• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Fisik Sabun Padat Berbahan Dasar Tallow dengan Penambahan Susu atau Krim

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakteristik Fisik Sabun Padat Berbahan Dasar Tallow dengan Penambahan Susu atau Krim"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK FISIK SABUN PADAT BERBAHAN

DASAR

TALLOW

DENGAN PENAMBAHAN

SUSU ATAU KRIM

IHWAN NUL PADLI

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Fisik Sabun Padat Berbahan Dasar Tallow dengan Penambahan Susu atau Krim adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2014

Ihwan Nul Padli

(4)

ABSTRAK

IHWAN NUL PADLI. Karakteristik Fisik Sabun Padat Berbahan Dasar Tallow

dengan Penambahan Susu atau Krim. Dibimbing oleh EPI TAUFIK dan MOCHAMMADSRIDURESTASOENARNO.

Lemak internal umumnya memiliki nilai ekonomi yang rendah dan kurang dimanfaatkan. Lemak internal dapat diubah menjadi tallow melalui poses rendering sebagai bahan baku pembuatan sabun. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis karakteristik fisik sabun yang dibuat dari tallow dengan penambahan susu atau krim. Peubah yang diamati dalam penelitian ini meliputi kadar air, kekerasan, derajat keasaman (pH) dan tinggi pembusaan. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Rancangan Acak Lengkap dengan 4 perlakuan dan 1 kontrol. Data yang telah diperoleh dianalisis dengan analisis ragam (ANOVA). Data yang tidak memenuhi asumsi dianalisis dengan analisis nonparametrik Kruskal Wallis. Hasil penelitian menunjukkan kadar air sabun

tallow krim dan sabun tallow susu berbeda dengan sabun kontrol (P<0.05). Rataan kadar air sabun kontrol 2.74±0.29%, sabun tallow krim 5% sebesar 9.60±0.71%, sabun tallow krim 10% sebesar 8.61±007%, sabun tallow susu 5% sebesar 10.18±0.41%, dan sabun tallow susu 10% sebesar 9.84±0.25%. Kekerasan sabun dan tinggi pembusaan pada sabun tallow krim atau susu dan sabun kontrol tidak berbeda nyata. pH sabun tallow susu berbeda nyata (P<0.05) dari sabun tallow krim dan kontrol. Rataan nilai pH sabun kontrol sebesar 10.12± 0.03, sabun tallow krim 5% sebesar 10.16±0.01, sabun tallow krim 10% sebesar 10.13±0.01, sabun tallow susu 5% sebesar 9.96±0.03 dan sabun tallow susu 10% sebesar 9.86±0.03. Uji organoleptik menunjukkan sabun krim memiliki warna yang lebih putih dari sabun susu (P<0.05). Panelis lebih menyukai (P<0.05) warna sabun pada perlakuan 10% krim. Aroma sabun antar perlakuan tidak berbeda nyata. Aroma sabun yang dihasilkan yaitu beraroma lemak. Uji mutu hedonik juga menunjukkan daya busa sabun yang ditambahkan krim dan susu tidak berbeda nyata. Panelis menyatakan suka pada uji hedonik daya busa. Panelis menyatakan sabun yang dihasilkan memiliki banyaknya busa yang sama.

Kata kunci: sabun, sifat fisik, tallow

ABSTRACT

IHWAN NUL PADLI. Physical Properties of Hard Soap Made by Using Tallow

(5)

1 control was used as experimental design. Data were analyzed by analysis of variance (ANOVA). Kruskal Wallis test were used for nonparametric data. The results showed that water content of cream tallow soap and milk tallow soap had significant difference (P<0.05) with control soap. Hardness and foaming height of soap between treatments soaps and control soap had no significant difference. The value of pH of milk tallow soap had significant difference (P<0.05) with cream tallow soap and control. The organoleptic test results showed that cream

tallow soap had significant difference (P<0.05) in colour with milk tallow soap. The cream tallow soap had no significant difference of favour with milk tallow

soap. There was no significant difference on foaming ability between cream

tallow soap and milk tallow soap.

(6)

IHWAN NUL PADLI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

pada

Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

KARAKTERISTIK FISIK SABUN PADAT BERBAHAN

DASAR

TALLOW

DENGAN PENAMBAHAN

SUSU ATAU KRIM

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(7)

Judul Skripsi : Karakteristik Fisik Sabun Padat Berbahan Dasar Tallow dengan Penambahan Susu atau Krim

Nama : Ihwan Nul Padli NIM : D14100036

Disetujui oleh

Dr Epi Taufik, SPt MVPH MSi Pembimbing I

MSridurestaS, SPt MSc Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Muladno, MSA Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Shalawat dan salam penulis panjatkan kepada nabi besar Muhammad SAW serta keluarga dan sahabatnya. Skripsi dengan judul Karakteristik Fisik Sabun Padat Berbahan Dasar Tallow

dengan Penambahan Susu atau Krim ini berdasarkan penelitian yang dilakukan sejak bulan Maret 2014.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Epi Taufik, SPt MVPH MSi dan Bapak M. SridurestaS,SPtMSc selaku pembimbing skripsi, serta Ibu Dr Ir Niken Ulupi, MSi selaku pembimbing akademik. Terima kasih dan penghargaan penulis ungkapkan kepada seluruh teman-teman IPTP 47 atas segala doa, kerjasama dan motivasinya. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada ayah, ibu dan seluruh keluarga yang selalu memberikan doa restu dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2014

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI 1

DAFTAR TABEL 2

DAFTAR LAMPIRAN 2

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan 1

Ruang Lingkup Penelitian 2

METODE 2

Waktu dan Tempat 2

Materi 2

Prosedur 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Kadar Air 5

Kekerasan 6

Nilai pH 7

Tinggi Pembusaan 8

Uji Organoleptik 10

SIMPULAN DAN SARAN 11

DAFTAR PUSTAKA 12

LAMPIRAN 14

(10)

DAFTAR TABEL

1 Rataan sifat fisik sabun tallow padat dengan konsentrasi krim dan susu yang berbeda

5

2 Rataan uji mutu hedonik dan uji hedonik sabun tallow padat dengan konsentrasi krim dan susu yang berbeda

9

DAFTAR LAMPIRAN

1 Analisis ragam tinggi pembusaan sabun padat 13

2 Uji tukey tinggi pembusaan sabun padat 13

3 Analisis ragam pH sabun padat 13

4 Uji tukey pH sabun padat 13

5 Analisis ragam kadar air sabun padat 13

6 Uji tukey kadar air sabun padat 14

7 Analisis ragam parameter kekerasan sabun padat 14 8 Uji tukey parameter kekerasan sabun padat 14

9 Uji organoleptik daya busa 15

10 Dokumentasi penelitian 16

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Lemak susu merupakan salah satu komponen susu yang mengandung sejumlah besar lemak (81.9%). Lemak susu mengandung asam lemak rantai panjang dalam jumlah yang relatif cukup besar. Secara umum asam lemak susu terdiri atas asam lemak jenuh (saturated) sebesar 58.5% dan asam lemak tak jenuh (polyunsaturated) sebesar 41.5%. Asam lemak jenuh yang dominan terdapat dalam susu adalah miristat, palmitat, dan stearat. Jenis asam lemak tersebut sama dengan jenis asam lemak yang terdapat pada tallow. Asam miristat pada susu (7%-11%) lebih besar daripada tallow sehingga memiliki sifat membersihkan kotoran yang lebih baik (Bylund 1995).

Krim merupakan bagian dari susu yang banyak mengandung lemak yang terpisah dengan skim ketika didiamkan atau dipisahkan dengan separator sentrifugal. Presentase krim dalam susu sapi yaitu 4% (Walstra et al. 2006). Kandungan asam lemak yang terkandung di dalamnya yaitu asam lemak jenuh sebesar 65%-75%, asam lemak tak jenuh sebesar 25%-30%, dan asam lemak tidak jenuh ganda sebesar 4% (Buckle et al. 1987). Krim harus dilindungi dari lingkungan untuk meminimalkan terjadinya penurunan kualitas secara kimia, organoleptik, dan mikrobiologi. Udara dan cahaya perlu dikontrol untuk menghindari terjadinya degradasi lemak pada krim yang dapat menyebabkan ketengikan (Tamime 2009). Pengolahan krim perlu dilakukan, salah satunya dengan membuat produk non pangan.

Sabun merupakan pembersih yang dapat mengangkat kotoran di permukaan kulit yang berasal dari hasil reaksi alkali dan lemak (SNI 1994). Asam lemak utama yang membentuk sabun adalah asam laurat, miristat, palmitat, stearat dan oleat (Kamalu et al. 2012). Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tallow. Tallow tidak hanya digunakan sebagai pakan ternak berenergi tinggi dan murah, namun secara luas tallow juga digunakan dalam industri sabun (Edwinoliver et al. 2010). Tallow memiliki beberapa kandungan asam lemak antara lain asam laurat 12.21%, asam palmitat 26.96%, asam stearat 17.12%, asam oleat 36.06%, dan asam linolenat 2.96% (Kamalu et al. 2012).

Penggunaan tallow, susu dan krim sebagai bahan alami pembuatan sabun mandi padat merupakan salah satu produk diversifikasi ternak non pangan.

Tallow, susu dan krim memiliki lemak jenuh dan tak jenuh yang berpotensi sebagai alternatif pengganti bahan baku kimia dalam pembuatan sabun mandi padat. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis karakteristik fisik sabun mandi padat berbahan dasar tallow dengan penambahan susu atau krim, serta melakukan uji organoleptik untuk mengetahui penerimaan produk sabun mandi padat oleh konsumen.

Tujuan Penelitian

(12)

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini mencakup tahapan pembuatan sabun berbahan dasar tallow,

susu sertakrim dengan komposisi yang berbeda. Pengujian sabun yang dihasilkan terbatas pada uji karakteristik fisik dan organoleptik.

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan dari bulan Maret 2014 sampai Juni 2014. Pembuatan sabun dilakukan di Laboratorium Hasil Ikutan Ternak. Pengambilan data sifat fisik dilakukan di Laboratorium Teknologi dan Hasil Ternak, uji organoleptik di Laboratorium Organoleptik Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Materi Pembuatan Tallow

Bahan yang digunakan dalam pembuatan tallow antara lain lemak ginjal (kidney fat) yang diperoleh dari rumah potong hewan (RPH) PT. Elders Bogor, garam, dan air. Peralatan yang digunakan yaitu pisau, grinder, baskom, panci, kompor, pengaduk kayu, saringan, nampan, dan gelas plastik.

Pembuatan sabun

Bahan-bahan yang digunakan pada pembuatan sabun adalah tallow, susu dan krim yang diperoleh dari PT. D’Farm Agriprima Bogor, minyak sawit, NaOH, dan akuades. Komposisi bahan baku yang digunakan untuk pembuatan sabun sebagai berikut:

P1 : Kontrol (sabun mandi berbahan tallow) P2 : 75% tallow + 5% krim + 20% minyak sawit P3 : 70% tallow + 10% krim + 20% minyak sawit P4 : 75% tallow + 5% susu + 20% minyak sawit P5 : 70% tallow + 10% susu + 20% minyak sawit

Peralatan yang digunakan antara lain pisau, mixer, panci, pengaduk kayu, kompor, gelas piala, timbangan analitik, termometer, gelas ukur, timbangan, wadah plastik, dan plastik wrap.

Pengujian

Peralatan yang dibutuhkan dalam pengujian diantaranya timbangan digital, tabung reaksi, gelas piala, botol timbang, pipet 7 mL, pH meter, vortex, alat tulis, dan kalkulator. Adapun bahan yang digunakan yaitu sabun tallow kontrol, alkohol netral, dan akuades.

(13)

Prosedur Pembuatan Tallow (modifikasi Kamikaze 2002)

Lemak ginjal sapi sebanyak 14.4 kg yang diperoleh dari rumah potong hewan (RPH) di giling menjadi potongan-potongan kecil dan halus. Lemak dicairkan dengan cara dipanaskan di atas api 90 °C selama 1-2 jam dan ditambahkan garam sehingga menjadi minyak.

Minyak yang terbentuk disaring sehingga dapat dipisahkan dari padatan dan kotoran lainnya. Selanjutnya minyak dicetak pada gelas plastik yang telah disiapkan.

Pembuatan Sabun (modifikasi Kamikaze 2002)

Bahan yang digunakan pada pembuatan sabun adalah susu, krim, minyak sawit dan NaOH. Tallow yang telah terbentuk kemudian dicairkan, setelah itu ditambahkan minyak sawit dan krim serta minyak sawit dan susu. NaOH kristal dilarutkan dengan akuades hingga sebanyak 3 kali dari banyaknya NaOH yang digunakan. Setelah bahan P2, P3, P4 dan P5 diperoleh maka bahan dipanaskan antara suhu 50 sampai 55 °C. Bahan yang telah dicampurkan, selanjutnya didinginkan hingga suhu 37 sampai 40 °C.

NaOH dimasukkan sedikit demi sedikit dan diaduk dengan kecepatan konstan hingga membentuk adonan yang mengental atau proses penyabunan yang terjadi berlangsung sempurna. Campuran yang diperoleh kemudian dicetak dan dilakukan proses aging selama 4 minggu. Setelah proses aging, sabun dibentuk dan dikemas dalam kotak sabun yang telah dipersiapkan.

Peubah yang Diamati Kadar Air

Sebanyak 4 g sampel dimasukkan ke dalam botol timbang yang telah diketahui bobotnya. Sampel dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 105 °C selama 24 jam. Penentuan kadar air sampel dihitung dari rumus berikut

Kadar air = -

Keterangan :

W1 : berat sampel + botol timbang (g) W2 : berat sampel setelah pengeringan (g) W : berat sampel (g)

pH (Setyoningrum 2010)

Sampel ditimbang sebanyak 1 g dan dilarutkan ke dalam 10 mL akuades. pH meter dicelupkan ke dalam larutan. Nilai pH sabun diamati dalam pH meter.

Uji Kekerasan Sabun (Widiyanti 2009)

Sampel sabun sebanyak 25 g diletakkan pada penetrometer secara vertikal. Penetrometer diputar sampai menembus sabun. Nilai kekerasan pada alat penetrometer dicatat.

(14)

Tinggi Pembusaan (Setyoningrum 2010)

Sampel ditimbang sebanyak 5 g dan dilarutkan ke dalam 5 mL akuades. Sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan dilakukan pengocokkan dengan menggunakan vortex selama 2 menit. Busa yang terbentuk diamati dan dicatat tinggi busa tersebut.

Uji Organoleptik (Sinatrya 2009)

Uji organoleptik yang digunakan ialah uji mutu hedonik dan uji hedonik. Panelis yang digunakan merupakan mahasiswa Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Panelis yang dibutuhkan sebanyak 40 orang. Parameter uji mutu hedonik yang diuji yaitu warna, aroma dan daya busa dengan skala yang digunakan dari 1 sampai 4.

Warna diamati secara visual dengan membandingkan tingkat kecerahan warna putih dari sabun. Warna : 1 = tidak putih; 2 = kurang putih; 3 = putih; 4 = sangat putih. Aroma yang diamati secara penciuman dengan membandingkan tingkat aroma lemak dari sabun. Aroma : 1 = tidak beraroma lemak; 2 = kurang beraroma lemak; 3 = beraroma lemak; 4 = sangat beraroma lemak. Pembusaan diamati dengan mengosokkan sabun dan air pada permukaan tangan sebanyak 20 kali hingga terbentuk busa. Pembusaan : 1 = tidak berbusa; 2 = kurang berbusa; 3 = berbusa; 4 = sangat berbusa. Uji hedonik meliputi kesukaan panelis yang dinyatakan dalam skala 1 sampai 4 pada parameter warna, aroma dan daya busa. Skala 1 = tidak suka; 2 = kurang suka; 3 = suka; 4 = sangat suka.

Rancangan

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL). Taraf Perlakuan yang diujikan terdiri atas 4 perlakuan dan 1 kontrol. Setiap perlakuan mendapat 3 ulangan. Analisis data penelitian menggunakan model berikut (Mattjik dan Sumertajaya 2013):

Yij= μ+αi +εij

Keterangan :

Yij : Respon yang didapat dari pengaruh perlakuan taraf ke-i dan ulangan ke-j

μ : Nilai rataan umum

αi : Pengaruh perlakuan taraf ke-i i : Perlakuan

j : Ulangan 1, 2, dan 3

εij : Pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

Analisis Data

Data yang telah diperoleh dilakukan uji asumsi (kenormalan, keaditifan, kehomogenan, dan kebebasan galat) terlebih dahulu. Data yang memenuhi uji asumsi diolah menggunakan uji parametrik analisis ragam (ANOVA). Data yang berbeda nyata kemudian dilanjutkan dengan uji Tukey. Data yang tidak memenuhi uji asumsi diuji dengan uji non parametrik yaitu Kruskall-Wallis.

(15)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sifat fisik diperlukan untuk menganalisis bentuk fisik produk. Sifat fisik juga berhubungan dengan kesukaan dan penerimaan konsumen tehadap suatu produk. Beberapa sifat fisik yang diuji dalam penelitian ini terhadap sabun tallow

padat antara lain; kadar air, pH, kekerasan, tinggi pembusaan, dan uji organoleptik. Tabel 1 menunjukkan sifat fisik sabun tallow padat yang terdiri atas beberapa formulasi. tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji Tukey).

Kadar Air

Kadar air memiliki peran yang penting dalam pembuatan sabun, penambahan susu dan krim pada formula sabun dapat meningkatkan kadar air sabun. Kadar air sabun memiliki korelasi dengan keawetan sabun ketika digunakan, karena sabun tidak mudah larut dalam air (Kamikaze 2002). Analisis kadar air dilakukan untuk mengetahui jumlah air dan zat menguap yang terkandung dalam sabun yang dihasilkan (Yuspita 2011). Kadar air dapat dipengaruhi oleh bahan yang digunakan dalam formulasi sabun padat seperti susu, krim dan tallow.

Sabun kontrol memiliki kadar air lebih rendah daripada sabun krim maupun susu (P<0.05). Rataan kadar air sabun kontrol 2.74±0.29%, sabun tallow

krim 5% sebesar 9.60±0.71%, sabun tallow krim 10% sebesar 8.61±007%, sabun

tallow susu 5% sebesar 10.18±0.41%, dan sabun tallow susu 10% sebesar 9.84±0.25%. Sabun yang ditambahkan 10% krim memiliki kadar air yang berbeda nyata dengan sabun yang ditambahkan susu (P<0.05). Hal ini diduga karena susu memiliki kandungan air sebesar 86% (Walstra et al. 2006), sehingga menghasilkan sabun yang memiliki kadar air cukup tinggi.

Kadar air pada penelitian ini juga dipengaruhi oleh penambahan NaOH. Semakin tinggi kosentrasi NaOH yang ditambahkan, kadar air sabun semakin tinggi. Hal ini berbeda dengan penelitian Kamikaze (2002) yang menyatakan semakin tinggi penggunaan NaOH pada sabun tallow dengan penambahan curd

(16)

susu afkir, kadar air sabun semakin rendah. Penambahan susu atau krim diduga sebagai penyebab tingginya kadar air pada sabun.

Proses pembuatan sabun menggunakan penambahan air yaitu saat melarutkan NaOH. Faktor lain yang juga berpengaruh terhadap kadar air sabun yaitu hasil samping dari proses penyabunan asam lemak. Asam lemak (RCOOH) yang bereaksi dengan NaOH akan membentuk sabun (RCOONa) dan air (H2O).

Asam lemak memiliki kemampuan terbatas untuk larut dalam air. Hal ini akan membuat sabun menjadi lebih tahan lama setelah digunakan (Spitz 2009).

Sabun yang ditambahkan krim atau susu memiliki kadar air yang sesuai dengan syarat mutu yang ditetapkan badan standardisasi nasional (1994) yaitu maksimal lebih dari 15%. Sabun yang memiliki kadar air cukup rendah akan memberikan daya simpan yang cukup baik, karena semakin banyak air yang ditambahkan pada sabun akan mempengaruhi kelarutan sabun dalam air saat digunakan (Purnamawati 2006). Kadar air sabun dapat mempengaruhi kekerasan sabun padat yang akan dihasilkan (Hambali et al. 2005).

Kekerasan

Kekerasan didefinisikan sebagai kekuatan per gaya yang diperlukan untuk mencapai perubahan bentuk. Sabun yang memiliki tingkat kekerasan cukup tinggi memiliki ketahanan yang lebih baik terhadap kerusakan atau perubahan bentuk akibat gangguan fisik dari lingkungan (Yuspita 2011). Pengukuran tingkat kekerasan terhadap sabun padat yang dihasilkan dilakukan dengan menggunakan alat penetrometer.

Kekerasan diukur dengan menusukkan jarum penetrometer ke dalam sabun selama selang waktu tertentu. Nilai yang diperoleh dari hasil pengukuran menunjukkan seberapa dalam jarum penetrometer dapat menembus sabun dalam rentang waktu tertentu. Hasil pengukuran kekerasan diperoleh dengan membaca skala yang tertera pada alat. Semakin besar nilai penetrasi jarum berarti sampel semakin lunak (Widiyanti 2009).

Sabun tallow yang dihasilkan dalam penelitian ini memiliki tingkat kekerasan yang berbeda antara kontrol dan 10% susu. Rataan kekerasan sabun kontrol sebesar 0.87±0.16 mm per 5 detik, rataan kekerasan sabun tallow susu 10% sebesar 1.78±0.60 mm per 5 detik. Sabun yang ditambahkan 10% susu berbeda nyata dari sabun kontrol (P<0.05). Hal ini disebabkan karena susu memiliki asam lemak tak jenuh (polyunsaturated) cukup tinggi yaitu sebesar 41.5% (Bylund 1995). Sumber lemak yang digunakan dalam pembuatan sabun akan memberikan karakteristik yang berbeda pada sabun yang terbentuk (Oluwatoyin 2011).

Kekerasan sabun dipengaruhi oleh keberadaan asam lemak jenuh dan kadar air. Semakin banyak jumlah asam lemak jenuh dalam sabun, maka sabun akan menjadi semakin keras (Pradipto 2009). Asam lemak jenuh adalah asam lemak yang tidak mengandung ikatan rangkap dan memiliki titik cair yang lebih tinggi daripada asam lemak yang mengandung banyak ikatan rangkap (Scrimgeour 2005).

Sabun padat yang dibuat dalam penelitian ini menggunakan ekstraksi lemak sapi yang disebut tallow. Tallow tidak hanya digunakan sebagai pakan

(17)

ternak berenergi tinggi dan murah, namun secara luas tallow juga digunakan dalam industri sabun (Edwinoliver et al. 2010). Kandungan asam lemak stearat sebesar 21% yang terdapat pada tallow dapat memberikan sifat keras pada sabun yang dihasilkan (Mensah dan Firempong 2011).

Kekerasan sabun juga dipengaruhi kadar air yang terdapat dalam sabun. Semakin tinggi kadar air sabun, maka sabun akan semakin lunak (Yuspita 2011). Berdasarkan hasil pengamatan, perlakuan 5% susu memiliki kekerasan yang lebih tinggi dari 10% susu. Hal ini disebabkan bukan karena pengaruh kadar air, melainkan banyaknya NaOH yang ditambahkan pada formula sabun tersebut. Semakin tinggi penggunaan NaOH, kadar air semakin rendah sehingga sabun menjadi lebih keras (Kamikaze 2002).

Faktor lain yang menyebabkan tingkat kekerasan sabun susu atau krim yaitu bahan yang digunakan. Sabun tallow dalam penelitian ini juga menggunakan minyak sawit. Minyak sawit mengandung 41% lemak jenuh (Sambanthamurthi et al. 2000). Sabun yang dibuat dengan bahan baku minyak sawit memiliki karakteristik padat dan berbuih, serta memiliki kecepatan larut lebih lama (Oluwatoyin 2011).

Nilai pH

Pengukuran pH pada pembuatan sabun perlu dilakukan untuk mengetahui sabun yang dihasilkan bersifat asam atau basa. Nilai pH sabun mandi sebaiknya disesuaikan dengan pH kulit manusia yaitu sebesar 4.5-7 (Purnamawati 2006). Sabun merupakan garam alkali yang bersifat basa. Nilai pH sabun yang terlalu rendah dan terlalu tinggi dapat meningkatkan daya absorbansi kulit sehingga menyebabkan iritasi pada kulit (Yuspita 2011).

Nilai pH sabun yang ditambahkan susu berbeda nyata (P<0.05) dengan sabun yang ditambahkan krim. Sabun yang ditambahkan susu memiliki pH yang lebih rendah daripada krim. Rataan nilai pH sabun tallow krim 5% sebesar 10.16±0.01, rataan nilai pH sabun tallow krim 10% sebesar 10.13±0.01, rataan nilai pH sabun tallow susu 5% sebesar 9.96±0.03 dan rataan nilai pH sabun tallow

susu 10% sebesar 9.86±0.03. Semakin banyak susu yang ditambahkan, sabun memiliki pH yang semakin rendah, hal ini terlihat pada perlakuan 10% susu dan 5% susu. Hal serupa juga terjadi pada sabun yang ditambahkan krim. Sabun dengan penambahan 10% krim memiliki pH lebih rendah dari sabun yang ditambahkan 5% krim. Nilai pH sabun yang ditambahkan krim tidak berbeda nyata dengan nilai pH pada sabun kontrol.

Penurunan pH sabun disebabkan karena penambahan susu dan krim. Krim hanya sebagian kecil terdapat pada susu, presentase krim dalam susu yaitu 4% (Walstra et al. 2006). Krim lebih asam dari susu karena kandungan lemak yang terdapat pada krim lebih tinggi. Kandungan asam lemak yang terkandung di dalamnya yaitu asam lemak jenuh sebesar 65%-75% dan asam lemak tak jenuh sebesar 25%-30% (Buckle et al. 1987).

Perbedaan pH yang terjadi antara krim dan susu karena krim yang digunakan sudah terlalu lama, sehingga telah mengalami kerusakan. Selain itu, selama proses pembuatan sabun, krim tidak disimpan pada suhu rendah. Selama penyimpanan, krim harus dilindungi dari lingkungan untuk meminimalkan

(18)

terjadinya penurunan kualitas secara kimia, organoleptik dan mikrobiologi. Udara dan cahaya perlu dikontrol untuk menghindari terjadinya degradasi lemak pada krim yang dapat menyebabkan ketengikan (Tamime 2009).

Asam lemak tak jenuh cenderung mengalami oksidasi membentuk oksida dan peroksida yang berdampak pada ketengikan dan warna kekuningan. Oksidasi yang terjadi pada asam lemak jenuh berakibat terhadap pemanjangan rantai karbon, sehingga dapat menyebabkan iritasi. Iritasi dapat disebabkan karena perubahan fisiologis yang terjadi pada tubuh seperti perubahan kelembaban kulit dan pH (Barel et al. 2009).

Sabun krim dan sabun susu yang dihasilkan dalam penelitian ini memiliki pH yang cukup rendah, namun masih dalam kriteria nilai pH sabun mandi yaitu antara 9-11 (Hambali et al. 2005). Sabun yang dihasilkan cukup aman untuk digunakan karena tidak terjadi iritasi pada kulit. Mencuci dengan sabun akan meningkatkan pH kulit untuk sementara, karena pH kulit akan menjadi normal kembali setelah 5-10 menit pemakaian sabun (Yuspita 2011).

Tinggi Pembusaan

Pengujian tinggi pembusaan dilakukan untuk mengetahui banyaknya busa pada sabun yang dihasilkan dari masing-masing perlakuan. Busa (foam) adalah suatu dispersi koloid yaitu gas terdispersi dalam fase kontinyu yang berupa cairan (Schramm 2005). Busa merupakan suatu struktur yang relatif stabil dan terdiri atas kantong-kantong udara yang terbungkus dalam lapisan tipis (Yuspita 2011). Ketika kumpulan busa dalam keadaan diam, secara perlahan busa akan berkurang (Huang et al. 2010). Stabilitas busa merupakan hal yang penting dalam produk pembersih tubuh. Busa yang banyak biasanya lebih disukai daripada busa yang sedikit (Yuspita 2011).

Tinggi pembusaan yang dihasilkan dalam penelitian ini tidak berbeda nyata antara kontrol dan seluruh perlakuan, baik krim maupun susu (Tabel 1). Hal ini mengindikasikan bahwa penambahan krim 5% dan 10% serta penambahan susu 5% dan 10% memberikan pengaruh yang sama terhadap banyaknya busa yang dihasilkan. Sabun kontrol dan 5% susu menghasilkan busa yang lebih banyak dari perlakuan lainnya. Rataan tinggi pembusaan sabun kontrol sebesar 1.34±0.26 cm dan rataan tinggi pembusaan sabun tallow susu 5% sebesar 1.33±0.16 cm. Busa pada sabun dapat disebabkan oleh kandungan asam lemak yang digunakan dalam formula sabun. Bahan utama yang digunakan dalam membuat sabun yaitu tallow. Tallow memiliki beberapa kandungan asam lemak antara lain asam laurat 12.21%, asam palmitat 26.96%, asam stearat 17.12%, asam oleat 36.06%, dan asam linolenat 2.96% (Kamalu et al. 2012).

Sabun merupakan senyawa yang dibuat sedemikian rupa sehingga memiliki keistimewaan tertentu, yaitu jika senyawa itu larut dalam air, akan bersifat surfaktan (surface active agent). Surfaktan merupakan salah satu oleokimia turunan yang satu molekulnya memiliki gugus hidrofilik (bagian polar / yang suka air) dan gugus hidrofobik (non polar / yang suka akan minyak / lemak), sehingga dapat mempersatukan campuran yang terdiri dari air dan minyak (Aisyah 2011). Surfaktan terdiri atas udara yang diselaputi oleh air, dengan bagian hidrofobik yang diperluas ke dalam fase gas. Ketika fase gas telah terbagi

(19)
(20)

Uji Organoleptik

Uji organoleptik yang dilakukan meliputi uji mutu hedonik dan uji hedonik. Uji mutu hedonik digunakan untuk menggambarkan produk sabun yang dihasilkan, uji ini memberikan penilaian langsung terhadap bentuk fisik sabun. Parameter yang diuji dalam mutu hedonik meliputi warna, aroma, dan daya busa. Uji hedonik dilakukan untuk mengetahui kesukaan atau ketidaksukaan panelis terhadap warna, aroma dan daya busa sabun yang dihasilkan. Panelis yang digunakan dalam uji hedonik meliputi panelis agak terlatih yang berjumlah 40 orang (Sinatrya 2009). Skala penilaian yang digunakan oleh panelis yaitu 1-4. Hasil rataan uji hedonik dan uji mutu hedonik disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Rataan dan simpangan baku uji mutu hedonik dan uji hedonik sabun

Angka-angka pada kolom dan baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji Tukey). Keterangan: 1. tidak putih/ tidak beraroma lemak/ tidak berbusa; 2. kurang putih/ kurang beraroma lemak/ kurang berbusa; 3. putih/ beraroma lemak/ berbusa; 4. sangat putih/ sangat beraroma lemak/ sangat berbusa. 1. tidak suka; 2. kurang suka; 3. suka; 4. sangat suka.

Warna merupakan salah satu parameter penting untuk konsumen dalam memilih produk sabun. Berdasarkan penilaian panelis, sabun krim memiliki warna yang cenderung lebih putih dari sabun susu (P<0.05). Krim didefinisikan sebagai komponen lemak berwarna kekuning-kuningan dari susu yang tidak homogen yang cenderung berada di atas permukaan (Tamime 2007). Dalam penelitian ini, penambahan krim tidak memberikan warna kekuningan pada sabun. Hal ini diduga karena perbedaan kandungan asam stearat antara susu dan krim. Asam stearat memberikan warna putih kekuningan pada pembuatan sabun (Hambali et al. 2005). Susu memiliki kandungan asam stearat sebanyak 14%, krim hanya sebagian kecil terdapat pada susu, persentase krim dalam susu yaitu 4% (Walstra et al. 2006). Uji hedonik menunjukkan panelis lebih menyukai (P<0.05) warna sabun pada perlakuan 10% krim.

Penilaian organoleptik terhadap aroma dilakukan dengan cara menghirup aroma (wangi) sabun mandi yang dihasilkan (Fahmitasari 2004). Aroma pada sabun tallow tidak ditambahkan bahan lain. Aroma yang dihasilkan bersumber dari lemak yang digunakan dan susu atau krim. Tallow yang digunakan dalam penelitian ini melalui proses rendering basah. Proses rendering basah pada tallow

dilakukan pada suhu rendah antara 82 oC sampai 96 oC, sehingga aroma lemak

(21)

pada talow tidak banyak hilang (Rai 2011). Hasil uji mutu hedonik menunjukkan aroma sabun antar perlakuan tidak berbeda nyata. Aroma sabun yang dihasilkan yaitu beraroma lemak. Hal ini diduga karena bahan baku utama yang digunakan dalam penelitian ini yaitu lemak sapi (tallow). Hasil uji hedonik menunjukkan panelis menyatakan suka pada aroma sabun yang dihasilkan. Penambahan krim dan susu pada pembuatan sabun tidak berbeda nyata terhadap aroma yang dihasilkan sabun.

Busa berperan dalam proses pembersihan dan menyebabkan wangi pada kulit ketika sabun digunakan. Umumnya, konsumen beranggapan bahwa sabun yang baik adalah sabun yang menghasilkan banyak busa, padahal banyaknya busa tidak sebanding dengan kemampuan daya bersih sabun. Daya bersih merupakan kemampuan sabun dalam mengangkat kotoran dari kulit berupa debu dan minyak (Purnamawati 2006). Karakteristik busa biasanya dipengaruhi oleh keberadaan bahan aktif sabun seperti surfaktan, penstabil busa serta kombinasi asam lemak yang digunakan (Yuspita 2011). Panelis menyatakan suka pada uji hedonik daya busa. Penambahan krim dan susu tidak berbeda nyata pada daya busa sabun yang dihasilkan. Uji mutu hedonik juga menunjukkan sabun yang ditambahkan krim dan susu tidak berbeda nyata. Panelis menyatakan sabun yang dihasilkan memiliki banyaknya busa yang sama. Hal ini disebabkan sumber bahan baku utama yang digunakan dalam formulasi sabun tidak ada perbedaan, yaitu lemak sapi (tallow). Kandungan asam laurat pada lemak sapi berperan dalam pembusaan (Kamalu et al. 2012). Asam stearat yang terdapat pada tallow, krim, dan susu juga berperan dalam menstabilkan busa (Hambali et al. 2005).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Sifat fisik sabun tallow yang ditambahkan krim atau susu memiliki kadar air yang lebih tinggi dari sabun kontrol, namun masih memenuhi syarat mutu SNI sabun mandi padat. pH sabun tallow susu nyata lebih rendah dari sabun tallow

krim dan kontrol. Sabun tallow krim atau susu memiliki tingkat kekerasan sabun dan tinggi pembusaan yang tidak berbeda dengan sabun kontrol. Uji organoleptik menunjukkan sabun tallow yang ditambahkan susu memiliki warna kurang putih dari sabun tallow krim. Sabun tallow krim atau susu beraroma lemak serta memiliki daya busa yang cukup saat digunakan. Warna, aroma, dan daya busa antara sabun tallow krim serta sabun tallow susu disukai oleh panelis.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan pada karakteristik kimia dan mikrobiologi sabun tallow yang ditambah susu atau krim.

(22)

DAFTAR PUSTAKA

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1994. Sabun mandi (SNI 06-3532-1994). Jakarta (ID): Badan Standardisasi Nasional.

Aisyah S. 2011. Produksi surfaktan alkil poliglikosida (APG) dan aplikasinya pada sabun cuci tangan cair. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Barel AO, Paye M, Maibach HL. 2009. Handbook of Cosmetic Science and

Technology. 3rd ed. New York (US): Informa Healthcare USA Inc. Buckle KA, Edwards RA, Fleet GH, Wooton M. 1987. Ilmu Pangan. Cetakan

ke-1. Purnomo H, Adiono, penerjemah. Jakarta (ID): UI Pr. Terjemahan dari: Food Science.

Bylund G. 1995. Dairy Processing Handbook. 1st ed. Lund (SE): Tetra Pak Processing Systems AB.

Edwinoliver NG, Thirunavukarasu K, Naidu RB, Gowthaman MK, Nakajima Kambe T, Kamini NR. 2010. Scale up of a novel tri-substrate fermentation for enhanced production of Aspergillus niger lipase for tallow hydrolysis. J Bioresource Technology. 101: 6791-6796. Industri Pertanian. Vol 15(2). 46-53.

Huang YC, Ciou YP, Chang MS, Yang CH, Chen YF. 2010. Foam properties and detergent abilities of the saponins from camellia oleifera. Int. J. Mol. Sci. 11: 4417-4425.

Kamalu CIO, Eke MU, Oghome P. 2012. Characterization of fatty acid used in soap manufacturing in Nigeria: laundry, toilet, medicated and antiseptic soap. Int. J. of Modern Engineering Research. Vol 2 (4).

Kamikaze D. 2002. Studi awal pembuatan sabun menggunakan campuran lemak abdomen sapi (tallow) dan curd susu afkir. [skripsi]. Bogor (ID): Institut prepared from neem (Azadirachta indica A. Juss) seed oil. Asian J Plant Sci Res. 1(4):1-7.

Oluwatoyin SM. 2011. Quality of soaps using different oil blends. J Microbiol Biotech Res. 1(1): 29-34.

Pradipto M. 2009. Pemanfaatan minyak jarak pagar (Jatropha curcas L.) sebagai bahan dasar sabun mandi. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(23)

Purnamawati D. 2006. Kajian pengaruh konsentrasi sukrosa dan asam sitrat terhadap mutu sabun transparan. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Rai BK. 2011. Technology of Fats and Oils. 1st ed. Dharan (NP): NAAST College.

Sambanthamurthi R, Sundram K, Tan YA. 2000. Chemistry and biochemistry of palm oil. Progress in Lipid Research (39): 507-558.

Schramm. 2005. Emulsion, Foams and Suspensions. Weinheim (DEU): Wiley-VCH.

Scrimgeour C. 2005. Chemistry of Fatty Acids. 6thed. Dundee (SCT): John Wiley & Sons Inc.

Setyoningrum ENM. 2010. Optimasi formula sabun transparan dengan fase minyak virgin coconut oil dan surfaktan cocoamidopropyl betaine: aplikasi desain faktorial. [skripsi]. Yogyakarta (ID): Universitas Sanata Dharma Shahidi F. 2005. Bailey’s Industrial Oil & Fats Products. 6th ed. Hoboken

(US): John Wiley & Sons Inc.

Sinatrya M. 2009. Sifat organoleptik sabun transparan dengan penambahan madu. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Spitz L. 2009. Soap Manufacturing Technology. Illinois (US): AOCS Pr. Tamime AY. 2007. Structure of Dairy Products. Ayr (UK): Blackwell

Publishing Ltd.

Tamime AY. 2009. Dairy Fats and Releated Products. Ayr (UK): Blackwell Publishing Ltd.

Walstra P, Wouters JT, Geurts TJ. 2006. Dairy Science and Technology. 2nd ed. Boca Raton (US): CRC Pr.

Widiyanti Y. 2009. Kajian pengaruh jenis minyak terhadap mutu sabun transparan. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Yoon RH, Wang L. 2004. Hydrophobic forces in the foam films stabilized by sodium dodecyl sulfate: effect of electrolyte. Langmuir. 20.11457-11464. Yuspita AK. 2011. Pengaruh penggunaan kombinasi jenis minyak terhadap mutu

sabun transparan. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(24)

LAMPIRAN

Lampiran 1 Analisis ragam tinggi pembusaan sabun padat

SK Db JK KT F P

Perlakuan 4 0.890 0.223 1.94 0.135

Galat 25 2.864 0.115

Total 29 3.754

Lampiran 2 Uji tukey tinggi pembusaan sabun padat

Perlakuan N Rataan Pengelompokan

1 6 1.3361 A

4 6 1.3278 A

3 6 1.2639 A

5 6 1.0333 A

2 6 0.9083 A

Lampiran 3 Analisis ragam pH sabun padat

SK Db JK KT F P

Perlakuan 4 0.417949 0.104487 192.26 0.000

Galat 25 0.013586 0.000543

Total 29 0.431535

Lampiran 4 Uji tukey pH sabun padat

Perlakuan N Rataan Pengelompokan

2 6 10.16450 A

3 6 10.13217 AB

1 6 10.11883 B

4 6 9.96133 C

5 6 9.85700 D

Lampiran 5 Analisis ragam kadar air sabun padat

SK Db JK KT F P

Perlakuan 4 115.527 28.882 174.37 0.000

Galat 10 1.656 0.166

Total 14 117.183

Lampiran 6 Uji tukey kadar air sabun padat

Perlakuan N Rataan Pengelompokan

4 3 10.1833 A

5 3 9.8367 A

2 3 9.5967 AB

3 3 8.6133 B

1 3 2.7433 C

(25)

Lampiran 7 Analisis ragam parameter kekerasan sabun padat

SK Db JK KT F P

Perlakuan 4 1.5543 0.3886 4.26 0.029

Galat 10 0.9117 0.0912

Total 14 2.4660

Lampiran 8 Uji tukey parameter kekerasan sabun padat

Perlakuan N Rataan Pengelompokan

5 3 1.7833 A

4 3 1.4000 AB

2 3 1.1167 AB

3 3 1.0333 AB

1 3 0.8667 B

Lampiran 9 Uji organoleptik daya busa

15

(26)
(27)

Lampiran 11 Form uji organoleptik sabun tallow

FORM UJI ORGANOLEPTIK SABUN

TALLOW

Nama :

NIM :

Tanggal uji :

Lembar pengujian form uji mutu hedonik dan hedonik dengan rentang nilai 1-4.

Lembar Pengujian Form Uji Mutu Hedonik Sabun Tallow

Parameter Kode Sampel

221 231 234 243

Warna Aroma Daya Busa

Keterangan

1 = tidak putih/ tidak beraroma lemak/ tidak berbusa 2 = kurang putih/ kurang beraroma lemak/ kurang berbusa 3 = putih/ beraroma lemak/ berbusa

4 = sangat putih/ sangat beraroma lemak/ sangat berbusa

Lembar Pengujian Form Uji Hedonik Sabun Tallow

Parameter Kode Sampel

221 231 234 243

Warna Aroma Daya Busa

Keterangan 1 = tidak suka 2 = kurang suka 3 = suka 4 = sangat suka

(28)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 12 Desember 1991 dari pasangan Abdul Majid Mahful dan Suryani. Penulis merupakan anak kedua dari 4 bersaudara yang terdiri dari 3 saudara laki-laki yaitu Kurniawan, Adi Sumarna, dan Jaya Lesmana. Penulis menyelesaikan pendidikan di SMP Negeri 249 Jakarta Barat tahun 2007 dan di SMA Negeri 95 Jakarta Barat tahun 2010. Penulis diterima di Fakultas Peternakan Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) 2010.

Penulis pernah aktif sebagai pengurus dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Produksi Ternak (HIMAPROTER) 2011-2012 divisi Internal, Forum for Scientific Studies (FORCES) 2012-2013 sebagai Wakil Direktur dan penulis menerima amanah sebagai Direktur Gerakan Cinta Anak Tani (GCAT) 2013-2014. Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Teknologi Hasil Ikutan Ternak.

Penulis juga aktif mengikuti lomba karya tulis ilmiah tingkat mahasiswa. Beberapa prestasi yang pernah diraih penulis yaitu Penghargaan Setara Perak Kategori Presentasi dan Penghargaan Setara Emas Kategori Poster Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional ke 27 (PIMNAS 27) di Universitas Diponegoro 2014, juara 2 dan 3 LKTI Nasional Inovation Animal Science Competition (IASC) Universitas Brawijaya 2014, Delegasi Pemuda Jakarta Sister City (JSC) tahun 2014 ke Korea Selatan, juara 1 LKTI Nasional Agritech Exhibition Universitas Hasanuddin 2014, proposal PKM Kewirausahaan dan Penelitian di Danai DIKTI 2014, juara 1 dan 2 LKTI Nasional Pekan Kreativitas Mahasiswa Nasional (PEKANAS) Universitas Mataram 2013, juara 2 Kompetisi Cipta Aplikatif Pertanian Pekan Inovasi Mahasiswa Pertanian Indonesia (PIMPI) IPB Tingkat Nasional 2013, juara 1 Kompetisi Bussines Plan Red Agritech Festival (RAFEST) IPB Tingkat Nasional 2013, juara 3 LKTI Nasional Ikatan Lembaga Penelitian dan Penalaran Mahasiswa Indonesia (ILP2MI) USU 2013, juara 1 Lomba Inovasi dan Teknologi Lingkungan Tingkat Nasional ITS 2013, proposal PKM Penelitian dan Karsa Cipta di Danai DIKTI 2013, juara 2 Kompetisi Karya Tulis CIVIL WEEK “Innovation of Green Transportation” UNS Tingkat Nasional , juara 3 LKTI Nasional Gebrakan Aksi Nalar Mahasiswa Universitas Brawijaya 2012, juara 1 LKTI Nasional Peternakan IPB 2012, juara 1 Kompetisi Karya Tulis ISMAPETI TIMPI Universitas Mataram Tingkat Nasional 2012 dan juara 1 Kompetisi

Creative Recycle Tingkat IPB 2011.

Gambar

Tabel 2 Rataan dan simpangan baku uji mutu hedonik dan uji hedonik sabun tallow krim dan susu

Referensi

Dokumen terkait

Lichen memiliki sejumlah metabolit sekunder unik yang tidak dihasilkan oleh tanaman tingkat tinggi dan banyak diantaranya merupakan senyawa bioaktif yang memiliki aktivitas

Jenis penelitian ini adalah observational dengan pendekatan cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara aktivitas fisik dengan tekanan darah

Sesuai dengan metode penelitian dan teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian pengelolaan Taman Dharma Wanita oleh Dinas Kebersihan dan pertamanan

The degraded forest lands are of concern of rehabilitation programs, as they are usually the centre areas of poverty, natural disaster (flood-drought) and climate

Peningkatan tata tertib sekolah sangatlah penting, pada mata pelajaran tertentu yang diharapkan dapat menciptakan tata tertib sekolah pun menjadi tombak peluru bagi

by classifying the rival firms based on the cumulative abnormal return at event day and one day after the event day it is found that the vertical acquisition announcement affect

Oleh karena itu, Teori Interaksi Simbolik patut diterapkan kepada guru yang mengajar murid peyandang Tunanetra pada SLB BUKESRA Banda Aceh, dimana yang

Proses pengembangan e-modul berbasis lectora inspire mata pelajaran administrasi humas dan keprotokolan pada siswa kelas XI APK di SMK PGRI 2 Sidoarjo sebelum