• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konversi Langsung Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit menjadi Gula Pereduksi pada Kondisi Aerobik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Konversi Langsung Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit menjadi Gula Pereduksi pada Kondisi Aerobik"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

KONVERSI LANGSUNG LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA

SAWIT MENJADI GULA PEREDUKSI PADA KONDISI

AEROBIK

MUJTAHID ALFAJRI

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Konversi Langsung Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit menjadi Gula Pereduksi pada Kondisi Aerobik adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2014 Mujtahid Alfajri NIM F34090063

(4)
(5)

ABSTRAK

MUJTAHID ALFAJRI. Konversi Langsung Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit menjadi Gula Pereduksi pada Kondisi Aerobik. Dibimbing oleh PRAYOGA SURYADARMA dan INDAH YULIASIH.

Pemanfaatan bahan lignoselulosa dari limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) untuk produksi gula pereduksi menarik perhatian karena keberadaannya yang melimpah dan mudah diperbaharui. Tantangannya terlihat pada saat mengubah bahan lignoselulosa melalui proses konversi langsung untuk mendapatkan gula pereduksi. Pengaruh faktor dan permukaan respon dari laju kultur bergoyang dan lama kultivasi dilakukan terhadap konversi langsung dalam LCPKS. Penentuan pengaruh faktor laju kultur bergoyang dilakukan pada kecepatan yang berkisar antara 100 sampai 150 rpm dan lama kultivasi antara 2 sampai 6 hari. Rancangan percobaan yang diinvestigasi untuk menentukan permukaan respon adalah rancangan Central Composit Design (CCD) dengan tiga titik pusat. Hasil yang didapatkan pada penelitian ini menunjukkan bahwa laju kultur bergoyang berpengaruh negatif terhadap respon selulosa sisa dengan selang kepercayaan sebesar 90.09%. Bentuk permukaan respon yang dihasilkan dari persamaan tersebut adalah sadel (saddle point). Perkiraan terbaik proses konversi langsung didapatkan pada laju kultur bergoyang sebesar 152.28 rpm dan lama kultivasi 4.35 hari serta penurunan selulosa sebesar 0.61 g/l atau 7.68% dengan jumlah gula pereduksi yang dihasilkan sebesar 0.81 g/l.

Kata kunci: konversi langsung, LCPKS, permukaaan respon, optimasi, aerobik .

ABSTRACT

MUJTAHID ALFAJRI. Direct Conversion of Palm Oil Mill Effluent into Reducing Sugar in Aerobic Condition. Supervised by PRAYOGA SURYADARMA and INDAH YULIASIH.

(6)

4.35 days and the degradation of cellulose’s value was 0.61 g/l or 7.68% with total of reducing sugar obtained of 0.81 g/l.

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian

pada

Departemen Teknologi Industri Pertanian

KONVERSI LANGSUNG LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA

SAWIT MENJADI GULA PEREDUKSI PADA KONDISI

AEROBIK

MUJTAHID ALFAJRI

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Konversi Langsung Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit menjadi Gula Pereduksi pada Kondisi Aerobik

Nama : Mujtahid Alfajri NIM : F34090063

Disetujui oleh

Dr Prayoga Suryadarma, STP MT Pembimbing I

Dr Indah Yuliasih, STP MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti Ketua Departemen

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Judul yang dipilih dalam penelitian ini adalah Konversi Langsung Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit menjadi Gula Pereduksi pada Kondisi Aerobik.

Ucapan terima kasih ingin penulis sampaikan kepada seluruh pihak yang telah membantu selama penyusunan dan penulisan karya ilmiah ini, antara lain:

1 Bapak Dr Prayoga Suryadarma, STP MT dan Ibu Dr Indah Yuliasih, STP MSi selaku dosen pembimbing akademik yang senantiasa mendampingi, menasehati, mengajari, dan mendukung penulis untuk menjadi insan yang lebih baik di dunia maupun di akhirat,

2 Bapak Prof Dr Ir Djumali Mangunwidjaja, DEA selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan saran untuk penyempurnaan skripsi ini,

3 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI), yang telah memberikan dana Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) Institut Pertanian Bogor,

4 Pabrik Kelapa Sawit (PKS) PTPN VII Rojosari, PT Bakrie Sumatera Plantation, Lampung dan PT Condong Garut atas bantuan pengadaan sampel limbah cair pabrik kelapa sawit untuk penelitian,

5 Pimpinan Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB) Pusat Antar Universitas IPB yang telah mengizinkan penulis melakukan penelitian di Laboratorium Rekayasa Bioproses,

6 Pimpinan SEAFAST (South East Asia Food and Agriculture Science and Technology) Center yang telah mengizinkan penulis melakukan penelitian di Laboratorium Mikrobiologi,

7 Seluruh staf dan laboran Departemen Teknologi Industri Pertanian atas bimbingannya kepada penulis selama melakukan penelitian ini,

8 Orang tua (Ayahanda Muslih, SPdI dan Ibunda Siti Komari), kakak, adik, dan seluruh keluarga atas pengertian, pengorbanan, kasih sayang, dukungan, semangat, dan doa-doanya,

9 Beasiswa Korean Exchange Bank dan Beastudi Etos atas pemberian dana beasiswa selama menempuh pendidikan, dan

10 Seluruh teman-teman Teknologi Industri Pertanian (TIN), khususnya angkatan 46 atas persaudaraan dan persahabatan yang telah terjalin.

Atas segala kesalahan dan kekurangan yang muncul dari dalam diri, penulis ingin mengucapkan mohon maaf kepada seluruh pihak yang telah disebutkan di atas serta kepada seluruh pembaca yang akan menggunakan karya ilmiah ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan wawasan dan pengetahuan yang berguna dan dapat diterapkan sebagai solusi tepat guna dalam berbagai aplikasi industri.

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN x

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 4

Ruang Lingkup Penelitian 4

METODE 4

Bahan 4

Alat 4

Tahapan Penelitian 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 8

Karakteristik LCPKS 8

Pengaruh Laju Kultur Bergoyang dan Lama Kultivasi 9 Optimasi Proses Konversi Langsung dengan Metode Permukaan Respon 13

SIMPULAN DAN SARAN 15

Simpulan 15

Saran 16

DAFTAR PUSTAKA 16

LAMPIRAN 19

(12)

DAFTAR TABEL

1 Nilai rendah dan nilai tinggi dari perlakuan percobaan 6 2 Karakteristik Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) segar 8 3 Rancangan percobaan untuk pengaruh laju kultur bergoyang dan lama

kultivasi terhadap respon utama jumlah selulosa sisa 10 4 Pengaruh laju kultur bergoyang dan lama kultivasi serta interaksi

keduanya terhadap respon selulosa sisa 10

5 Pengaruh laju kultur bergoyang dan lama kultivasi serta interaksi keduanya terhadap respon jumlah gula pereduksi 11 6 Pengaruh laju kultur bergoyang dan lama kultivasi serta interaksi

keduanya terhadap respon biomassa 11

7 Hasil identifikasi jenis kapang pada sampel LCPKS yang telah

mengalami proses konversi langsung 12

8 Hasil identifikasi jenis kapang pendegradasi lignin terpilih dari Kolam

Anaerobik 4 PT Condong Garut 12

9 Rancangan percobaan untuk mengetahui permukaan respon dari pengaruh laju kultur bergoyang dan lama kultivasi 13

DAFTAR GAMBAR

1 Tahapan penelitian 5

2 (A) Permukaan respon dan (B) Countour optimizer konversi langsung sebagai fungsi dari laju kultur bergoyang (X1) dan lama kultivasi (X2) 15

DAFTAR LAMPIRAN

1 Prosedur uji proksimat LCPKS (AOAC 2005) 19

2 Prosedur analisis selulosa sisa (Updegraff 1969) 20 3 Prosedur pengukuran total gula pereduksi metode DNS (Miller 1959) 21

4 Prosedur pengukuran biomassa (Scragg 1991) 21

5 Rancangan percobaan untuk pengaruh laju kultur bergoyang dan lama

kultivasi terhadap respon gula pereduksi 22

6 Rancangan percobaan untuk pengaruh laju kultur bergoyang dan lama

kultivasi terhadap respon biomassa 22

7 Analisis varian (ANOVA) model kuadrat dari permukaan respon jumlah

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perkembangan pesat produksi minyak kelapa sawit mentah menyebabkan kenaikan pada jumlah limbah dari pabrik kelapa sawit. Menurut Wu et al. (2008), limbah yang dihasilkan oleh pabrik kelapa sawit meliputi limbah padat (cangkang, tandan kosong, dan abu kalium karbonat), limbah cair, dan gas (asap dan debu). Produksi CPO untuk keperluan industri hilir harus diimbangi dengan pengamanan di tingkat hulu karena terkait isu sensitif dunia yaitu lingkungan. Salah satu limbah yang memiliki dampak penting bagi lingkungan adalah Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS).

Cukup besar nilai konversi limbah yang dihasilkan dari pengolahan pabrik kelapa sawit karena untuk memproduksi satu ton minyak kelapa sawit mentah rata-rata memerlukan 5 sampai 7.5 ton air dan lebih dari 50% air tersebut terkonversi menjadi LCPKS (Ahmad et al. 2003). Menurut Baharuddin et al. (2010), LCPKS yang masih segar terdapat 41.02 g/l total padatan yang terdiri dari 38.36% selulosa, 23.21% hemiselulosa, dan 26.72% lignin. Jika dikonversikan kedalam satuan yang berbeda maka LCPKS mengandung 15.74 g/l selulosa dan 9.52 g/l hemiselulosa sehingga total glukosa sebesar 25.26 g/l. Berdasarkan perhitungan yang dilakukan, maka jumlah karbon yang terkandung dalam lignoselulosa setara dengan 28.08 g/l glukosa sehingga LCPKS berpotensi untuk dimanfaatkan mikroorganisme dalam menghasilkan produk biomassa melalui aktivitas metaboliknya.

(14)

2

Tahapan selanjutnya untuk mengkonversi bahan-bahan berlignoselulosa menjadi gula pereduksi yaitu proses hidrolisis. Pada tahapan ini gula-gula yang kompleks (seperti selulosa dan hemiselulosa), dihidrolisis menjadi gula-gula sederhana. Proses pemanfaatan secara langsung mikroorganisme yang terkandung pada LCPKS memiliki banyak kelebihan. Beberapa kelebihannya yaitu lebih cepat dalam beradaptasi sehingga mengurangi atau menghilangkan waktu fase lag dalam grafik pertumbuhan mikroorganisme, lebih ekonomis, dan mereduksi resiko kegagalan karena mikroorganisme yang tidak tumbuh. Menurut Ahmed et al. (2006), mikroorganisme yang banyak terkandung dalam LCPKS adalah Trichoderma reesei, Mucor hiemalis, dan Phanerochaete chrysosporium. Akan tetapi dalam penelitian ini akan digunakan konsorsium mikroorganisme dengan melibatkan beberapa mikroba yang terkandung dalam LCPKS.

Konversi langsung memerlukan enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme sehingga kinerjanya dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Isroi et al. (2010), faktor yang mempengaruhi konversi langsung meliputi laju kultur bergoyang dan lama kultivasi. Laju kultur bergoyang media cair dapat lebih mempercepat proses degradasi, dibandingkan dengan kultur media padat. Menurut Anuradha dan Darah (2006), dan Hairong (2004), laju kultur bergoyang mempengaruhi aktivitas enzim terkait pada suplai kebutuhan oksigen dan pencampuran nutrien secara homogen dalam proses kultivasi dengan kecepatan yang diberikan yaitu 100, 150, dan 200 rpm. Selain faktor yang telah dijelaskan sebelumnya, lama kultivasi juga berpengaruh terhadap degradasi lignoselulosa.

Lama kultivasi merupakan faktor penting pada kondisi proses degradasi lignoselulosa (Rashid et al. 2011). Lama kultivasi untuk produksi enzim selulase berbeda-beda pada berbagai substrat yang digunakan. Penelitian terkait lama kultivasi didapatkan hasil pada proses sakarifikasi enzimatik pada tandan buah kosong sawit menggunakan Trichoderma reesei RUT C-30 diperoleh rendemen gula pereduksi tertinggi sebesar 41.82% dengan waktu sakarifikasi 120 jam (Rashid et al. 2011). Penelitian yang lainnya dilakukan oleh Gaffar (2009), didapatkan hasil pada proses degradasi enzimatik selulosa dari batang pohon pisang oleh kapang Trichoderma viride, jumlah gula pereduksi optimum dicapai pada lama kultivasi delapan hari. Pengaruh mengenai laju kultur bergoyang dan lama kultivasi telah dianalisis lebih lanjut dalam penelitian ini untuk mengetahui kondisi proses yang optimum untuk proses konversi langsung pada LCPKS yang dilakukan secara aerobik.

(15)

3 Perumusan Masalah

Lignoselulosa merupakan bahan yang melimpah yang dihasilkan melalui aktivitas pertanian dan mengandung selulosa, hemiselulosa, dan lignin (Lin dan Tanaka 2006). Pemanfaatan lignoselulosa dalam LCPKS sebagai substrat yang banyak mengandung selulosa untuk pertumbuhan mikroorganisme memiliki prospek yang cerah di masa mendatang. Proses pemanfaatan LCPKS ini sebelumnya telah dilakukan secara bertahap melalui tahapan delignifikasi kemudian sakarifikasi untuk menghasilkan gula pereduksi. Hambatan utama dalam pengembangan tahapan tersebut dalam skala industri terletak pada besarnya biaya produksi dan kompleksitas peralatan yang tinggi.

Untuk mengatasi masalah tersebut, maka konversi langsung diaplikasikan karena dapat memberikan alternatif biaya yang lebih rendah dan dapat dilakukan dalam sekali tahap. Sebenarnya tidak begitu memecahkan masalah polusi tetapi menjadi langkah yang tepat untuk memenuhi permintaan global akan bioproduk. Selain itu, pengembangan dan implementasi teknologinya akan menyediakan lapangan kerja, mengurangi impor minyak, dan memberikan solusi parsial untuk pembuangan limbah.

Faktor yang mempengaruhi proses degradasi lignoselulosa meliputi laju kultur bergoyang dan lama kultivasi. Laju kultur bergoyang dibutuhkan untuk mengatur kebutuhan oksigen bagi aktivitas metabolik mikroorganisme. Pertumbuhan mikroorganisme cukup erat kaitannya dengan keberadaan oksigen. Namun selain dapat mempercepat pertumbuhan sel, laju kultur bergoyang juga dapat memberikan pengaruh negatif pada pertumbuhan kapang. Menurut Singh (2006), kecepatan kultur bergoyang yang terlalu tinggi dapat mengganggu dinding sel kapang. Lama kultivasi juga perlu diperhatikan karena juga berkaitan dengan masalah pertumbuhan dan kemampuan kapang dalam mendegradasi selulosa pada substrat.

Oleh karena itu, diperlukan penentuan pengaruh faktor laju kultur bergoyang dan lama kultivasi dalam proses konversi langsung oleh konsorsium kapang agar dapat ditentukan lebih lanjut untuk menentukan permukaan respon dari faktor yang berpengaruh tersebut. Proses optimasi ini dikondisikan hanya sampai enzim mendegradasi lignin tanpa mengkonsumsinya dan selanjutnya langsung dilakukan degradasi selulosa. Dengan proses terkendali, maka hasil konversi langsung pada LCPKS oleh konsorsium mikroorganisme ini dapat dimanfaatkan menjadi gula-gula pereduksi pada kondisi optimum.

Tujuan Penelitian

(16)

4

Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat untuk dijadikan informasi dasar mengenai pengolahan bahan yang mengandung lignoselulosa yang akan diolah menjadi media substrat proses produksi menjadi bioproduk.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini meliputi:

1 Karakterisasi awal LCPKS PTPN VII Rojosari, Lampung Selatan,

2 Kultivasi konsorsium kapang dari LCPKS PTPN VII Rojosari, Lampung Selatan dan PT Condong Garut untuk mendapatkan pengaruh faktor laju kultur bergoyang dan lama kultivasi, dan

3 Kultivasi konsorsium kapang LCPKS untuk mengetahui permukaan respon dari pengaruh faktor laju kultur bergoyang dan lama kultivasi.

METODE

Bahan

Bahan baku utama yang digunakan pada penelitian ini yaitu limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) yang diperoleh dari Pabrik Kelapa Sawit PTPN VII Rojosari, Lampung Selatan dan PT Condong Garut. Bahan yang digunakan untuk karakterisasi LCPKS antara lain aquades, K2SO4, HgO, H2SO4 0.3N, NaOH 1.5N, batu didih, H2O, H3BO3, indikator campuran metilen merah dan metilen biru, NaOH-Na2S2O3, HCl 0.02N, NaOH pekat, dan etanol 95%.

Bahan prakultur yang digunakan yaitu 1 g pepton, 0.5 g ekstrak khamir, dan 1 g NaCl yang dilarutkan dalam 100 ml aquades. Media stok kultur yang digunakan yaitu gliserol 30% (30 g gliserol dalam 100 ml air aqua bidestilata). Bahan yang digunakan untuk konversi langsung antara lain LCPKS, chloramphenicol, isolat konsorsium kapang dari kolam Anaerobik 4 PT. Condong Garut, dan isolat konsorsium kapang dari kolam Anaerobik 2 PTPN VII Rojosari Lampung. Bahan yang digunakan untuk kebutuhan analisis antara lain reagen acetic nitric, aquades, pereaksi DNS (10.6 g asam 3,5 dinitrosalisilat, 19.8 g NaOH, 306 g Na-K Tartrat, 7.6 g fenol, 8.3 g Na-Metabisulfit), HCl 0.1 N, indikator fenolftalein, dan NaCl 0.9%.

Alat

(17)

5 arloji, pipet tetes, karet penghisap, buret dan statis), cawan porselin, mufflefurnace bersuhu 600 °C, erlenmeyer 500 ml, kertas Whatman No. 40, dan labu sentrifuse 50 ml.

Alat yang digunakan untuk konversi langsung antara lain, otoklaf 121 ºC selama 20 menit, kertas pH, jarum ose, bunsen, erlenmeyer 100 dan 500 ml , pipet mikro, alat pengocok linear 120 rpm pada suhu ruang (26 sampai 30 °C), erlenmeyer 300 ml, waterbath shaker Certomat WR, dan kapas. Alat-alat yang digunakan untuk analisis antara lain tabung sentrifugasi 15 ml, timbangan analitik, sentrifugator Hermle Z 383 K, vortex, penangas air, oven 40 °C, tabung reaksi, tabung ulir, spektrofotometer Hach DR 2500, labu ukur, pipet mikro, syringe filter, dan eppendorf tube 1.5 ml.

Tahapan Penelitian

Tahapan penelitian menjelaskan langkah-langkah yang dilakukan dalam mencapai tujuan penelitian. Penelitian telah dilaksanakan melalui tiga tahap yang dapat dilihat pada Gambar 1.

Karakterisasi LCPKS

Karakterisasi LCPKS dilakukan untuk mengetahui karakteristik LCPKS sebagai bahan yang akan digunakan sebagai media substrat dalam proses konversi langsung. Parameter yang dilakukan untuk mengetahui karakteristik LCPKS adalah uji proksimat meliputi kadar air, protein, abu, lemak, dan serat kasar. Prosedur karakterisasi LCPKS dapat dilihat pada Lampiran 1. Sebelum dikarakterisasi, sampel disentrifugasi terlebih dahulu untuk memisahkan padatan cairannya. Cairannya dibuang dan padatannya dianalisis karakteristiknya.

Karakterisasi LCPKS

Penentuan kondisi terbaik dari pengaruh faktor laju kultur bergoyang dan lama kultivasi

Selesai Mulai

Penentuan pengaruh faktor reaksi yaitu laju kultur bergoyang dan lama kultivasi ksi konsorsium mikroorganisme pendegradasi

(18)

6

Penentuan Pengaruh Faktor Laju Kultur Bergoyang dan Lama Kultivasi

Penentuan pengaruh faktor laju kultur bergoyang dan lama kultivasi dilakukan dengan memvariasikan perlakuan terhadap konversi langsung. Pada tahapan ini dilakukan kultivasi konsorsium kapang pada LCPKS steril dengan menggunakan waterbath shaker. Proses konversi langsung dilakukan pada suhu 37 oC dengan penambahan konsorsium mikroorganisme pendegradasi lignin dan pendegradasi selulosa terbaik yang telah diisolasi sebelumnya, masing-masing sebanyak 1% dari volume total media. Selain itu, juga ditambahkan 40 μL chloramphenicol agar tidak ada bakteri yang tumbuh.

Laju kultur bergoyang dalam konversi langsung tersebut menunjukkan adanya oksigen yang terlibat dalam proses tersebut. Menurut Stanbury dan Whitaker (1984), jika laju bergoyang tinggi maka oksigen cenderung berada dalam fasa gas dan gelembung gas ini akan cepat pecah kembali sebelum terjadi pelarutan oksigen ke dalam kultur sehingga aktivitas sel terhambat (rusak). Sedangkan menurut Rachman (1989), jika laju bergoyang rendah maka akan mengakibatkan berkurangnya oksigen yang dikonsumsi oleh sel, sehingga pertumbuhan dan metabolisme sel akan terganggu. Untuk mencapai kondisi optimum maka dikondisikan laju kultur bergoyang pada kecepatan antara 100 sampai 150 rpm. Lama kultivasi juga berpengaruh pada cepat lambatnya pertumbuhan mikroorganisme dalam mendegradasi lignin dan selulosa. Semakin lama atau cepat kultivasi maka proses berjalan sesuai pada kondisi optimum mikroorganisme. Proses konversi langsung ini dilakukan selama 2 sampai 6 hari. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan percobaan faktorial dua tingkat dengan nilai rendah dan nilai tinggi dari masing-masing faktor yang disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Nilai rendah dan nilai tinggi dari perlakuan percobaan

No. Jenis Perlakuan Kode Nilai Rendah Nilai Tinggi

1 Laju kultur bergoyang (rpm) X1 100 150

2 Lama kultivasi (hari) X2 2 6

Model rancangan percobaan faktorial untuk mengetahui pengaruh linear yang diinginkan dapat dilihat pada Persamaan-1 (Berger dan Meurer2002).

� = � + ∑= � � + ∑ � � �< + Ɛ ………..(1)

Keterangan:

Y = respon pengamatan �0 = intersep

(19)

7 � � = pengaruh linear dua faktor

Ɛ = galat

Parameter respon yang digunakan adalah selulosa sisa, gula pereduksi, dan biomassa. Prosedur untuk menguji semua parameter respon dapat dilihat pada Lampiran 2 untuk selulosa sisa menggunakan prosedur Updegraff (1969) yang sudah dimodifikasi oleh Fadzilah dan Mashitah (2010), Lampiran 3 untuk pengukuran jumlah gula pereduksi prosedur 3.5-asam dinitrosalisilat (DNS) Miller (1959), dan Lampiran 4 untuk uji biomassa menggunakan prosedur Scragg (1991). Nilai hasil interaksi antar faktor kemudian dianalisis untuk digunakan sebagai seleksi faktor dengan mengetahui koefisien parameter regresi, persentase signifikansi dan pola interaksi faktor yang berpengaruh nyata terhadap respon.

Penentuan Kondisi Terbaik dari Pengaruh Faktor Laju Kultur Bergoyang dan Lama Kultivasi

Penentuan kondisi terbaik dilakukan untuk mengetahui pengaruh masing-masing faktor perlakuan terhadap respon. Pengaruh nyata tidaknya setiap faktor maupun pengaruh interaksi keduanya diperoleh melalui rancangan percobaan. Rancangan percobaan yang digunakan adalah CCD (Central Composite Design) yang dianalisis menggunakan ANOVA dan RSM (Respon Surface Method). Analisis regresi dan varian dilakukan menggunakan Statistical Analysis Software (SAS)v9.1 yang menghasilkan persamaan polinomial orde kedua dan grafik dalam gambar 3D (tiga dimensi) berupa plot pemukaan respon. Kombinasi perlakuan pada rancangan percobaan ini dilakukan dengan tiga titik pusat. Model persamaan polinomial orde kedua yang digunakan untuk rancangan percobaan CCD dengan dua faktor dapat dilihat pada Persamaan-2 (Berger dan Meurer2002).

Y = β0 + ∑= � � + ∑= � � + ∑ ∑ � � � + Ɛ< ………..(2)

Keterangan:

Y = respon pengamatan

β0 = intersep

βi = koefisien linier faktor utama βii = koefisien kuadratik faktor utama βij = koefisien linier dua faktor � = pengaruh linier faktor utama � = pengaruh kuadratik faktor utama � � = pengaruh linier dua faktor Ɛ = galat

(20)

8

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik LCPKS

Limbah cair pabrik kelapa sawit mengandung konsentrasi bahan organik yang relatif tinggi dan secara alamiah dapat mengalami penguraian oleh mikroorganisme (kapang) menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana. Karakterisasi LCPKS penting dilakukan untuk mengetahui jumlah komponen-komponen tertentu yang baik secara langsung atau tidak mempengaruhi proses konversi langsung. Bahan yang digunakan untuk karakterisasi adalah LCPKS segar PTPN VII Rojosari, Lampung Selatan yang diambil sebelum kolam pengolahan anaerobik. Pada tempat tersebut komponen LCPKS seperti protein, mineral, lemak, dan serat belum banyak yang terdegradasi oleh kapang. Hasil pengukuran dari karakteristik LCPKS tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Karakteristik limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) segar

Komponen (Hasil Penelitian) Kandungana (Teoh dan MashitahKandungana 2010) Kadar protein (%) 16.33 ± 3.456 11.11 – 16.66

Berdasarkan Tabel 2, perbandingan antara data hasil penelitian dengan hasil pengujian Teoh dan Mashitah(2010) dan Baharuddin et al. (2010) menunjukkan kandungan dengan jumlah yang berbeda. Hal ini terjadi karena perbedaan lokasi Pabrik Kelapa Sawit tempat pengambilan sampel LCPKS, baik dari aspek kualitas tandan buah segar (TBS) yang dipergunakan maupun kapasitas pengolahannya. Menurut Baharuddin et al. (2010), total padatan yang terkandung dalam LCPKS mengandung bahan lignoselulosa, yaitu lignin, selulosa, dan hemiselulosa. Hal ini menunjukkan bahwa LCPKS memiliki potensi untuk diolah menjadi substrat bioproduk.

(21)

9 yang digunakan bukan lemak atau protein melainkan kadar serat kasar sebesar 46.60 ± 8.430%. Menurut Lynd et al. (1999), karbohidrat merupakan komponen utama yang didegradasi oleh mikroorganisme lignoselulolitik. Mikroorganisme tersebut tidak mampu menggunakan lemak ataupun protein sebagai sumber karbonnya untuk pertumbuhan. Oleh karena itu, LCPKS diambil di tempat yang jumlah lemak dan proteinnya sedikit.

Kapang juga membutuhkan sumber nitrogen dan mineral untuk pertumbuhannya. Komponen tersebut dapat diperoleh dari jumlah kadar protein dan kadar abu yang terkandung. Kadar protein ini berfungsi sebagai sumber nitrogen ataupun karbon pada kapang. Kapang menguraikan protein yang terkandung dalam LCPKS menjadi nitrogen dan karbon kemudian nitrogen tersebut diuraikan menjadi asam amino dan hasil penguraian tersebut diangkut ke dalam sel menggunakan sistem transpor (Gandjar et al. 2006). Komponen lainnya adalah kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau mineral. Nilai kadar abu yang terdapat pada LCPKS segar yang digunakan sebesar 10.88 ± 1.202% berada di bawah interval Teoh dan Mashitah (2010). Hal ini menunjukkan bahwa jumlah kandungan mineralnya lebih sedikit. Kandungan senyawa anorganik yang ada pada LCPKS ini dapat digunakan sebagai sumber karbon dan kandungan mineral dapat berfungsi sebagai penyusun utama sel pada mikroorganisme, sehingga diharapkan akan bermanfaat pada laju pertumbuhan sel dari konsorsium mikroorganisme yang digunakan pada proses konversi langsung.

Pengaruh Laju Kultur Bergoyang dan Lama Kultivasi

Hubungan serta pengaruh reaksi dari faktor laju kultur bergoyang dan lama kultivasi terhadap parameter respon dapat diketahui dengan serangkaian percobaan sistematis dan diujikan melalui analisis statistika, yang disajikan dalam suatu model atau persamaan linear. Parameter uji yang digunakan untuk mengetahui adanya reaksi dari degradasi lignoselulosa pada proses konversi langsung ini adalah dengan cara menghitung jumlah selulosa sisa selama proses kultivasi berlangsung. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin kecil jumlah selulosa sisa yang ada setelah kultivasi berlangsung maka proses degradasi berjalan dengan baik. Pada Tabel 3 dapat dilihat rancangan percobaan untuk pengaruh laju kultur bergoyang dan lama kultivasi terhadap respon utama yakni jumlah selulosa sisa.

(22)

10

Tabel 3 Rancangan percobaan untuk pengaruh laju kultur bergoyang dan lama kultivasi terhadap respon utama jumlah selulosa sisa

No.

Tabel 4 Pengaruh laju kultur bergoyang dan lama kultivasi serta interaksi faktornya terhadap respon selulosa sisa

Parameter Koefisien Parameter Signifikansi (%)

Intersep 7.208571

Laju kultur bergoyang (X1) –0.3075 90

Lama kultivasi (X2) 0.0925 47

Interaksi X1dan X2 –0.0575 31

R2 68

Hasil analisis statistik yang ditunjukkan pada Tabel 4 menunjukkan bahwa hanya faktor laju kultur bergoyang (X1) yang memberikan pengaruh terhadap jumlah selulosa sisa pada LCPKS yang dikultivasi dengan tingkat kepercayaan sebesar 90%. Faktor ini berpengaruh negatif pada respon jumlah selulosa sisa yaitu semakin tinggi laju kultur bergoyang yang diberikan, maka jumlah selulosa sisa akan semakin kecil. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi laju kultur bergoyang maka tingkat degradasi lignoselulosa oleh konsorsium kapang selama proses konversi langsung pada LCPKS semakin tinggi.

Untuk mengkonfirmasi tingkat degradasi lignoselulosa pada LCPKS oleh peningkatan laju kultur bergoyang maka dilakukan perhitungan pada jumlah gula pereduksi yang dihasilkan. Hal ini dapat ditunjukkan oleh hasil rancangan percobaan untuk pengaruh laju kultur bergoyang dan lama kultivasi serta interaksi faktornya terhadap respon jumlah gula pereduksi yang dihasilkan seperti pada Lampiran 5 sedangkan untuk hasil analisis statistiknya dapat dilihat pada Tabel 5.

(23)

11 bahwa kondisi proses pada saat kultivasi akan teraduk lebih tinggi. Laju kultur bergoyang dibutuhkan untuk mengatur kebutuhan oksigen bagi aktivitas metabolik mikroorganisme.

Tabel 5 Pengaruh laju kultur bergoyang dan lama kultivasi serta interaksi faktornya terhadap respon jumlah gula pereduksi

Parameter Koefisien Parameter Signifikansi (%)

Intersep 0.487679

Laju kultur bergoyang (X1) 0.000930 97

Lama kultivasi (X2) 0.247000 61

Interaksi X1dan X2 –0.001805 88

R2 87

Kebutuhan akan oksigen berkaitan dengan laju pertumbuhan mikroorganisme yang dapat dicapai pada kondisi aerobik. Pada kondisi lingkungan aerobik, maka laju pertumbuhan mikrooorganisme menjadi lebih cepat. Jika laju pertumbuhan selnya cepat, maka jumlah mikroorganisme pendegradasi lignoselulosa di dalamnya semakin banyak (Meryandini et al. 2009). Sama halnya dengan hasil statistik pada parameter respon jumlah gula pereduksi, pada respon biomassa faktor laju kultur bergoyang berpengaruh dan peningkatan nilai kultur bergoyang yang diberikan akan meningkatkan jumlah biomassa dengan nilai koefisien positif sebesar 2.97. Rancangan percobaan untuk pengaruh laju kultur bergoyang dan lama kultivasi serta interaksi faktornya terhadap respon biomassa pada LCPKS dapat dilihat pada Lampiran 6 sedangkan untuk hasil analisis statistiknya dapat ditunjukkan pada Tabel 6.

Tabel 6 Pengaruh laju kultur bergoyang dan lama kultivasi serta interaksi faktornya terhadap respon biomassa

Parameter Koefisien Parameter Signifikansi (%)

(24)

12

metabolik mikroorganisme pada proses konversi langsung dalam LCPKS ini telah menghidrolisis fraksi serat terutama selulosa yang mempunyai ikatan β-1,4 glikosida (Sanchez 2009) untuk menghasilkan gula pereduksi sehingga jumlah biomassanya juga semakin bertambah.

Untuk mengetahui faktor pembatas dari proses konversi langsung maka dilakukan identifikasi jenis kapang pada sampel LCPKS yang memiliki jumlah biomassa sel tertinggi, seperti yang diperlihatkan pada Tabel 7.

Tabel 7 Hasil identifikasi jenis kapang pada sampel LCPKS yang telah mengalami proses konversi langsung

No. Jenis kapang Jumlah koloni mikroorganisme (CFU/ml)

1 Trichoderma sp. 1

2 Mucor sp. 1

3 Hypomycetes sp. 10

Berdasarkan tabel tersebut, jenis kapang yang tumbuh pada sampel LCPKS setelah proses konversi langsung meliputi, Trichoderma sp., Mucor sp., dan Hypomycetes sp. Penyebab tingginya jumlah biomassa sel pada LCPKS setelah dikonversi langsung adalah kemampuan dari kapang Trichoderma sp. Apabila dibandingkan dengan jenis kapang lainnya, Trichoderma reesei mampu mendegradasi selulosa LCPKS paling tinggi dibandingkan kelompok basidiomycetes lainnya (Rashid et al. 2009). Hal ini yang menyebabkan, walaupun pertumbuhannya rendah 1 CFU/ml tetapi kemampuan jenis kapang tersebut lebih baik. Jenis kapang ini dapat mendegradasi lignin dan selulosa. Selain itu, jumlah biomassa sel yang tinggi juga disebabkan oleh pertumbuhan yang cepat dari kapang Hypomycetes sp. yaitu sebesar 10 CFU/ml lebih tinggi dibanding jenis kapang lainnya yang tumbuh. Sedangkan kapang Mucor sp. juga mampu menghasilkan enzim selulolitik untuk mendegradasi selulosa. Kapang ini biasa dimanfaatkan pada proses bioremediasi karena sifatnya yang mampu bertahan hidup pada kondisi lingkungan yang ekstrem seperti suhu tinggi, nutrisi yang terbatas, dan tingkat aerasi yang kecil serta mampu mendegradasi komponen plastik seperti polietilen. Jenis kapang Hypomycetes sp. termasuk jenis kapang yang mampu mendegradasi selulosa (Singh 2006). Akan tetapi kapang jenis Mucor sp. dan Hypomycetes sp. ini tidak dapat mendegradasi lignin.

Selain jenis kapang yang diidentifikasi pada Tabel 7, pada sampel LCPKS yang dikonversi langsung sebelumnya juga ditumbuhkan kapang pendegradasi lignin seperti yang ditunjukkan pada Tabel 8.

Tabel 8 Hasil identifikasi jenis kapang pendegradasi lignin terpilih dari Kolam Anaerobik 4 PT Condong Garut

No. Jenis kapang Jumlah koloni mikroorganisme awal (CFU/ml)

1 Gliomastrix sp. 15

(25)

13 Menurut Tabel 8, telah ditumbuhkan kapang jenis Gliomastrix sp.dan Aspergillus sp. pada awal proses konversi langsung. Namun, berdasarkan hasil identifikasi jenis kapang setelah proses konversi langsung seperti yang ditunjukkan pada Tabel 7 ternyata kedua kapang tersebut tidak tumbuh. Padahal kedua kapang tersebut memiliki potensi dalam mendegradasi lignin. Menurut Rohmah et al. (2009), kapang Gliomastix sp. memiliki potensi yang paling baik dalam proses mendegradasi lignin diantara koleksi laboratorium mikrobiologi ITS yang dilakukan selama 10 hari pada media Lignin Alkali Chloramphenicol (LAC). Kapang Gliomastix sp. mendegradasi lignin terbaik dengan perlakuan menggunakan rotary shaker dan lama inkubasi selama 10 hari didapatkan penurunan lignin sebesar 46.95%. Hal ini menyebabkan proses degradasi lignin hanya dilakukan oleh kapang Trichoderma sp. yang jumlahnya hanya sedikit dibanding kapang jenis lain yang tumbuh sehingga kinerja proses degradasi lignin kurang efektif. Oleh karena itu, proses degradasi lignin menjadi faktor pembatas dalam konversi langsung. Karena untuk menghasilkan gula pereduksi yang maksimum maka lapisan lignin yang menutupi selulosa harus didegradasi dahulu dengan baik sehingga proses konversi langsung dapat berjalan dengan efektif.

Optimasi Proses Konversi Langsung Menggunakan Metode Permukaan Respon pada LCPKS

Untuk menentukan kondisi optimum yang paling efektif dalam proses konversi langsung LCPKS menjadi gula pereduksi telah dirancang sebelas perlakuan menggunakan dua tingkat faktorial pecahan dengan titik pusat tunggal sehingga diperoleh persamaan regresi berdasarkan hasil yang diperoleh. Rancangan percobaan untuk mengetahui permukaan respon dari pengaruh laju kultur bergoyang dan lama kultivasi dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Rancangan percobaan untuk mengetahui permukaan respon dari pengaruh laju kultur bergoyang dan lama kultivasi

(26)

14

Berdasarkan analisis rancangan percobaan di atas, maka sebuah model regresi polinomial kemudian diperoleh dengan mempertimbangkan pengaruh linear, kuadrat, dan interaksi pada respon utama (selulosa sisa) seperti pada Persamaan-3. Jumlah selulosa sisa (Y1, g/l) = 7.403333 – 0.160821X1 + 0.143478X2 + 0.078334X12 0.0575X1X2 0.229167X22………. (3) R2 = 65.59%

Menurut Persamaan-3, nilai R2 menunjukkan bahwa variasi sampel 65.59% untuk selulosa sisa yang dihasilkan dikaitkan dengan faktor independen berupa laju kultur bergoyang dan lama kultivasi. Sedangkan untuk analisis varian (ANOVA) dari pengujian disajikan pada Lampiran 7 dimana model regresi kuadrat menunjukkan nilai signifikansinya.

(27)

15

Gambar 2 (A) Permukaan respon dan (B) Countour optimizer konversi langsung sebagai fungsi dari laju kultur bergoyang (X1) dan lama kultivasi (X2) Berdasarkan Gambar 2 dapat diketahui bahwa jumlah selulosa sisa (Y1) meningkat pada saat laju kultur bergoyang (X1) diturunkan nilainya. Hal ini diduga karena pada saat laju kultur bergoyang ditingkatkan maka miselium kapang akan rusak sehingga fungsional kapang tersebut sebagai pendegradasi lignoselulosa menjadi terhambat dan mengakibatkan enzim lignoselulase yang dihasilkan tidak optimal sehingga lignoselulosa yang didegradasi menjadi lebih sedikit. Hasil analisis kanonik terhadap permukaan respon diketahui bahwa model permukaan respon berbentuk sadel (saddle point). Hal tersebut menyebabkan nilai optimum tidak dapat ditentukan dari model permukaan respon. Perkiraan hasil terbaik diperoleh dari estimasi jumlah selulosa sisa sebesar 7.33 g/l sehingga jumlah penurunan selulosanya sebesar 0.61 g/l atau 7.68% dengan jumlah gula pereduksi yang dihasilkan sebesar 0.81 g/l. Hasil ini dicapai dengan nilai faktor reaksi laju kultur bergoyang sebesar 152.28 rpm dan lama kultivasi 4.35 hari.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Proses konversi langsung LCPKS menggunakan konsorsium kapang pada kondisi aerobik dapat dilakukan dengan mengoptimumkan beberapa faktor yang berpengaruh, antara lain faktor laju kultur bergoyang dan lama kultivasi. Berdasarkan penentuan pengaruh faktor reaksi didapatkan hasil bahwa laju kultur bergoyang berpengaruh negatif terhadap respon jumlah selulosa sisa dengan selang kepercayaan sebesar 90%. Hasil optimasi terhadap jumlah selulosa sisa menunjukkan bahwa permukaan respon dari faktor laju kultur bergoyang (X1) dan

La

m

a

Kul

tiv

a

s

i

Laju Kultur Bergoyang Selulosa Sisa

(28)

16

lama kultivasi (X2) memiliki model permukaan respon berbentuk sadel (saddle point). Jumlah selulosa sisa yang terjadi sebesar 7.33 g/l sehingga jumlah penurunan selulosanya sebesar 0.61 g/l atau 7.68% dengan jumlah gula pereduksi yang dihasilkan sebesar 0.81 g/l. Hasil ini dicapai dengan nilai faktor reaksi laju kultur bergoyang sebesar 152.28 rpm dan lama kultivasi 4.35 hari.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan memperhatikan kondisi yang terbaik untuk menumbuhkan kapang pendegradasi lignin agar gula pereduksi yang dihasilkan maksimum.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad A, Ismail S, Bhatia S. 2003. Water recycling form palm oil mill effluent (POME) using membrane technology. Desalination. 157:87-95.

Ahmed JKC, Alam MZ, Sahul HS. 2006. Isolation, purification and screening of fingal strain for effective bioconversion of palm oil mill effluent. Proceeding of the first international conference on natural resources engineering and technology. 167-175.

Alam MZ, Kabbashi NA, Hussin SNIS. 2009. Production of bioethanol by direct bioconversion of oil-palm industrial effluent in a stirred-tank bioreactor. J Ind Microbiol Biotechnol. 36:801-808.

Andarwulan N, Kusnandar F, Herawati D. 2011. Analisis Pangan. Jakarta (ID): Dian Rakyat.

Anuradha B, Darah I. 2006. Enhancement of Lignin Peroxidase and Manganese Peroxidase Production by Humicola Grisea in a Tubular Air-Lift Fermenter. J Biosains. 17(1):39-49.

AOAC (Association of Official Analytical Chemistry). 2005. Official Methods of Analysis of the Association of Official Analytical Chemistry. Ed ke-14. Virginia (US): Arlinton.

Baharuddin AS, Hock LS, Yusof MZM, Rahman NAA, Umi KMS, Hassan MA, Wakisaka M, Sakai K, Shirai Y. 2010. Effects of palm oil mill effluent (POME) anaerobic sludge from 500 m3 of closed anaerobic methane digested tank on pressed-shredded empty fruit bunch (EFB) composting process. Afr J Biotechnol. 9(16):2427-2436.

Berger PD, Meurer RE. 2002. Experimental Design with Application in Management, Engineering, and the Sciences. USA: Duxburry Thomson Learning.

Fadzilah K, Mashitah MD. 2010. Cellulases production in palm oil mill effluent: effect of aeration and agitation. J Appl Sci. 10(24):3307-3312.

(29)

17 Gandjar I, Sjamsuridzal W, Oetari A. 2006. Mikologi Dasar dan Terapan. Jakarta

(ID): Yayasan Obor Indonesia.

Habib MAB, Yusof FM, Phang SM, Ang KJ, Mohamed S. 1997. Nutritional values of chironomid larvae grown in palm oil mill effluent and algal culture. Aquaculture. 158:95-105.

Hairong X. 2004. Production and Characterization of Trichoderma reesei and Thermomyces Lanuginosus Xylanases. Lib.tkk.ti/Diss/2004/ISBN9512273 187/ISBN9512273187.

Iranmahboob J, Nadim F, Monemi S. 2002. Optimizing acid hydrolysis: A critical step for production of ethanol from mixed wood chips. Biomass Bioenergy. 22 (5):401-404.

Isroi, Millati R, Syamsiah S, Niklasson C, Cahyanto MN, Lundquist K, Taherzadeh MJ. 2010. Biological Pretreatment of Lignocelluloses with White Rot Fungi and It,s Applications. Review. 6(4):1-36.

Lin Y, Tanaka S. 2006. Ethanol fermentation from biomass resources: current state and prospects, Appl. Microbiol. Biotechnol. 69:627-642.

Lynd LR, Paul JW, Willem H, Isak SP. 2002. Microbial cellulase utilization: fundamentals and biotechnology. Microbiol Molecul Bio Rev. 66(3):506-577.doi:10.1128/MMBR.66.3.506-577.2002.

Meryandini A, Widosari W, Maranatha B, Sunarti TC, Rachmania N, Satria H. 2009. Isolasi bakteri selulolitik dan karakterisasi enzimnya. Makara Sains. 13(1):33-38.

Miller GL. 1959. Use of dinitrosalicylic acid reagent for determination of reducing sugar. Anal Chem. 31(3):426-428.doi:10.1021/ac60147a030.

Muralidhar RV, Chirumamila RR, Marchant R, Nigam P. 2001. A response surface approach for the comparison of lipase pro duction by Candida cylindracea using two different carbon sources. JBiochem Eng. 9:17-23.

Pelczar MJ, Chan ECS. 2007. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Volume ke-1. Hadioetomo RS, Imas T, Tjitrosomo SS, Angka SL, penerjemah. Jakarta (ID): UI Pr. Terjemahan dari: Elements of Microbiology.

Rachman A. 1989. Pengantar Teknologi Fermentasi. Bogor (ID): Pangan dan Gizi IPB.

Rashid SS, Alam MZ, Karim MIA, Shalleh HM. 2009. Management of palm oil mill effluent through production of cellulases by filamentous fungi. World J Microbiol Bioethanol. 25:2219-2226.doi:10.1007/s11274-009-0129-9. Rashid SS, Alam MZ, Karim MIA, Shalleh HM. 2011. Development of

pretreatment of empty fruit bunches for enhanced enzymatic saccharification. Afr J Biotechnol. 10(81):18728-18738.doi:10.5897/AJB 11.2745.

Rohmah YM, Kuswytasari ND, Shovitri M. 2009. Studi potensi isolat kapang tanah dari Wonorejo Surabaya dalam mendegradasi lignin. Surabaya (ID): Institut Teknologi Sepuluh November.

Sanchez C. 2009. Lignocellulosic residues: Biodegradation and bioconversion by fungi. Biotechnol Advances. 27:185-194.

Scragg, AH. 1991. Aerobic batch culture of Saccharomyces cerevisiae using 2% glucose as a carbon source in Bioreactors in Biotechnology: a practical approach. England: Ellis Horwood Limited.

(30)

18

Stanbury PF, Whitaker A. 1984. Principles of Fermentation Technology. Pergamon Press.

Sukumaran RK, Sighani R, Mathew GM, Pandey A. 2009. Cellulase production using biomass feed stock and its application in lignocelluloses saccharification for bio-ethanol production. Renewable Energy. 34:421-424. Tanyildizi MS, Dursun Ö, Murat E. 2005. Optimization of α-amylase production

by Bacillus sp. using response surface methodol. Proc. Biochem. 40:2291-2297.

Teoh YP, Mashitah MD. 2010. Cellulase production by Pycnoporus sanguineus on oil palm residue through pretreatment and optimization study. J Appl Sci. 10(12):1036-1043.

Updegraff DM. 1969. Semimicro determination of cellulose in biological materials. Anal Biochem. 32:420-424.

(31)

19 Lampiran 1 Prosedur uji proksimat LCPKS

Kadar Air (AOAC 2005)

Sebanyak 2 g sampel LCPKS yang sudah di pisahkan antara padatan dan cairannya, dimasukan ke dalam cawan alumunium yang telah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan di dalam oven yang bersuhu 100 sampai 105 °C. Setelah itu didinginkan di dalam desikator dan ditimbang kemudian dikeringkan lagi hingga beratnya konstan.

% kadar air basis basah = − x %

Kadar Protein (Metode Kjeldahl)

Sebanyak 0.1 sampai 0.5 g sampel LCPKS yang sudah di pisahkan antara padatan dan cairannya, dimasukkan ke dalam labu kjeldahl 30 ml dan ditambahkan 1.9 g K2SO4, 40 mg HgO, 2 ml H2SO4, dan beberapa butir batu didih. Setelah itu, dididihkan selama 60 sampai 90 menit hingga semua cairan jernih kemudian didinginkan. Setelah dingin ditambah sedikit H2O lewat dinding, dan didestilasi sampai diperoleh ± 15 ml destilat yang berwarna hijau. Destilasi dilakukan dengan meletakkan Erlenmeyer 125 ml berisi 5 ml H3BO3, 2 tetes indikator (campuran 2 bagian metal merah 0.2% dalam alkohol dan 1 bagian metilen blue 0.2% dalam alkohol), dan ditambahkan 8 sampai 10 ml NaOH-Na2S2O3. Hasil destilasi diencerkan sampai ± 50 ml dan dititrasi dengan HCl 0.02 N.

Kadar N % = H − H 4, 7 x %

Kadar protein % = % N x faktor konversi ,

Kadar Abu (AOAC 2005)

Contoh sebanyak 3 sampai 5 g sampel LCPKS yang sudah di pisahkan antara padatan dan cairannya, dimasukkan ke dalam cawan porselin yang telah diketahui bobotnya, kemudian diabukan dalam furnace pada suhu 600 °C selama kurang lebih 4 jam atau sampai diperoleh abu berwarna putih. Setelah itu cawan didinginkan dalam desikator sampai suhu ruang dan ditimbang. Sampel diabukan kembali hingga beratnya konstan.

Kadar abu % = x %

Kadar Lemak (Metode Ekstraksi Soxhlet) (AOAC 2005)

(32)

20

Kadar lemak % = x %

Kadar Serat Kasar (AOAC 2005)

Contoh sebanyak 5 g sampel yang sudah hilang air dan lemaknya, dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 500 ml kemudian ditambahkan 100 ml H2SO4 0.325 N dan dididihkan selama kurang lebih 30 menit. Ditambahkan lagi 50 ml NaOH 1.25 N dan dididihkan selama 30 menit. Dalam keadaan panas disaring dengan kertas Whatman No. 40 setelah diketahui bobot keringnya. Kertas saring yang digunakan dicuci berturut-turut dengan air panas, 25 ml H2SO4 dan etanol 95%. Kemudian dikeringkan di dalam oven bersuhu 100 sampai 105 °C sampai bobotnya konstan. Kertas saring didinginkan dalam desikator dan ditimbang.

Kadar serat kasar % = x %

Lampiran 2 Prosedur analisis selulosa sisa (Updegraff 1969)

Sebelum digunakan, tabung sentrifugasi 15 ml dikeringkan dan ditimbang. Sebanyak 10 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung tersebut (bobot awal tabung kosong kering diketahui) kemudian disentrifugasi pada kecepatan 4500 x g. Supernatan dipisahkan untuk dianalisis jumlah gula pereduksinya sementara sedimen yang dihasilkan dilakukan uji selulosa sisa.

Pada uji selulosa sisa, sebanyak 3 ml reagen asetat/nitrat dimasukkan ke dalam tabung sentrifugasi berisi sedimen. Reagen tersebut dimasukkan secara bertahap kemudian divortex hingga tercampur. Jumlah awal reagen asetat/nitrat dimasukkan sebanyak 1 ml, kemudian divortex dan diberi reagen asetat nitrat kembali sebanyak 2 ml dan divortex. Setelah sampel terhomogenisasi dengan reagen asetat nitrat, dipanaskan dalam penangas air selama 30 menit (setelah mendidih) dan didinginkan pada suhu ruang. Selanjutnya sampel disentrifugasi kembali dengan kecepatan tinggi selama 5 menit dan supernatan yang diperoleh dibuang.

Sedimen yang diperoleh dicuci menggunakan air destilata sebanyak 10 ml, divortex dan disentrifugasi kembali dengan kecepatan tinggi selama 5 menit. Supernatan yang diperoleh dibuang dan sedimen dikeringkan pada suhu 40OC dalam oven hingga beratnya konstan.

Residu selulosa (g/l)

= –

V

×

1000

Penurunan jumlah selulosa LCPKS (g/l)

(33)

21 Lampiran 3 Prosedur pengukuran total gula pereduksi metode DNS (Miller 1959) Penyiapan pereaksi DNS

Pereaksi DNS dibuat dengan melarutkan 10.6 g asam 3,5 dinitrosalisilat dan 19.8 g NaOH ke dalam 1416 ml air. Setelah itu ditambahkan 306 g Na-K Tartrat, 7.6 g fenol yang dicairkan pada suhu 50°C dan 8.3 g Na-Metabisulfit. Larutan ini diaduk rata, kemudian 3 ml larutan ini dititrasi dengan HCl 0.1 N dengan indikator fenolftalein. Banyaknya titran berkisar 5 sampai 6 ml. Jika kurang dari itu harus ditambahkan 2 g NaOH untuk setiap ml kekurangan HCl 0.1 N.

Penentuan kurva standar

Kurva standar dibuat dengan menggunakan larutan glukosa standar. Konsentrasi yang dibuat yaitu 50, 100, 150, 200, 250, dan 300 ppm. Hasil yang didapatkan diplotkan dalam grafik secara linear.

Penetapan total gula pereduksi

Pengujian gula pereduksi menggunakan kurva standar DNS adalah sebagai berikut 1 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 3 ml pereaksi DNS. Larutan tersebut ditempatkan dalam air mendidih selama 5 menit. Biarkan sampai dingin pada suhu ruang. Ukuran absorbansi pada panjang gelombang 550 nm.

Lampiran 4 Prosedur pengukuran biomassa (Scragg 1991)

Tabung sentrifugasi 15 ml dikeringkan dan ditimbang. Sebanyak 10 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung tersebut (bobot awal tabung kosong kering diketahui) kemudian disentrifugasi pada kecepatan 3000 rpm. Supernatan yang dihasilkan dipisahkan sementara sedimen yang dihasilkan ditambahkan NaCl 0.9% yang bertujuan untuk membersihkan sel dari media. Sedimen disentrifugasi kembali dengan kecepatan sama. Supernatan yang diperoleh dibuang dan sedimen dikeringkan pada suhu 90 oC dalam oven selama 20 jam kemudian ditimbang hingga beratnya konstan.

Total berat kering = –

V × 1000

(34)

22

Lampiran 5 Rancangan percobaan untuk pengaruh laju kultur bergoyang dan lama kultivasi terhadap respon gula pereduksi

No.

Lampiran 6 Rancangan percobaan untuk pengaruh laju kultur bergoyang dan lama kultivasi dari respon biomassa

No.

(35)

23

RIWAYAT HIDUP

Mujtahid Alfajri terlahir sebagai anak kedua dari empat bersaudara pasangan Ayahanda Muslih, SPdI dan Ibunda Siti Komari di kota Blora, pada tanggal 27 Mei 1991. Penulis menyelesaikan pendidikan jenjang menengah atas di SMA Negeri 1 Blora pada tahun 2009. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB).

Selama mengikuti kegiatan perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai kegiatan kompetisi, organisasi, dan kepanitiaan baik dalam maupun luar kampus. Penulis pernah meraih Juara 3 Lomba Inovasi Teknologi Lingkungan Nasional yang diselenggarakan oleh ITS Surabaya pada tahun 2010. Penulis juga pernah meraih Juara 2 dalam Lomba Film Dokumenter tentang Sosial Lingkungan yang diselenggarakan oleh Beastudi Indonesia, Dompet Dhuafa pada tahun 2011. Penulis juga pernah aktif mengikuti lomba karya tulis ilmiah Pekan Kreativitas Mahasiswa (PKM) Gagasan Tertulis 2010 dan PKM Penelitian 2011 yang didanai oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI). Selain itu, penulis juga pernah mengikuti berbagai ajang internasional seperti Green Leaders Youth Energy Summit 2013 di Manila, Filipina dan peraih anugerah Best Paper di bidang Lingkungan dan Pembangunan Berkelanjutan pada The First Annual International Scholars Conference 2013 di Taichung, Taiwan. Pada tahun yang sama penulis menjadi delegasi dalam National Youth forum For Sustainability Development oleh OISCA (Organization For Industrial Spiritual and Cultural Advancement) di Jakarta dan Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) oleh Kementerian Koordinator Bidang Ekonomi RI di Bali, Indonesia.

Pengalaman organisasi penulis selama perkuliahan diawali dengan mengikuti LDK (Lembaga Dakwah Kampus) Al Hurriyyah IPB mulai dari menjadi staf hingga Ketua Departemen Multimedia dari tahun 2009 sampai 2012. Selain itu, penulis juga mengembangkan bakat menulisnya di UKM FORCES (Forum for Scientific Studies) sebagai staf Divisi Komunikasi dan Informasi dari tahun 2010 sampai 2012. Penulis sering memperoleh kesempatan sebagai Desainer Grafis pada berbagai kegiatan di kampus. Bulan Juli hingga September 2012 penulis melaksanakan Praktik Lapangan di PTPN XII Unit Perkebunan Teh Kertowono, Lumajang dengan judul Teknologi Pasca Panen dan Peningkatan Mutu Komoditi Teh di PT Perkebunan Nusantara XII (Persero) Unit Kebun Kertowono-Lumajang. Dalam bidang penelitian penulis telah menghasilkan publikasi internasional yang dimuat dalam Proceeding of The 1st Annual International Scholars Conference (AISC) 2013 di Taiwan, Journal of Life Science and Technologies (JOLST) 2013 di Hong Kong, dan Proceeding of The 11th Hokkaido Indonesian

Gambar

Tabel 3 Rancangan percobaan untuk pengaruh laju kultur bergoyang dan lama kultivasi terhadap respon utama jumlah selulosa sisa
Tabel 7 Hasil identifikasi jenis kapang pada sampel LCPKS yang telah mengalami
Tabel 9 Rancangan percobaan untuk mengetahui permukaan respon dari pengaruh laju kultur bergoyang dan lama kultivasi
Gambar 2  (A) Permukaan respon dan (B) Countour optimizer konversi langsung

Referensi

Dokumen terkait

Inkuiri terbimbing merupakan perluasan proses discovery yang digunakan lebih mendalam. Inkuiri yang dalam bahasa inggris inquiry , berarti pertanyaan, atau pemeriksaan,

yang dilakukan peneliti, maka proses berpikir siswa dalam membuat rencana.. penyelesaian masalah soal nomor 1 adalah

Data yang diperlukan pada saat di lapangan antara lain waktu edar (cycle time) alat angkut, waktu kerja tersedia, waktu kerja efektif, efisiensi operator, efektifitas

(Elektronik Data Capture) yang mana keempat cara tersebut memiliki Bukti Penerimaan Negara (BPN) sebagaimana diatur dalam pasal 3 ayat (3) huruf a,b,c,d

Saya merasa puas dengan pekerjaan saya saat ini... Saya merasa senang dengan

Antara yang jelas dapat diperhatikan adalah amalan-amalan berikut yang kini mula menjadi norma dalam kalangan masyarakat Islam di Malaysia iaitu, amalan menyalakan api

Sehubungan dengan akan dilaksanakannya Evaluasi Dokumen Kualifikasi dan Pembuktian Kualifikasi untuk paket pekerjaan Pengadaan Alat Bantu Mesin Penangkapan Ikan (APBK), dengan ini

Pada penelitian ini diketahui terdapat pengaruh ekstrak daun sirsak terhadap viabilitas cell line kanker payudara T47D dengan ditemukan penurunan persentase viabilitas sel