• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Ekopnomi dan Ekologi Pemanfaatan Ekosistem Mangrove Pesisir Tongke Tongke Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Ekopnomi dan Ekologi Pemanfaatan Ekosistem Mangrove Pesisir Tongke Tongke Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan"

Copied!
120
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN EKOPNOMI DAN EKOLOGI PEMANFAATAN

EKOSISTEM MANGROVE PESISIR TONGKE-TONGKE

KABUPATEN SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN

RUSDIANAH

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kajian Ekonomi dan Ekologi Pemanfaatan Ekosistem Mangrove di Pesisir Tongke-Tongke Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

(3)

ABSTRACT

The ecosystem of mangrove forest at the coastal area of Tongke-Tongke, Sinjai Regency, South Sulawesi Provence, which is the result of the community’s self effort, is feared to face degradation as a result of the demand of local community for livehold, there for this research was intended to a) determine the economic value of the mangrove ecosystem at Tongke-tongke, b) analyze the suitability of the mangrove area particularly for fish pond, and c) determine the socio-economic condition of the local community. Te area suitability for fish pond was determined on the basis of the water quality, soil quality and area-supporting resources by analysis of Geografic Information System (GIS) and factorial discriminant analysis. The data of socio-economy was obtained by interviews of quistionnaires with 84 respondents. To examine the effect of socio-economic factors, a multivariate analysis of the principal component (PCA) and linear multiple regression analysis were employed. The result of the research showed that the area was highly suitable for fish and shrimp ponds, and scenario 1 (natural condition of mangrove) was the most profitable alternative management. Result of economic benefit analysis on mangrove determine that the highest proportion for total economic value of mangrove ecosystem was indirect benefit with value Rp. 4.434.816.711,00/year or 96,67 %, furthermore the existence benefit was Rp.101.478.371,00/year or 2,21 % and the indirect benefit was Rp.46.643.904,00/year or 1,02 %, while choice benefit value was Rp.4.434.450,00 /year or only 0,10 % from total benefit value. Individuals with a big number of family numbers tended to have a big number of workers, high income and expenses, too. The family income is affected by the number of family number, independent ratio, and type of jobs; where expense is influenced by the umber of family member and independent ratio.

Key words : mangrove, community, Tonge-tongke, self effort, land suitability,

(4)

© Hak cipta milik Rusdianah, tahun 2006 Hak cipta dilindungi

(5)

KAJIAN EKONOMI DAN EKOLOGI PEMANFAATAN

EKOSISTEM MANGROVE DI PESISIR TONGKE-TONGKE

KABUPATEN SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN

RUSDIANAH

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Departemen Sumberdaya Pesisir dan Laut

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

PRAKATA

Puji syukur dan terima kasih kepada Allah SWT karena dengan rahmat dan karunianya semata sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan dengan baik, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains (MSi) pada Sekolah Pascasarjana, Departemen Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut, Institut Pertanian Bogor (IPB).

Penelitian menyangkut Kajian Ekonomi dan Ekologi Pemanfaatan Ekosistem Mangrove di Pesisir Tongke-Tongke Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan merupakan ide penulis untuk dapat memberikan masukan bagi para pengambil keputusan dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan di Sulawesi Selatan khususnya di Kabupaten Sinjai.

Akhirnya penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, walaupun demikian semoga tesis ini dapat dijadikan bahan informasi dan masukan bagi pihak yang membutuhkan dan menjadi awal penulisan yang lebih baik dan lebih sempurna. Lebih jauh agar sumberdaya hutan mangrove di Desa Tongke-Tongke Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan dikelola dengan baik, arif dan bijaksana serta dijaga kelestariannya sehingga dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan.

Bogor, Februari 2006

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kampung Baru, Kabupaten Pinrang Provinsi Sulawesi Selatan pada tanggal 27 Nopember 1976, merupakan anak pertama dari 3 bersaudara pasangan Bapak H. Abd. Aziz. A. Pasangkai dan Ibu Hj. A. Dala. A. Cangka.

Riwayat pendidikan mulai dari pendidikan tingkat Sekolah Dasar (SD) tamat tahun 1989 dari SD Negeri 40 Wakka Kabupaten Pinrang, tamat SMP Negeri 1 Pinrang tahun 1992, dan tamat SMA Negeri 1 Pinrang tahun 1994. Penulis memperoleh gelar Sarjana Pertanian tahun 2000 dari Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin di Makassar.

Pada tahun 2001 mengikuti pendidikan pada Sekolah Pascasarjana Departemen Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (SPL), Institut Pertanian Bogor.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN... vii

1 PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 2

Tujuan Penelitian ... 3

2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

Wilayah Pesisir ... 5

Hutan mangrove ... 9

Ekosistem Tambak ... 15

Aplikasi SIG untuk Kesesuaian Tambak ... 16

Parameter Kesesuaian Lahan ... 18

Valuasi Ekonomi Sumberdaya Wilayah Pesisir ... 20

3 METODOLOGI ... 23

Lokasi Penelitian ... 23

Jenis dan Sumber Data ... 24

Penentuan Responden ... 26

Variabel dan Cara Pengukurannya ... 26

Analisis Data ... 29

Analisis Karakteristik Sosial Ekonomi ... 33

4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN... 41

Letak Geografis dan Administrasi ... 41

Topografi, Iklim dan Tanah ... 42

Sumberdaya Alam ... 42

Sumberdaya Manusia ... 43

Sarana Umum ... 44

Sarana Pendidikan ... 46

Sarana Pemerintahan ... 47

Sumberdaya Sosial ... 47

Sumberdaya Ekonomi ... 48

Barang dan Jasa ... 49

Sejarah Hutan Mangrove Tongke-Tongke... 49

5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 52

Analisis Ekologi Sumberdaya Wilayah Pesisir... 52

Analisis Ekonomi ... 60

(9)

Peraturan, Kebijakan dan Kelembagaan ... 75

Bahasan Komprehensif ... 80

6 KESIMPULAN DAN SARAN... 82

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Ikhtisar Dampak Kegiatan Manusia Pada Ekosistem Mangrove ... 15

2 Kesesuaian Lahan untuk Lokasi Pertambakan Berdasarkan Kandungan Unsur Hara dan Fisika Tanah ... 18

3 Tolak Ukur dan Daya Dukung Pantai untuk Pertambakan ... 19

4 Parameter Kualitas Air dan Tanah ... 24

5 Jenis Data Fisik ... 25

6 Data Ekonomi ... 25

7 Matrik Kesesuaian Lahan Untuk Tambak ... 30

8 Matriks Data Model Analisis Faktorial Diskriminan... 31

9 Kesesuaian Lahan untuk Lokasi Pertambakan Berdasarkan Kandungan Unsur Hara dan Fisika Tanah ... 32

10 Tolak Ukur dan Daya Dukung Lahan Pantai untuk Pertambakan ... 32

11 Matrik Analisis Karakteristik Sosial Ekonomi ... 34

12 Luas Penanaman Mangrove Tiap Tahun di Kabupaten Sinjai ... 50

13 Manfaat Langsung Ekosistem Mangrove ... 60

14 Manfaat Tidak Langsung Ekosistem Mangrove ... 60

15 Jenis dan Manfaat Ekosistem Mangrove di Tongke-Tongke... 61

16 Nilai Ekonomi Total Ekosistem Hutan Mangrove di Kawasan Pesisir Tongke-Tongke Berdasarkan Masing-Masing Manfaat ... 66

(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Komponen Sistem Informasi Geografis ... 17

2 Peta Lokasi Penelitian ... 23

3 Diagram Alir Kerangka Pendekatan Studi ... 40

4 Peta Kesesuaian Lahan Tambak di Tongke-Tongke... 53

5 Hasil Analisis Tekstur Tanah di daerah Tongke-Tongke ... 58

6 Grafik Hubungan antara % Variance dengan Komponen ... 69

7 Korelasi Variabel Pada Sumbu Utama (F1) dan Kedua (F2)... 70

8 Distribusi Individu Pada Sumbu Utama (F1) dan Kedua (F2)... 72

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Peta Penggunaan Lahan di Tongke-Tongke ... 86

2 Peta Sebaran Mangrove di Tongke-Tongke ... 87

3 Peta Sebaran Tambak di Tongke-Tongke ... 88

4 Kesesuaian Lahan Tambak di Tongke-Tongke... 89

5 Probabilitas Analsisis Diskriminan Air... 90

6 Nilai Mean (Nilai Tengah) Analsisis Air ... 91

7 Probabilitas Analisis Diskriminan Tanah ... 92

8 Nilai Mean (Nilai Tengah) Analisis Tanah... 93

9 Hubungan BO dengan Kesuburan Tanah... 94

10 Hubungan Antara Kandugan Nitrogen dengan Kesuburan Tanah... 95

11 Nilai Manfaat Langsung... 96

12 Rekapitulasi Usaha Budidaya Tambak ... 97

13 Rekapitulasi Budidaya Rumput Laut ... 97

14 Rekapitulasi Usaha Penangkapan Kepiting ... 98

15 Rekapitulasi Usaha Penangkapan Kelelawar ... 99

16 Rekapitulasi Usaha Pengumpul Kayu Bakar ... 100

17 Nilai Manfaat Tidak Langsung ... 101

18 Nilai Manfaat Pilihan ... 102

19 Nilai Manfaat Keberadaan ... 103

20 Hasil Analisis Skenario 1 ... 104

21 Hasil Analisis Skenario 2 ... 105

22 Hasil Analisis Skenario 3 ... 106

23 Hasil Analisis Skenario 4 ... 107

24 Diagonalisasi dan Komponen Utama... 108

25 Faktor Variabel Korelasi (Factor Loadings)... 109

26 Matriks Korelasi... 110

27 Nilai Kontribusi Variabel... 111

28 Nilai Kontribusi Individu ... 112

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Wilayah pesisir beserta sumberdaya alamnya memiliki arti penting bagi pembangunan ekonomi bangsa Indonesia yang dapat dilihat dari dua aspek:

Pertama, secara sosial ekonomi karena; (a) sekitar 60% penduduk Indonesia

hidup di wilayah pesisir; (b) sebagian besar kota (kota provinsi dan kabupaten) terletak di kawasan pesisir; (c) kontribusi sektor kelautan terhadap PDB nasional sekitar 20,06% pada tahun 1998; dan (d) industri kelautan (coastal industries) menyerap lebih dari 16 juta tenaga kerja secara langsung (Kusumastanto, 2000). Kedua, secara biofisik, karena; (a) Indonesia memiliki garis pantai terpanjang di

dunia setelah Kanada (sekitar 81.000 km); (b) sekitar 75% dari wilayahnya merupakan wilayah perairan (sekitar 5.8 juta km2 termasuk ZEEI); (c) Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau sekitar 17.508 pulau; dan (d) memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi (Dahuri et al., 1996).

Hutan mangrove sebagai salah satu sumberdaya yang terdapat di daerah pasang surut di wilayah pesisir dengan luas kurang lebih 8,6 juta hektar yang menyebar di wilayah Indonesia mempunyai nilai ekonomis dan ekologis tinggi yang sangat menentukan dan menunjang tingkat perkembangan sosial dan perekonomian masyarakat pesisir.

(14)

Berbagai produksi dari hutan mangrove memberikan nilai ekonomi seperti kayu, arang, sumber pangan, bahan kosmetika, bahan pewarna dan penyamak kulit, ikan, lebah, dll. Selanjutnya, hutan mangrove sebagai habitat fauna dan tempat pemijahan berbagai jenis ikan dan udang, diharapkan dapat mendukung bertambahnya produksi perikanan lepas pantai dan budidaya tambak.

Ekosistem mangrove yang merupakan ekosistem unik wilayah pesisir

dengan tingkat kesuburan, keanekaragaman biota dan nilai estetika yang tinggi, juga rentan terhadap kerusakan apabila kurang bijaksana dalam pengelolaannya.

Dengan demikian setiap konservasi atau eksploitasi yang dilakukan akan berdampak terhadap ekosistem mangrove yang membawa resiko kepada lingkungan maupun sosial masyarakat setempat. Oleh karena itu kajian pengelolaan mangrove sangat penting dalam perencanaan dan pengembangan suatu kawasan pesisir yang berkelanjutan.

Perumusan Masalah

Ditengah semakin parahnya kerusakan lingkungan pesisir pantai terutama hutan mangrove di tanah air khususnya Sulawesi Selatan akibat ulah manusia, masyarakat Tongke-Tongke Kelurahan Samataring Kecamatan Sinjai Timur Kabupaten Sinjai, Provinsi Sulawesi Selatan, sejak tahun 1984, melaksanakan upaya-upaya penyelamatan lingkungan hidup pantai dengan penanaman mangrove secara swadaya. Hingga tahun 1999 hutan mangrove secara swadaya masyarakat Tongke-Tongke telah mencapai luas areal 786 Ha. Atas kesuksesan tersebut, Presiden RI menyerahkan penghargaan Kalpataru kepada kelompok Tani Pelestari Lingkungan ACI Tongke-Tongke pada tahun 1995.

(15)

konservasi lingkungan, yang lebih mengutamakan pencapaian keuntungan semaksimal mungkin dalam jangka pendek dan pada akhirnya akan menyebabkan pengaruh terhadap kerusakan ekosistem di wilayah pesisir khususnya ekosistem mangrove di kawasan tersebut. Hal ini mengingat kepemilikan mangrove di wilayah Tongke-Tongke ini ditentukan berdasarkan siapa yang menanam dia mendapatkan hak mangrove di atasnya, tentunya termasuk lahan yang ditanami mangrove, termasuk tanah timbul yang merupakan dampak terikatnya lumpur oleh mangrove. Pola pembatasan kepemilikan jelas sekali ditentukan oleh masyarakat dengan menggunakan jarak antara pemilik satu dengan pemilik lainnya. Kepemilikan mangrove ini bisa diperjualbelikan, sehingga saat ini kepemilikan mangrovepun tidak merata karena orang kaya bisa membeli dan mendominasinya.

Masalah yang timbul dari keberadaan mangrove dan kepemilikan adalah adanya ketidakpuasan para pemilik mangrove, karena walaupun mereka yang menanam namun tidak boleh memanfaatkan lahan di atasnya, kecuali mendapatkan ijin dari Kecamatan dan Dinas Kehutanan berdasarkan Perda No.8 Tahun 1999 tentang Pelestarian, Pengelolaan dan Pemanfaatan Hutan Mangrove. Padahal sejak awal pemerintah tidak pernah terlibat dalam upaya penanaman mangrove.

Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan masalah penelitian, yaitu akibat terjadinya tekanan aktifitas manusia terhadap keberadaan ekosistem mangrove khususnya konversi hutan mangrove menjadi lahan tambak karena adanya hak kepemilikan, maka dikhawatirkan berpengaruh terhadap fungsi ekologi dan ekonomi dari ekosistem mangrove yang ada di Tongke-Tongke.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang ada, penelitian ini bertujuan :

1. Menganalisis kesesuaian lahan mangrove untuk tambak di daerah Tongke-tongke.

(16)

Adapun manfaat dari penelitian ini diharapkan :

1. Memberikan pemahaman tentang pentingnya pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir khususnya hutan mangrove dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir melalui suatu pendekatan ekologi-ekonomi.

(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Wilayah Pesisir

Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir

Definisi wilayah pesisir hingga saat ini belum ada yang baku, namun demikian terdapat kesepakatan umum di dunia wilayah pesisir adalah suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan. Apabila ditinjau dari garis pantai

(coast line) maka wilayah pesisir memiliki dua macam batas (boundaries), yaitu

batas yang sejajar garis pantai (long shore) dan batas yang tegak lurus dengan garis pantai (cross shore) (Dahuri et al., 1996).

Definisi wilayah pesisir yang digunakan di Indonesia adalah daerah peralihan antara daratan dan lautan; batas ke arah darat meliputi kawasan yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut dan intrusi arus laut, sedangkan ke arah laut meliputi perairan laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alamiah di darat seperti aliran air sungai, dan dampak kegiatan manusia di darat seperti sedimentasi dan pencemaran (Dahuri et al., 1996).

Sorensen dan McCreary (1990), mengemukakan bahwa terdapat beberapa alternatif pilihan yang dapat dijadikan acuan bagi negara-negara di dunia dalam menentukan batasan wilayah yang tegak lurus garis pantai. Pada saat ekstrim (tipe-1) menetapkan bahwa suatu wilayah pesisir merupakan wilayah peralihan antara daratan dan lautan yang sangat luas, ke arah laut mencakup batas terluar dari zona ekonomi ekslusif suatu negara, yaitu 200 mil laut (320 km) dari batas paling darat paparan benua (continental shelf), dan ke arah darat meliputi hulu dari suatu DAS (Daerah Aliran Sungai) atau pengaruh iklim lautan seperti angin laut. Pada ekstrim lainnya (tipe-7) menetapkan, bahwa suatu wilayah pesisir hanya merupakan wilayah peralihan antara daratan dan lautan yang sempit, ke arah laut meliputi batas terluar dari laut teritorial (12 mil laut dari garis pantai pada saat surut terendah), dan ke arah darat mencakup batas paling hulu dari geomorfologi lahan pantai; seperti hutan mangrove.

(18)

aliran air tawar dari sungai maupun run-off) maupun kegiatan manusia (seperti pencemaran dan sedimentasi) yang terjadi di daratan. Sementara itu, batas ke arah darat adalah mencakup daerah daratan yang masih dipengaruhi oleh proses-proses kelautan, seperti jangkauan pengaruh pasang surut, salinitas air laut, dan angin laut.

Untuk kepentingan pengelolaan, batas ke arah darat dari suatu wilayah pesisir dapat ditetapkan dalam dua macam, yaitu wilayah perencanaan (planning

zone) dan batas untuk wilayah pengaturan (regulation zone) atau pengelolaan

keseharian (day to day management). Batas wilayah perencanaan sebaiknya meliputi seluruh daerah daratan dimana terdapat kegiatan manusia (pembangunan) yang dapat menimbulkan dampak secara nyata terhadap lingkungan dan sumberdaya di wilayah pesisir dan lautan, sehingga batas wilayah perencanaan lebih luas dari wilayah pengaturan.

Dalam wilayah day to day management, pemerintah atau pihak pengelola memiliki kewenangan penuh untuk mengeluarkan atau menolak izin kegiatan pembangunan. Sementara itu, bila kewenangan semacam ini berada di luar batas wilayah pengaturan (regulation zone), maka akan menjadi tanggung jawab bersama antara instansi pengelola wilayah pesisir dalam regulation zone dengan instansi/lembaga yang mengelola daerah hulu atau laut lepas (Dahuri et al., 1996).

Pengelolaan Wilayah Pesisir

Keunikan wilayah pesisir dan beragamnya sumberdaya yang ada, mengisyaratkan pentingnya pengelolaan wilayah tersebut untuk dikelola secara terpadu.

(19)

Clark (1996), menyatakan bahwa perencanaan dan pengelolaan wilayah pesisir terpadu adalah pengkajian sistematis tentang sumberdaya pesisir dan laut dan potensinya, alternatif-alternatif pemanfaatannya serta kondisi ekonomi dan sosial untuk memilih dan mengadopsi cara-cara pemanfaatan pesisir yang paling baik untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sekaligus mangamankan sumberdaya tersebut untuk masa depan

Sedangkan Dahuri et al. (1996), mendefinisikan konsep pengelolaan wilayah terpadu adalah suatu pendekatan pengelolaan wilayah pesisir yang melibatkan dua atau lebih ekosistem, sumberdaya, dan kegiatan pemanfaatan secara terpadu guna mencapai pembangunan wilayah pesisir secara berkelanjutan, dimana keterpaduan dalam konsep ini mengandung tiga dimensi, yaitu sektoral, bidang ilmu dan keterkaitan ekologis.

Keterpaduan secara sektoral berarti bahwa perlu ada koordinasi tugas, wewenang dan tanggung jawab antar sektor atau instansi pemerintah pada tingkat pemerintah tertentu (horizontal integration); dan antar tingkat pemerintah mulai dari tingkat desa, kecamatan, kabupaten, provinsi, sampai tingkat pusat (vertical integration).

Keterpaduan sudut pandang keilmuan mensyaratkan bahwa di dalam pengelolaan wilayah pesisir hendaknya dilaksanakan atas dasar pendekatan interdisiplin ilmu (interdisciplinary approaches), yang melibatkan bidang ilmu: ekonomi, ekologi, teknik, sosiologi, hukum, dan lainnya yang relevan. Ini wajar karena wilayah pesisir pada dasarnya terdiri dari sistem sosial dan sistem alam yang terjalin secara kompleks dan dinamis.

(20)

perubahan internal maupun eksternal yang menjurus pada kegagalan usaha, dan (5) kawasan pesisir pada umumnya merupakan milik bersama (common property

resources) yang dapat dimanfaatkan semua orang (open access).

Dampak Pemanfaatan Sumberdaya Wilayah Pesisir

Sorensen et al. (1990), mengemukakan bahwa dalam setiap pemanfaatan sumberdaya di wilayah pesisir dan lautan dapat saling mempengaruhi dan menimbulkan dua jenis dampak terhadap lingkungan yaitu dampak positif dan dampak negatif.

Dampak negatif yang terjadi akibat pemanfaatan sumberdaya pesisir adalah sebagai berikut : (1) kerusakan dan degradasi sumberdaya yang ada di wilayah pesisir. Pemanfaatan sumberdaya alam akan mengakibatkan kerusakan. Tingkat kerusakan bergantung pada upaya yang dilakukan untuk memulihkan atau menanggulangi dan mengendalikan kerusakan; (2) pencemaran tanah, air dan udara. Penambangan, pengangkutan dan pengelolaan sumberdaya di wilayah pesisir dapat mencemari tanah, air dan udara. Pencemaran tersebut akan mengganggu kelangsungan hidup makhluk hidup termasuk manusia di kawasan tersebut; (3) konflik sosial. Dapat terjadi karena kepentingan manusia terganggu. Kegiatan pertambangan misalnya cukup mengganggu kepentingan manusia, bukan saja akibat pencemaran dan bising yang dirasakan masyarakat tetapi juga kerusakan jalan atau mungkin desa menjadi terisolir.

(21)

Hutan Mangrove

Deskripsi Ekosistem Hutan Mangrove

Hutan mangrove merupakan suatu formasi hutan yang berperan sebagai penyambung (interface) antara ekosistem daratan dengan ekosistem lautan karena peranannya inilah hutan mangrove dikategorikan sebagai ekosistem yang unik (Hadi et al., 2001).

Mangrove adalah suatu ekosistem di wilayah pesisir yang mempunyai produktivitas tinggi (Murachman et al., 2000). Merupakan ekosistem pantai yang selalu atau secara teratur tergenang air laut dan terpengaruh oleh pasang surut air laut tetapi tidak terpengaruh oleh iklim.

Menurut Nybakken (1992), hutan mangrove adalah sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu varietas komunitas pantai tropik yang didominasi oleh beberapa spesies pohon-pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin, tumbuh pada substrat tanah berlumpur/berpasir dan variasinya, serta salinitas yang bervariasi.

Selanjutnya Bengen (2001a), menyatakan hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa spesis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Komunitas vegetasi ini umumnya tumbuh pada daerah intertidal dan supratidal yang cukup mendapat aliran air, dan terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat, sehingga banyak ditemukan pantai-pantai teluk yang dangkal, estuaria, delta, dan daerah pantai yang terlindung.

(22)

Karakteristik Hutan Mangrove a. Zonasi Hutan Mangrove

Jenis-jenis pohon mangrove cenderung tumbuh dalam zona-zona atau jalur-jalur. Berdasarkan hal tersebut, hutan mangrove dapat dibagi kedalam beberapa mintakat (Zona), yaitu Sonneratia, avicennia (yang menjorok ke laut),

Rhizophora, Bruguiera, Ceriops dan asosiasi Nypa. Pembagian zona tersebut mulai dari yang paling kuat mengalami pengaruh

angin dan ombak, yakni zone terdepan yang digenangi air berkadar garam tinggi dan ditumbuhi pohon pioner (misalnya Sonneratia, Sp.) dan di tanah lebih padat tumbuh Avicennia. Makin dekat ke darat makin tinggi letak tanah dan dengan melalui beberapa zone peralihan akhirnya sampailah pada bentuk klimaks.

Pada endapan seperti lumpur yang kokoh, lebih umum terdapat Avicennia

marina, sedang pada lumpur yang lebih lunak diduduki Avicennia alba.

Dibelakang zone-zone ini Bruguiera cylindrica tercampur dengan Rhizophora

apiculata, R.. mucronata, B. Parviflora, dan Xylocarpus granatum (yang puncak

tajuknya dapat mencapai 35-40 meter). Hutan mangrove yang paling jauh dari laut sering merupakan tegakan murni.

Zonasi tersebut berbeda dari suatu tempat ke tempat lainnya tergantung dari keadaan tempatnya (Hadi et al., 2001).

b. Habitat

Sebagai daerah peralihan antara laut dan darat ekosistem mangrove mempunyai gradien sifat lingkungan yang tajam. Pasang surut air laut menyebabkan terjadinya pergoyangan beberapa faktor lingkungan yang besar, terutama suhu dan salinitas. Karena itu hanya jenis-jenis tumbuhan dan binatang yang memiliki toleransi yang besar terhadap perubahan ekstrim faktor-faktor fisik itu dapat bertahan dan berkembang di hutan mangrove. Kenyataaan ini menyebabkan keanekaragaman jenis biota mangrove kecil saja, akan tetapi kepadatan populasi masing-masing jenis umumnya besar (Murachman et al., 2000).

(23)

relung khusus, hal ini menyebabkan terbentuknya berbagai macam komunitas dan bahkan zonasi, sehingga komposisi jenis berbeda dari satu tempat ke tempat lain.

Faktor utama yang mengakibatkan adanya “Ecological Preference”

berbagai jenis adalah kombinasi faktor-faktor tersebut berikut ini : 1. Tipe tanah

Keras atau lembek, kandungan pasir dan liat dalam berbagai perbandingan 2. Salinitas

Variasi harian dan nilai rata-rata pertahun secara kasar sebanding dengan frekuensi, kedalaman dan jangka waktu genangan.

3. Ketahanan jenis terhadap arus dan ombak

4. Kombinasi perkecambahan dan pertumbuhan semai dalam hubungannya dengan amplitudo ekologi jenis-jenis terhadap tiga faktor di atas (Santoso

dalam Hadi et al., 2001).

Fungsi Ekologis Hutan mangrove

Fungsi ekologis hutan mangrove (Bengen, 2001b) :

• Sebagai peredam gelombang dan angin badai, pelindung pantai dan abrasi, penahan lumpur dan perangkap sedimen yang diangkut oleh aliran air permukaan.

• Sebagai penghasil sejumlah detritus, terutama yang berasal dari daun dan dahan pohon mangrove yang rontok. Sebagian dari detritus ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan bagi para pemakan detritus, dan sebagian lagi diuraikan secara bakterial menjadi mineral-mineral hara yang berperan dalam penyuburan perairan.

• Sebagai daerah asuhan (nursery ground), daerah mencari makanan (feeding

ground) dan daerah pemijahan (spawning ground) bermacam biota perairan

(24)

Pemanfaatan Hutan Mangrove a. Arang

Jenis tumbuhan mangrove yang baik untuk bahan baku arang adalah dari anggota famili Rhizophoraceae (Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata, Bruguiera gymnorrhiza).

Di Asia arang kayu mangrove terkenal dengan kualitasnya yang bagus setelah oak (Jepang) dan arang onshu (Cina).

Produksi arang mangrove Indonesia pada tahun 1998 kira-kira 330.000 ton, sebagian besar di ekspor ke jepang dan Taiwan melalui Malaysia dan Singapura. Harga FOB ekspor arang yaitu : US$ 1.000/10 ton, sedangkan harga pasar lokal cukup bervariasi Rp.350,- sampai Rp. 400,-/kg (Batu Ampar- Kalimantan barat). Jumlah ekspor arang mangrove pada tahun 1993 adalah 83.000.000 Kg dengan harga US$ 13.000.000 (Rp. 105.214.000,-) (Santoso dalam Hadi et al., 2001)

b. Kayu Bakar

Jenis tumbuhan yang bagus untuk arang juga sangat baik untuk kayu bakar, karena menghasilkan panas yang tinggi dan awet. Namun demikian jenis lainnya juga dimanfaatkan, seperti ; Api-api (Avicennia spp), pidada/bogem (Sonneratia sp).

Harga jual kayu bakar di pasar desa Rp. 13.000,-/m3 (Jawa Timur), di Segara Anakan-Cilacap harganya Rp. 8.000,-/m3 (kayu campuran, 1998). Setiap m3 kayu bakar mangrove cukup untuk memasak selama 1 bulan kehidupan 1 keluarga (orangtua dan 3 anak). Satu batang kayu bakar mangrove dengan diameter 8 cm dan panjang 50 cm cukup untuk satu kali masak nasi untuk 5 orang angggota keluarga. (Santoso dalam Hadi et al., 2001).

c. Bahan Bangunan

Jenis bahan bangunan yang sering menggunakan kayu mangrove

(Bruguiera gymnorrhiza, Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata) adalah

(25)

Pemukiman penduduk di daerah pesisir sering menggunakan kayu mangrove. Harga kaso Rp. 1.500,-/batang berdiameter 4-5 cm dengan panjang 3-4 meter (Santoso dalam Hadi et al., 2001).

d. Chip

Pada umumnya hutan mangrove yang dialokasikan untuk produksi chip dikelola dalam bentuk konsesi Hak Pengusahaan Hutan (HPH). Sistem silvikultur yang dipergunakan dalam melakukan pengusahaan hutan mangrove untuk produksi chip adalah SK. Dirjen Kehutanan Nomor 60/Kpts/DJ/I/1978 dengan sistem tebang pilih, rotasi 30 tahun, pohon yang ditebang berdiameter > 10 cm, ditinggalkan jumlah pohon induk 40 batang/ha (diameter > 20 cm), melakukan penanaman pada bekas tebangan, mempertahankan green belt atau sempadan pantai/sungai/anak sungai.

Pada tahun 1998, jumlah chip yang diproduksi lebih kurang 250.000 ton yang sebagian besar diekspor ke Korea dan Jepang. Harga chip di pasar internasional lebih kurang US$ 40/ton. Chip mangrove mampu bersaing dengan chip lainnya (Acassia mangium), karena harganya lebih murah (biaya transportasi lewat air lebih murah). Untuk dapat memproduksi chip secara lestari perlu luas hutan mangrove yang cukup luas dengan potensi yang baik (Santoso dalam Hadi

et al., 2001).

e. Tanin

Tanin adalah ekstrak dari kulit kayu tertentu, seperti Rhizophora apiculata,

Rhizophora mucronata, Xylocarpus granatum. Konsentrasi ekstrak cair biasa

disebut “Katch” diekspor dalam jumlah besar dan digunakan untuk menyamak produk kulit (sepatu, tas dan lain-lain). Bahan itu sekarang tidak diekspor lagi, karena diganti dengan bahan-bahan kimia.

Masyarakat nelayan di Indonesia sering menggunakan kulit kayu mangrove untuk bahan baku pewarna jaring, dengan cara mencelupkan pada cairan hasil rebusan kulit kayu mangrove.

(26)

dengan harga 2-10 ribu yen ( Rp. 140.000,- - Rp. 700.000,-) (Santoso dalam Hadi.

et al., 2001).

f. Nipah

Tanaman nypah (Nypa fructicans) adalah jenis tanaman dalam gugusan ekosistem mangrove yang banyak dimanfaatkan masyarakat setempat, yaitu: daunnya untuk atap rumah (tahan sampai 5 tahun), daun yang muda (pucuk/janur) merupakan bahan baku daun rokok, buah yang masih muda dapat dimakan langsung (es buah nipah, manisan buah nipah, atau dimakan langsung), buah yang tua (dipergunakan sebagai bahan baku kue wajit), malainya dapat dimanfaatkan sebagai penghasil nira atau gula nipah.

Harga atap daun nipah di Samarinda-Kaltim (Rp. 600,-/keping), Cilacap-Jawa Tengah (Rp. 300,-/keping), di Provinsi Riau (Rp. 200,-/keping). Harga gula nipah (rasanya agak masin) di Cilacap sekitar Rp. 2.000,-/Kg (November 1999) (Santoso dalam Hadi et al., 2001).

g. Obat-Obatan

Beberapa jenis tumbuhan mangrove dapat digunakan sebagai obat tradisional. Air rebusan Rhizophora apiculata dapat digunakan sebagai

astringent, Kulit Rhizophora mucronata untuk menghentikan pendarahan, air

rebusan Ceriopstagal dapat digunakan sebagai antiseptik untuk luka, air rebusan

Xylocarpus granatum dicampur dengan tepung beras sebagai bedak muka anti

gatal, dsb. (Santoso dalam Hadi et al., 2001).

Dampak Pemanfaatan Hutan mangrove

(27)

Tabel 1. Ikhtisar Dampak Kegiatan Manusia pada Ekosistem Mangrove

Kegiatan Dampak potensial

ƒTebang habis.

ƒPengalihan aliran air tawar, misalnya pada pembangunan irigasi.

ƒKonversi menjadi lahan pertanian, perikanan, pemukiman, dan lain-lain.

ƒPembuangan sampah cair.

ƒPembuangan sampah padat.

ƒPencemaran minyak tumpahan. ƒPenambangan dan ekstraksi

mineral, baik di dalam hutan maupun di daratan sekitar hutan mangrove.

ƒ Berubahnya komposisi tumbuhan mangrove.

ƒ Tidak berfungsinya daerah mencari makanan dan pengasuhan. ƒ Peningkatan salinitas hutan

mangrove.

ƒ Menurunnya tingkat kesuburan hutan.

ƒ Mengancam regenerasi stok ikan dan udang di perairan lepas pantai yang memerlukan hutan mangrove.

ƒ Terjadi pencemaran laut oleh bahan pencemar yang sebelumnya diikat oleh substrat hutan mangrove.

ƒ Pendangkalan perairan pantai. ƒ Erosi garis pantai dan intrusi

garam.

ƒ Penurunan kandungan oksigen terlarut, timbul gas H2S.

ƒ Kemungkinan terlapisnya

pneumatofora yang mengakibatkan matinya pohon mangrove

ƒ Kematian pohon mangrove.

ƒ Kerusakan total ekosistem mangrove, sehingga memusnahkan fungsi ekologis hutan mangrove (daerah mencari makanan, asuhan).

ƒ Pengendapan sedimen ysng dapat mematikan pohon mangrove

(28)

Ekosistem Tambak

Ekosistem tambak merupakan salah satu ekosistem buatan di wilayah pesisir. Keberadaan areal pertambakan pada umumnya merupakan hasil konversi dari hutan mangrove. Konversi hutan mangrove menjadi lahan tambak dapat dilakukan melalui dua cara yaitu sistem tambak terbuka dan sistem hutan tambak (Nur, 1997).

Sistem tambak terbuka adalah suatu sistem pertambakan dimana hutan mangrove seluruhnya ditebang, sehingga areal pertambakan terbuka dari lingkungannya, baik lingkungan laut maupun lingkungan darat. Sistem ini secara teknis praktis dilakukan, tetapi secara ekologi sangat merugikan lingkungannya karena akan mengakibatkan terganggunya mata rantai utama jaringan makanan biota akuatik dan dapat menimbulkan pencemaran.

Hutan tambak adalah suatu pola mempertahankan hutan mangrove dalam daerah pertambakan. Bentuk dari hutan tambak dapat berupa sistem tumpang sari/empang parit (silvofishery) atau tambak terbuka di belakang sabuk hijau mangrove. Sistem tambak tumpang sari adalah suatu sistem pertambakan yang mengkombinasikan konservasi hutan mangrove dengan pembukaan lahan tambak (Nur, 1997).

(29)

Aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk Kesesuaian Lahan Tambak Sistem informasi geografis (SIG) adalah suatu sistem informasi yang khusus. Informasi tersebut dijabarkan dari interpretasi data yang mewakili secara simbolis dari unsur-unsur di muka bumi. Representasi muka bumi secara simbolis adalah peta-peta maupun citra yang direkam melalui sensor. Oleh karena itu, SIG dikatakan juga sebagai suatu sistem yamg menyangkut informasi yang mengacu pada lokasi di muka bumi (Rais, 1996) dan menurut Aronoff (1989), SIG merupakan suatu sistem berbasis komputer yang mempunyai empat kemampuan untuk menangani data bereferensi geografis, yaitu: pemasukan data, pengelolaan data (penyimpanan dan pemanggilan), pemanipulasian dan analisis data, serta keluaran (output). Berikut ini penggambaran komponen-komponen yang ada dalam SIG.

Sumber data yang diperlukan untuk proses dalam SIG dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu: (1) data lapangan. Data ini diperoleh dari pengukuran di lapangan seperti pH, salinitas dan lain sebagainya; (2) data peta. Data ini merupakan informasi yang telah terekam pada peta kertas atau film, dikonversikan ke dalam bentuk digital, dan bila terekam dalam bentuk peta maka tidak diperlukan lagi data lapangan, kecuali untuk pengecekan kebenarannya; (3) data citra penginderaan jauh. Citra penginderaan jauh yang berupa foto udara atau radar dapat diinterpretasikan terlebih dahulu sebelum dikonversi ke dalam bentuk digital, sedangkan citra yang diperoleh dari satelit yang sudah dalam bentuk digital dapat langsung digunakan setelah dilakukan koreksi (Paryono, 1994).

Gambar 1. Komponen Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografi (SIG)

Basis Data Spasial

Penyimpanan (Storage)

•Manipulasi

•Analisis

•Permodelan (Modelling) Masukan

(Input)

Penyajian (Output) Sistem Pengelolaan Basis Data

(30)

Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan suatu teknik berbasis komputer yang dapat menampilkan dan mengelola data spasial, data yang mengandung lokasi geografi dari kenampakan-kenampakan bumi, yang disertai dengan informasi tertentu yang menggambarkan keadaan permukaan bumi tersebut, dari fenomena geografis untuk dianalisa guna keperluan pengambilan keputusan. Sajian informasi yang dihasilkan berupa kajian data spasial secara digital, sehingga dapat membantu pengguna jasa melakukan analisis berbagai gejala keruangan secara tepat guna. Menurut Purwadi (1998), SIG dapat diaplikasikan untuk pengaturan tata ruang pengelolaan wilayah pesisir dan lautan, misalnya untuk menduga potensi wilayah pariwisata, potensi wilayah perikanan tangkap, potensi wilayah budidaya tambak dan budidaya laut, dan potensi wilayah pembangunan pelabuhan. Selain itu juga bisa digunakan untuk melihat perubahan penggunaan lahan di wilayah pesisir.

Parameter Kesesuaian lahan

Kesesuaian lahan pesisir untuk pertambakan secara umum ditentukan oleh kualitas air, kualitas tanah dan daya dukung lahan pantai. Faktor-faktor tersebut selain berpengaruh terhadap produktivitas tambak dan teknologi yang dapat diterapkan di tambak, juga sebagai faktor pembatas.

[image:30.612.143.461.574.713.2]

Untuk kualitas air, pemerintah telah menetapkan mutu air untuk kebutuhan budidaya biota laut melalui Keputusan Mentri Kependudukan dan Lingkungan Hidup Nomor : 02/MEN-KLH/1988. Poernomo (1991), secara spesifik menentukan persyaratan kualitas air, kualitas tanah dan daya dukung lahan pantai:

Tabel 2. Kesesuaian Lahan untuk Lokasi Pertambakan Berdasarkan Kandungan Unsur Hara dan Fisika Tanah

No. Parameter Nilai

1. 2. 3. 4. 5.

Tekstur PH

Bahan organik Karbon Nitrogen

Liat berpasir 6,0 – 7,0

1,67 –7,00 (C organik 4 – 20%) 3 – 5 %

(31)

6. 7. 8 9. 10. 11. Kalsium Magnesium Kalium Natrium Fosfor Pirit

5,0 – 20,0 me/100 g (>1.200 mg/l) 1,5 – 8,0 me/100g (>500 mg/l) 0,5 – 1,0 me/100g (>500 mg/l) 0,7 – 1,0 me/100g

[image:31.612.142.462.79.203.2]

30 – 60 mg/l < 2% Sumber : Poernomo, 1991

Tabel 3. Tolak Ukur dan Daya Dukung Lahan Pantai Untuk Pertambakan

Daya Dukung Tolak Ukur

Tinggi Sedang Rendah

1. Tipe pantai Terjal, karang berpasir, terbuka Terjal, karang berpasir atau sedikit berlumpur, terbuka Sangat landai, berlumpur tebal, berupa teluk atau laguna

2. Tipe grs pantai Konsistensi tanah stabil Konsistensi tanah stabil Konsistensi tanah sangat stabil

3. Arus perairan Kuat Sedang Lemah

4.Amplitudo pasang surut tanah

11 – 12 dm 8 – 11 dm dan 21 – 29 dm

< 8 dm dan > 29 dm

5. Elevasi Dapar dicari cukup pada saat rataan pasang tinggi, dan dapat dikeringkan total pada saat rataan surut rendah

Dapat dicari cukup pada saat pasang tinggi, dan dapat dikeringkan total pada saat surut rendah

(32)

6. Kualitas tanah Tekstur sandy clay, sandy clay loam, tidak bergambut, tidak berpirit

Tekstur sandy clay, sandy clay loam, kandungan pirit rendah

Tekstur lumpur atau lumpur pasir,

bergambut, kandungan pirit tinggi

7. Air tawar Dekat sungai dengan mutu dan jumlah air memadai

Dekat sungai dengan mutu dan

jumlah air memadai

Dekat sungai tetapi tingkat siltasi tinggi atau air bergambut

8. Sabuk hijau Memadai Memadai Tipis tanpa

sabuk hijau

9. Curah hujan < 2.000 mm 2.000 – 2.500 mm > 2.500 mm

Sumber : Poernomo, 1991.

Evaluasi Ekonomi Sumberdaya Wilayah Pesisir

Analisis manfaat dan biaya (Cost Benefit Analysis-CBA) merupakan salah satu alat (tool) dalam pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir. Menurut Barber

dalam Barton (1994), terdapat tiga kategori pendekatan penilaian ekonomi

sumberdaya wilayah pesisir, yaitu : (1) Impact analysis, yaitu penilaian kerusakan yang diakibatkan oleh suatu kegiatan pada wilayah pesisir, khususnya berupa dampak lingkungan, (2) Partial valuation, yaitu suatu penilaian alternatif suatu sumberdaya, yang bertujuan untuk mendapatkan pilihan terbaik dalam pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir, dan (3) Total valuation, yaitu penilaian ekonomi secara total dari ekosistem pesisir. Menurut Munasinghe and Lutz

dalam Barton (1994) dikatakan ada 4 (empat) kriteria yang digunakan dalam

(33)

(IRR), (3) Benefit Cost (BC). CBA banyak digunakan dalam partial valuation

bertujuan untuk memilih alternatif terbaik dalam pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir.

Menurut Hufschmidt dalam Fahrudin (1996), terdapat sejumlah pendekatan terhadap analisis dampak pada sistem alami sebagai berikut :

a) Evaluasi kualitatif hubungan empiris, analisisnya hanya menggunakan arah dari pengaruh yang diketahui atau hanya tergantung pada asumsi ekologis yang kuat karena kurangnya ketersediaan data.

b) Bentuk CBA yang mencakup identifikasi 2 (dua) atau (3) sumberdaya komersil dan interaksi pemanfaatannya, serta mendesain strategi pengelolaan optimal untuk satu atau seluruh pemanfaatannya.

c) Bentuk CBA yang mencakup prosedur penilaian utama dari pemanfaatan sumberdaya secara tradisional. Dalam penerapannya akan menjadi agak rumit bila terdapat banyak barang-barang yang tidak diperdagangkan, bila harga lokal barang-barang tersebut tidak sesuai dengan nilainya atau bila terjadi penyesuaian sosial ekonomi yang rumit dalam substitusi antar barang.

d) Bentuk CBA yang mencakup analisis yang lebih luas dari barang-barang dan jasa-jasa utama yang tidak dan dapat diperdagangkan dalam wilayah tertentu. Penggunaan CBA dalam bentuk yang paling rumit adalah untuk mengembangkan strategi pembangunan optimal dari seluruh komponen sumberdaya.

e) Cakupan yang paling luas adalah menangkap seluruh manfaat dan biaya tanpa peduli dari mana asalnya. Paling sesuai bila kontribusi investasi atau kebijakan mencakup yang berasal dari luar negeri.

Dixon dan Hufscmidt dalam Barton (1994), pengukuran manfaat dan biaya dalam analisis ekonomi lingkungan secara sederhana dirumuskan sebagai berikut:

NPV = Bd + Be – Cd – Ce – Cp

Dimana : NPV = Nilai sekarang bersih Bd = Manfaat langsung

(34)

Cd = Biaya langsung

Ce = Biaya eksternalitas atau lingkungan Cp = Biaya perlindungan lingkungan

Dalam pendekatan total valuation dilakukan penilaian ekonomi secara menyeluruh dari sumberdaya pesisir adalah Nilai Ekonomi Total (Total Economic

Value – TEV), merupakan jumlah dari nilai pemanfaatan (Use value) dan nilai

non-pemanfaatan total (Non Use value). Nilai pemanfaatan total adalah jumlah dari total penggunaan langsung dan tak langsung serta imbalan resikonya. Nilai non-pemanfaatan terdiri dari nilai kuasi pilihan (Quasi Option value), nilai waris

(Beque Value) dan nilai keberadaan (Existence Value).

Bell dan Cruz Trinidad dalam Fauzi (1999), menghitung aspek manfaat dan biaya (benefit and cost) baik secara ekonomi maupun secara ekologis terhadap dua strategi yang dihadapi pemerintah Equador, yakni: (1) konservasi mangrove dan (2) eksploitasi yang lestari. Tujuan yang ingin dicapai dari studi mereka adalah bagaimana memperoleh manfaat bersih (net benefit) yang maksimum

(Total Economic Value) dengan kendala ketersediaan lahan, tenaga kerja,

ketersediaan benur, dan permintaan terhadap benur, dan permintaan terhadap produk (demand). Selanjutnya dikatakan dalam menganalisis TEV, membagi manfaat dan biaya dari potensi kegunaan mangrove kedalam tiga komponen yakni konservasi, kelestarian eksploitasi dan konversi.

(35)

METODOLOGI

Lokasi dan Waktu Penelitian

[image:35.612.129.516.281.652.2]

Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Tongke-Tongke Kelurahan Samataring Kecamatan Sinjai Timur Kabupaten Sinjai, Provinsi Sulawesi Selatan yang berlangsung dari bulan April sampai dengan bulan Agustus 2003. Tongke-Tongke ini merupakan kawasan pesisir yang memiliki sumberdaya hutan mangrove cukup besar dengan berbagai aktivitas pengelolaan di dalamnya.

(36)

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan melalui pengumpulan jawaban yang diberikan oleh responden melalui kuesioner, dan observasi langsung di lapangan. Sedangkan data sekunder dikumpulkan melalui studi berbagai pustaka, baik dari hasil-hasil penelitian terdahulu maupun tulisan-tulisan lainnya yang relevan dengan permasalahan yang diteliti dan melalui laporan instansi terkait. Hal ini sesuai Kusmayadi dan Endar (2000), mendefinisikan data primer adalah data yang dikumpulkan dari sumber pertama melalui wawancara, tes, observasi, dan lain-lain, sedangkan data sekunder adalah data yang dikumpulkan dari bahan pustaka atau hasil penelitian orang lain yang berhubungan dengan penelitian tersebut atau membeli dari pihak pengumpul.

Biofisik

[image:36.612.142.497.461.630.2]

Data biofisik yang dikumpulkan meliputi ; (1) parameter kualitas air dan tanah yang dilakukan pengukuran di lapangan (Tabel 4), (2) kondisi hutan mangrove (Tabel 5), (3) kondisi tambak (Tabel 5), (4) pemanfaatan ekosistem mangrove (Tabel 6).

Tabel 4. Parameter Kualitas Air dan Tanah

No. Parameter Jenis Data Satuan Alat

1. Air - Suhu - Salinitas - Do - pH - Amonia - Nitrit - Primer - Primer - Primer - Primer - Primer - Primer

- 0C - permil - mg/l - - mg/l - mg/l - Termometer - Refractometer - Multites-kit - pH Meter - Multites-kit - Multites-kit

2. Tanah

- Jenis tanah - pH

- Sekunder - Primer

(37)
[image:37.612.138.508.94.263.2]

Tabel 5. Jenis Data Fisik

No. Data Jenis Satuan Sumber Data

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11 Luasan mangrove Luas tambak

Luas per jenis tambak Jumlah penduduk Mata pencaharian

Vol. kayu bakar mangrove Vol. hasil perjenis tambak Vol. hasil perikanan pantai. Peta tata ruang

Peta Desa

Data penunjang lainnya

Sekunder Sekunder Primer Sekunder Sekunder Primer Primer Primer Sekunder Sekunder Sekunder Hektar Hektar Hektar Jiwa Jenis m3/ha/tahun kg/tahun kg/tahun - - - BRLKT Wil.9 Diskanlut Responden Monografi desa Monografi desa Responden Responden Responden BRLKT Wil.9 Kantor desa Pustaka Ekonomi

Pengumpulan data ekonomi menggunakan metode survei, yaitu metode yang bertujuan untuk mengumpulkan sejumlah variabel biaya dan manfaat melalui wawancara dengan menggunakan kuisioner. Data-data tersebut dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Data Ekonomi

No. Data Jenis Satuan Sumber data

1. 2. 3 4. 5. 6. 7. 8.

Nilai kayu bakar mangrove Nilai keberadaan mangrove Nilai hsl. Per.Empang parit Nilai Hasil Bud. Sistem kurungan

Nilai hasil perikanan pantai Nilai input empang parit Nilai input hsl Bud. Sistem Kurungan

Data penunjang lainnya

[image:37.612.140.506.402.573.2]
(38)

Penentuan Responden

Penentuan responden dilakukan dengan stratifikasi acak (stratified random

sampling) pada alternatif lokasi yang terpilih (Bengen, 2000b). Responden

disekat/dilapis ke dalam beberapa kelompok berdasarkan jenis mata pencaharian (petambak, petani, dan nelayan) dan dari setiap lapisan diambil sampel/responden dengan pengambilan contoh acak sederhana.

Jumlah responden ditentukan dengan menggunakan Formula Slovin (Bengen, 2002), yaitu :

n = 2

1 Ne N

+

dimana :

n = ukuran contoh N = ukuran populasi

e = Nilai kritis (batas ketelitian) yang diinginkan (% kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan contoh), ditentukan 10% bila jumlah populasi lebih dari 100 jiwa pada satu kelompok mata pencaharian dan 20 % bila jumlah populasi kurang dari 100 jiwa pada satu kelompok mata pencaharian.

Variabel dan Cara Pengukurannya

(39)

Identifikasi Fungsi dan Manfaat a. Ekosistem Mangrove

Penilaian ekonomi ekosistem hutan mangrove menggunakan pendekatan penilaian parsial (partial valuation), yaitu penjumlahan dari manfaat langsung, manfaat tidak langsung dan manfaat keberadaan hutan mangrove mangadopsi dari nilai ekonomi total (Ruitenbeek, 1991; Barton, 1994) sebagai berikut :

1) Manfaat Langsung (Direct Use Value – DUV )

Manfaat langsung adalah manfaat yang langsung dapat diperoleh dari ekosistem mangrove.

DUV = ML1 + ML2 + ML3 + ML4 + ML5+…+MLn

dimana : DUV = Manfaat langsung ML1 = Manfaat kayu bakar

ML2 = Manfaat budidaya udang dan ikan

ML3 = Manfaat kepiting

ML4 = Manfaat kelelawar

ML5 = Manfaat budidaya rumput laut

2) Manfaat Tidak Langsung (Inderect Use value – IUV)

Manfaat tidak langsung adalah manfaat yang tidak langsung diperoleh dari ekosistem mangrove, yakni manfaat fisik sebagai penahan intrusi dan manfaat biologis sebagai penjaga kestabilan siklus makanan.

IUV = MTL1 + MTL2+ …+MTLn

dimana : IUV = Manfaat tidak langsung

MTL1 = Manfaat tidak langsung penahan abrasi

MTL2 = Manfaat tidak langsung penjaga siklus makanan

3) Manfaat eksistensi (Existensi Value – EV)

Manfaat eksistensi adalah manfaat yang dirasakan oleh masyrakat atas keberadaan dan terpeliharanya ekosistem mangrove yang terlepas dari manfaat yang diambil daripadanya. Nilai ekonomi keberadaan (fisik) ekosistem mangrove yang dimaksud adalah nilai keinginan membayar (wilingness to pay

atau WTP) dari kelompok masyarakat.

EV =

=

n

i

N ME

(40)

dimana : EV = Manfaat eksistensi

ME1 = Manfaat eksistensi responden ke-1

N = Jumlah responden

b. Ekosistem Tambak

Penilaian ekosistem tambak hanya dilakukan terhadap manfaat langsung, yaitu hasil budidaya tambak.

Kuantifikasi Seluruh Manfaat dan Fungsi Kedalam Nilai Uang a. Nilai Pasar

Pendekatan nilai pasar digunakan untuk komoditas yang langsung dapat diperdagangkan seperti kayu, ikan, udang, dll. Pendekatan ini digunakan untuk merupiahkan manfaat langsung. Nilai yang dipergunakan dalam analisis finansial adalah nilai nominal yang berlaku pada saat penelitian.

b. Harga Tidak Langsung

Pendekatan ini digunakan apabila mekanisme pasar gagal memberikan nilai pada komponen sumberdaya, yaitu merupiahkan manfaat dan fungsi tidak langsung.

c. Contingent Valuation Method

Pendekatan ini digunakan untuk mengetahui keinginan membayar

(willingnes to pay atau WTP) dari sekelompok masyarakat terhadap eksistensi dari

(41)

Analisis Data

Data yang diperoleh ditabulasikan dan dikelompokkan berdasarkan jenisnya untuk dijadikan data base, kemudian data tersebut akan dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel, gambar, grafik serta perhitungan matematik.

Ekologi

a. Evaluasi Kesesuaian Lahan untuk Tambak

Untuk menentukan kesesuaian lahan sebagai kawasan tambak, dapat

dilakukan dengan mengintegrasikan beberapa kumpulan data (dataset) yang

menjadi parameter penilaian kesesuaian lahan. Proses pemasukan dan

pengolahan data ke dalam basis data meliputi beberapa tahap, yaitu:

1. Memasukkan data ke dalam bentuk worksheet. Pada analisis menggunakan Sistem Informasi Geografi (SIG), data tersebut harus memiliki referensi geografi berdasarkan koordinat bumi atau memakai referensi batas administrasi desa.

2. Digitasi peta analog dengan cara digitasi screen to screen. Data/peta yang akan didigitasi terlebih dahulu di scane kemudian dilakukan koreksi geografis. Setelah itu dilakukan proses digitasi yang bertujuan mengubah format data dari yang bersifat analog menjadi digital untuk keperluan analisis selanjutnya. Data yang dihasilkan dari proses ini terdiri dari dua bentuk, yaitu spasial dan

attribute.

3. Image Processing, bertujuan untuk mengekstrak informasi yang terkandung

dalam hasil rekaman satelit sehingga diperoleh keluaran berupa citra terkoreksi dan terklasifikasi. Adapun tahapannya meliputi proses pemulihan citra (koreksi radiometrik dan geometrik), penajaman dan klasifikasi citra.

(42)

ditetapkan, akan dapat dihasilkan kriteria kesesuaian lahan berdasarkan indeks dan skor tertentu. Kriteria kesesuaian lahan tersebut :

1. Sangat Sesuai (highly suitable), yaitu apabila lahan tidak mempunyai pembatas yang berarti untuk mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus diterapkan atau tidak berarti terhadap produksinya.

2. Sesuai (suitable), yaitu apabila lahan mempunyai pembatas yang berpengaruh terhadap wilayah budidaya. Faktor pembatas ini akan meningkatkan masukan dan tingkatan perlakuan yang diperlukan.

[image:42.612.131.530.306.551.2]

3. Tidak Sesuai, jika lahan mempunyai faktor pembatas cukup berat sehingga mencegah kemungkinan penggunaannya.

Tabel 7. Matrik Kesesuaian Lahan untuk Tambak

Kelas Kesesuaian Lahan No Parameter Bobot

Sangat Sesuai

Skor Sesuai Skor Tidak Sesuai

Skor

1 Jarak dari

pantai

10 <2000 m 30 2000- 4000 m

20 >4000 m

10

2 Jarak dari

sungai

5 < 500 m 30 500-2000 m

20 >2000 m

10

3 Mangrove 10 < 500 30 500-1500 20 >1500 10

4 Tekstur tanah 10 Liat berpasir atau lempung berpasir 30 Lempung berpasir 20 Karang ber lumpur 10 5 Penggunaan Lahan 5 Rawa, hutan belukar 30 Hutan lainnya 20 Hutan bakau 10

6 Slope 5 0-2 % 30 2-10 % 20 >10 % 10

Sumber: Poernomo, 1991

b. Analisis Faktorial Diskriminan

(43)
[image:43.612.136.505.180.430.2]

Tujuan dari analisis ini untuk menguji apakah terdapat perbedaan nyata antar grup yang ditentukan oleh sejumlah variabel kuantitatif dan mendeterminasi variabel-variabel yang paling mengkarakteristikkan perbedaan (Bengen, 2000b) dengan model sebagai berikut :

Tabel 8. Matriks Data Model Analisis Faktorial Diskriminan

Variabel Observasi

X1 X2 X3 X4 X5

Grup 1 2 . . n1

X11 X21 X31 X41 X51

X12 X22 X32 X42 X52

. . . . . . . . . . X1n1 X2n1 X3n1 X4n1 X5n1

1 1 1 1 1 1 2 . . n2

X11 X21 X31 X41 X51

X12 X22 X32 X42 X52

. . . . . . . . . . X1n2 X2n2 X3n2 X4n2 X5n1

2 2 2 2 2 1 2 . . n2

X11 X21 X31 X41 X51

X12 X22 X32 X42 X52

. . . . . . . . . . X1n2 X2n2 X3n2 X4n2 X5n1

3 3 3 3 3

Untuk menguji apakah ada perbedaan yang nyata antar grup digunakan uji sebagai berikut:

T2 Hotelling = pseudo F

F hitung = [(C1 – p + 1)/p] (T2/C1)

F tabel = F (p, C1 – p + 1)

dimana : C1 = n1 + n2 – 2

P = Banyaknya variabel (X1 . . . Xn) = Kualitas air tambak

X1 = Suhu, X2 = pH, X3 = Salinitas, X4 = DO, X5 = ph Tanah

G1 = Tambak kawasan mangrove, pola budidaya dan dusun

G2 = Tambak parit, pola budidaya dan dusun

G3 = Tambak darat (luar kawasan mangrove), pola budidaya dan

dusun

(44)

Jika Fhitung > Ftabel, maka terdapat perbedaan yang nyata karakteristik kualitas

[image:44.612.141.461.238.435.2]

air dan pH tanah antar grup. Sedangkan untuk mengetahui kelayakan atau kesesuaian bagi keperluan kegiatan pemanfaatan mangrove, dilakukan dengan analisis komparatif, yaitu membandingkan antara data kualitas air hasil pengamatan dengan baku mutu kualitas air dan kesesuaian lahan berikut :

Tabel 9. Kesesuaian Lahan untuk Lokasi Pertambakan Berdasarkan Kandungan Unsur Hara dan Fisika Tanah

No. Parameter Nilai

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8 9. 10. 11. Tekstur PH Bahan organik Karbon Nitrogen Kalsium Magnesium Kalium Natrium Fosfor Pirit Liat berpasir 6,0 – 7,0

1,67 –7,00 (C organik 4 – 20%) 3 – 5 %

0,4 – 0,7 % (N total > 20 mg/l) 5,0 – 20,0 me/100 g (>1.200 mg/l) 1,5 – 8,0 me/100g (>500 mg/l) 0,5 – 1,0 me/100g (>500 mg/l) 0,7 – 1,0 me/100g

30 – 60 mg/l < 2% Sumber: Poernomo (1991)

Tabel 10. Tolak Ukur dan Daya Dukung Lahan Pantai Untuk Pertambakan

Daya Dukung Tolak Ukur

Tinggi Sedang Rendah 1. Tipe pantai Terjal, karang

berpasir, terbuka

Terjal, karang berpasir

atau sedikit berlumpur, terbuka

Sangat landai, berlumpur tebal, berupa teluk atau laguna

2. Tipe grs pantai Konsistensi tanah stabil

Konsistensi tanah stabil

Konsistensi tanah sangat stabil

3. Arus perairan Kuat Sedang Lemah

[image:44.612.141.508.533.700.2]
(45)

surut tanah dm 5. Elevasi Dapat dicari cukup

pada saat rataan pasang tinggi, dan dapat dikeringkan total pada saat rataan surut rendah

Dapat dicari cukup pada saat pasang tinggi, dan dapat dikeringkan total pada saat surut rendah

Dibawah rataan surut terendah

6. Kualitas tanah Tekstur sandy clay, sandy clay loam, tidak bergambut, tidak berpirit

Tekstur sandy clay, sandy clay loam, kandungan pirit rendah

Tekstur lumpur atau lumpur pasir, bergambut,

kandungan pirit tinggi

7. Air tawar Dekat sungai dengan mutu dan jumlah air memadai

Dekat sungai dengan mutu dan jumlah air memadai

Dekat sungai tetapi tingkat siltasi tinggi atau air bergambut 8. Sabuk hijau Memadai Memadai Tipis tanpa sabuk

hijau 9. Curah hujan < 2.000 mm 2.000 – 2.500 mm > 2.500 mm Sumber: Poernomo (1991).

Analisis Ekonomi

Penetapan alternatif pemanfaatan dan pengelolaan ekosistem hutan mangrove yang optimal dan berkelanjutan dilakukan dengan menggunakan analisis manfaat dan biaya (Cost benefit Analysis) sebagai berikut :

a. Nilai Sekarang bersih(Net Present Value – NPV)

NPV atau nilai sekarang bersih adalah jumlah nilai sekarang dari manfaat bersih. Kriteria keputusan yang lebih baik adalah nilai NPV yang positif dan meletakkan alternatif yang mempunyai NPV tertinggi pada tingkat pertama. Secara matematik, Net present Value dapat disajikan sbagai berikut :

NPV = t

t n

t

t C r

B )/(1 )

( 0 + −

=

dimana : Bt = Manfaat proyek pada tahun ke-t

(46)

R = Discount rate

n = Umur ekonomis proyek

b. Benefit Cost ratio (BCR)

BCR adalah rasio jumlah nilai sekarang dari manfaat dan biaya. Kriteria alternatif yang layak adalah BCR > 1 (satu) dan meletakkan alternatif yang mempunyai BCR tertinggi pada tingkat pertama. Secara matematik, BCR dapat disajikan sebagai berikut :

BCR = { /(1 )}/{ /(1 )} 0 0 t t n t t n t

t r C r

B + +

=

=

dimana : Bt = Manfaat proyek pada tahun ke-t r = Discount rate

Ct = Biaya proyek pada tahun ke-t n = Umur ekonomis proyek

Analisis Karakteristik Sosial Ekonomi

Analisis Komponen Utama (Principal Components Analysis)

Untuk melihat pengaruh dari faktor-faktor keadaan sosial masyarakat (umur, lama pendidikan formal, jumlah anggota keluarga, jumlah tenaga kerja, jenis pekerjaan, pendapatan, pengeluaran, kondisi tempat tinggal, fasilitas tempat tinggal) digunakan analisis statistik multivariabel yang didasarkan pada analisis komponen utama(Principal Components Analysis,PCA) (Bengen, 2000b).

Analisis komponen utama (PCA) merupakan metode statistik deskriptif yang bertujuan untuk menampilkan data dalam bentuk grafik dan informasi maksimum yang terdapat dalam suatu matrik data. Matrik data yang dimaksud terdiri dari variabel sebagai kolom dan observasi/dusun sebagai baris. Analisis ini juga digunakan untuk mereduksi suatu gugus variabel yang berukuran besar dan saling berkorelasi.

Pada prinsipnya analisis komponen utama menggunakan jarak Euclidean (jumlah kuadrat perbedaan antara individu/baris dengan variabel/kolom yang berkoresponden) pada data.

( )

(

)

2 1 2 2 ' ,

= − = p j j Xi Xij i i d

Dimana : i dan i’ = baris

(47)
[image:47.612.131.469.190.373.2]

Semakin kecil jarak Euclidean antara variabel maka semakin mirip karakteristiknya. Demikian pula sebaliknya semakin besar jarak Euclidean antara variabel, maka semakin berbeda karakteristiknya/keterdekatannya. Berdasarkan hasil analisis PCA maka akan diketahui ada tidaknya perbedaan atau kemiripan karakteristik sosial ekonomi masyarakat di lokasi penelitian.

Tabel 11. Matrik Analisis Karakteristik Sosial Ekonomi

Variabel No. Observasi

X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 1 Observasi 1

2 Observasi 2 3 Observasi 3

. ………….. . ………….. . ………….. n …………..

Keterangan:

X1 = Umur (tahun) X6 = Pendapatan/PDPT(Rp/bulan) X2 = Pendidikan (tahun) X7 = Pengeluaran/PENG(Rp/bulan) X3 = Jumlah Anggota Keluarga/JAK(orang) X8 = Kondisi Tempat Tinggal X4 = Jumlah Tenaga Kerja/JTK(orang) X9 = Fasilitas Tempat Tinggal X5 = Jenis Pekerjaan/JPK(juragan, petani tambak, sawi)

Setelah mengetahui variabel sosial ekonomi yang mengkarakteristikkan setiap kelompok, maka selanjutnya dilakukan analisis regresi linier berganda.

Analisis Regresi Linear Berganda.

(48)

Dalam memperhitungkan hubungan antara faktor pendorong terhadap indeks kesejahteraan masyarakat perlu dibuat suatu persamaan regresi mengenai bentuk hubungan, yang dinyatakan dalam fungsi sebagai berikut :

Y i = a + b1X1 + b2 X2 + b3 X3 + biD + e

Keterangan :

Y1 = Pendapatan (Rp/bulan) Y2 = Pengeluaran (Rp/bulan) X1 = Pendidikan (tahun)

X2iiiiiii =i Jumlah anggota keluarga (orang)

X3 = Independen Ratio = Jumlah Anggota Keluarga non Angkatan Kerja

Jumlah Anggota Keluarga Angkatan Kerja D = Jenis Pekerjaan, dengan menggunakan peubah dummy

D1 = 1 : Petani Tambak D2 = 1 : Sawi

D1 = 0, D2 = 0 : Juragan a = Intersep

bi = Slope, kecenderungan suatu faktor Xi terhadap indeks kesejahteraan Y.

e = error term

Dalam membuat suatu keputusan ada tidaknya pengaruh suatu faktor terhadap indeks kesejahteraan, maka digunakan beberapa uji statistik yaitu uji t dan uji F. Uji t untuk melihat pengaruh tiap faktor X terhadap Y, sedangkan uji F untuk melihat pengaruh faktor X secara bersama-sama terhadap Y.

a. Uji t

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh masing-masing faktor (Xi) atau faktor dummy (sebagai variabel bebas) mempengaruhi indeks

kesejahteraan (Y) (sebagai variabel tidak bebas).

Pengujiannya adalah:

Ho : bi = 0 (faktor Xi tidak mempengaruhi Y)

(49)

Dalam melihat pengaruh faktor X terhadap Y digunakanlah uji t. Rumus perhitungan uji t adalah :

SE b b t i hitung 0 − = Keterangan:

bi, = Slope faktor Xi

b0 = Slope Konstanta

SE = Standard Error

) ( 2 ) ( 1 1

= = − − − = n i i i n i i i X X n Y Y SE Keterangan :

Yi = Nilai Y pada saat i

Yi = Nilai Y hasil regresi pada saat i

Xi = Nilai X pada saat i

Xi = Nilai X hasil regresi pada saat i

n = Jumlah contoh

(Sumber: Walpole, 1993)

Pengambilan Keputusan untuk Uji t

Suatu faktor X mempunyai pengaruh terhadap Y, jika nilai thitung

lebih besar ttabel atau nilai probabilitas hitung lebih kecil dari α (α=5%).

Pengaruh disini berarti bahwa terjadi penolakan terhadap H0. Sedangkan kebalikannya terjadi jika nilai thitung lebih kecil ttabel atau nilai probabilitas

(50)

thitung > ttabel atau P value < α ; Tolak H0

thitung < ttabel atau P value > α ; Terima H0

b. Uji F

Pengujian ini dilakukan untuik mengetahui faktor-faktor (Xi) secara

bersamaan (simultan) terhadap indeks kesejahteraan (Y). Pengujian ini adalah :

Ho : b1 = b2 = b3 = b4 = b5 = 0 (Semua faktor Xi tidak mempengaruhi Y)

H1 : bi≠ 0 (Sekurang-kurangnya ada satu Xi yang mempengaruhi Y)

Rumus Uji F adalah:

1 ) 1 (

− ×

− × =

k JKG

n k JKK F

Keterangan :

JKK = Jumlah kuadrat untuk nilai tengah kolom

JKG = Jumlah kuadrat galat

K = Jumlah faktor yang dianalisis

n = Jumlah contoh

Pengambilan Keputusan untuk Uji F

Suatu faktor X akan mempengaruhi Y secara bersama-sama dapat dilihat dari nilai Fhitung. Jika Fhitung lebih besar dari Ftabel, maka minimal ada satu X

yang mempengaruhi Y. Sedangkan jika Fhitung lebih kecil dari Ftabel, maka

dipastikan tidak ada satupun X yang mempengaruhi Y. Jika dijabarkan lebih lanjut;

Fhitung < Ftabel maka Ho diterima, artinya faktor X secara bersama tidak

berpengaruh nyata terhadap Y

Fhitung > Ftabel maka Ho ditolak, artinya minimal ada satu faktor X yang

berpengaruh nyata terhadap Y

(51)

Menurut Steel and Torrie (1993), dalam membuat suatu persamaan regresi linier berganda diperlukan beberapa asumsi mendasar. Asumsi tersebut antara lain:

1. Multikolinieritas

Kolinier ganda (Multikolinierity) merupakan hubungan linier yang sama kuat antara peubah-peubah bebas dalam persamaan regresi berganda. Adanya kolinier berganda ini menyebabkan pendugaan koefisien menjadi tidak stabil (Chaterjee, 1977).

Pendeteksian terjadinya suatu kolinier ganda, dapat dilihat pada hasil VIF (Variance Inflation Factors). Nilai VIF ini diperoleh dari persamaan :

2 1

1 j

R VIF

− =

Keterangan :

Rj2 = Koefisien determinasi dari regresi peubah bebas ke-j dengan semua

peubah lainnya.

Nilai VIF yang lebih besar dari 10 menunjukkan bahwa peubah tersebut berkolinier ganda (Myers, 1990). Adanya kolinier ganda dalam model akan mengakibatkan (Jollite, 1986) :

1. Penduga koefisien regresinya menjadi tidak nyata walaupun nilai Rj2 nya

tinggi.

2. Nilai-nilai dengan koefisien regresi menjadi sangat sensitif terhadap perubahan data.

3. Dengan metode kuadrat terkecil, penduga koefisien regresi mempunyai simpangan baku yang sangat besar.

2. Autokorelasi

Uji autokorelasi digunakan untuk melihat kebebasan data. Kebebasan disini berarti data untuk suatu periode tertentu tidak dipengaruhi oleh data

(52)

= = − − = n i i n i i i e e e D 1 2 1 2 1) ( Keterangan :

ei = Selisih nilai Y pada periode i

ei-1 = Selisih nilai Y pada periode sebelumnya

(Sumber: Santoso, 1999) 3. Kenormalan Data

Kenormalan data diperlukan dalam analisis regresi berganda, hal ini disebabkan metode ini merupakan salah satu metode analisis parametrik. Kenormalan diketahui melalui sebaran regresi yang merata disetiap nilai. Salah satu metode yang digunakan untuk menguji kenormalan data adalah Metode Kosgomorov Smirnov. Dalam Metode Kosgomorov Smirnov, penerimaan H0 mengindikasikan bahwa data yang dianalisis tersebar normal. Rumus Uji Kosgomorov Smirnov adalah :

) ( ) ( ) ( 4 2 2 n m n m DMax + × × × = χ Keterangan :

m = Kelompok data 1

n = Kelompok data 2

D = Perbedaan maksimal kelompok data (Sumber: Santoso, 1999)

4. Homoskedastisitas /Homogenitas Data

(53)

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Letak Geografis dan Administrasi

Daerah pesisir timur Kabupaten Sinjai yang terdiri dari dua kecamatan, yaitu Kecamatan Sinjai Utara dan Sinjai Timur. Secara geografis terletak antara 05019'50" - 05036'47" BT dan 119048'00" - 120011'00" LS. Luas wilayah lebih kurang 819,96 Km2 dengan panjang garis pantai 17 Km .

Wilayah administratif pemerintahan Kabupaten Sinjai terdiri dari 8 kecamatan, 13 kelurahan, 55 desa, dan 259 lingkungan/dusun dengan luas wilayah 819.96 Km2, atau 1,29 persen dari luas wilayah daratan Provinsi Sulawesi Selatan dengan batas wilayah:

ƒ Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Bone ƒ Sebelah timur berbatasan dengan Teluk Bone ƒ Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Gowa

ƒ Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Bulukumba

Desa Tongke-tongke yang terletak di Kecamatan Sinjai Timur

Kabupaten Sinjai adalah sebuah desa yang berada pada bagian Barat Teluk

Bone. Lokasi ini dilalui oleh dua buah sungai, yaitu sungai Baringeng dan

sungai Tui yang membawa sedimen dari Gunung Bawakaraeng hingga ke

pesisir pantai, sehingga tanah yang berada pada kawasan tersebut merupakan

campuran antara pasir dan lumpur sungai.

(54)

Topografi, Iklim, dan Tanah

Secara topografi terdiri dari gunung, perbukitan, daratan, dan pantai dengan ketinggian 0 – 40 m. Daerah pesisir dengan ketinggian dibawah 25 m diatas permukaan laut dengan kemiringan 0 – 2 %.

Secara klimatologi Kabupaten Sinjai terletak pada posisi iklim musim timur dimana bulan basah terjadi antara bulan April – Oktober dan bulan kering Oktober – April. Pola hujan sangat dipengaruhi oleh pasat tenggara. Periode hujan daerah ini terjadi dua kali yakni periode Maret/April hingga Juni/Juli dengan curah hujan dapat mencapai 300 – 400 mm/bulan dan periode Desember – Januari dengan curah hujan mencapai 150 – 200 mm/bulan.

Temperatur udara berkisar 220 C – 320 C. Jenis tanah yang ditemukan yaitu tanah latosol yang memiliki lapisan tanah yang sangat tipis dengan singkapan-singkapan batu kapur.

Sumber Daya Alam

Karakteristik wilayah Desa Tongke-tongke terdiri dari 3 (tiga) wilayah, yaitu pegunungan, dataran rendah, dan lautan. Sumberdaya alam di wilayah pegunungan di Dusun Baccara dan Bentenge berupa kawasan hutan campuran serta mata air yang terletak di Supanda Dusun Bentenge.

(55)

Gambar

Tabel 1.  Ikhtisar Dampak Kegiatan Manusia pada Ekosistem Mangrove
Gambar 1.  Komponen Sistem Informasi Geografis
Tabel 2. Kesesuaian Lahan untuk Lokasi Pertambakan Berdasarkan
Tabel  3.  Tolak Ukur dan Daya  Dukung Lahan Pantai Untuk Pertambakan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pemberian balikan dapat dikembangkan dalam pembelajaran dalam bentuk simbol: pemberian informasi guru kepada siswa secara tertulis yang dituangkan pada lembar

Pengarahan kelamin (sex reversal) dengan hormone steroid dapat dilakukan melalui perendaman, penyuntikan atau secara oral melalui pakan, namun pada penelitian ini yaitu

Penelitian ini tentang Prospek Pengembangan Usaha Budidaya Ikan Hias di Kota Pekanbaru penelitian ini telah dilaksanakan pada 27 Februari - 23 Maret 2016 ditempat pembudidayaan

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa laki-laki yang menikah dengan sesama etnis menunjukkan penyesuaian pernikahannya lebih tinggi dari laki-laki yang menikah dengan

1) tidak menyelesaikan studi sesuai dengan kualifikasi program yang tertera pada Surat Keputusan Penerima Beasiswa tanpa unsur kesengajaan. 2) mengundurkan diri setelah

Oleh karena itu untuk mendorong meningkatnya neraca perdagangan/net ekspor perlu dinaikkan pendapatan Indonesia maupun pendapatan dunia.Mengingat pentingnya ekspor

Hasil analisis statistik menunjukkan pengaruh nyata dan positif persepsi, dan kesadaran kesehatan terhadap keinginan membeli produk pangan organik pada umumnya, disamping

Untuk dimensi integrasi pekerjaan dalam budaya organisasi PT Bank Danamon Cabang Melawai mayoritas memberi tanggapan positif untuk ketiga indikator, dan dimensi ini memiliki