambatnya.

d. Pembela, sering kali pekerja sosial harus berhadapan dengan

(46)

e. Pelindung, tanggung jawab pekerja sosial terhadap masyarakat didukung oleh hukum, hukum tersebut memberikan legitimasi kepada pekerja sosial untuk menjadi pelindung terhadap orang-orang yang lemah dan rentan. Dalam melakukan peran sebagai

pelindung (guardian role), pekerja sosial bertindak berdasarkan

kepentingan korban, calon korban, dan populasi yang beresiko lainnya.9

Selanjutnya peranan pekerja sosial antara lain :

a. Peranan sebagai pemungkin (enabler role), peranan sebagai

pemungkin adalah yang paling sering digunakan dalam profesi pekerjaan sosial, karena peranan ini diilhami oleh konsep pemberdayaan dan difokuskan pada kemampuan, kapasitas, dan kompetensi klien atau penerima pelayanan untuk menolong dirinya sendiri pekerja sosial berperan membantu untuk menentukan kekuatan dan unsur yang ada di dalam diri korban sendiri termasuk untuk menghasilkan perubahan yang diingikan atau mencapai tujuan yang dikehendaki korban. Jadi peranan pekerja sosial adalah berusahamemberikan peluang agar kepentingan dan kebutuhan klien atau penerima manfaat tidak terhambat.

b. Peranan sebagai perunding (conferee role), peranan sebagai

perunding adalah peranan yang diasumsikan ketika pekerja sosial dan klien mulai bekerja sama. Keterampilan yang

9

(47)

diperlukan pada peranan perunding adalah keterampilan umum yang digunakan dalam pekerja sosial, seperti keterampilam

mendengarkan, probling, penguatan/refleksi dan lain-lain.

c. Peranan sebagai inisiator (Inisiator role), peranan sebagai

inisiator, Zastrow menyebut sebagai “peranan yang memberikan

perhatian pada masalah atau hal-hal yang berpotensi untuk jadi masalah.” Oleh karena itu, sebagai seorang inisiator pekerja

sosial berupaya memberikan perhatian pada isu-isu ini tidak akan muncul atau menarik perhatian petugas lain sebelum ada yang memunculkan. Disinilah peranan pekerja sosial sebagai inisitor untuk menyadarkan badan/lembaga/panti sosial bahwa ada masalah yang terjadi di lingkungan mereka.

d. Peranan sebagai negosiator (negosiator role), pekerja sosial

dimaksudkan sebagai suatu aktifitas professional untuk

membantu individu, kelompok dan komunitas untuk

(48)

sosial dalam lingkungan dan keahlian yang mereka mimiliki dalam perilaku manusia dan pengembangan sosial masyarakat dan budaya organisasi, dan interaksi yang terjadi antara faktor-faktor.

e. Peranan sebagai konselor/atau therapist, terdapat kecendrungan

untuk lebih memandang pekerja sosial sebagai seorang therapist dari pada seorang konselor. Konselor melaksanakan konseling, sedangkan therapist melaksanakan psikoterapi. Konseling merujuk pada proses dimana kelayan diberi kesempatan untuk mengeksplorasi diri yang bisa mengarah pada peningkatan kesadaran dan kemungkinan kita memilih. Proses konseling berjangka pendek, berfokus pada masalah-masalah, dan membantu individu dalam menyingkirkan hal-hal yang menghambat pertumbuhannnya. Dengan konseling individu juga dibantu untuk menemukan sumber-sumber pribadi agar bisa hidup lebih efektif.

(49)

krisis-krisis kehidupan ketimbang hanya berurusan dengan

usaha mengatasi krisis kehidupan tertentu.10

f. Peran Sebagai Tenaga ahli (expert), dalam kaitannya sebagai

tenaga ahli, pekerja sosial dapat memberikan masukan, saran, dan dukungan informasi dalam berbagai area (individu-individu, kelompok-kelompok dan masyarakat).

g. Peranan sebagai pendidik (Educational), Pekerja sosial

memainkan peranan dalam penentuan agenda, sehingga tidak hanya membantu pelaksanaan proses peningkatan peningkatan produktivitas akan tetapi lebih berperan aktif dalam memberikan masukan dalam rangka peningkatan pengetahuan, keterampilan serta pengalaman bagi individu-individu, kelompok-kelompok dan masyarakat. Peran pendidikan ini dapat dilakukan dengan

peningkatan kesadaran, memberikan informasi,

mengkonfrontasikan, melakukan pelatihan bagi

individu-individu, kelompok-kelompokdanmasyarakat.11

4) Prinsip-Prinsip Pekerja Sosial

Dalam teori Midgey untuk ke semua praktik pekerja sosial

tersusun dalam suatu prinsip-prinsip general yang menggambarkan keyakinan filsafat dari sosial profesi yang menjadi sebuah pedoman pekerja sosial untuk bekerja dengan klien-klien mereka, beberapa

10Chatarina Rusmiyati, dkk, Efektifitas Peran Pekerja Sosial Studi Kasus Panti Sosial Petirahan Anak Satria Baturaden, (Yogyakarta: Balai Pendidikan dan Penlitian Kesejahteraan Sosial Balai Besar Penelitian dan Pengembangan PelayananKesejahteraan Sosial, 2013), h. 33-45.

11

(50)

prinsip ini lebih menekankan nilai-nilai dan ide-ide dari pada prosedur praktik.

1. Prinsip Dasar Pekerja Sosial

Di bawah ini akan diuraikan prinsip-prinsip dasar sebagai seorang pekerja sosial sebagai berikut :

a. Pengakuan akan harkat dan martabat manusia (Human Warth

and Dignity). Martabat adalah harga diri yang paling tinggi bagi setiap manusia dan merupakan hal yang paling penting dipertaruhkan keberadaannya. Pekerja sosial adalah suatu kegiatan yang berupaya agar manusia dapat diterima oleh orang lain sesuai dengan martabatnya. Pekerja sosial tidak boleh membedakan antara manusia satu dengan yang lainnya. Pengakuan bahwa setiap manusia mempunyai hakikat dan martabat harga diri dan juga pengakuan bahwa setiap manusia mempunyai potensi yang dikembangkan sepanjang hidup manusia harus dihormati.

b. Hak untuk menentukan diri sendiri (Self Determination).

(51)

ekonomi atau sosial mempunyai hak untuk menentukan diri sendiri dan bagaimana cara untuk mengatasinya. Pekerja sosial juga tidak bersifat memerintah, memohon atau bahkan mempengaruhi klien-klien mereka untuk membuat keputusan. Sebaliknya, pekerja sosial membantu klien untuk mendapatkan kembali keyakinan akan kemampuan kepada diri sendiri untuk menyelesaikan masalah-masalahnya.

c. Kesempatan yang sama bagi semua orang (Equal Apportunity).

Keyakinan bahwa setiap orang mempunyai kesempatan yang sama yang hanya dibatasi oleh kemampuan masing-masing, setiap orang mempunyai kesempatan yang sama yang dibatasi kemampuan.

d. Tanggung jawab sosial (Social Responsibility). Pada

hakikatnya manusia itu disamping sebagai makhluk individu juga sebagai makhluk yang sosial ia memiliki tanggung jawab sosial, segala keutuhan seseorang individu akan terpenuhi oleh pihak lain atau orang lain sehingga secara langsung dan tidak langsung setiap orang bertujuan secara sosial terhadap orang lain dilingkungan sosial akan terpanggil dan dituntut untuk

ikut mengatasinya.12

2. Prinsip Khusus Pekerja Sosial

Sebagai seorang yang berprofesi sebagai pekerja sosial,

dalam memberikan pelayanan kepada penerima manfaat, terdapat

12

(52)

prinsip-prinsip yang dijalankan oleh pekerja sosial. Selain terdapat prinsip dasar pekerja sosial, seperti yang telah diungkapkan di atas, terdapat pula prinsip khusus pekerja sosial, seperti yang akan di uraikan sebagai berikut :

1) Prinsip penerimaan (The Principle of Acceptance)

Prinsip ini melihat bahwa praktisi kesejahteraan sosial harus

berusaha menerima (client) mereka apa adanya, tanpa

„menghakimi’ klien tersebut. kemampuan praktisi kesejahteraan

sosial untuk menerima klien (pihak yang membutuhkan „bantuan’)-nya dengan sewarjarnya akan dapat banyak

membantu perkembangan relasi antara mereka. Maka anda sebagai praktisi kesejahteraan sosial harus berusaha untuk tidak menghakimi klien tersebut berdasarkan panampilan fisiknya. Seorang praktisi harus berusaha meredam perasaan suka atau tidak suka yang terlihat dari penampilan fisik seseorang. Karena

dengan adanya sikap (acceptence)maka klien akan dapat merasa

lebih percaya diri dan tidak kaku dalam berbicara dengan

praktisi kesejahteraan sosial, sehingga ia dapat

menggungkapkan perasaan yang menganjal di hatinya. Dengan cara seperti ini maka relasi antara praktisi dengan klien dapat dikembangkan.

2) Prinsip komunikasi (The Principle of Communication)

(53)

ataupun pesan yang dikemukakan oleh klien. Pesan yang disampaikan klien dapat berbentuk pesan verbal, yang diucapkan klien melalui ucapannya. Atau pesan tersebut dapat berbentuk non verbal, misalnya dari cara duduk klien cara menggunakan tangannya, cara klien meletakan tangannya dan sebagainya. Dari pesan non verbal tersebut kita bisa menangkap apakah klien sedang merasa gelisah, cemas, takut, gembira, dan berbagai ungkapan lainnya. Bila suatu saat klien tidak dapat

mengungapkan peraaan apa yang dirasakan, praktisi

kesejahteraan sosial diharapkan dapat membantu klien tersebut untuk mengungkapkan apa yang ia rasakan. Dengan berkembangnya komunikasi antara praktisi dan klien, maka praktisi dapat menelaah permasalahan. Kita harus bisa menangkap informasi yang dilontarkan klien baik verbal maupun non verbal dari si klien.

3) Prinsip Kerahasian (The Principle Of Confidentiality)

(54)

dengan praktisi kesejahteraan sosial akan terjaga kerahasiaannya.

4) Prinsip Partisipasi(The Principle Of Participation)

Praktisi diharapkan akan mengajak kliennya untuk ikut serta

berperan aktif dalam menghadapi permasalahan yang

dihadapinya. Karena tanpa peran aktif dari klien, maka tujuan dari terapi tersebut sulit untuk tercapai. Dalam prinsip ini, tergambar bahwa „perbaikan’ kondisi seseorang bukanlah hasil kerja dari praktisi kesejahteraan sosial itu sendiri. Tetapi rasa tanggung jawab dan keinginan yang sungguh dari klien untuk memperbaiki kondisinya justru menjadi kunci keberhasilan dari prosespemberian bantuan ini.

5) Prinsip Individualisasi(The Principle Of Individualization)

Menganggap setiap individu itu berbeda antara satu dengan yang lainnya, sehingga seorang praktisi kesejahteraan sosial

haruslah berusaha memahami keunikan (Uniqueness) dari setiap

(55)

6) Prinsip Sadar Diri(The Principle Of Self A Warness)

Prinsip kesadaran diri (self a warness)ini menuntut praktisi

kesejahteraan sosial untuk bersikap profesional dalam menjalin relasi dengan kliennya. Dalam arti bahwa praktisi kesejahteraan sosial harus mampu mengendalikan dirinya sehingga tidak terhanyut oleh perasaan ataupun permasalahan yang dihadapi oleh kliennya. Praktisi kesejahteraan sosial di sini haruslah tetap rasional, tetapi harus mampu menyelami perasaan kliennya secara objektif. Apabila seorang pekerja sosial tidak dapat mengendalikan emosinya maka sebaiknya klien tersebut

dialihkan ke praktisi pekerja sosial yang lain.13

7) Sikap-sikap tidak menghakimi(The Principle Of Non Judgment)

Pekerjaan sosial yang menerapkan sikap tidak menghakimi tidak menimbulkan rasa bersalah, atau derajat tanggung jawab klien atas sebab-sebab masalah atau kebutuhan-kebutuhan, tetapi meliputi pemberian penilaian-penilaian evaluatif tentang sikap-sikap, standardstandard, atau tindakan-tindakan klien. Sikap tidak menghakimi diterapkan ke dalam semua proses pekerjaan sosial. Akan tetapi, keadaan-keadaan tertentu seperti saat-saat ketika klien merasa terdemoralisasi, terstigmatisasikan, atau disalahkan, menuntut sikap tidak menghakimi yang sangat sensitif. Pandangan yang tidak menghakimi mengandung arti sikap-sikap dan perilaku-perilaku pekerja sosial yang tidak

13

(56)

menghakimi. Pekerja sosial tidak menghakimi orang lain sebagai baik atau buruk, berharga atau tidak berharga. Akan tetapi, pekerja sosial melakukan penilaian-penilaian atau keputusan-keputusan profesional setiap hari tentang pendekatan-pendekatan alternatif dan solusi-solusi yang tepat. Pandangan yang tidak menghakimi ialah suatu prinsip yang harus diterapkan secara universal, Pekerja sosial harus menyadari di dalam dirinya keadaan-keadaan yang memicu sikap menghakimi dan menyalahkan itu. Standard profesional mewajibkan pekerja sosial untuk menghadapi nilai-nilai dan keyakinan-keyakinan pribadi yang dapat mengakibatkan efek merusak terhadap

interaksi dengan klien.14

5. Metode Pekerja Sosial

Secara tradisional pekerjaan sosial dikatakan mempunyai

tiga metode pokok. Metode pokok tersebut adalah bimbingan sosial

individu (social case work), bimbingan sosial kelompok (social

group work), dan bimbingan sosial organisasi/masyarakat (community organization/community development). Pekerja sosial

mempunyai dua pendekatan yaitu praktik langsung (direct

practice) dan praktik tidak langung (indirect practice).

Karena dalam praktek langsung, untuk suatu kasus tertentu,

pekerja sosial dituntut untuk tidak hanya berhadapan dengan

14

(57)

kelompok atau bahkan juga dengan masyarakat, maka pekerja sosial harus memiliki pengetahuan dan keterampilan, tidak hanya tentang dinamika individu, kelompok, atau masyarakat saja, tetapi sampai batas-batas tertentu harus memiliki semua pengetahuan dan

keterampilan itu.15

Menurut W.A. Friedlander bimbingan sosial perorangan

atau social case work adalah cara menolong seseorang dengan

konsultasi untuk memperbaiki hubungan sosialnya sehingga memungkinkan tercapainya kehidupan yang memuaskan dan

bermanfaat.16

Menurut Friedlander bimbingan sosial kelompok (social

group work) pekerja sosial kelompok bekerja dengan beberapa cara agar pergaulan didalam kelompok dan kegiatan kerja kelompok dalam membantu perkembangan para individu anggota kelompok dan membantu mencapai tujuan sosial yang dikehendaki. Bimbingan sosial kelompok dilaksanakan untuk menolong individu yang terikat di dalam kelompok, bimbingan tersebut diberikan oleh pekerja sosial dalam mengikuti kegiatan kelompok, tujuan bimbingan kelompok adalah individu yang terikat dengan kelompok dapat bergaul dengan sesama anggota kelompok secara baik, individu dapat mengambil manfaat dari pengalaman

15

Adi Fahrudin, Pengantar Kesejahteraan Sosial, (Bandung: PT Refika Aditama, 2012),h.71.

16

(58)

pergaulan sesuai kebutuhan dan kemampuan, individu dapat

mencapai kemajuan pribadi, kelompok dan masyarakat.17

Bimbingan sosial masyarakat (social community

organization) menurut Friedlander bahwa metode bimbingan sosial masyarakat adalah badan-badan sosial yang tidak memberikan bantuan langsung kepada individu dan kelompok sosial, tetapi dibentuk dengan tujuan untuk membantu merencanakan serta

membiayai lembaga sosial yang ada di dalam masyarakat.18

6. Teori-teori Pekerja Sosial

a. Teori psikodinamik berasal dari teori yang dikembangkan oleh

Sigmund Freud dan para pengikutnya. Disebut psikodinamik karena teori ini memiliki asumsi bahwa tingkah laku berasal dari gerakan dan interaksi yang terjadi dalam pikiran manusia. Teori ini menekankan bahwa pikiran mempengaruhi perilaku seseorang. Sementara pikiran dan tingkah laku seseorang dipengaruhi oleh faktor lingkungan sosialnya. Beberapa konsep

teori ini adalah ketakutan dan ambivalensi (anxiety and

ambivalence) yang dibentuk dari resolusi terhadap permasalahan yang kurang tepat pada awal masa kehidupan seseorang, yang kemudian secara kuat mempengaruhi perasaan agresi, marah, dan cinta.

b. Terapi psikodinamik sangat berpengaruh dalam praktik

pekerjaan sosial seperti dalam hubungan interpesonal permisif

17

Istiana Hermawati, Metode dan Praktek Dalam Praktik Pekerjaan Sosial h.46.

18

(59)

keterbukaan, mendengarkan. Menurut Wallen, intinya adalah

menyangkut penggunaan istilah-istilah kesadaran,

ketidaksadaran, agresi,konflik, ketakutan, hubungan dengan ibu dan sebagainya. Sebelumnya, dalam pekerjaan sosial Hamilton

mengemukakan psikodinamik dapat dikenal melalui teori

diagnostik, yang merujuk kepada teori psikososial menurut

Woods dan Hollis. Elemen idenya adaah person in-situations,

meski kebanyakan penulis merujuk kepada kepada teori

ekologis yang lebih mengenal tentang person in enviroment

(PIE) dan klasifikasi dari treatmen case work.19

c. Teori kognitif-perilaku ini memiliki keterikatan dengan dua

teori yang diperlakukan sama, yaitu model terapi perilaku yang berasal dari teori psikologi mengenai persepsi dan proses informasi. Kerja kognisi-perilaku memiliki perhatian dalam mengidentifikasi dan menyelesaikan permasalahan manusia, khususnya yang berkaitan dengan pobia sosial, ketakutan dan

depresi.20

d. Terapi kognitif, Alford dan Beck mendefinisikan kognitif

sebagai fungsi yang melibatkan inferensi tentang pengalaman seseorang dan tentang terjadinya peritiwa dimasa mendatang dan pengontrolannya. Oleh karena itu, Beck mengembangkan teori kognitif sejak awal tahun 1960an. Teori kognitif ini

19

Siti Napsiyah Ariefuzzaman dan Lisma Diawati Fuaida, Belajar Teori Pekerja Sosial, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), h.31-33.

20

(60)

dilandaskan oleh tiga hal. Pertama,pendekatan fenomologis psikologi yang menyatakan pandangan individu tentang self dan dunia personalsentral tentang bagaimana ia berprilaku. Kedua,

teori struktur dan psikologi dalam (depth psycology) khususnya

teori Freud yang memberikan kontribusi pada pembentukan struktur kognisi Beck mejadi proses-proses primer dan sekunder. Ketiga, karya para pakar psikologi kognitif awal, seperti Alport, Piager, dan George dan Kelly. Konsep dasarterapi kognisi adalah bahwa kognisi merupakan kunci untuk memahami dan menangani gangguan psikologis. Oleh karena itu kognisi didefinisikan sebagai fungsi yang melibatkan

tentang inferensi tetang pengalaman seseorang dan

pengontrolannya. Hal ini karena manusia dihadapkan pada keharusan untuk beradaptasi dengan lingkungan yang selalu

berubah.21

e. Terapi kognitif perilaku pada prinsipnya terapi kognitif perilaku

adalah mengidentifikasikan kandungan pemikiran yang meliputi

asumsi, keyakinan, harapan, pesan kepada diri sendiri (self talk)

atau kelengkapan (atributions). Pemikiran-pemikiran kemudian

dikaji melalui berbagai tekhnik, pemikiran-pemikiran, kemudian dikaji untuk menentukan dampak akhirnya terhadap emosi dan perilaku klien dengan penggunaan tekhnik-tekhnik yang

21

(61)

mendorong klien untuk mengadopsi pemikiran alternatif dan

yang lebih dapat menyesuaikan diri.22

7. Kode Etik Pekerja Sosial

Kode etik pekerja sosial merupakan pedoman yang

dijadikan sebagai standar perilaku para pekerja sosial yang berisikan nilai-nilai, prinsip-prinsip, aturan profesi pekerjaan osial yang dijadikan pedoman bagi anggotanya. Penetapan kode etik ditujukan untuk menjaminkompetensi pelayanan profesional meningkatkan mutu pelayanan sosial dan melindungi penerima pelayanan sosial. Prinsip-prinsip pekerjaan sosial dituangkan dalam kode etik profesi, dalam bentuk petunjuk dan kewajiban. Adapun kode etik pekerja sosial adalah :

a. Pekerja sosial mengutamakan tanggung jawab melayani

kesejahteraan individu dan kelompok.

b. Pekerja sosial mendahulukan atau mengutamakan tanggung

jawab profesi dari pada kepentingan pribadi.

c. Pekerja sosial tidak membeda-bedakan latar belakang

keturunan, warna kulit, agama, umur, jenis kelamin, warga negara, dan berusaha mencegah serta menghapuskan dikriminasi dalam memberikan pelayanan, dalam tugas serta dalam praktek-praktek kerja.

d. Pekerja sosial melaksanakan tanggung jawab demi mutu dan

keleluasaan pelayanan yang diberikan.23

22

Gambar

Tabel   1.2.    Sumber Data Primer..................................................................11
Tabel 1.1.4
gambar-gambar dan bukan angka-angka. Dengan demikian, laporan
GAMBARAN UMUM PANTI SOSIAL BINA RUNGU WICARA
+2

Referensi

Dokumen terkait