• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keragaman Kandungan Asam Lemak Esensial Asi Dan Tingkat Kecukupannya Pada Bayi Di Indonesia.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keragaman Kandungan Asam Lemak Esensial Asi Dan Tingkat Kecukupannya Pada Bayi Di Indonesia."

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

NADIA SVENSKARIN NAHROWI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Keragaman Kandungan Asam Lemak Esensial ASI dan Tingkat Kecukupannya pada Bayi di Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut PertanianBogor.

Bogor, November 2015

Nadia Svenskarin Nahrowi

(4)

RINGKASAN

NADIA SVENSKARIN NAHROWI. Keragaman Kandungan Asam Lemak Esensial ASI dan Tingkat Kecukupannya pada Bayi di Indonesia. Dibimbing oleh AHMAD SULAEMAN dan IKEU EKAYANTI.

Saat ini, defisiensi asam lemak esensial menjadi salah satu masalah yang menjadi perhatian dunia global, terutama di negara-negara berkembang. Dimana asam lemak esensial yang meliputi asam lemak linoleat (omega 6), linolenat (omega 3), ARA dan DHA berperan penting dalam fungsi penglihatan dan perkembangan otak yang normal. Banyak studi telah membuktikan bahwa ada kaitan yang erat antara asupan pangan ibu dengan komposisi asam lemak ASI. Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk untuk menganalisis keragaman kandungan dan tingkat konsumsi asam lemak esensial ASI pada berbagai wilayah di Indonesia. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah: 1)mengidentifikasi karakteristik ibu, 2)mengidentifikasi pola kebiasaan makan ibu, 3)menganalisis keragaman kandungan asam lemak esensial ASI yang berbeda wilayah, 4)menganalisis tingkat konsumsi asam lemak esensial ASI pada bayi yang berbeda wilayah, 5)menganalisis hubungan antara pola kebiasaan makan dan kandungan asam lemak esensial ASI,6)menganalisis tingkat kecukupan asam lemak esensial ASI pada bayi yang berbeda masa laktasi dan wilayah,dan 7)menganalisis hubungan antara pola makan dan kandungan asam lemak esensial ASI.

Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2014 hingga Juli 2014 dengan menggunakan desain studi cross sectional. Penentuan lokasi dan pengambilan sampel dari setiap provinsi tersebut dilakukan dengan memilih dua desa dengan jumlah penduduk yang paling/relatif padat dan terdapat sejumlah ibu menyusui dengan masa laktasi (3-5 bulan, 6-8 bulan, 9-11 bulan, dan 12-23 bulan) yang memiliki kriteria yakni berusia 25-40 tahun, bersuku bangsa asli wilayah setempat, berstatus gizi normal, tidak melahirkan bayi kembar, menyusui hanya satu bayi, tidak sedang berpuasa, jumlah anak maksimal 3 orang, tidak merokok dan meminum alkohol, dan tidak sedang mengikuti terapi penyakit khusus (hiperlipidemia, diabetes,dan penggunaan obat kortikosteroid), bersedia mendonasikan ASI (minimum 100 ml), dan menandatangani inform consent. Total responden terdapat sebanyak 76 orang yang terdiri atas 19 orang dari masing-masing kelompok masa laktasi 3-5 bulan dan 12-23 bulan, 18 orang dari kelompok masa laktasi 6-8 bulan, dan 20 orang dari kelompok masa laktasi 9-11 bulan.

Jenis data yang dikumpulkan meliputi karakteristik individu ibu (usia, paritas, tinggi badan, berat badan, lokasi tempat tinggal, tingkat pendidikan, dan besar pendapatan keluarga), kebiasaan makan (jenis dan frekuensi pangan sumber lemak dan jumlah sumber asam lemak esensial dan sumber laktagogum), dan kandungan asam lemak ASI (kadar lemak dan total asam lemak, komposisi asam lemak, dan kadar asam lemak esensial). Analisis kadar asam lemak dilakukan dengan menggunakan metode gas kromatografi. Pengolahan data primer menggunakan software Microsoft Excel 2007 dan SPSS for Windows versi 16.0. dengan uji korelasi Spearman,Pearson, dan uji ANOVA.

(5)

dikonsumsi oleh responden dari Sulawesi Selatan dibandingkan wilayah lain (P<0.05), sedangkan daging merah lebih banyak dikonsumsi responden dari Sumatera Barat (P<0.05). Responden Jawa Barat lebih banyak mengkonsumsi kacang-kacangan dan hati, namun hal ini tidak berbeda signifikan (P>0.05).

Kadar lemak dalam 100 ml ASI berkisar 2.93 hingga 4.79 gram dan dalam 100 g lemak ASI, kadar total asam lemak ASI berkisar 69.98-79.79 gram. Kandungan lemak ASI tertinggi terdapat pada bayi dengan masa laktasi 3-5 bulan (2.93±1.64 g/100ml), sedangkan kandungan terendah berada pada bayi dengan masa laktasi 9-11 bulan (4.79±5.57g/100ml). Berdasarkan masa laktasi, kadar total asam lemak ASI (P=0.019) dan semua jenis asam lemak esensial berbeda nyata (P<0.05), sedangkan kadar lemak ASI tidak berbeda nyata (P=0.076). Semakin bertambah masa laktasi, maka kadar total asam lemak ASI semakin meningkat (p=0.002;r=0.36), sedangkan kadar lemak tidak. Namun berdasarkan wilayah, hanya kadar total asam lemak ASI(P=0.000), lemak (P=0.041), ARA (p=0.002), DHA(p=0.000), dan asam linoleat (p=0.002) yang berbeda signifikan. Hampir seluruh kadar asam lemak esensial ASI Indonesia memiliki kadar yang lebih rendah jika dibandingkan dengan studi ASI di belahan dunia lain.

Presentase contoh yang sering mengkonsumsi jenis pangan ikan laut dan seafood memang lebih tinggi di Sulawesi Selatan (87.5%) dibandingkan Sumatera Barat (53.85%), namun kadar DHA ASI masih lebih tinggi Sumatera Barat. Hal tersebut diduga disebabkan oleh perbedaan kualitas pada jenis ikan yang dikonsumsi, dimana Sumatera Barat lebih banyak mengkonsumsi ikan laut berjenis tongkol dan kembung yang kadar DHAnya lebih kaya dibandingkan ikan bandeng yang banyak dikonsumsi di Sulawesi Selatan. Tingginya kadar ARA ASI pada responden Sumatera Barat tidak berkaitan dengan jenis ikan yang dikonsumsi, namun diduga berkaitan dengan perbedaan metabolisme ibu dalam mensintesis ARA dari prekusor asam linoleat. Adapun tingginya kadar linoleat dan linolenat ASI pada responden Sumatera Barat diduga berkaitan dengan kuantitas konsumsi pada jenis pangan sumber linoleat dan linolenat, juga tingginya kuantitas konsumsi minyak sawit yang dapat menurunkan kadar asam linoleat. Peningkatan kadar ARA, DHA, dan asam linolenat ASI berkaitan dengan tingginya konsumsi ikan laut dan ikan air tawar.

(6)

SUMMARY

NADIA SVENSKARIN NAHROWI. Diversity of Essential Fatty Acid Content in Breast Milk and its Adequacy Level in Indonesian Infants. Supervised by AHMAD SULAEMAN and IKEU EKAYANTI.

Essential fatty acids deficiency has become a global issue of concern in recent times, particularly in developing countries. Essential fatty acids which include linoleic (omega 6), linolenic (omega 3), ARA, and DHA play an important role in visual function and normal brain development. Many studies had proven a strong association between lactating women food consumption and essential fatty acids composition of the breast milk. General objective of this study was to analyze the diversity of the content and intake level of essential fatty acids of breast milk in various regions in Indonesia. Specific objectives of this study were to: 1) identify lactating women characteristics, 2) identify lactating women dietary pattern, 3) identify the diversity of essential fatty acids content of breast milk in different regions, 4) analyze the intake level of essential fatty acids of breast milk in infants in different regions, and 5) analyze the association between dietary pattern and essential fatty acid content of breast milk, 6)analyze adequate levelof essential fatty acids of breast milk in infants in different regions and lactating periode, dan 7)analyze the correlation of dietary pattern and essential fatty acids content of breast milk

This study was conducted in February-July 2014 using a cross-sectional study design. Determining the location and sampling were done by choosing one city and one district based on the following criteria: 1) the chosen city was the capital of the province, and 2) the chosen district was the one with the highest population density and relatively easy to access by public transportbased on citizen demography data from each province. One sub-district was then selected from each district/city, the one with the densest/relatively dense population level,had the highest exclusive breastfeeding, and had characteristics the number of lactating womenwhich spread evenly in each group based on lactating periode (3-5 months, 6-8 months, 9-11 months, and 12-23 months). Two villages with the densest/relatively dense population were then chosen. The selected village had to have a number of lactating womenwith these criteria: 25-40 years old, native, have normal nutritional status, do not have twins, breastfeeding for one infant only, not fasting, have three children or less, not smoking or drinking alcoholic beverages, not in therapy of specific disease (hyperlipidemia, diabetes, and use of corticosteroid drugs), willing to donate their breast milk (minimum 100 ml), and signed the informed consent.Total lactating women were 76 people consisting of 19 people from each 3- to 5-month and 12- to 23-month of lactation group, 18 people from the 6- to 8-month of lactation group, and 20 people from 9- to 11-month of lactation group.

(7)

Keywords :essential fatty acids, breast milk, dietary pattern, lactation, regions, lactating women, Indonesia

Lactating women age, parity and nutritional status were not significantly different in the three regions (p>0.05) and these variables had met the inclusion criteria. Family income and education level were significantly different between regions (p<0.05) wherein the income in South Sulawesi was higher than other regions while lactating women education level in West Sumatra (high school or equivalent) was higher than other regions (primary school or equivalent). Eggs, freshwater fish, marine fish, and coconut milk were widely consumed by lactating women from South Sulawesi compared to other regions (p<0.05) while red meat was widely consumed by lactating women from West Sumatra (p<0.05). Lactating women living in West Java consumed beans and liver more than other regions but this did not differ significantly (p>0.05).

Fat content (g/100ml) in breast milk ranged from 2.93 to 4.79 and total fatty acid content (g/100g fat) of breast milkranged from 69.98 to 79.79. The highest fat content of breast milk was found in infants with 3- to 5-month of lactation (2.93±1.64 g/100 ml) while the lowest content was found in infants with 9- to 11-month of lactation (4.79±5.57 g/100 ml). Based on the duration of lactation, total fatty acid content of breast milk (p=0.019) and all types of essential fatty acids were significantly different (p<0.05) while fat content of breast milk was not significantly different (p=0.076). The longer the lactation was, the higher the total content of fatty acids of breast milk was (p=0.002; r=0.36) but this did not apply to the fat content. However, based on the location of study, only the total fatty acids (p=0.000), fat (p=0.041), ARA (p=0.002), DHA (p=0.000), and linoleic acid contents of breast milk were significantly different. Almost all essential fatty acids content in Indonesia were lower than other breast-milk related studies elsewhere in the world.

The number of lactating women consuming seafood was higher in South Sulawesi (87.5%) than West Sumatra (53.85%) but the DHA content of breast milk was higher in West Sumatra. It was allegedly caused by the difference in quality on the type of fish consumed, where people in West Sumatra consumed more marine fish (mackerel and tuna) which had higher DHA content than milkfish that was widely consumed in South Sulawesi. Higher content of ARA in breast milk found in lactating women living in West Sumatra was not associated with the type of fish consumed but it was allegedly related to the difference in lactating women fat reserves or lactating women metabolism in the synthesis of ARA from linoleic acid precursors. High content of linoleic and linolenic in breast milk found in lactating women living in West Sumatra mightbe allegedly related to the quantity of linoleic and linolenic source food consumption, as well as the high quantity of palm oil consumption that could reduce linoleic acid content. Increased contents of ARA, DHA, and linolenic acid in breast milk were associated with high consumption of freshwater and marine fish.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

NADIA SVENSKARIN NAHROWI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Gizi Masyarakat

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)
(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xiv

DAFTAR GAMBAR xiv

DAFTAR LAMPIRAN xiv

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan 3

Manfaat Penelitian 4

Kerangka Pemikiran 4

2 TINJAUAN PUSTAKA 7

Karakteristik Ibu Menyusui 7

Kebutuhan Gizi Ibu Menyusui 7

Air Susu Ibu (ASI) 7

Kuantitas ASI 8

Lemak 9

Asam Lemak 10

Asam Lemak Esensial 12

Manfaat Asam Lemak Omega – 3 dan Omega – 6 13

Pangan Sumber Asam Lemak Esensial 13

Analisis Asam Lemak ASI 15

3 METODE PENELITIAN 16

Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian 16

Populasi dan Contoh Penelitian 16

Jenis dan Cara Pengumpulan Data 17

Pengambilan Sampel ASI 19

Analisis Asam Lemak ASI 19

Pengolahan dan Analisis Data 20

Definisi Operasional 20

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 22

Karakteristik Ibu 22

Pola Makan Ibu 22

Keragaman Kandungan Lemak dan Asam Lemak Esensial ASI 23 Hubungan Pola Makan Ibu dan Kandungan Asam Lemak Esensial ASI 26

Kuantitas ASI 27

Konsumsi dan Tingkat Kecukupan Asam Lemak Esensial ASI 29

5 SIMPULAN DAN SARAN 32

Simpulan 32

Saran 32

DAFTAR PUSTAKA 33

LAMPIRAN 39

(12)

DAFTAR TABEL

1 Angka kecukupan asam linoleat dan linolenat 12

2 Pangan sumber asam lemak esensial 14

3 Perbandingan kandungan asam lemak esensial aneka ikan dan telur 14

4 Kategori variabel penelitian 18

5 Jenis dan cara pengumpulan atau pengukuran data 19

6 Karakteristik ibu menyusui 22

7 Presentase ibu menyusui yang mengkonsumsi pangan sumber lemak dengan tingkat frekuensi sering (3-6x/minggu) berdasarkan wilayah 23 8 Konsumsi pangan sumber lemak berdasarkan wilayah 23 9 Kandungan total asam lemak, kadar lemak, dan asam lemak esensial

berdasarkan masa laktasi 24

10 Keragaman kandungan asam lemak esensial berdasarkan wilayah 25 11 Hubungan kandungan asam lemak esensial dan konsumsi pangan sumber

lemak 27

12 Kuantitas ASI harian berdasarkan wilayah 29

13 Konsumsi kacang-kacangan, sayur, dan buah pada ibu menyusui

berdasarkan wilayah 29

14 Konsumsi harian asam lemak esensial ASI berdasarkan masa laktasi 29 15 Tingkat kecukupan harian asam lemak esensial ASI pada bayi berdasarkan

masa laktasi 30

16 Konsumsi harian asam lemak esensial ASI berdasarkan wilayah 31 17 Tingkat kecukupan harian asam lemak esensial ASI pada bayi

berdasarkan wilayah 31

18 Presentase konsumsi pangan hewani (ikan dan non ikan) contoh 39 19 Konsumsi jenis ikan dan menu pada contoh berdasarkan wilayah 39 20 Presentase konsumsi sayur contoh berdasarkan wilayah 40 21 Konsumsi jenis sayur dan menu pada contoh berdasarkan wilayah 40 22 Kandungan asam lemak esensial berdasarkan masa laktasi 40

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran keragaman kandungan asam lemak esensial ASI dan

tingkat kecukupannya pada bayi 6

2 Skema penarikan sampel 17

3 Kandungan asam lemak esensial berdasarkan masa laktasi 25

4 Kuantitas ASI harian berdasarkan masa laktasi 28

(13)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kualitas sumberdaya manusia yang unggul ditentukan oleh keberhasilan tumbuh kembang pada masa awal kehidupan. Human Development Report UNDP tahun 2014 mengungkapkan bahwa Indonesia menempati urutan 108 dari 287 negara dan termasuk dalam perkembangan sumberdaya manusia tingkat menengah. Berdasarkan hasil itu dapat dinilai bahwa kualitas sumberdaya manusia Indonesia masih jauh tertinggal dari negara-negara lain (UNDP 2014). Bayi merupakan bibit para generasi penerus yang akan menentukan nasib bangsa Indonesia ke depannya.

Berdasarkan data SDKI tahun 2012 ditemukan bahwa angka kematian bayi di Indonesia masih relatif tinggi yakni sebanyak 32 kematian per 1000 bayi. WHO dan UNICEF tahun 2003 menyebutkan bahwa 60% kematian balita berkaitan dengan kondisi kurang gizi. Dua per tiga dari kematian tersebut tenyata berhubungan dengan kurang tepatnya praktik pemberian makanan pada bayi dan anak.Kondisi itu sangat mendorong pentingnya penerapan optimal feeding pada bayi dan anak. Upaya terbaik dilakukan sedini mungkin terutama sejak bayi dalam kandungan hingga usia dua tahun setelah kelahiran guna meningkatkan kualitas sehingga diperoleh hasil yang maksimal (Khomsan 2003). Penyelesaian masalah gizi bayi akan sangat berkaitan dengan kejadian masalah gizi pada tahap usia selanjutnya. Berdasarkan Depkes (2009a), upaya mewujudkan bayi yang sehat, kuat, dan cerdas ialah dengan memberikan makanan bergizi. Pemberian ASI secara eksklusif sampai usia 6 bulan merupakan salah satu bentuk optimal feeding yang telah direkomendasikan WHO dan UNICEF.

ASI merupakan makanan terbaik untuk bayi, karena semua kandungan zat gizi di dalamnya lengkap dan sempurna.Studi Gibney et al.(2005) menyebutkan bahwa ASI dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi selama periode 6 bulan pertama kehidupan. ASI memiliki berbagai manfaat dan peran yakni mengandung zat kekebalan (antibodi), berperan dalam mengoptimalkan pertumbuhan sel otak, meminimalkan kejadian alergi pada bayi (Roesli 2000), mencegah terjadinya diare (Kemenkes RI 2010), menurunkan angka kesakitan balita (Roesli 2000), menekan kematian anak (Balaluka et al. 2012), meningkatkan status gizi bayi (Verawati 2012), dan juga meningkatkan kesehatan ibu. Namun di balik sudah terbuktinya berbagai penelitian ilmiah mengenai ASI, kondisi di Indonesia masih sangat miris. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, hanya terdapat 30.2% bayi yang menyusui eksklusif sampai dengan 6 bulan.

(14)

turunan dari asam lemak omega-6 dan omega-3 yang memiliki peran fungsional terhadap penglihatan dan perkembangan otak yang normal (Dalzell et al.2010; Mahan & Stump 2008).

Konsumsi makanan ibu yang baik, bergizi, serta berimbang akan berpengaruh pada seberapa baik kuantitas dan kualitas kandungan ASI. Faktor yang berpengaruh khusus terhadap kandungan asam lemak ASI diantaranya ialah kebiasaan konsumsi pangan ibu (Riordan 2005; Martin et al.2012), lokasi wilayah tempat tinggal, metabolisme asam lemak ibu, cadangan lemak ibu (Gao et al.

2013), serta intik karbohidrat (Read et al. 1965). Menurut Martin et al.(2012), pola makan akan mempengaruhi komposisi asam lemak ASI baik penyerapan secara langsung maupun cadangan pada tubuh. Hasil studi Hardinsyah (2011) menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi lemak jenuh penduduk Indonesia sebesar 38,1 g/kap/hr atau sekitar 61.9% dari total lemak yang dikonsumsi. Adanya asupan lemak jenuh yang berlebih pada ibu menyusui akan dapat menjadi faktor resiko muculnya penyakit degeneratif seperti obesitas dan hipertensi yang ditandai dengan peningkatan persentase lemak tubuh dan peningkatan tekanan darah. Asupan ibu akan berkaitan juga dengan kandungan asam lemak pada ASI. Jika bayi kekurangan asupan asam lemak esensial, maka pertumbuhan dan perkembangan otak pun akan berjalan kurang optimal.

Banyak studi telah membuktikan bahwa ada kaitan yang erat antara asupan pangan dengan komposisi asam lemak ASI. Studi Olang et al.(2012) mengungkapkan bahwa ibu yang terbiasa mengkonsumsi pangan yang tinggi asam lemak tidak jenuh seperti ikan atau seafood pada masa menyusui, akan memiliki kadar DHA yang tinggi serta rendah rasio ARA dengan DHA. Hasil lain yang ditemukan pada studi ini ialah wilayah tempat tinggal dapat menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi jenis asupan pangan sumber lemak ibu, dimana ibu yang tinggal di wilayah pinggir pantai memiliki kadar DHA dan omega 3 yang lebih tinggi dibandingkan dengan ibu yang tinggal di daratan. Hal itu disebabkan tingginya tingkat frekuensi konsumsi pangan berjenis ikan laut yang kaya akan asam lemak tidak jenuh. Hasil studi Gao et al.(2013) juga menggambarkan bahwa perbedaan pola konsumsi ikan dan beberapa pangan sumber lemak pada ibu hamil yang tinggal di lokasi berbeda akan menyebabkan perbedaan pada komposisi asam lemak ASI. Dimana konsumsi ikan laut yang tinggi mungkin akan lebih efektif dalam mempengaruhi kadar DHA pada kolostrum.

Di Indonesia, terdapat tiga wilayah yang memiliki pola konsumsi yang berbeda diantaranya Provinsi Jawa Barat, Sumatera Barat, dan Sulawesi Selatan. Penduduk di Jawa Barat terbiasa mengkonsumsi pangan dengan mengkombinasikan sayur mayur dengan pangan hewani, sedangkan Sumatera Barat merupakan wilayah yang pola makannya cenderung ke arah pangan hewani berjenis daging. Berbeda lagi dengan Sulawesi Selatan, pola makan penduduk pada wilayah ini cenderung mengkonsumsi pangan hewani berjenis ikan atau seafood. Berdasarkan studi yang telah diutarakan sebelumnya, perbedaan pola makan ketiga wilayah ini dapat menjadi salah satu faktor yang diduga akan mempengaruhi keragaman pada kandungan asam lemak esensial ASI.

(15)

kajian yang perlu ditelaah lebih jauh. Semakin luas dan dalamnya wawasan serta pengetahuan terkait ASI, maka akan terciptalah generasi muda Indonesia yang semakin berkualitas.

Perumusan Masalah

Kualitas sumberdaya manusia suatu bangsa ditentukan oleh baiknya pertumbuhan dan perkembangan terbaik pada masa kanak-kanaknya. Berdasarkan data UNDP tahun 2014, posisi kualitas SDM Indonesia masih jauh tertinggal dibandingkan negara-negara di Asia lainnya. Selain itu, tingkat kematian ibu dan bayi pun menjadi salah satu permasalahan yang tak kunjung tuntas diselesaikan. Masih tingginya tingkat kematian bayi di Indonesia mendorong pemerintah untuk berupaya menekan permasalahan dengan menggalakan program ASI eksklusif. Banyak studi telah menjelaskan bahwa ASI merupakan makanan terbaik bayi yang kaya akan gizi terlengkap dan sempurna dan hingga saat ini, belum ditemukan bentuk makanan lain yang dapat menandingi keunggulan kandungan dan fungsi ASI.

Lemak termasuk salah satu dari tiga komponen terbesar ASI yang berperan penting sebagai sumber energi utama bayi dan berdampak pada perkembangan otak bayi. Kandungan berbagai asam lemak ASI memiliki beragam fungsi, salah satunya ialah jenis asam lemak esensial seperti omega 3 dan omega 6. ARA dan DHA adalah jenis asam lemak turunan dari asam lemak omega-6 dan omega-3 yang memiliki peran fungsional terhadap penglihatan dan perkembangan otak yang normal (Dalzell et al.2010; Mahan & Stump 2008). Pada setiap masa laktasi komposisi gizi ASI akan cenderung bervariasi tergantung kondisi fungsi fisiologis tubuh bayi dan faktor lain. Faktor yang berpengaruh khusus terhadap kandungan asam lemak ASI diantaranya ialah kebiasaan konsumsi pangan sumber lemak, wilayah tempat tinggal, metabolisme asam lemak ibu, cadangan lemak ibu, serta intik karbohidrat.

Beberapa masalah penting yang berkaitan dengan analisis kandungan asam lemak esensial ASI adalah :

a. Bagaimana keragaman kandungan jenis asam lemak esensial ASI yang berbeda masa laktasi dan wilayah?

b. Bagaimana konsumsi asam lemak esensial ASI pada bayi yang berbeda masa laktasi dan wilayah?

c. Bagaimana tingkat kecukupan asam lemak esensial ASI pada bayi yang berbeda masa laktasi dan wilayah?

d. Apakah ada hubungan antara pola makan tertentu dengan kandungan asam lemak esensial ASI?

Tujuan Tujuan Umum

Studi ini bertujuan untuk menganalisis keragaman kandungan asam lemak esensial ASI dan kecukupannya pada berbagai masa laktasi dan wilayah di Indonesia

Tujuan Khusus

(16)

3. Menganalisis kuantitas harian ASI yang berbeda masa laktasi dan wilayah

4. Menganalisis keragaman kandungan asam lemak esensial ASI yang berbeda masa laktasi dan wilayah

5. Menganalisis konsumsi harian asam lemak esensial ASI pada bayi yang berbeda masa laktasi dan wilayah

6. Menganalisis tingkat kecukupan asam lemak esensial ASI pada bayi yang berbeda masa laktasi dan wilayah

7. Menganalisis hubungan antara pola makan dan kandungan asam lemak esensial ASI

Manfaat Penelitian

Hasil studi ini diharapkan dapat memberi informasi kepada masyarakat mengenai keragaman kandungan asam lemak esensial yang berbeda masa laktasi dan wilayah di Indonesia. Informasi tersebut dapat membantu orang tua dalam memahami lebih jauh mengenai keunggulan asam lemak esensial sebagai komponen istimewa pada kandungan ASI yang memiliki keunikan akan keragaman pada setiap individu yang berbeda wilayah dan masa laktasi. Selain itu, studi ini pun dapat membuka wawasan kepada setiap ibu apakah perbedaan pola konsumsi akan memberikan berpengaruh pada kualitas serta kuantitas kandungan asam lemak esensial ASI dan mengetahui lebih mendalam tentang jenis pangan apa saja di Indonesia yang sebaiknya dianjurkan dikonsumsi selama menyusui. Lebih jauh lagi, studi ini memberikan manfaat bagi setiap ibu untuk tetap menjadikan ASI sebagai makanan terbaik bayi selama 6 bulan pertama kelahiran karena keunikan kandungannya. Bagi pemerintah dan akademisi, hasil studi ini akan memberikan manfaat pada penambahan informasi dan wawasan terbaru mengenai kandungan ASI di Indonesia, yang dapat dijadikan pijakan awal untuk mengembangkan studi-studi lanjutan lainnya.

Kerangka Pemikiran

(17)
(18)

Keterangan :

= Variabel yang diteliti =Variabel yang tidak diteliti

= Hubungan yang diteliti = Hubungan tidak diteliti

Gambar 1 Kerangka pemikiran keragaman kandungan asam lemak esensial ASI dan tingkat kecukupannya pada bayi

Karakteristik Ibu Usia

Paritas Masa Laktasi

Pola makan Ibu Jenis dan frekuensi pangan sumber lemak

Jumlah pangan sumber lemak

Kandungan Asam Lemak ASI Kadar lemak dan total asam lemak ASI Komposisi asam lemak

Kadar asam lemak esensial

Konsumsi Harian Asam Lemak Esensial ASI Karakteristik Lingkungan

Wilayah tempat tinggal Pendapatan keluarga Pendidikan ibu

Intik karbohidrat

Kuantitas ASI harian bayi

Konsumsi sumber laktagogum Metabolisme asam lemak

ibu

Cadangan lemak ibu

Kualitas dan kuantitas makan Hormonal

Kondisi psikologis dan sosial

Tingkat kecukupan

Asam Lemak Esensial ASI pada bayi Angka kecukupan

(19)

2 TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Ibu Menyusui

Ibu menyusui harus mengkonsumsi makanan dengan prinsip gizi seimbang agar siap untuk memproduksi ASI dan siap menyusui. Ibu yang menyusui biasanya sering merasa lapar dan haus. Dalam sehari, produksi ASI bisa mencapai 750-900 ml (Mohrbacher 2011; NHMRC 2012), sedangkan pada bayi yang berusia 12-23 bulan produksi ASI harian dapat mencapai 550 ml per hari (Dewey

et al. 2001). Jumlah ini akan dihisap bayi sesuai kebutuhannya setiap saat. Keberhasilan produksi ASI sangat tergantung pada intensitas (lama dan frekuensi) bayi menyusu. Makin lama dan makin sering bayi menyusu, maka semakin banyak produksi ASI. Beberapa masalah yang menyebabkan ibu tidak dapat menyusui antara lain : tidak mempraktekkan IMD, menyusui semau ibu, ibu atau bayi sakit, kurangnya rasa percaya diri ibu, permasalahan pada payudara, dan lain sebagainya (Kurniasih et al.2010). Perilaku menyusui pun dapat dipengaruhi oleh faktor budaya yakni etnis/suku. Studi Hamzah et al. (2011) menunjukkan bahwa ada keterkaitan antara kebiasaan suku bugis di Sulawesi Selatan terhadap perilaku menyusui.

Kebutuhan Gizi Ibu Menyusui

Kebutuhan gizi ibu menyusui meningkat dibandingkan dengan tidak menyusui. Pada waktu menyusui kebutuhan energi dan protein perempuan usia 19-29 tahun meningkat menjadi 2400 Kal dan 67 g per hari pada 6 bulan pertama serta 2450 Kal dan 67 g per hari pada 6 bulan kedua. Kebutuhan lemak ibu menyusui disesuaikan dengan kebutuhan energi, yakni seperlima dari total kebutuhan energi (Kurniasih et al.2010).

Air Susu Ibu (ASI)

ASI merupakan pangan kompleks yang mengandung zat-zat gizi lengkap dan bahan-bahan bioaktif yang diperlukan untuk tumbuh-kembang dan pemeliharaan kesehatan bayi (Almatsier et al. 2011). ASI adalah emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa, dan garam-garam organik yang disekresi oleh kedua belah kelenjar payudara ibu yang berguna sebagai makanan yang utama bagi bayi (Roesli 2000). ASI merupakan makanan yang paling cocok bagi bayi serta mempunyai nilai yang paling tinggi dibandingkan dengan makanan bayi yang dibuat manusia ataupun susu hewan seperti susu sapi, susu kerbau, dan lain-lain. ASI sangat menguntungkan ditinjau dari berbagai segi, baik segi gizi, kesehatan, ekonomi maupun sosio-psikologis. Hal ini banyak terlihat di berbagai negara atau wilayah dimana higiene lingkungan belum memadai disamping makanan bayi pengganti ASI tidak tersedia ataupun harganya sangat mahal dan tidak terjangkau oleh daya beli penduduk pada umumnya (Suhardjo 1992).

(20)

Lamanya menyusui berhubungan erat dengan tingginya tingkat pertumbuhan anak. Selain itu, hal tersebut juga berkaitan dengan penurunan resiko penyakit kronis pada anak, obesitas, dan perbaikan kognitif (Dewey et al. 2001).

Kuantitas ASI Metabolisme produksi ASI dan fisiologisnya

Seorang ibu menyusui mempunyai dua refleks, masing-masing berperan dalam pembentukan dan pengeluaran air susu, yakni refleks prolaktin dan refleks oksitosin/letdown(Sulistyoningsih 2011). Prolaktin adalah hormon utama yang mengatur sintesis kasein susu. Menjelang akhir kehamilan, hormon prolaktin memegang peranan penting dalam pembuatan kolostrum,namun jumlahnya terbatas, karena aktivitas prolaktin dihambat oleh estrogen dan progesteron yang kadarnya masih tinggi. Setelah melahirkan, kadar estrogen dan progesteron berkurang serta isapan bayi akan merangsang ujung saraf sensoris yang berfungsi sebagai reseptor mekanik. Rangsangan akan dilanjutkan ke hipotalamus melalui medula spinalis dan mesensephalon. Hipotalamus akan menekan pengeluaran faktor-faktor yang menghambat sekresi prolaktin dan merangsang pengeluaran faktor-faktor yang memacu sekresi prolaktin. Prolaktin akan meningkat dalam keadaan stres atau pengaruh psikis, anestesi, operasi,rangsangan puting susu,hubungan kelamin,serta obat-obat transqulizer hipotalamus, sedangkan keadaan yang menghambat pengeluaran prolaktin adalah gizi ibu yang buruk dan obat-obatan.

Faktor-faktor yang dapat meningkatkan refleks let down adalah melihat, mendengarkan suara, mencium, dan memikirkan bayi, sedangkan faktor yang menghambat ialah stres seperti bingung, pikiran kacau, takut, dan cemas (Sulistyoningsih 2011). Kurniasih et al. (2010) mengungkapkan bahwa produksi ASI usia 0-6 bulan berkisar 600 ml hingga 1000 ml, sedangkan ASI pada masa laktasi di atas 6 bulan umumnya tingkat produksinya menurun hingga dapat mencapai 550 ml/hari (WHO2001).

Faktor yang Mempengaruhi Kuantitas ASI Kualitas dan kuantitas makanan ibu

Ibu dengan asupan makanan sehari-hari yang kurang terutama sejak masa kehamilan akan berpengaruh terhadap berkurangnya produksi asi atau bahkan tidak keluar. Untuk mencukupi kebutuhan bayi dari ASI, maka ibu perlu memperhatikan kualitas dan kuantitas makanannya. Diet yang dilakukan pada masa pemberian ASI eksklusif akan memberikan efek negatif. Asupan kalori ibu menyusui yang kurang dari 1500-1700 Kal akan dapat mengurangi 15% volume ASI (Sulistyoningsih 2011).

Hormonal

ASI diproduksi sebagai hasil kerja hormon dan refleks. Hormon yang berperan dalam proses menyusui ialah hormon prolaktin (untuk memproduksi ASI) dan oksitosin (menyebabkan ASI dapat keluar), sedangkan refleks yang membantu proses menyusui ialah refleks prolaktin dan let down (Sulistyoningsih 2011).

Psikologis dan sosial

(21)

a. Rasa percaya diri ibu

Keberhasilan proses menyusui sangat tergantung pada rasa percaya diri ibu bahwa ia mempu menyusui atau memproduksi ASI yang cukup untuk bayinya. Gangguan emosional ibu seperti cemas, marah, dan kecewa juga akan berpengaruh (Sulistyoningsih 2011).

b. Kontak langsung ibu bayi

Ikatan kasih sayang ibu dan bayi dapat terbentuk karena beberapa rangsangan seperti sentuhan kulit dan mencium bau yang khas antara ibu dan bayi. Kontak tersebut akan membentuk kepuasan,serta bayi pun merasa aman mendapat kehangatan dari dekapan ibunya. Sikap ibu dalam memberikan ASI dan bagaimana bayi merespon akan dapat menciptakan kasih sayang ibu dan anak yang akan mempengaruhi produksi ASI (Sulistyoningsih 2011).

Frekuensi menyusui

Menurut studi Keating et al. (2013), kuantitas ASI yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh banyaknya intensitas menyusui. Semakin sering bayi menyusu, maka ASI yang dihasilkan pun semakin banyak. Stimulus pada puting susu oleh hisapan mulut bayi secara teratur yang menyebabkan ereksi nipple.

Konsumsi pangan sumber laktagogum

Berdasarkan studi sebelumnya, terdapat beberapa pangan yang dinilai dapat mempengaruhi produksi ASI antara lain kacang-kacangan, biji-bijian, bayam, singkong, kacang mede, buncis, jagung muda (Yanti 2011), kacang panjang (Tri 2004), sayur katuk (Wirakusumah 2006;Yanti 2011;Satyaningtyas et

al. 2014), dan jantung pisang (Wahyuni et al. 2012). Selain itu, buah-buahan yang mengandung banyak air akan membantu ibu menghasilkan ASI yang berlimpah (Wahyuni et al. 2012).

Lemak

Lemak sendiri berperan sebagai sumber energi, produksi ASI dan pembawa vitamin larut lemak (vitamin A, D, E, dan K). Kebutuhan minyak dalam PGS dinyatakan 4 porsi, masing-masing 5 gram. Asam lemak yang dibutuhkan ibu menyusui yaitu lemak tak jenuh ganda, seperti omega-3 dan omega-6. Makanan sumber lemak omega-6 yaitu minyak kedelai, minyak jagung dan minyak bunga matahari, sedangkan lemak yang mengandung omega-3 yaitu terdapat pada jenis ikan laut, sepeti tongkol, cakalang, tenggiri, lemuru, sarden dan salmon. Asam lemak omega-3 dan omega-6 penting untuk perkembangan dan fungsi saraf janin (Kurniasih et al.2010).

(22)

sebesar 2.9 g pada hari ke-1 hingga ke-5, sedangkan pada mature milk terdapat sebanyak 4.2 g (Riordan 2005).

Selain pola makan ibu, kandungan asam lemak ASI dapat dipengaruhi beberapa faktor diantaranya usia ibu, status gizi ibu, paritas, kondisi ibu yang puasa, merokok, mengkonsumsi alkohol, dan mengkonsumsi obat-obatan tertentu. Menurut studi Dewey et al.1986, semakin tua usia ibu maka kadar lemak ASI semakin rendah. Kadar lemak ASI stabil pada usia 21 hingga 37 tahun. Status gizi ibu berpengaruh terhadap komposisi cadangan lemak tubuh ibu. Ibu dengan status gizi lebih akan memiliki kadar lemak ASI yang tinggi pula. Selain itu, jumlah anak yang dilahirkan pun akan mempengaruhi kadar lemak ASI. Ibu yang telah melahirkan anak hingga 4 memiliki kadar lemak ASI yang lebih rendah, jadi kadar lemak ASI lebih stabil dan tinggi pada ibu yang melahirkan satu hingga tiga anak (Prentice 1986).

Konsumsi obat-obatan tertentu seperti kortikosteroid, obat penyakit diabetes dan hiperlipidemia dapat mempengaruhi kadar lemak pada ASI. Hal tersebut berkaitan dengan tingginya kandungan toxic di hati yang akan mengganggu metabolisme dari lipid (Ehrenkranz 1986). Kebiasaan mengkonsumsi alkohol harus dihindari oleh setiap ibu menyusui. Alkohol yang dikonsumsi ibu akan dengan cepat masuk ke dalam ASI dan akan berefek secara langsung kepada bayi yang mengkonsumsi ASInya (Mennella 2001, Giglia and Binns 2006). Selain itu konsumsi alkohol akan menurunkan produksi ASI (American Academy of Pediatrics Policy Statement 2005). Kadar oksitosin akan menurun, sehingga akan menghambat kerja dari let down refleks (Mennella et al. 2005). Selain konsumsi alkohol, kebiasaan merokok pada ibu menyusui pun harus dihindari. Menurut studi Amir et al.(2002) dan Ilett et al.(2003), merokok dapat menurunkan kuantitas ASI. Kadar lemak ASI yang dihasilkan juga rendah. Bayi yang mengkonsumsi ASI dari ibu merokok memiliki pertumbuhan yang rendah (Academy of Breastfeeding Medicine 2004). ASI dari ibu perokok mengalami perubahan rasa serta flavor yang mungkin akan berdampak pada konsumsi ASI pada bayi (Academy of Breastfeeding Medicine 2004, Ilett et al. 2003). Terganggunya tidur bayi merupakan dampak lain jika mengkonsumsi ASI dari ibu perokok (Chapman 2008).

Asam Lemak

Lemak disusun oleh dua jenis molekul kecil yaitu gliserol dan asam lemak. Gliserol yaitu sejenis alkohol yang memiliki tiga rantai karbon dengan masing-masing mengandung sebuah gugus hidroksil. Asam lemak sendiri memiliki kerangka karbon dengan panjang 16 sampai 18 atom karbon. Ujung asam lemak sendiri yaitu “kepala” yang terdiri atas gugus karboksil. Asam lemak memiliki panjang serta jumlah dan lokasi ikatan ganda yang beragam. Asam lemak dapat dibedakan menjadi asam lemak jenuh apabila asam lemak tersebut tidak membentuk ikatan ganda di antara atom-atom karbon yang menyusun ekor sehingga atom hydrogen sebanyak mungkin terikat pada kerangka karbon. Asam lemak tidak jenuh memiliki satu atau lebih ikatan ganda yang terbentuk melalui pengeluaran atom hidrogen dari kerangka karbon. Bentuk asam lemak akan menjadi kaku jika terdapat ikatan ganda (Campbell et al.2002).

(23)

Komponen ini memiliki peran penting sebagai komponen struktural membran pada sistem jaringan, termasuk jaringan pembuluh darah. Suplementasi dengan LC-PUFA terbukti dapat menurunkan tekanan darah pada orang yang hipertensi (Engler et al. 1999). Studi lain menyebutkan bahwa anak yang ketika masa kecilnya mengkonsumsi susu formula yang telah disuplementasi LC-PUFA, pada usia 6 tahun memilki tingkat tekanan darah yang lebih rendah dibandingkan dengan anak yang mengkonsumsi susu formula yang tidak disuplementasi (Forsyth et al. 2005). Faktor yang berpengaruh khusus terhadap kandungan asam lemak ASI diantaranya ialah kebiasaan konsumsi ibu (Kelishadi et al. 2012; Riordan 2005; Martin et al. 2012), metabolisme asam lemak ibu (Scopesi Fet al. 2001; Sauerwald et al.2001;Xie and Innis 2008), cadangan lemak ibu (Gao et al.

2013; Much 2013), intik karbohidrat (Read et al. 1965), masa laktasi (Kovacs et al.2005; Szabo et al. 2010).

Martin et al. (2012) mengungkapkan pola makan akan mempengaruhi komposisi asam lemak ASI baik penyerapan secara langsung maupun cadangan pada tubuh. Berbagai studi mengungkapkan bahwa tingginya konsumsi ikan laut dapat meningkatkan kadar DHA dan EPA pada ASI (Huang et al. 2013; Gao et al.

2013;Saphier et al. 2013;Makela et al. 2013; Urwin et al. 2013;Martin et al. 2012; Pipop et al. 2008). Studi Olang et al. (2012) mengungkapkan bahwa ibu yang terbiasa mengkonsumsi pangan yang tinggi asam lemak tidak jenuh seperti ikan atau seafood pada masa menyusui, akan memiliki kadar DHA yang tinggi serta rendah rasio ARA dengan DHA. Hasil lain yang ditemukan pada studi ini ialah wilayah tempat tinggal dapat menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi jenis asupan pangan sumber lemak ibu, dimana ibu yang tinggal di wilayah pinggir pantai memiliki kadar DHA dan omega 3 yang lebih tinggi dibandingkan dengan ibu yang tinggal di daratan. Hal itu disebabkan tingginya tingkat frekuensi konsumsi pangan berjenis ikan laut yang kaya akan asam lemak tidak jenuh.

Selain itu, ikan laut (Makela et al. 2013; Huang et al. 2013; Lauritzen et al.2002) dan ikan air tawar (Martin et al.2012;Rose 2006) dapat meningkatkan kadar linoleat ASI. Minyak nabati dan pangan olahan pun dapat meningkatkan kadar tersebut (Gao et al. 2013; Martin et al.2012; Brenna &Lapillonne 2009; Nishimura et al. 2014; Wan et al. 2010). Salah satu jenis minyak nabati yang kaya linoleat ialah minyak kelapa sawit dengan kandungan sebesar 9660 mg/100 g pangan, sumber pangan kaya linolenat ialah kelompok kacang-kacangan dan olahannya (Mulyani 2014)Menurut Nishimura et al. (2014), dalam konsumsi pangan sumber linoleat dan linolenat, terdapat rasio asam linoleat dan asam linolenat. Ketika kadar asam linolenat rendah, kadar asam linoleat menjadi tinggi.

(24)

Asam Lemak Esensial

Asam lemak esensial merupakan asam lemak yang ditandai dengan ikatan rangkap/tidak jenuh pada C-7 terakhir (terutama C-6 dan C-7) pada rantai asam lemak ke arah gugus metil ujung. Asam ini dinamai dengan asam lemak linoleik dan memiliki sifat struktur tidak dapat disintesis oleh tubuh manusia.Selain itu, asam lemak jamak tidak jenuh ikatan rangkap C-3 dan C-4 dari gugus metil akhir juga dibutuhkan. Orang dewasa membutuhkan minimal 1%-2% dari kalorinya dalam bentuk asam lemak esensial dan sekitar 12%-14% dari kalori (40% lemak makanan) untuk kesehatan optimum. Asam arakidonik juga dibutuhkan dalam memenuhi kebutuhan asam lemak esensial untuk membentuk prostaglandin, leukotrien dan tromboksan (Linder 1992).

ARA (Arachidonic acid) dan DHA (Docosahaexanoic acid) memainkan peranan struktur dan fungsi yang penting di dalam tubuh. Asam lemak tersebut dibutuhkan untuk perkembangan otak yang normal dan fungsi penglihatan. ARA dan DHA merupakan komponen struktur dan jaringan syaraf.DHA juga merupakan komponen membrane fotoreseptor retina. Produksi ARA dan DHA dari asam linoleat dan α-asam linolenat tidak tersedia secara memadai. Bayi harus memenuhi kedua asam lemak ini secara langsung dari sumber eksogen yaitu dari konsumsi makanan (Dalzell et al.2010).

ASI mengandung asam lemak yang dapat meningkatkan pertumbuhan otak yaitu DHA (Decosahexaenoic acid), ARA (Arachidonic acid), dan asam lemak omega-3 yang penting bagi pertumbuhan dan perkembangan jaringan saraf. DHA dibutuhkan untuk membangun myelin berupa sarung pembungkus di sekitar masing–masing saraf sehingga membantu rangsangan saraf elektris bergerak dengan cepat menuju tujuan. Berdasarkan penelitian bahwa konsentrasi DHA mencapai posisi tertinggi pada otak bayi yang mendapat ASI. Diantara bayi tersebut, bayi yang mendapat ASI lebih lama memiliki kandungan DHA yang lebih tinggi (Sears & Martha 2003; Innis 2007).

Dibandingkan dengan ASI, susu formula yang hanya mengandung sedikit atau tidak ada sama sekali ARA dan DHA. Bayi yang tidak diberikan suplementasi formula telah menunjukkan penurunan tingkat DHA dan ARA di dalam plasma fosfolipid dan korteks otak dibandingkan dengan bayi yang diberi ASI. Telah dilaporkan bahwa bayi yang diberikan ASI memiliki IQ yang lebih tinggi dibandingkan bayi dan menunjukkan uji perkembangan lebih baik dibandingkan dengan bayi yang diberi susu formula. Hal ini menunjuk pada hipotesis bahwa hal tersebut berkaitan dengan ketidakcukupan asupan asam lemak ganda jamak rantai panjang (Dalzell et al.2010). Berdasarkan WHO(2005), angka kecukupan asam lemak esensial (linoleat dan linolenat) pada bayi dibagi berdasarkan kelompok usia, yakni berkisar 0.5-0.7 g/hr (linoleat) dan 4.4-7g/hr (linolenat) (Tabel 1).

Tabel 1 Angka kecukupan asam linoleat dan linoleat

Masa Laktasi Angka Kecukupan(g/hr)

(25)

Banyak studi telah membuktikan bahwa ada kaitan yang erat antara asupan pangan dengan komposisi asam lemak ASI. Jika dibandingkan dengan kolostrum,

mature milk ASI memiliki persentase asam lemak jenuh yang lebih tinggi, asam lemak tak jenuh tunggal yang rendah, asam linoleat dan linolenat yang tinggi, serta LC PUFA yang rendah (Gibson et al. 1981). Studi Olang et al.(2012) mengungkapkan bahwa ibu yang terbiasa mengkonsumsi pangan yang tinggi asam lemak tidak jenuh seperti ikan atau seafood pada masa kehamilan dan menyusui, akan memiliki kadar DHA yang tinggi serta rendah rasio ARA dengan DHA. Hasil lain yang ditemukan pada studi ini ialah wilayah tempat tinggal dapat menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi jenis asupan pangan sumber lemak ibu, dimana ibu yang tinggal di wilayah pinggir pantai memiliki kadar DHA dan omega 3 yang lebih tinggi dibandingkan dengan ibu yang tinggal di daratan. Hal itu disebabkan tingginya tingkat frekuensi konsumsi pangan berjenis ikan laut yang kaya akan asam lemak tidak jenuh. Hasil studi Gao et al. (2013) menggambarkan bahwa perbedaan pola konsumsi ikan dan beberapa pangan sumber lemak pada ibu hamil yang tinggal di lokasi berbeda akan menyebabkan perbedaan pada komposisi asam lemak ASI. Dimana konsumsi ikan laut yang tinggi mungkin akan lebih efektif dalam mempengaruhi kadar DHA pada kolostrum. Ibu yang mengkonsumsi pangan yang rendah lemak akan meningkatkan kadar ARA pada ASI selain itu meningkatkan konsumsi produk susu dan olahan pun dapat meningkatkan kadar ARA (Nasser 2010). Menurut Zhang et al. (2009), sumber pangan yang paling kaya akan ARA ialah telur (74 mg/100 g pangan).

Manfaat Asam Lemak Omega – 3 dan Omega – 6

Asam lemak omega 3 dibutuhkan untuk perkembangan otak dan mata serta berguna dalam mempertahankan dan menghasilkan kesehatan. Asam lemak omega – 6 berperan penting dalam fungsi otak dan hati serta pertumbuhan dan perkembangan secara normal (Castle & Paula 2010).

Manfaat asam lemak omega – 3 dikenal memiliki beragam manfaat kesehatan melawan penyakit kardiovaskular (CVDs) termasuk hipotrigliseridemia dan efek anti peradangan. Selain itu, beragam studi mengidikasikan adanya manfaat asam lemak tersebut sebagi antihipertensi, antikanker, antioksidan, antidepresi, anti penuaan dan efek anti arthritis (Siriwardhana et al.2012).

Pangan Sumber Asam Lemak Esensial

(26)

sawit dapat menyebabkan rendahnya kadar asam linolenat dan asam linoleat pada ASI (Pipop et al.2008).

Tabel 2 Pangan sumber asam lemak esensial

Jenis Asam Lemak Esensial Jenis Pangan

(g AL/100 g lemak); (mg AL/100 g pangan) ARA Kelompok pangan telur dan olahannya (164.7 mg/100

g) dari telur bebek asin (356.4 mg/100 g)

EPA Kelompok pangan olahan ikan dan udang (89.5 mg/100 g) dari sarden kaleng saos tomat (568.5 mg/100 g) DHA Kelompok pangan olahan ikan dan udang (200.7

mg/100 g) dari ikan tongkol bakar (604.1 mg/100 g). LINOLENAT/ OMEGA 6 Kelompok kacang kedelai dan olahannya (362.1 mg/100

g) dari tahu (533 mg/100 g).

LINOLEAT/ OMEGA 3 Kelompok lemak dan minyak (6475.2 mg/100 g) dari minyak sawit kemasan (9660 mg /100 g).

Sumber : Mulyani 2014

Berdasarkan Tabel 2, sumber pangan yang kaya akan ARA ialah telur dan olahannya. Ikan dan udang merupakan sumber pangan kaya DHA dan EPA, sedangkan sumber pangan kaya linolenat adalah kelompok kacang kedelai dan olahannya. Lemak dan minyak menjadi pangan kaya linoleat (Mulyani 2014). Tabel 3 menunjukkan perbandingan kandungan asam lemak esensial aneka ikan dan telur. Ikan tongkol memiliki kadar DHA dan EPA lebih tinggi dibandingkan jenis pangan lain. Telur memiliki kadar ARA tertinggi. Kadar linoleat dan linolenat pada ikan tongkol lebih rendah dibandingkan jenis pangan lain. Ikan air tawar seperti ikan mas memiliki kadar asam lemak yang lebih rendah dibandingkan ikan laut.

Tabel 3 Perbandingan kandungan asam lemak esensial aneka ikan dan telur*

Jenis Pangan Kandungan Asam Lemak (AL)

mg AL/100 g pangan

Ikan tongkol ARA : 7.3

EPA : 14.6

DHA : 88.7

Linoleat : 5.5

Linolenat : 1.6

Ikan kembung ARA : 2.6

EPA : 4.1

DHA : 21.7

Linoleat : 5.8

Linolenat : 6.2

Ikan mas ARA : 8.4

EPA : 5.4

DHA : 12.1

Linoleat : 447.9

Linolenat : 22.5

(27)

Tabel 3 Perbandingan kandungan asam lemak esensial aneka ikan dan telur* (lanjutan)

Jenis Pangan Kandungan Asam Lemak (AL)

mg AL/100 g pangan

Ikan bandeng EPA : 4.2

DHA : 3.4

Linoleat : 471

Linolenat : 67.3

Telur ARA : 164.7

EPA : 0

DHA : 43

Linoleat : 1499.6

Linolenat : 32.4

*Sumber : Mulyani 2014

Analisis Asam Lemak ASI

(28)

3 METODE PENELITIAN

Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian

Desain penelitian ini adalah cross sectional study. Penentuan lokasi dan pengambilan sampel dari setiap provinsi tersebut dilakukan dengan prosedur terstandar. Pada setiap provinsi dipilih satu kota dan satu kabupaten dengan kriteria antara lain kota terpilih ialah ibu kota provinsi, sedangkan kabupaten yang dipilih ialah kabupaten dengan tingkat kepadatan penduduk tertinggi yang relatif mudah diakses dengan transportasi umum berdasarkan data demografi penduduk dari BPS provinsi. Setelah itu, dipilih satu kecamatan dari masing-masing kabupaten/kota yang memiliki tingkat penduduk terpadat/relatif padat, memiliki cakupan ASI eksklusif tertinggi, serta memiliki karakteristik dan jumlah ibu menyusui yang tersebar merata di setiap pengelompokan masa laktasi. Kemudian dipilih dua desa dengan jumlah penduduk yang paling/relatif padat dan terdapat sejumlah ibu menyusui sesuai kriteria. Lokasi sampel terpilih ialah Kabupaten Bogor, Kota Bandung, Kabupaten Padang Pariaman, Kota Padang, Kabupaten Gowa, dan Kota Makasar.

Penanganan semua sampel ASI dilakukan di ruangan Sekretariat Manajemen Keamanan Pangan (MKP), lantai 3 Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, sedangkan analisis sampel diuji di Laboratorium Terpadu Institut Pertanian Bogor, Baranangsiang. Penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan dimulai dari Februari 2014 hingga Juli 2014.

Populasi dan Contoh Penelitian

Contoh dalam penelitian ini ialah ibu menyusui berusia 25-40 tahun dengan masa laktasi antara 3-23 bulan (4 kelompok : 3-5 bulan, 6-8 bulan, 9-11 bulan, dan 12-23 bulan) yang berada di wilayah provinsi Jawa Barat, Sumatera Barat, dan Sulawesi Selatan. Contoh yang dipilih harus memiliki kriteria inklusi sebagai berikut bersuku bangsa asli wilayah setempat, berstatus gizi normal, tidak melahirkan bayi kembar, menyusui hanya satu bayi, tidak sedang berpuasa, jumlah anak maksimal 3 orang, tidak merokok dan meminum alkohol, dan tidak sedang mengikuti terapi penyakit khusus (hiperlipidemia, diabetes,dan penggunaan obat kortikosteroid), bersedia mendonasikan ASI (minimum 100 ml), dan menandatangani inform consent. Berdasarkan perhitungan jumlah sampel minimal (Lemshow 1997), jumlah sampel yang harus terkumpul sebanyak 50 orang.

n= z2p (1-p) d2

n= (1.962 ) 0.153 (1-0.153) = 50 orang 0.12

keterangan :

p= 15.3 % cakupan ASI eksklusif di Indonesia berdasarkan Riskesdas 2010, d=0.1 Z 1-ᾳ/2 = 1.96

(29)

kelompok masa laktasi 9-11 bulan. Jika berdasarkan wilayah, contoh terdiri atas 36 orang Jawa Barat, 17 orang Sumatera Barat, dan 23 orang Sulawesi Selatan. Dengan demikian, jumlah contoh yang diperoleh telah memenuhi kebutuhan minimal. Bagan teknik pengambilan contoh dapat dilihat dalam Gambar 2.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

(30)

Tabel 4 Kategori variabel penelitian

No Variabel Kategori Pengukuran Sumber

Karakteristik Individu

4 Pendapatan keluarga Sesuai Batas UMR BPS 2014

5 Paritas 1. 1

8 Frekuensi konsumsi Cornelia (2010)

KandunganAsam Lemak ASI

(31)

pangan sumber lemak merujuk pada data konsumsi pangan sumber lemak hasil Riskesdas tahun 2010 yang terdiri atas 148 jenis pangan (Riskesdas 2010). Jenis pangan sumber lemak dikompositkan dan dikategorikan kepada kelompok pangan sumber asam lemak esensial seperti ikan (laut dan air tawar), seafood, daging, kacang-kacangan, minyak (sawit dan kelapa), telur, hati, dan santan dengan 2 kategori frekuensi konsumsi yakni sering (>=3x/minggu) dan tidak sering (0-2x/minggu) (Cornelia et al. 2010). Kemudian kategori frekuensi konsumsi dari kelompok jenis pangan tersebut dikaitkan dengan kadar asam lemak esensial dari sampel ASI. Penjelasan jenis dan cara pengumpulan atau pengukuran data secara rinci dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Jenis dan cara pengumpulan atau pengukuran data

No Data Cara Pengukuran atau

pengumpulan

Frekuensi 1. Karakteristik individu Wawancara langsung dengan

menggunakan kuisioner

Metode gas kromatografi Satu kali analisis 5. Kuantitas ASI Penimbangan berat badan bayi

setiap sebelum dan setelah disusui selama 1x 24 jam

Satu hari setelah pengambilan ASI

Pengambilan Sampel ASI

Sampel ASI diambil menggunakan pompa manual ataupun elektrik dengan jumlah minimal sebanyak 100 ml. Untuk 10 ml hasil ASI perahan pertama, harus dibuang terlebih dahulu. ASI diambil selama 1-4 hari baik di pagi, siang, maupun sore hari. Hasil perahan ASI kemudian ditampung dalam wadah botol kaca dan segera disimpan dalam freezer bersuhu -400C. Analisis kadar asam lemak dilakukan dengan menggunakan metode gas kromatografi menurut AOAC tahun 2005. Analisis dilakukan di Lab Terpadu IPB Baranangsiang oleh tenaga laboran profesional.

Analisis Asam Lemak ASI

(32)

lemak diekstraksi dari 3 gram ASI ditambah 45 ml methanol chloroform dengan perbandingan volume 2 :1. Setelah itu, cairan diemulsi dengan 12 ml NaCl 0,85% dan lapisan terbawah diambil dan dikeringkan pada suhu 400C. Lalu dihitung jumlah lemaknya. Kemudian FAME (Fatty Acid Methyl Esters) dipersiapkan dengan methanol-acetyl chloride dengan perbandingan volume 100:15 pada suhu 700C dalam bak air selama 3 jam dan dihancurkan dengan hexane. Hasil analisis FAME akan keluar pada alat Shimadzu GC 2010 plus dengan kolom berjenis Quadrex 007 cyanopropyl methyl sil. Helium digunakan sebagai pembawa gas dengan tingkat kecepatan aliran sebesar 2 ml/menit. Setelah itu, titik puncak dari FAME diidentifikasi dengan membandingkan waktu retensi sesuai standar yang telah tersertifikasi (Supelco 37 Komponen Campuran FAME). Persentase asam lemak dihitung dengan metode normalisasi. Titik puncak pada area yang kurang dari 0.05% pada total area tidak dijadiikan sebagai rujukan hasil.

Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu verifikasi, coding, entry, cleaning, dan analisis. Verifikasi bertujuan untuk memeriksa konsistensi informasi yang telah terkumpul.Penyusunan coding ialah pemberian kode atau angkat tertentu yang disesuaikan dengan jawaban pertanyaan dalam kuisioner. Coding tersebut akan memudahkan proses pengentrian data. Entry merupakan proses pemasukkan data jawaban kuisioner sesuai kode pada masing-masing variabel. Setelah data dientri, dilakukan cleaning data untuk memastikan tidak ada kesalahan entri data. Selanjutnya data diolah dan dianalisis menggunakan program Microsoft excel 2007 dan Statistical Program for Social Science (SPSS) version 16.0 for Windows. Analisis data dilakukan secara statistik dan deskriptif. Analisis data tersebut antara lain :

1. Deskriptif :

a. Karakteristik individu (ibu) meliputi usia, paritas, pendidikan terakhir, pendapatan keluarga, wilayah, berat badan tinggi badan, dan status gizi.

b. Pola makan contoh meliputi jenis dan frekuensi pangan sumber lemak dan jumlah pangan sumber asam lemak esensial dan sumber laktagogum.

c. Kandungan asam lemak ASI meliputi kadar lemak dan total asam lemak, komposisi asam lemak, dan kadar asam lemak esensial.

2. Uji korelasi Spearman digunakan untuk menganalisa hubungan antara frekuensi konsumsi pangan sumber lemak dengan kandungan asam lemak esensial ASI. 3. Uji korelasi Pearson digunakan untuk menganalisa hubungan antara kuantitas ASI

dengan kuantitas pangan sumber laktagogum serta menganalisa hubungan antara kuantitas pangan sumber asam lemak esensial dengan kadar asam lemak esensial ASI.

4. Uji ANOVA untuk menganalisis perbedaan karakteristik individu, frekuensi konsumsi pangan sumber lemak ibu, dan konsumsi asam lemak esensial bayi antar masa laktasi dan wilayah.

Definisi Operasional

(33)

Karakteristik individu adalah gambaran kondisi internal contoh yang meliputi usia, pendidikan terakhir, wilayah, suku bangsa, pendapatan keluarga, paritas, badan, tinggi badan, dan status gizi contoh.

Usia adalah umur contoh saat penelitian dilakukan berada pada umur 25-40 tahun.

Berat badan adalah massa tubuh dalam satuan kilogram yang ditimbang menggunakan timbangan injak detecto dengan ketelitian 0,5 kg.

Tinggi badan adalah panjang tubuh dalam satuan centimeter yang diukur menggunakan microtoise dengan ketelitian 0,5 cm.

Wilayah adalah lokasi rumah tempat tinggal contoh yang dikategorikan dalam tiga wilayah yakni Jawa Barat, Sumatera Barat, dan Sulawesi Selatan.

Suku bangsa adalah suku dominan yang paling banyak dianut kepercayaannya oleh contoh karena genetis atau lamanya bermukim di wilayah tertentu.

Pendidikan ibu adalah tingkat pendidikan terakhir yang diemban ibu contoh, baik yang tamat SD/sederajat, tamat SMP/sederajat, tamat SMA/sederajat, tamat Diploma/Akademi (D1/D2/D3), dan tamat Sarjana/Pascasarjana (S1/S2/S3).

Pendapatan keluarga adalah jumlah pendapatan per bulan dalam bentuk uang yang diperoleh orang tua dari pekerjaan utama dan pekerjaan tambahan yang dikategorikan berdasarkan standar deviasi sesuai batas UMR wilayah.

Paritas adalah jumlah anak yang telah dilahirkan contoh.

Pola makan adalah kegiatan konsumsi pangan sumber lemak contoh yang dikonsumsi secara rutin dan berulang, yang digambarkan melalui jenis dan frekuensi pangan sumber lemak selama sebulan terakhir dan recall konsumsi pangan 2x24jam.

Frekuensi konsumsi adalah frekuensi contoh dalam mengkonsumsi jenis pangan sumber lemakselama satu bulan terakhir yang terdiri atas dua kategori yakni sering(>=3x/minggu) dan tidak sering(0-2x/minggu).

Kuantitas ASI adalah jumlah ASI harian yang dapat dihasilkan oleh ibu yang dipengaruhi oleh usia, paritas, kualitas dan kuantitas makanan, hormonal, kondisi psikologis dan sosial, frekuensi menyusui, dan konsumsi pangan sumber laktagogum.

Keragaman asam lemak esensial ASI adalah gambaran asam lemak esensial pada ASI yang meliputi komposisi EPA, DHA, ARA, asam linoleat, dan asam linolenat.

Kadar lemak ASI adalah kadar lemak pada ASI dalam satuan gram yang terdapat dalam 100 ml ASI.

Total asam lemak ASI adalah total dari asam lemak yang terkandung dalam 100 gram lemak maupun dalam 100 ml ASI

Konsumsi Asam Lemak Esensial Bayi adalah perbandingan antara konsumsi asam lemak esensial bayi harian dengan angka kecukupan asam lemak esensial bayi

Konsumsi asam lemak esensial bayi adalah jumlah harian konsumsi asam lemak esensial ASI bayi yang dihitung dengan mengalikan kandungan asam lemak esensial ASI bayi dengan kuantitas konsumsi ASI aktual.

(34)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Ibu

Tabel 6 menggambarkan karakteristik responden berdasarkan wilayah yang meliputi usia, berat badan, tinggi badan, status gizi, paritas, rata-rata pendapatan keluarga, dan pendidikan terakhir ibu. Berdasarkan Depkes (2009) rataan usia ibu sebesar 29-30 tahun terkategori pada kelompok usia dewasa awal (26-35 tahun) serta status gizi ibu pada ketiga wilayah pun tergolong normal (WHO 2006). Usia, paritas, dan status gizi tidak berbeda nyata antar wilayah (p>0.05) dan ketiga variabel tersebut telah memenuhi kriteria inklusi. Rataan pendapatan keluarga tertinggi terdapat pada sampel yang berasal dari Sulawesi Selatan (Rp 1.889.600±1.336.610) dan semua rataan pendapatan keluarga tergolong di atas UMR (BPS 2014). Pendapatan keluarga dan pendidikan berbeda nyata antar wilayah (p<0.05), dimana pendapatan wilayah Sulawesi Selatan lebih tinggi dibandingkan wilayah lain, sedangkan pendidikan terakhir ibu wilayah Sumatera Barat lebih tinggi dibandingkan wilayah lain.

Tabel 6 Karakteristik ibu menyusui

Karakteristik Wilayah P

value

1.227.100±710559 1.636.400±707.980 1.889.600±1.336.610 0.012*

Berat Badan Ibu (kg) a

49.72±5.91 48.76±4.83 50.01±4.78 0.790

Tinggi Badan Ibu (cm) a

150.46±6.27 152.42±3.10 152.17±4.72 0.387

Status Gizi Ibu (kg/m2) a

21.94±1.99 20.99±2.08 21.57±1.53 0.315

Pendidikan Ibu b SD/sederajat SMA/sederajat SD/sederajat 0.000* a Rata-rata ± standar deviasi; *berbeda nyata pada p<0.05

b Presentase terbanyak

Pola Makan Ibu

(35)

Tabel 7 Presentase ibu menyusui yang mengkonsumsi pangan sumber lemak dengan tingkat frekuensi sering (3-6x/minggu) berdasarkan wilayah

Jenis Pangan

Presentase ibu menyusui(%)

P Value Jawa Barat

(n=36)

Sumatera Barat (n=17)

Sulawesi Selatan (n=23)

Hati 10.26 0.00 8.33 0.258

Telur 61.54 57.69 87.50 0.048*

Ikan air laut 28.21 53.85 87.50 0.000*

Seafood 0.00 15.38 12.50 0.050

Ikan air tawar 12.82 3.85 62.50 0.000*

Minyak sawit 69.23 76.92 75.00 0.768

Minyak kelapa 25.64 15.38 45.83 0.053

Kacang-kacangan 87.18 76.92 83.33 0.560

Daging merah 15.38 42.31 16.67 0.029*

Santan 10.26 53.85 54.17 0.000*

*berbeda nyata pada p<0.05

Berdasarkan studi Mulyani (2014) mengenai sumber pangan asam lemak esensial, responden Sulawesi Selatan banyak mengkonsumsi telur yang kaya akan ARA (0.16 g/100 g pangan) serta kelompok ikan dan udang yang kaya akan EPA (0.0895 g/100 g pangan) dan DHA (0.2 g/100 g pangan), sedangkan responden Jawa Barat lebih banyak kacang kedelai dan olahannya yang kaya akan asam linolenat (0.362 g/100 g pangan).

Tabel 8 Konsumsi pangan sumber lemak (g/hr) berdasarkan wilayah

Wilayah Jumlah konsumsi(g/hari)

Ikan Ayam Telur Kacang-kacangan

Jawa Barat 43.06±65.5 12.6±32.65 29.03±40.60 58.33±59.95 Sumatera Barat 79.44±94.98 66.7±79.05 23.3±29.15 28.87±34.05 Sulawesi Selatan 112.17±103.4 2.82±13.55 23.47±39.38 16.5±33.8

P value 0.017* 0.000* 0.849 0.027*

Keragaman Kandungan Lemak dan Asam Lemak Esensial ASI

(36)

Berdasarkan Tabel 9, kadar lemak (g/100ml) berkisar 2.93 hingga 4.79. Hasil tersebut menunjukkan kadar yang lebih tinggi dari hasil studi Kelishadi et al. (2012) yang menyebutkan kadar lemak ASI wanita Irak sebesar 2.17 ± 1.22 g/100 ml dan kadar lemak mature milk pada studi Riordan (2005) sebesar 4.2 g.Kandungan lemak ASI

(g/100g Lemak) 70.61±7.63 70.86±10.32 76.09±8.37 77.59±5.98 0.019* 0.002**;0.36 Total Asam Lemak

(g/100 ml ASI) 1.87±1.08 2.24±1.46 4.11±4.48 2.55±0.78 0.040* Kadar Lemak

(g/100 ml ASI)

2.93±1.64 3.32±1.91 2.80±1.19 3.58±1.65 0.076 0.119;0.183

ARA (C20:4n6) a 0.09±0.10 0.13±0.14 0.12±0.09 0.11±0.09 0.747 0.261;-0.135 EPA (C20:5n3) a 0.05±0.04 0.05±0.05 0.04±0.08 0.05±0.14 0.997 0.013*;0.293 DHA (C22:6n3) a 0.18±0.17 0.20±0.20 0.21±0.16 0.20±0.17 0.952 0.558;-0.071 Asam Linoleat

(C18:2n6c) a

4.92±3.26 5.09±3.51 5.46±3.20 5.50±3.40 0.933 0.133;-0.180

Asam Linolenat (C18:3n3) a

0.19±0.09 0.18±0.14 0.30±0.42 0.23±0.09 0.363 0.123;-0.185

a Rata-rata ± standar deviasi (% dari total asam lemak atau g/100 g lemak) b Uji beda Anova; *signifikan p<0.05

c Uji hubungan Spearman; **signifikan p<0.01

Bayi dengan masa laktasi 12-23 bulan memiliki kadar total asam lemak tertinggi (77.59±5.98 g/100g lemak), sedangkan kadar terendah dimiliki pada bayi dengan masa laktasi 3-5 bulan (70.61±7.63 g/100g lemak). Jika dibandingkan dengan studi Saphier (2013), kadar total asam lemak sampel Indonesia lebih tinggi dibandingkan dengan wanita Israel (72%). Lain halnya jika ditelaah dalam 100 ml ASI, kandungan total asam lemak pada ASI berkisar 1.87-4.11 g dan kandungan terendah terdapat pada ASI yang masa laktasinya 3-5 bulan. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa berdasarkan masa laktasi, kadar total asam lemak ASI berbeda nyata (p=0.019), sedangkan kadar lemak ASI tidak berbeda nyata (p=0.076). Semakin bertambah masa laktasi, maka kadar total asam lemak ASI semakin meningkat (p=0.002;r=0.36), sedangkan kadar lemak tidak.Hal tersebut sesuai menurut studi Finley et al.(1985) bahwa tingkat masa laktasi berkorelasi positif dengan total kadar asam lemak.

(37)

uji statistik menunjukkan semua kadar asam lemak esensial berdasarkan masa laktasi (Gambar 3) tidak berbeda signikan (P>0.05).

Gambar 3 Kandungan asam lemak esensial berdasarkan masa laktasia Uji Annova ;bUji Spearman; *signifikan P>0.05

Jika ditelaah berdasarkan wilayah, kandungan asam lemak esensial pun semakin beragam (Tabel 10).Kandungan asam lemak esensial lebih tinggi pada sampel ASI yang berasal dari Sumatera Barat dibandingkan dengan Jawa Barat dan Sulawesi Selatan. Kadar asam lemak esensial Jawa Barat memiliki kecenderungan lebih rendah dibandingkan kadar wilayah lainnya. Namun, hasil uji statistik menunjukkan bahwa hanya kadar ARA (p=0.002), DHA(p=0.000),dan asam linoleat (p=0.002) yang berbeda signifikan antar wilayah (P<0.05). Hal ini diduga terkait perbedaan pola makan sumber lemak antar wilayah (Tabel 7).

Tabel 10 Keragaman kandungan asam lemak esensial berdasarkan wilayah

Kandungan Jumlah (g/100 g lemak) P value

Asam Linoleat (C18:2n6c) 5.04±2.90 7.48±1.27 3.96±4.09 0.002* Asam Linolenat (C18:3n3) 0.22±0.34 0.28±0.08 0.22±0.07 0.635 *berbeda nyata pada p<0.05

Gambar

Gambar 1 Kerangka pemikiran keragaman kandungan asam lemak esensial ASI dan       tingkat kecukupannya pada bayi
Tabel 1 Angka kecukupan asam linoleat dan linoleat
Tabel 3 Perbandingan kandungan asam lemak esensial aneka ikan dan telur*
Tabel 3 Perbandingan kandungan asam lemak esensial aneka ikan dan telur* (lanjutan)
+7

Referensi

Dokumen terkait

LPTK PENYELENGGARA : IAIN SUMATERA UTARA

Pada penelitian terdahulu, Dewi (2013) mengungkapkan tentang sejarah munculnya sisingaan yang disebutnya berbarengan dengan ditetapkannya Subang menjadi tanah swasta

Dalam penentuan proses pembuatan butil metakrilat, maka dipilih proses dengan bahan baku asam metakrilat dan butanol karena tekanan operasi yang rendah, katalis

Menurut Wendi (2012), salah satu penyebabnya adalah ketiadaan basis penggemar yang kuat dan solid dalam mendukung artis yang bersangkutan, padahal keberadaan penggemar

Agar keberlanjutan dari kegiatan ini tetap terjaga, maka perlu secara rutin diberikan penyuluhan pada masyarakat Desa Cileunyi Kulon berkenaan dengan informasi-informasi

Kedua informan mendapatkan dampak yang positif dalam pengungkapan diri yang dilakukan yaitu hubungan dengan orang tua menjadi lebih dekat, dapat menjadi diri

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas kebesaran, mukjizat, rahmat, dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ Pengaruh Kepuasan

Puta Putar searah s r searah sekrup ud ekrup udara jaru ara jarum jam samp m jam sampai dudu ai duduk deng k dengan ring an ringan dan ke an dan kemud mudian ian kembalikan pada